Anda di halaman 1dari 27

MODUL KOTA BERKELANJUTAN

TOT Tim Korkot & Fasilitator Lokasi Non-BPM TA 2020 tgl 1 September
2020
… dimulai denganATLANTIS
Impian sebuah kota ideal dimulai dengan kota Atlantis
yang ditulis oleh Plato, seorang matematikawan
sekaligus filsuf Yunani. Plato menuliskan mengenai
Atlantis dalam dua bukunya yang berjudul Timaeus dan
Critias sekitar tahun 360 sebelum Masehi.
Atlantis digambarkan oleh Plato sebagai kota yang kuat
secara militer, maju secara teknologi, dan kaya secara
materi. Atlantis punya empat saluran air utama yang
mengelilingi dataran, ada saluran terusan untuk
transportasi sehingga antar sungai terhubung serta
saluran irigasi pasang-surut.
Melalui Atlantis, Plato memberi pesan bahwa ide dan
form merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Bahwa sebuah masyarakat urban yang ideal adalah yang
dikelola melalui prinsip-prinsip keadilan dan prinsip
kehidupan beretika bersama (komunitas), selanjutnya
berlanjut menjadi dasar pada ide-ide “Kota Ideal“yang
lahir sesudah itu.
IDE DASAR KOTA BERKELANJUTAN
1. Kota yang mampu menciptakan cara hidup yang
bertahan lama di domain ekologi, ekonomi, politik
dan budaya. Minimal harus terlebih dahulu dapat
memberi makan dirinya sendiri (self contain) dengan
Social, politik ketergantungan berkelanjutan pada wilayah
dan budaya sekitarnya, dan mampu memberi daya sendiri dengan
sumber energi terbarukan.
2. Kota yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan
kota dan warganya tanpa menimbulkan beban bagi
generasi yang akan datang akibat berkurangnya
sumberdaya alam dan penurunan kualitas lingkungan.
Environment Economic 3. Kota yang direncanakan dengan mempertimbangkan
dampak lingkungan yang didukung oleh warga kota
yang memiliki kepedulian dan tanggung-jawab dalam
penghematan sumberdaya pangan, air, dan
energi; mengupayakan pemanfaatan sumberdaya
alam terbarukan; dan mengurangi pencemaran
terhadap lingkungan
1.A Resilient City
Sebuah gagasan tentang kota ideal yang memiliki
kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan, mengelola keberagaman, berketahanan,
dan mampu bertindak untuk mengurangi risiko
ancaman, mampu mengelola urbanisasi dan
pembangunan melalui adaptasi untuk kebutuhan
masa kini/depan.
Kota yang mampu bertahan terhadap konsekuensi
perubahan iklim atau bencana alam.
Kota yang mampu merencanakan dan mengelola
keberagaman secara efektif dan mendasar.
Diperlukan gagasan dan implementasi yang terpadu
dan kolektif baik dalam menghadapi pemasalahan
guncangan dan tekanan ekonomi, social dan
lingkungan.
Kota dikembangkan agar dapat bertahan terhadap guncangan
tanpa gangguan permanen atau gagal fungsi dan memiliki
kecenderungan untuk memulihkan diri atau menyesuaikan secara
mudah terhadap perubahan mendadak.
Kota yang mampu mengatasi tantangan ekonomi (ketahanan
pangan, ketahanan energi ramah lingkungan, ekonomi
berkelanjutan), dan juga tantangan sosial (mencegah kerusuhan,
tawuran, perang, kriminalitas), dan lingkungan hidup (banjir dan
longsor, kekeringan, kebakaran, abrasi pantai, sampah, pelestarian
alam).
Kota yang mampu melakukan antisipasi (pencegahan terjadinya
bencana), mitigasi (pengurangan risiko bencana), dan adaptasi
(penyesuaian perubahan) terhadap segala bencana. Tata ruang kota
dirancang mampu mengantisipasi, beradaptasi, dan memitigasi
perubahan iklim. Daerah zona bahaya harus bebas dari
permukiman penduduk. Bangunan didirikan dengan
memperhatikan risiko bencana (gempa bumi, tsunami, kebakaran,
banjir, longsor). Warga mendapat pendidikan kebencanaan dan
melakukan simulasi secara berkala.
2.A Green City
Sebuah gagasan tentang suatu kota yang
terencana dengan baik, bercirikan ramah
lingkungan dan mampu memanfaatkan sumber
daya alam secara seimbang sehingga tercipta
kesejahteraan bagi penduduknya.
Kementerian PUPR telah menjawab isu tersebut
dengan Program Pengembangan Kota Hijau/ P2KH
yang mencakup 8 atribut kota hijau (green
community, green planning and design, green
open space, green building, green water, green
waste, green transportation dan green energy).
Upaya perwujudan kota hijau melalui tercapainya
8 atribut memerlukan peran, dukungan dan
komitmen seluruh stakeholder, yaitu masyarakat,
pemda, swasta, dan sektor lain. UU 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang secara tegas
mengamanatkan minimal 30% dari wilayah kota
berwujud ruang terbuka hijau (RTH)
Kota yang menerapkan Hijau di Indonesia (penerapan
RTH 30%)
1. Jogyakarta , Hingga 2014, Kota Yogyakarta telah
memiliki 35 lokasi RTH di 14 kecamatan, dan akan terus
menambah RTH di setiap kelurahan yang belum
memiliki.
2. Kota Aceh, jumlah RTH hingga 2011 meliputi taman
kota tersebar pada 40 gampong (desa) dan hutan kota
tersebar pada 19 gampong.
3. Surabaya, RTH Kota Surabaya hanya 26% dari total luas
wilayah yang mencapai 333.063 kilometer persegi. Wali
Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, beberapa
tahun lalu luas RTH di Surabaya hanya 9%, kemudian
naik 12% dan naik lagi 26% di 2015.
4. Bandung, Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar
1.700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota
yang memiliki luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar
6.000 hektare. Saat ini jumlah pohon pelindung di Kota
Kembang sebanyak 229.649 pohon
5. Balikpapan
6. Malang
Surabaya, Kota Percontohan Pengolahan Sampah Terbaik
Indonesia
Oleh Petrus Riski, Surabaya di 27 February 2014

Sampah organik yang diolah Rumah Kompos Keputran, salah satu Taman Prestasi, salah satu ruang
menjadi pupuk organik. pusat pengolahan sampah terbuka hijau di Surabaya yang
bersih di setiap sudutnya
3.A Safe and Healthy City
Sebuah gagasan tentang kota yang komunitasnya
dapat hidup layak dengan tenang dimana semua
kebutuhan primernya dapat diperoleh dengan mudah,
seperti makanan, pakaian dan perumahan.
Gagasan tentang Kota yang bebas dari ancaman
perang, kriminalitas dan kekerasan domestik. Kota
yang sehat memungkinkan segenap warganya dapat
mengembangkan secara optimal potensi diri mereka
untuk dapat lebih produktif dan sejahtera.
The World Health Organisation endorsed the "Ottawa
Charter for Health Promotion" in 1986. The Charter
clearly stated the following strategies of health
promotion as the basis of "Healthy Cities".
(1) Build healthy public policy;
(2) Create supportive environments for health;
(3) Strengthen community action for health;
(4) Develop personal skills; and
(5) Re-orient health services.
4.An Inclusive City
Gagasan tentang kota yang menghargai semua
penduduknya dan kebutuhannya secara setara,
termasuk kaum pinggiran agar mempunyai suara yang
dapat didengar oleh pemerintahan, perencanaan, dan
proses pembiayaan juga mempunyai akses untuk
perumahan legal dan pelayanan dasar seperti air,
sanitasi dan listrik. Inclusive city atau kota inklusif
adalah kota yang ramah difabel dan disabiltas, dan
menghargai kebutuhan penduduknya secara merata.
• Spatial inclusion: urban inclusion requires providing
affordable necessities such as housing, water and
sanitation.
• Social inclusion: an inclusive city needs to guarantee
equal rights and participation of all, including the
most marginalized.
• Economic inclusion: creating jobs and giving urban
residents the opportunity to enjoy the benefits of
economic growth is a critical component of overall
urban inclusion.
RUANG PUBLIK DI LINGKUNGAN SELALU MENJADI KEBUTUHAN MASYARAKAT BERAKTIFITAS
5.A Planned City
A planned capital is a city specially
planned, designed and built to be
a capital. Several of the world's national
capitals are planned capitals,
including Canberra in
Australia, Brasília in Brazil, Belmopan in
Belize, New Delhi in India, Abuja in
Nigeria, Islamabad in
Pakistan, Naypyidaw in Burma
and Washington, D.C. in the United
States, and the modern parts of Nur-
Sultan in Kazakhstan and Ankara in
Turkey. In Egypt, a new capital city east
of Cairo is under construction. The
federal administrative centre of
Malaysia, Putrajaya, is also a planned
city.
6.A Productive City
Gagasan tentang sebuah kota yang mampu
mewujudkan kawasan permukiman/kota yang
efisien dan tempat yang layak untuk berusaha
secara produktif, terutama membuka
kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat
berpenghasilan menengah kebawah.

Gagasan sebuah kota yang menerapkan


pembangunan yang berkeadilan secara ekonomi
merupakan komponen yang penting bagi
perwujudan kota yang layak huni dan sehat.
Perencanaan kota yang dapat mempromosikan
dan mendorong kehidupan bagi semua
warganya yang dapat memiliki peluang ekonomi
baik pada skala lokal maupun regional.
7.A Smart City
Smart City atau kota pintar adalah
sebuah gagasan tenatng kota yang
mampu mengintegrasikan teknologi
informasi dan komunikasi hingga level
tertentu dalam proses tata kelola dan
operasional pengelolaan dan
pengendalian kehidupan dan dinamikan
kota sehari-hari.
Integrasi teknologi tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan
efisiensi, membagikan informasi
kepada publik, hingga memperbaiki
pelayanan kepada masyarakat ataupun
meningkatkan kesejahteraan warga.
Kota yang menerapkan IT & C di Indonesia
1. Jakarta , Penerapan Smart City Lounge sebagai pusat control
dan mampu menerima pengaduan masyarakat mengenai
masalah sosial, macet, banjir, sampah, kriminalitas,
pelayanan publik dan masalah lain di ibukota.
2. Bandung , meliputi Hay U untuk perizinan online, SIP untuk
rapor Camat oleh warga, citizen complaint online, Silakip
untuk memonitoring kerja Pemkot dan penggunaan sosial
media Twitter sebagai ajang komunikasi warga.
3. Makasar, Kota yang mampu memantau kemacetan dan
sistem pembayaran parkir online yang sudah on the track.
Selain itu, Makasar juga sudah memiliki Makassar Smart Card
yang bisa digunakan untuk kepentingan dalam urusan sistem
pemerintahan dan pembayaran.
4. Surabaya, Salah satunya adalah konsep traffic light yang
diatur dengan Closed Circuit Televition (CCTV) dan Integrated
Traffic System Management, di mana ketika antrean panjang
di depan lampu lalu lintas, maka secara otomatis lampu
berwarna merah akan berjalan lebih pendek.
5. Semarang
6. Jogyakarta
7. Denpasar
……SUSTAINABLE CITY
Pada dasarnya sustainable city itu merupakan
gagasan tentang kota ideal yang merupakan
superposisi atau gabungan dari berbagai konsep
pengembangan kota seperti Resilience City, Green
City dsb. “Kota ideal“ ini sering dikaitkan pada
dua hal yaitu:
1. pengertian kota sebagai sebuah sistem
ekologis perkotaan yang berkelanjutan, dan
2. pengertian kota yang mampu berkembang
secara berkelanjutan bukan hanya dalam
pengertian ekologis (Eco-City), tetapi juga yang
berkembang secara berkeadilan (Just-City),
dan kota yang ekonominya tumbuh secara
berkelanjutan (Growth-City) dan yang secara
kultural mampu mengembangkan identitas
local yang kuat (Urban Cultural Identity).
Tantangan-1: Penguasaan tanah
dan proses gentrifikasi

• Masalah distribusi penggunaan tanah yang tidak seimbang,


Kota-kota besar kita pada saat ini tidak mampu
menyediakan tanah untuk menyediakan perumahan dan
membangun berbagai fasilitas sosial yang dibutuhkan oleh
masyarakat luas.
• Daerah perkampungan penduduk dan daerah hunian
lainnya secara terus menerus semakin terdesak oleh
ekspansi dari proses komersialisasi lahan atau proses
gentrifikasi berlangsung secara masiv
• Turunnya jumlah unit hunian rumah di pusat kota dan
mendorong terjadinya urban sprawl dalam bentuk hunian
suburban di pinggiran kota yang berimplikasi pada
tumbuhnya permukiman kumuh.
Tantangan-2: Peran kota
sebagai Agent of Change
• Sebagai Agent of Change mendorong
transformasi cara berpikir dan kesadaran dari
masyarakat tradisional menjadi modern, dan dari
masyarakat rural menjadi masyarakat industry
yang produktif dan berwawasan lingkungan
• Sebagai Agent of Development menjadi lokomotif
yang ikut mendorong perkembangan perkotaan
secara keseluruhan maupun sebagai sebuah
kesatuan urban (urban entity) termasuk
lingkungan perumahan dan permukiman
• Sebagai Agent of Development harus mampu
mengembangkan dan menerapkan prinsip-
prinsip kolaborasi dari berbagai kepentingan
stakeholder.
Tantangan-3: perubahan sistem
ekologis global maupun lokal.

• Kota-kota di Indonesia belum mempunyai kemampuan


untuk mengatasi atau menjinakkan berbagai dampak negatif
yang diakibatkan oleh kenaikan suhu bumi seperti
perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, kekeringan,
banjir, virus dan seterusnya.
• Kota dituntut untuk mengatasi hal-hal tersebut secara
komprehensif dan tidak boleh bersifat parsial sebatas
kepentingan sebagian dari penghuni kota yang mampu.
• Kecenderungan pada saat ini adalah bahwa selain
meningkatnya kerusakan lingkungan urban secara umum,
juga telah terjadi ketidakadilan pada pendistribusian
sumberdaya alam dan ketidak adilan pada pendistribusian
beban lingkungan (environmental burden) atas kerugian
mereka yang berstatus sosial rendah
Strategi menghadapi tantangan keberlanjutan melalui
kolaborasi antar komunitas kota
1. Kota harus mampu menyediakan ruang hidup yang berkualitas bagi semua penghuninya. Hal ini bisa
tercapai bila distribusi tanah perkotaan, utilitas dan asset perkotaan dikelola secara berkeadilan. Secara
sosial ini berarti kota harus mampu mengembangkan sebuah komunitas urban baru (new urban
community) yang bertumpu pada kehidupan kolektif yang kuat.
2. Dari segi spasial berarti kota harus melakukan reorganisasi dari satuan-satuan ruang (spatial entity) baik
di kawasan perkotaan maupun di kawasan permukiman yang mampu mewadahi lahirnya komunitas
urban kolektif.
3. Wilayah kota dan permukiman harus mampu berkembang menjadi satu system jaringan social-ekonomi -
budaya yang terintegrasi tanpa kehilangan ciri lokalnya yang spesifik. Kemampuan ini hanya mungkin
dikembangkan bila komunitas kota mempunyai akar yang kuat (embeded) baik secara ekonomi, sosial
maupun kultural di wilayah dimana dia berada.
4. “Kota Ideal“ yang diimpikan adalah wujud dari sebuah harapan akan kehidupan yang lebih baik yang
menjadi acuan bagi mereka yang menginginkan perbaikan. Dan bila wujud itu bisa terlaksana pada
sebuah lokasi, maka walaupun tidak selalu sempurna, namun kemudian tetap bisa menjadi acuan bagi
yang lainnya.
Aspek lingkungan untuk mendukung Kota Berkelanjutan

SISTEM PERKOTAAN
KOTA DAN
PERMUKIMAN PERMUKIMAN Serasi
YANG Kepastian
BERKELANJUTAN dengan bermukim
ruang

PERUMAHAN Terpenuhi
Kualitas Memiliki pelayanan
Cukup Kontruksi/ Visi dasar
Ruang Bahan
Bangunan
Penerapan Lembaga
aturan
Air Minum Pengelola
Sanitasi bersama
Penerapan nilai-nilai keberlanjutan di
kawasan permukiman & perumahan.
1. Keberlanjutan sebuah kota dimulai dengan pengembangan
kawasan permukiman dan perumahan, melalui penerapan
nilai-nilai ekologis, inclusivitas, kreativitas, interpreneurship,
dan kolaborasi di masyarakat.
2. Kawasan permukiman kota harus mampu memberikan
arahan yang jelas dan terukur kemana program investasi dan
pemberdayaan dilakukan, agar masyarakat memperoleh
haknya secara adil, kepastian bermukim, dan terpenuhi
layanan dasar serta kebutuhan social ekonomi lainnya.
3. Kawasan Perumahan harus mampu menerapan nilai-nilai
yang sudah ditetapkan diatas melalui program kegiatan yang
konkret dan terukur.
…. kita semua berharap bahwa ancaman yang begitu serius terhadap kehidupan
akan membangkitkan kemampuan manusia untuk secara kolektif mengatasi
bahaya itu dengan cara membangun sebuah habitat yang berkelanjutan (Ulric Beck)

Anda mungkin juga menyukai