PENDAHULUAN
Participatory Research atau penelitian partisipatori adalah kombinasi penelitian social, kerja
pendidikan, dan aksi politik menggunakan konsep penelitian partisipatif dalam konteks metodologi
materialis historis, yang didefenisikan oleh Kasam sebagai penelitian yang disusun melalui interaksi
demokratis antara peneliti dan kelas rakyat yang tertindas dan mengambil bentuk unifikasi dialektis
teori dan praktek secara resiprokal antara peneliti dan kelas tertindas.[2]
Pada awalnya dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Kurt Lewin di awal hingga
pertengahan 1900an. Freire kemudian mengembangkan PAR sebagai kritik atas model pendidikan
tradisional dimana guru berdiri di depan dan memberikan informasi kemurid sebagai penerima
pasif. PAR ini juga merupakan kritikan terhadap penelitian yang lazimnya dilakukan oleh universitas
maupun pemerintah dimana para ahli datang pada komunitas dan mempelajari subjek penelitian
kemudian pergi membawa data untuk ditulis dalam laporan maupun tulisan.
Sebagai suatu metode riset dan aksi, PAR memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut:
1. Adanya keterlibatan masyarakat atau masyarakat sebagai subjek. Orang tertindas
dalam posisinya sebagai pencipta pengetahuan dalam proses transformasi diri mereka
sendiri.
2. PAR sebenarnya tidak hanya riset yang mengharapkan ada aksi sebagai tindak lanjut
dari riset. Tapi kemudian ada riset kembali dari seluruh peserta, dan ada aksi kembali.
3. PAR didesign untuk isu yang spesifik yang dihadapi oleh komunitas dan mampu
menyelesaikan masalah dalam komunitas tersebut. Problem solving approach.
4. PAR menciptakan metode tanpa kekerasan dan demokratis bagi transformasi
ekonomi,politik, ideologis, dan kultural.
Terdapat 16 prinsip kerja Partisipation Action Research (PAR) yang menjadi karakter utama dalam
implementasi kerja PAR bersama komunitas. Adapun 16 prinsip kerja tersebut menurut Agus Affandi
adalah terurai sebagai berikut:
1. Sebuah praktek untuk meningkatkan dan meperbaiki kehidupan sosial dan praktek-prakteknya, dengan
cara merubahnya dan melakukan refleksi dari akibat perubahan-perubahan itu untuk melakukan aksi
lebih lanjut secara berkesinambungan.
2. Secara kesuluruhan merupakan partisipasi yang murni (autentik) membentuk sebuah siklus (lingkaran)
yang berkesinambungan dimulai dari: analisa social, rencana aksi, aksi, evaluasi, refleksi (teoritik
pengalaman) dan kemudian analisis sosial kembali begitu seterusnya mengikuti proses siklus lagi.
Proses dapat dimulai dengan cara yang berbeda.
3. Kerjasama untuk melakukan perubahan: melibatkan semua pihak yang memiliki tanggung jawab
(stakeholder) atas perubahan dalam upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan mereka dan secara
terus-menerus memperluas dan memperbanyak kelompok kerjasama untuk menyelesaikan masalah
dalam persoalan yang digarap.
4. Melakukan upaya penyadaran terhadap komunitas tentang situasi dan kondisi yang sedang mereka
alami melalui pelibatan mereka dalam berpartisipasi dan bekerjasama padasemua proses research,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Proses penyadaran ditentukan pada
pengungkapan relasi sosial yang ada di masyarakat yang bersifat mendominasi, membelenggu, dan
menindas
5. Suatu proses untuk membangun pemahaman situasi dan kondisi social secara kritis yaitu, upaya
menciptakan pemahaman bersama terhadap situasi dan kondisi yang ada di masyarakat secara
partisipatif menggunakan nalar yang cerdas dalam mendiskusikan tindakan mereka dalam upaya untuk
melakukan perubahan social yang cukup signifikan.
6. Merupakan proses yang melibatkan sebanyak mungkin orang dalam teoritisasi kehidupan social
mereka. Dalam hal ini masyarakat dipandang lebih tahu terhadap persoalan dan pengalaman yang
mereka hadapi untuk pendapat-pendapat mereka harus dihargai dan solusi-solusi sedapat mungkin
harus diambil dari mereka sendiri berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
7. Menempatkan pengalaman, gagasan, pandangan dan asumsi sosial individu maupun kelompok untuk
diuji. Apapun pengalaman, gagasan, pandangan dan asumsi tentang institusi-institusi social yang
dimiliki oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat harus siap sedia untuk dapat diuji dan
dibuktikan keakuratan dan kebenarannya bedasarkan fakta-fakta,bukti-bukti dan keterangan-keterangan
yang diperoleh di dalam masyarakat itu sendiri.
8. Mensyaratkan dibuat rekaman proses secara cermat. Semua yang terjadi dalam proses analisa sosial,
harus direkam dengan berbagai alat rekam yang ada atau yang tersedia untuk kemudian hasil rekam-
rekam itu dikelola dan diramu sedemikian rupa sehingga mampu mendapatkan data tentang pendapat,
penilaian, reaksi dan kesan individu maupun kelompok sosial dalam masyarakat terhadap persoalan
yang sedang terjadi secara akurat, untuk selanjutnya analisa kritis yang cermat dapat dilakukan
terhadapnya.
9. Semua orang harus menjadikan pengalamannya sebagai objek riset. Semua individu dan kelompok-
kelompok dalam masyarakat didorong untuk mengembangkan dan meningkatkan praktek-praktek
sosial mereka sendiri bedasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang telah dikaji secara kritis.
10. Merupakan proses politik dalam arti luas.diakui bahwa riset aksi ditujukan terutama untuk melakukan
perubahan sosial di masyarakat. Karena itu mau tidak mau hal ini akan mengancam eksistensi individu
maupun kelompok masyarakat yang saat itu sedang memperolah kenikmatan dalam situasi yang
membelenggu, menindas, dan penuh dominasi. Agen perubahan sosial harus mampu menghadapi dan
meyakinkan mereka secara bijak, bahwa perubahan sosial yang akan diupayakan bersama adalah demi
kepentingan mereka sendiri di masa yang akan datang.
11. Mensyaratkan adanya analisa relasi sosial secara kritis. Melibatkan dan memperbayak kelompok
kerjasama secara partisipatif dalam mengurai dan mengungkap pengalaman-pengalaman mereka dalam
berkomunikasi, membuat keputusan dan menemukan solusi, dalam upaya menciptakan kesefahaman
yang lebih baik, lebih adil, dan lebih rasionak terhadap persoalan –persoalan yang sedang terjadi di
masyarakat, sehingga relasi sosial yang ada dapat diubah menjadi relasi sosial yang lebih adil, tanpa
dominasi, dan tanpa belengggu.
12. Memulai isu-isu kecil dan mengkaitkan dengan relasi-relasi yang lebih luas. Penelitian sosial berbasis
PAR harus memulain penyelidikannya terhadap sesuatu persoalan yang kecil untuk melakukan
perubahan terhadapnya betapapun kecilnya, untuk selanjutnya melakukan penyelidikan terhadapsuatu
persoalan berskala yang lebih besar dengan melakukan perubahan yang lebih besar pula dan
seterusnya. Kemampuan dalam meneliti dan melakukan perubahan dalam suatu persoalan betapapun
kecilnya merupakan indicator kemampuan awal seorang fasilitator dalam menyelesaikan persoalan
yang lebih besar.
13. Memulai dengan siklus proses yang kecil. (analisa sosial, rencana aksi, aksi, evaluasi, refleksi, analisa
sosial, dst.). melalui kajian yang cermat dan akurat terhadap suatu persoalan berangkat dari hal yang
terkecil akan diperoleh hasil-hasil yang merupakan pedoman untuk melangkah selanjutnya yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih besar.
14. Memulai dengan kelompok sosial yang kecil untuk berkolaborasi dan secara lebih luas dengan
kekuatan-kekuatan kritis lain. Dalam melakukan proses PAR peneliti harus memperhatikan dan
melibatkan kelompok kecil di masyarakat sebagai partner yang ikut berpartisipasi dalam semua proses
penelitian meliputi analisa sosial, rencana aksi, aksi evaluasi dan refleksi dalam rangka melakukan
perubahaan sosial. Selanjutnya partisipasi terus diperluas dan diperbanyak melalui perlibatan dan
kerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lebih besar untuk mengkritisi terhadap proses-
proses yang sedang berlangsung.
15. Mensyaratkan semua orang mencermati dan membuat rekaman proses. PAR menjunjung tinggi
keakuratan fakta-fakta, data-data dan keteranganketerangan langsung dari individu maupun kelompok
masyarakat mengenai situasi dan kondisi pengalaman mereka-mereka sendiri, karena itu semua bukti-
bukti tersebut seharusnya direkam dan dicatat mulai awal sampai akhir oleh semua yang terlibat dalam
proses perubahan sosial untuk mengetahui proses perkembangan dan perubahan sosial yang sedang
berlangsung, dan selanjutnya melakukan refleksi terhadapnya sebagai landasan untuk melakukan
perubahan sosial berikutnya.
16. Mensyaratkan semua orang memberikan alasan rasional yang mendasari kerja sosial mereka. PAR
adalah suatu pendekatan dalam penelitian yang mendasarkan dirinya pada fakta-fakta yang sungguh-
sungguh terjadi di lapangan. Untuk itu proses pengumpulan data harus dilakukan secara cermat untuk
selanjutnya proses refleksi kritis dilakukan terhadapnya, dalam upaya menguji seberapa jauh proses
pengumpulan data tersebut telah dilakukan sesuai dengan standar baku dalam penelitian sosial.[3]
Sedangkan
menurut Winter, dalam riset aksi terdapat enam prinsip yang dijadikan petunjuk melakukan ris
et. Enam prinsip tersebut adalah:
1. Refleksi kritis
Kebenaran dalam lingkungan sosial sangat relatif dan
tergantung pada subyek penelitian. Pertimbangan situasi yang tercantum dalam catatan-
catatan lapangan, dokumen resmi harus telah mendapat pengakuan secara implisit dari subyek. Maka,
barulah bisa dikatakan bahwa fakta tersebut benar apa adanya.
Prinsip refleksi kritis menjamin orang-orang untuk mempertimbangkan isu-isu, proses-proses, dan
membuat interpretasi, asumsi, dan penilaian secara eksplisit. Dengan cara ini
pertimbangan praktis bisa menyempurnakan pandangan-pandangan teoritis.
2. Dialektika kritis
Realitas sosial yang partikular bisa menjadi valid secara konsensual, yang mana bahasa me
njadi sarana penyampaiannya. Fenomena pada umumnya dikonseptualisasikan melalui dialog
. Maka dari itu, prinsip dialektika kritis menghendaki pemahaman pengaturan hubungan a
ntara fenomena dan konteksnya, dan antara elemen-elemen yang menyusun fenomena.
Elemen kunci adalah mereka yang bertentangan dengan yang lainnya, dan itu merupakan sala
h satu yang hampir suka menciptakan perubahan.
3. Kolaborasi sumber daya
Partisipan dalam proyek riset aksi adalah peneliti juga. Prinsip kolaborasi sumber day
a ini berpraduga bahwa ide tiap orang sama signifikannya sebagai potensi sumber daya
untuk membuat interpretasi, kategori analisis yang dinegosiasikan di antara partisipan. Hal ini dit
ujukan untuk menghindari kemiringan kredibilitas dari pemegang ide terdahulu. Selain itu, secar
a khusus hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran dan toleransi dari adanya kontradiksi antara
banyak sudut pandang dan di dalam satu sudut pandang pun.
4. Kesadaran resiko
Proses perubahan berpotensi mengancam semua cara yang telah berlaku sebelumnya, dan
itu menciptakan ketakutan secara psikis di antara para praktisinya. Salah satu ketakutan yang utam
a adalah datang dari ego yang menahan diri dari diskusi terbuka terhadap interpretasi, ide, dan p
enilaian orang lain. Seorang inisiator riset aksi akan menggunakan prinsip ini untuk menenangkan
ketakutan-ketakutan lain
dan mengundang partisipasi dengan menegaskan bahwa masyarakat juga akan menjadi subyek dari
proses yang sama, dan bagaimana pun juga hasil akhirnya adalah belajar bersama.
5. Struktur plural
Alam penelitian pada umumnya terdiri dari berbagai macam pandangan, komentar, dan
kritik, dalam rangka menuju berbagai kemungkinan aksi dan interpretasi. Pendalaman struktur yan
g plural ini menghendaki banyak teks untuk pelaporannya. Hal ini berarti akan banyak pertimban
gan secara eksplisit dengan komentar yang kontradiktif dan berbagai macam panduan untuk aksi.
Laporan pada
dasarnya adalah sebuah tindakan sebagai dukungan untuk meneruskan diskusi di antara kolaborator
daripada memutuskan sebuah konklusi akhir dari sebuah fakta.
6. Teori, praktek, dan transformasi
Bagi para praktisi riset aksi, teori menginformasikan praktek, dan praktek menyempurnakan
teori menuju upaya transformasi yang terus- menerus. Dalam lingkungan apa
pun, aksi tiap orang didasarkan pada asumsi, teori, dan hipotesis yang secara implisit dipegang teguh,
dan dengan tiap hasil observasi pengetahuan teoritik akan bertambah.
Selain prinsip-prinsip di atas, PAR mengharuskan adanya pemihakan baik bersifat
epistemologis, ideologis, maupun teologis dalam rangka melakukan perubahan yang signifikan.
Pemihakan epistemologis mendorong peneliti untuk menyadari bahwa banyak cara untuk meli
hat masyarakat.
Pemihakan ideologis mengharuskan peneliti memiliki empati dan kepedulian tinggi terhadap se
mua individu dan kelompok masyarakat yang lemah, tertindas, terbelenggu, dan
terdominasi. Pemihakan teologis menyadarkan peneliti bahwa teks-teks agama yang termuat dalam
Al-Qur’an dan Hadits memberikan dorongan yang besar dengan imbalan pahala yang besar
pula kepada semua orang beriman yang melakukan upaya-upaya pertolongan dan pemberdayaan
terhadap individu maupun kelompok masyarakat dhu’afa, mustadh’afin, dan mazlumin.[4]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Participation Action Research adalah:
1. Prinsip Partisipasi.
Prinsip ini mengharuskan PAR (Participation action Research) dilaksanakan dengan
melibatkan sebanyak mungkin anggota komunitas yang berkepentingan dengan
perubahan situasi yang lebih baik. Dengan prinsip ini, PAR (Participation action
Research) dilakukan bersama di antara anggota komunitas melalui proses berbagi dan
belajar bersama, untuk memperjelas kondisi dan permasalahan mereka sendiri. Prinsip
ini juga menuntut penghargaan pada setiap perbedaan yang melatarbelakangi anggota
komunitas saat terlibat dalam PAR (Participation action Research),
termasuk penghargaan pada kesetaraan jender (terlebih jika dalam suatu komunitas,
perempuan belum memeroleh kesempatan yang setara dengan laki-laki untuk
berpartisipasi).
Berbeda dengan riset konvensional, tim peneliti/praktisi PAR ( Participation Action Research)
bertindak sebagai fasilitator terjadinya proses riset yang partisipatif di antara anggota komunitas, bukan
orang yang meneliti kondisi komunitas dari luar sebagai pihak asing.
2. Prinsip Orientasi Aksi.
Prinsip ini menuntut seluruh kegiatan dalam PAR (Participation Action Research) harus
mengarahkan anggota komunitas untuk melakukan aksi-aksi transformatif mengubah
kondisi sosial mereka agar menjadi semakin baik. Oleh karena itu, PAR (Participation
Action Research) harus memuat agenda aksi yang jelas, terjadwal, dan konkret.
3. Prinsip Triangulasi.
PAR (Participation Action Research) harus dilakukan dengan menggunakan berbagai
sudut pandang, metode, alat kerja yang berbeda untuk memahami situasi yang sama,
agar pemahaman tim peneliti bersama anggota komunitas terhadap situasi tersebut
semakin lengkap dan sesuai dengan fakta. Setiap informasi yang diperoleh harus
diperiksa ulang lintas kelompok warga/elemen masyarakat (crosscheck). Prinsip ini
menuntut PAR (Participation Action Research) mengandalkan data-data primer yang
dikumpulkan sendiri oleh peneliti bersama anggota komunitas di lapangan. Sedangkan
data-data sekunder (riset lain, kepustakaan, statistik formal) dimanfaatkan sebagai
pembanding.
4. Prinsip Luwes atau Fleksibel.
Meskipun PAR (Participation Action Research) dilakukan dengan perencanaan sangat
matang dan pelaksanaan yang cermat atau hati-hati, peneliti bersama anggota
komunitas harus tetap bersikap luwes menghadapi perubahan situasi yang mendadak,
agar mampu menyesuaikan rencana semula dengan perubahan tersebut. Bukan
situasinya yang dipaksa sesuai dengan desain riset, melainkan desain riset yang
menyesuaikan diri dengan perubahan situasi.
Partisipation Action Research (PAR) adalah kombinasi penelitian social, kerja pendidikan, dan
aksi politik. Pada awalnya PAR dikembangkan oleh Kurt Lewin hingga pertengahan 1900-an kemudian
dilanjutkan oleh Freire. PAR termasuk sebagai bentuk kritik terhadap penelitian yang datang meneliti
pada suatu masyarakat tanpa memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat tersebut.
Menurut Agus Affandi prinsip-prinsip PAR adalah:
1. Meningkatkan dan memperbaiki kehidupan sosial.
2. Partisipasi yang autentik membentuk siklus yang berkesinambungan.
3. Kerjasama untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik
4. Penyadaran terhadap komunitas akan situasi yang sedang mereka alami
5. Membangun pemahaman kondisi sosial secara kritis
6. Melibatkan sebanyak mungkin orang dalam teoritisasi kehidupan sosial
7. Menempatkan pengalaman, gagasan, pandangan dan asumsi sosial
8. Membuat rekaman proses secara cermat
9. Berusaha memberi pengalaman masyarakat sebagai objek riset.
10. Salah satu proses politik dalam arti yang luas
11. Mensyaratkan adanya analisa relasi sosial secara kritis
12. Memulai dari isu yang kecil dengan mengaitkan relasi yang lebih luas
13. Memulai dengan siklus proses yang kecil
14. Memulai dengan kelompok sosial yang kecil
15. Mengajak semua untuk mencermati dan membuat rekaman proses
16. Semua harus dapat memberikan alasan yang rasional atas yang mereka lakukan.
Sedangkan menurut Winter, dalam riset aksi terdapat 6 prinsip, yaitu: Refleksi Kritis, Dialektika
Kritis, Kolaborasi Sumber Daya, Kesadaran Resiko, Struktur Plural, dan, Teori, Praktek Serta
Transformasi
Sehingga dapat disimpulkan bahwa prinsip PAR itu meliputi: Prinsip Partisipasi, Prinsip
Orientasi Aksi, Prinsip Triangulasi, serta Prinsip Fleksibel.