Taklil Talak
Taklil Talak
Oleh
QURATUL AINI
NIM: 160402025
Pembimbing:
Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag
Dr. Khairul Hamim, MA
Oleh
QURATUL AINI
NIM: 160402025
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis oleh: Quratul Aini, NIM: 160402025 dengan judul, “Pelanggaran Taklik
Talak Sebagai Alasan Perceraian Di Pengadilan Agama Giri Menang” telah
memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.
iv
v
LEMBAR PENGECEKAN PLAGIARISME
vii
PELANGGARAN TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
DI PENGADILAN AGAMA GIRI MENANG
Oleh
QURATUL AINI
NIM: 160402025
ABSTRAK
Taklik talak adalah talak yang jatuhnya digantungkan pada suatu perkara
atau alasan-alasan tertentu yang telah disepakati. Taklik talak bukan suatu
perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan. Akan tetapi sekali taklik
talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali. Apabila di kemudian hari
salah satu atau semua yang telah diikrarkan terjadi maka istri dapat
mengadukannya ke Pengadilan Agama dan apabila alasannya terbukti maka
hakim akan memutuskan perkawinannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran
taklik talak yang dijadikan sebagai alasan perceraian dan untuk mengetahui
pertimbangan hukum yang diterapkan oleh hakim dalam memeriksa pelanggaran
taklik talak yang dijadikan sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Giri
Menang.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan pendekatan maqa>s}id al-syari>’ah. Penelitian
ini melibatkan hakim, panitera dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan
penelitian penulis di Pengadilan Agama Giri Menang. Penggalian data dilakukan
dengan teknik observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pelanggaran taklik
talak yang dijadikan alasan mengajukan perceraian, antara lain: (1) Meninggalkan
istri 2 tahun berturut-turut, (2) Tidak memberi nafkah wajib 3 bulan lamanya, (3)
Menyakiti badan/Jasmani istri atau, (4) Membiarkan atau tidak memperdulikan
istri selama 6 bulan atau lebih. Adapun yang dijadikan sebagai pertimbangan oleh
Majelis Hakim Pengadilan Agama Giri Menang, antara lain: Pertama,
pertimbangan hukum, ketika hakim menjatuhkan putusannya, hakim
mempertimbangkan dalil-dalil dan bukti-bukti hukum yang diajukan. Kedua,
pertimbangan maslahat, yakni mempertimbangkan kondisi rumah tangga para
pihak yang sudah pecah, ketika perkawinan tersebut dilanjutkan apakah lebih
mendatangkan maslahat atau lebih mendatangkan mafsadat. Jika mafasadatnya
lebih besar maka majelis hakim akan mengabulkan gugatan tersebut. Sedangkan
dasar hukum yang diterapkan pada perkara No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM adalah
Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 jo Pasal 45, pasal 46
dan Pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam, serta Peraturan Menteri Agama
Nomor 2 Tahun 1990, hadis dan dalil fikih.
viii
ix
x
MOTTO
1
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing, 2011 ), 542.
xi
PERSEMBAHAN
xii
KATA PENGANTAR
xiii
5. Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag, selaku Rektor UIN Mataram yang telah
memberikan tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi
bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernah
selesai.
6. Buat sahabat karib angkatan 2016 Program Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Mataram yang telah meninggalkan kesan persahabatan yang begitu
mendalam untuk kenangan di masa yang akan datang. Khususnya teman kelas
pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Penulis mengucapkan
terimakasih yang setulusnya kepada seluruh pihak yang tidak mungkin
disebutkan satu-persatu.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat memberikan sumbangsih kepada semua
pihak. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritikan yang konstruktif
demi perbaikan ke depannya. Semoga penulis tetap berkarya dan dapat
memberikan manfaat untuk agama, bangsa dan negara. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Quratul Aini
xiv
PEDOMAN TRANSLITRASI
Pedoman Translitrasi: Arabic Romanization Table dengan Font Time New Arabic
Short : a =َ i =َ u =َ
Long : a =ا i> = ي u> =و
>
Diphthong : ay = ا ي aw = او
xv
DAFTAR ISI
xvi
4. Landasan Hukum Taklik Talak Menurut Hukum Islam .. 45
5. Taklik Talak Menurut Perundang-undangan di Indonesia 48
6. Akibat Hukum Taklik Talak ............................................ 50
7. Tujuan Diadakan Taklik Talak ........................................ 51
8. Kedudukan Taklik Talak dalam Hukum Perjanjian ........ 53
C. Maqa>s}id al-Syari’ah dalam Memeriksa dan Memutus
Perkara di Pengadilan Agama .............................................. 58
1. Pengertian Maqa>s}id al-Syari>’ah ............................... 59
2. Tujuan al-Syari>’ah ........................................................ 61
3. Maqa>s}id al-Syari>’ah dalam Ijtihad ........................... 67
4. Kehujjahan Maqa>s}id al-Syari>’ah .............................. 68
BAB III PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP
PELANGGARAN TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN
PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA GIRI
MENANG ................................................................................... 73
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Giri Menang ............ 73
1. Sejarah Singkat Berdirinya Pengadilan Agama Giri
Menang ............................................................................ 73
2. Letak Geografis Pengadilan Agama Giri Menang ........... 77
3. Visi dan Misi Pengadilan Agama Giri Menang ............... 78
4. Rencana Strategis Pengadilan Agama Giri Menang ........ 79
5. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Giri Menang ..... 79
6. Penyusunan Alur Tupoksi Pengadilan Agama Giri
Menang ............................................................................ 82
7. Kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut Pengadilan
Agama Giri Menang ........................................................ 85
8. Kondisi Hakim Pengadilan Agama Giri Menang ............ 89
9. Keadaan Perkara di Pengadilan Agama Giri Menang
Tahun 2014-2017 ............................................................. 94
10. Gambaran Perkara Cerai Talak Nomor
080/Pdt.G/2013/PA.GM. ................................................. 97
B. Bentuk-bentuk Pelanggaran Taklik Talak Sebagai Alasan
Perceraian Di Pengadilan Agama Giri Menang .................... 99
C. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Pelanggaran Taklik
Talak Sebagai Alasan Perceraian dalam Perkara Cerai Talak
Nomor 080/Pdt.G/2013/PA.GM. .......................................... 103
xvii
BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM
TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK
SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN
AGAMA GIRI MENANG ......................................................... 114
A. Bentuk-bentuk Pelanggaran Taklik Talak Sebagai Alasan
Perceraian Di Pengadilan Agama Giri Menang ................... 114
B. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Pelanggaran Taklik
Talak Sebagai Alasan Perceraian dalam Perkara Cerai
Talak Nomor 080/Pdt.G/2013/PA.GM. ............................... 128
1. Pertimbangan Hukum dalam Putusan Cerai Talak Nomor
080/Pdt.G/2013/PA.GM. ................................................. 128
2. Dasar Hukum dalam Putusan Cerai Talak Nomor
080/Pdt.G/2013/PA.GM. ................................................. 151
xviii
DAFTAR TABEL
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
1
BAB I
PENDAHULUAN
ض ا ْْلَ ََل ِل َإَل اهللِ الطَّ ََلق (رواه َ َصلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق
ُ َال أبْغ ِّ َِعن ابْ ِن ُع َمر َع ِن الن
َ َِّب
3
)أبو داود
Artinya: Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Perkara halal
yang paling dibenci Allah ialah talak” (HR. Abu Daud, No. 2178).
Berdasarkan hadits tersebut dapat diketahui bahwa Allah membolehkan
untuk bercerai dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk
mempertahankan perkawinan. Artinya, perceraian merupakan jalan terakhir
(jalan darurat) yang dapat dilalui oleh suami dan istri apabila keutuhan rumah
tangga tidak mampu dijaga dan dipertahankan. Jalan atau alternatif terakhir
berarti suami istri telah berusaha menempuh berbagai cara untuk mencari titik
temu agar bisa berdamai di antara kedua belah pihak. Namun langkah yang
ditempuh tersebut ternyata tidak mampu mengatasi semua permasalahan yang
2
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz II (Kairo: al-Fath Lil I’lam al-Arobi, t.t.), 155.
3
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz II (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, t.t.), 255.
2
4
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), 73.
5
Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan
Bintang, 2010), 227.
6
Kompilasi Hukum Islam Pasal 45 ayat (2).
3
diajukan oleh pihak suami atau istri, hakim harus melihat apakah alasan yang
diajukan oleh para pihak sudah sesuai dengan salah satu alasan yang diatur
dalam undang-undang. Apabila alasan-alasan yang diajukan oleh para pihak
tidak sesuai dengan undang-undang, maka bisa saja hakim menolak
permohonan atau gugatan perceraian tersebut.
Adapun alasan-alasan perceraian diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 9 tahun 1975 pasal 19, sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinannya berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihkan, pertengkaran dan
tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 7
Di samping alasan-alasan di atas, dalam KHI ditambah dua alasan lagi,
sebagaimana termuat dalam pasal 116 huruf g dan h, yaitu:
g. Suami melanggar taklik talak, dan
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.8
Di Indonesia merupakan hal yang biasa bagi suami untuk mengucapkan
taklik talak pada saat memulai ikatan perkawinan. Suami mengajukan syarat
jika dia menyakiti istrinya atau tidak menghiraukanya selama jangka waktu
tertentu, maka pengaduan istri kepada Pengadilan Agama akan menyebabkan
7
Citra Umbara, Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan &
Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Citra Umbara, 2012), 42.
8
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 357.
4
istri tersebut terceraikan. Hal ini menunjukkan bahwa taklik talak mempunyai
akibat hukum pada pasangan suami istri.9
Dalam tata cara pernikahan (adat Islam Indonesia) telah diatur sebuah
bentuk perjanjian dari seorang suami terhadap seorang istri yang telah tertera di
setiap buku nikah. Pembacaan taklik talak disarankan untuk dibaca mempelai
laki-laki setelah mengucapkan akad nikah, hal ini sudah menjadi kebiasaan dari
adat pernikahan menurut agama Islam yang ada di Indonesia. Salah satu
manfaat dari taklik talak berguna untuk menjaga hak-hak istri dari tindakan
sewenang-wenang suami.10
Taklik talak menurut pengertian hukum di Indonesia adalah semacam
ikrar. Dengan ikrar itu suami menggantungkan terjadinya suatu talak atas
istrinya. Apabila ternyata di kemudian hari melanggar salah satu atau semua
yang telah diikrarkan, maka istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke
Pengadilan Agama.11 Di dalam pasal 29 UU No. 1 tahun 1974 telah dijelaskan
tentang perjanjian perkawinan bahwa:
1. Pada waktu sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan
oleh pegawai pencatat pernikahan, setelah mana isinya berlaku juga
terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, agama dan kesusilaan.
3. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah,
kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan
pengubahan tidak merugikan pihak ketiga.12
Penjelasan pasal 29 tersebut menyatakan bahwa perjanjian dalam pasal
ini tidak termasuk taklik talak. Hal ini berbeda dalam penjelasan Peraturan
9
Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia (Jakarta: Inis,
2008), 78-81.
10
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Jakarta: Attahriyah, 2010), 386-387.
11
Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam, 207.
12
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 45.
5
Menteri Agama No. 3 tahun 1975 pasal 11 ayat 1, 3, dan 4 dijelaskan: (1)
Calon suami istri dapat mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan
dengan hukum Islam. (2) Ada atau tidak adanya perjanjian itu dicatat dalam
daftar pemeriksaan nikah. (3) Perjanjian yang berupa taklik talak dianggap sah
kalau perjanjian itu diucapkan dan ditandatangani oleh suami setelah akad
nikah dilangsungkan. (4) Sigat taklik talak ditentukan oleh Menteri Agama.
Penjelasan di dalam PMA tahun 1975 tersebut secara tidak langsung
telah menjelaskan satu aturan yang bertolak belakang dengan yang ada di
dalam UU No. 1 Tahun 1974. Dari hal ini Kompilasi Hukum Islam
menggarisbawahi apa yang ada di dalam pasal 11 PMA tahun 1975 yang
dituangkan di dalam pasal 45 hingga pasal 52.
Perjanjian perkawinan yang telah dijelaskan dalam pasal 29 UU No. 1
tahun 1974 memberikan gambaran yang berbeda dari PMA No. 3 tahun 1975
mengenai perjanjian perkawinan. Di dalam PMA tersebut dijelaskan secara
jelas bahwa taklik talak merupakan bagian dari perjanjian perkawinan. Seperti
yang dijelaskan di dalam kompilasi Hukum Islam pasal 46: (1) Isi taklik talak
tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. (2) Apabila keadaan yang
disyaratkan di dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan
sendirinya talak jatuh, supaya talak sungguh-sungguh jatuh, istri harus
mengajukan persoalanya ke Pengadilan Agama. (3) Perjanjian taklik talak
bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi
sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.13
Ayat (3) di atas jika ditelaah lagi bertentangan dengan pasal 29 UU No.
tahun 1974 ayat (4). Di dalam UU No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa selama
perkawinan berlangsung perjanjian tidak dapat diubah kecuali ada persetujuan
dari kedua belah pihak. Dari penjelasan ini yang dijelaskan dalam perjanjian
perkawinan tidak termasuk taklik talak. Naskah perjanjian taklik talak
dilampirkan dalam salinan akta nikah yang sudah ditandatangani suami.
Walaupun taklik talak telah dituliskan dalam buku nikah, namun bukan
sebuah kewajiban untuk diucapkan, akan tetapi sekali taklik talak telah
13
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 335-336.
6
diucapkan maka taklik talak tersebut tidak dapat dicabut kembali. Apabila
perjanjian yang telah disepakati bersama antara suami istri, tidak dipenuhi oleh
salah satu pihak, maka pihak lain berhak untuk mengajukan persoalannya ke
Pengadilan Agama untuk menyelesaikannya. Dalam hal pelanggaran taklik
talak yang dilakukan oleh suami misalnya, istri berhak mengajukan gugatan
perceraian.14
Berkaitan dengan permasalahan di atas, ada sebuah kasus di Pengadilan
Agama Giri Menang yakni pada putusan perkara No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM.
Biasanya yang mengajukan perceraian dengan alasan pelanggaran taklik talak
adalah pihak istri yang merasa dirugikan oleh pihak suami. Namun dalam
perkara tersebut yang mengajukan perkara perceraian justru sebaliknya, pihak
suami mengajukan permohonan cerai talak dengan alasan telah melanggar
taklik talak yang telah diucapkan. Hal ini secara sekilas tentu akan
menimbulkan pertanyaan, mengapa pihak suami yang mengajukan perkara
perceraian ke pengadilan padahal dia sendiri yang telah melanggar taklik talak
yang telah diucapkan. Dalam perkara tersebut yang menjadi korban adalah
pihak istri karena suami telah melakukan perselingkuhan. Seharusnya yang
mengajukan perceraian dengan alasan taklik talak adalah pihak istri.
Berawal sejak tanggal 5 Nopember 2012, Pemohon (sumai) mempunyai
hubungan khusus dengan perempuan lain , hubungan khusus tersebut diketahui
oleh Termohon (istri) pada tanggal 29 Januari 2013, sehingga terjadilah
pertengkaran antara Pemohon dengan Termohon. Pemohon berusaha untuk
meminta maaf dan Termohon mau memaafkan Pemohon dengan syarat
Pomohon harus menanda tangani perjanjian yang isinya: “Pemohon tidak akan
pacaran lagi dan jika perjanjian ini Pemohon langgar maka jatuhlah talak tiga
Pemohon terhadap Termohon”.15
Pada tanggal 3 Februari 2013 Termohon menemukan Pemohon sedang
berduaan dengan perempuan lain (perempuan yang pernah menjadi
selingkuhan pemohon), oleh karena Pemohon telah membuat perjanjian
14
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam (Jakarta: Kencana, 2006), 141.
15
Studi dokumentasi Putusan No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM.
7
tersebut, maka Termohon menganggap telah jatuh talak Pemohon (talak tiga
sekaligus) terhadap Termohon. Pemohon sangat meragukan isi perjanjian
tersebut, karena tidak pernah mengucapkan talak terhadap Termohon.
Pemohon dengan Termohon menginginkan kembali rukun dan membina rumah
tangga namun tidak dibenarkan dan tidak diterima oleh masyarakat maupun
tokoh agama di tempat Pemohon bertempat tinggal dan menganggap telah
jatuh talak tiga Pemohon kepada Termohon.16
Disebabkan rasa ragu apakah telah jatuh talak atau tidak melalui
perjanijain tersebut, akhirnya pemohon mengajukan permohonan cerai talak ke
Pengadilan Agama Giri Menang untuk mendapatkan kepastian hukum. Dalam
permohonannya, pemohon mengungkapkan bahwa telah terjadi pertengkaran
antara pemohon dengan istrinya yang disebabkan karena pemohon (suami)
diketahui telah menjalin hubungan khusus dengan perempuan lain. Pemohon
berusaha untuk meminta maaf kepada termohon, akan tetapi termohon (istri)
mau memaafkan dengan syarat pemohon membuat surat perjanjian (taklik
talak) tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Jika perjanjian (taklik talak)
tersebut dilanggar maka jatuhlah talak tiga pemohon terhadap termohon.
Namun tidak berselang lama, pemohon (suami) kembali menjalin hubungan
dengan wanita lain tersebut dan termohon (istri) mengetahui hal tersebut dan
menganggap telah jatuh talak tiga pemohon terhadap termohon. Akibatnya
pemohon pergi meninggalkan termohon dan pulang ke rumah orang tua
pemohon sendiri.17
Perkara tersebut menarik untuk diteliti secara lebih mendalam karena
yang seharusnya mengajukan perceraian adalah pihak yang dirugikan yakni
pihak istri. Dalam perkara tersebut Pemohon dalam taklik talaknya
menggantungkan talak tiga jika dia mengulangi perbuatannya (menjalin
hubungan dengan perempuan lain). Sekilas maksud dari permohonan cerai
yang diajukan oleh pemohon adalah agar bisa kembali lagi dengan istrinya. Hal
ini terkesan bahwa pemohon ingin merekayasa hukum.
16
Studi dokumentasi Putusan No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM.
17
Studi dokumentasi Putusan No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM.
8
sosialisasi dari pemerintah tentang taklik talak tersebut. Oleh karena itu,
diperlukan sosialisasi yang berkelanjutan, baik melalui pengajian,
penyuluhan dan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat.
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu luas pembahasannya dan tetap pada
jalurnya, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan ini hanya berkisar
pada persoalan bentuk-bentuk taklik talak yang dijadikan sebagai alasan
perceraian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam
memutuskan pelanggaran taklik talak dalam perkara Nomor
080/Pdt.G/2013/PA.GM.
3. Rumusan Masalah
Dalam rangka memperoleh dan coba masuk pada pembahasan yang
lebih sistematis dan logis, penulis perlu membuat beberapa rumusan
masalah sebagai patokan dan fokus bahasan pada bab-bab dan paparan-
paparan selanjutnya. Adapun rumusan masalah yang akan penulis kaji
dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran taklik talak yang dijadikan
sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Giri Menang?
b. Bagaimana pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Giri Menang
terhadap pelanggaran taklik talak sebagai alasan perceraian dalam
perkara cerai talak Nomor 080/Pdt.G/2013/PA.GM?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran taklik talak yang dijadikan sebagai
alasan perceraian di Pengadilan Agama Giri Menang.
2. Mengetahui pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Giri Menang
terhadap pelanggaran taklik talak sebagai alasan perceraian dalam perkara
cerai talak Nomor 080/Pdt.G/2013/PA.GM.
10
18
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 342.
19
Hasanudin, “Kedudukan Taklik Talak dalam Perkawinan Ditinjau dari Hukum
Islam dan Hukum Positif”, Medina-Te, Jurnal Studi Islam, Vol. 14 No. 1 (Juni 2016), 59,
diakses 11 Maret 2018,http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate/article/view/1145/963.
12
20
Hasanudin, Kedudukan Taklik Talak, 59.
13
bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan. Akan
tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
Adapun implikasi hukum yang dapat ditimbulkan adalah apabila suami
melanggar ikrar taklik talak tersebut, maka itu dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran, dan pelanggaran tersebut dapat dijadikan alasan oleh istri untuk
mengajukan tuntutan perceraian kepada Pengadilan Agama.21
Penelitian di atas masih secara umum membahas tentang taklik talak,
meskipun telah disinggung bahwa jika taklik talak tersebut dilanggar maka bisa
dijadikan sebagai alasan untuk bercerai. Hanya saja penelitian di atas hanya
mengkaji dari segi teori saja, belum menyentuh praktek nyata yang terjadi
dalam masyarakat. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan mengkaji kasus
yang memang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, meskipun
penelitian di atas dengan penelitian penulis sama-sama mengkaji taklik talak,
akan tetapi sangat jauh perbedaannya, jika penelitian di atas adalah studi
pustaka, maka penelitian yang penulis lakukan adalah studi kasus.
Selanjutnya penelitian Muhammad Latif Fauzi, yang mengkaji tentang
perkembangan taklik talak dan pelembagaannya pada era kolonial. Penelitian
ini dilaksanakan melalui penulusuran dokumen dan literatur-literatur yang
berkaitan dengan taklik talak di daerah Jawa. Menurut Fauzi, cukup sulit
menemukan data yang terpercaya tentang sumber dan penerapan taklik talak di
masyarakat Jawa pada masa kerajaan Islam pra-kolonial. Tradisi ini diyakini
lahir pada masa Sultan Agung, raja ketiga Mataram, dan dipengaruhi oleh
konsep perceraian bersyarat (t}a>liq mu’allaq) dalam doktrin fikih mazhab
Syafi’iyah. Pendapat ini cukup berasalan dan sulit dibantah karena pada masa
itu, bahkan sampai sekarang, kitab-kitab fikih seperti Tuhfah al-Thulla>b bi
Syarh Tahri>r Tanqih al-Luba>b (Zakariya al-Anshari) dan Hasyiah al-
21
Syaefuddin Haris, “Kedudukan Taklik Talak dalam Perkawinan Islam Ditinjau dari
Hukum Perjanjian”, Arena Hukum, Vol. 6 No. 3 (Desember 2013), 356-357, diakses 11 Maret
2018, http:// download.portalgaruda.org/article.php?...kedudukan%20taklik.
14
22
Muhammad Latif Fauzi, “Islam, Adat dan Politik: Perkembangan Taklik Talak dan
Pelembagaannya Pada Era Kolonial”, Istinbath, Jurnal of Islamic Law, Vol. 16 No. 2
(Desember 2017), 317, diakses 11 Maret 2018,
http://ejurnal.uinmataram.ac.id/index.php/istinbath.
23
Fauzi, Islam, Adat dan Politik, 318.
15
24
Sofyan Yusuf, “Taklik Talak Perspektif Ulama dan Pengaruhnya dalam Berumah
Tangga”, Anil Islam, Vol. 10 No. 2 (Desember 2017), 283, diakses 11 Maret 2018,
http://jurnal.instika.ac.id/index.php/AnilIslam/article/download/65/41.
16
25
Jasri Hasan, Analisis Yuridis Putusan Hakim Terhadap Perkara Perceraian Akibat
Murtad di Pengadilan Agama Mataram dan Pengadilan Agama Giri Menang (Tesis Program
Pascasarjana IAIN Mataram, 2016).
26
Hasan, Analisis Yuridis Putusan, 203-204.
17
dikaji dalam penelitian ini tergolong unik, karena pada umumnya perceraian
dengan alasan pelanggaran taklik talak diajukan oleh pihak istri yang merasa
dirugikan. Akan tetapi dalam kasus ini yang mengajukan perceraian dengan
alasan pelanggaran taklik talak adalah pihak suami yang melakukan
pelanggaran terhadap taklik talak yang sudah diucapkan. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini bukan merupakan
pengulangan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang mempunyai nilai tinggi serta dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan suatu metode
penelitian yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian kualitatif. Secara keseluruhan penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research) yang menfokuskan diri untuk meneliti
tentang pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam membuktikan
kebenaran pelanggaran taklik talak pada perkara cerai talak Nomor
080/Pdt.G/2013/PA.GM.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan maqa>s}id al-syari>’ah. Pendekatan
yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan
menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-
asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan,
pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis
pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah
hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti.27 Pendekatan yuridis
digunakan untuk memahami sekaligus mengkritisi pendapat hakim
mengenai alasan-alasan perceraian karena pelanggaran taklik talak yang
diajukan oleh pihak suami. Sedangkan pendekatan normatif digunakan
untuk memahami dan mengkritisi pendapat serta dasar hukum yang
27
Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 47-49.
18
28
Cik Hasan Bisri, Pilar-Pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 172.
29
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: Mandar Maju,
2008), 172.
19
4. Sumber Data
Sumber data adalah tempat penulis bertumpu, artinya penelitian itu
bertolak dari sumber data.30 Sumber data dalam penelitian ini diperoleh
langsung dari penelitian lapangan dari sejumlah narasumber yang
menyangkut informasi tentang taklik talak. Adapun sumber data dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua, antara lain:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dalam
melakukan penelitian di lapangan,31 dalam hal ini adalah pertimbangan
hukum hakim Pengadilan Agama Giri Menang dalam memutus perkara
pelanggaran taklik talak yang termuat dalam dokumen putusan
No.080/Pdt.G/2013/PA.GM. Untuk menguatkan data tersebut dilakukan
juga wawancara dengan majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Apabila tidak memungkinkan, maka wawancara dilakukan dengan
hakim-hakim lain dan panitera yang ada di Pengadilan Agama Giri
Menang.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dalam
penelitian kepustakaan, penelitian kepustakaan adalah teknik untuk
mencari bahan-bahan atau data-data yang bersifat sekunder yaitu data
yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat dipakai untuk
menganalisa permasalahan pelanggaran taklik talak.
Dalam penelitian ini bila dilihat dari sudut sumbernya
menggunakan data berupa putusan pengadilan, di mana yang dimaksud
di sini adalah putusan Pengadilan Agama Giri Menang mengenai perkara
pelanggaran taklik talak yang sudah berkekuatan hukum tetap (incracht
van gewijsde). Jika dilihat dari sumber mengikatnya penelitian ini
menggunakan bahan hukum primer yang berupa Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, sedangkan untuk bahan
30
E. Zaenal Arifin, Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 1998), 54.
31
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), 106.
20
hukum sekunder dapat berupa hasil karya dari kalangan hukum, serta
bahan hukum tertier berupa kamus dan eksiklopedia. Karena tujuan
penelitian ini membahas mengenai putusan pengadilan, maka dalam hal
ini putusan tersebut merupakan data sekunder di mana data tersebut
merupakan data yang diperoleh dari suatu sumber yang dikumpulkan
oleh pihak lain, baik melalui bahan hukum primer (peraturan perundang-
undangan), bahan hukum sekunder (kamus hukum, ensiklopedia).
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penulis dalam memperoleh dan menganalisa
data, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap
permasalahan yang diteliti secara langsung di lokasi penelitian, yakni di
Pengadilan Agama Giri Menang.32 Dalam penelitian ini, penulis
melakukan pengamatan bagaimana proses penyelesaian perkara
perceraian dan melakukan pencatatan terhadap beberapa data yang
dibutuhkan untuk proses penelitian.
b. Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara semistruktur, yaitu tanya jawab secara lisan antara peneliti
dengan informan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
sudah disiapkan sebelumnya, akan tetapi tidak terikat dengan pedoman
wawancara yang sudah disusun. Pertanyaan yang diajukan bisa berubah
disesuaikan situasi dan kondisi informan.33
Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data dari
informan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini penulis
melakukan wawancara dengan Majlis Hakim yang menangani perkara
pelanggaran taklik talak di Pengadilan Agama Giri Menang. Apabila
32
H. Salim HS dan Erlies Soetiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 27.
33
Burhan Asshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 95.
21
34
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
Cet. 22, 2015), 240.
35
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:
Bineka Cipta, 1998), 88-89.
22
36
Nasution, Metode Penelitian, 174.
37
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia (Bandung: Masdar Maju,
1990), 160.
38
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Sygma Publishing,
2011), 81.
23
talak, khuluk dan sebagainya. Jalan keluar ini tidak boleh ditempuh kecuali
dalam keadaan terpaksa atau darurat.
Para fuqaha menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami istri terjadi
keadaan atau sifat yang menimbulkan kemudaratan pada salah satu pihak,
maka pihak yang menderita madharat dapat mengambil prakarsa untuk
putusnya perkawinan.39 Sebagaimana yang tercantum dalam kaidah fikih yang
berbunyi:
40
.االخف الضرر األ شد يزال بالضرر
Kaidah di atas memiliki pengertian bahwa kemudharatan yang berat
dihilangkan dengan kemudharatan yang ringan, apabila perceraian kedua belah
pihak akan lebih baik dari pada mereka bersama, maka hakim harus memberi
putusan cerai bagi keduanya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam selain alasan perceraian yang terdapat
dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal
19 PP. No. 9 Tahun 1975 Juga ditambah dua alasan lagi, yaitu:
a. Suami melanggar taklik talak dan,
b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.41
Apabila dalam alasan-alasan perceraian mulai dari poin “a” sampai “f”
menggunakan kata kata salah satu pihak, maka dalam perceraian poin g yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam langsung menyebut pihak suami. Ini
berarti alasan pelanggaran taklik talak hanya dilakukan oleh suami saja.
Apabila kembali kepada istri tentang perceraian yang pada dasarnya
menghendaki terjadinya perceraian dengan mudah, maka perceraian dilakukan
sebagai langkah akhir. Jika langkah akhir tetap dilakukan, maka masing masing
pihak harus melakukannya dengan cara yang baik, sebagaimana firman Allah
SWT dalam Surat Al-Baqarah (2): 229:
39
Departemen Agama, Ilmu Fiqh (Jakarta: Yuliana, 1984), 246.
40
Samsul Ma’arif, Ka’idah-Ka’idah Fiqih (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005), 29.
41
Pasal 16 KHI.
24
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. 42
Dalam hukum perkawinan di Indonesia perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang pengadilan. Setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, dan untuk
perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri tidak rukun lagi. 43
Adanya ketentuan yang menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan
di depan sidang pengadilan, maka tidak ada perceraian di luar sidang
pengadilan. Oleh karena itu, perceraian di luar sidang pengadilan dianggap
tidak sah dan tidak mengikat (cerai liar).44 Di samping itu, khusus untuk taklik
talak terdapat ketentuan umum: Apabila keadaan yang disyariatkan dalam
taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak sendirinya talak jatuh atau
supaya talak sungguh-sungguh jatuh, istri harus mengajukan perceraianya
kepada Pengadilan Agama.45
Hal ini dirasakan perlu karena dalam rangka menjaga dari tindakan
yang tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang berperkara dan juga untuk
kepastian hukum. Adapun yang dimaksud dengan pembuktian adalah
menyatakan untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan.46 Pada asasnya siapa yang
mengemukakan suatu hak ia harus dibebani dengan pembuktian, sedangkan
peristiwa-peristiwa yang menghapuskan hak tersebut harus dibuktikan oleh
pihak yang membantah hak itu. Hendaknya hakim dalam membebankan
pembuktian baru dirasakan adil dan bijaksana apabila yang paling sedikit
dirugikan diperintahkan untuk membuktikan. Sebagaimana disebut dalam
firman Allah SWT pada Surat Al-Hujurat (49): 6:
42
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an, 36.
43
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 287.
44
M. Yahya Harahap, “Materi KHI” dalam Moh. Mahfud (ed), Peradilan Agama dan
KHI dan Tata Hukum Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 1993), 91.
45
Pasal 46 ayat 2 KHI.
46
Kurdianto, Sistem Pembuktian Hukum Acara Perdata (Surabaya: Usaha Nasional,
1991), 11.
25
47
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an, 516.
26
BAB II
TINJAUAN UMUM PERCERAIAN DAN TAKLIK TALAK
48
Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam, 156.
49
Sabiq, Fiqh Sunnah, 155.
50
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 13.
29
perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim dan
perceraian yang jatuh dengan sendirinya, seperti meninggalnya salah satu
baik suami ataupun istri. Sedangkan arti talak secara khusus ialah perceraian
yang dijatuhkan oleh suami saja.
Talak terdiri dari dua macam, antara lain:
a. Talak Raj’i
Talak raj’i adalah talak satu dan dua yang dijatuhkan oleh suami
kepada istrinya yang sudah pernah dicampurinya secara hakiki, dan
dijatuhkan bukan sebagai ganti rugi dari mahar yang dikembalikan dan
bukan pula talak yang ketiga kalinya 51 dan tidak ada bedanya dengan
talak yang s}a>rih dengan kina>yah. Sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah SWT pada Surat Al-Baqarah (2): 229:
52
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik.
Talak raj’i ini tidaklah sepenuhnya mengakhiri ikatan perkawinan
antara suami istri, karena keduanya masih mempunyai hak untuk rujuk.
Mantan suami dengan mantan istri masih masih terikat hak dan
kewajiban masing-masing. Suami masih tetap berkewajiban memberi
nafkah kepada istrinya, suami wajib melindungi istrinya di rumahnya. Ia
tidak boleh mengusirnya, begitu juga istri tidak boleh keluar dari rumah
suaminya, kecuali jika istri itu menentang atau berbuat kurang baik. Hak
dan kewajiban tetap berlanjut sebagaimana biasa selama iddah.53
b. Talak Ba>’in
Talak ba>’in adalah talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami,
kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti
51
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2 (Bandung: Pustaka Setia, Cet. VI, 2010),
75.
52
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an, 36.
53
Saebani, Fiqh Munakahat, 76.
30
talak perempuan yang belum digauli. Talak ba>’in terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
1) Ba>’in S}ughra>
Talak ini dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika
sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihan setelah
habis masa iddah-nya. Suami dapat rujuk dengan akad perkawinan
yang baru.54
2) Ba>’in Kubra>
Ba>’in Kubra> adalah talak yang terjadi untuk yang ketiga
kalinya. Talak ini dapat mengakibatkan hilangnya hak rujuk mantan
suami kepada mantan istrinya walaupun keduanya saling
menginginkan perbaikan rumah tangganya kembali baik pada waktu
masih iddah atau sesudahnya, kecuali dengan syarat meliputi:
a) Istri tersebut kawin lagi dengan laki-laki lain/suami kedua (adanya
muhallil).
b) Istri sudah pernah dicampuri oleh suami kedua.
c) Istri telah dicerai oleh suami yang kedua dan telah habis masa
iddah-nya.55
2. Sebab-Sebab Perceraian
Perkawinan pada dasarnya bertujuan untuk hidup bersama selama-
lamanya, tetapi adakalanya karena ada sebab-sebab tertentu perkawinan itu
harus diakhiri. Baik karena putus demi hukum maupun putus karena hukum,
atau dengan kata lain terjadi perceraian antara suami istri. Istilah hukum
yang digunakan Undang-undang Perkawinan untuk menjelaskan perceraian
atau berakhirnya hubungan perkawinan antara suami istri adalah putusnya
perkawinan. Penggunaan istilah putusnya perkawinan ini harus dilakukan
dengan hati-hati, karena untuk pengertian perkawinan yang putus itu dalam
istilah fikih digunakan kata ba>’in, yaitu satu bentuk perceraian yang suami
54
Saebani, Fiqh Munakahat, 75.
55
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 162.
31
tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan akad nikah
yang baru.56
Istilah yang paling netral adalah perceraian, namun sulit pula
digunakan istilah tersebut sebagai pengganti istilah putusnya perkawinan,
karena perceraian itu adalah salah satu bentuk dari putusnya perkawinan.
Untuk tidak terjebak dalam istilah tersebut, kita dapat saja menggunakan
istilah putusnya perkawinan, namun dalam arti yang tidak sama dengan
istilah ba>’in yang digunakan dalam fikih, atau dipandang sebagai sinonim
dari istilah furqah dalam fikih.57
Menurut Soemiyati, yang menjadi sebab putusnya perkawinan
adalah talak, khulu>’, syiqa>q, fasakh, ta’liq t}ala>q, ila>’, z}iha>r,
li’a>n dan kematian.58 Mahmud Yunus berpendapat bahwa suatu
perkawinan menjadi putus karena bermacam-macam sebab yaitu kematian,
talak, khulu>’, fasakh, akibat syiqa>q (talak atau khulu>’), pelanggaran
ta’liq t}ala>q (termasuk talak).59 Umar said mengatakan bahwa di dalam
hukum Islam putusnya perkawinan itu dapat terjadi karena beberapa sebab
yaitu kematian, talak, khulu>’, fasakh, ila>’, z}iha>r, li’a>n dan murtad.60
Adapun bentuk-bentuk putusnya perkawinan ada dalam beberapa
bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk
putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada 4 kemungkinan:
a. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah, yakni kematian salah seorang
suami atau istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula
hubungan perkawinannya.
b. Putusnya perkawinan atas kehendak suami karena adanya alasan tertentu
yang dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian
dalam bentuk ini disebut talak.
56
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana
Prenada Group, 2009), 189.
57
Syarifuddin, Hukum Perkawinan, 190.
58
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan
(Yogyakarta: Liberty, 1997), 105.
59
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), 110.
60
Umar Said, Hukum Islam di Indonesia (Surabaya: CV. Cempaka, 1997), 189.
32
61
Syarifuddin, Hukum Perkawinan, 197.
62
Syarifuddin, Hukum Perkawinan, 198.
33
63
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 13.
64
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 357.
34
65
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), 953.
66
Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeva, 2001), 63.
67
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), 48.
68
T.M. Hasbi Ash-Shieddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1984), 21.
35
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.69
Adapun yang dimaksud dengan “penuhilah aqad-aqad itu” adalah
bahwa setiap mukmin berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan
dan akadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, selagi tidak bersifat
menghalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal.70 Sedangkan
dasar akad dalam kaidah fiqh berbunyi sebagai berikut:
األصل في العقد رضى المتعاقدين ونتيجته ماإلتزماه بالتعاقد
Artinya: Hukum asal dalam transaksi adalah keridaan kedua belah pihak
yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan. 71
Maksud dari kaidah di atas bahwa keridaan dalam transaksi atau
perjanjian merupakan prinsip yang utama. Oleh karena itu, transaksi atau
perjanjian dikatakan sah apabila didasarkan kepada keridaan kedua belah
pihak yang melakukan perjanjian.
Akad menjadi sah jika terpenuhi rukun syarat-syaratnya. Rukun
adalah unsur-unsur yang membentuk terjadinya akad. Tidak adanya rukun
69
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an, 106.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, “Tafsir Al-Maraghi”, terj. Bahrun Abu Bakar dkk,
70
Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz VI (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2003), 81.
71
A.Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih; Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis (Jakarta : Kencana, 2006), 130.
36
72
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syariah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 34.
73
Afandi, Fiqh Muamalah, 34.
37
e. Ijab dan kabul mesti menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang. 74
Selain dari beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam suatu akad
sebagaimana tersebut di atas, ijab kabul dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Dalam hal ini paling tidak ada empat cara yang biasa dilakukan oleh
beberapa pihak yang hendak melakukan ijab kabul, adapun keempat cara
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lisan, para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan
secara jelas. Dalam hal ini akan sangat jelas bentuk ijab dan kabul yang
dilakukan oleh para pihak.
b. Tulisan, adakalanya suatu akad dilakukan secara tertulis. Hal ini dapat
dilakukan oleh para pihak yang tidak bisa bertemu langsung.
c. Isyarat, suatu akad tidaklah hanya dilakukan oleh orang normal, orang
cacatpun dapat melakukan prosesi ijab dan kabul (akad). Apabila
cacatnya adalah berupa tuna wicara, maka dimungkinkan akad dilakukan
dengan isyarat, asalkan para pihak yang melakukan perikatan tersebut
memiliki pemahaman yang sama.
d. Perbuatan, seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini
(untuk beberapa kasus) akad dapat dilakukan dengan cara perbuatan saja,
tanpa secara lisan, tertulis, ataupun isyarat. Hal ini dapat disebut dengan
ta’at}i atau mua’t}ah.75
2. Pengertian Taklik Talak
Lembaga taklik talak timbul jika ada penilaian istri bahwa suaminya
menunjukkan gejala-gejala akan menyia-nyiakan atau akan
meninggalkannya di kemudian hari. Taklik talak itu sendiri merupakan kata
majemuk yang terdiri dari dua kata, yaitu kata taklik dan talak.
Kata taklik dalam bahasa Arab berasal dari kata, ‘allaqa yu>‘alli>qu
ta‘li>qan, yang berarti menggantungkan. Sementara kata talak dari kata
Arab talla>qa yutalli>qu> tatli>qan, yang berarti mentalak atau
74
Syarifuddin, Hukum Perkawinan, 62.
75
Syarifuddin, Hukum Perkawinan, 62.
38
76
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemahan atau Penafsiran al-Qur’an, t.th.), 277.
77
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, Edisi ke-4, 2008), 1124.
78
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga : Panduan Membangun Keluarga Sakinah
Sesuai Syariat (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015), 259.
79
Sabiq, Fiqh Sunnah, 222.
39
sebuah janji. Menurut Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim, taklik tersebut
tidak sah. Sebagai sanksinya, maka orang yang mengucapkannya wajib
membayar kafarat, memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian
kepada mereka. Dan jika tidak, ia wajib berpuasa selama tiga hari.
Mengenai talak bersyarat, keduanya berpendapat bahwa talak bersyarat
dianggap sah apabila yang dijadikan persyaratan telah terpenuhi.80
Dalam hukum Indonesia taklik talak diartikan sebagai perjanjian
yang diucapkan oleh calon mempelai pria setelah akad nikah yang
dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada
suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.81
Menurut Mustafa Kamal Pasha taklik talak adalah: “Talak yang
digantungkan”. Maksudnya talak yang digantungkan pada suatu syarat,
dimana suatu talak akan jatuh dengan sendirinya manakala syarat yang
digantungkan tersebut terwujud”. Adapun syarat yang dapat digantungkan
tadi haruslah merupakan janji yang dibuat dan diucapkan sesudah aqad
perkawinan dilangsungkan, sedang janji yang dibuat sebelum akad nikah
dilangsungkan betapapun dibuat sedemikian rupa kuatnya seperti ditulis
diatas segel dan sebagainya. Namun hukumnya tidak dapat membatalkan.82
Sedangkan Menurut Mahmud Syaltut sebagaimana dikutip oleh
Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, menyatakan bahwa: Taklik
talak adalah jalan terbaik untuk melindungi kaum wanita dari perbuatan
tidak baik dari pihak suami. Sekiranya seorang suami telah mengadakan
perjanjian taklik talak ketika akad nikah dilaksanakan dan bentuk perjanjian
itu telah disepakati bersama, maka perjanjian taklik talak dianggap sah
untuk semua bentuk taklik talak. Apabila suami melanggar perjanjian yang
telah disepakati, maka istri dapat meminta cerai kepada hakim yang ditunjuk
oleh pihak yang berwewenang.83
80
Sabiq, Fiqh Sunnah, 222.
81
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 & KHI, 13.
82
Mustafa Kamal Pasha, Fikih Sunnah (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), 229.
83
Nurudin dan Tarigan, Hukum Perdata Islam, 212. Lihat juga Abdul Manan,
Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2006),
398.
40
Perbedaan antara taklik yang ada dalam fikih dengan yang ada di
Indonesia adalah taklik talak menurut kitab-kitab fikih diucapkan oleh
suami apabila ia menghendakinya, sedang menurut undang-undang
Indonesia diucapkan oleh suami berdasarkan kehendak dari istri atau
anjuran dari Pegawai Pencatat Nikah . Di samping itu taklik talak menurut
hukum Indonesia disyaratkan adanya iwa>d, sedangkan taklik talak yang
terdapat dalam kitab-kitab fikih tidak disyaratkan adanya iwa>d.
Berdasarkan definisi di atas, Penulis menyimpulkan bahwa, taklik
talak adalah perceraian sebagai akibat pelanggaran janji yang diucapkan
suami sesaat setelah akad nikah.
3. Sejarah Perkembangan Taklik Talak
Menurut catatan sejarah, pelembagaan taklik talak dimulai dari
perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja Mataram (1554 Jawa/1630
Masehi) dalam upaya memberi kemudahan bagi wanita untuk melepaskan
ikatan perkawinan dari suami yang meninggalkan istri (keluarga) pergi
dalam jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas. Di samping itu
taklik talak ini menjadi jaminan bagi suami bila kepergian itu adalah dalam
rangka tugas Negara. Taklik itu disebut “taklek janji dalem” atau “taklek
janjiningratu”. Artinya taklik talak dalam kaitan dengan tugas Negara,84
yang aslinya berbunyi:
“Mas Penganten, pekenira tompo Taklek Jangji Dalem, samongso
pekanira nambang (ninggal) rabi pakenira ...; lawase pitung sasi
lakon daratan, hutawa nyabrang sagara rong tahun, saliyane
ngelakoni hayahan dalem, tan terimane rabi pakenira nganti darbe
hatur rapak (sowan) hing pangadilan hukum, sawuse terang
papriksane runtuh talak pakanira sawijiâ”.
Bahasa Indonesianya:
‘Wahai penganten, dikau memperoleh Taklik Janji Dalem, sewaktu-
waktu dikau menambang (meninggalkan) istrimu bernama .........
selama tujuh bulan perjalanan darat, atau menyeberang lautan dua
tahun, kecuali dalam menjalankan tugas Negara, dan istrimu tidak
84
Nurul Hakim, Taklik Talak dan Pengaruhnya terhadap Kedudukan Wanita dalam
Rumah Tangga, dalam http://nurel-hakim.blogspot.com/2011/04/taklik-talak-dan-
pengaruhnya-terhadap.html, diakses pada 15 Nopember 2017.
41
85
Taklik tidak dibaca oleh penganten pria, tetapi diucapkan oleh Penghulu Naib dan
cukup dengan dijawab: Hinggih sendika.
86
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 15.
87
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 15.
88
Nilna Fauza, Perjanjian Perkawinan Menjamin Hak-Hak Perempuan,
http://zuhalfais.blogspot.com/2011/02/perjanjian-perkawinan-menjamin-hak-hak.html, 15
Nopember 2017.
42
89
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 18.
90
Fauza, Perjanjian Perkawinan, 6.
43
yakni uang pengganti. Dengan adanya ‘iwad atau uang pengganti maka
jatuhnya talak karena taklik menjadi talak khu>lu’ atau talak ba’in.
Mantan suami tidak dapat merujuk istrinya kecuali dengan akad
nikah baru. Dengan pemberlakuan ‘iwad ini, upaya istri untuk terhindar dari
penderitaan akibat dari ulah suaminya semakin terjamin.91
Setelah Indonesia merdeka, rumusan sighat taklik talak ditentukan
sendiri oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan
agar penggunaan rumusan sighat taklik talak tidak disalah gunakan secara
bebas yang mengakibatkan kerugian bagi pihak suami atau istri, atau bahkan
bertentangan dengan tujuan hukum syara‘.
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1952, maka ketentuan tentang sighat
taklik talak diberlakukan seragam di seluruh Indonesia. Sejak rumusannya
diambil alih Depag, sighat taklik talak mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan tersebut tidak hanya mengenai unsur-unsur pokoknya, tetapi juga
mengenai kualitas syarat taklik yang bersangkutan dan besarnya uang
‘iwad.92 Perubahan-perubahan ini semata-mata karena sesuai misi awal
pelembagaan taklik talak adalah untuk melindungi kaum perempuan dari
tindakan kesewenangan suami.93
Adapun unsur-unsur yang mengalami perubahan adalah seperti
rumusan ayat (3) sighat taklik talak. Pada tahun 1950 disebutkan: ‘atau saya
menyakiti istri saya itu dengan memukul’, dimana pengertian memukul
disini hanya terbatas pada memukul saja. Pada tahun 1956 pengertian
memukul diperluas sampai kepada segala perbuatan suami yang dapat
dikatagorikan menyakiti badan jasmani, seperti menendang, mendorong
sampai jatuh, menjambak rambut, membenturkan kepala ke tembok dan
sebagainya.94
91
Fauza, Perjanjian Perkawinan, 6.
92
Hakim, Taklik Talak, 10.
93
Manan, Penerapan Hukum, 404.
94
Manan, Penerapan Hukum, 404.
44
95
Manan, Penerapan Hukum, 405.
96
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 18.
45
97
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an, 36.
46
102
Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz III (Beirut: Dar al-Kutub
al-’Ilmiyyah, 1992), 406.
103
Abdur Rahman, Perkawinan dalam Syari’at Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
115.
104
Kahar Mansur (pengh. dan pent.), Bulughul Maram, Jilid 2 (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1992), 86-87.
48
105
Ayyub, Fikih Keluarga, 308.
106
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an, 81.
107
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah
(Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1990), 491.
49
108
Pasal 29, Undang-undang No. 1/1974.
109
Nuruddin dan Tarigan, Hukum Perdata, 137.
110
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia (Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2006), 130.
50
111
Mannan, Penerapan Hukum, 402.
51
114
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam Menurut Madzhab Syafi’i,
Hanafi, Maliki, dan Hambali (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), 129.
115
Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Di Indonesia (Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986), 77.
116
Peunoh Dally, Talak, Rujuk, Hadhonah dan Nafkah Kerabat dalam Naskah Mir’at
al-Thullab: Suatu Studi Perbandingan Hukum Istri Menurut Ahlussunnah, Disertasi Provendus
Doctor (Jakarta: Perpustakaan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah, 1983), 85.
53
117
Zaini Ahmad Noeh, Pembacaan Shigat Taklik Talak Sesudah Akad Nikah, Mimbar
Hukum (Jakarta: Ditbinbapera No. 30 Th. VII, 1997), 68.
54
yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masingmasing berjanji menaati apa
yang tersebut dalam persetujuan itu.
Perjanjian taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan oleh suami
setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa talak yang
digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa
yang akan datang. Sedangkan dalam Pasal 46 KHI berbunyi:
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan Hukum Islam.
(2) Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi
di kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak
sungguh-sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke
pengadilan agama.
(3) Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan
tidak dapat dicabut kembali.
Berdasarkan pada ketentuan di atas, maka dapat dikatakan bahwa:
a. Isi taklik talak sudah ditentukan oleh Menteri Agama dan diterbitkan
oleh Departemen Agama, karena yang melakukan perjanjian taklik talak
ini adalah orang Islam saja, maka isi perjanjian taklik talak tersebut tidak
boleh bertentangan dengan Hukum Islam.
b. Apabila suami melanggar perjanjian taklik talak tersebut, maka istri
harus mengajukannnya ke pengadilan agama. Karena perceraian di
Indonesia terjadi apabila dilakukan di hadapan para hakim dalam sidang
di pengadilan agama. Hal ini bisa juga dikatakan sebagai talak yang
dijatuhkan oleh hakim. Menurut Imam Maliki, Syafi’i, dan Ahmad bin
Hanbali memperbolehkan seorang wanita menuntut talak dari hakim
karena adanya sebab-sebab berikut ini:118
1) Tidak diberi nafkah. Ketiga ulama madzhab tersebut sepakat bahwa
apabila seorang suami terbukti tidak mampu memberi nafkah pokok
kepada istrinya, maka istrinya itu tidak boleh mengajukan tuntutan
118
Muhammad Jawad Mughniyah, al-fiqh ala al-Madzahib al-khamsah, terj. Masykur
A.B., Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Fiqih Lima Madzhab (Jakarta: Lentera, 2001), 490-
491.
55
119
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Bandung: Mandar Maju, 1999),
65.
57
120
Abdul Aziz Dahlan (Ed), Ensiklopedi Hukum Islam Jilid I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
van Hoeve, 2000), 63.
121
Abu Zakariya Muhammad ibn Abdullah Ibn Araby, Ahkam al-Qu’an Juz II (Beriut:
Dar al- Ma’rifah, t.t), 524-525.
58
122
A. Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994),
41-42.
Bagir Manan, “Penegakkan Hukum yang Berkeadilan”, Majalah Hukum Varia
123
126
Ahmad al-Raysuni, Nadzariyat al-Maqashid ‘inda al-Imam asy-Syathibi (Beirut:
International Islamic Publishing House, 1995), 40-46.
127
Shams al-Din Abi ‘Abd Allah Muhammad ibn Abi Bakr al-Ma’ruf bi Ibn Qayyim
al-Jawziyah, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin, Juz III (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, cet. II, 1993 M/1414 H), 177.
61
128
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Kairo: Dar al-Kawatiyyah, 1998), 198.
129
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2007),
43.
130
Al-Syatibi, al-Muawafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Juz I (Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2003), 3.
131
Totok Jumanto dan Samsul Munir Amin, Kamus Istilah Ushul Fikih (Jakarta:
Amzah, 2005), 197.
62
132
Al-Syatibi, al-Muawafaqat, 5.
133
Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, 32.
134
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI-Press, 1984),
7.
63
135
Mustamin Giling, “Kedudukan Maqashid al-Syari’ah dalam Agama”, Stadium:
Kajian Sosial, Agama, Hukum, dan Pendidikan, Vol. 1. No. 2, (2003), 112.
136
Totok dan Amin, Kamus Isilah Ushul Fikih, 197.
137
Al-Syatibi, al-Muawafaqat, 7-10.
138
Al-Syatibi, al-Muawafaqat, 7-10.
139
Al-Syatibi, al-Muawafaqat, 9.
64
140
Al-Syatibi, al-Muawafaqat, 9.
141
Hasbi Umar, Nalar Fiqih Kontemporer (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 124-
127.
65
dengan moral dan etika dalam bermuamalah atau etika bisnis. Hal ini
juga akan berpengaruh kepada keabsahan jula beli tersebut, sebab pada
tingkatan ketiga ini juga merupakan syarat adanya tingkatan kedua dan
pertama.
Mengetahui urutan peringkat mashlahat seperti di atas sangat
penting, apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya. Jika
terjadi kontradiksi dalam penerapannya maka tingkatan pertama
(dharuriyyat) harus didahulukan dari pada tingkatan kedua (hajiiyyat) dan
tingkatan ketiga (tahsiniyyat).142
3. Maqa>s}id al-Syari’ah dalam Ijtihad
Ulama ushul mengatakan bahwa sejak zaman Rasulullah SAW,
sudah ada petunjuk yang mengacu peranan penting dari pada maqa>s}id al-
syari>’ah dalam pembentukan hukum Islam. Misalnya, dalam sebuah
hadits, Rasulullah SAW melarang orang-orang Islam di Madinah
menyimpan daging qurban, kecuali sekedar bekal untuk selama tiga hari.
Beberapa tahun kemudian, ada beberapa orang sahabat yang
menyalahi ketentuan Rasulullah SAW itu dengan menyimpan daging
qurban lebih dari sekedar pembekalan selama tiga hari. Peristiwa tersebut
disampaikan kepada Rasulullah SAW. Tapi Rasulullah SAW membenarkan
serta menjelaskan bahwa: “dahulu aku melarang kalian menyimpannya
(daging qurban) karena kepentingan ad-daffah (para pendatang dari
perkampungan Badui yang datang ke Madinah yang membutuhkan daging
kurban). Sekarang simpanlah daging-daging qurban itu (karena tidak ada
lagi para tamu yang membutuhkannya). 143
Kemudian dalam hadits lain Rasulullah SAW melarang ziarah kubur
karena dikhawatirkan akan menjadi pemujaan yang berlebih-lebihan
terhadap roh-roh orang yang di kuburan, sehingga menimbulkan kesyirikan.
142
Hasbi, Nalar Fiqih Kontemporer, 127.
143
Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisabury, Shahih Muslim, Juz II
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1412H/1991M), 143-144, Hadits Nomor 1971.
68
144
Muslim, Shahih Muslim, 146, Hadits Nomor 1977.
145
Dahlan, Ensiklopedi, 1111.
69
Ta’liq Muhammad Sulaiman al-Asyqar, Juz 1 (Beirut: Mu’assasat al-Risalah, 1417 H/1997M),
416-417.
70
147
al-Ghazali, Al-Mustasyfa, 417.
148
Mustafa Zaid, Al-Maslahah fi at-Tasyri’ al-Islami wa Najmuddin at-Tufi (Beirut:
Dar al-Fikr, 1954), 127-132.
149
Husein Hamid Hasan, Nazariah al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami (Kairo: Dar
an-Nahdah al-Arabiyah, 1971), 529.
71
150
al-Jauziyah, I’lām al-Muwaqqi’in, 220.
151
Andi Syamsu Alam, “Peningkatan Kualitas Putusan Hakim Peradilan Agama
Tingkat Pertama dan Tingkat Banding”, Majalah Varia Peradilan, Tahun Ke-XX No. 239
(Jakarta: IKAHI, 2005), 41.
72
BAB III
PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELANGGARAN
TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
DI PENGADILAN AGAMA GIRI MENANG
152
Dokumen Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Giri Menang Tahun 2017.
153
Dokumen PA Giri Menang Tahun 2017.
154
Dokumen PA Giri Menang Tahun 2017.
155
Kesektariatan PA Selong, Sejarah Pengadilan Agama Selong, dalam http://pa-
selong.go.id, diakses pada tanggal 20 Juli 2018.
75
156
Kesektariatan PA Selong, Sejarah Pengadilan Agama Selong, dalam http://pa-
selong.go.id, diakses pada tanggal 20 Juli 2018.
76
Agama Mataram letaknya cukup jauh dan biaya yang harus dikeluarkan
oleh masyarakat yang berperkara dari daerah Lombok Timur dan Lombok
Tengah cukup banyak.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka tanggal 20
Juli 1976 dibukalah secara resmi Pengadilan Agama Selong sebagai
realisasi Keputusan Menteri Agama RI Nomor 195 Tahun 1968.157 Adapun
pembentukan Pengadilan Agama Praya, dengan keluarnya Keputusan
Menteri Agama Nomor 195 Tahun 1968 tanggal 28 Agustus 1968 tersebut,
secara de jure Pengadilan Agama Praya telah terbentuk, namun saat itu
masih dirangkap oleh Pengadilan Agama Mataram, karena secara de facto
Pengadilan Agama Praya belum didirikan dan diresmikan. Barulah pada
tanggal 21 Maret 1977, secara de facto Pengadilan Agama Praya diresmikan
dengan mengangkat K.H. Muhtar Thoyyib, sebagai Ketua Pengadilan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. B.II/3-d/4320
tertanggal 31 Juli 1976 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 1976. 158
Sedangkan Pengadilan Agama Giri Menang terbentuk berdasarkan
Keppres RI Nomor 145 Tahun 1998 tanggal 16 September 1998, yang mulai
berlaku tanggal 7 April 1999.159 Jadi, Pengadilan Agama di Pulau Lombok
hingga saat ini berjumlah 4 (empat) Pengadilan Agama yaitu Pengadilan
Agama Mataram, Pengadilan Agama Giri Menang, Pengadilan Agama
Praya dan Pengadilan Agama Selong.
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957,
Lembaga Negara No. 99 Tahun 1957, Pasal 1 menyebutkan “di tempat yang
yang ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah yang darerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan
Negeri”, eksistensi Pengadilan Agama semakin dibutuhkan seiring berbagai
desakan dan aspirasi yang datang dari masyarakat daerah (termasuk dari
157
Kesektariatan PA Selong, Sejarah Pengadilan Agama Selong, dalam http://pa-
selong.go.id, diakses pada tanggal 20 Juli 2018.
158
Kesektariatan PA Praya, Sejarah Pengadilan Agama Praya, dalam http://www.pa-
praya.go.id/, diakses pada tanggal 20 Juli 2018.
159
Baiq Halkiyah, S.Ag, MH, Ketua Pengadilan Agama Giri Menang, Wawancara
(Gerung: 21 Oktober 2018).
77
160
Dokumen Pengadilan Agama Giri Menang 2016.
78
161
Dokumen Pengadilan Agama Giri Menang 2016.
79
162
Panmud Hukum, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Giri Menang Tahun 2016
(Giri Menang, 2016), 5.
80
163
Panmud Hukum, Laporan Tahunan, 8-9.
81
Gambar 1
Struktur dan Personalia Pengadilan Agama Giri Menang 2017
KETUA
BAIQ HALKIYAH, S.Ag., M.H.
1. MUHAMAD JAMIL, S.Ag
2. Dra. ULIN NA’MAH, S.H
WAKIL KETUA
3. RUFAIDAH IDRIS, S.H.I
Dra. ULIL USWAH, M.H
4. HAYATUL MAQI, S.H.I, M.Si
5. MOCH. YUDHA TEGUH NUGROHO, S.H.I
6. HUDA LUKONI, SHI, SH, MH
7. MUH. SAFRANI HIDAYATULLAH, S.Ag. M.Ag
8. MOCH. SYAH ARIYANTO, S.H.I
9. RUSYDIANA KURNIAWATI LINANGKUNG, S.H.I
10. H. ADI IRFAN JAUHARI, Lc. MA
11. FATHA AULIA RISKA, S.H.I
12. NURHASAN, S.H.I
PANITERA SEKRETARIS
Drs. AHMAD, SH. MH. MUAIDI, SH
BENDAHARA
1. AHMAD JAELANI, SHI (BENDAHARA PEGELUARAN)
2. LASTRIANI, SE (BENDAHARA PENERIMAAN)
PRANATA PERADILAN
82
164
Panmud Hukum, Laporan Tahunan, 11-13.
165
Sulaikan Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta:
Kencana, 2006), 103.
166
Harahap, Kedudukan, Kewenangan, 58.
86
169
Lubis, Hukum Acara, 105.
170
Lubis, Hukum Acara, 107.
88
171
Lubis, Hukum Acara, 27.
172
Dokumen Pengadilan Agama Giri Menang 2016.
89
173
Wildan Suyuthi, "Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama"
dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan
(Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2006), 15.
174
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000), 113.
175
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman UU No. 4 Tahun 2004 (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004).
91
176
Bisri, Peradilan Islam, 104.
177
Arto, Praktek Perkara Perdata, 29.
92
178
Panmud Hukum, Laporan Tahunan Pengadilan Giri Menang Tahun 2014 (Giri
Menang, 2014), 30.
95
179
Panmud Hukum, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Giri Menang Tahun 2014
(Giri Menang, 2014), 90.
180
Panmud Hukum, Laporan Tahunan Pengadilan Agama Giri Menang Tahun 2016
(Giri Menang, 2016), 90.
96
181
Pengadilan Agama Giri Menang, Laporan Tahunan 2014 – 2017.
97
25 Hibah - 2 - -
26 Wakaf - - 1 -
27 Zakat / Infaq / Sodaqoh - - - -
28 P3HP / Penetapan Ahli Waris 5 6 11 9
29 Lain-lain - 3 1 1
Jumlah 2467 1572 2431 2030
dan dikaruniai 2 orang anak yang bernama: (1) M. Tomi Hermawan, laki-
laki, umur 14 tahun, (2) Siti Anisa Nilmalasari, perempuan, umur 10 tahun.
Berawal sejak tanggal 5 Nopember 2012, Pemohon mempunyai
hubungan khusus dengan seorang perempuan bernama Ati (bukan nama
sebenarnya), hubungan khusus tersebut diketahui oleh Termohon pada
tanggal 29 Januari 2013, sehingga terjadilah pertengkaran antara Pemohon
dengan Termohon, dan Termohon mau memaafkan Pemohon dengan
membuat perjanjian yang merupakan inisiatif dari Termohon pada tanggal
31 Januari 2013 yang isinya: “Pemohon tidak akan pacaran lagi dan jika
perjanjian ini Pemohon langgar maka jatuhlah talak tiga Pemohon terhadap
Termohon”.
Pada tanggal 3 Februari 2013 Termohon menemukan Pemohon
sedang berduaan dengan Nurhayati, oleh karena Pemohon telah membuat
perjanjian tersebut, maka Termohon menganggap telah jatuh talak
Pemohon terhadap Termohon, kemudian Pemohon pulang kembali ke
rumah orang tua Pemohon. Pemohon sangat meragukan isi perjanjian
tersebut, karena tidak pernah mengucapkan talak terhadap Termohon.
Pemohon dengan Termohon menginginkan kembali rukun dan membina
rumah tangga namun tidak dibenarkan dan tidak diterima oleh masyarakat
maupun tokoh agama di tempat Pemohon bertempat tinggal dan
menganggap telah jatuh talak tiga Pemohon kepada Termohon.
Melalui perjanjian yang telah dibuat oleh Pemohon, Pemohon telah
menjatuhkan talak tiga kepada Termohon. Oleh karena itu, Pemohon
(suami) memohon kepada Majelis hakim untuk ditetapkan sebagai talak satu
sehingga Pemohon bisa rujuk kembali dengan Termohon. Berdasarkan dali-
dalil dan alasan-alasan tersebut di atas pemohon mohon kepada Majelis
hakim yang memeriksa perkara ini memberikan putusan sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan Pemohon.
b. Menetapkan jatuh talak satu raj’i Pemohon (Naharudin bin Baderun)
terhadap Termohon (Srianu binti H. Mahli).
c. Membebankan biaya perkara sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
99
c. Amar Putusan
Setelah memeriksa dan mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang
ditemukan pada saat proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Agama
Giri Menang memutuskan:
a. Mengabulkan permohonan Pemohon.
b. Menyatakan taklik talak Pemohon (Naharudin bin Baderun) terhadap
Termohon (Srianu binti H. Mahli) sah menurut hukum.
c. Menetapkan jatuhnya talak satu raj’i Pemohon (Naharudin bin Baderun)
terhadap Termohon (Srianu binti H. Mahli).
d. Membebankan biaya perkara ini sebesar Rp 211.000,- (dua ratus sebelas
ribu rupiah) kepada Pemohon.
B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Taklik Talak Sebagai Alasan Perceraian di
Pengadilan Agama Giri Menang
Suatu bahtera perkawinan tidak selamanya dapat mengarungi samudra
kehidupan dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga terbentuk berbagai
masalah bisa timbul dalam kehidupan keluarga yang pada gilirannya dapat
menjadi benih yang mengancam kehidupan perkawinan yang berakibat
keretakan atau perceraian. Walaupun pada mulanya para pihak dalam suatu
perkawinan bersepakat untuk mencari kebahagiaan dan melanjutkan keturunan
dan ingin hidup bersama sampai akhir hayat, seringkali hasrat serupa ini
kandas di tengah jalan oleh adanya berbagai hal.
Putusnya hubungan perkawinan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
didahului oleh keadaan adanya keretakan dalam membina mahligai rumah
tangga yang menjurus kepada ketidakharmonisan dan keserasian dalam
kehidupan berkeluarga. Konflik yang terus-menerus antara suami dengan istri
menyebabkan kehidupan rumah tangga tidak dapat bertahan untuk selama-
lamanya. Jika hubungan baik dari pasangan suami istri itu tidak mungkin terus
dilangsungkan, maka Islam pun tidak membelenggu dengan suatu rantai yang
memuakkan, mengakibatkan keadaan yang menyengsarakan dan menyakitkan.
Dalam keadaan inilah perceraian dibolehkan.
100
182
Muh. Safrani Hidayatullah (Hakim Pengadilan Agama Giri Menang), Wawancara
(Gerung: 22 Nopember 2018).
101
183
Rufaidah Idris (Hakim Pengadilan Agama Giri Menang), Wawancara (Gerung: 30
Nopember 2018).
102
184
Muhamad Jamil (Hakim Pengadilan Agama Giri Menang), Wawancara (Gerung:
29 Nopember 2018).
185
Rusydiana Kurniawati Linangkung (Hakim Pengadilan Agama Giri Menang),
Wawancara (Gerung: 30 Nopember 2018).
103
dipertahankan oleh Pemohon tanpa ada perubahan apapun. Bahwa atas dalil-
dalil permohonan Pemohon tersebut, Termohon mengakui dan membenarkan
dalil-dalil permohonan Pemohon.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1, maka harus dinyatakan
terbukti bahwa antara Pemohon dan Termohon telah terikat dalam perkawinan
yang sah, maka Pemohon dan Termohon adalah pihak-pihak yang sah sebagai
subyek hukum dalam perkara ini sesuai pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum
Islam. Bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon telah memenuhi syarat-
syarat formil maupun materiil sebagaimana ketentuan Pasal 165-179 R.Bg.,
maka majelis hakim berpendapat dapat menerima saksi-saksi Pemohon tersebut
untuk didengar keterangannya di persidangan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan pemohon, bukti (P.2) dan
keterangan saksi-saksi pemohon maka majelis hakim berpendapat bahwa dalil-
dalil permohonan Pemohon dalam perkara a quo telah terbukti bahwa pemohon
telah membuat dan menandatangani perjanjian taklik talak dengan jatuhnya
talak tiga Pemohon sekaligus terhadap Termohon, namun setelah terjadinya
taklik tersebut, Pemohon dengan Termohon masih saling mencintai dan
berkeinginan melanjutkan hubungan rumah tangganya, akan tetapi masyarakat
enggan menerima karena beranggapan antara Pemohon dengan Termohon telah
jatuh talak tiga.
Menimbang, bahwa dalam hukum Islam selain talak khulu’, talak
tafwidh, fasakh dan lain sebagainya sebagai teknik-teknik perceraian, juga
diatur mengenai taklik talak yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia. Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu rujukan sumber hukum
materiil bagi Pengadilan Agama dalam memutus perkara perceraian mengatur
dan mengakui eksistensi lembaga taklik talak sebagai salah satu alasan
perceraian sebagaimana termuat dalam pasal 45 ayat (1) dan pasal 116 huruf
(g) Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Menimbang, bahwa tujuan luhur diaturnya lembaga taklik talak dalam
sistem hukum perkawinan dan perceraian Islam di Indonesia adalah
melindungi hak-hak istri dari perbuatan/tindakan semena-mena suami demi
105
niatan baik dari pemohon dan termohon untuk tetap hidup membina rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana termuat dalam surat
Ar-Rum ayat 21 dan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974;
Menimbang, bahwa dari pengakuan Pemohon yang telah dibenarkan
oleh Termohon dan diperkuat dengan alat bukti P.2 serta keterangan saksi-
saksi telah terbukti bahwa Pemohon telah membuat dan menandatangani
perjanjian taklik talak yang dalam perjanjian tersebut kejadian yang dijadikan
gantungan (taklik) oleh Pemohon untuk menjatuhkan talaknya adalah sesuatu
yang berkaitan erat dengan persoalan (tingkah laku) Pemohon yang dapat
mempengaruhi keharmonisan dan menghalangi hubungan Pemohon dan
Termohon dalam membina rumah tangga dan dapat menghalangi Pemohon
atau Termohon untuk menjalankan kewajibannya sebagai suami istri, yaitu
mengenai perbuatan pemohon yang mengulang kembali menjalin hubungan
khusus (bahkan sampai menikah) dengan perempuan lain yang bernama
Nurhayati, oleh karena itu majelis hakim berpendapat bahwa perjanjian ta’lik
talak yang diperjanjikan Pemohon tersebut pada dasarnya memenuhi tujuan
dan nilai luhur pengaturan lembaga taklik talak dalam hukum perkawinan dan
perceraian di Indonesia sebagaiman termuat dalam Kompilasi Hukum Islam
dan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1990.
Menimbang, bahwa majelis hakim sependapat dengan dalil fikih yang
termuat dalam kitab Syarqawi Ala al-Tahrir halaman 105:
ول اللَّ ِه صلى اهلل عليه وسلم ِ َكا َن الطََّلَ ُق َعلَى َعه ِد رس:عن ابن عباس قال
َُ ْ
ضاهُ َعلَْي ِه ْم عمر (رواه ِ ِ ِ ِ ِ وأ َِِب ب ْك ٍر وسنَت
َ ْي م ْن خَلَفَة ُع َمَر طََلَ ُق الثََّلَث فَأ َْم
َْ َ َ َ َ
.)البخارى ومسلم
Artinya: Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar
dan 2 tahun pemerintahan Umar, talak tiga sekaligus hanya
diberlakukan talak satu dan Umar pun memberlakukan ketentuan
tersebut pada rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim).
. "طلق ركانة امرأته ثَلثًا ِف جملس واحد,عن ابن عباس رضي اهلل عنهما قال
كيف: فسأله رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم..شديدا ً فحزن عليها حزنًا
فإمنا تلك: قال. نعم: ِف جملس واحد؟ قال: فقال. ثَلثًا:طلقتها؟ قال
(" )رواه أمحد وأبو يعلى. فراجعها. فأرجعها إن شئت،واحدة
Artinya; Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rukanah menceraikan istrinya dengan
talak tiga sekaligus, namun ia sangat menyesalinya. Kemudian
Rasulullah SAW bertanya (kepadanya): “Bagaimana kamu
menceraikannya?” Ia menjawab: “Aku menceraikannya dengan talak
tiga sekaligus”. Kemudian Rasulullah SAW berkata: “(jika
demikian) maka itu hanya jatuh talak satu, maka rujuklah kepada
istrimu.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la)
107
حكمه حكم الوحدة وال تأثري للفظ ِف ذلك: وقال أهل الظاهر ومجاعة
Artinya: Madzhab Dhahiriyah dan Jama’ah berpendapat bahwa hukumnya
(talak tiga sekaligus) adalah hanya berlaku talak satu dan tidak ada
efek yuridis dalam ucapan talak tiga sekaligus tersebut”.
Menimbang, bahwa dengan diajukannya permohonan dalam perkara a
quo oleh pemohon, majelis hakim berpendapat bahwa pemohon telah beri’tikad
baik dan oleh karenanya maka permohonan pemohon dalam perkara a quo
dapat dipertimbangkan demi memberikan kepastian hukum dan memberikan
keyakinan kepada pemohon dan termohon terhadap status perkawinannya
tersebut
Menimbang, bahwa meskipun terdapat ulama’ yang berpendapat bahwa
talak tiga yang diucapkan/dijatuhkan dalam satu waktu tetap jatuh talak tiga,
akan tetapi dalam perkara a quo, berdasarkan hadits-hadits dan pendapat ulama
sebagaimana termuat dalam pertimbangan di atas dan demi kemaslahatan
rumah tangga pemohon, termohon serta kedua anaknya tersebut, maka majelis
hakim berpendapat bahwa talak tiga yang diperjanjikan oleh pemohon dalam
perkara a quo hanya jatuh talak satu. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, maka majelis hakim berpendapat bahwa permohonan
pemohon, sebagaimana tersebut dalam petita nomor 2, dapat dikabulkan
dengan menetapkan jatuhnya talak satu raj’i pemohon terhadap termohon;
Di samping menelaah keempat putusan di atas, penulis juga
melakukan wawancara dengan beberapa orang hakim di Pengadilan Agama
Giri Menang. Wawancara yang dilakukan adalah terkait dengan pertimbangan
hukum yang digunakan dalam memutus perkara perceraian karena pelanggaran
taklik talak. Ada beberapa alasan dan pandangan yang dikemukakan oleh para
hakim terkait dengan pertimbangan hukum yang digunakan.
108
186
Muh. Safrani, Wawancara, 22 Nopember 2018.
187
Muhamad Jamil, Wawancara, 29 Nopember 2018.
109
188
Muhamad Jamil, Wawancara, 29 Nopember 2018.
189
Rufaidah Idris, Wawancara, 30 Nopember 2018.
110
190
Rufaidah Idris, Wawancara, 30 Nopember 2018.
191
Rusydiana, Wawancara, 30 Nopember 2018.
111
tertentu dari peraturan yang terkait atau dari sumber hukum tak
tertulis sebagaimana ketentuan Pasal 62 UU Nomor 7 tahun 1989.192
192
Rusydiana, Wawancara, 30 Nopember 2018.
193
Rusydiana, Wawancara, 30 Nopember 2018.
194
Muhamad Jamil, Wawancara, 29 Nopember 2018.
112
195
Muh. Safrani, Wawancara, 22 Nopember 2018.
196
Rufaidah Idris, Wawancara, 30 Nopember 2018.
113
maslahat yang digunakan oleh Majelis Hakim masih terlalu umum. Majelis
Hakim hanya mengutip dalil-dalil maslahat yang dikemukakan oleh ulama
fikih tanpa ada penafsiran baru dari Majelis Hakim.
114
BAB IV
ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP
PELANGGARAN TAKLIK TALAK SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
DI PENGADILAN AGAMA GIRI MENANG
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri;
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga;
Dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, alasan tersebut ditambah
dengan:
1. Suami melanggar taklik talaknya; dan
2. Peralihan agama (murtad) yang menyebabkan ketidakrukunan dalam
rumah tangga.197
Apabila dibandingkan antara rumusan kekerasan dalam rumah tangga
yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
dengan alasan-alasan yang dapat digunakan untuk melakukan perceraian,
maka beberapa alasan tersebut secara subtansial sesuai dengan rumusan
kekerasan dalam rumah tangga, alasan-alasan tersebut adalah:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan (Penjelasan Pasal 39 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf (a) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum
Islam);
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar
kemampuannya;
3. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
4. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga;
Hal tersebut di atas menunjukan bahwasanya konsep kekerasan dalam
rumah tangga yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut:
197
Citra Umbara, UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, 357.
117
1. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan yang baik secara
langsung maupun tidak langsung mengakibatkan penderitaan atau
kesengsaraan psikis/mental yang berat pada seseorang. 198 Dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, konsep
kekerasan dalam rumah tangga seperti di atas dapat ditemui pada
Penjelasan Pasal 39 ayat (2) jo Pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum
Islam, yaitu “Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”.
Kemudian dalam Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, yaitu
“Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun dalam rumah
tangga”.
Kedua alasan perceraian tersebut termasuk dalam kekerasan psikis
dalam rumah tangga, karena baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat mengakibatkan tekanan jiwa yang kemudian dapat menimbulkan
penderitaan psikis/mental berat pada seseorang (suami/istri).
2. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan seseorang yang dapat
menimbulkan atau mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 199
Kekerasan fisik ini lebih mengarah kepada jasmani atau raga seseorang.
Konsep kekerasan secara fisik dalam rumah tangga seperti tersebut di atas
dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) jo Pasal 116 huruf (d)
Kompilasi Hukum Islam, yang memuat ketentuan salah satu alasan
perceraian adalah “Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain”.
3. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah perbuatan seseorang yang
berupa penelantaran atau menelantarkan seseorang dalam lingkup rumah
198
Murti Hadiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Yuridis
Viktimologis (Jakarta: Sinar Grafika, cet. 3, 2012), 83.
199
Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga, 83.
118
200
Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga, 83.
119
mengenai penjelasannya adalah kata perjanjian berasal dari kata janji yang
berarti perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat.
Janji juga dapat diartikan persetujuan antara dua pihak (masing-masing
menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu). Perjanjian
bisa juga diartikan sebagai persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat
oleh dua pihak atau lebih, masing-masing berjanji menaati apa yang tersebut
dalam persetujuan itu.
Perjanjian taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan oleh suami
setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa talak yang
digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa
yang akan datang. Sedangkan dalam Pasal 46 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
berbunyi: 1). Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan Hukum Islam. 2).
Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi di
kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh
jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama. 3).
Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat
dicabut kembali.
Berdasarkan pada ketentuan di atas, maka dapat dikatakan bahwa: 1) Isi
taklik talak sudah ditentukan oleh Menteri Agama dan diterbitkan oleh
Kementerian Agama, karena yang melakukan perjanjian taklik talak ini adalah
orang Islam saja, maka isi perjanjian taklik talak tersebut tidak boleh
bertentangan dengan hukum Islam; dan 2) Apabila suami melanggar perjanjian
taklik talak tersebut, maka istri harus mengajukannnya ke Pengadilan Agama.
Karena perceraian di Indonesia terjadi apabila dilakukan dihadapan para hakim
dalam sidang di Pengadilan Agama.
Dari ketentuan perjanjian perkawinan yang termuat dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 45 ayat (2) bahwa perjanjian lain yang tidak bertentangan
dengan Hukum Islam, terdapat kaitannya dengan perjanjian yang ada dalam
Pasal 1320 KUHPerdata mengemukakan bahwa Undang-undang telah
menentukan 4 (empat) persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu perikatan
120
atau perjanjian dianggap sah yaitu: 1). Kesepakatan mereka yang mengikat diri.
2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3). Suatu hal tertentu. 4). Suatu
sebab yang halal.
Dengan demikian, perjanjian perkawinan yang diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam, walau dengan teks yang berbeda mempunyai unsur-unsur yang
sama dengan perjanjian dalam KUHPerdata. Namun demikian, dalam
perjanjian taklik talak mempunyai perbedaan dengan perjanjian pada umumnya
dalam hal tertutupnya kemungkinan kedua belah pihak untuk membubarkan
kesepakatan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 46 ayat (3) KHI
yang menyatakan bahwa perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang
wajib diadakan pada setiap perkawinan. Akan tetapi sekali taklik talak sudah
diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
Untuk mengukur apakah taklik talak sebuah perjanjian atau bukan, kita
harus melihat Pasal 1320 KUHPerdata yang memuat syarat sahnya perjanjian
yaitu: (1) sepakat meraka yang mengikatkan dirinya, (2) cakap mereka yang
mengikatkan diri, (3) suatu hal tertentu, dan (4) suatu sebab atau kausa yang
halal. Syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersebut di atas dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori syarat subjektif dan kategori syarat
objektif. Syarat subjektif yaitu syarat sepakat mereka yang mengikatkan diri
dan syarat kecakapan untuk membuat perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak
dapat dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (vernieitigbaar). Syarat
objektif yaitu syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal.
Apabila dalam perjanjian syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian adalah
batal demi hukum.201
Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri adalah adanya
kemauan yang bebas sebagai syarat pertama untuk suatu perjanjian yang sah.
Di dalam taklik talak, suami istri telah sepakat tanpa paksaan untuk
menandatangani persetujuan bersama yang tertuang dalam konsep taklik talak
itu, karena taklik taklak bukan sebuah keharusan bagi berlangsungnya sebuah
201
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Bandung: Mandar Maju, 1999),
65.
121
perkawinan. Cakap maksudnya adalah kedua belah pihak harus cakap menurut
hukum untuk bertindak sendiri. Di dalam hukum perkawinan, seseorang boleh
dapat melangsungkan perkawinan apabila berumur 19 tahun laki-laki dan 16
tahun bagi perempuan (Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974) , artinya
suami istri tersebut sudah dewasa dan cakap hukum untuk melakukan
perbuatan hukum.
Suatu hal tertentu maksudnya adalah yang diperjanjikan dalam suatu
perjanjian haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu.
Di dalam taklik talak ini, yang diperjanjikan sudah jelas yang tertuang dari isi
taklik talak tersebut. Suatu sebab atau kausa yang halal artinya perjanjian itu
tidak dilarang atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Karena keberadaan taklik talak untuk melindungi si istri dari perbuatan suami,
maka keberadaan taklik talak tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut, taklik talak adalah
sebuah perjanjian. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhamad Jamil salah
seorang hakim di Pengadilan Agama Giri Menang, berikut pernyataannya:
Dalam peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang No. 1
tahun 1974 alasan perceraian tidak terdapat taklik talak sebagai alasan
perceraian, namun dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 51
disebutkan pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak
kepada istri untuk mengajukan ke Pengadilan, maka pelanggaran taklik
talak bisa dijadikan alasan mengajukan perceraian. Sesuai rumusan
bahwa taklik talak adalah perjanjian yang digantungkan kepada syarat
dengan tujuan utamanya melindungi istri dari kemudharatan, maka
bentuk-bentuknya adalah perjanjian yang telah dibuat oleh suami istri
pada saat pernikahan tersebut.202
Sekilas kita melihat bahwa ikrar taklik talak ini sebagai bentuk
kesungguhan mempelai pria kepada mempelai wanita bahwa ia akan selalu
mencintai istrinya dan berjanji akan melaksanakan kewajibannya sebagai
seorang suami dengan baik. Hal ini juga memberikan perlindungan hukum bagi
wanita karena mendapat jaminan dari suaminya. 203
202
Muhamad Jamil, Wawancara, 29 Nopember 2018.
203
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 40-41.
122
204
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 51.
123
205
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 55.
206
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 56.
124
pergi konsultasi atau berobat ke ahli. Boleh juga misalnya disepakati bahwa
kalau suami melakukannya akan bersedia dikenakan sanksi denda.207
Kedua, untuk menentukan ada atau tidaknya perkataan atau perbuatan
yang dapat menjadi sebab tidak terjaminnya hak-hak istri dan kemungkinan
menjadi sumber diskriminasi atau sewenang-wenang, dapat ditempuh dengan
menselaraskan dan mengintegrasikan antara hak dan kewajiban suami dan istri,
dan mengintegrasikan antara hak-hak tersebut dengan prinsip dan tujuan
perkawinan. Semua ini seharusnya berimbang, sebab dalam prinsip hukum
perkawinan ditetapkan bahwa suami dan istri seharusnya bermusyarawah dan
demokrasi dalam menuntaskan masalah-masalah kehidupan rumah tangga,
bahwa suami dan istri adalah pasangan yang bersifat patnership, yang berarti
saling; saling tolong, saling kerja sama, dan saling membutuhkan, bahwa
perkawinan adalah untuk selama hidup.208
Demikian juga dengan tujuan perkawinan, bahwa tujuan perkawinan
adalah untuk kebahagiaan bersama suami dan istri, yakni sama-sama untuk
mendapatkan kehidupan yang aman, tenteram, dan penuh cinta dan kasih
sayang (sakînah mawaddah wa rahmah). Untuk mencapai tujuan akhir ini
dibutuhkan pencapaian tujuan antara, yakni: (1) tujuan untuk melanjutkan
generasi (regenerasi), (2) untuk sama-sama dipenuhi kebutuhan biologisnya,
(3) untuk sama-sama dijaga kehormatannya, (4) untuk sama-sama beribadah.209
Dengan terpenuhi tujuan ini secara bersama diharapkan tercapai pula
tujuan bersama antara suami dan istri dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga. Dengan demikian, hak dan kewajiban antara suami dan istripun
seharusnya berimbang dan bersifat saling melengkapi. Maka terhadap hal-hal
yang memungkinkan menjadi sebab tidak terpenuhinya hak istri, dan ini dapat
pula sekaligus menjadi sebab tidak tercapainya tujuan perkawinan, dapat
dicantumkan dalam taklik talak.
Dalam hal inilah tampak akan fungsi taklik talak yang mengikat
pertanggungjawaban suami terhadap istrinya. Dari satu sisi suami akan lebih
207
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 58.
208
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 72.
209
Nasution, Menjamin Hak Perempuan, 76.
125
212
Murtadha Muthahhari, The Rights of Women in Islam, terj. M. Hashem (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1997), 197.
127
perceraian, baik karena pelanggaran taklik talak atau sebab yang lain harus
mengajukan gugatan seperti gugatan perdata biasa dengan segala
formalitasnya, dengan hak banding, kasasi dan lain-lain bagi suami. Proses
yang dilakukan istri akan semakin lama dan berbelit-belit. Dengan demikian
maka pihak istri akan selalu dalam keadaan yang serba sulit. Karena
posisinya sebagai penggugat maka istri pula yang harus membuktikan apa
yang menjadi tuntutannya. Dengan posisi yang seperti ini maka, istri
menjadi pihak yang sangat dirugikan.
Dalam satu sisi, hak yang semestinya ia terima tidak ia dapatkan,
yang disebabkan karena suami melanggar ketentuan taklik talak, sedangkan
di sisi lain ia harus berjuang di pengadilan untuk membuktikan tentang
perbuatan yang sama sekali tidak dilakukannya. Lebih parah lagi, perbuatan
tersebut adalah perbuatan suami yang telah merampas dengan semena-mena
tentang hak yang harusnya ia terima. Dalam hal ini istri tidak mendapatkan
perlakuan serta kedudukan yang sejajar baik di dalam keluarga maupun di
depan hukum.
213
Arto, Praktek Perkara Perdata, 141.
130
alasan dan dasar dari putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis,
pokok perkara, biaya perkara, serta hadir tidaknya pihak pada waktu
putusan diucapkan oleh hakim.
Dalam menyelesaikan perkara cerai talak dengan alasan
pelanggaran taklik talak majelis hakim terlebih dahulu menentukan
kualitas perselisihan dan pertengkaran antara suami istri yang didalilkan
oleh pihak yang mengajukan perkara dengan penilaian dan pertimbangan
sebagai berikut:
1) Para pihak sudah tidak dapat didamaikan.
2) Ketika persidangan dibuka untuk pertama kalinya dalam perkara
perceraian, hakim berusaha untuk mendamaikan pihak yang
berperkara dengan cara menasehati mereka untuk hidup rukun
kembali dalam kehidupan rumah tangga.
3) Usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dalam sidang terbuka
untuk umum sebelum memasuki pemeriksaan terhadap pokok perkara
permohonan cerai talak atau cerai gugat, bahkan dapat dilakukan
secara intensif pada setiap kali persidangan.
4) Apabila para pihak tidak sepakat untuk berdamai maka dilanjutkan
acara berikutnya yaitu pembacaan surat gugatan, mendengar jawaban
tergugat dan pengugat dipersidangan, pemeriksaan saksi-saksi dan
pembacaan putusan.
5) Penilaian hakim mengenai telah terjadi perselisihan dapat dilakukan
oleh hakim selama proses persidangan berlangsung para pihak yang
berperkara ternyata masih dapat rukun kembali atau apabila yang
terlihat nyata dalam sikap para pihak bahwa ketidak rukunan antara
suami istri tidak terlalu parah maka Majelis Hakim akan menilai
bahwa kondisi yang demikian itu belum dapat dijadikan alasan
perceraian. Karena itu Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975
dipandang belum terpenuhi.214
214
Muhamad Jamil, Wawancara, 29 Nopember 2018.
131
215
Rufaidah Idris, Wawancara, 30 Nopember 2018.
132
akan menarik kesimpulan terbukti atau tidaknya gugatan itu. Selain itu
juga berdasarkan keyakinan dan pengetahuannya yaitu keyakinan
terhadap kondisi rumah tangga pasangan suami istri tidak mungkin hidup
rukun lagi sehingga rumah tangga tidak mungkin diselamatkan. Penilaian
hakim berdasarkan pada kenyataan dalam rumah tangga bahwa
perselisihan itu sudah sangat lama dan parah sehingga perkawinan itu
tidak mungkin dipertahankan lagi.216
Selanjutnya hakim berkeyakinan dengan keadaan seperti itu
perceraian lebih baik dikabulkan daripada perkawinan tetap
dipertahankan terus maka akan menimbulkan kemudaratan yang lebih
besar. Kemudaratan yang dimaksudkan adalah perkawinan tersebut tidak
membawa kebahagiaan bagi mereka dan merugikan pertumbuhan anak-
anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
Pertimbangan hakim apabila ada kumulasi masalah perceraian
dengan melihat alasan-alasan perceraian yang diajukan oleh para pihak,
dengan memperhatikan alasan yang paling menonjol serta terbukti
tidaknya gugatan. Selain itu hakim juga berpedoman pada adanya suatu
keyakinan bahwa keadaan rumah tangga suami istri tersebut telah pecah
(shiqa>q) dan tidak mungkin diselamatkan lagi.217
Perselisihan yang terjadi dalam rumah tangga sehingga
menyebabkan perpecahan, biasanya tidak berdiri sendiri (merupakan
kumulasi). Satu dan lain hal saling mempengaruhi, alasan-alasan
perceraian para pihak saling berkait antara satu alasan dengan alasan
yang lainnya, dengan pengertian bahwa satu alasan menjadi penyebab
adanya alasan perceraian yang lain. Misalnya dalam hal
ketidakharmonisan suami istri karena dipicu oleh perselingkuhan suami
dengan perempuan lain atau sebaliknya, kemudian pihak istri atau suami
pergi dari tempat kediaman bersama, suami bertindak kasar, suami tidak
memberi nafkah kepada istri, meninggalkan keluarga atau pergi dari
216
Rufaidah Idris, Wawancara, 30 Nopember 2018.
217
Rusydiana, Wawancara, 30 Nopember 2018.
133
rumah yang pada awalnya dilakukan dengan alasan yang jelas namun
lama kelamaan tidak ada kabarnya.
Alasan-alasan tersebut selanjutnya akan dipertimbangkan oleh
majelis hakim dengan memberikan penilaian atas peristiwa itu serta
menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Kalau peristiwanya
telah terbukti dan peraturan hukumnya jelas dan tegas, penerapan
hukumnya akan mudah. Namun apabila tidak menemukan hukum yang
jelas dan tegas, maka majelis hakim dapat berijtihad dalam arti
menciptakan hukum sendiri dengan cara menafsirkan hukum yang tepat
melalui cara-cara pendekatan penafsiran yang dibenarkan.218
Dengan kewenangannya seorang hakim berhak memutuskan
apakah perceraian ditolak atau dikabulkan. Dalam pertimbangan
hukumnya pasal-pasal yang dijadikan pertimbangan hakim adalah yang
terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974, PP No. 9 Tahun 1975 dan dalil-
dalil hukum syara’. Dalil-dalil yang dipakai bersumber dari al-Qur’an
dan al-Hadits, baru pendapat para ulama yang termuat dalam kitab-kitab
fikih. Dalam pertimbangan hukum juga dimuat pasal-pasal peraturan
perundang-undangan yang menjadai dasar dari putusan itu.219
Penyelesaian perceraian diakhiri dengan dibacakannya putusan
hakim di muka persidangan. Dalam memutus perkara, hakim
berpedoman pada aturan yang mempunyai dasar hukum yang kuat dalam
memutuskan suatu perkara sehingga secara yuridis tidak menyimpang
dari ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan putusan cerai talak No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM
yang penulis jadikan sebagai bahan kajian, terdapat bebrapa
pertimbangan dalam putusan tersebut, antara lain:
1) Bahwa upaya perdamaian yang dilakukan oleh majelis hakim di
dalam persidangan serta mediasi yang dilakukan oleh mediator Drs.
Mutamakin, S.H. di luar persidangan kepada kedua belah pihak tidak
218
Ichtianto, Tanggung Jawab Hakim (Jakarta: Mimbar Hukum, No. 47, tahun XI,
2000), 5.
219
Rusydiana, Wawancara, 30 Nopember 2018.
134
5) Bahwa dalam hukum Islam selain talak khulu’, talak tafwidh, fasakh
dan lain sebagainya sebagai teknik-teknik perceraian, juga diatur
mengenai taklik talak yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam
di Indonesia. Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu rujukan
sumber hukum materiil bagi Pengadilan Agama dalam memutus
perkara perceraian mengatur dan mengakui eksistensi lembaga taklik
talak sebagai salah satu alasan perceraian sebagaimana termuat
dalam pasal 45 ayat (1) dan pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum
Islam (KHI).
6) Bahwa tujuan luhur diaturnya lembaga taklik talak dalam sistem
hukum perkawinan dan perceraian Islam di Indonesia adalah
melindungi hak-hak istri dari perbuatan/tindakan semena-mena
suami demi niatan baik dari pemohon dan termohon untuk tetap
hidup membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah
sebagaimana termuat dalam surat Ar-Rum ayat 21 dan pasal 1
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974;
7) Bahwa dari pengakuan Pemohon yang telah dibenarkan oleh
Termohon dan diperkuat dengan alat bukti P.2 serta keterangan
saksi-saksi telah terbukti bahwa Pemohon telah membuat dan
menandatangani perjanjian taklik talak yang dalam perjanjian
tersebut kejadian yang dijadikan gantungan (taklik) oleh Pemohon
untuk menjatuhkan talaknya adalah sesuatu yang berkaitan erat
dengan persoalan (tingkah laku) Pemohon yang dapat
mempengaruhi keharmonisan dan menghalangi hubungan Pemohon
dan Termohon dalam membina rumah tangga dan dapat
menghalangi Pemohon atau Termohon untuk menjalankan
kewajibannya sebagai suami istri, yaitu mengenai perbuatan
pemohon yang mengulang kembali menjalin hubungan khusus
(bahkan sampai menikah) dengan perempuan lain yang bernama
Nurhayati, oleh karena itu majelis hakim berpendapat bahwa
perjanjian ta’lik talak yang diperjanjikan Pemohon tersebut pada
136
220
Pengadilan Agama Giri Menang, Salinan Putusan Nomor: 080/Pdt.G/2013/PA.GM,
7-11.
138
224
Manan, Penerapan Hukum, 295.
225
Metode interpretasi adalah penafsiran terhadap teks undang-undang, hal mana
kajian pokoknya tetap berpegang pada bunyi teks undang-undang tersebut. Sedangkan metode
konstruksi adalah mempergunakan penalaran logis untuk mengembangkan suatu teks undang-
undang, dimana hakim tidak lagi terikat dan berpegang pada bunyi teks undang-undang, tetapi
dengan syarat tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem. Manan, Penerapan Hukum,
279-281.
226
Amran Suadi, Teknik Pengambilan Putusan dan Penulisan Putusan Yustisial,
Makalah pada Temu Karya Ilmiah Hakim Pengadilan Agama se-Sumatera Utara (PTA Medan,
1998), 5.
141
4) Fiksi hukum yaitu penalaran hukum mengikuti asas “in dubito pro
reo” artinya asas yang mengatakan bahwa setiap orang dianggap
mengetahui hukum.
b. Pertimbangan Maslahat
Setelah menelaah putusan Pengadilan Agama Giri Menang No.
080/Pdt.G/2013/PA.GM tentang perkara cerai talak akibat pelanggaran
taklik talak, secara umum putusan tersebut menjadikan mas}lah}ah
sebagai pertimbangan hukum. Namun secara khusus putusan tersebut
tidak mencantumkan kaidah yang terdapat dalam kitab Al-Ashbah wa al-
Naz}a>’ir, yang berbunyi:
229
Ima>m Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyut}i, al-Ashbah wa al-Naz}a>’ir
(Riyad: Maktabah Nazlr Mustafa al-Bazi, 1418 H/ 1997 M), 62.
143
230
Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim (Jakarta: Kencana, 2012), 172.
144
231
A. Djazuli, “Beberapa Aspek Pengembangan Hukum Islam di Indonesia”, dalam
Tjun Surjaman, ed., Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek (Bandung:
Rosdakarya, cet. I, 1991), 240.
232
al-Jawziyah, I’la>m al-Muwaqqi’i>n, 11.
146
233
Al-Shatibi, Al-Muwafaqat, 7-9.
234
Fathi Ridwan, Min Falsafat al-Tasyri’ al-Islami (Beirut: Dar al-Kitab al-Bunani,
cet. II, 1975), 175-176.
235
Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab: Sebuah Ikhtiar Menuju Ijtihad Saintifik-
Modern (Jakarta: Teraju, cet. II, 2003), 123.
147
236
Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab, 110.
148
"مذهبي
dipegang teguh di dunia fikih yang " إذا صح الحديث فهو
berbunyi:............................................
(Jika sahih suatu hadis maka ia menjadi peganganku). Untuk membangun
penafsiran hukum yang baru yang berasaskan mas}lah}ah, terlebih
dahulu perlu dilakukan rekonstruksi terhadap konsep qat}’i>-z}anni>,
yang kemudian dijadikan sebagai basis rekonstruksi penafsiran dan
metode penemuan hukum (ijtiha>d). Menurutnya, pandangan umum
mengenai ijtiha>d yang selama ini berjalan, bisa dikatakan hanya
menjangkau hal-hal yang bersifat z}anni, dan kurang mencermati
dimensi ajaran yang diyakini sebagai qat}’i>. Dengan meletakkan
237
Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab, 126.
150
238
Masdar F. Mas’udi, ”Meletakkan Kembali Maslahah sebagai Acuan Syari’ah”,
dalam ‘Ulum al-Qur’an, No. 3, Vol. VI, (1995), 97.
151
239
Arto, Praktek Perkara Perdata, 142.
152
240
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), 94.
241
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, 95.
153
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam
Pasal 28 ayat (1) UU No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat”.
Adapun dasar hukum yang terdapat pada pertimbangan hakim
Pengadilan Agama terdiri dari Peraturan Perundang-undangan dan hukum
syara’. Peraturan perundang-undangan disusun urutan derajatnya, misalnya
undang-undang didahulukan dari Peraturan Pemerintah, lalu urutan tahun
terbitnya, misalnya UU Nomor 14 Tahun 1970 didahulukan dari UU Nomor
1 Tahun 1974. Dasar hukum syara’ juga diurutkan berdasarkan
tingkatannya, dimulai dari al-Qur’an, kemudian hadis, baru kemudian
pendapat fuqaha.
Dasar hukum yang digunakan dalam memutus perkara cerai talak
akibat pelanggaran taklik talak di Pengadilan Agama Giri Menang pada
perkara Nomor: 080/Pdt.G/2013/PA.GM, yaitu:242
a. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 jo Pasal
116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam, berbunyi: “suami melanggar
taklik talak”.
b. Kompilasi Hukum Islam pasal 45 dan 46. Pasal 45 menyebutkan bahwa:
kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam
bentuk: 1) taklik talak, 2) perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan
hukum Islam. Adapun dalam pasal 46 disebutkan bahwa: 1) isi sighat
taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam, 2) apabila
keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi
kemudian, tidak sendirinya talak jatuh. Supaya sungguh-sungguh jatuh
istri harus mengajukan persoalnya ke Pengadilan Agama, 3) perjanjian
taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat dicabut kembali.
242
PA Giri Menang, Salinan Putusan Nomor: 080/Pdt.G/2013/PA.GM, 9-11.
154
ول اللَّ ِه صلى اهلل عليه ِ َكا َن الطََّلَ ُق َعلَى َعه ِد رس:عن ابن عباس قال
َُ ْ
ضاهُ َعلَْي ِه ْم ِ ِ ِ ِ ِ وسلم وأ َِِب ب ْك ٍر وسنَت
َ ْي م ْن خَلَفَة ُع َمَر طََلَ ُق الثََّلَث فَأ َْم
َْ َ َ َ َ
.)عمر (رواه البخارى ومسلم
Artinya: Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Pada masa Rasulullah SAW, Abu
Bakar dan 2 tahun pemerintahan Umar, talak tiga sekaligus
hanya diberlakukan talak satu dan Umar pun memberlakukan
ketentuan tersebut pada rakyatnya (HR. Bukhari dan Muslim).
"طلق ركانة امرأته ثَلثًا ِف جملس,عن ابن عباس رضي اهلل عنهما قال
فسأله رسول اهلل صلى اهلل عليه..شديداً فحزن عليها حزنًا.واحد
243
Usman, Qawanin al-Syari’ah, 80.
155
حكمه حكم الوحدة وال تأثري للفظ ِف ذلك: وقال أهل الظاهر ومجاعة
Artinya: Madzhab Dhahiriyah dan Jama’ah berpendapat bahwa
hukumnya (talak tiga sekaligus) adalah hanya berlaku talak
satu dan tidak ada efek yuridis dalam ucapan talak tiga
sekaligus tersebut.
Setelah mempertimbangkan fakta hukum, alat bukti, dan saksi-saksi
dalam persidangan, Majelis Hakim pada perkara No.
080/Pdt.G/2013/PA.GM, berkesimpulan bahwa dengan diajukannya
permohonan oleh pemohon, majelis hakim berpendapat bahwa pemohon
telah beri’tikad baik dan oleh karenanya permohonan pemohon dapat
dipertimbangkan demi memberikan kepastian hukum dan memberikan
keyakinan kepada pemohon dan termohon terhadap status perkawinannya
tersebut.
Meskipun terdapat ulama yang berpendapat bahwa talak tiga yang
diucapkan/dijatuhkan dalam satu waktu tetap jatuh talak tiga, akan tetapi
dalam perkara No. 080/Pdt.G/2013/PA.GM, berdasarkan hadits-hadits dan
pendapat ulama sebagaimana termuat dalam pertimbangan majelis hakim
dan demi kemaslahatan rumah tangga pemohon, termohon serta kedua
156
anaknya tersebut, maka mejelis hakim berpendapat bahwa talak tiga yang
diperjanjikan oleh pemohon dalam taklik talak yang diucapkan oleh
pemohon hanya jatuh talak satu.244
Majelis Hakim kemudian menghubungkan fakta-fakta hukum
tersebut dengan peraturan perundang-undangan, hadis dan pendapat ulama
dalam kitab fikih sebagai dasar hukum sebagaimana tersebut di atas. Setelah
menghubungkan fakta hukum dan dasar hukum tersebut, Majelis Hakim
mengabulkan permohonan Pemohon, yakni menyatakan sah taklik talak
yang diucapkan oleh Pemohon dan menjatuhkan talak satu raj’i Pemohon
terhadap Termohon. Jadi meskipun dalam taklik talak tersebut Pemohon
telah menggantungkan talak tiga, akan tetapi majelis hakim memutus jatuh
talak satu.
Peceraian atau talak dapat diajukan kepada Pengadilan Agama guna
untuk dinyatakan sahnya perceraian dan memiliki kekuatan hukum sesuai
dengan penetapan Kompilasi Hukum Islam. Jika kita lihat menurut fikih
klasik, perceraian dapat jatuh apabila suami mengucapkan ikrar talak
terhadap istrinya, tetapi talak ini hanya sah menurut agama saja dan tidak
sah menurut hukum yang ditetapkan di negara Indonesia karena tidak
dilakukan pengucapan ikrar talak suami di muka sidang Pengadilan Agama.
Demikian juga halnya dengan talak tiga yang diucapkan sekaligus,
ketika diajukan ke Pengadilan Agama maka talaknya jatuh satu bukan tiga.
Dalam hal talak tiga yang diucapkan sekaligus, ulama berbeda pendapat dan
hakim pengadilan agama memilih pendapat ulama yang mengatakan talak
tersebut jatuh satu. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim:
ك فَلَ َّما َكا َن ِ ِ اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم وأَِِب ب ْك ٍر و
َ ال قَ ْد َكا َن َذل
َ اح َد ًة فَ َق َ َ َ َ ََ َْ ُ َ
.)َج َازهُ َعلَْي ِه ْم (روه مسلم ِ ِ ِ
َ َّاس ِِف الطَّ ََلق فَأ
ُ ِف َع ْهد ُع َمَر تَتَايَ َع الن
Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah
mengabarkan kepada kami Sulaiman bin Harb dari Hammad bin
Zaid dari Ayyub As-Sakhtiyani dari Ibrahim bin Maisarah dari
Thawus bahwa Abu As Shahba` berkata kepada Ibnu Abbas :
Beritahukanlah kepadamu apa yang engkau ketahui! Bukankah
talak tiga (yang diucapkan sekaligus) pada masa Rasulullah SAW
dan Abu Bakar dinyatakan hanya jatuh talak sekali? Jawab Ibnu
Abbas: Hal itu telah berlaku, dan pada masa pemerintahan Umar,
orang-orang terlalu mudah untuk menjatuhkan talak, lantas dia
memberlakukan hukum atas mereka (yaitu jatuh talak tiga dengan
sekali ucap). (HR. Muslim, Hadis Nomor 1472).245
245
Muslim, Shahih Muslim, 1099.
158
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan secara panjang lebar
pada bab-bab sebelumnya, setelah dibahas dan dianalisis, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ketentuan taklik talak menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
merupakan bagian dari perjanjian perkawinan. Taklik talak diucapkan oleh
mempelai pria setelah dilangsungkannya akad pernikahan. Taklik talak
bukan suatu hal yang wajib dibacakan saat pernikahan dilangsungkan,
akan tetapi sebuah pilihan. Namun sekali diucapkan taklik talak tidak
dapat ditarik kembali atau diubah, meskipun dengan persetujuan pihak istri
dan suami. Implikasi hukum yang dapat ditimbulkan adalah apabila suami
melanggar ikrar taklik talak tersebut, maka itu dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran, dan pelanggaran tersebut dapat dijadikan alasan oleh istri
untuk mengajukan tuntutan perceraian kepada pengadilan agama. Adapun
bentuk pelanggaran taklik talak yang bisa dijadikan alasan mengajukan
perceraian, antara lain: (1) Meninggalkan istri 2 tahun berturut-turut, (2)
Tidak memberi nafkah wajib 3 bulan lamanya, (3) Menyakiti
badan/Jasmani istri atau, (4) Membiarkan atau tidak memperdulikan istri
selama 6 bulan atau lebih.
2. Pelanggaran taklik talak merupakan salah satu alasan dari beberapa alasan
yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam untuk dapat
mengajukan perceraian. Majelis Hakim dalam menangani perkara
perceraian karena pelanggaran taklik talak berupaya agar para pihak
berdamai, namun apabila tidak berhasil maka hakim akan meneruskan
acara pada pemeriksaan perkara yang diakhiri dengan putusan hakim.
Adapun yang dijadikan sebagai pertimbangan oleh Majelis Hakim
Pengadilan Agama Giri Menang, sebagaimana hasil penelitian ada dua
pertimbangan yang digunakan. Pertama, pertimbangan hukum, ketika
160
tidak ada salahnya untuk membuat perjanjian pra nikah, supaya pihak
suami tidak terlalu sewenang-wenang dalam memperlakukan istrinya.
4. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukan bagi pejabat-
pejabat pemerintah yang dalam hal ini adalah pihak Kantor Urusan Agama
untuk senantiasa memberikan arahan kepada calon mempelai yang akan
melangsungkan pernikahan untuk lebih memperhatikan hak-hak dan
kewajiban dalam rumah tangga.
5. Bagi Majelis Hakim Pengadilan Agama Giri Menang pada khususnya dan
semua instansi Pengadilan Agama pada umumnya, dengan hasil penelitian
ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dalam membenahi pelaksanaan
peradilan agar tercapai rasa keadilan bagi masyarakat.
C. Saran-Saran
Dengan bekal dan kemampuan yang sangat terbatas ini penulis
mencoba untuk memberikan saran-saran dengan harapan dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu hukum terutama hukum keluarga (Ah}wa>l Al-
Syakhs}iyyah) dan bagi pelaksanaan hukum dalam masyarakat, adapun saran-
saran tersebut adalah:
1. Mengingat kehidupan rumah tangga penuh dengan problematika, maka
disarankan pada calon suami istri yang hendak melaksanakan pernikahan
benar-benar mempersiapkan secara matang, bukan hanya sekedar menuruti
hawa nafsu belaka. Dalam memasuki kehidupan rumah tangga perlu
persiapan mental yang kuat, sehingga problem yang ada dalam rumah
tangga dapat diatasi dengan baik dan suami istri berhasil dengan baik
dalam rangka membangun keluarga bahagia sesuai dengan syari’at Islam.
2. Keberadaan taklik talak merupakan salah satu bentuk jaminan
perlindungan hukum bagi istri dari tindakan kesewenang-wenangan suami.
Oleh karena itu maka perlu payung hukum yang kuat dan jelas. Pengaturan
taklik talak diharapkan tidak hanya diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
dan Peraturan Menteri Agama saja, melainkan harus juga diatur secara
tegas dalam Undang-undang Perkawinan yang menyatakan bahwa taklik
talak merupakan perjanjian dalam perkawinan.
162
A. Identitas Narasumber
Nama : .................................................................................
B. Pertanyaan
1. Bagaimana pendapat Bapak tentang taklik talak, apakah taklik talak dapat
dijadikan sebagai alasan mengajukan perceraian?
2. Apa saja bentuk-bentuk/model pelanggaran taklik talak yang dijadikan
sebagai alasan mengajukan perceraian di Pengadilan Agama Giri Menang?
3. Biasanya dalam kasus pelanggaran taklik talak, pihak yang dirugikan adalah
istri kemudian dengan alasan pelanggaran taklik talak tersebut pihak istri
mengajukan gugatan perceraian. Namun dalam perkara No.
080/Pdt.G/2013/PA.GM, yang melanggar taklik talak adalah suami dan pihak
suami sendiri yang mengajukan perceraian. Bagaimana pandangan bapak
terhadap kasus tersebut?
4. Menurut Bapak, jika terjadi pelanggaran taklik talak, siapa seharusnya yang
mengajukan gugatan perceraian?
5. Dalam memutuskan perkara perceraian dengan alasan pelanggaran taklik
talak, apakah hakim mendasarkan pada undang-undang saja atau merujuk
pada sumber-sumber lain?
6. Mana yang lebih dominan yang digunakan sebagai pertimbangan dalam
memutus cerai perkara pelanggaran taklik talak ini? apakah dari ijtihad
sendiri atau semata-mata bersandar pada undang-undang yang berlaku?
7. Bagaimana hakim membuktikan adanya pelanggaran taklik talak dan
bagaimana cara menyelesaikannya?
8. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara perceraian
dengan alasan pelanggaran taklik talak?
HASIL WAWANCARA
1. Taklik talak boleh atau jaiz” dan bukan keharusan dalam perkawinan.
Taklik talak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan perceraian
2. Selama tugas di Pengadilan Agama Giri Menang belum pernah
menyidangkan cerai dengan alasan taklik talak.
3. Belum sempat baca putusan tsb,,….
4. Pada umumnya (taklik pada buku nikah) yang di persyaratkan salah
satunya adalah ketidak ridhoan istri terhadap kondisi/keadaan yang disebut
dalam sighat, maka dalam hal ini istri yang mengajukan atas pelanggaran
taklik dari suami.
5. Secara azas hakim wajib memedomani UU dan sumber hokum lain yang
dibenarkan dalam hokum acara.
6. Saya berpendapat bahwa ijtihad dan undang-undang bukan dalam hal yang
vis a vis karena ijtihad adalah proses pengambilan kesimpulan hokum
yang tentu dapat juga didasarkan dari UU atau sumber hokum lainnya.
7. Sederhana saja, pelajari sighat taklik, lalu gunakan hokum pembuktian
dalam menentukan apakah taklik itu sudah dilanggar atau belum.
8. Hakim harus menimbang sejauh mana bentuk sighat dan pelanggaran yang
dijadikan alasan apakah benar terdapat korelasai dan akibat yang menjadi
syarat dalam jatuhnya taklik. Jika yam aka telah terbukti bahwa taklik
telah dilanggar.
HASIL WAWANCARA
Melawan
Srianu binti H. Mahli, umur 33 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah
tangga, bertempat tinggal di Dusun Mendagi, Desa Beleke,
Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat,sebagai
Termohon;
Saksi II: SAPUAN bin BADERUN, umur 31 tahun, agama Islam, pekerjaan
Karyawan PT. Indocement, tempat kediaman di Dusun Lembar,
Desa Lembar, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat,
dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut:
TENTANG HUKUMNYA
Artinya: “Dari ibnu abbas, ia berkata : Pada masa Rasulullah saw, Abu
Bakar dan 2 tahun pemerintahan Umar, talak tiga sekaligus
hanya diberlakukan talak satu dan Umar pun memberlakukan
ketentuan tersebut pada rakyatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
فحزن. "طلق ركانة امرأته ثَلثًا ِف جملس واحد,عن ابن عباس رضي اهلل عنهما قال
:كيف طلقتها؟ قال: فسأله رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم..شديدا
ً عليها حزنًا
. فأرجعها إن شئت، فإمنا تلك واحدة: قال. نعم: ِف جملس واحد؟ قال: فقال.ثَلثًا
(" )رواه أمحد وأبو يعلى.فراجعها
حكمه حكم الوحدة وال تأثري للفظ ِف ذلك: وقال أهل الظاهر ومجاعة
ttd ttd
ttd
Panitera Pengganti,
ttd
Jumlah : Rp 211.000,00