Anda di halaman 1dari 160

LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI LITERTUR

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KELUARGA PENGAWASAN


MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU
DENGAN MASALAH KETIDAK EFEKTIFAN
MINUM OBAT PENDERITA
TUBERCULOSIS PARU

Oleh :

ARIE WIJAYA
NIM : 2017.1202

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LAHAT TAHUN 2020
LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI LITERATUR

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KELUARGA PENGAWASAN


MINUM OBAT PADA PASIETUBERCULOSIS PARU
DENGAN MASALAHKETIDAK EFEKTIFAN
MINUM OBAT PENDERITA
TUBERCULOSIS PARU

Disusun untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan


(Amd.Kep)Pada program Studi D-3 Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Palembang

Oleh :

ARIE WIJAYA
NIM : 2017.1202

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LAHAT TAHUN 2020

i
PERYATAAN PERSETUJUAN

Laporan Tugas Akhir Studi Literatur Dengan Judul :

“Implementasi keperawatan Keluarga Pengawasan Minum Obat Pada Pasien


Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat Penderita
Tuberculosis Paru “

Oleh:Arie Wijaya

NIM: 2017.1202

Telah diperiksa disetujui untuk di pertahankan di hadapan Tim Penguji


Sidang Ujian Laporan Tugas Akhir Studi Literatur Pada Program Studi DIII
Keperawatan Lahat Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Palembang.

Lahat, April 2020

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. A.Gani, S.Pd, SKM, S.Kep, M.Kes Yunike, S,Kep, Ners, M.Kes

NIP. 196609041989011003 NIP. 198006192002122001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir studi Literatur oleh Arie Wijaya NIM: 2017.1202 dengan
Judul : “Implementasi keperawatan Keluarga Pengawasan Minum Obat Pada
Pasien Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat
Penderita Tuberculosis Paru “

Dewan Penguji

Penguji ketua Penguji I Penguji II

H.A.Gani,Spd,SKM,S.Kep,M.Kes Sumitro Adi Putra,S.Kep,Ns,M.Kes Kamesyworo, SST,MM


NIP. 196609041989011003 NIP.19760308000031004 NIP.197304261997031006

Mengetahui
Ka.Prodi Keperawatan Lahat

H.A.Gani,S.Pd,SKM,S.Kep,M.Kes
NIP. 196609041989031003

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ARIE WIJAYA

NIM : 2017.1202

Program Studi : D III Keperawatan

Institusi : Poltekkes Kemenkes Palembang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Tugas Akhir Studi Literatur yang
saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui
sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Laporan Tugas Akhir
Studi Literatur ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.

Lahat, April 2020


Pembuat Pernyataan

Arie Wijaya
NIM : 2017.1202

Mengetahui
Pembimbing Utama\ Pembimbing Pendamping

Yunike,S.Kep,Ns.,M.Kes
H.Abdul Gani,SPd,SKM,S.Kep,M.Kes
NIP. 198006192002122001
NIP. 196609041989031003

iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI
LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI LITERATUR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan


Lahat, saya yang bertanda Tangan di bawah ini :

Nama : ARIE WIJAYA

NIM : 2017.1202

Program Studi : Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lahat

Jurusan : D3 Keperawatan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepeda


Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lahat Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non- exclusive Royalty – Free Right) atas Laporan Tugas Akhir
Studi Literatur saya yang berjudul : Penerapan Relaksasi Nafas Dalam Pada
Pasien Hipertensi Dengan Masalah Cemas.
Besarta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Poltekkes Kemenkes Palembang berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan
tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Lahat
Pada tanggal : April 2020
Yang menyatakan

ARIE WIJAYA
NIM. 2017.1202

v
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN LAHAT

LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI LITERATUR, APRIL 2020


ARIE WIJAYA

Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan Minum Obat Pada Pasien


Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat
Penderita Tuberculosis Paru

Xv + 72 Halaman + 2 Tabel + 1 Gambar + 4 Daftar Lampiran

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20 tahun


World Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung di
dalamnya mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah
suatu penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh infeksi menular oleh bakteri
Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif
melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera
diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian, Bertujuan Untuk Mendapatkan Gambaran Pelaksanaa
Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan Minum Obat Pada Pasien
Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat Penderita
Tuberculosis Paru Diwilayah Kerja Puskesmas Bandar Jaya Tahun 2020”Metode
ini menggunakan Studi kasus deskriptif ,Data diperoleh dari artikel dari 5 artiker
penelitian terlebih dahulu subyeknya pengawasan minum obat dengan implemtasi
yang sama,Hasil dari penelitian Setelah dilakukan pengawasan minum obat pasien
dapat teratur dalam minum obat dan kesembuhannya,
Kata kuci : Pengawasan Minum Obat (PMO),Ketidak Efektifan Minum
obat,Tuberculosis Paru

vi
POLYTECHNIC OF HEALTH PALEMBANG
MAINTENANCE PRODUCTION

STUDI LITERATURE FINAL PROJECT REPORT, APRIL 2020


ARIE WIJAYA

Implementation of Family Nursing Supervision for Taking Drugs in Lung


Tuberculosis Patients with Problems of Ineffectiveness in Taking Medication
for Lung Tuberculosis Patients

Xv + 72 Pages + 2 Tables + 1 Figure + 4 List of Attachments

ABSTRACT

Tuberculosis is a major health problem in the world. In 20 years the World Health
Organitation (WHO) with the countries that are members in it strives to reduce
pulmonary TB. Pulmonary tuberculosis is a contagious infectious disease caused
by infectious infections by the bacterium Mycobacterium tuberculosis.The source
of transmission is smear positive TB patients through sputum sputum which is
issued. This disease if not treated immediately or treatment is incomplete can
cause dangerous complications until death, Aiming to Get a Picture of
Implementation Implementation of Family Nursing Supervision of Drugs Taking
Medicines in Lung Tuberculosis Patients with Problems of Ineffectiveness in
Taking Drugs for Lung Tuberculosis Patients in the Working Area of Bandar Jaya
Health Center in 2020 This case study uses descriptive, data obtained from
articles from 5 research artists in advance the subject of supervision taking
medication with the same implementation, results from research After supervision
is done taking medication patients can regularly take medication and cure,

Key words: Oversight to Take Medication (PMO), Ineffectiveness of Taking


Medication, Lung Tuberculosis.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulisan menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Studi

Literatur judul :”Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan Minum Obat

Pada Pasien Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat

Penderita Tuberculosis Paru” ini dapat diselesaikan. Laporan tugas Akhir Studi

Litertur ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh

gelar Diploma III Keperawatan pada Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi

Keperawatan Lahat. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak mendapat

bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang.

2. Ibu Hj. Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang.

3. Bapak H. Abdul Gani, S..Pd, SKM, S.Kep, M.Kes selaku ketua Prodi

Keperawatan Lahat

4. Bapak H.Abdul Gani, S.Pd, SKM, S.Kep, M.Kes selaku dosen

pembimbing utama yang yang telah membimbing penulis dengan sabar,

tekun, teliti, bijaksana dan sangat cermat memberikan masukan serta

motivasi dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir Studi Literatur ini

5. Ibu Yunike, S,Kep, Ners, M.Kes selaku dosen pembimbing pendamping,

yang dengan sabar membimbing penulis, senantiasa meluangkan waktu,

viii
dan sangat cermat memberikan masukan untuk perbaikan Laporan Tugas

Akhir Studi Literatur ini

6. Bapak Sumitro Adi Putra,S.Kep,Ns,M.Kes selaku dosen penguji I yang

telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam peyusunan Laporan Tugas Akhir Studi Literatur ini

7. Bapak Kameysworo, SST,MM selaku dosen penguji II yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

peyusunan Laporan Tugas Akhir Studi Literatur ini

8. Seluruh Staf dan Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi

Keperawatan Lahat yang telah memberikan bimbingan, selama penulisan

mengikuti pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi

Keperawatan Lahat.

9. Sahabat yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Laporan

Tugas Akhir Studi Literatur ini Semoga amal dan budi baik bapak serta

ibu mendapat pahala yang berlimpah dari Allah SWT, akhirnya penulis

mengharapkan Laporan Tugas Akhir Studi Literatur ini dapat berguna

untuk peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan.

Lahat, April 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBI ..........................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...............................................................iii
HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS ......................................................iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .........................................................v
ABSTRAK ................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................................viii
DAPTAR ISI .............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................................5
1. Tujuan Umum .........................................................................................5
2. Tujuan Khusus ........................................................................................5
D. Manfaat Stidi Kasus .......................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Tuberculosis Paru ...................................................................7
1. Definisi Tuberkulosis ..............................................................................7
2. Etiologi .....................................................................................................8
3. Patofisiologi .............................................................................................9
4. Pathway ....................................................................................................13
5. Klasifikasi Tuberkulosis...........................................................................14
6. Gejala Klinis.............................................................................................16
7. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................18

x
8. Penatalaksanaan .......................................................................................20
B. Konsep Keluarga ............................................................................................27
1. Definisi Keluarga .....................................................................................27
2. Struktur Keluarga .....................................................................................27
3. Tipe Keluarga ...........................................................................................28
4. Ciri-Cirin Keluarga ..................................................................................29
5. Fungsi Keluarga .......................................................................................30
6. Tahap Perkembangan keluarga ................................................................31
7. Tugas keluarga .........................................................................................34
C. Asuhan Keperawatan Keluarga ......................................................................36
1. Pengkajian ...............................................................................................36
a. Data umum .........................................................................................36
b. Riwayat Perkembangan Keluarga ......................................................39
c. Fungsi Keluarga..................................................................................41
d. Fungsi reproduksi ...............................................................................42
e. fungsi ekonomi ...................................................................................42
f. Stres dan koping .................................................................................42
g. Pemeriksaan fisik................................................................................43
h. Harapan keluarga ................................................................................43
D. Diagnosa .........................................................................................................43
E. Intervensi ........................................................................................................46
F. Implementasi ...................................................................................................47
G.Evaluasi ...........................................................................................................48
H.Pengawasan Minum Obat................................................................................49
1. Pengertian ................................................................................................49
2Tujuan pengawasan minum obat ...............................................................50
3.Cara kerja .................................................................................................50

xi
BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Dessain Penelitian .................................................................................................51

B. vertibel Penelitian ..................................................................................................51

C. Kriteria literature yang digunakan .........................................................................52

D. sumber artikel ........................................................................................................52

E.Langkah studi literature ..........................................................................................52

F.Analisa data dan penyajian hasil penelitian ............................................................54

G.Etika Penelitian ......................................................................................................58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .....................................................................................................59

B.Pembahasan ............................................................................................................65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ............................................................................................................72

B.Saran .......................................................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
Daftar Gambar

Pathway Tuberculosis Paru ................................................................................... 13

xiii
DAFTAR TABEL

F.Analisa Data Dan Penyajian Hasil Penelitian .................................................... 54

4.1 Review Literatur Implementasi pengawas minum obatpada pasien Tuberculoia

Paru ................................................................................................................... 61

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsul Pembimbing I

Lampiran 2 Lembar Konsul Pembimbingan II

Lampiran 3 Lembar Pengajuan Judul

Lampiran 4 Lembar Artikel

xv
BAB I

PENDAHUULUAN

A. Latar belakang

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam

20 tahun World Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang

tergabung di dalamnya mengupayakan untuk mengurangi TB Paru.

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh

infeksi menular oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan

yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya.

Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat

menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).

Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi

perhatian global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden

dan kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis

diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta

kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara

dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan

10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai beban TB terbesar ke-2

di dunia setalah India, dan termasuk dalam High Burden Countries dengan

total biaya yang diperlukan untuk penanganan TB sebanyak US$ 117 juta. Di

Indonesia sendiri biaya pengobatan pasien TB mencapai Rp.1.843.537 dengan

1
2

sebagian besar dihabis-kan pada biaya obat (Unitaid, 2015; WHO,

2015; Sari dkk., 2018).

Hasil survei prevalensi TB Nasional (STPN) 2013-2014 menunjukkan

bahwa beban TB Indonesia yang diperkirakan oleh WHO yaitu sebesar

272/100.000, ternyata jauh lebih besar yaitu didapati angka prevalensi TB

sebesar 647/100.000 atau berarti bahwa 0,65% populasi Indonesia menderita

TB, hal ini setara dengan 1.600.000 kasus TB, dan setiap tahun terjadi

1.000.000 kasus baru (399/100.000). Penemuan kasus TB sebesar 330.729

pada tahun 2015, akan tetapi diperkirakan terdapat 669.271 kasus TB per tahun

yang belum ditemukan, angka pene-muan kasus TB (case detection rate) ini

hanya sebesar 33,07%, ini menyebabkan adanya kesenjangan yang besar dan

harus segera tangani (Kemenkes RI, 2014).

Pemerintah terus berupaya melakukan penyelesaian masalah TB di

Indonesia melalui intensifikasi, akselerasi, ekstensi-fikasi maupun inovasi

program Program Penanggulangan TB Nasional (P2-TB). Penanggulangan TB

harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan dilakukan secara lintas

sectoral (Kemenkes RI, 2011). Oleh karenanya dukungan dan komitmen

berbagai sektor serta pemangku kebijakan yang terlibat sangat diharapkan.

Kementerian Kesehatan RI telah mengam-bil langkah besar dengan menyusun

Rencana Aksi Nasional Penanggu-langan TB tahun 2016 – 2019, sebagai dasar

dan langkah konkrit dan berdaya guna dalam penanggulangan TB secara

kompre-hensif di seluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2017).


3

Berdasarkan profil dinas kesehatan provinsi sumatra selatan, pada tahun

2014 jumlah penemuan kasus TB paru TBA positif di provinsi sumatra selatan

sebayak 5.900 kasus atau sebesar 48,41% (target 70% ) dengan jumlah

penemuan kasus tertinggi terdapat di kota palembang yakni sebanyak 1.422

kasus. Pada tahun 2015 penemuan kasus TB paru BTA positif di provinsi

sumatra selatan meningkat sebanyak 6. 233 kasus atau sebesar 45,05 % ( target

70 %) dengan penemuan tertinggi di kota palembang sebesar 1.286 kasus. Data

tersebut menunjukan bahwa masih tingginya angja penemuan kausu TB paru

BTA positif di kota palembang (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Selatan

Tahun 2014-2015)

Sedangkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, sepanjang tahun

2019 atau hingga Agustus telah terdeteksi 314 warga menderita TBC. Jumlah

tersebut tidak menutup kemungkinan bertambah. Karena itu, masyarakat

diminta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan

menggunakan pelindung diri atau masker jika disekitar lingkungan terdapat

pengidap TBC.(profil Kabupaten lahat 2017)

Menurut data Profil Puskesmas Bandar Jaya pada tahun 2018 jumlah

suspeck yang diperiksa sebanyak 119 orang dan yang dinyatakan positif

menderita TB Paru BTA (+) sebanyak 18 orang. Berdasarkan hasil

laboratorium tersebut maka dilakukan pemberian pengobatan anti tuberculosis

secara rutin selama 6 bulan kepada semua penderita yang dinyatakan positif.

Penderita yang dinyatakan sembuh setelah pemeriksaan kembali sputum BTA

(-) (Profil Puskesmas Bandar Jaya, 2018).


4

Penularan bakteri Mycobacterium Tuberculosis terjadi ketika pasien TB

paru mengalami batuk atau bersin sehingga bakteri Mycobacterium

Tuberculosis juga tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet

yang dikeluarkan penderita TB paru. Jika penderita TB paru sekali

mengeluarkan batuk maka akan menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan

percikan dahak tersebut telah mengandung bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Pasien suspek TB paru yang mengalami gejala batuk lebih dari 48

kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien

suspek TB paru, sedangkan pasien suspek TB paru yang mengalami batuk

kurang dari 12 kali/malam maka akan dapat menginfeksi 28% dari orang yang

kontak dengan pasien yang suspek TB paru (Kemenkes RI, 2016).

Pengobatan Tb akan menyembuhkan sebagian besar tanpa memicu

munculnya kuman resistan(kebal) obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat

penting dipastikann bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberika sesuai

anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang PMO (pengawasan

minum obat) agar mencegah terjadinya resistensi(kebal) otot . Pilihantempat

pemberian pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat

meberikan kenyamanan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada


penelitian ini yaitu Bagaimana “Implementasi Keperawatan Keluarga
Pengawasan Minum Obat Pada Pasien Tuberculosis Paru Dengan Masalah
Ketidak Efektifan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Memperoleh Gambaran Agar Implementasi Keperawatan

Keluarga Pengawasan Minum Obat Pada Pasien Tuberculosis Paru

Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat Penderita

Tuberculosis Paru

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi penelitian/artikel implementasi keperawatan

keluarga pengawasan minum obat pada pasien Tuberculosis paru

dengan masalah ketidak efektifan minum obat penederita

tuberculosis paru

2. Menganalisis hasil penellitian implementasi keperawatan keluarga

pengawasan minum obat pada pasien Tuberculosis paru dengan

masalah ketidak efektifan minum obat penederita tuberculosis paru

3. Dirumuskan rekomendasi hasil penelitian tentang implementasi

keperawatan keluarga pengawasan minum obat pada pasien

Tuberculosis paru dengan masalah ketidak efektifan minum obat

penederita tuberculosis paru

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi pasien/keluarga.
2. Menambah wawasan ilmu pengetahuan pada klien/keluarga bagaimana
cara mengatasi klien dengan pengawasan minum obat Tuberculosis paru.
6

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan


Menambahkan informasi dan pembelajaran mengenai implementasi

keperawatan keluarga pengawasan minum obat pada pasien Tuberculosis

paru dengan masalah ketidak efektifan minum obat penederita tuberculosis

paru.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar TB

1. Definisi

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit

yang menular yang disebabkan oleh basil Miikrobacterium tuberkolusis

yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah

yang sebagian besarbasil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru

melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang

dikenal sebagai focus primer dari ghon (Wijaya 2013)

TBC paru merupakan Penyakit infeksi yang menyerang parenkim

paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri

2009), “ Sementara itu, Junaidi(2010) Menyebutkan tuberkulosis yang

dapat menyerang berbagi organ,terutama paru-paru dengan gejala yang

sangat bervariasi.(Ardiansyah, Muhamad 2012)

Tuberculosis adalah penyakit disebabkan Mycobacterium

tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,

tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD,FK,UI),Tuberculosis

adalah penyakit innfek yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi(Padila 2013)

7
8

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobaterium tubercylosi yang menyerang paru-paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran

pernapasan dan saluran pencernan (GI) dan luka terbuka pada kulit.

Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang

yang terinfeksi bakteri tersebut.(Nanda Nic-Noc 2015)

2. Etiologi

Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang

berbentuk batang dan Tahan asam. (Price, 1997 dalam buku Padila, 2013).

Penyebab tuberculosis adalah M. tuberculosis bentuk batang panjang 1-4

m dengan tebal 0,3-0,5 m. Selain itu juga kuman lain yang memberi

infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.

Penyabab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar

matahari, dan sinar utraviolet. Ada dua macam mycobateria tuberculosis

yaitu Tipe Human Dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu

sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil Tipe Human bisa

berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita

TBC, dan orang yang terkena terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de jong,

dalam buku NANDA,2015).

Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat

bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran


9

melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana

infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (Patrik Davey, dalam

buku NANDA,2015).

Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase : (Wim de jong, dalam

buku NANDA,2015).

1. Fase 1 dan 2 : (Fase Tuberculosis Primer) Masuk kedalaman paru dan

berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh.

2. Fase 3 (Fase Laten) : fase dengan kuman yang tidur (bertahun-

tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan

keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat di tulang panjang,

vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limf hilus, leher dan gijal.

3. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar

ke organ yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru.

3. Patofisilogi

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau

dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini

dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada

tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam

suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai

berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan

menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke

alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.


10

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon

imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit

( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini

basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh

limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi

hipersensitifitas (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya

diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang

besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak

menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang

alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas

lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.

Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit

bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama

leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan

mengalami konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia

seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau

proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau

berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening

menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk

sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh

waktu 10-20 hari.


11

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju

yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa

dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan

fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi

lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk

suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.

Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana

bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi

tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan

percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru

lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen

brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt

dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung

sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi

kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu

lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi

peradangan aktif.
12

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh

darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai

aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada

oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya

sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena

akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus

nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang

masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.( Utis

Sutisna dan Trimar Handayani 200


13

4. Pathway

Faktor predisposisi(kontak
inhalan, usia,lansia, ifeksi HIV,
Gizi buruk, permukaan kumuh)

Invasi/masuknya Mycobacterium tuberculosis


(melalui GI, luka terbuka, saluran nafas)

Paling serig melalui inhalasi druplet karena


bakteri ini saprfit

Basil tuberculin mecapai permukaan alveoli

TUBERKULOSIS Perjalanan peyakit TB

Muncul resp tubuh berupa


gejala fisik megganggu aktifitas

Pasien dan keluarga tidak


mengerti mengenai penyakit
da terapi pengobatan

Khawatir mengenai kondisi


pasien

Kurang Pengetahuan
pengawasan minum obat
14

5. Klasifikasi

Tuberkulosis dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan

dahak (BTA). Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan hasil pemeriksaan

dahak menurut Laban, 2008 yaitu :

Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil

BTA positif.

2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan biakan positif.

a. Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) negatif

1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis

aktif.

2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan mycobacterium tuberculosis positif.

Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society 1974,

dalam Padila 2013 )

1. Kategori 0 :

a. Tidak pernah terpapar/terinfeksi

b. Riwayat kontak negatif

c. Tes tuberku
15

2. Kategori I :

a. Terpapar TB tapi terbukti ada infeksi

b. Riwayat/kontak negatif

c. Tes tuberkulin nergatif

3. Kategori II :

a. Terinfeksi TB tapi tidak sakit

b. Tes tuberkulin positif

c. Radiologis dan seputum negatif

4. Kategiri III :

a. Terinfeksi dan seputum sakit

Di Indonesia Klasifikasikan yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah

kategori 1 :

a. Panduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRE/6HE

Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA

Positif, penderita TB Paru BTA Negatif Roentgen Posif yang

“sakit berat” dan penderita TB ekstra Paru Berat.

Kategori II :

a. Panduan obat 2HRZES/HRZE/5H3E3

Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), penderita

gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai (after

default)
16

Kategori III :

a. Panduan obat 2HRZ/4H3R3

Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen

positif sakit ringan, penderita ekstraparu ringan yaitu TB kelenjar

Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB

tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu

diberikan bila pada akhir tahap intensif dari suatu pengobatan

dengan kategori 1 atau 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA

positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama satu

bulan.

6. Gejala Klinis

Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau

tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dad, batuk darah.

(Mansjoer 1999, dalam buku Padila 2013)

Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia,penurunan berat badan. (Luckman

dkk, 93)

a. Demam : Subfebril menyerupai influenza

b. Batuk : a. Batuk kering (non produktif)batuk produktif(sputum)


b. hemaptoe
c. Sesak nafas : pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya

sudah 1/2 bagian paru-paru

d. Nyeri dada :
17

e. Malaise : anoreksia, nafsu makn menurun, sakit kepala, nyeri otot,

keringat malam.

Gambaran tuberkulosis paru dapat menjadi 2 golongan menurut

Nanda NIC-NOC, 2015, yaitu :

a. Gejala respiratorik

1) Batuk, yaitu gejala timbul paling dini dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian

berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2) Batuk darah, yaitu darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,

mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan

darah dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena

pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung

dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas, yaitu gejala ini dapat ditemukan bila kerusakan

parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai

seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.

4) Nyeri dada, yaitu nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri

pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem pernafasan di

pleura terkena.

b. Gejala sistematik

1) Demam, yaitu gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore

dan malam hari mirip dengan demam influenza.


18

2) Gejala sistematik lain, yaitu keringat malam, anoreksia, penurunan

berat badan serta malaise.

3) Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu/bulan,

akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas

walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan

tuberculosis paru menurut Padila, 2013 yaitu :

a. Laboratorium darah rutin

LED normal / meningkat, limfositosis.

b. Pemeriksaan sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA untuk memastikan diagnostik TB paru,

namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70% pasien

yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Tes PAP adalah uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen

staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

d. Tes Mantoux / Tuberkulin

Tes Mantoux adalah uji serologi imunoperoksidase memakai alat

histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil

TB.
19

e. Pemeriksaan radiologi

Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis tuberculosis

paru,yaitu:

1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus

bawah.

2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular).

Program Dots (Directly Observed Treatment Short)

Lima komponen strategi DOTS menurut WHO dalam Nanda NIC-

NOC, 2015 adalah sebagai berikut :

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana. Komitmen pimpinan yang tinggi mulai dari pusat, provinsi dan

kabupaten/kota sangat menentukan terhadap keberhasilan program TB.

Komitmen ini meliputi kebijakan, keberpihakkan, perhatian begitu juga

dalam bentuk pendanaan untuk mendukung pelaksanaan program TB.

b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Diagnosis

TB dilakukan dengan pemeriksaan spesimen dahak. Pemeriksaan dahak

dilakukan terhadap dahak terduga TB yaitu dahak sewaktu pada waktu

berkunjung ke faskes, dahak pagi yang diambil pagi hari ketika di

rumah dan dahak sewaktu ketika datang ke faskes kembali (SPS).

Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan mikroskopis setelah dibuat

sediaan pada slide.


20

c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan

menggunakan obat anti tuberculosis (OAT), dengan lama pengobatan

enam bulan. Dalam pengobatan harus ada pengawas minum obat. Hal

ini diperlukan agar pasien minum obat secara rutin atau tidak putus

selama jadwal waktu pengobatan. Pengawas minum obat dapat

dilakukan oleh petugas kesehatan, tokoh masyarakat atau keluarganya

sendiri.

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

Obat TB harus tersedia dalam jumlah yang cukup di setiap tingkat

administrasi dan faskes setiap waktu. Hal ini sangat penting agar tidak

terjadi pasien putus berobat yang diakibatkan oleh ketersediaan obat.

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB. Seluruh proses penemuan

dan pengobatan terhadap pasien harus dicatat dan dilaporkan secara

periodik sesuai ketentuan yang berlaku.

8. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan). Panduan obat yang digunakan

terdiri dari panduan obat utama dan tambahan menurut Nanda NIC-NOC,

2015 yaitu :
21

a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan menurut Nanda NIC-NOC,

2015 yaitu :

a) Rifampisin

Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/ minggu atau BB > 60 kg:

600 mg, BB 40-60 kg: 450 mg, BB < 40 kg: 300 mg, dan dosis

intermitten 600 mg/kali.

b) INH

Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kk BB 3 kali seminggu,

15 mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/har. Untuk dewasa,

intermitten: 600 mg/kali.

c) Pirazinamid

Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali seminggu, 50

mg/kg BB 2 kali seminggu atau BB > 60 kg: 1500 mg, BB 40-60 kg:

1000 mg, BB < 40 kg: 750 mg.

d) Streptomisin

Dosis 15 mg/kg BB atau BB > 60 kg: 1000 mg, BB 40-60 kg: 750 mg,

BB < 40 kg: sesuai BB.

e) Etambutol

Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg

BB 3x seminggu. 45 mg/kg BB 2x seminggu atau BB > 60 kg: 1500


22

mg, BB 40-60 kg: 1000 mg, BB < 40 kg: 750 mg, dan dosis intermiten

40 mg/kg BB/kali.

2) Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), kombinasi dosis tetap

ini menurut Nanda NIC-NOC, 2015 yaitu :

a) Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.

b) Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.

c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis

tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase

intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis

2 obat anti tuberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai

dengan pedoman pengobatan.

3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin, kuinolon, obat lain masih dalam penelitian seperti

makrolid, amoksilin + asam klavulanat. Kemudian, derivat rifampisin

dan INH yaitu sebagian besar penderita tuberculosis dapat

menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil

dapat mengalamiefek samping. Oleh karena itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat,

bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik

maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.


23

2.1 Tabel efek samping ringan dan berat dari OAT


Efek samping ringan dari OAT :

Efek samping Penyebab Penanganan

Tidak nafsu makan, Rimpamfisin Obat diminum malam


mual, sakit perut sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin atau


allopurinol

Kesemutan sampai INH Beri vitamin B6


dengan rasa terbakar di (piridoksin 100 mg/hari)
kaki

Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan tidak


air seni perlu diberi aba-aba

2.2 Tabel efek samping ringan dan berat dari OAT


Efek samping berat dari OAT :

Efek samping Penyebab Penanganan

Gatal dan Semua jenis OAT Beri antihistamin dan

kemerahan pada dievaluasi ketat

kulit

Tuli Streptomisin Streptomisin

dihentikan

Gangguan Streptomisin Streptomisin


24

keseimbangan dihentikan

Ikhterik Hampir semua Hentikan semua

OAT OAT dan ikhterik

menghilang

Bingung dan Hampir semua Hentikan semua

muntah-muntah OAT OAT dan lakukan uji

fungsi hati

Gangguan Ethambutanol Hentikan

penglihatan ethambutanol

Pura-pura dan shock Rifampisin Hentikan rifampisin

(Sumber : Nanda NIC-NOC, 2015).

a. Paduan Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis menurut Nanda NIC-NOC, 2015 dibagi menjadi :

1) TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH

Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE / 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk TB paru BTA (+) kasus baru, TB paru BTA

dengan gambaran radiologik lesi luas, TB di luar paru kasus berat.

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,

dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE / 7R3H3, seperti pada

keadaan TB dengan lesi luas, disertai penyakit komorbid (Diabetes Mellitus,

pemakaian obat imunosupresi / kortikosteroid), TB kasus berat (millier).


25

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan

hasil uji resistensi.

2) TB paru (kasus baru), BTA negatif

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

Alternatif : 2 RHZ / 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk TB paru BTA negatif dengan gambaran

radiologik lesi minimal, TB di luar paru kasus ringan, TB paru kasus

kambuh. Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam

OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat

diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6

bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat

yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji

resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES / 1 RHZE /

5R3H3E3 (Program P2TB).

3) TB paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal

menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif

(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal

selama 1-2 tahun.

4) TB paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan

kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :


26

a) Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan

OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

b) Penderita menghentikan pengobatannya > 2 minggu

c) Berobat > 4 bulan, BTA megatif dan klinik, radiologik negatif,

pengobatan OAT STOP.

d) Berobat > 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan

paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih

lama.

e) Berobat < 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan

paduan obat yang sama.

f) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu

pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

5) TB paru kasus kronik

a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan

hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif

dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain

seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.

b) Jika tidak mampu diberikan INH seumur hidup, pertimbangkan

pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan


27

B. KONSEP KELUARGA

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung

karena hubungan darah, Perkawinan, atau adopsi, yang hidup dalam

satu rumah tangga saling berinteraksi satu sama lainnnya dalam

perannya, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

Definisi lainnya adalah dua atau lebih Individu yang berasal dari

kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling

mengikutsertakan dalam kehidupan yang terus-menerus, biasanya

bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional, dan

adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya. Dapat

disimpulkan bbahwa keluarga adalah kumpulan dua individu atau lebih

yang trkait oleh darah,perkawinan ,atau adopsi yang tinggal dalam satu

rumah atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama yang lain .(

Bakri 2017)

2. Struktur Keluarga

Struktur Keluarga Menurut Friedmen (Via Effendy 1998) dalam

Bakri 2017, Terbagi Menjadi Empat yaitu :

1. Pola Komunikasi Keluarga

Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah

hubungan, tak hanya bagi keluarga melaikan berbagai keluarga

melaikan berbagai macam hubungan.


28

2. S/truktur peran

Setiap individu dalam masyarakat memiliki pernannya masing

masing.Satu sama lain relatif berbeda tergantung pada kepastiannya.

Begitu pula dalam sebuah keluarga seorang anak tidak mungkin

berperan sama dengan bapak atau ibunya.

3. Struktur Kekuatan

Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adannya kekuasaan atau

kekuatan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk

mengendalikan dan memengaruhi anggota keluarga.

4. Nilai – Nilai Dalam Kehidupan Keluarga

Dalam suatu kelompok selalu terdapat nilai-nilai yang dianut

bersama, meski tanpa tertuli, Nilai-nilai tersebut akan terus jika

masih ada anggota yang melestarikannya.Artinya sebuah nilai akan

terus berkembang mengikuti anggotannya.

3. Tipe Keluarga

Menuurut Bakri 2017, Secara tradisinal keluarga dikelompokan

menjadi dua, yaitu:

1. Keluarga Inti (nuclear Family)

Keluarga inti merupakan keluarga kecil dalam satu rumah. Dalam

keseharian, anggota keluarga inti ini hidup bersama dan saling

menjaga.Mereka adlah ayah, ibu dan anak-anak


29

2. Keluarga Besar (Exstended Family)

Keluarga besar cendrung tidak hidup bersama-sama dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena keluarga besar

merupakan gabungan dari beberapa keluarga inti yang bersumbu dari

satu keluarga inti.

4. Ciri – Ciri Keluaraga

Menuurut Dewi Fatmala, 2019 Ciri-ciri keluarga umum, yaitu :

a) Diikat dalam suatu tali perkawinan

b) Ada hubungan darah

c) Ada ikatan batin

d) Ada tanggung jawab masing-masing anggota keluarganya

e) Ada pengambilan keputusan

f) Kerja sama diantara anggota keluarga

g) Komunikasi interaksi diantara anggota keluarga

h) Tinggal dalam satu rumah

keluarga kandung yang terdiri dari beberapa generasi, dimana hubungan

itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal adalah keluarga kandung yang terdiri dari beberapa generasi,

dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal

Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

kandung istri.
30

d. Patrilokal

Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

kandung suami.

e. Keluarga Kawin

Keluarga kawin adalalah hubungan suami istri sebagai dasar untuk

membina keluarga dari pihak suami maupun istri.

5.Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Harmoko, 2012 yaitu :

a. Fungsi biologis

Fungsi biologis yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara

dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

b. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi

keluarga, memberikan perhatian di antara keluarga, memberikan

kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas

pada keluarga.

c. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi yaitu membentuk norma-norma tingkah laku sesuai

dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-

nilai budaya.
31

d. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi

kebutuhan keluarga di masa yang akan datang.

e. Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan yaitu memberikan pengetahu.an, keterampilan,

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan

datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta

mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

6. Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan menurut Harmoko, 2012 yaitu :

a. Tahap 1 (pasangan baru atau keluarga baru)

Keluarga baru di mulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami

dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan

meninggalkan keluarga masing-masing. Tugas perkembangan keluarga

pada tahap ini adalah membina hubungan intim, menetapkan tujuan

bersama, membina hubungan dengan keluarga lain atau kelompok sosial,

merencanakan anak atau keluargaberencana, menyesuaikan diri dengan

kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua.


32

b. Tahap 2 (kelahiran anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran di mulai dari kehamilan sampai

kelahiran anak pertama. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini

adalah mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua, membagi peran dan

tanggung jawab, menata ruang untuk anak, mempersiapkan biaya untuk

anak, dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita.

c. Tahap 3 (anak pra sekolah)

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun sampai 5 tahun.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah memenuhi

kebutuhan anggota keluarga, membantu anak untuk bersosialisasi,

mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar

lingkungan keluarga, dan pembagian tanggung jawab anggota keluarga

d. Tahap 4 (anak usia sekolah)

Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada

usia 6 tahun sampai 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap

ini adalah memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak,

pendidikan dan semangat belajar, mendorong anak untuk mencapai

pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas untuk anak.

e. Tahap 5 (anak remaja)

Tahap ini di mulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun sampai 19-

20 tahun. Tujuan utama pada tahap ini adalah memberi tanggung jawab

serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi

dewasa. Tugas perkembangan keluarga tahap ini adalah memberikan


33

kebebasan yang seimbang dan mempertahankan komunikasi terbuka

antar anak dan orang tua.

f. Tahap 6 (anak dewasa)

Tahap ini di mulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Tujuan

utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk

tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Tugas

perkembangan keluarga tahap ini adalah memperluas keluarga inti

menjadi keluarga besar, berperan sebagai suami, istri, kakek, dan nenek,

menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-

anaknya.

g. Tahap 7 (usia pertengahan)

Tahap ini di mulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah

dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mempertahankan

kesehatan, mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti

mengolah minat sosial dan waktu santai, mempertahankan hubungan

dengan anak dan keluarga, dan mempersiapkan diri untuk menjadi

manusia lanjut usia.

h. Tahap 8 (usia lanjut)

Tahap terakhir perkembangan keluarga di mulai pada saat salah satu

pasangan pensiun dan salah satu pasangan meninggal. Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mempertahankan suasana

rumah yang menyenangkan, mempertahakan hubungan antara suami dan


34

istri serta saling merawat, menerima kematian pasangan dan

mempersiapkan kematian.

7. Tugas Keluarga

Tugas keluarga menurut Harmoko, 2012 yaitu :

a. Pemeliharaan fisik

Keluarga bertanggung jawab menyediakan tempat bernaung, pakaian

yang sesuai dan makanan yang bergizi, serta asuhan kesehatan atau

keperawatan yang memadai.

b. Pemeliharaan sumber

Sumber-sumber tersebut meliputi keuangan, waktu pribadi, energi dan

hubungan dengan orang lain. Kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga

dipenuhi melalui penganggaran dan pembagian kerja untuk

menyediakan bahan, ruangan dan fasilitas melalui hubungan

interpersonal untuk saling membagi wewenang, menghormati dan

perhatian.

c. Pembagian kerja

Anggota keluarga menetapkan siapa yang akan memikul tanggung

jawab, seperti memperoleh penghasilan atau mengelola tugas

kerumahtanggan.

d. Sosialisasi anggota keluarga

Keluarga mempunyai tanggung jawab untuk membimbing

berkembangnya secara matang pola perilaku yang diterima


35

masyarakat, menyangkut kebutuhan makan, eliminasi, istirahat, tidur,

dan interaksi dengan orang lain.

e. Pengaturan jumlah anggota keluarga

Melahirkan, adopsi dan membesarkan adalah tanggung jawab

keluarga. Kebijakan-kebijakan ini ditetapkan untuk memasukkan

orang lain ke dalam keluarga seperti untuk saudara, orang tua tiri,tamu

dan teman
36

C. Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahapan seorang perawat mengumpulkan

informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang

dibinanya. Secara garis besar data dasar yang dipergunakan mengkaji

status keluarga adalah struktur dan karakteristik keluarganya, sosial,

ekonomi, budaya, faktor lingkungan, riwayat kesehatan dan medis dari

setiap anggota keluarga, psikososial keluarga (Harmoko, 2012). Hal-hal

yang perlu dikaji pada tahap ini menurut Harmoko, 2012 yaitu :

a. Data umum

1) Nama kepala keluarga, umur, alamat, dan telepon jika ada, pekerjaan

dan pendidikan kepala keluarga, komposisi keluarga yang terdiri atas

nama atau inisial, jenis kelamin, tanggal lahir atau umur, hubungan

dengan kepala keluarga, status imunisasi dari masing-masing anggota

keluarga, dan genogram (genogram keluarga dalam tiga generasi).

2) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau

masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

3) Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal suku

bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi budaya suku bangsa

terkait dengan kesehatan seperti latar belakang etnik keluarga atau

anggota keluarga, tempat tinggal keluarga, kegiatan-kegiatan sosial

budaya, rekreasi dan pendidikan, kebiasaan-kebiasaan diet dan

berbusana, baik tradisional maupun modern, bahasa yang digunakan di


37

dalam keluarga (rumah), penggunaan jasa pelayanan kesehatan keluarga

dan praktisi.

4) Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan

yang dapat memengaruhi kesehatan seperti :

a) Keterlibatan keluarga dalam kegiatan agama atau organisasi

keagamaan.

b) Agama yang dianut oleh keluarga.

c) Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai keagamaan yang dianut

dalam kehidupan keluarga, terutama dalam hal kesehatan.

5) Status sosial ekonomi keluarga, status sosial ekonomi keluarga

ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala keluarga maupuna

anggota keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu, status

sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan

yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh

keluarga seperti :

a) Jumlah pendapatan per bulan.

b) Sumber-sumber pendapatan per bulan.

c) Jumlah pengeluaran per bulan.

d) Sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga.

6) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak

hanya di lihat kapan keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi

tempat rekreasi, namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio


38

juga merupakan aktivitas rekreeasi, selain itu perlu dikaji penggunaan

waktu luang

a. Genogram

Genogram adalah sebuah diagram yang menggambarkan kontelasi

keluarga (pohon keluarga).

Simbol-simbol dalam Genogram

Laki-laki Perempuan Kawin

Pisah Cerai

Klien yang di identifikasi Tidak menikah

Anak Adopsi / Angkat Anggota Serumah

Kembar Meninggal

(Sumber : Harmoko, 2012)


39

b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

Tahap, perkembangan keluarga adalah pengkajian keluarga

berdasarkan tahap kehidupan keluarga. Tahapan keluarga menurut

Harmoko 2012 ditentukan sebagai berikut :

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, di tentukan oleh anak tertua

dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan

bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh

keluarga.

3) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan pada keluarga

inti meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-

masing, anggota dan sumber pelayanan yang digunakan keluarga

seperti perceraian, kematian dan keluarga yang hilang.

4) Riwayat keluarga sebelumnya, keluarga asal orang tua menjelaskan

hubungan masa lalu dan saat dengan orang tua dari kedua orang tua.

c. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah

Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa kamar,

kontrak atau lainnya). Gambaran kondisi rumah meliputi bagian

interior dan eksterior. Interior meliputi jumlah kamar dan tipe

kamar, sedangkan eksterior meliputi perabot, ventilasi, lantai,

tangga rumah, dapur, suplai air minum, penggunaan alat-alat masak,


40

kamar mandi, sanitasi air, fasilitas toilet, kamar tidur, sanitasi

rumah, serta pengaturan privasi.

2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas

setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau

kesepakatan penduduk setempat serta budaya setempat yang

mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan apakah keluarga

yang mempunyai kebiasaan berpindah-pindah tempat tinggal atau

tidak.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan waktu yang digunakna keluarga untuk berkumpul

serta perkumpulan keluarga yang ada.

5) Sistem pendukung keluarga

Sistem pendukung keluarga meliputi jumlah anggota keluarga yang

sehat, sumber dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial

serta jaminan pemeliharaan kesehatan yang dimiliki keluarga.

b. Struktur Keluarga

1) Pola-pola komunikasi keluarga

Menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga, termasuk

pesan yang di sampaikan, bahas yang di gunakan, komunikasi


41

secara langsung atau tidak, pesan emosional (positif atau negatif),

frekuensi dan kualitas komunikasi yang berlangsung.

2) Struktur kekuatan keluarga

Keputusan dalam keluarga, pembagian peran untuk mengambil

keputusan dalam pekerjaan atau tempat tinggal, serta siapa yang

memutuskan kegiatan dan kedisiplinan anak-anak.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga secara

formal maupun informal.

4) Struktur nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut keluarga

dengan kelompok atau komunitas.

c. Fungsi Keluarga

1) Fungsi efektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga

terhadap anggota keluarga lainnya.

2) Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji yaitu interaksi atau hubungan dalam

keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,

budaya serta perilaku.


42

3) Fungsi perawatan kesehatan

Hal yang perlu dikaji yaitu persediaan makanan, pakaian,

perlindungan, serta merawat anggota keluarga yang sakit.

d. Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji yaitu mengkaji beberapa anak, merencanakan

jumlah anggota keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota

keluarga.

e. Fungsi ekonomi

Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan bagaimana keluarga memanfaatkan sumber yang ada

dalam masyarakat guna meningkatkan status kesehatan dalam

keluarganya.

f. Stres dan koping

1) Stresor jangka pendek

Stres yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaiannya

dalam waktu kurang lebih 6 bulan.

2) Stres jangka panjang

Stres yang di alami memerlukan tahap penyelesaian lebih dari 6

bulan.

3) Kemampuan dalam keluarga dalam merespon stresor

Mengkaji sejauh mana keluarga merespon terhadap situasi stresor.


43

4) Strategi koping yang digunakan

Mengkaji strategi apa yang di gunakan dalam keluarga bila

menghadapi permasalahan dalam keluarganya.

5) Strategi disungsional

Mengkaji adaptasi disfungsional yang di gunakan keluarga bila

menghadapi permasalahan.

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.

h. Harapan keluarga

Perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas.

D. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan

data dan analisis data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan

tindakn-tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk

melaksanakannya. Diagnosa keperawatan keluarga di analisis dari hasil

pengkajian terhadap masalah dalam tahap perkembangan keluarga,

lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungso-fungsi keluarga, koping

keluarga. Komponen diagnosa keperawatan meliputi problem atau masalah,

etiologi atau penyebab dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal dengan

PES (Problem, Etiologi, Sign).


44

Ada tiga perumusan diagnosa keperawatan keluarga menggunakan aturan

yang telah disepakati menurut Harmoko (2012), yaitu :

a. Masalah (problem, P)

Mengacu pada respon keluarga terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan

dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota (individu) keluarga.

b. Penyebab (etiologi, E)

Penyebab masalah kesehatan atau keperawatan yang dapat memberikan arah

terhadap intervensi keperawatan.

c. Tanda (sign, S)

Tanda / sign adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh

perawat dari keluarga secara langsung.

Tabel 2.3
Skala Dalam Penggunaan Proses Skoring

No. Kriteria Skor Bobot

1. Sifat masalah 1

Tidak atau kurang sehat 3

Ancaman kesehatan 2

Krisis dan keadaan sejahtera 1

2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2

Dengan mudah 2
45

Hanya sebagian 1

Tidak dapat 0

3. Potensial masalah dapat dicegah 1

Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1

4. Menonjolnya masalah 1

Masalah berat, harus segera ditangani 2

Ada masalah, tetapi tidak perlu segera 1

ditangani

Masalah tidak dirasakan 0

(Sumber : Harmoko, 2012).

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan menurut

Harmoko, 2012 yaitu :

1) Tentukan skor untuk setiap kriteria yang dibuat.

2) Selanjutnya dibagi dengan angka yang tertinggi dan dikalikan dengan

bobot.
46

skor yang diperoleh


x bobot
skor tertinggi

3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria

E. Intervensi

Apabila masalah kesehatan maupun masalah keperawatan telah

teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menyusun rencana

keperawatan sesuai dengan urutan prioritas masalahnya. Rencana keperawata

keluarga merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan perawat untuk

dilaksanakan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah keperawatan yang

telah di identifikasi (Harmoko, 2012). Langkah-langkah dalam

mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga menurut Harmoko,

2012 yaitu :

a. Menentukan sasaran yang paling penting

Sasaran harus ditentukan bersama keluarga jika keluarga

mengerti dan menerima sasaran yang telah ditentukan, mereka

diharapkan dapat berpartisipasi dalam mencapai secara aktif tersebut.

Misalnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, keluarga mampu

merawat anggota keluarga yang menderita penyakit tuberculosis paru.

b. Menentukan tujuan dan objektif

Objektif merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau lebih

terperinci, berisi tentang hasil yang diharapkan dari tindakan

perawatan yang akan dilakukan. Ciri tujuan atau objektif yang baik
47

adalah spesifik, dapat di ukur, realistis, dan ada batasan waktu.

Misalnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

anggota keluarga yang sakit tuberculosis paru mengerti tentang cara

pengobatan dan tindakan pencegahan.

c. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan

dilakukanTindakan keperawatan yang dipilih sangat bergantung

pada sifat masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk

memecahkan masalah. Perawatan kesehatan keluarga tindakan

keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi sebab-sebab yang

mengakibatkan timbulnya ketidak sanggupan keluarga dalam

melaksanakan tugas-tugas kesehatan.

d. Menentukan kriteria dan standar kriteria

Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunakan

untuk mengukur pencapaian tertentu, sedangkan standar

menunjukkan tingkat penampilanyang diinginkan untuk

membandingan bahwa perilaku menjadi tujuan tindakan perawat

telah tercapai.

F. Implementasi

Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan

keluarga. Perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat

keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat. Oleh

karena itu, diharapkan perawat dapat memberikan kekuatan dan membantu


48

mengembangkan potensi-potensi yang ada, sehingga keluarga mempunyai

kepercayaan diri dan mandiri dalam menyelesaikan masalah.(Harmoko, 2012).

Tindakan keperawatan keluarga menurut Harmoko, 2012 yaitu :

a. Menstimulasi kesehatan atau penerimaan keluarga mengenai kebutuhan

kesehatan dengan cara memberikan informasi, mengidentifikasi

kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi

yang sehat terhadap masalah.

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat

dengan cara mengidentifikasi konsekuensi setiap tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan

alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga

melakukan perawatan.

d. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan

cara mengenalkan dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di

lingkungan keluarga.

G. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai

keberhasilan rencana tindakan yang dilakukan perawat, apabila tidak atau

belum berhasil perlu disusun rencana baru. Semua tindakan keperawatan

mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan rumah ke

keluarga (Bakri, 2017).


49

Evaluasi menurut Bakri, 2017 yaitu :

a. Evaluasi berjalan (formatif)

Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dikerjakan dalam bentuk

kegiatan pengisian catatan perkembangan berorientasi pada masalah

yang di alami klien. Formal yang digunakan dalam evaluasi ini adalah

SOAP, yaitu :

1) S (subjektif) adalah data subjektif berisi data dari pasien melalui

anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung.

2) O (objektif) adalah data objektif dari hasil observasi melalui

pemeriksaan fisik.

3) A (assesment) adalah analisis berdasarkan data yang telah dikumpulkan

kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, serta perlu

tidaknya dilakukan tindakan segera.

4) P (plan) adalah rencana dari tindakan yang diberikan

H. Pengawasan Minum Obat

1.Pengertian

Pengawasan Minum obat adalah Seseorang Yang Sukarela

Membantu Pasien TBC Paru Dalam Masa Pegobatan Hingga

Sembuh.(rahmania 2018)
50

2. Tujau Pengawasan Minum Obat

a) Mengawasi pasien minum obat

b) Untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien Tuberculosis

Paru

c) Untuk memutuskan rantai penularandan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT).

3. Cara Kerja

1. Pengawas memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak

awal pengobatan sampai sembuh.

2. Pengawas mendampingi dan memberikan dukungan moral kepada

pasien agar dapat menjalani pengobat secaralenkap dan teratur.

3. Pengawas mengingatkan pasien TB untuk mengambil obat

danperiksa ulang dahak sesuai jadwal.

4. Pengawas menemukan dan mengenali gejala efek samping OAT

dan merujuk Ke unit pelayanan kesehatan

5. Petugas mengisi kartu control pengobatan pasien TB

6. Petuga memberikan penyuluhan tentang Tuberculosis Paru Kepada

Keluarga
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif studi literatur yang

menggambarkan Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan

Minum Obat Pada Pasien Tuberculosis Paru.

B. Variable Penelitian

Penelitian ini akan mengeksplorasi variable Implementasi keperawatan

keluarga pengawasan minum obat Pasien Tuberculosis Paru dan variable

dengan masalah ketidak efektifan munu obat, serta hubungan atau

pengaruh kedua variable melalui eksplorasi penelitian/ buku/ artikel

penelitian sebelumnya. Jika digambarkan dalam skema variable tersebut

seperti berikut :

Ketidak efektifan minum Kemampuan pengawaasan minum


obat obat pada penderita Tuberculosis Paru

51
52

C. Kriteria Literatur Yang Digunakan

Kriteria/hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5

artikel/hasil penelitian yang dpublikasikan secara online antara 2015-2019.

Artikel atau hasil penelitian yang dipublikasikan secara full teks untuk

digunakan peneliti sebagai data untuk dianalisis (sebagaimana terlampir

pada penelitian ini).

D. Sumber Artikel

Artikel/hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

peneliti melalui eksplorasi pada sumber Google Scholar berjumlah 5

artikel.

E. Langkah Studi Literatur

Penentuan 5 (lima) yang digunakan pendiri dalam studi literatur ini

dilakukan peneliti melalui langkah sebagai berikut :

1. Peneliti menetapkan topik/masalah penelitian yaitu Implementasi

Keperawatan Keluarga pengawasan minum obat pada pasien

Tuberculosis Paru dengan masalah ketidak efektifan minum obat

penderita Tuberculosis paru.

2. Menetapkan kata kunci yaitu Pengawasan minum obat ( Supervision of

taking medication )Ketidak efektifan minum obat( ineffectifveness of

taking medicine ), Tuberculosis Paru ( pulmonary tuberculosis ).

3. Dengan kata kunci tersebut peneliti melakukan pencarian artikel

menggunakan data base dari google scholar dan diproleh 10 artikel


53

4. Selanjutnya dari 10 artikel penelitian tersebut melakukan penelaahan

dan terpilih 8 artikel prioritas yang memiliki relevansi yang baik

dengan topik/masalah riset penelitian.

5. Dari 8 artikel prioritas tersebut selanjutnya peneliti menetapkan 5

artikel yang digunakan sebagia artikel yang dianalisis untuk menjawab

tujuan penelitian yang dikembangkan peneliti. 5 artikel tersebut

meliputi artikel publikasi dari.. Jufrizal, Hermansyah, Mulyadi (2016):

Selly Septi Fandinata1*,(2019) : Nazilatul Fadlilah(2016) :jose Adelina putri

(2017) : Wiwit febrina (2018)


54

F. Analisis Data dan Penyajian Hasil Penelitian

analisa data penelitian ini dilakukan peneliti dengan menyajikan 5 artikel penelitian yang memiliki relevansi dengan topic atau

masalah penlitian, selanjutnya peneliti menuangkan rangkuman hasil penelitian dari 5 artikel dalam tabel review seperti

berikut :

Sumber Peneliti dan Tujuan Penelitian Design Sampling Hasil Penelitian Simpulan dan Saran
Artikel judul Penelitian
Google Peneliti : Jufrizal, bertujuan untuk Deskriptif Total Hasil penelitian ini menemukan ada
scholar Hermansyah, Mulyadi mengidentifikasi Korelataif responden menunjukan peran hubungan yang
(2016) hubungan peran yang keluarga Sebagai signifikan antara peran
Judul : peran keluarga keluarga sebagai memiliki PMO dalam kategori keluarga sebagai PMO
sebagai pengawas minum pengawas minum penyakit baik (79,4%) dan dengan tingkat
obat (PMO) dengan tingkat obat (PMO) dengan tuberculosis tingkat keberhasilan keberhasilan
keberhasilan pengobatan
tingkat berjumla 63 pengobatan pengobatan pada
penderita tyberculosis paru.
keberhasilan keluarga (73%).dan peran penderita TB Paru
pengobatan PMO menentukan diwilayah kerja
penderita TB Paru keberhasilan puskesmas banda sakti
di wilayah kerja pengobatan TB Paru kota Lhokseumawe.
Puskesmas Banda
Sakti Kota
Lhokseumawe
55

Penelitih : Tujuan dari Observasi keberhasilan berdasarkan Hasil uji korelasi


Selly Septi penelitian ini untuk onal pengobatan penelitian yang spearman Rank
Google Pandinata 2019 mengetahui analitik Tb paru dilakukan secara menunjukan bahwa
scholar Judul : Hubungan antara hubungan peran kategori 1 observasional oleh nilai signifikansi
peranpengawas minum PMO dengan dengan penelitian selama 0.013<0.05, ini ada
obat (PMO) dengan keberhasilan jumlah priode penelitian hubungan signifikan
keberhasilan pengobatan pengobatan Tb sample didapatkan sebanyak antara peran PMO
Tuberculosis Paru Paru kategori 1, penelitian ini 40 pasiem. dengan keberhasilan
Kategori 1 dengan jumlah sebanyak 40 Kemudian data pengobatan pasien,
sample pada pasien dikelompokan secara Tuberculosis Paru
penelitian ini diskriptif dan di
sebanyak 40 analisis hubungan
pasien, antara peran PMO
dengan keberhasilan
pengobatan pasien
TB Paru.

Penelitian: dengan tujuan Penelitian ini Hasil penelitian Karakteristik umum


Nazilatul Fadlilah(2016) menganalisi sebanyak 60 mendapatkan bahwa PMO dalam penelitian
Judul : pengetahuan sikap orang yaitu angka kejadian TB ini mayoritas berjenis
hubungan karakteristik dan karakteristik Deskriptif 20 PMO paru di Puskesmas kelamin perempuan,
Google pengawas menelan obat PMO dengan kasus dan 40 Pragaan adalah 104 sedang dalam usia 36-
scholar terhadap kepatuhan kepatuhan berobat orang PMO pasien. Informasi 45 tahun, memiliki
berobat pasien pasien Tb paru di control yang diperoleh pekerjaan sebagai
tuberkulosis di puskesmas pragaan penelitian disampaikan dalam petani/peternak,
puskesmas pragaan kabupaten sumenep yang bentuk tabel dan
tahun 2016 dan memastikan didapatkan narasi.
pasien menelan bahwa angka
56

semua obat yang kejadian Tb


dianjurkan. Orang Paru di
yang menjadi PMO puskesmas
dapat berasal dari pragaan
petugas kesehatan, berjumlah
kader, guru, tokoh 140
masyarakat, atau
anggota keluarga
Penelitian : Penelitian ini Didapatkan Dari hasil penelitian PMO yang memiliki
Jose Adelina bertujuan untuk hasil dari 48 didapatkan dari 48 pendidikan rendah
Putri(2017), mengetahui Cross penderita sampel, penderita adalah sebanyak 75%
Judul : hubungan sectional yang TB paru yang dan 25% untuk PMO
Hubungan Pendidikan pendidikan dan memiliki memiliki kepatuhan yang memiliki
dan Pengetahuan pengetahuan PMO kepatuhan yang rendah adalah pendidikan yang tinggi.
Pengawas Minum Obat dengan kepatuhan yang pada PMO yang Sebanyak 58,3% yang
Google (PMO) terhadap minum OAT pada rendahlebih memiliki pendidikan memiliki pengetahuan
scholar Kepatuhan Minum Obat penderita TB Paru banyak pada yang rendah, yaitu yang kurang baik,
Anti Tuberkulosis (OAT) di Puskesmas PMO yang sebanyak 83,3%, 27,1% PMO yang
pada Penderita Rawat Inap memiliki sedangkan.penderita memiliki pengetahuan
Tuberkulosis Paru di Panjang pengetahuan yang memiliki yang cukup dan 14,6%
Puskesmas Rawat Inap yang kurang kepatuhan yang PMO yang memiliki
Panjang baik, yaitu sedang adalah pada pengetahuan yang baik
sebanyak PMO yang memiliki
82,14% pendidikan yang
penderitaadal rendah yaitu
ah pada PMO sebanyak 13,8%,
yang untuk penderita TB
memiliki paru yang.memiliki
57

pengetahuany kepatuhan.tinggi
yang baik, adalah pada PMO
yaitu yang memiliki
sebanyak pendidikan tinggi
85,7% yaitu sebanyak
91,7%

Penelitian : Mengeksplorasi Perposive Berjumlah 8 Hasil penelitian ini peran


Wiwit Febrina(2018) peran keluarga sampling orang terdiri didapatkan pengawasan
Judul : sebagai pegawas dari 3 PMO adanya empat tema pengobatan sudah
Google Analisis Peran Keluarga minum obat (PMO) dan 3 orang yaitu peran sebagai maksimal, peran
scholar Sebagai Pengawas Pasien TB Paru pasien Tb motivator sudah sebagai edukator
Minum Obat (Pmo) paru 1 orang optimal, peran dalam belum maksimal..
Pasien Tb Paru petugas mengingatkan diharapkan pasien dapat
puskesmas pemeriksaan ulang meningkatkan
dan 1 orang sputum sudah kepatuhan akan minum
kepala optimal, peran obat akan penyakit Tb
puskesmas pengawasan Paru
pengobatan sudah
maksimal,
sedangkan peran
sebagai
educator,belum
maksial
58

Langkah selanjutnya peneliti melakukan analisis atas artikel dengan

mengintegrasikan hasil-hasil penelitian, menghubungkan topik-topik yang

berhubungan, mengidentifikasikan sentral issue/hasil penelitian yang

relevan dengan kajian penelitian.

G. Etika Penilitian

Penelitian studi literatur ini mengimplemntasikan aspek etik berupa

penghargaan atas karya orang lain, atas hal ini peneliti melakukan

pencantuman sumber atas setiap kutipan baik langsung maupun tidak

langsung yang dilakukan peneliti. Penghindaran atas plagiarism peneliti

akan melakukan uji plagiarism setelah laporan penelitian dibuat dan

sebelum kegiatan ujian akhir penelitian dilaksanakan. Implementasi aspek

kejujuran dilakukan penliti dengan menyampaikan hasil studi dari

sejumlah artikel secara objektif, jujur dan tanpa kebohongan setia penliti

akan melampirkan artikel yang digunakan sebagai data hasil studi kasus.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

A. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian studi Litertur disajikan secara naratifuntuk

menggambarkan hasil penelitian dari 5 artikel atau hasil penelitian yang releven

dengan topic atau masalah implementasi keperawatan pengawasan minum obat

pada pasien Tuberculosis paru dengan masalah ketidak efektifan minum obat.

Artikel 1
Penelitian : Jufrizal, Hermansyah, Mulyadi (2016)
Judul : Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat (Pmo)
Dengan Tingkat Keberhasilan Pengobatan Penderita
Tuberkulosis Paru
Dilaksanakan : pada 31 Agustus s/d 23 Oktober 2015

Artikel 2
Penelitian : Selly Septi Fandinata

Judul : Hubungan Antara Peran Pengawas Menelan Obat (PMO)


dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru
Kategori I
Dilaksanakan :Maret- Mei 2019

Artikel 3

Penelitian : Nazilatul Fadlilah


Judul : hubungan karakteristik pengawas menelan obat terhadap
kepatuhan berobat pasien tuberkulosis di puskesmas
pragaan tahun 2016
Dilaksanakan : 2016

59
60

Artikel 4

Penelitian : Jose Adelina Putri,


Judul : Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum
Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Rawat Inap Panjang
Dilaksanakan : 2017

Artikel 5

Penelitian : Wiwit Febrina


Judul : Analisis Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
(Pmo) Pasien Tb Paru
Dilaksanakan : juni 2018
61

Tabel 4.1

Review Literatur Implementasi pengawasan minum obat pada pasien tuberculosis paru

Sumber Peneliti dan Tujuan Penelitian Design Sampling Hasil Penelitian Simpulan dan
Artikel Saran
judul Penelitian
Google Peneliti : bertujuan untuk Deskriptif Total responden Hasil penelitian ini menemukan ada
scholar Jufrizal, mengidentifikasi Korelatif yang memiliki menunjukan peran hubungan yang
Hermansyah, hubungan peran penyakit keluarga Sebagai PMO signifikan
Mulyadi (2016) keluarga sebagai tuberculosis dalam kategori baik antara peran
Judul :peran pengawas minum berjumla 63 (79,4%) dan tingkat keluarga
keluarga sebagai obat (PMO) keluarga keberhasilan pengobatan sebagai PMO
pengawas minum dengan tingkat (73%).dan peran PMO dengan tingkat
obat (PMO) keberhasilan menentukan keberhasilan
dengan tingkat pengobatan keberhasilan pengobatan pengobatan
keberhasilan penderita TB TB Paru pada penderita
pengobatan Paru di wilayah TB Paru
penderita kerja Puskesmas diwilayah kerja
tyberculosis Banda Sakti Kota puskesmas
paru. Lhokseumawe banda sakti kota
Lhokseumawe
62

Google Penelitih :Selly Tujuan dari Observasional keberhasilan berdasarkan penelitian Kesimpulan
scholar Septi Pandinata penelitian ini analitik pengobatan Tb yang dilakukan secara Hasil uji
(2019) untuk paru kategori 1 observasional oleh korelasi
mengetahui dengan jumlah penelitian selama priode spearman Rank
Judul : hubungan peran sample penelitian penelitian didapatkan menunjukan
Hubungan antara PMO dengan ini sebanyak 40 sebanyak 40 pasiem. bahwa nilai
peranpengawas keberhasilan pasien Kemudian data signifikansi
minum obat pengobatan Tb dikelompokan secara 0.013<0.05, ini
(PMO) dengan Paru kategori 1, diskriptif dan di analisis ada hubungan
keberhasilan dengan jumlah hubungan antara peran signifikan
pengobatan sample pada PMO dengan antara peran
Tuberculosis penelitian ini keberhasilan pengobatan PMO dengan
Paru Kategori 1 sebanyak 40 pasien TB Paru. keberhasilan pe
pasien, ngobatan pasien
Tuberculosis
Paru
Google Penelitian: dengan tujuan deskriptif Penelitian ini Hasil penelitian Karakteristik
scholar Nazilatul untuk sebanyak 60 orang mendapatkan bahwa umum PMO
Fadlilah(2016) menganalisis yaitu 20 PMO angka kejadian TB paru dalam
Judul : pengetahuan, kasus dan 40 di Puskesmas Pragaan penelitian ini
hubungan sikap dan orang PMO adalah 104 pasien. mayoritas
karakteristik karakteristik control penelitian Informasi yang diperoleh berjenis
pengawas PMO dengan yang didapatkan disampaikan dalam kelamin
menelan obat kepatuhan bahwa angka bentuk tabel dan narasi. perempuan,
terhadap berobat pasien Tb kejadian Tb Paru sedang dalam
kepatuhan paru di di puskesmas usia 36-45
berobat pasien puskesmas pragaan berjumlah tahun, memiliki
tuberkulosis di pragaan 140 pekerjaan
63

puskesmas kabupaten sebagai


pragaan tahun sumenep dan petani/peternak,
2016 memastikan
pasien menelan
semua obat yang
dianjurkan.
Orang yang
menjadi PMO
dapat berasal dari
petugas
kesehatan, kader,
guru, tokoh
masyarakat, atau
anggota keluarga
Google Penelitian : Penelitian ini Cross Didapatkan hasil Dari hasil penelitian PMO yang
scholar Jose Adelina bertujuan untuk sectional dari 48 penderita didapatkan dari 48 memiliki
Putri(2017), mengetahui yang memiliki sampel, penderita TB pendidikan
Judul : hubungan kepatuhan yang paru yang memiliki rendah adalah
Hubungan pendidikan dan rendahlebih kepatuhan yang rendah sebanyak 75%
Pendidikan dan pengetahuan banyak pada PMO adalah pada PMO yang dan 25% untuk
Pengetahuan PMO dengan yang memiliki memiliki pendidikan PMO yang
Pengawas kepatuhan pengetahuan yang yang rendah, yaitu memiliki
Minum Obat minum OAT kurang baik, yaitu sebanyak 83,3%, pendidikan
(PMO) terhadap pada penderita sebanyak 82,14% sedangkan.penderitayang yang tinggi.
Kepatuhan TB Paru di penderitaadalah memiliki kepatuhan Sebanyak
Minum Obat Puskesmas pada PMO yang yang sedang adalah pada 58,3% yang
Anti Rawat Inap memiliki PMO yang memiliki memiliki
Tuberkulosis Panjang pengetahuanyyang pendidikan yang rendah pengetahuan
64

(OAT) pada baik, yaitu yaitu sebanyak 13,8%, yang kurang


Penderita sebanyak 85,7% untuk penderita TB paru baik, 27,1%
Tuberkulosis yang.memiliki PMO yang
Paru di kepatuhan.tinggi adalah memiliki
Puskesmas pada PMO yangpengetahuan
Rawat Inap memiliki pendidikanyang cukup dan
Panjang tinggi yaitu sebanyak 14,6% PMO
91,7% yang memiliki
pengetahuan
yang baik
Google Penelitian : Mengeksplorasi Perposive Berjumlah 8 orang Hasil penelitian ini peran
scholar Wiwit peran keluarga sampling terdiri dari 3 PMO didapatkan pengawasan
Febrina(2018) sebagai pegawas dan 3 orang adanya empat tema yaitu pengobatan
Judul : minum obat pasien Tb paru 1 peran sebagai motivator sudah
Analisis Peran (PMO) orang petugas sudah optimal, peran maksimal, peran
Keluarga Pasien TB Paru puskesmas dan 1 dalam mengingatkan sebagai
Sebagai orang kepala pemeriksaan ulang edukator
Pengawas puskesmas sputum sudah optimal, belum
Minum Obat peran pengawasan maksimal..
(Pmo) Pasien Tb pengobatan sudah diharapkan
Paru maksimal, pasien dapat
sedangkan peran sebagai meningkatkan
educator,belum kepatuhan akan
maksimal minum obat
akan penyakit
Tb Paru
65

Hasil penelitian/Artikel penelitian di atas menunjukan bahwa Pengawasa

minum obat sebagai peran keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO)

dengan tingkat keberhasilan dan kesembuhan penderita Tuberculosis Paru sangat

penting bagi pasien tuberculosi paru, sehingga disarankan untuk melakukan

penerapan pendidikan kesehatn tentang pengawasan minum obat pada pasien Tb

Paru dengan masalah ketidak efektifan minum obat pasien Tb Paru, Hal ini

membuktikan bahwa peran keluarga sangat penting dalam pengawasan minum

obat pada pasien Tb paru.

B. Pembahasan

Pembahasan penelitian ini di fokuskan pada hasil penelitian dari 5

(lima) artikel yang didapatkan bahwa dengan pemberian pendidikan

kesehatan dapat meningkatkan peran keluarga terhadap pengawasan

minum obat dengan maslah ketidak efektifan minum obat penderita Tb

Paru.

1. Menurut Jufrizal Hermansyah Mulyadi menunjukkan ada hubungan peran

keluarga sebagai PMO dengan tingkat keberhasilan pengobatan pada

penderita TB Paru, Keluarga yang memenuhi peran yang baik sebagai PMO

berpeluang 20 kali memperoleh tingkat keberhasilan pengobatan penderita

TB Paru. Limbu dan Marni menyebutkan peran keluarga dalam bentuk

partisipasi terhadap proses pengobatan penderita TB Paru yaitu merujuk

penderita ke puskesmas, membawa penderita di tenaga kesehatan, membantu

penderita pada pemeriksaan di laboratorium, pemenuhan kebutuhan


66

penderita, mengingatkan penderita untuk minum obat dan memberi obat

untuk diminum setiap malam dan melakukan pengambilan obat, untuk

pesediaan, serta mengantarkan penderita malakukan pengontrolan di

puskesmas bila selesai minum obat fase intensif (2 bulan) sangatlah

diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan keluarga

sebagai pengawas minum obat (PMO) dengan tingkat keberhasilan pengobatan

penderita Tb paru, Penelitian ini dilakukan menggunakan desain deskriptif

korelatif, jenis penelitian yang dilakukan adalah retrospektif dengan

mengumpulkan data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Data yang diambil

adalah data penderita TB Paru pada tahun 2014 sebanyak 57 orang dsebanyak

6 orang. Pengukuran dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner dan

kartu berobat penderita TB Paru. an data penderita TB Paru pada semester

satu dan dua tahun 2015.studi ini menemukan adanya hubungan yang

signifikan antara peran keluarga sebagai tingkat keberhasilan pengobatan

pada pasien TB Paru

2. menurut Selly Septi Pandinata Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

secara observasional oleh peneliti selama periode penelitian Maret - Mei

2019, diperoleh bahwa besar sampel dari Puskesmas Wilayah Sumenep yang

memenuhi kriteria inklusi, didapatkan sebanyak 40 pasien. Kemudian data

dikelompokkan secara diskriptif dan dianalisis hubungan antara peran PMO

dengan keberhasilan pengobatan pasien TB paru. tersebut menggunakan uji

Korelasi Pearson berdasarkan Skor peran PMO diperoleh dari skor total dari
67

masing-maisng skor parameter peran mengawasi, motivasi, mengingatkan,

serta penyuluhan. Korelasi Pearson adalah korelasi yang digunakan untuk

data kontinu dan data diskrit. Korelasi pearson cocok digunakan untuk

statistik parametrik. Dari Data karakteristik demografi Pasien TB paru

kategori 1 meliputi, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan, tertuang

pada tabel 1. penelitian observasional korelasional yaitu mengetahui

hubungan antara peran pengawas menelan obat (PMO) dengan keberhasilan

pengobatan TB Paru kategori I dengan pengumpulan data secara prospektif

selama bulan Maret – Mei 2019 yang berupa data rekam medik pasien yang

terdiagnosa TB paru kategori I pada bulan September – November 2018 di

Puskesmas di wilayah Sumenep. Dari hasil demografi pasien TB kategori 1

di puskesmas wilayah Sumenep pada penelitian ini didapat bahwa jenis

kelamin yang paling banyak adalah laki – laki 26 orang (65%) dan

perempuan 14 orang (35%). Berdasarkan literature jenis kelamin laki -laki

disebabkan karena beban kerja mereka yang berat, istirahat yang kurang serta

gaya hidup yang tidak sehat diantaranya adalah merokok dan minum alcohol

sehingga dapat dikemukakan bahwa laki – laki lebih rentan terkena penyakit

TB paru [12]. Berdasarkan hasil demografi usia pasien pada penelitian ini

didapatkan bahwa dari segi usia penderita TB paru kategori 1 terbanyak

adalah 26 -35 th (dewasa awal) sebanyak 10 pasien (25%), dan usia 46 – 55

th (lansia awal) sebanyak 10 pasien (25%).


68

3. Menurut Nazilatul Fadlilah , Angka Kejadian TB di Puskesmas Pragaan

diperoleh dari Poli TB Puskesmas Pragaan. Kejadian TB pada tahun 2016 di

Puskesmas Pragaan berjumlah 104 orang, 92 orang diantaranya menderita TB

paru dan 12 orang lainnya menderita TB ekstra paru. Kejadian TB ekstra paru

di puskesmas ini sebagian besar merupakan TB limfadenitik atau yang sering

dikenal dengan TB kelenjar. Penelitian bertujuan untuk menganalisis

pengetahuan, sikap dan karakteristik PMO dengan kepatuhan berobat pasien

TB di Puskesmas Pragaan, Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan

metode analitik dengan desain case control. Pemilihan desain case control

berdasarkan alur penelitian yang berjalan mundur atau melihat tingkat

kepatuhan berobat pasien sudah menjalani masa pengobatan. Secara

keseluruhan PMO pasien TB lebih banyak berjenis kelamin perempuan

(51,7%). Namun untuk PMO kelompok kasus jumlah PMO laki-laki dan

perempuan sama yaitu masing masing 10 orang. Jenis kelamin PMO dalam

penelitian ini dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu laki-laki dan

perempuan. Data usia PMO dikategorikan berdasarkan acuan kategori usia

menurut Departemen Kesehatan (2009). Data usia PMO dikategorikan

menjadi 5 kategori yaitu usia 18-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55

tahun, dan >55 tahun. Usia PMO dikategorikan hanya sampai usia >55 tahun

karena PMO yang berusia >55 tahun hanya 1 orang PMO. Hubungan

kedekatan PMO dengan pasien TB paru dikategorikan menjadi 3 yaitu PMO

merupakan anggota keluarga pasien dan serumah dengan pasien, PMO


69

merupakan anggota keluarga pasien namun tidak serumah dengan pasien, dan

PMO bukan anggota keluarga pasien,

4. menurut Jose Adelina Putri Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rentang

usia responden yaitu PMO lebih banyak pada kelompok usia dengan rentang

25-30 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (27,1%). Usia merupakan salah satu

faktor yang dapat menggambarkan kematangan seseorang, baik kematangan

fisik, psikis, dan sosial karena umur mempengaruhi baik tidaknya seseorang

pada proses belajar mengajar. Seluruh PMO sebaiknya diatas 18 tahun ke

atas atau harus disegani oleh penderita karena pada umur tersebut emosi

seseorang mulai stabil dan mampu menyelesaikan masalah dan menerima

tugas dengan tanggung jawab. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan pendidikan dan pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum

OAT pada penderita TB Paru, berdasarkan pekerjaan responden yaitu

didapatkan mayoritas PMO adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 30 orang

(62,5%), sedangkan 18 orang lainnya (37,5%) bekerja Dilihat dari jenis

kelamin, didapatkan bahwa responden laki-laki sebanyak 20 orang (41,7%)

dan responden perempuan sebanyak 28 orang (58,3%). Menurut Hapsari

(2011) tidak terdapat perbedaan antara PMO laki-laki ataupun PMO

perempuan. Dari hasil kesimpulan PMO yang memiliki pendidikan rendah

adalah sebanyak 75% dan 25% untuk PMO yang memiliki pendidikan yang

tinggi.
70

5. menurut Wiwit Febrina Hasil penelitian ini didapatkan adanya empat tema

yaitu peran sebagai motivator sudah optimal, peran dalam mengingatkan

pemeriksaan ulang sputum sudah optimal, peran pengawasan pengobatan

sudah maksimal,sedangkan peran sebagai edukator belum maksimal sebagai

PMO dalam memberikan motivasi atau dorongan agar pasien termotivasi

untuk menjalani pengobatan sudah Mengeksplorasi peran keluarga sebagai

pegawas minum obat (PMO) Pasien TB Paru di Puskesmas Ophir Kecamatan

Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat tahun 2016 Berdasarkan hasil

penelitian, peran keluarga sebagai motivator sudah optimal. Keluarga sebagai

PMO berperan memberikan motivasi atau dorongan agar pasien termotivasi

untuk menjalani pengobatan sesuai aturan hingga sembuh. Bentuk peran yang

diberikan adalah berupa dukunganmoral dan harapan kesembuhan bagi

pasien.

Maka dari ke5 (lima) jurnal/artikel diatas dapat disimpulkan bahwa

pengawasan minum obat dengan masalah ketidak efektifan minum obat serta

peran keluarga sangat penting untuk penderita Tuberculosis guna untuk

kesembuhan pasien penderita Tuberculosis Paru dan melakuan pendidikan

kesehatan adalah penerapan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat 5 (lima) artikel yang memiliki relavansi dengan pengawasan

minum obat pada pasien tuberculosis paru

2. Maka dari ke5 (lima) jurnal/artikel diatas dapat disimpulkan bahwa

pengawasan minum obat dengan masalah ketidak efektifan minum

obat serta peran keluarga sangat penting untuk penderita Tuberculosis

guna untuk kesembuhan pasien penderita Tuberculosis Paru dan

melakuan pendidikan kesehatan adalah penerapan yang tepat untuk

mengatasi masalah tersebut.

B. Saran

Hasil penelitian menyarankan

1. Bagi pendidikan Keperawatan

Bidang keperawatan komunitas dapat menjadikan hasil laporan

Tugas Akhir Studi Literatur ini sebagai landasan umtuk

mengembangkan ilmu keperawatan yang aplikatif terhadap

penatalaksanaan intervensi dalam hal pengawasan minum obat

pada pasien Tuberculosis Paru untuk kesembuhan penderita

Tuberculosis Paru

71
72

2. Bagi penelitian lanjutan

Penelitian selanjutnya dapat menjadikan hasil Laporan Tugas

Akhir Studi Literatur ini sebagai sumber informasi untuk

melakukan penelitian terkait pemberian penyuluhan kesehatan

dalama dalam pengawasan minum obat pasien Tuberculosis Paru

untuk kesembuhan penderita tuberculosis paru


73

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2019. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta:


DIVA Press.

Bakrie, Maria. H. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: PUSTAKA


MAHARDIKA

Eka Anggreny, Dian. 2018. Analisis faktor yang berhubungan dengan kinerja
petugas kesehatan pada progam tb paru di puskesmas se-kota palembang
tahun 2018. Jurnal Alsyiyah Medika. Vol (2) : 111-116

Fatmala, DA. 2019. Implementasi Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Pada Pasien Tb Paru Dengan Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Agung Lahat. Karya Tulis Ilmiah. Prodi
Keperawatan Lahat.

Febriansyah, Rizki. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan


Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Di
Wilayah Kerja Puskesmas Nguter Sukoharjo [Skripsi]. Surakarta (ID):
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

https://palembang.tribunnews.com/2019/09/16/penyakit-tbc-serang-warga-
kabupaten-lahat-tahun-2018-sempat-mencapai-angka-771-orang-penderita
(Diakses Pada 02 Januari 2020).

NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis. Jakarta: EGC..

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2015.


(Online)(http://dinkes.prov.sumsel.go.id/pdf diakses 02 Januari 2020)

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa dan Teori Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika

Suarayasa, Ketut dkk. 2019. Analisis Situasi Penanggulangan Tuberkulosis Paru


Di Kabupaten Sigi. Jurnal Kesehatan Tadulako. 6 (1): 1-62.
74

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/batuk-penyakit-pernapasan/pengawasa-
minum obat-tbc-tuberculosis/

jurnal penelitiaan :Mulyadi hermansyah jufrizal (2016)


Judul : Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat (Pmo) Dengan
Tingkat Keberhasilan Pengobatan Penderita Tuberkulosis
Paru

Penelitian: Fadinata Septi Selly 2019


Judul : Hubungan Antara Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan
Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Kategori I

Penelitian : Fadlilah Nazilatul 2016


Judul: hubungan karakteristik pengawas menelan obat terhadap kepatuhan
berobat pasien tuberkulosis di puskesmas pragaan tahun 2016

Penelitian : Putri adelina Jose,2017


Judul : Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat
(PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rawat
Inap Panjang

Penelitian : Febrina Wiwit 2018


Judul: Analisis Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
(Pmo) Pasien Tb Paru
LAMPIRAN – LAMPIRAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
LAHAT
Jl.Srikaton No. 81 Lk. Pagar Agung Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Telepon (0731)324257
Faximile 321654

JUDUL LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dengan ini mengajuka judul Laporan Tugas Akhir :
NAMA : Arie Wijaya
NIM : 2017.1202
TINGKAT : III
PEMBIMBING I : H. Abdul Gani,S.Pd, SKM, S.Kep, M.Kes
PEMBIMBING II : Yunike, S,Kep, Ners, M.Kes
No JUDUL
1. Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan Minum Obat pada Pasien
Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak Efektifan Minum Obat Penderita
Tuberculosis Paru.
Demikian, atas bimbingan Bapak/Ibu Saya Ucapkan Terima Kasih....
Lahat, Januari 2020
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

H. Abdul Gani,S.Pd, SKM, S.Kep, M.Kes Yunike, S,Kep, Ners, M.Kes


NIP. 196609041989031003 NIP. 198006192002122001

Mengetahui
Ketua Prodi DIII Keperawatan Lahat

H. Abdul Gani,S.Pd, SKM, S.Kep, M.Kes


NIP. 196609041989031003
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Jl.Srikaton No. 81 Lk. Pagar Agung Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Telepon (0731)324257
Faximile 321654
LEMBAR KONSULTASI LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI LITERATUR

Nama Pembimbing I : H.A. Gani, S.Pd,SKM,S.Kep,M.Kes

Nama Mahasiswa : ARIE WIJAYA

NIM / Semester : 2017.1202 / VI (Enam)

Judul LTA :. Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan Minum


Obat pada Pasien Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak
Efektifan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru.

Paraf
No Hari / Tanggal Materi Konsul Rekomendasi Bimbingan
1 27 Desember 2019 Pengajuan Judul Perbaikan
2 31 Desember 2019 Konsul Judul Acc
3 2 Januari 2020 Konsul Kata Pengantar Acc
4 8 Januari 2020 Konsul BAB I dan II Perbaikan perbanyak referensi
5 16 Januari 2020 Konsul BAB I dan II Acc,lanjut BAB III
6 21 Januari 2020 Konsul BAB III Perbaikan Desain penelitian
7 23 Januari 2020 BAB III Acc
8 5 Februari 2020 Proposal Acc Penelitian
9 14 Februari 2020 Pengambilan Data Data Tidak Dapat Diambil
10 20 Maret 2020 Studi Literatur Perbaikan
11 3 April 2020 Konsul Jurnal Acc
12 24 April 2020 Bab IV dan V Perbaikan Bab IV dan V
13 29 April 2020 Konsul BAB IV dan V Acc
14 1 Mei 2020 Laporan Tugas Akhir Acc Ujian

Lahat, April 2020

Mengetahui,
Ketua Prodi DIII Keperawatan Lahat

H.Abdul Gani,SPd,SKM,S.Kep,M.Kes
NIP. 196609041989011003
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Jl.Srikaton No. 81 Lk. Pagar Agung Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Telepon (0731)324257 Faximile 321654

LEMBAR KONSULTASI LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI LITERATUR

Nama Pembimbing II : Yunike,S.Kep,Ns.,M.Kes

Nama Mahasiswa : ARIE WIJAYA

NIM / Semester : 2017.1202 / VI (Enam)

Judul LTA :. Implementasi Keperawatan Keluarga Pengawasan Minum


Obat pada Pasien Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidak
Efektifan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru.

No Hari / Tanggal Materi Konsul Rekomendasi Bimbingan Paraf


1 30 Desember 2019 Pengajuan Judul Perbaikan
2 31 Desember 2019 Konsul Judul Acc
3 2 Januari 2020 Konsul Kata Pengantar Acc
4 8 Januari 2020 Konsul BAB I dan II Perbaikan perbanyak referensi
5 16 Januari 2020 Konsul BAB I dan II Acc,lanjut BAB III
6 21 Januari 2020 Konsul BAB III Perbaikan Desain penelitian
7 23 Januari 2020 BAB III Acc
8 5 Februari 2020 Proposal Acc Penelitian
9 14 Februari 2020 Pengambilan Data Data Tidak Dapat Diambil
10 20 Maret 2020 Studi Literatur Perbaikan
11 3 April 2020 Konsul Jurnal Acc
12 24 April 2020 Bab IV dan V Perbaikan Bab IV dan V
13 29 April 2020 Konsul BAB IV dan V Acc
13 1 Mei 2020 Laporan Tugas Akhir Acc Ujian

Lahat, April 2020


Mengetahui,
Ketua Prodi DIII Keperawatan Lahat

H.Abdul Gani,SPd,SKM,S.Kep,M.Kes
NIP. 196609041989011003
Standar Operasional Prosedur

Pengawasan Minum Obat

Pengertian Pengawasan minum obat adalah seseorang yang

sukarela membantu pasien TB dalam masa

pengobatan hingga sembuh,

Tujuan Untuk meyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan,memutuskan rantai penularan

dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap

Obat Anti Tuberculosis (OAT)

Alat Dan a) Obat TB

Bahan b) Buku Status Pasien

Prosedur A. Tahap Prainteraksi

1. Membaca status pasien

2. Mencuci tanggan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam terapeutik

2. Validasi kondisi pasien

3. Menjaga privasi pasien

4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan

dilakukan kepada pasien dan keluarga


C Tahap Kerja

7. Pengawas memastikan pasien menelan obat

sesuai aturan sejak awal pengobatan sampai

sembuh.

8. Pengawas mendampingi dan memberikan

dukungan moral kepada pasien agar dapat

menjalani pengobat secara lenkap dan teratur.

9. Pengawas mengingatkan pasien TB untuk

mengambil obat dan periksa ulang dahak

sesuai jadwal.

10. Pengawas menemukan dan mengenali

gejala efek samping OAT dan merujuk Ke unit

pelayanan kesehatan

11. Petuga memberikan penyuluhan

tentang Tuberculosis Paru Kepada Keluarga

D. Tahap Terminasi

1. Evaluasi Kegiatan
Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat (PMO) terhadap
Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada Penderita Tuberkulosis
Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang

1. Jose Adelina Putri,


2. Dyah Wulan S. R. Wardani

1. Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung,


2. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia dan
sangat umum di negara-negara berkembang. Dari data World Health Statistic 2017
menunjukan bahwa Indonesia berada di posisi ketiga. Menurut data yang didapat dari Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung, jumlah kasus TB paru terbanyak di Bandar Lampung tahun
2015 adalah berada di daerah Panjang. Obat-obat TB atau Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
telah diketahui dapat mengatasi penyakit TB, namun angka drop out masih tinggi. Kegagalan
pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita TB Paru sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Salah satunya adalah peran Pengawas Minum Obat (PMO). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan pendidikan dan pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum
OAT pada penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang. Desian penelitian ini adalah
analitik dengan pendekatan cross sectional. Data diambil pada bulan Februari-Agustus 2015.
Sampel penelitian adalah PMO beserta penderita TB Paru dari Puskesmas Rawat Inap
Panjang yang diambil dengan teknik total sampling dan dianalisis dengan menggunakan
program pengolah data. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan
(p=0,0001) antara pendidikan PMO dengan keteraturan minum OAT dan terdapat hubungan
yang signifikan (p=0,0001) antara pengetahuan PMO dengan kepatuhan minum OAT. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan dan pengetahuan PMO perlu diperhatikan dalam
meningkatkan kepatuhan penderita TB dalam melakukan pengobatan.

Kata kunci: Kepatuhan, pendidikan, pengetahuan, penderita TB Paru, PMO.


The Correlation between Education and Knowledge of Supervisor Consuming Anti
Tuberculosis Drugs to Compliance of Pulmonary Tuberculosis Patients in Puskesmas
Rawat Inap Panjang

Abstract

Tuberculosis is an important public health problem worldwide and is very common in


developing countries. Data from the World Health Statistics 2017 showed that Indonesia was
in third position. According to data obtained from the Health Departement of Bandar
Lampung, the number of cases of pulmonary TB in Bandar Lampung 2015 is Panjang district.
TB drugs or Anti Tuberculosis (OAT) has been known to treat TB, but the numbers of drop
out is still high. Failure of treatment and less discipline for patients with Pulmonary TB are
strongly influenced by several factors. One of them is the role of the Supervisor Consuming
(PMO) OAT drugs. This research was aimed to know correlation between education and
knowledge of the PMO in consuming anti tuberculosis drugs with the compliance of
pulmonary TB pateints. This research was an analytical study with cross sectional methods.
Data were collected on Februari-Agustus 2015. Samples of this research were PMO and
Pulmonary TB Patients from Puskesmas Rawat Inap Panjang with total sampling technique
and analyzed by using a data processing program. The result showed that the education of
PMO had significant relation with TB Pateint’s compliance in consuming anti tuberculosis
drugs (p=0,0001) and the knowledge of PMO had significant relation with TB Pateint’s
compliance in consuming anti tuberkulosis drugs (p=0,0001). The research concluded that
education and knowledge of PMO need to be considered in improving TB patients adherence
to treatment.

Keywords: Compliance, Education, Knowledge, PMO, Pulmonary TB Patient.

Korespondensi: Jose Adelina Putri, alamat Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Bandar
Lampung, HP 082177091377, e-mail adeljosee@gmail.com
Pendahuluan penanggulangan TB-MDR/XDR dapat
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menimbulkan fenomena baru yaitu Total
menular yang disebabkan oleh bakteri TB Drug Resistance yang tentunya tidak kita
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian harapkan.5 Untuk itu penderita TB Paru
besar bakteri TB menyerang paru, tetapi membutuhkan setidaknya satu orang
dapat juga mengenai organ tubuh petugas yang mengingatkannya untuk
lainnya. Cara penularan TB adalah meminum obat, petugas tersebut disebut
melalui batuk atau bersin dari penderita sebagai pengawas minum obat (PMO).
TB.1 Penderita TB harus mematuhi seorang
Badan Kesehatan Dunia (WHO) PMO untuk mencegah terjadinya
memperikirakan pada tahun 2016 kegagalan pengobatan.Menurut data yang
terdapat 10,4 juta kasus pasien TB di didapat dari Dinas Kesehatan Kota
seluruh dunia, dengan 90% pasien Bandar Lampung, jumlah kasus TB paru
dewasa. Negara dengan prevalensi TB terbanyak di Bandar Lampung tahun
terbesar adalah India, Cina, Afrika 2014 - juni 2015 adalah berada di daerah
Selatan, Filipina, Pakistan dan Panjang. Pada bulan januari – juni 2015,
Indonesia.2 Dari data Global jumlah kasus baru TB BTA positif di
Tuberculosis Report 2017 menunjukan Panjang saat ini adalah 40 penderita.
bahwa Indonesia Sedangkan data yang didapat dari
Puskesmas Rawat Inap Panjang, sampai
berada di posisi ketiga prevalensi bulan agustus tahun 2015 terdapat 48
Tuberkulosis3 dengan 157 per 100.000 penderita TB paru dan pada bulan januari
penduduk.3 2015 terdapat 3 pasien yang drop out dan
Obat-obat TB atau Obat Anti didapatkan kurang lebih 15 pasien yang
Tuberkulosis (OAT) telah diketahui tidak mengalami konversi sputum dari
dapat mengatasi penyakit TB, namun bulan april- juni 2015.
angka drop out (mangkir, tidak patuh Berdasarkan data dan fenomena
obat) masih tinggi. Pengobatan yang tersebut, perlu dilakukan pengkajian
tidak adekuat dapat mengakibatkan lebih
bakteri TB menjadi resisten terhadap
OAT dan dapat menjadi TB Multi Drug mendalam tentang hubungan pendidikan
Resistence (MDR). Kasus TB-MDR telah dan pengetahuan PMO terhadap
ditemukan di Eropa Timur, Afrika, kepatuhan minum OAT pada penderita
Amerika Latin dan Asia berdasarkan TB paru di Puskesmas Rawat Inap
WHO/IUATLD Global Project on Drug Panjang, karena faktor pendidikan dan
Resistance Surveillance (prevalensi >4% pengetahuan PMO yang baik diharapkan
di antara kasus TB baru).4 Di Indonesia, pasien TB lebih patuh dalam menjalani
data awal survei resistensi obat OAT lini pengobatan.
pertama yang dilakukan di Jawa Tengah
menunjukkan angka TB-MDR yang Metode
rendah pada kasus baru (1-2%), tetapi Rancangan penelitian yang akan
angka ini meningkat pada pasien yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pernah diobati sebelumnya (15%). cross sectional, yaitu mengambil
Masalah resistensi obat pada pengobatan variabel independent dan variabel
TB khususnya MDR dan XDR menjadi dependent pada satu waktu dengan
masalah kesehatan masyarakat yang tujuan mencari hubungan antara
penting di sejumlah negara dan variabel independen (Pendidikan PMO
merupakan hambatan terhadap efektivitas dan Pengetahuan PMO) terhadap
program penanggulangan. Kegagalan variabel dependen (Kepatuhan minum
OAT pada penderita TB Paru).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Tabel 1. Distribusi Responden
Oktober 2015 dan dilakukan di berdasarkan kelompok usia, jenis
Puskesmas Rawat Inap Panjang, Bandar kelamin, dan pekerjaan
Lampung. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua PMO dan penderita TB Distribusi Jumlah Persentase
paru BTA positif yang masih Responden
mendapatkan pengobatan OAT yang Umur
berada di Puskesmas Rawat Inap 25-30 13 orang 27,1%
Panjang. Dalam penelitian ini peneliti 31-36 6 orang 12,5%
menggunakan teknik pengambilan 37-42 8 orang 17%
sampel secara total sampling. 43-48 5 orang 10,4%
49-54 9 orang 18,4%
Hasil 55-60 7 orang 14,6%
Total 48 orang 100%
Analisis Univariat Jenis
Kelamin
Laki-laki 20 orang 41,7%
Distribusi Responden Berdasarkan Perempuan 28 orang 58,3%
Kelompok Usia, jenis kelamin, dan Total 48 orang 100%
pekerjaan Pekerjaan
Bekerja
Dari hasil penelitian didapatkan • Pekerja Tidak 18 orang 62,6%
distribusi responden (PMO) berdasarkan Tetap 11 orang 22,92%
kelompok usia dengan rentang usia yang • Pekera 7 orang 14,58%
paling banyak 25-30 tahun sebanyak 13 Tetap 30 orang 37,8%
orang (27,1%) dan rentang usia paling Tidak
sedikit 43-48 tahun sebanyak 5 orang. Bekerja
Dilihat dari jenis kelamin, didapatkan Total 48 orang 100%
responden laki-laki sebanyak 20 orang
(41,7%) dan responden perempuan
Distribusi Responden Berdasarkan
sebanyak 28 orang (58,3%). Responden
Pendidikan
yang bekerja sebanyak 18 orang (37,5%)
terdiri dari responden yang bekerja Dari hasil penelitian didapatkan
sebagai pekerja tidak tetap yaitu responden yang tidak tamat SD
sebanyak 11 orang (22,92%) dan pekerja adalah sebanyak 10 orang (20,83%),
tetap sebanyak 7 orang (14,58%). responden yang pendidikan terakhirnya
Responden yang tidak bekerja sebanyak adalah SD sebanyak 15 orang
30 orang (62,5%). Responden yang (31,25%) dan responden yang
diteliti distribusinya dapat dilihat pada pendidikan terakhirnya adalah SMP
Tabel 1. sebanyak 11 orang (22,92%). Responden
yang memiliki
pendidikan yang tinggi sebanyak 12
orang (25%) yang terdiri dari responden
yang pendidikan terakhirnya adalah
SMA sebanyak 7 orang (14,58%),
diploma 3 sebanyak 3 orang
(6,25%), dan S1 sebanyak 2 orang
(4,17%). Responden yang diteliti
berdasarkan pendidikannya dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden Distribusi Responden Berdasarkan
berdasarkan Pendidikan Kepatuhan Minum OAT
Dari hasil penelitian sebanyak 26
orang (54%,2) yang memiliki kepatuhan
Pendidikan Frekuensi Persentase yang rendah, 7orang (14,6%) memiliki
Rendah 36 orang 75% kepatuhan yang sedang dan 15 orang
20,83 (31,2%) yang memiliki kepatuhan yang
Tidak % tinggi. Responden penelitian berdasarkan
tamat SD 10 orang 31,25 kepatuhan minum OAT distribusinya
% dapat dilihat pada Tabel 4.
SD 15 orang 22,93
% Tabel 4. Distribusi Responden
SMP 11 orang
berdasarkan Kepatuhan Minum OAT
Tinggi 12 orang 25%
SMA 7 orang 14,58
Diploma 3 orang % Kepatuhan Jumlah Persentase
S1 2 orang 6,25% Rendah 26 orang 54,2%
4,17% Sedang 7 orang 14,6%
Total 48 orang 100% Tinggi 15 orang 31,2%
Total 48 orang 100%
Distribusi Responden Berdasarkan
Pengetahuan Analisis Bivariat
Dari hasil pengisian kuesioner oleh
responden (PMO) menunjukan bahwa Analisis Hubungan Pendidikan PMO
sebanyak 28 orang (58,3%) memiliki Terhadap Kepatuhan Minum OAT
pengetahuan yang kurang baik, 13 orang
(27,1%) memiliki pengetahuan yang Distribusi hubungan antara
cukup, dan sebanyak 7 orang pendidikan terhadap kepatuhan minum
(14,6%) OAT pada penderita TB Paru di
me Puskesmas Panjang dapat dilihat pada
miliki pengetahuan yang baik. tabel 5.
Responden penelitian berdasarkan
pengetahuan distribusinya dapat dilihat Tabel 5. Hasil Uji Chi-square antara
pada Tabel 3. Pendidikan PMO terhadap kepatuhan
minum OAT di Puskesmas Panjang.
Tabel 3. Distribusi Responden
berdasarkan Pengetahuan
Pendidikan KepatuhanMinum Obat Total p
Pengetahuan Jumlah Persentase
Rendah Sedang Tinggi
Kurang Baik 28 orang 58,3%
Cukup 13 orang 27,1% Rendah 30 5 1 36
0,0001
Baik 7 orang 14,6% (83,3%) (14%) 2,7%) (100%)
Total 48 orang 100%
Tinggi 1 0 11 12
(8,3%) (0%) (91,7) (100%)
Pada tabel 5 menunjukan distribusi Didapatkan hasil dari 48 penderita
pendidikan PMO terhadap kepatuhan yang memiliki kepatuhan yang rendah
minum OAT. Dari 48 sampel, penderita lebih banyak pada PMO yang memiliki
TB paru yang memiliki kepatuhan yang pengetahuan yang kurang baik, yaitu
rendah adalah pada PMO yang memiliki sebanyak 82,14%, penderita
pendidikan yang rendah, yaitu sebanyak yang memiliki kepatuhan yang sedang
83,3%, sedangkan penderita yang adalah pada PMO yang memiliki
memiliki kepatuhan yang sedang adalah pengetahuan yang cukup, yaitu sebanyak
pada PMO yang memiliki pendidikan 30,8%, sedangkan penderita yang
yang rendah yaitu sebanyak 13,8%, untuk memiliki kepatuhan yang tinggi
penderita TB paru yang memiliki adalah pada PMO yang memiliki
kepatuhan tinggi adalah pada PMO yang pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak
memiliki pendidikan tinggi yaitu 85,7%. Dari hasil analsis chi-sqaure
sebanyak 91,7%. test didapatkan nilai p-value adalah
Berdasarkan hasil analisis chi- 0,0001. Hal tersebut menunjukan terdapat
square test didapatkan nilai p-value hubungan yang signifikan antara
adalah 0,0001. Hal ini menunjukan pengetahuan PMO terhadap kepatuhan
bahwa terdapat hubungan yang minum OAT pada penderita TB Paru.
signifikan antara pendidikan PMO
terhadap kepatuhan minum OAT pada
Pembahasan
penderita TB paru.
Distribusi Responden Berdasarkan
Analisis Hubungan Pengetahuan
PMO Terhadap Kepatuhan Minum Kelompok Usia, Jenis Kelamin dan
OAT Pekerjaan
Distribusi hubungan pengetahuan PMO
terhadap kepatuhan minum OAT pada Berdasarkan hasil penelitian
penderita TB paru di Puskesmas Rawat didapatkan rentang usia responden yaitu
Inap Panjang dapat dilihat pada tabel 6. PMO lebih banyak pada kelompok usia
dengan rentang 25-30 tahun, yaitu
Tabel 6. Hasil Uji Chi-square antara sebanyak 13 orang (27,1%). Usia
Pengetahuan PMO Terhadap merupakan salah satu faktor yang dapat
Kepatuhan Minum OAT di Puskesmas menggambarkan kematangan seseorang,
baik kematangan fisik, psikis, dan sosial
karena umur mempengaruhi baik
Pengetahua Kepatuha Total p tidaknya seseorang pada proses belajar
n n
Rendah Sedang Tinggi mengajar. Seluruh PMO sebaiknya diatas
18 tahun ke atas atau harus disegani oleh
KurangBai 23 2 3 28
k, <56% (82,14 (7,14%) (6,25%) (100%)
0,0001 penderita karena pada umur tersebut
% emosi seseorang mulai stabil dan mampu
Cukup 3 4 6 13
, 56-75% (23,1%) (30,8%) (46,15% (100%)
menyelesaikan masalah dan menerima
) tugas dengan tanggung jawab. 6
Baik, 0 1 6 7
76% (0%) (4,3%) (85,7%) (100 Dilihat dari jenis kelamin,
%)
didapatkan bahwa responden laki-laki
sebanyak 20 orang (41,7%) dan
responden perempuan sebanyak 28 orang
(58,3%). Menurut Hapsari (2011) tidak
terdapat perbedaan antara PMO laki-laki
ataupun PMO perempuan.
Hasil distribusi responden memiliki pengetahuan yang cukup yaitu
berdasarkan pekerjaan responden yaitu yang memiliki nilai 56-75%, dan
didapatkan mayoritas PMO adalah tidak responden yang memiliki pengetahuan
bekerja yaitu sebanyak 30 orang (62,5%), yang baik, yaitu responden yang
sedangkan 18 orang lainnya (37,5%) memiliki nilai lebih dari 76%. Dari hasil
bekerja. Pada saat peneliti melakukan pengisian kuesioner oleh responden,
kunjungan langsung ke rumah responden, yaitu Pengawas Minum Obat (PMO)
PMO yang tidak berkerja memang hanya menunjukan bahwa lebih banyak
berada dirumah, namun dalam responden yang memiliki pengeetahuan
pengawasan minum obat, PMO hanya yang rendah yaitu sebanyak 23 orang
mengingatkan saja tidak melihat (47,9%).
langsung penderita TB paru minum obat.
Distribusi Kepatuhan Minum OAT
Distribusi Responden Berdasarkan
Pendidikan Menurut penelitian Kepatuhan seorang penderita dapat
diukur dengan kuesioner baku Morinsky
Fauzi (2008) menyatakan Medication Adherence Scale (MMAS)
bahwa 53,48% penderita TB Paru yang yang terdiri dari 8 pertanyaan yang
menjadi responden dalam penelitiannya sudah dialihbahasakan kedalam bahasa
mengharapkan memiliki PMO Indonesia. Penentuan jawaban kuesioner
yang berpendidikan SMA. Hal menggunakan skala Guttman, yaitu
ini didasarkan bahwa PMO yang jawaban responden hanya terbatas ya
berpendidikan SMA atau lebih dapat atau tidak. Variabel kepatuhan
memberikann penyuluhan, mengadopsi dari interpretasi kuesioner
dorongan, memahami gejala, asli Morinsky yang dimodifikasi yakni
cara penularan, mengerti cara dengan 2 kategori, dimana 2 sebagai cut
pencegahan komplikasi dan mengerti of point. Semakin sedikit total nilai yang
efek samping dari obat sehingga dijumlah menandakan kepatuhan yang
pengobatan dapat berhasil. Sedangkan baik. Dari hasil penelitian yang sudah
dari hasil penelitian dilakukan dengan melihat kuesioner
didapatkan bahwa pendidikan PMO pada yang diisi oleh penderita TB Paru di
penelitian ini termasuk dalam kelompok Puskesmas Rawat Inap Panjang
kategori rendah. Dari 48 orang responden mengenai kepatuhan oleh seorang
sebanyak 36 orang (75%) yang memiliki penderita dalam menjalani pengobatan
pendidikan yang rendah dengan didapatkan bahwa sebanyak 31 orang
mayoritas pendidikan SD yaitu sebanyak (64,6%) yang memiliki kepatuhan yang
15 orang (31,25%).7 rendah, 5 orang (10,4%) memiliki
kepatuhan yang sedang dan
Distribusi Responden 12 orang (25%) yang memiliki kepatuhan
Berdasarkan Pegetahuan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
kepatuhan penderita TB Paru di
Pengetahuan responden dilihat dari Puskesmas Rawat Inap Panjang dalam
hasil kuesioner yang telah diisi oleh kategori rendah.
responden (PMO) yaitu sebanyak 18
pertanyaan yang harus diketahui oleh
seorang PMO. Distribusi pengetahuan
responden dibagi menjadi dua, yaitu
responden yang memiliki pengetahuan
yang kurang baik yaitu apabila yang
memiliki nilai 56%, responden yang
Hubungan Pendidikan PMO Hubungan Pengetahuan PMO
Terhadap Kepatuhan Minum OAT Terhadap Kepatuhan Minum OAT
Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Pada Penderita TB Paru di Puskesmas
Rawat Inap Panjang
Rawat Inap Panjang
Berdasarkan hasil penelitian, 48
Dari hasil penelitian didapatkan penderita yang memiliki kepatuhan yang
dari 48 sampel, penderita TB paru yang rendah lebih banyak pada PMO yang
memiliki kepatuhan yang rendah adalah memiliki
pada PMO yang memiliki pendidikan pengetahuan yang kurang baik, yaitu
yang rendah, yaitu sebanyak 83,3%, sebanyak 47,9%, penderita yang
sedangkan penderita yang memiliki memiliki kepatuhan yang sedang adalah
kepatuhan yang sedang adalah pada PMO pada PMO yang memiliki pengetahuan
yang memiliki pendidikan yang rendah yang cukup, yaitu sebanyak 8,3%,
yaitu sebanyak 13,8%, untuk penderita sedangkan penderita yang memiliki
TB paru yang memiliki kepatuhan tinggi kepatuhan yang tinggi adalah pada PMO
adalah pada PMO yang memiliki yang memiliki pengetahuan yang baik,
pendidikan tinggi yaitu sebanyak 91,7%. yaitu sebanyak 12,5%. Dari uji statistik
Dari hasil uji statistik chi- square test chi-square test terbukti perbedaan
didapatkan nilai p-value adalah 0,0001. proporsi tersebut bermaknsa (p=0,000).
Hal ini menunjukan hipotesis terdapat Hal ini membuktikan hipotesis bahwa
hubungan pendidikan PMO terhadap terdapat hubungan pengetahuan PMO
kepatuhan minum OAT pada penderita terhadap kepatuhan minum OAT pada
TB Paru dapat dibuktikan. penderita TB Paru di Puskesmas Rawat
Hasil tersebut sesuai dengan Inap Panjang tahun 2015.
pendapat Green bahwa pendidikan Hasil ini mendukung pendapat
termasuk faktor predisposisi seseorang Green, bahwa suatu perilaku akan
untuk berperilaku tertentu. Hasil ini juga dipengaruhi pula antara lain oleh faktor
sesuai dengan pendapat Notoatmodjo predisposisi seperti pengetahuan dari
dalam Rohmana dkk. (2014), bahwa yang bersangkutan. Hasil ini juga sesuai
pengawasan PMO dalam menjamin dengan pendapat Fishbein dan Ajzen
kepatuhan berobat penderita TB paru dalam Widyaningsih (2004), bahwa
merupakan perilaku yang dipengaruhi keyakinan PMO terhadap pelaksanaan
salah satunya oleh faktor internal, yaitu kegiatan pengawasan penderita
pendidikan PMO.8 Hal ini juga didukung tuberkulosis secara teratur dapat
oleh hasil penelitian Suhartono (2010) mencegah terjadinya putus obat,
yang menyatakan bahwa tingkat resistensi, dan lain-lain. Dimana
pendidikan PMO memiliki hubungan pelaksanaan kegiatan PMO tersebut
yang signifikan (p=0,0001) dengan dipengaruhi oleh sikap PMO yang
kepatuhan minum obat pada penderita dilihat dari salah satunya adalah
TB Paru di Puskesmas Kembang Janggut pengetahuan PMO itu sendiri. 10
Kabupaten Kutai Karta Negara. Hasil Dari hasil pengamatan saat
penelitian ini menyimpulkan bahwa melakukan pengambilan data, responden
tingkat pendidikan PMO, jarak rumah yang kepatuhannya rendah dikarenakan
dan pengetahuan dengan kepatuhan beberapa hal, yakni kurangnya ketelitian
penderita TB paru berobat mempunyai keluarga yang menjadi PMO dan kader
hubungan positif secara statistik yang ditunjuk dalam mengawasi
signifikan dengan kepatuhan berobat. 9 langsung penderita TB Paru dalam
meminum obat, kurangnya pengetahuan
penderita TB paru mengenai efek
samping yang timbul selama
pengobatan sehingga berhenti minum DAFTAR PUSTAKA
obat, dan masih ada responden yang 1. World Health Organization. Global
belum tahu aturan pengobatan sehingga Tuberculosis Report. Geneva: WHO
saat mereka pindah tenpat atau mudik, Press; 2017.
tidak memberi tahu petugas terlebih 2. Departmen Kesehatan Republik
dahulu yang berimbas pada pengulangan Indonesia. Profil Kesehatan
pengobatan. Indonesia. Jakarta. 2016.
Dari hasil penelitian ini didapatkan 3. Kementerian Kesehatan Republik
bahwa terdapat Hubungan Pendidikan Indonesia. Profil Kesehatan
dan Pengetahuan Pengawas Minum Obat Indonesia. Penyakit Menular
(PMO) Terhadap Kepatuhan Minum Tuberkulosis Paru. Jakarta:
Obat Anti (OAT) Tuberkulosis Pada Kemenkes RI; 2012.
Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di 4. World Health Organization.
Puskesmas Rawat Inap Panjang Tahun Multidrug and extensively drug-
2015. resistant TB (M/XDR-TB): 2010
SIMPULAN global report on surveillance and
response. Geneve: WHO Press;
PMO yang memiliki pendidikan 2010.
rendah adalah sebanyak 75% dan 25% 5. Nawas A. Pengalaman RS
untuk PMO yang memiliki pendidikan Persahabatan dalam penanganan
yang tinggi. pasien TB-MDR. MONEV PMDT.
Sebanyak 58,3% yang memiliki Jakarta: Depkes RI; 2010.
pengetahuan yang kurang baik, 27,1% 6. World Health Organization.
PMO yang memiliki pengetahuan yang International standard for
cukup dan 14,6% PMO yang memiliki tuberculosis care. Geneva: TBCTA;
pengetahuan yang baik. Kepatuhan 2007.
penderita TB Paru di Puskesmas Rawat 7. Erawatyningsih E., Purwanta,
Inap Panjang Tahun 2015 lebih banyak Subekti H. Faktor-faktor Yang
yang memiliki kepatuhan yang kurang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
baik, yaitu sebanyak 64,6%. Sedangkan Berobat Pada Penderita
yang memiliki kepatuhan yang sedang Tuberkulosis Paru. Yogyakarta:
adalah sebanyak 10,4% dan kepatuhan Fakultas Kedokteran Universitas
yang tinggi adalah sebanyak 25%. Hasil Gajah Mada Berita Kedokteran
analisis bivariat menunjukan bahwa Maysrakat; 2009:25(3); 117- 24.
terdapat hubungan yang bermakna antara 8. Fauzi A. Gambaran Harapan
pendidikan (p=0,0001) dan pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru
PMO (p=0,0001) terhadap kepatuhan Terhadap Pengawas Minum Obat di
minum OAT pada penderita TB Paru di Daerah Pedesaan Kabupaten
Puskesmas Rawat Inap Panjang tahun Sleman Yogyakarta [skripsi]. Riau:
2015. Oleh karena itu, untuk Universitas Riau; 2008.
meningkatkan kepatuhan minum OAT 9. Rohmana O., Suhartini, Suhendra
pada penderita TB paru, pendidikan dan A. Faktor-Faktor Pada PMO Yang
pengetahuan PMO perlu diperhatikan. Berhubungan Dengan Kepatuhan
Berobat Penderita TB Paru Di Kota
Cirebon. Jurnal Kesehatan
Komunitas Indonesia. 2014;
10(1):931-41.
10. Suhartono. Hubungan Antara
Tingkat Pendidikan PMO, Jarak
Rumah, Dan Penetahuan Pasien TB
Paru Dengan Kepatuhan Berobat di
Puskesmas Kembang Janggut
Kabupaten Kutai Kartanegara
[Tesis]. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret; 2010.
11. Widyaningsih N. Analisis Faktor-
Faktor Yang
Mempengaruhi
Praktik Pengawasan Menelan Obat
(PMO) Dalam Pengawasan
Penderita Tuberkulosis Paru Di
Kota Semarang. [Tesis]. Semarang:
Universitas Dipenogoro; 200
ANALISIS PERAN KELUARGA SEBAGAI PENGAWAS MINUM OBAT
(PMO) PASIEN TB PARU

Wiwit Febrina1 ,Amila Rahmi2,


1Program Pendidikan Ners, STIKes Fort De
Kock, Bukittinggi wiwit.febrina@gmail.com

Submitted: 08-05-2017, Reviewer: 09-06-2017, Accepted: 13-08-2018

ABSTRAK

Menurut laporan WHO tahun 2013, diperkirakan terdapat 8,6 Juta kasus TB pada
tahun 2012. Upaya pengendalian TB dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS.
Salah satu dari komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)
adalah paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) jangka pendek dengan pengawasan
langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas
Minum Obat (PMO). Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO, karena dikenal,
dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu
harus disegani, dihormati dan tinggal dekat dengan penderita serta bersedia
membantu penderita dengan sukarela. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi yang dilakukan di Puskesmas Ophir. Penelitian ini
dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap partisipan untuk mengeksplor
peran keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO). Partisipan diambil secara
purposive sampling berjumlah 8 orang terdiri dari 3 orang PMO, 3 Orang Pasien TB
Paru, 1 Orang petugas TB Paru Puskesmas, 1 Orang Kepala Puskesmas. Hasil
penelitian ini didapatkan adanya empat tema yaitu peran sebagai motivator sudah
optimal, peran dalam mengingatkan pemeriksaan ulang sputum sudah optimal, peran
pengawasan pengobatan sudah maksimal, sedangkan peran sebagai edukator belum
maksimal. Disimpulkan bahwa peran keluarga sebagai PMO bagi pasien TB Paru
dalam mengawasi, memotivasi, memastikan pemeriksaan ulang sputum, dan
memberikan edukasi kepada pasien TB, akan membantu proses kesembuhan bagi
pasien TB Paru. Puskesmas perlu meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan terhadap
PMO dan pasien TB Paru mengenai penyakit TB Paru serta melakukan monitoring
dan evaluasi terkait feedback dari program TB Paru di masyarakat.

Kata kunci : Peran Keluarga, Pengawas Minum Obat (PMO), TB Paru


A. PENDAHULUAN sukarela. Keluarga dapat dijadikan
sebagai PMO (Pengawas Minum
1. Latar Belakang Obat), karena dikenal, dipercaya dan
Menurut deklarasi kedaruratan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
global (the global emergency) maupun penderita, selain itu harus
disegani, dihormati dan tinggal dekat
tuberkulosis pada tahun 1993 dari
dengan penderita serta bersedia
WHO (World Health Organization), membantu penderita dengan sukarela
sebagian besar negara-negara di (PPTI 2010, p.13).
dunia tidak berhasil mengendalikan Puskesmas Ophir Kabupaten
penyakit TB Paru. Menurut WHO Pasaman Barat, melaksanakan
(World Health Organization) program penanggulangan TB Paru
diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short- course).
TB pada tahun 2012, dimana 1,1 juta
Strategi DOTS (Directly Observed
orang diantaranya adalah pasien TB Treatment Short- course) dalam
Positif. Diperkirakan 450.000 orang pelaksanaannya mengharuskan
menderita TB MDR (Multi Drugs adanya seorang PMO yang akan
Resistance) dan 170.000 orang mengawasi pasien dalam proses
diantaranya meninggal dunia pengobatan, memberikan edukasi
(Kemenkes RI 2002, p.1). WHO kepada pasien, memberi motivasi,
mengantar pasien menjemput obat,
(World Health Organization)
bahkan saat pasien tidak mampu
mengembangkan strategi datang menjemput obat atau
pengendalian TB termasuk untuk di mengantar sputum untuk pemeriksaan
Indonesia yaitu dengan strategi follow up pengobatan, keluarga dapat
DOTS (Directly Observed Treatment berpartisipasi membantu pasien.
Short-course). Fokus utama DOTS Mengingat pentingnya peran
keluarga sebagai Pengawas Minum
(Directly Observed Treatment
Obat (PMO) bagi pasien TB Paru,
Short-course) adalah penemuan dan penulis sangat ingin mengeksplorasi
penyembuhan pasien TB. Salah satu peran keluarga sebagai Pengawas
dari komponen DOTS (Directly Minum Obat (PMO) pasien TB Paru
Observed Treatment Shortcourse) di Puskesmas Ophir, Kecamatan
adalah panduan OAT (Obat Anti Luhak Nan Duo, Kabupaten
Tuberkulosis) jangka pendek dengan Pasaman Barat.
pengawasan langsung. Untuk
menjamin keteraturan pengobatan 2. Tujuan
diperlukan seorang Pengawas Minum Mengeksplorasi peran
Obat (PMO) (PPTI 2010, p.13). keluarga sebagai pegawas
Keluarga dapat dijadikan sebagai minum obat (PMO) Pasien TB
PMO, karena dikenal, dipercaya dan Paru di Puskesmas Ophir
disetujui, baik oleh petugas kesehatan Kecamatan Luhak Nan Duo
maupun penderita, selain itu harus Kabupaten Pasaman Barat
disegani, dihormati dan tinggal dekat tahun 2016
dengan penderita serta bersedia
membantu penderita dengan
B. METODE PENELITIAN yang diperoleh sesuai dengan tujuan
penelitian yang peneliti lakukan.
Jenis penelitian ini adalah Untuk menjaga kerahasiaan tentang
penelitian kualitatif dengan identitas namanya, masing-masing
pendekatan fenomenologi yang informan diberi kode sesuai dengan
dilakukan di Puskesmas Ophir. urutan wawancara saat pengumpulan
Penelitian ini dilakukan dengan data, dengan kode P1, P2, P3, P4, P5,
wawancara mendalam terhadap P6,P7, P8.
partisipan untuk mengeksplor peran
keluarga sebagai Pengawas Minum 3. Hasil
Obat (PMO). Partisipan diambil Adapun tema-tema yang ditemukan
secara purposive sampling berjumlah 8 adalah, peran sebagai motivator belum
orang terdiri dari 3 orang PMO, 3 optimal, peran mengingatka
Orang Pasien TB Paru, 1 Orang pemeriksaan ulangsputum sudah
petugas TB Paru Puskesmas, 1 Orang optimal, dan peran pengawasan
Kepala Puskesmas. pengobatan sudah maksimal, peran
sebagai edukator belum maksimal.
C, HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum a. Peran sebagai Motivator
Puskesmas Ophir merupakan sudah Optimal
salah satu Puskesmas di
Kabupaten Pasaman Barat. Berdasarkan hasil penelitian,
Terletak di Jorong Ophir Nagari peran keluarga sebagai motivator
Kotobaru. Puskesmas Ophir sudah optimal. Keluarga sebagai PMO
termasuk dalam wilayah berperan memberikan motivasi atau
Kecamatan Luhak Nan Duo. dorongan agar pasien termotivasi
Puskesmas Ophir terletak di untuk menjalani pengobatan sesuai
Kecamatan Luhak Nan Duo, aturan hingga sembuh. Bentuk peran
Kabupaten Pasaman Barat, yang diberikan adalah berupa
Sumatera Barat. Kecamatan dukungan moral dan harapan
Luhak Nan Duo terdiri dari dua kesembuhan bagi pasien.
nagari yaitu Nagari Koto Baru
dan Nagari Kapa, dan memiliki
14 Jorong di wilayah
Kecamatan ini dengan jumlah
penduduk sebanyak 39.876
jiwa.
2. Karakteristik Partisipan
Partisipan pada penelitian ini
berjumlah 8 orang yang terdiri
dari 3 orang PMO, 3 Orang
Pasien TB Paru,
1 Orang Pemegang Program TB Paru
Puskesmas Ophir, dan 1 Orang
Kepala Puskesmas Ophir, Kec.
Luhak Nan Duo Kab. Pasaman Barat.
Hal ini dimaksudkan agar informasi
Kata Kunci Kategori Tema

1. Jangan bosan minum


obat
(P2, P3, P4)

2. Jangan jenuh minum


obat
(P5, P6)
1. Memberi Dukungan Moral
semangat (P3, P4)
2. Memberi dukungan
(P5, P6, P7)

1. Mengingatkan
minum obat
teratur (P1, P2, P3,
P4, P5, P6)
Peran sebagai
Motivator sudah
optimal
1. Supaya sembuh dari
penyakit

(P1, P2, P3, P4, P5,


P6, P7, P8)

1. Agar dapat Harapan Kesembuhan


beraktifitas Bagi Pasien
(P5, P6, P7)

1. Ingin berkumpul
dengan
keluarga (O5,
O6)

Skema 1
Analisa Tema Peran Keluarga sebagai Motivator

b. Peran Mengingatkan
Pemeriksaan Ulang Sputum dalam pemeriksaan ulang sputum,
sudah Optimal karena hal inilah dapat menentukan
sejauh mana keberhasilan pengobatan
Berdasarkan hasil penelitian bagi
peran mengingatkan pemeriksaan pasien TB paru. Mengingatkan
ulang sputum sudah optimal. pemeriksaan ulang sputum dilakukan
Peran keluarga sangatlah penting
agar adanya ketepatan pemeriksaan jika pasien tidak
jadwal pemeriksaan ulang oleh mampu mengantar pada jadwal
pasien TB Paru. Peran pemeriksaan
mengingatkan pemeriksaan ulang
juga dilakukandengan
mengantarkan sputum untuk
Skema 2
Analisa Tema Peran Keluarga Mengingatkan Pemeriksaan Ulang Sputum

c. Peran Pengawasan
Pengobatan sudah Maksimal
Keluarga sebagai PMO sangat Puskesmas Ophir
berperan dalam mengawasi dapat
pengobatan pasien TB Paru di diidentifikasi dari ketersediaan
Puskesmas Ophir. Peran obat sesuai kebutuhan pasien,
pengawasan pengobatan sudah mengingatkan dalam keteraturan
optimal dilakukan oleh keluarga. minum obat, dan mengawasi jika
Peran pengawasan pengobatan di ada gejala efek samping obat.

Kata Kunci Kategori Tema


Hafal jumlah
obat (P1, P2,
P3, P4)

Mengecek kartu Ketersediaan obat sesuai


(TB2) (P5, P6, O1, kebutuhan
O3)

Menjemput obat TB
Paru (P1, P2, P3, P4,
P5, P6)

Mengingatkan minum
obat (P1, P2, P3, P4, P5,
P6, P7)
Memastikan minum obat secara
teratur
Peran Pengawasan
Pengobatan sudah
Menanyakan sudah minum maksimal
obat dan melihat obat

(P1, P2, P3, P4, P5, P6)

Berkonsultasi dengan
dokter (P1, P2, P3, P4,
P5, P6, P7)

Jika ada keluhan diceritakan Mengawasi jika ada gejala


kepada PMO efek samping obat

(P3, P4, P5, P6, P7)

Menjelaskan efek samping


obat (P3, P4, P5, P6, P7)
Skema 3
Analisa Tema Peran Pengawasan

d. Peran Sebagai Edukator belum Maksimal


Peran keluarga dalam memberi petugas kesehatan, dan
edukasi pasien TB Paru belum pemahaman
maksimal. Peneliti dapat tentang aturan minum obat perlu
mengidentifikasi tiga kegori yaitu dioptimalkan.
Program TB Paru, Sosialisasi dari

Mengadakan pertemuan
khusus pasien TB

(P7, P8)

Penemuan kasus, pemeriksaan


dan pengobatan

(P7, P8)

Dokumentasi kegiatan Program edukasi TB paru tidak


tidak lengkap berjalan maksimal

(O7, O8)

Kegiatan tidak terlaksanakan


sesuai dengan POA

(O7, O8)

Kurangnya monitoring dan


evaluasi akan kegiatan TB
paru (O7, O8)

Kebiasaan sarapan pagi


setelah minum obat

Pemahaman tentang
aturan pengobatan
belum optimal
Obat yang dikonsumsi
setiap pagi, setelah
sarapan
Skema 4
Analisa Tema Peran Keluarga sebagai Edukator

PEMBAHASAN 1. Peran sebagai Motivator sudah Optima

Berdasarkan hasil penelitian mengingatkan penderita minum obat,


teridentifikasi peran Keluarga obat harus diminum, dan supaya
sebagai PMO dalam memberikan memudahkan penderita dalam
motivasi atau dorongan agar pasien minum obat. Berdasarkan hasil
termotivasi untuk menjalani penelitian Nugroho, R.A (2011)
pengobatan sudah optimal. sebagian besar partisipan
Pentingnya pengobatan sesuai aturan mempunyai motivasi yang tinggi
serta keinginan keluarga dan pasien terhadap pengobatan TB. Sebagian
yang sangat tinggi akan kesembuhan besar partisipan mendapatkan
pasien menjadi motivasi bagi pasien dukungan keluarga. Dukungan
TB paru untuk mencapai keluarga tersebut terwujud melalui
kesembuhan. Keluarga sebagai PMO dukungan emosional, dukungan
dapat mendukung perilaku pasien penghargaan, dukungan
dalam proses pengobatan, instrumental, dan dukungan
keteraturan berobat, dan kemauan informatif. Dukungan emosional
untuk sembuh. Motivasi dilakukan meliputi empati, kepedulian, dan
agar pasien tidak putus asa dalam perhatian.
melakukan pengobatan, dan patuh Menurut asumsi peneliti, peran
dalam melaksanakan program keluarga dalam memotivasi pasien
pengobatan TB Paru. Motivasi yang TB Paru sangat memberikan
diberikan kepada keluarga dampak positif terhadap
merupakan sesuatu hal yang pengobatan pasien. Secara
menyebabkan dan yang mendukung psikologis, kedekatan batin antara
tindakan atau perilaku seseorang anggota keluarga menjadikan
(Stooner 1992 : Notoatmodjo 2014, dukunganberupa harapan
p.119). kesembuhan dan keinginan
Berdasarkan hasil penelitian keluarga untuk melihat pasien dapat
Menurut Hanan, M & Hidayat, S beraktifitas kembali menjadikan
(2013) Keluarga memotivasi pasien motivasi kepada pasien. Keinginan
akan keteraturan minum obat, kesembuhan bagi pasien terlihat
kontrol dan pengawasan minum dari kemauan PMO untuk
obat. memotivasi pasien agar tidak jenuh
Pemberian motivasi oleh keluarga dan putus asa selama proses
kepada penderita dalam hal pengobatan. Lamanya proses
keteraturan obat sebagian besar pengobatan, dan pengobatan yang
memberikan motivasi akan harus teratur, serta adanya efek
pentingnya minum obat, samping obat dan keluhan
kesehatan bagi pasien,

mengharuskan adanya peran aktif teratur disaat pasien dan PMO


dari keluarga, terutama dalam sama- sama mengharapkan
memotivasi pasien. Pasien akan kesembuhan pasien.
termotivasi untuk berobat secara
2. Peran Mengingatkan pemeriksaan ulang dahak, agar
Pemeriksaan Ulang Sputum tercapai kesembuhan dan mencegah
sudah Optimal terjadinya resistan obat. Keluarga
sebagai PMO akan mengingatkan
Berdasarkan hasil penelitian, pasien untuk pemeriksaan ulang
peran keluarga sebagai PMO dalam dahak sesuai dengan anjuran dari
mengingatkan pemeriksaan ulang Fasilitas Kesehatan baik Puskesmas
sputum sesuai dengan jadwal maupun Rumah Sakit. Kesibukan
pemeriksaan dilaksanakan sesuai dan aktifitas pasien serta kondisi
anjuran Puskesmas sudah optimal. fisik dan kesehatan yang tidak dapat
Keluarga mengingatkan pasien TB mengakibatkan atau berpotensi
untuk pemeriksaan ulang sputum mengakibatkan terlupanya jadwal
agar pemeriksaan. Oleh sebab itu,
dapat menentukan keberhasilan pemeriksaan ulang harus diingatkan
pengobatan. Ketepatan jadwal oleh PMO agar proses pengobatan
pemeriksaa merupakan kunci sesuai dengan aturan pengobatan
kelanjutan pengobatan dan penentu pasien TB.
keberhasilan dari suatu pengobatan.
Keluarga sebagai PMO sangat 3. Peran Pengawasan Pengobatan
berperan mengingatkan pasien sudah Maksimal
terutama jika pasien tidak mampu
atau berhalangan saat jadwal Berdasarkan hasil penelitian
pemeriksaan sesuai yang telah didapatkan bahwa peran pengawasan
ditetapkan oleh petugas kesehatan. yang dilakukan keluarga sebagai
Keluarga berpartisipasi dalam PMO terhadap pengobatan sudah
mengantar ke petugas kesehatan maksimal. Peran keluarga dalam
terdekat dan melakukan mengawasi
pemeriksaan laboratorium. pengobatan pasien TB
Karena nantinya kesembuhan tidak hanya mengawasi keteraturan
dinyatakan apabila pasien telah minum obat bagi pasien, tetapi juga
melakukan pemeriksaan ulang mengawasi ketersediaan obat di
lengkap minimal dua kali selama rumah pasien. PMO dapat
pengobatan. Pemantauan kemajuan mengecek jumlah obat, melakukan
dan hasil pengobatan pada orang pengecekan kartu TB 02, bahkan
dewasa dilaksanakan denagn menjemput obat ke Puskesmas.
pemeriksaan ulang dahak secara Menurut Istiawan, dkk (2006)
mikroskopis (Kemenkes RI 2014, menyatakan bahwa langkah yang
p.26). paling tepat agar berhasil dalam
Berdasarkan dari penelitian yang pengobatan diperlukan kepatuhan
dilakukan Erlinda, R. Dkk (2014) dalam minum obat anti tuberculosis
adanya hubungan antara peran secara teratur dan dibutuhkan
Pengawas Minum Obat (PMO) Pengawas Minum Obat yang
dengan hasil apusan BTA pasien TB efektif. Dalam pengobatan, efek
Paru. Hasil apusan BTA pada samping obat dapat mengganggu
pemeriksaan ulang dahak di bulan pasien untuk teratur menelan obat.
kedua sangatlah penting karena hasil Keluarga adalah yang pertama
pemeriksaan sebagai penentu mengetahui efek samping obat.
lanjutan pengobatan. Maka dari Efek samping obat yang mungkin
itulah peran keluarga sangatlah timbul setelah minum obat anti
dibutuhkan dalam mengawasi tuberkulosis seperti pusing, mual,
munntah-muntah, gatal-gatal, mata program dan Kepala Puskesmas.
kabur dan nyeri otot/tulang Kegiatan program TB Paru yang
biasanya disampaikan kepada PMO dilaksanakan dengan pengadakan
untuk dikonsultasikan ke petugas pertemuan khusus pasien TB,
kesehatan. Keluarga sangat efektif penemuan kasus TB, pemeriksaan
mengawasi dalam kepatuhan dan laboratorium, serta pengobatan TB
keteraturan minum obat bagi pasien Paru yang dilaksanakan oleh
TB Paru. Berdasarkan hasil Puskesmas kurang di monitoring dan
penelitian Debby, R, dkk (2014) dievaluasi. Hasil dokumentasi dari
mengenai peran PMO dalam seluruh kegiatan juga tidak lengkap.
meningkatkan kepatuhan minum Program TB Paru dan Sosialisasi
obat pada pasie TB Paru, diperoleh yang dilaksanakan bertujuan untuk
yaitu pada umumnya partisipan terjaringnya pasien TB paru dan
mendampingi dan mengawasi dilakukan edukasi kepada mereka
pasien setiap harinya, hal ini agar pemahaman mengenai TB Paru
dikarenakan partisipan adalah di Puskesmas lebih maksimal.
keluarga terdekat dari pasien, Berdasarkan hasil penelitian,
sehingga setiap hari dapat dipantau kurangnya monitoring dan evaluasi
dengan mudah oleh partisipan yang serta ketidak pahaman pasien dan
merupakan PMO pasien TB paru. PMO mengidentifikasi peran sebagai
Partisipan pada umumnya juga edukator di Puskesmas Ophir belum
mengingatkan pasien untuk minum maksimal. Menurut Depkes RI
obat. Biasanya partisipan (2008) dalam program
mengingatkan pasien secara penanggulangan TB Paru,
langsung agar lebih efektif dan penyuluhan langsung perorangan
pasien tidak lupa untuk meminum sangatlah penting untuk menentukan
obat. Keteraturan pengobatan keberhasilan pengobatan. Selain itu
adalah kunci utama tercapainya Efendi & Makhfudli (2013)
kesembuhan. Peran Keluarga mengemukakan bahwa sebagai
terhadap pengawasan sangatlah pendidik dan pelaksana konseling
penting karena pengobatan keperawatan perawat melaksanakan
TB Paru yang dilakukan minimal fungsi sebagai memberikan
selama enam bulan, sangat informasi kepada pasien.
membutuhkan peran keluarga dalam Melaksanakan
mengawasi ketersediaan obat dan penyuluhan atau pendidikan
keteraturan meminum obat dan jika kesehatan untuk pemulihan
ada gejala efek samping obat yang kesehatan klien antara lain tentang
mengganggu kenyamanan pasien pengobatan, hygiene, perawatan,
menkonsumsi obat. serta gejala dan tanda-tanda
bahaya. Berdasarkan hasil
4. Peran sebagai Edukator belum penelitian Debby, R, dkk (2014)
Maksimal mengenai peran PMO dalam
meningkatkan kepatuhan minum
Berdasarkan hasil penelitian, obat pada pasien TB Paru,
peran keluarga sebagai edukator umumnya partisipan memberikan
belum maksimal. Hal ini pengarahan kepada pasien setelah
dikarenakan pelaksanaan program ikut mendampingi pasien ke
penanggulangan TB Paru di Puskesmas. Pengarahan diberikan
Puskesmas Ophir kurang dimonitor terlebih dahulu dari petugas
dan dievaluasi oleh pemegang kesehatan. Petugas kesehatan
biasanya memberikan edukasi maksimal, peran sebagai edukator
kepada PMO dan Pasien. Pada belum maksimal.
penelitian yang dilakukan
Nugroho, R.A (2011) semua 2. Saran
partisipan sudah mendapatkan
pengarahan namun semua
partisipan tidak mengetahui Bagi Puskesmas
tahapan pengobatan TB Paru.
Kejadian DO (Drop Out) Peran keluarga sebagai PMO
pengobatan sebagai respon sudah sangat efektif di Puskesmas,
penderita terhadap rendahnya diharapkan Puskesmas dapat
pengetahuan tentang TB Paru dan mengevaluasi pemahaman keluarga
pengobatan TB Paru. Kebiasaan sebagai PMO terhadap proses
meminum obat setelah sarapan pengobatan bagi pasien TB Paru,
merupakan gambaran kekurang serta melakukan peningkatan
pahaman akan aturan pengobatan. penyuluhan dan sosialisasi kepada
Hal ini mengidentifikasi bahwa masyarakat tentang penyakit TB Paru
pemahaman keluarga belum dan TB MDR
optimal dan msih perlu pemberian
informasi secara Bagi PMO
berkesinambungan serta adanya
Diharapkan PMO meningkatkan
monitoring dan evaluasi dari
pengetahuan mengenai TB Baru.
Puskesmas. Kegiatan monitoring
PMO juga diharapkan dapat
dilakukan dengan melihat hasil
meningkatkan pengawasan terhadap
dokumentasi kegiatan, laporan
minum obat pasien yang merupakan
kegiatan, serta feedback dari
anggota keluarga.
masyarakat terutama pasien dan
PMO mengenai pemahaman akan
Bagi Pasien
TB Paru dan aturan minum Obat
Anti Tuberkulosis (OAT). Peran Diharapkan pasien dapat
sebagai edukator jika dilakukan meningkatkan kepatuhan akan
keluarga secara maksimal akan minum obat, serta meningkatkan
memaksimalkan pemahaman pengetahuan akan penyakit TB Paru,
pasien TB paru akan aturan minum pencegahan penularan, serta
obat. pengobatan TB Paru sesuai aturan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Bagi Peneliti selanjutnya
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Karena keterbatasan peneliti,
tentang peran keluarga sebagai diharapkan peneliti selanjutnya dapat
PMO di Puskesmas Ophir meneliti secara mendalam mengenai
Kecamatan Luhak Nan Duo peran keluarga terhadap pasien TB
Kabupaten Pasaman Barat tahun Paru dengan HIV positif dan pasien
2016 didapatkan empat buah tema TB MDR.
yaitu, peran sebagai motivator
sudah optimal, peran
mengingatkan pemeriksaan ulang
sputum sudah optimal, peran
pengawasan pengobatan sudah
DAFTAR PUSTAKA Perawatan Penderita Tuberculosis
Afiyanti, Y & Imami. N. R, 2014, Paru Di Kecamatan Gapura
Metodologi Penelitian Kualitatif Kabupaten Sumenep. MKM Vol.02
Dalam Riset No. 01 Juni 2007. Sumenep :
Unija, dari :
Keperawatan. Jakarta : PT Raja Grafindo http//download.portalgaru
Persada. da.org/article
Brink,P .J & Wood, M. J, 2000. Irma, 2014, Studi Kualitatif
Langkah Dasar dalam Perencanaan Tentang Pengalaman Anggota
Riset Keperawatan, Jakarta : Keluarga Merawat Pasien TB Paru
Penerbit Buku Kedokteran EGC di Wilayah Kerja Puskesmas
MoncobalangKecamatan
Bustami, 2011, Penjaminan Mutu
Pelayanan Kesehatan & Borombongan Kabupaten Gowa,
Askeptabilitasnya, Jakarta : Makasar : FK Unhas dari :
Erlangga. https://repository.unhas. ac.id / 2014
Depkes RI, 2008, Pedoman Pengobatan Istiawan, R. dkk, 2005, Hubungan
Dasar Di Puskesmas, Peran PMO Oleh Keluarga Dan
Padang:Depkes Provinsi Sumbar. PetugasKesehatanTerhadap
2007, Pedoman Nasional Pengetahuan, Perilaku Pencegahan
Penanggulangan Tuberkulosis, dan Kepatuhan Klien TBC Dalam
Jakarta : Depkes RI. Konteks
2002, Pedoman Nasional Keperawatan Komunitas Di
Penanggulangan Tuberkulosis. Kabupaten Wonosobo, Journal
Jakarta : Depkes RI. Keperawatan
Debby, R. dkk, 2014. Peran Soedirman Volume 1, No 2,
Pengawas Menelan Obat (PMO) November 2006, Jawa Tengah : UI,
Tuberkulosis dalam meningkatkan dari
Kepatuhan :http://download.portalgar uda.org
Minum Obat pada Pasien
Tuberkulosis Paru di kelurahan Kemenkes RI, 2004 Pedoman
Sidomulyo Barat Pekanbaru. Nasional Pengendalian
Dari Tuberkulosis
:http://download.portalgar , Jakarta: Direktorat Jenderal P2PL.
uda.org/ article 2011, Strategi Nasional
Erlinda, R, dkk. 2013. Hubungan Pengendalian TB, Jakarta :
Peran Pengawas Minum Obat Direktorat Jenderal P2PL
(PMO) dalam Program DOTS 2014, Pedoman Nasional
dengan Hasil Apusan BTA Pasien Pengendalian Tuberkulosis, Jakarta :
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Direktorat Jenderal P2PL
Tanggul Kabupaten Jember. ri:
http//download.portalgar 2014 Pedoman Nasional
u da.org/article. Pengendalian Tuberkulosis, Jakarta:
Direktorat Jenderal P2PL.
Hannan, M & Hidayat, S, 2013,
Peran Keluarga Dalam
2015, Tuberkulosis Temukan Obati Tuberkulosis Indonesia, Jakarta :
Sampai Sembuh, Jakarta : Pusat Data PPTI, dari:
Dan Informasi Kementrian https://agus34drajat.files.wordpres
Kesehatan RI. s.com/.../jurnaltuberkulosis-
indonesia
2015, Tuberkulosis Temukan Obati
Sampai Sembuh,Jakarta : Pusat Data Puskesmas Ophir, 2015, Profil UPT
Dan Informasi Kementrian Puskesmas Ophir, Pasaman Barat :
Kesehatan RI. Puskesmas Ophir
Limbu, R & Marni, Rachmawati,T & L, 2006, Turniati,
2007Peran Keluarga Sebagai Pengaruh
Pengawas
Dukungan
Minum Sosial dan Obat
Kerja Puskesmas Baumata Pengetahuan tentang Penyakit TB
Kecamatan Taebenu Kabupaten terhadap Motivasi Untuk Sembuh
Kupang. MKM Vol.02 No. 01 Juni Penderita TB yang Berobat di
2007, Puskesmas, Surabaya : Puslitbang,
dari : dari:http://ejournal.litbang.dep
https://mediakesehatanma kes.go.id/index.php/hsr/article
syarakat.files.wordpress.com/201 2
Rahmawati, dkk, 2012, Peran
Notoatmojo, S, 2010,Metodologi PMO dalam Mencegah Penularan
Penelitian Kesehatan, Jakarta : TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Remaja Samarinda,
Rineka Cipta. Nugroho, A.R, 2011, Makasar : FKM Unhas, dari :
Studi Kualitatif Faktor yang http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/file
Melatarbelakangi Drop Out
Pengobatan Risnanto, dkk, 2006, Perbandingan
Persepsi Penderita Tuberkulosis
Tuberkulosis Paru. Kemas 7 (1) Paru Terhadap Bahaya Penyakit,
(2011) Manfaat Pengobatan dan Peran
Pengawas Menelan Obat di
83-89.dari:
Puskesmas Kabupaten Tegal, dari
http://journal.unnes.ac.id/i
:www.stikesbhamada.ac.id/
ndex.phi/kemas
ojs/index.php/jitk/article/view/2006
Pare, A, L.dkk, 2012,
Suryana, A, 2007 Tahapan-Tahapan
Hubungan Antara Pekerjaan,
Penelitian Kualitatif, Jakarta :
PMO, Pelayanan Kesehatan,
Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Sahid,
Dukungan Keluarga, dan
R, 2011, Analisa Data Penelitian
Diskriminasi Dengan Perilaku
Kualitatif Model Miles dan
Berobat Pasien TB Paru, Makasar
Huberman,dari:
: Unhas, dari :
https://repository.unhas.ac.id/2012 http://sangit26.blogspot.co.id/2011/07
PPTI, 2010, Buku
Sidy, N. Y. 2012. Analisis Pengaruh
Saku PPTI Peran Pengawas Menelan Obat dari
Keluarga dengan Kepatuhan
(Perkumpulan Pemberantasan
Pengobatan Penderia Tuberkulosis
Tuberkulosis Indonesia), Jakarta :
di
PPTI PPTI, 2010,
Jurnal
Kota Pariaman Tahun 2010- 2011.
Jakarta:FKM UI,
dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20
313573-T3131 Analisis pengaruh.pdf
Yohanes, D & Yasinta, 2013, Asuhan
Keperawatan Keluarga Konsep dan
Praktik. Yogyakarta : Nuha Medika
Yoisangadji, S. A, dkk, 2016,
Hubungan Pengawas Menelan
Obat (PMO) dan Peran Keluarga
dengan Kepatuhan Minum Obat
pada Pasien di Wilayah Kerja
Puskesmas Sario Kota Manado.
UNSRAT Vol. 5 No. 2 Mei 2016 ISSN
2302-2493, Manado :
Universitas Samratulanngi, dari
:
http://e.journal.unsrat.ac.id/index.p
hp/pharmacon
Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat (Pmo) Dengan
Tingkat Keberhasilan Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru

The Family Role As Tuberculosis Treatment Observer with Tuberculosis


Treatment Success Level of Pulmonary Tuberculosis Patients

Jufrizal¹, Hermansyah², Mulyadi3


1
Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala
2
Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan, Kemenkes Aceh
3
Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah
Kuala

Abstrak

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu epidemik global dengan hampir 9 juta kasus baru
pada tahun 2013 dan 1,5 juta kematian; 360.000 kematian akibat TB. Salah satu
komponen dari strategi penanggulangan TB Paru adalah menggunakan Directly
Observed Treatment Shortcourse (DOTS) melalui Pengawas Minum Obat (PMO).
Keluarga dapat dijadikan PMO yang akan memantau dan mengingatkan penderita TB
Paru untuk meminum obat sesuai program. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi hubungan peran keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO)
dengan tingkat keberhasilan pengobatan penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Penelitian bersifat deskriptif korelatif
dengan pendekatan retrospektif ini dilakukan pada 31 Agustus s/d 23 Oktober 2015
dengan metode wawancara terhadap 63 keluarga yang memiliki penderita TB Paru.
Hasil penelitian menunjukkan peran keluarga sebagai PMO dalam katagori baik
(79,4%) dan tingkat keberhasilan pengobatan (73%). Terdapat hubungan antara peran
keluarga sebagai PMO dengan tingkat keberhasilan pengobatan (p=0,000 ;
OR=20,476). Peran keluarga sebagai PMO berhubungan dengan pemeriksaan BTA
(p=0,000 ; OR=18,278), peningkatan berat badan (p=0,000 ; OR=25,067),
kelengkapan minum obat (p=0,001 ; OR=13,417). Peran keluarga sebagai PMO sangat
menentukan dalam keberhasilan pengobatan TB. Diharapkan kepada keluarga untuk
lebih peduli pada penderita TB melalui kartu kendali keluarga sehingga pengawasan
lebih terkontrol.

Kata Kunci: Peran keluarga, PMO, pengobatan, TB Paru


Abstract
Tuberculosis (TB) is a global epidemic with almost 9 million of new cases in 2013 and
from 1.5 million death; 360,000 of them were caused by TB. One component of
strategies for overcoming pulmonary TB is by using Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) through tuberculosis treatment observer (PMO). Family can be a
PMO to control and remind the family member with pulmonary TB to take drug
according to the program. This study aimed to identify association of the family role
as tuberculosis treatment observer with tuberculosis treatment success level of
pulmonary tuberculosis patients at banda sakti public health center coverage area in
lhokseumawe city. This study was a descriptive correlational study with retrospective
approach conducted on August 31st to October 23rd 2015 with interview method 63
families that had the family member with pulmonary TB. The result of the study
showed that the role of family as PMO was in good category (79,4%), and the level of
treatment success (73%). There was relationship between the role of family as PMO
and the level of treatment success (p=0,000 ; OR=20,476). The role of family as PMO
also related to the examination of BTA test (p=0,000 ; OR=18,278), weight gain
(p=0,000 ; OR=25,067); and completeness of drugs taking (p=0,001 ; OR=13,417).
The role of family as PMO is very determining in the success of TB treatment. It is
expected to family to care the family member with TB more by having family control
card so that the oversight can be more controlled.

Keywords: Role of Family, PMO, treatment, pulmonary TB


.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan suatu penanggulangan TB (Ogboi, Idris,
epidemik global dengan hampir 9 juta Olayinka, & Juanaid, 2010). Strategi
kasus baru pada tahun 2013 dan 1,5 juta DOTS diperkenalkan pada pertengahan
kematian; tahun 1990-an dan kemudian menjadi
360.000 kematian akibat TB terkait HIV landasan bagi the Stop TB Strategy, yang
(Manabe, et al., 2015). TB perlahan-lahan diluncurkan bersamaan dengan the Global
menurun setiap tahun dan diperkirakan Plan to Stop TB 2006-2015 pada tahun
bahwa 37 juta orang dapat diselamatkan 2006. The Global Plan merancang
dari TB melalui diagnosis dan pengobatan bagaimana dan sejauh mana the Stop TB
yang efektif antara tahun 2000 sampai Strategy harus diimplementasikan antara
2013. Pada tahun 2013, hasil tahun 2006-2015 untuk mencapai
pengumpulan data dari 126 negara yang penghentian dan pembalikan insiden TB
dilakukan sejak tahun 2009 melalui survey sehubungan dengan Millenium
berbasis populasi, diestimasi 9 juta orang Development Goals (MDGs) pada tahun
mengidap penyakit TB. (WHO, 2014) 2015. The Stop TB Partnership
menargetkan untuk mengurangi prevalensi
Enam negara yang memiliki jumlah kasus dan angka kematian karena TB
insiden TB terbanyak tahun 2013
berdasarkan Global Tuberculosis Report menjadi 50% level 1990 pada tahun 2015,
2014 adalah India (2.0 juta–2.3 juta), dan mengeleminasi TB sebagai suatu
China (0.9 juta–1.1juta), Nigeria kepedulian kesehatan masyarakat pada
(340.000−880.000), Pakistan tahun 2050 (Jordan & Davies, 2010).
(370.000−650.000) Indonesia Salah satu komponen DOTS yang
(410.000−520.000) dan Afrika Selatan dikembangkan di Indonesia yaitu
(410.000−520.000). Dari data tersebut terlihat komponen standarisasi pengobatan dengan
bahwa Indonesia menduduki urutan ke 5 pengawasan dan dukungan pasien.
secara global (WHO, 2014). Profil Indonesia mengembangkan strategi
Indonesia tahun 2013 menyebutkan bahwa tersebut dalam program Pengawas Minum
jumlah penderita TB Paru di Aceh Obat (PMO), suatu bentuk pengawasan
diketahui berjumlah 3424 orang. terhadap kepatuhan meminum obat sesuai
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan program kepada penderita TB. Pengawas
Aceh, 5 kabupaten Minum Obat yang memantau dan
yang tertinggi penderita TB Paru di Aceh mengingatkan penderita TB paru untuk
pada tahun 2014 yaitu : Bireuen (451 meminum obat secara teratur. PMO sangat
kasus), Aceh Utara (414 kasus), Pidie penting untuk mendampingi penderita
(392 kasus), Aceh Timur (350 kasus) dan agar tercapai hasil pengobatan yang
Aceh Besar (336 kasus). Data Dinas optimal (Depkes, 2000).
Kesehatan Kota Lhokseumawe
didapatkan jumlah penderita TB Paru
Keluarga dapat dijadikan sebagai PMO,
pada tahun 2013 sebanyak 141 orang,
karena dikenal, dipercaya dan disetujui,
sedangkan pada tahun 2014 jumlah
baik oleh petugas kesehatan maupun
penderita TB Paru sebanyak 150 orang,
penderita, selain itu harus disegani,
dan Puskesmas yang paling banyak
dihormati dan tinggal dekat dengan
penderita TB paru adalah Puskesmas
penderita serta bersedia membantu
Banda Sakti sebanyak 60 orang (Dinkes
penderita dengan sukarela. Keluarga
Kota Lhokseumawe, 2014).
memberikan dukungan dengan cara
menemani pasien berobat ke pusat
WHO telah merekomendasikan strategi
kesehatan, mengingatkan tentang obat-
Directly Observed Treatment Shortcourse
obatan, dan memberi makan dan nutrisi
(DOTS) sebagai salah satu strategi dalam
bagi penderita TB (Kaulagekear-Nagarkar, tersebut tetap memerlukan perhatian yang
Dhake, serius. Oleh karena itu penelitian ini ingin
& Preeti, 2012). mengidentifikasi hubungan peran keluarga
sebagai Pengawas Minum Obat (PMO)
Keberhasilan pengobatan dan deteksi dengan tingkat keberhasilan pengobatan
kasus merupakan indikator-indikator yang penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah
digunakan untuk mengukur efektifitas Kerja Puskesmas Banda Sakti Kota
pengendalian TB seiring dengan Lhokseumawe.
indikator- indikator dampak insiden,
prevalensi, dan angka kematian (Jordan &
Metode
Davies, 2010). Keberhasilan pengobatan
TB merupakan salah satu indikator
performa esensial dalam mengevaluasi Penelitian ini dilakukan
performa program menggunakan desain deskriptif korelatif,
pengendalian TB nasional. Indikator ini jenis penelitian yang dilakukan adalah
penting bukan hanya berguna untuk retrospektif dengan mengumpulkan data
memastikan pencapaian program yang telah dikumpulkan sebelumnya.
pengendalian TB tetapi juga Data yang diambil adalah data penderita
membandingan pencapaian target dari TB Paru pada tahun 2014 sebanyak 57
masing-masing daerah (Li-Chun, et al., orang dan data penderita TB Paru pada
2008). semester satu dan dua tahun 2015
sebanyak 6 orang. Pengukuran dengan
Penelitian Amaliah (2012) di Kabupaten menggunakan alat ukur berupa kuesioner
Bekasi menyebutkan bahwa ada dan kartu berobat penderita TB Paru.
hubungan antara keteraturan minum obat, Pengumpulan data dilakukan pada 31
pengetahuan tentang TB, penyuluhan Agustus s/d 23 Oktober 2015 terhadap 63
kesehatan, efek samping obat, status gizi orang yang diambil secara total sampling.
dan pengawas minum obat dengan Pengolahan data menggunakan program
kegagalan konversi pada penderita TB. SPSS apabila P-value 0,05 maka Ho
Sedangkan penelitian Hadiansyah (2011) ditolak dan Ha diterima.
diperoleh faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian gagal konversi pada Hasil
penderita TB Paru BTA positif akhir
pengobatan tahap intensif antara lain: Data karakteristik respondendapat dilihat
pengetahuan, pendapatan, kepatuhan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1,
menelan obat efek samping obat dan sebanyak 23 orang (36,5%) berumur 46-
peran PMO. 55 tahun, 43 orang (68,3%) berjenis
Berdasarkan pengamatan data awal di kelamin perempuan, latar belakang
Puskesmas Banda Sakti walaupun sudah pendidikan terbanyak adalah SMA yaitu
menjalankan strategi DOTS sejak tahun 43 orang (68,3%), dan 33 orang (52,4%)
2006 ternyata masih ditemukan angka sebagai IRT. Hubungan dengan penderita
putus obat sebanyak 1 orang. Walaupun terbanyak suami/istri yaitu 39 orang
hanya berjumlah 1 orang dibandingkan (61,9%) dan 31 orang (49,2%) tidak
dengan 60 orang jumlah keseluruhan memiliki penghasilan.
penderita TB pada tahun 2014 di Tabel 1. Responden berdasarkan Katagori
Puskesmas Banda Sakti, namun mengingat Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan,
bahwa akibat dari pada putus obat dapat Pekerjaan, Hubungan dengan Pasien dan
berkembang menjadi multidrug-resistant Pendapatan (n = 63)
tuberculosis (MDR-TB) dan dapat
menularkan kepada orang lain, maka hal
Karakteristik f % Persentase keluarga sebagai PMO dapat
Umur : dilihat pada Diagram 1 berikut.
1. 17-25 tahun 2 3,2 Diagram 1. Persentase peran keluarga
2. 26-35 tahun 15 23,8 sebagai PMO (n = 63).
3. 36-45 tahun 19 30,2
4. 46-55 tahun 23 36,5
5. 56-65 tahun 4 6,3

Jenis Kelamin :
1. Laki-laki 20 31,7
2. Perempuan 43 68,3
Pendidikan : Diagram 1 menunjukkan bahwa peran
1. SD 2 keluarga sebagai PMO sebanyak 50 orang
3,2
2. SMP 11 (79,4%) dalam katagori baik.
17,5
3. SMA 43 68,2
4. PT 7 11,1
Pekerjaan :
1. Mahasiswa 1 1,6
2. IRT 33 52,4
3. Nelayan 3 4,8
4. Wiraswasta 9
5. K.Swasta 7 14,
6. PNS 9 11,1
14, Diagram 2 . Persentase keberhasilan
7. Pensiunan 1
1,6 pengobatan pada penderita TB Paru (n =
Hubungan 63)
2. Hubungan peran keluarga sebagai PMO
dengan keluarga Pemeriks Total OR P. value
penderita : sebagai aan BTA f (%) (95% CI)
PMO
1. Suami/Istri 39 61,9 Negatif Positif
2. Ayah/Ibu 3 4,8 f % f %
Baik 47 94 3 6 50(1 18,2 0,00
3. Saudara 18 28,8 Total OR P.
00) 78 0
Kandung (3,7
00-
4. Anak 3 4,8 90,2
83)
Tidak 6 46,2 7 53,8 13(100)
Pendapatan : baik CI) e
1. Tidak ada 31 49,2 Jumlah 53 84,1 10 15,9 63(100)

2. < UMR 11 17,5 94 3 6 50(100) 18,278 0,00


3. >UMR 21 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari ke 47
33,3 7 (3,700- 0
responden berperan baik sebagai PMO
dalam6pemeriksaan
46, 7 53,BTA 13(100) 90,283
negatif yaitu 94%,
dibandingkan dengan responden 3 orang
responden yang berperan baik sebagai PMO
dalam pemeriksaan BTA positif yaitu 6%.
Dari hasil statistik diperoleh P-value 0,000
berarti secara statistik menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara peran
keluarga sebagai PMO dengan pemeriksaan
BTA, dengan OR = 18,278 (CI = 3,700- peluang 13 kali terhadap kelengkapan
90,283) minum obat dibandingkan dengan
artinya keluarga yang berperan baik keluarga yang tidak berperan baik sebagai
sebagai PMO memiliki peluang 18 kali PMO.
terhadap hasil BTA negatif
dibandingkan dengan keluarga yang Tabel 5. Hubungan peran keluarga sebagai
tidak berperan sebagai PMO. PMO dengan keberhasilan pengobatan
(n=63)
Tabel 3 Peran Keberhasilan OR
Hubungan peran keluarga sebagai PMO keluarga pengobatan
dengan peningkatan berat badan (n=63) sebagai Berha Tidak Total (95% P.
PMO sil berhasil f (%) CI) value
Peran Peningkatan berat badan
berhasil
keluarg Naik Tidak naik Total OR P. value f% f %
a f % f % f (%) (95% CI)
sebaga Baik 86
4 7 14 50(7 20,476 0,000
i 3 9,4)
PMO
Baik 47 94 3 6 50(100 25,067 Tidakbaik 23,1
0,000 3 10 76,9 13(2 (4,490
) (4,982- 0,6)
Tidak baik 5 38,5 8 61,5 13(100 126,129)
) Jumlah 73 4 17 27 63(1 93,386
Jumlah 52 82,5 11 17,5 63(100 6 00)
)
responden berperan baik sebagai PMO Tabel 5 menunjukkan bahwa dari ke 43
dalam peningkatan berat badan dibuktikan responden berperan baik sebagai PMO
dengan naiknya berat badan yaitu 94%, dalam keberhasilan pengobatan pada
dibandingkan dengan 3 orang responden pasien TB Paru yaitu 86% dibandingkan
yang berperan baik sebagai PMO dalam dengan 7 orang responden yang berperan
peningkatan berat badan tidak naik 6%. baik sebagai PMO yang tidak berhasil
Dari hasil statistik diperoleh P-value 0,000 dalam pengobatan sebanyak 14%.
berarti secara statistik menunjukkan bahwa Dari hasil statistik diperoleh
ada hubungan yang signifikan antara peran P-value 0,000 berarti secara statistik
keluarga sebagai PMO dengan peningkatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang
berat badan. Hasil uji chi square dengan signifikan antara peran keluarga sebagai
OR = 25,067 (CI = 4,982- 126,129) artinya PMO dengan keberhasilan pengobatan pada
keluarga yang berperan baik sebagai PMO pasien TB Paru. Hasil uji chi square
peluang 25 kali terhadap peningkatan berat dengan OR = 20,476 (CI = 4,490-93,386)
badan dibandingkan dengan keluarga yang artinya keluarga yang berperan baik
tidak berperan sebagai PMO. sebagai PMO dalam keberhasilan
pengobatan memiliki peluang 20 kali
Tabel 4. Hubungan peran keluarga sebagai terhadap keberhasilan pengobatan
PMO dengan kelengkapan minum obat dibandingkan dengan keluarga yang tidak
(n=63)dalam tidak lengkap minum obat berperan baik sebagai PMO.
yaitu 8%. Dari hasil statistik diperoleh P-
value 0,001 berarti secara statistik
Peran Kelengkapan minum
menunjukkan bahwa ada hubungan yang keluarga obat
signifikan antara peran keluarga sebagai sebagai Lengkap Tidak Total OR P.
PMO lengkap f (%) (95% value
PMO dengan kelengkapan minum obat. f % f % CI)
Hasil uji chi square dengan OR = 13,417 Baik 46 9 4 8 50(100 13,41 0,001
2 ) 7
(CI = 3,011-59,787) artinya keluarga yang Tidak baik 6 46,2 7 53,8 13(100 (3,011
berperan baik sebagai PMO dalam )
Jumlah 52 82, 11 17,5 63(100 59,78
kelengkapan minum obat memiliki 5 )
7)
Pembahasan Hasil studi ini menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara peran
Hasil studi ini menunjukkan ada keluarga sebagai PMO dengan pemeriksaan
hubungan peran keluarga sebagai PMO BTA (p=0,000 ; OR=18,278). Temuan ini
dengan tingkat keberhasilan pengobatan sesuai dengan penelitian Hidayah, dkk
pada penderita TB Paru (p=0,000 ; (2014) tentang motivasi pengawas minum
OR=20,476). Keluarga yang memenuhi obat dengan pencapaian angka konversi BTA
peran yang baik sebagai PMO berpeluang pada pemeriksaan sputum penderita TB Paru
20 kali memperoleh tingkat keberhasilan di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
pengobatan penderita TB Paru. Limbu dan di dapatkan hasil bahwa sebagian besar
Marni (2006) menyebutkan peran keluarga responden memiliki motivsi rendah (75,7%)
dalam bentuk partisipasi terhadap proses lebih dari sebagian pencapaian angka
pengobatan penderita TB Paru yaitu konversi (56,8%). Hasil Uji chi Square
merujuk penderita ke puskesmas, menunjukan ada hubungan tingkat motivasi
membawa penderita di tenaga kesehatan, pengawas minum obat dengan pencapaian
membantu penderita pada pemeriksaan di angka konversi BTA pada pemeriksaan
laboratorium, pemenuhan kebutuhan sputum penderita TB Paru (p = 0,024 (<
penderita, mengingatkan penderita untuk α=0,05). Pemilihan PMO diutamakan dari
minum obat dan memberi obat untuk keluarga pasien, karena keluarga adalah
diminum setiap malam dan melakukan orang terdekat yang setiap saat bisa
pengambilan obat untuk pesediaan, serta mengawasi pasien pada saat minum obat
mengantarkan penderita malakukan selain itu karena adanya ikatan batin antara
pengontrolan di puskesmas bila selesai penderita dengan PMO yang berasal dari
minum obat fase intensif (2 bulan) keluarganya dimungkinkan dapat
sangatlah diperlukan. meningkatkan peran keluarga dalam jadwal
Penelitian Tirtana (2011) juga pemeriksaan BTA (Limbu dan Marni,
menyatakan terdapat pengaruh yang kuat 2006).
antara keteraturan berobat (p=0,00, Keluarga menjadi faktor penting bagi
r=0,72) dan lama pengobatan terhadap penyembuhan dan pemeriksaan BTA,
keberhasilan pengobatan (p=0,00, r=0,77). karena target Multy Development Goals
Tidak didapatkan hubungan bermakna (MDGs) untuk 2015 adalah menghentikan
antara tingkat pendapatan (p=1,00), jenis dan memulai pencegahan HIV/AIDS,
pekerjaan (p=0,19), kebiasaan merokok malaria dan penyakit berat lainnya seperti
(p=0,42), jarak tempat tinggal pasien TB saat ini dilanjutkan dengan
hingga tempat pengobatan (p=0,97), dan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable
status gizi (p=1,00) terhadap keberhasilan Development Goals (SDGs). Target ini
pengobatan. merupakan tantangan utama dalam
Peran keluarga yang baik akan pembangunan di seluruh dunia, Indonesia
meningkatkan keberhasilan pengobatan juga akan menjadi negara yang
penderita TB Paru. Peran keluarga sangat melaksanakan strategi dalam
penting dalam keberhasilan pengobatan pemberantasan TB mengingat penyakit TB
pada penderita TB Paru, baik keberhasilan Paru menjadi penyakit ke 5 terbanyak
dari faktor pemeriksaan BTA, kenaikan didunia (Kemenkes RI, 2014).
berat badan dan kelengkapan minum obat. Hubungan peran keluarga sebagai
Hubungan peran keluarga sebagai PMO PMO dengan peningkatan berat badan.
dengan pemeriksaan BTA. Hasil Hasil penelitian menunjukkan ada
penelitian menunjukkan menunjukkan hubungan peran keluarga sebagai PMO
bahwa ada hubungan peran keluarga dengan peningkatan berat badan (p=0,000
sebagai PMO dengan pemeriksaan BTA ;OR=25,067). Vasantha et all (2008)
(p=0,000 ; OR=18,278). melakukan penelitian di India tentang
berat badan pada penderita yang diobati penyuluhan bersama-sama dengan
dengan pengawasan DOTS, didapatkan pasien. Umumnya di Indonesia PMO yang
hasil diantara pasien TB paru positif 1557 ditunjuk merupakan keluarga terdekat yang
orang yang diobati mengalami kehilangan tinggal satu rumah dengan pasien
berat badan 4 kg dan pada akhir (Kemenkes RI, 2004).
pengobatan mengalami kenaikan sampai
5-20 kg, rata-rata perubahan berat badan Penelitian ini didukung oleh
adalah 322 penderita yang mengalami Muniroh, dkk (2013) yang dilakukan di
kenaikan berat badan. wilayah kerja Puskesmas Mangkang
Semarang Barat ternyata keteraturan
berobat pasien TB paru kasus paru yang
Wassie, et all (2014) melakukan penelitian
dinyatakan sembuh lebih banyak yang
menilai kenaikan berat badan dan faktor-
berobat teratur yaitu (63,3%) sedangkan
faktor yang terkait pada pasien TB Paru di
yang tidak teratur ada (36,7%).
Ethiopia dan didapatkan hasil bahwa dari
Kesembuhan ≥ 85% disebabkan karena
384 pasien yang berpartisipasi dalam
keteraturan berobat.
penelitian ini dua sepertiga pasien TB
adalah underweight Keluarga berperan sebagai PMO
pada saat awal pengobatan, setelah selesai dengan baik yang membantu kedisiplinan
pengobatan ada kenaikan yang signifikan Penderita TB Paru dalam meminum obat.
dalam berat badan. Berat badan pasien Semua penderita TB Paru diawasi dalam
dipengaruhi oleh status pendidikan, riwayat mengkonsumsi obat oleh keluarganya.
pengobatan TB dan frekuensi makan Peran keluarga sebagai PMO sangat baik
perhari dan status gizi. karena dapat mengurangi resiko kegagalan
dalam pengobatan dan membantu
Peran keluarga sangat penting dalam meningkatkan semangat dan kepercayaan
peningkatan berat badan penderita TB Paru, diri penderita untuk dapat sembuh. Pasien
namun faktor ini harus didukung oleh yang memiliki kinerja PMO baik memiliki
nutrisi yang di kosumsi oleh penderita TB kemungkinan untuk teratur berobat 5.23
Paru karena akan mempengaruhi tingkat kali lebih besar dibandingkan pasien yang
kesehatan dan sistem imun yang secara memiliki kinerja PMO buruk, dan secara
langsung berperan dalam peningkatan berat statistik hubungan tersebut signifikan.
badan pada penderita TB Paru. Kinerja PMO berhubungan dengan
Hubungan peran keluarga sebagai keteraturan berobat pasien TB Paru
PMO dengan kelengkapan minum obat. Strategi DOTS (Juwita, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan peran keluarga sebagai PMO Penelitian oleh Pare, dkk (2012) yang
dengan kelengkapan minum obat (p=0,001) menemukan bahwa ada hubungan
; OR=13,417). dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat penderita TB paru, artinya
keluarga yang berperan sebagai PMO
Keberadaan PMO menjadi salah satu
memberikan dukungan kurang baik
kompenen DOTS dalam pengawasan
berisiko sebesar 3 kali untuk menyebabkan
langsung terhadap pengobatan panduan
pasien tidak patuh periksa ulang dahak
OAT serta menjamin keteraturan
pada fase akhir pengobatan dibandingkan
pengobatan. Hal yang penting adalah PMO
dengan pasien yang memiliki dukungan
tersebut dapat memenuhi syarat seperti,
keluarga yang baik.
dikenal dan dipercaya oleh pasien, tinggal
dekat dengan pasien, membantu pasien
dangan sukarela serta bersedia dilatih untuk
mendapatkan
Kesimpulan dengan pencapaian angka
konversi BTA pada pasien
Studi ini menemukan ada hubungan TB Paru. Diakses 12
yang signifikan antara peran keluarga November 2015.
sebagai PMO dengan tingkat keberhasilan
pengobatan pada penderita TB Paru di Jordan, & Davies. (2010). Clinical
wilayah kerja Puskesmas Banda Sakti Kota Tuberculosis and Treatment
Lhokseumawe. Outcomes. International
Journal Tuberculotis Lung
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
Disease, 6, 683-8. Retrieved 5
masukan bagi Puskesmas Banda Sakti Kota
15, 2015, from
Lhokseumawe untuk meningkatkan peran
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
petugas kesehatan dan keluarga sebagai
ubmed /20487604
PMO bagi penderita TB Paru, sehingga
programpemberantasan TB Paru dapat Juwita.(2009), Hubungan kinerja pengawas
terlaksana sesuai dengan target Suistanable minum obat (PMO) dengan
Development Goals (SDGs). keteraturan berobat pasien TB
Paru strategi DOTS di RSUD Dr.
Referensi Moewardi Surakarta, dari
http://digilib.uns.ac.id/pengguna.p
hp? mn=detail&d_id=13525
Amaliah, Rita. (2012). Faktor-faktor yang diakses pada tanggal 12 November
berhubungan dengan kegagalan 2015.
konversi penderita TB Paru BTA Kaulagekear-Nagarkar, Dhake, & Preeti.
posistif pengobatan fase intensif (2012). Perspective of Tuberculosis
di Kabupaten Bekasi. Diakses 20 Patients on Family Support and care
April 2015. in Rural Maharashtra. Indian
Journal of Tuberculosis, 224-230.
Depkes RI. (2000). Pedoman nasional
penanggulangan tuberkulosis. Kemenkes RI. (2014). Standard
Jakarta : Depkes RI. pp:7-41. internasional untuk pelayanan
tuberculosis. Jakarta.
Dinkes Lhokseumawe (2014). Profil
program penanggulangan TB Paru Li-Chun, Chi-Fang Feng, Jer-Jea, Cheng-
Dinas Kesehatan Kota Yi, Shiang-Lin, & Hsiu-Yun.
Lhokseumawe. Dinkes (2008). The Indicators of treatment
Lhokseumawe. Outcomes for Tuberculosis
Recomended by World Health
Hadiansyah, Bambang. (2011). Faktor- Organization. Taiwan
faktor yang berhubungan Epidemiology Bulletin, 070-085.
dengan kejadian gagal
konversi pada penderita TB Limbu, Ribka, Marni. (2006). Peran
paru BTA posistif baru akhir keluarga sebagai pengawas minum
tahap intensif di Balai obat (PMO) dalam mendukung
Kesehatan Paru Masyarakat proses pengobatan penderira TB
(BKPM) Kabupaten Garut. Paru di wilayah kerja puskesmas
Diakses 20 April 2015. Baumata Kecamatan Taebenu
Kabupaten Kupang. Diakses 12
Hidayah, Mulyani, Husni, Pardosi. (2014). November 2015.
Hubungan tingkat motivasi
pengawas minum obat
Manabe, Zawedde-Muyanja, Burnett, Vasantha, Gopi and Subramani. (2008).
Mugabe, Naikoba, & Coutinho. Weight Gain In Patients With
(2015). Rapid Improvement in Tuberculosis Treated Under
Passive Tuberculosis Case Directly Observed Treatment
Detection and Tuberculosis Short-Course (DOTS). Indian J
Treatment Outcomes After Tubrc 2009; 56: 5-9
Implementation of a Bundled
Laboratory Diagnostic and On-Sit Wassie, Molla Mesele, Worku, Abebaw
Training Intervention Targeting Gebeyehu and Shamil, Fedlu.
Mid- Level Providers. (2014). Weight Gain and
OxfordJournal. Retrieved mei 17, Associated Factors among
2015,from Adult Tuberculosis Patients
http://ofid.oxfordjournals.org/conten on Treatment in Northwest
t /2/1/ofv030.full Ethiopia: A Longitudinal
Study. Wassie et al., J
Muniroh, Nuho. (2013). Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan
Kesembuhan Penyakit
Tuberculosis (TBC) Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas
Mangkang Semarang Barat. Jurnal
Keperawatan Komunitas;1(1):33-
42.

Ogboi, Idris, Olayinka & Juanaid.


(2010). Socio-Demographic
Characteristics of Patients
Presenting Pulmonary
Tuberculosis in a Primary Health
Centre, Zaria, Nigeria. Journal of
Medical Labotory and Diagnosis,
11-14. Retrieved Mei 16, 2015,
from
http://www.academicjournals.org/J
ML D
Pare, Amiruddin dan Leida. (2012).
Hubungan antara pekerjaan, pmo,
pelayanan kesehatan, dukungan
keluarga dan diskriminasi dengan
perilaku berobat pasien TB Paru.
Diakses 4 Desember 2015. Tirtana,
Bertin Tanggap. (2011). Faktor-
faktor Yang Mempengaruhi
Keberhasilan Pengobatan Pada
Pasien Tuberkulosis Paru Dengan
Resistensi Obat Anti Tuberkulosis
Di Wilayah Jawa Tengah. Diakses
12 November 2015.
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENGAWAS MENELAN OBAT TERHADAP
KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
PRAGAAN TAHUN 2016

Relationship Between Characteristics Of Supervisory With Tuberculosis’s Patient


Compliance In Puskesmas Pragaan 2016

Nazilatul Fadlilah
FKM UA, nazilanazla@gmail.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK

Kejadian tuberkulosis (TB) di Kabupaten Sumenep masih menjadi masalah kesehatan


yang prioritas terutama di wilayah Pragaan. Puskesmas Pragaan merupakan puskesmas di
Kabupaten Sumenep yang memiliki angka kejadian TB paling tinggi, angka success rate
pada tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami penurunan. Penelitian ini dilakukan di
Puskesmas Pragaan, Kabupaten Sumenep. Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dengan
menggunakan metode case control, dan dianalisis dengan uji statistik chi-square. Populasi
penelitian adalah semua PMO dari pasien TB paru yang berobat ke Puskesmas Pragaan
pada bulan Januari hingga Desember 2016 yaitu sebanyak 106 pasien. Sampel penelitian
ini sebanyak 60 orang yaitu 20 PMO kasus dan 40 PMO kontrol. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara dengan kuesioner yang berisi mengenai karakteristik
umum PMO, pengetahuan PMO tentang TB, pengetahuan PMO tentang peran PMO, dan
sikap PMO saat pasien dalam masa pengobatan sekitar 6 bulan. Hasil penelitian
mendapatkan bahwa angka kejadian TB paru di Puskesmas Pragaan adalah 104 pasien.
Informasi yang diperoleh disampaikan dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil uji statistik
chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin (p = 0,855), usia (p
= 0,106), pekerjaan (p = 0,325), pendidikan terakhir (p = 0,656), dan hubungan kedekatan
PMO dengan pasien (p = 0,112) dengan kepatuhan berobat pasien TB paru. Namun, pada
penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan (p = 0,004) dan sikap (p = 0,003)
dengan kepatuhan berobat pasien TB. Saran penelitian, dapat memaksimalkan program
PMO, memberikan KIE secara berkala selain itu pemerintah harus memperhatikan akses
transportasi di desa yang mempengaruhi keterjangkauan pelayanan kesehatan.

Kata Kunci : karakteristik, kepatuhan berobat, pengawas menelan obat, tuberkulosis


ABSTRACT
Tuberculosis (TB) on Sumenep district remains a major health problem especially in
Pragaan. Puskesmas Pragaan was a health facility on Sumenep district which has many
tuberculosis patients to the others, and success rate on this health facility in 2015 to
2016 was decreased. This research is analytic descriptive by using case control method,
and was analyzed with chi-square statistic test. The study population were all PMO from
pulmonary tuberculosis patients who went to Puskesmas Pragaan in January until
December 2016, which was 106 patients. The sample of research were 60 peoples, that
is 20 case PMOs and 40 control PMOs. This research uses interview with questionnaire
which contains about general characteristics of PMO, knowledge of PMO about
tuberculosis, knowledge of PMO about PMO role, and PMO attitude when patient
during treatment period was 6 months. The results showed that the incidence of
pulmonary tuberculosis in Puskesmas Pragaan was 104 patients. The informations
obtained was presented with tables and narratives. The result of chi-square statistic test
showed that there was no relationship between sex (p = 0.855), age (p = 0.106),
occupation (p = 0.325), last education (p = 0.656), and family closeness between PMO
with patient (p = 0.112) with the patient's treatment of pulmonary tuberculosis.
However, in this study there are relationships between knowledge (p =0.004) and
attitude (p = 0.003) with treatment compliance patients pulmonary tuberculosis. It is
suggested to optimizing PMO’s program, communication-information-education should
be done continuely, than goverment should pay attention about transportation access in
village that influence to health service.

Keywords : characteristics, medication compliance, tubercolosis’s supervisory,


tuberculosis

©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY – SA license doi:
10.20473/jbe.v5i3.2017. 338-350 Received 24 August 2017, received in revised form 11
October 2017, Accepted 11 October 2017, Published online: 24 December 2017
PENDAHULUAN sebesar 1037, tahun 2013 sebesar
1062 kasus, dan tahun 2014 sebesar 866
Penduduk dunia pada tahun 2013 kasus. Hal tersebut perlu diperhatikan
sejumlah kurang lebih 9 juta telah karena pada tahun 2010-2014 angka
terinfeksi kuman tuberkulosis (WHO, kejadian atau kasus TB paru semakin
2014), serta mengalami peningkatan meningkat namun angka kesembuhan
mencapai 9,6 juta pada tahun 2014 pasien semakin menurun.
(WHO, 2015). Wilayah Afrika Kepatuhan berobat pasien TB dapat
merupakan wilayah dengan angka dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
kejadian TB paru paling banyak pada lain faktor internal (dari dalam diri
tahun 2014 yaitu sebesar 37%, wilayah pasien) dan faktor eksternal (berasal dari
Asia Tenggara sebesar 28%, dan wilayah luar diri pasien). Faktor internal yang
Mediterania Timur sebesar 17% (WHO, dapat mempengaruhi pasien adalah
2015). karakteristik pasien TB (yang tidak dapat
Jumlah kasus baru BTA positif tahun diubah misalnya usia, jenis kelamin,
2014 di Indonesia sebanyak 176.677 penyakit penyerta), pengetahuan pasien,
kasus. Jumlah kasus tersebut menurun kemauan pasien untuk sembuh, PHBS
bila dibandingkan kasus baru BTA pasien, dan sebagainya. Faktor eksternal
positif yang ditemukan tahun sebelumnya adalah petugas fasilitas kesehatan, akses
yaitu 196.310 kasus. Jumlah kasus ke fasilitas kesehatan, dukungan dan
tertinggi di Indonesia yang dilaporkan motivasi keluarga, PMO (Pengawas
terdapat di provinsi dengan jumlah
penduduk yang terbesar di tiga provinsi Menelan Obat) yang mendampingi
yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa pasien TB paru selama dalam waktu
Tengah. Kasus TB baru BTA positif di pengobatan. Menurut Khamidah et al.,
tiga provinsi tersebut, apabila (2016), faktor yang bisa membuat pasien
dijumlahkan sebesar 40% dari jumlah drop out, antara lain usia pasien, tidak
seluruh kasus baru di Indonesia. terdapat PMO, dan kunjungan ke fasilitas
Angka keberhasilan pengobatan yang pelayanan kesehatan.
dicapai oleh Indonesia pada tahun 2014 PMO (Pengawas Menelan Obat)
adalah 81,3% sedangkan standar yang merupakan komponen DOT (Directly
ditetapkan oleh WHO adalah 85%. Observed Treatment) yang berupa
Jumlah seluruh kasus TB paru di provinsi pengawasan langsung menelan obat
Jawa Timur adalah 39.313 penduduk, pasien TB oleh seorang PMO, dengan
serta angka kejadian TB paru BTA tujuan untuk memastikan pasien menelan
positif di provinsi Jawa Timur pada tahun semua obat yang dianjurkan. Orang yang
2014 adalah 22.143 dari seluruh menjadi PMO dapat berasal dari petugas
penduduk Jawa Timur. kesehatan, kader, guru, tokoh
Data profil kesehatan Kabupaten masyarakat, atau anggota keluarga.
Sumenep menunjukkan bahwa kasus TB Tugas seorang PMO adalah mengawasi
paru BTA positif pada tahun 2010 pasien selama pengobatan agar pasien
sebanyak 1256 kasus, tahun 2011 berobat dengan teratur, memberikan
sebanyak 1242 kasus, tahun 2012 motivasi kepada pasien agar mau berobat
sebanyak 1244 kasus, tahun 2013 dengan teratur, mengingatkan pasien
ditemukan sebanyak 1307, dan tahun untuk berkunjung ulang ke fasilitas
2014 sebanyak 1555 kasus. Angka kesehatan (memeriksakan dahak dan
kesembuhan TB tahun 2010 sebesar 1082 mengambil obat), serta memberikan
kasus, tahun 2011 sebesar 1136 kasus, penyuluhan terhadap orang-orang
tahun tahun 2012 terdekat pasien mengenai gejala, cara
pencegahan, cara penularan TB, dan
menyarankan untuk memeriksakan diri
kepada keluarga yang memiliki gejala tahun 2016).
seperti pasien TB (Permenkes RI 67 Tujuan dari penelitian ini adalah
tahun 2016). menggambarkan pengetahuan, sikap, dan
Keberadaan PMO (Pengawas Menelan karakteristik PMO, serta menganalisis
Obat) dalam masa pengobatan pasien TB hubungan pengetahuan, sikap, dan
paru sangat membantu, karena karakteristik PMO dengan kepatuhan
ketidakpatuhan pasien dalam berobat berobat pasien TB paru di Puskesmas
disebabkan oleh tidak adanya konsistensi Pragaan Kabupaten Sumenep tahun
dari pasien dalam mengambil obat, 2016.
kontrol kembali ke puskesmas, serta
mengkonsumsi obat selama 6 bulan. METODE
Sehingga PMO berperan sebagai Penelitian ini menggunakan metode
pengingat pasien untuk kembali ke analitik dengan desain case control.
fasilitas kesehatan dan memotivasi Pemilihan desain case control
pasien. Apabila pasien tersebut tidak berdasarkan alur penelitian yang berjalan
patuh dalam proses pengobatan, maka mundur atau melihat tingkat kepatuhan
tingkat keberhasilan pengobatan pasien berobat pasien sudah menjalani masa
akan menurun. pengobatan. Penelitian ini diawali dengan
Saat mengkonsumsi obat beberapa pengambilan data sekunder di Puskesmas
pasien TB akan mengalami efek samping Pragaan terkait data pasien TB paru yang
dari konsumsi OAT, seperti demam, “patuh” (kontrol) dan “tidak patuh”
gatal-gatal, nafsu makan menurun, mual, (kasus) serta telah selesai menjalani masa
dan perasaan tidak enak yang bisa pengobatan, lalu dilakukan wawancara
menyebabkan pasien untuk berhenti kepada PMO pasien mengenai kepatuhan
mengkonsumsi OAT. Peran PMO dalam berobat pasien yang didampinginya.
hal ini adalah memotivasi pasien agar Penelitian bertujuan untuk
pasien tetap mengkonsumsi OAT sesuai menganalisis pengetahuan, sikap dan
anjuran petugas kesehatan, dengan tujuan karakteristik PMO dengan kepatuhan
mencegah pasien memutuskan masa berobat pasien TB di Puskesmas Pragaan,
pengobatan dan mencegah resistensi Kabupaten Sumenep. Variabel
obat. independen dalam penelitian ini adalah
Penelitian sebelumnya yang pengetahuan, sikap dan karakteristik
dilakukan oleh Prabowo (2014), PMO meliputi umur, jenis kelamin,
menjelaskan bahwa peran PMO pendidikan, jenis pekerjaan, hubungan
berpengaruh dengan kepatuhan kedekatan PMO dengan pasien
kunjungan pasien. Peran PMO adalah sedangkan variabel dependen adalah
mendampingi atau mengawasi pasien kepatuhan berobat pasien TB.
yang sedang dalam masa pengobatan Data pengetahuan, sikap, dan
dengan tujuan pasien berobat dengan
karakteristik umum PMO diperoleh
teratur, memberikan motivasi dan
dengan metode wawancara dengan
dorongan pada pasien agar tidak
kuesioner. Data kepatuhan berobat pasien
berhenti mengkonsumsi OAT,
didapatkan dengan melihat kartu
mengingatkan pasien serta menemani
kengobatan pasien TB (TB. 02) yang
pasien untuk periksa dahak ke
berwarna kuning. Pasien di katakan
pelayanan kesehatan pada waktu yang “patuh” apabila selama masa pengobatan
telah ditentukan, memberikan penyuluhan pasien mengikuti jadwal pengobatan
kepada salah satu anggota keluarga pasien yang telah ditentukan oleh petugas
apabila terdapat anggota keluarga yang kesehatan. Pasien disebut “tidak patuh”
mengalami gejala seperti pasien apabila terdapat ketidaksesuaian pasien
(Peraturan Menteri Kesehatan No. 67 dalam mengikuti jadwal pengobatan yang
telah ditentukan oleh petugas kesehatan. Data pekerjaan PMO diperoleh
Populasi dalam penelitian ini adalah dengan wawancara melalui kuesioner.
semua orang yang dipilih oleh petugas Pekerjaan dikategorikan menjadi 4, yaitu
kesehatan untuk menjadi PMO tidak bekerja/ IRT, buruh,
(Pengawas Menelan Obat) yaitu wiraswasta/pedagang, dan petani/
sebanyak 104 pasien. Sampel dalam peternak. Pengkategorian pekerjaan
penelitian ini adalah 20 PMO kasus dan PMO berbeda dengan opsi yang terdapat
40 PMO kontrol, karena jumlah PMO pada kuesioner, karena kategori
kasus yang ada di Puskesmas Pragaan pekerjaan disesuaikan dengan pekerjaan
hanya 20 PMO. Perbandingan yang responden di lapangan.
digunakan untuk jumlah sampel dalam Data pendidikan terakhir PMO
penelitian ini adalah didapatkan dengan wawancara melalui
1:2. Hal tersebut juga berdasarkan kuesioner. Pendidikan terakhir PMO
perhitungan rumus sampel Sastroasmoro dikategorikan menjadi: tidak sekolah,
dan Ismael (2010), yaitu minimal 54 SD/belum tamat SD, SMP/belum tamat
sampel, diantaranya 27 PMO kasus dan 27 SMP, SMA/belum tamat SMA, dan
PMO kontrol. perguruan tinggi. Namun, pada hasil
Pengambilan data sekunder (daftar analisis, pendidikan dikategorikan
pasien TB) dilakukan di Poli TB menjadi 2, yaitu pendidikan rendah dan
Puskesmas Pragaan. Pengambilan data pendidikan tinggi. PMO dikatakan
primer mengenai pengetahuan PMO, data memiliki pendidikan tinggi apabila PMO
sikap PMO, data karakteristik PMO, dan telah menyelesaikan pendidikan di
data kepatuhan berobat pasien. Kegiatan perguruan tinggi. PMO dikatakan
penelitian ini dilakukan pada bulan Juni memiliki pendidikan yang rendah apabila
hingga Juli 2017 di wilayah kerja PMO tidak bersekolah sampai dengan
Puskesmas Pragaan. Variabel yang menempuh pendidikan SMA/ SMK/ MA.
diukur dalam penelitian ini antara lain: Kategori pekerjaan PMO disesuaikan
karakteristik umum, pengetahuan dan dengan yang ada di lapangan. Pekerjaan
sikap sebagai variabel independen PMO dikategorikan menjadi 4, yaitu
(bebas), dan kepatuhan berobat pasien tidak bekerja (termasuk IRT), buruh,
sebagai variabel dependen (terikat). wiraswasta, dan petani/ peternak.
Analisis data primer dan data Hubungan kedekatan PMO dan pasien
sekunder disajikan secara deskriptif dalam penelitian ini dikategorikan
dalam bentuk tabel dan narasi. menjadi, PMO merupakan anggota
Pengolahan data dan analisis data keluarga pasien dan serumah dengan
dilakukan dengan aplikasi komputer dan pasien, PMO merupakan anggota
uji statistik chi-square. keluarga namun tidak serumah, dan PMO
Jenis kelamin PMO dalam penelitian bukan anggota keluarga pasien.
ini dikategorikan menjadi 2 kategori, Data pengetahuan PMO diperoleh
yaitu laki-laki dan perempuan. Data usia menggunakan metode wawancara dengan
PMO dikategorikan berdasarkan acuan kuesioner. Kuesioner pengetahuan
kategori usia menurut Departemen berjumlah 18 soal. Sebanyak 13 soal
Kesehatan (2009). Data usia PMO mengenai pengetahuan PMO tentang
dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu penyakit TB, dan 5 soal mengenai
usia 18-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 pengetahuan PMO tentang peran PMO.
tahun, 46-55 tahun, dan Pengetahuan PMO dalam penelitian
>55 tahun. Usia PMO dikategorikan dikategorikan menjadi 2, yaitu
hanya sampai usia >55 tahun karena pengetahuan buruk apabila responden
PMO yang berusia >55 tahun hanya 1 memperoleh skor 0-18, dan pengetahuan
orang PMO. baik apabila responden memperoleh skor
19-37. Setiap pertanyaan di kuesioner pernyataan negatif. Apabila responden
pengetahuan memiliki skor maksimal menjawab “setuju” mendapatkan skor 0,
yang berbeda. Skor maksimal bergantung “kurang setuju” mendapatkan skor 0,5,
kepada jumlah jawaban benar yang ada dan “tidak setuju” mendapatkan skor 1.
di setiap pertanyaan.
Kuesioner pengetahuan
mencantumkan skor jawab di setiap opsi
jawaban yang letaknya di samping setiap
opsi jawaban, dengan skor maksimal setiap
opsi jawaban adalah 1. Pada opsi jawaban
yang salah skor yang tercantum di sisi
kanan opsi jawaban adalah “0”, dan
apabila opsi jawaban benar, maka yang
tercantum di setiap opsi jawaban adalah
“1”.
Tata cara pemberian skor dalam kuesioner
pengetahuan ini adalah setiap soal
memiliki skor maksimal yang berbeda
setiap soalnya. Soal yang memiliki skor
maksimal 1 adalah soal nomor
1,2,3,4,6,8,9,10,13,14,16,17,18. Soal yang
memiliki skor maksimal 4 adalah soal
nomor 7,11, dan 12. Soal nomor 5 dan 15
memiliki skor maksimal 6. Setiap bobot
jawaban di skor soal adalah 1, dari total
skor 18 pertanyaan kuesioner pengetahuan
didapatkan nilai maksimal 37.
Sikap PMO diukur dengan kuesioner
sebanyak 10 soal. Soal berupa berupa
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Pengkategorian sikap dalam penelitian ini
dibagi menjadi 2, yaitu sikap buruk dan
sikap baik. Pengkategorian sikap buruk
disesuaikan dengan nilai maksimal yang
didapatkan oleh responden. Apabila
responden mendapatkan skor 0,0 sampai
5,0, dan sikap buruk apabila mendapatkan
skor 5,1 sampai 10,0.
Setiap pernyataan memiliki skor
maksimal 1. Setiap pernyataan memiliki
opsi jawaban “setuju”, “kurang setuju”,
dan “tidak setuju”. Apabila responden
menjawab “setuju” pada pernyataan
positif, maka responden memperoleh
skor 1. Apabila responden menjawab “
kurang setuju” pada pernyataan positif,
maka mendapatkan skor 0,5, dan apabila
responden menjawab “ tidak setuju” pada
pernyataan positif, maka responden
mendapatkan skor 0. Begitu juga dengan
HASIL penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu sikap
buruk Perreng mendapatkan skor 5,1
Angka Kejadian TB di Puskesmas
sampai 10,0.
Pragaan Tahun 2016 Setiap pernyataan memiliki skor
maksimal 1. Setiap pernyataan memiliki
Puskesmas Pragaan merupakan
opsi jawaban “setuju”, “kurang setuju”,
salah satu puskesmas di Kabupaten
dan “tidak setuju”. Apabila responden
Sumenep yang letaknya berbatasan
menjawab “setuju” pada pernyataan
antara Kabupaten Sumenep dan
positif, maka responden memperoleh
Kabupaten Pamekasan. Jumlah pasien
skor 1. Apabila responden menjawab “
TB sebanyak 104 pasien sekaligus
kurang setuju” pada pernyataan positif,
menjadi pasien TB terbanyak ketiga.
maka mendapatkan skor 0,5, dan apabila
responden menjawab “ tidak setuju” pada
Tbel 1. Distribusi Kejadian TB di pernyataan positif, maka responden
Wilayah Kerja mendapatkan skor 0. Begitu juga dengan
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah
No Nama Jumlah Jumla
kejadian TB yang tercatat di Puskesmas
Desa Penderita h
Paru Ekstra Paru
Pragaan sebanyak
1. Prenduan 17 1 18 104 namun, angka kejadian TB yang
2. Pragaan 9 3 12 tercatat sebanyak 106. Hal ini
Laok disebabkan oleh data pasien TB di
3. Pragaan 10 2 12 Puskesmas ini dicatat di buku dan
Daya berdasarkan template yang dibuat oleh
4. Karduluk 17 0 17 petugas Poli TB. Jumlah penderita TB
5. Sentol 2 0 2 di wilayah kerja puskesmas Pragaan
Daya sebanyak 104 orang sedangkan 12
6. Sentol 1 0 1 orang diantaranya TB ekstra paru.
Laok
Jumlah pasien TB ekstra paru lebih dari
7. Pakamban 3 1 4
Laok
10% dari kejadian TB.
8. Pakamban 7 0 7
Daya
9. Jaddung 9 1 10
10. Aing 5 1 6
Panas
11. Kaduarah 3 2 5
Timur
12. Larangan 6 1 7
Perreng
13. Rombas 0 0 0
n
14. Sendang 1 0 1

Total 92 12 104
Gambaran Karakteristik Umum PMO di Wilayah Kerja Puskesmas Pragaan Tahun 2016

Tabel 2. Karakteristik Umum PMO di Wilayah Kerja Pengawas Menelan Obat p-value
Puskesmas Pragaan Tahun 2016
Karakteristik Kasus Kontrol
n (%) n (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 50,0 19 47,5
Perempuan 10 50,0 21 52,5 0,855
Usia
18-25 tahun 5 25,0 4 10,0
26-35 tahun 5 25,0 11 27,5
36-45 tahun 3 15,0 17 42,5
46-55 tahun 6 30,0 8 20,0
>55 tahun 1 5,0 0 0,0 0,106
Pekerjaan
Tidak Bekerja 6 30,0 13 32,5
Buruh 2 10,0 1 2,5
Wiraswasta 6 30,0 7 17,5 0,325
Petani/Peternak 6 30,0 19 47,5
Pendidikan
Rendah 19 95,0 36 90,0
Tinggi 1 5,0 4 10,0 0,656
Hubungan Keluarga
Anggota Keluarga (serumah) 15 75,0 31 77,5
Anggota Keluarga (tidak serumah) 3 15,0 9 22,5
Bukan Anggota Keluarga 2 10,0 0 0,0 0,112
Variabel dalam penelitian ini sejumlah 7 disimpulkan bahwa tidak terdapat
variabel, yaitu jenis kelamin, usia, hubungan antara pekerjaan PMO
pekerjaan pendidikan terakhir, dan dengan kepatuhan berobat pasien TB
hubungan kedekatan dengan PMO, pada tahun 2016 di wilayah kerja
pengetahuan, dan sikap. Data karakteristik Puskesmas Pragaan.
PMO diperoleh dengan menggunakan Data pendidikan PMO juga
kuesioner. Kuesioner karakteristik PMO diperoleh dengan wawancara
terdapat pada keusioner identitas PMO menggunakan instrumen kuesioner.
saat awal mula PMO melakukan Pendidikan PMO dalam penelitian ini
wawancara. dikategorikan menjadi 2 yaitu,
Tabel 2 menunjukkan bahwa PMO kontrol pendidikan tinggi apabila responden
mayoritas berjenis kelamin perempuan telah menempuh pendidikan perguruan
sebanyak 21 orang (52,5%). Pada PMO tinggi, dan pendidikan rendah apabila
kasus, jumlah PMO jenis kelamin laki-laki responden tidak bersekolah sampai
dan perempuan sama yaitu masing-masing menempuh pendidikan SMA. Tabel 2
10 orang (50,0%). Hasil analisis uji menunjukkan bahwa hampir semua
statistik chi-square diperoleh p-value = responden dalam penelitian ini
0,85, dan disimpulkan bahwa tidak ada memiliki pendidikan rendah (91,7%).
hubungan antara jenis kelamin PMO Sebagian besar dari PMO kelompok
dengan kepatuhan berobat pasien TB. kontrol memiliki pendidikan rendah
Data usia PMO dikategorikan (90,0%), dan juga sebagian besar
berdasarkan acuan kategori usia menurut responden kelompok kasus juga
Departemen Kesehatan (2009). memiliki pendidikan yang rendah
Mayoritas kelompok PMO kontrol (95,0%). Hasil analisis uji statistik chi-
berusia 36-45 tahun. Pada kelompok square diperoleh p-value = 0,656, dan
PMO kontrol tidak ada responden yang dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
berusia lebih dari 55 tahun. hubungan antara pendidikan PMO
Kategori usia pada kelompok PMO dengan kepatuhan berobat pasien TB
kasus mayoritas pada usia 46-55 tahun, pada tahun 2016 di wilayah kerja
yang pada usia tersebut termasuk Puskesmas Pragaan.
kategori usia lansia awal. Hasil analisis Hubungan kedekatan PMO dengan
uji statistik chi-square memperoleh p- pasien TB paru dikategorikan menjadi 3
value = 0,106, dan disimpulkan bahwa yaitu PMO merupakan anggota
tidak terdapat hubungan antara usia keluarga pasien dan serumah dengan
PMO dengan kepatuhan berobat pasien pasien, PMO merupakan anggota
TB tahun 2016 di wilayah kerja keluarga pasien namun tidak serumah
Puskesmas Pragaan. dengan pasien, dan PMO bukan
Mayoritas responden dalam anggota keluarga pasien.
penelitian ini bekerja sebagai petani Sebagian besar PMO dalam
atau peternak yaitu sebesar 41,7%. Hal penelitian ini merupakan anggota
ini juga berlaku untuk responden keluarga pasien dan serumah dengan
kelompok kontrol yang mayoritas pasien TB (76,7%). Begitu juga
memiliki pekerjaan petani atau sebagian besar kelompok kontrol
peternak (47,5%), serta responden merupakan anggota keluarga pasien
kelompok kasus mayoritas bekerja serta serumah dengan pasien (77,5%).
sebagai wiraswasta, petani atau Sebagian besar PMO kasus juga
peternak, dan tidak memiliki pekerjaan merupakan keluarga pasien serta
(termasuk ibu rumah tangga). Hasil serumah dengan pasien (75,0%). Hasil
analisis uji statistik chi-square analisis uji statistik chi- square
diperoleh p- value = 0,325, dan dapat diperoleh p-value = 0,112, dan dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat Tabel 4. Presentase Jawaban Benar
hubungan antara hubungan kedekatan Berdasarkan
PMO dengan kepatuhan berobat pasien
TB tahun 2016 di wilayah kerja Item Soal di Kuesioner Pengetahuan
Puskesmas Pragaan.
No. Konten Item Soal Bobot (%)
soal
Gambaran Pengetahuan PMO 1. Pernah mendengar
tentang TB paru 1 100
Penderita TB di Wilayah Kerja
2. Pengertian TB Paru 1 21.6
Puskesmas Pragaan Tahun 2016 3. Penyebab TB 1 21.6
Distribusi PMO berdasarkan 4. Gejala utama TB
Paru 1 76.7
pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 3
sebagai berikut: 5. Gejala tambahan
6 19.4
TB Paru
Tabel 3. Distribusi PMO Menurut 6. TB Paru bisa
1 83.3
Pengetahuan di menular atau tidak
Wilayah Kerja Puskesmas Pragaan 7. Cara penularan TB
Paru 4 25.4
Pengetahua Kasus Kontrol Total 8. Riwayat terjadinya
TB Paru 1 18.3
n n % n % n %
Buruk 1 95,0 24 60,0 43 71, 9. Keadaan orang
9 7 sekitar yang 1 23.3
Baik 1 5,0 16 40,0 17 283 memungkinkan
Total 2 100,0 40 100,0 60 100 untuk tertular
0 10. Pencegahan dengan
p = 0,004 imunisasi BCG 1 8.3
Tabel 3 menunjukkan bahwa 11. Cara mencegah
sebagian besar PMO memiliki penularan kepada 4 26.3
pengetahuan yang buruk (71,7%) dan orang sekitar kita
nilai p = 0,004. Persentase jawaban 12. Tujuan pengobatan
TB Paru 4 27.9
benar berdasarkan item soal di
kuesioner pengetahuan dapat dilihat 13. Fase pengobatan
TB Paru 1 48.3
sebagai berikut:
14. Mengetahui tugas
dari seorang PMO 1 90.0
15. Menyebutkan peran
PMO 6 65.0
16 Lama pengobatan
1 86.7
TB Paru
17. Definisi pernyataan
1 76.7
sembuh pasien TB.
18. OAT yang
diberikan saat fase 1 81.7
intensif
Tabel 4 menunjukkan bahwa Tabel 5 menunjukkan bahwa
pengetahuan PMO sangat rendah responden dalam penelitian ini sebagian
mengenai penyakit TB, karena besar memiliki sikap baik sebanyak 31
dibandingkan dengan pengetahuan orang (51,7%). Sebagian besar pada
mengenai PMO, pengetahuan mengenai kelompok kontrol memiliki sikap baik
TB lebih banyak mendapatkan hasil sebanyak 26 orang (65,0%) sedangkan
persentase (%) jawaban benar yang sebagian besar pada kelompok kasus
sangat rendah. Persentase (%) jawaban memiliki sikap buruk sebanyak 15 orang
benar (75,0%). Hasil analisis uji statistik chi-
yang rendah dapat ditemukan pada square antara sikap dengan kepatuhan
beberapa item. Namun lima persentase berobat pasien TB diperoleh p = 0,003
(%) paling rendah dapat ditemukan pada atau p<α, sehingga terdapat hubungan
soal mengenai pencegahan TB dengan antara sikap PMO dengan kepatuhan
imunisasi BCG sejak dini (8,3%), berobat pasien TB.
riwayat terjadinya TB Paru (18,3%), Pengukuran sikap PMO pada
Gejala tambahan TB Paru (19,4%), kuesioner sikap sebanyak 10 soal.
pengertian Tb Paru (21,6%) dan Penelitian ini juga memaparkan sikap
penyebab TB Paru (21,6%). PMO yang masih tergolong sikap yang
buruk atau tidak dilakukan oleh PMO.
Baik dan buruknya sikap PMO dapat
Gambaran Sikap PMO Penderita TB dilihat dari perolehan nilai total setiap
Di Wilayah Kerja Puskesmas soal.
Pragaan Tahun 2016 Persentase (%) jawaban benar
Distribusi PMO berdasarkan sikap berdasarkan item soal pada kuesioner
PMO dapat dilihat pada Tabel 5. Sikap sikap PMO berbeda-beda setiap
PMO yang dimaksud adalah kesediaan utemnya. Hasil jawaban benar
PMO untuk bertindak sesuai dengan berdasarkan item soal pada kuesioner
peran PMO dalam masa pengobatan sikap PMO dapat dilihat pada Tabel 6
pasien TB paru yang seharusnya. sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi PMO Menurut


Sikap Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pragaan
Tahun 2016

Sika Kasus Kontro Total


p l
n % N % n %
Buru 15 75,0 14 35,0 29 48,3
k
Baik 5 25,0 26 65,0 31 51,7

Total 20 100,0 40 100,0 60 100,0


p = 0,003
Tabel 6. Persentase Jawaban Benar Tabel 6 menunjukkan bahwa pada
Berdasarkan kuesinor sikap nilai total tertinggi
ditemukan pada pertanyaan mengenai
Item Soal di Kuesioner Sikap
PMO menganjurkan pasien untuk
No. Konten Soal Bobot (%) beristirahat cukup dan mengkonsumsi
soal gizi seimbang. Namun yang harus
1. Pendampingan diperhatikan adalah pertanyaan
pasiensaat 1 51.7 kuesioner yang mendapatkan nilai total
mengkonsumsi yang paling rendah. Nilai total setiap
OAT soal yang rendah menggambarkan
2. Menjelaskanefek sikap PMO yang buruk.
samping dari 1 51.7
Sikap PMO masih buruk, meliputi
OAT mencatat hal yang penting mengenai
3. Mengingatkan peran sebagai PMO, membantu
serta 1 75.0 menjaga kebersihan lingkungan pasien
mendampingi dan menganjuran pasien untuk tetap
pasien ke memeriksakan diri ke puskesmas
puskesmas walaupun sudah dinyatakan sembuh.
4. Pemahaman PMO
terhadap penjelasan 1 55.0
petugas Poli TB PEMBAHASAN
5. Keyakinanbahwa
pasien TB akan 1 63.3 Angka Kejadian TB di Puskesmas
sembuh Pragaan Tahun 2016
6. Menganjurkan
untuk periksa 1 41.7 Angka Kejadian TB di Puskesmas
rutin, walaupun Pragaan diperoleh dari Poli TB
pasien dinyatakan Puskesmas Pragaan. Kejadian TB pada
sembuh tahun 2016 di Puskesmas Pragaan
7. Menganjurkan berjumlah 104 orang, 92 orang
istirahat cukup dan 1 70.0 diantaranya menderita TB paru dan 12
Konsumsi gizi orang lainnya menderita TB ekstra paru.
seimbang Kejadian TB ekstra paru di puskesmas ini
8. Membantu sebagian besar merupakan TB
menjaga 1 40.0 limfadenitik atau yang sering dikenal
kebersihan dengan TB kelenjar.
lingkungan Kuman penyebab dari TB kelenjar ini
pasien sama dengan penyebab TB Paru, yaitu
9. Menganggap
Kuman Mycobacterium tuberculosis.
perlunya KIE 1 56.7 Gejala dari TB kelenjar adalah terjadi
untuk PMO peradangan di sekitar telinga, daerah
secara kelenjar getah bening, ketiak, dan tulang
berkala
selangka, serta muncul gejala tambahan
10. Mencatat hal
seperti gejala TB paru.
yang perlu.
Desa yang memiliki angka kejadian
Misalnya tata 1 13.5
TB secara keseluruhan di wilayah kerja
cara konsumsi
puskesmas Pragaan adalah Desa
OAT dari tenaga
kesehatan Prenduan. Desa Prenduan juga
merupakan desa yang memiliki pasien
TB Paru terbanyak di wilayah kerja
Puskesmas Pragaan. Selain Desa
tersebut, Desa Karduluk juga merupakan tergolong masa dewasa akhir (Depkes,
desa dengan pasien TB Paru paling 2009).
banyak, yaitu 17 pasien. Desa Karduluk Hasil uji statistik chi-square usia
adalah desa yang paling luas di PMO dengan kepatuhan berobat pasien
Kecamatan Pragaan. TB pada penelitian ini memperoleh
Desa Pragaan Laok merupakan desa nilai p = 0,106, dan berarti bahwa tidak
yang memiliki angka kejadian TB ekstra terdapat hubungan antara usia PMO
paru terbanyak, jika dibandingkan dengan kepatuhan berobat pasien TB di
dengan desa lain. Desa yang tidak wilayah kerja Puskesmas Pragaan tahun
memiliki pasien TB paru ataupun TB 2016. Hasil penelitian ini juga sesuai
ekstra paru adalah Desa Rombasan. dengan penelitian yang dilakukan oleh
Omay Rohmana dkk (2014). Penelitian
Hubungan Karakteristik Umum PMO
yang dilakukan oleh Omay Rohmana
dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB memperoleh nilai p = 0,427, sehingga
Paru dapat disimpulkan bahwa karakteristik
Secara keseluruhan PMO pasien TB usia PMO tidak mempengaruhi dengan
lebih banyak berjenis kelamin perempuan kepatuhan berobat pasien TB paru.
(51,7%). Namun untuk PMO kelompok Pekerjaan PMO mayoritas sebagai
kasus jumlah PMO laki-laki dan petani atau peternak (41,7%). Namun
perempuan sama yaitu masing masing untuk PMO kasus distribusi pekerjaan
10 orang. PMO hampir merata. Berbeda dengan
Hasil analisis chi-square jenis kelamin PMO kontrol yang lebih mayoritas
PMO dengan kepatuhan berobat pasien memiliki pekerjaan sebagai petani atau
TB dalam penelitian ini, menunjukkan peternak (47,5%). Hasil analisis
bahwa nilai p = 0,855, sehingga tidak statistik uji chi-square pada penelitian
ada hubungan antara jenis kelamin PMO ini didapatkan nilai p = 0,325. Hal
dengan kepatuhan berobat pasien TB. tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
Tabel 2 menunjukkan bahwa hubungan antara pekerjaan PMO
perbandingan jumlah PMO laki-laki dan dengan kepatuhan berobat pasien TB di
PMO perempuan hampir sama. Sehingga Puskesmas Pragaan. Penelitian yang
pasien yang patuh tidak dipengaruhi oleh dilakukan oleh Omay Rohmana dkk
PMO laki-laki ataupun perempuan. Hasil (2014), juga sesuai dengan penelitian
analisis hubungan antara jenis kelamin ini, bahwa tidak ada hubungan antara
PMO dengan kepatuhan berobat pasien pekerjaan PMO dengan kepatuhan
dalam penelitian ini sesuai dengan hasil berobat pasien TB paru. Penyebab dari
penelitian yang dilakukan oleh Arifin tidak ada hubungan antara pekerjaan
(2017). Penelitian tersebut mendapatkan PMO dengan kepatuhan pasien dalam
berobat adalah kelompok kasus
nilai p = 1,000 yang berarti bahwa tidak distribusi PMO hampir merata yang
ada pengaruh jenis kelamin PMO bekerja sebagai wiraswasta, petani atau
terhadap tingkat kesembuhan peternak, dan tidak bekerja.
pengobatan TB. Hampir dari total keseluruhan
Distribusi PMO secara keseluruhan responden memiliki tingkat pendidikan
lebih banyak yang berusia 36-45 tahun terakhir yang rendah (91,7%). Hasil
(masa dewasa akhir). Namun untuk analisis statistik uji chi-square
PMO kasus lebih banyak pada PMO memperoleh nilai p = 0,656, yang
yang berusia 46-55 tahun (30,0%), berarti bahwa tidak ada hubungan
tergolong masa lansia awal, sedangkan antara pendidikan terakhir PMO
distribusi PMO kontrol lebih banyak dengan kepatuhan berobat pasien TB
pada rentang usia 36-45 tahun dan paru. Tidak adanya hubungan antara
pendidikan terakhir PMO dengan bantuan PMO selama masa pengobatan.
kepatuhan pasien dapat disebabkan Penelitian yang dilakukan oleh Jufrizal et
oleh pendidikan responden kasus al., (2016), memaparkan peran PMO
ataupun kontrol lebih cenderung yang berasal dari anggota keluarga
memiliki pendidikan yang rendah atau memiliki hubungan dengan angka
distribusi PMO berdasarkan pendidikan keberhasilan pengobatan (p = 0,000), dan
terakhir yang sangat tidak merata. keluarga yang berperan baik sebagai
Hasil dari penelitian ini tidak sesuai PMO memiliki peluang 20 kali lebih
dengan penelitian yang dilakukan oleh besar terhadap tingkat keberhasilan
Putri (2015). Menurut Putri (2015), pengobatan pasien.
tingkat pendidikan PMO mengenai TB Hasil analisis statistik uji chi-square
dapat mempengaruhi pengetahuan PMO memperoleh nilai p = 0,112, yang berarti
tentang pengawasan terhadap penderita tidak terdapat hubungan antara hubungan
TB. Penelitian yang dilakukan oleh kedekatan PMO dan pasien dengan
Saftarina, et al., (2012) mendapatkan kepatuhan berobat pasien TB paru. Hasil
nilai p = 0,000, yang berarti terdapat penelitian ini tidak sesuai dengan
hubungan yang signifikan antara penelitian yang dilakukan oleh Sidy
pendidikan PMO dengan keteraturan (2012). Hasil penelitian tersebut
minum OAT. Hal ini tidak sesuai dengan menyatakan bahwa ada hubungan antara
penelitian ini, karena distribusi hubungan kekeluargaan PMO dengan
pendidikan PMO dalam penelitian ini kepatuhan minum obat pasien TB (p =
tidak merata dan cenderung lebih 0,000). Tidak ada hubungan antara
memiliki pendidikan yang rendah. kedekatan PMO dan pasien disebabkan
Mayoritas PMO merupakan anggota oleh distribusi responden berdasarkan
keluarga pasien dan tinggal satu rumah kedekatan dengan pasien
dengan pasien (76,7%). Begitu juga tidak merata. Distribusi lebih cenderung
untuk PMO kasus dan PMO kontrol. banyak pada kategori PMO merupakan
PMO kasus mayoritas merupakan anggota keluarga pasien dan satu rumah
anggota keluarga pasien dan tinggal satu dengan pasien.
rumah dengan pasien (75,0%). PMO
Hubungan Pengetahuan PMO dengan
kontrol mayoritas juga merupakan
anggota keluarga pasien dan tinggal satu Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru
rumah dengan pasien (77,5%). Pengetahuan PMO dalam penelitian
Hasil penelitian dari Kartikasari, et al., ini diukur menggunakan kuesioner
(2012), menyatakan bahwa PMO yang yang terdiri dari 2 bagian. Satu bagian
berasal dari anggota keluarga dianggap kuesioner mengukur pengetahuan PMO
memiliki peran yang besar dalam mengenai penyakit TB, dan satunya
meningkatkan kepatuhan pengobatan mengukur pengetahuan PMO mengenai
pasien, misalnya memotivasi pasien dan peran PMO. Kuesioner pengetahuan
melakukan pengawasan secara langsung mengenai penyakit TB berisi tentang
kepada pasien saat berobat, karena definisi, penyebab, gejala TB,
keluarga adalah orang yang paling dekat penularan TB, riwayat terjadinya TB,
dengan pasien. Hal ini juga berkaitan pencegahan dini TB dengan imunisasi,
dengan kedekatan emosional. Apabila cara mencegah penularan terhadap
pasien tidak patuh terhadap apa yang orang sekitar, tujua pengobatan TB,
dianjurkan oleh PMO, PMO bisa dengan dan fase pengobatan TB. Kuesioner
langsung menegur pasien tanpa merasa mengenai peran PMO berisi tentang,
tidak enak. Selain kedekatan emosional, tahu atau tidak peran PMO,
pasien juga tidak merasa berhutang budi menyebutkan peran PMO, lama
dan harus membalas jasa PMO atas pengobatan TB paru, definisi
pernyataan pasien sembuh, dan OAT (2014), bahwa pengetahuan PMO
yang diberikan untuk pasien saat tahap memiliki hubungan yang bermakna
intensif (awal). dengan keteraturan pengobatan pasien
Hasil rekapitulasi semua kuesioner, TB Paru. Penelitian yang dilakukan oleh
hasil presentase jawaban benar sangat Permatasari, et al., (2015), juga sesuai
kurang. Dari 18 item kuesioner dengan penelitian ini. Penelitian tersebut
pengetahuan mengenai penyakit TB, menunjukkan adanya hubungan antara
hanya 4 item yang memiliki nilai tingkat pengetahuan PMO dengan tingkat
presentase benar > 75%, dan 11 item keberhasilan pasien TB di wilayah kerja
lainnya masih memiliki nilai presentase Puskesmas Kertasura (p = 0,005).
yang rendah. Pengetahuan seseorang dapat
Hasil rekapitulasi jawaban kuesioner berpengaruh langsung terhadap perilaku,
didapatkan bahwa mayoritas pasien atau masih melalui perantara sikap
bahkan tidak mengetahui bahwa (Notoadmodjo, 2010). Secara tidak
penyakit TB dapat dicegah dengan langsung sikap seseorang juga
imunisasi, melainkan PMO menjawab dipengaruhi oleh pengetahuan. Jadi dapat
bahwa pada jaman dahulu masih tidak disimpulkan bahwa pengetahuan PMO
ada program imunisasi di linkungan yang rendah dalam penelitian ini dapat
mereka. Gejala tambahan dari TB mempengaruhi sikap PMO dan perilaku
mendapatkan persentase jawaban benar PMO saat PMO berperan untuk
yang rendah karena PMO hanya mendampingi pasien TB paru saat dalam
mengetahui gejala TB yang dialami masa pengobatan.
oleh pasien yang mereka dampingi, dan Semakin tinggi tingkat pendidikan
selebihnya mereka tidak tahu. Ketika seseorang, maka orang tersebut akan
ditanya mengenai definisi dan semakin mudah untuk menerima
penyebab dari TB jawaban mayoritas informasi yang secara tidak langsung
PMO adalah TB disebabkan oleh mempengaruhi tingkat
kebiasaan merokok pasien, dan pengetahuannya
keperluan supranatural. Maka dari itu (Mochammad, et al., 2012). Hal tersebut
tidak sedikit dari PMO menyarankan juga berlaku terhadap PMO dalam
kepada pasien agar tidak hanya penelitian ini. Apabila PMO memiliki
memeriksakan diri ke puskesmas, pendidikan tinggi, maka tingkat
melainkan juga ke tukang pijat, dan pengetahuan PMO terutama mengenai
paranormal. peran PMO, penyakit TB juga baik,
Hasil analisis memaparkan bahwa sehingga dalam menjalankan tugas, PMO
pengetahuan keseluruhan PMO masih akan menjalankan tugas sesuai dengan
rendah (71,7%). Sebagian besar dari peran yang semestinya. Hal ini dapat
PMO kasus juga mayoritas memiliki dibuktikan dengan penelitian ini yang
tingkat pengetahuan yang rendah juga menganalisis tentang hubungan
(95,0%), serta hal tersebut juga terjadi tingkat pendidikan dengan pengetahuan
pada PMO kontrol (60,0%). Hasil PMO. Hasil uji statistik chi-square
analisis dengan uji statistik chi- square, mendapatkan nilai p = 0,020 yang berarti
didapatkan nilai p = 0,004, yang berarti terdapat hubungan antara tingkat
bahwa terdapat pengaruh pengetahuan pendidikan PMO dengan pengetahuan
PMO dengan kepatuhan berobat pasien PMO. Jadi dapat disimpulkan bahwa
TB. Adanya hubungan antara pengetahuan PMO dalam penelitian ini
pengetahuan PMO dengan berbanding lurus dengan tingkat
kepatuhan berobat pasien ini sesuai pendidikan terakhir yang telah
dengan penelitian sebelumnya yang diselesaikan oleh PMO. Namun dalam
dilakukan oleh Mochammad, et al., penelitian ini, pendidikan terakhir PMO
tidak memiliki hubungan dengan square sikap PMO dengan kepatuhan
kepatuhan berobat pasien TB paru. Hal pasien TB diperoleh p=0,003, yang
tersebut dikarenakan kelompok PMO berarti terdapat hubungan antara sikap
kasus ataupun PMO kontrol masih PMO dengan kepatuhan berobat pasien
cenderung memiliki tingkat pendidikan TB. Hasil dari penelitian ini tidak
yang rendah. sesuai penelitian yang dilakukan oleh
Rohmana, et al., (2014), yang berjudul
“Faktor-Faktor PMO yang
Hubungan Sikap PMO dengan Berhubungan dengan Kepatuhan
Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru Berobat Penderita TB Paru di Kota
Cirebon”. Penelitian yang dilakukan
Sikap PMO dalam penelitian ini
oleh Rohmana, et al., (2014), ini
diukur melalui wawancara dengan
memiliki nilai p = 0,309, yang berarti
kuesioner. Kuesioner sikap PMO
bahwa tidak ada hubungan antara sikap
sebanyak 10 soal yang membahas
PMO dengan kepatuhan berobat
tentang pendampingan pasien saat
penderita TB paru di Kota Cirebon.
mengkonsumsi OAT, penjelasan efek
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap
samping konsumsi OAT kepada
merupakan hasil dari sebuah pikiran
pasien, mengantarkan pasien untuk ke dan akan diaplikasikan menjadi sebuah
puskesmas dengan rutin, pemahaman perilaku atau kesiapan untuk
PMO terhadap penjelasan tenaga berperilaku. Jadi, pengukuran sikap ini
kesehatan di puskesmas, keyakinan juga mengukur keinginan berperilaku
PMO agar pasien bisa sembuh, upaya PMO yang masih belum diaplikasikan
preventif PMO agar pasien tetap tes (tertutup). Misalnya: rencana PMO
kesehatan rutin walaupun pasien sudah yang akan tetap memeriksakan
dinyatakan sembuh, menganjurkan kesehatan pasien TB secara rutin agar
pasien untuk cukup istirahat dan mencegah kekambuhan. Rencana PMO
konsumsi gizi seimbang, membantu tersebut sudah termasuk dalam kategori
pasien dalam menjaga kebersihan sikap, karena pikiran PMO merespon
lingkungan, persepsi pentingnya KIE positif terhadap apa yang diketahuinya
secara berkala kepada PMO, dan dan akan diaplikasikan menjadi sebuah
mengutamakan mencatat penjelasan perilaku atau tindakan. Apabila PMO
tenaga kesehatan untuk menghindari memiliki kinerja yang baik dalam
lupa. melaksanakan peran dan tugasnya,
Hasil persentase jawaban benar pada maka motivasi pasien untuk berobat
kuesioner sikap PMO paling rendah secara teratur akan semakin dan tinggi,
mengenai mengutamakan mencatat dan berpengaruh positif terhadap
penjelasan tenaga kesehatan untuk tingkat
menghindari lupa (13,5%), membantu
keberhasilan pengobatan pasien juga
pasien untuk membersihkan lingkungan
(Hayati, et al., 2016).
pasien (40,0%), dan menganjurkan
Sikap dipengaruhi oleh beberapa hal
pasien untuk tes kesehatan rutin
antara lain pengalaman pribadi, pengaruh
walaupun pasien sudah dinyatakan
orang lain yang dianggap penting,
sembuh sebagai upaya preventif
pengaruh kebudayaan, media massa,
(41,7%).
lembaga pendidikan dan keagamaan,
Pada PMO kasus, mayoritas PMO
serta faktor emosional (Azwar, 2013).
masih memiliki sikap buruk (75,0%),
Namun sikap PMO dalam penelitian ini
sedangkan untuk PMO kontrol
lebih cenderung dipengaruhi oleh
mayoritas sudah memiliki sikap baik
pengalaman pribadi. Hal tersebut terbukti
(65,0%). Hasil analisis uji statistik chi-
dengan beberapa PMO kasus dengan
pasien drop out menceritakan bahwa pasien dinyatakan sembuh (menghindari
pasien tersebut memilih untuk drop out relaps).
karena tidak kuat untuk menghadapi efek Tidak ada hubungan antara
samping dari konsumsi OAT, lalu karakteristik umum PMO (usia, jenis
memilih untuk mengkonsumsi obat yang kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
diberikan oleh dokter praktik swasta dan hubungan kedekatan) dengan kepatuhan
apotik. Hal tersebut menggambarkan berobat pasien TB paru di Puskesmas
pentingnya dukungan dan motivasi penuh Pragaan tahun 2016.
dari PMO untuk mencegah kejadian drop Ada hubungan antara pengetahuan
out. Terbukti juga dengan penelitian PMO dengan dengan kepatuhan berobat
yang dilakukan oleh Octovianus, et al., pasien TB paru di Puskesmas Pragaan
(2015). Penelitian tersebut mendapatkan tahun 2016 dengan nilai p = 0,004
p = 0,000, yang berarti bahwa motivasi (p<α). Ada hubungan antara sikap
dari keluarga yang berperan sebagai PMO dengan dengan kepatuhan
PMO mempengaruhi kejadian drop out berobat pasien TB paru di Puskesmas
penderita TB paru. Pragaan tahun 2016 dengan nilai p =
Sikap PMO dalam penelitian ini juga 0,003 (p<α).
dipengaruhi oleh kebudayaan. Hal
tersebut terbukti dengan saat wawancara Saran
tidak sedikit PMO yang mengatakan
bahwa pasien berobat tidak hanya Memaksimalkan program PMO
mengunjungi fasilitas kesehatan, yang merupakan komponen DOT,
melainkan juga pergi mengunjungi memberikan KIE secara berkala untuk
tukang pijat, pengobatan tradisional dan PMO saat mengantarkan pasien ke
paranormal. Puskesmas mengenai penyebab TB,
cara penularan TB, dan upaya
pencegahan dan penularan TB dari
SIMPULAN DAN SARAN pasien ke orang lain. Pemerintah daerah
setempat harus lebih memperhatikan
Simpulan akses transportasi pada desa, karena
akses berpengaruh terhadap
Karakteristik umum PMO dalam keterjangkauan fasilitas kesehatan,
penelitian ini mayoritas berjenis kelamin khususnya pasien TB yang harus
perempuan, sedang dalam usia 36-45 berobat dan datang ke puskesmas
tahun, memiliki pekerjaan sebagai berulang kali.
petani/peternak. Responden (PMO)
mayoritas memiliki pendidikan yang
tergolong rendah, merupakan anggota
keluarga pasien serta bertempat tinggal
satu rumah dengan pasien.
Pengetahuan PMO dalam penelitian
ini masih rendah mengenai pencegahan
TB dengan imunisasi, riwayat terjadinya
TB, gejala TB selain batuk terus
menerus, definisi dan penyebab TB Paru.
Begitu juga mengenai sikap PMO masih
buruk mengenai kebiasaan mencatat agar
tidak lupa, ikut menjaga kebersihan
sekitar pasien, dan tetap untuk
memeriksakan kesehatan walaupun
REFERENSI dan Pengembangan Biomedis
Aceh. Aceh.
Arifin, S., Muhyi, R., Setyaingrum, R.,
Rahman, F., Marlinae, L. 2017. Hayati, D., Musa, E. 2016. Hubungan
Development Indicators Tb Kinerja Pengawas Menelan Obat
Pulmonary Disease Healing dengan Kesembuhan Tuberkulosis
Wetland In the City of Banjarmasin. di UPT Puskesmas Arcamanik
ournal ResearchIJF. Kota Bandung. Jurnal Ilmu
http://www.journalresearchijf.com/ Keperawatan
wp- Content/Uploads/C3-Mds- UniversitasBSIBandung.
V8.0-I1-Dec2016- 15-23- https://www.ejournal.bsi.ac.id%2Fe
Development-Indicators-Tb- jurnal%2F
Pulmonary-Disease-Healing.Pdf index.php%2Fjk%2Farticle%2Fdo
[Sitasi 5 Oktober 2016]. wnload%2F401%2F309&usg=AF
Azwar, S. 2013. Sikap Manusia Teori QjCNF6Pf5Au3BxgE
dan Pengukurannya . Yogyakarta GhXI2hssxsZPPwOg[Sitasi
: Pustaka Pelajar. Offset. 30Agustus 2017].
Jufrizal., Hermansyah., Mulyadi. 2016.
Departemen Kesehatan RI. 2007.
Peran Keluarga Sebagai Pengawas
Pedoman Tatalaksana
Minum Obat (PMO) dengan
Pengobatan TB. Jakarta: Dirjen
Tingkat Keberhasilan Pengobatan
P2M Depkes RI.
PenderitaTuberkulosis
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep.
Paru. Jurnal Keperawatan Unsyiah
2016. Profil Kesehatan tahun
PascasarjanaMagister Universitas
2015 Kabupaten Sumenep.
Syiah Kuala.
Sumenep: Dinas Kabupaten
https://www.jurnal.unsyiah.ac.id%2
Sumenep.
FJIK%2F
Dinas Kesehatan Kabupaten article%2Fdownload%2F6263%2F
Sumenep. 2017. Profil Kesehatan 5164&usg=AFQjCNFNH6ucHZcV
tahun 2016 Kabupaten Sumenep. qpTivRsP3kMBWo UI1w [Sitasi
Sumenep: Dinas Kabupaten 30 Agusts 2017].
Sumenep.
Kementerian Kesehatan RI. 2015.Profil
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kesehatan Indonesia tahun 2014.
2014. Profil Kesehatan Provinsi Jakarta: Kementerian Kesehatan
Jawa Timur 2014. Surabaya: RI.http://www.depkes.go.id/resourc
Dinas Kesehatan Jawa Timur. es/download/pusdatin/profilkesehat
an-indonesia/profil-kesehatan-
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. indonesia-2014.pdf[Sitasi
2015. Profil Kesehatan Provinsi 24Desember 2016].
Jawa Timur 2014. Surabaya: Dinas Kementerian Perencanaan dan
Kesehatan Jawa Timur. Pembangunan Nasional. 2015.
Laporan pencapaian tujuan
Hadifah, Z. 2015. Pemenuhan Tugas pembangunan milenium di
Pengawas Menelan Obat (PMO) Indonesia 2014.Jakarta:Bappenas,
bagi Penderita Tuberkulosis (TB) Kemenkes RI.
Sebagai Indikator Penyakit https://drive.google.com/file/d/0By
Menular Di Puskesmas Kota Sigli 6eopdUM7_fTnh6aVJPZGdQdVU/
Kabupaten Pidie. Loka Penelitian view[Sitasi 19Oktober 2015].
Kartikasari, D., Rejeki, S., Wuryanto, E. ENELAN%20OBAT%20(PMO)%2
2012. Hubungan Peran Keluarga 0DI%20PUSKESMAS%20GENUK
Sebagai Pengawas Minum Obat %20DAN%20BANGETAYU%20S
(PMO) dengan kepatuhan Minum EMARANG [Sitasi 28 Agustus
Obat Penderita TB Paru di 2017]. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu
Puskesmas Kedungwuni di Perilaku Kesehatan. Jakarta.
KabupatenPekalongan.http://downl Rieneka Cipta.
oad.portalgaruda.org/article.php? Octovianus, L., Suhartono., Kuntjoro, T.
article=418787&val=434&title=H 2015. Analisis Faktor-faktor yang
UBUNGAN%20PERAN%20KEL Berhubungan dengan Kejadian
UARGA%20SEBAGAI%20PENG Drop Out Penderita TB Paru di
AWAS%20MINUM%20OBAT%2 Puskesmas Kota Sorong.
0(PMO)%20DENGAN%20KEPA
TUHAN%20MINUM%20OBAT% Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia
20PADA%20PENDERITA%20TB Universitas Dipenogoro,
%20PARU%20DI%20PUSKESM Semarang.https://www.ejournal.un
AS%20KEDUNG%20WUNI%20K dip.ac.id%2Findex.php%2Fjmki%2
ABUPATEN% Farticle%2Fdownload%2F10458%
2F8332&usg=AFQjCNHh0sMhvr
20 PEKALONGAN [Sitasi 28 Agustus LbosRm5pEWCDtQiGna6Q[Sitasi
2017]. Kementerian Hukum dan 30Agustus 2017].
Hak Asasi Manusia. 2017.
Peraturan Menteri Kesehatan No. Permatasari, N.P., Agustin, W.R.,
67 tahun 2016 Tentang Sunardi. 2015. Hubungan Tingkat
Penanggulangan Tuberkulosis. Pengetahuan PMO dengan
Jakarta: Kemenkes RI. keberhasilan pengobatan TB di
wilayah kerja puskesmas
Khamidah., Susmaneli, H. 2016. Faktor- kertasura. Skripsi. Stikes Kusuma
Faktor yang Berhubungan dengan Husada Surakarta.
Putus Berobat Pada Penderita TB http://digilib.stikeskusumahusada.
Paru BTA Positif (+ ) di Wilayah ac.id/files/d isk1/25/01-gdl-
Kerja Puskesmas Harapan Raya. novitaputr-1217-1-skripsi.pdf
Jurnal Hang Tuah Pekanbaru [Sitasi 14 Juli 2017].
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
https://www.jurnal.htp.ac.id%2Fin Prabowo, R.D.R. 2014. Hubungan Antara
dex.php%2 Peran Pengawas Minum Obat
Fkeskom%2Farticle%2Fdownload (PMO) dengan Kepatuhan
%2F109% Kunjungan Berobat Pada Pasien
2F93%2F&usg=AFQjCNHUx2gA Tuberculosis Paru (TB Paru) di
hRG7G_Y8SLkbklCBEs3G9Q Puskesmas Nogosari Boyolali.
[Sitasi 30Agustus 2017]. Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhamadiyah
Mochammad, H.M., Aisah, S., Ernawati. Surakarta, Surakarta.
2012. Gambaran Pengawas Menelan http://eprints.ums.ac.id/38799/23/0
Obat (PMO) di Puskesmas Genuk 2.%20Nas kah%20Publikasi.pdf
dan Bangetayu Semarang. Jurnal [Sitasi 30 Agustus
Keperawatan Universitas 2017].
MuhammadiyahSemarang.http://do
wnload.portalgaruda.org/article.php Putri, J.A. 2015. Hubungan
?article=418836&val=434&title=G Pengetahuan dan Tingkat
AMBARA%20PENGAWAS%20M Pendidikan PMO (Pengawas
Minum Obat) Terhadap Kepatuhan T31310-
Minum Obat Antituberkulosis Analisis%2520pengaruh.pdf&usg
Pasien TB Paru. Lampung: =AFQjCNHUvxnRWOW1wAls
Universitas Lampung. O_6EvnglEVpm7Q [Sitasi 10
http://jukeunila.com/wp- Desember 2016].
content/uploads/2015/11/81-84-
JOSE-AP.pdf [Sitasi 28 Agustus
2017].
Rohmana, O., Suhartini., Suhenda, A.
2014. Faktor-Faktor pada PMO
yang berhubungan dengan
Kepatuhan Berobat penderita TB
Paru di Kota Cirebon.
Skripsi.http%3A%2F%2Flppm.unsi
l.ac.id%2Ffiles%2F2014%2F10%2
F04.-Omay-
Romana.pdf&usg=AFQjCNH9nO
XLWq4NK
69GAKvQyf8PUuy5EQ [Sitasi 21
Juni 2017].
Saftarina, F., Islamy, N., Rasely, M.C.
2012. Hubungan Pendidikan dan
Pengetahuan Pengawas Minum Obat
(PMO) Terhadap Keteraturan
Minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) Pada Penderita Tuberkulosis
Paru di Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas
Lampung.https://www.jurnal.fmipa.
unila.ac.id%2Findex.php%2Fsnsma
p%2Farticle%2Fdownload%2F488
%2Fpdf_64&usg=AFQjCNF2ioVwf
76 9_Ja1aOSbzhqYeQZxvg [Sitasi
28 Agustus 2017].
Sastroasmoro., Sudigdo., Ismael, S.
2010. Dasar- Dasar Metodologi
Penelitian Klinis edisi ketiga.
Jakarta:Sagung Seto.
Sidy, Y. N. 2012. Analisa Pengaruh
Peran pengawas Menelan
Obat dari anggota
keluarga
terhadap kepatuhan pengobatan
penderita TB di Kota Pariaman
tahun 2010- 2011. Skripsi.
Universitas Indonesia.
https://www.lib.ui.ac.id%2Ffile%
3Ffile%3Dd igital%2F20313573-
Journal Syifa Sciences and Clinical Research
Volume 1 Nomor 1, September 2019
Journal Homepage: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr, E-ISSN: 2656-9612 P-ISSN:2656-8187
Hubungan Antara Peran Pengawas Menelan Obat (PMO)
dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Kategori I

Selly Septi Fandinata1*, Rizky Darmawan2


1,2 Farmasi, Akademi Farmasi Surabaya,

Jl. Ketintang Madya No. 81 Kota Surabaya 60231, Indonesia


* Penulis Korespondensi. Email: sellyfandinata@akfarsurabaya.ac.id

ABSTRAK
TB adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis
yang menyerang paru-paru dan dapat menimbulkan gangguan pada saluran nafas. Program
DOTS dapat membantu tercapainya target keberhasilan pengobatan. Peran dan motivasi PMO
dan keluarga sangat penting untuk keberhasilan pengobatan penderita TB paru. Jenis
penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pengumpulan data secara
prospektif pada bulan Maret – Mei 2019 yang berupa data rekam medik pasien yang
terdiagnosa TB paru kategori I pada bulan September – November 2018 di Puskesmas Rubaru
Kabupaten Sumenep. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran PMO
dengan keberhasilan pengobatan TB Paru Kategori I.dengan jumlah sampel pd penelitian ini
sebanyak 40 pasien.Hasil penelitian ini menggunakan statistik korelasi pearson menunjukkan
bahwa nilai signifikansi 0.013 < 0.05 , ini berarti hubungan signifikan antara peran PMO
dengan keberhasilan pengobatan pasien. Nilai koefisien korelasi R diperoleh 0.388, maka
hubungan antara peran PMO dan keberhasilan pengobatan pasien searah, ini artinya semakin
besar peran PMO maka semakin tinggi keberhasilan pengobatan, sebaliknya semakin kecil
peran PMO maka semakin rendah keberhasilan pengobatan. Selain itu dari tabel tersebut juga
diperoleh bahwa hubungan antara peran PMO dengan keberhasilan pengobatan pasien
tergolong lemah karena koefisien korelasi R < 0.4.
Kata Kunci:
TB Kategori I, PMO, Keberhasilan Pengobatan
Diterima: Disetujui: Online:
22-07-2019 28-08-2019 12-09-
2019
Journal Syifa Sciences and Clinical Research.1(2): 70-79

ABSTRACT
TB is an infectious disease caused by Gercobacterium tuberculosis that attacks the lungs and
can cause disturbances in the respiratory tract. The DOTS Program can help the
achievement of successful treatment targets. The role and motivation of PMO and family are
essential for the successful treatment of lung TB patients. This type of study is an analytical
observational research with prospective data collection in March – May 2019, which is
recorded as medical data of patients diagnosed with lung TB category I in September –
November 2018 at Rubaru Puskesmas Sumenep Regency. The purpose of this research is to
know the role of PMO relationship with the successful treatment of lung TB category I. With
the number of samples of this research 40 patients. The results of this study using Pearson
correlation statistics indicate that the value significance 0.013 < 0.05, this means a
significant link between the PMO role with the success of patient treatment. The value of the
correlation coefficient R obtained from 0388, the relationship between PMO role and the
success of patient treatment in direct, this means that the greater the role of PMO then the
higher the success of treatment, the smaller the PMO role then the lower the Successful
treatment. In addition, the table also gained that the relationship between the PMO role and
the successful treatment of the patient is weak due to the correlation
coefficient of R < 0.4.Copyright © 2019 Jsscr. All rights reserved.

Keywords:
TB category I, PMO, Success treatment
Received: Accepted: Online:
2019-07-22 2019-08-28 2019-09-
12
1. Pendahuluan
Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang masih tetap merupakan
masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Tuberkulosis penyakit
lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak diantara penyakit menular. Dunia pun masih
belum bebas dari TBC. Berdasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di
Indonesia. Indonesia menduduki peringkat ke- 2 di dunia dalam jumlah kasus TB, baik dalam
jumlah keseluruhan kasus maupun kasus baru. TBC telah membunuh tiga juta orang pertahun.
Diperkirakan, kasus TBC meningkat 5-6 persen dari total kasus [1]. Berdasarkan data
pravelensi TB dari Dinkes pada tahun 2015, Jawa Timur menempati urutan ke dua di
Indonesia dalam jumlah penemuan TB BTA Positif kasus baru dan menempati urutan ke
delapan dari 33 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2016 kota Sumenep mengobati penderita TB
paru sebanyak 944 penderita dengan 790 sembuh (92,27%). Tahun 2016 penderita TB paru
BTA positif di Puskesmas Rubaru Sumenep sebanyak 51 orang dan presentase keberhasilan
pengobatan mencapai 100%. Presentase keberhasilan pengobatan ini lebih tinggi dari
Puskesmas Pragaan yang hanya mencapai 88% dari 72 penderita karena masih ada 8 penderita
masih dalam pengobatan [2].
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan dapat menimbulkan gangguan
pada saluran nafas dikenal sebagai Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT), dan
juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA), kuman ini berbentuk batang dengan panjang
1-10 mikron, lebar 0,2–0,6 mikron dan sangat peka terhadap panas,sinar matahari dan sinar
ultra violet, dan bersifat dorman. [2]. Orang yang terdiagnosis TB BTA positif merupakan
penularan yang mengandung kuman TB dalam dahaknya. Penularan dapat melalui batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei /
percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang mengandung
percikan dahak infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak,
penularan terjadi dalam ruagan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama
sementara sinar matahari
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612
langsung dapat membunuh kuman,percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. [3].
Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan penderita baru TB dengan
BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua penderita
tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat
prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990
dan mencapai tujuan millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015. Indonesia
memang telah banyak mencapai kemajuan, yakni penemuan kasus baru 51,6% dari target
global 70% dan penyediaan obat anti TB yang mencukupi kebutuhan perkiraan kasus di
seluruh Indonesia, namun TB belum dapat diberantas, bahkan diperkirakan jumlah penderita
TB terus meningkat [3]. Kenyataan mengenai penyakit TB diIndonesia begitu
mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini dan mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TB. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian dan penanganan yang
tepat, cepat, segera dan intensif, maka prevalensi penyakit ini akan terus meningkat serta risiko
penularan pun semakin tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mengurangi virulensi dan menekan jumlah penderita tuberkulosis, diantaranya dengan
dicanangkannya Gerakan Terpadu Nasional (Gardunas TB) oleh Menkes RI pada tanggal 24
Maret 1999. Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan
berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS. World Health
Organization (WHO) merekomendasikan 5 komponen strategi DOTS, antara lain dengan
pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).
Pelaksanaan strategi DOTS sudah dilaksanakan tetapi sampai saat ini penderita tuberkulosis di
Indonesia masih tinggi. Perlu dilakukan suatu modifikasi strategi untuk meningkatkan
keteraturan minum OAT bagi penderita TB [4]. Penderita TB perlu pengawasan langsung agar
meminum obat secara teratur sampai sembuh [3]. Orang yang mengawasi dikenal dengan
istilah PMO (Pengawas Minum Obat). PMO sebaiknya orang yang dekat dan disegani oleh
penderita TBC, misalnya keluarga, tetangga, atau kader kesehatan. PMO bertanggung jawab
untuk memastikan penderita TB meminum obat sesuai anjuran petugas Puskesmas/UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan). Penderita TB mungkin saja merasa malu atau kesakitan karena
mengidap TB, maka PMO harus bisa menjadi sahabat yang siap mendengarkan keluhan
penderita dan bisa membuat penderita merasa nyaman [5].
Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan pengobatan secara teratur. Keberhasilan
pengobatan dipengaruhi beberapa factor mulai dari karakteristik penderita termasuk status gizi
dan imunitas, factor lingkungan, factor sarana dan prasarana yang mendukung keteraturan
pengobatan. Karena pengobatan TB memerlukan waktu yang sangat panjang dan mungkin
menyababkan kebosanan dan kejenuhan pada penderita. Untuk menjamin keteraturan
pengobatan tersebut diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO yang akan membantu
penderita selama dalam program pengobatan TB [6]. Kesembuhan pasien dapat dicapai hanya
bila pasien dan petugas pelayanan kesehatan bekerjasama dengan baik dan Pengawas Menelan
Obat (PMO) harus mengamati setiap asupan obat bahawa OAT yang ditelan oleh pasien
adalah tepat obat, tepat dosis dan interval [7]. Umumnya penderita minum obat selama 6
bulan untuk memastikan kesembuhannya, namun pada beberapa keadaan dapat berbeda dapat
lebih lama. Sehingga Peran pengawas menelan obat
Journal Syifa Sciences and Clinical Research.1(2): 70-79

sangat penting dalam rangka penyembuhan penderita tuberkulosis paru, sehingga pelaksanaan
Program Pemberantasan Penyakit TB (P2TB) sangat diperlukan evaluasi untuk mengetahui
tingkat keberhasilannya [4].
Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dkk (2016) menunjukkan bahwa
dari 45 responden (80,4%) berhasil dalam pengobatan TB dan responden dengan PMO
kategori berperan terdapat 40 (71,4%) dengan nilai P=1,000 (>0,05) tidak ada hubungan peran
PMO terhadap keberhasilan pengobatan tuberculosis. Penelitian lain yang dilakukan Iceu dkk
(2018) dengan judul yang sama menunjukkan bahwa dari 38 responden (76,0%) dan hanya 12
responden (24,0%) yang tidak berhasil dalam pengobatan TB dengan nilai P=0,008) terdapat
hubungan yang signifikan antara peran PMO terhadap keberhasilan pengobatan TB DI
Puskesmas Tarogong Garut [8]. Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati
dan Bumbunan Sitorus, (2016) dari Universitas Tanjungpura Pontianak menyatakan bahwa
masih kurangnya motivasi keluarga dan PMO dengan latar belakang pendididikan yang
kurang, kondisi lingkungan sekitar yang kumuh dan kondisi sosial ekonomi atau pendapatan
yang minim akan melemahkan motivasi keluarga dan PMO terhadap kesembuhan dan
keberhasilan pengobatan pasien TB paru [9]. Menurut hasil jurnal penelitian lain oleh
Latifatul Muna (2014) motivasi dengan kepatuhan berobat dan ada hubungan dukungan sosial
keluarga dengan kepatuhan berobat [10]. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria dkk (2012)
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (P=0,000) antara pendidikan PMO dengan
keteraturan minum OAT dan terdapat hubungan yang signifikan (P=0,000) antara
pengetahuan PMO dengan keteraturan minum OAT [11].
Berdasarkan permasalahan di atas dan tingginya angka kejadian TB paru di Indonesia dan
data di Puskesmas kabupaten Sumenep walaupun sudah menjalankan strategis DOTS sejak
tahun 2010 Ternyata masih ditemukan pasien dengan putus obat. Mengingat bahwa akibat
dari pada putus obat dapat berkembang menjadi Multidrug- resistant tuberculosis (MDR-TB)
dan dapat menularkan kepada orang lain, maka hal tersebut tetap memerlukan perhatian yang
serius. Oleh karena itu ingin mengidentifikasi hubungan peran Pengawas Minum Obat (PMO
terhadap keberhasilan pengobatan TB kategori I di Puskesmas Wilayah Sumenep.

2. Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional korelasional yaitu mengetahui hubungan
antara peran pengawas menelan obat (PMO) dengan keberhasilan pengobatan TB Paru
kategori I dengan pengumpulan data secara prospektif selama bulan Maret – Mei 2019 yang
berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosa TB paru kategori I pada bulan September –
November 2018 di Puskesmas di wilayah Sumenep. Penelitian dilanjutkan dengan
memberikan kuisioner kepada PMO pasien TB Paru kategori I untuk mengukur hubungan
peran PMO dengan keberhasilan pengobatan pasien.
Sampel pada penelitian ini adalah Semua PMO pasien TB paru kategori I pada bulan Maret –
Mei 2019 di Puskesmas di wilayah Sumenep sesuai kriteria penelitian. Besar sampel adalah
total sampling yaitu semua jumlah pasien TB paru kategori 1 pada bulan Maret – Mei 2019 di
Puskesmas di wilayah Sumenep.
Cara Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling,
yaitu penentuan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu.
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612
Pada penelitian ini pertimbangan yang ditentukan adalah responden yang menjadi PMO pada
pasien yang terdiagnosa TB paru kategori I.
Kriteria Inklusi
1. PMO dan rekam medis Pasien yang terdiagnosa TB paru kategori I pada bulan
September – November 2018.
2. PMO dan Pasien yang terdiagnosis TB paru Kategori I yang tinggal menetap di
wilayah kerja Puskesmas Sumenep.
3. PMO dan rekam medis pasien yang mendapat terapi obat OAT kategori 1
4. Rekam medis pasien TB Paru kategori I yang disertai hasil konversi BTA pada
bulan ke 0, dan 6
5. PMO pada pasien yang terdiagnosis TB paru kategori I yang mampu
berkomunikasi dengan baik dan tidak buta huruf
6. PMO pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian.
Kriteria Eksklusi
1. PMO yang tidak mendampingi pasien datang ke Fasyankes pada periode
penelitian.
2. PMO yang menjawab kuisioner secara tidak lengkap.
3. Rekam medis pasien dengan hasil konversi BTA tidak lengkap.
4. Rekam medis pasien yang meninggal saat menjalani pengobatan TB paru
kategori 1.
5. Rekam medis pasien pindah ke faskes lain.
Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Peran PMO yang diukur dari parameter peran mengawasi,
motivasi, mengingatkan, serta penyuluhan dalam keberhasilan pengobatan
pasien TB paru kategori I.
2. Variabel Terikat : Keberhasilan pengobatan pasien TB paru kategori I yang
diukur dari hasil konversi BTA pasien.
Bahan / Instrumen
1. Rekam Medis
2. Inform Consent
3. Kuisioner
2.3. Analisis data
Analisa data pada penelitian ini menggunakan korelasi pearson.

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara observasional oleh peneliti selama periode
penelitian Maret - Mei 2019, diperoleh bahwa besar sampel dari Puskesmas Wilayah
Sumenep yang memenuhi kriteria inklusi, didapatkan sebanyak 40 pasien. Kemudian data
dikelompokkan secara diskriptif dan dianalisis hubungan antara peran PMO dengan
keberhasilan pengobatan pasien TB paru. tersebut menggunakan uji Korelasi Pearson
berdasarkan Skor peran PMO diperoleh dari skor total dari masing- maisng skor parameter
peran mengawasi, motivasi, mengingatkan, serta penyuluhan. Korelasi Pearson adalah
korelasi yang digunakan untuk data kontinu dan data diskrit. Korelasi pearson cocok
digunakan untuk statistik parametrik.
Journal Syifa Sciences and Clinical Research.1(2): 70-
Karakteristik Pasien 70
Data karakteristik demografi Pasien TB paru kategori 1 meliputi, jenis kelamin, usia,
pekerjaan, dan pendidikan, tertuang pada tabel 1. Dari hasil demografi pasien TB kategori 1 di
puskesmas wilayah Sumenep pada penelitian ini didapat bahwa jenis kelamin yang paling
banyak adalah laki – laki 26 orang (65%) dan perempuan 14 orang (35%). Berdasarkan
literature jenis kelamin laki -laki disebabkan karena beban kerja mereka yang berat, istirahat
yang kurang serta gaya hidup yang tidak sehat diantaranya adalah merokok dan minum alcohol
sehingga dapat dikemukakan bahwa laki – laki lebih rentan terkena penyakit TB paru [12].
Berdasarkan hasil demografi usia pasien pada penelitian ini didapatkan bahwa dari segi usia
penderita TB paru kategori 1 terbanyak adalah 26 -35 th (dewasa awal) sebanyak 10 pasien
(25%), dan usia 46 – 55 th
(lansia awal) sebanyak 10 pasien (25%).
Tabel .1 Karakteristik Pasien yang terdiagnosa TB paru kategori 1 dan mendapat terapi
OAT kategori 1

Variabel Kategori Jumlah Presentase


(%)
Jenis Kelamin Laki-laki 26 65
Perempuan 14 35
Umur 17-25 tahun 1 2,5
26-35 tahun 10 25
36-45 tahun 8 20
46-55 tahun 10 25
56-65 tahun 7 17,5
65 tahun ke atas 4 10
Pendidikan SD 19 47,5
SMP 8 20
SMU 9 22,5
Sarjana 4 10
Pekerjaan Petani 18 45
Pedagang 4 10
PNS 3 7,5
Pegawai Swasta 14 35
Ibu Rumah Tangga 1 2,5
Berdasarkan literature menunjukkan bahwa faktor umur bukan merupakan faktor penentu dalam
pengobatan karena yang berusia muda maupun usia lanjut memiliki motivasi untuk hidup sehat
dan selalu memperhatikan kesehatannya. Dari segi demografi pekerjaan pasien kebanyakan
pada penelitian ini adalah seorang buruh tani sebanyak 18 pasien (45%), hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Arsih (2004) menunjukkan bahwa jenis pekerjaan yang berisiko
tinggi terpapar kuman TB
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612
adalah sopir, buruh/tukang, pensiunan/purnawirawan dan belum bekerja. Pekerjaan
merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah. Factor lingkungan kerja
mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu penyakit. Lingkungan kerja yang buruh
mendukung untuk terinfeksi TB Paru antara supir, buruh, tukang becak dibandingkan dengan
orang yang bekerja di daerah perkantoran. dan dari segi kategori pendidikan akhir paling
banyak SD 19 pasien (47,5%) [13]. Hal ini dikemukakan pada literature semakin rendah
tingkat pendidikan maka semakin mempengaruhi daya serap seseorang dalam menerima
informasi sehingga dapat mempengaruhi tingkat pemahaman tentang penyakit TB paru, cara
pengobatan, dan bahaya akibat minum obat tidak teratur [12].
Karakteristik Demografi PMO

Data karakteristik demografi PMO Paien TB paru kategori 1 meliputi, jenis kelamin, usia,
pekerjaan, dan pendidikan.
Tabel 2 Karakteristik PMO Pasien yang terdiagnosa TB paru kategori 1 dan mendapat
terapi OAT kategori 1

Variabel Kategori Jumlah Presentase (%)


Jenis Kelamin Laki-laki 28 70
Perempuan 12 30
Umur 17-25 tahun 3 7,5
26-35 tahun 23 57,5
36-45 tahun 6 15
46-55 tahun 8 20
Pendidikan SD 0 0
SMP 3 7,5
SMU 14 35
Diploma 1 2,5
Sarjana 22 55
Pekerjaan Petani 4 10
Pedagang 1 2,5
PNS 17 42,5
Pegawai Swasta 15 37,5
Ibu Rumah Tangga 3 7,5
Dari hasil demografi PMO pasien TB kategori 1 di puskesmas wilayah Sumenep pada
penelitian ini didapat bahwa jenis kelamin yang paling banyak adalah laki – laki 28 orang
(70%) dan perempuan 12 orang (30%). Hasil ini berbeda dengan penelitian Hapsari (2010),
mayoritas penderita TB memiliki PMO berjenis kelamin perempuan disebabkan karena sifat
sabar dan telaten yang ada pada perempuan. Berdasarkan hasil demografi usia pasien pada
penelitian ini didapatkan bahwa dari segi usia PMO penderita TB paru kategori 1 terbanyak
adalah 26 -35 tahun sebanyak 23 pasien (57,5%) [14]. Hal ini sesuai dengan gambaran
karakteristik PMO yang diharapkan oleh pasien TB Paru. PMO sebaiknya berumur 15 tahun
ke atas atau harus disegani oleh pasien TB karena pada usia tersebut emosi seseorang mulai
stabil dan mampu menyelesaikan masalah dan menerima tugas dengan tanggung jawab [15].
Dari segi demografi pendidikan PMO pada penelitian ini adalah sarjana sebanyak 22
responden (55%) dan yang kedua adalah SMU sebanyak 14 responden (35%). Hal ini
didasarkan bahwa PMO yang berpendidikan SMA atau lebih dapat memebrikan penyuluhan,
dorongan, memahami gejala, cara penularan, mengerti cara pencegahan komplikasi, dan
mengerti
Journal Syifa Sciences and Clinical Research.1(2): 70-79
efek samping dari obat sehingga pengobatan dapat berhasil. Hal ini juga didukung oleh
penelitian oleh Hapsari (2010), menyatakan bahwa pendidikan PMO sangat berpengaruh
terhadap baik buruknya penyuluhan dan cara memotivasi penderita, makin baik cara
memotivasi dan memberikan penyuluhan, akan makin baik pula hasil yang didapat yaitu
kepatuhan penderita [14]. Dari segi demografi pekerjaan PMO pada penelitian ini adalah
yang paling banyak PNS sebanyak 17 responden (42,5%), pegawai swasta sebanyak 15
responden (37,5%), petani sebanyak 4 responden (10%), ibu rumah
tangga sebanyak 3 responden (7,5%) dan pedagang sebanyak 1 responden (2,5%).

Analisa Statistik
Uji Normalitas
Sebelum dilakukan uji korelasi, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas pada variable-
variabel penelitian terakait, yaitu skor peran PMO dan keberhasilan pengobatan. Hal ini
dilakukan untuk menentukan jenis uji korelasi apa yang cocok untuk mendapatkan hubungan
antara peran PMO dan keberhasilan pengobatan. Uji normalitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji Kolmogorov Smirnov.

Tabel 3 Uji Normalitas


1 Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Xtotal .398 40 .000 .660 40 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Tabel di atas adalah hasil uji normalitas dari variable skor total peran PMO. Nilai dari
signifikansi pada bagian Kolmogorov Smirnov didapat 0.00 < 0.05, maka data skor peran
PMO adalah tidak terdistribusi normal. Selanjutnya di bawah ini adalah hasil uji normalitas
dari variable keberhasilan pengobatan.

Tabel 4 Uji Normalitas


2 Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Y .540 40 .000 .229 40 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Pada tabel di atas, di bagian Kolmogorov Smirnov diperoleh signifikansi 0.00 < 0.05, maka
data keberhasilan pengobatan adalah tidak terdistribusi normal.
Uji Korelasi
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan korelasi Spearman Rank
untuk mencari hubungan antara peran PMO dengan keberhasilan pengobatan pasien TB
paru, hal ini dikarenakan variable peran PMO dan variable keberhasilan pengobatan masing-
masing adalah terdistribusi tidak normal, serta data dari variable skor peran PMO bertipe
ordinal dan sumber data masing-masing variable tidak sama. Sumber variable peran PMO
diperoleh dari jumlahan skor dari masing- masing skor parameter peran mengawasi,
motivasi, mengingatkan, dan penyuluhan. Sumber variable keberhasilan pengobatan
diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium. Rumus untuk memperoleh koefisien korelasi
Spearman (R) adalah sebagai berikut :
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612
Tabel 5 Koefisien Korelasi R

Interval R Tingkat hubungan


𝟎 ≤ 𝑹 < 𝟎. 𝟒 Lemah Sedang
𝟎. 𝟒 ≤ 𝑹 < 𝟎. 𝟔 Kuat
𝟎. 𝟔 ≤ 𝑹 ≤ 𝟏. 𝟎𝟎

Perhitungan korelasi Spearman Rank pada penelitian ini menggunakan program SPSS, dan
hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 6 Uji Korelasi


Correlations
Y Xtotal
Spearman's rho Y Correlation 1.000 .388*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .013
N 40 40
Xtotal Correlation .388* 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .013 .
N 40 40
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi 0.013 < 0.05 , ini berarti hubungan
signifikan antara peran PMO dengan keberhasilan pengobatan pasien. Nilai koefisien
korelasi R diperoleh 0.388, maka hubungan antara peran PMO dan keberhasilan pengobatan
pasien searah, ini artinya semakin besar peran PMO maka semakin tinggi keberhasilan
pengobatan, sebaliknya semakin kecil peran PMO maka semakin rendah keberhasilan
pengobatan. Selain itu dari tabel tersebut juga diperoleh bahwa hubungan antara peran PMO
dengan keberhasilan pengobatan pasien tergolong lemah karena koefisien korelasi R < 0.4.
4. Kesimpulan
Hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0.013 < 0.05, ini
berarti ada hubungan signifikan antara peran PMO dengan keberhasilan pengobatan pasien.
Nilai koefisien korelasi R diperoleh 0.388, maka hubungan antara peran PMO dan
keberhasilan pengobatan pasien searah, ini artinya semakin besar peran PMO maka semakin
tinggi keberhasilan pengobatan, sebaliknya semakin kecil peran PMO maka semakin rendah
keberhasilan pengobatan. Selain itu nilai R tersebut juga menunjukkan bahwa hubungan
antara peran PMO dengan keberhasilan pengobatan pasien tergolong lemah karena koefisien
korelasi R < 0.4.

Referensi
[1] WHO. TB Control in the Workplace, Report of an Intercontry Consultan, New
Delphi. 2004.
[2] Depkes.RI.2002,http://www.depkes.go.id/index.php?option2
articles&arcid=154&item=3
[3] Kemenkes Sumenep. 2016. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep
Tahun 2016.
Journal Syifa Sciences and Clinical Research.1(2): 70-79

[4] Depkes.RI. 2008. Pedoman Penemuan dan Pengobatan Penderita TB Paru.


Jakarta. Depkes.
[5] Aditama TY, Subuh M. 2011, Strategi Nasional Pengendalian TB,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
[6] Bachti, 2008. TBC Sembuh Total Dengan Pelayanan DOTS,
[7] Achmadi, U.F. 2005. Manajement Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta :
Kompas.
[8] Kementerian Kesehatan RI. (2016). Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Keputusan Menteri Kesehatan RI
[9] Wahyuni dkk. 2016. Hubungan Peran Pengawas Menelan Obat (PMO)
terhadap Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis di Puskesmas Kecamatan
Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2016. Fakultas Kedokteran Universitas
YARSI.
[10] Bumbunan Sitorus, Fatmawati. 2016. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO)
Terhadap Pengobatan Penderita Tuberkulosa Di Wilayah Kerja Unit
Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP4) Pontianak. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
Universitas Tanjung Pura Pontianak.Latifatul
[11] Iceu dkk. 2018. Hubungan antara peran pengawas menelan obat (PMO)
dengan keberhasilan pengobatan penderita Tuberkulosis Paru Di puskesmas
Tarogong Garut. Universitas Padjadjaran Kampus Garut
[12] Saftarina Fitria dkk. 2012. Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan Pengawas
Minum Obat (PMO) Terhadap Keteraturan Minum Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
[13] Devi Darliana. 2010. Manajement Pasien Tuberculosis Paru. Fakultas
Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Syiah Kuala.
[14] Puri, A. N., 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan
Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Available from:
http://eprints.uns.ac.id/8366/1/132130608201011501.pdf.
[15] Hapsari,R,J.,2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan
Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Strategi DOTS di RSUD dr Moewardi
surakarta. Available from: http://core.ac.uk/download/files/478/12349701.pdf
[16] Purwanta, 2005. Ciri-Ciri Pengawas Minum Obat yang Diharapkan Penderita
Tuberkulosis Paru di Daerah Urban dan Rural di Yogyakarta. Available
from:http://www.jurnal.ugm.ac.id/index.php/jmpk/article/viewFile/2929/264 8

Anda mungkin juga menyukai