Anda di halaman 1dari 10

Materi hari ke-6

Identifikasi dan Asesmen


Pengantar
Identifikasi dan asesmen merupakan tahapan awal  dari rangkaian proses layanan pendidikan
bagi Peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).

Identifikasi diartikan sebagai sebuah proses dalam menemukenali PDBK,  sedangkan


asesmen merupakan  proses pengumpulan informasi yang lebih mendalam dan komprehensif
tentang PDBK. Secara umum, tujuan identifikasi dan asesmen adalah untuk mengetahui
informasi yang lengkap mengenai kondisi PDBK sebagai dasar penyusunan program
pembelajaran  yang dibutuhkan, sehingga PDBK memperoleh layanan yang sesuai dengan
kondisinya. Sasaran identifikasi dan asesmen adalah semua peserta didik di SPPI yang
memiliki hambatan dalam pembelajaran baik karena faktor internal (kondisi peserta didik)
maupun faktor esternal (lingkungan).

Relasi Antara Identifikasi dan Asesmen


Pada beberapa literatur menjelaskan bahwa identifikasi dan asesmen dimaknai menjadi
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pada tataran operasional, penyatuan antara
identifikasi dan asesmen menjadi satu kesatuan makna menjadi tumpang tindih
(overlapping), tidak jelas mana yang merupakan aktivitas identifikasi dan mana yang
merupakan aktivitas asesmen. Guna mengatasi overlapping tersebut, Budiyanto (2009)
dalam buku Modul TOT Pendidikan inklusif, mendiskripsikan desain relasi antara
identifikasi dan asesmen serta implementasinya dalam pembelajaran yang digambarkan
dalam diagram berikut:
Pengertian, Tujuan, Fungsi dan Sasaran Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK)
Pengertian
Identifikasi diartikan sebagai proses menemukenali peserta didik yang membutuhkan layanan
pendidikan yang bersifat khusus.  Identifikasi PDBK dimaksudkan sebagai upaya yang
dilakukan oleh guru maupun orang tua/wali untuk mengetahui apakah  peserta
didik mengalami hambatan dalam pembelajaran baik karena faktor internal (kondisi peserta
didik baik sensorik, fisik, intelektual, maupun mental) maupun faktor eksternal (kondisi
sosial ekonomi, faktor budaya dan sebagainya).  

Identifikasi PDBK dapat dilakukan melalui proses penjaringan dengan mendapatkan data
mengenai peserta didik mana yang mengalami hambatan belajar dan/atau yang mengalami
keterlambatan dalam aspek perkembangan. Data dapat diperoleh dari hasil pengamatan
langsung atau laporan dari guru dan/atau orang tua.  Selanjutnya, guru menentukan penyebab
terjadinya kondisi tersebut baik karena faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor
internal dapat diketahui dari kondisi sensorik (penglihatan atau pendengaran), kondisi fisik
(anggota tubuh dan gerak) kondisi intelektual, dan kondisi mental. Faktor eksternal dapat
diketahui dari kondisi lingkungan keluarga, sosial ekonomi dan faktor perbedaan budaya. 

Pendapat lain mengungkapkan terdapat tiga gejala yang harus diamati pada peserta didik
meliputi (1) gejala fisik (2) gejala perilaku (3) gejala hasil belajar.  Gejala fisik yang dapat
diamati dan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengidentifikasian, misalnya adanya
gangguan penglihatan, pendengaran, wicara, kekurangan gizi, pengaruh obat-obatan  dan
minuman keras, atau semuanya yang menyangkut terganggunya fungsi fisik. Gejala perilaku
misalnya, perilaku sosial yang negatif seperti suka membolos, suka merusak, berkelahi,
berbohong, malas atau semua perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan hukum yang
berlaku dimasyarakat. Sedangkan gejala hasil belajar dapat diketahui setelah dilakukan
pengetesan dan terlihat dari data hasil tes  yang rendah yang mengakibatkan tidak naik kelas
bahkan dikeluarkan dari sekolah alias drop out (DO), atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan akademis. Apabila gejala-gejala tersebut diatas ditemukan pada peserta,
maka patut ditandai dan dicurigai sebagai PDBK, proses semacam inilah yang disebut
sebagai kegiatan identifikasi (Bagaskorowati, 2007)

Tujuan dan Fungsi


Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menemukan peserta didik yang membutuhkan
layanan pendidikan yang bersifat khusus. Sedangkan fungsi dari identifikasi dalam
pendidikan inklusif adalah  menentukan keberbutuhan khusus yang dialami oleh peserta didik
sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran tentang kondisi objektif peserta didik. 

Sasaran 
Dalam konteks ini sasaran identifikasi adalah semua peserta didik di SPPI yang diduga
menunjukkan adanya hambatan belajar dan/atau yang mengalami keterlambatan dalam aspek
perkembangan.

Strategi Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)

Strategi

Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dapat dilaksanakan pada saat
proses penerimaan peserta didik baru maupun saat proses pembelajaran sudah
berlangsung. Secara umum strategi identifikasi dapat dilakukan melalui tahapan berikut:

1. Menandai peserta didik yang diduga menunjukkan hambatan belajar atau


hambatan perkembangan.
2. Menentukan hambatan yang dialami menggunakan instrumen identifikasi.
3. Menganalisis data dan mengklasifikasikan dalam jenis hambatannya.
4. Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut, untuk
menetapkan jenis hambatan dan tindakan lanjut yang akan dilakukan pada anak
tersebut.
5. Mengkomunikasikan hasil identifikasi kepada orang tua murid tentang jenis
hambatan dan tindak lanjut yang akan dilakukan bersama.

Pengertian Asesmen Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)


Pengertian
Beberapa ahli mengemukakan pengertian asesmen seperti berikut ini: Lerner
(dalam Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses
pengumpulan informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan
digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan
dengan individu tersebut. Selanjutnya Ainscow (dalam Yusuf, 2007) menjelaskan
bahwa assesmen dilakukan berkenaan dengan pemberian informasi kepada
sejawat (teman guru), pencatatan pekerjaan yang telah dilakukan oleh peserta
didik, pemberian bantuan pada guru untuk merencanakan pembelajaran pada
anak, pengenalan terhadap kekuatan dan kelemahan pada anak dan pemberian
informasi kepada pihak-pihak terkait (seperti orang tua, psikolog, dan para ahli
lain) yang membutuhkan informasi tersebut.

Sementara itu secara khusus Mcloughlin dan Lewis (dalam Sunardi dan Sunaryo,
2007) menjelaskan bahwa asesmen pendidikan bagi PDBK adalah proses
pengumpulan informasi yang relevan dengan kepentingan peserta didik yang
dilakukan secara sistematis dalam rangka pembuatan keputusan pengajaran atau
layanan khusus. 

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa asesmen bagi PDBK adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang peserta didik secara menyeluruh yang berkenaan
dengan kondisi objektif peserta didik termasuk kebutuhan belajar,  potensi dan
hambatan yang akan digunakan sebagai dasar dalam penentuan layanan dan
penyusunan program pembelajaran serta program kebutuhan khusus yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan PDBK.

Asesmen bagi PDBK idealnya tidak hanya melibatkan peserta didik, orang
tua/wali, guru kelas/guru mapel, dan GPK, namun juga melibatkan tim ahli seperti
psikolog, dokter tumbuh kembang, terapis (sesuai kebutuhan) agar informasi
yang terkumpul valid dan komprehensif (informasi yang terkumpul bersumber
dari berbagai sudut pandang).

Tujuan, Fungsi, Sasaran dan Strategi Asesmen bagi Peserta Didik


Berkebutuhan Khusus

Tujuan dan Fungsi

Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi tentang kondisi peserta
didik, baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik, non akademik dan kekhususan
secara lengkap, akurat dan obyektif. 
Sedangkan fungsi asesmen dalam konteks ini adalah untuk sumber informasi utama bagi
guru dan/atau terapis dalam menentukan layanan, dan menyusun perencanaan
pembelajaran serta program layanan kebutuhan khusus yang tepat. Dalam hal ini hasil
asesmen dapat difungsikan sebagai kondisi kemampuan awal (baseline) peserta didik
sebelum diberikan layanan baik akademik maupun program kebutuhan khusus.

Sasaran

Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka sasaran
asesmen adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah ditetapkan sebagai
PDBK. 
Strategi

1. Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik,


non-akademik/kekhususan atau perkembangan)
2. Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat sesuai kondisi PDBK
(contoh instrumen terlampir).
3. Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan (contoh
panduan asesmen terlampir).
4. Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen.
5. Menyusun laporan hasil asesmen.
6. Melakukan case conference   (bersama pihak-pihak terkait, semisal orang tua/wali,
guru kelas/guru mapel, GPK dan seterusnya) berkaitan dengan laporan hasil
asesmen untuk menentukan baseline  dan layanan yang dibutuhkan.
7. Mendokumentasikan semua  kesepakatan hasil case conference.

Jenis Asesmen bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Jenis Asesmen bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
a. Asesmen akademik
Asesmen akademik adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi/kemampuan peserta
didik berkebutuhan khusus (PDBK) dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada jenjang
pra-sekolah, kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan kemampuan pra-
akademik (pre-requisite  yang mendukung dalam kesiapan  membaca, menulis dan
berhitung). Sedangkan bagi PDBK pada jenjang pendidikan dasar dan selanjutnya,
kemampuan akademik yang perlu digali adalah terkait dengan kemampuan membaca,
menulis dan berhitung dan bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah
tersebut sesuai jenjang/fase PDBK.

b. Asesmen perkembangan
Asesmen perkembangan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi seluruh aspek
perkembangan PDBK yang meliputi aspek komunikasi, perilaku, emosi, sosial, motorik
dan kognitif, yang  dapat digunakan untuk mengetahui kondisi perkembangan peserta
didik dibandingkan dengan peserta didik seusianya. Hasil asesmen perkembangan dapat
dijadikan sebagai dasar penentuan layanan intervensi yang diperlukan (menetapkan
metode, strategi maupun pemilihan media pembelajaran yang tepat).

c. Asesmen kekhususan
Asesmen kekhususan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi PDBK secara
mendalam, komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan diagnosa keberbutuhan
khusus yang dialami sebagai dasar pemberian layanan program kekhususan termasuk
alat bantu yang tepat. 

Pengertian Planning Matrix

Planning matrix  adalah alat bantu untuk memetakan hasil asesmen dari PDBK
dikaitkan dengan kebutuhan belajarnya.  Planning  matrix  berisi tentang gambaran
kondisi aktual PDBK berdasarkan aspek akademik, perkembangan dan kekhususan,
dampak kondisi tersebut terhadap dirinya sendiri dan lingkungan,  serta strategi layanan
yang diperlukan.  Berdasarkan deskripsi pada planning matrix   selanjutnya disusun skala
prioritas yang menggambarkan urutan  aspek yang penting untuk segera diberikan
layanan. Oleh sebab itu dengan adanya planning matrix ini, guru  dapat mendapatkan
gambaran utuh profil PDBK dan kebutuhannya, sehingga perencanaan program
pembelajaran (Program Pembelajaran Individual (PPI) dan RPP) menjadi lebih efektif dan
efisien.

Tujuan Planning Matrix

1. Mengetahui kondisi aktual dalam aspek akademik, perkembangan maupun


kekhususan PDBK berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan
2. Mengetahui dampak dari masing-masing aspek pada kondisi aktual PDBK. 
3. Mengetahui strategi layanan yang tepat bagi PDBK. 

Fungsi Planning Matrix

1. Memudahkan guru dalam menetapkan kondisi awal aktual (baseline) PDBK baik
aspek akademik, perkembangan dan kekhususan.
2. Membantu guru dalam memetakan dampak dan kebutuhan layanan untuk PDBK. 
3. Memudahkan guru  dalam menetapkan skala prioritas layanan yang harus segera
diterapkan.

Prosedur Penyusunan Planning Matrix


Secara umum prosedur penyusunan planning matrix  dapat dilakukan dengan:

1. Mengkategorikan data hasil asesmen berdasarkan aspek yang diasesmen. 


2. Menuangkan temuan kondisi aktual karakteristik PDBK pada tabel planning
matrix  yang tersedia.
3. Menganalisis dampak temuan kondisi aktual PDBK pada tabel yang tersedia.
4. Menganalisis strategi layanan pada setiap temuan kondisi aktual PDBK pada tabel
yang tersedia.
5. Menganalisis skala prioritas layanan berdasarkan berat ringannnya dampak yang
telah dituangkan pada tabel yang tersedia.

Pengantar
Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler)
yang diadaptasi sesuai dengan kemampuan potensi dan karakteristik kebutuhan
siswa. Adaptasi diarahkan pada materi, alokasi waktu, proses pembelajaran, penilaian,
dan media pembelajaran yang digunakan.

Berdasarkan Surat Edaran Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan


(BSKAP) Kemendikbudristek Nomor:2774/111-11/KR.00.01/2022 tertanggal 28 Juni
2022 tentang Implementasi Kurikulum Merdeka Secara Mandiri Pada Tahun Ajaran
2022/2023. Terdapat tiga pilihan implementasi Kurikulum Merdeka Jalur
Mandiri yang bisa diaplikasikan, yakni Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri
Berbagi dengan penjelasan sebagai berikut: 

1. Kategori Mandiri Belajar

Pilihan Mandiri Belajar yaitu Sekolah menerapkan beberapa bagian prinsip kurikulum
merdeka, dengan tetap menggunakan kurikulum 2013 atau kurikulum 2013 yang
disederhanakan/ kurikulum darurat.

2. Kategori Mandiri Berubah 

Mandiri Berubah yaitu sekolah mulai tahun pelajaran 2022/2023 menerapkan


Kurikulum Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan
dalam PMM pada satuan pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.

3.Kategori Mandiri Berbagi

Pilihan Mandiri Berbagi akan memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan


dalam menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai
perangkat ajar pada satuan pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.

Ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi,
mulai dari yang sifatnya ringan, sedang, sampai dengan yang berat, maka dalam
implementasinya di sekolah, kurikulum umum perlu dilakukan adaptasi sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Adaptasi dilakukan dengan
beberapa cara yaitu eskalasi, duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi.

Aspek Hardware, Software, dan Brainware

Inklusi (ketercakupan) selayaknya tidak dimaknai secara sempit pada aspek peserta didik
saja. Namun inklusi adalah ketercakupan tiga aspek di atas yaitu aspek hardware,
software, dan brainware. Dengan sinerginya ketiga aspek tersebut bukan tidak mungkin
sekolah inklusi akan menjadi benar sebagai awal kesetaraan hak penyandang disabilitas
dalam memperoleh pendidikan, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan
nasional yakni education for all perlu dukungan dari semua pihak.

Pertama adalah aspek hardware, yaitu meliputi sarana dan prasarana yang mendukung


aspek software. Sarana dan prasarananya memiliki aksesibilitas yang ramah pada setiap
peserta didik.

Kedua adalah aspek software, yaitu meliputi kurikulum, silabus, dan perangkat


penunjang yang lain. Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum 
umum (reguler) yang disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan kemampuan awal dan
karakteristik peserta didik. Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi
waktu, materi atau isi, proses belajar mengajar atau pembelajaran, sarana prasarana,
lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.

Ketiga adalah aspek brainware, yaitu meliputi tenaga kependidikan, peserta didik, staf


ahli, psikolog, dan staf pendukung lainnya. Tenaga kependidikan atau guru di sekolah
inklusi yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Dalam
perannya guru tidak berdiri sendiri, namun kerjasama dari psikolog, dokter anak, bahkan
orang tua peserta didik pun turut andil dalam implementasi menuju sekolah inklusi yang
lebih baik.

Model Adaptasi Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya


adalah menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun
demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus
sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka
dalam implementasinya di lapangan, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Adaptasi dilakukan
dengan beberapa cara yaitu duplikasi, modifikasi,  eskalasi, substitusi, dan omisi.

Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Meniru berarti membuat sesuatu menjadi
sama atau serupa. Dalam kaitan dengan model kurikulum, duplikasi berarti
mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk PDBK (Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus)  secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan
untuk peserta didik tipikal. Jadi, model duplikasi adalah cara dalam pengembangan
kurikulum, dimana PDBK menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh
anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen
utama kurikulum yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.

Model Modifikasi

Modifikasi berarti merubah untuk disesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, maka model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk peserta
didik-peserta didik regular diubah untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus menjalani
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi dapat
diberlakukan (terjadi) pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi,
proses dan evaluasi.

Model Eskalasi
Eskalasi berarti menaikkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk PDBK, maka
model eskalasi berarti cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang
diberlakukan untuk PDBK ditingkatkan dari kurikulum peserta didik tipikal. Dengan
demikian, PDBK menjalani kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Eskalasi dapat diberlakukan  pada empat komponen utama
pembelajaran yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi.

Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Dalam kaitan dengan model kurikulum, maka substitusi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain.
Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin diberlakukan kepada PDBK,
tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang kurang lebih sepadan (memiliki nilai yang
kurang lebih sama). Model penggantian (substitusi) bisa terjadi dalam hal tujuan
pembelajaran, materi, proses atau evaluasi.

Model Omisi

Omisi berarti menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti
upaya untuk mengilangkan sesuatu (bagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum,
karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada PDBK Dengan kata lain, omisi
berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tidak disampaikan atau tidak diberikan
kepada PDBK karena sifatnya terlalu sulit atau tidak sesuai dengan kondisi PDBK.
Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang
sepadan, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.

Model Duplikasi Kurikulum

Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) mengikuti
kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan
ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.

1. Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada


anak-anak tipikal juga diberlakukan kepada PDBK. Dengan demikian, maka
standar kompetensi lulusan (SKL) yang diberlakukan untuk peserta didik tipikal
juga diberlakukan untuk PDBK. Demikian juga dengan standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD) dan juga indikator keberhasilan. 
2. Duplikasi isi/materi berarti materi-meteri pembelajaran yang diberlakukan
kepada peserta didik tipikal juga diberlakukan sama kepada PDBK. Dengan
demikian, PDBK memperoleh informasi, materi, pokok bahasan atau sub-pokok
bahasan yang sama seperti yang disajikan kepada peserta didik tipikal.
3. Duplikasi proses berarti PDBK menjalani kegiatan atau pengalaman belajar
mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal.
Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar,
lingkungan/seting belajar, waktu belajar, media belajar, atau sumber belajar.
4. Duplikasi evaluasi, berarti PDBK menjalani proses evaluasi atau penilaian yang
sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal. Duplikasi evaluasi
bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi,
teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana
evaluasi dilaksanakan.

Strategi Adaptasi Kurikulum

 Tujuan adaptasi pengembangan Kurikulum

1. Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi


hambatan belajar yang dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah
inklusif
2. Membantu guru dan orang tua dalam mengembangkan program pendidikan
bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah
maupun di rumah.
3. Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai
dan menyempurnakan program pendidikan inklusif.

Penjabaran dari adaptasi tersebut adalah:

1. Adaptasi tujuan, berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam


kurikulum umum dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik
berkebutuhan khusus.
2. Adaptasi  isi, berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk
peserta didik tipikal dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik
berkebutuhan khusus.
3. Adaptasi  proses, berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang
dijalani oleh peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh
peserta didik pada umumnya.
4. Adaptasi  evaluasi, berarti ada perubahan dalam system penilaian untuk
disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.

Anda mungkin juga menyukai