Identifikasi PDBK dapat dilakukan melalui proses penjaringan dengan mendapatkan data
mengenai peserta didik mana yang mengalami hambatan belajar dan/atau yang mengalami
keterlambatan dalam aspek perkembangan. Data dapat diperoleh dari hasil pengamatan
langsung atau laporan dari guru dan/atau orang tua. Selanjutnya, guru menentukan
penyebab terjadinya kondisi tersebut baik karena faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal dapat diketahui dari kondisi sensorik (penglihatan atau pendengaran), kondisi
fisik (anggota tubuh dan gerak) kondisi intelektual, dan kondisi mental. Faktor eksternal
dapat diketahui dari kondisi lingkungan keluarga, sosial ekonomi dan faktor perbedaan
budaya.
Pendapat lain mengungkapkan terdapat tiga gejala yang harus diamati pada peserta didik
meliputi (1) gejala fisik (2) gejala perilaku (3) gejala hasil belajar. Gejala fisik yang dapat
diamati dan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengidentifikasian, misalnya adanya
gangguan penglihatan, pendengaran, wicara, kekurangan gizi, pengaruh obat-obatan dan
minuman keras, atau semuanya yang menyangkut terganggunya fungsi fisik. Gejala perilaku
misalnya, perilaku sosial yang negatif seperti suka membolos, suka merusak, berkelahi,
berbohong, malas atau semua perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan hukum yang
berlaku dimasyarakat. Sedangkan gejala hasil belajar dapat diketahui setelah dilakukan
pengetesan dan terlihat dari data hasil tes yang rendah yang mengakibatkan tidak naik kelas
bahkan dikeluarkan dari sekolah alias drop out (DO), atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan akademis. Apabila gejala-gejala tersebut diatas ditemukan pada peserta,
maka patut ditandai dan dicurigai sebagai PDBK, proses semacam inilah yang disebut
sebagai kegiatan identifikasi (Bagaskorowati, 2007).
2. Tujuan dan Fungsi Identifikasi
a. Secara umum tujuan identifikasi adalah tujuan identifikasi adalah untuk menemukan
peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan yang bersifat khusus.
4. Strategi
Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dapat dilaksanakan pada saat
proses penerimaan peserta didik baru maupun saat proses pembelajaran sudah berlangsung.
Secara umum strategi identifikasi dapat dilakukan melalui tahapan berikut:
a. Menandai peserta didik yang diduga menunjukkan hambatan belajar atau hambatan
perkembangan.
d. Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut, untuk
menetapkan jenis hambatan dan tindakan lanjut yang akan dilakukan pada anak tersebut.
e. Mengkomunikasikan hasil identifikasi kepada orang tua murid tentang jenis hambatan
dan tindak lanjut yang akan dilakukan bersama.
B. Asesmen Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian
Beberapa ahli mengemukakan pengertian asesmen seperti berikut ini: Lerner (dalam
Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses pengumpulan
informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan digunakan untuk membuat
pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan individu tersebut. Selanjutnya
Ainscow (dalam Yusuf, 2007) menjelaskan bahwa assesmen dilakukan berkenaan dengan
pemberian informasi kepada sejawat (teman guru), pencatatan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh peserta didik, pemberian bantuan pada guru untuk merencanakan
pembelajaran pada anak, pengenalan terhadap kekuatan dan kelemahan pada anak dan
pemberian informasi kepada pihak-pihak terkait (seperti orang tua, psikolog, dan para ahli
lain) yang membutuhkan informasi tersebut.
Sementara itu secara khusus Mcloughlin dan Lewis (dalam Sunardi dan Sunaryo, 2007)
menjelaskan bahwa asesmen pendidikan bagi PDBK adalah proses pengumpulan informasi
yang relevan dengan kepentingan peserta didik yang dilakukan secara sistematis dalam
rangka pembuatan keputusan pengajaran atau layanan khusus.
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa asesmen bagi PDBK adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang peserta didik secara menyeluruh yang berkenaan dengan
kondisi objektif peserta didik termasuk kebutuhan belajar, potensi dan hambatan yang akan
digunakan sebagai dasar dalam penentuan layanan dan penyusunan program pembelajaran
serta program kebutuhan khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan PDBK.
Asesmen bagi PDBK idealnya tidak hanya melibatkan peserta didik, orang tua/wali, guru
kelas/guru mapel, dan GPK, namun juga melibatkan tim ahli seperti psikolog, dokter tumbuh
kembang, terapis (sesuai kebutuhan) agar informasi yang terkumpul valid dan komprehensif
(informasi yang terkumpul bersumber dari berbagai sudut pandang).
3. Sasaran
Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka sasaran asesmen
adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah ditetapkan sebagai PDBK.
4. Strategi
a. Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-akademik/kekhususan
atau perkembangan)
f. Melakukan case conference (bersama pihak-pihak terkait, semisal orang tua/wali, guru
kelas/guru mapel, GPK dan seterusnya) berkaitan dengan laporan hasil asesmen untuk
menentukan baseline dan layanan yang dibutuhkan.
Asesmen akademik adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi/kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada jenjang pra-
sekolah, kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan kemampuan pra-akademik
(pre-requisite yang mendukung dalam kesiapan membaca, menulis dan berhitung).
Sedangkan bagi PDBK pada jenjang pendidikan dasar dan selanjutnya, kemampuan
akademik yang perlu digali adalah terkait dengan kemampuan membaca, menulis dan
berhitung dan bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah tersebut sesuai
jenjang/fase PDBK.
b. Asesmen perkembangan
Asesmen perkembangan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi seluruh aspek
perkembangan PDBK yang meliputi aspek komunikasi, perilaku, emosi, sosial, motorik dan
kognitif, yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi perkembangan peserta didik
dibandingkan dengan peserta didik seusianya. Hasil asesmen perkembangan dapat dijadikan
sebagai dasar penentuan layanan intervensi yang diperlukan (menetapkan metode, strategi
maupun pemilihan media pembelajaran yang tepat).
c. Asesmen kekhususan
Asesmen kekhususan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi PDBK secara
mendalam, komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan diagnosa keberbutuhan khusus
yang dialami sebagai dasar pemberian layanan program kekhususan termasuk alat bantu
yang tepat.
C. Planning Matrix
1. Pengertian
Program layanan kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara langsung.
Hal ini tidak salah namun materi yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan program masih
berupa potongan-potongan simpulan atas hasil asesmen yang telah dilakukan. Quentin Iskov,
Project Officer: Disabilities Department of Education and Children’s Services (2012)
menambahkan satu tahapan lagi sebelum menyusun program intervensi, yaitu penyusunan
planning matrix. Planning matrix adalah alat bantu untuk memetakan hasil asesmen dari
PDBK dikaitkan dengan kebutuhan belajarnya. Planning matrix berisi tentang gambaran
kondisi aktual PDBK berdasarkan aspek akademik, perkembangan dan kekhususan, dampak
kondisi tersebut terhadap dirinya sendiri dan lingkungan, serta strategi layanan yang
diperlukan. Berdasarkan deskripsi pada planning matrix selanjutnya disusun skala prioritas
yang menggambarkan urutan aspek yang penting untuk segera diberikan layanan. Oleh
sebab itu dengan adanya planning matrix ini, guru dapat mendapatkan gambaran utuh profil
PDBK dan kebutuhannya, sehingga perencanaan program pembelajaran (Program
Pembelajaran Individual (PPI) dan RPP) menjadi lebih efektif dan efisien.
2. Tujuan
a. Mengetahui kondisi aktual dalam aspek akademik, perkembangan maupun kekhususan
PDBK berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan.
3. Fungsi
a. Memudahkan guru dalam menetapkan kondisi awal aktual (baseline) PDBK baik aspek
akademik, perkembangan dan kekhususan.
b. Membantu guru dalam memetakan dampak dan kebutuhan layanan untuk PDBK.
c. Memudahkan guru dalam menetapkan skala prioritas layanan yang harus segera
diterapkan.
b. Menuangkan temuan kondisi aktual karakteristik PDBK pada tabel planning matrix
yang tersedia.
c. Menganalisis dampak temuan kondisi aktual PDBK pada tabel yang tersedia.
d. Menganalisis strategi layanan pada setiap temuan kondisi aktual PDBK pada tabel
yang tersedia.
Pilihan Mandiri Belajar yaitu Sekolah menerapkan beberapa bagian prinsip kurikulum merdeka,
dengan tetap menggunakan kurikulum 2013 atau kurikulum 2013 yang disederhanakan/
kurikulum darurat.
Mandiri Berubah yaitu sekolah mulai tahun pelajaran 2022/2023 menerapkan Kurikulum
Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan dalam PMM pada satuan
pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.
Pilihan Mandiri Berbagi akan memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan dalam
menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar pada
satuan pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.
Ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari
yang sifatnya ringan, sedang, sampai dengan yang berat, maka dalam implementasinya di
sekolah, kurikulum umum perlu dilakukan adaptasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Inklusi (ketercakupan) selayaknya tidak dimaknai secara sempit pada aspek peserta didik saja.
Namun inklusi adalah ketercakupan tiga aspek di atas yaitu aspek hardware, software, dan
brainware. Dengan sinerginya ketiga aspek tersebut bukan tidak mungkin sekolah inklusi akan
menjadi benar sebagai awal kesetaraan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh
pendidikan, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. education for all perlu
dukungan dari semua pihak.
Pertama adalah aspek hardware, yaitu meliputi sarana dan prasarana yang mendukung aspek
software. Sarana dan prasarananya memiliki aksesibilitas yang ramah pada setiap peserta didik.
Kedua adalah aspek software, yaitu meliputi kurikulum, silabus, dan perangkat penunjang yang
lain. Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang
disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.
Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, materi atau isi, proses
belajar mengajar atau pembelajaran, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan
kelas.
Ketiga adalah aspek brainware, yaitu meliputi tenaga kependidikan, peserta didik, staf ahli,
psikolog, dan staf pendukung lainnya. Tenaga kependidikan atau guru di sekolah inklusi yaitu
guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Dalam perannya guru tidak
berdiri sendiri, namun kerjasama dari psikolog, dokter anak, bahkan orang tua peserta didik pun
turut andil dalam implementasi menuju sekolah inklusi yang lebih baik.
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya adalah
menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam
hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang
sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di lapangan, kurikulum
reguler perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.
Adaptasi dilakukan dengan beberapa cara yaitu duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi.
1. Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Meniru berarti membuat sesuatu menjadi
sama atau serupa. Dalam kaitan dengan model kurikulum, duplikasi berarti
mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk PDBK (Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus) secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk
peserta didik pada umumnya (regular). Jadi, model duplikasi adalah cara dalam
pengembangan kurikulum, dimana peserta didik-peserta didik berkebutuhan khusus
menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya.
Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, isi,
proses dan evaluasi.
2. Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah untuk disesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, maka model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk peserta
didik-peserta didik regular diubah untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus menjalani
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi dapat
diberlakukan (terjadi) pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi,
proses dan evaluasi.
3. Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Dalam kaitan dengan model kurikulum, maka substitusi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain.
Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin diberlakukan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang kurang lebih sepadan
(memiliki nilai yang kurang lebih sama). Model penggantian (substitusi) bisa terjadi dalam
hal tujuan pembelajaran, materi, proses atau evaluasi.
4. Model Omisi
Omisi berarti menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya
untuk mengilangkan sesuatu (bagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum, karena hal
tersebut tidak mungkin diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata
lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tidak disampaikan atau tidak
diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus karena sifatnya terlalu sulit atau tidak
sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika
dalam substitusi ada materi pengganti yang sepadan, sedangkan dalam model omisi tidak
ada materi pengganti.
Untuk melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus
mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-
undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam
program inklusif, antara lain sebagai berikut.UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional khususnya: Pasal 5 ayat (2): warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) mengikuti
kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan
ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.
d. Duplikasi evaluasi, berarti PDBK menjalani proses evaluasi atau penilaian yang
sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal. Duplikasi evaluasi
bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi,
teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana
evaluasi dilaksanakan.Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan
khusus mengikuti kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam
kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan
pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.
E. Strategi Modifikasi Kurikulum
Modifikasi Tujuan dalam pengembangan kurikulum bertujuan untuk 1) Membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal
mungkin dalam setting sekolah inklusif; 2) Membantu guru dan orang tua dalam
mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang
diselenggarakan di sekolah maupun di rumah; dan 3) Menjadi pedoman bagi sekolah, dan
masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan
inklusif. Penjabaran dari modifikasi tersebut adalah:
1. Modifikasi Tujuan
Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalamkurikulum umum
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Sebagai
konsekuensi dari modifikasi tujuan, maka peserta didik berkebutuhan khusus akan
memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan peserta didik-peserta didik
regular, baik berkaitan dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SK),
kompetensi dasar (KD) maupun indikator.
2. Modifikasi Isi
Modifikasi isi berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untukpeserta didik
regular dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan sajian materi yang
sesuai dengan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keluasan,
kedalaman dan atau tingkat kesulitan. Artinya, peserta didik berkebutuhan khusus
mendapatkan materi pelajaran yang tingkat kedalaman, keluasan dan kesulitannya berbeda
(lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada peserta didik regular.
3. Modifikasi Proses
Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang dijalani oleh
peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya.
Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk peserta didik-peserta
didik regular tidak diterapkan untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Jadi, mereka
memperoleh strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan kemampuannya.
Modifikasi proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode
mengajar, lingkungan/seting belajar, waktu belajar, media belajar, sumber belajar dan lain-
lain.
4. Modifikasi Evaluasi
Modifikasi evaluasi berarti ada perubahan dalam system penilaianuntuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, peserta didik
berkebutuhan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan peserta didik-
peserta didik lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-
soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi dan
lain-lain. Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam criteria
kelulusan, system kenaikan kelas, bentuk raport, ijazah dan lain-lain.
Ada empat kemungkinan model kurikulum yaitu duplikasi, modifikasi, substitusidan omisi, dan
ada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi.
Mengembangkan kurikulum untuk peserta didik berkebutuhankhusus pada dasarnya adalah
mengawinkan antara model kurikulum dengan komponen kurikulum. Setiap satu komponen dari
model kurikulum dipadukan dengan setiap komponen dari komponen kurikulum, sehingga akan
terjadi 16 kemungkinan perpaduan (4 x 4). Lihat gambar skematik berikut:
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya ada 16 kemungkinan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, yaitu 4 kemungkinan model untuk tujuan
(1,2,3,4) empat kemungkinan model untuk materi (5,6,7,8) 4 kemungkinan model untuk
proses (9,10,11,12) dan 4 kemungkinan model untuk evaluasi (13,14,15,16).
Ketika seorang guru akan merancang kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus,
maka akan muncul 16 pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah apakah tujuan pembelajaran
yang akan diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus harus sama dengan
peserta didik lainnya? Ataukah dimodifikasi? Atau diganti (substitusi)? Atau dihilangkan
(omisi)? Pertanyaan serupa diajukan berkenaan dengan materi pelajaran. Kemudian
berkenaan dengan proses dan terakhir terkait dengan cara evaluasi.
1. Pendahuluan
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif para peserta didiknya memiliki kemampuan yang
heterogen, karena peserta didik di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di samping anak-
anak umum juga terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus
ini memiliki keragaman kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris
neurologis.
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan maksud agar peserta didik menguasai kompetensi
dasar mata pelajaran. Agar kompetensi dasar dapat tercapai secara tuntas guru perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusi
secara umum sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang berlaku bagi peserta didik pada
umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat peserta didik dengan
kebutuhan khusus yang mengalami kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis, maka guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-
prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran
khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik, disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap individu peserta didik dan didukung oleh kompetensi
pendidik, media, sumber dan strategi pembelajaran yang memadai, sesuai dengan standar
pelayanan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan pembelajaran pada sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif antara lain seperti di bawah ini.
a. Menetapkan tujuan
b. Merencanakan pengelolaan kelas; termasuk mengatur lingkungan fisik dan sosial
c. Menetapakan dan pengorganisasian bahan/materi; topik apa yang ingin diajarkan kepada
peserta didik
d. Merencanakan strategi pendekatan kegiatan pembelajaran; bagaimana bentuk kegiatannya,
apakah peserta didik mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam pembelajaran
e. Merencanakan prosedur kegiatan pembelajaran; bagaimana bentuk dan urutan kegiatannya,
apakah kegiatan itu sesuai untuk semua peserta didik, dan bagaimana peserta didik
mencatat, mendokumentasikan, dan menampilkan hasil belajarnya
f. Merencanakan penggunaan sumber dan media belajar; sumber belajar mana yang akan
digunakan, media apa yang sesuai dan tidak membahayakan peserta didik.
g. Merencanakan penilaian; bagaimana cara peserta didik telah menyelesaikan tugasnya dalam
suatu proses pembelajaran, dan apa bentuk tindak lanjut yang diinginkan.
Kegiatan pembelajaran dalam seting inklusif akan berbeda baik dalam strategi, kegiatan, media,
dan metode. Dalam seting inklusif, guru hendaknya dapat mengakomodasi semua kebutuhan
peserta didik di kelas yang bersangkutan termasuk membantu mereka memperoleh pemahaman
yang sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.
Hambatan belajar dapat berasal dari kesulitan menentukan strategi belajar dan metode belajar
lainnya sebagai akibat dari faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dari
beberapa faktor tersebut. Sebagai contoh gangguan sensoris seperti hilangnya penglihatan atau
pendengaran, merupakan hambatan dalam memperoleh masukan informasi dari luar. Disfungsi
minimal otak mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas tertentu mungkin berbeda dengan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler,
bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda secara
signifikan; namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster, bahan belajar antara peserta didik
luar biasa dengan peserta didik normal biasanya tidak sama, bahkan antara sesama peserta didik
luar biasa pun dapat berbeda.
Pembelajaran individual diberikan pada peserta didik tertentu untuk membantu mereka
menyelesaikan masalahnya seperti pada peserta didik berbakat dengan mendorong mereka
memberikan tugas yang lebih menantang.
Guru membagi peserta didik dalam kelompok kecil dengan menggunakan strategi yang
efektif yang dapat memenuhi semua kebutuhan peserta didik. Guru dapat mendorong
peserta didik agar dapat bekerja lebih kooperatif.
Pembelajaran yang kooperatif terjadi ketika peserta didik berbagi tanggungjawab untuk
mencapai tujuan bersama. Guru hendaknya berupaya menghindari pembelajaran yang
kompetitif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru memegang peranan penting untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar sehingga peserta didik merasa
mampu mengatasi permasalahan mereka sendiri dan merasa dihargai. Pembelajaran yang
kooperatif dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman dan rasa senang
memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, terhadap kelompoknya, dan terhadap
pekerjaannya. Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan
berbagai keterampilannya seperti peserta didik perempuan menjadi presenter, dan peserta
didik laki-laki menjadi notulis dan kegiatan lainnya sehingga mereka dapat mengambil
manfaat dari aktivitas kerja kelompok yang kooperatif.
4. Penyusunan Program Pembelajaran Individual
Secara sistematis format identitas, Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Tujuan,
Indikator, materi pembelajaran, alat/media dan Penilaian.Guru kelas atau guru bidang studi di
sekolah reguler bersama-sama guru Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau Pendidikan Khusus
(PKh) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus
terlebih dahulu perlu menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam rencana
pembelajaran reguler, modifikasi pembelajaran serta program pengajaran individual (PPI) untuk
anak berkebutuhan khusus.
PPI merupakan rencana pengajaran yang dirancang untuk satu orang peserta didik yang
berkebutuhan khusus atau yang memiliki kecerdasan/bakat istimewa. PPI harus merupakan
program yang dinamis artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik,
dan disusun oleh sebuah tim terdiri dari orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran,
guru pendidikan khusus/PLB, dan peserta didik yang bersangkutan yang disusun secara
bersama- sama. Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim terdiri dari Kepala Sekolah, Komite
Sekolah, Tenaga ahli dan Profesi terkait, orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran
dan guru pendidikan khusus/PLB, serta peserta didik yang bersangkutan.
Program Pembelajaran Individual (PPI) adalah sebuah rencana pembelajaran yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan belajar anak (IDEA, Tahun 1990). PPI merupakan bukti
keterlibatan orang tua dalam mengambil keputusan pendidikan bagi anak mereka (Strickland
dan Turnbull 1993). PPI menjadi dokumen yang sangat penting karena tidak hanya bertujuan
untuk memastikan bahwa setiap PDBK mendapatkan program yang sesuai dengan
karakteristik unik mereka. Tetapi juga ketika guru dihadapkan pada orang tua yang memiliki
ekspektasi yang tidak sesuai dengan kondisi anak, maka PPI dapat menjadi dokumen yang
membantu guru dalam penyamaan persepsi bagi orang tua terhadap kemampuan anak saat ini
dan target pembelajaran mereka. Secara sederhana PPI dapat diartikan:
a. PPI merupakan sarana untuk memastikan bahwa PDBK mendapatkan program yang
sesuai kebutuhan dan dievaluasi secara berkala (Bateman 2011)
b. PPI adalah adalah asumsi guru terhadap kemampuan yang mungkin dapat dikuasai oleh
PDBK dalam periode waktu tertentu melalui pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan belajar, potensi, hambatan, dan karakteristik unik PDBK.
d. PPI adalah rencana tertulis untuk penyediaan layanan bagi PDBK yang dikembangkan
dan dilaksanakan dengan melibatkan orang tua, guru dan ahli dari interdisipliner yang
didasarkan pada kondisi objektif anak (kebutuhan belajar, potensi, hambatan dan
karakteristik unik PDBK) yang dirancang sehingga memungkinkan PDBK untuk
berkembang optimal sesuai kapasitas dan potensinya.
Di dalam pembuatan PPI penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip dasarnya dan komponen
dalam PPI. Adapun beberap prinsip-prinsip dan komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Berorientasi pada peserta didik
b. Sesuai potensi dan kebutuhan anak
c. Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing
d. Mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkankemampuan
1. Pelajarilah hasil asesmen peserta didik yang meliputi kemajuan peserta didik, dan masalah
kontekstual yang ada di lingkungan rumah, dan sekolah.
2. Identifikasi potensi dan hambatan peserta didik saat ini.
3. Tetapkan tujuan jangka panjang bagi PDBK yang bersangkutan.
4. Identifikasi dan prioritaskan hasil pembelajaran yang diharapkan dicapai pada akhir
periode PPI.
5. Identifikasi tujuan spesifik, dapat dicapai, dan terukur yang dibangun diatas kekuatan saat
ini dan mencerminkan langkah-langkah pembelajaran selanjutnya untuk mengatasi area
yang membutuhkan pengembangan.
6. Identifikasi kriteria keberhasilan spesifik untuk setiap tujuan.
7. Susun rencana berkelanjutan untuk mendukung pencapaian tujuan, misalnya adaptasi
lingkungan kelas, bahan ajar, dan strategi pengajaran serta pembedaan isi bahan ajar dan
tanggapan yang diharapkan dari peserta didik.
8. Identifikasi strategi untuk mengatasi hambatan apa pun untuk mencapai tujuan.
9. Memperjelas peran dan tanggung jawab untuk memastikan implementasi penuh dari PPI.
10. Mengevaluasi efektivitas PPI dan meninjau kemajuan sebelum PPI berikutnya.
G. Pembelajaran Akomodatif
1. Pengertian
Pengertian akomodasi pembelajaran (Lerner & Kline, 2006) adalah penyesuaian dan
modifikasi program pendidikan untuk memenuhi kebutuhan PDBK. Akomodasi dalam
pembelajaran yang diperuntukkan untuk PDBK tetap mengacu pada dua prinsip pembelajaran.
Jadi akomodasi dapat diartikan sebagai perubahan berupa penyesuaian dan modifikasi yang
dibeikan untuk PDBK sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Piaget (dalam Carpendale, Muller,& Bilbok, 2008: 799),
berpendapat bahwa pengetahuan dibangun atas dua proses yakni scheme, proses asimilasi dan
proses akomodasi. Akomodasi adalah proses dimana anak memperluas dan memodifikasi
representasi-representasi mental mereka tentang dunia, pengalaman-pengalaman baru.
Sedangkan Kaufmann dan Hallahan (2006: 57) mengatakan tentang akomodasi, “... changes in
the delivery of instruction, type of student performance, or method of assessment which do not
significantly change the content or conceptual difficulty of the curriculum.” yang bermakna
perubahan dalam metode mengajar, tugas untuk peserta didik, dan metode penilaian yang tidak
merubah secara signifikan konten dan tujuan dalam kurikulum.
Pendapat tersebut memaknai akomodasi sebagai perubahan dalam pengantar pembelajaran yang
dilakukan supaya metode ataupun penilaian yang secara signifikan tidak mengubah konten atau
konsep dari kurikulum. Maka dari itu, akomodasi pembelajaran adalah upaya pendidik yang
dilakukan dalam pembelajaran supaya peserta didik dalam kelasnya mampu menerima informasi
yang diberikan guru sesuai dengan kemampuan peserta didik tersebut.
2. Kesiapan Guru
Berkenaan intervensi guru dalam pembelajaran untuk peserta didik ABK, Kaufman dan
Hallahan (2006: 19) memberikan poin-poin penting yang baik dilakukan oleh guru, yaitu:
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa akomodasi pembelajaran adalah cara
atau upaya yang dilakukan pendidik dalam membangun pengetahuan untuk peserta didiknya
sesuai dengan kebutuhan anak dan tahap perkembangannya. Termasuk untuk peserta didik
berkebutuhan khusus dapat belajar di kelas biasa. Dengan upaya yang dilakukan pendidik
tersebut, diharapkan peserta didik berkebutuhan khusus dapat menangkap informasi dalam
pembelajaran semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Upaya
pemberian layanan akomodasi dapat terlaksana dengan lebih optimal apabila guru dapat
melakukan asesmen sendiri. Dari proses asesmen yang dilakukan oleh guru, pemberian layanan
akomodasi dapat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tahap perkembangan anak, dengan
begitu pemberian akomodasi terlaksana dengan lebih optimal.
Kaufman dan Hallahan (2006: 57) mengungkapkan bahwa akomodasi yang sering dilakukan
oleh guru dalam pembelajaran meliputi perubahan dalam waktu, input, output, partisipasi, dan
tingkat dukungan. Contoh akomodasinya adalah penambahan waktu dalam pemecahan soal
matematika, kemudian dalam pelajaran sejarah dapat menggunakan bagan untuk menunjukkan
poin-poin penting, dan sebagainya.
Banyak aspek yang perlu diakomodasi dalam memenuhi kebutuhan PDBK seperti: 1)
lingkungan belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi belajar PDBK, dengan
motivasi tinggi PDBK akan senang untuk belajar dan berusaha untuk memahami materi yang
disampaikan, 2) materi yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan PDBK,
3) penyampaian materi yang menarik perhatian peserta didik dengan membuat permainan atau
kegiatan menyenangkan lainnya, 4) penyesuaian waktu pembelajaran dan pengerjaan tugas
yang disesuaikan dengen kondisi PDBK.
Berikut adalah contoh akomodasi metode untuk PDBK dengan kondisi lamban belajar menurut
Swason (dalam Pujaningsih, 2010):
• Bertahap, merupakan suatu proses yang dilakukan dengan beberapa langkah atau
urutan peningkatan
• Pembagian materi, materi yang diberikan dalam satu pembelajaran tidak diberikan
secara langsung di awal. Namun, dibagi menjadi beberapa bagian. Materi tersebut
diberikan kepada peserta didik satu persatu sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memahami sedikit demi sedikit, pada akhirnya materi itu disatukan dan
digabungkan di akhir menjadi satu kesatuan.
• Pertanyaan dan jawaban langsung, adalah saat dimana guru bertanya kepada peserta
didik slow learner secara langsung dan peserta didik diminta untuk menjawab
pertanyaan tersebut secara langsung. Pertanyaan langsung yang diberikan guru ke
peserta didik dapat memfokuskan peserta didik untuk tetap memperhatikan materi
pelajaran. Selain itu, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik.
• Pemberian contoh pemecahan masalah oleh guru, guru memberikan contoh dan
langkah dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
variasi pembelajaran menggunakan berbagai pendekatan.
• Pembelajaran pada kelompok kecil, dapat membantu peserta didik untuk lebih
memahami pembelajaran. Tutor sebaya dalam kelompok kecil dapat saling
membantu peserta didik untuk memahami informasi dan memecahkan masalah yang
diberikan. Pembentukan kelompok memungkinkan kerjasama antar peserta didik dan
saling membantu ketika mengalami kesulitan, selain itu pengelompokkan juga
mampu menigkatkan partisipasi peserta didik.
Alternatif dalam mengevaluasi PDBK dalam kelas reguler dapat dilakukan dengan cara
berikut:
1. Evaluasi sesuai dengan standar dan dengan cara yang sama dengan peserta didik lain.
2. Evaluasi sesuai dengan standar namun disertai dengan akomodasi tertentu.
3. Evaluasi ini disesuaikan dengan kebutuhan spesifik anak.
4. Evaluasi alternatif dengan standar kesulitan yang sama dengan peserta didik lain.
5. Evaluasi alternatif dengan standar kesulitan yang disesuaikan dengan kemampuan anak.
Thurlow (2005) mengemukakan akomodasi yang diberikan untuk PDBK dapat dikatagorikan
menjadi :
4) Penilaian Akhir Tahun penilaian ini dilakukan setelah pembelajar semester genap,
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap.
Cakupan PAT meliputi seluruh KD pada semester genap.
5) Carilah sumber yang relevan dengan pembahasan di atas!
d) Penilaian Jurnal
Jurnal merupakan kumpulan rekaman catatan guru dan/atau tenaga kependidikan di
lingkungan sekolah tentang sikap dan perilaku positif atau negatif, selama dan diluar
proses pembelajaran mata pelajaran. Penilaian Jurnal adalah penilaian guru dan/atau
tenaga kependidikan atas catatan hasil pengamatan tentang kekuatan/kelemahan/
kejadian luar biasa peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku di dalam
dan di luar kelas. Adapun format penilaiannya dapat ditambahkan beberapa kolom,
seperti: Tanggal, Kejadian, dan Tindak Lanjut.
b. Penilaian Pengetahuan
1) Pengertian Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui penguasaan
peserta didik yang meliputi pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural serta
kecakapan berpikir tingkat rendah hingga tinggi. Penilaian pengetahuan dilakukan
dengan berbagai teknik penilaian. Guru memilih teknik penilaian yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi yang akan dinilai
Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawaban disajikan secara tertulis berupa pilihan
ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen tes tertulis
dikembangkan atau disiapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1) Menetapkan tujuan tes.
2) Menyusun kisi-kisi.
3) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal.
4) Menyusun panduan penskoran.
b) Tes Lisan
d) Penilaian Portofolio
1) Pengertian
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik secara individu
pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya
tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan
informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus menerus melakukan perbaikan.
Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan dinamika kemampuan belajar
peserta didik melalui sekumpulan karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat,
komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian,
sinopsis dan karya nyata individu peserta didik yang diperoleh dari pengalaman.
Portofolio dalam proses penilaian pembelajaran sering dimaknai sebagai suatu
koleksi hasil kinerja peserta didik berupa artefak yang mengungkapkan tahapan
perkembangan. Artefak-artefak itu dihasilkan dari pengalaman belajar atau proses
pembelajaran peserta didik dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian,
portofolio dapat diartikan sebagai suatu koleksi pribadi hasil pekerjaan seorang
peserta didik yang menggambarkan taraf pencapaian kompetensi, berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik.
2) Jenis Portofolio
Berbagai jenis portofolio, antara lain:
a) Portofolio Pribadi Peserta Didik yang Bersifat Rahasia (Anecdotal Record)
b) Portofolio Pembelajaran Peserta didik
c) Portofolio Catatan Khusus Peserta didik Jangka Panjang
3) Bentuk Portofolio
Berbagai bentuk portofolio.
a) Berupa buku ukuran besar yang bisa dilihat peserta didik dengan dipangku
(lapbook). Lapbook ini bisa dimasukkan berbagai hasil karya terkait dengan
produk seni (gambar, kerajinan tangan, dan sebagainya).
b) Berupa album berisi foto, video, audio.
c) Berupa stopmap/bantex berisi tugas-tugas imla/dikte dan tulisan (karangan,
catatan) dan sebagainya.
d) Buku Kelas I – Kelas VI yang disusun berdasarkan Kurikulum 2013, juga
merupakan portofolio peserta didik.