Anda di halaman 1dari 41

SISTEM LAYANAN PEMBELAJARAN

A. Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


1. Pengertian
Identifikasi diartikan sebagai proses menemukenali peserta didik yang membutuhkan
layanan pendidikan yang bersifat khusus. Identifikasi PDBK dimaksudkan sebagai upaya
yang dilakukan oleh guru maupun orang tua/wali untuk mengetahui apakah peserta didik
mengalami hambatan dalam pembelajaran baik karena faktor internal (kondisi peserta didik
baik sensorik, fisik, intelektual, maupun mental) maupun faktor eksternal (kondisi sosial
ekonomi, faktor budaya dan sebagainya).

Identifikasi PDBK dapat dilakukan melalui proses penjaringan dengan mendapatkan data
mengenai peserta didik mana yang mengalami hambatan belajar dan/atau yang mengalami
keterlambatan dalam aspek perkembangan. Data dapat diperoleh dari hasil pengamatan
langsung atau laporan dari guru dan/atau orang tua. Selanjutnya, guru menentukan
penyebab terjadinya kondisi tersebut baik karena faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal dapat diketahui dari kondisi sensorik (penglihatan atau pendengaran), kondisi
fisik (anggota tubuh dan gerak) kondisi intelektual, dan kondisi mental. Faktor eksternal
dapat diketahui dari kondisi lingkungan keluarga, sosial ekonomi dan faktor perbedaan
budaya.

Pendapat lain mengungkapkan terdapat tiga gejala yang harus diamati pada peserta didik
meliputi (1) gejala fisik (2) gejala perilaku (3) gejala hasil belajar. Gejala fisik yang dapat
diamati dan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengidentifikasian, misalnya adanya
gangguan penglihatan, pendengaran, wicara, kekurangan gizi, pengaruh obat-obatan dan
minuman keras, atau semuanya yang menyangkut terganggunya fungsi fisik. Gejala perilaku
misalnya, perilaku sosial yang negatif seperti suka membolos, suka merusak, berkelahi,
berbohong, malas atau semua perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan hukum yang
berlaku dimasyarakat. Sedangkan gejala hasil belajar dapat diketahui setelah dilakukan
pengetesan dan terlihat dari data hasil tes yang rendah yang mengakibatkan tidak naik kelas
bahkan dikeluarkan dari sekolah alias drop out (DO), atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan akademis. Apabila gejala-gejala tersebut diatas ditemukan pada peserta,
maka patut ditandai dan dicurigai sebagai PDBK, proses semacam inilah yang disebut
sebagai kegiatan identifikasi (Bagaskorowati, 2007).
2. Tujuan dan Fungsi Identifikasi
a. Secara umum tujuan identifikasi adalah tujuan identifikasi adalah untuk menemukan
peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan yang bersifat khusus.

b. Sedangkan fungsi dari identifikasi dalam pendidikan inklusif adalah menentukan


keberbutuhan khusus yang dialami oleh peserta didik sehingga tidak terjadi kesalahan
penafsiran tentang kondisi objektif peserta didik.
3. Sasaran Identifikasi
Dalam konteks ini sasaran identifikasi adalah semua peserta didik di SPPI yang diduga
menunjukkan adanya hambatan belajar dan/atau yang mengalami keterlambatan dalam
aspek perkembangan..

4. Strategi
Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dapat dilaksanakan pada saat
proses penerimaan peserta didik baru maupun saat proses pembelajaran sudah berlangsung.
Secara umum strategi identifikasi dapat dilakukan melalui tahapan berikut:

a. Menandai peserta didik yang diduga menunjukkan hambatan belajar atau hambatan
perkembangan.

b. Menentukan hambatan yang dialami menggunakan instrumen identifikasi.

c. Menganalisis data dan mengklasifikasikan dalam jenis hambatannya.

d. Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut, untuk
menetapkan jenis hambatan dan tindakan lanjut yang akan dilakukan pada anak tersebut.

e. Mengkomunikasikan hasil identifikasi kepada orang tua murid tentang jenis hambatan
dan tindak lanjut yang akan dilakukan bersama.
B. Asesmen Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian
Beberapa ahli mengemukakan pengertian asesmen seperti berikut ini: Lerner (dalam
Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses pengumpulan
informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan digunakan untuk membuat
pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan individu tersebut. Selanjutnya
Ainscow (dalam Yusuf, 2007) menjelaskan bahwa assesmen dilakukan berkenaan dengan
pemberian informasi kepada sejawat (teman guru), pencatatan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh peserta didik, pemberian bantuan pada guru untuk merencanakan
pembelajaran pada anak, pengenalan terhadap kekuatan dan kelemahan pada anak dan
pemberian informasi kepada pihak-pihak terkait (seperti orang tua, psikolog, dan para ahli
lain) yang membutuhkan informasi tersebut.

Sementara itu secara khusus Mcloughlin dan Lewis (dalam Sunardi dan Sunaryo, 2007)
menjelaskan bahwa asesmen pendidikan bagi PDBK adalah proses pengumpulan informasi
yang relevan dengan kepentingan peserta didik yang dilakukan secara sistematis dalam
rangka pembuatan keputusan pengajaran atau layanan khusus.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa asesmen bagi PDBK adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang peserta didik secara menyeluruh yang berkenaan dengan
kondisi objektif peserta didik termasuk kebutuhan belajar, potensi dan hambatan yang akan
digunakan sebagai dasar dalam penentuan layanan dan penyusunan program pembelajaran
serta program kebutuhan khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan PDBK.

Asesmen bagi PDBK idealnya tidak hanya melibatkan peserta didik, orang tua/wali, guru
kelas/guru mapel, dan GPK, namun juga melibatkan tim ahli seperti psikolog, dokter tumbuh
kembang, terapis (sesuai kebutuhan) agar informasi yang terkumpul valid dan komprehensif
(informasi yang terkumpul bersumber dari berbagai sudut pandang).

2. Tujuan dan Fungsi


Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi tentang kondisi peserta didik,
baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik, non akademik dan kekhususan secara
lengkap, akurat dan obyektif.
Sedangkan fungsi asesmen dalam konteks ini adalah untuk sumber informasi utama bagi
guru dan/atau terapis dalam menentukan layanan, dan menyusun perencanaan pembelajaran
serta program layanan kebutuhan khusus yang tepat. Dalam hal ini hasil asesmen dapat
difungsikan sebagai kondisi kemampuan awal (baseline) peserta didik sebelum diberikan
layanan baik akademik maupun program kebutuhan khusus.

3. Sasaran

Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka sasaran asesmen
adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah ditetapkan sebagai PDBK.

4. Strategi
a. Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-akademik/kekhususan
atau perkembangan)

b. Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat sesuai kondisi PDBK (contoh


instrumen terlampir).

c. Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan (contoh panduan


asesmen terlampir).

d. Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen.

e. Menyusun laporan hasil asesmen.

f. Melakukan case conference (bersama pihak-pihak terkait, semisal orang tua/wali, guru
kelas/guru mapel, GPK dan seterusnya) berkaitan dengan laporan hasil asesmen untuk
menentukan baseline dan layanan yang dibutuhkan.

g. Mendokumentasikan semua kesepakatan hasil case conference.

5. Jenis asesmen bagi peserta didik berkebutuhan khusus


a. Asesmen akademik

Asesmen akademik adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi/kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada jenjang pra-
sekolah, kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan kemampuan pra-akademik
(pre-requisite yang mendukung dalam kesiapan membaca, menulis dan berhitung).
Sedangkan bagi PDBK pada jenjang pendidikan dasar dan selanjutnya, kemampuan
akademik yang perlu digali adalah terkait dengan kemampuan membaca, menulis dan
berhitung dan bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah tersebut sesuai
jenjang/fase PDBK.

b. Asesmen perkembangan

Asesmen perkembangan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi seluruh aspek
perkembangan PDBK yang meliputi aspek komunikasi, perilaku, emosi, sosial, motorik dan
kognitif, yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi perkembangan peserta didik
dibandingkan dengan peserta didik seusianya. Hasil asesmen perkembangan dapat dijadikan
sebagai dasar penentuan layanan intervensi yang diperlukan (menetapkan metode, strategi
maupun pemilihan media pembelajaran yang tepat).

c. Asesmen kekhususan

Asesmen kekhususan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi PDBK secara
mendalam, komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan diagnosa keberbutuhan khusus
yang dialami sebagai dasar pemberian layanan program kekhususan termasuk alat bantu
yang tepat.

C. Planning Matrix
1. Pengertian
Program layanan kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara langsung.
Hal ini tidak salah namun materi yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan program masih
berupa potongan-potongan simpulan atas hasil asesmen yang telah dilakukan. Quentin Iskov,
Project Officer: Disabilities Department of Education and Children’s Services (2012)
menambahkan satu tahapan lagi sebelum menyusun program intervensi, yaitu penyusunan
planning matrix. Planning matrix adalah alat bantu untuk memetakan hasil asesmen dari
PDBK dikaitkan dengan kebutuhan belajarnya. Planning matrix berisi tentang gambaran
kondisi aktual PDBK berdasarkan aspek akademik, perkembangan dan kekhususan, dampak
kondisi tersebut terhadap dirinya sendiri dan lingkungan, serta strategi layanan yang
diperlukan. Berdasarkan deskripsi pada planning matrix selanjutnya disusun skala prioritas
yang menggambarkan urutan aspek yang penting untuk segera diberikan layanan. Oleh
sebab itu dengan adanya planning matrix ini, guru dapat mendapatkan gambaran utuh profil
PDBK dan kebutuhannya, sehingga perencanaan program pembelajaran (Program
Pembelajaran Individual (PPI) dan RPP) menjadi lebih efektif dan efisien.
2. Tujuan
a. Mengetahui kondisi aktual dalam aspek akademik, perkembangan maupun kekhususan
PDBK berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan.

b. Mengetahui dampak dari masing-masing aspek pada kondisi aktual PDBK.

c. Mengetahui strategi layanan yang tepat bagi PDBK.

3. Fungsi
a. Memudahkan guru dalam menetapkan kondisi awal aktual (baseline) PDBK baik aspek
akademik, perkembangan dan kekhususan.

b. Membantu guru dalam memetakan dampak dan kebutuhan layanan untuk PDBK.

c. Memudahkan guru dalam menetapkan skala prioritas layanan yang harus segera
diterapkan.

4. Prosedur pengembangan planning matrix


Secara umum prosedur penyusunan planning matrix dapat dilakukan dengan:

a. Mengkategorikan data hasil asesmen berdasarkan aspek yang diasesmen.

b. Menuangkan temuan kondisi aktual karakteristik PDBK pada tabel planning matrix
yang tersedia.

c. Menganalisis dampak temuan kondisi aktual PDBK pada tabel yang tersedia.

d. Menganalisis strategi layanan pada setiap temuan kondisi aktual PDBK pada tabel
yang tersedia.

e. Menganalisis skala prioritas layanan berdasarkan berat ringannnya dampak yang


telah dituangkan pada tabel yang tersedia.
D. Adaptasi Kurikulum
Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang
diadaptasi sesuai dengan kemampuan potensi dan karakteristik kebutuhan siswa. Adaptasi
diarahkan pada materi, alokasi waktu, proses pembelajaran, penilaian, dan media pembelajaran
yang digunakan. Berdasarkan Surat Edaran Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
(BSKAP) Kemendikbudristek Nomor:2774/111-11/KR.00.01/2022 tertanggal 28 Juni 2022
tentang Implementasi Kurikulum Merdeka Secara Mandiri Pada Tahun Ajaran 2022/2023.
Terdapat tiga pilihan implementasi Kurikulum Merdeka Jalur Mandiri yang bisa diaplikasikan,
yakni Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi dengan penjelasan sebagai
berikut:

1. Kategori Mandiri Belajar

Pilihan Mandiri Belajar yaitu Sekolah menerapkan beberapa bagian prinsip kurikulum merdeka,
dengan tetap menggunakan kurikulum 2013 atau kurikulum 2013 yang disederhanakan/
kurikulum darurat.

2. Kategori Mandiri Berubah

Mandiri Berubah yaitu sekolah mulai tahun pelajaran 2022/2023 menerapkan Kurikulum
Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan dalam PMM pada satuan
pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.

3.Kategori Mandiri Berbagi

Pilihan Mandiri Berbagi akan memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan dalam
menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar pada
satuan pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.

Ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari
yang sifatnya ringan, sedang, sampai dengan yang berat, maka dalam implementasinya di
sekolah, kurikulum umum perlu dilakukan adaptasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Inklusi (ketercakupan) selayaknya tidak dimaknai secara sempit pada aspek peserta didik saja.
Namun inklusi adalah ketercakupan tiga aspek di atas yaitu aspek hardware, software, dan
brainware. Dengan sinerginya ketiga aspek tersebut bukan tidak mungkin sekolah inklusi akan
menjadi benar sebagai awal kesetaraan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh
pendidikan, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. education for all perlu
dukungan dari semua pihak.

Pertama adalah aspek hardware, yaitu meliputi sarana dan prasarana yang mendukung aspek
software. Sarana dan prasarananya memiliki aksesibilitas yang ramah pada setiap peserta didik.

Kedua adalah aspek software, yaitu meliputi kurikulum, silabus, dan perangkat penunjang yang
lain. Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang
disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.
Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, materi atau isi, proses
belajar mengajar atau pembelajaran, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan
kelas.

Ketiga adalah aspek brainware, yaitu meliputi tenaga kependidikan, peserta didik, staf ahli,
psikolog, dan staf pendukung lainnya. Tenaga kependidikan atau guru di sekolah inklusi yaitu
guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Dalam perannya guru tidak
berdiri sendiri, namun kerjasama dari psikolog, dokter anak, bahkan orang tua peserta didik pun
turut andil dalam implementasi menuju sekolah inklusi yang lebih baik.

Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya adalah
menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam
hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang
sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di lapangan, kurikulum
reguler perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.

Adapun tujuan adaptasi kurikulum meliputi:


1. Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar
yang dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif
2. Membantu guru dan orang tua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta
didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah.
3. Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan
menyempurnakan program pendidikan inklusif.
Penjabaran dari adaptasi tersebut adalah:
• Adaptasi tujuan, berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum umum
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
• Adaptasi isi, berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk peserta didik tipikal
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
• Adaptasi proses, berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang dijalani oleh
peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh peserta didik pada
umumnya.
• Adaptasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian untuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.

Adaptasi dilakukan dengan beberapa cara yaitu duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi.

1. Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Meniru berarti membuat sesuatu menjadi
sama atau serupa. Dalam kaitan dengan model kurikulum, duplikasi berarti
mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk PDBK (Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus) secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk
peserta didik pada umumnya (regular). Jadi, model duplikasi adalah cara dalam
pengembangan kurikulum, dimana peserta didik-peserta didik berkebutuhan khusus
menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya.
Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, isi,
proses dan evaluasi.

2. Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah untuk disesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, maka model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk peserta
didik-peserta didik regular diubah untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus menjalani
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi dapat
diberlakukan (terjadi) pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi,
proses dan evaluasi.
3. Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Dalam kaitan dengan model kurikulum, maka substitusi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain.
Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin diberlakukan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang kurang lebih sepadan
(memiliki nilai yang kurang lebih sama). Model penggantian (substitusi) bisa terjadi dalam
hal tujuan pembelajaran, materi, proses atau evaluasi.

4. Model Omisi
Omisi berarti menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya
untuk mengilangkan sesuatu (bagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum, karena hal
tersebut tidak mungkin diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata
lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tidak disampaikan atau tidak
diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus karena sifatnya terlalu sulit atau tidak
sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika
dalam substitusi ada materi pengganti yang sepadan, sedangkan dalam model omisi tidak
ada materi pengganti.

Untuk melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus
mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-
undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam
program inklusif, antara lain sebagai berikut.UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional khususnya: Pasal 5 ayat (2): warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) mengikuti
kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan
ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.

a. Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada


anak-anak tipikal juga diberlakukan kepada PDBK. Dengan demikian, maka
standar kompetensi lulusan (SKL) yang diberlakukan untuk peserta didik tipikal
juga diberlakukan untuk PDBK. Demikian juga dengan standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD) dan juga indikator keberhasilan.

b. Duplikasi isi/materi berarti materi-meteri pembelajaran yang diberlakukan kepada


peserta didik tipikal juga diberlakukan sama kepada PDBK. Dengan demikian,
PDBK memperoleh informasi, materi, pokok bahasan atau sub-pokok bahasan
yang sama seperti yang disajikan kepada peserta didik tipikal.

c. Duplikasi proses berarti PDBK menjalani kegiatan atau pengalaman belajar


mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal.
Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkungan/seting
belajar, waktu belajar, media belajar, atau sumber belajar.

d. Duplikasi evaluasi, berarti PDBK menjalani proses evaluasi atau penilaian yang
sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal. Duplikasi evaluasi
bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi,
teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana
evaluasi dilaksanakan.Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan
khusus mengikuti kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam
kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan
pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.
E. Strategi Modifikasi Kurikulum
Modifikasi Tujuan dalam pengembangan kurikulum bertujuan untuk 1) Membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal
mungkin dalam setting sekolah inklusif; 2) Membantu guru dan orang tua dalam
mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang
diselenggarakan di sekolah maupun di rumah; dan 3) Menjadi pedoman bagi sekolah, dan
masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan
inklusif. Penjabaran dari modifikasi tersebut adalah:

1. Modifikasi Tujuan
Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalamkurikulum umum
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Sebagai
konsekuensi dari modifikasi tujuan, maka peserta didik berkebutuhan khusus akan
memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan peserta didik-peserta didik
regular, baik berkaitan dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SK),
kompetensi dasar (KD) maupun indikator.

2. Modifikasi Isi
Modifikasi isi berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untukpeserta didik
regular dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan sajian materi yang
sesuai dengan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keluasan,
kedalaman dan atau tingkat kesulitan. Artinya, peserta didik berkebutuhan khusus
mendapatkan materi pelajaran yang tingkat kedalaman, keluasan dan kesulitannya berbeda
(lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada peserta didik regular.
3. Modifikasi Proses
Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang dijalani oleh
peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya.
Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk peserta didik-peserta
didik regular tidak diterapkan untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Jadi, mereka
memperoleh strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan kemampuannya.
Modifikasi proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode
mengajar, lingkungan/seting belajar, waktu belajar, media belajar, sumber belajar dan lain-
lain.

4. Modifikasi Evaluasi
Modifikasi evaluasi berarti ada perubahan dalam system penilaianuntuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, peserta didik
berkebutuhan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan peserta didik-
peserta didik lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-
soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi dan
lain-lain. Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam criteria
kelulusan, system kenaikan kelas, bentuk raport, ijazah dan lain-lain.

Ada empat kemungkinan model kurikulum yaitu duplikasi, modifikasi, substitusidan omisi, dan
ada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi.
Mengembangkan kurikulum untuk peserta didik berkebutuhankhusus pada dasarnya adalah
mengawinkan antara model kurikulum dengan komponen kurikulum. Setiap satu komponen dari
model kurikulum dipadukan dengan setiap komponen dari komponen kurikulum, sehingga akan
terjadi 16 kemungkinan perpaduan (4 x 4). Lihat gambar skematik berikut:
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya ada 16 kemungkinan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, yaitu 4 kemungkinan model untuk tujuan
(1,2,3,4) empat kemungkinan model untuk materi (5,6,7,8) 4 kemungkinan model untuk
proses (9,10,11,12) dan 4 kemungkinan model untuk evaluasi (13,14,15,16).

Ketika seorang guru akan merancang kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus,
maka akan muncul 16 pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah apakah tujuan pembelajaran
yang akan diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus harus sama dengan
peserta didik lainnya? Ataukah dimodifikasi? Atau diganti (substitusi)? Atau dihilangkan
(omisi)? Pertanyaan serupa diajukan berkenaan dengan materi pelajaran. Kemudian
berkenaan dengan proses dan terakhir terkait dengan cara evaluasi.

Dalam perkembangannya terdapat model adaptasi eskalasi. Eskalasi berarti menaikkan.


Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk PDBK, maka model eskalasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk PDBK
ditingkatkan dari kurikulum peserta didik tipikal. Dengan demikian, PDBK menjalani
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Eskalasi dapat
diberlakukan pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi, proses dan
evaluasi.

Ada kemungkinan bahwa tujuan pembelajarannya disamakan (duplikasi), tetapi materinya


harus dimodifikasi. Kemungkinan lain adalah tujuan pembelajarannya dimodifikasi,
materinya juga dimodifikasi, tetapi prosesnya disamakan. Kemungkinan lain adalah bahwa
tujuan pembelajaran, materi, proses dan juga evaluasi semuanya harus dimodifikasi.
Modifikasi atau tidaknya suatu komponen sangat bergantung kepada kondisi, sifat atau
kadar dari komponen tersebut serta tingkat hambatan yang dialami oleh peserta didik
berkebutuhan khususnya. Semakin berat tujuan atau materi pembelajaran yang ada, maka
semakin perlu untuk dimodifikasi. Dan semakin berat hambatan intelektual peserta didik,
juga semakin perlu modifikasi dilakukan.
F. Program Pembelajaran Individual (PPI)

1. Pendahuluan
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif para peserta didiknya memiliki kemampuan yang
heterogen, karena peserta didik di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di samping anak-
anak umum juga terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus
ini memiliki keragaman kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris
neurologis.

Pembelajaran di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang kemampuan peserta didiknya


sangat heterogen, berbeda dengan pembelajaran di sekolah umum yang memiliki kemampuan
homogen. Para guru umum, pada umumnya tidak dipersiapkan untuk mengajar peserta didik
yang mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, sehingga sering kali mengalami kesulitan
ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus.

Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan maksud agar peserta didik menguasai kompetensi
dasar mata pelajaran. Agar kompetensi dasar dapat tercapai secara tuntas guru perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusi
secara umum sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang berlaku bagi peserta didik pada
umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat peserta didik dengan
kebutuhan khusus yang mengalami kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis, maka guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-
prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran
khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.

Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik, disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap individu peserta didik dan didukung oleh kompetensi
pendidik, media, sumber dan strategi pembelajaran yang memadai, sesuai dengan standar
pelayanan.

2. Hal-Hal Penting dalam Membuat PPI


Para guru umum, pada umumnya tidak dipersiapkan untuk mengajar peserta didik berkebutuhan
khusus, sehingga seringkali mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan
khusus. Beberapa alternatif program pelayanan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan
peserta didik di antaranya adalah: a. Layanan pendidikan penuh, b. Layanan pendidikan yang
dimodifikasi, c. Layanan pendidikan individualisasi .

Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik,


kemampuan dan karakteristik peserta didik, serta mengacu kepada kurikulum yang
dikembangkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan pembelajaran pada sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif antara lain seperti di bawah ini.
a. Menetapkan tujuan
b. Merencanakan pengelolaan kelas; termasuk mengatur lingkungan fisik dan sosial
c. Menetapakan dan pengorganisasian bahan/materi; topik apa yang ingin diajarkan kepada
peserta didik
d. Merencanakan strategi pendekatan kegiatan pembelajaran; bagaimana bentuk kegiatannya,
apakah peserta didik mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam pembelajaran
e. Merencanakan prosedur kegiatan pembelajaran; bagaimana bentuk dan urutan kegiatannya,
apakah kegiatan itu sesuai untuk semua peserta didik, dan bagaimana peserta didik
mencatat, mendokumentasikan, dan menampilkan hasil belajarnya
f. Merencanakan penggunaan sumber dan media belajar; sumber belajar mana yang akan
digunakan, media apa yang sesuai dan tidak membahayakan peserta didik.
g. Merencanakan penilaian; bagaimana cara peserta didik telah menyelesaikan tugasnya dalam
suatu proses pembelajaran, dan apa bentuk tindak lanjut yang diinginkan.

Kegiatan pembelajaran dalam seting inklusif akan berbeda baik dalam strategi, kegiatan, media,
dan metode. Dalam seting inklusif, guru hendaknya dapat mengakomodasi semua kebutuhan
peserta didik di kelas yang bersangkutan termasuk membantu mereka memperoleh pemahaman
yang sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.
Hambatan belajar dapat berasal dari kesulitan menentukan strategi belajar dan metode belajar
lainnya sebagai akibat dari faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dari
beberapa faktor tersebut. Sebagai contoh gangguan sensoris seperti hilangnya penglihatan atau
pendengaran, merupakan hambatan dalam memperoleh masukan informasi dari luar. Disfungsi
minimal otak mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas tertentu mungkin berbeda dengan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler,
bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda secara
signifikan; namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster, bahan belajar antara peserta didik
luar biasa dengan peserta didik normal biasanya tidak sama, bahkan antara sesama peserta didik
luar biasa pun dapat berbeda.

Merencanakan kegitan pembelajaran dalam pendidikan inklusif yaitu: (1) melaksanakan


pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik termasuk peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK), (2) memiliki desain pembelajaran yang lebih peka dalam
mempertimbangkan keragaman peserta didik agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan
dan kebutuhan peserta didik, (3) melaksanakan asesmen sebelum pelaksanaan pembelajaran
yaitu proses pengumpulan informasi tentang seorang peserta didik yang akan digunakan untuk
membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan peserta didik tersebut, (4)
memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), satuan pendidikan memiliki program
pembelajaran individual (PPI) yang disusun sesuai dengan kebutuhan peserta didik, (5)
merancang atau menyusun bahan ajar yang disesuaikan dengan keberagaman peseta didik, (6)
mampu menggunakan berbagai pendekatan mengajar yang sesuai dengan kebutuhan semua
peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus, dan (7) menyediakan layanan
program khusus bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus, termasuk peserta didik
yang berkesulitan belajar atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.

3. Berbagai pendekatan dalam kelompok


a. Pembelajaran langsung pada seluruh kelas
Pendekatan ini cocok untuk memperkenalkan berbagai topik. Guru menyiapkan beberapa
pertanyaan untuk dijawab peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Guru dapat
menggunakan kelas untuk bercerita atau menunjukkan karya mereka seperti membuat puisi,
lagu, bercerita atau membuat permainan secara bersama-sama. Guru harus berupaya
menciptakan strategi pembelajaran dengan materi yang sesuai yang dapat mengakomodasi
semua keragaman. Untuk dapat mendorong semua peserta didik aktif, guru dapat
memberikan tugas yang berbeda pada setiap kelompok atau memberikan tugas yang sama
dengan hasil yang diharapkan berbeda.
b. Pembelajaran Individual

Pembelajaran individual diberikan pada peserta didik tertentu untuk membantu mereka
menyelesaikan masalahnya seperti pada peserta didik berbakat dengan mendorong mereka
memberikan tugas yang lebih menantang.

c. Pembelajaran untuk kelompok kecil

Guru membagi peserta didik dalam kelompok kecil dengan menggunakan strategi yang
efektif yang dapat memenuhi semua kebutuhan peserta didik. Guru dapat mendorong
peserta didik agar dapat bekerja lebih kooperatif.

d. Pembelajaran yang kooperatif

Pembelajaran yang kooperatif terjadi ketika peserta didik berbagi tanggungjawab untuk
mencapai tujuan bersama. Guru hendaknya berupaya menghindari pembelajaran yang
kompetitif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru memegang peranan penting untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar sehingga peserta didik merasa
mampu mengatasi permasalahan mereka sendiri dan merasa dihargai. Pembelajaran yang
kooperatif dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman dan rasa senang
memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, terhadap kelompoknya, dan terhadap
pekerjaannya. Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan
berbagai keterampilannya seperti peserta didik perempuan menjadi presenter, dan peserta
didik laki-laki menjadi notulis dan kegiatan lainnya sehingga mereka dapat mengambil
manfaat dari aktivitas kerja kelompok yang kooperatif.
4. Penyusunan Program Pembelajaran Individual
Secara sistematis format identitas, Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Tujuan,
Indikator, materi pembelajaran, alat/media dan Penilaian.Guru kelas atau guru bidang studi di
sekolah reguler bersama-sama guru Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau Pendidikan Khusus
(PKh) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus
terlebih dahulu perlu menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam rencana
pembelajaran reguler, modifikasi pembelajaran serta program pengajaran individual (PPI) untuk
anak berkebutuhan khusus.

PPI merupakan rencana pengajaran yang dirancang untuk satu orang peserta didik yang
berkebutuhan khusus atau yang memiliki kecerdasan/bakat istimewa. PPI harus merupakan
program yang dinamis artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik,
dan disusun oleh sebuah tim terdiri dari orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran,
guru pendidikan khusus/PLB, dan peserta didik yang bersangkutan yang disusun secara
bersama- sama. Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim terdiri dari Kepala Sekolah, Komite
Sekolah, Tenaga ahli dan Profesi terkait, orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran
dan guru pendidikan khusus/PLB, serta peserta didik yang bersangkutan.

Program Pembelajaran Individual (PPI) adalah sebuah rencana pembelajaran yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan belajar anak (IDEA, Tahun 1990). PPI merupakan bukti
keterlibatan orang tua dalam mengambil keputusan pendidikan bagi anak mereka (Strickland
dan Turnbull 1993). PPI menjadi dokumen yang sangat penting karena tidak hanya bertujuan
untuk memastikan bahwa setiap PDBK mendapatkan program yang sesuai dengan
karakteristik unik mereka. Tetapi juga ketika guru dihadapkan pada orang tua yang memiliki
ekspektasi yang tidak sesuai dengan kondisi anak, maka PPI dapat menjadi dokumen yang
membantu guru dalam penyamaan persepsi bagi orang tua terhadap kemampuan anak saat ini
dan target pembelajaran mereka. Secara sederhana PPI dapat diartikan:

a. PPI merupakan sarana untuk memastikan bahwa PDBK mendapatkan program yang
sesuai kebutuhan dan dievaluasi secara berkala (Bateman 2011)

b. PPI adalah adalah asumsi guru terhadap kemampuan yang mungkin dapat dikuasai oleh
PDBK dalam periode waktu tertentu melalui pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan belajar, potensi, hambatan, dan karakteristik unik PDBK.

c. PPI adalah rencana guru untuk membelajarkan PDBK.

d. PPI adalah rencana tertulis untuk penyediaan layanan bagi PDBK yang dikembangkan
dan dilaksanakan dengan melibatkan orang tua, guru dan ahli dari interdisipliner yang
didasarkan pada kondisi objektif anak (kebutuhan belajar, potensi, hambatan dan
karakteristik unik PDBK) yang dirancang sehingga memungkinkan PDBK untuk
berkembang optimal sesuai kapasitas dan potensinya.

Rencana program Pembelajaran Individual (PPI)diperuntukkan bagi individu yang memang


tidak memungkinkan menggunakan kurikulum reguler maupun modifikasi. Tingkat kebutuhan
pelayanan khususnya termasuk sedang atau agak berat. Mereka diberikan kurikulum PPI yang
dikembangkan oleh tim sekolah, orangtua, dan profesi lain. Tempat pembelajaran tidak harus di
kelas reguler, dapat di kelas khusus yang ada di sekolah reguler sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Proses pembelajaran dan penilaian menggunakan standar yang berbeda dengan
program tambahan.

Program Tambahan yang diperlukan (sesuai kebutuhan)


a. Bimbingan Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas.
b. Bimbingan keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh GPK (di
kelas/di luar kelas),
c. Bimbingan akademik di luar kelas (remedial teaching) oleh guru kelas/GPK/ lainnya.
Program pengayaan horisontal oleh guru kelas/ GPK.
d. Program percepatan belajar oleh guru kelas/Bd. Studi dengan SKSProgram
pengembangan bakat istimewa/ keterampilan vokasinal
e. Program intervensi dengan melibatkan profesi lain

Di dalam pembuatan PPI penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip dasarnya dan komponen
dalam PPI. Adapun beberap prinsip-prinsip dan komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Berorientasi pada peserta didik
b. Sesuai potensi dan kebutuhan anak
c. Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing
d. Mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkankemampuan

Komponen PPI secara garis besar meliputi:


a. Deskripsi singkat kemampuan peserta didik sekarang,
b. Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus),
c. Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk Seberapa besar
peserta didik dapat berpartisipasi di kelas reguler,
d. Sasaran
e. Metode
f. Ketercapaian sasaran
g. Evaluasi

Langkah-langkah penyusunan PPI meliputi:

1. Pelajarilah hasil asesmen peserta didik yang meliputi kemajuan peserta didik, dan masalah
kontekstual yang ada di lingkungan rumah, dan sekolah.
2. Identifikasi potensi dan hambatan peserta didik saat ini.
3. Tetapkan tujuan jangka panjang bagi PDBK yang bersangkutan.
4. Identifikasi dan prioritaskan hasil pembelajaran yang diharapkan dicapai pada akhir
periode PPI.
5. Identifikasi tujuan spesifik, dapat dicapai, dan terukur yang dibangun diatas kekuatan saat
ini dan mencerminkan langkah-langkah pembelajaran selanjutnya untuk mengatasi area
yang membutuhkan pengembangan.
6. Identifikasi kriteria keberhasilan spesifik untuk setiap tujuan.
7. Susun rencana berkelanjutan untuk mendukung pencapaian tujuan, misalnya adaptasi
lingkungan kelas, bahan ajar, dan strategi pengajaran serta pembedaan isi bahan ajar dan
tanggapan yang diharapkan dari peserta didik.
8. Identifikasi strategi untuk mengatasi hambatan apa pun untuk mencapai tujuan.
9. Memperjelas peran dan tanggung jawab untuk memastikan implementasi penuh dari PPI.
10. Mengevaluasi efektivitas PPI dan meninjau kemajuan sebelum PPI berikutnya.
G. Pembelajaran Akomodatif
1. Pengertian
Pengertian akomodasi pembelajaran (Lerner & Kline, 2006) adalah penyesuaian dan
modifikasi program pendidikan untuk memenuhi kebutuhan PDBK. Akomodasi dalam
pembelajaran yang diperuntukkan untuk PDBK tetap mengacu pada dua prinsip pembelajaran.
Jadi akomodasi dapat diartikan sebagai perubahan berupa penyesuaian dan modifikasi yang
dibeikan untuk PDBK sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Piaget (dalam Carpendale, Muller,& Bilbok, 2008: 799),
berpendapat bahwa pengetahuan dibangun atas dua proses yakni scheme, proses asimilasi dan
proses akomodasi. Akomodasi adalah proses dimana anak memperluas dan memodifikasi
representasi-representasi mental mereka tentang dunia, pengalaman-pengalaman baru.

Sedangkan Kaufmann dan Hallahan (2006: 57) mengatakan tentang akomodasi, “... changes in
the delivery of instruction, type of student performance, or method of assessment which do not
significantly change the content or conceptual difficulty of the curriculum.” yang bermakna
perubahan dalam metode mengajar, tugas untuk peserta didik, dan metode penilaian yang tidak
merubah secara signifikan konten dan tujuan dalam kurikulum.

Pendapat tersebut memaknai akomodasi sebagai perubahan dalam pengantar pembelajaran yang
dilakukan supaya metode ataupun penilaian yang secara signifikan tidak mengubah konten atau
konsep dari kurikulum. Maka dari itu, akomodasi pembelajaran adalah upaya pendidik yang
dilakukan dalam pembelajaran supaya peserta didik dalam kelasnya mampu menerima informasi
yang diberikan guru sesuai dengan kemampuan peserta didik tersebut.
2. Kesiapan Guru
Berkenaan intervensi guru dalam pembelajaran untuk peserta didik ABK, Kaufman dan
Hallahan (2006: 19) memberikan poin-poin penting yang baik dilakukan oleh guru, yaitu:

1. Memaksimalkan akomodasi kebutuhan individu peserta didik


Guru berhadapan dengan berbagai peserta didik yang memiliki keragaman di dalam kelas.
Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan untuk menemukan kebutuhan individual
yang mungkin berbeda dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata peserta didik normal.
Kemampuan dalam fleksibilitas, adaptasi, akomodasi, dan perhatian khusus diharapkan
dimiliki oleh setiap guru.

2. Evaluasi kemampuan dan ketidakmampuan peserta didik


Guru harus mampu menganalisis dan melaporkan kemampuan peserta didik secara spesifik
yang dapat ditunjukkan dalam bidang akademik maupun tidak.

3. Merujuk pada evaluasi


Guru harus mampu mengobservasi perilaku dan kebiasaan peserta didik yang diduga
memiliki kebutuhan khusus. Dengan begitu, sekolah mampu mendokumentasikan dan
merancang strategi dalam pembelajaran untuk peserta didik berkebutuhan khusus.

4. Berpartisipasi dalam pertemuan dengan para ahli


Guru harus mau dan mampu untuk bekerja sama dengan ahli profesional dalam menetapkan
seorang peserta didik ke dalam katagori kebutuhan khusus.

5. Berpartisipasi dalam perancangan program individu


Rancangan Program Individu harus dibuat untuk setiap anak berkebutuhan khusus.

6. Menjalin komunikasi dengan orang tua atau wali


Guru harus mau berkontribusi dalam komunikasi dengan orang tua mengenai masalah yang
dihadapi peserta didik, penempatan, dan perkembangan yang diamalinya.

7. Berkolaborasi dengan ahli profesional dalam memaksimalkan kemampuan peserta didik


Secara umum guru diharapkan bertindak secara profesional dan bertanggung jawab dengan
cara berkerja sama dengan ahli untuk memahami peserta didik berkebutuhan khusus.
Sehingga para ahli dapat menyarankan atau mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan
kepada anak berkebutuhan khusus.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa akomodasi pembelajaran adalah cara
atau upaya yang dilakukan pendidik dalam membangun pengetahuan untuk peserta didiknya
sesuai dengan kebutuhan anak dan tahap perkembangannya. Termasuk untuk peserta didik
berkebutuhan khusus dapat belajar di kelas biasa. Dengan upaya yang dilakukan pendidik
tersebut, diharapkan peserta didik berkebutuhan khusus dapat menangkap informasi dalam
pembelajaran semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Upaya
pemberian layanan akomodasi dapat terlaksana dengan lebih optimal apabila guru dapat
melakukan asesmen sendiri. Dari proses asesmen yang dilakukan oleh guru, pemberian layanan
akomodasi dapat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tahap perkembangan anak, dengan
begitu pemberian akomodasi terlaksana dengan lebih optimal.

Kaufman dan Hallahan (2006: 57) mengungkapkan bahwa akomodasi yang sering dilakukan
oleh guru dalam pembelajaran meliputi perubahan dalam waktu, input, output, partisipasi, dan
tingkat dukungan. Contoh akomodasinya adalah penambahan waktu dalam pemecahan soal
matematika, kemudian dalam pelajaran sejarah dapat menggunakan bagan untuk menunjukkan
poin-poin penting, dan sebagainya.
Banyak aspek yang perlu diakomodasi dalam memenuhi kebutuhan PDBK seperti: 1)
lingkungan belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi belajar PDBK, dengan
motivasi tinggi PDBK akan senang untuk belajar dan berusaha untuk memahami materi yang
disampaikan, 2) materi yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan PDBK,
3) penyampaian materi yang menarik perhatian peserta didik dengan membuat permainan atau
kegiatan menyenangkan lainnya, 4) penyesuaian waktu pembelajaran dan pengerjaan tugas
yang disesuaikan dengen kondisi PDBK.

Berikut adalah contoh akomodasi metode untuk PDBK dengan kondisi lamban belajar menurut
Swason (dalam Pujaningsih, 2010):

• Bertahap, merupakan suatu proses yang dilakukan dengan beberapa langkah atau
urutan peningkatan

• Drill, meliputi pengulangan dan praktik.Pembelajaran dalam bentuk drill dilakukan


dengan dilakukan pengulangaan setiap hari, pengulangan dalam latihan, dan pemberian
pembahasan materi secara bertahap.

• Pembagian materi, materi yang diberikan dalam satu pembelajaran tidak diberikan
secara langsung di awal. Namun, dibagi menjadi beberapa bagian. Materi tersebut
diberikan kepada peserta didik satu persatu sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memahami sedikit demi sedikit, pada akhirnya materi itu disatukan dan
digabungkan di akhir menjadi satu kesatuan.

• Pertanyaan dan jawaban langsung, adalah saat dimana guru bertanya kepada peserta
didik slow learner secara langsung dan peserta didik diminta untuk menjawab
pertanyaan tersebut secara langsung. Pertanyaan langsung yang diberikan guru ke
peserta didik dapat memfokuskan peserta didik untuk tetap memperhatikan materi
pelajaran. Selain itu, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik.

• Kontrol tingkat kesulitan, dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkatan


pengetahuan. Tingkat kesulitan dimulai dari tingkat yang paling mudah, meningkat
menuju tingkat yang lebih sulit.

• Penggunaan teknologi, guru memberikan pembelajaran dengan menggunakan media


pembelajaran yang ada dengan semaksimal mungkin. Sehingga, dalam pembelajaran
peserta didik terbantu dalam menangkap informasi yang ada. Teknologi yang dapat
digunakan seperti kalkulator, komputer, LCD, OHP, dan lain-lain.

• Pemberian contoh pemecahan masalah oleh guru, guru memberikan contoh dan
langkah dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
variasi pembelajaran menggunakan berbagai pendekatan.

• Pembelajaran pada kelompok kecil, dapat membantu peserta didik untuk lebih
memahami pembelajaran. Tutor sebaya dalam kelompok kecil dapat saling
membantu peserta didik untuk memahami informasi dan memecahkan masalah yang
diberikan. Pembentukan kelompok memungkinkan kerjasama antar peserta didik dan
saling membantu ketika mengalami kesulitan, selain itu pengelompokkan juga
mampu menigkatkan partisipasi peserta didik.

• Pemberian isyarat-isyarat tertentu, untuk peserta didik yang memiliki kebutuhan


khusus dalam segi fisik, pemberian isyarat-isyarat tertentu menjadi suatu hal pokok
yang tidak boleh dilupakan.
Guru memberi bantuan saat anak mengajarkan tugas atau guru memberikan tugas soal
dengan urutan tingkat kesulitan dari yang rendah ke tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Hal ini
dilakukan secara bertahap. Pemberian tugas dengan peningkatan urutan tingkat kesulitan dapat
menuntun peserta didik dalam membangun konsep yang matang. Dengan konsep yang matang
diharapkan dapat mengupayakan peserta didik dapat berkembang sesuai dengan
kemampuannya.

Alternatif dalam mengevaluasi PDBK dalam kelas reguler dapat dilakukan dengan cara
berikut:

1. Evaluasi sesuai dengan standar dan dengan cara yang sama dengan peserta didik lain.
2. Evaluasi sesuai dengan standar namun disertai dengan akomodasi tertentu.
3. Evaluasi ini disesuaikan dengan kebutuhan spesifik anak.
4. Evaluasi alternatif dengan standar kesulitan yang sama dengan peserta didik lain.
5. Evaluasi alternatif dengan standar kesulitan yang disesuaikan dengan kemampuan anak.

Akomodasi dalam proses evaluasi dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu:

1. Penyampaian soal, guru menyampaikan soal dengan mengulang intruksi, membacakan.


2. Cara menjawab soal, misal: peserta didik tidak harus menuliskan jawaban namun ia dapat
menandai jawaban sesuai di buku.
3. Tempat, misal untuk peserta didik dengan perhatian terbatas, dapat mengikuti ulangan di
ruangan terpisah yang agak sepi.
4. Waktu, pemberian waktu yang lebih banyak dengan jeda untuk istirahat.

Thurlow (2005) mengemukakan akomodasi yang diberikan untuk PDBK dapat dikatagorikan
menjadi :

1. Akomodasi penyajian, termasuk pemberian huruf Braille, membaca keras, reading/re-


reading/clarification of directions, dan sign interpretation.
2. Sarana dan prasarana akomodasi seperti peralatan amplifikasi, audio-/video-kaset,
kalkulator, dan peralatan lainnya.
3. Akomodasi respon, termasuk penggunaan komputer, dokumen, pengecekpengucapan, dan
penulisan di lembar tes.
4. Perencanaan dan waktu akomodasi (termasuk perpanjangan waktu, pengulangan tes, tes
pada waktu peserta didik mampu, dan penggunaan jam istirahat).
5. Akomodasi lingkungan (termasuk administrasi individu, pembagian ruangan, administrasi
kelompok kecil, dan administrasi rumah peserta didik).
H. Penilaian Dan Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan
posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian
merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi
muatan/kompetensi program, dan proses.
Konsep, pelaksanaan, dan pengembangan instrumen penilaian yang berkaitan dengan
penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga aspek penilaian ini harus dilakukan
guru dalam proses belajar mengajar, baik formatif maupun sumatif. Hal ini dimaksudkan
untuk memperoleh data dan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian
dilakukan dengan cara menganalisis dan menafsirkan data hasil pengukuran capaian
kompetensi peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
1. Jenis-jenis Penilaian
a. Penilaian oleh guru

Jenis-jenis penilaian yang dapat dilakukan oleh guru yaitu,


1) Penilaian harian (PH), penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap PDBK dapat
berupa ulangan harian untuk mengetahui pencapaian Kompetensi Dasar (KD)
2) Penilaian Tengah Semester (PTS), penilaian yang diakukan oleh guru terhadap
PDBK dilaksanakan pada tengah semester atau setelah proses pemebelajaran 8
hingga 9 minggu untuk mengetahui pencapaian KD.
3) Penilaian Akhir Semester (PAS), penilaian ini dilakukan setelah pembelajaran
semester ganjil selesai untuk mengetahui pencapaian KD pada semester ganjil.

4) Penilaian Akhir Tahun penilaian ini dilakukan setelah pembelajar semester genap,
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap.
Cakupan PAT meliputi seluruh KD pada semester genap.
5) Carilah sumber yang relevan dengan pembahasan di atas!

b. Penilaian oleh Sekolah


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penilaian
Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan.Penilaian yang dilakukan oleh sekolah berupa
Ujian Sekolah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu
satuan pendidikan.
2. Aspek-aspek Penilaian
a. Penilaian Sikap
1) Pengertian Penilaian Sikap
Penilaian sikap adalah kegiatan untuk mengetahui kecenderungan perilaku spiritual dan
sosial peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di dalam dan di luar kelas sebagai hasil
pendidikan. Penilaian sikap memiliki karakteristik yang berbeda dengan penilaian
pengetahuan dan keterampilan, sehingga teknik penilaian yang digunakan juga berbeda.
Dalam hal ini, penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui capaian dan membina
perilaku peserta didik sesuai butir-butir nilai sikap dalam KD dari KI-1 dan KI-2.
Dalam pelaksanaan penilaian sikap diasumsikan setiap peserta didik memiliki perilaku
yang baik. Jika tidak dijumpai perilaku yang sangat baik atau kurang baik, maka nilai
sikap peserta didik tersebut adalah baik dan sesuai dengan indikator yang diharapkan.
Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dijumpai selama proses pembelajaran
dimasukkan ke dalam jurnal.

2) Teknik Penilaian Sikap


Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi oleh guru (selama
proses pembelajaran pada jam pelajaran dan di luar jam pelajaran). Rangkuman hasil
penilaian sikap oleh guru dideskripsikan. Penilaian sikap dilakukan dengan
menggunakan teknik observasi oleh guru (selama proses pembelajaran pada jam
pelajaran), guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas (selama peserta didik di luar
jam pelajaran) yang ditulis dalam buku jurnal (selanjutnya disebut jurnal), yang
mencakup catatan anekdot (anecdotal record), catatan kejadian tertentu (incidental
record), dan informasi lain yang valid dan relevan.
Penilaian diri atau penilaian antar teman dilakukan oleh peserta didik sebagai penunjang
yang sifatnya alat konfirmasi. Hasil akhir penilaian sikap diolah menjadi deskripsi sikap
yang dituliskan di dalam rapor.
Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi, penilaian diri, penilaian antarteman,
jurnal selama proses pembelajaran berlangsung, dan tidak hanya di dalam kelas.
a) Observasi
Merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan format observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati. Hal ini dilakukan saat pembelajaran maupun di luar pembelajaran.
b) Penilaian Diri (self assessment)
Penilaian diri dalam penilaian sikap merupakan teknik penilaian terhadap diri sendiri
(peserta didik) dengan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
dalam berperilaku. Hasil penilaian diri dapat digunakan sebagai data konfirmasi
perkembangan sikap peserta didik. Selain itu penilaian diri peserta didik juga dapat
digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dan meningkatkan kemampuan
refleksi atau mawas diri.
Instrumen penilaian diri dapat berupa lembar penilaian diri yang berisi “Butir-butir
Pernyataan Sikap Positif yang Diharapkan” dengan kolom “Ya” dan “Tidak” atau
dengan Likert Scale. Satu lembar penilaian diri dapat digunakan untuk penilaian
sikap spiritual dan sikap sosial sekaligus.

c) Penilaian Antar teman (peer assessment)


Penilaian teman sebaya atau antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi (sikap tertentu). Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
antar peserta didik. Penilaian teman sebaya dilakukan oleh peserta didik terhadap 3
(tiga) teman sekelas atau sebaliknya. Penilaian ini dilakukan secara berkala setelah
proses pembelajaran.

d) Penilaian Jurnal
Jurnal merupakan kumpulan rekaman catatan guru dan/atau tenaga kependidikan di
lingkungan sekolah tentang sikap dan perilaku positif atau negatif, selama dan diluar
proses pembelajaran mata pelajaran. Penilaian Jurnal adalah penilaian guru dan/atau
tenaga kependidikan atas catatan hasil pengamatan tentang kekuatan/kelemahan/
kejadian luar biasa peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku di dalam
dan di luar kelas. Adapun format penilaiannya dapat ditambahkan beberapa kolom,
seperti: Tanggal, Kejadian, dan Tindak Lanjut.
b. Penilaian Pengetahuan
1) Pengertian Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui penguasaan
peserta didik yang meliputi pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural serta
kecakapan berpikir tingkat rendah hingga tinggi. Penilaian pengetahuan dilakukan
dengan berbagai teknik penilaian. Guru memilih teknik penilaian yang sesuai dengan
karakteristik kompetensi yang akan dinilai

2) Teknik Penilaian Pengetahuan

Berbagai teknik penilaian pengetahuan dapat digunakan sesuai dengan karakteristik


masing-masing KD. Teknik yang biasa digunakan antara lain tes tertulis, tes lisan, dan
penugasan. Berikut disajikan uraian mengenai pengertian, langkah-langkah, dan contoh
kisi-kisi dan butir instrumen tes tertulis, lisan, penugasan, dan portofolio dalam penilaian
pengetahuan.
a) Tes Tertulis

Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawaban disajikan secara tertulis berupa pilihan
ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen tes tertulis
dikembangkan atau disiapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1) Menetapkan tujuan tes.
2) Menyusun kisi-kisi.
3) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal.
4) Menyusun panduan penskoran.

b) Tes Lisan

Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan, perintah, kuis yang diberikan pendidik


secara lisan dan peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara lisan. Jawaban tes
lisan dapat berupa kata, frase, kalimat maupun paragraf. Tes lisan bertujuan
menumbuhkan sikap berani berpendapat, menegecek penguasaan pengetahuan untuk
perbaikan pembelajaran, percaya diri, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif.
Dengan demikian, tes lisan dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Tes
lisan juga dapat digunakan untuk melihat ketertarikan siswa terhadap materi yang
diajarkan dan motivasi peserta didik dalam belajar.Langkah-langkah pelaksanaan tes
lisan sebagai berikut.
1) Melakukan analisis KD sesuai dengan muatan pelajaran.
2) Menyusun kisi-kisi
3) Menyiapkan pertanyaan, perintah yang akan disampaikan secara lisan.
c) Penugasan
Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur dan/atau
memfasilitasi peserta didik memperolehatau meningkatkan pengetahuan. Penugasan
yang berfungsi untuk penilaian dilakukan setelah proses pembelajaran (assessment of
learning). Sedangkan penugasan sebagai metode penugasan bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan yang diberikan sebelum dan/atau selama proses
pembelajaran (assessment for learning). Tugas dapat dikerjakan baik secara individu
maupun kelompok sesuai karakteristik tugas yang diberikan, yang dilakukan di
sekolah, di rumah, dan di luar sekolah.
c. Penilaian Aspek Keterampilan
1) Pengertian Penilaian Keterampilan
Penilaian keterampilan adalah penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa
terhadap kompetensi dasar pada KI-4. Penilaian keterampilan menuntut siswa
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu. Penilaian ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah pengetahuan yang sudah dikuasai siswa dapat digunakan untuk
mengenal dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sesungguhnya (real life).

2) Teknik Penilaian Keterampilan


Penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain penilaian
praktik/kinerja, proyek, dan portofolio. Teknik penilaian lain dapat digunakan sesuai
dengan karakteristik KD pada KI-4 pada mata pelajaran yang akan diukur.Instrumen yang
digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
a) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah penilaian yang menuntut respons berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
Pada penilaian praktik menuntut peserta didik untuk melakukan suatu tugas pada situasi
yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan. Misalnya tugas berjalan mengikuti pola, berlari berpasangan,memainkan
alat musik, menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari.
b) Penilaian Projek
Penilaian projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan kemampuan menginformasikan suatu hal
secara jelas. Penilaian projek dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
pelaporan. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai,
seperti: penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan
tertulis/lesan. Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan kriteria penilaian atau rubrik.
Peniliaan projek dilakukan diakhir setiap tema (khusus untuk SDLB). Pelaksanaan
penilaian projek untuk peserta didik SDLB/ SMPLB/SLB disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing peserta didik serta amat diperlukan rangsangan/ bantuan/
bimbingan guru.
c) Penilaian Produk
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-
produk, teknologi, dan seni, seperti: makanan (contoh: tempe, kue, asinan, baso, dan
nata de coco), pakaian, sarana kebersihan (contoh: sabun, pasta gigi, cairan pembersih
dan sapu),alat-alat teknologi (contoh: adaptor ac/dc dan bel listrik), hasil karya seni
(contoh: patung, lukisan dan gambar), dan barang-barang terbuat darikain, kayu,
keramik, plastik, atau logam.

d) Penilaian Portofolio
1) Pengertian
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik secara individu
pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya
tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan
informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus menerus melakukan perbaikan.
Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan dinamika kemampuan belajar
peserta didik melalui sekumpulan karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat,
komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian,
sinopsis dan karya nyata individu peserta didik yang diperoleh dari pengalaman.
Portofolio dalam proses penilaian pembelajaran sering dimaknai sebagai suatu
koleksi hasil kinerja peserta didik berupa artefak yang mengungkapkan tahapan
perkembangan. Artefak-artefak itu dihasilkan dari pengalaman belajar atau proses
pembelajaran peserta didik dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian,
portofolio dapat diartikan sebagai suatu koleksi pribadi hasil pekerjaan seorang
peserta didik yang menggambarkan taraf pencapaian kompetensi, berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik.
2) Jenis Portofolio
Berbagai jenis portofolio, antara lain:
a) Portofolio Pribadi Peserta Didik yang Bersifat Rahasia (Anecdotal Record)
b) Portofolio Pembelajaran Peserta didik
c) Portofolio Catatan Khusus Peserta didik Jangka Panjang
3) Bentuk Portofolio
Berbagai bentuk portofolio.
a) Berupa buku ukuran besar yang bisa dilihat peserta didik dengan dipangku
(lapbook). Lapbook ini bisa dimasukkan berbagai hasil karya terkait dengan
produk seni (gambar, kerajinan tangan, dan sebagainya).
b) Berupa album berisi foto, video, audio.
c) Berupa stopmap/bantex berisi tugas-tugas imla/dikte dan tulisan (karangan,
catatan) dan sebagainya.
d) Buku Kelas I – Kelas VI yang disusun berdasarkan Kurikulum 2013, juga
merupakan portofolio peserta didik.

3. Bentuk Laporan Hasil Belajar


Bentuk pelaporan hasil pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus:
a. Bagi peserta didik yang menggunakan model kurikulum reguler penuh, maka model
laporan hasil belajarnya (raport) menggunakan model raport reguler yang sedang
berlaku.
b. Bagi peserta didik yang menggunakan model kurikulum yang di modifikasi, maka
model laporan hasil belajarnya (raport) menggunakan raport reguler yang dilengkapi
dengan deskripsi (narasi) yang menggambarkan kualitas kemajuan belajarnya.
c. Bagi peserta didik yang menggunakan kurikulum yang diindividualisasikan, maka
menggunakan model raport kuantitatif yang dilengkapi dengan deskripsi (narasi).
Penilaian kuantitatif didasarkan pada kemampuan dasar (baseline).
d. Model rapot pada pendidikan inklusif pada dasarnya sama dengan sekolah reguler
di semua satuan pendidikan meliputi SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMK,
perbedaannya terletak pada jenis satuan pelajaran dan program khusus.

4. Penilaian bagi Peserta didik Berkebutuhan Khusus


Asesmen atau penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik termasuk didalamnya bagi peserta didik
berkebutuhan khusus.
Asesmen atau penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan melalui
berbagai bentuk dan teknik asesmen dengan mempertimbangkan kemampuan, kebutuhan
dan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
Secara umum, asesmen atau penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Dilakukan secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran.
b. Penilaian yang baik hendaknya memperhatikan kondisi dan perbedaan-perbedaan
individual.
c. Adanya penyesuaian-penyesuaian perangkat/instrumen penilaian hasil belajar
disesuaikan dengan kebutuhan khusus setiap individu/anak.
d. Dalam suasana yang menyenangkan.
e. Memberikan gambaran kemampuan peserta didik secara lengkap/menyeluruh meliputi
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap atau karakter
f. Dilakukan secara berkelanjutan.
g. Menggunakan strategi yang mencerminkan kemampuan peserta didik secara autentik.
h. Melakukan penilaian hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis, observasi, melalui
portofolio (kumpulan kerja peserta didik), unjuk kerja atau penugasan.
i. Adanya penyesuaian-penyesuaian dalam teknik/cara/strategi dalam melaksanakan
asesmen.
Secara khusus yang perlu menjadi pertimbangan dalam melaksanakan asesmen atau penilaian
bagi peserta didik berkebutuhan khusus, sebagai berikut:
a. Disabilitas Penglihatan
1) Pelaksanaannya perlu menggunakan riglet, pen, tape recorder, mesin tik Braille,
dan loop.
2) Dibacakan.
3) Hindari/meminimalkan penggunaan kata-kata visual yang kurang dipahami anak.
4) Semua indera non visual dimanfaatkan untuk keperluan penilaian.
5) Benda-benda tiga dimensi disajikan dalam bentuk asli atau model
6) Gambar dua dimensi disajikan dalam bentuk gambar timbul/taktil.
b. Disabilitas Pendengaran
1) Menggunakan bahasa yang singkat dan jelas
2) Menggunakan gambar-gambar, grafis, dan komunikasi total.
3) Hindari tes yang bersifat listening diganti tes yang sesuai dengan kondisi peserta
didik.
4) Memperhatikan derajat sisa pendengaran peserta didik (kurang dengar ringan,
kurang dengar berat atau tergolong tuli).
5) Jika ada tes lisan, maka perlu adanya keterarah wajahan dan penggunaan membaca
ujaran atau membaca bibir (lip reading), dan guru kalau berbicara harus jelas.
c. Disabilitas Fisik
1) Sesuaikan dengan karakteristik peserta didik terutama bila menjawab pertanyaan
guru secara lisan (jangan menyalahgunakan jawaban peserta didik) karena pada
umumnya peserta didik (layuh otak) biasanya mengalami hambatan bicara.
2) Penilaian jangan menitikberatkan untuk tes tertulis terutama bagi peserta didik
mengalami hambatan koordinasi mata, tangan, dan juga mengalami tremor,
ataxia.
d. Disabilitas Inteletual, lamban belajar, dan kesulitan belajar spesifik, autis
1) Soal lebih pendek dan lebih bervariasi.
2) Kalimat dan materi yang lebih dekat dengan dunia anak dan konkrit.
3) membuat kontrak reinforcement atas soal yang dikerjakan anak, dan terapkan
dengan sesuai, misalnya jangan beri reward apabila pekerjaannya belum selesai.
4) Menanyakan kembali tugasnya pada saat anak tengah mengerjakan untuk
menghindari kesalahan anak dalam memahami tugas.
5) Ajari anak untuk memahami pemanfaatan waktu dan deadline tugas.
6) Memberi tugas pembelajaran yang berangkaian untuk membantu pemahaman anak
lebih utuh, misalnya dengan (a) bacalah bacaan ini; (b) jelaskan kembali isi bacaan
kepada temanmu; (c) buatlah gambar yang menceritakan isi bacaan itu; (d) buatlah
catatan mengenai bacaan itu.

Anda mungkin juga menyukai