Anda di halaman 1dari 17

SISTEM LAYANAN PEMBELAJARAN

A. Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


1. Pengertian
Identifikasi diartikan sebagai proses menemukenali peserta didik yang membutuhkan
layanan pendidikan yang bersifat khusus. Identifikasi PDBK dimaksudkan sebagai upaya
yang dilakukan oleh guru maupun orang tua/wali untuk mengetahui apakah peserta didik
mengalami hambatan dalam pembelajaran baik karena faktor internal (kondisi peserta didik
baik sensorik, fisik, intelektual, maupun mental) maupun faktor eksternal (kondisi sosial
ekonomi, faktor budaya dan sebagainya).

Identifikasi PDBK dapat dilakukan melalui proses penjaringan dengan mendapatkan data
mengenai peserta didik mana yang mengalami hambatan belajar dan/atau yang mengalami
keterlambatan dalam aspek perkembangan. Data dapat diperoleh dari hasil pengamatan
langsung atau laporan dari guru dan/atau orang tua. Selanjutnya, guru menentukan
penyebab terjadinya kondisi tersebut baik karena faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal dapat diketahui dari kondisi sensorik (penglihatan atau pendengaran), kondisi
fisik (anggota tubuh dan gerak) kondisi intelektual, dan kondisi mental. Faktor eksternal
dapat diketahui dari kondisi lingkungan keluarga, sosial ekonomi dan faktor perbedaan
budaya.

Pendapat lain mengungkapkan terdapat tiga gejala yang harus diamati pada peserta didik
meliputi (1) gejala fisik (2) gejala perilaku (3) gejala hasil belajar. Gejala fisik yang dapat
diamati dan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengidentifikasian, misalnya adanya
gangguan penglihatan, pendengaran, wicara, kekurangan gizi, pengaruh obat-obatan dan
minuman keras, atau semuanya yang menyangkut terganggunya fungsi fisik. Gejala perilaku
misalnya, perilaku sosial yang negatif seperti suka membolos, suka merusak, berkelahi,
berbohong, malas atau semua perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan hukum yang
berlaku dimasyarakat. Sedangkan gejala hasil belajar dapat diketahui setelah dilakukan
pengetesan dan terlihat dari data hasil tes yang rendah yang mengakibatkan tidak naik kelas
bahkan dikeluarkan dari sekolah alias drop out (DO), atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan akademis. Apabila gejala-gejala tersebut diatas ditemukan pada peserta,
maka patut ditandai dan dicurigai sebagai PDBK, proses semacam inilah yang disebut
sebagai kegiatan identifikasi (Bagaskorowati, 2007).
2. Tujuan dan Fungsi Identifikasi
a. Secara umum tujuan identifikasi adalah tujuan identifikasi adalah untuk menemukan
peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan yang bersifat khusus.

b. Sedangkan fungsi dari identifikasi dalam pendidikan inklusif adalah menentukan


keberbutuhan khusus yang dialami oleh peserta didik sehingga tidak terjadi kesalahan
penafsiran tentang kondisi objektif peserta didik.
3. Sasaran Identifikasi
Dalam konteks ini sasaran identifikasi adalah semua peserta didik di SPPI yang diduga
menunjukkan adanya hambatan belajar dan/atau yang mengalami keterlambatan dalam
aspek perkembangan..

4. Strategi
Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) dapat dilaksanakan pada saat
proses penerimaan peserta didik baru maupun saat proses pembelajaran sudah berlangsung.
Secara umum strategi identifikasi dapat dilakukan melalui tahapan berikut:

a. Menandai peserta didik yang diduga menunjukkan hambatan belajar atau hambatan
perkembangan.

b. Menentukan hambatan yang dialami menggunakan instrumen identifikasi.

c. Menganalisis data dan mengklasifikasikan dalam jenis hambatannya.

d. Melakukan case conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut, untuk
menetapkan jenis hambatan dan tindakan lanjut yang akan dilakukan pada anak tersebut.

e. Mengkomunikasikan hasil identifikasi kepada orang tua murid tentang jenis hambatan
dan tindak lanjut yang akan dilakukan bersama.
B. Asesmen Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian
Beberapa ahli mengemukakan pengertian asesmen seperti berikut ini: Lerner (dalam
Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses pengumpulan
informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan digunakan untuk membuat
pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan individu tersebut. Selanjutnya
Ainscow (dalam Yusuf, 2007) menjelaskan bahwa assesmen dilakukan berkenaan dengan
pemberian informasi kepada sejawat (teman guru), pencatatan pekerjaan yang telah
dilakukan oleh peserta didik, pemberian bantuan pada guru untuk merencanakan
pembelajaran pada anak, pengenalan terhadap kekuatan dan kelemahan pada anak dan
pemberian informasi kepada pihak-pihak terkait (seperti orang tua, psikolog, dan para ahli
lain) yang membutuhkan informasi tersebut.

Sementara itu secara khusus Mcloughlin dan Lewis (dalam Sunardi dan Sunaryo, 2007)
menjelaskan bahwa asesmen pendidikan bagi PDBK adalah proses pengumpulan informasi
yang relevan dengan kepentingan peserta didik yang dilakukan secara sistematis dalam
rangka pembuatan keputusan pengajaran atau layanan khusus.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa asesmen bagi PDBK adalah suatu proses
pengumpulan informasi tentang peserta didik secara menyeluruh yang berkenaan dengan
kondisi objektif peserta didik termasuk kebutuhan belajar, potensi dan hambatan yang akan
digunakan sebagai dasar dalam penentuan layanan dan penyusunan program pembelajaran
serta program kebutuhan khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan PDBK.

Asesmen bagi PDBK idealnya tidak hanya melibatkan peserta didik, orang tua/wali, guru
kelas/guru mapel, dan GPK, namun juga melibatkan tim ahli seperti psikolog, dokter tumbuh
kembang, terapis (sesuai kebutuhan) agar informasi yang terkumpul valid dan komprehensif
(informasi yang terkumpul bersumber dari berbagai sudut pandang).

2. Tujuan dan Fungsi


Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi tentang kondisi peserta didik,
baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik, non akademik dan kekhususan secara
lengkap, akurat dan obyektif.
Sedangkan fungsi asesmen dalam konteks ini adalah untuk sumber informasi utama bagi
guru dan/atau terapis dalam menentukan layanan, dan menyusun perencanaan pembelajaran
serta program layanan kebutuhan khusus yang tepat. Dalam hal ini hasil asesmen dapat
difungsikan sebagai kondisi kemampuan awal (baseline) peserta didik sebelum diberikan
layanan baik akademik maupun program kebutuhan khusus.

3. Sasaran

Sejalan dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka sasaran asesmen
adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah ditetapkan sebagai PDBK.

4. Strategi
a. Menetapkan jenis asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-akademik/kekhususan
atau perkembangan)

b. Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat sesuai kondisi PDBK (contoh


instrumen terlampir).

c. Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan (contoh panduan


asesmen terlampir).

d. Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen.

e. Menyusun laporan hasil asesmen.

f. Melakukan case conference (bersama pihak-pihak terkait, semisal orang tua/wali, guru
kelas/guru mapel, GPK dan seterusnya) berkaitan dengan laporan hasil asesmen untuk
menentukan baseline dan layanan yang dibutuhkan.

g. Mendokumentasikan semua kesepakatan hasil case conference.

5. Jenis asesmen bagi peserta didik berkebutuhan khusus


a. Asesmen akademik

Asesmen akademik adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi/kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada jenjang pra-
sekolah, kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan kemampuan pra-akademik
(pre-requisite yang mendukung dalam kesiapan membaca, menulis dan berhitung).
Sedangkan bagi PDBK pada jenjang pendidikan dasar dan selanjutnya, kemampuan
akademik yang perlu digali adalah terkait dengan kemampuan membaca, menulis dan
berhitung dan bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah tersebut sesuai
jenjang/fase PDBK.

b. Asesmen perkembangan

Asesmen perkembangan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi seluruh aspek
perkembangan PDBK yang meliputi aspek komunikasi, perilaku, emosi, sosial, motorik dan
kognitif, yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi perkembangan peserta didik
dibandingkan dengan peserta didik seusianya. Hasil asesmen perkembangan dapat dijadikan
sebagai dasar penentuan layanan intervensi yang diperlukan (menetapkan metode, strategi
maupun pemilihan media pembelajaran yang tepat).

c. Asesmen kekhususan

Asesmen kekhususan adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi PDBK secara
mendalam, komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan diagnosa keberbutuhan khusus
yang dialami sebagai dasar pemberian layanan program kekhususan termasuk alat bantu
yang tepat.

C. Planning Matrix
1. Pengertian
Program layanan kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara langsung.
Hal ini tidak salah namun materi yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan program masih
berupa potongan-potongan simpulan atas hasil asesmen yang telah dilakukan. Quentin Iskov,
Project Officer: Disabilities Department of Education and Children’s Services (2012)
menambahkan satu tahapan lagi sebelum menyusun program intervensi, yaitu penyusunan
planning matrix. Planning matrix adalah alat bantu untuk memetakan hasil asesmen dari
PDBK dikaitkan dengan kebutuhan belajarnya. Planning matrix berisi tentang gambaran
kondisi aktual PDBK berdasarkan aspek akademik, perkembangan dan kekhususan, dampak
kondisi tersebut terhadap dirinya sendiri dan lingkungan, serta strategi layanan yang
diperlukan. Berdasarkan deskripsi pada planning matrix selanjutnya disusun skala prioritas
yang menggambarkan urutan aspek yang penting untuk segera diberikan layanan. Oleh
sebab itu dengan adanya planning matrix ini, guru dapat mendapatkan gambaran utuh profil
PDBK dan kebutuhannya, sehingga perencanaan program pembelajaran (Program
Pembelajaran Individual (PPI) dan RPP) menjadi lebih efektif dan efisien.
2. Tujuan
a. Mengetahui kondisi aktual dalam aspek akademik, perkembangan maupun kekhususan
PDBK berdasarkan hasil asesmen yang telah dilakukan.

b. Mengetahui dampak dari masing-masing aspek pada kondisi aktual PDBK.

c. Mengetahui strategi layanan yang tepat bagi PDBK.

3. Fungsi
a. Memudahkan guru dalam menetapkan kondisi awal aktual (baseline) PDBK baik aspek
akademik, perkembangan dan kekhususan.

b. Membantu guru dalam memetakan dampak dan kebutuhan layanan untuk PDBK.

c. Memudahkan guru dalam menetapkan skala prioritas layanan yang harus segera
diterapkan.

4. Prosedur pengembangan planning matrix


Secara umum prosedur penyusunan planning matrix dapat dilakukan dengan:

a. Mengkategorikan data hasil asesmen berdasarkan aspek yang diasesmen.

b. Menuangkan temuan kondisi aktual karakteristik PDBK pada tabel planning matrix
yang tersedia.

c. Menganalisis dampak temuan kondisi aktual PDBK pada tabel yang tersedia.

d. Menganalisis strategi layanan pada setiap temuan kondisi aktual PDBK pada tabel
yang tersedia.

e. Menganalisis skala prioritas layanan berdasarkan berat ringannnya dampak yang


telah dituangkan pada tabel yang tersedia.
D. Adaptasi Kurikulum
Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang
diadaptasi sesuai dengan kemampuan potensi dan karakteristik kebutuhan siswa. Adaptasi
diarahkan pada materi, alokasi waktu, proses pembelajaran, penilaian, dan media pembelajaran
yang digunakan. Berdasarkan Surat Edaran Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
(BSKAP) Kemendikbudristek Nomor:2774/111-11/KR.00.01/2022 tertanggal 28 Juni 2022
tentang Implementasi Kurikulum Merdeka Secara Mandiri Pada Tahun Ajaran 2022/2023.
Terdapat tiga pilihan implementasi Kurikulum Merdeka Jalur Mandiri yang bisa diaplikasikan,
yakni Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi dengan penjelasan sebagai
berikut:

1. Kategori Mandiri Belajar

Pilihan Mandiri Belajar yaitu Sekolah menerapkan beberapa bagian prinsip kurikulum merdeka,
dengan tetap menggunakan kurikulum 2013 atau kurikulum 2013 yang disederhanakan/
kurikulum darurat.

2. Kategori Mandiri Berubah

Mandiri Berubah yaitu sekolah mulai tahun pelajaran 2022/2023 menerapkan Kurikulum
Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan dalam PMM pada satuan
pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.

3.Kategori Mandiri Berbagi

Pilihan Mandiri Berbagi akan memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan dalam
menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar pada
satuan pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7 dan 10.

Ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari
yang sifatnya ringan, sedang, sampai dengan yang berat, maka dalam implementasinya di
sekolah, kurikulum umum perlu dilakukan adaptasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Inklusi (ketercakupan) selayaknya tidak dimaknai secara sempit pada aspek peserta didik saja.
Namun inklusi adalah ketercakupan tiga aspek di atas yaitu aspek hardware, software, dan
brainware. Dengan sinerginya ketiga aspek tersebut bukan tidak mungkin sekolah inklusi akan
menjadi benar sebagai awal kesetaraan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh
pendidikan, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. education for all perlu
dukungan dari semua pihak.

Pertama adalah aspek hardware, yaitu meliputi sarana dan prasarana yang mendukung aspek
software. Sarana dan prasarananya memiliki aksesibilitas yang ramah pada setiap peserta didik.

Kedua adalah aspek software, yaitu meliputi kurikulum, silabus, dan perangkat penunjang yang
lain. Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang
disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.
Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, materi atau isi, proses
belajar mengajar atau pembelajaran, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan
kelas.

Ketiga adalah aspek brainware, yaitu meliputi tenaga kependidikan, peserta didik, staf ahli,
psikolog, dan staf pendukung lainnya. Tenaga kependidikan atau guru di sekolah inklusi yaitu
guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Dalam perannya guru tidak
berdiri sendiri, namun kerjasama dari psikolog, dokter anak, bahkan orang tua peserta didik pun
turut andil dalam implementasi menuju sekolah inklusi yang lebih baik.

Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya adalah
menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam
hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang
sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di lapangan, kurikulum
reguler perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.

Adapun tujuan adaptasi kurikulum meliputi:


1. Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar
yang dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif
2. Membantu guru dan orang tua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta
didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah.
3. Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan
menyempurnakan program pendidikan inklusif.
Penjabaran dari adaptasi tersebut adalah:
• Adaptasi tujuan, berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum umum
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
• Adaptasi isi, berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk peserta didik tipikal
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
• Adaptasi proses, berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang dijalani oleh
peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh peserta didik pada
umumnya.
• Adaptasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian untuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.

Adaptasi dilakukan dengan beberapa cara yaitu duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi.

1. Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Meniru berarti membuat sesuatu menjadi
sama atau serupa. Dalam kaitan dengan model kurikulum, duplikasi berarti
mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk PDBK (Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus) secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk
peserta didik pada umumnya (regular). Jadi, model duplikasi adalah cara dalam
pengembangan kurikulum, dimana peserta didik-peserta didik berkebutuhan khusus
menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya.
Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, isi,
proses dan evaluasi.

2. Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah untuk disesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, maka model modifikasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk peserta
didik-peserta didik regular diubah untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus menjalani
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi dapat
diberlakukan (terjadi) pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi,
proses dan evaluasi.
3. Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Dalam kaitan dengan model kurikulum, maka substitusi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain.
Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin diberlakukan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang kurang lebih sepadan
(memiliki nilai yang kurang lebih sama). Model penggantian (substitusi) bisa terjadi dalam
hal tujuan pembelajaran, materi, proses atau evaluasi.

4. Model Omisi
Omisi berarti menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya
untuk mengilangkan sesuatu (bagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum, karena hal
tersebut tidak mungkin diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata
lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tidak disampaikan atau tidak
diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus karena sifatnya terlalu sulit atau tidak
sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika
dalam substitusi ada materi pengganti yang sepadan, sedangkan dalam model omisi tidak
ada materi pengganti.

Untuk melakukan modifikasi dan pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus
mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-
undangan yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam
program inklusif, antara lain sebagai berikut.UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional khususnya: Pasal 5 ayat (2): warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) mengikuti
kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan
ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.

a. Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada


anak-anak tipikal juga diberlakukan kepada PDBK. Dengan demikian, maka
standar kompetensi lulusan (SKL) yang diberlakukan untuk peserta didik tipikal
juga diberlakukan untuk PDBK. Demikian juga dengan standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD) dan juga indikator keberhasilan.

b. Duplikasi isi/materi berarti materi-meteri pembelajaran yang diberlakukan kepada


peserta didik tipikal juga diberlakukan sama kepada PDBK. Dengan demikian,
PDBK memperoleh informasi, materi, pokok bahasan atau sub-pokok bahasan
yang sama seperti yang disajikan kepada peserta didik tipikal.

c. Duplikasi proses berarti PDBK menjalani kegiatan atau pengalaman belajar


mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal.
Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkungan/seting
belajar, waktu belajar, media belajar, atau sumber belajar.

d. Duplikasi evaluasi, berarti PDBK menjalani proses evaluasi atau penilaian yang
sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik tipikal. Duplikasi evaluasi
bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi,
teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana
evaluasi dilaksanakan.Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan
khusus mengikuti kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam
kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan
pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.
E. Strategi Modifikasi Kurikulum
Modifikasi Tujuan dalam pengembangan kurikulum bertujuan untuk 1) Membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal
mungkin dalam setting sekolah inklusif; 2) Membantu guru dan orang tua dalam
mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang
diselenggarakan di sekolah maupun di rumah; dan 3) Menjadi pedoman bagi sekolah, dan
masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan
inklusif. Penjabaran dari modifikasi tersebut adalah:

1. Modifikasi Tujuan
Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalamkurikulum umum
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Sebagai
konsekuensi dari modifikasi tujuan, maka peserta didik berkebutuhan khusus akan
memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan peserta didik-peserta didik
regular, baik berkaitan dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SK),
kompetensi dasar (KD) maupun indikator.

2. Modifikasi Isi
Modifikasi isi berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untukpeserta didik
regular dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan sajian materi yang
sesuai dengan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keluasan,
kedalaman dan atau tingkat kesulitan. Artinya, peserta didik berkebutuhan khusus
mendapatkan materi pelajaran yang tingkat kedalaman, keluasan dan kesulitannya berbeda
(lebih rendah) daripada materi yang diberikan kepada peserta didik regular.
3. Modifikasi Proses
Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang dijalani oleh
peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya.
Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk peserta didik-peserta
didik regular tidak diterapkan untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Jadi, mereka
memperoleh strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan kemampuannya.
Modifikasi proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode
mengajar, lingkungan/seting belajar, waktu belajar, media belajar, sumber belajar dan lain-
lain.

4. Modifikasi Evaluasi
Modifikasi evaluasi berarti ada perubahan dalam system penilaianuntuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, peserta didik
berkebutuhan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan peserta didik-
peserta didik lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-
soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi dan
lain-lain. Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam criteria
kelulusan, system kenaikan kelas, bentuk raport, ijazah dan lain-lain.

Ada empat kemungkinan model kurikulum yaitu duplikasi, modifikasi, substitusidan omisi, dan
ada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi.
Mengembangkan kurikulum untuk peserta didik berkebutuhankhusus pada dasarnya adalah
mengawinkan antara model kurikulum dengan komponen kurikulum. Setiap satu komponen dari
model kurikulum dipadukan dengan setiap komponen dari komponen kurikulum, sehingga akan
terjadi 16 kemungkinan perpaduan (4 x 4). Lihat gambar skematik berikut:
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya ada 16 kemungkinan model kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus, yaitu 4 kemungkinan model untuk tujuan
(1,2,3,4) empat kemungkinan model untuk materi (5,6,7,8) 4 kemungkinan model untuk
proses (9,10,11,12) dan 4 kemungkinan model untuk evaluasi (13,14,15,16).

Ketika seorang guru akan merancang kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus,
maka akan muncul 16 pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah apakah tujuan pembelajaran
yang akan diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus harus sama dengan
peserta didik lainnya? Ataukah dimodifikasi? Atau diganti (substitusi)? Atau dihilangkan
(omisi)? Pertanyaan serupa diajukan berkenaan dengan materi pelajaran. Kemudian
berkenaan dengan proses dan terakhir terkait dengan cara evaluasi.

Dalam perkembangannya terdapat model adaptasi eskalasi. Eskalasi berarti menaikkan.


Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk PDBK, maka model eskalasi berarti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk PDBK
ditingkatkan dari kurikulum peserta didik tipikal. Dengan demikian, PDBK menjalani
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Eskalasi dapat
diberlakukan pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi, proses dan
evaluasi.

Ada kemungkinan bahwa tujuan pembelajarannya disamakan (duplikasi), tetapi materinya


harus dimodifikasi. Kemungkinan lain adalah tujuan pembelajarannya dimodifikasi,
materinya juga dimodifikasi, tetapi prosesnya disamakan. Kemungkinan lain adalah bahwa
tujuan pembelajaran, materi, proses dan juga evaluasi semuanya harus dimodifikasi.
Modifikasi atau tidaknya suatu komponen sangat bergantung kepada kondisi, sifat atau
kadar dari komponen tersebut serta tingkat hambatan yang dialami oleh peserta didik
berkebutuhan khususnya. Semakin berat tujuan atau materi pembelajaran yang ada, maka
semakin perlu untuk dimodifikasi. Dan semakin berat hambatan intelektual peserta didik,
juga semakin perlu modifikasi dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai