Anda di halaman 1dari 3

SURAH Al FAJR

 S. Al Fajr adalah surat ke-89 dalam Al Qur'an, yang terdiri dari 30 ayat.
pokok kandungan yang terdapat pada surat Al Fajr khususnya ayat 15 yaitu mengemukakan
tentang sifat dasar orang kafir ketika mendapatkan kebahagiaan dan kesusahan.
 Adapun berikut kandungan lainnya dari surat Al-Fajr, yaitu:
 Memberikan gambaran umat yang sudah dibinasakan.
 Menjelaskan tentang kenikmatan hidup atau bencana yang dialami manusia bukan
sebuah penghormatan atau hinaan, tapi hanya sebuah cobaan.
 Menerangkan tentang hinaan pada orang yang tidak mau menyantuni anak yatim dan
orang miskin.
 Menjelaskan malapetaka yang akan dijatuhkan pada orang kafir di hari kiamat.
 Mengabarkan bahwa orang yang berjiwa muthmainah (yang mendapat ketenangan
hidup dan siap menerima cahaya keberkahan) akan memperoleh kemuliaan di sisi
Allah SWT.
 Ayat 1-14: Kisah sebagian umat yang mendustakan para rasul Allah dan azab yang menimpa
mereka, dan di sana terdapat isyarat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam pasti binasa seperti umat-umat dahulu yang menentang Rasul-
Nya.
 Ayat 15-20: Kekayaan dan kemiskinan adalah ujian dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala
kepada hamba-hamba-Nya.
 Ayat 21-30: Kedahsyatan hari Kiamat, terbaginya manusia menjagi dua golongan; golongan
yang berbahagia dan golongan yang celaka, dan penyesalan manusia yang tenggelam dalam
kehidupan duniawi sampai tidak sempat beramal untuk akhirat serta penghargaan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala kepada manusia yang sempurna imannya.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang tabiat manusia dari sisi


kemanusiaannya, yaitu bahwa ia (manusia itu) jahil (tidak tahu) dan zalim; ia tidak mengetahui
akibat dari sesuatu. Ia mengira, bahwa keadaannya itu akan tetap langgeng dan tidak akan berubah,
dan mengira bahwa nikmat yang diberikan Allah kepadanya menunjukkan kemuliaannya di sisi-
Nya dan dekat dengan-Nya. Sebaliknya, ketika ia dibatasi rezekinya, menurutnya berarti Allah
menghinakannya. Maka pada ayat selanjutnya (ayat ke-17) Allah Subhaanahu wa Ta'aala
membantah persangkaan tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyalahkan orang-orang yang
mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan
seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16, padahal sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah
ujian dari Allah kepada hamba-hamba-Nya. Demikian pula bahwa kemuliaan dan kemiskinan
bukanlah tergantung pada kaya atau miskin, bahkan tergantung pada taat (takwa) atau tidaknya
seseorang, namun kebanyakan manusia tidak mengerti. Tidak setiap orang yang diberi Allah
nikmat berarti mulia di hadapan-Nya, dan tidak setiap orang yang dibatasi rezekinya berarti hina di
hadapan-Nya. Bahkan sesungguhnya kaya dan miskin merupakan ujian dari Allah kepada hamba-
hamba-Nya agar Dia melihat siap yang bersyukur kepada-Nya ketika mendapatkan nikmat, dan
siapa yang bersabar ketika disempitkan rezekinya sehingga Allah akan memberinya pahala yang
besar, atau bahkan ia mendapatkan azab karena tidak bersyukur atas nikmat itu dan tidak bersabar
ketika disempitkan rezekinya. Di samping itu pula, sibuknya seorang hamba memikirkan
kesenangan dirinya saja dan tidak peduli dengan keadaan orang lain yang membutuhkan
merupakan perkara yang dicela Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebagaimana firman Allah Ta’ala
pada lanjutan ayat tersebut.

Secara umum, surah Al Fajr menjelaskan bahwa Allah Swt menyalahkan orang yang


mengatakan bahwa kekayaan itu kemuliaan, dan kemiskinan suatu kehinaan. Tetapi sebanrnya
keduanya merupakan ujian dan cobaan yang datang dari Allah Subhanahu wata’ala bagi hamba-Nya
yang mau memahami.

Kesenangan dan kesempitan (kesedihan) adalah dua wajah ujian Allah pada manusia. yang
dari kedua ujian itu tentunya Allah ingin melihat siapa yang paling bersyukur, dan bersabar. Sayang
terkadang manusia salah menilai. Ketika kesenangan diberikan, mereka memuji Allah, kemudian
ketika himpitan diberikan, mereka berburuk sangka pada Allah.(QS. Al-Fajr: 15-17) Ibnu
Katsir menafsirkan ayat tersebut, bahwa sesungguhnya Allah mengingkari penyataan orang-orang
yang memandang bahwa ketika diluaskan rezeki, maka itu adalah kemuliaan. Sesungguhnya
terkadang diluaskan rezeki sebagai bentuk ujian Allah pada hambanya. Apakah ia masih dalam
sebuah ketaatan atau malah akan menjadikannya lupa pada-Nya. Begitupun, ketika seseorang
berada dalam terhimpitnya rezeki bukan berarti Allah ingin menghinakannya. Akan tetapi sebuah
ujian apakah ia akan senantiasa bersabar atau tidak. Sesungguhnya, Allah melepangkan rezeki
kepada siapa saja yang dikehendaki dan menyempitkan rezeki kepada siapa saja yang Ia hendaki.
Al-Qurthubi menjelaskan, bahwa sifat dalam ayat 15 dan 16 tersebut adalah sifat orang kafir yang
tidak beriman pada hari bangkit, mereka hanya memandang kenikmatan adalah sesuatu yang ada
pada banyaknya harta. Sedangkan kehinaan adalah sedikitnya harta. Berbeda dengan konsep
seorang mukmin, kenikmatan adalah seseorang yang berada pada ketaatan pada Allah baik dalam
keadaan banyak harta atau terhimpitnya harta. Inti dari ayat-ayat tersebut, mengingatkan kembali
pada kita bahwa sejatinya segala bentuk ujian baik itu berupa kenikmatan dan keterhimpitan untuk
dijalani dengan ketaatan kepada Allah. dengan konsep syukur dan kesabaran.

Apabila tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, 'tuhanku telah
menghinakanku. Mereka tidak dapat memahami bahwa kefakiran dan kesusahan bukanla htolok
ukur mutlak bagi kehinaan seseorang di mata Allah karena keduanya tidak lain hanyalah cobaan
dari Allah SWT.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H (15-20) . Allah mengabarkan
tabiat manusia dari segi manusia itu sendiri. Manusia adalah sosok bodoh, zhalim, yang tidak
mengetahui resiko berbagai hal. Ia mengira kondisi yang ada padanya akan terus berlanjut dan
tidak akan hilang dan mengira bahwa kemuliaan serta kenikmatan Allah yang diberikan di dunia
menunjukkan kemuliaannya di sisi Allah,dan ia mengira bila “rizkinya” disempitkan hingga
makanannya hanya pas-pasan (tidak lebih), hal itu dikira sebagai penghinaan Allah terhadapnya.
Allah menolak dugaan ini seraya berfirman, “sekali-kali tidak (demikian),” yakni tidak semua orang
yang Aku beri kenikmatan di dunia adalah orang mulia di sisiKu dan tidak berarti orang yang
rizkinya Aku sempitkan adalah orang hina di sisiKu. Kekayaan, kemiskinan, kelapangan, dan
kesempitan hanyalah ujian dari Allah pada para manusia, agar Allah mengetahui siapakah yang
bersyukur dan bersabar, sehingga Allah bisa memberikan balasan besar atas kesyukuran dan
kesabaran itu, sedangkan yang tidak mau bersyukur dan bersabar, akan ditimpakan padanya
siksaan yang mengerikan.

Di samping itu, ketergantungan harapan seseorang pada keinginannya semata merupakan


salah satu tanda lemahnya cita-cita. Karena itu Allah mencela mereka karena tidak memperhatikan
kondisi orang lain yang memerlukan bantuan seraya berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim,” yang kehilangan ayah dan orang yang
mencarikan rizki baginya yang memerlukan pelipur lara dan perlakuan baik. Kalian justru tidak
memuliakannya, tapi malah menghinanya. Ini menunjukkan tidak adanya rasa kasih sayang dalam
hati kalian dan tidak adanya keinginan dalam kebajikan.

“Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,” yakni kalian tidak saling
mengajak satu sama lain untuk memberi makan orang-orang yang memerlukan dari kalangan fakir
miskin. Hal itu dikarenakan ketamakan terhadap dunia dan rasa cinta yang amat bersarang di hati.
Karena itu Allah berfirman, “Dan kamu memakan harta pusaka,” yaitu harta yang ditinggalkan
“dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil),” yakni dengan segala ketamakan dan
tidak menyisakan yang tidak halal sekalipun. Karena itu Allah berfirman, “Dan kamu mencintai
harta benda dengan kecintaan yang berlebihan,” yakni dengan sangat. Hal ini senada dengan
firman-Nya : “Sesungguhnya kalian (wahai manusia), mementingkan perhiasan dunia atas
kenikmatan akhirat. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Alam akhirat
dengan segala kenikmatan abadi yang ada padanya adalah lebih baik dan lebih kekal daripada
dunia.” (qs. Al-A’la:16-17) dan firman-Nya : “Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai
manusia) mencintai kehidupan dunia. dan meninggalkan (kehidupan) akhirat” (QS. Al-Qiyamah :
20-21)

A. hidup adalah Ujian


B. lupa diri saat merasa kesenangan
C. putus asa saat mendapatkan kesulitan

Anda mungkin juga menyukai