Anda di halaman 1dari 2

Transmigrasi Vania

Ana Clarista Oliver memiliki kepribadian tertutup,tak tersentuh dan juga cerdik. Sejak
umurnya 12 tahun, Ana harus hidup sebatang kara karena orang tuanya meninggal dalam
kecelakaan pesawat.
Tidak mempunyai saudara maupun teman,tidak membuat Ana merasa kesepian, karena ia
juga malas berinteraksi dengan orang yang dianggap munafik.
Ana hidup dikelilingi oleh harta peninggalan orangtuanya, tetapi apa gunanya kalau ia hidup
seorang diri didunia tanpa adanya keluarga ataupun kerabat?, pikir Ana.
Hingga suatu hari, saat ia akan berangkat menuju minimarket dengan berjalan kaki,karena
memang jarak rumahnya dengan minimarket sangatlah dekat. Ia tidak sengaja melihat kakek
kakek yang hendak menyebrang jalan, dan dengan inisiatif nya Ana membantu kakek kakek
itu untuk menyebrang jalan dan tanpa ia sadari ada sebuah mobil box melaju dari arah kanan
dan akan menabrak mereka berdua.
Sadar dengan adanya mobil yang hendak menabrak, spontan Ana langsung mendorong kakek
kakek itu untuk menyingkir sehingga hanya dirinya yang tertabrak mobil box tersebut.
Sedangkan sang kakek yang sudah Ana dorong kepinggir jalan, keadaannya tidak kenapa
napa hanya luka sedikit dibagian kaki.
“Sungguh mulia hatimu nak,semoga kau bisa hidup bahagia dikehidupanmu selanjutnya,”
doa sang kakek itu.
Dilain tempat,
“eengh,” lenguh seorang gadis yang baru saja sadar dari komanya.
“gue masih hidup?kenapa gak mati aja!” batin gadis itu saat menyadari dirinya berada
dirumah sakit bukan diakhirat.
Ceklek
“Anara! Kamu udah bangun sayang?” pekik seorang wanita paruh baya saat setelah
membuka pintu ruangan Ana.
Ana yang masih belum mengerti akan situasi yang ia hadapi sekarang, tapi lamunan nya
seketika buyar saat wanita paruh baya itu langsung memeluknya.
“Anda siapa?” tanya Vania dingin, ia masih belum menyadari kalau jiawanya bertransmigrasi
ke tubuh seorang gadis yang bernama Vania Arabella Mahendra. Entah kebetulan dari mana
nama mereka berdua sedikit mirip.
“Kamu gak inget sama bunda nak?” syok wanita paruh baya itu spontan melepaskan
pelukannya.
“Bunda saya sudah meninggal!” tekan Vania.
“Sayang, kamu bercanda kan? Kamu putri bunda Vania,” ucap sosok yang dipanggil bunda
itu dengan mata berkaca kaca, ibu mana yang tidak kecewa saat anaknya sendiri
melupakannya.

Anda mungkin juga menyukai