Anda di halaman 1dari 5

Nama/ NIM/ Kelas : Dinda Amalia Shaleha/ 019.06.

0022/ A

Essay by : Mustakim, M.T.

Manajemen Pasca Bencana

Latar Belakang

Sesuai dengan kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografisnya, Indonesia


merupakan daerah yang rawan bencana (Kristiana & Rini, 2014). Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007).

Selain itu, semua kejadian bencana tersebut dapat menimbulkan Krisis Kesehatan, seperti
korban mati, korban luka, sakit, pengungsi, lumpuhnya pelayanan kesehatan, penyakit menular,
sanitasi lingkungan, gangguan jiwa dan masalah kesehatan lainnya. Pengalaman Indonesia dalam
mengatasi banyak kejadian bencana menjadikan Indonesia sebagai laboratorium dan
pembelajaran dalam penanggulangan bencana. Oleh karena itu sudah sewajarnya, bahwa upaya
penanggulangan harus dilakukan secara sistematis, terencana dan terkoordinasi (Kristiana &
Rini, 2014; Menteri Kesehatan RI, 2019).

Penanggulangan bencana adalah segala upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
resiko bencana atau dapat melakukan tanggap darurat serta dapat melakukan beberapa upaya
setelah terjadinya bencana seperti pertolongan gawat darurat dan munculnya KLB penyakit
menular dan gizi. Penanggulangan bencana khususnya tahap manajemen pasca bencana,
umumnya akan tampak keterlibatan berbagai macam institusi mulai dari pemerintah pusat,
daerah, swasta, LSM dan masyarakat untuk memberikan bantuan, serta dokter merupakan salah
satu tenaga kesehatan yang diperlukan dalam manajemen risiko bencana (Kristiana & Rini,
2014; Kurniyanti, 2012). Oleh karena itu, pada essay ini akan dijelaskan terkait bagaimana
manajemen pasca bencana terlaksana pada saat pasca bencana terjadi, yang meliputi peran
jajaran kesehatan serta koordinasi dengan sektor kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan
pada saat pasca bencana terhadap masyarakat.

Pembahasan

Bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis,


hilangnya nyawa manusia, memburuknya derajat atau pelayanan kesehatan yang memerlukan
respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Bencana dapat terjadi karena fenomena
sistem cuaca ataupun pola tektonik bumi (BMKG, 2010). Menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, jenis-jenis bencana dibagi menjadi 3, yaitu
bencana alam (gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor), bencana non-alam (gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit),
dan bencana sosial (konflik sosial antar kelompok atau komunitas masyarakat, dan teror).

Penanggulangan bencana adalah upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan


yang berisiko timbulnya bencana yang meliputi kegiatan pencegahan bencana, kesiapsiagaan,
peringatan dini, mitigasi (Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu
penilaian bahaya, peringatan dan persiapan), tanggap darurat bencana, rehabilitasi, dan
rekonstruksi (UU No. 24 Tahun 2007). Manajemen pada saat bencana dapat dilakukan tindakan
tanggap darurat, dan pemberian bantuan darurat seperti pemenuhan kebutuhan dasar dan
pemulihan. Pada pasca bencana dapat dilakukan rehabilitasi seperti perbaikan fasilitas umum,
perbaikan rumah, pemulihan sosiopsikologis, ekonomi, status gizi dan kesehatan, serta
melakukan rekonstruksi dengan membangun kembali fasilitas umum, meningkatkan misi
pelayanan publik dengan melibatkan masyarakat yang terdampak di daerah terdampak bencana
(Purnama, 2017). Kegiatan terkait pelayanan kesehatan sangat penting pada tahap pasca bencana
antara lain adalah manajemen dan koordinasi, kesehatan lingkungan, penyakit menular, dan
faktor risiko (Kristiana & Rini, 2014).

Untuk memenuhi kebutuhan kegiatan kesehatan ini perlu adanya informasi awal guna
menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan. Terdapat beberapa lembaga dan mekanisme
yang sebelumnya sudah ada dan berjalan di Indonesia, yang terlibat di dalam kegiatan
penanggulangan bencana seperti pemerintah, dokter atau tenaga kesehatan lain, masyarakat,
lembaga kesehatan, dal lainnya yang terlibat saat manajemen bencana (Purnama, 2017). Dalam
manajemen pasca bencana, dokter merupakan salah satu praktisi kesehatan yang diperlukan
dalam manajemen risiko sebelum, saat, dan pasca bencana (Kurniyanti, 2017).

Pada saat bencana dapat dilakukan tindakan tanggap darurat, dan pemberian bantuan
darurat seperti pemenuhan kebutuhan dasar, serta pemulihan. Saat bencana disebut juga sebagai
tanggap darurat. Fase tanggap darurat atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi
darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta benda. Seperti mengikuti instruksi
pengungsian, melakukan pencarian dan penyelamatan korban, menjamin keamanan di lokasi
bencana, pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, pembagian dan penggunaan alat-alat
perlengkapan pada kondisi darurat, pengiriman dan penyerahan barang material, dan
menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain (Martini et al., 2021).

Pada tahap pasca bencana dapat dilakukan fase pemulihan, yaitu individu atau
masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala. Tim
kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerjasama dengan unsur lintas
sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat fase
pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman. Masyarakat melakukan perbaikan
darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja
kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian, rehabilitasi seperti
perbaikan fasilitas umum, perbaikan rumah, pemulihan sosiopsikologis (khususnya menangani
pasien post traumatic stress disorder (PTSD)), ekonomi, status gizi dan kesehatan, serta
melakukan rekonstruksi seperti membangun kembali fasilitas umum, meningkatkan misi
pelayanan publik dengan melibatkan masyarakat yang terdampak di daerah terdampak bencana
(Purnama, 2017).

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang
terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan
rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti
ketakutan, trauma atau depresi (Purnama, 2017).
Menurut UU No. 24 tahun 2007 penanggulangan bencana mempunyai asas-asas dan
prinsip-prinsip. Asas-asas tersebut meliputi kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintah, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertiban dan kepastian
hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemudian, prinsip-prinsipnya meliputi Cepat dan tepat, yaitu respon harus dilakukan secepat
mungkin untuk memastikan masyarakat terdampak segera tertolong.; Prioritas, yaitu upaya
penanggulangan bencana memberikan prioritas pada daerah/masyarakat yang lebih
membutuhkan; Koordinasi dan keterpaduan, yaitu dalam upaya penangguangan bencana penting
karena penanggulangan bencana merupakan tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga saja, misal
BNPB, namun perlu kerja sama berbagai stakeholders; Berdaya guna dan berhasil guna;
Transparan dan akuntabilitas; Kemitraan; Pemberdayaan, yaitu jangan sampai bantuan
kemanusiaan membuat masyarakat ketergantungan terhadap bantuan dari pihak lain dan tidak
dapat menyelesaikan masalahnya sendiri; Non-diskriminatif, yaitu bantuan harus diberikan
dengan memberikan prioritas pada yang paling membutuhkan dan tidak boleh memberikan
berdasarkan kesamaan agama, suku, bangsa; dan Non-politisi, yaitu saat memberikan bantuan
kemanusiaan, siapapun tidak diperkenankan untuk mempersuasi masyarakat yang dibantu untuk
mengikuti agama atau kepercayaannya.

Kesimpulan
Penanggulangan bencana adalah upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana yang meliputi kegiatan pencegahan bencana, kesiapsiagaan,
peringatan dini, mitigasi (Mitigasi yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan), tanggap darurat bencana, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Manajemen pada saat bencana dapat dilakukan tindakan tanggap darurat dan pemberian bantuan
darurat seperti pemenuhan kebutuhan dasar dan pemulihan. Tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Di bidang kesehatan, sistem pelayanan
tanggap darurat bencana meliputi serangkaian upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan pada
masa tanggap darurat hingga pasca tanggap darurat.
Sumber Referensi :

Kristiana, L., & Rini, R. (2014). Sistem Pelayanan Kesehatan Tanggap Darurat Di Kabupaten
Ciamis (Health Care Emergency Response System In Ciamis Regency). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 16(3 Jul), 297–304.

Kurniyanti, M. A. (2012). Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan Manajemen Bencana


( Disaster Management). Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 1(1), 85–92.
Https://Doi.Org/10.33475/Jikmh.V1i1.87

Martini, M., Agina, P., Pitang, Y., Laksmi, I., Ose, M. I., Artawan, K., Irman, O., & Pratama, A.
(2021). Manajemen Bencana. November, 1–183.

Menteri Kesehatan Ri. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan. Αγαη, 8(5), 55.

Purnama, Gede. 2017. Modul Manajemen Bencana. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Program Studi Kesehatan Masyarakat.

UU No 24 Tahun 2007. Penaggulangan Bencana. Undang-undang

Anda mungkin juga menyukai