Anda di halaman 1dari 12

Nadifa Taqiya (1910310022)

Mengenal macam-macam tanda


pengenal pada seragam pramuka
Lukman Hakim, S.Pd.I., M.Pd.
Gerakan Pramuka menggunakan berbagai macam
tanda pengenal pramuka yang dikenakan pada pakaian
seragamnya, di antaranya ada yang digunakan untuk
menunjukkan jabatan yang dipegang dan tugas yang
sedang dilakukan oleh pemakainya. Tanda pengenal
pramuka berfungsi sebagai jati diri seseorang sebagai
anggota Gerakan Pramuka. Tanda pengenal atau kerap
disebut juga sebagai atribut, dipasang di pakaian seragam
pramuka. Pemasangan tersebut tentunya menggunakan
aturan dan tata cara tersendiri.
Macam-macam Tanda Pengenal
1. TANDA UMUM
2. Tanda Umum adalah tanda pengenal pramuka yang dikenakan oleh semua anggota Gerakan Pramuka. Macam-
macam tanda umum adalah:a. Tanda Tutup Kepala b. Setangan Leherc. Tanda Pelantikand. Tanda
Hariane. Tanda Kepramukaan Sedunia 2. TANDA SATUAN Tanda Satuan adalah tanda pengenal
pramuka yang menunjukkan satuan tempat seorang Pramuka bergabung. Satuan yang dimaksud mulai dari
satuan terkecil sampai satuan tingkat nasional.Macam-macam Tanda Satuan adalah:1. Tanda Satuan kecil
yang terdiri dari:Tanda Barung bagi SiagaTanda Regu bagi PenggalangTanda Sangga bagi PenegakTanda
Reka bagi PandegaTanda Krida bagi Satuan Karya Pramuka2. Nomor Gugus Depan, Kwartir dan Majelis
Pembimbing3. Tanda Satuan Karya Pramuka4. Badge Daerah dan Tanda Wilayah5. Tanda satuan lainnya
Ngokomerupakan tingkat kesopanan berbahasa rendah yang biasa digunakan oleh raja terhadap rakyat
biasa atau priyayi kepada wong cilik (orang kecil), maupun orang tua kepada anak yang lebih muda.
Tingkatan yang lebih tinggi dari ngoko adalah madya, yakni menyatakan kesopanan berbahasa tingkat
menengah. Tingkatan madya biasanya digunakan oleh orang yang memiliki kedudukan atau usia yang
setara. Tingkat selanjutnya adalah krama, yaitu menyatakan tingkat kesopanan berbahasa paling tinggi.
Perkembangan Unggah Ungguh Bahasa Jawa
Pada dasarnya, ngoko-Krama telah berkembang dan berubah.Sejak abad ke-15 dan 16,
peradaban Islam Jawa mulai berkembang sejak berdirinya kerajaan Demak. Peradaban Hindu-
Jawa Kuno dilanjutkan oleh peradaban Islam. Pada masa ini, Islam berkembang sangat pesat
dan menjadi maju. Suatu kenyataan bahwa mistik, bahkan mistik yang heterodoks dan
panteistik, telah mendapat tempat yang penting dalam kehidupan keagamaan Islam. Dalam
masyarakat Jawa Kuna, yang terpengaruh oleh kebudayaan Hindu-Budha tadi ternyata unggah-
ungguhing basa belum ada. Dalam abad ke-16 terjadi perkembangan kerajaan Islam di Jawa,
seperti Demak dan Pajang. Namun tidak berlangsung lama, karena pada abad ke-17 berubah
menjadi kabupaten yang dibawahkan Mataram. Oleh karena itu baik Demak maupun Pajang
tidak meninggalkan banyak sumbangan dalam pengembangan kebudayaan, khususnya yang
berupa karya sastra yang dapat mendukung studi kita tentang kebudayaan Jawa dalam masa itu.
mendapat
Namun dalam pengembangan tataran bahasa yang digunakan tersebut, jelas unggah-ungguhing basa
merupakan alat politik untuk menghancurkan Islam sekaligus sebagai perumusan pemakaian
ungghaungguing basa.
Pada akhir abad ke-17 unggah-ungguhing basa sudah muncul dan kemudian mengalami
perkembangan yang memberikan bentuk tetap berupa tataran ngoko-krama. Dalam
perkembangannya, Kerajaan Mataram melakukan pembinaan-pembinaan kekuasaan yang merupakan
tradisi kraton dalam penulisan-penulisan babad tanah djawi, salah satu diantaranya adalah
mengembankan budaya kraton yang bercorak halus19 diantaranya
1. Cara berpakaian dan macam pakaian yang serba indah, yang hanya boleh dipilih oleh mereka yang
termasuk trah: kain parang (bergaris miring), kain yang bermotif garuda, cara wanita menggelung
rambut.
2. Cara mengambil sikap: semua orang yang lebih rendah harus menyembah.
3. Cara berbicara: yang status sosialnya lebih rendah, lebih muda usia atau lebih muda dilihat dari
hubungan kekeluargaan harus basa krama (berbahasa hormat) Dikembangkan kemudian tataran
ngoko-krama.
Penggunaan Tingkat Unggah Ungguh
Bahasa Jawa dalam Sikap dan Tindakan

a. Kepada orang yang lecih tua usianya

b. Kepada Orang Asing

c.Kepada orang yang setara atau sederajat


Kepada orang yang lebih tua usianya

Yang dimaksud orang yang lebih tua di sini adalah kakek, nenek,
ayah, ibu, pakdhe, bulik, kakak dan yang lain. Terhadap mereka
biasanya orang jawa menggunakan bahasa krama bahkan krama inggil
dalam bertutur sapa. Seorang yang berbicara dengan bahasa Jawa
tinggi (krama inggil) secara mulus adalah alus. Jiwa dan watak
seseorang akan alus sepanjang ia secara emosional memahami
struktur akhir keberadaannya atau mampu menempatkan diri secara
tepat.
orang yang belum dikenal dengan mengesampingkan usia dan kedudukan. Orang
asing yang belum dikenal bisa dari daerah sendiri maupun dari luar daerah. Orang
asing yang sedaerah, dalam hal ini ialah orang Jawa dengan orang Jawa lain yang
belum dikenal sama sekali. .Biasanya orang Jawa menggunakan kata-kata yang
pantas untuk memberi hormat pada orang asing. Terkadang orang Jawa
menggunakan bahasa krama biasa kepada orang asing yang lebih muda dan
menggunakan bahasa krama inggil terhadap orang asing yang lebih tua. Untuk
menyapa orang yang dikenal tetapi tidak begitu dekat atau orang yang belum
dikenal sama sekali
Kepada orang yang setara atau
sederajat
Orang Jawa yang setara baik usia, derajat dan sudah dikenal akrab kebanyakan
menggunakan tataran bahasa ngoko. Hal ini bukan berarti tanpa ada
penghormatan di antara mereka atau mengesampingkan unggah-ungguh, tetapi
dengan bahasa ngoko sudah dianggap sebagai prinsip saling menghormati.
Sikap pada saat mereka berkomunikasi atau tepatnya berbicara, mereka bebas
dengan tidak meninggalkan sopan santun. Orang Jawa yang menggunakan
bahasa Jawa ngoko ini biasanya dilakukan antara bawahan dengan bawahan,
anak muda dengan anak muda, bukan dari golongna ningrat, rakyat biasa
dengan rakyat biasa termasuk murid dengan murid. Seperti kalimat ”kowe arep
neng endi?”, atau ”Sampean arep neng endi?”.
Kepada orang yang lebih muda atau bawahan

Untuk menjaga keharmonisan dan kesalarasan sosial, maka orang yang lebih
tua harus dapat menjaga kehormatannya dihadapan orang yang usianya lebih
muda. Kebanyakan orang tua menggunakan bahasa Jawa ngoko atau krama
madya terhadap orang usianya lebih muda.32 Orang Jawa yang lebih tua
menggunakan bahasa Jawa ngoko kepada orang yang lebih muda, apabila
sudah dikenal akrab atau mempunyai hubungan darah. Disamping usia juga
status sosial. Sebagai atasan atau orang yang mempunyai kedudukan
sederajat lebih tinggi, orang Jawa tetap akan berusaha menjaga sikap
berbicara kepada orang biasa atau bawahannya. Orang yang lebih rendah
mengambil pola andap-asor dan yang lebih tinggi mengambil pola yang lebih
tinggi, meskipun terkadang sedikit terkesan sombong.
Terimakasih
Semoga bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai