Anda di halaman 1dari 3

TUGAS BAHASA INDONESIA

RANGKUMAN KESANTUNAN BERBAHASA

Dosen Pengampu: Farel Olva Zuve, S.Pd., M.Pd.

Nama: Fahri Rahman


NIM: 21086358

Prodi/ Jurusan PENJASKESREK


Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK)

Universitas Negeri Padang (UNP)


2021/ 2022
RANGKUMAN

 Pengertian Kesantunan Berbahasa


Pengertian kesantutan atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan
disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus
menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini
biasa disebut “tatakrama”. Kesantunan berbahasa merupakan etika seseorang ketika
berbica dengan orang lain. Berikut beberapa contoh kesantunan berbahasa.
1. Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu.
2. Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu.
3. Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan.
4. Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara.
5. Bagaimana sikap dan gerak-gerik keika berbicara.
6. Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.

Kesantunan berbahasa dalam adat Melayu RIAU

Dalam budaya Melayu, kesantunan berkaitan dengan persoalan aib/ malu, adab, dan adat.
Ketidaksantunan sama dengan membuka aib, tidak beradab, dan melanggar adat. Oleh karena itu,
kesantunan dianggab sebagai salah satu pertaruhan hidup orang Melayu sejati.

Kesantunan berhubungan dengan bahasa dan perilaku. Berkenaan dengan bahasa,


pujangga Melayu Raja Ali Haji (1809-1873), dalam bukunya Bustan al-Katibin menulis; ‘’ adab
dan sopan santun itu dapat dilihat dari tutur katanya. Kemudian, untuk mencapai tingkat
berbahasa yang beradab dan sopan itu, orang memerlukan ilmu dan pengetahuan yang sangat
luas. Bahasa yang beradab, sopan, dan santun itu dengan demikian adalah kegiatan yang
mengarus dari akal/ budi. Dengan demikian “bahasa” dalam adat dan budaya Melayu Riau
memiliki fungsi, yaitu:

a. Alat komunikasi: menyampaikan/ menerima pesan pikiean dan juga perasaan.


b. Penanda jati diri: menunjukkan siapa dan dari mana orang tersebut.
c. Cermin budi: memantulkan gambaran pribadi seseorang sebagai makhluk social.

Fungsi penanda jatidiri dan cermin budi, menegaskan kaitan erat antara behasa dan etika dalam
adat dan budaya Melayu, dari bagaimana bahasanya, orang dapat menentukan dimana posisi
penutur bahasa tersebut dalam ranah etika dan beradab. Tindakan berbahasa yang santun itu
sekurang-kurangnya mencakup kemampuan memilih kata (ketetapan bahasa dengan pikiran dan
juga perasaan yang hendak dikemukakan) dan kearifan dalam merangkai kata.
Sebagaimana dikemukakan oleh pujangga Tenas Effendy (2010):
- Tanda orang yang bijaksana > tahu memilih merangkai kata
- Tanda orang yang terpuji > bahasanya tepat pahamnya tinggi
- Tanda orang yang terbilang > bahasanya elok maknanya terang
- Tanda orang berpikiran luas > bahasanya teratur maknanya jelas
- Apa tanda orang bertuah > budinya halus bahasanya indah

Adat dan adab melayu membedakan pemakaian bahasa dalam tiga kelompok yaitu:

a. Bahasa mendaki, digunakan oleh orang muda terhadap orang yang lebih tua.
b. Bahasa mendatar, digunakan antar sama sebaya atau berkedudukan setara.
c. Bahasa merendah, digunakan orang yang lebih tua terhadap yang lebih muda atau lebih
rendah kedudukannya.

Ketiga kelompok pemakaian bahasa tersebut sejajar dengan tiga sikap efektif Melayu terhadap
sesamanya, sebagaimana digambarkan dalam ungkapan; yang tua dihormati, yang sebaya
dikasihi, dan yang muda disayangi. Tindakan kebahasaan yang santun dan bermarwah ialah
berbahasa yang mengedepankan adab sesuai dengan nilai-nilai asas adat dan budaya Melayu,
serta norma-norma social. Begitulah dalam budaya Melayu, bahasa dan etika merupakan dua hal
yang tak dapat dipisahkan.

Anda mungkin juga menyukai