Anda di halaman 1dari 2

1.

Jelaskan implikasi penenambahan tindak pidana penerbangan dalam KUHP setelah


Ratifikasi The Hague Convention 1970 dengan UU Nomor 2 tahun 1976  dan telah
dimasukkannya ketentuan Pasal 1 The Hague Convention 1970 dengan UU Nomor
4 Tahun 1976.

Adanya perubahan Pasal 4 ke 4 KUHP (Ps 479 j) dan penambahan Pasal 479 j
KUHP;

Pasal 479 j : Barang siapa dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya merampas atau mempertahankan
perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 4 : Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi


setiap orang yang melakukan di luar Indonesia: (4) Salah satu kejahatan yang
tersebut dalam pasal-pasal 438 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan
pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal
479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hokum, pasal 479
huruf l,m,n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan
sipil.

Pasal 1 The Hague convention 1970 :Any person who on board an aircraft in
flight :

Unlawfully, by force or threat thereof, or by any other form of intimidation, seizes,


or exercises control of, that aircraft, or attempts to perform any such act.

2. Jelaskan bagaimana pengaturan sistem pertanggungjawaban ganti kerugian dalam


penggunaan dan eksplorasi ruang angkasa (outer space) ketika kerugian menimpa
permukaan bumi dan pesawat dalam penerbangan serta bagaimana pengaturan
sistem pertanggungjawaban bila kejadian yang terjadi pada ruang angkasa termasuk
bulan dan benda langit menurut Liability Convention 1972.

Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects, 1972


(“Liability Convention 1972”) yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia dalam
Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1996 tentang Pengesahan Convention on
International Liability for Damage Caused by Space Objects, 1972 (Konvensi
tentang Tanggung Jawab Internasional terhadap Kerugian yang disebabkan oleh
Benda-benda Antariksa, 1972) (“Keputusan Presiden 20/1996”).
Pertanggungjawaban negara atas sampah luar angkasa (space debris) yang
merupakan bekas benda ruang angkasa yang diluncurkan ke ruang angkasa terdiri
dari 2 prinsip pertanggungjawaban negara yaitu tanggung jawab mutlak (absolute
liability) dan pertanggungjawaban secara kesalahan (based on fault liability).
Pertanggungjawaban tersebut memiliki relevansi untuk mengikuti Pasal II dan
Pasal IV ayat (1) huruf (a) Liability Convention 1972 karena kerugiannya berada di
daratan yang mengenai pemukiman seorang warga negara. Pasal I huruf (a)
Liability Convention 1972 menyebutkan:

The term “damage” means loss of life, personal injury or other impairment of
health; or loss or damage to property of States or of persons, natural or juridical, or
property of international intergovernmental organizations.

Kemudian apabila seorang warga negara ingin mengajukan tuntutan atas kerugian
yang dialaminya, maka negara di wilayah orang tersebut dapat bertindak atas
namanya hingga siapa saja yang berada dalam jurisdiksinya.

Anda mungkin juga menyukai