Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN TEORETIK

Di dalam bab I peneliti telah menjabarkan dasar pemikiran yang

mengarahkan penulis untuk mengadakan penelitian mengenai “Meningkatkan

Kreativitas Gerak dalam Pendidikan Jasmani melalui Permaian Kecil Tanpa

Alat Pada Siswa Kelas III SDN Sukadanau 01 Cikarang Barat”. Adapun

kajian teori yang akan dibahas di dalam bab ini sebagai dasar penelitian. Hal-

hal yang akan dibahas antara lain adalah sebagai berikut yaitu: (1) Hakikat

Pendidikan Jasmani, (2) Kreativitas Gerak, (3) Karakteristik Siswa Kelas III

SD, (4) Permainan Kecil Tanpa Alat.

A. Acuan Teori dan Area Fokus yang Diteliti

1. Kreativitas Gerak

Semiawan (2007) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan

untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan

masalah yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh

seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun

dari lingkungan masyarakat1.

1
Conny R. Semiawan, Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia (Jakarta:
Pusat Pengembangan Kemampuan Manusia, 2007), h. 37.

9
10

Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang

semata-mata dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan

orisinal. Sebaliknya kreativitas mencakup jenis pemikiran spesifik, yang

disebut Guilford “pemikiran berbeda” (divergent thinking). Pemikiran

menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya dan mencari variasi.

Menurut Yusuf Syamsu kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk

menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya

baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.2

Dalam dunia pendidikan yang terpenting kreativitas perlu dikembangkan.

Sehubungan dengan pengembangan kreativitas, terdapat empat aspek

konsep kreativitas (Rhodes), diistilahkan sebagai “Four P’s of Creativity:

Person, Process, Press, Product”. Utami Munandar, menguraikan definisi

tentang kreativitas berdasarkan empat, yaitu :

(1) Pribadi (person), bahwa setiap anak adalah pribadi unik dan
kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan pribadi individu. (2)
Proses (process), kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru atau untuk menemukan hubungan-hubungan baru
antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya dalam mencari jawaban
baru terhadap suatu masalah, merupakan manifestasi dari kelancaran,
fleksibilitas dan orisinalitas pemikiran anak. (3) Pendorong (press),
kreativitas dapat berkembang jika ada “press” atau pendorong, baik dari
dalam (dorongan internal, keinginan, motivasi atau hasrat yang kuat dari
diri sendiri) untuk berkreasi, maupun dari luar, yaitu lingkungan yang
memupuk dan mendorong pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anak
yang kreatif dengan memberikan peluang kepada anak untuk bersibuk
diri secara kreatif. (4) Produk (product), bahwa produk-produk kreativitas

2
Yusuf, Syamsu LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Rosdakarya,
2000), h. 59.
11

yang konstruktif pasti akan muncul, karena produk kreativitas muncul dari
proses interaksi dari keunikan individu, di satu pihak dan bahan,
kejadian, orang-orang atau keadaan hidupnya (faktor lingkungan dilain
pihak). Dengan dorongan internal maupun eksternal untuk bersibuk diri
secara kreatif, maka produk-produk kreatif dengan sendirinya akan
muncul.3
Sedangkan Gerak dasar merupakan gerak yang bersifat umum yang

biasa dilakukan oleh siswa SD. Setiap melakukan aktivitas siswa pun tidak

luput dari gerak baik sadar maupun tidak sadar. Gerak dasar manusia secara

umum terdiri atas tiga macam gerak, yaitu lokomotor, non lokomotor dan

manipulatif.

Gerak dasar manusia merupakan pola gerakan yang melibatkan bagian

tubuh yang berbeda seperti kaki, lengan, dan kepala. Gerak dasar lokomotor

diartikan sebagai gerakan atau keterampilan yang menyebabkan tubuh

berpindah tempat, sehingga dibuktikan dengan adanya perpindahan tubuh

(traveling) dari satu titik ke titik lain.4

Menurut Aip Syarifudin dan Muhadi pada dasamya gerak dasar manusia

adalah jalan, lari, lompat dan lempar.5

Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa kreativitas gerak

adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru dalam begerak,

3
Ibid., h.59
4
Universitas Pendidikan Indonesia, Gerak Dasar Lokomotor (Lanjutan), h.1
(http://file.upi.edu/Direktori/ FPOK/JUR. PEND.OLAHRAGA/AGUS MAHENDRA/Modul
Praktek Agus Mahendra/Modul Lokomotor] Lanjutan.pdf) diunduh 17 Maret 2015
5
Aip Syarifuddin dan Muhadi. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan 1992/1993), h. 4.
12

berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada atau sudah

dikenal sebelumnya, seperti pengalaman dan pengetahuan yang telah

diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah,

keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat.

2. Hakikat Pendidikan Jasmani

Pendidikan Jasmani adalah terjemahan dari physical education yang

digunakan di Amerika. Pendidikan Jasmani adalah pelajaran yang melibatkan

anak sepenuhnya dalam aktivitas jasmani mulai dari hal kecil seperti

memelihara kesehatan jasmani diri sendiri, makna dari pendidikan jasmani

adalah pendidikan.

Menurut Syarifuddin dan Muhadi, Pendidikan jasmani adalah suatu

proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, yang dirancang dan disusun

secaara sistematik, untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan,

meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan

pembentuk watak, serta nilai dan sikap yang positif bagi setiap warga Negara

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.6

Pendidikan jasmani merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting

untuk di ajarkan di sekolah dasar, karena pendidikan jasmani dapat

merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan jasmani

6
Ibid., .h.4.
13

bukanlah pendidikan yang semata-mata berpusat pada pelajaran gerak

badan, melainkan pendidikan yang bersangkut paut dengan pertumbuhan

dan kesehatan jasmani anak-anak. Melalui pendidikan jasmani anak didik

dapat memperoleh berbagai pengalaman terutama pengalaman yang

berkaitan dengan kesan pribadi yang menyenangkan, berbagai ungkapan

yang kreatif, inovatif, keterampilan gerak, kesegaran jasmani, membiasakan

hidup sehat, pengetahuan, dan pemahaman terhadap sesama manusia.

Pendidikan jasmani tidak hanya menekankan “fisik” pada pengembangan

kekuatan dan kesegaran jasmani, tetapi pengembangan manusia seutuhnya

(fisik, mental, moral, dan sosial) dalam rangka menyiapkan kehidupan anak

agar berfungsi dengan baik di masyarakat.7

Selaras dengan upaya untuk mencapai tujuan pendidikan maka dalam

pendidikan jasmani bukan saja dikembangkan dan dibangkitkan potensi

individu tetapi juga ada unsur pendidikan melalui aspek kemampuan fisik,

intelektual, emosional, sosial dan moral spiritual yang berorientasi kepada

kemampuan hidup. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani siswa dilibatkan

secara langsung dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran pendidikan

jasmani selalu ditanamkan jiwa sportif, tanggung jawab, kerjasama, dan

saling menghargai satu sama lain sehingga dapat membentuk manusia yang

seutuhnya.

7
Toho Cholik, M. Rusli Lutan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Jakarta: Depdikbud,
1996/1997), h.11.
14

Pendidikan jasmani juga berguna untuk pertumbuhan badan dan juga

berguna menjaga kesehatan dan kesegaran tubuh, oleh karena itu

pendidikan jasmani sangat penting diajarkan untuk membentuk manusia

Indonesia yang berkualitas dan seutuhnya.

Menurut Toho Cholik dalam pendidikan kesehatan menyatakan sasaran

pendidikan jasmani adalah peningkatan kebugaran jasmani dan keterampilan

gerak dasar yang kaya dengan koordinasi otot-otot saraf yang halus yang

akan bermanfaat bagi kelangsungan hidup sehari hari dan menjadi pondasi

yang kuat untuk suatu cabang olahraga.8 Sering di jumpai kegiatan-kegiatan

tugas yang memerlukan ketangkasan bahkan prestasi, namun demikian

prestasi optimal, rekor, juara, tidak menjadi tujuan utama dalam pendidikan

jasmani. Kesempatan siswa laki-laki dan perempuan dan pengembangan

sikap sosial merupakan hal penting dalam pendidikan jasmani, kejujuran,

sportifitas, dan perbuatan fair play yang menjadi nafas inti dalam Pendidikan

Jasmani merupakan penanaman penting untuk perkembangan sosial anak.

Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan mengenai pendidikan jasmani

merupakan bagian dari keseluruhan pendidikan yang ada dimana pendidikan

jasmani telah dikemas secara sistematik dalam bentuk aktivitas fisik untuk

mencapai kesehatan, kebugaran dan kesegaran jasmani dan pengembangan

bakat yang tidak terlepas dari penumbuhan kebiasaan dan prilaku hidup

sehat.
8
Ibid., h. 13
15

3. Karakteristik Siswa Kelas III SD

Karakteristik siswa kelas III berada pada tahap operasional kongkret

karena rentang usia siswa berada diantara 7 – 11 tahun. Pada tahap ini

siswa sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis,

kecakapan berpikir logisnya terbatas pada benda-benda yang bersifat

kongkret, melakukan klasifikasi dan pengelompokan serta pengaturan

masalah secara mendasar.

Sebagai pendidik harus mempelajari jiwa dan perkembangan peserta

didiknya, baik secara teoretis maupun praktis. Melalui penguasaan

pengenalan perkembangan peserta didik, maka peserta didik sebagai

pendidik mampu mengelola proses belajar mengajar dengan baik. Agar

proses belajar mengajar yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik

sesuai yang direncanakan maka pemahaman tentang perkembangan dan

sifat-sifat peserta didik sangat penting untuk dikuasai bagi seorang pendidik.

Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada

rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak

yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi

kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki

anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.


16

Pada siswa kelas III SD ada pada kisaran umur 9 – 10 tahun. Menurut

Sukimtaka perkembangan jasmani siswa kelas III yaitu:

Karakteristik jasmani umur 9-10 tahun (kelas III dan IV) yang dimiliki
antara lain;. (1) perbaikan koordinasi dalam keterampilan gerak, (2) daya
tahan berkembang, (3) pertumbuhan tetap, (4) koordinasi mata dan
tangan baik, (5) sikap tubuh yang tidak baik mungkin diperlihatkan, (6)
perbedaan jenis kelamin tidak menimbulkan konsekuensi yang besar, (7)
secara fisiologi putri pada umumnya mencapai kematangan lebih dahulu
daripada anak laki-Iaki,(8) gigi tetap mulai tumbuh, (9) perbedaan secara
perorangan dapat dibedakan dengan nyata, (10) kecelakaan cenderung
memacu mobilitas.9

Dengan mengetahui karakteristik siswa kelas III SD, guru atau pendidik

dapat merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan

karakteristik anak tersebut.

B. Acuan Teori Rancangan-rancangan Alternatif Atau Desain-desain

Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih

1. Pengertian Permainan

Pada umumnya manusia memiliki kecenderungan selalu ingin bergerak

sambil bersenang-senang untuk menyalurkan segala potensi yang ada pada

dirinya. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut disalurkan melalui permainan,

karena permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari

yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat

9
Ibid., h. 69
17

diperbuatnya, sampai mampu melakukannya.10 Dalam kehidupan sehari-hari

sering kali dijumpai kegiatan-kegiatan anak yang diwarnai dengan suatu

keadaan persaingan, persaingan ini dapat dilakukan antara dua orang

ataupun sejumlah kelompok yang disebut permainan. Permainan adalah

suatu kegiatan yang didalamnya terdapat aktivitas gerak yang sangat

digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Menurut Muliawan dalam bukunya menyatakan istilah permainan adalah

situasi atau kondisi tertentu pada saat seseorang mencari kesenangan atau

kepuasan melalui aktivitas yang disebut main.11

Melalui permainan dapat tercipta suasana yang santai dan

menyenangkan, sehingga dapat membuat anak belajar dengan baik dan

sungguh-sungguh. Melalui fantasinya di dalam permainan anak-anak dapat

menyalurkan hasrat mereka untuk mendapatkan sebuah kepuasan.

Dalam Wikipedia Indonesia mengartikan bahwa permainan merupakan

sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu

luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau

bersama-sama (kelompok)12. Anak-anak gemar melakukan permainan

karena di dalam permainan, anak-anak dapat bersenang-senang dengan

teman sepermainan mereka, permainan seakan menjadi aktivitas rekreasi

10
Conny R. Semiawan.,Op.cit. h. 20.
11
Jasa Unggah Muliawan, Tips Jitu Memulih Mainan Positif & Kreatif untuk Anak Anda
(Yogyakarta: Diva press, 2009), h. 16.
12
Wikipedia Indonesia, “Permainan”. h. 1 http://id.wikipedia.org/wiki/Permainan, diakses
(21/3/2015).
18

yang mudah didapat dimanapun mereka berada. Selain mendapatkan

kesenangan mereka juga dapat berolahraga secara ringan pada saat

melakukan permainan.

Menurut teori persiapan dan latihan yang dikemukakan oleh Groos

dalam Syarifuddin dan Muhadi, bahwa permainan itu sebagai latihan bagi

manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan fungsi-fungsi bagi kebutuhan

hidupnya.13 Permainan yang dilakukan oleh anak-anak adalah penyaluran

hasrat anak melalui aktivitas gerak, permainan yang dilakukan oleh anak

merupakan latihan untuk anak-anak dalam rangka menyiapkan kebutuhan

dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga permainan dapat membuat anak

lebih enerjik dan aktif dalam bergerak.

Menurut Agus Mehendra menyatakan bahwa setiap permainan memiliki

karakteristik dan manfaatnya masing-masing. Kita dapat melihat manfaat

serta faktor apa yang dikembangkannya melalui ciri atau karakteristik

permainan itu sendiri.14 Selain manfaat yang bersifat pengembangan kualitas

fisik, permainan juga harus mengandung manfaat dari sisi peningkatan

penguasaan gerak. Jika diambil contoh permainan yang banyak

menggunakan bola dan bola itu dilemparkan, ditangkap, dipukul,

dilambungkan atau dipantulkan, maka permainan itu banyak manfaatnya bagi

13
Aip Syarifuddin dan Muhadi, op.cit., h. 135.
14
Agus Mahendra, Modul 2 Permainan Menggunakan Alat, h.3
http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/196308241989031-
AGUS_MAHENDRA/Modul_Praktek_3_Agus_Mahendra/Modul_2_Permainan_dengan_Alat.
pdf.
19

pengembangan keterampilan manipulatif (memainkan benda lewat tangan

atau kaki), yang merupakan komponen fatpenting dari keterampilan gerak

dasar.

Dalam kegiatan sehari-hari anak cenderung menghabiskan waktu

mereka untuk melakukan permainan, permainan yang mereka lakukan bisa

sendiri ataupun berkelompok bersama dengan teman-teman sebaya mereka.

Menurut Bettelheim dalam Hurlock seperti dikutip Tedjasaputra, permainan

dan olahraga adalah kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persyaratan-

persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan

kegiatan dalam tindakan yang bertujuan.15

Pada umumnya anak-anak pada usia sekolah dasar senang melakukan

permainan-permainan dalam kelompok kecil dikarenakan dalam permainan

kelompok kecil tidak memiliki aturan-aturan yang baku, aturan ini bisa dirubah

dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan setiap pemainnya sebelum

permainan dimulai. Permainan akan membuat anak mengenal dunia diluar

dirinya. Anak akan menyesuaikan diri dengan teman-temannya sehingga

anak akan memiliki pengetahuan dalam sikap sosialnya saat bergaul dengan

temannya. Permainan tidak hanya menyenangkan tetapi juga melibatkan

peraturan serta peran aktif semua peserta. Hal ini sesuai dengan prinsip

permainan yang dikemukakan oleh Najib dan Rahmawati, yaitu; (1) interaksi,

15
Maykes.S Tedjasaputra, Bermain, Mainan, dan Permainan untuk PAUD, (Jakarta:
Grasindo, 2001), h.60
20

(2) pertandingan, (3) kerjasama, (4) peraturan, dan (5) akhir atau batas

permainan.16

Permainan adalah suatu kegiatan menyenangkan yang didalamnya

terdapat interaksi, pertandingan, kerjasama, peraturan dan batasan-batasan

tertentu. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Kartono. Menurut Kartono,

beberapa kriteria atau ciri-ciri permainan adalah sebagai berikut:

a) Terdapat persaingan kepentingan di antara pemain (pelaku), b) setiap


pemain memepunyai sejumlah pilihan, c) aturan permainan untuk
mengatur pilihan-pilihan itu disebutkan satu persatu dan diketahui oleh
semua pemain, d) hasil permainan dipengaruhi oleh pilihan-pilihan yang
dibuat oleh semua pemain dan hasil untuk seluruh kombinasi pilihan oleh
semua pemain diketahui dan di definisikan secara numerik.17

Permainan terbagi menjadi dua jenis yaitu permainan besar dan

permainan kecil. Permainan besar adalah permainan yang mempunyai

peraturan yang baku dalam penerapannya baik mengenai peraturan

permainan, alat yang digunakan, ukuran lapangan, maupun durasi

permainan. Contoh permainan besar adalah sepakbola, basket, dsb.

Sedangkan permainan kecil adalah segala bentuk permainan yang tidak

mempunyai peraturan yang baku dalam penerapannya baik mengenai

peraturan permainan, alat yang digunakan, ukuran lapangan, maupun durasi

permainan. Permainan kecil dapat disesuaikan dengan keadaan ataupun

situasi di mana dan kapan permainan yang dimaksud dilaksanakan.


16
Fathul Najib dan Naiulur Rahmawati, Metode Permainan-Permainan Edukatif dalam
Belajar Bahasa Arab (Yogyakarta: Diva Press, 2011), h.49.
17
Kartono, Teori Permainan (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), h. 2.
21

Disamping itu permainan kecil tidak mempunyai Induk Organisasi Nasional

apalagi Induk Organisasi Internasional.18

Dalam sebuah kegiatan permainan dapat dipastikan adanya persaingan

diantara setiap pemain baik itu individu ataupun sebuah kelompok, hal ini

dikarenakan pengakuan hasil akhir pemenang dalam permainan diungkapkan

melalui skor atau numerik. Adanya perencanaan dan peraturan-peraturan

yang sebelumnya harus diketahui oleh setiap pemain sebelum permainan itu

berlangsung. Sebelum melakukan permainan setiap regu memiliki pilihan

untuk menentukan strategi yang akan digunakan oleh setiap pemain agar

dapat memenangkan permainan.

Pembelajaran mengunakan permainan merupakan pembelajaran yang

dapat menciptakan suasana pembelajaran demikian meriah dan menarik,

namun ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum menjalankan

permainan. Menurut Mahendra, tahap-tahap sebelum menjalankan

permainan yaitu:

Tahapan pembelajaran untuk permainan hendaknya diawali dengan


menjelaskan jenis permainan yang akan dilakukan, menjelaskan cara
bermainnya, kemudian jika memungkinkan diadakan simulasi terbatas
dengan melibatkan beberapa siswa, sehingga seluruh siswa merasa
jelas dan mengerti bagaimana memainkannya.19

18
Aip Syarifuddin dan Muhadi, Loc.cit., h. 135.
19
Agus Mahendra, Modul 2 Permainan Menggunakan Alat, op.cit., h.5
22

Untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan Jasmani adalah dengan

menyajikan materi Pendidikan Jasmani dengan menggunakan bahasa yang

sederhana dan mudah dimengerti, sehingga mereka lebih mudah belajar dan

menerima penjelasan dari guru. Pada dasarnya anak-anak gemar bermain,

bergerak, bernyanyi dan menari, baik dilakukan sendiri maupun berkelompok.

Bmelalui permainan anak akan memperoleh kesenangan, kenikmatan,

informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi bersosialisasi.20

Berdasarkan pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan

adalah alat untuk menjelajahi dunia, dari yang tidak ia kenali sampai pada

yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu

melakukannya. Permainan yang dilakukan anak-anak adalah penyaluran

hasrat anak melalui aktivitas gerak dalam rangka menyiapkan kebutahan

dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Permainan Kecil Tanpa Alat

Permainan kecil adalah segala bentuk permainan yang tidak mempunyai

peraturan yang baku dalam penerapannya baik mengenai peraturan

permainan, alat yang digunakan, ukuran lapangan, maupun durasi

permainan. Permainan kecil dapat disesuaikan dengan keadaan ataupun

situasi di mana dan kapan permainan yang dimaksud dilaksanakan.

20
Tadkiroatun Musfiroh, Cerdas Melalui Bermain, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 4
23

Disamping itu permainan kecil tidak mempunyai Induk Organisasi Nasional

apalagi Induk Organisasi Internasional.21

Dilihat dari permainan yang dimainkan, permainan kecil dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu permainan kecil dengan alat dan permainan kecil tanpa

alat. Permainan yang menggunakan alat berarti suatu permainan yang

membutuhkan sarana pendukung untuk dapat memainkannya sedangkan

permainan tanpa menggunakan alat atau fasilitas apapun dalam

memainkannya digolongkan dalam permainan tanpa alat. Permainan tanpa

alat adalah permainan yang tidak menggunakan fasilitas atau alat bantu

sebagai sarana pendukung dalam memainkannya.

Senada dengan pernyataan Wardani, menurut Hanifah yang dikutip dari

Soepandi dan kawan-kawan, yang disebut permainan adalah perbuatan

untuk menghibur hati, baik yang mempergunakan alat ataupun yang tidak

menggunakan alat.22 Melalui permainan anak bisa melepaskan rasa

penatnya akan aktivitas sekolah yang telah dilakukannya selama kegiatan

pembelajaran yang lebih mengedepankan aspek kognitifnya, sehingga disela

waktu jam istirahat atau pulang sekolah permainan menjadi sarana untuk

mengekspresikan diri melalui aktivitas geraknya, permainan yang

dilakukannya pun dapat menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat.

21
Aip Syarifuddin dan Muhadi, op.cit., h. 135.
22
Ifa Hanifah Misbach, http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.PSIKOLOGI/197507292005012-
IFA HANIFAH MISBACH/LAPORAN PENELITIAN PERAN PERMAINAN TRADISIONAL
REVISI FINAL.pdf, diakses (25/3/2015)
24

Permainan kecil tanpa alat adalah suatu permainan anak-anak yang

mengutamakan unsur kegembiraan (menyenangkan) tanpa adanya peraturan

yang baku sehingga setiap anak selalu ingin berpartisipasi bersama

kelompoknya atau dengan individu lainnya. Di dalam permainan kecil tanpa

alat, siswa akan bergerak lari, melompat, merangkak, mendorong,

mengangkat dan sebagainya.23

Permainan Anak sering juga disebut permainan dasar atau permainan

sederhana (low-organized games), yaitu permainan yang berada di luar

wilayah permainan formal yang umumnya sudah berkembang karena adanya

peraturan baku serta organisasi yang mengelolanya, seperti sepak bola,

tenis, voli, dsb.24

Permainan anak tanpa alat merupakan aktivitas gerak yang tidak

memerlukan hadirnya alat agar permainan itu bisa berlangsung dan lebih

banyak memanfaatkan gerak lokomotor ke berbagai arah. Sehingga semakin

banyak kemampuan yang dibutuhkan untuk memperoleh keberhasilan dalam

memainkannya. Permainan tanpa alat, selain bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan gerak juga dapat membuat siswa bertanggung jawab dan

bekerja sama dengan teman maupun guru serta dapat memupuk rasa

23
Soemitro, Permainan Kecil (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992),
h. 9.
24
Agus Mahendra, Pembelajaran Senam: Pendekatan Pola Gerak Dominan.(Jakarta :
Depdiknas,2001), h. 2
25

sportivitas dalam proses pembelajaran. Contoh permainan kecil tanpa alat

adalah permainan gobak sodor dan permainan kucing dan tikus.

Berdasarkan pendapat-pendapat definisi permainan kecil tanpa alat di

atas maka dapat disimpulkan bahwa permaianan kecil tanpa alat adalah

suatu permainan anak-anak yang mengutamakan unsur kegembiraan

(menyenangkan) tanpa adanya peraturan yang baku sehingga setiap anak

selalu ingin berpartisipasi bersama kelompoknya atau dengan individu

lainnya. Di dalam permainan kecil tanpa alat, siswa akan bergerak lari,

melompat, merangkak, mendorong, mengangkat dan sebagainya.

a. Permainan Kucing dan Tikus

1. Kucing dan Tikus

Jumlah Pemain : Tidak Terbatas


Tempat : Halaman, Ruang Senam, dan Lapangan
Tujuan : Kemampuan mengejar dan menghindar dari bahaya
Alat : Tanpa Alat Susunan

Gambar 2.1
26

Cara bermain

Seluruh siswa dibariskan menjadi lima syaf dengan jarak antar siswa

satu rentangan tangan kiri-kanan dan depan belakang berpegangan tangan

membentuk lorong. Seluruh siswa menghadap satu arah. Guru menunjuk

satu orang siswa sebagai kucing (gambar bulat hitam) dan empat orang

lainnya sebagai tikus (gambar bulat putih). Kucing bertugas mengejar tikus,

dan harus menangkap dengan cara menyentuhnya. Tikus-tikus dapat

bergerak bebas di antara lorong-lorong yang ada untuk menghindari kejaran

Kucing. Pergerakan baik tikus maupun kucing, hanya boleh dilakukan pada

lorong yang tersedia, dan tidak boleh memotong jalur yang dihubungkan oleh

lengan-lengan yang berpegangan. Guru di sini berfungsi memberi aba-aba

kepada siswa, jika Guru membunyikan peluit satu kali siswa yang menjadi

lorong harus menghadap ke arah 90 derajat dan seterusnya bila pluit dua kali

siswa yang menjadi lorong berubah arah 180 derajat dan seterusnya.

Dengan demikian lorong yang dilalui tikus maupun kucing dapat berubah

terus menerus. Jika kucing berhasil menangkap tikus, peranannya berganti.

Kucing menjadi tikus, yang tikus menjadi kucing. Dan jika tikus berlari keluar

lorong dapat dikatakan tertangkap.


27

2. Membebaskan Tawanan

Jumlah Pemain :Tidak terbatas


Tempat : Ruang senam dan Lapangan
Tujuan : Ketangkasan
Alat : Tanpa alat Susunan

Gambar 2.2

Cara Bermain

Buatlah garis yang membagi ruangan menjadi dua buah serta garis

pembatas dengan kapur atau bahan lainnya yang tidak membahayakan

siswa. Guru menunjuk dua orang anak menjadi penjaga (bulatan hitam) dan

tiga/empat anak menjadi tentara (bulatan putih) . Tentara berbaris sejajar

menempati Ruang Kedua dekat garis pembatas, sedangkan Penjaga

menempati ruang kedua dekat dengan garis pemisah antara ruang pertama

dan kedua. Siswa yang lain sebagai tawanan (kotak putih) masuk kedalam

ruangan tahan yang paling besar. Setelah guru membunyikan pluit, maka

tentara berusaha membebaskan tawanan dengan membawa tawanan keluar

dari ruang kedua. Tentara dapat dikatakan selamat bila tidak tersentuh
28

tengah dan menjadi pengejar.

3. Membentuk kelompok

Jumlah Pemain : Tidak terbatas


Tempat : Halaman dan Lapangan
Tujuan : Melatih kecepatan reaksi dan bersosialisasi
Alat : Tanpa alat

Gambar 2.3

Cara bermain:

Seluruh siswa berada dalam ruangan atau lapangan dan berpencar di

sepanjang pinggir lapangan. Seluruh anak memulai permainan dengan

berlari secara acak, menyelap-nyelip di sekitar arena dengan gerakan

lokomotor tanpa saling bersentuhan. Tugas dari anak adalah mendengarkan

aba-aba guru sambil berlarian tadi, dan harus bereaksi sesuai dengan aba-

aba yang disebutkan guru. Ketika guru memberikan aba-aba dengan

menyebut angka, misalnya “2”, siswa diwajibkan membentuk kelompok

sebanyak angka yang disebutkan, sambil membentuk tugas gerak

sederhana, misalnya duduk berlunjur kaki, membentuk lingkaran, dll.

Demikian juga jika guru menyebut angka “5”, maka siswa pun harus

membentuk kelompok dengan jumlah anggota lima orang. Pada saat siswa
29

berusaha memenuhi tugas yang diminta guru, pada saat yang sama guru

harus berusaha mendorong anak-anak menyelesaikan tugasnya dengan

cepat dengan meneriakkan hitungan sebagai batas waktu yang

diperkenankan. Lalu bagaimana kalau ada kelomok yang tidak sesuai

jumlahnya dengan yang diminta guru? Atau mungkin juga ada kelompok

yang menyelesaikan tugasnya melebihi hitungan waktu yang diberikan guru,

apakah ada hukuman? Silahkan tentukan sendiri oleh guru.

4. Menjala Ikan I

Jumlah Pemain : Tidak terbatas


Tempat : Ruangan senam dan Lapangan
Alat : Tanpa alat
Tujuan : Kemampuan menangkap dan menghindar secepat mungkin

Gambar 2.4

Cara Bermain

Seluruh siswa bebas berdiri di mana saja secara menyebar di ruangan

yang telah diberi batas dan siswa tersebut berperan sebagai ikan. Guru

menunjuk tiga orang siswa untuk menjadi 'Jala', ketiga siswa yang menjadi

'Jala' kedua tangannya saling berpegangan sehingga membentuk lingkaran


30

seperti 'Jala'. Siswa yang lainnya berlari kesana-kemari dengan tujuan

menjauhkan diri dari 'Jala' dan siswa yang menjadi 'Jala" berusaha dapat

menangkap 'ikan. 'Ikan' yang tertangkap dapat keluar dari lapangan dan bila

jumlahnya sudah tiga maka dapat menjadi 'Jala', sehingga 'Jala' semakin

banyak. 'Ikan' yang berlari kesana-kemari tidak boleh keluar dari batas yang

telah ditentukan, jika keluar dari batas yang telah ditentukan dapat dikatakan

tertangkap. Demikian seterusnya hingga ikan tersebut habis dan 'ikan' yang

terakhir tertangkap dialah pemenangnya.

C. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan tentang meningkatkan kreativitas

gerak melalui permainan kecil tanpa alat diantaranya oleh Pratiwi yang

berjudul meningkatkan Kreativitas gerak siswa dalam pembelajaran

pendidikan jasmani melalui permainan kecil di kelas III SDN Tanah Tinggi 03

Pagi Jakarta Pusat.25 Dari hasil Hasil penelitian menunjukan data yang

diperoleh saat proses pembelajaran melalui permainan kecil pada siklus I

76% dan pada siklus II menjadi 100%. Hasil data pengamatan kreativitas

siswa 69% pada siklus I menjadi 82% pada siklus II. Dengan demikian

permainan kecil merupakan salah satu cara yang dapat meningkatkan

25
Pratiwi, Dini Indah, “Meningkatkan Kreativitas gerak siswa dalam pembelajaran pendidikan
jasmani melalui permainan kecil di kelas III SDN Tanah Tinggi 03 Pagi Jakarta Pusat”,
Skripsi. (Jakarta: FIP UNJ, 2014), h. 9
31

kreativitas siswa dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani. Hal tersebut

dibuktikan dengan adanya peningkatan persentase skor pencapaian pada

tiap siklusnya. Dari penelitian tersebut yang relevan, maka dapat diduga pula

bahwa penggunaan pendekatan bermain membawa dampak yang positif bagi

pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani.

Penelitian relevan lainnya mengenai kreativitas gerak juga pernah

dilakukan oleh mahasiswa PGSD FIP Universitas Negeri Jakarta, yaitu oleh

Raka Ismaya, pada tahun 2015 dengan judul penelitian “Meningkatkan

Kreativitas Gerak Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Melalui

Permainan Kecil (penelitian tindakan kelas di kelas III SDS Laboratorium

PGSD FIP UNJ Setiabudi Jakarta Selatan)”. Berdasarkan data hasil

penelitian Pada siklus I variabel kreativitas gerak siswa skor terendah 12 dan

tertinggi 16 dan jumlah skor keseluruhan adalah 232 yang artinya rata-rata

skor kelas mencapai 64%, ada 4 orang siswa yang mendapatkan skor diatas

75 dari yang ditargetkan 75% mendapatkan skor 75. Variabel kreativitas

gerak siswa pada siklus II menunjukan peningkatan dilihat dari jumlah skor

total perkelas mencapai 291 dengan persentase 81% jumlah siswa yang

memenuhi target ada 26 orang siswa dari target 75% yang mendapat nilai 75.

Sedangkan skor untuk permainan kecil pada siklus I adalah 76% dan

terjadi peningkatan di siklus II sebesar 24% menjadi 100%.

Mengkaji dari beberapa temuan penelitian dengan menggunkan

permainan kecil tanpa alat yang pernah dilakukan, maka peneliti tertarik
32

untuk melakukan PTK pada sekolah dasar dengan sama-sama menggunkan

permainan kecil tanpa alat. Selain dapat menambah wawasan tentang

permainan pendidikan jasmani yang dapat diterapkan di lapangan juga

diharapkan dapat meningkatkan kreativitas gerak dalam pendidikan jasmani

di kelas III SD.

D. Pengembangan Konseptual Perencanaan Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritis, dapat dikatakan bahwa kreativitas gerak

dalam pembelajaran pendidikan jasmani perlu ditingkatkan. Hal tersebut

dikarenakan manfaat peningkatan kreativitas gerak melalui permainan kucing

tikus yang dimodifikasi dapat bermanfaat bagi siswa, karena dalam

permainan tersebut terdapat unsur-unsur yang menyenangkan, kegembiraan,

kerjasama, sportivitas, dan rasa persatuan dan kesatuan dapat terjalin serta

siswa dapat aktif bergerak dan membuat siswa lebih kreatif dalam

menentukan gerak.

Anda mungkin juga menyukai