Anda di halaman 1dari 6

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

Masalah Sosial Budaya atau Adat Istiadat Pada Masa Kehamilan di wilayah Minang

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah ISBD

Dosen Pengampu : Liawati, S.S.T.,M.Kes.

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Halisa Dina Aulia F122006

Anisa Nurhidayanti F122009

Risma Fitriani F122014

Ervina Sumarna F122018

Rhiany Gita Anggraeni F122020

Risma Anjani Pratiwi F122022

Kelas A Tingkat 1

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN REGULER

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

2022 – 2023
PEMBAHASAN

1. Pendahuluan

Adat istiadat ialah bagian berasal kekayaan budaya suatu wilayah atau
bangsa. Tata cara norma ialah bentuk budaya yang mewakili adat, nilai, tradisi,
serta kebiasaan beserta berasal suatu wilayah. Umumnya, adat istiadat digunakan
buat memandu sikap serta perilaku warga tertentu.

Di Indonesia terdapat majemuk norma-norma yg masih berlaku. Norma adat


istiadat merupakan bagian asal ciri-ciri yg melekat secara turun temurun. Adat
istiadat ialah wujud sikap yang diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Bentuk norma adat adalah aktivitas, agama, atau upacara yang dilakukan secara
turun termurun. Pada pembahasan kali ini penulis akan membahas tentang “Adat
Istiadat Pada Masa kehamilan di wilayah Minang.”

2. Kehamilan

Ibu hamil adalah seorang wanita yang sedang mengandung yang dimulai dari
konsepsi sampai lahirnya janin. Kehamilan adalah waktu transisi, yaitu masa antara
kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan
kehidupan nanti setelah anak itu lahir (Ratnawati, 2020)

Kehamilan merupakan penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan


dilanjutkan dengan nidasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan menurut
kalender internasional. Maka, dapat disimpulkan bahwa kehamilan merupakan
bertemunya sel telur dan sperma di dalam atau diluar Rahim dan berakhir dengan
keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir (Yulaikhah, 2019).

3. Adat Istiadat Pada Masa Kehamilan Di Wilayah Minang


 Tradisi maanta tambun ini adalah tradisi adat Minang Kabau yang masih
ada sampai saat ini. Tradisi tersebut merupakan salah satu bentuk rasa
syukur atas seseorang pererempuan di Minang Kabau. Tradisi ini sesuai
dengan kebiasaan ibu hamil yaitu menyukai buah-buahan atau asam-
asaman. Pada saat maanta tambun pihak keluarga mertua membua anek
buah-buahan, makanan yang memiliki kandungan gizi seperti susu sapi
yang sudah difermentasi yang biasa disebut dadia. Dadia biasa dimakan
dengan emping (beras ketan yang sudah dikeringkan dan ditipiskan).
Maanta ditambun minimal dilakukan sebanyak satu kali selama masa
kehamilan. Namun, ada pula yang melakukan sebanyak dua kali yaitu
pada bulan ke empat dan ke tujuh.
 Tradisi mambubua atau lazim juga dikenal dengan tradisi malimau.
Tradisi ini juga terdapat pada wilayah Minang tradisi ini diperuntukan
kepada istri yang memasuki usia kehamilan tujuh bulan. Dalam
prosesnya, pihak mertua istri akan memasak berbagai jenis makanan,
menyiapkan segantang beras, serta kemudian mengantarkannya ke
tempat si istri bertempat tinggal.
Pihak mertua juga akan menyiapkan beberapa jenis kelengkapan
pengobatan tradisional, seperti limau kapas, bawang putih kunyit dan
sejenisnya yang nantinya akan diusapkan berulang kepada si istri. Tujuan
dari tradisi ini adalah untuk menghindarkan si isteri dari gangguan
mahluk halus. Tradisi ni mengajarkan pentingnya kebersamaan bahwa
janin yang dikandung si isteri merupakan milik dari dua buah keluarga
besar yang harus di perhatikan dan dijaga secara bersama.

4. Larangan-larangan pada saat Masa Kehamilan di wilayah Minang


 Urang hamil jan duduak di pintu, tasakang anak (orang hamil jangan
duduk di pintu susah melahirkan)
Ungkapan kepercayaan ini disebabkan oleh suatu larangan yang
berkaitan dengan padusi (perempuan) yang sedang mengandung,
kemudian pada mitos atau ungkapan larangan ini di jelaskan perempuan
yang sedang mengandung tidak boleh duduk di depan pintu, jika tetap di
lakukan makan penyebabnya ialah susah ketika mau melahirkan.
Makna yang terkandung dalam ungkapan larangan ini ialah sebenarnya
orang tidak boleh duduk di pintu, karena akan menghalangi orang yang
akan keluar masuk rumah. Ungkapan ini sebenarnya tidak hanya berlaku
ke orang yang hanya sedang mengandung saja, akan tetapi juga berlaku
untuk semua orang.
 Urang nganduang jan minum digaleh ratak, sumbiang bibi anak (orang
hamil tidak boleh minum dengan gelas retak nanti sumbing bibir anak)
Ungkapan larangan ini di karena kan dalam ungkapan tersebut adanya
penjelasan yang berkaitan dengan bayi yang sedang ada di dalam rahim
sang ibunya. Dimana jika ungkapan larangan ini di langgar atau sengaja
di kerjakan makan berakibat ke bayi yang akan di lahirkan menjadi
sumbing. Ungkapan ini terdapat penjelasan akibat yang akan terjadi jika
ibu hamil melanggarnya dan akibat itu akan membuatnya takut dan tidak
mau melakukannya karena akan berdampak ke anak yang akan lahir.
Makna dari ungkapan ini sendiri sebenarnya ialah ke semua orang, tidak
hanya ke ibu hamil saja yang tidak boleh minum di gelas yang retak,
karena itu dapat menyebatkan luka pada bibir, karena kaca yang sumbing
atau retak pada bagian atas sangat tajam dam bisa membuat bibir terluka.
 Urang nganduang lakinyo ndak buliah mambunuah ula, basisik kulik
anak beko (suami ibu hamil tidak boleh membunuh ular, nanti anaknya
bersisik )
Ungkapan ini menjelaskan suatu akibat yang akan terjadi ke anak yang
ada di dalam rahim ibu jika calon ayahnya tetap meanggar larangan ini,
akibatnya ialah kulit anak menjadi bersisik ketika akan dilahirkan.
Makna ungkapan ini sebenarnya ialah kita tidak boleh membunuh atau
mengganggu makhluk hidup lainnya tanpa alasan, makhluk hidup juga
punya hak untuk hidup, jadi manusia tidak boleh sembarangan
membunuh dan menganiaya binatang. Supaya tetap lestari dan tidak
punah.
 Urang nganduang ndak buliah makan sambia bajalan, paranyang anak
(orang hamil tidak boleh makan sambil berjalan nanti anaknya rewel)
Ungkapan ini adanya larangan untuk ibu hamil, supaya tidak makan
sambil berjalan karena anaknya akan menjadi nakal jika di lahirkan
kelak. Ungkapan ini ada uraian yang menjelaskan bahwa jika orang
hamil makan sambil berjalan atau berdiri maka akan berdampak kepada
anaknya ketika sudah lahir atau ketika masih bayi karena pada masa itu
bayi akan cenderung rewel dan nakal.
Makna yang ada pada ungkapan larangan ini ialah orang yang hami
tidak boleh makan sambil berjalan atau berdiri, karena orang makna
sambil berjalan atau berdiri terlihat kurang baik dan kurang beretika,
apalagi ibu yang sedang hamil bisa membahayakan bayi yang di
kandungnya, karena bisa saja ia terjatuh karena terlampau senang makan
sambil berjalan atau berdiri.
 Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak (Jangan mandi waktu senja nanti
disakiti hantu air)
Pada ungkapan inin terdapat kata mandi dan sanjo(senja) yang dimaksud
dalam ungkapan ini ialah menjelang mahgrib, fungsi ungkapan larangan
ini sendiri ialah sebagai penebal emosional keagamaan karena
pernyataan ini terlihat maksud dari ungkapan larangan tersebut
menyuruh masyarakat unutk lebih mendekatkan diri kepada allah dengan
cara tidak melakukan apapun pada waktu beribadah mau datang.
Makna yang terdapat pada ungkapan indak buliah mandi katiko sanjo
adalah pada saat waktu senja itu ialah waktu untuk sholat mahgrib dan
pun waktuj sholat mahgrib pun benar-benar singkat, selain itu mandi
pada waktu senja juga bisa merusak kesehatan kita.
 Jan malagu sadang mamasak dapek laki rando (jangan menyanyi saat
memasak nanti dapat suami duda)
Ungkapan yang ada ini ialah terdapat penjelasan berkaitan dengan
pekerjaan sehari-hari dalam hidup rumah tangga, pekerjaan yang
dimaksud ialah memasak.
Makna yang ada pada ungkapan larangan ini ialah terlihat adanya
maksud yang disampaikan oleh orang tua kepada anak-anak remaja
supaya selalu serius dalam melakukan suatu pekerjaan supaya mendapat
hasil yang lebih baik. Jika menyanyi sambil memasak itu bisa merusak
konsentrasi dan juga dapat mengakibatkan masakan yang dimasak
menjadi tidak enak.
 Jan basiua di malam hari, beko naiak ula (jangan bersiul pada malam
hari, nanti kedatangan ular)
Ungkapan larangan ini biasanya di serahkan kepada anak-anak atau
pemuda-pemudi di minangkabau, ungkapan ini memiliki maksud kalau
ketika malam hari di larang bersiul karna akan kedatangan ular, karna
bersiul dapat memanggil ular.
Makna ungkapan larangan ini adalah pelarangan bersiul dimalam hari
sendiri di maksud melarang mengganggu orang yang sedang beristirahat,
karna pada malam hari adalah waktunya orang beristirahat dikarenakan
melepaskan letih seharian bekerja, suara siulan sendiri merupakan bentuk
gangguan suara untuk orang yang sedang beristirahat, sedangkan maksud
dari kedatangan ular sendiri ialah bentuk ancaman agar anak-anak atau
pemuda-pemudi tidak melakukan apa yang dilarang.

Anda mungkin juga menyukai