Anda di halaman 1dari 9

IJTIHAD

SEBAGAI SUMBER HUKUM


YANG KETIGA

  

Disusun Oleh
Kelompok 5 :
1. ULFAN DERMAWAN
2. SAMSUL BAHRI
3. SYAIFULLAH
4. SULTAN SUDIRMAN
5. KIKI ENARTO
6. IRWANDI
7. WILDAN HADINATA
8. WAISAL QUARNIL

FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”IJTIHAD
SEBAGAI HUKUM ISLAM YANG KETIGA” ini. Makalah ini merupakan laporan yang
dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat
kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga,
para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh
kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga
penulis. Semoga segala bantuan, dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang
telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah Subhana wa Taala.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat bagi kita semua, khususnya bagi
penulis sendiri.

Kolaka, 23 November 2017

Tim penulis
DAFTAR ISI

BAB I

1.1   Latar Belakang……………………………………. 1

1.2   Rumusan Masalah……………………………….. 1

1.3   Tujuan……………………………………………… 1

BAB II

2.1   Pengertian Ijtihad…………………………………. 2

2.2   Kedudukan ijtihad dalam hukum islam………… 2

2.3   Bentuk atau macam ijtihad…………………….... 2

2.4   Syarat-syarat mujtahid…………………………… 3

BAB III

3.1   Kesimpulan………………………………………... 5

3.2   Saran………………………………………………. 5

DAFTAR PUSTAKA………………………………………. 6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, kita tahu bahwa hukum Islam adalah sistem hukum yang
bersumber dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep
yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum biasa.
Seperti lazim diartikan agama adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih
tinggi dan tidak bisa disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian
biasa hanya menyangkut soal keduniaan semata. Sedangkan Joseph Schacht
mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan
umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan ritual, politik
dan hukum.

Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu: Al-Qur’an dan Hadist,
namun ada juga yang disebut Ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga berfungsi
untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas ditetapkan dalam Al-Qur’an
maupun Hadist. Namun demikian, tidak boleh bertentangan dengan isi kandungan
Al-Quran dan Hadist.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Menjelaskan pengertian tentang Ijtihad

1.2.2 Bagaimana kedudukan ijtihad dalam hukum islam

1.2.3 Menjelaskan bentuk atau macam ijtihad

1.2.4 Menjelaskan syarat-syarat mujtahid

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian tentang Ijtihad

1.3.2 Untuk mengetahui kedudukan ijtihad dalam hukum Islam

1.3.3 Untuk mengetahui bentuk atau macam Ijtihad

1.3.4 Untuk mengetahui syarat-syarat Mujtahid

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijtihad

Kata Ijtihad berasal dari kata Ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti


mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa,
ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalm mencurahkan pikiran. Menurut istilah,
ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-
sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh karena itu, tidak disebut ijtihad
apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu pekerjaan. Secara terminologis,
berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari syariat melalui
metode tertentu.

2.2       Kedudukan ijtihad dalam hukum islam

Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah


yang bersifat Zhanny, yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam Al-Qur’an
maupun Hadist.

Tentang kedudukan Ijtihad terdapat dua golongan, yaitu:

Golongan 1:

Berpendapat bahwa, tiap-tiap mujtahid adalah benar dengan alasan karena


dalam masalah tersebut Allah tidak menentukan hukum tertentu sebelum
diIjtihadkan.

Golongan 2:

Berpendapat bahwa yang benar itu hanya satu, yaitu hasil ijtihad yang cocok
jangkauanya dengan hukum Allah, sedang bagi yang tidak cocok jangkauannya
maka dikategorikan salah.

2.3 Bentuk atau macam ijtihad

2.1.1 Ijmā

Kesepakatan para ulama mujtahid dalm memutuskan suatu perkara


atau hukum. Ijmā dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak
disebutkan secara khusus dalam kitab Al-Qur’an dan sunah.

2
2.1.2 Qiyās

Mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan


hukumnya dengan masalah lama yang pernah ada karena alasan yang
sama.

2.1.3 Mașlahah Mursalah

Merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan atas


pertimbangan kegunaan dan manfaatnya.

2.4 Syarat-syarat mujtahid

Orang-orang yang melakukan ijtihad, dinamakan mujtahid, dan harus


memenuhi beberapa syarat.

2.2.1 Mengarti bahasa Arab

Sebagaimana kita ketahui kedua dasar hukum islam menggunakan


bahasa Arab. Maka dari itu, seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa
Arab dalam rangka agar penguasaannya pada objek kajian lebih
mendalam.

2.2.2 Memahami tentang Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi


dasar hukum Islam. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus
mengetahui Al-Qur’an secara mendalam. Barangsiapa yang tidak
mengerti Al-Qur’an sudah tentu ia tidak mengerti syariat Islam secara
utuh. Mengerti Al-Qur’an tidak cukup dengan piawai membaca, tetapi
juga bisa melihat bagaimana Al-Qur’an memberi cakupan terhadap
ayat-ayat hukum.

 Mengetahui Asbab al-nuzul

Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu


syarat mengatahui Al-Qur’an secara komprehensif, bukan hanya
pada tataran teks tetapi juga akan mengetahui secara sosial-
psikologis.

  Mengetahui nasikh dan mansukh

Pada dasarnya hal ini bertujuan untuk menghindari agar jangan


sampai berdalih menguatkan suatu hukum dengan ayat yang
sebenarnya telah dinasikhkan dan tidak bisa dipergunakan untuk
dalil.

3
2.2.3 Mengerti tentang sunah

As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang


diriwayatkan dari Nabi SAW.

  Mengetahui ilmu Diroyah Hadist

Ilmu Diroyah menurut Al-Ghazali adalah mengetahui riwayat dan


memisahkan Hadist yang shahih dari yang rusak dan Hadist yang
bisa diterima dari Hadist yang ditolak.

 Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh

Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan


agar seorang mujtahid jangan sampai berpegang pada suatu
Hadist yang sudah jelas dihapus hukumnya dan tidak boleh
dipergunakan. Seperti Hadist yang membolehkan nikah mut’ah di
mana Hadist tersebut sudah dinasakh secara pasti oleh Hadist-
Hadist lain.

 Mengetahui Asbab Al-Wurud Hadist

Syarat ini sama dengan seorang Mujtahid yang seharusnya


menguasai Asbab Al-Nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi,
situasi, lokus, serta tempus Hadist tersebut ada.

2.2.4 Mengetahui hal-hal yang di Ijma’-kan dan yang di-Ikhtilaf-kan

Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah


disepakati oleh para ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa
yang bertentangan dengan hasil ijma’. Sebagaimana ia harus
mengetahui nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang
berseberangan dengan nash tersebut.

2.2.5 Mengetahui Ushul Fiqh

Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh Mujtahid adalah ilmu ushul fiqh,
yaitu suatu ilmu yang telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan
kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil istimbat hukum dari nash dan
mencocokkan cara pengambilan hukum yang tidak ada nash
hukumnya. Dalam ushul fiqh, mujtahid juga dituntut untuk memahami
qiyas sebagai modal pengambilan ketetapan hukum.

4
2.2.6 Mengetahui maksud-maksud hukum

Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat,


yang mana harus bersendikan pada kemaslahatan umat. Dalam arti
lain, melindungi dan memelihara kepentingan manusia.

2.2.7 Bersifat adil dan taqwa

Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh
Mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari
kepentingan politik dalam istimbat hukumnya.

2.2.8 Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya

Seorang Mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zamannya,


masyarakat, problemnya, aliran ideologinya, politiknya, agamanya dan
mengenal hubungan masyarakatnya dengan masyarakat lain serta
sejauh mana interaksi saling mempengaruhi antara masyarakat
tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan


berbagai metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang telah ditentukan untuk
menggali dan mengetahui hukum Islam untuk kemudian diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Tujuan ijtihad dilakukan adalah upaya pemenuhan
kebutuhan akan hukum karena permasalahan manusia semakin hari semakin
kompleks di mana membutuhkan hukum Islam sebagai solusi terhadap problematika
tersebut. Jenis-jenis ijtihad adalah ijma’, qiyas, dan maslahah mursalah.

3.2 Saran dan kritik

Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh
pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun
demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!

5
DAFTAR PUSTAKA

Djalil, H. A. Basiq (2010). Ilmu Ushul Fiqih 1 dan 2. Jakarta: Kencana.

Ilmy, Bachrul (2012). Pendidikan Agama Islam untuk Kelas X SMK. Bandung:
Grafindo Media Pratama.

Lismanto (2012). Makalah tentang Ijtihad. From file:///E:/agama/Makalah


%20Tentang%20Ijtihad.htm, 15 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai