A. Pengertian Desa Istilah desa berasal dari bahasa sansekerta “dhesi” yang artinya tanah lahir. Desa terbentuk dari kumpulan unit pemukiman kecil, yaitu kampung atau dusun. Desa juga dikenal dengan istilah lain sesuai dengan bahasa daerah masing-masing. Contohnya nagari di Sumatera Barat, huta di Suamtera Utara, wanus di Sulawesi Utara atau gampong di DI Aceh. Adapun pengertian desa menurut ahli antara lain. 1. R. Bintarto, desa merupakan perwujudan geografis yang disebabkan unsur fisiografis, sosial, ekonomi politik, dan budaya setempat dalam hubungan serta pengaruh timbal balik dengan daerah lain. 2. Daldjeni, desa dalam arti umum adalah pemukiman manusia yang letaknya di luar kota dan penduduknya berjiwa agraris. 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarkat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia B. Ciri Desa Suatu daerah dikatakan sebagai desa, karena memiliki beberapa ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di sekitarnya. Berdasarkan pengertian Dirjen Pembangunan Desa (Dirjen Bangdes), ciri-ciri desa yaitu sebagai berikut: 1. Perbandingan lahan dengan manusia (mand land ratio) cukup besar; 2. Lapangan kerja yang dominan ialah sektor pertanian (agraris); 3. Hubungan antarwarga desa masih sangat akrab; 4. Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku. Menurut pengertian lama, kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut. 1. Desa dan masyarakat memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan alam. 2. Iklim dan cuaca mempunyai pengaruh besar terhadap petani sehingga warga desa banyak tergantung pada perubahan musim. 3. Keluarga desa merupakan unit sosial dan unit kerja. 4. Jumlah penduduk dan luas wilayah desa tidak begitu besar. 5. Kegiatan ekonomi mayoritas agraris. 6. Masyarakat desa merupakan suatu paguyuban. 7. Proses sosial di desa umumnya berjalan lambat. 8. Warga desa pada umumnya berpendidikan rendah. Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama lain merupakan satu kesatuan. Adapun unsur-unsur tersebut menurut R. Bintarto (1977) antara lain: 1. Daerah, terdiri atas tanah-tanah produktif dan non produktif serta penggunaannya, lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat. 2. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan mata pencaharian penduduk. 3. Tata kehidupan, meliputi pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. C. Fungsi Desa Menurut Bintarto ada tiga fungsi desa. Ketiga fungsi desa tersebut antara lain: 1. Dalam hubungannya dengan kota, desa berfungsi sebagai hinterland atau daerah pendukung. Fungsinya adalah penyedia bahan makanan pokok, seperti padi, jagung, ketela dan makanan lain seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan makanan yang berasala dari sumber hewani. 2. Ditinjau dari segi potensi ekonomi, desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja produktif. 3. Dari segi kegiatan kerja, desa dapat berfungsi sebagai desa agraris, manufaktur, industri, nelayan, dan sebagianya. D. Struktur Keruangan Desa Pola pemukiman pedesaan sangat dipengaruhi oleh keadaan tanah, tata air topografi, ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di desa tersebut. Pola persebaran pemukiman berdasarkan bentang alam dibedakan menjadi, a. Pola Terpusat Pola pemiukiman seperti ini merupakan bentuk pola pemukiman berkelompok (aglomerasi). Pola pemukiman seperti ini banyak terdapat pada daerah yang memiliki tanah subur, daerah dengan relief yang relatif sama seperti pemukiman berada di dataran rendah dan perkebunan pada lereng-lereng gunung. Dari segi sosial pola ini tedapat pada daerah yang memiliki tingkat keamanan yang rendah sehingga masyarakat lebih merasa aman dengan berkelompok. b. Pola Tersebar Pola pemukiman seperti ini biasanya terdapat pada daerah di daerah pertaniannya (farm stead), pemukiman petani yang terpisah-pisah tetapi lengkap dengan fasilitas pertanian seperti gudang mesin pertanian, penggilingan, kandang ternak, penyimpanan hasil panen dan sebagainya. Pola pemukiman menyebar tidak banyak kita jumpai di Indonesia, umumnya terdapat di negara yang pertaniannya sudah maju. Pola seperti ini dapat dijumpai pada kondisi geografis tertentu, misalnya daerah banjir yang memisahkan permukiman satu sama lain, daerah dengan topografi kasar, sehingga rumah penduduk tersebar, serta daerah yang kondisi air tanah dangkal sehingga memungkinkan rumah penduduk dapat didirikan secara bebas. c. Pola Memanjang / Linier Bentuk permukiman seperti ini dapat dijumpai di dataran rendah. Pola memanjang memiliki ciri permukiman berupa deretan memanjang di kiri kanan jalan atau sungai yang digunakan untuk jalur transportasi, atau mengikuti garis pantai. Pola atau bentuk ini terbentuk karena penduduk bermaksud mendekati prasarana transportasi, atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan di sepanjang pinggiran pantai. Perkembangan desa linear apabila kemudian mengalami pemekaran, maka tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya akan berkembang menjadi permukiman baru. d. Pola Mengelilingi Pusat Fasilitas Tertentu Bentuk permukiman seperti ini umumnya dapat ditemukan di daerah dataran rendah, yang di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas umum yang dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan seharihari, misalnya mata air, waduk dan fasilitas lainnya. Arah perkembangan wilayah desa akan berkembang ke segala arah. E. Klasifikasi Desa Desa dapat diklasifikasikan berdasarkan luas wilayah, kepadatan penduduk, potensi desa yang domininan, kegiatan pokok yang menonjol, dan tingkat perkembangan Klasifikasi desa berdasarkan luas wilayah, yaitu: 1. Desa terkecil , luas wilayah < 2 km2 2. Desa kecil , luas wilayah 2 - 4 km2 3. Desa sedang , luas wilayah 4 - 6 km2 4. Desa besar, luas wilayah 6 - 8 km2 5. Desa terbesar , luas wilayah > 8 km2 Penduduk merupakan faktor utama suatu desa, berdasarkan kepadatan penduduk, desa dibagi menjadi : 1. Desa terkecil (< 100 jiwa/km2) 2. Desa kecil (100-500 jiwa/km2) 3. Desa sedang (500-1500 jiwa/km2) 4. Desa besar (1500-3000 jiwa/km2) 5. Desa terbesar (3000-4500 jiwa/km2) Berdasarkan potensi desa yang dominan, desa diklasifikasikan menjadi: 1. Desa nelayan 2. Desa persawahan 3. Desa perladangan 4. Desa desa perkebunan 5. Desa peternakan 6. Desa kerajinan (industri keci) 7. Desa industri besar 8. Desa jasa dan perdagangan Klasifikasi desa menurut Daldjoeni (1996) dibedakan berdasarkan kegiatan pokok atau kegiatan yang menonjol pada desa tersebut, yaitu: 1. Desa Agrobisnis, yaitu desa yang kegiatan penduduknya melakukan pengolahan dan distribusi hasil pertanian. 2. Desa Agro industry, yaitu desa yang pendudukan melakukan kegiatan pengolahan bahan-bahan hasil pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang langsung dikonsumsi 3. Desa Wisata, yaitu desa yang memiliki objek wisata sebagai komoditas ekonomi seperti pemandangan alam, wisata budaya dan wisata sejarah. 4. Desa Industri non-pertanian, yaitu desa yang penduduknya melakukan kegiatan industri seperti bahan tambang dan industri kerta Berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa, ada beberapa tipe desa yaitu desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada. 1. Desa swadaya (desa terbelakang) adalah suatu wilayah desa yang masyarakat sebagian besar memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali. Ciri-cirinya: a. Adminsitrasi belum dilaksanakan dengan baik b. Lembaga desa belum berfungsi dengan baik c. Tingkat pendidikan dan produktifitas masih rendah d. Sebagian besar kehidupan masyarakat bergantung kepada alam e. Hasil kegiatan penduduknya hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri 2. Desa swakarya (desa sedang berkembang), keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya. Masyarakat di desa ini sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain, di samping untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering. Ciri-cirinya: a. Lembaga sosial dan pemerintahan desa sudah mulai berfungsi b. Administrasi desa sudah mulai berjalan c. Adat istiadat sudah mulai longgar d. Mata pencaharian penduduk sudah mulai beragam e. Sudah melakukan interaksi dengan daerah lain f. Mobilisasi semakin terlihat 3. Desa swasembada (desa maju) adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnya untuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber dayanya sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik. Ciri-cirinya: a. Sarana dan prasarana desa sudah lengkap b. Pengelolaan administrasi sudah dilakukan dengan baik c. Pola pikir masyarakat sudah maju dan rasional d. Mata pencaharian penduduk sudah bergeser dari sektor pertanian ke sektor jasa dan perdagangan. F. Potensi Desa Potensi fisik desa antara lain meliputi: 1. Tanah, dalam artian sumber tambang dan mineral, sumber tanaman yang merupakan sumber mata pencaharian, bahan makanan, dan tempat tinggal. 2. Air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata airnya untuk irigasi, pertanian dan kebutuhan hidup sehari-hari. 3. Iklim, peranannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris. 4. Ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan, dan pendapatan. 5. Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial (potential man power) baik pengolah tanah dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota. Potensi nonfisik desa antara lain meliputi: 1. Masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian. 2. Lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat. 3. Aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran jalannya pemerintahan desa.