Anda di halaman 1dari 44

PERMUKIMAN PESISIR DAN KEPULAUAN

SHELL
KELOMPOK 1
LILI NATALIA PALULUN – D51115005

ANDI AYU NINGSI – D51116009

FARIZ HIDAYAT – D51116514

HENY VIOLITASARI – D51116515

ANDI DIAN ADELIA – D51116517

ST. AMALIYAH MUSTAFA KAMAL - D51116518

APRIANTO YUNUS SERU – D51116519

MURSYID HIDAYAT – D51116520


P Science,” diartikan sebagai “Human Settlements” yaitu hunian untuk manusia.
Sehingga permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sebagai
E tempat manusia hidup dan berkehidupan. Di dalamnya termasuk pengertian mengenai
hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan manusia

R dengan alam. Ilmu mengenai permukiman, bukan hanya mengenai manusia, alam,
jaringan, lindungan ataupun masyarakat. Kekuatan pembentuk suatu permukiman
antara lain oleh adanya kekuatan sosial, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, ideology
M dan lainnya (Doxiadis, 1967).

U Tujuannya adalah adanya keseimbangan antara


K elemen-elemen permukiman, agar terpenuhinya
kenyamanan dan keamanan bagi manusia.
I Menurut Doxiadis (1967), pemukiman
mempunyai lima elemen yang saling terkait dan
M bekerja bersama dalam suatu permukiman
yaitu manusia, alam, jaringan, lindungan dan
A masyarakat.

N 2
SUMBER : https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmm/article/view
PESISIR
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan
antara darat dan laut, ke arah darat wilayah
pesisir meliputi bagian daratan, baik kering
maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang
surut, angin laut dan perembesan air asin,
sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran
Defenisi dan batasan pantai (Triatmodjo, 1999) air tawar, maupun yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran
(Carlos, 2011)
SUMBER : http://digilib.unila.ac.id/1204/7/Bab%20II.pdf
SHELL
Shells atau ruang bangunan atau bangunan
gedung hingga kelompok yang mencapai skala
permukiman, kampung, kota, dan aglomerasi
fisik wilayah, tempat manusia tinggal. (Doxiadis)

Sarana shell:
- Perumahan
- Pelayanan Masyarakat (sekolah, rumah
sakit)
- Pertokoan dan pasar
- Fasilitas Rekreasi (teater, museum)
- Pusat Pemerintahan
- Pusat Pelayanan Informasi

SUMBER : http://digilib.unila.ac.id/1204/7/Bab%20II.pdf
POLA PERMUKIMAN PENDUDUK
Permukiman penduduk sangat tergantung pada keadaan alamnya
sehingga persebarannya di permukaan bumi berbeda-beda. Dilihat dari
bentuknya, pola atau peta persebaran permukiman menurut Bintarto
dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Bentuk Pemukiman Mengelilingi Fasilitas Tertentu


b. Bentuk Permukiman Memanjang Mengikuti Alur Sungai
c. Bentuk Permukiman Memanjang Mengikuti Jalur Jalan Raya
d. Bentuk Permukiman Memanjang Mengikuti Garis Pantai
e. Bentuk Permukiman Terpusat

SUMBER : http://www.kuttabku.com/2017/01.html
Bentuk Pemukiman Mengelilingi Bentuk Permukiman Terpusat
Fasilitas Tertentu
Bentuk permukiman yang memusat umumnya terdapat
di desa, yaitu pada wilayah pegunungan dan dihuni oleh
penduduk yang berasal dari satu keturunan yang sama.
Biasanya semua warga masyarakat di daerah itu adalah
keluarga atau kerabat. Dusun-dusun yang terdapat di
desa yang bentuknya terpusat biasanya sedikit, yaitu
sekitar 40 rumah.

Bentuk pemukiman ini berada di


dataran, mengolah dan memiliki
fasilitas umum berupa mata air,
waduk, danau, dan lain-lain

SUMBER : http://www.kuttabku.com/2017/01.html
Bentuk Permukiman Memanjang Bentuk Permukiman Memanjang
Mengikuti Jalur Jalan Raya Mengikuti Garis Pantai

Penyebaran permukimannya di kanan


kiri jalur jalan raya. Pada masa kini
manusia lebih senang memilih pola
mengikuti jalan raya.
Bentuk Permukiman Memanjang
Mengikuti Alur Sungai Permukiman ini umumnya berada di pesisir
Bentuk permukiman ini umumnya terdapat di laut. Penduduk di daerah ini sebagian besar
daerah/plain yang susunan desanya mengikuti jalur- bermata pencaharian di sektor perikanan.
jalur arah sungai.

SUMBER : http://www.kuttabku.com/2017/01.html
Pola Permukiman Desa

Pemilihan tempat tinggal pasti mencari lokasi yang


baik, strategis, aman, bebas banjir, warganya rukun,
dan lain-lain.
Seorang ahli sosiologi pedesaan bernama Pane H.
Landis mengemukakan tipe persebaran lokasi
pemukiman (desa) yang dibedakan sebagai berikut.
1. The Farum Village Type
2. The Arranged Isolated Farm Type
3. The Nebulous Farm Type
4. The Pure Isolated Type

SUMBER : https://www.siswapedia.com/pola-pemukiman-desa/
A. The Farum Village Type C. The Arranged Isolated Farm Type
Pola permukiman penduduk yang
Tipe desa yang penduduknya bermukim di
mengumpul dimana disekelilingnya
sepanjang jalan utama desa yang terpusat pada
terdapat lahan pertanian. pusat perdagangan dan lahan pertanian berada di
B. The Nebulous Farm Tupe sekitar permukiman.
Masing-masing unit keluarga terisolasi. Jarak antara
Tipe desa yang sebagian besar penduduknya
satu rumah dengan rumah yang lain tidak terlalu
tinggal bersama di suatu tempat dengan lahan jauh. Pola permukiman di sepanjang sungai dan
pertanian di sekitarnya. Sebagian kecil pantai merupakan contoh desa tipe ini.
penduduk tersebar di luar permukiman pokok. D. The Pure Isolated Type
Sebenarnya the nebulous farm sama dengan tipe Pola pemukiman desa yang berpencar-pencar
the farm village, tetapi karena terlalu padatnya dengan disertai lahan pertaniannya masing-masing.
permukiman itu, ada beberapa penduduk yang Penduduk pada desa ini akan berkumpul pada
terkumpul di luar permukiman pokok. sebuah pusat perdagangan.

SUMBER : https://www.siswapedia.com/pola-pemukiman-desa/
Pola Permukiman Kota
Kota merupakan tempat berlangsungnya semua kegiatan sehingga diperlukan
sarana dan prasarana yang memadai.
Adapun pola pemekaran kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai
berikut.
a. Pola Konsensus
b. Pola Sektoral
c. Pola Pusat Kegiatan Ganda

Oleh sebab itu, timbul sifat-sifat yang berbeda dengan permukiman


pedesaan. Sifat-sifat tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Penduduk kota adalah anonim, artinya satu dengan yang lain tidak saling
mengenal.
2. Sifat tidak peduli terhadap orang lain.
SUMBER : http://www.kuttabku.com/2017/01.html
a. Pola Konsensus
Pola ini awalnya berasal dari suatu tempat karena makin padat penghuninya lalu
berkembang ke daerah tepi atau pinggiran.
Perkembangan tersebut sebagai akibat semakin maraknya kegiatan di tempat tersebut.
Akhirnya, lokasi awal tersebut menjadi pusat bisnis dan wilayah sekitarnya menjadi
wilayah pendukung.
b. Pola Sektoral
Pola ini berkembang dari sektor kegiatan yang menjadi bagian dari suatu kota yang akan
berkembang. Perkembangan setiap sektor tersebut akan membawa dampak terhadap pola
keruangan di kota.
c. Pola Pusat Kegiatan Ganda
Pola seperti ini berkembang dari kondisi lingkungan yang berbeda. Masing-masing
lingkungan berkembang dan menjadi pusat kegiatan. Kota yang berkembang dengan pola
seperti ini biasanya kota yang berada di tepi pantai.

SUMBER : http://www.kuttabku.com/2017/01.html
Bentuk Pola Permukiman Pesisir
Pola permukiman memanjang / Linear
Bentuknya memanjang mengikuti bentuk jalan, sungai, atau garis pantai.

Pola permukiman memusat / Nucleated


Permukiman penduduk memusat mendekat sumber-sumber penghidupan mereka, seperti
permukiman mengitari/mendekati mata air. Penduduk yang tinggal di permukiman yang terpusat
biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan atau hubungan pekerjaan, sehingga pola ini akan
membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan mudah.

Pola permukiman menyebar / Dispersed


Pada daerah-daerah yang kandungan sumber daya alamnya terbatas, sering dijumpai pola
permukiman penduduk yang tersebar. Mata pencaharian penduduk umumnya berupa petani,
peternak, dan sebagainya. Penduduk yang tersebar ini biasanya juga membentuk unit-unit kecil. Unit-
unit tersebut merupakan rumah-rumah yang mengelompok dan terbentuk karena mendekati fasilitas
kehidupan, adanya masalah keamanan, atau karena sikap masyarakat yang berjiwa sosial tinggi.

SUMBER : https://arisudev.wordpress.com/2010/12/01/pola-permukiman-penduduk/
Bentuk Pola Permukiman Pesisir

• Pola
permukiman
memanjang /
Linear

• Pola
permukiman
memusat /
Nucleated

• Pola
permukiman
menyebar /
Dispersed SUMBER : https://arisudev.wordpress.com/2010/12/01/pola-permukiman-penduduk/
Pola Aliran Sungai

SUMBER : http://retnoosuci.blogspot.com/2013/03/pola-aliran-sungai.html
Daerah Sempadan Sungai
GARIS SEMPADAN SUNGAI (GSS) Pasal 7

• Untuk sungai besar tanpa


tanggul : daerah sempadan
sungainya adalah paling sedikit
berjarak 100 m dari tepi kanan dan
kiri palung sungai sepanjang aliran
sungai.
• Untuk sungai kecil tanpa
tanggul : daerah sempadan
sungainya adalah paling sedikit
berjarak 50 m dari tepi kanan dan
kiri palung sungai sepanjang aliran
sungai.
• Untuk sungai dengan tanggul :
daerah sempadan sungainya adalah
paling sedikit berjarak 5 m dari tepi
luar kaki tanggul sepanjang aliran
sungai. SUMBER : https://bangpohan.com/2016/10/03/menyoal-daerah-sempadan-sungai-di-perkebunan-kelapa-sawit/
Daerah Sempadan Pantai
GARIS SEMPADAN PANTAI
(GSPt)
Pasal 8
(2) GSB pada suatu pantai ditentukan
sebagai berikut :
a. Pada pulau induk GSPt adalah 100
(seratus) meter diukur dari garis
pasang
tertinggi ke arah darat;
b. Pada pulau kecil GSPt adalah 50
(lima puluh) meter diukur dari pasang
tertinggi ke arah darat;
c. Pada kawasan pembangunan padat
jarak GSPt ke arah bangunan diperkecil
menjadi 25 (dua puluh lima) meter dari
pasang tertinggi.

SUMBER : http://peraturan.go.id/inc/view/11e452bdb2ae80c098db313634353432.html /
Tata Bangunan
1. Bangunan Standar yang digunakan untuk luas denah bangunan yaitu 60% : 40%, yaitu 40% dari luas
kavling untuk luas denah bangunan dan 60% untuk ruang terbuka/ruang terbuka hijau. Kebutuhan
minimal luas hunian 9m²/orang. Standar jumlah penghuni rata-rata 5 jiwa/KK.

2. Bentuk Rumah

Bentuk rumah berdasarkan gaya arsitektur

a) Rumah Modern (Rumah Batu), rumah yang terbuat dari batu dan terletak di daratan.
b) Rumah Tradisional (Rumah Panggung), rumah yang terbuat dari kayu yang menyesuaikan dengan alam
dan terletak naik di atas air, di pasang surut dan daratan dengan lantai berada di atas permukaan
tanah/air (±2m).
c) Rumah Pengembangan, bangunan yang awalnya merupakan rumah panggung, namun mengalami
pergeseran bentuk dengan menggunakan bagian bawah sebagai ruangan yang dapat dipergunakan
untuk aktivitas tambahan
Tata Bangunan
2. Bentuk Rumah

Bentuk rumah berdasarkan hubungan atau keterikatan antar bangunan

a) Rumah Tunggal, rumah yang berdiri sendiri dalam persil, terpisah dengan rumah yang berada disebelahnya.

b) Rumah Deret/Kopel, rumah berpasangan (berhimpitan) biasanya satu atap dalam satu persil biasanya
maksimal 6 deret.

c) Rumah Susun, rumah bertingkat yang dibangun secara vertikal dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional.

3. Ketinggian Bangunan

Ketinggian bangunan adalah jarak lantai penuh suatu bangunan dihitung dari lantai dasar sampai dengan lantai
tertinggi. Tinggi puncak atap bangunan maksimal 12 meter. Standar ketinggian bangunan 3/2 dari GSB.
Tata Bangunan
4. Intensitas Bangunan

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), rasio/ perbandingan luas lantai dasar bangunan (LLDB) yang menutupi
permukaan lahan (land coverage) dengan luas persil bangunan (LPB). Batasan KDB dinyatakan dalam persen
(%). Koefisien Lantai Bangunan (KLB), angka persentase perbandingan jumlah seluruh luas lantai seluruh
bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.

b. Sempadan Bangunan, batas dinding bangunan terdepan pada suatu persil tanah. Rumah tinggal kecil dengan
luas rumah >90m². Sempadan muka minimal 3m. Jika garis sempadan bangunan belum ditentukan pemda
setempat, dapat diambil patokan minimal ½ lebar badan jalan ditambah 1m.

c. Samping terhadap batas pekarangan bagian samping. Rumah tinggal kecil dengan luas rumah >90m².
Sempadan samping min. 2m.

d. Garis Jarak bebas Belakang, garis batas bangunan yang boleh didirikan pada bagian belakang terhadap batas
pekarangan bagian belakang.

e. Jarak Antar rumah satu lantai minimal 4m. Jarak antar bangunan yang berbeda persil minimal 6m dan 3m
dengan batas persil. Jarak antar rumah yang cukup dapat mencegah perambatan api pada saat kebakaran dan
dapat mengalirkan udara segar ke dalam bangunan.
Tata Bangunan
5. Tata Letak Bangunan

a. Orientasi Bangunan, sesuatu yang menjadi dasar penduduk dalam menentukan arah bangunan yang diyakini
mendapatkan keberuntungan/kebaikan.

b. Perletakan bangunan, mengacu pada konsep tata bangunan yang baik dari segi kenyamanan penghuni.
Perletakan bangunan berdasarkan pada Building coverage yang menunjukkan perbandingan antara luasan
persil terbangun dengan luasan persil seluruhnya. Ketentuan kelayakan untuk sebuah hunian, BC maksimum
60% : 40%.

6. Jalan Permukiman

Suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan
pelengkap/perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas kendaraan, orang dan hewan. Jenis jalan pada
permukiman meliputi jalan lingkungan dan jalan setapak.

7. Fasilitas dan Sarana/Prasarana

Pendukung sebuah permukiman untuk memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
KASUS
SHELL 1
Kedua peta tersebut mengalami
beberapa perubahan pada letak
bentangan zona guna lahan
permukiman dan juga guna lahan
yang lainnya.
Zona guna lahan yang banyak
mengalami perubahan adalah luasan
permukiman daratan yang semakin
bertambah, akibat dari reklamasi yang
dilakukan dengan cara menimbun
area perairan.
Hal tersebut berakibat pada
perubahan posisi area transisi dan
jumlah luasan zona perairan.
Terminal pelabuhan dan juga
pelelangan ikan mengalami
perubahan pada jumlah luasan guna
Tahun 2000 Tahun 2010 lahannya.

KAWASAN PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI


PELABUHAN BAJOE KAB. BONE 22
KASUS
SHELL 2
Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar
dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya
-Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah-
• Tujuan Penelitian • Pembahasan dan
Hasil
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menemukan 1. Tahapan
karakteristik pola Perkembangan
permukiman tepian air dan Kawasan
unsur pembentuk
lingkungan permukiman 2. Struktur Pola
tersebut. Permukiman

• Metodologi Penelitian 3. Orientasi

Penelitian ini 4. Kepadatan


menggunakan metodologi Bangunan dan
kualitatif dengan Kualitas Bangunan
pendekatan rasionalistik.
Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung
Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya
-Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah-

1. Tahapan Perkembangan
Kawasan

Tahapan perkembangan kawasan


penelitian berawal dari pinggiran
sungai atau tepian air dan
perkembangan berikutnya
mengikuti sungai sebagai akses
transportasi.
Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung
Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya
-Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah-

2. Struktur Pola Permukiman

Pola permukiman di lokasi


penelitian ini membentuk pola
linear. Perkembangan
permukiman juga mengikuti
panjangnya aliran sungai tanpa
ada ekspansi ke arah daratan
yang lebih jauh. Sungai bagi
masyarakat setempat
mempunyai peran vital sebagai
jalur transportasi menuju daerah
lain sehingga mereka akan
mendekatkan hunian dengan
sungai.
Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung
Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya
-Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah-
3. Orientasi

Setiap bangunan yang


berada di tepian sungai
akan meletakan entrance
bangunan menghadap
sungai. Orientasi
bangunan terhadap sungai
diperkuat dengan adanya
jembatan (gertak) ke
arah sungai tempat
bersandar sampan
mereka. Gertak juga
difungsikan sebaai akses
sirkulasi bangunan ke
sungai atau antar
sirkulasi antar rumah.
Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar
dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya
-Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah-

4. Kepadatan Bangunan dan Kualitas


Bangunan

Kepadatan bangunan di lokasi


penelitian sangat rendah dengan jarak
antar bangunan cukup jauh.
Pengelompokan hunian hanya terdapat
pada pinggiran sungai sedangkan yang
mengarah pada daratan tidak terdapat
hunian. Konstuksi bangunan
menggunakan konstruksi kayu dengan
bentuk bangunan berupa panggung.
KASUS
SHELL 3
PERUBAHAN PERMUKIMAN SUKU BAJO DI KABUPATEN KEPULAUAN SULA PROVINSI
MALUKU UTARA
- Muh. Akbar Capalulu, J.D. Waani & Michael M. Rengkung -

Tahun 2010 Tahun 2015


Modernisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi disini sangat berpengaruh terhadap sosial budaya masyarakat
suku bajo dimana mereka telah menduplikasi budaya moderen yang di terapkan di wilayah daratan seperti bentuk
bangunan dan pekerjaan mereka yang sebagian berada di wilayah darat sehingga prilaku bermukim mereka
menjadi mengarah kewilayah darat sehingga pola berbukim masyarakat yang awalnya berada di atas laut sekarang
mengarah ke wilayah darat
30
SUMBER : file:///C:/Users/User/Downloads/11456-22872-1-SM.pdf
KASUS
SHELL 4
CONTOH KASUS PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI SINDULANG SATU
(SUMBER: JURNAL EKISTICS DALAM PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI SINDULANG SATU )

1. KONDISI RUMAH NELAYAN TRADISIONAL


Analisa Kondisi Fisik Rumah
dan Permukiman (shells) Salah satu sampel rumah nelayan tradisional yang
diambil oleh peneliti yaitu rumah keluarga nelayan bapak.
1. Penguasaan Tempat Tinggal Daniel Hoan (Kel.Hoan Karundeng) luas rumah pada
gambar ini adalah 6 x 5,25 = 31,5 m². Dilihat dari kondisi
Umumnya berasal dari pemberian
struktur konstruksi bangunan, permukiman nelayan
orang tua maupun yang dibeli tradisional yang ada di lingkungan satu ini cenderung
sendiri. menggunakan struktur-konstruksi non/semi permanen.

2. Kondisi Fisik Bangunan


a. Kondisi Bangunan Rumah 2. KONDISI RUMAH TINGGAL NELAYAN
Nelayan, 75% kondisi bangunan PROFESIONAL
rumah nelayan professional dalam
keadaan baik dan 53% kondisi Salah satu sampel rumah nelayan professional yang
diambil oleh peneliti yaitu rumah keluarga nelayan Bapak.
bangunan rumah tinggal nelayan
Yavet Laikun (Kel.Laikun) luas rumah pada gambar 105
tradisional dalam keadaan buruk. adalah 11.5m x 7m = 80,5 m². ketika melakukan observasi
b. kondisi bangunan tidak beraturan dilapangan dapat dilihat sebagian besar kondisi fisik
bangunan, fasilitas dan perlengkapan, serta kondisi
lingkungan mendapat perawatan dan pemeliharaan cukup
baik. Dilihat dari kondisi struktur konstruksi bangunan,
permukiman nelayan ini cenderung menggunakan
strukturkonstruksi bangunan permanen.
KASUS
SHELL 5
CONTOH KASUS PERMUKIMAN PESISIR PANTAI
STUDI PENGEMBANGAN DAN PENATAAN KAWASAN PANTAI
BAROMBONG KOTA MAKASSAR
Henny Haerany G Staf Pengajar Teknik PWK,
UIN Makassar
Henny_haerany@yahoo.com

• Kawasan pantai Barombong memiliki luas ± 160 Ha, dimana


penggunaan lahan belum dimanfaatkan sepenuhnya.
• Potensi Pantai Barombong yang sangat menjanjikan sebagai
salah satu objek pengembangan wisata di Kota Makassar dari
sudut pandang biofisik wilayah pesisir bukan merupakan
ekosistem yang berdiri sendiri, wilayah ini memiliki hubungan
fungsional dan dinamis dengan ekosistem darat dan laut lepas
pantai.
• Penentuan Zonasi Kawasan Pantai Barombong
Konsep dasar pengembangan kawasan pesisir
Barombong dilakukan dengan pendekatan kaidah-kaidah
normatif perencanaan tata ruang berdasarkan ukuran
kawasan yang dikembangkan. Berdasarkan pada potensi
Kawasan pesisir Barombong sebagai daerah kegiatan
Budidaya Perikanan, wisata, pendidikan dan olahraga,
kendala pembangunan yang masih terpusat dalam hal
pemerataan kegiatan, serta peluang pengembangan
kawasan pesisir Barombong maka dibagi dalam 3 (tiga) zona
kawasan.
• Penentuan Fungsi Kawasan Penelitian
Dari hasil analisis mengenai kepadatan penduduk,
kelengkapan fasilitas, selanjutnya dianalisis lebih lanjut
mengenai tingkat kekotaannya, maka dapat ditentukan orde-
orde pelayanan. Rencana struktur tata ruang pada kawasan
pesisir Barombong dan sekitarnya, yaitu dengan
menentukan hirarki dan fungsi pusat – pusat pelayanan.
KASUS
SHELL 6
METAFORA DESAIN RUMAH TINGGAL DI KAWASAN WISATA PESISIR PANTAI TANJUNG
BAYANG MAKASSAR

Imriyanti, Nurmaida Amri & Amalia Paramitha Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea – Makassar, 90245 Telp./Fax:
(0411) 586265/(0411) 587707 e-mail : imrianti@gmail.com

• Lokasi penelitian ini berada di sebelah barat


kota Makassar yaitu kawasan Tanjung Bayang,
kawasan ini merupakan penghubung kota
Makassar, Kab. Gowa dan Kab. Takalar yang
dikenal dengan nama Maminasata.

Kawasan Tanjung Bayang yang berada di


Kecamatan Mariso memiliki batasan-batasan:
Sebelah selatan : Sungai Je’neberang

Sebelah utara : Kecamatan


UjungPandang Sebelah timur : Kecamatan
Tamalate dan Kecamatan
Makassar Sebelah barat : Pantai
• Bentuk Rumah Tinggal Di Kawasan Pesisir Pantai Tanjung
Bayang

Rumah panggung dari etnis Makassar dibedakan


atas 3 bagian, yaitu bagian atap rumah (pammakkang)
sebagai area yang mewakili dunia atas/dewa, badan rumah
(kale balla) sebagai area beraktiftas bagi manusia/penghuni
rumah dan kolong rumah (siring) merupakan kaki rumah yang
dijadikan sebagai area kotor.

1. Bentuk Tradisional

Bentuk tradisional merupakan bentuk dasar


dimana masih mempertahankan tiga susun area yaitu
kaki, badan dan kepala dan rumah bentuk tradisional ini
langsung berorientasi dengan pantai. Difungsikan
sebagai tempat tinggal pemilik sekaligus
disewakan kepada pengunjung.
2. Bentuk Modern

Bentuk modern hanya di nampakkan pada bagian teras dan ketinggian rumah yang agak rendah, akan tetapi
bentuk panggung tetap di pertahankan karena rumah tersebut tetap berada di sekitar pantai Tanjung Bayang.
Rumah dalam bentuk ini juga difungsikan sebagai hunian oleh pemilik rumah sekaligus tempat menginap bagi
wisatawan yang datang secara berkelompok karena kawasan pantai Tanjung Bayang sering di jadikan sebagai
lokasi pelaksanaan kegiatan mahasiswa dan siswa sekolah di kota Makassar.

3. Bentuk Campuran

Bentuk campuran yaitu bentuk perpaduan tradisional dan


modern, hal ini biasanya di nampakkan pembangunan
ruang hunian pada bagian bawah atau kolong rumah yang di
fungsikan sebagai hunian pemilik rumah sedangkan induk
rumah di fungsikan sebagai ruang penginapan para
wisatawan.
• Pola Desain Rumah Tinggal Di Kawasan Pesisir Pantai Tanjung Bayang

Pembagian area pada desain rumah tinggal di kawasan pesisir


pantai Tanjung Bayang, juga terdiri dari area public, semi public, privat dan
service dan hal ini juga disesuaikan dengan bentuk rumah serta fungsi
rumah tersebut yang akan disewakan pada wisatawan yang datang secara
berkelompok, keluarga, maupun perorangan.

Kesamaan bentuk dan pola ruang rumah tradisional suku Makassar


dengan pola ruang rumah di kawasan pesisir pantai Tanjung Bayang di
pengaruhi oleh dekatnya lokasi dengan Kabupaten Gowa yang merupakan
daerah suku Makassar. Akan tetapi bila rumah tinggal masyarakat di
kawasan pesisir pantai Tanjung Bayang di sewa oleh wisatawan maka
penghuni rumah beralih ke tempat lain yang dekat dengan rumahnya yaitu
pondokan atau tenda yang didirikan secara non permanen.
KASUS
SHELL 7
Konsep Tata Bangunan pada Permukiman Padat di Kawasan Pesisir Pantai,
Studi Kelurahan Cambaya Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar
- Wiwik Wahidah Osman dan Amalia Paramitha -

• Metodologi Penelitian
Metode Penelitian ini membahas
secara kualitatif dalam kerangka
deskriptif. Lokasi penelitian di
Kelurahan Cambaya Kecamatan
Ujung Tanah Kota Makassar.
Batasan lokasi penelitian yakni
RW 2A, 3A, dan 4A yang memiliki
3 segmentasi yaitu perairan,
pasang surut dan perairan.
Seluruh rumah tinggal yang ada
di kawasan pesisir pantai
Kelurahan Cambaya Kecamatan
Tallo dipandang sebagai
populasi target.
Konsep Tata Bangunan pada Permukiman Padat di Kawasan Pesisir Pantai, Studi
Kelurahan Cambaya Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar
- Wiwik Wahidah Osman dan Amalia Paramitha -
KESIMPULAN • Luas kavling pada segmen perairan dan pasang surut tidak memenuhi
• Tata letak rumah tidak beraturan, tidak standar yaitu ˂ 60m².
mengikuti aturan sempadan jalan,
sempadan bangunan, sempadan samping • Kategori tingkat permanensi bangunan pada segmen daratan berupa
dan belakang serta jarak antar rumah. rumah permanen sedangkan pada pasang surut & perairan berupa
rumah semi permanen.
• Ketinggian bangunan rata-rata 7-14m.
• Bentuk rumah panggung dengan atap rumah menggunakan atap
• Orientasi bangunan menghadap jalan dan pelana.
perletakan bangunan di tengah persil.
• Keterikatan antar bangunan yaitu rumah kopel walaupun saling
• Jalan perumahan berpola offset. Kondisi berdempetan.
jalan tergolong baik pada segmentasi
daratan, sedangkan pasang surut dan • Karakteristik perumahan menunjukkan kualitas lingkungan di lokasi
perairan tergolong kurang baik/buruk. penelitian tergolong sangat kumuh (RW 2A dan RW 3A), sedangkan
pada RW 4A permukiman relatif tertata, terdapat penghijauan, dan
• Fasilitas dan sarana sudah mencukupi warga memiliki kesadaran lingkungan yang cukup baik sehingga
kebutuhan sebuah permukiman. Kondisi kualitas lingkungan tergolong kumuh sedang.
prasarana lingkungan tergolong kurang.

Anda mungkin juga menyukai