Anda di halaman 1dari 11

Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.

2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/ 10.33363/wk.v12i2.726

KOMPARASI ETIKA HEDONISME EPIKUROS


DENGAN FILSAFAT CĀRVĀKA

I Wayan Sunampan Putra


Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Abstrak
Manusia dalam hidupnya tidak pernah terlepas dari tujuan. Tujuan manusia begitu
kompleks hal ini tidak terlepas dari proses dari berpikir hingga pada titik berfilsafat.
Dalam memahami tujuannya, manusia pun berusaha untuk mencapai tujuannya tersebut.
Tujuan manusia secara etis adalah mencapai suatu kebahagian. Kebahgian disinipun
memiliki berbagi persepsi baik itu kesenangan, kenikmatan, serta kedamaian. Pada
tulisan ini berusaha menguraiakn mengenai pemikiran etis terkait tujuan hidup manusia
dengan mengkomparasi filsafat cārvāka dengan pemikiran hedonisme Epikurus. Kedua
pemikiran tersebut, memiliki suatu pandangan yang sama yakni konsep hedonisme atau
kesenangan yang dicari oleh manusia. Namun, selain kesamaannya juga ada
perbedaannya. Dimana, cārvāka merupakan filsafat yang bernuansa atheisme, artinya
tidak percaya keberadaan Tuhan dengan asumsi kenikmatan materi sebagi tujuan hidup
manusia. Berbeda dengan Epikuros bahwa manusia mencari kenikmatan juga bisa
diproleh dari aspek rohani, untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu dalam bentuk
kedamaian jiwa. Manfaat dari tulisan ini adalah bisa memberikan kontribusi bagi para
pembaca menegnai ajaran cārvāka dan pemikiran Epikuros terkait dengan aspek
hedonsime.
Kata Kunci : Komparasi, Cārvāka, Hedonisme Epikuros

I. PENDAHULUAN filsafat merupakan proses pencari


Manusia dalam hidupnya tidak realitas dengan berpikir secara
pernah terlepas dari proses berpikir. mendalam. Namun, tidak semua proses
Dengan cara berpikir maka manusia berfikir dikatan berfilsafat. Akan tetapi,
mengetahui tujuan ataupun orientasi berpikir berfilsafat harus sesuai dengan
hidupnya. Mengetahui juga apa tujuan dasar dan standar.
hidupnya, bagaimana cara menjalaani
hidup dan sebagainya. Berbeda dengan Dengan meminjam uraian
makluk hidup lainnya walaupun mereka Atmadja (2014: 21) bahawa tidak semua
hidup, namun belum bisa proses berpikir rasional itu disebut
mengembangkan pikirannya, dimana berfilsafat. Berfikir secara filsafat harus
hanya mengelola insting untuk memenuhi beberapa standar yakni;
beradaftasi dengan lingkungan bersifat secara radikal, mencari
hidupnya. Manusia sebagai makluk kebenaran atau kejelasan yang bersifat
berpikir maka diberi lebel sebagi homo esensial, dan menyangkut suatu realitas
sapiens. Denagn meminjam pendapata atas ide-ide dasar. Beranjak dari hal
Atmadja (2015: 63) bahwa manusia tersebut, maka berfikir rasional saja tidak
sebagai insan yang selalu berpikir dikatan berfilsafat apalagi berfikir yang
rasional, walaupun terkadang manusia irasional. Perkembangan filsafat di
juga berpikir yang irasional atau yang belahan dunia menyebabkan banyak
tidak masuk akal. Proses berpikir yang aliran filsafat yang muncul dengan masa
terus menerus dan mendalam juga perkembangan, serta tokoh-tokohnya
merupakan proses berfilsafat. Dimana dalam hal ini filsuf. Beberapa filsuf
41
Komparasi Etika Hedonisme Epikuros dengan Filsafat Cārvāka
I Wayan Sunampan Putra

memilik beberapa pandangan tentang sesuai dengan tingkat pengetahuan dan


realitas trutama di Barat seperti, kemampuan. Pengetahuan diisini sejauh
Idealisme, Materialisisme, Naturalisme, mana manusia mampu memandnag
dan sebagainya. Terkadang yang tujuan hidup itu, sedangkan kemampuan
menjadi menarik dalam adanya disini adalah seberapa besar mampu
perdebatan pada ranah filsafat terkait mencapai tujuan itu. Dalam agama
aspek realitas. Bagi kaum materialisi tujuan manusia untuk mencapai
maka materi adalah realitas yang kebahagian atau kesenangan, seperti
sesungguhnya, ini dikarenakan materi untuk mencapai surga. Surga
bisa ditangkap oleh panca indra atau bisa digambarkan sebagai tempat setelah
dikatakan nyata. Ada pula yang kematian yang penuh dengan
menyatakan bahwa realitas itu adalah ide kesenangan. Begitupun dalam dimensi
atau sesuatu yang imaterial. kehiduupan ini, manusia berusaha untuk
mencari kesenangan dalam hidup ini,
Berdebatan yang terjadi, dan kesenangan menjadi orientasi
memperlihatkan pada tataran ontologis hidupnya. Dalam filsafat pun manusia
tentang realitas itu sendiri. Bahkan, yang juga memiliki tujuan untuk mencapai
menjadi perdebatan panjang adalah kesenangan . Walaupun pada dasarnya
antara agama dan filsafat, keduanya filsafat tidak berhenti pada satu titik.
memikliki aspek ontologis yang berbeda, Namun, ada juga filsafat berusaha
epistemologi bahkan juga nantinya akan mencari kesenangan dalam hidup.
berpengaruh pada aspek Aksiologi.
Filsafat memandnaga realitas atas dasar Kesenangan dalam filsafat tidak
skeptis atau meragukan, sangsi terlepas dari paham materialisme yang
terhadapa realitas. Atas dasar keraguan memandnagn bahwa materi adalah
maka manusia (filsuf) berusaha untuk realitas yang sebenarnya. Sehingga,
mencari realitas yang sesungguhnya manusia berusahan untuk menikmati
dengan metode filsafat. Berbeda denagn materi, atau bahasa lainnya kesenangan
agama, agama akan memandangan didapat dari materi. Pemikiran yang
bahwa realitas yang dimaksud adalah berkembang dalam dunia barat biasa
benar adanya, menerima segala bentuk disebut dengan hedonisme. Paham
dotrin tanpa harus meragukan atau tentang kesenangan atau kenikmatan.
sangsi. Dari sinilah maka terjadi Dalam agama kesenangan atau
perdebatan antara agama dan filsafat. kenikmatan itu dicapai ketika manusia
Dari aspek tujuan pun juga berbeda, itu mati, karena dunia ini didominasi
dimana agama secara umum memiliki oleh aspek imateri atau spiritual. Dari
tujuan sesuai dengan penggambaran sini maka manusia berusaha didunia ini
kitab sucinya, seperti mencapai surga, untuk nantinya bisa mencapai
bertemu dengan Tuhan, bahakan kesenangan. Dari sini tujuan manusia
dikatakn juga menyatu dengan Tuhan. dapat disimpulkan, bhawa manusia
Sedangkan, filsafat memiliki tujuan berusaha untuk mencapai kebahagiaan
untuk mencari kebenaran yang entah itu di dunia maupun di akhirat. Di
sebenarnya. dunai artinya manusia mencari
kesenangan di dalam kehidupan ini
Antara Agama dan filsafat, dengan cara mengotimalkan panca indra
manusialah yang menjadi subyek yang pada obyek kesenangan. Sedangkan, di
memandnag tujuan hidupnya apakah dunia akhirat manusia akan menimati
dengan jalan filsafat atau agama. Tetapi, kesenangan yang sudah didiskripsikan
pada dasarnya manusia memiliki tujuan pada kitab suci entah itu neraka dan
hidup. Bahkan setiap manusia memiliki sebagainya.
beberapa tujuan yang berbeda-beda

42
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/ 10.33363/wk.v12i2.726

Pemikiran materilistis yang menderitaa. Bahkan, kenikmatan juga


memandnag materi adalah realitas, dan bisa dikatakan membawa penderitaan.
kesenangan atau kenikmatan memiliki
kaitan dengan materialistik secara umum Antara filsafat Cārvāka dengan
telah berkembang barat, atau bisa Hedonisme memiliki persepsi yang sama
dikatakan sebagai produk filsafat barat. terkait dengan tujuan hisup manusia,
Berbeda dengan yang timur, yang mana yaitu mencari nikmat. Akan tetapi,
filsafat timur lebih pada realitas. Akan sedikit berbeda dengan pandnagan
tetapi konsep materilstik yang cendrung Epikuros. Maka dalam tulisan ini
hedonisme juga ditemukan pada filsafat berusahan membandingkan kedua
timur. Salah satunya yaitu Filsafata pemikiran tersebut, baik pemikiran
cārvāka. Cārvāka yang merupakan filsafat Cārvāka dan pemikiran
salah satu filsafat India memandnag hedonisme menurus Epikuros. Dimana
bahwa materilah sebagai realitas. letak kesamaannya serta perbedannya.
Filsafat ini tidak percaya dengan jiwa Sehingga, nantinya bisa memberikan
ataupun Tuhan. Etikanya adalah, bahwa kontribusi pemahaman mengenai tujuan
tujuan manusia yaitu mencapai hidup manusia dalam dua perspektif.
kesenangan atau kenikmatan. Maka cara Beranjak dari uraian tersebut, maka
mencapai kesenangan adalah dengan tulisan Ini diberi Judul Komparasi etika
memperbanyak kenikmatan dan Hedonisme Epikuros dengan filsafat
meperkecil penderitaan. Dalam Cārvāka.
mencapai kebahagian atau kesenangan,
maka tidak bisa terlepas dari materi.
II. PEMBAHASAN
Karena materilah yang akan
2.1 Hedonisme Epikuros
memebrikan kesenangan atau
Hedonisme merupakan salah satu
kenikmatan.
paham yang berhubungan dengan
Pandanagn filsafat Cārvāka masalah moral. Meminjam uraian
memiliki kesamaAn ontologis dnegn Suseno (1987: 113) hedonisme
aliran materialisme barat, bahakan juga merupakan istilah yang berasal dari
sejalan dengan paham hedonisme yang bahasa Yunani yakni dari kata hedone
berorientasi pada kenikmatan. Namun yang berarti nikmat atau kegemiraan.
konsep hedonisme yang cendrung Hedonisme memiliki pandangan untuk
mencari kenikmatan sebanyak-banyanya sebuah tujuan yaitu kebahagiaan dengan
dan menjahui ketidak nikmatan. Agak cara hidup untuk menikmati. Orang akan
berbeda dengan pandnagn Epikuros menjadi bahagia dengan cara mencari
terhadap konsep hedonisme. Yang mana, kebahagiaan dengan cara mencari
hedonisme itu lebih berorientasi pada kesenangan sebanyak mungkin, serta
kepuasan, kenikmatan, kelesatan hidup. sedapat mungkin. Berusaha
Sedangkan Epikuros yang merupakan mengindarkan diri dari perasaan yang
salah filsuf Yunani memiliki pandangan tidak enak. Secara gambalangnya bahwa
yang berbeda mengenai kenikmatan. paham ini menyarankan untuk mencari
Kenikmatan yang ditekanakan adalah nikmat serta hindari perasaan yang
kenikmatan yang tidak membawa menyakitkan. Beranjak dari konsep
penderitaan. Ketika berbicara maslah tersebut maka hedonisme sejalan dengan
kenikmatan maka seakan-akan bersifat kehidupan pada saat ini, yang mana
terbatas, karena ketika kenikmatan manusia lebih cenderung untuk selalu
hilang maka kesenangan pun juga akan ingin menikmati kenikmatan duniawi
hilang dan nantinya bisa membuat yang bersifat materialistik. Karakteristik
yang cendrung materialistik seakan-akan
43
Komparasi Etika Hedonisme Epikuros dengan Filsafat Cārvāka
I Wayan Sunampan Putra

hedonisme lebih cendrung bersifat serta menjalin ikatan persahabatan yang


imoral karena lebih pada mencari sangat mendalam. Hidupnya sangat
kenimatan atau kesenangan atas sederhana dan dalam keadaan sakit
dorongan hawa nafsu (Putra, 2020) beratpun Epikuros masih bisa
menunjukkan ketenangan dan
Kebanyakan filosof hedonisme kegembiaraannya.
tidak menganjurkan untuk mengikuti
dorongan nafsu semata dalam mencari Tujuan hidup menurut Epikuros
kenikmatan, akan tetapi harus bijaksana adalah mencari keniikmatan dalam
dalam memenuhi keinginan, seimbang, hidup. Dengan meminjam pendapat
serta selalu dapat mengusai diri. Salah Hadiwijono (1980:56) bahwa tujuan
satu filosof yang memberikan hidupa adalah hedone, yaitu kenikmatan.
pandangannya tentang hedonisme adalah Hedonisme juga merupakan suatu paham
Epikuros. Walaupun paham hedonisme yang menekankan pada pencaian
sudah ada sebelum Epikuros yaitu pada kenikmatan. Secara umum hedonisme
pemikiran Aristipos murid dari dipandang sebagai paham yang
Sokrates. Pemikiran Aritipos berkaitan menekankan pada kenikmatan,
hal etis seperti pandangannya sesuatu kelesatan, atau kesenangan. Lebih
yang baik bagi manusia adalah jelasnya adalah suatu pemahaman untuk
kesenangan. Lebih jauh juga selalu mengejar kenikmatan atau
disampaikan, bahwa manusia akan kelesatan. Baik itu dari makanan, materi,
berusana untuk menjauhkan diri dari seksualitas dan sebagainya. Sikap
ketidak senangan. Kesenangan yang hedonis yang berkembang pada
lebih ditekankan adalah kesenangan dasaranya tidak terlepas dari keinginan
yang saat ini, tidak saat yang lalu atau untuk selalu mengkumsusmsi sesuatu.
disaat yang akan datang. Tetapi Dengan meminjam pendapat Atmadja
kesenangan itu saat yang sedang terjadi (2014: 96) bahwa dalam kehidupan
pada saat ini. Kesenangan itu birsifat moderent manusia cendrung bersifat
aktual (Bertens, 2007: 236). mengkumsumsi sesuatu sehingga
disebut konsumerisme. Slogan bagi
Kemudian lebih lanjut filosof kaum kumsumerisme adalah kehidupan
mengenai hedonisme yakni Epikuros. adalah mengkumsumsi dan
Epikuros merupakan salah satu filosof mengkumsusmsi adalah tanda bagi
(filsuf) Yuunani yang pemikirannya kehidupan. Beranjak dari hal tersebut,
menekankan pada aspek etika. Hal ini maka komsumerisme dan hedonisme
terlihat dari pemikirannya yang sarat memiliki suatu hubungan yang
dengan moralitas sebagai kualitas hidup bercirikan materialisme atau
manuisa. Epikuros lahir di Yunani kecendrungan untuk menikmati
disebuah kota yang dinamakan Samos. materialisame.
Pemikiran Epikuros yang menekankan
aspek moralitas tercermin dari Konsep hedonisme yang
keperibadiannya. Hal ini seperti yang dipahami umum pada dasarnya berbeda
diungkapkan Suseno (1987:64) bahwa dengan pandnagan Epikuros. Dalam
secara pribadi Epikuros sangat dihormati menikmati sesuatu, juga yang perlu
oleh murid-muridnya ini dikarenakan menjadi perhatian adalah
selain pemikirannya yang mendalam mengembangkan kebijaksanaan dalam
mengenai etika, akan tetapi juga mampu menjalani hidup. Biasanya, ketika tidak
menjadi pedoman dalam hidupnya yang bisa bijak dalam menjalani hidup, maka
direalisasikan dengan moralitasnya. disanalah manusia terjebak dalam
Epikuros dikenal sosok yang memiliki menikmati sesuatu karena dasar
kepribadian halus, luhur dan baik hati kenikmatan atau kesenanagan. Lebih

44
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/ 10.33363/wk.v12i2.726

lanjut disampaikan oleh Suseno kadang-kadang membiarkan kenikmatan


(1987:64-65) bahwa Epikuros itu berlalu jika ada kekuatiran bahwa,
menunjukkan bahwa manusia mesti kenikmatan tersebut akan
bersikap bijaksana terhadap segala mengakibatkan perasaan tidak enak yang
bentuk keinginan-keinginannya. Sesuatu lebih besar. Bahkan menilai banyak
yang diperhatikan adalah yang alami perasaan sakit lebih tinggi daripada
bukan yang aneh-aneh. Orang bijak akan kenikmatan-kenikmatan, yakni jika
hidup sedemikian rupa hingga ia sehat masa penderitaan yang agak lama akan
dan tenang jiwanya, karena pada disusul oleh kesenangan yang lebih besar
dasarnya manusia hanya memerlukan (Suseno, 1987:68). Kenikmatan yang
dua hal untuk hidup bahagia, yakni paling ditekankan oleh Epikuros adalah
kebebasan dari perasaan sakit badani dan kenikmatan yang tidak membawa
perasaan takut dan resah. penderitaan. Mengingat kenikmatan
terkadang berujung pada penderitaan
Penekanan hedonis menurut karen ketidakmapuan memahami
Epikuros bahwa hidup yang sedang kenikmatain dan hanya menikmati saja.
berlangsung senantaisa diintensifkan.
Segala bentuk energi agar tidak dikuras 2.2 Filsafat Cārvāka
dan dihabiskan untuk memikirkan dan
menikmati sesuatu yang tidak jelas. Filsafat Cārvāka merupakan
Prinsif hedonisme Epikuros tidak salah satu Flsafat India, dikatakan
sekedar untuk mengejar maksimalisasi sebagai filsafat India dikarenakan
segala bentuk kenikmatan akan tetapi filsafat ini berkembang dalam budaya
kenikmatan yang ditekankan adalah India. Secara garis besar Filsafat India
kenikmatan yang secukupnya saja. terbagai menjadi dua kelompok yakni
Hedonisme yang dimasud disisni bukan aliran filsafat ortodoks dan heterodoks.
seorang yang serakah atau rakus untuk Dengan meminjam uraian Mawinara
menikmati sesuatu, akan tetapi masih (2006: 5) sistem filsafat India dibagi
mempertimbangakn aspek pemilihan. menjadi dua kelompok besar yakni
Artinya, dalam menikmati sesuatu masih āstika (ortodoks) dan nāstika
memilih-milih mana yang seharusnya (hetorodoks). Kelompok pertama terdiri
dan mana yang tidak, maka disnilah dari enam sisitem filsafat utama yakni;
manusia perlu mengembangkan Mīmāṁsā, Vedānta, Sāṅkya, Yoga,
kebijaknsaannya. Kebebasan dari bentuk Nyāya dan Vaiśes̟ ika. Dikatakan aliran
gangguan hidup adalah tujuan hidup āstika atau ortodok karena meyakini
yang membahagiakan. Artinya manusia keberadaan Tuhan dan otoritas Tuhan.
perlu menekankan prinsif pengendalian Dalam pandnagan filsafat Ketuhanan
diri (Putra, 2020). bisa disebut dengan paham theisme.
Kemudian, kelompok yang kedua
Dengan pengendalian diri maka disebut dengan kelompok nāstika
manusia bisa memandang apa yang perlu (hetorodoks) antara lain; Cārvāka,
dinikmati dalam hidup. Nilai kenikmatan Baudha, dan Jaina. Ketiga cabang
merupakan nilai pertama dan alami, filsafat itu, dekelompokan ke dalam
artinya menikmati sesuatu adalah hal kelompok nāstika (hetorodoks)
yang dialami oleh manusia. Namun dikarenakan ketiganya tidak mengakui
dalam menikmati manusia harus bisa otoritas weda. Dan bisa dikatakan juga,
mengembangakn kebijaksanaan-nya. bahwa tidak percaya dengan adannya
Manusia dalam pandnagan Epikuros Tuhan, walaupun yang paling menonjol
tidak harus selalu tertarik pada setiap tidak mengakui Tuhan adalah filsafat
kenikmatan yang ada, akan tetapi
45
Komparasi Etika Hedonisme Epikuros dengan Filsafat Cārvāka
I Wayan Sunampan Putra

Cārvāka. Baudha dan Jaina masih materilistik kepada para dewa dan
meyaki ni adanya Tuhan. raksasa. Nah dari sini, bisa dilihat bahwa
dewa dan raksasa merupakan dua aspek
Cārvāka atau bisa disebut yang berdikotomi. Dua hal yang
carwaka merupakan salah satu aliran berlawan disini dilihat baik dan buruk,
filsafat India yang berkarakter dewa simbol baik, raksasa simbol buruk,
materailistik. Dari hal ini dewa sibulnya spritual, araksasa
memperlihatkan tidak hanya pada materliastik. Ajaran materialistik
filsafat barat saja ada peemikiran mungkin akan selaras dengan karakter
materialistik seperti pemikran Karl raksasa. Maka dalam ajaran agam Hindu
Marx, Hobbes dan tokoh lainnya. karakter raksasa biasanya disimbolan
Cārvāka meanggapan bahwa materilah karakter yang jahat pembawa
realitas yang sesungguhnya serta kehancuran.
menyangkal dengan keberadaan yang
bersifat non materi Tuahn atau jiwa. 2.2.1 Inti Ajaran Cārvāka
Dengan meminjam uraian Maswinara
(2006: 26) filsafat Cārvāka merupakan Karakteristik Filsafat cārvāka
istilah yang berkonotasi dengan terlihat dari pandangan melihat realitas,
materilistis. Iatilah kata cārvāka yang mana realitas sesunggunya adalah
memiliki banyak tafsir, ada berasumsi materi dan tidak menerima realitas yang
bahwa kata cārvāka merupakan nama diluar materi. Materi adalah satu-satunya
dari seorang tokoh yang bijak yang realitas. Hal ini ditekankan pada aspek
memperkenalkan sistem materialsme. kosmogoni/kosmologi tentang
Karena memperkenalkan sistem penciftaan alam, yang mana alam
materialisme maka tokoh tersebut terbentuk dari enpat dasar elemen yakni
disebut cārvāka. Lebih lanjut istilah tanah, api, air, dan udara. Berbeda
cārvāka merupan istilah yang dengan konsep penciptaan alam dalam
disematkan kepada seseorang yang agama Hindu yang biasa disebut dengan
cendrung bersifat materilistis yang Panca Maha Bhuta yakni; ether, udara,
diambil dari kata cārv yang artinya api, air, dan tanah (Mawinara (2006: 32).
makan, cāru yang artinya manis, vat Aspek yang menjadi pembeda adalah
yang artinya kata-kata. Ketiga hal keberadaan elemen ether (ruang
tersebut bisa disimpulkan bahwa tentang kosong). Hal ini dikarenakan ajaran
perkataan makanan yang manis dan cārvāka sangat menolok tentang
secara tersirat menonjolkaan suatu keberadaan sesuatu non materi. Ether
kelesatan atau kenikmatan. Dari sini atau ruang kosong merupakan elemen
terlihat, cārvāka menekankan untuk yang tidak tampak atau tidak bisa
menikmati makan, minum, dan menikah. dirasakan oleh panca indra. Terkait
Ketiga aspek itu merupakan suatu hal dengan dengan empat elemen penyusun
yang bersifat material. alam pada pandnagan cārvāka sejalan
dengan pemikiran Empedokles tentang
Terkait dengan siapa pendiri ajaran empat anasir. Dengan meminjam
ajaran cārvāka, seperti halnya aliran- uraian Bertens (1999: 67) bahwa realitas
aliran filsafat baik yang ada di Barat tersusun dari empat dasar yakni api,
ataupun di Timur pasti ada pendiri atau udara, air, dan tanah, serta menolak
tokoh dari sistem filafat. Mengenai tokoh keberadaan unsur ruang kosong karena
pendiri ajaran materilistis dalam hal ini lebih perpedoman pada panca Indra.
cārvāka maka Mawinara (2006: 26) Begitupula dengan ajaran cārvāka aspek
menguraikan bahwa tokonya adalah elemen alam.
Br̟ahaspati. Br̟ahaspati dikenal sebagai
gurunya para dewa menyebarkan ajaran Ajaran cārvāka juga tidak
mengenal adanya jiwa. Hal ini kebalikan
46
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/ 10.33363/wk.v12i2.726

dalam Filsafat Hindu yang mana jiwa materilah trealitas yang utama, maka
adalah realitas muntlak yang tidak bisa dipungkira selalau berkaitan
beriksistensi melalui badan (materi). dnegan kenikmatan, kelesatan seperti
Namun, dalam pandangan cārvāka tidak konsep hedonisme secara umum.
mengenal adanya jiwa. Yang
menyebabkan badan bisa hidup adalah 2.3 Komparasi Filsafat Cārvāka
sifat dari badab itu sendiri tidak dengan Hedonisme Epikuros
dipengaruhi oleh aspek non material.
Komparasi merupakan salah satu
Begitupula dengan pandangan tentang
metode yang digunakan dalam
keberadaan Tuhan. Dalam pandnagan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
umum terutama agama, bahwa segala
metode penelitian yakni dengan
yang ada merupakan ciptaan Tuhan.
membandingkan dua objek yang
Tuhan memiliki peran yang penting
berbeda, serta melihat hubunagnnya.
dalam kehidupan ini. Akan tetapi,
Dalam filsafat komparasi merupakan
konsep ini tidak berlaku pada pandanagn
cara membanding dua hal dan menarik
cārvāka. Sebab keberadaan Tuhan itu
suatu kesimpulan. Dengan meminjam
tidak diakui keberadaannya.
pendapat Kttsoff (2004: 32) komparasai
Dikarenakan juga, Tuhan itu bersifat non
merupakan bentuk membandingkan dua
materi. Sedangkan cārvāka memiliki
hal atau lebih yang dimana dari
prinsif keutamaan materi. Materi
persamaannya yang ada maka akan dapat
memiliki karakter yang khas ketika
disimpulkan. Penelitian komparasi
saling bertemuu maka akan terjadi
merupakan penelitian yang dilakukan
kehidupan. Dari hal ini maka cārvāka
untuk membandingkan suatu objek
tidak mengakui keberadaan Tuhan dan
penelitian, antara subjek yang berbeda
cendrung atehisme atau tidak percaya
atau waktu yang berbeda dan
dengan Tuhan.
menemukan hubungan sebab-akibatnya.
Ketidak percayaan pada aspek Metode komparasi adalah suatu metode
spiritual atau nom materi maka ajaran yang digunakan untuk membandingkan
cārvāka memiliki pandanagn etis data-data yang ditarik ke dalam konklusi
terhadap kehidupana ini. Dalam baru. Komparasi sendiri dari bahasa
pandangan Filsafat Hindu tujuan hidup inggris, yaitu compare, yang artinya
adalah mencapai kebahagain yang abadi membandingkan untuk menemukan
atau bersatunya jiwa dengan Brahman. persamaan dari kedua konsep atau lebih.
Berbeda hal dengan cārvāka, bahwa
Beranjak dari difinisi tersebut,
tujuan manusaia adalah untuk
maka komparasi disini adalah, mencoba
mendaptkan kesenangan sebanyak
membandingakan antara Filsafat
mungkin dan mengurangi penderitaan.
Cārvāka dengan pemikiran hedonisme
Dijelaskan bahwa, manusia tidak bisa
Epikuros. Kedua aspek tersebut
terlepas dari penderitaan, hanya saja
merupakan bentuk dari paham filsafat
mengurangi jumlah penderitaan dengan
dimana cārvāka merupakan pruduk
cara mencari kenikmatan sebanyak
filsaft timur sedangkan Hedonisme
mungkin. Berbeda halnya dengan
Epikuros praduk filsafat barat khususnya
pandangan Filsafat Hindu yang mana,
filsafat Yunani. Untuk melihat
kenikmatan itu akan membawa
perbedaan ataupun persamaan dari
penderitaan serta mempengaruhi kualitas
kedua filsafat tersebut, maka akan
jiwa. Kenikmatan identik dengan
ditinjau dari aspek teologis yakni tentang
materialistik. Hal ini dikarenakan juga
keberadaan Tuhan, serta apek etika.
bahwa Cārvāka hanya mengakui bahwa

47
Komparasi Etika Hedonisme Epikuros dengan Filsafat Cārvāka
I Wayan Sunampan Putra

Kemudian akan dicari benang merah segalanya atau disebut teosentris.


antar kedua pemikiran tersebut. Manusia dan alam berada dalam kendali
Tuhan. Pemikiran ateisme dalam
2.3.1 Aspek Teologis cārvāka, maka pemikkiran ini disebut
nāstika (hetorodoks) tidak percaya
Teologi merupakan salah satu
Tuhan dan tidak mengakui otoritas veda
studi tentang Tuhan. Dalam Kamus
sebagai kitab suci agama Hindu.
Filsafat disebutkan bahwa pengertian
teologi secara sederhana adalah suatu Beranjak dari konsep atheisme
studi mengenai pernyataan tentang Cārvāka yang tidak percaya akan Tuhan.
Tuhan dalam hubungannya dengan Maka, ajaran hedonisme Epikuros
dunia realitas. Teologi dalam bahasa sedikit berbeda dengan cārvāka terkait
Inggris (theology), dalam bahasa Yunani menyikapai aspek teologis. Walaupun
(theologia) berasal dari dua kata dari epikuros tidak menyebut gamblang
Theos yang berarti Tuhan, dan logos terkait dangan aspek Tuhan. Tetapi, ada
yang berarti ilmu (Bagus, 2000: 1090). beberapa pernyataan yang diungkapkan
Kemudian lebih lanjut Drewes (2015: menyinggung hal rohani, seperti
16) menguraikan istilah teologi sudah contohnya kenikmatan rohani. Lebih
dipakai oleh orang Yunani jauh sebelum jelasnya pada uaraian Bertens (2007:
munculnya agama Kristen untuk 237) dikatakan bahwa, manusia pada
menunjuk ilmu mengenai hal-hal Ilahi. dasarnya mencari kesenangan atau
Teologi berasal dari kata teo (theos) kenikmatan, akan tetapi ada kesenangan
merupakan istilah bahasa Yunani yang yang dicari melebihi tahap badani.
berarti Allah atau Ilah, sedangkan logi Kesenangan yang dicari adalah
(logos) telaah. Jadi, teologi yaitu telaah kebebasan dari rasa sakit, rasa nyeri
yang berkaitan dengan Allah atau Ilah. dalam badan serta keresahan pada jiwa.
Beranjak dari konspe tersebut, maka Dari sini sangat terlihat bahwa Epikuros
konsep ketuhanan akan dilihat dari berasumsi bahwa, manusia mencapai
kedua pemikiran ini antara Filsafat kesenangan melapau jiwa tidak hanya
Cārvāka dan edonisme Epikuros. bersifat materi atau badaniah. Badan
akan merasakan sakit. Sedangkan lawan
Secara tegas cārvāka tidak
dari badan adalah jiwa. Disini juga,
mengakui keberadaan Tuhan.
Epikuros percaya tentang jiwa berbeda
Mengingat cārvāka merupakan filsafat
halnya dengan cārvāka yang tidak
materilis yang memandang bahwa
percaya dengan jiwa.
materilah sebagai realitas yang
sebenaranya. Materi ini nyata bukan Lebih lanjut, Epikuros juga
sebuah angan-angan. Materi begitu menerangakn tentang konsep Ataraxia
nyata ditangkap oleh panca indra. yaitu tentang ketenangan jiwa atau jiwa
Terkait dengan Tuhan, yang dimana yang seimbang. Ketenagan jiwa bisa
Tuhan itu perlawanan dari materi. Tuhan didapat dengan cara berusaha melepas
adalah aspek spiritual. Oleh sebab itu, dari segala bentuk keinginan-
cārvāka tidak percaya akan Tuhan dan keinginagn. Karena kadangkala,
dikatkan filsafat atheis timur. Konsep keinginan itu bisa membawa penderitaan
filsafat Cārvāka tidak berbicara masalah seperti dalam konsep Filsafat Hindu
teologis. Namun hanya berbicara pada dikatakan bahwa, keinginan adalah
materi. Setiap materi memiliki karakter orentasi pada penderitaan. Maka, dari
masing-masing. Ketika mereka bertemu sini juga ditegaskan oleh Epikuros
maka akan menciftakan kehidupan. perlunya melakukan penegnadalaian
Berbeda dengan kaum teologis, yang diri. Antaraxia merupakan tujuan utama
mana kehidupan ini diciptakan oleh manusia yaitu ketenanagan jiwa. Dengan
Tuhan. Tuhanlah sebagai pusat
48
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/ 10.33363/wk.v12i2.726

antaraksia maka manusia akan bisa (1987: 15) secara historis etika sebagai
mengusir berbagai macam ketakutan usaha filsafat lahir dari keambrukan
(takut akan kematian, dewa-dewa dan tatanan moral dilingkungan kebudayaan
kematian) (Bertens, 2007: 237). Yunani 2500 tahun lalu. Karena
Beranjak dari hal tersebut, maka pnadnagn lama tentang baik dan buruk
Epikuros menyarankan bahwa manusia tidak lagi dipercayai, para pilosop
harus bisa mencapai ketenagan jiwa, kembali lagi menanyakan norma-norma
sehingga tidal lagi takut pada hal yang dasar bagi kelakukan manuisa.
gaib seperti kematian, para dewa, dan Begitupula pada masa saat ini, ketika
nasib). Biasanya rasa takut itu muncul adanya keambiguan mengenai ajaran
karena kecedrungan dari keterikatan moral. Apa yang bisa dijadikan dasar
pada kenikmatan materi, sehingga sesuatu dikatakan baik atau dikatakan
berusaha menjahui pada konsep yang tidak baik. Terkait dengan etika maka
non materi. Disini Epikuros menekankan tidak dipisahkan dengan istilah agama.
memandang dengan baik hal yang Etika secara fungsinya tidaklah bisa
bersifat non materi dengan melepas rasa mengganyikan agama, tetapi dilahin
takut, lepas dari rasa takut karena jiwa pihak etika juga tidak bertentangn
yang tanang. dengan agama, bahkan diperlukan. Ada
dua maslah dalam bidang moral agama
2.3.2 Aspek Etika yang tidak dapat dipecahkan dengan
metode etika. Yang pertama maslah
Etika selalu hadir dalam
interpretasi perintah moral dalam kitab
kehidupan manusia, karena manusia
suci (wahyu/sabda). Yang kedua tentang
bertindak berdasarkan etika-etika (Putra,
maslah moral yang baru yang tidak
2021). Dengan meminjam pendapat
dibahas dalam kitab suci (Putra, 2021).
Bertens (2007: 5) etika berasal dari
bahasa Yunani kuno yaitu ethos yang Beranjak dari hal tersebut, maka
dalam bentuk tunggal memiliki banyak etika dismpulkan sebagai penekanan
arti: tempat tinggal yang biasa, padang tentang tujuan manusia, dan bagaimana
rumput, kandang, kebiasaan, adat, mencapai tujuan itu. Dalam pandanagn
akhlak, watak, perasaan, sikap, cara cārvāka bahwa tujuan manusia itu
berpikir. Sedangkan ethos dalam bentuk adalah untuk mencari kenikmatan atau
jamak (ta etha) memiliki arti adat kelesatan. Kenikmatan merupakan
kebiasaan, jadi etika adalah ilmu tentang tujuan tertiggi manusia didunia ini.
apa yang biasa dilakukan atau ilmu Kegiatan yang baik atau sesuatu yang
tentang adat kebiasaan. Dari arti dikatakan baik adalah kegiatan yang
etimologinya tersebut, maka etika membawa kesenangan atau kenikmatan.
diartikan suatu kebiasan, kebiasaan juga Kegiatan yang buruk adalah kegitan
mengarah pakta karakter. Lebih lanjut yang membawa penderitaan. Artinya
juga disampaikan oleh Suseno, 1987: 14) yang baik itu adalah yang lebih banyak
etika merupakan pandangan kritis senanganya ketimbang penderitaannya.
mengenai ajaran moral. Berdasarkan Untuk mencapai tujuan itu maka
pengertian tersebut, maka etika manusia harus berusaha untuk mencari
merupakn suatu ilmu atau pandangan sebanyak-banyaknya kenikmatan dan
kritis terhadap masalah moral sehingga berusaha untuk memperkecil ketidak
disini etika itu memiliki cara pandang enakan atau penderitaan (Maswinara,
filsafat atau lebih sederhannya sebagai 2006: 26). Etika yang ditekankan disini
filsafat moral. Jika ditelusuri barang adalah bagaiman seseorang itu bisa
tentu etika itu memiliki sudut pandnag memuaskan diri dengan objek materi
istoris. Dengan meminjam uraian Suseno
49
Komparasi Etika Hedonisme Epikuros dengan Filsafat Cārvāka
I Wayan Sunampan Putra

seperti makanan atau minuman. Ketika tujuan hidup manusia, maka carwaka
manusia dalam keadaan senang nikmat, hanya mengakui 2 hal yakni kama dan
maka manusia itu dikatakan baik. harta sedangkan kalu Epikuros lebih
Konsep pemikiran cārvāka mengenai mendekati karena tidak
kenikmatan sejalan dengan hedonisme mengeampingkan aspek Dharma dan
psikologi. Dengan meminjam pendapat Moksa (Putra, 2020)
Suseno (1987: 115) bahwa hedonisme
psikologi berasumsi bahwa manusia III. KESIMPULAN
cendrung tertarik pada perasaan nikmat,
Berdasarkan uraian dalam
dan secara otomatis manusia cendrung
pembahasan tesebut, maka dapat
mengindari hal-hal yang tidak enak. Dari
disimpulakn bahwa ajaran cārvāka dan
hal ini maka cārvāka lebih dekat dengan
edonisme Epikuros membahas maslah
hedonisme psikologis.
etika. Filsafat Cārvāka merupakan
Terkait dengan etika cārvāka, bagian dari filsafat Indian yang disebut
maka Epikuros juga menekankan bahwa nāstika (ortodok) lebih berorientasi pada
tujuan manusia adalah Ataraxia yaitu materi. Realitas ini adalah materi tidak
tercapainyya jiwa yang damai dan mengakui keberadaan Tuhan. Manusia
melepas dari ketakutan. Antaraxia bisa pada dasarnya memiliki tujuan etis untuk
di capai dengan cara pengendalian diri. mencapai kesenangan dengan cara
Walaupun, dalam hidupnya manusia memasimalkan kesenangan dan
tidak terlepas dari kesenangan akan meminimalisir penderitaan. Konsep ini
tetapi kesenangn itu perlu dipahami lebih merupakan bnetuk hedonisme
dalam. Epikuros menganjurkan bahwa psikologis. Berbeda dengan Epikuros
manusia hendaknya lebih cendrung yang mengembangkan konsep
mencari kenikmatan yang bersifat hedonisme. Bahwa tidak dipungkiri
rohani. Kesenangan materi itu tujuan manausia adalah kesenangan
dipengaruhi juga oleh rasa sakit, tetapi manusia kiranya dapat mencapai
kegelisaan. Cara mencapai tujuan kesenangan dengan membuat jiwanya
manusia apa yang sebut Antaraxia damai. Untuk embuat jiwa yang damai
adalah dengan mengatur bentuk maka manusia perlu melakukan
keinginan. Manusia pada dasarnya pengenadalian diri. mengendalikan diri
memiliki tiga bentuk keinginan antar lain dari segala bentuk kenikmatan materi.
: keingiann alamiah yang perlu, seprti Jika dibandingkan keduanya, maka
makan, keinginan alamiah yang tidak dalam mencapai kesenangan bedanya
perlu seperti makanan yang enak, serta pada aspek ontologinya atau obyeknya.
keinginan yang sia-sia seperti Filsafat Cārvāka berasumsi bahwa
kekayaaan. Keinginan yang perlu adalah kesenangan itu dari materi sedangkan
keinginan yang pertama yaitu makanan, Epikurus dari yang bersifat rohani. Pada
tetapi pemenuhannya harus dibatasi. aspek epistemologinya juga, cārvāka
Dari sini Epikuros menawarkan hidup menekanakan pada pencapaian
sederhana. Beranjak dari hal tersebut, kenikmatan sebanyak mungkin
makan Filsafat Cārvāka dan hedinisme sedangkan epikuros berangagpan dengan
Epikuros pada dasarnya memiliki cara pengendalian diri pada kenikmatan.
orentasi yang sam yaitu mencapai
DAFTAR PUSTAKA
kesenangan. Tetapi cara dan bentuknya
Atmadja, Nengah Bawa & Ananta
yang berbeda. Cārvāka cendrung
Wikrama Tunggal Atmadja & Luh
materialis, sedangkan Epikuros lebih
Putu SriAriyani. 2015. Tajen di
non materi. Jika dikaitkan dengan Etika
Bali: Perspektif Homo Complexus.
Hindu yaitu ajaran Catur Purusa Arta
Denpasar: Pustaka Larasan
(Dharma, Arta, Kama, Moksa) tentang
50
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
E-ISSN : 2797-3603
DOI: https://doi.org/ 10.33363/wk.v12i2.726

Atmadja, Nengah Bawa. 2014.


Saraswati dan Ganesa sebagai
Simbol Paradigma
Interpretativisme dan Positivisme.
Denpasar: Pustaka Larasan.
Bagus, Lorens. 2000. Kamus Filsafat.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bertens, K. 1999. Sejaran Filsafat
Yunani. Yogyakarat: Kanisius.
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Drewes & Julianus Mojou. 2015. Apa Itu
Teologi? Jakarta: PT BBK Gunung
Mulia.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah
Filsafat Barat I. Yogyakarta:
Kanisius.
Kasttoff, Louis O. 2004. Pengantar
Filsafat. (terjemahan Soejono
Soemargono).Tiara Wacana
Yogya: Yogyakarata.
Magnis-Suseno, Franz. 1987. Etika
Dasar: Masalah-masalah Pokok
Filsafat Moral. Yogyakarta:
Kanisius.
Maswinara, I Nyoman. Sistem Filsafat
India. 1999. Surabaya: Paramita
Putra, I. W. (2020). Hedonisme Epikuros
dalam Perspektif Etika Hindu.
Sanjiwani: Jurnal Filsafat, 114-
125.
Putra, I. W. (2021). Implikasi Covid-19
Terhadap Nilai Kesusilaan
Persfektif Teologi Moral.
Sphatika: Jurnal Teologi, 38-48.
Putra, I. W. (2021). Teo Estetis Dalam
Ritual Tumpek Krulut Pada
Masyarakat Bali (Suatu Upaya
dalam Mewujudkan Etika Kasih
Sayang). JÃ±Ä nasiddhâ nta:
Jurnal Teologi Hindu, 56-65.

51

Anda mungkin juga menyukai