Anda di halaman 1dari 444

Program studi SARJANA KEPERAWATAN

MODUL BAHAN AJAR

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Penyusun:
MERIANI H, SKM., S.Kep., M.Biomed.

Dosen Pengajar

1. Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed.


2. Christina M., S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

TAHUN 2023
VISI DAN MISI UNIVERSITAS IMELDA MEDAN (UIM)

Visi

“Menjadi pusat ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan karakter


kewirausahaan yang mampu bersaing di tingkat perguruan tinggi LLDIKTI
Wilayah I pada Tahun 2024 dan di tingkat nasional pada tahun 2029”.

Misi

1. Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif sesuai Standar Nasional


Perguruan Tinggi (SNPT) dan KKNI, terintegrasi dengan hasil-hasil
penelitian dan pengabdian masyarakat terkini untuk menghasilkan lulusan
sesuai profil yang diharapkan

2. Melaksanakan penelitian ilmiah dan dipublikasikan secara nasional dan


internasional.

3. Melaksanakan pengabdian masyarakat yang terstruktur dan mengacu pada


hasil penelitian.

4. Membangun kerjasama produktif dengan berbagai institusi pendidikan dan


industri di Kota Medan, Sumatera Utara dan provinsi lainnya dalam
pelaksanaan praktek, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat.

Tujuan

1. Melaksanakan pengelolaan tridarma perguruan tinggi dengan sumber daya


manusia yang memiliki kemampuan profesional dalam bidangnya serta
keunggulan dalam soft skill kewirausahaan.
2. Menciptakan kualitas pembelajaran dengan program bermuatan soft skill
pengembangan karakter kewirausahaan dalam rangka menciptakan lulusan
profesional dan inovatif yang memiliki kompetensi akademik dan daya
saing.
3. Menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang bermutu sesuai dengan
standar kebutuhan dan perkembangan IPTEK

i
4. Menyelenggarakan pelaksanaan penelitian dosen dan mahasiswa guna
menghasilkan karya-karya inovatif yang bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberikan solusi permasalahan
stakeholder.
5. Menyelenggarakan pelaksanaan pengabdian masyarakat oleh dosen dan
mahasiswa yang bermanfaat secara nyata dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan bangsa.
6. Menyelenggarakan proses penjaminan mutu sesuai dengan standar internal
dan eksternal.
7. Menyelenggarakan layanan IT untuk mendorong inovasi program dan
layanan.
8. Menyelenggarakan pengembangan institusi dan penambahan program
studi baru sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan
stakeholder.
9. Menyelenggarakan kerjasama dan perluasan networking tingkat nasional.

Sasaran

1. Melaksanakan pengelolaan tridarma perguruan tinggi dengan sumber daya


manusia yang memiliki kemampuan profesional dalam bidangnya serta
keunggulan dalam soft skill kewirausahaan.
2. Menciptakan kualitas pembelajaran dengan program bermuatan soft skill
pengembangan karakter kewirausahaan dalam rangka menciptakan lulusan
profesional dan inovatif yang memiliki kompetensi akademik dan daya
saing.
3. Menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang bermutu sesuai dengan
standar kebutuhan dan perkembangan IPTEK
4. Menyelenggarakan pelaksanaan penelitian dosen dan mahasiswa guna
menghasilkan karya-karya inovatif yang bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberikan solusi permasalahan
stakeholder.

ii
5. Menyelenggarakan pelaksanaan pengabdian masyarakat oleh dosen dan
mahasiswa yang bermanfaat secara nyata dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan bangsa.
6. Menyelenggarakan proses penjaminan mutu sesuai dengan standar internal
dan eksternal.
7. Menyelenggarakan layanan IT untuk mendorong inovasi program dan
layanan.
8. Menyelenggarakan pengembangan institusi dan penambahan program
studi baru sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan
stakeholder.
9. Menyelenggarakan kerjasama dan perluasan networking tingkat nasional.

iii
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN

VISI

Visi: Menjadi Program Studi Yang Unggul Dibidang Keperawatan Dewasa Yang

Berkarakter Kewirausahaan Sehingga Mampu Bersaing Ditingkat Perguruan

Tinggi LLDIKTI Wilayah I Sumatera Utara Pada Tahun 2024 Dan Tingkat

Nasional Pada Tahun 2029

MISI

1. Menyelenggarakan pembelajaran efektif sesuai standart nasional perguruan

tinggi (SNPT) dan KKNI,untuk menghasilkan lulusan Ners professional

dalam pelayanan keperawatan dewasa yang berkarakter kewirausahaan .

2. Menyelenggarakan penelitian ilmiah dan publikasi ilmiah yang mampu

memberikan konstribusi kepada pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan pembangunan dalam bidang keperawatan dewasa.

3. Melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat dalam membantu

menyelesaikan masalah dibidang keperawatan dewasa berbasis hasil

penelitian.

4. Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun

masyarakat didalam maupun luar negeri dalam melaksananakan praktek,

penelitian, pengabdian masyarakat, pengembangan kurikulum dan berbagai

aktivitas lainya.

TUJUAN

1. Menghasilkan Ners yang profesional khususnya dalam pelayanan

iv
Keperawatan Dewasa serta penguatan dalam penggunaan teknologi modern
dan komunikasi interpersonal yang efisien, efektif dan optimal.
2. Menghasilkan penelitian yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan, dan pembangunan dalam
bidang keperawatan dewasa.
3. Menghasilkan kegiatan pengabdian masyarakat dibidang keperawatan yang
mendukung upaya peningkatan pendidikan masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat khususnya dalam keperawatan dewasa dengan menggunakan
teknologi modern yang diperoleh dari hasil penelitian serta mengandalkan
komunikasi interpersonal.
4. Menghasilkan kegiatan ilmiah seperti seminar, simposium, sarasehan, diskusi
panel, workshop, pelatihan, forum diskusi tim medis dan kegiatan lainnya
yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
mencari alternatif solusi berbagai permasalahan profesi baik ditingkat
nasional.
5. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun
masyarakat didalam dan luar negeri dalam rangka memberhasilkan
pelaksanaan berbagai kegiatan praktik, penelitian, pengabdian masyarakat,
pengembangan kurikulum, dan berbagai aktivitas lainnya.

SASARAN

1. Terciptanya Ners yang profesional khususnya dalam pelayanan Keperawatan


Dewasa serta penguatan dalam penggunaan teknologi modern dan komunikasi
interpersonal yang efisien, efektif dan optimal.
2. Terselenggaranya penelitian yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan, dan pembangunan dalam
bidang keperawatan dewasa.
3. Terlaksananya kegiatan pengabdian masyarakat dibidang keperawatan yang
mendukung upaya peningkatan pendidikan masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat khususnya dalam keperawatan dewasa dengan menggunakan
teknologi modern yang diperoleh dari hasil penelitian serta mengandalkan

v
komunikasi interpersonal.
4. Terlaksananya kegiatan ilmiah seperti seminar, simposium, sarasehan, diskusi
panel, workshop, pelatihan, forum diskusi tim medis dan kegiatan lainnya
yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
mencari alternatif solusi berbagai permasalahan profesi baik ditingkat
nasional.
5. Terciptanya kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun
masyarakat didalam dan luar negeri dalam rangka memberhasilkan
pelaksanaan berbagai kegiatan praktik, penelitian, pengabdian masyarakat,
pengembangan kurikulum, dan berbagai aktivitas lainnya.

vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dan tim dapat menyelesaikan
penyusunan Modul Cetak Bahan Ajar Keperawatan Komunitas II dengan
baik. Modul ini disusun sebagai salah satu bahan ajar yang diperuntukkan kepada
mahasiswa program studi Sarjana Keperawatan UIM khususnya pada semester
VI. Dengan adanya modul ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
mempelajari dan memahami materi-materi Keperawatan Komunitas II.
Modul Bahan Ajar Keperawatan Komunitas II ini disusun oleh tim
Keperawatan Komunitas II Universitas Imelda Medan (UIM) berdasarkan pada
Kurikulum Sarjana Keperawatan, dengan memperhatikan Capaian Pembelajaran
Lulusan (CPL) program studi dan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK).
Materi di dalam buku ini berisi bahan kajian yang dibutuhkan sesuai CPMK dan
kompetensi yang diajarkan kepada mahasiswa sebagai salah satu referensi
Keperawatan Komunitas II bagi Mahasiswa Keperawatan terutama dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Komunitas II, Selain itu, modul ini juga
memuat latihan atau tugas mahasiswa yaitu tugas terstruktur dan kegiatan mandiri
dengan petunjuk yang spesifik sehingga memudahkan mahasiswa belajar dengan
metode Student Centered Learning (SCL).
Tim Keperawatan Komunitas II telah berusaha dalam menyusun modul ini
sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan mahasiswa dengan sebaik mungkin.
Namun, penulis dan tim menyadari bahwa modul ini mungkin masih memiliki
kekurangan. Sehingga penulis dan tim mengharapkan adanya saran atau masukan
positif agar menjadi bahan pertimbangan untuk menyempurnakan modul bahan
ajar ini. Akhirnya, penulis dan tim berharap modul ini dapat digunakan oleh
mahasiswa dengan baik dan aktif sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
mahasiswa dalam memberikan Asuhan Keperawatan Komunitas II yang bermutu
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan kasus kesehatan
komunitas.
Medan, Februari 2023
Penyusun

Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………..
VISI DAN MISI UIM ………………………………………………... i
VISI DAN MISI PRODI S1 KEPERAWATAN ................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................... vii
DAFTAR ISI………………………………………………………… .. viii
GLOSARIUM ....................................................................................... xviii

BAB I ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


FOKUS PADA PROMOTIF……………………………… . 1
PENDAHULUAN ..................................................................................
A. Pengantar Pendahuluan ………………………………………….. 1
B. Deskripsi Materi ………………………………………………… 2
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan………………. 2
D. Uraian Materi……………………………………………………… 2
I. Defenisi Pengkajian keperawatan komunitas …………. ……. 3
II. Analisa data………………………………………………… 15
III. Diagnosa keperawatan komunitas …………………………….. 17
IV. Rencana asuhan keperawatan komunitas ……………………. 19
V. Implementasi …………………. ……… 26
VI. Evaluasi ……………………. ……………………… 27
VII. Promosi Kesehatan …………………………………… 32
Format Pengkajian Keperawatan Komunitas……………………….. 35
Rangkuman ........................................................................................... . 56
Tugas
1. Tugas Terstruktur ………………………………………… 57
2. Kegiatan Mandiri……………………………………………… 57
Daftar Pustaka……………………………………………………....... 58

BAB II : ASUHAN KEPERWATAN KOMUNITAS DI RUMAH ..


PENDAHULUAN……………………………………………….. 59
A. Pengantar Pendahuluan…………………………………….. 59

viii
B. Deskripsi Materi……………………………………………… 60
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan……………. 60
D. Uraian Materi……………………………………………….. 61
I. Defenisi Perawatan Di Rumah………………………… 61
II. Tujuan Dasar Dari Keperawatan Di Rumah………… 63
III. Manfaat Keperawatan Di Rumah……………………… 63
IV. Model Teori Keperawatan Yang Berkaitan Dengan
Perawatan Di Rumah…………………………………… 64
V. Kararakteristik Home Care…………………………… 68
VI. Ruang Lingkup Home Care…………………………… 69
VII. Keuntungan Home Care………………………………… 69
VIII. Tipe Aplikasi Teori Praktek Home care…………..…… 70
IX. Persyaratan Pasien Menerima Pelayanan Home Care… 71
X. Unsur Perawatan Kesehatan Di Rumah……………….. 73
XI. Mekanisme Perawatan Di Rumah……………………… 73
XII. Peran Dan Fungsi Perawat Kesehatan Di Rumah……… 74
XIII. Konsep Nusantara Sehat………………………………… 76
XIV. Konsep Kesehatan Pariwisata…………………………… 80
Rangkuman ………………………………………………………… 87
Tugas
1 Tugas Terstruktur ………………………………………… . 88
2 Kegiatan Mandiri……………………………………………. 88
Daftar Pustaka……………………………………………………… 90

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM


KOMUNITAS KESEHATAN SEKOLAH ………… 92
PENDAHULUAN………………………………………………… 92
A. Pengantar Pendahuluan…………………………………… 92
B. Deskripsi Materi……………………………………………. 93
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan………… 93
D. Uraian Materi…………………………………………….. 93

ix
Topik 1:
I. Defenisi ..........................……………………. 95
II. Tujuan Umum dan Khusus………………………… 96
III. Ruang Lingkup Kegiatan………………………………… 99
IV. Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah…………… 99
V. Sarasan UKS……………………………………… 100
VI. Kegiatan UKS…………………………………………….. 101
VII. Peran Perawat Kesehatan Sekolah………………… 102
VIII. Fungsi Perawat Sekolah……………………………. 103
IX. Tingkat Pencegahan Penyakit……………………………. 105

Topik 2: Asuhan Keperawatan Kesehatan Sekolah…………………. 107


I. Pengkajian……………………………………………. 108
II. Diagnosa Keperwatan………………………………… 109
III. Intervensi Keperwatan……………………………….. 109
IV. Implementasi…………………………………………… 111
V. Evaluasi……………………………………………….. 112
Rangkuman ........................................................................................... 112
Tugas……. ............................................................................................. 113
1.Tugas Terstruktur ………………………………………………. 113
2. Kegiatan Mandiri .............................................................................. 114
Daftar Pustaka…………………………………………………........... 115

BAB IV: ASUHAN KEPERWATAN PADA AGREGAT DALAM


KOMUNITAS KESEHATAN ANAK………………… 116
PENDAHULUAN…………………………………………………… 116
A. Pengantar Pendahuluan……………………………………. 116
B. Deskripsi Materi……………………………………………. 117
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan………….. 118
D. Uraian Materi………………………………………………. 118
I. Defenisi………………………………………………… 119.
II. Batasan Usia Anak……………………………………... 119

x
III. Karakteristik Pertumbuhan Dan Perkembangan Kes Anak……. 119
IV. Permasalahan Kesehatan anak…………………………. 123
V. Masalah Kesehatan Utama Anak………………………… 126
VI. Proses Keperawatan Komunitas Kesehatan
Agregat Anak……………………………………………….... 129
Rangkuman ........................................................................................... 132
Tugas ..................................................................................................... 132
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………. 133
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….. 133
Daftar Pustaka…………………………………………………. ........ 134

BAB V: ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM


KOMUNITAS KESEHATAN REMAJA ………………... 135
PENDAHULUAN……………………………………………………. 135
A. Pengantar Pendahuluan…………………………………….. 135
B. Deskripsi Materi……………………………………………... 136
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan…………… 136
D. Uraian Materi……………………………………………….. 137
I. Defenisi …………………………………………………… 138
II. Perubahan fisik Remaja…………………………………… 141
III. Reaksi Remaja terhadap menarche dan Spermache ……… 142
IV. Perkembangan Kognitif Remaja…………………………… 143
V. Psikososial Remaja………………………………………… 143
VI. Kehidupan Seksual Remaja………………………………... 144
VII. Remaja Dan Seks Pranikah………………………………… 144
VIII. Pendidikan Seksual Untuk Remaja………………………… 144
IX. Remaja Dalam Keluarga…………………………………… 145
X. Sebab-sebab Umum Pertentangan Remaja Dengan
Keluarga……………………………………………………... 147
XI. Konflik Remaja Dalam Keluarga………………………….. 149
XII. Pola Asuh Orang Tua……………………………………… 149
XIII. Penggunaan Dan Penyalahginaan Narkoba…………… 151

xi
XIV. Karakteristik Pecandu di Sekolah…………………………. 158
XV. Pengkajian Yang Berhubungan Dengan Anak Remaja… 160
Rangkuman ........................................................................................... 164
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………. ... 166
2. Kegiatan Mandiri .............................................................................. 166
Daftar Pustaka……………………………………………….. ……… 167

Bab VI: ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM


KOMUNITAS KESEHATAN IBU ………………………… 168
PENDAHULUAN…………………………………………………….. 168
A. Pengantar Pendahuluan……………………………………... 168
B. Deskripsi Materi……………………………………………... 169
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan…………… 169
D. Uraian Materi………………………………………………… 169
I. Pengertian ………………………………………………. 170
II. Faktor Yang Mengakibatkan Kesehatan Ibu Terganggu…… 170
III. .Tujuan Program Kesehtan Ibu Dan Anak……………… 171
IV. Target Program Kesehatan Ibu Dan Anak……………… 172
V. Kelompok Ibu Hamil, Bersalin dan Menyusui
Agregate Beresiko………………………………………. 172
VI. Program Pembangunan Kesehatan…………………….. 176
VII. Faktor-faktor Yang Melatar Belakangi Angka
Kematian Ibu……………………………………………… 177
VIII. Program Keluarga Berencana…………………………… 180
IX. Strategi Peningkatan Derajat Kesehatan Ibu…………… 181
X. Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Ibu…………….. 182
Rangkuman ........................................................................................... 186
Tugas ..................................................................................................... 187
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………. 187
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….. 187
Daftar Pustaka………………………………………………............... 188

xii
BAB VII: ASUHAN KEPERWATAN PADA AGREGAT DALAM
KOMUNITAS KESEHATAN LANSIA …………………. 189
PENDAHULUAN…………………………………………………… 189
A. Pengantar Pendahuluan……………………………………. 189
B. Deskripsi Materi……………………………………………. 190
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan………….. 190
D. Uraian Materi: …………………………………………….. 190
Topik I ……………………… …………………………. 194
I. Konsep Lanjut Usia ………………………………………. 192
II. Batasan Umur Lanjut Usia………………………………. 192
III. Tipe Lanjut Usia …………………………………………. 193
IV. Tugas Perkembangan Keluarga ……………………….. 193
V. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penuaan …………… 194
VI. Perubahan Sistem Tubuh Lansia………………………… 194
VII. Keadaan Lansia Di Indonesia……………………………. 197
VIII. Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kesehatan Lansia…… 198

Topik II: Asuhan keperawatan komunitas lansia……………… 200


I. Pengkajian Status fungsional, Status kognitif………………. 201
Skala depresi, ……………………………………………. 209
Keseimbangan ……………………………………………. 213
Risiko jatuh, ………………………………… ……… 221.
II. Diagnosa Keperawatan……………………………………… 227
III. Rencana/implementasi (pendidikan kesehatan, TAK,
direct care), Pemenuhan kebutuhan dasar lansia, ROM/mobilisasi/
ambulasi, Pemenuhan kebutuhan psikososial……………… 228
IV. Evaluasi………………………………………………….. 233
Rangkuman ........................................................................................... 234
Tugas ..................................................................................................... 233
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………. 235
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….. 235
Daftar Pustaka…………………………………………………........... 236

xiii
BAB VIII. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KOMUNITAS POPULASI
RENTAN, PENYAKIT MENTAL, KECACATAN,
DAN POPULASI TERLANTAR………………………… 237
PENDAHULUAN……………………………………………………. 237
A. Pengantar Pendahuluan……………………………………….. 237
B. Deskripsi Materi………………………………………………. 238
C. Kemampuan/ Tujuan Akhir Yang Diharapkan……………… 238
D. Uraian Materi…………………………………………………... 238
I. Defenisi Populasi Rentan ………………………………… 240
II. Macam-macam Populasi Rentan …………………………... 241
1) Anak Jalanan, ………………………………………….. 241
2) Area Bencana, …………………………………………. 245
3) Area Kerja (industri sederhana/rumah tangga),…………. 259
4) Masyarakat yang terisolasi ……………………………. 268
5) Area Rural………………………………………………. 275
III. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Kesehatan populasi Rentan…………………………………. 281
IV. Peran Perawat Komunitas Dalam
Menangani Populasi Rentan………………………………… 284
Rangkuman ........................................................................................... . 287
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………. ... 288
2. Kegiatan Mandiri .............................................................................. 289
Daftar Pustaka………………………………………………............... . 290

BAB IX: ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM


KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN
POPULASI PENYAKIT INFEKSI……………………… 291
PENDAHULUAN…………………………………………………….. 291
A. Pengantar Pendahuluan………………………………………….. 291
B. Deskripsi Materi………………………………………………….. 292
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan………………… 292
D. Uraian Materi…………………………………………………… 292

xiv
Topik 1. Konsep Dasar Penyakit Infeksi………..………………. 293
I. Defenisi .………………………………………………………. 293
II. Jenis Dan Penyebab Penyakit Infeksi ……………………….... 293
III. Mekanisme Penyebaran Penyakit Infeksi……………………… 294
IV. Pencegahan Infeksi………………………………………… 298
V. Contoh-contoh Penyakit Infeksi……………………………… 298

Topik 2: Asuhan Keperawatan Komunitas Dengan Masalah


Kesehatan Pada Penyakit Infeksi …………………….. 317
I. Pengkajian………………………………… ………….. 317
II. Diagnosis Keperawatan………………………………...... 325
III. Rencana Keperwatan………………………………………. 328
IV. Intervensi, Implementasi………………………………………… 328
V. Evaluasi…………………………………………………………. 329
Rangkuman ........................................................................................... 330
Tugas ..................................................................................................... 330
1. Tugas Terstruktur …………………………………………… 331
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………… 333
Daftar Pustaka ………………………………………………………. 332

BAB X: ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM


KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN
POPULASI PENYAKIT KRONIK………………………… 334
PENDAHULUAN …………………………………………………….. 334
A. Pengantar Pendahuluan……………………………………… 334
B. Deskripsi Materi……………………………………………… 335
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan……………. 335
D. Uraian Materi………………………………………………… 335
Topik 1: Konsep Dasar Penyakit Kronik. ..……………………… 336
I. Defenisi ..…………………………………………………….. 336
II. Sifat-sifat Penyakit Kronis .…………………………….. 336
III. Penyebab Penyakit Kronik…………………………………….. 337

xv
IV. Fase-fase Penyakit Kronik……………………………….. 337
V. Kategori penyakit kronik …………………………………… 338
VI. Cara Mencegah Penyakit Kronik ………………………….. 339
VII. Jenis Penyakit Kronis Yang Paling Umum………………… 339

Topik 2: Asuhan Keperawatan Komunitas Masalah


Kesehatan Pada Penyakit Kronik…………………… 374
I. Pengkajian .………………………………………………… 374
II. Diagnosa Keperawatan…………………………………............... 375
III. Tindakan Keperawatan…………………………………………….. 375
IV. Evaluasi…………………………………………………….. 377
Rangkuman …………………………………………………………… 377
Tugas ..................................................................................................... 379
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………. ... 379
2. Kegiatan Mandiri ………………………………………………… . 380
Daftar Pustaka…………………………………………………........... 381

BAB XI: ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MENGEMBANGKAN


TERAPI KOMPLEMENTER …………………………… 382
PENDAHULUAN……………………………………………………. 382
A. Pengantar Pendahuluan……………………………………….. 382
B. Deskripsi Materi………………………………………………. 383
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan…………… 383
D. Uraian Materi……………………………………………….. 384
Topik I: Terapi Komplementer
I. Defenisi Terapi Komplementer …………………………… 385
II. Jenis- jenis Terapi Komplementer ………...……………… 385
a. Mind body techniques : teknik relaksasi, imagery…………. 386
b. Body movement Therapy : senam/olahraga, ROM,
mobilisasi/ambulas…………………………………………… 388
c. Energetic-touch therapy : message sederhana………………. 389
d. Spiritual therapy…………………………………………….. 392
e. Nutritional/medicinal therapies (berdasar hasil riset)………. 395

xvi
f. Lifestye and disease prevention…………………………….. 397

Topik II:
I. Fokus Terapi Komplementer ………………………………. 400
II. Peran Perawat Dalam Terapi Komlementer…………… .. 403
III. Teknik Terapi Komplementer…………………………….. 404
IV. Landasan Teoritis…………………………………………. 405
Rangkuman ........................................................................................... 417
Tugas ..................................................................................................... .. 418
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………… 418
2. Kegiatan Mandiri ………………………………………………… 419
Daftar Pustaka…………………………………………………........... 420

xvii
GLOSARIUM
Adolesens : Remaja
Acupressure : Sebuah ilmu penyembuhan dengan menekan,
memijit,mengurut bagian dari tubuh untuk
mengaktifkan peredaran energi vital atau C
Agregate : Sekumpulan individu yang berinterasksi di
suatu daerah atau mempunyai karakteristik
khusus dan menjadi bagian dari masyarakat
(Stanhope & Lancaster, 2010
Ability : Mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya
Air Borne : Penularan melalui udara
Akupuntur : Teknik pengobatan Cina kuno dengan
menggunakan jarum yang sangat tipis untuk
merangsang titik tertentu di tubuh
APD : Alat pelindung diri
At Risk : Kelompok beresiko
Build Healthy Public : Buat kebijakan public yang sehat
Policy
Bias : Bulan imunisasi anak sekolah
Broken Home : Kondisi keluarga yang berantakan
Create Supportive : Ciptakan lingkungan yang mendukung
Environment
Disability Limitation : Membatasi kemungkinan cacat
Enabling, : Faktor yang memungkinkan atau yang
menfasilitasi perilaku atau tindakan, antara
lain: prasarana, sarana, ketersediaan sdm.
Contoh konkritnya, ketersediaan puskesmas,
ketersediaan tong sampah, adanya tempat olah
raga, dsb.
Health Promotion Peningkatan derajat kesehtan
Case Finding : Penemuan kasus

xviii
Care Provider : Pelaksana layanan keperawatan
Curation Of Disease : Perwatan/pengobatan penyakit
Core : Inti
Childrencentered : Pola asuh permisif
Disabilitas : Anak berkebutuhan khusus
Disability Limitation : Pembatasan cacat
Discharge Planning : Kelanjutann dari pemulangan
Develop Personal Skills : Kembangkan/tumbuhkan keterampilan pribadi
Development : Perkembangan
Early Diagnosis And : Diagnosis dini dan pengobatan segera
Prompt Treatment
Effect : Pengaruh penggunaannya
Elderly : Lanjut usia antara 60-74 tahun
Educator : Pendidikan
Empowerment : Pemberdayaan yaitu cara kerja untuk
memungkinkan seseorang untuk mendapatkan
kontrol lebih besar atas keputusan dan
tindakkan yang mempengaruhi kesehatan
mereka.
Equitable : Kesetaraan yaitu memastikan kesamaan atau
kesetaraan hasil yang di dapat oleh klien.
Five Level Of Prevention : Lima tingkatan pencegahan penyakit
Disease
Funduk : Pondok (bahasa Arab)
Food Borne : Makanan dan minuman adalah media perantara
yang cukup efektif untuk menyebarnya
mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui
saluran cerna.
Free-Sex : Sex bebas
Growth : Pertumbuhan
Gudiken : Gatal-gatal/scabies
Health Practice : Praktik kesehatan

xix
Health Knowl : Pengetahuan kesehatan
Health Attitude : Sikap terhadap kesehatan
Health Education In : Pendidikan kesehatan sekolah
School
Hipertropi : Sel mukosa membesar
Holistic : Menyeluruh yaitu memperhitungkan hal-hal
yang mempengaruhi kesehatan dan interaksi
dari dimensi
Home Care : Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan
dan komprehensif yang diberikan kepada
individu dan keluarga di tempat tinggal mereka
Hyperplasia : Kelenjar mucus bertambah banyak
Internally Displaced : Orang-orang yang terlantar
Persons (IDPs)
Intersectoral : Antar sektor yaitu bekerja dalam kemitraan
dengan instasi terkait lainnya atau organisasi
Indigenous People : Orang pribumi/penduduk asli
Kiropratik : Bidang ilmu kesehatan yang dapat
memperbaiki atau mengembalikan susunan
rangka tubuh
Kwarsiorkor : Tidak adanya cukup protein dan karbohidrat di
dalam diet sehingga menimbulkan perubahan
pigmen kulit, penurunan massa otot, diare,
kegagalan untuk mendapatkan kenaikan berat
badan dan tumbuh, kelelahan, perubahan
rambut (warna atau tekstur), infeksi meningkat
dan lebih parah karena sistem kekebalan tubuh
rusak, perut buncit, kelesuan atau apatis, ruam
(dermatitis), syok (tahap akhir) dan
pembengkakan (edema).
Levels Of Prevention : Tingkat pencegahan penyakit
Life Style : Gaya hidup

xx
Long Term Care : Perawatan jangka panjang
Marasmus : Gangguan pertumbuhan dan hilangnya lemak
dan otot di bawah kulit (atrofi)

Manager : Pengelola
Massage : Terapi pemijatan
MCK : Mandi cuci kakus
Middle age: : Usia pertengahan usia 45-59 tahun
Migrant Worker : Pekerja migran
Multi Strategy : Bekerja pada sejumlah strategi daerah seperti
program kebijakkan.
Nafza : Narkotik fsikotropika dan zat adiktif

National Minoritie : Kelompok minoritas

Occupational Health : Kesehtan kerja

Old : Lanjut usia 75-90 tahun

Over Confidence : Terlalu peraya diri

Over Dosis : Kelebihan dosis

Over Nutrition : Kelebihan gizi

Partisipative : Partisipasi yaitu dimana seseorang mengambil


bagian aktif dalam pengambilan keputusan
Parent Oriented : Pola asuh otoriter
PHBS : Perilaku hidup bersih dan sehat
Prevention Of Disease : Pencegahan penyakit
Primary Health Care : Pelayanan kesehatan dasar
Predisposing Factor : Faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,
Preventif : Pencegahan

xxi
Promotif : Peningkatan kesehatan
Personal Hygiene : Pemeliharaan dan peningkatan kebersihan diri
Rehabilitation : Pemulihan kesehatan
Refugees : Pengungsi
Riskesdas : Riset kesehtan dasar
Reorient Health Services : Orientasi ulang pelayanan kesehatan
Reiki : Jenis pengobatan alternatif yang
memaksimalkan sumber energi alami tubuh
untuk mempercepat proses penyembuhan
Researcher : Peneliti
Saliva : Air liur
Self Care : Perawatan diri sendiri
SAB : Sarana air bersih
SPAL : Saluran pembuangan air limbah
Secondary Prevention : Pencegahan sekunder
Skrining : Kegiatan penjaringan
Specific Protection : Perlindungan khusus
Strengthen Community : Perkuat kegiatan masyarakat
Action
Sustainable : Berkelanjutan yaitu memastikan bahwa hasil
dari kegiatan promosi kesehatan yang
berkelanjutan dalam jangka panjang
TFR : Totality fertility rate
Theurapetic Self Care : Tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri
Demand sendiri yang merupakan tindakan mandiri
Tertiary Prevention : Pencegahan tersier
Trias : Tiga program pokok
Undernutrition : Kekurangan gizi
Vehicle Borne : Media perantara penularan adalah
barang/bahan yang terkontaminasi seperti
peralatan makan, minum, alat-alat
bedah/kebidanan, peralatan laboratorium,

xxii
peralatan infus/transfusi
Vektor Borne : Media perantara adalah vektor (serangga) yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu
Water Borne : Penularan penyakit melalui air

Withdrawal Syndrome : Gejala bebas pengaruhnya


Willingness : Mau memelihara dan meningkatkan
kesehatannya

Weltanschauung : Falsafah hidup


Very old : Usia sangat tua >90 tahun

xxiii
BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS FOKUS PADA PROMOTIF
Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN

A. Pengantar Pendahuluan
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan
yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu dan berkesinambungan
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta
masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam
menentukan status kesehatan klien, mengisolasi perhatian dan masalah
kesehatan, mengembangkan rencana untuk memulihkan mereka, memulai
tindakan untuk melaksanakan rencana tersebut, dan akhirnya mengevaluasi
keadekuatan dari rencana dalam meningkatkan kesehatan dan pemecahan
masalah. Proses keperawatan mendefinisikan interaksi dan intervensi dengan
sistem klien, apakah sistem sebagai suatu individu, keluarga, kelompok, atau
komunitas.
Tahap-tahap proses keperawatan komunitas sama dengan tahap-tahap
proses keperawatan pada umumnya, yaitu dimulai dari tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Perawat
berupaya untuk merespon dan memenuhi kebutuhan komunitas. Komunitas
adalah klien.
Promosi kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat harus
memiliki prinsip, metode, media juga strategi dan akan diintervensikan ketika
dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarkat.Sehingga promosi
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dapat dimengerti masyarakat dan
ditampilkan dalam bentuk perubahan perilaku masyarakat yang lebih baik
dalam prilaku kesehatan.

1
Mengingat tugas kita sebagai tim medis adalah salah satunya
memperkenalkan bagaimana cara hidup sehat dengan masyarakat seperti
dijelaskan di dalam BAB 1 ini

B. Deskripsi Materi
Bab I ini disusun sedemikian rupa untuk membantu mahasiswa S1
Keperawatan semester VI dalam memahami materi kuliah Keperawatan
Komunitas dengan beban 2 sks teori, dan 1 sks praktik laboratorium (praktik
laboratoium akan dibahas khusus di dalam modul praktikum).
Sebagai bab awal di dalam modul ini, bab I menguraikan pokok
bahasan materi yang saling berkaitan satu sama lain yaitu: defenisi, tujuan
pokok promkes, lingkup promosi kesehatan, fungsi promosi kesehatan,
langkah-langkah promosi kesehatan, strategi promosi kesehatan, peran dan
fungsi perawat komunitas dalam promosi kesehatan, program promosi
kesehatan

C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan


Pembelajaran pada bab ini membantu mahasiswa untuk mencapai
kemampuan akhir yaitu menerapkan Proses Keperawatan Komunitas Fokus
Pada Promotif

D. Uraian Materi

I. Pengkajian keperawatan komunitas


II. Analisa data
III. Diagnosa keperawatan
IV. Rencana asuhan keperawatan komunitas focus pada promotif sesuai
masalah yang ditemukan
V. Implementasi
VI. Evaluasi
VII. Promosi kesehatan

2
I. Defenisi Pengkajian Keperawatan Komunitas
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan tahap pertama dalam
proses keperawatan komunitas. Perawat berupaya untuk mendapatkan
informasi atau data tentang kondisi kesehatan komunitas dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kesehatan komunitas. Dalam tahap pengkajian ini,
ada empat kegiatan yang dilakukan, yaitu pengumpulan data,
pengorganisasian data, validasi data, dan pendokumentasian data.
Pengkajian komunitas adalah untuk mengidentifikasi faktor & positif
dan negatif' yang berhubungan dengan kesehatan dalam rangka membangun
strategi untuk promosi kesehatan. dimana menurut model Betty Neuman
(Anderson and Mc Farlane, 2000)' yang dikaji meliputi demografi, populasi,
nilai keyakinan dan riwayat kesehatan individu yang dipengaruhi oleh
subsystem komunitas yang terdiri dari lingkungan fisik, perumahan,
pendidikan, keselamatan dan transportasi, politik pemerintahan, kesehatan,
pelayanan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi. Aspek-aspek tersebut
dikaji melalui pengamatan langsung, data statistik, angket dan wawancara.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi tentang kondisi
kesehatan dari klien. Dalam hal ini kesehatan komunitas. Proses
pengumpulan data harus dilakukan secara sistematik dan terus menerus
untuk mendapatkan data atau informasi yang signifikan yang
menggambarkan kondisi kesehatan komunitas.
a. Tipe data
Data dapat berupa data subjektif atau data objektif. Data subjektif biasa
dikaitkan sebagai keluhan. Di komunitas, data subjektif biasa terkait
dengan keluhan komunitas, misalnya terkait lingkungan yang tidak
nyaman secara fisik dan psikologis, perasaan tertekan, perasaan
ketakutan, dan sebagainya. Data subjektif meliputi, sensasi komunitas
terkait dengan perasaan, nilai-nilai, keyakinan, sikap dan persepsi
terhadap status kesehatan atau situasi kehidupannya.
Data objektif biasanya berkaitan dengan tanda-tanda yang dapat
dideteksi dengan pengamatan, dapat diukur atau diperiksa dengan

3
menggunakan standar. Informasi atau data diperoleh dengan
menggunakan indera penglihatan, pendengaran, dan sentuhan/peraba,
yang biasanya dilakukan melalui metode observasi dan pemeriksaan.
b. Sumber data
Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting
untuk diketahui, karena data yang dikumpulkan harus sesuai dengan
tujuannya, sebab bila terjadi kesalahan dalam sumber data, maka akan
mengakibatkan kesalahan dalam penarikan kesimpulan.
Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer atau data sekunder.
Dari sumber data, kita dapat mengetahui apakah data yang dikumpulkan
berupa data primer atau data sekunder. Untuk mengumpulkan data
primer komunitas, dapat dilakukan dengan cara survai epidemiologi,
pengamatan epidemiologi, dan penyaringan, sedangkan pengumpulan
data sekunder, sumber datanya dapat berupa seperti berikut.
1) Sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit, Puskesmas, atau
balai pengobatan.
2) Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Biro Pusat Statistik.
3) Absensi, sekolah, industri, dan perusahaan.
4) Secara internasional, data dapat diperoleh dari WHO, seperti
Population and vital Statistics report, population bulletin, dan
sebagainya
c. Metode pengumpulan data keperawatan komunitas
Pengumpulan data komunitas dapat dilakukan dengan teknik sebagai
berikut.
1) Wawancara.
Kegiatan ini merupakan proses interaksi atau komunikasi langsung
antara pewawancara dengan responden. Data yang dikumpulkan
bersifat:
a) fakta, misalnya umur, pendidikan, pekerjaan, penyakit yang pernah
diderita;

4
b) sikap, misalnya sikap terhadap pembuatan jamban keluarga, atau
keluarga berencana;
c) pendapat, misalnya pendapat tentang pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh perawat di Puskesmas;
d) keinginan, misalnya pelayanan kesehatan yang diinginkan;
e) pengalaman, misalnya pengalaman waktu terjadi wabah kolera yang
melanda daerah mereka.
(1) Keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh dalam pengumpulan data dengan
teknik wawancara, yaitu:
(a) jawaban diberikan oleh responden secara spontan hingga
jawabannya dapat dipercaya;
(b) dapat digunakan untuk menilai kebenaran dan keyakinan terhadap
jawaban yang diberikan;
(c) dapat membantu responden untuk mengingat kembali hal-hal yang
lupa;
(d) data yang diperoleh berupa data primer.
(2) Kerugian.
Kerugian dalam pengumpulan data dengan teknik wawancara, yaitu:
(a) membutuhkan waktu yang lama dengan biaya relatif besar;
(b) mudah menimbulkan bias yang disebabkan oleh pewawancara,
responden dan pertanyaan yang diajukan pada responden.
(3) Pedoman pelaksanaan wawancara
Pedoman pelaksanaan wawancara sangat dibutuhkan agar
pewawancara dapat melaksanakan tugas dengan baik. Secara garis
besar pedoman pelaksanaan wawancara dapat diuraikan sebagai
berikut.
(a) Pewawancara harus bersikap sopan santun, sabar dan dengan gaya
bahasa yang menarik, tetapi jelas dan sederhana agar dapat
dimengerti oleh responden.
(b) Dalam melakukan wawancara, hendaknya menggunakan bahasa
responden, karena dengan demikian pewawancara tidak dianggap

5
sebagai orang asing dan responden tidak merasa canggung atau
malu untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
(c) Pewawancara harus menciptakan suatu suasana psikologis yang
sedemikian rupa sehingga terjalin suatu kerja sama yang baik dan
saling mempercayai antara responden dan pewawancara.
(d) Suasana wawancara harus santai.
(e) Wawancara diawali dengan pertanyaan yang mudah dijawab, karena
biasanya pada awal wawancara, responden merasa tegang.
(f) Keadaan responden pada waktu wawancara harus diperhatikan,
misalnya saat responden sedang sibuk atau mendapat musibah
sebaiknya tidak dilakukan wawancara, tetapi tunda pada hari yang
lain.
(g) Jangan terkesan tergesa-gesa.
(4) Daftar pertanyaan
Daftar pertanyaan merupakan instrumen penting dalam
pengumpulan data. Lampiran ini berisikan tentang pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan kepada responden sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Tujuan dari daftar pertanyaan ini, adalah
agar tidak terdapat pertanyaan penting yang terlewatkan. Sebelum
menyusun daftar pertanyaan, hendaknya ditentukan dahulu
variabelvariabel yang hendak dicari, kemudian variabel tersebut
dijabarkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diukur. Misalnya,
variabel yang hendak dicari adalah pengetahuan responden tentang
kesehatan, maka diukur melalui tingkat pendidikan.
Dalam penyusunan daftar pertanyaan diawali dengan identitas
responden, kemudian baru masuk ke dalam materi yang akan
dicari. Dalam penyusunan ini diawali dengan pertanyaan yang
sederhana hingga dapat dengan mudah dijawab oleh responden.
Untuk menulis daftar pertanyaan yang diajukan hendaknya
memperhatikan halhal berikut.
(a) Pertanyaan harus singkat, jelas dan sederhana hingga mudah
dimengerti

6
oleh pewawancara maupun responden.
(b) Pertanyaan jangan menyinggung perasaan responden.
(c) Pertanyaan jangan menjurus pada jawaban yang dapat ditebak
sebelumnya.
(d) Pertanyaan hendaknya sedikit mungkin mengharuskan responden
untuk mengingat masa lalu, karena potensi untuk menimbulkan
bias.
(e) Pertanyaan sedapat mungkin tidak mengharuskan responden
menghitung.
(f) Pertanyaan harus mudah diingat oleh pewawancara.
(g) Bila perlu, berikan pertanyaan tambahan, misalnya pertanyaan
tentang kehamilan, kemudian ditambahkan dengan pertanyaan
tentang status marital.
(h) Pertanyaan jangan rancu.
(5) Tipe pertanyaan
Dalam mengumpulkan data, pertanyaan yang diajukan dapat
berupa dua bentuk pertanyaan.
(a) Pertanyaan Tertutup
Pada pertanyaan tertutup, jawaban responden dibatasi dan hanya
memilih jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan tertutup dapat
berupa, dikotom (hanya diberi jawaban ya atau tidak) dan pilihan
ganda. Pertanyaan dikotomi ini mempunyai keuntungan, yaitu
mudah dijawab dan mudah diolah, namun kerugiannya, yaitu data
yang diperoleh tidak mendalam dan sering jawabannya dipaksakan
tidak ada pilihan lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, sering
ditambahkan butir lain dalam pertanyaan (pilihan ganda), seperti
tidak tahu, ragu, tidak ingat, tidak mengerti, sering, kadang-kadang,
lain-lain, sebutkan (terbuka), misalnya:
1. Apakah putera ibu telah mendapat imunisasi lengkap?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak ingat

7
2. Apakah sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak?
a. PAM
b. Sumur gali
c. Sumur bor
d. Mata air
e. Lain-lain sebutkan……
3. Apakah air dimasak dahulu sebelum diminum?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan pertanyaan pilihan
ganda.
1. Keuntungan
Pertanyaan pilihan ganda mempunyai keuntungan, yaitu data
yang
diperoleh lebih luas, responden mempunyai kesempatan untuk
memilih yang lebih luas, dan pengolahan data tidak sulit.
2. Kerugian
Kelemahan dalam pertanyaan pilihan ganda adalah bila
pertanyaan
terlalu banyak akan membingungkan responden dan jawaban
dapat
lebih dari satu. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut, butir pertanyaan jangan
terlalu banyak dan pertanyaan ditujukan pada yang utama atau
biasa. Misalnya, pertanyaan tentang sumber air minum diubah
menjadi? Apakah sumber air minum yang biasa Anda gunakan?
(b) Pertanyaan Terbuka
Pada pertanyaan terbuka, jawaban responden harus dicatat kata
demi kata untuk menghindari bias yang dilakukan pewawancara.
Oleh karena itu, jawaban harus direkam Pertanyaan terbuka

8
biasanya digunakan untuk memperoleh data tentang, pendapat,
saran, persepsi, dan proses. Misalnya: Bagaimana pendapat ibu
tentang keberadaan perawat di desa? Mengapa? Apakah saran ibu
untuk memperbaiki lingkungan di desa ini? Mengapa? Dapatkah
Anda menceritakan awal terjadinya wabah diare di daerah ini?
1. Keuntungan.
Keuntungan dari pertanyaan terbuka adalah responden dapat
dengan leluasa mengemukakan hal yang ditanyakan dan
informasi yang diperoleh banyak serta mendalam.
2. Kerugian.
Kerugian pertanyaan terbuka adalah pengolahan data yang
membutuhkan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan pada
sampel yang besar.
Kini timbul pertanyaan, kapan digunakan pertanyaan tertutup dan
kapan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup biasanya digunakan
bila tujuan penelitian dapat dinyatakan dengan jelas, misalnya
penelitian deskriptif atau penelitian analitik. Pertanyaan terbuka
biasanya digunakan pada penelitian eksploratif
2) Angket
Teknik lain dalam pengumpulan data adalah melalui angket. Pada
angket, jawaban diisi oleh responden sesuai dengan daftar yang
diterima, sedangkan pada wawancara, jawaban responden diisi oleh
pewawancara.

Untuk pengembalian daftar isian dapat dilakukan dengan dua cara


yakni canvasser, yaitu daftar yang telah diisi, ditunggu oleh petugas
yang menyerahkan dan householder, yaitu jawaban responden
dikirimkan pada alamat yang telah ditentukan.
Keuntungan dalam pengumpulan data melalui angket, yaitu relatif
murah, tidak membutuhkan banyak tenaga, dan dapat diulang.
Kerugiannya adalah:
a) jawaban tidak spontan;

9
b) banyak terjadi nonrespons;
c) pertanyaan harus jelas dan disertai dengan petunjuk yang jelas;
d) pengembalian lembar jawaban sering terlambat;
e) jawaban sering tidak lengkap terutama bila kalimat pertanyaan
kurang dimengerti;
f) sering tidak diisi dengan responden, tetapi diisi oleh orang lain;
g) tidak dapat digunakan oleh responden yang buta aksara.

Untuk mengatasi kerugian dalam angket dapat dilakukan dengan cara,


mengunjungi dan melakukan wawancara pada nonrespon, untuk
jawaban yang terlambat harus dikeluarkan dan tidak dianalisis, serta
bila nonrespon terlalu banyak, dilakukan pengiriman ulang daftar
isian.
3) Observasi
Observasi merupakan salah teknik pengumpulan data yang
menggunakan pertolongan indera mata. Teknik ini bermanfaat
untuk:
a) mengurangi jumlah pertanyaan, misalnya pertanyaan tentang
kebersihan rumah tidak perlu ditanyakan, tetapi cukup dilakukan
observasi oleh pewawancara;
b) mengukur kebenaran jawaban pada wawancara tentang kualitas air
minum yang digunakan oleh responden dapat dinilai dengan
melakukan observasi langsung pada sumber air yang dimaksud;
c) untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan wawancara atau
angket, misalnya pengamatan terhadap prosedur tetap dalam
pelayanan kesehatan.
Observasi bermacam-macam, antara lain:
a) observasi partisipasi lengkap, yaitu mengadakan observasi dengan
cara mengikuti seluruh kehidupan responden;
b) observasi partisipasi sebagian, yaitu mengadakan observasi dengan
cara mengikuti sebagian kehidupan responden sesuai dengan data
yang diinginkan;

10
c) observasi tanpa partisipasi, yaitu mengadakan observasi tanpa ikut
dalam kehidupan responden.
Dalam pengumpulan data dengan teknik observasi terdapat beberapa
kelemahan, yaitu memiliki keterbatasan kemampuan indera mata,
hal-hal yang sering dilihat dan diperhatikan akan berkurang, hingga
adanya kelainan kecil saja tidak terdeteksi. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan berulang-ulang dan pengamatan dilakukan oleh
beberapa orang.
4) Pemeriksaan
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan dapat dilakukan hanya sekali atau berulang-ulang
tergantung pada tujuan. Waktu dan frekuensi pemeriksaan ini harus
ditentukan pada waktu perencanaan sesuai dengan perkiraan
timbulnya insiden. Tempat pemeriksaan dapat dilakukan di lapangan
atau sarana pelayanan kesehatan. Organ yang diperiksa dapat berupa,
seluruh organ, organ tertentu seperti paru-paru, jantung, kadar gula
darah, kadar kolesterol, dan sebagainya, serta beberapa organ
sekaligus, seperti pemeriksaan jantung dan paru-paru.
2. Pengorganisasian Data
Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu
dikumpulkan, yaitu data inti komunitas, subsistem komunitas, dan
persepsi. Agar lebih jelas uraian tentang data inti komunitas,
subsistem komunitas dan persepsi.
a. Data inti komunitas
Data komunitas ini merupakan data yang dikumpulkan dalam inti
komunitas yang meliputi,
1) Sejarah atau riwayat (riwayat daerah dan perubahan daerah);
2) Demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan
distribusi etnis);

11
3) Tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok);
4) Status perkawinan (kawin, janda/duda, single);
5) Statistik vital (kelahiran, kematian kelompok usia, dan penyebab
kematian);
6) Nilai-nilai dan keyakinan;
7) Agama.
b. Data subsistem komunitas
Data subsistem komunitas yang perlu dikumpulkan dalam
pengkajian komunitas sebagai berikut.
1) Lingkungan fisik
Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, di komunitas juga
dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan komunitas. Panca indera
yang digunakan dalam pengkajian fisik adalah inspeksi, auskultasi,
tanda-tanda vital, review sistem, dan pemeriksaan laboratorium.
a) Inspeksi
Pemeriksaan dengan menggunakan semua organ-organ indera dan
dilakukan secara survei yakni berjalan di masyarakat atau mikro-
pengkajian terhadap perumahan, ruang terbuka, batas-batas, layanan
transportasi pusat, pasar, tempat bertemu orang-orang di jalan, tanda-
tanda pembusukan, etnis, agama, kesehatan dan morbiditas, serta
media politik.
b) Auskultasi
Mendengarkan warga masyarakat tentang lingkungan fisik. Tanda-
tanda vital dengan mengamati iklim, medan, serta batas alam, seperti
sungai dan bukitbukit. Sumber daya masyarakat dengan mencari
tanda-tanda kehidupan, seperti pengumuman, poster, perumahan dan
bangunan baru. Sistem review, arsitektur, bahan bangunan yang
digunakan, air, pipa, sanitasi, jendela, dan sebagainya. Juga fasilitas
bisnis dan rumah ibadah (masjid, gereja dan vihara, dan sebagainya).
c) Pemeriksaan laboratorium
Data sensus atau studi perencanaan untuk proses mapping
masyarakat, yang berarti untuk mengumpulkan dan mengevaluasi

12
data atau informasi tentang status kesehatan komunitas yang
dibutuhkan sebagai dasar dalam perencanaan.
2) Pelayanan kesehatan dan sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu dikaji di komunitas, yaitu
Puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen
pelayanan kesehatan di rumah, pusat emergensi, rumah perawatan,
fasilitas pelayanan sosial, pelayanan kesehatan mental, apakah ada
yang mengalami sakit akut atau kronis.
3) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi adalah,
karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja,
kategori pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi
industri, pasar, dan pusat bisnis.
4) Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan
keamanan adalah: alat transportasi penduduk datang dan ke luar
wilayah, transportasi umum (bus, taksi, angkot, dan sebagainya serta
transportasi privat (sumber transportasi atau transport untuk
penyandang cacat). Layanan perlindungan kebakaran, polisi,
sanitasi, dan kualitas udara.
5) Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi data pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dan sebagainya), kelompok pelayanan
masyarakat (posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes,
panti, dan sebagainya) serta data politik, yaitu kegiatan politik yang
ada di wilayah tersebut serta peran peserta partai politik dalam
pelayanan kesehatan.
6) Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu komunikasi formal yang meliputi
surat kabar, radio dan televisi, telepon, internet, dan hotline, serta

13
komunikasi informal yang meliputi papan pengumuman, poster,
brosur, halo-halo, dan sebagainya.
7) Pendidikan
Data yang terkait dengan pendidikan meliputi, sekolah yang ada di
komunitas, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus,
pelayanan kesehatan di sekolah, program makan siang di sekolah,
dan akses pendidikan yang lebih tinggi.
8) Rekreasi.
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan rekreasi yang meliputi,
taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan privat, serta
fasilitas khusus

c. Data Persepsi
1) Tempat tinggal yang meliputi bagaimana perasaan masyarakat
tentang komunitasnya, apa yang menjadi kekuatan mereka,
permasalahan, tanyakan pada masyarakat dalam kelompok yang
berbeda (misalnya, lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu
rumah tangga, dan sebagainya).
2) Persepsi umum yang meliputi pernyataan umum tentang
kesehatan dari komunitas, apa yang menjadi kekuatan, apa
masalahnya atau potensial masalah yang dapat diidentifikasi.
3. Validasi Data
Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus
lengkap, faktual dan akurat, sebab diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan didasarkan informasi ini. Validasi merupakan
verifikasi data untuk mengkonfirmasi bahwa data tersebut akurat dan
faktual. Validasi data sangat membantu perawat dalam
melaksanakan tugas, meyakinkan bahwa informasi pengkajian sudah
lengkap, serta data subjektif dan objektif dapat diterima

14
II. Analisa Data
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa seberapa
besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang
timbul dalam masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam
pembuatan diagnosa atau masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan
menurut Muecke (1995) terdiri dari masalah kesehatan, karakteristik populasi
dan lingkungan yang dapat bersifat aktual, ancaman dan potensial. Dalam
melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu
kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
a. Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian data
pengkajian komunitas secara tradisional adalah sebagai berikut.
1) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, etnis, dan
kelompok ras).
2) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala
keluarga, ruang publik, serta jalan).
3) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah).
4) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik,
Pusat
Kesehatan Mental, dan sebagainya).
b. Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan
dalam bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
c. Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi kesenjangan
data, dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk
menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau jika tidak benar dan
perlu revalidasi yang membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja
terjadi, karena kesalahan pencatatan data. Membandingkan data hasil
pengkajian komunitas dengan data lain yang sama yang merupakan

15
standar yang telah ditetapkan untuk suatu wilayah kabupaten/kota,
provinsi atau nasional. Misalnya, terkait dengan angka kematian bayi/IMR
di suatu wilayah dibandingkan IMR standar pada tingkat kabupaten/kota.
d) Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan, dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara logika
dari peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosa keperawatan
komunitas.

Prioritas Masalah "omunitas& !kasari, (Eksari, 2006)


No Masalah Kesehatan A B C D E F G H I J K L

Keterangan Huruf:
A= sesuai dengan peran CHN
B= sesuai dengan program pemerintah
C= sesuai dengan intervensi pendidikan kesehatan
D= resiko terjadi
E= reisiko parah
F= Minat masyarakat
G= kemudahan untuk diatasi
H= tempat
I= dana
J= waktu
K= fasilitas
L= petugas

Keterangan angka
1= sangat rendah, 2= rendah, 3= Cukup, 4= tinggi, 5= sangat tinggi

16
III. Diagnosa Keperawatan Komunitas
Diagnosis adalah suatu pernyataan tentang sintesis analisis data. Diagnosis
keperawatan adalah respon manusia terhadap masalah kesehatan aktual atau
risiko dan potensial, serta perawat diberi kewenangan untuk mengatasi.
Penulisan diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas berbeda dengan
individu dan keluarga. Menurut Freeman (1970) dalam Ervin (2008), upaya
atau action pelayanan keperawatan komunitas haruslah berlandaskan
pengkajian yang akurat yang dilakukan oleh seluruh komponen yang ada di
dalam komunitas, sehingga diagnosis keperawatan komunitas adalah kunci
utama pelayanan keperawatan yang dilakukan di komunitas.
Mengingat komunitas terdiri atas individu, keluarga, kelompok dan
komunitas, maka diagnosis keperawatan komunitas harus ditujukan kepada
komunitas, kelompok atau aggregates tersebut, sehingga secara umum
diagnosis tersebut meliputi atau mewakili permasalahan individu, keluarga
yang hidup dan tinggal dalam komunitas tersebut.
Diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas juga memiliki perbedaan
secara umum dengan diagnosis individu dan keluarga, karena saat
melakukan pengkajian di komunitas atau kelompok/aggregates, maka
perawat yang bekerja di komunitas, berkolaborasi dengan komunitas, tokoh
komunitas, kepala kelurahan/desa serta aparatnya, pemuka agama serta
tenaga kesehatan lainnya, sehingga formulasi diagnosis keperawatan harus
mewakili semua pemangku kepentingan di komunitas (Ervin, 2008).
Ada tiga bagian diagnosis keperawatan berikut ini.
1. Menggambarkan masalah, respon, atau keadaan.
2. Identifikasi faktor etiologi berkaitan dengan masalah.
3. Tanda dan gejala yang merupakan karakteristik masalah.
Fokus diagnosis pada komunitas biasanya kelompok, populasi atau
kelompok
komunitas yang memiliki suatu karakteristik (lokasi geografi, pekerjaan,
etnis, kondisi perumahan).

17
C. PERNYATAAN (STATEMENT)
Statement atau pernyataan masalah adalah potensial atau masalah yang
aktual
ataupun perhatian pada kesehatan komunitas.
Contoh:
1. Tingginya masyarakat membakar sampah di Desa X 91 % (441 KK),
membuang sampah sembarangan sebanyak 5 (1%)
2. Tingginya PUS tidak menggunakan KB sebanyak 151 (52%) dan yang
menggunakan KB 140 (48 %) dari 291 PUS

D. ETIOLOGI
Pernyataan etiologi digambarkan dengan pernyataan “berhubungan
dengan“. Contoh:
1. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang membuang
sampah dan membakar sampah.
2. Kurangnya pengetahuan PUS tentang KB dan manfaat dari KB

E. TANDA DAN GEJALA


Pernyataan tanda dan gejala menggambarkan pernyataan lama dan besarnya
masalah dengan menggunakan kata “ditunjukkan dengan“.
Contoh.
1. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang membuang
sampah dan membakar sampah
Di tunjukkan dengan adanya penduduk yang membuang sampah
sembarangan dan membakar sampah dibakar sebanyak 441(91%),
membuang sampah sembarangan sebanyak 5 (1%).

2. Resiko tinggi terjadinya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya


kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga.
Ditunjukkan dengan dari 291 PUS Desa X mayoritas tidak
menggunakan KB sebanyak 151 (52%) dan yang menggunakan KB
sebanyak 140 (48%).

18
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Komunitas
Perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan merupakan
tahap lanjutan dalam proses keperawatan komunitas. Tahapan ini terjadi
setelah perawat menetapkan diagnosis keperawatan. Perawat komunitas
berupaya untuk menyusun prioritas masalah kesehatan yang akan
diselesaikan, menetapkan sasaran dan tujuan, serta menyusun rencana
intervensi. Setelah perawat menyusun rencana keperawatan komunitas,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan implementasi dari rencana
keperawatan yang telah disusun.
Beberapa bentuk intervensi yang dilakukan oleh perawat di
antaranya adalah melakukan promosi kesehatan atau pendidikan
kesehatan, melakukan pemberdayaan masyarakat, menjalin kemitraan,
advokasi dan supervisi. Pada tahap akhir dalam kegiatan asuhan
keperawatan komunitas adalah melakukan kegiatan evaluasi terhadap
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, melalui kegiatan evaluasi proses
dan evaluasi hasil.

IV. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahapan dalam proses keperawatan antara tahapan
diagnosis keperawatan dan intervensi keperawatan. Perencanaan
keperawatan bertujuan untuk menetapkan kebutuhan populasi komunitas
secara efektif dengan menggunakan proses pengambilan keputusan secara
logika yang dituangkan dalam perencanaan secara terinci. Perencanaan
dapat didefinisikan sebagai “Penetapan perencanaan tindakan untuk
membantu klien untuk mencapai kondisi kesehatan optimum“ (Yura dan
Walsh, 1988).
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier
yang cocok dengan kondisi klien & keluarga, masyarakat' yang sesuai
dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap perencanaan
inimeliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan diagnosa
komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan
dan sasaran, menetapkan strategi intervensi dan rencana evaluasi.

19
TAHAPAN DALAM PERENCANAAN
Perencanaan terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: (1) memprioritaskan
diagnosis komunitas; (2) menetapkan sasaran intervensi yang diharapkan; (3)
menetapkan tujuan yang diharapkan; dan (4) menetapkan intervensi keperawatan.
1. Memprioritaskan diagnosis komunitas
Perawat tidak bisa melakukan penyelesaian terhadap seluruh diagnosis
keperawatan yang telah diidentifikasi. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
sumber daya yang ada (tenaga, dana dan waktu). Untuk itu perlu menetapkan
metode dalam memprioritaskan diagnosis keperawatan komunitas.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam memprioritaskan diagnosis
keperawatan komunitas, antara lain menurut The American Public Health
Association (1999) menganjurkan untuk memperhatikan lima faktor dalam
memperioritaskan masalah, yaitu:
a. luasnya perhatian masyarakat;
b. sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah (dana,
tenaga, waktu, alat dan penyaluran);
c. bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
d. kebutuhan pendidikan khusus;
e. penambahan sumber dan kebijakan yang dibutuhkan.
Dalam menetapkan prioritas diagnosis keperawatan komunitas perlu
melibatkan masyarakat atau komunitas dalam suatu pertemuan musyawarah
masyarakat. Masyarakat atau komunitas akan memprioritaskan masalah yang ada
dengan bimbingan atau arahan perawat kesehatan komunitas. Masyarakat atau
komunitas dalam musyawarah tersebut dapat memprioritaskan masalah tersebut
dengan menggunakan scoring. Adapun aspek yang disekor (diberi nilai) meliputi
hal-hal sebagai berikut.
a. Risiko terjadinya masalah tersebut di komunitas.
b. Risiko parah dari masalah tersebut.
c. Potensial untuk dilakukan pendidikan.
d. Minat dari masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut.
e. Kemungkinan masalah tersebut diatasi.
f. Kesesuaian dengan program pemerintah.

20
g. Tersedianya tempat untuk mengatasi.
h. Tersedianya waktu untuk mengatasi masalah.
i. Tersedianya dana untuk mengatasi masalah.
j. Tersedianya fasilitas untuk mengatasi masalah.
k. Tersedianya sumber daya manusia untuk mengatasi masalah.

Untuk setiap masalah kesehatan diberikan bobot nilai untuk setiap aspek tersebut
dengan range 1 – 5. Rinciannya berikut ini.
a. Sangat rendah = 1.
b. Rendah = 2.
c. Cukup = 3.
d. Tinggi = 4.
e. Sangat tinggi = 5.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh cara melakukan prioritas masalah
kesehatan
di bawah ini.
Memprioritaskan Masalah Keperawatan Kesehatan Komunitas
No Masalah A B C D E F G H I J K Total Prioritas
Kesehatan
1 Resiko 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 53 1
terjadinya
penyakit
ISPA
2 Resiko 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
DBD dan
malaria
3 Resiko tinggi 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
peningkatan
jumlah
penduduk
4 Resiko tinggi 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4

21
terjadinya
penyakit
campak,
hepatitis, TB
paru, polio,
dan Tetanus
5 Resiko 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terhadap
komplikasi
hipertensi
yang dapat
menyebabkan
stroke

Keterangan Pembobotan
Sangat rendah = 1, Rendah = 2 , Cukup = 3, Tinggi = 4,
Sangat tinggi = 5

Aspek yang dinilai:


A : Risiko terjadi
B : Risiko parah
C : Potensial untuk Penkes
D : Minat masyarakat
E : Mungkin diatasi
F : Sesuai program pemerintah
G : Tempat
H : Waktu
I : Dana
J : Fasilitas
K : Sumber daya

2. Menetapkan sasaran
Setelah menetapkan prioritas masalah kesehatan, maka langkah selanjutnya adalah

22
menetapkan sasaran. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan. Dalam pelayanan
kesehatan sasaran adalah pernyataan situasi ke depan, kondisi, atau status jangka
panjang, dan belum bisa diukur. Berikut ini adalah contoh dari penulisan sasaran.
a. Meningkatkan cakupan imunisasi pada bayi.
b. Memperbaiki komunikasi antara orang tua dan guru.
c. Meningkatkan proporsi individu yang memiliki tekanan darah.
d. Menurunkan kejadian penyakit kardiovaskuler.

3. Menetapkan Tujuan.
Tujuan adalah suatu pernyataan hasil yang diharapkan dapat diukur, dibatasi
waktu,
dan berorientasi pada kegiatan. Berikut ini merupakan karakteristik dalam
penulisan tujuan.
a. Menggunakan kata kerja.
b. Menggambarkan tingkah laku akhir.
c. Menggambarkan kualitas penampilan.
d. Menggambarkan kuantitas penampilan.
e. Menggambarkan bagaimana penampilan diukur.
f. Berhubungan dengan sasaran (goal) .
g. Adanya batasan waktu.
Berikut ini contoh dalam menuliskan tujuan.
a. Masalah : Risiko tinggi terjadinya penyakit campak, hepatitis, TB Paru, Polio
dan tetanus di Desa A
b. Sasaran : Tidak terjadinya penyakit campak, hepatitis, TB paru, Polio, Tetanus
di Desa A
c. Tujuan : - Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang penyakit campak,
hepatitis, TB paru, Polio, Tetanus di Desa A 90% (dari 60%);
4. Menetapkan rencana intervensi
Rencana intervensi dalam keperawatan komunitas berorientasi pada promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan manajemen krisis.
Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan kesehatan komunitas, maka
harus mencakup:

23
a. Apa yang akan dilakukan?
b. Kapan melakukannya?
c. Berapa banyak?
d. Siapa yang menjadi sasaran?
e. Lokasinya di mana?
Contoh
Pelatihan kader Posyandu bagi kader baru sebanyak 20 orang di desa A pada
minggu kedua bulan Februari 2022.
Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan komunitas, maka perlu juga
memperhatikan beberapa hal antara lain berikut ini.
(1) Program pemerintah terkait dengan masalah kesehatan yang ada.
(2) Kondisi atau situasi yang ada.
(3) Sumber daya yang ada di dalam dan di luar komunitas, dapat dimanfaatkan.
(4) Program yang lalu yang pernah dijalankan.
(5) Menekankan pada pemberdayaan masyarakat.
(6) Penggunaan teknologi tepat guna.
(7) Mengedepankan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif.
Berikut ini contoh membuat rencana intervensi keperawatan kesehatan komunitas
No Diagnosa Sasaran Tujuan Rencana Intervensi
1 Resiko terjadinya
penyakit ISPA,
pence maran
lingkungan
disebabkan oleh
Kurangnya penge
tahuan dan
kesadaran
masyarakat tentang
pembuangan sampah
sembarangan dan
masyarakat memba
kar sampah ditandai
oleh: adanya pendu
duk yang membuang
sampah
sembarangan dan
membakar sampah,

24
Mayoritas kebiasaan
penduduk
membuang sampah
dibakar sebanyak
2281 (56,8%) dan
minoritas membuang
sampah
sembarangan
sebanyak 26 (0,6%).
2 Resiko tinggi terjadi
nya penyakit
campak, hepatitis,
TB paru, polio, dan
Tetanus disebabkan
oleh: Kurangnya
pengeta huan ibu
tentang pentingnya
Imunisasi pada bayi
ditandai oleh:
sebagian masya
rakat (ibu-ibu) tidak
memberikan imunisa
si lengkap kepada
bayi sebanyak 32
(34,5%) bayi
3 Resiko terhadap
komplikasi
hipertensi yang
dapat menyebab kan
stroke dan penyakit
lainnya dise babkan
oleh Kurang nya
pengetahuan ma
syarakat tentang
Peng obatan
Hipertensi di tandai
oleh Sebagian
masyarakat yang
men derita hipertensi
tidak melakukan
pengobat an secara
teratur dengan
Penderita hipertensi
tidak mela kukan
pengobatan secara
teratur seba nyak
529 Jiwa (49,3%)

25
V. IMPLEMENTASI/PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap kegiatan setelah perencanaan kegiatan
keperawatan komunitas dalam proses keperawatan komunitas. Fokus pada tahap
implementasi adalah bagaimana mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, tetapi yang sangat penting dalam implementasi
keperawatan kesehatan komunitas adalah melakukan tindakan-tindakan berupa
promosi kesehatan, memelihara kesehatan atau mengatasi kondisi tidak sehat,
mencegah penyakit, dan dampak pemulihan.
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan
(Anderson dan Mcfarlene, 1985), yaitu:
a.Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini
dalam kesehatan keluarga.
b.Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan inervensi yang
tepat untuk menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga memperpendek
waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
c.Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian
individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga.
Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat
proses penyakit.

26
VI. EVALUASI
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil yang
diharapkan. evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi
data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.

Contoh Hasil Pengkajian Keperawatan Komunitas


1. DIMENSI LOKASI
a. Desa : Paku
b. Kecamatan : Galang
c. Kabupaten : Deli Serdang
d. Luas Desa : 335 Ha

2. Jumlah KK keseluruhan di Desa Paku Kec. Galang, Kab. Deli Serdang


adalah 482 KK dengan jumlah penduduk 1664 Jiwa.
3. Jumlah penduduk Desa Paku Mayoritas Berjenis kelamin Perempuan
sebanyak 853 jiwa (51%) dan Minoritas Berjenis kelamin Laki-laki
sebanyak 811 jiwa (49%).
4. Kepala Keluarga Desa Paku Mayoritas Berjenis kelamin Laki-laki
sebanyak 419 KK (87%) dan Minoritas Berjenis kelamin Perempuan
sebanyak 63 KK (23%).
5. Golongan Usia Subur/Produktif sebanyak 766 jiwa (46%) dan
Minoritas Golongan Usia Bayi sebanyak 18 orang (1%).
6. Mayoritas memiliki tingkat pendidikan SLTA sebanyak 171 KK (35%)
dan Minoritas jumlah KK memiliki Tingkat pendidikan Perguruan
tinggi sebanyak 16 KK (3%) & Tidak Sekolah sebanyak 14 KK (3%).
7. Mayoritas memiliki Pekerjaan Wiraswasta sebanyak 115 KK (24%)
dan Minoritas memiliki Pekerjaan TNI/Polri sebanyak 2 KK (1%) &
Pensiunan PNS sebanyak 1 KK (1%)

27
8. Mayoritas Berpenghasilan > Rp.2.000.000 sebanyak 241 KK (50%)
dan Minoritas Berpengahasilan < Rp. 500.000 dan RP. 500.000 – Rp.
750.000 dengan masing-masing sebanyak 7 KK (1%).
9. Mayoritas Memiliki Rumah sendiri sebanyak 459 KK (95%) dan
Minoritas Sewa Rumah sebanyak 23 KK (5%).
10. Mayoritas Memiliki Bentuk Rumah Permanen sebanyak 351 KK
(73%) dan Minoritas memiliki bentuk Rumah Gubuk sebanyak 5 KK
(1%). Jadi dari data diatas bentuk rumah rata – rata baik, Rumah
memiliki ventilasi yang sesuai dengan luas rumah dan keadaan
lingkungan rumah bersih.
11. Mayoritas Menggunakan Sumur BOR sebanyak 294 KK (61%) dan
Minoritas Menggunakan PAM sebanyak 42 KK (8%) sebagai sumber
air minum.
12. Seluruh kepala keluarga Desa Paku Menggunakan jenis jamban Septic
Tank sebanyak 482 KK (100%) .
13. Mayoritas jarak jambanya > 10 meter sebanyak 328 (68%) dan
minoritas jarak jambannya < 5 Meter sebanyak 30 (6%)
14. Moyaritas kebiasaan KK membuang sampah dibakar sebanyak
441(91%) dan minoritas membuang sampah sembarangan sebanyak 5
(1%).
15. Mayoritas tempat pembuangan limah RT Pada parit tidak mengalir
sebanyak 292 (61%), sedangkan minoritas nya tergenang sebanyak 7
(1%).
16. Mayoritas memiliki ternak sebanyak sebanyak 273 (57%), dan tidak
memiliki ternak sebanyak 209 (43%).
17. Kandang ternak terpisah dari Rumah sebanyak 273 (100%).
18. Mayoritas memanfaatan halaman taman sebanyak 356 (74%), dan
minoritas apotik hidup sebanyak 33 (7%).
19. Mayoritas KK memanfaatkan sarana kesehatan Klinik kesehatan
sebanyak sebanyak 269 (56%) dan minoritas ke Pustu sebanyak 12
(1%).
20. Pasangan usia subur (PUS) sebanyak 291 (60%) dan Non PUS
sebanyak 191 (40%).

28
21. Mayoritas tidak menggunakan KB sebanyak 151 (52%) dan yang
menggunakan KB sebanyak 140 (48%).
22. Mayoritas KK menggunakan alat kontrasepsi suntik KB sebanyak 62
(44%) dan minoritas menggunakan Implant sebanyak 10 (8%).

23. Ibu hamil sebanyak 17 orang (6%) dan tidak hamil sebanyak 274
orang (94%)
24. Mayoritas imunisasi TT lengkap sebanyak 7 jiwa (39%) dan minoritas
tidak lengkap sebanyak 5 jiwaa (28%)
25. Mayoritas balita mendapat imunisasi lengkap sebanyak 59 jiwa (89%)
dan minoritas tidak sama sekali sebanyak 0 jiwa (0%).
26. Mayoritas ibu yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
sebanyak 80 jiwa (100%) dan minoritas ibu tidak melakukan
persalinan difasilitas kesehatan sebanyak 0 jiwa (0%)
27. Mayoritas balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan sebanyak 39
jiwa (58%) dan minoritas balita tidak mendapatkan pemantauan
pertumbuhan sebanyak 28 jiwa (42%)
28. Mayoritas penderita hipertensi tidak melakukan pengobatan secara
teratur sebanyak 15 Jiwa (52%), dan minoritas penderita hipertensi
melakukan pengobatan secara teratur sebanyak 14 jwa (48%).
29. Mayoritas anggota keluarga yang tidak ada merokok sebanyak
277(57%), dan minoritas anggota keluarga yang merokok sebanyak
205(43 %).
30. Mayoritas keluarga mempunyai akses air bersih sebanyak 482 KK
(100%).
31. Mayoritas keluarga mempunyai akses jamban sehat sebanyak 482 KK
(100%).

32. Mayoritas keluarga yang sudah menjadi anggota JKN sebanyak 377
KK (78%), dan anggota keluarga yang belum menjadi anggota JKN
105 KK (22%).
33. Mayoritas keluarga mengalami penyakit hipertensi sebanyak 29 orang
(40%), dan minoritas ada 3 penyakit yaitu: ginjal, penyakit jantung
koroner dan bell’s palsy sebanyak 1 orang (1%).

29
Contoh Analisa data
No Data Penyebab Masalah Kesehatan
1 DS : Kurangnya pengetahuan dan Resiko terjadinya
Adanya penduduk yang kesadaran masyarakat tentang penyakit ISPA dan
membuang sampah Pembuangan sampah pencemaran lingkungan
sembarangan dan sembarangan dan masyarakat
membakar sampah. membakar sampah.
DO :
- Moyaritas kebiasaan
penduduk membuang
sampah dibakar sebanyak
441(91%) dan minoritas
membuang sampah
sembarangan sebanyak 5
(1%).
2 DS : Adanya penduduk Kurangnya pengetahuan dan Resiko terjadinya DBD
yang membuang tempat kesadaran masyarakat tentang dan malaria
pembuangan limbah RT di kesehatan lingkungan
parit yang tidak mengalir
dan tergenang
DO :
Mayoritas tempat
pembuangan limah RT
Pada parit tidak mengalir
sebanyak 292 (61%),
sedangkan minoritas nya
tergenang sebanyak 7
(1%).
3 DS : Kurangnya pengetahuan PUS Resiko tinggi terjadinya
Sebagian pasangan usia tentang KB dan manfaat dari peningkatan jumlah
subur (PUS) tidak KB penduduk,
menjalani program KB bertambahnya
dan metode KB yang kebutuhan sehari-hari
digunakan dalam rumah tangga
DO :
Dari 291 PUS Desa Paku
mayoritas tidak
menggunakan KB
sebanyak 151 (52%) dan
yang menggunakan KB
sebanyak 140 (48%).
4 DS : Kurangnya pengetahuan ibu Resiko tinggi terjadinya
Sebagian masyarakat (ibu- tentang pentingnya Imunisasi penyakit campak,
ibu) tidak memberikan pada balita. hepatitis, TB paru,
imunisasi kepada balita polio, dan Tetanus
dan sebagian lainnya balita
tidak mendapat imunisasi
lengkap
DO :
Balita imunisasi lengkap

30
sebanyak 59 balita (89%)
dan balita imunisasi tidak
lengkap sebanyak 7 balita
(11%)
5 DS : Kurangnya pengetahuan Resiko terhadap
Sebagian masyarakat yang masyarakat tentang komplikasi hipertensi
mederita hipertensi tidak Pengobatan Hipertens yang dapat
melakukan pengobatan menyebabkan stroke
secara teratur dan penyakit lainnya
Do :
Mayoritas penderita
hipertensi tidak melakukan
pengobatan secara teratur
sebanyak 15 Jiwa (52%),
dan minoritas penderita
hipertensi melakukan
pengobatan secara teratur
sebanyak 14 jwa (48%)

Memprioritaskan Masalah Keperawatan Kesehatan Komunitas


No Masalah A B C D E F G H I J K Total Prioritas
Kesehatan
1 Resiko 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 53 1
terjadinya
penyakit
ISPA
2 Resiko 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
DBD dan
malaria
3 Resiko tinggi 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
peningkatan
jumlah
penduduk
4 Resiko tinggi 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
penyakit
campak,

31
hepatitis, TB
paru, polio,
dan Tetanus
5 Resiko 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terhadap
komplikasi
hipertensi
yang dapat
menyebabkan
stroke

Keterangan Pembobotan
Sangat rendah = 1, Rendah = 2 , Cukup = 3, Tinggi = 4,
Sangat tinggi = 5

Aspek yang dinilai:


A : Risiko terjadi
B : Risiko parah
C : Potensial untuk Penkes
D : Minat masyarakat
E : Mungkin diatasi
F : Sesuai program pemerintah
G : Tempat
H : Waktu
I : Dana
J : Fasilitas
K : Sumber daya

VII.PROMOSI KESEHATAN
1. Definisi
Promosi kesehatan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi

32
kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari
pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain)
dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu
promosi kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan.
(Notoatmodjo, 2012).

2. Tujuan (Wahit, 2009)


Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar individu mampu untuk:
a.Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri
b.Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahkesehaatan yang
dihadapi dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan
dukungan dari luar,
c.Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup
sehat dan kesejahteraan masyarakat

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi promosi kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2007) faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam
keberhasilan penyuluhan kesehatan pada sasaran adalah sebagai berikut :
a. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi
baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi didapatnya.
b. Tingkat sosial ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru.
c. Adat istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai
dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
d. Kepercayaan masyarakat

33
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh
orangorang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan
masyarakat dengan penyampai informasi.
e. Ketersediaan waktu di masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

4. Sasaran pendidikan kesehatan (Wahit, 2009)


Sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu sebagai
berikut:
a.Sasaran primer (primary target), sasaran langsung pada masyarakat berupa
segala upaya pendidikan/promosi kesehatan.
b.Sasaran sekunder (sekundary target), sasaran ditujukan pada tokoh
masyarakat, diharapkan kelompok ini pada umumnya akan memberikan
pendidikan kesehatan pada masyarakat di sekitarnya.
c.Sasaran tersier (tersiery target), sasaran ditujukan pada pembuat keputusan/
penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,
diharapkan dengan keputusan dari kelompok ini akan berdampak kepada
prilaku kelompok sasaran sekunder yang kemudian pada kelompok prime

34
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN UIM
Jl. Bilal no. 24 Telp. 6630210
P. Brayan Darat Medan

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

I. DATA UMUM
1. DIMENSI LOKASI
Daerah :
RT/RW :
Kelurahan :
Kecamatan :
2. Luas Daerah RW :......................................Ha
3. Batas Wilayah
Sebelah Barat :
Sebelah Timur :
Sebelah Selatan :
Sebelah Utara :
4. Keadaan Tanah : a. Becek b. Kering
5. Sarana Jalan : a. Aspal b. Kerikil c. Beton d. Tanah
6. Sungai : a. Besar b. Kecil
a. Mengalir b. Tidak Mengalir
Digunakan untuk : Pembuangan Sampah : a. Ya b. Tidak
Buang Air Besar a. Ya b. Tidak
Untuk Mandi : a. Ya b. Tidak
Untuk Mencuci : a. Ya b. Tidak

II. DIMENSI POPULASI


2.1. Ukuran
A. Jumlah Penduduk : ………. Jiwa
Laki-laki : ……….. jiwa (……%)
Perempuan : ……….. jiwa (……%)
B. Jumlah kepala Keluarga : ………. KK
C. Kepadatan :
i. Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah
keseluruhan
ii. Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah
pemukiman
iii. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin:
NO Kelompok Umur L P Jumlah %
1
2
Jumlah

1. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan


No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1
2
Jumlah
2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah %
1
2
Jumlah

35
D. Budaya Penduduk
a. Latar Belakang budaya / etnik penduduk
b. Sejarah Budaya Penduduk
c. Mobilitas Penduduk
i.Jenis Kependudukan (penduduk menetap /penduduk
sementara
ii.Pemanfaatan waktu oleh penduduk (berdasarkan
struktur keluarga berdasarkan jenis pekerjaan)

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

I. KEPENDUDUKAN

Nama Kepala Keluarga : …………………………………..


Status : …………………………………..
Pekerjaan : …………………………………..
Alamat Lengkap : ………………………………………………………………..
Daftar Nama anggota keluarga yang tinggal berdasarkan lamanya tinggal :
No Nama KK & Anggota L/P Golongan Umur Hub. Dgn Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Thn usia
Kep. Kel.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Dst…
1. Apakah ada anggota keluarga yang pindah dalam satu tahun ini ?
a. Ya B. Tidak
Bila Ya, sebutkan : …….Orang.
2. Apakah ada anggota keluarga yang baru dalam satu tahun ini ?
a. Ya. B. Tidak.
Bila Ya, Sebutkan : ……Orang

II. STATUS KESEHATAN

A. Data Kesakitan
1. Daftar nama anggota keluarga yang sakit satu bulan yang lalu
No Nama Keluhan/ Pengobatan
Penyakit Tidak berobat Kader Dukun Dokter/ PKM/RS
Mantri

36
Keterangan : jenis penyakit termasuk Jiwa, kurang Gizi dan kecacatan

2. Apakah ada Lansia dikeluarga ini


a. Ya. b. Tidak
3. Apakah Penyakit yang sering diderita oleh lansia
a. Rematik b. Gastritis
c. Hypertensi d. Gangguan pendengaran
e. Lain-lain
4. Memiliki kartu Sehat / Jamkesmas
a. Ya B. Tidak.

B. Data Kematian.

Daftar anggota keluarga yang meninggal dalam periode satu tahun terakhir:
No Nama Umur Pengobatan Sebab Kematian

Keterangan : Apabila yang meninggal bayi, maka ukuran waktu meninggal dalam hari

III. UPAYA PELAYANAN KESEHATAN


A. Kesehatan ibu dan anak.

A. 1. Kehamilan.

1. Nama Anggota Keluarga yang hamil :……..


2. Kehamilan Ke :
a. I b. II. c. III. d. IV. e. > IV
3. Umur Kehamilan : …… bulan
4. Apakah ibu hamil sudah memeriksakan kehamilannya ?
a. Ya b. Tidak
5. Bila Ya, diperiksa dimana :
a. Posyandu b. Puskesmas c. Rumah Bersalin/RS
d. Dokter/Bidan praktek e. Dukun/ Paraji.
Bila tidak sebutkan alasannya :
…………………………………………………………………………
6. Apakah ibu hamil sudah di imunisasi TT :
a. Ya b. Tidak
7. Bila Ya di imunisasi dimana ?
a. Posyandu b. Puskesmas c. Rumah bersalin/RS
d. Dokter/Bidan Praktek e. Dukun/Paraji

B. Persalinan ( Umur bayi Max 11 bulan )

1. Nama ibu yang bersalin :


2. Tanggal persalinan :
3. Nama Bayi (sesuai urutan Kel.) :
4. Jenis Kelamin :
5. Yang menolong Persalinan :
a. Dukun bayi tidak terlatih d. Paramedis/Tenaga kesehatan
b. Bidan e. Dukun bayi sedang dilatih
c. Dukun bayi terlatih f. Dokter.
6. Jarak kelahiran dengan kakaknya : …….. ( dalam Bulan )
7. Apakah ibu mengalami keguguran :
a. Ya b. Tidak
8. Bila Ya terjadi pada usia kehamilan berapa.

37
a. 1-3 bulan b. 4-6 bulan c. 7-9 bulan d. > 9 bulan.
9. Ditolong oleh siapakah pada saat keguguran :
a. Bidan c. Perawat/ Mantri
b. Dukun Beranak d. Dokter
10. Apakah bayi sudah diperiksa kesehatannnya
a. Ya b. Tidak
11. Bila Ya Dimana
a. Posyandu b. Puskesmas c. Rumah bersalin/ RS
d. Dokter/Bidan Praktek e. Dukun.

C. Imunisasi yang sudah diberikan kepada bayi ( umur maximal 12 bulan )

No. Jenis Imunisasi Ya Tidak


1. BCG
2. DPT – HB I
3. DPT – HB II
4. DPT – HB III
5. POLIO I
6. POLIO II
7. POLIO III
8. POLIO IV
9. CAMPAK
10. HB 0 – 10 hari

D. Keluarga Berencana
1. Berapakah jumlah akseptor dalam keluarga : …………….orang
2. Jenis alat kontrasepsi yang digunakan
a. Kondom b. Suntikan c. susuk. d. MOW
e. MOP f. IUD g. Pil h. lain-lain.
3. Berapa lama menggunakan alat kontrasepsi : …….bulan
4. Dimanakah mendapatkan pelayanan KB/alat kontrasepsi tersebut ?
a. Posyandu b. Puskesmas c. Rumah bersalin/RS
d. Dokter. e. Bidan Praktek f. Polindes

E. Gizi Balita ( 0 – 4 Tahun )


1. Jumlah balita yang ada dalam keluarga : anak
2. Jumlah Balita yang mempunyai KMS : anak
3. Jumlah Balita yang ditimbang bulan ini : anak
4. Cek Status Gizi anak pada KMS (melihat berat badan anak)
a. Baik b. sedang
c. Kurang d. buruk
5. Umur berapa bayi tersebut disapih (apabila ada)?
a. < 1 bulan b. 1 – 6 bulan. c. 6 bulan – 1 tahun
d. 1 – 2 tahun e. > 2 tahun

F. Kesehatan Lingkungan.
1. Apakah keluarga mempunyai usaha dibidang makanan/ minuman. ?
a. Ya. ( sebutkan)……..
b. Tidak.
2. Apakah usaha tersebut pernah diperiksa petugas kesehatan ?
a. Ya. B. tidak.
3. Bila Ya, berapa kali dalam satu tahun usaha tersebut diperiksa oleh petugas kesehatan
a. 1 kali b. 2 kali c 3 kali d. 4 kali e. > 4 kali

G. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)


1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita demam (diduga malaria/DBD)?
a. Ya b. Tidak.
2. Apabila ada sudahkah diambil darahnya oleh petugas kesehatan untuk diperiksa
dilaboratorium Puskesmas ?
a. Ya sudah b. belum.

H. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)

38
1. Apakah anggota keluarga yang sakit mendapat perawatan dirumah.
a. Ya. Nama Penderita :….
Jenis penyakit :…
Dirawat : a. Dirumah oleh keluarga,
b. Dirumah oleh petugas kesehatan
c. Tidak.
2. Berapa kali petugas kesehatan mengunjungi penderita selama sakit ?
a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali
d. 4 kali e. > 4 kali..

I. Laboratorium
1. Apakah ada anggota keluarga yang diperiksa dilaboratorium Puskesmas
a. Ya. B. Tidak ada
2. Apakah jenis pemeriksaan ?
a. Urine b. Tinja
c. Darah d. Lain-lain…..

IV. PERILAKU TERHADAP KESEHATAN

A. Kebiasaan mandi dan gosok gigi.


1. Berapa kali anggota keluarga mandi dalam sehari
a. tidak pernah b. 1 kali c. 2 kali
d. 3 kali e. > 3 kali.
2. Dimana anggota keluarga mandi ?
a. Kamar mandi sendiri b. Pancuran/belik
c. Kamar mandi umum d. Kolam. e. Sungai.
3. Apakah waktu mandi menggunakan sabun ?
a. Ya. b. Tidak.
4. Apakah anggota keluarga gosok gigi ?
a. Ya b. Tidak.
5. Apakah anggota keluarga menggosok gigi menggunakan pasta gigi ?
a. Ya. b. Tidak
6. Berapa kali anggota keluarga menggosok gigi dalam sehari
a. Tidak pernah b. 1 kali c. 2 kali
d. 3 kali e. 4 kali f. > 4 kali
7. Apakah jumlah sikat gigi sama dengan anggota keluarga ?
a. Ya b, Tidak.

B. Kebiasaan buang air besar.


Dimanakah anggota keluarga buang air besar ?
a. Angsatrin b. Jumbleng/jemplung
c. Kolam/sungai/laut d. Sembarang tempat.

C. Kebiasaan mengambil air minum


1. Dimanakah anggota keluarga mengambil air minum ?
a. Mata air/sungai b. Sumur keluarga
c. Sumur umum d. PAM
2. Apakah air dimasak sebelum diminum ?
a. Ya. b. Tidak. c. Kadang-kadang

D. Kebiasaan ganti pakaian.


1. Berapa kali anggota keluarga mengganti pakaian kerja/ sekolah
a. Tiap hari b. Tiap 2 hari sekali
c. Tiap 3 hari sekali d. > 3 hari
2. Berapa kali anggota keluarga mengganti pakaian harian ?
a. 1 kali b. 2 kali c. > dari 2 kali

E. Kebersihan rumah
1. Dalam sehari berapa kali membersihkan rumah ?
a. 1 kali. B. 2 kali c. > dari 2 kali d. Tidak teratur
2. Berapa kali membersihkan sarang laba-laba ?
a. < dari sebulan sekali b. Tidak tentu
c. Sebulan sekali d. Seminggu sekali.
3. Berapa kali membersihkan tempat penampungan air.

39
a. Tiap hari b. Tidak tentu
c. Sebulan sekali d. Seminggu sekali.

F. Pantangan makan dan minum


1. Apakah ada pantangan makan dan minum bagi ibu hamil atau melahirkan ?
a. Ya. (sebutkan )………..
b. Tidak
2. Apakah ada pantangan bagi bayi atau anak ?
a. Ya (sebutkan)………..
b. Tidak.

G. Keluarga sadar GIZI


1. Makanan pokok…………..
2. Apakah jenis lauk yang dimakan ?
a. Protein hewani b. Protein Nabati c. Campuran
3. Apakah ada sayuran dalam menu makanan ?
a. Selalu ada b. Kadang-kadang c. Tidak ada
4. Apakah ada buah-buahan ?
a. Selalu ada b. Kadang-kadang c. Tidak ada
5. Apakah keluarga mengkonsumsi susu ?
a. Selalu ada b. Kadang-kadang c. Tidak ada
6. Berapa kali kebiasaan makan dalam sehari ?
a. 1 kali sehari b. 2 kali sehari
c. 3 kali sehari d. Tidak tentu
7. Bagaiman cara menghidangkan makanan ?
a. Tertutup b. Terbuka c. Kadang-kadang.
8. Apakah ada pantangan makan dalam keluarga ?
a. Ada b. Tidak.
9. Bagaimana kebiasaan mencuci sayuran ?
a. Tidak dicuci b. Dipotong baru dicuci
c. Dicuci baru dipotong.
10. Apakah keluarga biasa menggunakan garam beryodium dalam makanan sehari-hari
a. Ya. b. Tidak.
11. Apakah ibu hanya memberi ASI sampai berumur 6 bulan
a. Ya. b. Tidak.

V. LINGKUNGAN FISIK PERUMAHAN

A. Bagaimana keadaan Ventilasi


1. Apakah tinggi eternit/langit-langit dari lantai minimal 2,4 m
a. Ya. b. Tidak
2. Apakah terdapat lobang angin/Jendela ?
a. Ya b, Tidak
3. Apakah Luas jendela > 10 % dari luas lantai
a. Ya b. Tidak
4. Apakah didalam ruangan terasa sejuk ?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah didalam rumah tersa panas ?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah didalam rumah terasa pengap ?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah terdapat jendela rumah ?
a. Ada, dibuka b. Ada ditutup. C. Tidak ada.
8. Apakah terdapat genting kaca dalam rumah ?
a. Ada b. Tidak ada

B. Jamban
1. Bagaiman kondisi fasilitas MCK
a. Baik b. Buruk
2. Apakah keluarga memiliki MCK
a. Ya. b. Tidak
3. Berapakah keluarga yang mempunyai MCK
a. 1 buah b. > dari 1
4. Bagaimana jenis MCK ?

40
a. Didalam rumah b. Diluar Rumah.

C. Jarak sumber air dengan MCK


Berapa jarak sumber air dengan MCK
a. > dari 10 meter b. < dari 10 meter

D. Sistem pembuangan air kotor


Bagaimana sistem pembuangan air kotor
a. SPAL Sistem peresapan tertutup. b. Sistem peresapan terbuka
c. Dibuang diselokan/sungai/kolam d. Dibuang sembarangan tanpa saluran

E. Pengelolaan sampah
Bagaiman cara pengelolaan sampah ?
a. Dibakar b. Ditimbun c. Dibuang kesungai
d. Didaur ulang e. Diangkut dinas kebersihan f. lain-lain.

F. Sumber pencemaran
1. Apakah ada sumber pemcemaran dekat rumah ?
a. Ada b. Tidak
2. Apakah jenis pemcemaran ( polusi )
a. Limbah rumah tangga b. Limbah industri
3. Apakah jenis zat pencemar ?
a. Kimia b. Non Kimia
4. Berapa jarak dari rumah kesumber polusi ?
a. < dari 10 m b. > dari 10 m
5. Apakah ada tindakan yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut
a. Ya b. Tidak
6. Apakah keluarga mempunyai kandang ternak ?
a. Ya b. Tidak
7. Bagaimana keadaan kandang ternak
a. Menyatu dengan rumah b. Terpisah dari rumah
8. Bila terpisah dari rumah, berapa jarak kandang ternak dari rumah ?
a.Menempel b. Dikolong rumah
c. < dari 10 m dari rumah d. > dari 10 m dari rumah
9. Apakah terdapat lalat ?
a. Tidak ada b. ada, 1 – 5 ekor
c. ada, 6 -10 ekor d. ada > dari 10 ekor
10. Apakah terdapat nyamuk ?
a. Tidak ada b. ada, 1-5 ekor
c. ada, 6 – 10 ekor d. ada, > dari 10 ekor.

G. Pekarangan rumah
Apakah keluarga mempunyai pekarangan rumah
a. Ya b. Tidak
Apakah ada pemanfaatan pekarangan rumah
a. Ya b. Tidak.
Jika ya: Jelaskan untuk apa........................................................................

Contoh Analisa data


No Data Penyebab Masalah Kesehatan
1 DS : Kurangnya pengetahuan dan Resiko terjadinya
Adanya penduduk yang kesadaran masyarakat tentang penyakit ISPA dan
membuang sampah Pembuangan sampah pencemaran lingkungan
sembarangan dan sembarangan dan masyarakat
membakar sampah. membakar sampah.
DO :
- Moyaritas kebiasaan
penduduk membuang

41
sampah dibakar sebanyak
441(91%) dan minoritas
membuang sampah
sembarangan sebanyak 5
(1%).
2 DS : Adanya penduduk Kurangnya pengetahuan dan Resiko terjadinya DBD
yang membuang tempat kesadaran masyarakat tentang dan malaria
pembuangan limbah RT di kesehatan lingkungan
parit yang tidak mengalir
dan tergenang
DO :
Mayoritas tempat
pembuangan limah RT
Pada parit tidak mengalir
sebanyak 292 (61%),
sedangkan minoritas nya
tergenang sebanyak 7
(1%).
3 DS : Kurangnya pengetahuan PUS Resiko tinggi terjadinya
Sebagian pasangan usia tentang KB dan manfaat dari peningkatan jumlah
subur (PUS) tidak KB penduduk,
menjalani program KB bertambahnya
dan metode KB yang kebutuhan sehari-hari
digunakan dalam rumah tangga
DO :
Dari 291 PUS Desa Paku
mayoritas tidak
menggunakan KB
sebanyak 151 (52%) dan
yang menggunakan KB
sebanyak 140 (48%).
4 DS : Kurangnya pengetahuan ibu Resiko tinggi terjadinya
Sebagian masyarakat (ibu- tentang pentingnya Imunisasi penyakit campak,
ibu) tidak memberikan pada balita. hepatitis, TB paru,
imunisasi kepada balita polio, dan Tetanus
dan sebagian lainnya balita
tidak mendapat imunisasi
lengkap
DO :
Balita imunisasi lengkap
sebanyak 59 balita (89%)
dan balita imunisasi tidak
lengkap sebanyak 7 balita
(11%)
5 DS : Kurangnya pengetahuan Resiko terhadap
Sebagian masyarakat yang masyarakat tentang komplikasi hipertensi
mederita hipertensi tidak Pengobatan Hipertens yang dapat
melakukan pengobatan menyebabkan stroke
secara teratur dan penyakit lainnya
Do :

42
Mayoritas penderita
hipertensi tidak melakukan
pengobatan secara teratur
sebanyak 15 Jiwa (52%),
dan minoritas penderita
hipertensi melakukan
pengobatan secara teratur
sebanyak 14 jwa (48%)

Memprioritaskan Masalah Keperawatan Kesehatan Komunitas


No Masalah A B C D E F G H I J K Total Prioritas
Kesehatan
1 Resiko 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 53 1
terjadinya
penyakit
ISPA
2 Resiko 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
DBD dan
malaria
3 Resiko tinggi 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
peningkatan
jumlah
penduduk
4 Resiko tinggi 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terjadinya
penyakit
campak,
hepatitis, TB
paru, polio,
dan Tetanus
5 Resiko 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 48 4
terhadap
komplikasi
hipertensi

43
yang dapat
menyebabkan
stroke

Keterangan Pembobotan
Sangat rendah = 1, Rendah = 2 , Cukup = 3, Tinggi = 4,
Sangat tinggi = 5

Aspek yang dinilai:


A : Risiko terjadi
B : Risiko parah
C : Potensial untuk Penkes
D : Minat masyarakat
E : Mungkin diatasi
F : Sesuai program pemerintah
G : Tempat
H : Waktu
I : Dana
J : Fasilitas
K : Sumber daya

PLANNING OF ACTION (POA) PADA SAAT MINI LOKAKARYA (MINLOK)


NO Masalah Solusi/rencana kegiatan Hari/ Tempat Sasaran Nara sumber Penanggung
pemecahan masalah Tgl Jawab
Waktu
1 Keadaan 1.Mengadakan gotong Jumat Lingk III kel Seluruh Mahasiswa yg
lingkungan royong 11-4-11 Lab. Deli masyarakat di lingk III, 1.Bpk Camat medan Marelan
yang kotor 07.00- lingk III Dosen 2.Bpk Lurah kel Lab Deli
kurang 09wib Kel Lab Pembimbing 3.Bpk Kepling III Kel Lab De
memenuhi Deli lingk III, 4.Direktris Akper Imelda
syarat kepling lingk 5.Dosen Pemb
kesehatan III, Lurah Idem
lingk III
Kel Lab
Deli

Kamis Ibu Syarifah idem


2. Memberikan penyuluhan 10-4-11 di Lingk III Ibu-ibu
tentang kebersihan 14.00- pd saat lingk III
lingkungan 16.00 perwiritan yang dtg
WIB ibu-ibu wiret

44
FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

Pengkajian (tanggal) :..................................................

DATA UMUM
1. Nama Kepala Keluarga : ............................................................
2. Jenis Kelamin : ............................................................
3. Usia : ............................................................
4. Pendidikan : ............................................................
5. Pekerjaan : ............................................................
6. Alamat : ............................................................

Komposisi Anggota Keluarga :.............................................................

No Nama JK Hubungan Umur Pendidikan Pekerjaan


dengan Kelg

Genogram :

7. Tipe Keluarga : ......................................................................................


8. Suku Bangsa/agama : ........................................................................
9. Penghasilan Keluarga : .........................................................................
10. Kepemilikan/bentuk Rumah : .................................................................
11. Sumber Air Minum : .................................................................................
12. Jenis//jarakJamban dengan Sumber Air : ...............................................
13. Kebiasaan membuang Sampah :................................................................
14. Pembuangan Limbah RT: .........................................................................
15. Kepemilikan Ternak :.................................................................................
16. Letak Kandang Ternak Dengan Rumah: .................................................
17. Pemanfaatan Halaman : .............................................................................
18. Pemanfaatan Sarana Kesehatan : ............................................................
19. Aktivitas Rekreasi Keluarga : ............................................................

KESEHATAN IBU DAN ANAK.


1. Nama Anggota Keluarga yang Hamil :……..
2. Kehamilan Ke : a. I b. II. c. III. d. IV. e. > IV
3. Umur Kehamilan : ……............ bulan
4. Apakah ibu Hamil sudah Memeriksakan Kehamilannya ? a. Ya b. Tidak
5. Bila Ya, diperiksa dimana : ....................................................................................
6. Bila tidak sebutkan alasannya : ..…………………………………………………
7. Apakah ibu Hamil sudah diImunisasi TT : a. Ya b. Tidak
8. Bila Ya diImunisasi dimana :……………………………………….…………….

Persalinan ( Umur bayi Max 11 bulan )


1. Nama ibu yang bersalin : ……………………………………………………..
2. Tanggal persalinan : ………….…………………………………………..
3. Nama Bayi (sesuai urutan Kel.) : …………………………………………………
4. Jenis Kelamin : ………………………………………………………

45
5. Yang menolong Pesalinan : ……………………………………………………..
6. Jarak kelahiran dengan kakakya : ……................... ( dalam Bulan )
7. Apakah ibu pernah mengalami keguguran? a. Ya b. Tidak
8. Bila Ya terjadi pada usia kehamilan berapa:………………………………………
9. Ditolong oleh siapakah pada saat keguguran :........................................................
10. Apakah bayi sudah diperiksa kesehatannnya: a. Ya b. Tidak
11. Bila Ya Dimana:………………………………………………………………….

Imunisasi yang sudah diberikan kepada bayi ( umur maximal 12 bulan )


No. Jenis Imunisasi Ya Tidak No Jenis Imunisasi Ya Tidak
1. BCG POLIO II
2. DPT – HB I POLIO III
3. DPT – HB II POLIO IV
4. DPT – HB III CAMPAK
5. POLIO I HB 0 – 10 hari

Gizi Balita ( 0 – 4 Tahun )


1. Jumlah balita yang ada dalam keluarga :............................anak
2. Jumlah Balita yang mempunyai KMS : ........................... anak
3. Jumlah Balita yang ditimbang bulan ini : ........................... anak
4. Cek Status Gizi anak pada KMS (melihat berat badan anak)
a. Baik b. Sedang c. Kurang d. Buruk
5. Umur berapa bayi tersebut disapih (apabila ada)?
a. < 1 bulan b. 1 – 6 bulan. c. 6 bulan – 1 tahun
d. 1 – 2 tahun e. > 2 tahun

Ibu Melakukan Persalinan di Fasilitas Kesehatan


Faktor Pendukung :
a. Tersedianya pelayanan PUSKESMAS berkualitas
b. Tersedianya rumah tunggu kelahiran dan Ambulan atau alat transportasi untuk
bumil di tempat-tempat yang memerlukan
c. Tersedianya pelayanan ANC dan senam bumil di PUSKESMAS
d. Promosi oleh NAKES dan kader PKK tentang persalinan di fasilitas
kesehatan

Bayi Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap


Faktor Pendukung :
a. Tersedianya pelayanan imunisasi dasar di PUSKESMAS dan FKTP lain
b. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang imunisasi dasar
c. Promosi oleh pemuka-pemuka agama dan kader imunisasi dasar
d. Promosi oleh kader PKK tentang imunisasi dasar
e. Kampanye nasional imunisasi lengkap

Bayi Mendapat Air Susu Ibu (ASI) Ekskulusif selama 6 bulan


Faktor Pendukung :
a. Tersedianya pelayanan konseling ASI di PUSKESMAS dan FKTP
b. Tersedianya ruang menyusui/ memerah dan menyimpan ASI di tempat- tempat
umum dan perkantoran/ perusahaan
c. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang ASI eksklusif
d. Promosi oleh Kader PKK tentang ASI eksklusif
e. Kampanye Nasional pemberian ASI eksklusif

Balita Mendapatkan Pemantauan Pertumbuhan


Faktor Pendukung :
a. Posyandu yang berfungsi dengan baik reguler (minimal 1 bulan sekali)
b. Supervisi dan bimbingan yang reguler dari PUSKESMAS ke posyandu
c. Pemantauan pertumbuhan murid play group dan taman kanak-kanak
d. Promosi oleh kader PKK tentang pemantauan pertumbuhan BALITA

46
e. Promosi oleh NAKES tentang pemantauan pertumbuhan BALITA

Penderita Tuberkulosis Paru Mendapatkan Pengobatan Sesuai Standar


Faktor Pendukung :
a. Tersedianya pelayanan pengobatan TB Paru di PUSKESMAS, FKTP, lain dan
rumah sakit.
b. Tersedianya pengawas menelan obat (PMO) di rumah dan di tempat kerja
c. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pengobatan TB Paru
d. Promosi oleh kader PKK tentang pengobatan TB Paru
e. Promosi di tempat-tempat umum tentang pengobatan TB Paru

Penderita Hipertensi Melakukan Pengobatan Secara Teratur


Faktor Pendukung :
a. Akses pelayanan terpadu PTM di FKTP
b. Tersedianya posbindu PTM disetiap desa/ kelurahan yang berfungsi dengan baik
c. Sistem pengawasan keteraturan menelan obat dari kader kesehatan
d. Tersedianya pelayanan konseling berhenti merokok di PUSKESMAS/FKTP dan RS
e. Peningkatan kegiatan senam dan aktivitas fisik dikalangan masyarakat
f. Pembatasan kandungan garam garam makanan dan bahan tambahan
makanan
g. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pengobatan hipertensi

Penderita Gangguan Jiwa Mendapatkan Pengobatan dan Tidak ditelantarkan


Faktor Pendukung :
a. Akses pelayanan terpadu PTM di FKTP
b. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pengobatan dan perlakuan
terhadap penderita gangguan jiwa
c. Promosi di tempat-tempat kerja tentang pengobatan dan perlakuan terhadap
penderita gangguan jiwa
d. Promosi oleh kader PKK tentang pengobatan dan perlakuan terhadap
penderita
e. Promosi tentang pengobatan dan perlakuan terhadap penderita gangguan jiwa

Anggota Keluarga Tidak Ada yang Merokok


Faktor Pendukung :
a. Tersedianya pelayanan konseling berhenti merokok di PUSKESMAS/FKTP dan
Rumah Sakit
b. Pembatasan iklan rokok dalam berbagai bentuk
c. Pemberlakuan kawasan dilarang merokok diperkantoran/perusahaan tempat-
tempat umum
d. Pemberlakuan kawasan dilarang merokok di sekolah/madrasah dan
perguruan tinggi
e. Kemberlakuan batas usia pembeli rokok
f. Kenaikan cukai rokok
g. Kampanye nasional tentang bahaya merokok

Keluarga Mempunyai Akses/ Memiliki Sarana Air Bersih


Faktor Pendukung :
a. Tersedianya sarana air bersih sampai ke desa/kelurahan
b. Tersedianya sarana air bersih di sekolah/madrasah
c. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pentingnya penggunaan air bersih
d. Promosi oleh Kader kesehatan/kader PKK tentang pentingnya penggunaan air
bersih
Keluarga Mempunyai Akses/ Menggunakan Jamban Sehat
Faktor Pendukung :
a. Tersedianya jamban sehat disetiap keluarga
b. Tersedianya jamban sehat di sekolah/ madrasah dan perguruan tinggi

47
c. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pentingnya penggunaan air bersih
d. Promosi oleh kader kesehatan/kader PKK tentang pentingnya penggunaan
jamban sehat

Keluarga Sudah Menjadi Anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Faktor Pendukung
:
a. Tersedianya pelayanan kepersertaan JKN yang mudah dan efisien
b. Tersedianya pelayanan kepersertaan FKTP dan Rumah Sakit yang bermutu
dan merata serta rujukan yang nyaman
c. Promosi tentang kepersertaan JKN tentang pengobatan TB Paru d. Kampanye
nasional tentang kepersertaan JK

48
TABEL TALLY DATA LINGKUNGAN
DI KELURAHAN LABUHAN DELI KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN
TANGGAL … 2022

1. Table distribusi KK berdasarkan jenis kelamin


No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki
2 Perempuan
Total

2. Tabel Distribusi Jumlah Penduduk berdasarkan Golongan Umur Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April
2022
Jenis Kelamin
No. Golongan Umur Rentang Umur Jumlah %
Laki-laki Perempuan
1. Bayi 0 – 12 bulan
2. Batita 13-36 bulan
3. Balita 37-71 bulan
4. Usia sekolah (SD) 6-12 tahun
5. Remaja Awal (SMP) 13-15 tahun
6. Remaja Akhir (SMA) 16-18 tahun
7. Usia Produktif 19-45 tahun
8. Pra
4 lansia
6 46-59 tahun
-
9. Lansia >60 tahun
Total :

3. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Agama Di Kelurahan Labuhan Deli


Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Agama Jumlah %
1. Islam
2. Kristen Protestan
3. Katolik
4. Hindu
5. Budha
Total :

4. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Pendidikan Di Kelurahan Labuhan


Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Pendidikan Jumlah %
1. Perguruan tinggi
2. SLTA
3. SLTP
4. SD
5. Tidak sekolah
Total :

49
5. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Pekerjaan Di Kelurahan Labuhan
Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Pekerjaan Jumlah %
1. PNS
2. TNI/ Polri
3. Karyawan Swasta
4. Wiraswasta
5. Petani/ Ladang/ Kebun
6. Supir
7. Pedagang
8. Tidak kerja
9. IRT
10. Buruh Harian Lepas
11. Pensiunan PNS
Total :

6. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Suku Di Kelurahan Labuhan Deli


Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
Suku Jumlah %
No.
1. Batak
2. Jawa
3. Melayu
4. Tionghoa
5. Minang
6. Aceh
Total :

7. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Jumlah Penghasilan Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Penghasilan Jumlah %
1. < - Rp. 500 ribu
2. Rp. 500 – 750 ribu
3. Rp. 750 ribu – 1 juta
4. Rp. 1 juta – 2 juta
5. Rp. 2 juta - lebih
Total :

8. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Di


Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
Status
No. Jumlah %
Kepemilikan
1. Milik sendiri
2. Sewa rumah
Total :

50
9. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Bentuk Rumah Di Kelurahan
Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Bentuk Rumah Jumlah %
1. Permanen
2. Semi Permanen
3. Kayu
4. Gubuk
Total :

10. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Sumber Air Minum Di Kelurahan
Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
Sumber Air
No. Jumlah %
Minum
1. PAM
2. Sumur bor
3. SGS
4. Air gallon
5. SGTS
6. Tadah hujan
7. Lain-Lain
Total :

11. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Jamban Di Kelurahan Labuhan Deli
Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Jenis Jamban Jumlah %
1. Septic tank
2. Cemplung terbuka
3. Cemplung tertutup
4. Sungai
5. Kolam/ empang
6. Parit
7. Sembarang tempat
Total :

12. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Jarak Jamban dengan Sumber Air
Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Jarak Jamban Jumlah %
1. < 5 meter
2. 5 – 10 meter
3. > 10 meter
Total :

13. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Kebiasaan Membuang Sampah Di


Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Membuang Jumlah %

51
Sampah
1. Dibakar
2. Bak/ Tong sampah
3. Ditimbun
4. Parit/selokan
5. Sembarangan
6. Diangkut
Total :

14. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Tempat Pembuangan Limbah RT


Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Tempat Limbah Jumlah %
1. Parit mengalir
Parit tidak
2.
mengalir
3. Tergenang
Total :

15. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Kepemilikan Ternak Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
Kepemilikan
No. Jumlah %
Ternak
1. Memiliki ternak
Tdk memiliki
2.
ternak
Total :

16. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Letak Kandang Ternak dengan
Rumah Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan
Tanggal 21 Maret - 02 April 2022.
No. Letak kandang Jumlah %
1. Di dalam rumah
2. Di kolong rumah
3. Menempel
Terpisah dari
4.
rumah
Total :

17. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Pemanfaatan Halaman Rumah Di


Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Pemanfaatan Jumlah %
1. Apotik hidup
2. Warung hidup
3. Taman
Tidak
4.
dimanfaatkan
Total :

52
18. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Pemanfaatan Sarana Kesehatan Di
Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Sarana Kesehatan Jumlah %
1. Rumah Sakit
2. Klinik Kesehatan
3. Puskesmas
4. Tradisional
5. Pustu
6. Beli obat diwarung
Total :

19. Tabel Distribusi Kepala Keluarga berdasarkan Pasangan Usia Subur Di Kelurahan
Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
Pasangan
No. Jumlah %
Keluarga
1. PUS
2. Non PUS
Total :

20. Tabel Distribusi Pasangan Usia Subur berdasarkan Akseptor KB Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Pasangan Usia Subur Jumlah %
1. Akseptor KB
2. Non Akseptor KB
Total :

21. Tabel Distribusi Akseptor KB berdasarkan Penggunaan Alat Kontrasepsi Di


Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Jenis Kontrasepsi Jumlah %
1. IUD
2. Kondom
3. Pil KB
4. Susuk
5. Suntik KB
6. Sterilisasi
7. Implant
Total :

22. Tabel Distribusi Pasangan Usia Subur berdasarkan Kehamilan Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Pasangan Usia Subur Jumlah %

53
1. Hamil
2. Tidak Hamil
Total :

23. Tabel Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Immunisasi TT Di Kelurahan Labuhan


Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Immunisasai TT Jumlah %
1. Lengkap
2. Tidak lengkap
3. Tidak sama sekali
Total :

24. Tabel Distribusi Balita berdasarkan Immunisasi Di Kelurahan Labuhan Deli


Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Immunisasi Jumlah %
1. Lengkap
2. Tidak lengkap
3. Tidak sama sekali
Total :

25. Tabel Distribusi Ibu Melakukan Persalinan di Fasilitas Kesehatan Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Ibu Melakukan Persalinan di
Fasilitas Kesehatan
2. Ibu Tidak Melakukan Persalinan di
Fasilitas Kesehatan
Total

26. Tabel Distribusi Balita Mendapatkan Pemantauan Pertumbuhan Di Kelurahan


Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Balita Mendapatkan Pemantauan
Pertumbuhan
2. Balita Tidak Mendapatkan
Pemantauan Pertumbuhan
Total

27. Tabel Distribusi Penderita Tuberculosis Paru Mendapatkan Pengobatan Sesuai


Standar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan
Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Penderita Tuberculosis Paru - -
Mendapatkan Pengobatan Sesuai
Standar
2. Penderita Tuberculosis Paru Tidak - -
Mendapatkan Pengobatan Sesuai
Standar
Total - -

54
28. Tabel Distribusi Penderita Hipertensi Melakukan Pengobatan Secara Teratur Di
Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Penderita Hipertensi Melakukan
Pengobatan Secara Teratur
2. Penderita Hipertensi Tidak
Melakukan Pengobatan Secara
Teratur
Total

29. Tabel Distribusi Penderita Gangguan Jiwa Mendapatkan Pengobatan dan Tidak di
Telantarkan Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan
Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Penderita Gangguan Jiwa
Mendapatkan Pengobatan dan Tidak
di Telantarkan
2. Penderita Gangguan Jiwa Yang
Tidak Mendapatkan Pengobatan dan
Tidak di Telantarkan
Total

30. Tabel Distribusi Anggota Keluarga Tidak ada yang Merokok Di Kelurahan
Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02
April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Anggota Keluarga Tidak ada yang
Merokok
2. Anggota Keluarga yang Merokok
Total

31. Tabel Distribusi Keluarga yang Mempunyai Akses/Memiliki sarana Air Bersih di Di
Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Keluarga yang Mempunyai
Akses/Memiliki sarana Air Bersih
2. Keluarga yang Tidak Mempunyai
Akses/Memiliki sarana Air Bersih
Total

32. Tabel Distribusi Keluarga Mempunyai Akses/Menggunakan Jamban Sehat Di


Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %
1. Keluarga Mempunyai
Akses/Menggunakan Jamban Sehat
2. Keluarga Tidak Mempunyai
Akses/Menggunakan Jamban Sehat
Total

33. Tabel Distribusi Keluarga Sudah Menjadi Anggota Kesehatan Nasional (JKN) di Di
Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tanggal 21
Maret - 02 April 2022
No. Indikator Kesehatan Jumlah %

55
1. Keluarga Sudah Menjadi Anggota
Kesehatan Nasional (JKN)
2. Keluarga belum Menjadi Anggota
Kesehatan Nasional (JKN)
Total

34. Tabel Distribusi Penyakit di Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan


Marelan Kota Medan Tanggal 21 Maret - 02 April 2022
No Nama Penyakit Jumlah %
1. Hipertensi
2. Asam Urat
3. Kolesterol
4 Diabetes Mellitus
6 Sinusitis
8 Ginjal
9 Penyakit jantung coroner
10 Bell’s Palsy
Total

RANGKUMAN

Data pengkajian komunitas ada hal yang harus diketahui, yaitu tipe data,
sumber data, metode pengumpulan data, pengorganisasian data, validasi data, dan
analisis data. Proses analisis data meliputi, kategorisasian, ringkasan,
perbandingan, dan kesimpulan. Data inti komunitas meliputi, sejarah atau riwayat
(riwayat daerah dan perubahan daerah), demografi (usia, karakteristik jenis
kelamin, distribusi ras, dan distribusi etnis), tipe keluarga (keluarga/bukan
keluarga, kelompok), status perkawinan (kawin, janda/duda, single), statistik vital
(kelahiran, kematian kelompok usia dan penyebab kematian), nilai-nilai dan
keyakinan, dan agama.
Data subsistem komunitas meliputi, lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan
sosial, ekonomi, transportasi, keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan, dan rekreasi
Proses analisis komunitas dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu
kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan. Diagnosis keperawatan
komunitas harus ditujukan kepada komunitas, kelompok atau aggregates tersebut,
sehingga secara umum diagnosis tersebut meliputi atau mewakili permasalahan
individu, keluarga yang hidup dan tinggal dalam komunitas tersebut.
Ada tiga bagian diagnosis keperawatan, yaitu menggambarkan masalah, respon
atau keadaan, identifikasi faktor etiologi berkaitan dengan masalah, serta tanda
dan gejala yang merupakan karakteristik masalah.
Perencanaan keperawatan komunitas terdiri atas beberapa tahapan, yaitu
memprioritaskan diagnosis komunitas, menetapkan sasaran intervensi yang
diharapkan, menetapkan tujuan yang diharapkan, dan menetapkan intervensi
keperawatan.
Ada lima faktor yang perlu diperhatikan dalam memperioritaskan masalah,
yaitu luasnya perhatian masyarakat, sumber-sumber yang dapat digunakan untuk

56
mengatasi masalah (dana, tenaga, waktu, alat, dan penyaluran), bagaimana cara
mengatasi masalah tersebut, kebutuhan pendidikan khusus, serta penambahan
sumber dan kebijakan yang dibutuhkan.
Rencana intervensi dalam keperawaran komunitas berorientasi pada
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan
manajemen krisis. Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan kesehatan
komunitas, maka harus mencakup apa yang akan dilakukan, kapan melakukannya,
berapa banyak, siapa yang menjadi sasaran, dan lokasinya di mana?
Pengorganisasian komunitas adalah suatu proses ketika suatu masyarakat
tertentu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan serta mengembangkan
keyakinannya untuk berusaha memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan
prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia, dengan
usaha secara gotong-royong untuk mencapai tujuan bersama.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 1 yang terdiri
dari 4-5 orang.
b. Klpk 1.Pengkajian, analisa data keperawatan komunitas
c. Klpk 2.Diagnosa keperawatan komunitas
d. Klpk 3 Memprioritaskan keperawatan komunitas
e. Klpk 4 Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas
f. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam MS
Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas,
nama-nim anggota kelompok, dan program studi.
g. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap kelompok

Tugas Mandiri
•Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di SPADA

57
DAFTAR PUSTAKA

Machfoedz Ircham Drg. M.S. 2008. Pendidikan Kesehatan bagian dari promosi
kesehatan. Yogyakarta, Fitramaya

Notoatmodjo Soekidjo Prof. Dr. S.K.M, M.Com.H. 2007 promosi kesehatan dan
ilmu perilaku. Jakarta. PT Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta :


Rineka Cipta.

Notoatmodjo Soekidjo Prof. Dr. S.K.M, M.Com. 2010. Promosi kesehatan; teori
dan aplikasi. Jakarta PT Rineka Cipta

Notoatmodjo Soekidjo Prof. Dr. S.K.M, M.Com. H. 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta. PT Rineka Cipta

https://jodenmot.wordpress.com/2020/4/29/teori-peran-pengertian-definisi/
https://lubbna.wordpress.com/2020/4/07/optimalisasi-kan-peran-perawat-
komunitas-dalam-upaya-promosi-kesehatan/

https://www.scribd.com/mobile/document/265622814/Analisa-Peran-Perawat-
Dalam-Promosi-Kesehatan

www.academia.edu/8888530/Analisa_Peran_Perawat_dalam_Promosi_Kesehatan

58
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH

Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini sangat pesat, hal ini
disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat cepat sehingga informasi dengan cepat dapat diakses oleh
semua orang sehingga informasi dengan cepat diketahui oleh
masyarakat. Perkembangan era globalisasi yang menyebabkan
keperawatan di Indonesia harus menyesuaikan dengan perkembangan
keperawatan di negara yang telah berkembang, sosial ekonomi
masyarakat semakin meningkat sehingga masyarakat menuntut pelayanan
kesehatan yang berkualitas tinggi, tapi di lain pihak bagi masyarakat
ekonomi lemah mereka ingin pelayanan kesehatan yang murah dan
terjangkau. Sehingga memerlukan perawatan lebih lama di rumah sakit.
Lama perawatan di rumah sakit telah menurun secara dramatis dalam
era peningkatan biaya keperawatan kesehatan, potongan anggaran yang
besar, managed care, perkembangan teknologi yang cepat, dan pemberian
pelayanan yang maju, karena penyebab langsung, atau efek langsung dari
variabel ini, industri perawatan di rumah menjadi alat untuk menurunkan
biaya dan lama perawatan. Akibatnya, industri perawatan di rumah
berkembang menjadi masalah yang kompleks dan harus diatasi
denganperhatian yang besar bila salah satu tujuannya adalah memberi
hasil yang terbaik bagi setiap individu.
Home care adalah pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien,
individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, dan disediakan,
oleh pemberi pelayanan, yang diorganisir untuk memberi pelayanani
rumah melalui staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian kerja atau kontrak
(Warola, 1980 Dalam Perkembangan Modal Praktek Mandiri Keperawatan Di

59
Rumah Yang Disusun Oleh PPNI dan DEPKES) Pelayanan keperawatan
yang berkualitas mempunyai arti bahwa pelayanan yang diberikan
kepada individu, keluarga ataupun masyarakat haruslah baik (bersifat
etis) dan benar (berdasarkan ilmu dan hukum yang berlaku). Hukum yang
mengatur praktik keperawatan telah tersedia dengan lengkap, baik dalam
bentuk undang-undang kesehatan, maupun surat keputusan Menkes
tentang praktik keperawatan.
Implementasi praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat
sebenarnya tidak harus dilakukan di rumah sakit, klinik, ataupun di
gedung puskesmas tetapi dapat juga dilaksanakan dimasyarakat maupun
dirumah pasien. Pelayanan keperawatan yang dilkukan dirumah pasien
disebut Home Care. Di dalam Bab II ini, akan memberikan
deskripsi/gambaran tentang konsep dasar Home Care dalam keperawatan
komunitas.

B. Deskripsi Materi
Pertemuan ini membahas tentang konsep perawatan di rumah yang
meliputi: defenisi Perawatan di rumah, tujuan dasar dari keperawatan di
rumah, manfaat keperawatan di rumah, model Teori keperawatan yang
berkaitan dengan perawatan di rumah, karakteristik home care, ruang lingkup
home care, keuntungan home care, tipe aplikasi teori praktek home care,
persyaratan pasien menerima pelayanan home care, unsur Perawatan
Kesehatan di Rumah, mekanisme Perawatan di Rumah, peran dan Fungsi
Perawat Kesehatan di Rumah

C. Kemampuan/ Tujuan Akhir Yang Diharapkan

Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa


mencapai Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yaitu mampu menerapkan
asuhan keperawatan komunitas di rumah (home care) dengan memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus-kasus pasca stroke, cancer,
diabetes mellitus dengan ganggren dan pasien yang mengalami tindakan operasi
yang memerlukan perawatan yang lama setelah di pulang dari rumah sakit.

60
D. Uraian Materi
I. Defenisi Perawatan di rumah
II. Tujuan dasar dari keperawatan di rumah
III. Manfaat keperawatan di rumah
IV. Model Teori keperawatan yang berkaitan dengan perawatan di rumah
V. Karakteristik home care
VI. Ruang lingkup pelayanan home care
VII. Keuntungan home care
VIII. Unsur Perawatan Kesehatan di Rumah
IX. Mekanisme Perawatan di Rumah
X. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan di Rumah
XI. Konsep Nusantara Sehat
XII. Konsep Kesehatan Pariwisata

61
I. Defenisi
Menurut Departemen Kesehatan (2002) home care adalah
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang
diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang
bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan
kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan
akibat dari penyakit.
Home Health Care adalah sistem dimana pelayanan kesehatan dan
pelayanan social diberikan di kondisi kesehatannya (Neis dan Mc.Ewen ,
2001
Home care adalah layanan dari rentang pelayanan kesehatan yang
komprehensif untuk individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang
bersifat preventif, promotif dan rehabilitatif. (Warhola, 1980).
Home Care merupakan kunjungan rumah dan bagian integral dari
pelayanan keperawatan, yang dilakukan oleh perawat untuk individu,
keluarga, masyarakat untuk mencapai kemandirian dalam menyelesaikan
masalah kesehataan. (Sherwen, 1991).
Home Care adalah perpaduan perawat kesehatan masyarakat dan
keterampilan teknis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari
kumpulan perawat komunitas : perawat gerontologi, psikiatri, ibu dan
anak, kesehatan masyarakat dan medikal bedah. (ANA, 1992).
Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari
perawatan jangka panjang (Long term care) yang dapat diberikan oleh
tenaga profesional maupun non profesional yang telah mendapatkan
pelatihan (Helwiah, 2004).
Sebagai bagian dari proses keperawatan di rumah sakit, yang
merupakan kelanjutan dari rencana pemulangan (discharge planning), bagi
klien yang sudah waktunya pulang dari rumah sakit konsep baru dalam
sistem pelayanan kesehatan, khususnya pada praktek keperawatan
komunitas. Hal ini sudah dikembangkan sejak tahun 1859 yang pada saat
itu William Rathbone of Liverpool, England dan juga Florence
Nightingale melakukan perawatan kesehatan di rumah dengan

62
memberikan pengobatan bagi klien (masyarakat) yang mengalami sakit
terutama mereka dengan status sosial ekonomi rendah, kondisi sanitasi,
kebersihan diri & lingkungan, dan gizi buruk sehingga beresiko tinggi
terhadap berbagai jenis penyakit infeksi yang umum ditemukan
dimasyarakat (Smith & Maurer, 2000).
Kunjungan rumah juga dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meminimalkan resiko
penyakit infeksi masyarakat, serta mencegah terjadinya kekambuhan
penyakit, seperti: perawatan nifas pada ibu paska melahirkan, perawatan
anak diare, pemantauan pengobatan klien dengan tuberkulosis, hipertensi,
kardiovaskuler, penyuluhan kesehatan klien dengan berbagai penyakit, dll
(Stanhope & Lancaster, 2001).

II. Tujuan Dasar Dari Keperawatan di Rumah


a. Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif, serta
mendorongdigunakannya pelayanan kesehatan
b. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota
keluarga denganmasalah kesehatan dan kecacatan
c. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh
anggota keluarga,serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang peningkatan kesehatandan pencegahan
d. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar anggota keluarga
e. Meningkatkan kesehatan lingkungan

III. Manfaat Keperawatan di Rumah


Manfaat Keperawatan Home Care ( Home Care Nursing) adalah:
 Pasien lebih dekat dengan keluarganya sehingga menciptakan rasa aman
dan nyaman antara pasien dan keluarganya
 Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien sehingga tidak merasa
diabaikan.pasien
 Meningkatkan kualitas hidup pasien.

63
 Menghemat biaya, artinya keluarga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya
(kamar) RumahSakit, transport pp rumah- Rumah Sakit untuk menemani
pasien di Rumah Sakit
Manfaat home care adalah :
1. Bagi klien dan keluarga:
a) Program Home Care dapat membantu meringankan biaya rawat inap
yang makin mahal, karena dpt mengurangi biaya akomodasi pasien
dan transportasi serta konsumsi keluarga;
b) Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat
anggota keluarga ada yang sakit;
c) Merasa lebih nyaman karena berada di rumah sendiri;
d) Makin banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah, sehingga tugas
merawat orang yang sakitsiasanya dilakukan ibu terhambat, oleh
karena itu perlu kehadiran perawat untuk menggantikannya.
2. Bagi perawat:
1) Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan
lingkungan
yang tetap sama;
2) Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik;
3) Sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan sesuai dengan situasi
dan kondisi keluarga, sehingga kepuasan kerja perawat meningkat.

IV. Model Teori Keperawatan Yang Berkaitan Dengan Perawatan Di


Rumah
Menurut Hidayat (2004), Model / teori keperawatan yang mendukung
home care antara lain:
1. Teori Lingkungan (Florence Nightingale)
Lingkungan menurut Nightingale merujuk pada lingkungan fisik
eksternal yang mempengaruhi proses penyembuhan dan kesehatan
yang meliputi lima komponen lingkungan terpenting dalam
mempertahankan kesehatan individu yang meliputi:
a. Udara bersih,

64
b. Air yang bersih
c. Pemeliharaan yang efisien
d. Kebersihan
e. Penerangan/pencahayaan
Nightingale lebih menekankan pada lingkungan fisik daripada
lingkungan social dan psikologis yang dieksplor secara lebih terperinci
dalam tulisannya. Penekanannya terhadap lingkungan sangat jelas melalui
pernyataannnya bahwa jika ingin meramalkan masalah kesehatan, maka
yang harus dilakukan adalah mengkaji keadaan rumah, kondisi dan cara
hidup seseorang daripada mengkaji fisik/tubuhnya.
2. Teori konsep manusia sebagai unit (Martha E. Rogers)
Dalam memahami konsep model dan teori ini, Rogers berasumsi bahwa
manusiamerupakan satu kesatuan yang utuh,yang memiliki sifat dan
karakter yang berbeda –beda. Dalam proses kehidupan manusia yang
dinamis, manusia dalam proses kehidupan manusia setiap individu akan
berbeda satu dengan yang lain dan manusia diciptakan dengan
karakteristik dan keunikan tersendiri. Asumsi tersebut didasarkan pada
kekuatanyang berkembang secara alamiah yaitu keutuhan manusia dan
lingkungan, kemudiansystem ketersediaan sebagai satu kesatuan yang utuh
serta proses kehidupan manusia berdasarkan konsep homeodinamik yang
terdiri dari integritas, resonansi dan helicy.Integritas berarti individu
sebagai satu kesatuan dengan lingkungan yang tidak dapatdipisahkan, dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Resonansi mengandung
artibahwa proses kehidupan antara individu dengan lingkungan
berlangsung denganberirama dengan frekuensi yang bervariasi dan
helicy merupakan proses terjadinyainteraksi antara manusia dengan
lingkungan akan terjadi perubahan baik perlahan–lahan maupun
berlangsung dengan cepat.
Menurut Rogers (1970), tujuan keperawatan adalah untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan
merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu
dengan pendekatan humanistik keperawatan. Menurut Rogers, 1979

65
Kerangka Kerja Praktik: “Manusia utuh” meliputi proses sepanjang
hidup.Klien secara terus menerus berubah dan menyelaraskan dengan
lingkungannya.
3. Teori Transkultural nursing (Leininger)
Leininger percaya bahwa tujuan teori ini adalah untuk memberikan
pelayanan yang berbasis pada kultur. Dia percaya bahwa perawat harus
bekerja dengan prinsip”care” dan pemahaman yang dalam mengenai
”care” sehingga culture s care‟ , nilai-nilai,keyakinan, dan pola hidup
memberikan landasan yang realiabel dan akurat untukperencanaan
dan implementasi yang efektif terhadap pelayanan pada kultur tertentu.
Dia meyakini bahwa seorang perawat tidak dapat memisahkan cara
pandangan dunia, struktursosial dan keyakinan kultur (orang biasa
dan profesional) terhadap kesehatan,kesejahteraan , sakit, atau
pelayanan saat bekerja dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, karena
faktor-faktor ini saling berhubungan satu sama lain. Struktur social
seperti kepercayaan, politik, ekonomi dan kekeluargaaan adalah kekuatan
signifikan yang berdampak pada ”care” dan mempengaruhi kesejahteraan
dan kondisi sakit.
4. Theory of Human Caring (Watson, 1979)
Teori ini mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan
transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian
mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh. Pandangan teori Jean
Watson ini memahami bahwa manusia memiliki empatcabang kebutuhan
manusia yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar
biofisikial (kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan
makanan dan cairan,kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi,
kebutuhan psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi
kebutuhan aktivitas dan istirahat, kebutuhan seksual,kebutuhan
psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang meliputi kebutuhan
untuk berprestasi, kebutuhan organisasi, dan kebutuhan intra dan

66
interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu kebutuhan
aktualisasi diri.

5. Teori Self Care (Dorothea Orem)


Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan
kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan
mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik
keperawatan Orem mengembangkan dua bentuk teori Self Care, di
antaranya :
a. Perawatan diri sendiri (Self Care)
1) Self Care: merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta
dilaksananakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta
mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.
2) Self Care Agency: merupakan suatu kemampuan individu
dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat
dipengaruhi oeh usia, perkembangan,sosio kultural, kesehatan
dan lain-lain.
3) Theurapetic Self Care Demand: tuntutan atau permintaan dalam
perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang
dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri
dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang
tepat.
4) Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu
tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri
sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan proses
kehidupan manusia serta dalam upaya mepertahankan fungsi tubuh.
Self Care Requisites terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
UniversalSelf Care Requisites (kebutuhan universal manusia yang
merupakan kebutuhandasar), Developmental Self Care
Requisites (kebutuhan yang berhubungan perkembangan
indvidu) dan Health Deviation Requisites (kebutuhan yang
timbulsebagai hasil dari kondisi pasien)

67
b. Self Care DefisitSelf Care
Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum di
mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat
perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada
saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya
secara terus menerus. Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang
belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya
perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam
peningkatanself care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam
pemenuhan perawatan dirisendiri serta membantu dalam proses
penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut
diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai
pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan
pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta
mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
6. Teori Dinamic dan Self Determination for Self Care (Rice)
Perawat sebagai fasilitator dan koordinator dari pilihan keseimbangan
sehat sakit yang ditetapkan oleh pasien.

V. Karakteristik Home Care


Home Care mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
1. Jenis layanan yang diselenggarakan; memprioritaskan pelayanan promotif
dan
preventif tanpa mengabaikan upaya pengobatan dan pencegahan
kecacatan. Bentuk kegiatan yang dilakukan lebih banyak berupa
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
1. Tata cara pelayanan; tidak diselenggarakan terkotak-kotak (Fragmented)
melainkan secara terpadu dan berkesinambungan dalam pemenuhan
kebutuhan klien dan waktu penyelenggaraan. Pendekatan penyelenggaraan
pelayanan; secara menyeluruh dengan melihat semua sisi yang terkait
(Comprehensive Approach).

68
2. Pendeketan penyelenggaraan pelayanan secaramenyeluruh

VI. Ruang Lingkup Pelayanan Home Care


Menurut Nuryandari (2004) menyebutkan ruang lingkup pelayanan home care
adalah:
1. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan
2. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik
3. Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik
4. Pelayanan informasi dan rujukan
5. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan
6. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan
7. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan social

VII. Keuntungan Home Care


Keuntungan:
1) Setting rumah dapat lebih memberikan kenyamanan klien dalam menjalani
perawatan secara individul.
2) Banyak klien yang lebih suka dirawat di rumah.
3) Pengkajian mengenai faktor-faktor lingkungan yang menunjang kese-
hatan dapat lebih lengkap karena dapat diobservasi secara langsung
sehingga dapat langsung dipertim-bangkan mengenai pelayanan apa yang
cocok untuk klien secara financial, dll.
4) Pengkajian mengenai pola hidup dan norma-norma keluarga lebih mudah
dilakukan.
5) Partisipasi anggota keluarga dapat terfasilitasi dengan baik.
6) Anggota keluarga mungkin akan lebih bersemangat untuk menerima dan
mempelajari hal-hal yang dapat meningkatkan atau menunjang
kesehatannya karena aplikatif dan sesuai dengan kondisi di rumah.
7) Dapat memperpendek masa rawat di rumah sakit sehingga biaya
perawatan dapat menurun.
8) Menurunkan nosocomial infection.

69
Kerugian:
1) Biaya perjalanan perawat atau pemberi pelayanan kesehatan di rumah
mahal.
2) Kurang efisien dari praktek keperawa-tan bersama atau kunjungan klien ke
ruang rawat.
3) Distraksi misalnya : anak-nak dan suara TV sulit untuk dihindari.
4) Keamanan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan tidak begitu
terjaga.

VIII. Tipe Aplikasi Teori Praktek Home Care


1) Tipe Pelayanan Kesehatan di Rumah
a. Profesional
Praktek keperawatan profesional berdasarkan standar profesi dan
ketentuan hukum/regulasi, landasan teori ilmiah yang dikembangkan
melalui penelitian/fakta (evidence based) diberikan oleh perawat
profesional yang memiliki izin praktek (lisensi) dan sertifikat, dikenal
dngan “Hom Health Nursing”.
b. Tehnikal
Pelayanan kesehatan di rumah diberikan sesuai produk (hasil yang
ditawarkan kepada klien masyarakat, berupa peralatan atau non
keperawatan). (Humprey, 1988 dikutip dari Smith dan Maurer, 1995,
hal 778)
2) Tipe-tipe Agensi
a. Official agencies : dikelola oleh pemerintah
b. Voluntary agencies : diklola oleh LSM, sumber-sumber dana berasal
dari donatur, sumbangan, kontribusi dari United Ways, pembayaran
daro pertisipant (contoh : medicare, medicaid, dan asuransi swasta)
c. Private agenies : dikelola oleh swasta.
d. Hospital based agencies : dikelola oleh RS sebagai lanjutan dari
keperawatan rumah sakit
e. Home Care Aide Agencies
f. Certified Hospice Agencies.

70
3) Tipe-tipe Pelayanan
a. Perawatn orang sakit
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
c. Pelayanan spesialisasi perawatan di rumah.
4). Tipe-tipe Pemberi Home care
a. Home Health Care
b. Dokter
c. Terapis fisik
d. Tewrapis okupasi
e. Terapis wicara
f. Pekerja kesehatan sosial
g. Home care AID

IX. Persyaratan Pasien Menerima Pelayananan Home care


I Persyaratan untuk menerima pelayanan keperawatan
a. Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggungjawab atau
menjadi pendamping bagi klien dalam berinteraksi dengan
pengelola maupun klien
b. Bersedia menandatangani persetujuan setelah diberikan informasi
(Informed consent).
c. Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan
kesehatan dirumah untukmemenuhi kewajiban, tanggung jawab,
dan haknya dalam menerima pelayanan
II. Kewajiban Klien
a. Mematuhi perjanjian bersama
b. Mentaati rencana pelayanan yang telah disepakati bersama
c. Melaksanakan kewajiban membayar pelayanan yang diterima sesuai
dengan tarif yang telah diberitahukan sebelumnya
d. Bersedia bekerjasama dengan tim yang memberikan pelayanan
kepada klien dan keluarga

71
e. Menghargai hak tim penyedia pelayanan sesuai norma yang berlaku
tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, usia atau asal-usul kebangsaan
III. Hak
1) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajibanya
2) Mendapatkan pelayanan professional sesuai dengan standar
pelayanan yang ditetapkan
3) Klien diberikan penjelasan dan ikut berpartisipasi dalam rencana
pelayanan yang akan diberikan dan penetapan perubahan asuhan
serta tindakan yang dapat mempengaruhi serta tindakan yang dapat
mempengaruhi kesehatannya
4) Memperoleh perlakuan yang layak dari semua pelaksana pelayanan
yang melayani dimana jelas identitasnya meliputi nama dan jabatan
mereka masing-masing
5) Memperoleh seluruh catatan klinis atas pelayanan yang diterimanya
yang pada dasarnya rahasia (kecuali bagi pihak ketiga yang
berkepentingan terhadapa pelayanan yang diterima termasuk
perusahaan asuransi yang dibiayai
6) Berhak menolak tindakan, prosedur atau tindakan medis setelah
mendapatkan infomasi yang lengkap tentang akibat dari suatu
tindakan.
7) Menerima pelayanan yang layak dan semestinya sesuai dengan
norma yang berlaku berdasarkan kode etik, norma-norma agama
dan social budaya tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, usia dan asal-usul kebangsaan
8) Berhak mengemukakan pendapat tentang perubahan pelayanan atau
pergantian pelaksana pelayananan yang melayani tanpa rasa takut
ditolak atau menerima perlakuan diskriminasi
9) Memperoleh semua infomasi yang berkaitan dengan setiap
perubahan pelayanan, perubahan tarif pelayanan yang mungkin
mempengaruhi pihak ketiga dalam hal pembiayaan termasuk
terminasi pelayanan

72
10) Mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan yang diterima dan
dirasakan merugikan dan menyimpang dari standar prosedur

X. Unsur Perawatan Kesehatan Di Rumah


1. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan
2. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik
3. Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik
4. Pelayanan informasi dan rujukan
5. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan
6. Higiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan
7. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan sosia

XI. Mekanisme Perawatan Di Rumah


1) Proses penerimaan kasus
a. Home care menerima pasien dari rumah sakit, puskesmas, sarana
lain, keluarga
b. Pimpinan home care menunjuk menejer kasus untuk mengelola
kasus
c. Manajer kasus membuat surat perjanjian dan proses pengelolaan
kasus
2) Proses pelayanan home care
a. Persiapan
• Pastikan identitas pasien
• Bawa denah/ petunjuk tempat tinggal pasien
• Lengkap kartu identitas unit tempat kerja
• Pastikan perlengkapan pasien untuk di rumah
• Siapkan file asuhan keperawatan
• Siapkan alat bantu media untuk pendidikan
b. Pelaksanaan
• Perkenalkan diri dan jelaskan tujuan.
• Observasi lingkungan yang berkaitan dengan keamanan perawat
• Lengkapi data hasil pengkajian dasar pasien

73
• Membuat rencana pelayanan
• Lakukan perawatan langsung
• Diskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi, konsultasi dll
• Diskusikan rencana kunjungan selanjutnya dan aktifitas yang
akan dilakukan
• Dokumentasikan kegiatan
c. Monitoring dan evaluasi
• Keakuratan dan kelengkapan pengkajian awal
• Kesesuaian perencanaan dan ketepatan tindakan
• Efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tindakan oleh pelaksanan
d. Proses penghentian pelayanan home care, dengan kreteria :
• Tercapai sesuai tujuan
• Kondisi pasien stabil
• Program rehabilitasi tercapai secara maximal
• Keluarga sudah mampu melakukan perawatan pasien
• Pasien di rujuk
• Pasien menolak pelayanan lanjutan
• Pasien meninggal dunia

XII. Peran Dan Fungsi Perawat Kesehatan Di Rumah


1) Manajer kasus : Mengelola dan mengkolaborasikan pelayanan,dengan
fungsi :
a. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.
b. Menyusun rencana pelayanan.
c. Mengkoordinir aktifitas tim
d. Memantau kualitas pelayanan
2) Pelaksana : memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan.
dengan fungsi
a. Melakukan pengkajian komprehensif
b. Menetapkan masalah
c. Menyusun rencana keperawatan
d. Melakukan tindakan perawatan

74
e. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien.
f. Membantu pasien dalam mengembangkan prilaku koping yang
efektif.
g. Melibatkan keluarga dalam pelayanan
h.Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan.
i. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan.
j. Mendokumentasikan asuhan keperawatan.

Landasan Hukum Home Care


1. Fungsi hukum dalam Praktik Perawat :
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
mana yang sesuaidengan hokum.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandirid. Membantu mempertahankan standar
d praktik keperawatan dengan meletakkan posisiperawat memiliki
akuntabilitas dibawah hukum.
2. Landasan hukum :
a. UU Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
b. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
c. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
d. PP Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
e. PP Nomor 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah.
f. PP Nomor 47 tahun 2006 tentang Jabatan fungsional dokter, dokter
gigi, apoteker,ass.apoteker, pranata lab.kes. epidemiologi kes,
entomology kes, sanitarian, administrator kesehatan, penyuluh
kes masy, perawat gigi, nutrisionis, bidan, perawat, radio
grapher, perekam medis, dan teknisi elektromedis
g. SK Menpan Nomor 94/KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan
fungsonal perawat.

75
h. Kepmenkes Nomor 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar
puskesmas
i. Kepmenkes Nomor 279 tahun 2006 tentang pedoman
penyelenggaraan Perkesmas.
j. Kepmenkes Nomor 374 tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan
Nasional
k. Kepmenkes Nomor 267 tahun 2010 tentang penetapan roadmap
reformasi kes.masy.
l. Permenkes Nomor 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta
m. Permenkes Nomor 148 tahun 2010 tentang ijin dan
penyelenggaraan praktik keperawatan

XIII. Konsep Nusantara Sehat


A. Pengertian Nusantara Sehat
Nusantara Sehat merupakan upaya kesehatan terintegrasi mencakup aspek
preventif, promotif, dan kuratif melalui penugasan khusus tenaga kesehatan
berbasis tim dengan jumlah dan jenis tertentu guna meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan di daerah Tertinggal,
Perbatasan, dan Kepulauan (DTKP) serta daerah Bermasalah Kesehatan (DBK).
Fokus kebijakan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) untuk periode
2015- 2019 adalah penguatan Pelayanan Kesehatan (Yankes) Primer. Prioritas ini
didasari oleh permasalahan kesehatan yang mendesak seperti angka kematian
ibudan bayi yang masih tinggi, angka gizi buruk, serta angka harapan hidup yang
sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan primer. Penguatan yankes primer
mencakup tiga hal: Fisik (pembenahan infrastruktur), Sarana (pembenahan
fasilitas), dan Sumber Daya Manusia (penguatan tenaga kesehatan).
Program Nusantara Sehat
merupakan salah satu bentuk kegiatan yangdicanangkan oleh Kemenkes dalam
upaya mewujudkan fokus kebijakan tersebut.Program ini dirancang untuk
mendukung pelaksanaan program JaminanKesehatan Nasional (JKN) dan Kartu
Indonesia Sehat (KIS) yang diutamakanoleh Pemerintah guna menciptakan
masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

76
“Promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.“
Penguatan yankes primer adalah garda terdepan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dan
melakukan upaya preventif melalui pendidikan kesehatan, konseling serta skrining
(penapisan

B. Tujuan Nusantara Sehat


Program Nusantara Sehat bertujuan untuk menguatkan layanan kesehatan
primer melalui peningkatan jumlah, sebaran, komposisi dan mutu tenag kesehatan
dengan berbasis pada tim dan melibatkan dokter, bidan, perawat, dan tenaga
kesehatan lainnya. Program ini merupakan program lintas Kemenkes yang fokus
tidak hanya pada kegiatan kuratif tetapi juga promotif dan preventif untuk
mengamankan kesehatan masyarakat (public health) dari daerah yang paling
membutuhkan sesuai dengan Nawa Cita, “Membangun dari Pinggiran”
“Kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan
yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.”
Pada tahap kedua, setelah identifikasi masalah diharapkan mahasiswa
menyelesaikan masalah dengen problem solving.“
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual
dalammenemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi
yangakurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat
(Hamalik,1994:151)”

C. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063)

77
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang TenagaKesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607)
3. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RencanaPembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentangOrganisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1508);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentangPedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat DenganPendekatan Keluarga
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun2016 Nomor 1223);

D.Target Nusantara Sehat


a. Wilayah capaian: 44 Kabupaten di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan
Kepulauan (DTPK)
b. Unit capaian: Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
c. Jumlah capaian: 120 Puskesmas
Target pelaksanaan program Nusantara Sehat adalah Puskesmas yang berlokasi
di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) di 44 Kabupaten di
Indonesia dan melibatkan setidaknya 600 tenaga kesehatan. Kesulitan yang
dihadapi selama ini oleh Puskesmas, khususnya yang berada di DTPK adalah
kurangnya tenaga kesehatan sehingga mereka tidak mampu menjalankan fungsi
puskesmas dengan optimal. Melalui program Nusantara Sehat, Kemenkes
berupaya untuk memperkuat puskesmas yang ada di daerah-daerah tersebut
dengan menempatkan setidaknya 600 tenaga kesehatan tambahanke 120
Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia.

E. Peserta Tim Program Nusantara Sehat (SDM)


Peserta program adalah para tenaga profesional kesehatan dengan latar
belakang tenaga kesehatan yang berbeda yang terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,

78
tenaga ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga
kefarmasian,dengan persyaratan usia di bawah 30 tahun dan bersedia
mengabdikan dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
sesuai kebutuhan Kementerian Kesehatan.
Peserta Tim Nusantara Sehat melalui proses seleksi administrasi dan
seleksi psikologi (test psikologi, FGD, dan wawancara). Peserta yang lolos seleksi
adalah peserta yang memperlihatkan kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi
yang baik, memperlihatkan inisiatif dan pengambilan keputusan yang baik, serta
berkomitmen terhadap tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.
“Preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit.”
Tim Nusantara sehat tahap I sudah berjalan sejak bulan Mei 2015, dan tahap ke II
sudah masuk tahap seleksi dengan 12 ribu pendaftar dari berbagai profesi. Namun
masih sangat disayangkan, dalam program Nusantara Sehat ini. peserta profesi
Dokter Umum masih sangat kurang dari yang dibutuhkan. Dalam program ini,
pengiriman sekitar 960 tenaga kesehatan akan dilakukan secara stimulan ke 120
puskesmas dan mereka akan berada dimasing-masing puskesmas selama 2 tahun
kontrak kerja.
Seluruh peserta dibekali materi bela negara, keahlian medis dan non-
medis. Mereka juga diberikan pemahaman terhadap budaya-budaya local sehingga
diharapkan mereka dapat berinteraksi dengan petugas kesehatan setempat dan
masyarakat sekitar di daerah penempatan. Melalui program Nusantara Sehat
diharapkan dapat menekan angka kematian ibu dan bayi, menurunkan angka
penyakit tidak menular, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat di
masyarakat. Program Nusantara Sehat ini penekanannya pada kegiatan promotif
dan preventif. Kegiatan dilakukan secara tim dengan tenaga kesehatan lain yang
ada di wilayah tersebut

79
XIV. Konsep Kesehatan Pariwisata (Tourism Health)
A. Defenisi Kesehatan Pariwisata
Kesehatan Pariwisata merupakan cabang ilmu kesehatan masyarakat yang
mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan kesehatan wisatawan,
kesehatan masyarakat lokal, dan semua pihak yang terlibat pada industri
pariwisata
Wisata kesehatan adalah bentuk pariwisata yang berpusat pada kesehatan fisik,
serta meningkatkan kesejahteraan mental dan spiritual, dan meningkatkan
kapasitas individu untuk memenuhi kebutuhan dan fungsinya menjadi lebih baik
bagi lingkungan dan masyarakat.
Wisata Kesehatan Aktivitas perjalanan ke daerah wisata dengan tujuan
memperoleh pengobatan, atau meningkatkan kesehatan dan kebugaran

B. Ruang Lingkup Kesehatan Pariwisata


• Kesehatan wisatawan
• Kesehatan masyarakat lokal (penjamu)
• Kesehatan pekerja di industri pariwisata
• Kesehatan lingkungan daerah wisata
• Keamanan pangan daerah wisata
• Kebijakan terkait kesehatan dan pariwisata

Gambar 1 menunjukkan keterkaitan berbagai disipilin dan sub-disiplin yang sudah ada dalam kaitannya dengan
identifikasi komponen-komponen utama dalam kesehatan pariwisata. Dari sini akan terlihat bahwa ruang lingkup kesehatan
pariwisata menjadi sangat luas, mencakup kesehatan wisatawan, kesehatan masyarakat penjamu, kesehatan pekerja di
industry pariwisata, kesehatan lingkungan daerah wisata, keamanan pangan daerah wisata, termasuk juga berbagai
kebijakan terkait kesehatan dan pariwisata.

80
Gambar 1 menunjukkan bahwa kesehatan pariwisata merupakan cabang ilmu
kesehatan masyarakat yang unik dan spesifik terkait dengan perjalanan dan
aktivitas wisata. Lebih jauh, sub-disiplin ini mencakup health impact assessment
atau penilaian dampak terhadap kesehatan populasi dan lingkungan di daerah
tujuan wisata. Aspek penting lainnya selain masalah kesehatan yang tidak terlihat
disini adalah pertimbangan ekonomi. Pariwisata yang tidak sehat akan
memberikan dampak
terhadap industri pariwisata dan masyarakat penjamu. Sebaliknya, pariwisata yang
sehat dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk lebih mempromosikan
pariwisata di daerah tersebut.
Beberapa isu penting yang perlu mendapatkan perhatian, kalau melihat
konsep ini, adalah perlunya melakukan identifikasi potensi bahaya dan analisis
risiko kesehatan wisata, baik yang terkait perjalanan wisata maupun aktivitas
terkait paket wisata yang ditawarkan. Hal ini dapat dijadikan dasar dalam
melakukan pendekatan preventif dan promotif untuk eliminasi atau mengurangi
risiko sebelum dan saat wisata. Mengingat kebanyakan risiko tersebut bisa
diprediksi, maka upaya pencegahan yang efektif dan efisien menjadi sebuah
tantangan baru.
Tantangan lainnya adalah pada pemenuhan kebutuhan akan tenaga medis
dan kesehatan masyarakat yang memiliki kapabilitas terkait kesehatan wisata.
Sinergisitas antara industri pariwisata dan profesi kesehatan akan menjadi sangat
krusial, dan masing-masing pihak penting untuk memahami tanggung jawab
masingmasing dan bagaimana interaksi yang ideal perlu dibicarakan bersama-
sama dengan semua pemangku kepentingan.
Kesehatan Pariwisata
• Pendekatan preventif untuk eliminasi atau mengurangi risiko sebelum dan saat
wisata
• Kebanyakan risiko bisa diprediksi tantangan upaya pencegahan
• Kebutuhan akan tenaga medis dan kesehatan yang memiliki kapabilitas terkait
kesehatan wisata
Kesehatan pariwisata sendiri sebenarnya dapat dibagi dua yaitu kesehatan
pariwisata fisik dan psikis. Kesehatan pariwisata fisik meliputi sarana untuk

81
penyembuhan penyakit kulit, relaksasi, dan kecantikan. Sementara kesehatan
psikis terdiri dari penyembuhan akibat obat-obat terlarang, depresi, dan
gangguan mental. Kesehatan pariwisata psikis biasanya dilakukan di rumah
peristirahatan, rumah sakit sertahanya terbatas pada pengunjung yang memang
menderita penyakit dan tidak dapat ditemani oleh rekan, keluarga, dan sanak
keluarga..Jenis kesehatan pariwisata fisik yang berkaitan dengan kecantikan
biasanya berupa spa, salon kecantikan dan pemandian air panas. Jenis
kesehatan pariwisata ini lebih bisa dinikmati oleh segala lapisan masyarakat
karena relatif lebih murah, banyak pilihan, dapat dilakukan kapan saja
C. Ruang lingkup upaya kesehatan pariwisata
Ruang lingkup upaya kesehatan pariwisata dapat dirumuskan pada empat
area utama, yaitu kebijakan kesehatan pariwisata terintegrasi, upaya
kesehatan masyarakat, standarisasi pelayanan kesehatan wisata, dan upaya
penilaian dan pengendalian risiko kesehatan di daerah tujuan wisata.
Kebijakan terintegrasi antara sektor kesehatan dan pariwisata diperlukan untuk
memudahkan implementasi dan sinkronisasi program masing-masing yang
terkait dengan kesehatan pariwisata. Kebijakan terintegrasi ini setidaknya
mencakup upaya untuk menjamin:
a. infrastruktur dan faktor pendukung seperti sanitasi, kesehatan, dan
keselamatan di daerah tujuan wisata,
b. regulasi di pintu masuk atau kedatangan, termasuk pendekatan
sistematis dalam menentukan upaya yang tepat terkait entry dan exit
screening
c. regulasi terkait perjalanan udara, laut, dan darat, serta
d. regulasi terkait pelibatan industri pariwisata dalam upaya promosi
kesehatan dan keselamatan wisata
Pelibatan industri pariwisata sangat memungkinkan mengingat pelaku
pariwisata secara umum memiliki potensi dan persepsi yang baik untuk
dilibatkan dalam upaya promosi kesehatan dan keselamatan .
Memformulasikan upaya kesehatan masyarakat di daerah pariwisata adalah
tantangan berikutnya. Upaya yang dimaksud setidaknya mencakup:
a. upaya promosi kesehatan di daerah wisata,

82
b. surveilans epidemiologi penyakit terkait wisata,
c. peningkatan kapasitas untuk deteksi penyakit,
d. peningkatan kapasitas layanan kesehatan,
e. keamanan pangan lokal,
f. kesehatan lingkungan daerah wisata, serta
g. kesehatan dan keselamatan kerja di industri pariwisata
Upaya kesehatan masyarakat ini dapat diintegrasikan dengan upaya yang
sudah dijalankan di berbagai wilayah oleh dinas kesehatan saat ini.
Mengingat karakteristik wisatawan dengan mobilitasnya yang sangat tinggi,
tantangan yang akan dihadapi sangat besar dan memerlukan berbagai
inovasi dan upaya kreatif. Salah satu upaya penting dalam
mengantisipasi munculnya penyakit-penyakit baru yang berpotensi
menjadi pandemi berikutnya, upaya surveilans epidemiologi dapat
memanfaatkan kemajuan sistem teknologi informasi dan
mengkombinasikan dengan upaya surveilans yang sudah berjalan.
Standarisasi pelayanan kesehatan wisata memerlukan kerjasama antar
berbagai disiplin ilmu terkait baik di kedokteran maupun kesehatan
masyarakat untuk dapat mengikuti standar layanan yang disepakati
melalui International Society of Travel Medicine (ISTM), yang mencakup
layanan kesehatan sebelum wisata (pre-travel services), layanan kesehatan
saat berwisata (during travel services), dan layanan kesehatan pasca wisata
(post-travel services). Standar yang ada setidaknya mencakup standar
untuk jenis layanan yang minimal ada, standar sumber daya manusia,
standar fasilitas kesehatan, dan juga sistem informasi untuk mendukung
upaya kesehatan masyarakat.
Tiap jenis layanan juga dapat dijabarkan lagi kedalam standar yang lebih
spesifik, terutama untuk jenis layanan yang esensial, termasuk juga
penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan kondisi setempat dan potensi
wabah atau pandemi yang sedang terjadi.
Industri Pariwisata dan Profesi Kesehatan
• Tanggung jawab dan interaksi ideal
• Industri wisata berkembang sangat pesat

83
• 3 komponen dasar industri wisata
– Penyedia layanan wisata (suppliers of travel services)
– Operator aktivitas wisata (tour operators)
– Agen wisata (retail travel agents)
• Profesi kesehatan (medis, non-medis)

Tabel 1 Standar layanan kesehatan wisata untuk mewujudkan pariwisata sehat


dan penyesuaian saat terjadi pandemi penyakit emerging
Kesehatan Wisata Jenis layanan kesehatan Pertimbangan khusus selama
pandemi COVID-19
Pelayanan konseling terkait Konseling terkait regulasi di
risiko kesehatan dan destinasi terkait penggunaan tes
keselamatan di destinasi yang diagnostik/skrining untuk syarat
akan dikunjungi perjalanan
Penilaian dan penggalian Riwayat infeksi COVID-19
riwayat medis yang relevan sebelumnya, dan riwayat
Pelayanan meliputi riwayat vaksinasi vaksinasi COVID-19
kesehatan sebelumnya, alergi, dan
sebelum wisata penyakit kronis
Penilaian kelaikan dan kontra Skrining gejala seperti influenza
indikasi melakukan perjalanan (influenza-like illness)
dan aktivitas wisata
Pelayanan vaksinasi sesuai Skrining kelompok berisiko tinggi
destinasi dan memiliki komorbiditas
Pelayanan kemoprofilaksis Penggunaan masker, jaga jarak,
sesuai destinasi dan hand sanitize
Pelayanan kesehatan pra-
wisata untuk populasi khusus
dan rencana perjalanan spesifik
Pelayanan kedaruratan, triase, Alat pelindung diri (APD) yang
Pelayanan dan rujukan ke spesialis untuk sesuai untuk melayani wisatawan
kesehatan saat kasus penyakit dan kecelakaan
berwisata yang terkait dengan aktivitas
wisata
Pelayanan rawat jalan untuk Komunikasi ke pusat-pusat isolasi
kasus penyakit dan kecelakaan mandiri pemerintah
yang terkait dengan aktivitas
wisata
Pelayanan rawat inap untuk Pemantauan isolasi mandiri di
kasus penyakit dan kecelakaan hotel
yang terkait dengan aktivitas
wisata, untuk rumah sakit dan

84
klinik utama
Rujukan ke pusat rawat inap
pasien COVID-19
Skrining penyakit pada Skrining wisatawan dan pelaku
Pelayanan wisatawan atau pelaku perjalanan yang baru datang
kesehatan pasca perjalanan yang baru kembali
wisata Pelayanan kesehatan pada Pemantauan karantina mandiri
wisatawan yang baru kembali
termasuk pelayanan
kedaruratan, triase, dan
rujukan ke spesialis
Pelayanan diagnostik dan Follow up tes dan rujukan jika
manajemen dari gejala spesifik diperlukan
pasca wisata

Standar pelayanan kesehatan pra-wisata untuk populasi khusus dan rencana


perjalanan spesifik juga perlu disusun secara lebih spesifik dengan minimal
mencakup sasaran:
a. wisatawan dengan penyakit kronis,
b. wisatawan dengan disabilitas,
c. wisatawan dengan gangguan sistem imunitas
d. wisatawan usia lanjut,
e. wisatawan bayi dan anak,
f. wisatawan ibu hamil,
g. imigran dan ekspatriat,
h. wisatawan perusahaan/MICE (meeting, incentives, conference,
exhibition),
i. atlet,
j. wisatawan ziarah keagamaan seperti haji, umrah, tirta yatra, dan
sejenisnya,
k. wisatawan dan pekerja kapal pesiar,
l. wisatawan aktivitas ekstrim, wisata alam, dan daerah terpencil,
serta
m. wisatawan yang melakukan wisata medis (medical tourism), dan
wisata kesehatan/kebugaran (health/wellness tourism)

85
Upaya peningkatan kualitas medical tourism dapat dilakukan dengan
memperkuat upaya
a. penilaian risiko kesehatan akibat prosedur medis dan paket wisata
yang ditawarkan
b. peningkatan kualitas rumah sakit untuk memenuhi standar
pelayanan internasional
c. identifikasi keunggulan layanan medis yang dimiliki dan menyusun
paket wisata ideal yang memenuhi unsur kesehatan dan
keselamatan

4. Faktor Pendukung Kesehatan Pariwisata


Pariwisata dapat mempengaruhi tidak hanya kesehatan pengunjung tetapi juga
kesehatan masyarakat penjamu. Hal-hal yang berpengaruh terhadap kesehatan
pariwisata diantaranya :
a.Kondisi lingkungan : kondisi lingkungan tempat wisata memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kesehatan wisatawan. Wisatawan umumnya rentan terhadap
mikroorganisme, dan juga kondisi lingkungan fisik yang berbeda dari daerah
asal mereka. Lingkungan yang bersih dijadikan indikator kualitas oleh
wisatawan karena menunjukkan perhatian otoritas setempat terhadap masalah
kesehatan lingkungan.
b.Makanan dan minuman : kejadian yang muncul umumnya berhubungan dengan
konsumsi makanan dan minuman yang tidak higienis yang mengakibatkan
gangguan saluran pencernaan. Namun masalah tersebut bisa dikontrol melalui
penerapan prosedur standar untuk pengelolaan makanan dan sanitasi lingkungan.
c.Upaya pencegahan, pendidikan dan promosi kesehatan masyarakat :hal ini
termasuk kesehatan lingkungan adalah fundamental dan dapat membawa
perubahan sikap dan perilaku yang dapat mengurangi risiko-risiko terjadinya
pemerosotan kesehatan pariwisata.
5.Upaya Perlindungan Kesehatan terhadap Wisatawan
Kesehatan tidak hanya berarti sehat secara fisik tetapi juga sehat secara
mental, sosial dan spiritual. Dengan demikian upaya perlindungan kesehatan
terhadap wisatawan meliputi empat factor tersebut, antara lain :

86
a. Makanan dan minuman yang sehat sehingga tidak menimbulkangangguan
pencernaan (diare).
b. Tempat wisata yang aman sehingga tidak menimbulkan kecelakaan(masuk di
lumpur panas di Lahendong atau ancaman tenggelam ditaman laut Bunaken).
c. Wisatawan merasa aman dan tidak di terror dalam istirahatnya /suasana yang
nyaman (tidak bisa tidur, ditakut – takuti).
d. Wisatawan perlu keamanan sosial (tidak dirampok / dicuri barang –
barangnya).
e. Wisatawan dapat melakukan ibadahnya sesuai dengan kepercayaan/agama
masing – masing.
f. Mendapatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan bila
mereka jatuh sakit

Rangkuman
Home care merupakan bagian integral dari pelayanan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat
mencapai kemandirian dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka
hadapi. Perawatan di rumah selain dapat mengurangi kecemasan juga dapat
menghemat biaya dari beberapa segi misal biaya kamar, biaya transpor dan
biaya lain-lain yang terkait dengan penjaga yang sakit.Tetapi perlu diingat
bahwa pasien yang dapat layananhome care adalah pasien yang secara medis
dinyatakan aman untuk dirawat di rumah dengan kondisi rumah yang
memadai.
Seiring dengan berkembangnya IPTEK dan teknologi medis di era
globalisasi ini, berdampak pada sistem pelayanan kesehatan dan praktek
keperawatan di Indonesia kini. Tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan
juga semakin meningkat dan berubah dari konsep keperawatan dan pengobatan
di rumah sakit/klinik menjadi kebutuhan perawat dirumah, khususnya bagi
klien dan keluarga dengan penyakit terminal. Di samping itu perawat di rumah
menjadi alternatif bagi keluarga dengan usia lanjut yang cenderung mengalami
penyakit dengan kondisi kronik, yang membutuhkan perawatan dan
pengobatan jangka panjang.

87
Hal ini tentu sangat memberikan keuntungan bagi klien dan
keluarganya, bila mempertimbangkan aspek kenyamanan dan keamanan klien
dan keluarga lebih intens dan interaksi lebih bebas bila ada di rumah sendiri,
dan pembiayaan terapi perawatan dirumah yang relative lebih murah di
bandingkan dengan perawatan di rumah sakit sehingga perawatan di rumah
lebih cost effective.
Program Nusantara Sehat merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
dicanangkan oleh Kemenkes dalam upaya mewujudkan fokus kebijakan tersebut.
Program ini dirancang untuk mendukung pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diutamakan
oleh Pemerintah guna menciptakan masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer adalah garda terdepan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan
dan melakukan upaya preventif melalui pendidikan kesehatan, konseling serta
skrining (penapisan).
Konsep kesehatan pariwisata menawarkan perubahan paradigma, dimana
setiap institusi beralih dari model sektoral ke pendekatan terpadu untuk
mempromosikan pariwisata yang sehat, aman, berkelanjutan, dan tangguh.
Pergeseran ini selain meningkatkan ketahanan kesehatan global, juga
diperlukan dalam memfasilitasi ekonomi inklusif dan industri pariwisata non-
eksploitatif. Upaya-upaya ini memungkinkan masa depan yang lebih optimis
dan berkelanjutan bagi industri pariwisata dan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia.

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
1. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 2 yang
terdiri dari 4-5 orang.
2. Klpk 1.Pengkajian, analisa data keperawatan komunitas di rumah
3. Klpk 2.Diagnosa keperawatan komunitas di rumah
4. Klpk 3 Memprioritaskan keperawatan komunitas di rumah

88
5. Klpk 4 Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas di
rumah
6. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam
MS Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas,
nama-nim anggota kelompok, dan program studi.
7. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap
kelompok

2. Tugas Mandiri
•Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di SPADA

89
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.Zang, S.M. & Bailey, N.C. Alih Bahasa

Ayuningtyas, Dumilah. (2014).Kebijakan Kesehatan (Prinsip dan Praktik).


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Bata, dkk. (2013). Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan


Pasien Pengguna ASKES Sosial pada Pelayanan Rawat Inap di RSUD
Lakipadada Kabupaten Tana Toraja. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Komalasari, R. (2004). Manual perawatan dirumah(Home Care Manual) Edisi


Terjemahan Cetakan I. Jakarta: EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1239/Menkes/Sk/Xi/2001.Tentang Registrasi Dan Praktik Perawat

Mulyanasari, Fertin. 2014. Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Pasien Dan


Keluarga Pada Pelayanan Home Care Berstandar Joint Commission
International Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Yogyakarta :
Universitas Gadjah
Mada.http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Penelitia
n Detail&act=view&typ=html&buku_id=73268&is_local=1. 27 April 2020

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor.HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik perawat

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Republik Indonesia No. 7 tahun 2013tentang


Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidansebagai Pegawai
Tidak Tetap.

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Republik Indonesia No.75 tahun


2014tentang Puskesmas.

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2015


tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Tim (Team Based)
dalam Mendukung Program Nusantara Sehat

Ropi, H. (2004). Home Care Sebagai Bentuk Praktik Keperawatan


Mandiri. Majalah Keperawatan (Nursing Journal of Padjajaran University),
5 (9), 8 – 15

Saputra, Wiko. 2014. APBN Bidang Kesehatan dan Jaminan Sosial Kesehatan.
Jakarta: Prakarsa

90
Usman, dkk. Strategi Penciptaan Pelayanan Kesehatan Dasar untuk Kemudahan
Akses Penduduk Desa Miskin. Jogjakarta: UGM

Werdati, Sri, 1999. Home Care Dan Homeservice, Makalah Seminar


Implementasi Dan Praktik Keperawatan Mandiri. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas muhammadiyah

www.homecare.com/en.wikipedia.org/wiki/Home_care
http://www.tugastikes.com/pasien-keperawatan-home-care.html
http://alulumaulana.blogspot.com/
http://kuliahiskandar.blogspot.com/2020/05/home-care.html
http://siskaelvinapurba.blogspot.co.id/2015/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_9.html, Yogyakarta : Yogyakarta.

Zang, S.M & Bailey, N.C. Alih Bahasa Komalasari, R. (2004). Manual Perawatan
dirumah (Home Care Manual) Edisi Terjemahan Cetakan I. Jakarta: EGC

91
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS
KESEHATAN SEKOLAH
Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Tujuan pembagunan bidang kesehatan adalah terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam kehidupan sosial yang beragam
dimasyakat keluarga adalah unit sosial terkecil, oleh karena itu diperlukan
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga terutama kesehatan ibu
dan anak. Masa anak merupakan waktu yang tepat untuk meletakkan landasan
yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas
Lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah merupakan dua
tempat utama yang digunakan oleh seorang anak untuk melakukan aktivitas
sekolah merupakan tempat anak-anak belajar, berekreasi, bersosialisasi dan
bermain. Sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar waktu mereka
dihabiskan di sekolah. Oleh karena itu konsep pemberian kesehatan disekolah
akan lebih efektif terutama pada sasaran target anak sekolah. Jika ditilik
selama ini, peran perawat di sekolah masih sangat minimal. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah kebijakan pemerintah
terhadap pengembangan peran perawat di sekolah juga masih belum ada.
Sehingga yang sering berhubungan den!an perawatan kesehatan sekolah
adalah petugas dari puskesmas.
Lingkungan sekolah yang sehat akan memberikan dampak yang positif
bagi perkembangan anak. Sekolah seharusnya memiliki kepedulian terhadap
kesehatan anak didiiknya, termasuk memberikan pengertian mengenai
kesehatan itu sendiri, sehingga siswa dapat membiasakan dirinya untuk hidup
sehat. Mengingat begitu pentingnya arti kesehatan dalam kehihupan serta
begitu eratnya lingkungan sekolah dengan kehidupan anak yang sedang
berada dalam masa pertumbuhan, maka perlu digallakkan upaya perawatan

92
kesehatan sekolah dengan memaksimalkan peran perawat baik di puskesmas
maupun perawat yang terlibat langsung di sekolah tersebut.
Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah aasar, sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia anak
yang sangat berrbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan
banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas kesehatan
anak dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum,
gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar.
Masalahan kesehatan tersebut pada umumnya akan menghambat pencapaian
presentasi pada peserta didik di sekolah. Kesempatan belajar tersebut
membutuhkan kondisi fi isik prima yaitu tubuh yang sehat, oleh karena itu
diperlukan suatu upaya kesehatan untuk anak sekolah agar anak dapat tumbuh
menjadi manusia yang berkualitas dibutuhkan pendidikan di salah satunya
melalui UKS. Oleh karena itu kami tertarik untuk membahas lebih lan'jt
mengenai peran UKS dalam anak yang sehat

B. Deskripsi Materi
Bab ini menguraikan tentang askep agregat dalam komunitas kesehatan
sekolah dengan mempelajari konsep keperawatan sekolah yang meliputi:
Defenisi, Tujuan Umum dan Khusus, Ruang Lingkup Kegiatan, Alasan
Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah, Sasaran UKS, Kegiatan UKS, Peran
Perawat Kesehatan Sekolah, Fungsi Perawat Sekolah, Tingkat pencegahan di
sekolah, Program UKS, Asuhan keperawatan kesehatan

C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan


Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam
mencapai Capaian Mata Kuliah yaitu mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada agregat dalam komunitas kesehatan sekolah.

D. Uraian Materi
I. Defenisi
II. Tujuan Umum dan Khusus

93
III. Ruang Lingkup Kegiatan
IV. Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah
V. Sasaran UKS
VI. Kegiatan UKS
VII. Peran Perawat Kesehatan Sekolah
VIII. Fungsi Perawat Sekolah
IX. Tingkat pencegahan di sekolah
X. Asuhan keperawatan kesehatan

94
I. Defenisi
a. Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu area dalam
keperawatan komunitas yang lebih difokuskan dalam upaya
pencegahan dan penatalaksanaan penyakit menular dengan
menekankan pada upaya preventif dan promotif. (Fery Agusman,
2011)
b. Usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat
sekolah, yaitu: anak didik, guru dan karyawan sekolah lainnya. Yang
dimaksud dengan sekolah adalah SD – SLTA. Prioritas pelaksanaan
UKS diberikan pada SD mengingat SD merupakan dasar dari sekolah
– sekolah lanjutan.( Endang, 1993) •
c. Upaya terpadu lintas program dan lintas sektoral dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan serta membentuk perilaku hidup sehat
anak usia sekolah (Sumijatun, 2006).
d. Kemudian menurut Depkes, (2001) UKS adalah wahana untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat anak usia sekolah yang berada
di sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah UKS) adalah upaya kesehatan
masyarakat yang dilaksanakan dalam rangka pembinaan kesehatan
anak usia sekolah. Selanjutnya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
merupakan bagian dari program kesehatan anak sekolah. Anak usia
sekolah adalah anak yang berusia 6-21 tahun. Yang sesuai dengan
proses tumbuh kembangnya dibagi menjadi 2 sub kelompok yakni pra
remaja (6-9 tahun) dan remaja (10-19 tahun).
e. Usaha kesehatan sekolah (UKS) adalah bagian dari usaha kesehatan
pokok yang menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan kepada
sekolah-sekolah dengan anak beserta lingkungan hidupnya, dalam
rangka mencapai keadaan kesehatan anak sebaik-baiknya dan
sekaligus meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setingi-
tingginya (Azwar Nasrul,1998).
Perspektif dalam keperawatan sekolah. adalah bagaimana
mengintegrasikan konsep kesehatan dalam kurikulum sekolah melalui
berbagai usaha dalam penemuan dini gangguan kesehatan (case

95
finding), upaya pemeliharaan kesehataan dan lingkungan sekolah.
Perawat kesehatan sekolah berperan dalam melaksanakan EPSDT
(Early and periodic screening, diagnosis and treatment health
problem).
Program kesehatan sekolah sangat penting untuk diaplikasikan
karena siswa sekolah sebagai kelompok khusus membutuhkan
perlindungan dari berbagai hazard lingkungan. Siswa sekolah juga
membutuhkan kesehatan agar dapat belajar secara efektif, sehingga
dihasilkan sumber daya manusia atau orang dewasa yang sehat di
masa yang akan datang.

II. Tujuan Umum dan Khusus


a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan perilaku hidup bersih dan sehat, dan
derajat kesehatan siswa serta menciptakan lingkungan yang sehat.
Sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang
harmonis dan optimal
b. Tujuan Khusus
1) Memupuk kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat dan
meningkatkan derajat kesehatan siswa yang mencakup
2) Memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melaksanakan
prinsip hidup bersih dan sehat serta berpartisipasi aktif didalam
usaha peningkatan kesehatan disekolah perguruan agama, dirumah
tangga maupun dilingkungan masyarakat.
3) Sehat fisik, mental maupun sosial
4) Memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk
penyalahgunaan NAPZA
Tujuan kesehatan sekolah difokuskan pada upaya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, mengidentifikasikan masalah
kesehatan dan mencari upaya pemecahan masalah kesehatan yang ada
serta memberikan pendidikan kesehatan tentang pola hidup yang lebih
sehat kepada siswa dan keluarga.

96
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan program kesehatan
sekolah komprehensif yaitu suatu kebijakan prosedur dan aktivitas
yang dirancang untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan siswa dan sivitas sekolah yang meliputi:
a.Pelayanan kesehatan
b.Pendidikan kesehatan
c.Peningkatan kesehatan lingkungan
d.Aktivitas latihan fisik
e.Pelayanan bimbingan dan konseling psikologis
f.Pelayanan makanan yang sehat untuk sivitas sekoiah
g.Pelayanan pekerja sosial
h. Tenaga promosi kesehatan
i. Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan sekolah.
Upaya pelayanan untuk meningkatkan kesehatan.sekolah dapat
berupa:
a.Pengkajian dan screening siswa sekolah secara periodik.
b.Penemuan kasus (case finding)
c.Pelayanan konseling pada siswa sekolah
d.Kegiatan promosi kesehatan
e.Upaya pencegahan penyakit
f.Melakukan manajemen kasus
g.Pelayanan rehabilitasi
h.Pelayanan keperawatan dan emergensi
Sebagai area keperawatan yang lebih menekankan pada upaya
preventif dan promotif, maka upaya pendidikan kesehatan lebih
menekankan pada upaya meningkatkan perilaku hidup sehat (kognitif dan
afektif) dengan lingkup pendidikan meliputi:
a.Kebutuhan pemenuhan gizi (nutrisi)
b.Pemeliharaan dan peningkatan kebersihan diri (personal hygiene)
c.Aktivitas dan latihan
d.Keamanan dan pencegahan terjadinya kecelakaan atau injuri

97
e.-Pengenalan kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas
f.Pengenalan kehidupan berkeluarga
g.Upaya meningkatkan hubungan interpersonal
h. Pencegahan perilaku kekerasan
i.Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan komunitas
j.Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan lingkungan
k.Pertumbuhan dan perkembangan
1.Penyakit menular dan aspek pencegahannya
m.Pencegahan dan kontrol penyakit kronik, kesehatan mental dan
emosional.
n.Upaya pencegahan penyalahgunaan obat dan narkotika (NAFZA).
0.Pengenalan proses menua dan kematian
Standar Praktek Keperawatan Sekolah
1. Perawat sekolah menggunakan dasar pengetahuan klinik untuk
melakukan praktek keperawatan kesehatan sekolah.
2. Perawat sekolah menggunakan pendekatan sistematik dalam
pemecahan masalah
3. Perawat sekolah berkontribusi pada pendidikan siswa dengan pendekatan
proses keperawatan.
4. Perawat sekolah menggunakan keterampilan komunikasi yang efektif
dalam melaksanakan tugas.
5. Perawat sekolah membangun dan memelihara program kesehatan sekolah
komprehensif
6. Perawat sekolah melakukan kolaborasi dengan tenaga lain untuk
memenuhi kebutuhan siswa.
7. Perawat sekolah melakukan kolaborasi dengan masyarakat dalam
menyusun sistem pelayanan dan berfungsi sebagai liasi antar sekolah dan
masyarakat.
8. Perawat sekolah membantu klien (siswa, keluarga dan komunitas) untuk
mencapai kesejahteraan yang optimal melalui pendidikan kesehatan.
9. Perawat sekolah melakukan penelitian dan praktek inovatif dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan sekolah.

98
10. Perawat sekolah meningkatkan kualitas pelayanan dan peningkatan
profesional
Dalam melaksanakan upaya peningkatan kesehatan sekolah diperlukan
kerjasama multidisiplin (tim) yang terdiri dari Perawat, Guru, orang tua,
pekerja administrasi, psikolog (konselor), tenaga dokter, sosial worker. Dokter
gigi dan ahli gizi.

III. Ruang Lingkup Kegiatan


Kegiatan utama Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) disebut dengan Trias UKS,
yang terdiri dari :
1. Pendidikan Kesehatan merupakan upaya pendidikan kesehatan yang
dilaksanakan sesuai dengan kurikulum sekolah.
2. Pelayanan/Pemeliharaan Kesehatan, merupakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik.
3. Pembinanan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat, merupakan
habungan antara upaya pendidikan serta upaya kesehatan untuk dapat
diterapkan dalam lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-hari peserta
didik.
Dengan demikian trias uks perpaduan antara pendidikan dengan upaya
pelayanan keseahatan. Pendidikan kesehatan merupakan upaya pendidikan
kesehatan yang di laksanakan sesuai dengan kurikulum sekolah. Pelayanan
kesehatan merupakan upaya kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat, yang pada
akhirnya dapat mningkatkan produktivitas belajar dan berprestasi belajar.
Sedangkan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat merupakan gabungan
antara upaya pendidikan dan upaya kesehatan untuk dapat diterapkan dalam
lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-hari peserta didik.

IV. Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah


1. Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawat terhadap masalah
kesehatan.

99
2. Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan
hidup sehat.
3. Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi dengan baik.
4. Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh terhadap prestasi
belajar yang dicapai.
5. Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia anak-anak
yang menerapkan wajib belajar
6. Pendidikan kesehatan melalui anak-anak Sekolah sangat efektif untuk
merubah perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya.

V. Sasaran UKS
Program UKS adalah upaya terpadu lintas program dan lintas sektoral
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan serta membentuk perilaku hidup
bersih dan sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah dan Madrasah mulai
tingkat SD hingga SLTA.
Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari tingkat
pendidikan
a. Sekolah Taman Kanak-Kanak
b. Pendidikan Dasar
c. Pendidikan Menengah
d. Pendidikan Agama
e. Pendidikan Kejuruan
f. Pendidikan Khusus (SLB)
Untuk sekolah dasar usaha kesehatan sekolah diprioritaskan pada kelas I, III
dan kelas VI alasannya adalah :
1) Kelas I, merupakan fase penyesuaian dalam lingkungan sekolah yang baru
lepas dari pengawasan orang tua, kemungkinan kontak dengan berbagai
penyebab penyakit lebih besar karena ketidaktahuan dan
ketidakmengertian tentang kesehatan
2) Kelas III dilaksanakan dikelas 3 untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan
UKS dikelas I dahulu dan langkah-langkah selanjutnya yang akan
dilakukan dalam program pembinaan UKS

100
3) Kelas VI, dalam rangka mempersiapkan kesekolah peserta didik kejenjang
pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan pemeliharaan dan
pemeriksaan kesehatan yang cukup.
Sasaran Pembinaan
a. Peserta didik
b. Pembina UKS (Teknis dan Non Teknis)
c. Sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan
d. Lingkungan sekolah

VI. Kegiatan UKS


Nemir mengelompokkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) menjadi 3 kegiatan
pokok : yaitu
a. Pendidikan kesehatan di sekolah (Health Education in School)
1) Kegiatan intrakurikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan
merupakan bagian dari kurikulum sekolah, dapat berupa mata pelajaran
yang berdiri sendiri seperti mata pelajaran ilmu kesehatan atau
disisipkan dalam ilmu-ilmu laen seperti olah raga dan kesehatan, ilmu
pengetahuan alam, dan sebagainya.
2) Kegiatan ekstrakurikuler, maksudnya adalah pendidikan kesehatan
dimasukkan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka
menanamkan perilaku sehat peserta didik
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat berupa :
Penyuluhan kesehatan dari petugas puskesmas yang berkaitan dengan :
1) Higien personal yang meliputi pemeliharaan gigi, dan mulut, kebersihan
kulit dan kuku, mata, telinga dan sebagainya.
2) Lomba poster sehat
3) Perlombaan kebersihan kelas
b. Pemeliharaan Kesehatan Sekolah (School Health Service)
Pemeliharaan kesehatan sekolah, di maksudkan untuk memelihara ,
meningkatkan, dan menemukan secara dini gangguan kesehatan yag mungkin
terjadi terhadap peserta didik maupun gurunya.

101
Pemeliharaan kesehatan di sekolah di lakukan oleh petugas pusekesmas
yang merupakan tim yang di bentuk di bawah coordinator UKS yang terdiri
dari dokter, perawat, juru imunisasi dan sebagainya. Dan untuk koordinasi
untuk tingkat kecamatan di bentuk tim Pembina usaha kesehatan sekolah
(TPUKS).
Kegitan-kegiatan yang di lakukan adalah :
a. Pemeriksaan kesehatan, yang meliputi gigi dan mulut, mata telingan dan
tenggorokan, kulit dan rambut dsb
b. Pemeriksaan perkembangan kecerdasan
c. Pemberian imunisasi
d. Penemuan kasus-kasus dini yang mungkin terjadi
e. Pengobatan sederhana
f. Pertolongan pertama
g. Rujukan bila menemukan kasus yang tidak dapat di tanggulangi di
sekolah termasuk juga adalah pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan
guru.
c. Pemeliharaan Lingkungan kehidupan sekolah yang sehat mencakup
Pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah bertujuan agar lingkungan
kehidupan sekolah dapat terjamin pemeliharaannya, yang diawali dengan
lingkungan kehidupan sekolah yang bersih dan sehat. Sehingga tidak mudah
terkena wabah penyakit.
1) Lingkungan fisik
2) Lingkungan psikis
3) Lingkungan sosial

VII. Peran Perawat Kesehatan Sekolah


Peranan perawat komunitas dalam upaya kesehatan sekolah adalah:
a. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di sekolah
1) Mengkaji masalah kesehatan dan keperawatan peserta didik dengan
melaksanakan pengumpulan data, analisas data dan perumusan
masalah serta prioritas masalah kesehatan anak sekolah

102
2) Melaksanakan kegiatan UKS sesuai dengan rencana kegiatan yang
disusun.
3) Penilaian dan pemantauan hasil kegiatan UKS.
4) Pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang diterapkan.
b. Sebagai Pengelola Kegiatan UKS
Perawat kesehatan yang bertugas di Puskesmas dapat menjadi salah satu
anggota dalam TPUKS atau dapat juga ditunjuk sebagai seorang
koordinator, maka pengelolaan pelaksanaan UKS menjadi tanggung
jawabnya atau paling tidak ikut terlibat dalam tim pengelola UKS.
c. Sebagai Penyuluh dalam Bidang Kesehatan
Peran perawat kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan
dapat dilakukan secara langsung melalui penyuluhan kesehatan yang
bersifat umum dan klasikal atau secara tidak langsung sewakktu
melakukan pemeriksaan kesehatan peserta didik secara perorangan.

VIII. Fungsi Perawat Sekolah


1. Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas.
Keperawatan kesehatan komunitas (CHN) merupakan spesialis pelayanan
keperawatan yang berbasiskan pada masyarakat dimana perawat mengambil
tanggung jawab untuk berkontribusi meningkatkan derajad kesehatan
masyarakat. Fokus utama upaya CHN adalah pencegahan penyakit,
peningkatan dan mempertahankan kesehatan dengan tanggung jawab utama
perawat CHN pada keseluruhan populasi dengan penekanan pada
kesehatan kelompok populasi daripada individu dan keluarga.
2. Fungsi Perawat CHN Pada Agregat Anak Usia Sekolah
Fungsi perawat kesehatan komunitas terkait agregat anak usia
sekolah antara lain:
a. Kolaborator
Perawat bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral dalam
membuat keputusan dan melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan
masalah anak sekolah. Seperti halnya perawat melakukan kemitraan

103
dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, guru, kepolisian,
psikolog, dokter, LSM, dan sebagainya.
b. Koordinator
Mengkoordinir pelaksanaan konferensi kasus sesuai kebutuhan anak
sekolah, menetapkan penyedia pelayanan untuk anak usia sekolah
c. Case finder
Mengembangkan tanda dan gejala kesehatan yang terjadi pada agregat
anak usia sekolah, menggunakan proses diagnostik untuk
mengidentifikasi potensial kasus penyakit dan risiko pada anak usia
sekolah.
d. Case manager
Mengidentifikasi kebutuhan anak usia sekolah, merancang rencana
perawatan untuk memenuhi kebutuhan anak usia sekolah, mengawasi
pelaksanaan pelayanan dan mengevaluasi dampak pelayanan.
e. Pendidik
Mengembangkan rencana pendidikan kepada keluarga dengan anak usia
sekolah di masyarakat dan anak usia sekolah di institusi formal,
memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan, mengevaluasi dampak
pendidikan kesehatan.
f. Konselor
Membantu anak usia sekolah mengidentifikasi masalah dan alternatif solusi,
membantu anak usia sekolah mengevaluasi efek solusi dan pemecahan
masalah.
g. Peneliti
Merancang riset terkait anak usia sekolah, mengaplikasikan hasil riset pada
anak usia sekolah, mendesiminasikan hasil riset.
h. Care giver
Mengkaji status kesehatan komunitas anak usia sekolah, menetapkan
diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi keperawatan,
melaksanakan rencana tindakan dan mengevaluasi hasil intervensi.
i. Pembela

104
Memperoleh fakta terkait situasi yang dihadapi anak usia sekolah,
menentukan kebutuhan advokasi, menyampaikan kasus anak usia sekolah
terhadap pengambil keputusan, mempersiapkan anak usia sekolah untuk
mandiri.
Fungsi Perawat Sekolah
- Memberikan pelayanan serta meningkatkan kesehatan individu dan
memberikan pendidikan kesehatan kepada semua populasi yang ada di
sekolah.
- Memberikan kontribusi untuk mempertahankan dan memperbaiki
lingkungan fisik dan sosial sekolah.
- Menghubungkan program kesehatan sekolah dengan program kesehatan
masyarakat yang lain.

IX. Tingkat Pencegahan Di Sekolah


1. Pencegahan primer (primary prevention)
a. Program promosi kesehatan
1) Pendidikan kesehatan tentang : manfaat makanan sehat dan cara
menaruh jajanan sehat, kesehatan gigi dan mulut anak usia sekolah,
kebersihan diri (rambut, kulit, kuku, pakaian, sepatu), cara mencuci
tangan yang baik, kebutuhan latihan fisik anak usia sekolah, cara
belajar yang baik dan konsentrasi, dan lain-lain sesuai kebutuhan anak
sekolah.
2) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (perawat dapat
meminta bantuan guru dan kader kesehatan sekolah untuk melakukan
pengukuran TB/BB setiap 4 bulan dan mencatatnya di KMS anak
sekolah). Mengingat banyak sekolah yang ada di wilayah binaan
perawat, maka sebaiknya perawat sudah membuat jadwal kunjungan
tenaga kesehatan secara berkala minimal 6 bulan sekali untuk tiap
sekolah.
3). Memberikan layanan konseling tumbuh kembang anak usia sekolah atau
masalah kesehatan

105
4). Membentuk kelompok sewaktu anak usia sekolah sebagai support bagi
anak sekolah, orang tua atau keluarga.
b. Program proteksi kesehatan:
1) Pelayanan masyarakat : pemberian untuk anak SD kelas 1 pemberian OT
dan SD kelas VI (waruta) pemberian TT.
2). Program pencegahan kecelakaan pada anak usia sekolah seperti
memfasilitasi zebra cross untuk penyebrangan. Menyediakan petugas
yang membantu anak sekolah menyeberang, menganjurkan anak
menggunakan pelindung lutut atau helm jika bersepeda, rnenganjurkan
sekolah untuk menjaga kebersihan lantai (membuat tanda peringatan
bila sedang dibersihkan), menganjurkan sekolah untuk dapat
memperhatikan keselamatan anak seperti : tangga dibuat tidak curam,
lapangan tidak berbatu, menganjurkan keluarga untuk meningkatkan
pengawasan pada anak usia sekolah khususnya anak usia sekolah yang
tinggal didekat jalan, tempat yang berbahaya, pemantauan yang ketat
terhadap jajanan yang dijual di sekolah.
3). Perlindungan anak usia sekolah dan child abuse dan orang dewasa
disekitarnya : meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
keselamatan dan kesehatan anak usia sekolah, termasuk sikap guru
yang mendidik bukan menghukum, membuat sistem pelaporan dan
sangsi yang jelas apabila menemukan anak usia sekolah yang
mengalami tindakan kekerasan baik fisik, emosional, atau seksual dan
orang lain, untuk segera diproses secara hukum yang berlaku di
Indonesia.
2. Pencegahan sekunder (secondary prevention)
a. Pencegahan dini dan pengobatannya, sebagai deteksi tumbuh kembang
anak sekolah, atau penyakrt untuk segera ditegakkan diagnosis dan
pengobatan sejak dulu.
b. Perawatan emergency, misalnya ditemukan pada anggota anak usia
sekolah yang mengalami kecelakaan disekolah, atau lalu lintas

106
c. Perawatan akut dan kritis, dtberikan pada anak usra sekolah yang
mengalami sakit akut seperti diare, demam, dan lain-lain. Perawatan juga
diberikan pada anak usia sekolah dengan penyak kronis.
d. Diagnosa dan terepi perawat komunitas dapat menegakkan diagnosis
keperawatan dan segera memberikan terapi keperawatannya.
e. Melakukan rujukan untuk segera mendapatkan perawatan lebrh lanjut

3. Pencegahan tersier (tertiary prevention)


a. Memberikan dukungan pada upaya pemulihan anak usia sekolah setelah
sakit dengan memelihara kondisi kesehatan agar tumbuh kembangnya
optimal
b. Memberikan konseling perawatan lanjut pada kelompok anak usia sekolah
pada masa pemulihan

Topik II
I. Asuhan Keperawatan Pada Usia Sekolah
1. Pengkajian Data Inti (Core) ( Reni chairani , 2015. )
1. Demografi: Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah anak
usia sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur.
2. Etnis: suku bangsa, budaya, tipe keluarga
3. Nilai, kepercayaan dan agama: nilai dan kepercayaan yang dianut oleh
anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang dianut,
fasilitas keagamaan yang dikerjakan oleh anak usia sekolah.

2. Pengkajian 8 Sub Sistem


1. Lingkungan Fisik
a. Inspeksi: Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan
lingkungan, aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
b. Auskultasi: Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia sekolah
dari guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui wawancara.

107
c. Angket: Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang
kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.
2. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah, bentuk
pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi
anak usia sekolah melalui wawancara.
3. Ekonomi
Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tua
siswa, jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan melihat data
di staff tata usaha sekolah.
a. Keamanan: adanya satpam sekolah, petugas penyebrangan jalan.
b. Transportasi : Jenis transportasi yang dapat digunakan anak usia
sekolah, adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput siswa.
4. Politik dan pemerintahan
Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib sekolah
yang harus dipatuhi seluruh siswa.
5. Komunikasi
a. Komunikasi formal
Media komunikasi yang digunakan oleh anak usia sekolah untuk
memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan melalui buku
dan sosialisasi dari pendidik.
b. Komunikasi informal
Komunikasi/diskusi yang dilakukan anak usia sekolah dengan gur dan
orang tua, peran guru dan orang tua dalam menyelesaikan
dan mencegah masalah anak sekolah, keterlibatan guru dan orang tua
dan lingkungan dalam menyelesaikan masalah anak usia sekolah.
Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang
digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di sekolah.
6. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat
sarana penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan
seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan.

108
2. Diagnosis Keperawatan Komunitas
Bentuk masalah keperawatan komunitas pada kelompok khusus anak usia
sekolah yang dapat saudara rumuskan menjadi diagnosa keperawatan
seperti:
1. Risiko gangguan tumbuh kembang pada anak usia sekolah
2. Risiko peningkatan kejadian cedera pada anak usia sekolah
3. Dapat merumuskan diagnosa lain sesuai dengan kondisi masalah
kesehatan komunitas yang ditemukan.

3. Perencanaan
Dapat menggunakan pendekatan pencegahan dalm membuat
perencanaan keperawatan yaitu
1. Pencegahan primer (primary prevention)
a. Program promosi kesehatan
1) Pendidikan kesehatan tentang : manfaat makanan sehat dan cara
menaruh jajanan sehat, kesehatan gigi dan mulut anak usia
sekolah, kebersihan diri (rambut, kulit, kuku, pakaian, sepatu),
cara mencuci tangan yang baik, kebutuhan latihan fisik anak
usia sekolah, cara belajar yang baik dan konsentrasi, dan lain-
lain sesuai kebutuhan anak sekolah.
2) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (perawat
dapat meminta bantuan guru dan kader kesehatan sekolah untuk
melakukan pengukuran TB/BB setiap 4 bulan dan mencatatnya
di KMS anak sekolah). Mengingat banyak sekolah yang ada di
wilayah binaan perawat, maka sebaiknya perawat sudah
membuat jadwal kunjungan tenaga kesehatan secara berkala
minimal 6 bulan sekali untuk tiap sekolah.
3). Memberikan layanan konseling tumbuh kembang anak usia
sekolah atau masalah kesehatan
4). Membentuk kelompok sewaktu anak usia sekolah sebagai
support bagi anak sekolah, orang tua atau keluarga.
b. Program proteksi kesehatan:

109
1) Pelayanan masyarakat : pemberian untuk anak SD kelas 1
pemberian OT dan SD kelas VI (waruta) pemberian TT.
2). Program pencegahan kecelakaan pada anak usia sekolah seperti
memfasilitasi zebra cross untuk penyebrangan. Menyediakan
petugas yang membantu anak sekolah menyeberang,
menganjurkan anak menggunakan pelindung lutut atau helm jika
bersepeda, rnenganjurkan sekolah untuk menjaga kebersihan
lantai (membuat tanda peringatan bila sedang dibersihkan),
menganjurkan sekolah untuk dapat memperhatikan keselamatan
anak seperti : tangga dibuat tidak curam, lapangan tidak berbatu,
menganjurkan keluarga untuk meningkatkan pengawasan pada
anak usia sekolah khususnya anak usia sekolah yang tinggal
didekat jalan, tempat yang berbahaya, pemantauan yang ketat
terhadap jajanan yang dijual di sekolah.
3). Perlindungan anak usia sekolah dan child abuse dan orang
dewasa disekitarnya : meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap keselamatan dan kesehatan anak usia sekolah,
termasuk sikap guru yang mendidik bukan menghukum,
membuat sistem pelaporan dan sangsi yang jelas apabila
menemukan anak usia sekolah yang mengalami tindakan
kekerasan baik fisik, emosional, atau seksual dan orang lain,
untuk segera diproses secara hukum yang berlaku di Indonesia.
2. Pencegahan sekunder (secondary prevention)
a. Pencegahan dini dan pengobatannya, sebagai deteksi tumbuh kembang
anak sekolah, atau penyakrt untuk segera ditegakkan diagnosis dan
pengobatan sejak dulu.
b. Perawatan emergency, misalnya ditemukan pada anggota anak usia
sekolah yang mengalami kecelakaan disekolah, atau lalu lintas
c. Perawatan akut dan kritis, dtberikan pada anak usra sekolah yang
mengalami sakit akut seperti diare, demam, dan lain-lain. Perawatan
juga diberikan pada anak usia sekolah dengan penyak kronis.

110
d. Diagnosa dan terepi perawat komunitas dapat menegakkan diagnosis
keperawatan dan segera memberikan terapi keperawatannya.
e. Melakukan rujukan untuk segera mendapatkan perawatan lebrh
lanjut
3. Pencegahan tersier (tertiary prevention)
a. Memberikan dukungan pada upaya pemulihan anak usia sekolah
setelah sakit dengan memelihara kondisi kesehatan agar tumbuh
kembangnya optimal
b. Memberikan konseling perawatan lanjut pada kelompok anak usia
sekolah pada masa pemulihan

4. Implementasi
Menggunakan empat strategi dalam melaksanakan perencanaan yang
telah disusun sebelumnya, yaitu melalui :
1. Pemberdayaan komunitas sekolah
Hal yang penting dapat dilakukan agar komunitas sekolah peduli
terhadap masalah kesehatan anak usia sekolah. Pemberdayaan disesuaikan
dengan kemampuan yang ada di komunitas, misalnya : sekolah
mendirikan kantin sehat dan jujur, yang menjual jajanan yang sehat (bebas
pewama/pernarus buatan, bebas pengawet, serta memperhatikan masa
kadaluarsanya) dan siswa di rasakan untuk jujur mengambil dan
membayar sendiri di kotak yang telah disediakan.
2. Proses kelompok
Perawat komumtas juga dapat menggunakan pendekatan kelompok, agar
implementasi dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Kelompok yang
terdiri dari anak sekolah yang mempunyai masalah yang sama, kelompok
ini akan sangat bermanfaat membantu keluarga menemukan solusti
masalah kesehatan. Contoh di bentuknya kelompok swadaya bantu anak
usia sekolah. yang mengatur gangguan konsentrasi belajar; kelompok
untuk dengan di fasilitasi oleh guru dan perawat komunitas akan
mencoba mengenal penyebab dan mencahkan solusi, serta melainkan

111
konsentrasi anak. Anjuran untuk latihan berenang cukup efektif untuk
membantu anak belajar konsentrasi.
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan seperti dijelaskan di awal akan sangat membantu
anak sekolah meningkatkan pengetahuannya untuk merubah perilaku
hidup lebih sehat.
4. Kerukunan
Kerukunan perlu dibentuk agar ada jejanng kerja, contoh: kerukunan
dengan pedagang kantin agar dapat menyediakan makanan yang murah
dan sehat. Kerukunan dengan perusahaan/percetakan buku yang dapat
memberikan buku murah untuk anak. Tentu masih banyak lagi
kerukunan yang dapat saudara bangun dalam rangka meningkatkan
kesehatan anak usia sekolah.

5. Evaluasi
Perawat komunitas bersama komunitas dapat mengevaluasi
semua implementasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada
tujuan yang telah ditetapkan yaitu mencapai kesehatan anak usia sekolah
yang optimal.

Rangkuman
Usaha kesehatan di sekolah (UKS) merupakan salah satu usaha kesehatan
pokok yang dilaksanakan oleh puskesmas dan juga usaha kesehatan
masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta
lingkungan sekolahnya sebagai sasaran utama.Untuk meningkatkan kesadaran
hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik, dilakukan upaya
menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin melalui pendidikan
kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat
yang dikenal dengan istilah tiga program pokok (trias) UKS. Peran perawat
kesehatan sekolah yang paling utama yaitu sebagai pelaksana asuhan
keperawatan di sekolah. Salah satu fungsi peran perawat sekolah yaitu
memberikan pelayanan serta meningkatkan kesehatan individu dan

112
memberikan pendidikan kesehatan kepada semua populasi yang ada di
sekolah.
Asuhan keperawatan komunitas pada kelompok khusus anak usia sekolah,
berikut yang dapat dirangkum diatas adalah:
1. Sasaran pembenaan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok
khusus anak usia sekolah ada hanya pada anak sekolahnya saja, pada
komunitas sekolah yattu : guru, staf administyrasi. orang tua/wali siswa,
masyarakat seki tar sekolah termasuk para pedagang yang ada di kantin
atau di luar sekolah-sekolah.
2. Perawat komunitas dapat berperan sebagat : Advokat, Case finder; Case
manager, Community , Konselor kesehatan, Pendidik kesehata
3. UKS dikembangkan berdasarkan historical model yang tercantum dalam
Trias UKS yaitu : pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
perubahan lingkungan sekolah yang sehat.
4. Masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak usia sekolah yattu :
masalah kebutuhan nutrisi (jajanan yang kurang sehat,
kelebihan/kekurangan nutrisi anoreksia), masalah kebersihan , masalah
gangguan konsentrasi belajar : resiko keamanan dan kebiasaan merokok
sejak dulu, masalah psikososial dan masalah kekerasan pada anak
5. Perawat bersama komunitas sekolah dapat melakukan upaya pencegahan
dan mengatasi masalah kesehatan pada anak usia sekolah dengan
rnerujuk pada level pencegahan dan menggunakan 4 strategi pendekatan
intervensi keperawatan komunitas.

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
1. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 3 yang terdiri
dari 4-5 orang.
2. Klpk 1.Pengkajian, analisa data keperawatan komunitas anak sekolah
3. Klpk 2.Diagnosa keperawatan komunitas anak sekolah
4. Klpk 3 Memprioritaskan keperawatan komunitas anak sekolah

113
5. Klpk 4 Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas anak sekolah
6. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam MS
Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas, nama-
nim anggota kelompok, dan program studi.
7. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap kelompok

2. Tugas Mandiri
Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di SPADA

114
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.N., & Spredley, B.W. (2001). Community health nursing :


concept and practice. Philadelphia: Lrppmcot.

Anderson, E.T. & McFarlane,J. (2000). Community as partner: Theory and


practice nursing. Philadelphia: Lippmcot.

Ananto, p.2006. usaha kesehatan sekolah di sekolah dasar dan madrasah


ibtidaiyah.bandung: yrama widya.

Chairani, R. (2015). Modul keperawatan komunitas: Asuhan keperawatan


komunitas pada kelompok khusus. Dilihat dari
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-2-47932732. Di askes pada
tanggal 04/05/2020.

Departemen Kesehatan RI .(2003). Kemitraan menuju Indonesia sehat


2010. Jakarta : SekretanatJenderal Departemen Kesehatan RI.

Ervin, N.E. (2002). Advanced community health nursing practice: population


focused care. New Jersey: Pearson Educanon.lnc.

Effendy Ferry, Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Fery Agusman, 2011: Asuhan Keperawatan Komunitas Suatu Pengantar. Penerbit


Universitas Diponegoro

Mc Murray, A. (2003). Community health and wellness: a soctoecological


approach. Toronto: Mosby

Neuman, B. (1995). The Neuman systems model ( 3 ed.). Norwalk, CT:


Appleton-Lange.

Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Keperawatan komunitas I.


Jakarta: Salemba Medika

Widyanto Faisalado Candra, S.Kep,. Ns. 2014. Keperawatan Komunitas dengan


Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Nuha Medika Semarang

115
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT DALAM KOMUNITAS
KESEHATAN ANAK
Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah dan ukuran sedangkan
perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap
dan tingkat yang paling rendah dankompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran (Whalex dan Wone.2000)
Tumbuh kembang adalah suatu kesatuan proses dimana seseorang anak
tidak hanyatumbuh menjadi besar tapi berkembang menjadi lebih terampil
yang mencakup dua peristiwayang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan
dan sulit dipisahkan.
1. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
jumlah, besar, ukuran/dimensi, tingkat sel organ maupun individu yang
bisa diukur berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan elektrolit.
2. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai hasil antara lain proses pematangan
termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai
hasil dengan lingkungan. Untuk terciptanya tumbuh kembang yang
optimal tergantung pada potensi biologis, psikososial, dan perilaku yang
merupakan proses yang unik dan hasil akhir berbeda- beda yang memberi
cirri tersendiri pada setiap anak.
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu
dengan sistem social tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga,
kelompok/agregat dan masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah
kelompok anak usia sekolah yang tergolong kelompok berisiko (at risk )
terhadap timbulnya masalah kesehatan yang terkait perilaku tidak sehat.

116
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat berbagai
definisi tentang anak usia sekolah yaitu:
a.Menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak
yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak
yang berusia 7-12 tahun.
b. Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun
Perilaku hidup bersih sehat dapat diterapkan di sekolah atau diberikan dengan
cara memberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan
usaha untuk menyiapkan siswa agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras,
seimbang dan sehat baik fisik, mental, sosial dan lingkungan melalui kegiatan
bimbingan, di masa yang akan datang (Ananto, 2006).
Pendidikan kesehatan bagi anak bertujuan menambah kebiasaan hidup sehat
agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan
lingkungannya serta ikut aktif dalam usaha-usaha kesehatan. Tujuan dari
pendidikan kesehatan adalah memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar
hidup sehat, menimbulkan sikap perilaku hidup sehat, dan membentuk
kebiasaan hidup sehat (Fitriani, 2011).
Ada beberapa indikator PHBS yang dilakukan di sekolah, yaitu cuci tangan
dengan air bersih dan sabun, jajan di kantin sekolah, BAB dan BAK di
jamban, buang sampah di tempatnya, berolahraga, mengukur tinggi dan berat
badan, memeriksa jentik nyamuk, dan tidak merokok di sekolah
(Notoatmodjo, 2010)

B. Deskripsi Materi
Pertemuan dalam bab ini membahas tentang asuhan keperwatan agregat pada
komunitas kesehatan anak yang meliputi: Defenisi, Batasan usia anak,
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak, Permasalahan kesehatan
anak, Masalah kesehatan utama anak, Proses keperawatan komunitas
kesehatan gregat anak dan proses keperawatan agregat dalam komunitas
kesehatan anak

117
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa mencapai
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yaitu mampu menerapkan
asuhan keperawatan agregat dalam komunitas kesehatan anak

D. Uraian Materi
I. Defenisi
II. Batasan usia anak
III. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak
IV. Permasalahan kesehatan anak
V. Masalah kesehatan utama anak
VI. Proses keperawatan komunitas kesehatan gregat anak

118
I. Defenisi
a. Pengertian anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan
b. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak mengatur bahwa anak adalah orang yang dalam perkara
anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin
c. Konsep anak menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap manusia yang berusia di
bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang
masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
d. WHO (2013) , anak adalah sejak anak di kandungan sampai usia 19 tahun
e. Wong (2011), anak adalah individu yang berada dalam rentang
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi secara berkesinmbungan di
mulai dari fase bayi sampai dengan remaja.
Dapat di simpulkan bahwa anak adalah seseorang yang berusia kurang dari
19 tahun yang wajib di jaga dan di lindungi perkembangannnya baik secara
fisik, mental dan social karena anak adalah tolak ukur keberhasilan masa depan
suaru bangsa.

II. Batasan Usia Anak


a. Menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan
anakyang berusiaantara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya
anak yang berusia 7-12 tahun.
b. Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun

III. Karakteristik Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat beresiko bagi
setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua
aspek yang mendukung dan yang mempengaruhi pertumbuhan dan

119
perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan, dua peristiwa yang berbeda
namun saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pertumbuhan (growth) itu
sendiri mempunyai pengertian yaitu berkaitan dengan masalah perubahan
ukuran, besar, jumlah, atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu.
Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat
(gram,kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).
Perkembangan (development) adalah pertambahan kemampuan struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan menyangkut adanya
proses deferensiasi sel-sel, jaringan organ, dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi
fungsinya (Tanuwijaya, 2003). Perkembangan masa awal meliputi beberapa
aspek kemampuan fungsional yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial dan
bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan
fase selanjutnya. Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat
mempengaruhi aspek lainnya.Salah satu masalah yang sering terjadi pada
masa pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu keterlambatan tumbuh
kembang anak (Developmental Delay).
Sekitar 1-3 % anak usia 0-5 tahun di dunia mengalami Developmental
delay. Sementara di Indonesia khususnya di Jakarta, telah dilakukan Stimulasi
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SSDIDTK). Hasilnya,
dari 476 anak yang diberi pelayanan SDIDTK, ditemukan 57 (11,9%) anak
dengan kelainan tumbuh kembang salah satunya adalah developmental delay
(keterlambatan tumbuh kembang) (Perna, 20013).
Dalam peristiwa pertumbuhan dan perkembangan anak memiliki berbagai
ciri khas yang membedakan komponen satu dengan yang lain.
Pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalani hal
bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain- lain.

120
2. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat
pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa
konsepsi hingga dewasa.
3. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri lama yang
ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya
gigi susu, atau hilangnya refleks-refleks tertentu.
4. Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti
proses kematangan, seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis, atau
dada
Perkembangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari
perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti
perubahan pada fungsi alat kelamin.
2. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap, yaitu
perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudal
atau dari bagian proksimal ke bagian distal.
3. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan
melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan melakukan hal yang
sempurna.
4. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian
perkembangan yang berbeda.
5. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, di mana
tahapan perkembangan harus melewati tahap demi tahap
Karakteristik tumbang pada anak
1. Perkembangan Motorik
Pada saat anak mencapai tahapan usia prasekolah (4-6 tahun) ada ciri
yang jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak usia prasekolah.
Perbedaannya terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang
badan dan keterampilan yang mereka miliki. Bertambahnya usia,
perbandingan antar bagian tubuh akan berubah. Gerakan anak usia
prasekolah lebih terkendali dan terorganisasi dalam pola-pola.
Perkembangan lain yang terjadi pada anak usia prasekolah , umumnya

121
ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah. Gigi susu akan tanggal
pada akhir masa usia prasekolah. Gigi yang permanen tidak akan tumbuh
sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus
berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah
mencapai ukuran orang dewasa pada saat anak mencapai usia prasekolah.
Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik
kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya
koordinasi otototot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar
dan naik. Motorik halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan
otot halus, seperti ; menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce,
dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Kognitif
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif
adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi
kognitif merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang
memperoleh pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan
perkembangan dari cara anak berpikir. Kemampuan anak untuk
mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan berbagai
masalah dapat dipergunakan sebagai tolok ukur pertumbuhan kecerdasan.
Piaget (Patmonodewo, 2008) menjelaskan perkembangan kognitif terdiri
dari empat tahapan perkembangan yaitu tahapan sensorimotor, tahapan
praoperasional, tahapan kongkret operasionaldan tahapan formal
operasional
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat
diwujudkan dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang
memiliki aturan sendiri yang berkembang menjadi komunikasi melalui
ujaran yang tepat dan jelas. Dalam membicarakan perkembangan bahasa
terdapat 3 butir yang perlu dibicarakan (Patmonodewo, 2008), yaitu:
a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa
biasanya dipahami sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat
semantik, sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam

122
bentuk katakata. Walaupun bahasa dan kemampuan berbicara sangat
dekat hubungannya tapi keduanya berbeda.
b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat
pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif
(producing). Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan
membaca) menunjukkan kemampuan anak untuk memahami dan
berlaku terhadap komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut.
Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa
yang dikomunikasikan kepada orang lain.
c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak
akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat
merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan
mereka. Anak usia prasekolah biasanya telah mampu
mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat
memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan
berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan
menyanyi.
4. Perkembangan Psikososial
Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan
kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi
dan perkembangan kepribadian.

IV. Permasalahan Kesehatan Anak


a. Diare
Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari tiga kali per hari)
dan disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), baik
disertai keluarnya darah dan lender maupun tidak (Suraatmaja, 2007).
Sedangkan menurut WHO (2007) diare didefinisikan sebagai berak cair
tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) (Nutrisiani, 2010).
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia
terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO

123
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2
juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5
tahun (Adisasmito, 2007). Banyak faktor yang menimbulkan penyakit
diare antara lain faktor lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor
sosiodemografis. Dari beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup
banyak diteliti dan dibahas dari segala aspek seperti dari Sarana Air Bersih
(SAB), jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan
rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan
kepadatan hunian (Adisasmito, 2007). Penyebab diare, antara lain infeksi
dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun
air minum, infeksi berbagai macam virus, alergi makanan, khususnya susu
atau laktosa (makanan yang mengandung susu), parasit yang masuk ke
tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor (USAID).
b. ISPA
Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2007
ISPA menempati prevalensi tertinggi pada balita (>35%), prevalensi
campak tertinggi pada anak balita (3,4%), prevalensi diare tertinggi
terdeteksi pada balita (16,7%). ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi,
saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Istilah ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan
organ adneksanya saluran pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah
infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Terjadinya infeksi saluran pernapasan pada anak balita disamping adanya
bibit penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor anak itu sendiri, seperti anak
yang belum mendapat imunisasi campak dan kontak dengan asap dapur,
serta kondisi perumahan yang ditempatinya. ISPA berat, ditandai sesak
nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada
waktu inspirasi (secara klinis ISPA berat=pneumonia berat). ISPA

124
sampai1 tahun = 50 kali/menit atau lebih. Umur 1 sampai 4 tahun = 40
kali/menit atau lebih (secara klinis ISPA sedang=pneumonia). ISPA
ringan, ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai demam, tetapi
nafas cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
c. Masalah Gigi Dan Mulut
Masalah kesehatan gigi dan mulut (gilut) penting dalam pembangunan
kesehatan, salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia
sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Hasil Riset Kesehatan Daerah
(RISKESDAS) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan RI menunjukkan
prevalensi anak yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut
berdasarkan karakteristik umur adalah 5-9 tahun sebesar 21,6%, umur 10-
14 tahun sebesar 20,6% dan terjadi di pedesaan sebesar 24,4 %. Penyakit
gigi dan mulut terutama karies sering terjadi pada anak usia sekolah.
Salah satu penyebab terjadinya karies adalah pola makan atau diet. Anak-
anak sangat suka makanan yang lunak dan mengandung gula, hal ini
meningkatkan resiko terjadinya karies lebih besar dibandingkan anak
yang memiliki pola makan makanan yang berserat (Budisuari, 2010).
Perilaku hidup sehat anak tentang gosok gigi harus terus terpelihara.
Upaya untuk memelihara perilaku tersebut memerlukan dukungan dari
berbagai pihak, seperti pihak sekolah, orang tua, dan petugas kesehatan di
wilayah tersebut. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) merupakan salah satu
upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam memupuk kebiasaan
hidup sehat yang salah satunya perilaku gosok gigi pada anak usia
sekolah.
Peningkatnya rasa tanggung jawab terhadap tugas sekolah dan tugas di
rumah akan lebih terlihat pada anak usia sekolah (6- 12 tahun).
Perkembangan motorik halus dan kasar semakin menuju ke arah
kemajuan. Oleh karena itu anak lebih dapat diajarkan cara memelihara
kesehatan gigi dan mulut secara lebih rinci, sehingga akan menimbulkan
rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri (Riyanti, 2005).

125
d. Konstipasi
Gangguan pencernaan merupakan masalah kesehatan yang sering dialami
anak selain gangguan pernapasan. Selain diare dan muntah, anak juga
sering mengalami konstipasi atau sulit buang air besar.
Hal ini biasanya sering terjadi karena anak tidak mau makan sayur, buah
atau makanan berserat lainnya. Konstipasi ini pada akhirnya dapat
membuat anak gelisah karena rasa tidak nyaman pada perut dan kembung.
e. Ruam pada kulit
Kemerahan pada kulit juga merupakan masalah yang sering muncul pada
anak. Tanda-tanda kemerahan pada kulit anak bisa muncul karena
masalah popok, biang keringat, hingga infeksi virus.
f. Trauma
Meskipun tampak sepele, trauma merupakan masalah psikis yang bisa
dialami anak-anak yang sedang gemar mengeksplorasi lingkungan
sekitarnya. Terjatuh dan luka, benjol, dan memar merupakan contoh
trauma yang bisa membuat orang tua khawatir membiarkan anak-anaknya
mengeksplorasi lingkungan sekitarnya.

V. Masalah Kesehatan Utama Anak


Empat (4) masalah utama kesehatan anak di Indonesia, berdasarkan data dari
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
1. Berat badan lahir rendah
Anak dengan berat badan lahir rendah bisa mengalami hambatan tumbuh
kembang, serta lebih mudah terserang infeksi dari virus dan bakteri.
Proporsi berat badan lahir rendah di bawah 2,5 kg Indonesia ada di angka
6,2 persen, dengan Provinsi Jambi ada di peringkat teratas (2,6 persen) dan
Sulawesi Tengah di peringkat terbawah (8,9 persen).
2. Gizi buruk/Malnutrisi
Gizi buruk bisa membuat tumbuh kembang anak terhambat. Anak yang
asupan gizinya kurang bisa bertubuh pendek dan perkembangan otaknya
tak maksimal. Proporsi status gizi buruk dan gizi kurang secara nasional
turun dari 19,6 persen pada 2013 menjadi 17,7 persen pada 2019. Di

126
beberapa daerah seperti NTB, NTT, Papua Barat, dan Gorontalo angkanya
masih tinggi, di atas 20 persen.
Malnutrisi, adalah gangguan absorbsi makanan yang dapat disebabkan
oleh faktor patologis atau non patologis sehingga pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak terganggu. Jika keadaan ini berlangsung
kronik atau lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada anak.
Sedangkan menurut WHO, mendefinisikan malnutrisi sebagai
“ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan
kebutuhan tubuh terhadap mereka untuk menjamin pertumbuhan,
pemeliharaan, dan fungsi tertentu".
Gangguan gizi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kekurangan gizi
(undernutrition) atau kelebihan gizi (over nutrition)
Beberapa kondisi kekurangan gizi (undernutrition) yang serius dapat
menyebabkan kondisi kesehatan yang terganggu seperti:
a. Marasmus : Ditandai dengan gangguan pertumbuhan dan hilangnya
lemak dan otot di bawah kulit (atrofi)
b. Kwarsiorkor : Ditandai dengan tidak adanya cukup protein dan
karbohidrat di dalam diet sehingga menimbulkan perubahan pigmen
kulit, penurunan massa otot, diare, kegagalan untuk mendapatkan
kenaikan berat badan dan tumbuh, kelelahan, perubahan rambut
(warna atau tekstur), infeksi meningkat dan lebih parah karena sistem
kekebalan tubuh rusak, perut buncit, kelesuan atau apatis, ruam
(dermatitis), syok (tahap akhir) dan pembengkakan (edema).
c. Marasmus – Kwarsiorkor (Gabungan) : Etiology atau penyebab
malnutrisi sendiri sangatlah banyak, seperti contoh pada negara negara
berkembang, penyebab utama dari kekurangan gizi disebabkan oleh
kurangnya supply makanan pada daerah tersebut. Contoh pada daerah
di Indonesia bagian timur, sangatlah sulit bagi penduduk untuk
mendapatkan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi anak
mereka hanya karena mereka tidak memiliki makanan yang cukup
untuk dikonsumsi.

127
Berbeda dengan daerah-daerah yang sudah berkembang, beberapa kasus
kekurangan gizi disebabkan oleh faktor faktor seperti :
- Pola diet yang tidak baik, seperti picky eater, eating disorder, kurangnya
edukasi dari orang tua atau pemerintah mengenai makanan yang sehat
seperti empat sehat lima sempurna.
- Gangguan mental / psikosomatis, gangguan kondisi mental pada seseorang
dapat mengakibatkan mereka tidak mengkonsumsi makanan sesuai
dengan kebutuhan badannya.
- Gangguan pencernaan atau masalah di usus.
- Ketergantungan alkohol atau drug abuse.
Beberapa kondisi Kelebihan gizi (over nutrition) yang dapat menyebabkan
gangguan kondisi kesehatan antaralain adalah :
- Overweight, diukur dengna BMI (Body Mass Index ) Berkisar antara 25 –
30
- Obesitas, diukur dengna BMI diatas 30
- Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang kelebihan Gizi
- Faktor Keturunan
- Konsumsi Makanan yang berlebihan
- Pengeluaran energi yang kurang.
3. Kegemukan dan obesitas
Indonesia mengalami double burden masalah gizi. Selain gizi buruk, anak
Indonesia juga mengalami kegemukan dan obesitas. Saat ini, proporsi
balita kegemukan di Indonesia mencapai 8 persen, dengan provinsi Papua
di peringkat teratas (13,2 persen) dan Nusa Tenggara Barat (3,3 persen) di
posisi terbawah.
Beberapa kondisi Kelebihan gizi (over nutrition) yang dapat menyebabkan
gangguan kondisi kesehatan antaralain adalah :
a. Overweight, diukur dengna BMI (Body Mass Index ) Berkisar
antara 25 – 30
b. Obesitas, diukur dengna BMI diatas 30
c. Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang kelebihan Gizi
d. Faktor Keturunan

128
e. Konsumsi Makanan yang berlebihan
f. Pengeluaran energi yang kurang.
4. Merokok
Perilaku merokok pada anak dan remaja usia 10-18 tahun mengalami
kenaikan dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.
Merokok bisa menyebabkan beragam masalah kesehatan seperti ISPA,
asma, penyaki paru obstruktif kronik, hingga meningkatkan risiko penyakit
jantung, stroke, dan kanker di masa depan.

VI. Proses Keperawatan Komunitas Kesehatan Agregat Anak

Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada komunitas anak usia sekolah
menggunakan pendekatan Community as partner model. Klien (anak usia
sekolah) digambarkan sebagai inti (core) mencakup sejarah, demografi, suku
bangsa, nilai dan keyakinan dengan 8 (delapan) subsistem yang saling
mempengaruhi meliputi lingkungan fisik,8 pelayanan kesehatan dan sosial,
ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan dan rekreasi (Anderson, Mc Farlane, 2000 dalamErvin,
2002).Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi
:
a. Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah anak usia
sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur.
b. Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.
c. Nilai kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang dianut oleh
anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang dianut,
fasilitas ibadah yang ada,adanya organisasi keagamaan, kegiatan-kegiatan
keagamaan yang dikerjakan oleh anak usia sekolah.

Data subsystem
Data subsystem memiliki 8 sub system yang saling mempengaruhi antara
lain :
1. Lingkungan fisik

129
Dalam lingkungan fisik terdapat 2 cara :
a. Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan
lingkungan, aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
b. Auskultasi : Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia sekolah
dari guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui
wawancara.Angket : Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia
sekolah yang kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.
2. Pelayanan kesehatan dan social
Didapatkan dari ketersediaan pelayanan kesehatan khususnya anak usia
sekolah, bentuk pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan
konseling bagi anak usia sekolah melalui wawancara di sekolahan
3. Ekonomi
Data ekonomi didapat dari jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis
pekerjaan orang tua siswa, jumlah uang jajan para siswa melalui
wawancara dan melihat data di staff tata usaha disekolah.
4. Keamanan dan transportrasi
a. Keamanan : Adanya satpam sekolah dan petugas penyebarang jalan.
b. Untuk jenis transportrasi yang dapat digunakan anak usia
sekolah,adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput siswa.
5. Politik dan pemerintahan
Untuk kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib
sekolah yang harus dipatuhi seluruh siswa .
6. Komunikasi
Komunikasi ini dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Komunikasi formal mengunakan media komunikasi yang digunakan
oleh anak usia sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuan
tentang kesehatan melalui buku dan sosialisasi dari pendidik.
b. Komunikasi informal mengunakan komunikasi/diskusi yang dilakukan
anak usia sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru dan orang tua
dalam menyelesaikan dan mencegah masalah anak sekolah,keterlibatan

130
guru dan orang tua dan lingkungan dalam menyelesaikan masalah anak
usia sekolah.
7. Pendidikan
Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang
digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di sekolah.
8. Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana
penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni,
pemanfaatannya, kapan waktu menggunakannya.

Prioritas Masalah
Langkah awal dalam melakukan perencanaan adalah memprioritaskan
diagnose keperawatan dengan menggunakan ranking dari semua diagnosa
yang telahditemukan. Tujuan dari prioritas masalah adalah untuk mengetahui
diagnose keperawatan komunitas yang mana yang akan diselesaikan terlebih
dahulu denganmasyarakat antara lain :
a. Pentingnya penyelesaian masalah
b. Perubahan positif untuk penyelesaian di komunitas
c. Penyelesaian untuk Peningkatan kualitas hidup
d. Defisit kebersihan diri pada komunitas anak usia sekolah
e. Risiko terjadinya kejadian karies gigi pada agregat anak usia sekolah
f. Risiko penyalahgunaan media cetak dan elektronik pada anakuntuk
memperoleh informasi yang tidak sesuai dengan perkembangannya
g. Ketidakefektifan komunikasi anak dengan orang tua
Masalah yang ditemukan dinilai dengan menggunakan skala pembobotan, yaitu
: 0= tidak ada, 1 = rendah, 2 = sedang, 3 = tinggi. Kemudian masalah kesehatan
diprioritaskan berdasarkan jumlah keseluruhan scoring tertinggi.

Diagnose Keperawatan
Untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah dirumuskan
diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari

131
Rangkuman
Perawat bersama komunitas sekolah dapat melakukan upaya pencegahan
dan mengatasi masalah kesehatan pada anak usia sekolah dengan rnerujuk
pada level pencegahan dan menggunakan 4 strategi pendekatan intervensi
keperawatan komunitas.
Komunitas dapat diartikan kumpulan orang pada wilayah tertentu dengan
system social tertentu. Komunitas meliputi individu, keluarga,
kelompok/agregat dan masyarakat. Salah satu agregat di komunitas adalah
kelompok anak usia sekolah yang tergolong kelompok berisiko (at risk )
terhadap timbulnya masalah kesehatan yang terkait perilaku tidak sehat.
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak usia sekolah yattu :
masalah kebutuhan nutrisi (jajanan yang kurang sehat, kelebihan/kekurangan
nutrisi anoreksia), masalah kebersihan , masalah gangguan konsentrasi
belajar : resiko keamanan dan kebiasaan merokok sejak dulu, masalah
psikososial dan masalah kekerasan pada anak. Dalam memberikan asuhan
keperawatan pada agregat anak usia sekolah menggunakan pendekatan.
Community as partner model.Klien (anak usia sekolah) digambarkan sebagai
inti (core)mencakup sejarah, demografi, suku bangsa, nilai dan keyakinan
dengan 8 (delapan) subsistem yang saling mempengaruhi meliputi lingkungan
fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi,
politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi

Tugas
1) Tugas Terstruktur
Petunjuk:
1. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 4 yang terdiri
dari 4-5 orang.
2. Klpk 1 masalah komunitas kesehatan anak
3. Klp 2 penyebab stunting pada anak
4. Klpk 3 Askep komunitas kesehatan anak dengan masalah ISPA
5. Klpk4 askep komunitas dengan masalah diare

132
6. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam MS
Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas,
nama-nim anggota kelompok, dan program studi.
7. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap kelompok

2.Tugas Mandiri
•Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di SPADA

133
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.N., & Spredley, B.W. (2001). Community health nursing :


concept and practice. Philadelphia: Lrppmcot.

Anderson, E.T. & McFarlane,J. (2000). Community as partner: Theory and


practice nursing. Philadelphia: Lippmcot.

Chairani, R. (2015). Modul keperawatan komunitas: Asuhan keperawatan


komunitas pada kelompok khusus. Dilihat dari
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-2-47932732. Di askes pada
tanggal 04/05/2020.

Departemen Kesehatan RI .(2003). Kemitraan menuju Indonesia sehat


2010. Jakarta : SekretanatJenderal Departemen Kesehatan RI.

Ervin, N.E. (2002). Advanced community health nursing practice: population


focused care. New Jersey: Pearson Educanon.lnc.

McMurray, A. (2003). Community health and wellness: a soctoecological


approach. Toronto: Mosby

Neuman, B. (1995). The Neuman systems model ( 3 ed.). Norwalk, CT:


Appleton-Lange.

134
BAB V

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS


KESEHATAN REMAJA

Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN

A. Pengantar Pendahuluan
Saat ini di seluruh Indonesia, banyak institusi kesehatan tersebar di
bebagai daerah. Jadi dapat diperkirakan mahasiswa-mahasiswa dengan basic
kesehatan semakin banyak pula. Untuk membantu mengatasi masalah
remaja,maka mahasiswa dengan basic kesehatan hendaknya ikut berperan
aktif yaknidengan memberikan pendidikan pada remaja di sekolah ataupun di
fakultasnon kesehatan. Strategi yang dapat di jalankan adalah melalui
penyebarluasan pengalaman dan pelajaran tentang masalah yang banyak
terjadi pada remaja.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjad imasa
yang yang menyenangkan, meski bukan berarti tanpa masalah. Banyak proses
yang harus dilalui seseorang dimasa transisi kanak-kanak menjadi dewasa ini.
Tantangan yang dihadapi orangtua dan petugas kesehatan dalam menangangi
problematika remaja pun akan semakin kompleks. Namun ada penyelesaian
masalah untuk membentuk manusia-manusia kreatif dengan karakter yang
kuat, salah satunya dengan melakukan asuhan keperawatan komunitas pada
kelompok remaja.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin
canggih membawa dampak pada semua kehidupan, terutama pada generasi
penerus bangsa khususnya pada remaja. Salah satunya dampak negative
banyak para pelajar di kalangan remaja sudah merokok, berkendaraan dengan
kecepatan tinggi, percobaan bunuh diri, minum-minuman dan penggunaan zat
yang merusak kesehatan.Dampak yang terjadi pada remaja itu merupakan
masalah yang komplek, ditandai oleh dorongan penggunaan yang tidak
terkendali untuk terus menerus digunakan, walaupun mengalami dampak

135
yang negative dan menimbulkan gangguan fungsi sehari-hari baik dirumah,
sekolah maupun dimasyarakat.
Remaja merupakan suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa
dewasa. Pada masa remaja mengalami banyak perubahan diantaranya
perubahan fisik, menyangkut pertumbuhan dan kematangan organ reproduksi,
perubahan intelektual, berubahan bersosialisasi, dan perubahan kematangan
kepribadian termasuk emosional. Menurut Kurniawan (2012) perubahan fisik
karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan
gizinya. Asupan gizi yang kurang dan tidak seimbang dapat mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan status gizi anak.
Ketidak seimbangan antara asupan kebutuhan akan menimbulkan masalah
gizi. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada kualitas sumber
daya remaja itu sendiri, misalnya penurunan konsentrasi belajar serta
penurunan kesegaran jasmani. Pembentukan kualitas sumber daya manusia
sejak masa sekolah akan mempengaruhi kualitas saat mereka mencapai usia
produktif (BPOM, 2011).

B. Deskripsi Materi
Bab IV ini mengulas tentang Askep agregat dalam komunitas kesehatan
remaja
Yang melipui: Defenisi, Perubahan fisik remaja, Reaksi remaja terhadap
menarche dan spermache, Perkembangan kognitif remaja, Psikososial remaja,
Kehidupan seksual remaja, Remaja dan seks pra nikah, Pendidikan seksual
untuk remaja, Remaja dalam keluarga, Sebab-sebab umum pertentangan
remaja dengan keluarga, Konflik remaja dalam keluarga, Pola asuh orang tua,
Penggunaan dan penyalah gunaan narkoba, Karakteristik pecandu di sekolah,
dan Pengkajian yang berhubungan dengan anak remaja

C. Kemampuan/Tujuan Yang Di harapakan

Pembelajaran pada modul ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam


mencapai Capaian Mata Kuliah yaitu mampu mampu menerapkan ke dalam
asuhan keperawatan pada agrgat dalam komunitas kesehtan remaja.

136
D. Uraian Materi

I. Defenisi
II. Perubahan fisik remaja
III. Reaksi remaja terhadap menarche dan spermache
IV. Perkembangan kognitif remaja
V. Psikososial remaja
VI. Kehidupan seksual remaja
VII. Remaja dan seks pra nikah
VIII. Pendidikan seksual untuk remaja
IX. Remaja dalam keluarga
X. Sebab-sebab umum pertentangan remaja dengan keluarga
XI. Konflik remaja dalam keluarga
XII. Pola asuh orang tua
XIII. Penggunaan dan penyalah gunaan narkoba
XIV. Karakteristik pecandu di rumah dan sekolah
XV. Pengkajian yang berhubungan dengan anak remaja

137
I. Defenisi
Remaja atau adolesens adalah periode perkembangan selama di mana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
biasanya antarausia 13-20 tahun. Batasan usia remaja menurut WHO adalah
12 -24 tahun namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah
tergolong dalam kelompok dewasa.Istilah adolesens biasanya menunjukkan
maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukan titik di mana
reproduksi mungkin dapat terjadi. 'erubahan hormonal pubertas
mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan
mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan
dengan abstrak
Remaja : masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,psikis &
psikososial. Tidak mudah untuk mendefinisikan remaja secara tepat, karena
banyak sekali sudut pandang yang dapat digunakan dalam mendefinisikan
remaja. Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin adolescene berarti to grow
atau to grow maturity (Golinko, 1984, Rice, 1990 dalam Jahja, 2011). Banyak
tokoh yang memberikan definisi remaja, seperti DeBrun mendefinisikan
remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanakkanak dan dewasa.
Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian remaja secara eksplisit
melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds,4 masa remaja adalah masa transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia
12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua
puluh tahun. Sedangkan Anna Freud, berpendapat bahwa pada masa remaja
terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan
dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di mana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan batasan mengenai siapa
remaja secara konseptual. Dikemukakannya oleh WHO ada tiga kriteria yang
digunakan; biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, yakni: (1) individu yang

138
berkembang saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) individu yang
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak
menjadi dewasa, dan (3) terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi
yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri.
Selanjutnya, Wirawan menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan remaja
seharusnya disesuaikan dengan budaya setempat, sehingga untuk di Indonesia
digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda sekunder
mulai nampak.
2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh, baik
menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak.
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan
jiwa seperti tercapainya identitas ego (menurut Ericson), tercapainya fase
genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud), dan tercapainya
puncak perkembangan kognitif (menurut Piaget), maupun moral (menurut
Kohlberg).
4. Batas usia 24 tahun adalah merupakan batas maksimal, yaitu untuk
memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh
sebagai orangtua.
5. Dalam definisi tersebut, status perkawinan sangat menentukan apakah
individu masih digolongkan sebagai remaja ataukah tidak.
Remaja dikelompokan dalam 3 kelompok:
• Remaja awal (13-14 thn)
• Remaja Tengah (15-17 Thn)
• Remaja akhir (18-21 Thn)
Semakin matangnya organ-organ reproduksi pada remaja maka akan
semakin kuat pula dorongan dan gaira seksual dalam dirinya (Dariyo,
2004)

139
Ciri-ciri Remaja
Seperti halnya pada semua periode yang penting, sela rentang kehidupan
masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan
periode sebelumnya dan sesudahnya. Masa remaja ini, selalu merupakan
masa-masa sulit bagi remaja maupun orangtuanya. Menurut Sidik Jatmika,8
kesulitan itu berangkat dari fenomena remaja sendiri dengan beberapa
perilaku khusus; yakni:
1. Remaja mulai menyampaikan kebebasannya dan haknya untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat
menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan bias menjauhkan remaja
dari keluarganya.
2. Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya daripada ketika
mereka masih kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh orangtua
semakin lemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan
yang berbeda bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan
keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah dalam hal mode pakaian,
potongan rambut, kesenangan musik yang kesemuanya harus
mutakhir.
3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik
pertumbuhannya maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai
muncul bisa menakutkan, membingungkan dan menjadi sumber
perasaan salah dan frustrasi.
4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini
bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat,
mengakibatkan sulit menerima nasihat dan pengarahan oangtua.
Selanjutnya, Sidik Jatmika, menjelaskan adanya kesulitan yang sering
dialami kaum remaja yang betapapun menjemukan bagi mereka dan
orangtua, medrupakan bagian yang normal dari perkembangan remaja itu
sendiri. Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum
remaja antara lain:
1. Variasi kondisi kejiwaan. Suatu saat mungkin ia terlihat pendiam,
cemberut, dan mengasingkan diri, tetapi pada saat yang lain terlihat

140
sebaliknya, periang, berseri-seri dan yakin. Perilaku yang sulit ditebak
dan berubah-ubah ini bukanlah sesuatu yang abnormal.hal ini hanyalah
perlu diprihatinkan dan menjadi kewaspadaan bersama manakala telah
menjerumuskan remaja dalam kesulitan-kesulitan di sekolah atau
kesulitan dengan teman-temannya.
2. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba. Hal ini merupakan sesuatu yang
normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya rasa birahi
adalah normal dan sehat. Ingat, perilaku tertarik pada seks sendiri juga
merupakan cirri yang normal pada perkembangan masa remaja. Rasa
ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan bentuk-bentuk perilaku
seksual.
3. Membolos.
4. Perilaku anti sosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan
menunjukkan perilaku agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam
dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi, penyebab yang
mendasar adalah pengaruh buruk teman, dan pendisiplinan yang salah
dari orangtua, terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak – dan sering
tidak ada sama sekali.
5. Penyalahgunaan obat bius.
6. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang adalah skizofrenia
(setengah gila hingga gila beneran).

II. Perubahan Fisik Remaja


Karakteristik Perubahan Fisik Remaja
Pada wanita
•Pertumbuhan payudara
•Pertumbuhan rambut kemaluan
•Pertumbuhan badan/tubuh
•Menarche
•Bulu ketiak
•Pubic hair (rambut kemaluan)
Pada laki-laki

141
•Pertumbuhan testis
•Pubic hair
• Pertumbuhan badan/tubuh
• Pertumbuhan penis, kelenjar prostat
• Ejakulasi pertama dengan mengeluarkan semen
•Tumbuh rambut wajah dan ketiak
•Tumbuhnya bulu ketiak
Gambar Perubahan Fisik Remaja Perempuan

Gambar Perubahan Fisik Remaja Laki-laki

III. Reaksi Remaja Terhadap Menarche Dan Spermache


Reaksi Negatif pada menarche
ketidaktahuan remaja tentang perubahan fisiologis yang terjadi pada awal
kehidupan remaja wanita, maka menstruasi dianggap sebagai hal yang
tidak baik
Reaksi positif pada menarche
memahami, menghargai dan menerima adanya menstruasi pertama sebagai
tanda kedewasaan seorang wanita
Spermarche

142
remaja laki-laki akan memiliki sikap beragam yakni ada yang merasa
biasa-biasa saja, senang, gembira, bingung atau merasa berdosa
Reaksi positif
yaitu bahwa spermarche merupakan sesuatu yang wajar dirasakan sangat
menyenangkan (mengesankan). Untuk itu, seringkali seorang remaja
berkeinginan untuk dapat mengulangi pengalaman tersebut
Reaksi negatif
terkejut (shock) atau merasa berdosa (guilty feeling) diri anak tidak akan
mengetahui banyak tentang aspek kehidupan seksual, serta hal-hal yang
berhubungan dengan seks dianggap menjijikkan, kotor atau jorok

IV. Perkembangan Kognitif Remaja


1) Abstrak (teoritis).
Menghubungkan ide,pemikiran atau konsep pengertian guna
menganalisa dan memecahkan masalah. Contoh pemecahan masalah
abstrak ; aljabar.
2) Idealistik.
Berfikir secara ideal mengenai diri sendiri, orang lainmaupun masalah
social kemasyarakatan yang ditemui dalamhidupnya.
3) Logika.
Berfikir seperti seorang ilmuwan, membuat suatu perencanaan
untukmemecahkan suatu masalah. Kemudianmereka menguji cara
pemcahan secara runtut, tratur dansistematis

V. Psikososial Remaja
1) Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis – psikologis
2) Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita
3) Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang
dewasa lain
4) Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung
jawab.5)
5) Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis

143
VI. Kehidupan Seksual Remaja
Seksualitas berkaitan dengan anatomiseksual (organ-organ tubuh),
fungsihormon seksual, dan perilaku seksualdalam kehidupan sosial.
Resiko perilaku seksual pada remajaterjadi pada remaja yang tidak mampu
mengendalikan diri, sehinggaterlibat dalam kehidupan seksual secara
bebas (di luar aturan norma sosial)

VII. Remaja Dan Seks Pra Nikah


1. Faktor mispersepsi terhadap pacaran;bentuk penyaluran kasih sayang
yang salah dalam masa pacaran.
2. Faktor religius; Kehidupan Iman yang rapuh .Faktor kematangan
biologis
Yayasan Keluarga Kaiser (Santrock,1998)

Konsekwensi logis masalah akibatkehamilan yang harus ditanggung


remaja
•Konsekwensi terhadap pendidikan;putus sekolah•Konsekwensi
sosiologis; sangsi sosial.
•Konsekwensi penyesuaian dalam kehidupan keluarga baru
•Konsekwensi hukum

VIII. Pendidikan Seksual Untuk Remaja


Peran sekolah, orang tua media masa maupun pemerintah adalah
memikirkan dan membuat program pendidikan seksual untuk remaja
- Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja
- Perubahan kondisi psikologis emosional selama masa pubertas
- Dampak positif nefatif media masa terhadap perilaku seksual remaja
- Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, spt: IUD, kondom
- Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di kalangan
remaja
Metode –Metode Pendidikan Seksual
1.Ceramah.
2.Permainan Peran
3.Diskusi

144
4.Pemutaran film

IX. Remaja Dalam Keluarga


Masalah penting hubungan keluarga adalahapa yang disebut dengan
kesenjangan generasi antara remaja dengan orang tua mereka (menonjol
terjadi dibidang norma-norma sosial)
Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja
Salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja.
Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan
kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan
sosialisasi dengan baik, remaja harus menjalankan tugas-tugas
perkembangan pada usinya dengan baik.
Apabila tugas pekembangan sosial ini dapat dilakukan dengan baik,
remaja tidak akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya serta
akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas
perkembangan untuk fase-fase berikutnya. Sebaliknya, manakala remaja
gagal menjalankan tugas-tugas perkembangannya akan membawa akibat
negatif dalam kehidupan sosial fase-fase berikutnya, menyebabkan
ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan, menimbulkan penolakan
masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas
perkembangan berikutnya.
William Kay, sebagaimana dikutip Yudrik Jahja mengemukakan tugas-
tugas perkembangan masa remaja sebagai berikut:
1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas.
3. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul
dengan teman sebaya, baik secara individual maupun kelompok.
4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitas pribadinya.
5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri

145
6. Memeperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar
skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup (weltanschauung).
7. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst sebagaimana
dikutip Gunarsa sebagai berikut:
1. Menerima kenyataan terjadinya perubahan fisik yang dialaminya dan
dapat melakukan peran sesuai dengan jenisnya secara efektif dan
merasa puas terhadap keadaan tersebut.
2. Belajar memiliki peranan sosial dengan teman sebaya, baik teman
sejenis maupun lawan jenis sesuai dengan jenis kelamin masing-
masing.
3. Mencapai kebebasan dari ketergantungan terhadap orangtua dan
orang dewasa lainnya.
4. Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep-konsep tentang
kehidupan bermasyarakat.
5. Mencari jaminan bahwa suatu saat harus mampu berdiri sendiri
dalam bidang ekonomi guna mencapai kebebasan ekonomi.
6. Mempersiapkan diri untuk menentukan suatu pekerjaan yang sesuai
dengan bakat dan kesanggupannya.
7. Memahami dan mampu bertingkah laku yang dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
8. Memperoleh informasi tentang pernikahan dan mempersiapkan diri
untuk berkeluarga.
9. Mendapatkan penilaian bahwa dirinya mampu bersikap tepat sesuai
dengan pandangan ilmiah
Tugas Perkembangan Keluarga: Tahap perkembangan keluarga menurut
Duvall dan Milller (Friedman, 1998)
1. Menyediakan fasilitas untuk berbagai kebutuhan anak remaja.
2. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab.
3. Berbagi tanggung jawab dalam hal pekerjaan rumah dan aktivitas yang
melibatkan keluarga.

146
4. Fokus pada hubungan perkawinan serta mempertahankam hubungan
intim dengan keluarga.
5. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
6. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.
7. Memperluas pengalaman remaja dan orangtua melalui berbagai aktivitas
baru.
8. Menentukan kembali filosofi hidup yang sesuai.

X. Sebab-sebab Umum Pertentangan Remaja Dengan Keluarga


Menurut buku Psikologi Perkembangan, Hurlock, ada beberapa sebab
umum mengapa masa remaja itu bisa bertentangan terhadap keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Berikut adalah pembahasannya.
Remaja menyebutnya sebagai standar perilaku. Remaja sering
menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan yang modern
berbeda dan standar perilaku orang tua yang kuno terkadang harus mampu
menyesuaikan dengan keadaan apa yang sedang terjadi sekarang di
kalangan remaja. Karena tidak mungkin ‘kan, orang tua masih berpikiran ala
masa lalu dan yang sekarang ditinggalkan.
Kemudian, ada metode disiplin. Metode disiplin yang digunakan
orang tua dianggap “tidak adil” atau “kekanak-kanakan” maka remaha akan
memberontak dan bahkan melawan. Pemberontakan yang terbesar terjadi
dalam keluarga di mana salah satu orang tua lebih berkuasa daripada yang
lainnya, terutama bila ibu yang mempunyai kekuasaan terbesar. Sebaliknya,
dalam hubungan perkawinan yang sederajat jumlah pemberontakan tidak
terlampau banyak.
Setiap remaja pasti pernah punya masalah dengan saudara kandung.
Pada saat menginjak masa remaja, remaja tersebut akan mulai mencela
saudara kandungnya sendiri, baik secara kasar maupun halus dengan fisik
ataupun tidak. Bahkan ada yang sampai membenci saudara kandungnya
sendiri. Hal ini wajar, karena emosi pada rasa iri remaja tersebut masih
kurang terkontrol.

147
Remaja juga merasa menjadi korban. Remaja sering merasa benci
kalau status sosioekonomi keluarga tidak memungkinkannya mempunyai
simbol-simbol status yang sama dengan yang dimiliki teman-teman, seperti
pakaian, mobil, dan sebagainya; remaja tidak suka bila harus memikul
tanggung jawab rumah tangga seperti merawat adik, orang tua tiri masuk
rumah dan mencoba “memerintah”. Hal ini bisa membuat ketegangan antara
hubungan orang tua-remaja.
Sebagian anggota keluarag tidak menyukai sikap remaja yang
terlampau kritis terhadap mereka dan terhadap pola kehidupan keluarga
pada umumnya. Padahal, masa remaja adalah masa di mana pencarian jati
diri sedang bingung-bingungnya. Seharusnya, sebagai orang tua cukup
dengan memberi tahu remaja apa-apa yang membuatnya bingung atau pun
mungkin menjawabnya dengan baik agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Lalu, dalam keluarga sedang yang terdiri dari tiga atau empat anak
lebih sering terjadi pertentangan tangan dibandingkan dengan dalam
keluarga kecil atau keluarga besar. Orang tua dalam keluarga besar tidak
membenarkan adanya pertentangan, sedangkan dalam keluarga kecil remaja
bersikap lebih lunak dan tidak merasa perlu untuk memberontak.
Bila sering remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, maka orang tua
sering mengembangkan sikap menghukum. Apalagi jika melalaikan atau
membelanjakan uang semaunya. Remaja membenci sikap kritis dan sikap
menghukum ini. Karena menurut remaja hal ini adalah wajar dan mungkin
remaja tersebut ada masalah pada dirinya.
Memberontak terhadap sanak keluarga. Orang tua dan sanak keluarga
menjadi marah bila remaja mengungkapkan perasannya secara terang-
terangan bahwa pertemuan-pertemuan keluarga “membosankan” atau bila
remaja menolak usul dan nasihat-nasihat mereka.
Dan yang terakhir adalah masalah yang sepertinya sering dialami oleh
semua remaja yaitu, jam pulang malam. Kehidupan sosial remaja yang baru
dan yang lebih aktif dapat mengakibatkannya melanggar peraturan keluarga
mengenai waktu pulang dan mengenali teman-teman dengan siapa ia
berhubungan, terutama teman-teman lawan jenis.

148
1. standart perilaku
2. Metode disiplin
3. Hubungan dengan saudara kandung
4. Merasa jadi korban
5. Sikap yang sangat kritis
6. Besarnya kelurga
7. Perilaku yang kurang matang
8. Memberontak terhadap sanak keluarga

XI. Konflik Remaja Dalam Keluarga (Dariyo, 2004)


1. Konflik Pemilihan Teman atau pacar
- Bila remaja wanita ; anaknya diharapkan dapatmenjaga diri agar
jangan sampai terlibat dalampergaulan bebas (free-sex, narkoba)
- Bila remaja laki-laki; anaknya diharapkan selaluwaspada
2. Konflik pemilihan jurusan atau program studi.
3. Konflik dengan saudara kandung. (Biasa terjadi pertengkaran,
percekcokan atau konflik antara anak yang satu dengan yang lain)

XII. Pola Asuh Orang Tua


Menurut Hourlock (dalam Thoha, 1996 ) mengemukakan ada tiga jenis pola
asuh orang tua terhadap anaknya, yakni
1. Pola Asuh Otoriter (parent oriented)
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku
seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri
sendiri dibatasi
2. Pola Asuh Permisif (children centered)
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang
cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia
diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki.
3. Pola Asuh Demokratis

149
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu
tergantung pada orang tua

Menurut Baumrind (dalam Dariyo, 2004:98) membagi pola asuh


orang tua menjadi 4 macam, yaitu:
1) Pola Asuh Otoriter (parent oriented)
Ciri pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh
anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh
anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa
yang diperintahkan oleh orang tua.
2) Pola Asuh Permisif
Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan
keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan
orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak.
3) Pola Asuh demokratis
Kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi
kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh
anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.
4) Pola Asuh Situasional
Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola
asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.
Remaja Bermasalah
Faktor- Faktor terjadinya Kenakalan Remaja
1. Kondisi keluarga yang berantakan (Broken Home)
2. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dariorang tua
3. Status sosial ekonomi orang tua rendah
4. Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat

150
XIII. Penggunaan Dan Penyalah Gunaan Narkoba
Narkoba adalah zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik
secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah
pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba
dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.
Menurut pengaruh penggunaannya (effect), akibat kelebihan dosis
(overdosis) dan gejala bebas pengaruhnya (Withdrawal Syndrome) dan
kalangan medis, obat-obatan yang sering disalahgunakan. Zat atau obat
sintesis juga dipakai oleh para dokter untuk terapi bagi para pecandu
narkoba itu dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Kelompok Narkotika, pengaruhnya menimbulkan euphoria, rasa
ngantuk berat, penciutan pupil mata, dan sesak napas. Kelebihan
dosis akan mengakibatkan kejang-kejang, koma, napas lambat dan
pendek-pendek. Gejala bebas pengaruhnya adalah gambang marah,
gemetaran, panik serta berkeringat, obatnya seperti: metadon, kodein,
dan hidrimorfon.
2. Kelompok Depresent, adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi
aktivitas fungsional tubuh. Obat ini dapat membuat si pemakai
merasa tenang dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan
diri.
Sesuai dengan Undang-Undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, Narkoba dibagi 18 dalam 3 jenis yaitu Narkotika,
Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
1. Narkotika Menurut Soerdjono Dirjosisworo (1986) bahwa pengertian
narkotika adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi
yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh.” Pengaruh
tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan
semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat
tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan
dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang
pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.

151
2. Psikotropika Psikotopika (Soerdjono Dirjosisworo: 1986) adalah zat
atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang
memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal
dan perilaku.
3. Zat adiktif lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika
dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakainya, diantaranya adalah:
a. Rokok
b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan
c. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton,
cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia,
2008)

Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja


Masa remaja merupakan masa transisi, yaitu suatu fase perkembangan
antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masalah utama remaja pada
umumnya adalah pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis identitas
karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok anak-anak merasa
sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam kelompok
dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap remaja. Oleh karena itu,
seringkali memiliki dorongan untuk menampilkan dirinya sebagai
kelompok tersendiri. Dorongan ini disebut sebagai dorongan originalitas.
Namun dorongan ini justru seringkali menjerumuskan remaja pada
masalah-masalah yang serius, seperti narkoba.
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan
generasi muda dewasa ini kian meningkat. Maraknya penyimpangan
perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan
hidup bangsa ini di kemudian hari, sebab pemuda sebagai generasi yang
diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti
zat-zat adiktif penghancur syaraf. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat

152
berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan
cerdas hanya akan tinggal kenangan. Sasaran dari penyebaran narkoba ini
adalah kaum muda atau remaja.
Penyalahgunaan narkoba termasuk ke dalam salah satu bentuk
kenakalan remaja khusus. Setiap orang yang menyalahgunakan zat-zat
terlarang pasti memiliki alasan mereka masing-masing sehingga mereka
dapat terjebak masuk ke dalam perangkap narkotika, narkoba atau zat
adiktif. Beberapa faktor penyebab seseorang, khususnya remaja, menjadi
pecandu atau pengguna zat terlarang adalah
1. Ingin Terlihat Gaya
Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya menjadi lebih
berani, keren, percaya diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek
keren yang terlihat oleh orang lain tersebut dapat menjadi trend pada
kalangan tertentu sehingga orang yang memakai zat terlarang itu akan
disebut trendy, gaul, modis, dan sebagainya.
2. Solidaritas Kelompok/Komunitas/Geng
Sekelompok orang yang mempunyai tingkat kekerabatan yang tinggi
antar anggota biasanya memiliki nilai solidaritas yang tinggi. Jika ketua
atau beberapa anggota kelompok yang berpengaruh pada kelompok itu
menggunakan narkotik, maka biasanya anggota yang lain baik secara
terpaksa atau tidak terpaksa akan ikut menggunakan narkotik itu agar
merasa seperti keluarga senasib sepenanggungan.
3. Menghilangkan Rasa Sakit
Seseorang yang memiliki suatu penyakit atau kelainan yang dapat
menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan dapat membuat orang jadi
tertarik jalan pintas untuk mengobati sakit yang dideritanya yaitu dengan
menggunakan obat-obatan dan zat terlarang.
4. Coba-Coba atau Ingin Tahu
Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh suatu zat
yang dilarang, seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk
mencicipi nikmatnya zat terlarang tersebut. Seseorang dapat mencoba
narkoba untuk sekedar mengobati rasa penasarannya. Tanpa disadari dan

153
diinginkan, orang tersebut akan ketagihan dan akan melakukannya lagi
berulang-ulang tanpa bisa berhenti.
5. Ikut-ikutan
Orang yang sudah menjadi korban narkoba mungkin akan berusaha
mengajak orang lain yang belum terkontaminasi narkoba agar orang
lain ikut bersama merasakan sensasi atau penderitaan yang
dirasakannya. Pengedar dan pemakai mungkin akan membagi-bagi
gratis obat terlarang sebagai perkenalan dan akan meminta bayaran
setelah korban ketagihan.
6. Menyelesaikan dan Melupakan Masalah/Beban Stres
Orang yang dirudung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat
terjerumus dalam pangkuan narkotika, narkoba atau zat adiktif agar dapat
tidur nyenyak, mabuk, atau merasakan kegembiraan yang timbul yang
merupakan efek penggunaan dari zat tertentu
7. Menonjolkan Sisi Pemberontakan atau Merasa Hebat
8. Seseorang yang nakal atau jahat umumnya ingin dilihat oleh orang
lain sebagai sosok yang ditakuti agar segala keinginannya dapat
terpenuhi. Zat terlarang akan membantu membentuk sikap serta
perilaku yang tidak umum dan bersifat memberontak dari tatanan yang
sudah ada. Pemakai yang ingin dianggap hebat oleh kawan-kawannya
pun dapat terjerembab pada zat terlarang
9. Menghilangkan Rasa Penat dan Bosan
Rasa bosan, rasa tidak nyaman dan lain sebagainya bagi sebagaian
orang adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan ingin segera
dihilangkan dari alam pikiran. Zat terlarang dapat membantu
seseorang yang sedang banyak pikiran untuk melupakan kebosanan
yang melanda. Seseorang dapat mengejar kenikmatan dengan
menggunakan obat terlarang yang menyebabkan halusinasi dan khayalan
yang menyenangkan.
10. Mencari Tantangan atau Kegiatan Beresiko

154
Bagi orang-orang yang senang dengan kegiatan yang memiliki resiko
tinggi dalam menjalankan aksinya ada yang menggunakan obat terlarang
agar bisa menjadi yang terhebat, penuh tenaga dan penuh percaya diri
11. Merasa Dewasa
Pemakai zat terlarang yang masih muda terkadang ingin dianggap
dewasa oleh orang lain agar dapat hidup bebas, sehingga melakukan
penyalahgunaan zat terlarang. Dengan menjadi dewasa seolah-olah orang
itu dapat bertindak semaunya sendiri, merasa sudah matang, bebas
dari peraturan dan pengawasan orangtua, guru, dan lain-lain

155
Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik,
psikis dan sosial seseorang. Dampak fisik, psikis dan sosial selalu saling
berhubungan erat antara satu dengan lainnya. Ketergantungan fisik akan
mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak
mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa
keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi. Gejala fisik dan psikologis ini
juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi
orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan perilaku-perilaku
menyimpang lainnya.
Selain itu, narkoba dapat menimbulkan perubahan perilaku, perasaan,
persepsi, dan kesadaran. Pemakaian narkoba secara umum dan juga
psikotropika yang tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang
membahayakan tubuh.
Berdasarkan efek yang ditimbulkan, penyalahgunaan narkoba
dibedakan menjadi 3 (Budianto, 1989), yaitu:
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi
aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa
membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa
mengakibatkan kematian.
2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta
kesadaran.
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau
mengakibatkan halusinasi.
Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan dalam
menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1. Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, atau disebut sebagai fungsi
preventif. Biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi
mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi
pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. Dalam menjalankan fungsi ini, upaya yang harus di
lakukan oleh pemerintah meliputi melakukan sosialisasi secara berkala,
pendirian lembaga-lembaga pengawasan, membentuk aturan perundang-

156
undangan dalam berbagai bentuk, dan bahkan menjalin kerjasama
inernasional baik bilateral, regional, maupun multilateral. Selain itu,
kegiatan yang dapat dilakukan seputar pemberian informasi melalui
berbagai bentuk materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.
2. Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi:
1) fase penerimaan awal antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan
fisik dan mental;
2) fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1-3 minggu untuk
melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara
bertahap.
3. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai
dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas:
1) fase stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna
kembali ke masyarakat;
2) fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba
mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat.
Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-
kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.
Selain itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa permasalahan
remaja tersebut dapat diupayakan dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan agama (religius). Melalui pendekatan ini, mereka yang
masih ‘bersih’ dari dunia narkoba, senantiasa ditanamkan ajaran agama
yang mereka anut. Setiap agama mengajarkan pemeluknya untuk
menegakkan kebaikan, menghindari kerusakan, baik pada dirinya,
keluarganya, maupun lingkungan sekitarnya. Sedangkan bagi mereka
yang sudah terlanjur masuk dalam lingkaran narkoba, hendaknya
diingatkan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran agama yang
diyakini. Dengan jalan demikian, diharapkan ajaran agama yang pernah
tertanam dalam benak mereka mampu menggugah jiwa mereka untuk
kembali ke jalan yang benar.

157
2. Pendekatan psikologis. Dengan pendekatan ini, mereka yang belum
terjamah narkoba diberikan nasihat dari hati ke hati oleh orang-orang yang
dekat dengannya, sesuai dengan karakter kepribadian mereka. Langkah
persuasif melalui pendekatan psikologis ini diharapkan mampu
menanamkan kesadaran dari dalam hati mereka untuk menjauhi dunia
narkoba. Adapun bagi mereka yang telah larut ke dalam narkoba, melalui
pendekatan ini dapat diketahui, apakah mereka masuk dalam kategori
pribadi yang ekstrovert (terbuka), introvert (tertutup), atau sensitif.
Dengan mengetahui latar belakang kepribadian mereka, maka
pendekatan ini diharapkan mampu mengembalikan mereka pada
kehidupan nyata, menyusun kembali perjalanan hidup yang sebelumnya
mulai runtuh, sehingga menjadi utuh kembali.
3. Pendekatan sosial. Dengan menciptakan lingkungan keluarga dan
masyarakat yang positif. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi
dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati
pendapat anak.

XIV. Karakteristik Pecandu Di rumah (Dariyo, 2004)


a. Semakin jarang ikut kegiatan keluarga
b. Berubah teman dan jarang mau mengenalkan teman-temannya
c. Teman sebayanya makin lama tampak mempunyai pengaruh negative
d. Mulai melupakan tanggung jawab rutinnya dirumah
e. Lebih sering di hukum atau dimarahi
f. Bila dimarahi, ia makin menjadi-jadi dengansikap membangkang
g. Tidak mau memperdulikan peraturan keluarga
h. Sering pulang lewat jam malam
i. Sering pergi ke disko, mall atau berpesta
j. Menghabiskan uang tabungannya & selalu kehabisan uang (bokek)
k. Sering mencuri uang dan barang berharga
l. Sering merongrong keluarganya untuk mintauang dengan berbagai
alasan
m. Selalu meminta kebebasan lebih

158
n. Waktunya dirumah banyak dihabiskan dikamar mandi
o. Malas mengurus diri
p. Jarang mau makan bersama keluarga
q. Malas makan dan sering makansembarangan
r. Sering menginap dirunah teman
s. Tidak mau peduli terhadap keutuhan keluarga
t. Sering pusing, tersinggung, mudah marah,emosi naik turun
u. Sering berkelahi, lika akibat berkelahi,kecelakaan motor/mobil, dan
sebagainya
v. Mendengar musik keras-keras dan gaya musiknya keras (metalika),
tanpa mempedulikan orang lain
w. Sering menghabiskan waktu di rumah dengan menonton TV
x. Mengunci diri di kamar dan tidak mengijinkan orangtua masuk
kamarnya
y. Sering berbohong , sikapnya manipulatif (tampakmanis tetapi ada
maunya). Sering makan permenkaret (permen mentol) atau
menghilangkan bau mulut
z. Senang memakai kacamata gelap atau membawa obat tetes mata
aa. Ada kertas timah, obat-obat, bau-bauan, atau jarum suntik yang tidak
biasa di rumah (terutama kamar mandi atau kamar tidur).
Karakteristik Pecandu Di Sekolah (Dariyo, 2004)
a. Nilai sekolah menurun drastic
b. Motivasi belajar menurun, malasberangkat, dan malas membuat PR
c. Sering keluar kelas & tidak mau kembalike kelas
d. Mengantuk di kelas, sering bosan dantidak memperhatikan guru
e. Meninggalkan hobi-hobi yang terdahulu (missal: ekstrakulikuler/olah
raga)
f. Mengeluh karena menganggap orang rumah tidak memberi kebebasan,
atau menegakkan disiplin
g. Mulai sering berkumpul dengan anak-anak yang tidak beres di sekolah
h. Sering meminjam uang teman
i. Berubahnya gaya pakaian & gaya music yang disukainya

159
j. Tidak peduli pada kebersihan dirinya
k. Teman lama ditinggalkan
l. Bila ditanya, sikapnya defensive atau penuh kebencian
m. Mudah tersinggung

XV. Pengkajiann Yang Berhubungan Dengan Anak Remaja


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara lengkapdan
sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisa sehingga masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu,keluarga atau
kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, social
ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian ada
lima kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisa data,
perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas
masalah.
Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan datameliputi :
a) Data Inti, meliputi : riwayat atau sejarah perkembangan komunitas,data
demografi, vital statistic, status kesehatan komunitas
b) Data lingkungan fisik, meliputi : pemukiman, sanitasi, fasilitas, batas-
batas wilayah, dan kondisi geografis
c) Pelayanan kesehatan dan social, meliputi : pelayanan kesehatan,fasilitas
social (pasar, toko, dan swalayan
d) Ekonomi, meliputi : jenis pekerjaan, jumlah penghasilan rata-rata tiap
bulan, jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan, jumlah pekerja dibawah
umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia.
e) Keamanan dan transportasi
f) Politik dan keamanan, meliputi : system pengorganisasian, struktur
organisasi, kelompok organisasi dalam komunitas, peran serta kelompok
organisasi dalam kesehatan
g) Sistem komunikasi, meliputi : sarana untuk komunikasi, jenis alat
komunikasi yang digunakan dalam komunitas, cara penyebaran informasi

160
h) Pendidikan, meliputi : tingkat pendidikan komunitas, fasilitas pendidikan
yang tersedia, dan jenis bahasa yang digunakan
i) Rekreasi, meliputi : kebiasaan rekreasi dan fasilitas tempat rekreasi

2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga
dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Tujuan analisa data;
a) Menetapkan kebutuhan komunitas
b) Menetapkan kekuatan
c) Mengidentifikasi pola respon komunitas
d) Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.

3. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan
keperawatan yang perlu pertimbangan berbagai faktor sebagai kriteria
penapisan, diantaranya:
a) Sesuai dengan perawat komunitas
b) Jumlah yang berisiko
c) Besarnya resiko
d) Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan
e) Minat masyarakat
f) Kemungkinan untuk diatasi
g) Sesuai dengan program pemerintah
h) Sumber daya tempat
i) Sumber daya waktu
j) Sumber daya dana
k) Sumber daya peralatan
l) Sumber daya orang
Masalah yang ditemukan dinilai dengan menggunakan skala pembobotan,
yaitu : 1 = sangat rendah, 2 = rendah, 3 = cukup, 4 =tinggi, 5 = sangat tinggi.

161
Kemudian masalah kesehatan diprioritaskan berdasarkan jumlah keseluruhan
scoring tertinggi.

4. Diagnosa Keperawatan
Untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah
dirumuskan diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari :
a) Masalah (Problem)
Yaitu kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang terjadi.
b) Penyebab (Etiologi)
Yang meliputi perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
lingkungan fisik dan biologis, psikologis dan sosial serta interaksi
perilaku dengan lingkungan.
c) Tanda dan Gejala (Sign and Sympton)
Yaitu informasi yang perlu untuk merumuskan diagnosa serta
serangkaian petunjuk timbulnya masalah.Diagnosa keperawatan
NANDA untuk meningkatkan kesehatanyang bisa ditegakkan pada
adolesens, yaitu :
1. Risiko cedera yang berhubungan dengan:
a. Pilihan gaya hidup
b. Penggunaan alcohol, rokok dan obat
c. Partisipasi dalam kompetisi atletik, atau aktivitas rekreasi
d. Aktivitas seksual
2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan:
a. Aktivitas seksual
b. Malnutrisi
c. Kerusakan imunitas
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan yang berhubungan dengan:
a. Kurangnya nutrisi yang adekuat untuk mendukung pertumbuhan
b Melewati waktu makan; ikut mode makanan
c. Makan makanan siap saji, menggunakan makanan yangmudah
atau mesin penjual makanan
d. Kemiskinan

162
e. Efek penggunaan alcohol atau obat
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan:
a. Tidak berpengalaman dengan peralatan rekreasional yangtidak
dikenal
b. Kurang informasi tentang kurikulum sekolah
5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan:
a. Perasaan negative tentang tubuh
b. Perubahan maturasional yang berkaitan dengan laju
pertumbuhan adolesens

5. Intervensi (Perencanaan) Keperawatan


Perencanaan asuhan keperawatan komunitas disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan komunitas yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan pasien. Jadi perencanaan keperawatan meliputi:
perumusan tujuan, rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
dan kriteria hasil untuk mencapai tujuan
Masalah kesehatan adolesens
Intervensi promosi kesehatan
1) Cedera tidak disengaja
a) Anjurkan adolesens untuk mengikuti program pendidikanmengemudi
dan menggunakan sabuk keselamatan
b) Informasikan adolesens tentang risiko yang berkaitan denganminum
dan berkendaraan; penggunaan obat
c) Tingkatkan penggunaan helm oleh adolesens yangmenggunakan
kendaraan bermotor
d) Yakinkan adolesens mendapatkan orientasi yang tepat untuk
penggunaan semua alat olahraga
2) Penggunaan zat
Periksa penggunaan zat, seperti alcohol, rokok dan obat-obatan
sertainformasikan risiko penggunaannya
3) Bunuh diri
a) Berikan informasi tentang bunuh diri

163
b) Ajarkan metode untuk bertemu dengan sebaya yang mencoba bunuh
diri
4) Penyakit menular seksual
a) Berikan adolesens informasi mengenai penyakit, bentuk penularan, dan
gejala yang berhubungan
b) Dorong pantangan terhadap aktivitas seksual; atau bila aktifseksual,
tentang penggunaan kondom
c) Berikan informasi akurat tentang konsekuensi aktivitas seksual

6. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
komunitas yang telah disusun. Prinsip dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan, yaitu :
a) Berdasarkan respon masyarakat.
b) Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di masyarakat.
c) Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dirisendiri
serta lingkungannya.
d) Bekerja sama dengan profesi lain.
e) Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan masyarakat dan
pencegahan penyakit.
f) Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat.
g) Melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan kerhasialn
tindakankeperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan
membandingkanantara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut

Rangkuman
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi
masa yang yang menyenangkan, meski bukan berarti tanpa masalah. Banyak

164
proses yang harus dilalui seseorang dimasa transisi kanak-kanak menjadi
dewasa ini. Tantangan yang dihadapi orangtua dan petugas kesehatan dalam
menangani problematika remaja pun akan semakin kompleks. Namun ada
penyelesaian masalah untuk membentuk manusia-manusia kreatif dengan
karakter yang kuat, salah satunya dengan melakukan asuhan keperawatan
komunitas pada kelompok remaja.
Remaja atau adolesens adalah periode perkembangan selama di mana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
biasanya antara usia 13-20 tahun. Perubahan hormonal pubertas
mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan
mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan
dengan abstraksi.
Remaja dengan jiwa yang masih labil masih perlu bimbingan melalui
penyuluhan agar resiko peningkatan angka kematian dan perubahan
pemeliharaan kesehatan pada remaja. Dalam menjalani masa yang dikenal
dengan masa transisi, remaja akan mengalami banyak gejolak yang akan
menjadi permasalahan yang tidak berdiri sendiri. Banyak faktor pemicu baik
secara internal maupun eksternal yang membawa kekhawatiran yang
berlebihan. Hal ini menyebabkan anak remaja menjadi mudah cemas, penakut,
terkekang, dan bergantung kepada orangtua. Akibatnya, aktivitas terganggu
dan kreativitas terbelenggu. Sebaliknya, jika orangtua memberikan kebebasan
yang berlebihan juga akan menghancurkan hidup anak remaja mereka.
Bagaimanapun juga, perlu diketahui bahwa tidak ada seorang remaja di muka
bumi ini yang kebal terhadap masa krisis tersebut. Demikian juga, tidak ada
remaja yang akan mengalami suasana krisis selamanya. Oleh karena itu,
kewajiban orangtua merupakan hal yang utama. Orangtua harus berusaha
selalu memberikan teladan hidup yang baik sebagai refleksi atas iman. Masa
krisis anak remaja tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Dia mengizinkan
krisis hadir dalam hidup remaja karena Dia tahu bahwa setiap masalah dan
cobaan akan berguna untuk kebaikan. Remaja dapat bertumbuh dalam berbagai
segi kehidupan secara rohani, mental, psikologis, dan emosional.

165
Berbagai krisis akan membuat remaja berkembang karena menyediakan
begitu banyak pula kesempatan untuk memperbaiki cara hidup. Maka dari itu,
krisis masa remaja tidak perlu direspons dengan sikap negatif yang justru akan
makin menjerumuskan mereka atau menimbulkan krisis-krisis lainnya.
Sebaliknya, setiap krisis disikapi dengan sikap positif dan rohani agar
membuahkan kebaikan dalam hidup.

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 5 yang terdiri dari
4-5 orang.
b. Klpk 1.Pengkajian, analisa data keperawatan komunitas pada remaja
c. Klpk 2.Diagnosa keperawatan komunitas pada remaja
d. Klpk 3 Memprioritaskan keperawatan komunitas pada remaja
e. Klpk 4 Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas pada remaja
f. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam MS
Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas, nama-
nim anggota kelompok, dan program studi.
g. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap kelompok

Tugas Mandiri
•Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di
SPADA

166
DAFTAR PUSTAKA

Adams, J. E. (2006). Competent to Counsel: Anda Pun Boleh Membimbing


(Terjemahan). Malang: Gandum Mas.

Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed


Methods Approaches.

California: Sage Publications.Geldard, K., & Geldard, D. (2011). Konseling


Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Terjemahan). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Erlangga. Hal 233

Jimmy. (2015). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (Studi Kasus pada


Badan Narkotika Nasional Kota Tanjungpinang).
http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-
ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2015/09/E-jurnal-jimmy.pdf

Peter, R. (2014). Sikap emosional ketika menghadapi krisis. Humaniora, 5(2),


881–888.

Sarwono, Sarlito W. (2010). Psikologi Remaja. PT Raja Grafindo Persada.


Simangunsong,

Surbakti, E. B. (2008). Konseling Praktis: Mengatasi Berbagai Masalah. Bandung:


Kalam Hidup.

Susabda, Y. B. (2011). Pastoral Konseling (Jilid 2). Malang: Gandum Mas.

Wright, N. H. (2009). Konseling Krisis: Membantu Orang Dalam Krisis dan


Stress (Terjemahan).Malang: Gandum Mas.

167
BAB VI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGET DALAM


KOMUNITAS KESEHATAN IBU
Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan

Pelayanan kesehatan suatu bangsa diukur dengan tinggi rendahnya angka


kematian ibu sedangkan tingkat kesejahteraan suatu bangsa ditentukan
dengan seberapa jauh gerakan keluarga berencana dapat diterima oleh
masyarakat. Dieraglobalisasi resiko tinggi semakin meningkat disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan, alkohol dan adanya penyakit menular seksual
(NCPIM, 1990). Menurut terminologi biostatitik maternal anak, angka
mortalitas ibu didasarkan pada jumlah kematian ibu akibat kelahiran dan
komplikasi kehamilan, melahirkan anak dan masa nifas (42 hari setelah
kehamilann berakhir, per 100.000 ribu kelahiran hidup. kematian dan
kesakitan ibu berkaitan dengan pertolongan persalinan dukun sebanyak 80%)
dari berbagai faktor sosial budaya dan faktor pelayanan medis. Kematian ibu
(maternal) bervariasi antara 5-800 per 100.000 persalinan sedangkan
kematian perinatal berkisar antara 25-750 per persalinan hidup.
Untuk itu keperawatan komunitas berkesempatan mengaplikasikan
pengetahuan dalam pencapaian kesejahteraan kesehtanibu hami, menyusui,
bersalin dan anak banyak upaya yang patut dilakukan dalam pencegahan
peningkatan angka mortalitas maternal yaitu pengawasan prenatal care,
pertolongan persalinan yang akurat dan menjamin, pengawsan post partum
care (pengawasan setelah melahirkan). Didalamnya perawat komunitas
bertanggung jawab memainkan peran aktif dalam membentuk sistem
perawatan kesehatan yang harus memenuhi kesehatn, sesuai dengan bab ini
mahasiswa dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada komunitas
agregat kesehatn ibu untuk membantu menurunkan angka kematian ibu.

168
B. Deskripsi Materi

Proses pembelajaran pada bab ini membahas tentang Konsep Kesehtan Ibu
dan Anak yang meliputi: Pengertian, Faktor yang mengakibatkan kesehatan
ibu terganggu, Tujuan Program Kesehatan ibu dan Anak, Target program
kesehatan Ibu dan anak, Kelompok ibu hamil, bersalin dan menyusui
aggregate beresiko, Program pembangunan kesehatan, Faktor-faktor yang
melatar belakangi angka kematian ibu, Program keluarga berencana, Strategi
peningkatan derajat kesehatan ibu, dan Asuhan keperawatan komunitas pada
ibu menekankan pada penerapan konsep dan teori keperawatan komunitas
untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, melahirkan, ibu nifas dan bayinya
baik dalam kondisi normal maupun beresiko.

C. Tujuan/Kemampuan Akhir Yang Di Harapkan

Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa mencapai


Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yaitu mampu menerapkan
asuhan keperawatan pada agregat dalam komunitas kesehatan ibu.

D. Uraian Materi

I. Pengertian

II. Faktor yang mengakibatkan kesehatan ibu terganggu

III. Tujuan Program Kesehatan ibu dan Anak

IV. Target program kesehatan Ibu dan anak

V. Kelompok ibu hamil, bersalin dan menyusui aggregate beresiko

VI. Program pembangunan kesehatan

VII. Faktor-faktor yang melatar belakangi angka kematian ibu

VIII. Program keluarga berencana

IX. Strategi peningkatan derajat kesehatan ibu

X. Asuhan keperawatan komunitas pada ibu

169
I. Pengertian
Upaya Kesehatan ibu adalah upaya dibidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah, (Ferry
Effendi,2009). Ibu mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi
kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap
kritisnya, dan yang paling berperan sebagai pendidik anak-anaknya.
Kesehatan adalah suatu keadaan kedudukan orang dalam tingkatan
sehat atau sakit. Konsep hidup sehat sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan.Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara
fisik melainkan juga spiritual dan sosial bermasyarakat. Untuk
menciptakan suatu kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan
dalam menjaga kesehatan tubuh. Ada empat faktor utama yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat factor tersebut
merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan. Keempat
faktor tersebut terdiri dari factor perilaku/gaya hidup (life style), factor
lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya) faktor pelayanan kesehatan
(jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetic (keturunan). Keempat
faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan
perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.

II. Faktor Yang Mengakibatkan Kesehatan Ibu Terganggu


a. Kematian ibu (dari masa kehamilan hingga melahirkan)
Faktor kemiskinan dan kesehatan sang ibu akan berdampak bagi calon
buah hati yang akan di lahirkan. Pada kondisi masyarakat yang miskin
dan kesehatan sang ibu kurang diperhatikan maka sang ibu dapat
beresiko akan kematian, karena berbagai hal yang tidak terduga dapat
saja terjadi di masa-masa kehamilan hingga persalinan
b. Pola hidup tidak sehat
Ibu yang berada di lingkungan tidak sehat dalam artian lingkungan
yang kumuh, serta di imbangi dengan kebiassaan yang buruk (merokok

170
dan meminum alkohol/keras) akan merugikan diri dan buah hati yang
berada dalam kandungan
c. Mininmnya perawatan prenatal
Perawatan prenatal merupakan sebelum melahirkan. Dalam perawatan
prenatal dapat meliputi perwatan medis dan pendidikan, sosial serta
adanya layanan gizi selama masa kehamilan. Jika seorang ibu kurang
mendapat perawatan prenatal maka dapat berdampak kurang baik bagi
kesehtan ibu dan calon buah hati. Perawatan prenatal sebaiknya harus
di perhatikan semenjak awal kehamilan

III. Tujuan Program Kesehatan ibu dan Anak


Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang
optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak
untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan
landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Tujuan khusus program KIA adalah :


 Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku),
dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan
teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan
keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.
 Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah
secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga,
Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah Taman Kanak-Kanak
atau TK.
 Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu menyusui.
 Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas,
ibu meneteki, bayi dan anak balita.

171
 Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita,
anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan
keluarganya.

IV. Target Program Kesehatan Ibu dan Anak


Target Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatnya
ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi
seluruh masyarakat dalam program gizi serta kesehatan ibu dan anak yaitu
 Ibu hamil mendapat pelayanan Ante Natal Care (K1) sebesar 100%.
 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 90%.
 Cakupan peserta KB aktif sebesar 65%.
 Pelayanan kesehatan bayi sehingga kunjungan neonatal pertama (KN1)
sebesar 90% dan KN Lengkap (KN1, KN2, dan KN3) sebesar 88%.
 Pelayanan kesehatan anak Balita sebesar 85%.
 Balita ditimbang berat badannya (jumlah balita ditimbang/balita
seluruhnya (D/S) sebesar 85%).
 ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan sebesar 80%.
 Rumah Tangga yang mengonsumsi Garam Beryodium sebesar 90%.
 Ibu hamil mendapat 90 Tablet Tambah Darah sebesar 85% dan Balita
usia 6-59 bulan mendapatkan Kapsul Vitamin A sebanyak 85%.
 Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap kepada bayi 0-11 bulan sebesar 90
%.
 Penguatan Imunisasi Rutin melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional (GAIN) UCI, sehingga desa dan kelurahan dapat mencapai
Universal Child Immunization (UCI) sebanyak 100%.
 Pelaksanaan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam
mendukung terwujudnya Desa dan Kelurahan Siaga aktif sebesar 80%
V. Kelompok Ibu Hamil, Bersalin Dan Menyusui Sebagai Aggregate
Beresiko
Aggregate adalah sekumpulan individu yang berinterasksi di suatu
daerah atau mempunyai karakteristik khusus dan menjadi bagian dari

172
masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2010), Menurut Hitchcock dan
Thomas (1999) mendefenisikan aggregate adalah adalah kelompok orang
dengan kebutuhan yang sama. Maglaya 2009, mendefenisikan aggregate
adalah sekelompokm oaring yang memiliki karajteristik khusus, dan
maslah kesehtan. Dapat disimpulkan aggregate adalah sekelompok
individu yang memilik karakteristik khusus, tahap perkembangan atau
paparan pada factor lingkungan khusus, dan masalah kesehtan dan menjadi
bagian dari masyarakat.
Berdasar pengertian aggregate. Kelompok ibu hamil dan menyusui
beresiko mendapat masalah kesehtan karena tahap pertumbuhan dan
perkembanganny, factor social dan lingkungannya (Lundy & Janes, 2009).
Perempuan pada usia 20-40 tahun menurut Lundy dan Jones 2009,
merupakan usia produktif, fungsi reproduksi mulai matang. Pada usia ini
biasanya perempuan bisa hamil, untuk menjalankan fungsi reproduksi.
Pada masa kehamilan dan usia subur wanita dapat mengalami masalh-
maslah kesehatan.
Kelompok ibu hamil dan menyusui mendapatkan masalah
kesehatan karena hambatan transportsai, birokrasi, petugas kesehtan yang
menolak memberikan pelayanan, klinik yang ramai dan penuh sesak.
Lancaster 2010, menjelaskan kesehtan perempuan terutama selama
kehamilan di pengaruhi oleh social ekonomi yang kurang, tingkat
pendidikan, umur,[ekerjaan dan penggunaan pelayanan prenatal.
Beberapa risiko kesehatan yang umum dialami oleh ibu hamil, yakni:
1. Anemia
Anemia terjadi ketika jumlah sel darah merah berada di bawah
normal. Mengobati penyebab anemia akan membantu memulihkan
jumlah sel darah merah yang sehat. Ibu hamil dengan anemia biasanya
akan merasa lelah dan lemah. Ini dapat dibantu dengan mengonsumsi
suplemen zat besi dan asam folat.
2. Kondisi Kesehatan Mental
Beberapa ibu hamil mengalami depresi selama atau setelah kehamilan.
Gejala depresi, meliputi:

173
- Suasana hati yang rendah atau sedih
- Kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan
- Perubahan nafsu makan, tidur, dan energy
- Masalah dalam berpikir, berkonsentrasi, dan membuat keputusan
- Perasaan tidak berharga, malu, ataupun bersalah
- Pikiran bahwa hidup ini tidak layak dijalani.
3. Preeklampsia
Ciri khas komplikasi kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi dan
kerusakan organ-organ tertentu yang seringkali ginjal. Preeklamsia
biasanya dimulai setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang
memiliki tekanan darah normal sampai saat itu.
4. Diabetes
Ibu hamil rentan mengidap diabetes gestasional yang biasanya hilang
setelah melahirkan. Mengembangkan diabetes gestasional akan
menempatkan ibu hamil terkena diabetes tipe 2. Ibu hamil dengan
diabetes gestasional perlu melakukan diet ketat untuk mengelola
penyakit selama kehamilan dan pasca kehamilan untuk mengetahui
tanda-tanda diabetes tipe 2.
5. Hipertensi
Tekanan darah tinggi kronis yang tidak terkontrol dengan baik
sebelum dan selama kehamilan membuat ibu hamil dan bayinya
berisiko mengalami masalah. Hal ini terkait dengan peningkatan risiko
komplikasi ibu seperti preeklampsia eksternal, solusio plasenta (ketika
plasenta terpisah dari dinding rahim), dan diabetes gestasional.
6. ISK
Infeksi ini sangat berbahaya untuk ibu hamil.Beberapa gejala ISK yang
perlu di waspadai:
– Nyeri atau rasa terbakar saat BAK
– Demam
– Kelelahan
- Sering buang BAK
– Merasakan tekanan di bagian bawah perut

174
– Urin yang berbau tidak enak atau terlihat keruh/kemerahan
– Mual atau sakit punggung
7. Infeksi
- Ada beberapa Infeksi yang dapat membahayakan keselamatan ibu
hamil dan bayi.
- Bacterial Vaginosis (BV) atau infeksi terkait dengan kelahiran
premature dan
BBLR
- Group B Strep (GBS) atau infeksi bakteri yang daapt mematika
bagi bayi jika dilewatka saat melahirkan.
- Cytomegalovirus (CMV) atau infeksi virus yang menyebabkan
kehilangan pendengaran dan penglihatan serta cacat lainnya
- Toksoplasmosis atau infeksi paasit yang ditularkan dari ibu ke bayi
yang menyebabkan gangguan penglihatan dan pendengaran serta
cacat lainnya.
8. Hyperemesis Gravidarum
Berbeda dengan morning sickness hyperemesis gravidarum terjadi
ketika mual dan muntah parah persisten selama kehamilan.
Hiperemesis gravidarum lebih ekstrem daripada morning sick karena
dapat menyebabakan penurunan BB dan dehidrasi , memerlukan
perawatan intensif
9. Plasenta previa
Plasenta previa terjadi ketika plasenta terletak rendah di Rahim dan
sebagian atau seluruhnya menutup serviks. Satu dari setiap 200 ibu
hamil akan mengalami plasenta previa selama trimester ketiga.
Perawatan plasenta previa melibatkan istrahat istrahat di tempat tidur
dan pemantauan. Jika plasenta previa lengkap atau parsial telah
didiagnosis, maka bedah sesar biasanya akan diperlukan.

Masalah yang akan dialami wanita pasca melahirkan.


1. Postpartum blues, yakni semacam perubahan suasana hati, depresi,
kelesuan, lekas marah, frustrasi, insomnia, menangis, dan gejala

175
tertentu lainnya. Hal ini sebenarnya adalah sebuah kewajaran, yang
mana disebabkan oleh hormon dan fluktuasi.
2. Kekeringan pada vagina juga dapat terjadi pada wanita setelah
melahirkan. Fluktuasi hormonal dan menyusui juga bisa menjadi
alasan di balik kondisi keringnya vagina.
3. Bentuk perut. Nah, masalah yang paling dibenci oleh hampir semua
wanita. Yang mana rata-rata butuh waktu lama untuk mengembalikan
perut ke bentuk semula pasca melahirkan.
4. Payudara akan membesar dan sering merasakan sakit atau nyeri.
Hanya saja ini kebanyakan dialami oleh ibu-ibu baru. Puting menjadi
sangat sensitif dan terkadang butuh waktu lama untuk membiasakan
diri menyusui sang bayi.
5. Rambut rontok. Hal ini dipicu oleh tingkat esterogen.
6. Sistem pencernaan juga akan terpengaruh pasca melahirkan. Sembelit
bisa terjadi karena sistem pencernaan dapat melambat selama fase itu.
obat-obatan yang dikonsumsi pasca melahirkan juga terkadang
mempengaruhi pencernaan.
7. Rasa sakit di bagian pribadi mereka, perut, dan bahkan tulang rusuk.
Ketika rahim secara bertahap kembali ke ukuran normal, hal tersebut
dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa, Bahkan pulih dari
operasi caesar bisa lebih menyakitkan.
8. Pendarahan juga dapat terjadi bersama dengan gumpalan. Ini bisa
berlangsung selama beberapa minggu dan mungkin secara bertahap
berhenti sendiri. Mirip dengan pendarahan saat menstruasi, namun ini
bukan menstruasi
VI. Program Pembangunan Kesehatan
a. Program pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan pada
masalah-masalah:
KIA: - upaya menurunkan angka kematian bayi dan anak
- angka kelahiran kasar
- angka kematian ibu

176
b. Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam
pembanganan bangsa karena seluruh komponen yang lain sangat
dipengaruhi oleh kesehatan ibu
c. 3 indikator yang dipakai dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
ibu adalah:
- angka kematian ibu (AKI),
- proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan
- angka pemakaian kontrasepsi (Depkes RI,2001).
Sebagai tolok ukur keberhasilan kesehatan ibu, maka salah satu
indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan
ginekologi di suatu wilayah adalah: melihat AKI dan angka kematian balita
(AKB) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS
diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup (KH).
Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307 per 100.000 KH,
AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target Millenium
Development Goals (MDGs) 2015 (102 per 100.000 KH) sehingga masih
memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target
tersebut.

 Tren penurunan AKI dan AKB tersebut menunjukkan keberhasilan


dari jerih payah Indonesia dalam mencapai target MDGs.
 Namun, angka-angka tersebut khususnya AKI masih tinggi di antara
negara ASEAN di luar Laos dan Kamboja (Depkes RI,2008).
 Untuk itu, berbagai kegiatan dan praktik terbaik telah dilaksanakan dan
dikembangkan termasuk program Keluarga Berencana (KB).

VII. Faktor-faktor Yang Melatar Belakangi Angka Kematian ibu


Penyebab kematian dan kesakitan ibu dan bayi telah dikenal sejak
dulu dan tidak berubah banyak. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan
post partum, eklampsia, infeksi, aborsi tidak aman, partus macet, dan
sebab-sebab lain seperti kehamilan ektopik dan mola hidatidosa. Keadaan
ini diperkuat dengan kurang gizi, malaria, dan penyakit-penyakit lain
seperti tuberkulosis, penyakit jantung, hepatitis, asma, atau HIV. Pada

177
kehamilan remaja lebih sering terjadi komplikasi seperti anemia dan
persalinan preterm. Sementara itu, terdapat berbagai hambatan yang
mengurangi akses memperoleh pelayanan kesehatan maternal bagi remaja,
kemiskinan, kebodohan, kesenjangan hak asasi pada remaja perempuan,
kawin pada usia muda, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kematian
pada bayi baru lahir disebabkan oleh tidak adekuatnya dan tidak tepatnya
asuhan pada kehamilan dan persalinan, khususnya pada saat-saat kritis
persalinan. Konsumsi alkohol dan merokok merupakan penyebab
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir yang seharusnya dapat
dicegah. Ibu perokok berhubungan dengan komplokasi seperti perdarahan,
ketuban pecah dini, dan persalinan preterm. Juga dapat berakibat
pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, serta kematian
janin. Konsumsi alkohol selama kehamilan berhubungan dengan abortus,
lahir mati, prematuritas, dan kelainan bawaan fetal alcohol syndrome.
(Saifudin, 2005).
Menurut Saifudin (2002) kematian ibu dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
(1). Kematian obstetri langsung (direct obstetric death) yaitu kematian ibu
yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas
yang timbul akibat tindakan atau kelalaian dalam penanganan.
Komplikasi yang dimaksud antara lain perdarahan antepartum dan
postpartum, preeklamsia/eklamsia, infeksi, persalinan macet, dan
kematian pada kehamilan muda.
(2). Kematian obstetri tidak langsung (indirect obstetric death) adalah
kematian ibu yang disebabkan oleh suatu penyakit yang sudah diderita
sebelum kehamilan atau persalinan yang berkembang dan bertambah
berat yang tidak berkaitan dengan penyebab obstetri langsung.
Kematian obstetri tidak langsung ini misalnya disebabkan oleh
penyakit jantung, hipertensi, hepatitis, malaria, anemia, tuberkulosis,
HIV/AIDS, diabetes dan lain-lain.
Penyebab kematian ibu yang diakibatkan oleh kecelakaan atau
kebetulan tidak di klasifikasikan ke dalam kematian ibu yang ada

178
hubungannya dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Kematian yang
dihubungkan dengan kehamilan International Classifation of Deases (ICD-
10) memudahkan identifikasi penyebab kematian ibu ke dalam kategori
baru yang disebut pregnancy related death yaitu kematian wanita selama
hamil atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan dan tidak
tergantung dari penyebab kematian lain. Batasan 42 hari ini dapat berubah
karena telah diketahui bahwa dengan adanya prosedur-prosedur dan
teknologi baru maka terjadinya kematian dapat diperlama dan ditunda
sehingga ICD-10 juga memasukkan suatu kategori baru yangdisebut
kematian maternal terlambat (late maternal death) yaitu kematian wanita
akibat penyebab obstetric langsung atau tidak langsung yang terjadi lebih
dari 42 hari
tetapi kurang dari satu tahun setelah berakhirnya kehamilan (WHO et al,
2010).
Faktor-faktor yang melatar belakangi angka kematian ibu
 Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu: tenaga, sarana, serta belum
optimalnya keterlibatan swasta
 Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan
responsif gender: atenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan,
penanganan komplikasi kebidanan, serta Keluarga Berencana.
 Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah
terpencil: belum ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang
lebih untuk tindakan medis khusus, terbatasnya sarana (dana) untuk
transportasi (kunjungan dan rujukan)
 Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama
untuk daerah terpencil.
 Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat: ketidak setaraan
gender, persiapan persalinan, dan dalam menghadapi kondisi gawat
darurat (mandiri) di tingkatan desa.
 Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas
program untuk percepatan penurunan angka kematian ibu.
Penyebab kematian Ibu Langsung

179
 Perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.
 Kontribusi dari penyebab kematian ibu tersebut masing masing adalah
:
 perdarahan 28 %
 eklampsia 13 %
 aborsi 11 %
 serta sepsis 10 %
Tidak Langsung
- Resiko kematian ibu makin besar dengan adanya :
 Anemia
 kekurangan energi kronik (KEK)
 penyakit menular, seperti : malaria, tuberkulosis (TB),
hepatitis dan HIV/AIDS.

VIII. Program Keluarga Berencana


Program Keluarga Berencan (KB) di Indonesia termasuk yang dianggap
berhasil di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya
terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai akibat dari
penurunan angka kesuburan total (total fertility rate-TFR).
Menurut SDKI, TFR pada periode 1967-1970 menurun dari 5,6 menjadi
hampir setengahnya dalam 30 tahun, yaitu 2,6 pada periode 1997-2002.
Demikian juga pencapaian cakupan pelayanan KB (contreceptive
prevalence rate-CPR) dengan berbagai metode meningkat menjadi 60,3%
pada tahun 2002-2003 Depkes RI, 2008)
Walaupun data SDKI 2002-2003 menunjukkan kebrhasilan program KB,
dari sumber data yang sama terungkap bahwa jumlah perempuan menikah
yang tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran
berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi (unmeet need)
masih cukup tinggi yaitu 8,6%. Penyebab masih tingginya angka ini,
antara lain adalah:
 kualitas informasi dan pelayanan KB serta
 missed opportunity pelayanan KB pasca-persalinan.

180
Proporsi drop-out akseptor KB (dicontinuation rate) adalah 20,7%. Hal ini
menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu
dihindari dan kesadaran mengikuti program KB pada pasangan yang
paling membutuhkan belum cukup mantap.

IX. Strategi Peningkatan Derajat Kesehatan Ibu


Sejak tahun 2000 Depkes RI telah menerapakan Marking Pregnancy Safer
(MPS) untuk percepatan penurunan AKI ada tiga kuncinya sebagai
berikut:
- Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terampil.
- Setiap komplikasi kehamilan dan persalinan mendapat penanganan
yang adekuat.Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran yang adekuat.
- Perhatian khusus diberikan kepada kelompok
a. masyarakat berpendapatan rendah
b. perkotaan
c. pedesaan serta
d. masyarakat desa terpenci
Program Perencanaan Persalinan dan Persiapan Komplikasi (P4K) dengan
stiker adalah kegiatan yang membangun potensi suami, keluarga, dan
masyarakat, khususnya untuk persiapan dan tindakan yang dapat
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dengan menanggulangi penyebab
kematian utama yaitu sebagai berikut:
- Mengenal dan mendata kehamilan yang ada di desa serta
memberikan stiker agar tiap ibu hamil dapat menggunakan jasa
bidan atau tenaga kesehatan yang kompeten.
- Membentuk kelompok penyedia donor darah agar ada ketersediaan
darah yang dapat digunakan sewaktu-waktu.
- Merencanakan dan menyiapkan sistem angkutan desa untuk
menangani kasus darurat pada saat persalinan bila diperlukan.

181
- Merencanakan pengumpulan dana dan menginformasikan
ketersediaan bantuan Askeskin bagi yang membutuhkan.
Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu
prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana
tercantum dalam Program pembangunan nasional. Kegiatan-kegiatan yang
mendukung upaya ini antara lain:
- meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi,
- meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunasasi,
- meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan masa kehamilan,
melahirkan, dan nifas (Propenas 2004).
Mengacu pada Indonesia Sehat 2010, telah dicanangkan strategi
Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai
kelanjutan dari program Safe Motherhood, dengan tujuan untuk
mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir.

Making Pregnancy Safer terfokus pada


- pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi
klinis dan
- sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar-institusi
pemerintah,
- lembaga donor dan peminjam, swasta, masyarakat, dan keluarga.
Perhatian khusus diberikan pada penyediaan pelayanan yang memadai dan
berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong persalinan
terlatih.
Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa
wanita dan bayi baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan.

X. Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Ibu


Pengkajian
1. Geografi
-Apakah anda tingal di daerah pegunungan atau pantai ?
-Bagaimana keadaan tanah di daerah ini ?

182
-Berapa luas daerah ini ?
-Ada berapa batas wilayah di daerah ini dan apa saja nama wilayah di
masing-masing batasnya?
2. Demografi
-Berapakah jumlah KK di daerah ini ?
-Berapakah jumlah penduduk di daerah ini ?
-Bagaimana mobilitas penduduk, apakah penduduk jarang di rumah
ketika pagidan siang hari karena bekerja, sedangkan anak-anak pada
sekolah.?
-Apakah daerah ini termasuk daerah yang padat dengan penduduk?.
3. Vital Statistik
- Bagaimana status kelahiran di daerah ini?
- Penyakit apa saja yang banyak terjadi di masyarakat khususnya pada
wanita usiadewasa?
-Penyakit apa saja yang banyak terjadi di daerah ini khususnya pada pria
usiadewasa?
-Apakah dalam satu bulan ini sudah terdapat banyak warga yang
meninggal?
4. Kelompok Etnis
-Suku apa yang dianut di masyarakat?
5. Nilai dan Keyakinan
-Apakah ada masjid / mushola atau tempat ibadah lainnya?
-Apakah masyarakat menganut agama yang sama?
-Keyakinan apa yang di anut dalam masyarakat?
Pengakajian Sub Sistem
1.Lingkungan fisik
-Apakah rumah penduduk tergolong perumahan yang menetap?
-Apakah pencahayaan di rumah penduduk sudah cukup?
-Apakah di daerah ini sirkulasi udara sudah baik ? misalnya terdapat
pepohonandan terdapat ventilasi yang cukup pada setiap rumah warga?
2.Pelayanan Kesehatan
-Apakah terdapat praktik klinik swasta di daerah ini ?

183
-Berapa jumlah tenaga kesehatan di daerah ini (perawat, bidan, dokter)?
-Apakah terdapat mushola atau tempat ibadah lainnya di daerah ini ?
-Ada berapa sekolah yang terdapat pada daerah ini ?-Apakah terdapat panti
sosial di daerah ini?
-Apakah terdapat pasar/swalayan/ toko yang menyediakan kebutuhan
masyarakat?
-Apakah ada tempat perkumpulan untuk melakukan musyawarah di daerah
ini ?
-Apakah program posyandu terlaksana di daerah ini? Posyandu apa
saja yang diselenggarakan di daerah ini? Apakah posyandu sudah berjalan
aktif? Berapakali diselenggarakan?
-Apakah sanitasi warga sudah tergolong baik atau tidak ?
-Dari mana sumber air yang digunakan dalam masyarakat?-Dimanakah
pembuangan air limbah pada masyarakat?
-Apakah mayoritas warga telah memiliki jamban pada setiap rumah ?
-Dimanakah mayoritas warga melakukan MCK?-Dimankah tempat
penumpukan/pembuangan sampah ?
-Dari mana terdapatnya sumber polusi yang mungkin mengancam kesehatan
ataukegiatan sehari-hari?
-Apakah ada vektor penyebab penyakit di masyarakat?
3.Keamanan & Transportasi :
-Apakah ada pemadam kebakaran?
-Apakah ada terdapat siskamling atau hansip? Apakah ada transportasi
umum atau pribadi yang bisa digunakan di masyarakat?
-Apakah keadaan jalanan di daerah ini sudah dalam keadaan baik?-
Bagaimana cara pemilihan RT/RW di daerah ini ?
4.Pemerintah dan politik
-Ada berapa RT dan RW di desa ini ?
-Ada berapa kader di desa ini ?
-Apakah ada karang taruna di desa ini? Apakah sudah berjalan dengan baik
danaktif?-Apakah terdapat tokoh agama di desa ini ?
5.Pendidikan

184
-Tingkat pendidikan komunitas ?
-Apa fasilitas pendidikan yang tersedia?
-Jenis bahasa apa yang digunakan dalam pendidikan?
6.Rekreasi
-Apakah masyarakat sering melakukan rekreasi antar warga atau
kelompoktertentu?
-Fasilitas apa yang digunakan jika pergi berekreasi?
7.Ekonomi
-Apakah warga memiliki pekerjaan yang tetap?
-Berapa jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan?-Berapa jumlah
pengeluaran rata-rata tiap bulan?
-Berapa jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga, dan lanjut usia?
8. Rekreasi
- Sarana rekreasi : kondisi, jenis dan jumlah
- Jenis rekreasi yang sering digunakan masyarakat

Analisa Data dan Identifikasi Masalah


Analisis masalah berdasarkan kelompok data/data focus yang dianggap
sebagai masalah Contoh: :
- Insiden penyakit terbanyak
- Keluhan yang paling banyak dirasakan
- Pola/perilaku yang tidak sehat
- Lingkungan yang tidak sehat
- Pemanfaatan layanan kesehatan yang kurang efektif
- Peran serta masyarakat yang kurang mendukung
- Target/cakupan program kesehatan yang kurang mencapai.
Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah atau lazimnya
disebut dengan etiologi. Untuk menetapkan etiologi dari masalah
keperawatan di komunitas dapat menggunakan beberapa pilihan di bawah
ini:
a. Faktor budaya masyarakat
b. Pengetahuan yang kurang

185
c. Sikap masyarakat yang kurang mendukimg
d. Dukungan yang kurang dari pemimpin formal atau informal
e. Kurangnya kader kesehatan di masyarakat.
f. Kurangnya fasilitas pendukung di masyarakat.
g. Kurangnya effektif pengorganisasian
h. Kondisi lingkungan dan geografis yang kurang kondusif.
i. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
j. Kurangnya keterampilan terhadap prosedur pencegahan penyakit
k. Kurangnya keterampilan terhadap prosedur perawatan kesehatan
l. Faktor financial
m. Komunikasi/koordinsi dengan sumber pelayanan kesehatan kurang
efektif.
n. Dll
Perumusan Masalah / Diagnosa Keperawatan Komunitas
a. Formulasi penulisan diagnosa keperawatan:
- Problem E
- tiologi
- Data yang menyokong
b. Tipe diagnosa keperawatan komunitas
Tipe-tipe diagnosa keperawatan komimitas pada umumnya sama dengan
diagnosa keperawatan individu maupun keluarga. Tetapi tipe diagnosa yang
utama adalah diagnosa aktual, dimana karakteristiknya adalah adanya data
mayor (utama) sehingga masalah cukup valid untuk diangkat. Tipe diagnosa
kedua adalah resiko dan resiko tinggi, dimana karakteristiknya adalah
adanya faktor-faktor di komunitas yang beresiko. Data-data yang
menunjang untuk diagnosa resiko adalah data'yangmemvalidasi faktor-
faktor resiko.

Rangkuman
Dengan adanya program KIA maka akan tercapai kemampuan hidup sehat
melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan
keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

186
NKKBS serta meningkatnya derajat kesehatan. anak untuk menjamin
proses tumbuh kembang optimal, serta meningkatkan kesehatan masyarakat
seoptimal mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan
melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention), untuk
menurunkam angka morbiditas dan mortalitas pada ibu.
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 5 yang terdiri
dari 4-5 orang.
b. Klpk 1.Pengkajian, analisa data keperawatan komunitas pada ibu
c. Klpk 2.Diagnosa keperawatan komunitas pada ibu
d. Klpk 3 Memprioritaskan keperawatan komunitas pada ibu
e. Klpk 4 Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas pada ibu
f. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam MS
Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas, nama-
nim anggota kelompok, dan program studi.
g. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap kelompok

Tugas Mandiri
•Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di SPADA

187
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta.


EGC,

Barbara R, Straight, 2004. Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Edisi 3 Jakarta.
EGC

Hamilton Persis Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas: Jakarta EGC

Ida bagus Gde Manuaba.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan


Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta EGC.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Rencana Operasional Promosi Kesehatan Ibu


dan Anak.

Marilyn E. Doenges. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta


EGC

Mubarak, dkk. 2007. Kesehatan Ibu dan Anak KIA. Yogyakarta: Craha Ilmu.

Notoadmodjo S. 2008. Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.

188
BAB VII
ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT DALAM KOMUNITAS
KESEHATAN LANSIA

Meriani H, SKM., S.Kep., M.Biomed

PENDAHULUAN

A. Pengantar Pendahuluan
Pengelompokkan manusia ke dalam wadah-wadah tertentu, merupakan
bentuk kehidupan bersam yang dilandasi oleh kriteria tertentu seperti usia,
jenis kelamin, latar belakang pendidikan, pekerjaan dan kepentingan-
kepentingan tertentu dalam bidang kesehatan atau keperawatan karena adanya
kebutuhan yang sama untuk mencapai sesuatu tujuan yang diingikan.
Sedangkan kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu
yang karena keadaan fisik, mental maupun sosial-budaya dan ekonominya
perlu mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan dan asuhan
keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam
memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri.
Pelayanan kelompok khusus terbagi menjadi beberapa bagian
diantaranya pelayanan di institusi yang meliputi Panti Wreda, Panti Asuhan,
Pusat Rehabilitasi Anak Cacat, dan penitipan balita, dimana yang menjadi
sasaran pembinaan dan pelayanan kelompok khusus di institusi adalah
meliputi: penghuni panti, petugas panti dan lingkungan panti.
Panti werdha adalah tempat dimana tempat berkumpulnya orang – orang
lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga
untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh
pemerintah maupun pihak swasta. Dan ini sudah merupakan kewajiban
Negara untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana
tercantum dalam UU No.12 Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen
Hukum dan HAM). Tujuan dari Panti Wreda adalah meningkatkan derajad
kesehatan dan mutu kehidupan lansia dipanti agar mereka dapat hidup layak.

189
Pengertian Lansia sendiri adalah bagian dari proses tumbuh kembang.
Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi,
anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua (Pujianti, 2003). Usia lanjut
merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia, yaitu bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan
kemampuan yang pernah dimilikinya (Soejono, 2000).
Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi
secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan
ini dapat dilakukan, dikenal sebagai senescence yaitu masa proses menjadi
tua. Seseoarang akan menjadi orang semakin tua pada usia lima puluhan atau
tidak sampai mencapai awal atau akhir usia enam puluhan, tergantung pada
laju kemunduran fisik dan mentalnya (Hurlock, 1999).

B. Deskripsi Materi
Pertemuan ini membahas tentang Asuhan keperawatan agregat dalam
komunitas kesehatan lansia yang meliputi konsep lanjut Usia yaitu: Batasan
Umur Lanjut Usia, Tipe lanjut usia, Tugas perkembangan lansia, Faktor-
faktor yang mempengaruhi penuaan, Perubahan Sistem Tubuh Lansia ,
Keadaan lansia di Indonesia, Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan
lansia, Pengkajian, Diagnosa keperwatan, Intervensi keperawatan.

C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Akan Dicapai

Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa mencapai


Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yaitu mampu menerapkan
asuhan keperawatan pada agregat dalam komunitas kesehtan lansia.

D. Uraian Materi

I. Batasan Umur Lanjut Usia


II. Tipe lanjut usia
III. Tugas perkembangan lansia

190
IV. Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
V. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
VI. Keadaan lansia di Indonesia
VII. Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia
VIII. Pengkajian
IX. Diagnosa keperwatan
X. Intervensi keperawatan
XI. Askep Komunitas Lansia
1. Pengkajian: status fungsional, status kognitif, skala depresi,
resiko jatuh, keseimbangan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana/Implementasi (pendidikan kesehatan, TAK, Direc
care), Pemenuhan Kebutuhan Dasar Lansia, ROM, Mobilisasi,
Ambulasi, Pemenuhan Psikososial
4. Evaluasi

191
I. Batasan Lanjut Usia

Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur :


1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai
berikut:
a. Pralansia (prasenilis): Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial: Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).

192
II. Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000
dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.

III. Tugas Perkembangan Lansia


1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara
santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

193
IV. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi
penuaan adalah sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress

V. Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung
rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin
bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada
lansia adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,
dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif
terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran

194
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi
atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur
ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal
±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara
lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya
aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem Genitourinaria

195
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi
atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun
dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone,
dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan
pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
1) Kesehatan umum.
2) Tingkat pendidikan.
3) Hereditas.
4) Lingkungan.
5) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi
misalnya kekakuan sikap.
6) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
7) Kenangan lama tidak berubah.

196
8) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan
psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena
tekanan dari faktor waktu.
b. Perubahan Psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering bingung panik dan depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosio ekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang,
kehilangan status, teman atau relasi.
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.

VI. Keadaan Lansia di Indonesia


Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut
usia (aging structured population) karena mempunyai umjlah penduduk
dengan usia 60 thn ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang mempunyai jumlah
penduduk lansia terbanyak (7%) dalah pulau Jawa dan Bali.
Peningkatan jlh penduduk lansia disebabkan karena tingkat sosek
masyarakat yg meningkat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan , dan
tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat
Jumlah Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia

197
TAHUN UHH JLH PENDUDUK %

1980 52,2 tahun 7. 998. 543 5,45

1990 59,8 tahun 11. 277. 557 6,29

2000 64,5 tahun 14. 439. 967 7,18

2006 66,2 tahun + 19 juta 8,90

2010 67,4 tahun + 23,9 juta 9,77

2020 71,1 tahun + 28,8 juta 11,34

Usia harapan hidup yang semakin meningkat juga membawa konsekuensi


tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak
hanya sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial budaya, serta
sektor lainnya. Oleh sebab itu peningkatan jumlah penduduk lansia perlu
di antisipasi mulai saat ini, di mulai dari sektor kesehatan dengan
mempersiapkan layanan keperawatan yang komprehensif.

VII. Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kesehatan Lansia


a. Promotif
Upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat
kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun
masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa:
1) Penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti
mengenai hal-hal berikut ini:
a) Masalah gizi dan diet
b) Perawatan dasar kesehatan
c) Keperawatan kasus darurat
d) Mengenal kasus gangguan jiwa
e) Olahraga
f) Teknik-teknik berkomunikasi
g) Bimbingan rohani

198
2) Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan,
3) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
4) Rekreasi
5) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
6) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun
masyarakat luas melalui berbagai macam media
b. Preventif
Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya
dapat berupa kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dipanti oleh petugas
kesehatan yang datang ke panti secara periodik.
2) Penjaringan penyakit pada lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas
panti yang menggunakan buku catatan pribadi.

4) Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan


kondisi masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan
kondisi kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap
produktif.
8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan
hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara
optimal
c. Kuratif
Upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti
terlatih sesuai kebutuhan. Kehiatan ini dapat berupa hal-hal berikut :
Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas
panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas
kesehatan/puskesmas.

199
1) Pengobatan jalan di puskesmas.
2) Perawatan dietetic.
3) Perawatan kesehatan jiwa.
4) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
5) Perawatan kesehatan mata.
6) Perawatan kesehatan melalui kegiatan di puskesmas
d. Rehabilitative
Upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan
ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (keterampilan/kejuruan),
dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas
panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya
(perawat).

Topik II
1. Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia
Berikut 5 tahapan proses keperawatan yang dapat dilaksanakan oleh perawat
komunitas :
1. Pengkajian
a. Core : Jumlah pekerja, umur, riwayat atau perkembangan pekerja,
kebiasaan, perilaku yang ditampilkan, nilai, keyakinan, dan agama,
lama bekerja
b. Lingkungan fisik : Bagaimana kondisi lingkungan kerja tingkat
kebisingan? Suhuruangan kerja? Radiasi? Penerangan? Apakah sudah
sesuai dengan ketentuan kesehatan?
c. Pelayanan kesehatan dan sosial : Bagaimana yankes dan sosial khusus
pekerja, sepertiada klinik konsultasi untuk pekerja atau adanya
kelompok sosial pekerja? Jarak? atausistem rujukan yang digunakan
oleh perusahaan. Adakah jaminan kesehatan yang dimiliki pekerja?
d. Ekonomi : Bagaimana kesejahteraan pekerja sudah sesuai dengan
aturan/ diatas upahminimum daerah? Bagaimana perusahaan menjamin
kesejahteraan pekerjanya?

200
e. Transportasi dan keamanan : Apakah tempat kerja pekerja mudah
dijangkau? berapa rata-rata jarak tempuh pekerja? Transportasi yang
digunakan oleh pekerja? Apakah sudahmenggunakan alat pelindung
diri dengan baik untuk menghindari kecelakaan saat bekerja ataupun
kecelakaaan saat berlalu lintas. Bagaimana sistem keamanan
perusahaan, bilaterjadi bencana misalnya kebakaran, gempa bumi,
banjir, dan lain-laine.
f. Politik dan pemerintahan : Bagaimana dukungan pemerintah setempat
terhadapkesejahteraan dan hak pekerja? Jenis dukungannya? Apakah
ada instruksi/SK yang mengatur/melindungi hak dan kewajiban
pekerja? Bagaimana strategi pemerintah setempat dalam melindungi
hak pekerja?
g. Komunikasi : Bagaimana cara pekerja berkomunikasi dgn pekerja lain,
manajemen ataudengan keluarga pekerja? Media yang digunakan?
h. Pendidikan : Adakah kesempatan pekerja untuk mengembangkan diri
melalui pendidikan formal atau informal
i. Rekreasi : Adakah program rekreasi di perusahaan? tempat rekreasi
yang seringdigunakan pekerja? Frekuensi? Apakah tersedia
taman/tempat istirahat yang cukup bagi pekerja? apakah tersedia kantin
yang sehat?

a. Konsep Pengkajian Keperawatan Lansia


Pengkajian keperawatan pada lansia adalah tahap pertama dari proses
keperawatan. Tahap ini adalah tahap penting dalam rangkaian proses
keperawatan. Pada tahap pengkajian akan didapatkan berbagai informasi yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan masalah keperawatan pada
lansia. Keberhasilan dalam melakukan pengkajian keperawatan merupakan hal
penting untuk tahapan proses keperawatan selanjutnya.
A. Definisi Pengkajian Keperawatan Lansia
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan
situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi
penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi

201
kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data
obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan
dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau
yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data tentang keluarga
dan lingkungan yang ada.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengkajian Pada Lansia


I Pengkajian
1. Fisik / Bilogis
a. Wawancara riwayat kesehatan

1). Pandangan lansia tentang kesehatannya


2) Kegiatan yang mampu dilakukan lansia
3) Kekuatan fisik lansia ( otot ,sendi , pendengaran dan
penglihatan).
4) Kebiasaan lansia merawat diri sendiri.
5) Kebiasaan makan , minum , istirahat /tidur ,BAB / BAK.
6) Kebiasaan gerak badan / olah raga.
7) Perubahan–perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna
dirasakan.
8) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan
minum obat.
9) Masalah – masalah seksual yang dirasakan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem intergumen / kulit
2) Muskuluskletal
3) Respirasi
4) Kardiovaskuler
5) Perkemihan
6) Persyarafan
7) Fungsi sensorik (penglihatan, pendengaran, pengecapan dan
penciuman).

202
2. Psikologis
Dilakukan saat berkomunikasi untuk melihat fungsi kognitif termasuk
daya ingat, proses fikir, perlu dikaji alam perasaan, orientasi terhadap
realitas , kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
a. Perubahan umum yang terjadi :
1) Penurunan daya ingat
2) Proses pikir lambat
3) Adanya perasaan sedih
4) Merasakan kurang perhatian
b. Hal hal yang perlu dikaji meliputi :

1) Apakah mengenal masalah masalah utamanya


2) Apakah optimas mengandung sesuatu dalam kegiatan
3) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
4) Apakah merasa dirinya dibutuhkan atau tidak
5) Bagaimana mengatasi , masalah atas stress yang dialami
6) Apakah mudah untuk menyesuaikan diri
7) Apakah usila untuk menyesuikan diri
8) Apakah usila menggali kegagalan
9) Apakah harapan sekarang dan dimasa yang akan datang , dll.
3. Sosial Ekonomi
Bagaimana lansia membina keakraban dengan teman sebaya maupun
dengan lingkungan dan bagaimana keterlibatan lansia dalam organi
sosial, penghasilan yang diperoleh, perasaan sejahtera dalam
kaitannya dengan sosial ekonomi.
Hal-hal yang perlu dikaji ,antara lain :
a. Kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang.
b. Sumber keuangan.
c. Dengan siapa yang ia tinggal.
d. Kegiatan organisasi sosial yang diikuti
e. Pandangan lansia terhadap lingkungannya
f. Berapa sering lansia berhubungan dengan orang lain diluar
rumah

203
g. Siapa saja yang bisa mengunjunginya
h. Seberapa besar ketergantungannya
i. Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas
yang ada
4. Spiritual
Keyakinan agama yang dimiliki dan sejauh mana keyakinan tersebut
dapat diterapkan. Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :
a. Kegiatan ibadah setiap hari
b. Kegiatan keagamaan
c. Cara menyelesaikan masalah (Doa)
d. Terlihat sabar dan tawakal
a. Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial:
terjadi penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah
psikis meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.
b. Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang
adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya
langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi,
privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak tergesagesa, beri
kesempatan pada lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda
keletihan.
C. Data Perubahan Fisik, Psikologis Dan Psikososial
a. Perubahan Fisik
Pengumpulan data dengan wawancara
1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,
2) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,
3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,
4) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran,
5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,
6) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,
7) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna,

204
8) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam
minum obat.
Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik :
Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi
untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
(1) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat
kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan
mempunyai daya ingatan menurun atau melemah,
(2) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak.
Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena
proses pemenuaan,
(3) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.
(4) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan),
auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena
jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.
(5) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual,
muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang
dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut
kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit),
diare, dan inkontinensia alvi.
(6) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung
kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil),
frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan
hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke
aktivitas seksual.
(7) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban),
keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya
jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada
gangguan-gangguan umum.

205
(8) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya
tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau
tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot,
kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk.
b. Perubahan psikologis, data yang dikaji:
1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,
6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan,
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,
8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah.

c. Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:


1) Darimana sumber keuangan lansia,
2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,
3) Dengan siapa dia tinggal,
4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah,
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi,
8) Seberapa besar ketergantungannya,
9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang
ada.

d. Perubahan spiritual, data yang dikaji :


1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya,

206
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau
fakir miskin.
3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa,
4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

Pengkajian Khusus Pada Lansia: Pengkajian Status Fungsional,


Pengkajian Status Kognitif
a. Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz
Tabel 1 : Pemeriksaan kemandirian lansia dengan Index Katz
Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari
fungsi tersebut
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan
satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian,
ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan
satu fungsi tambahan
Skor Kriteria
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Tabel 1 iIndex Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang
diperoleh.

b. Pengkajian status kognitif


1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian
fungsi intelektual lansia.
Benar Salah No Pertanyaan
01 Tanggal berapa hari ini ?
02 Hari apa sekarang ?
03 Apa nama tempat ini?

207
04 Dimana alamat anda?
05 Berapa umur anda ?
06 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun)
07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
09 Siapa nama Ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun.
Total Nilai

2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi
mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat
kembali dan bahasa
Tabel 3. Penilaian MMSE
Nilai Pasien Pertanyaan
Maksimum
Orientasi
5 Tahun, musim, tgl, hari, bulan, apa
sekarang? Dimana kita (negara bagian,
wilayah, kota ) di RS mana ? ruang apa
Registrasi
3 Nama 3 obyek (1 detik untuk
mengatakan masingmasing) tanyakan
pada lansia ke 3 obyek setelah Anda
katakan. Beri point untuk jawaban
benar, ulangi sampai lansia mempelajari
ke 3 nya dan jumlahkan skor yang telah
dicapai
Perhatian dan Kalkulasi
5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata
“panduan”, berhenti setelah 5 huruf, beri
1 point tiap jawaban benar, kemudian
dilanjutkan, apakah lansia masih ingat
huruf lanjutannya)
Mengingat
3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di
atas, beri 1 point untuk tiap jawaban
benar

208
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 point)
30

Skala depresi, Risiko jatuh, Keseimbangan


Depresi
1.1 Definisi
Depresi adalah bagian dari kelompok gangguan suasana perasaan (mood)
yang memiliki gejala utama: afek depresif, hilangnya minat kegembiraan,
berkurangnya energi sehingga mudah lelah dan menurunkan aktivitas dirinya.
Gejala lainnya antara lain : konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, memiliki
pandangan masa depan yang suram, terdapat gagasan yang membahayakan seperti
bunuh diri, siklus tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.10 Tampilan
depresi dapat bermacam sesuai usia, pada usia yang lebih tua lebih sering didapat
gejala simtomatik.
Depresi menyebabkan penurunan status kesehatan seseorang, disamping
itu berkurangnya, motivasi, emosi, dan kemampuan kognitif menyebabkan
individu dengan depresi menjadi tidak dapat berfungsi secara efektif sehingga
terdapat ketergantungan, kehilangan percaya diri, termasuk penurunan
kemampuan berkomunikasi hingga terjadi gangguan sosial yang dapat
memperburuk kondisi kesehatannya, terutama bagi penderita penyakit kronis dan
berulang. Depresi juga dapat memperparah penyakit, distress, dan meningkatkan
disabilitas. Depresi yang dikombinasikan dengan penyakit kronik akan
memperburuk kondisi kesehatan dan meningkatkan risiko kematian

2.2 Pengukuran Depresi


Banyak instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur depresi, berikut
adalah beberapa diantaranya:
2.1 Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9)
PHQ-9 adalah instrument diagnosis berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders edisi ke empat (DSM-IV) yang spesifik pada

209
kelainan primer seperti depresi, ansietas, alkohol, dan gangguan somatoform yang
memiliki skor 0-30 dengan 9 pertanyaan.19
2.2 Center for Epidemiological Studies Depression Scale (CES-D)
CES-D adalah skala pengukuran depresi yang terdiri dari 9 domain
(kesedihan, kehilangan minat, nafsu makan, tidur, konsentrasi, rasa bersalah,
lelah, gerakan, keinginan bunuh diri) yang tebagi menjadi 20 pertanyaan yang
bersandar pada kriteria diagnosis dari DSM-IV.

2.3 Skala Depresi Geriatri


Skala pengukur depresi yang khusus diperuntukan bagi lanjut usia dengan
usia 60 tahun ke atas.21 Mudah digunakan bagi lansia yang memiliki penyakit
fisik yang hanya bertahan jangka waktu pendek karena format skalanya hanya
“ya” dan “tidak” sehingga penggunaannya sederhana dibanding dengan pilihan
berganda. Koefisien reliabilitas 0,81 dan variabilitas pengamatnya 0,85. Banyak
digunakan di komunitas, perawatan fase akut dan perawatan jangka panjang.
Skala Depresi Geriatri sesuai untuk target populasi yang sedang berada dalam
perawatan gawat darurat, pasien akut yang baru masuk, pasien sub-akut, atau
pasien ambulatori.
Skala Depresi Geriatri terdiri dari 15 pertanyaan yang terdiri dari
komponen psikometri yang menanyakan keadaan partisipan pada hari itu dimana
wawancara berlangsung.
Bila didapati skor 0-4 menandakan normal, 5-9 kecenderungan depresi, >9
indikasi depresi. Memiliki sensitivitas yang tinggi yaitu 92% dan spesifisitas 89%
bila dibandingkan dengan kriteria diagnosis
Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen yang
paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada usia lanjut. GDS
dikembangkan dan divalidasi oleh dua studi. Dalam salah satu studi, dipilih 100
soal dengan tipe jawaban ya/tidak yang berguna untuk membedakan depresi pada
usia lanjut dengan normal usia lanjut, kemudian dipilih 30 pertanyaan yang
mempunyai korelasi tertinggi dengan total skor dengan 100 pertanyaan apabila
diterapkan pada 100 volunter usia lanjut di populasi.

210
Dalam studi satunya, skala 30 pertanyaan divalidasi dengan skala depresi
lain, seperti skala depresi Zung (SDS), dan skala depresi Hamilton (HAMD). Dari
studi lain, didapatkan korelasi antara kriteria klasifi kasi (tidak depresi, depresi
ringan, dan depresi berat) dengan masing-masing skala GDS, SDS, dan HAMD
didapatkan r=0,82 , r=0,69 , r=0,83 dan semuanya secara statistik bermakna. Pada
GDS-30 pertanyaan, didapatkan sensitivitas 84% untuk skor di atas 11 dan spesifi
sitas 95% dengan DSM III sebagai baku emas.3,4
Karena pertanyaan yang panjang dan banyak pada GDS-30 pertanyaan,
dikembangkan versi yang lebih pendek, bervariasi antara 15 pertanyaan dan 1
pertanyaan. Di antara versi-versi tersebut, GDS 15 pertanyaan paling sering
digunakan untuk mendeteksi depresi pada lanjut usia dan dapat berfungsi sebaik
GDS 30 pertanyaan,5 meskipun fakta menunjukkan bahwa GDS-15 sedikit
berbeda dari GDS-30 dalam kemampuannya mendeteksi depresi dan
kapabilitasnya berbeda tergantung jenis kelamin, pengaturan, dan acuan baku
yang digunakan (ICD atau DSM).

Depression Scale (GDS).


Alat skrining ini terdiri dari 30 pertanyaan (GDS panjang) dan 15 pertanyaan
(GDS pendek). Geriatric Depression Scale sangat cocok digunakan untuk
mengukur tingkat depresi pada lansia dengan gangguna kognitif (telah terbukti
dari beberapa penelitian yang telah dilakukan). Kuesioner Geriatric Depression
Scale
No Pertanyaan (dicentang ya/tidak) Ya Tidak
1 Apakah anda puas dengan kehidupan anda?
2 Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi
anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa?
4 Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa?
5 Apakah anda memiliki harapan pada masa depan?
6 Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak
dapat diungkapkan/keluarkan?
7 Apakah anda bersemangat setiap waktu?

211
8 Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang
menimpa anda?
9 Apakah anda merasa bahagia pada sebagian besar
waktu anda?
10 Apakah anda merasa tidak berdaya?
11 Apakah anda merasa resah dan gelisah?
12 Apakah anda lebih memilih di dalam rumah
daripada berjalan-jalan ke luar dan melakukan
sesuatu yang baru?
13 Apakah anda seringkali khawatir akan masa depan
anda?
14 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah
dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyak
orang?
15 Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda
diberikan kehidupan sampai sekarang?
16 Apakah anda merasa murung dan sedih?
17 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan
anda saat kini?
18 Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu (kejadian-
kejadian masa lalu) anda?
19 Apakah anda merasakan bahwa kehidupan ini sangat
menyenangkan / menarik?
20 Apakah anda memiliki kesulitan atau merasa berat
untuk memulai hal yang baru?
21 Apakah anda memiliki energi maksimal (penuh
semangat)?
22 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak
dada harapan?
23 Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik
keadaanya daripada anda?
24 Apakah anda seringkali kesal pada hal-hal sepele?

212
25 Apakah anda seringkali merasa ingin menangis?
26 Apakah anda memiliki kesulitan dalam
berkonsentrasi?
27 Apakah anda senang bangun di pagi hari?
28 Apakah anda lebih memilih untuk menghindari
perkumpulan sosial?
29 Apakah anda mudah untuk membuat keputusan?
30 Apakah pikiran anda jernih seperti biasanya?

Penilaian Geriatic Depression Scale


b. Skor 0 – 9 = Normal
c. Skor 10 – 19 = Depresi Ringan
d. Skor 20 – 30 = Depresi Berat

Tinjauan Umum tentang Keseimbangan pada Lansia


1. Definisi Keseimbangan
Menurut Prasetyo & Indardi (2015) menyatakan bahwa keseimbangan
adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan tubuh dalam suatu posisi
atau sikap tubuh selama kita bergerak. Keseimbangan yang baik akan dibutuhkan
dalam menunjang mobilitas sehari-hari. Selain itu, keseimbangan juga diartikan
sebagai
kemampuan tubuh dalam mengontrol pusat gravitasi (center of gravity) atau pusat
massa tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu (base of support)
(Nurhalimah, 2020). Keseimbangan tentu menjadi komponen utama dalam
melakukan kegiatan di kehidupan sehari-hari seperti saat berdiri tegak hingga
kegiatan yang lebih kompleks seperti berjalan sambil berbicara atau mengganti
arah berjalan (Dunsky et al., 2017). Keseimbangan yang baik ialah ketika tubuh
didukung oleh stabilitas yang optimal dengan mempertahankan dan menstabilkan
posisi tubuh berdasarkan interaksi kompleks antara berbagai struktur saraf, sistem
visual dan vestibular (Espejo-Antúnez, L et al., 2020).

2. Fisiologi Keseimbangan Tubuh

213
Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh receptor vestibular, visual dan proprioseptik. Bagian otak yang
mengatur keseimbangan meliputi basal ganglia, cerebellum, dan area asosiasi.
komponen keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem
somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptik) dan motorik (muskuloskeletal,
otot,
sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon
atau pengaruh internal dan eksternal tubuh (Batson, 2009).
Keseimbangan tubuh di pengaruhi oleh sistem indra yang terdapat di tubuh
manusia yang bekerja secara bersamaan. Jika salah satu sistem mengalami
gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance),
sistem indra yang mengontrol keseimbangan seperti visual, somatosensoris (taktil
& proprioseptik) dan vestibular (Berbudi, 2015). Bagian yang paling penting
dalam menjaga keseimbangan yaitu proprioception. Proprioception merupakan
kemampuan untuk merasakan posisi bagian sendi atau gerak tubuh. Selain itu,
sistem ini bertanggung jawab untuk proprioception umumnya terletak di sendi,
tendon, ligamen dan kapsul sendi, sementara tekanan reseptor sensitif terletak di
kulit dan fascia (Sulaiman & Anggriani, 2018). Sistem somatosensoris mencakup
informasi yang di terima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul
sendi tulang rawan dan geometrri tulang yang terlibat dalam struktur pada setiap
sendi (Berbudi, 2015).Koch et al., (2018) menyatakan bahwa balance
(keseimbangan), weight bearing and forward propultion (dorongan kedepan)
merupakan syarat terbentuknya suatu gait atau gaya berjalan. Secara mekanis,
gaya berjalan atau gait membutuhkan kerja sama antara extremitas atas dan bawah
pada kedua sisi. Ketika satu kaki menyentuh tanah, maka kaki tersebut sebagai
penahan, pendukung gerak dan pendorong. Kemudian kaki lainnya mengayun
untuk membuat satu langkah. Dengan demikian dapat menimbulkan gaya berjalan
atau gait sebagai gerakan bergantian ritmis antara kaki, lengan dan badan untuk
membuat gerak maju. Hal tersebut merupakan hasil integrasi antara tulang, sistem
saraf pusat dan perifer, otot dan faktor lingkungan lainnya.

214
3. Jenis- jenis keseimbangan
Keseimbangan dapat dibedakan menjadi dua, antara lain :
3.1. Keseimbangan Statis
Keseimbangan statis adalah kemampuan seseorang untuk
mempertahankan stabilitas tubuh dalam keadaan diam atau tidak melakukan
pergerakan. Misalnya ketika seseorang diam atau berdiri dengan tenang tanpa
disertai dengan pergerakan (Dunsky et al., 2017). Dalam hal ini, pemeliharaan
posisi seimbang pada keseimbangan statis diperlukan untuk meminimalisir risiko
jatuh pada lansia ketika dalam keadaan duduk ataupun berdiri (Pristianto et al.,
2016).
3.2. Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis adalah kemampuan seseorang untuk
mempertahankan stabilitas selama terjadinya pergerakan. Misalnya saat berjalan
dan berlari (Dunsky et al., 2017). Dalam kehidupan sehari-hari keseimbangan
statis dan dinamis saling berkaitan dan mutlak tidak dapat dipisahkan karena
tubuh manusia jarang sekali dalam keadaan diam yang sempurna tanpa melakukan
gerakan sama sekali (Wijaya, 2015)

.4. Komponen Pengontrol Keseimbangan


Komponen keseimbangan termasuk komponen yang paling berperan
dalam menetapkan posisi dan gerakan tubuh, mulai dari duduk, jongkok, berdiri,

215
jalan, berlari, melompat dan berbagai gerakan tubuh lainnya. Berikut komponen
pengontrol keseimbangan:
4.1. Sistem Informasi Sensoris
1) Visual
Visual dalam sistem sensoris bertanggung jawab terhadap penglihatan agar
tetap fokus pada titik utama guna mempertahankan keseimbangan dan
sebagi monitor tubuh ketika melakukan pergerakan. Dalam hal tersebut
penglihatan sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak
gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika
mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang, maka
tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap memberikan kerja otot
yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2016).
2) Vestibular
Sistem vestibular dalam hal ini berperan penting dalam keseimbangan,
kontrol kepala, gerak kepala dan bola mata. Sistem ini berada dalam
organ-organ telinga bagian dalam, meliputi kanalis semisirkularis,
utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan
sistem labyrinthine. Bertujuan untuk mendekteksi perubahan posisi kepala
dan percepatan perubahan sudut. Sementara itu, vestibulo-occular akan
mengontrol gerak bola mata ketika melihat obyek yang bergerak.
Kemudian meneruskan informasi tersebut melalui saraf canalis VIII
menuju nukleus vestibular yang terdapat pada batang otak. Namun,
beberapa stimulus tidak menuju ke nukleus vestibular, melainkan ke
cerebellum, formatio retikularis, thalamus, dan korteks cerebrum (Watson,
2016). Kemudian nukleus vertibular menerima input dari reseptor
labyrinthine, formatio retikularis, dan cerebellum. Lalu keluar menuju
motor neuron melalui medula spinalis yang menginervasi otot proksimal,
otot punggung (otot-otot postural), otot pada leher. Gangguan fungsi pada
sistem vestibular dapat mengakibatkan vertigo ataupun gangguan
keseimbangan (Watson, 2016).
3) Somatosensory

216
Komponen somatosensory meliputi taktil atau proprioseptif dan persepsi
kognitif. Informasi propriosepsi diteruskan ke otak melalui kolumna
dorsalis medula spinalis. Ada beberapa masukan (input) proprioseptik
menuju cerebellum, tetapi ada juga sebagian kecil melalui lemniskus
medialis dan thalamus menuju ke korteks serebri. Posisi bagian tubuh
bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dan sekitar sendi yang
berasal dari ujung saraf dan beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum.
Dalam hal ini, impuls dari sistem ini dari reseptor raba di kulit dan
jaringan lain serta otot akan diproses pada korteks menjadi kesadaran akan
posisi tubuh agar menjaga keseimbangan (Irfan, 2016).

4.2. Respon Otot-Otot Postural yang Sinergis (Postural Muscles Response


Synergies)
Pada umumnya respon otot-otot postural yang sinergis mengacu pada
waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang berguna dalam
mempertahankam keseimbangan dan kontrol postur. Pada grup otot
extremitas superior dan inferior berperan dalam mempertahankan sikap
postur ketika berdiri tegak serta mengontrol keseimbangan dalam berbagai
gerakan tubuh. Respon dari otot-otot postural yang bekerja secara sinergis
memungkinkan terjadinya keseimbangan tubuh dalam berbagai posisi. Hal
ini sebagai reaksi yang dihasilkan dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya
gravitasi serta alignment tubuh. Selain itu, respon yang tepat dalam
kecepatan dan kekuatan suatau otot terhadap otot lainnya dalam
melakukan fungsi gerak tertentu didukung oleh otot-otot yang bekerja
secara sinergis (Irfan, 2016).
4.3. Kekuatan Otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot sangat diperlukan dalam beraktivitas. Gerakan yang
dihasilkan oleh tubuh disebabkan karena terjadinya peningkatan tegangan
otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat diartikan sebagai
kemampuan otot dalam menahan beban external(external force) maupun
beban internal (internal force). Kekuatan otot erat kaitannya dengan sistem
neuromuscular yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf dalam

217
mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi. Maka dari itu, semakin
banyak serabut otot yang teraktifkan, semakin banyak pula kekuatan yang
dihasilkan oleh otot tersebut (Fuchs,2018).
Kekuatan otot secara langsung berhubungan terhadap kemampuan otot
untuk melawan gaya gravitasi dan beban eksternal lainnya secara terus-
menerus mempengaruhi posisi tubuh. Pada extremitas inferior, kekuatan
otot harus adekuat dalam mempertahankan keseimbangan tubuh agar
terjaga dengan baik saat adanya gaya dari luar (Fuchs, 2018).
4.4. Sistem Adaptif (Adaptive Systems)
Kemampuan sistem adaptasi akan memodifikasi masukan (input) sensoris
dan keluaran (output) motorik saat terjadi perubahan tempat sesuai dengan
karakteristik lingkungan (Fuchs, 2018).
4.5. Lingkup Gerak Sendi (Joint Range of Motion)
Menurut irfan (2016) menyatakan bahwa kemampuan sendi untuk
membantu pergerakan tubuh serta mengarahkan gerakan. Utamanya pada
gerakan yang membutuhkan keseimbangan tinggi.

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan


5.1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity/ COG)
Pusat Gravitasi (Center of gravity/ COG) merupakan titik pusat gravitasi
yang terletak tepat di tengah benda. Pusat gravitasi adalah titik utama pada
tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Tubuh akan
tetap dalam keadaan seimbang apabila selalu di topang oleh titik pusat
gravitasi. Akan tetapi, apabila terjadi perubahan postur tubuh maka titik
pusat gravitasi juga akan berubah, sehingga mengakibatkan keseimbangan
tubuh ikut terganggu. Center of gravity pada manusia ketika berdiri tegak
adalah tepat di atas pinggang di antara depan dan belakang vertebrae
sacrum 2 (S2) (Sulaiman & Anggriani, 2018)

218
5.2. Garis Gravitasi (Line of Gravity/ LOG)
Menurut Yiou et al., (2017) menyatakan bahwa garis gravitasi (Line of
gravity/ LOG) merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui
pusat gravitasi (center of gravity) dengan pusat bumi. Line of gravity dan
center of gravity gravitasi terhadap bidang tumpu berhubungan dalam
menentukan derajat stabilitas tubuh. Maka dari itu, derajat stabilitas tubuh
dipengaruhi oleh empat faktor meliputi ketinggian dari titik pusat gravitasi
terhadap bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi
dengan bidang tumpu, dan berat badan.

5.3. Bidang Tumpu (Base of Support/ BOS)


Yiou et al., (2017) menyatakan bahwa bidang tumpu (Base of Support/
BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan
tumpuan. Ketika line of gravity (LOG) berada tepat pada base of support
(BOS), maka tubuh dalam kondisi seimbang. Permukaan tumpu adalah
dasar tempat bertumpu atau berpijak baik di lantai, tanah, balok, kursi,

219
meja, tali atau tempat lainnya. Luas area bidang tumpu menjadi penentu
terciptanya stabilitas yang baik. Semakin luas andasan bidang tumpu, juga
semakin dekat jarak bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas
tubuh semakin maksimal “dapat dilihat pada gambar 4(A)’’. Berdiri
dengan kedua kaki akan jauh lebih stabil jika dibandingkan berdiri dengan
satu kaki “dapat di lihat pada gambar 4(B) dan 4(C)’’. Seperti halnya pada
gambar 4(E) stabilitas tubuh ketika dua tangan dan kaki berada di atas
tanah akan jauh lebih stabil jika dibandingkan dengan gambar 4(D) yang
hanya menggunakan satu tangan dan dua kaki.

5.4. Kondisi Mental


Kondisi mental memiliki efek yang besar pada fungsi keseimbangan
statis pada lansia. Populasi lansia cenderung mengalami masalah mental seperti
depresi, ketidakmampuan konsentrasi hingga perilaku emosional. Depresi
meningkatkan risiko jatuh indoor dan outdoor. Gejala depresi yang lebih tinggi
akan membuat kemungkinan risiko jatuh lebih besar (Pu et al., 2015).
5.5. Kondisi Tidur
Kondisi tidur pada lanjut usia memiliki efek terhadap keseimbangan.
Sementara individu yang kurang tidur akan merasa lelah dan menunjukkan
ketidakstabilan postur selama tes keseimbangan. Kurang tidur juga menyebabkan
pengurangan kemampun adaptasi serta terjadi penyimpangan perhatian dan
mempengaruhi stabilisasi postural. Lansia yang memiliki kondisi tidur yang buruk
akan memiliki fungsi kognitif yang lebih buruk sehingga mengakibatkan
penurunan keseimbangan (Pu et al., 2015).

220
5.6. Aktifitas Fisik
Pada lansia yang melakukan aktivitas fisik akan memiliki stabailitas
postural yang lebih baik serta dapat meningkatkan kekuatan dan keseimbangan.
Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang, aktivitas
transportasi seperti berjalan, bersepeda, aktivitas pekerjaan serta latihan fisik
seperti olahraga dan senam. Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi faktor risiko
gangguan keseimbangan (Placas, 2015)

2.6. Pengukuran Keseimbangan dengan Dynamic Gait Index (DGI)


Pengukuran keseimbangan merupakan alat ukur yang digunakan untuk
menilai tingkat gangguan keseimbangan yang mungkin akan terjadi. Gangguan
keseimbangan dan vestibular erat kaitannya dengan kejadian jatuh pada lansia.
Untuk mencegah hal tersebut banyak metode yang telah dikembangkan untuk
menilai gangguan keseimbangan, salah satu metode untuk menilai keseimbangan
yaitu Dynamic Gait Index (DGI). Dynamic Gait Index dikembangkan untuk
menguji kemampuan individu dalam menjaga keseimbangan sambil menanggapi
tuntunan tugas yang di berikan. Tes ini berguna pada individu yang bermasalah
pada vestibular dan keseimbangan (Mohamed et al., 2020).
Taguchi, dkk., (2018) menyatakan bahwa gaya berjalan dengan Dynamic
Gait Index (DGI) sangat disarankan untuk lansia dengan perubahan kemampuan
gaya berjalan sebagai respons terhadap delapan tugas yang akan dilakukan
sehingga DGI sangat berguna secara klinis untuk menunjukkan gangguan
keseimbangan di masa depan pada orang tua.

Tinjauan Umum Tentang Faktor Risiko Jatuh pada Lansia


3.1. Definisi Risiko Jatuh
Jatuh adalah suatu peristiwa yang menyebabkan seseorang yang
sadar secara tidak sengaja menjadi berada di permukaan tanah atau lantai
tanpa disaksikan oleh orang lain. Hal ini tidak termasuk jatuh akibat
pukulan keras, kehilangan kesadaran atau kejang (Arimbawa, 2016).
Sementara risiko jatuh menurut Herdman & Kamitsuru (2018) merupakan
kondisi terjadinya peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat

221
menyebabkan cedera fisik. Risiko jatuh pada usia lanjut meningkat seiring
bertambahnya factor risiko jatuh di antaranya yaitu usia, kondisi patologis
dan faktorm lingkungan. Oleh karena itu akan mengalami kemunduran
atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan
fungsional yaitu mengalami penurunan kekuatan dan kontraksi otot,
elastisitas dan fleksibilitas otot (Deniro et al., 2017). Jatuh dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi mulai dari yang paling ringan
seperti memar atau keseleo hingga yang paling berat dapat berupa patah
tulang atau bahkan dapat menyebabkan kematian (Fristantia et al., 2017).
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Jatuh
Menurut Fristantia et al., (2017) menyebutkan bahwa faktor risiko
jatuh pada lanjut usia terbagi menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan factor
ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh
individu itu sendiri sedangkan faktor ekstrinsik merupakan factor yang berasal
dari luar tubuh individu itu sendiri. Adapun secara umum, faktor intrinsik maupun
faktor ekstrinsik penyebab jatuhnya lansia adalah sebagai berikut:
2.1. Faktor intrinsik
1. Usia
Umur erat kaitannya dengan proses pertumbuhan dan proses penuaan.
Dalam hal ini, usia mempengaruhi risiko jatuh dari seseorang. Pada lanjut
usia angka kematian akibat jatuh lebih tinggi dikarenakan proses penuaan
menyebabkan
terjadinya penurunan fungsi tubuh secara umum (Nurmalasari et al., 2018).
2. Jenis Kelamin
Jatuh sering kali terjadi pada lanjut usia, akan tetapi perempuan cenderung
lebih mudah jatuh daripada laki-laki. Hal tersebut dikarenakan terdapat
perbedaan anatomi yang menyusun komponen ekstremitas bawah,
perbedaan kekuatan otot dan kelenturan ligamen akibat perbedaan
hormonal, serta faktor antropometri (Nurmalasari et al., 2018).
3. Muskuloskeletal
Proses menua dapat ditandai dengan perubahan komposisi tubuh berupa
penurunan massa otot maupun massa tulang. Perubahan tampak signifikan

222
pada massa tubuh yang hilang 1-2% setiap tahun dan penurunan kekuatan
kisaran 1,5-5% setiap tahun (Lintin & Miranti, 2019). Penurunan fungsi
dan kekuatan otot akan menyebabkan kemampuan mempertahankan
keseimbangan tubuh berkurang, hambatan gerak, maupun peningkatan
risiko jatuh pada lansia (Utami, 2017).
4. Pola Jalan
Perubahan fase berjalan sering ditemukan seiring bertambahnya usia
seseorang. Kecepatan berjalan akan mengalami penurunan sebesar 1%
setiap tahunnya. Penurunan panjang langkah merupakan faktor penyebab
turunnya kecepatan berjalan, bukan karena perubahan irama berjalan
(Pirker & Katzenschlager, 2016). Sedangkan menurut Cruzjimenez (2017)
pada lansia, penurunan kecepatan disebabkan oleh penurunan panjang dan
irama langkah serta hilangnya kekuatan otot. Kelompok otot yang terkait
dengan kelemahan ini sama seperti yang diamati sebagai protagonis dalam
siklus gaya berjalan seperti dorsiflexor pergelangan kaki, plantar flexor
pergelangan kaki, ekstensor lutut, fleksor pinggul, dan ekstensor panggul.
5. Keseimbangan
Menurut Cruz-jimenez (2017) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
keseimbangan memburuk seiring bertambahnya usia dan menyebabkan
risiko tinggi untuk jatuh. Tubuh menggunakan sistem kontrol yang bekerja
sama untuk meningkatkan gaya berjalan dan keseimbangan yang stabil.
Sistem ini adalah sistem saraf pusat (SSP) yang memungkinkan
pengiriman informasi ke sistem muskuloskeletal untuk pemeliharaan dan
pergerakan tubuh, sistem sensorik berfungsi untuk umpan balik serta
gerakan yang berulang dan penglihatan. Informasi eksternal diperoleh dan
digunakan untuk mengelolah permukaan yang tidak rata dan
meningkatkan stabilitas dinamis.
6. Takut
Takut jatuh mempengaruhi perubahan parameter gaya berjalan spasial dan
temporal pada lansia. Secara khusus, mereka menyatakan bahwa
dibandingkan dengan seseorang yang tidak kenal takut, seseorang yang
takut menunjukkan kecepatan berjalan lebih lambat, panjang langkah lebih

223
pendek, lebar langkah meningkat, dan waktu lebih untuk double-support.
Ketakutan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan membatasi
mobilitas, sosial interaksi, perasaan sejahtera, dan kualitas hidup. Rasa
takut ini tidak terbatas pada komponen emosional dan sosial (Cruz-
jimenez, 2017).
7. Riwayat Penyakit
Penyakit kronik seperti stoke dan parkinson’s disease merupakan faktor
terjadinya risiko jatuh pada lansia (CDC, 2015). Penelitian yang dilakukan
oleh Nurmalasari et al., (2018) menemukan bahwa terdapat 38-87%
penderita
parkinson memiliki riwayat jatuh dan kejadian jatuh yang cenderung
berisiko terulang kembali sehingga menyebabkan hilangnya kemandirian,
isolasi sosial, dan depresi.
2.2. Faktor Ekstrinsik
1. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal lansia merupakan salah satu faktor intrinsik
yang dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Penelitian yang
dilakukan oleh Dady et al., ( 2020) menemukan bahwa kondisi lingkungan
fisik tempat tinggal lansia berpotensi meningkatkan risiko jatuh seperti
tangga tanpa pegangan, permukaan yang tidak rata, perubahan ketinggian
yang tidak memiliki tanda, tangga rusak dan lantai yang licin. Rudy &
Setyanto (2019) juga mengemukakan bahwa penerangan cahaya yang
minim cenderung membuat lansia gampang terpeleset ataupun tersandung.
2. Alat Bantu
Lansia yang memiliki kesulitan pada anggota gerak dan berjalan sangat
membutuhkan alat bantu untuk menopang beban tubuh yang sudah tidak
kuat. Penggunaan alat bantu jalan digunakan untuk menyeimbangkan
tubuh agar tidak mudah mengalami jatuh. Namun, dalam pemakaian alat
bantu jalan harus disesuaikan dengan anatomi tubuh karena pemilihan alat
bantu jalan yang tidak tepat dapat mengakibatkan bertambah buruknya
gaya berjalan serta dapat berisiko kejadian jatuh pada lansia (Idris &
Kurnia, 2017).

224
3. Penggunaan obat-obatan
Dalam penelitian Rahmawati et al., (2019) menyatakan bahwa gangguan
kesehatan sangat sering terjadi pada lansia, hal ini membuat lansia harus
mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Jarang diketahui bahwa
mengkonsumsi obat tertentu merupakan salah satu faktor ekstrinsik
penyebab risiko jatuh. Prevalensi jatuh akibat gangguan kesehatan dan
penggunaan obat mencapai 18%. Beberapa obat yang tergolong dapat
menyebabkan jatuh (falls risk medicines/FRM) merupakan jenis obat
psikoaktif yang bersifat sedatif (Annisa et al., 2019). Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Rahmawati et al., (2019) yang juga memaparkan
golongan obat yang termasuk dalam penyebab jatuh FRM antara lain
analgesik termasuk opioid, antipsikotik, antikonvulsan, benzodiazepin,
antihipertensi, obat jantung, antiaritmia, antiparkinson, dan diuretik.
3.3. Dampak Risiko Jatuh
Jatuh pada lansia menjadi penyebab utama rawat inap, kecacatan,
morbiditas dan mortalitas tinggi, ketakutan untuk jatuh dan hilangnya
kemandirian pada lansia (Allali et al., 2017). Dampak yang terjadi akibat
jatuh adalah cedera fisik. Cedera fisik akibat jatuh bisa berupa fraktur,
dislokasi, memar, hemarthrosis, dan subdural hematom (Susilo et al.,
2017). Sedangkan menurut Gamage et al., (2019) menyebutkan bahwa
jatuh dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri lansia untuk dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain, cedera jaringan
lunak yang berkelanjutan termasuk memar, lecet, serta pembengkakan
pada wrist dan hip.
3.4. Pengukuran Risiko Jatuh
4.1. Time Up and Go Test (TUG)
Pengukuran risiko jatuh merupakan alat ukur yang digunakan untuk
menilai tingkat risiko jatuh yang mungkin akan terjadi. Salah satu
pengukuran yang banyak digunakan untuk mengukur risiko jatuh yaitu
Timed Up and Go Test (TUGT). Time up and go test dijadikan sebagai
alat skrining untuk memprediksi risiko jatuh. Tes ini merupakan tes
sederhana yang hanya mengukur dengan menggunakan waktu (Chow et

225
al., 2018). Nurmalasari et al., (2018) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa TUG merupakan tes dasar untuk memeriksa mobilitas fungsional
yang memiliki intraclass correlation coefficient tinggi yaitu 0,98. Dengan
demikian Timed up and go test (TUG) bertujuan untuk menilai status
fungsional seperti mobilitas, keseimbangan, kemampuan berjalan, dan
risiko jatuh pada lanjut usia. Keuntungan dari tes “Timed Up and Go”
adalah menggunakan alat yang sederhana yaitu stopwatch dan kursi serta
dapat dilakukan dimana saja. Selain itu tes ini bisa melihat ekspresi dari
penderita, sebagai contoh penderita yang bangkit dari kursi dengan
merintih atau merasa kesakitan perlu dicurigai adanya penyakit sendi
(Dunsky et al., 2017). Adapun prosedur tes dengan posisi awal lansia
duduk bersandar dengan lengan berada pada penyangga lengan kursi. Pada
saat peneliti memberi aba-aba “mulai” lansia berdiri dari kursi kemudian
berjalan sesuai dengan kemampuannya dengan menempuh jarak 3 meter
menuju ke dinding atau lakban sebagai garis penanda lalu berbalik menuju
ke kursi dan duduk kembali. Waktu dihitung sejak aba-aba “mulai” sampai
lansia duduk bersandar kembali. Interpretasi dari tes ini yaitu jika waktu
tempuh ≤ 14 detik =
Risiko jatuh rendah, sedangkan ≥ 14 detik = Risiko tinggi untuk jatuh
(Annisa et al., 2019).

4.2. Berg Balance Scale (BBS)


Berg Balance Scale (BBS) merupakan merupakan salah satu instrumen
skala penilaian yang baik dan akurat untuk memprediksi risiko jatuh. Secara
umum BBS di anggap sebagai gold standard untuk pengukuran risiko jatuh pada

226
lansia. BBS sebagai alat penilaian yang valid untuk memprediksi risiko jatuh
rendah, sedang dan tinggi ketika diterapkan pada lansia yang memiliki penyakit
yang mempengaruhi keseimbangan. BBS dikenal sebagai alat yang hemat biaya
dan menghemat waktu, di antaranya yaitu mudah di lakukan di lokasi manapun
serta memerlukan peralatan sederhana (S. H. Park & Lee, 2017). BBS
dikembangkan untuk mengevaluasi kemampuan keseimbangan statis dan dinamis
melalui pengamatan langsung dari tiga domain yaitu duduk, berdiri dan mengubah
postur (Concha-Cisternas, 2019). Skala tersebut berisi 14 item pengukuran yang
dinilai pada skala ordinal 5 poin, dari 0 sampai 4. Nilai 0 diberikan apabila lansia
tidak mampu melakukan tugas yang diberikan dan nilai 4 diberikan apabila lansia
mampu menyelesaikan tugas sesuai kriteria yang diberikan. Persiapan yang di
perlukan dalam pengukuran berg balance scale di antaranya yaitu stopwatch,
penggaris, kursi dan penanda lainnya. Berg balance scale dilakukan selama 15- 20
menit. Nilai maksimun pada pengukuran ini adalah 56 poin (Dadgari et al., 2015).
Beberapa penelitian telah melakukan BBS sebagai uji prediktor jatuh
menyimpulkan BBS merupakan tes sensivitas dan spesifisitas untuk memprediksi
jatuh di antara komunitas lansia (Dadgari et al 2015). Sebanyak 21 studi
melaporkan validitas prediktif BBS sebagai alat penilain risiko jatuh. Berg dkk
menunjukkan BBS memiliki reliabilitas dan validitas yang baik di antara lansia
dengan riwayat stroke dan parkinson (S. H. Park & Lee, 2017)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Fisik / Biologis
a. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh s.d. intake yang
tidak adekuat)
b. Gangguan persepsi s.d. gangguan pendengaran/penglihatan.
c. Kurangnya perawtan diri s.d. menurunnya minat dalam merawat
diri.
d. Resiko cidera fisik (jatuh) s.d. penyesuaian terhadap penurunan
fungsi tubuh tidak adekuat.
e. Perubahan pola eliminasi s.d. pola makan yang tidak efektif.
f. Gangguan pola tidur s.d. kecemasan atau nyeri.

227
g. Gangguan pola nafas s.d. penyempitan jalan nafas.
h. Gangguan mobilisasi s.d. kekakuan sendi.
2. Spiritual
a. Reaksi berkabung / berduka s.d. Ditinggal pasangan.
b. Penolakan terhadap proses penuaan s.d. Ketidaksiapan
menghadapi kematian.
c. Marah terhadap tuhan s.d. Kegagalan yang dialami.
d. Perasaan tidak tenang s.d. Ketidakmampuan melakukan ibadah
secara tidak tepat.

3. Intervensi Keperawatan
Tujuan perencanaan : Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin
sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik, psikologis, dan sosial
dengan tidak tergantung pada orang lain.
Tujuan tindakan keperawatan, ditujukan pada pemenuhan kebutuhan
dasar :
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
a. Peran pemenuhan kebutuhan gizi untuk mempertahankan
kkesehatan dan kebugaran serta memperlambat timbulnya penyakit
degenaratif sehingga menjamin hari tua tetap sehat dan aktif.

b. Masalah yang sering dihadapi : penurunan alat penciuman dan


pengecapan, pengunyahan kurang sempurna, rasa kurang nyaman
saat makan karena gigi tidak lengkap, rasa penuh diperut dan
kesukaran BAB karena melemahnya otot lambung dan peristaltik
usus sehingga nafsu makan berkurang.
c. Menolak makan/makan berlebihan akibat kecemasan dan putus asa
akibat gangguan tugas perkembangan.
d. Masalah gizi yang sering timbul : gizi berlebihan, gizi kurang,
kekurangan vitamin, kelebihan vitamin.
Intervensi :
a. Berikan makanan porsi kecil tapi sering.
b. Berikan banyak minum dan kurangi makan.

228
c. Usahakan makanan banyak mengandung serat
d. Batasi makanan yang mengandung kalori seperti gula, makanan
manis, minyak, makanan berlemak. (Kebutuhan kalori laki-laki
2100 kalori, wanita 1700 kalori)
e. Air 6 – 8 gelang/hari.
f. Membatasi minum kopi dan teh.
2. Meningkatkan keamanan dan keselamatan.
Kecelakaan yang sering terjadi : jatuh, kecelakaan lalu lintas,
kebakaran è karena fleksibilitas kai mulai berkurang, penurunan
fungsi pendengaran dan penglihatan, lingkungan yang kurang aman
Intervensi:
a. Biarkan menggunakan alat bantu
b. Latih untuk / mobilisasi
c. Menggunakan kaca mata
d. Menemani bila berpergian
e. Ruangan dekat kantor
f. Meletakkan bel dibawah bantal
g. Tempat tidur tidak terlalu tinggi
h. Menyediakan meja kecil dekat tempat tidur
i. Lantai bersih, rata dan tidak licin / basah
j. Peralatan yang menggunakan roda dikunci
k. Pasang pengaman dikamar mandi
l. Hindari lampu yang redup dan yang menyilaukan (lampu 70-100
watt)
m. Gunakan sepatu dan sandal yang beralas karet

3. Memelihara kebersihan diri


Sebagaian lansia mengalami kemunduran /motivasi untuk melakukan
perawatan diri secara teratur karena penurunan daya ingat, kebiasaan
di usia muda, kelemahan dan tidak mampuan.
Masalah : keringat berkurang, kulit lansia bersisik, kering
Intervensi :
a. Mengingatkan / membantu

229
b. Menganjurkan untuk menggunakan sabun lunak dan gunakan skin
lotion.
4. Memelihara keseimbangan istirahat / tidur.
Masalah yang sering terjadi :gangguan tidur
Intervensi :
a. Menyediakan tempat tidur yang nyaman
b. Mengatur lingkungan yang cukup ventilasi
c. Melatih melakukan latihan fisik yang ringan (berkebun, berjalan,
dll)
5. Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi efektif.
Masalah yang sering ditemukan : penurunan daya ingat, pikun,
depresi, lekas marah mudah tersinggung, curiga dapat terjadi karena
hubungan interpersonal yang tidak adekuat
Intervensi :
a. Berkomunikasi dengan kontak mata
b. Memberikan stimulus/mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang
akan dilakukan
c. Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan

d. Menghargai pendapat lansia


e. Melibatkan lansia dalam kegiatan sehari–hari sesuai dengan
kemampuan.

1. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan
informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (budiro,1998).
Penyuluhan atau pendidikan kesahatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berdasarkan perinsip perinsip untuk belajar mencapai sutau keadaan,
dimanan individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup
sehat tahu bagai mana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara
perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.

230
2. Range Of Motion (ROM)
Range of motion (ROM) adalah serangkaian gerakan yang terjadi pada
persendian dari awal sampai akhir gerakan (Widiarti, 2016). ROM digunakan
sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan atau menyatakan batas gerakan
sendi yang abnormal (Noor, 2016). Sedangkan menurut Kisner dan Allen, tahun
2017 menyatakan rentang gerak sendi merupakan teknik dasar yang digunakan
dalam pemeriksaan gerak dan memasukannya dalam program intervensi
terapeutik.
Latihan gerak aktif-pasif atau range of motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap.
Menurut pengertian lain Range of Motion (ROM) merupakan latihan yang
dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sendi yang telah
berkurang disebabkan oleh kecelakaan, atau tidak dipergunakan, dan berbagai
macam proses penyakit. Latihan tersebut berguna untuk persiapan melakukan
aktivitas selanjutnya (Suarti et al, 2009).

Tujuan dari Range of Motion (ROM)


1 Mengidentifikasi adanya keterbatasan gerak
2 Mengurangi resiko/bahaya dampak dari imobilisasi
3 Mencegah kontraktur
4 Memenuhi kebutuhan aktivitas dan latihan (Hidayati, 2014).

Manfaat Range of Motion (ROM)


Manfaat dilakukannya ROM yaitu untuk mempertahankan mobilitas sendi
dan jaringan lunak guna mengurangi hilangnya fleksibilitas jaringan dan
pembentukan kontraktur (Kisner & Allen, 2017)

3. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi modalitas yang sangat
penting untuk dilaksanakan karena akan membantu anggota saling berhubungan
satu sama lain dan dapat menghilangkan perasaan sedih, murung, tidak

231
bersemangat, tidak berharga, putus harapan bahkan sampai perasaan ingin bunuh
diri karena dari Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) tersebutlah mereka dapat
saling berdiskusi satu sama lain dan saling mengutarakan perasaan yang
terpendam selama ini. Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki
hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang
sama (Stuart & Laraia 2001 dikutip dari Keliat, 2005).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep,
2008). TAK terdiri dari 4 jenis yaitu: stimulasi kognitif/persepsi, stimulasi
sensori, orientasi realita, sosialisasi. Menurut Stuart & Laraia 2005 ada 3 sesi
TAK Stimulasi Sensori yaitu antara lain 1. Mendengarkan music; 2. Menggambar;
3. Menonton TV/Video
TAK ini perlu dilakukan agar para anggota kelompok (pasien) mampu
melakukan interaksi social, yaitu dengan cara sosialisasi yang dapat memantau
dan meningkatkan hubungan interpersonal klien, yang dapat di mulai dari saling
mengenal dengan orang lain dan menciptakan hubungan harmonis dengan orang
lain. Dalam TAK juga, bisa diberikan informasi tentang cara pemecahan masalah.

5. Imobilisasi/Ambulasi
Definisi
Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiriyang dialami seseorang. Mobilisasi adalah pengerahan yang memberikan
kebebasan dankemandirian bagi seseorang. Mobilisasi adalah pusat utuk
berpartisipasidalam menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas optimal
sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia. Mobilitas
bukanmerupakan sesuatu yang absolut dan statis dalam menentukankemampuan
untuk berjalan, tetapi mobilitas optimal merupakan sesuatuyang individualistis,
relatif dan dinamis yang tergantung pada interaksiantara faktor-faktor lingkungan
dan sosial, afektif dan fungsi fisik.Mobilitas didefinisikan secara luas sebagai
tingkat aktivitas yang kurangdari mobilitas optimal. Studi-studi tentang insidens
diagnosiskeperawatan yang digunakan untuk lansia yang berada di institusi
perawatan mengungkapakan bahwa hambatan mobilitas fisik adalahdiagnosis

232
pertama atau kedua yang paling sering muncul. Keletihan dankelemahan batasan
karakteristik intoleransi aktivitas, telah diketahuisebagai penyebab paling umum
kedua yang paling sering terjadi yangmenjadi keluhan pada lansia.
Penyebab imobilitas bermacam-macam, berbagai ancaman dari imobilitas
fisik dapatdikategorikan berhubungan dengan lingkungan internal dan
eksternalatau dengan kompetensi dan sumber-sumber internal dan eksternal klien.

5.Evaluasi

Evaluasi atau tahap penilaian merupakan tindakan perbandingan yang


sistematis yang terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah di
tetepkan, di lakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluaraga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien untuk mencapai tujuan yang di sesuaikan dengan kriteria hasil
pada tahap perencanaan (Sri Wahyuni, 2016).
Evaluasi dapat di lakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP:
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A: Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontraksi
dengan masalah yang ada
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil Analisa pada respon klien
Rencana tindak lanjut dapat berupa: rencana di teruskan jika masalah tidak
berubah, rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah
dilanjutkan tetapi hasil belum memuaskan, rencana dibatalkan jika ditemuka
masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama
dibatalkan, rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan dengan kondisi yang baru
(Hermanus, 2015)
Menurut Olfah, Y (2016) ada 3 kemungkinan keputusan pada tahapan
evaluasi: klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga
rencana mungkin di hentiakan

233
1) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga perlu
penambahan waktu, resources, dan intervensi dan sebelum tujuan berhasil
2) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan, sehingga perlu
a. Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat
b. Membuat outcome yang baru, mungkin outcome pertama tidak realitis atau
mungkin keluarga tidak menghendaki terhadap tujuan yang disusun oleh
perawat
c. Intervensi keperawatan terus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk
mencapai
tujuan sebelumnya

Rangkuman

Jumlah usia lanjut yang meningkat saat ini akan mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Untuk itu perlu
pengkajian masalah usia yang lebih mendasar agar tercapai tujuan pembinaan
kesehatan usia yaitu mewujudkan derajat kesehatan serta optimal.

Dalam peningkatan peranan serta masyarakat dapat dilaksanan dengan


bentuk penyuluhan kesehatan yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanan dan penilaian upaya kesehatan usia lanjut dalam rangka menciptakan
kemadirian masyarakat.

Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi
keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik,
sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia
berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang

Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula


penderita golongan ini yangmemerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan
segmen populasi lain, populasi lanjut usiadimanapun selalu menunjukkan
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasilain. Disamping
itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini
selalumembutuhkan derajat keperawatan yang tinggi

234
Tugas:
Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a. Dosen membentuk 4 kelompok untuk tugas pertemuan 5 yang terdiri
dari 4-5 orang.
b. Klpk 1.Pengkajian, analisa data keperawatan komunitas pada lansia
c. Klpk 2.Diagnosa keperawatan komunitas pada lansia
d. Klpk 3 Memprioritaskan keperawatan komunitas pada lansia
e. Klpk 4 Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas pada lansia
f. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk makalah kelompok ke dalam MS
Word kertas A4 dengan Font Times New Roman 12 spasi 1,5
menggunakan Cover yang berisi tanggal pengerjaan, judul tugas, nama-
nim anggota kelompok, dan program studi.
g. Mengkomunikasikan dan menanggapi hasil analisis setiap kelompok

Tugas Mandiri
•Mengerjakan soal pre test dan posttest yang telah di sediakan di SPADA

235
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T. & Mc. Farlane, J.M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas :
Teori dan Praktek. Jakarta: EGC..

Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC].

Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,

Kartika Sari. 2012. SKRIPSI: Gambaran tingkat depresi pada lansia di PSTW
Budi Mulia. FIK UI

https://www.researchgate.net/publication/338994897_Multiple_factor_analysis_of
_neuropsychology_in_elderly_patients_with_depressi

Kushariyadi. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :


Salemba Medika

Friedman, M. Marliyin. 2010. Family Nursing Research. Theory and Practice. (5


Th Ed). CT : Appleton-Century-Cropts.

Mansjoer, Arief. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


EGC

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua. Jakarta:


EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4.Volume 2.
Jakarta: EGC.

Sri Rahayu dkk. 2000. Nutrisi untuk klien Hipertensi. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002 Buku Ajar Keperawatan Medikal

236
BAB VIII

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS


POPULASI RENTAN
Meriani H.SKM., S.Kep., M.Biomed
Christina M.T.Bolon, S..Kep., Ns.,M.Kes

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti
penduduk). Didalam pelajaran ekologi, populasi adalah sekelompok
individu yang sejenis. Apabila kita membicarakan populasi, haruslah
disebut jenis individu yang dibicarakan dengan menentukan batas – batas
waktunya serta tempatnya. Jadi, populasi adalah Kumpulan individu
sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau
sehat (Kaakinen, Hanson, Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004).
Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain genetik, usia,
karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika
seseorang dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi
atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan kelompok-
kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau
rawan untuk menerima pelayanan kesehatan.
Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak
peraturan perundangundangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan,
tetapi tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang
sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi
manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-
undangan yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang
berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan.
Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di

237
negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan
legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai
masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga
membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara
tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.

B. Deskripsi Materi
Pertemuan ini membahas tentang Asuhan keperawatan kesehatan
komunitas populasi rentanmeliputi: Defenis populasi rentan, Macam-
macam populasi rentan, Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
populasi rentan, Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada
setiap agregat , Peran perawat komunitas dalam menangani populasi
rentan, Popiulasi Rentan: penyakit mental, Populasi Rentan: kecacatan,
Populasi terlantar (Pemulung, Anak dengan kebutuhan khusus/SLB,
Dewasa dengan penyakit mental)

C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Harapkan


Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa
mencapai Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yaitu mampu
menerapkan Asuhan keperawatan komunitas populasi rentan, penyakit
mental, kecacatan dan populasi terlantar komunitas populasi rentan.

D. Uraian Materi
I. Defenisi populasi rentan
II. Macam-macam populasi rentan
III. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan populasi rentan
IV. Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada setiap agregat
V. Peran perawat komunitas dalam menangani populasi rentan
VI. Popiulasi Rentan: penyakit mental
VII. Populasi Rentan: kecacatan
VIII. Populasi terlantar

238
IX. Pesantren
X. Pemulung
XI. Anak dengan kebutuhan khusus/SLB
XII. Dewasa dengan penyakit mental

239
I. Defenisi Populasi Rentan

Populasi rawan/rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang


memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima
pelayanan kesehatan (Flaskerud & Winslow, 1994).
Kelompok populasi rawan adalah Bagian dari kelompok populasi
yang memiliki kecenderungan lebih untukmengalami masalah kesehatan
sebagai akibat dari terpajannya terhadap risiko atau memperoleh hasil dari
masalah kesehatan yang lebih buruk dari kelompok populasi lain secara
keseluruhan.
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit
dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5
ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa
setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Dalam Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah
orang lanjut usia, Anak anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang
cacat.
Keberadaan kelompok rentan yang antara lain mencakup anak,
kelompok perempuan rentan, penyandang cacat, dan kelompok minoritas
mempunyai arti penting dalam, masyarakat yang tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai HAM. Untuk memberikan gambaran keempat kelompok
masyarakat tersebut selama ini, maka penelaahan perlu diawali dengan
mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di dalam masyarakat.
Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa masih dijumpai
keadaan dari kelompok rentan yang belum sesuai dengan kondisi yang
diharapkan. Upaya perlindungan guna mencapai pemenuhan hak
kelompok rentan telah banyak dilakukan Pemerintah bersama masyarakat,
namun masih dihadapkan pada beberapa kendala yang antara lain berupa:
kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah, belum terlaksananya
sosialisasi dengan baik, dan kemiskinan yang masih dialami masyarakat.

240
II. Macam-macam Populasi Rentan
Menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwayang tergolong ke
dalam Kelompok Rentan adalah:
a. Anak jalanan
Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, mencari
nafkah atau berkeliaran dijalan-jalan atau tempat umum lainnya (Sudarsono,
2009). Pengertian anak jalanan menurut dinas sosial propinsi DIY tahun 2010
adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan waktunya dijalanan sampai
dengan umur 18 tahun. Anak jalanan adalah anak yang penampilannya
kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi Departemen
Sosial RI, 2005.
Anak-anak jalanan sering melakukan tingkah laku yang meresahkan
masyarakat, salah satu tingkah lakunya yaitu tingkah laku agresi. Perilaku agresi
yang muncul ini disebabkan karena adanya tekanan-tekanan dari lingkungan dan
ketidak berdayaan serta ketidakmampuan anak untuk menangani permasalahan-
permasalahannya yang menimbulkan perasaan frustrasi di dalam diri anak, pada
anak yang memiliki tipe kepribadian tertentu yang tidak tahan terhadap perubahan
berpotensi dengan perilaku ngelem Moci (2013). Eysenck dalam teori
kepribadiannya membagi tipe keprbadian menjadi bagian-bagian yang bergerak
secara kontinum (dimensional) Nasution (2004).
Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian waktunya
untuk bekerja di jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut Departemen Sosial
RI, anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di
jalan lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam seminggu. Anak jalanan ini
setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini merupakan salah
satu akibat dari krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia. Akibat dari krisis
ini banyak sekali permasalahan yang muncul baik di bidang perekonomian,
sosial, dan kesehatan.
Dalam keadaan seperti ini, sangatlah besar kemungkinan bagi anak untuk
terjerumus kejalanan. Perekonomian yang kacau akibat krisis moneter
menyebabkan terjadi pemutusan hubungan kerja dimana- mana. Hingga pada

241
akhirnya anak- anak pun sampai diperkerjakan oleh orang tuanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka yang seharusnya bermain dan
belajar telah ikut menanggung beban keluarga. Pada akhirnya mereka menjadi
penghuni tetap jalanan yang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan
menggantungkan hidup di jalanan sehingga mereka menjadi anak jalanan.
Kepribadian individu dapat dibedakan antara dua sisi yaitu introvert dan
extrovert. Kepribadian Extrovert adalah kecendrungan seseorang untuk
mengarahkan perhatian keluar dari dirinya, sehingga segala minat, sikap,
keputusan yang diambil lebih ditentukan oleh peristiwa yang terjadi di luar
dirinya. Tipe kepribadian introvert adalah seseorang yang cenderung untuk
menarik diri dari lingkungan sosialnya (Djaali, 2012). Nurul Fitrianti 2011 dalam
peneitiannya sebanyak 70 responden, 34% responden yang memiliki kematangan
emosi dan self-efficiency berperilaku relapse narkoba. Napza (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat adiktif lain) adalah obat, jika diminum, dihisap, dihirup,
ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh pada kerja otak. Napza dapat menyebabkan
rasa ketergantungan, jika mengurangi atau berhenti menggunakan napza akan
timbul gejala putus napza (sakau). Napza dapat mengubah suasana hati dan
perilaku pengguna, penyalahgunaan napza berhubungan dengan kejahatan dan
perilaku asosial lain yang mengganggu suasana tertib dan aman (Martono, 2006).
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2013 jumlah
pengguna napza di Jawa Timur mencapai 3.202 orang. Jumlah pengguna napza di
Jawa Timur mendapat peringkat dua di bawah Jakarta sebanyak 5.086 orang.
Sedangkan peringkat ketiga adalah Sumatera Utara sebanyak 2.302 orang, lalu
disusul Banten 2.027 orang, dan Sumatera Selatan sebanyak 1.314 orang.
Pengguna narkoba di Kabupaten Malang sesuai data statistik mencapai 2.000
orang, dan diprediksi terus bertambah setiap tahunnya.
Seiring dengan pengalaman Hernan Crispo, berdasarkan data KKSP dari
hasil survey terhadap kebiasaan anak jalanan ngelem, 68,7% anak jalanan ngelem
dan dilakukan hingga sekarang, dengan mengambil sampel pada tiga lokasi titik
dampingan yakni Terminal Amplas, Pasar Petisah/Jl. Gajah Mada dan Jl.
Juanda/Sp, Istana Plasa. Menurut penelitian YCAB (2008) tentang anak jalanan di
Jakarta bahwa

242
30,2% anak jalanan ngelem. 73% responden dalam penelitian di Afrika Selatan
tahun 2011 menunjukkan responden relapse ngelem, 13,6% relapse dalam waktu
0-3 minggu, 6,8% relapse dalam waktu satu bulan, 34,1% relapse dalam waktu 2-
3 bulan, 15,9% relapse dalam waktu satu tahun dan sisanya relapse dalam waktu
dua tahun atau lebih, relapse ngelem dalam penelitian ini disebabkan karena
family support, teman sebaya, lingkungan dan keluar dari tempat treathment. Usia
ngelem termuda sekitar 7 tahun, hal ini terjadi karena lem mudah didapat, dan
lemahnya faktor pengawasan keluarga.
Berdasarkan studi pendahuluan relapse ngelem juga terjadi pada anak
jalanan dikota malang 43 anak jalanan. Kenakalan anak jalanan berperilaku
ngelem sering terjadi namun jarang disadari dan diketahui oleh orang tua. Efek
yang ditimbulkan pusing, halusinasi ringan, mual dan muntah (Suyanto, 2010).
Kembalinya ngelem pada seseorang sering disebabkan karena keluhan-keluhan
seperti, crafing, frustasi, susah konsentrasi atau cemas (Al’Absi, 2006).
Ngelem termasuk narkoba karena terdapat kandungan Toluene, dalam
Lampiran II Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU
Narkotika), merupakan salah satu jenis prekursor narkotika. Prekursor narkotika
adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam
UU Narkotika (Pasal 1 angka 1 UU Narkotika). Dalam lem terdapat berbagai jenis
bahan kimia diantaranya volatile hidrokarbon (toluene aceton, alifatik acetat,
benzine, petroleum naftat, perklorethylen, trikloretane, karbontetraklorida). Selain
berisi volatile hidrokarbon, juga mengandung diethyleter, kloroform, nitrous
oxyda, macam-macam aerosol, insektiside. Bahan-bahan yang terdapat dalam lem
bersifat menekan system susunan saraf pusat (SSP depressant) yang sebanding
dengan efek alkohol meskipun gejalanya
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5- 18 tahun baik laki- laki maupun
perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan
kawasan urban, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali tidak pernah
berkomunikasi dengan keluarga dan kurang pengawasan, perlindungan, dan
bimbingan sehingga rawan terkena gangguan kesehatan dan psikologi.

243
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan merupakan anak
yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dalam
6 hari dalam seminggu. Akan tetapi, secara umum anak jalanan terbentuk dari dua
kata yaitu “anak” dan “jalanan”. Anak mengacu pada usia yang hingga kini masih
beragam pendapatnya. Sedangkan jalanan mengacu pada tempat dimana anak
tersebut beraktifitas. Pembagian anak jalanan menurut UNICEF dibagi menjadi
tiga kelompok antara lain:
1. Street Living Children
Anak-anak yang pergi dari rumah dan meninggalkan orang tuanya. Anak
tersebut hidup sendirian dan memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan
keluarganya. Biasanya anak-anak ini sering disebut dengan gelandangan atau pun
gembel. Mereka biasanya tidak mempunyai tempat tinggal maupun pekerjaan
tetap.
2. Street Working Children
Disebut juga sebagai pekerja anak di jalan. Mereka menghabiskan sebagian
besar waktu mereka di jalanan untuk bekerja baik di jalan atau pun di tempat-
tempat umum untuk membantu keluarganya. Sehingga anak- anak ini masih
memiliki rumah dan tinggal dengan orang tua mereka.
3. Children from Street Families
Anak- anak yang hidup di jalanan, beserta dengan keluarga mereka. Untuk
jumlahnya sendiri, jumlah anak jalanan terus betambah setiap tahunnya. Lembaga
Perlindungan Anak mencatat pada tahun 2003 terdapat 20.665 anak jalanan di
Jawa Barat dan 4.626 di antaranya berada di kotamadya Bandung. Data dari
Pusdatin Kementerian Sosial RI tahun 2008 diketahui populasi anak jalanan di
seluruh nusantara 232.000 orang dan 12.000 diantaranya berada diwilayah
Jabotabek serta 8000 ada di Jakarta. Begitu pula di Semarang yang merupakan ibu
kota provinsi Jawa Tengah jumlah anak jalanan pun semakin tahun mengalami
peningkatan. Dari data pada tahun 2005 terdapat 335 anak. Pada tahun 2007
didapatkan data sebanyak 416 menurut yayasan Setara Semarang. Peningkatan ini
semakin signifikan tiap tahunnya, bahkan berdasarkan majalah Gemari edisi 106
tahun 2010, menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan di Semarang mencapai
hampir 2000 anak.

244
Menurut Moeliono dalam penelitian Mardiana mengenai perilaku belajar
pada anak jalanan menyebutkan pada dasarnya tidak ada satu faktor tunggal yang
menyebabkan anak berada, tinggal, maupun hidup di jalanan dan menjadi anak
jalanan. Akan tetapi penyebabnya adalah banyak faktor (multifaktor) yang saling
terkait satu sama lain sehingga dapat menyebabkan seorang anak menjadi anak
jalanan. Faktor tersebut antara lain kemiskinan, faktor keluarga, dan pengaruh
lingkungan. Kemiskinan, persoalan dalam keluarga atau hubungan keluarga yang
buruk dan pengaruh lingkungan sebaya yang secara bersamaan dapat memberi
tekanan yang begitu besar pada anak sehingga meninggalkan rumah dan
melarikan diri ke jalan untuk mencari kebebasan, perlindungan dan dukungan dari
jalanan dan dari rekan- rekan senasibnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Lembaga Penelitian.

b. Area bencana
1 Pengertian
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2007 pasal 1, Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis
(Paramesti, 2011).
Bencana merupakan suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
danatau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana tidak terjadi begitu saja, namun ada faktor kesalahan
dan kelalaian manusia dalam mengantisipasi alam dan kemungkinan bencana
yang dapat
menimpanya (Nartyas, 2013).
Bencana alam adalah suatu bencana yang terjadi akibat gejala-gejala alam
yang dampaknya sangat meresakan masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal
dikawasan rawan bencana. Secara geografis, sebagian besar wilayah Indonesia

245
berada pada kawasan rawan bencana, Pada umumnya resiko bencana alam
meliputi bencana akibat factor geologi (gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung
api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan , angin
topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman
atau ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri,
kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat
ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumber daya
yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan
kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik
(Harjadi, 2007).

2 Klasifikasi Bencana
Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau factor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, yaitu:
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal
modernisasi. dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat.
d. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam
penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran,
kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

246
Lima jenis bencana alam yang di akibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain :
a. Banjir
Banjir adalah bencana alam yang diakibatkan oleh curah hujan yang cukup
tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran-saluran pembuangan air yang
memadai, sehingga banjir dapat meredam berbagai wilayah – wilayah yang
cukup luas. Pada umumnya banjir terjadi karena luapan sungai yang tidak
mampu menghadang derasnya air yang dating sehingga menyebabkan jebolnya
sitem perairan disuatu daerah. Banjir juga diakibatkan oleh manusia itu sendiri
karena membuang sampah sembarangan ke saluran-saluran pembuangan air
dan nenebang pohon secara liar, pohon bermanfaat sebagai penyerap air dikala
datangnya hujan.
b. Longsor
Longsor atau disebut juga gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan masa bantuan atau tanah dengan berbagai tipe dan
jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum
longsor bisa terjadi disebabkan oleh dua faktor yaitu factor pendorong dan
faktor pemicu. Bencana longsor terjadi karena setelah hujan yang cukup lebat
dan tanah tersebut tidak sama sekali ditumbuhi tanaman maka terjadilah
longsor itu. Tanaman berguna untuk menahan tanah-tanah agar tidak mudah
longsur atau terseret. Ada juga bencana longsor yang terjadi secara alami,
karena memang tanah yang kurang padat, curah hujan yang cukup tinggi dan
kemiringa yang cukup curang.
c. Kebakaran
Kebakaran bisa terjadi dikaitkan oleh wilayah itu sendiri, bisa juga dikaitkan
oleh ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Bahaya yang tibul
karena kebakaran adalah asap yang dihasilkan dapat merusak pernafasan.
d. Gempa Bumi
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang bernama seismometer.
Moment magnitudo adalah skala yang paling umum dimana gempa bumi
terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala besarnya lokal 5
magnitude. Biasanya gempa bumi terjadi pada daerah – daerah yang dekat

247
dengan patahan lempengan bumi. Gempa adalah bencana alam yang tidak
dapat diperkirakan, oleh karena itu gempa merupakan bencana alam yang
sangat berbahaya. Ada berbagai cara untuk mengurangikerugian akibat dampak
gempa bumi, seperti membangun bangunan yang dapat meredam getaran
gempa, memperkuat pondasi bangunan dan masih banyak yang lain.
e. Letusan Gunung Api
Gunung api adalah bukit atau gunung yang mempunyai lubang kepundan atau
rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan batuan (magma) dan gas
kepermukaan bumi lubang tersebut dinamakan kawah bila berdiameter < 2.000
m dan di sebut kaldera bila ber-diameter > 2.000 m. Gunung meletus bisa
terjadi karena endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh
gas yang bertekanan tinggi. Dari letusanletusan seperti itulah gunung merapi
bisa terbentuk. Letusan gunung merapi bisa merenggut korban jiwa dan
menghabiskan harta benda yang besar. Gunung meletus merupakan salah satu
bencana alam yang sangat dahsyat karena diakibatkan meningkatnya aktivitas
magma yang ada dalam perut bumi. Jika gunung akan meletus maka dapat
dideteksi dengan cara melihat aktivitas perkembangannya., mulai dari siaga,
waspada, awas dan hingga puncaknya itu meletus. Ketika suatu gunung
meletus maka akan mengeluarkan material-material yang ada dalam bumi,
mulai dari debu, batu, kerikil, awan panas, krikil hingga magmanya. Karena
waktu terjadinya gunung meletus dapat diperediksi, maka bisa diberi
peringatan kepada warga agar segera mengungsi ke tempat ynag lebih aman.
(Kristanti, 2013).

3.Penanggulangan Bencana Di Bidang Kesehatan


Dengan melihat faktor resiko yang terjadi akibat bencana, maka
penanggulangan bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan
aspek kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
merupakan salah satu bagian dari aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya
tentu harus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan sektor dan program
terkait.Berikut ini merupakan ruang lingkup bidang pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan, terutama pada saat tanggap darurat dan pasca bencana:

248
a. Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan jamban,
kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai standar.
Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan meningkatkan resiko
penularan penyakit.
b. Pengendalian vektor
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka kemungkinan
terdapat nyamuk dan vektor lain disekitar pengungsi. Ini termasuk adanya
timbunan sampah dan genangan air yang memungkinkan terjadinya
perindukan vektor.Maka kegiatan pengendalian vektor terbatas sangat
diperlukan, baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding, maupun
manipulasi lingkungan.
c. Pengendalian penyakit
Bila laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat peningkatan kasus
penyakit, terutama yang berpotensi KLB, maka dilakukan pengendalian
melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta penanggulangan factor
risikonya. Penyakit yang memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.
d. Imunisasi terbatas
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama orang tua, ibu
hamil, bayi, dan balita.
e. Surveilans epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemiologi penyakit
potensi KLB dan faktor risiko.Atas informasi inilah maka dapat ditentukan
pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan pemberian imunisasi.
Informasi epidemiologi yang harus diperoleh melalui kegiatan surveilans
epidemiologi adalah: reaksi sosial, penyakit menular, perpindahan
penduduk, pengaruh cuaca, makanan dan gizi, persediaan air dan sanitasi,
kesehatan jiwa, kerusakan infrastruktur kesehatan (Efendi,2009).

4.Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana


Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No.24 tahun 2007) :
a. Cepat dan tepat

249
Penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
keadaan.
b. Prioritas
Apabila terjadi bencana kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas
dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
c. Koordinasi dan Keterpaduan
Penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling
mendukung. Penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor
secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.
d. Berdaya guna dan berhasil guna
Kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khusunya dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga,
dan biaya yang berlebihan.
e. Transparansi dan akuntabilitas
Penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Pada dasarnya penanggulangan bencana
membutuhkan biaya yang banyak dan besar.
Sumber pendanaan pun berasal dari berbagai pihak baik pemerintah
maupun swasta. Nantinya penggunaan anggaran harus dapat di
pertanggungjawabkan melalui audit. Bahwa penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan
hukum. Segala tindakan hukum yang diambil nantinya akan dapat
dipertanggungjawabkan. Seringkali ketika proses rekonstruksi bencana
terjadi korupsi terhadap dana penanggulangan bencana.
f. Kemitraan
Harus ada kerjasama dan kemitraan antara masyarakat dan pemerintah
dalam penanganan keadaan bencana. Kemitraan ini sifatnya
berkesinambungan dan membutuhkan konsistensi. Sebab jika salah satu
pihak tidak mendukung akan menimbulkan akibat yang mungkin tidak
menguntungkan dalam penanganan bencana.
g. Pemberdayaan

250
Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu bagian terpenting dalam
penanganan bencana. Mengoptimalkan segala macam potensi guna
meminimalisir kerugian yang mungkin timbul akibat bencana.
h. Nondiskriminatif
Dalam memberikan penanganan bencana tidak memberikan perlakuan
yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik
apapun.
i. Nonproletisi
Dilarang untuk menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana. Terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan
darurat. Hal ini sering dilanggar oleh lembaga asing yang memberikan
bantuan di daerah bencana.
5. Peran Perawat dalam Manajemen Bencana
a. Peran Perawat Dalam Fase Pre-Impact
1) Mengenali instruksi ancaman bahaya
2) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam
penanggulangan ancaman bencana
3) Melatih penanganan pertama korban bencana
4) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana
5) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada:
1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan dan
pertolongan pertama luka bakar
3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telpon darurat seperti dinas
kebakaran, Rumah Sakit dan Ambulance

251
4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (missal
pakaian seperlunya, portable radio, senter dan baterai)
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternative penampungan atau
posko-posko bencana.
b. Peran perawat dalam Fase Impact
1) Bertindak cepat
2) Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban
yang selamat
3) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
4) Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
5) Untuk jangka panjang. Bersama-sama pihak yang terkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
untuk jangka waktu 30 bulan pertama
c. Peran perawat dalam fase post impact
1) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik dan
psikologi korban.
2) Stress psikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
posttraumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan
3 kriteria utama:
a) Gejala trauma pasti dapat dikenali
b) Individu tersebut mengalami gejala ulang terutamanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwa – peristiwa yang memacunya
c) Individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu
dengan
PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah
dan gangguan memori.
e) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang
terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani
masalah kesehatan masyarakat paska gawat darurat serta
mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat
dan aman.

252
6. Konsep Teoritis
A. Pengkajian:
1) Pengkajian inti:
a) Sejarah
Terjadinya wilayah, perkembangan wilayah, sudah berapa lama
masyarakat disana tinggal, apakah ada perubahan terhadap daerah,
bagaimana sejarah daerah tersebut. Dan apakah pernah terjadi bencana
di wilayah tersebut.
b) Demografi
Karakteristik penduduk: usia dan jenis kelamin, tipe rumah tangga :
keluarga, bukan keluarga, status perkawinan, kelompok masyarakat apa
yang terbanyak dilihat (anak muda, lansia) apakah diwilayah tersebut
ada usia yang rentan bencana, orang yang tinggal sendirian, apakah
populasi homogen, statistic penting (angka kelahiran, pernahkah ada
angka kematian diwilayah tersebut pada bencana sebelumnya, angka
kesakitan/masalah kesehatan, prilaku sehat, masalah social, angka
kekerasan).
c) Etnis
Adakah kelompok etnik tertentu dan tanda–tanda kelompok budaya
yang dilihat dan bagaimana budaya masyarakat dalam menilai bencana
d) Nilai dan Keyakinan
Nilai dan keyakinan yang dianut masyarakat, agama (distribusi dan
pemimpin agama), bagaimana pandangan dalam melihat bencana
apakah diwilayah tersebut memiliki sarana ibadah, apakah ada tanda
seni, bagaimana budayanya, bagaimana leluhurnya, dan apakah ada
tanda–tanda peninggalan sejarah.
2) Pengkajian sub – sub sistem
a) Lingkungan
Bagaimana keadaan masyarakat, bagaimana kualitas udara, tumbuh–
tumbuhan, perumahan, pembatasan daerah, jarak, daerah penghijauan,
binatang peliharaan, anggota masyarakat, struktur yang dibuat
masyarakat, keindahan alam, iklim, apakah ada peta wilayah dan berapa

253
luas daerah tersebut serta apakah ada resiko bencana di wilayah tersebut
dari faktor alam, cuaca, topografi wilayah dll.
b) Pelayanan kesehatan dan sosial
Jenis pelayanan kesehatan yang ada (rumah sakit, klinik, praktek
bersama, agensi perawatan, fasilitas perawatan rumah), pusat
kedaruratan (lokasi, kualitas, catatan pelayanan, kesiapsiagaan, unit
kebakaran, pusat control keracunan, pelayanan gawat darurat
professional dan relawan), rumah jompo, fasilitas pelayanan sosial
(pelayanan konseling dan support, intervensi krisis, pelayanan protektif
anak dan remaja, pelayanan populasi special: imigran,cacat,
keterbatasan, sakit mental kronik), biaya pelaksana, sumber daya,
karakteristik pengguna, sumber diluar daerah terebut yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat, akses dari pelayanan kesehatan dan
social dan kepuasan dari pelayanan kesehatan dan sosial, apakah
tersedia tenaga kesehatan dalam penanganan bencana dan apakah sudah
memiliki kemampuan sesuai standar
c) Ekonomi
Apakah merupakan komunitas berkembang atau miskin, tenaga kerja
(jumlah yang bekerja, penganguran, jenis pekerjaan, kelompok pekerja,
kelompok usia pekerja), pendapatan anggota keluarga, dan individual,
sumber penghasilan, perkembangan ekonomi saat ini dan yang akan
datang, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang beresiko, jumlah dan
rata- rata injury dan kesakitan akibat kerja, apakah terdapat industri,
pertokoan, lapangan kerja, kemana warga masyarakat belanja.
d) Keamanan
Jenis layanan perlindungan apa yang tersedia, jenis tindakan kriminal
apa yang dipantau, jenis tindakan kriminal apa yang biasa terjadi,
apakah masyarakat merasa aman apabila terjadi bencana.
e) Politik dan pemerintahan
Siapakah diwilayah tersebut yang bertanggung jawab apabila terjadi
bencana dan kebijakan benrkaitan bencana
f) Komunikasi

254
Apabila terjadi bencana siapakah dan bagaimana mengkomunikasikan
kepada masyarakat.
g) Pendidikan
Apakah sudah ada persiapan untuk menghadapi bencana pada institusi
pendidikan di wilayah tersebut dan bencana apakah institusi pendidikan
sudah menyiapkan berkaitan sarana dan prasarana dalam menghadapi
bencana.
h) Rekreasi
Apakah ada sarana rekreasi yang beresiko untuk bencana pada
masyarakat dan sudahkah diberikan pemberitahuan atau peringatan
pada sarana rekreasi tersebut (Betty Neuman, 1970 dalam Huda, 2011).
B. Diagnosa Keperawatan Komunitas bencana
Diagnosa keperawatan komunitas bencana yang mungkin muncul, yaitu :
1) Ketidakefktifan koping komunitas b.d pemajanan pada bencana (alami atau
perbuatan manusia) dan riwayat bencana (mis : alam, perbuatan manusia).
2) Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan ahli di komunitas,
ketidakcukupan biaya program dan ketidakcukupan sumber daya
3) Kesiapan meningkatkan pengetahuan
4) Sindrom pascatrauma b.d kejadian strategi yang melibatkan banyak kematian
5) Duka cita b.d kehilangan objek penting (mis. Kepemikiran, pekerjaan, status,
rumah, bagian tubuh) dan kematian orang terdekat (Herdman, 2017).

C. Intervensi Keperawatan Komunitas


NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefktifa Domain VII : kesehatan Komunitas Domain VII : Komunitas
n koping Kelas 2 : perlindungan kesehatan Kelas 2 : manajemen resiko komunitas
komunitas b.d komunitas 8840 : Persiapan bencana di masyarakat :
pemajanan Level 3: ➢ Identifikasi tipe bencana potensial
pada bencana Intervensi yang ada di daerah tersebut
(alami atau 2804: Kesiapan komunitas terhadap (misalnya yang berhubungan dengan
perbuatan bencana cuaca, industri, lingkungan)
manusia) dan ➢ 280401 identifikasi tipe bencana ➢ Bekerja bersama dengan instansi-
riwayat potensial instansi lain dalam perencanaan
bencana (mis : ➢ 280436 rencana tertulis untuk terkait dengan bencana (misalnya
alam, evakuasi pemadaman kebakaran, palang merah
perbuatan ➢ 280437 rencana tertulis untuk triase tentara, layanan-layanan ambulan,
manusia) lembaga layanan sosial)
➢ 280411 keterlibatan lembaga penting
dalam perencanaan ➢ Kembangkan rencana persiapan sesuai
➢ 280427 pendidikan public tentang dengan tipe bencana tertentu
peringatan bencana dan respon (misalnya insiden kasual multipel,
banjir).

255
➢ Identifikasi semua perangkat medis
dan sumber daya lembaga sosial
yang tersedia untuk dapat
menanggapi bencana
➢ Kembangkan prosedur-prosedur triase
➢ Dorong persiapan masyarakat untuk
menghadapi kejadian bencana
➢ Didik anggota masyarakat mengenai
keselamatan
➢ Dorong anggota masyarakat untuk
memiliki rencana kesiapsiagaan
pribadi
➢ Lakukan latihan simulasi (tiruan)
mengenai kejadian bencana
2 Defisiensi Domain 1 : Promosi Kesehatan Primer
kesehatan Kelas 2: Manajemen Kesehatan Domain III : Perilaku Kelas S:
komunitas Level 3: Intervensi Pendidikan Pasien 5510: pendidikan
b.d 2804 : Kesiapan komunitas terhadap kesehatan
ketidakcukupa bencana ➢ Targetkan sasaran pada kelompok
n ahli di ➢ 280401 identifikasi tipe bencana beresiko tinggi dan rentang usia yang
komunitas, potensial akan mendapat manfaat besar dari
ketidakcukupa ➢ 280436 rencana tertulis untukevakuasi pendidikan kesehatan
n biaya ➢ 280437 rencana tertulis untuk triase ➢ Rumuskan tujuan dalam program
program dan pendidikan kesehatan
➢ 280411 keterlibatan lembaga penting
ketidakcukupa ➢ Identifikasi sumber daya
dalam perencanaan
n sumber daya
➢ 280427 pendidikan public tentang ➢ Tekankan manfaat kesehatan positif
peringatan bencana dan respon yang langsung atau manfaat jangka
pendek yang bisa diterima
masyarakat
➢ Kembangkan materi pendidikan
tertulis yang tersedia dan sesuai
dengan sasaran
➢Berikan ceramah untuk menyampaikan
informasi dalam jumlah besar
➢ Pengaruhi pengemban kebijakan yang
menjamin pendidikan kesehatan
sebagai kepentingan masyarakat

Domain III: Perilaku Kelas R: Bantuan


Koping 5540: Peningkatan sistem
dukungan
➢ Tentukan kecukupan dari jaringan
social yang ada
➢ Tentukan hambatan terhadap sistem
dukungan yang tidak terpakai dan
kurang dimanfaatkan
➢ Identifikasi kekuatan dan kelemahan
sumber daya masyarakat dan
advokasi terkait perubahan jika
diperlukan
➢ Sediakan layanan dengan sikap peduli
dan mendukung
➢ Identifikasi sumber daya yang tersedia
terkait dengan dukungan pemberi
perawatan
3 Kesiapan Domain III : kesehatan psikososial Domain III : perillaku
meningkatkan Level 2 : adaptasi psikosial Kelas II : pendidikan masyarakat
pengetahuan 1302 : 5540 : peningkatan kesiapan
➢ 130201 mengidentifikasi pola koping pembelajaran
yang efektif ➢ Berikan lingkungan yang tidak
➢ 130202 mengidentifikasi pola koping mengancam
yang tidak efektif ➢ Bina hubungan saling percaya

256
➢ 130203 menanyakan perasaan akan ➢ Tentukan kredebilitas guru yang tepat
kontrol diri ➢ Maksimalkan infut sensori dengan
➢ 130222 menggunakan sistem menggunakan kaca mata, alat bantu dan
dukungan personal lain-lain dengan cara yang tepat
➢ 130214 menyatakan butuh bantuan ➢ Jelaskan bagaimana informasi bias
membantu klien mencapai tjuan dengan
cara yang tepat
4 Sindrom Domain I : kesehatan Psikososial Domain III : perilaku
pascatrauma Level 2 : kesejahteraan Psikologis Level 2 : bantuan koping
b.d 1204 : keseimbangan alam perasaan 5440 : peningkatan system dukungan
kejadian ➢ 120401 menunjukkan efek yang ➢ Identifikasi respon psikologis terhadap
strategi yang sesuai dengan situasi situasi dan ketersediaan system dukungan
melibatkan ➢ 120402 Menunjukkan alam perasaan ➢ Identifikasi tingkat dukungan
banyak yang stabil keluarga, dukungan keuangan dan sumber
kematian ➢ 120406 berbicara dengan kecepatan daya lainnya
sedang ➢ Tentukan hambatan terhadap sistem
➢ 120415 menunjukkan minat terhadap dukungan yang tidak terpakai dan kurang
sekeliling dimanfaatkan
➢ Anjurkan klien untuk berpartisipasi
dalam kegiatan social dan masyarakat
➢ Sediakan layanan yang dengan sikap
perduli dan mendukung
➢ Libatkan keluarga, orang tua dan
teman-teman dalam perawatan dan
perencanaan
5 Duka cita b.d Domain VII : Kesehatan Komunitas Domain 3 : perilaku
kehilangan Level 2 : kesejahteraan Komunitas Level 2 : peningkatan komunikasi
objek 2703 : Respon Berduka Komunitas 4920 : mendengar aktif
penting (mis. ➢ 270301 pengkajian kebutuhan oleh ➢ Buat tujuan interaksi
Kepemikiran, pemimpin ➢ Tunjukkan ketertarikan kepada klien
pekerjaan, ➢ 270302 Koordinasi upaya respon ➢ Gunakan pertanyaan maupun
status, rumah, kesedihan pernyataan yang mendorong klien untuk
bagian ➢ 270303 kerja sama antar anggota mengekpresikan perasaan, pikiran,
tubuh) dan
➢ 270304 identifikasi kebutuhan kekhawatiran
kematian
kesehatan mental anggota ➢ Dengarkan isi pesan dan perasaan
orang
terdekat ➢ 270306 peluang kegiatan pemulihan yang tidak terungkap selama percakapan
kominitas ➢ Sadari tempo suara, volume,
➢ 270307 partisipasi kegiatan kecepatan maupun tekanan suara
pemulihan komunitas ➢ Klarifikasi pesan yang diterima
➢ 270312 pengenalan masalah-masalah dengan menggunakan pertanyaan maupun
anggota memberikan umpan balik
➢ 270313 pilihan permukiman kembali ➢ Gunakan teknik diam/mendengarkan
dalam rangka menndorong klien untuk
mengekspresikan perasaan, pikiran dan
kekhawatiran

D. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
masyarakat. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang
berfokus pada masyarakat dan berorientasi pada hasil, sebagaimana yang
digambarkan pada rencana. Implementasi pada keperawatan bencana adalah
memberikan program bencana kepada masyarakat agar masyarakat dapat
mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana dan mengurangi resiko dan
kemungkinan hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini melibatkan pihak

257
Puskesmas, Bidan desa dan anggota masyarakat (Mubarak, 2009). Prinsip yang
umum digunakan dalam pelaksanaan atau implementasi pada keperawatan
komunitas bencana adalah:
a) Inovative
Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas dan mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
(IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa (IMTAQ) (Mubarak, 2009)
b) Integrated
Perawat kesehatan masyarakat harus mampu bekerjasama dengan sesame
profesi, tim kesehatan lain, individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
berdasarkan azas kemitraan (Mubarak, 2009).
c) Rasional
Perawat kesehatan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan harus
menggunakan pengetahuan secara rasional demi tercapainya rencana program
yang telah disusun (Mubarak, 2009).
d) Mampu dan mandiri
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan dan
kemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta kompeten
(Mubarak, 2009).
e) Ugem
Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas kemampuannya
dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan
akan tercapai. Dalam melaksanakan implementasi yang menjadi fokus adalah :
program kesehatan komunitas dengan strategi : komuniti organisasi dan
partnership in community (model for nursing partnership) (Mubarak, 2009).

E. Evaluasi
Efektivitas dari suatu program yang dievaluasi dapat melalui :
1) Survei mendalam berkaitan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui
kuesioner, wawancara dan test. Hal tersebut dapat dilakukan sebelum dan
sesudah program/implemantasi.

258
2) Ukuran lain yang dapat digunakan angka stasistik komunitas. Terdapat tiga
tipe evaluasi yang menjelaskan apa yang perlu dievaluasi yaitu : struktur,
proses dan hasil.
a) Evaluasi struktur mencakup : fasilitas fisik, perlengkapan, kapan,
layanan.
b) Evaluasi proses : tindakan keperawatan dalam setiap komponen proses
keperawatan yang mencakup adekuasi, kesesuain, efektifitas dan
efisiensi.
c) Evaluasi hasil: perubahan perilaku masyarakat yang mencakup : respon
fisiologis dan psikologis, keterampilan psikomotor, pengetahuan dan
kemampuan (Mubarak, 2009).

c. Area kerja (industri sederhana/rumah tangga)


1. Pengertian Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi
dalam ilmukesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik,atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah manusia
2. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja danlingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur,
1993).Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik
barangmaupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189).Keselamatan kerja memiliki
sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. .Bersifat teknik.

259
2 Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerjaadalah upaya penyesuaian antara kapasitas,
beban,dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpamembahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya,
agardiperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun
1992).Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan
tindakanpengendalian.Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi
aspek kesehatan dari pekerjaitu sendiri (effendi, ferry. 2009: 233)
3 Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai
potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu
yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau
kerugianyang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang
kemungkinan potensi
bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun
“resiko”
tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya
dilaksanakandengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangatdipengaruhi
oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):
i. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya
perludiperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik
yangterlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita
gangguanatau penyakit akibat kerja
ii. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan,kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan
sebagainya. Kapasitaskerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan

260
gizi kerja yang baik sertakemampuan fisik yang prima diperlukan agar
seorang pekerja dapatmelakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau
tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan
pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk
bekerja dapatdipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.3.
iii. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor
fisik,kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kondisilingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia,
dll)dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban
tambahantersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan
gangguanatau penyakit akibat kerja
3. Tujuan keselamatan kerja
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn
pekerjaan atau kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produktivitasnasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien

iv. Dasar Hukum


Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah Undang-undang
RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86 (dermawan,deden.
2012: 190):
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindunganatas
:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan
danKesehatan Kerja.Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

261
dan ayat (2)dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

5. Penyakit Akibat kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alatkerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit
akibatkerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease
(dermawan,deden. 2012: 193).Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI
nomor: PER-01/MEN/1981tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja
bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekrjaanatau lingkungan kerja. Beberapa ciri
penyakit akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan
oleh penyebab yang spesifik, ditentukan oleh pemajanan ditempat kerja, ada
atau tidaknya kompensasi. Contohnya adalahkeracunan timbel (Pb), abestosis,
dan silikosis (B, sugeng. 2003). Pada simposium internasional mengenai
penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO
(international Labour Organization) diLinz, Austria, dihasilkan definisi
menyangkut penyakit akibat kerja sebagai berikut:
a. Penyakit akibat kerja-occupational diseaseAdalah penyakit yang
mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasiyang kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related diseaseAdalah
penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimanadengan faktor
resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yangmempunyai etiologi
kompleks.
c. .Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working
populationsAdalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat
diperberatoleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

Jenis penyakit akibat kerjaWHO membedakan empat kategori penyakit akibat


kerja (dermawan,deden. 2012: 193):

262
i. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan,
misalnyaPneumoconiosis.
ii. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan,
misalnyakarsinoma bronkhogenik.
iii. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di
antarafaktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
iv. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah
adasebelumnya, misalnya asma
Jenis-jenis penyakit akibat kerjatersebut adalah sebagai berikut:
1. Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut
(silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan siliko tuberculosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkanoleh
debu logam keras.
3. Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosisyang
disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang diperoleh dari batang
tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang diperoleh daritumbuhan agave
sisalana, biasanya dibuat tali).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang
beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya yang
beracun.
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang
beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya yang
beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya yang
beracun.

263
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya yang
beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau persenyawaannya
yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaanhidrokarbon
alifatik atau aromatik yang bercun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena
atauhomolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
21. Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia ataukeracunan
seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnyayang beracun,
amoniak, seng, braso, dan nikel.
22. Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,urat,
tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanantinggi.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi
yangmengIon.
26. Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau
biologis
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic,
bitumen,minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu
dari zat-zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit
yangdidapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.

264
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi, atau
kelembapan udara yang tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat

Perencanaan program promosi kesehatan (anderson. 2007: 452-458)


1.Pengkajian kebutuhan
Kuesioner dan penilaian risiko kesehatan umumnya digunakan untuk
mengidentifikasi minat pekerja terhadap topik pendidikan dan
menggambarkankondisi kesehatan saat ini serta perilaku yang aman. Kesehatan
pekerja dan catatan asuransi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
prevalensi penyakit kronik pekerja yang perlu ditangani. Catatan keamanan,
format kompensasi pekerja atau wawancara dengan manajer dan pekerja adalah
sumber tambahan untuk menentukan kebutuhan promosi kesehatan pekerja dan
perusahaan.Setelah mengidentifikasi kebutuhan promosi kesehatan, anda dapat
membantu perawat kesehatan kerja atau komite penasehat perencanaan dalam
menjamin dukungan manajemen terhadap program promosi kesehatan. Presentasi
proposal atau catatan eksekutif sering kali merupakan salah satu langkah
awaldalam meyakinkan manajemen mengenai manfaat proyek. Suatu pendekatan
perencanaan bisnis untuk mengomunikasikan program anda dapat digunakan
untuk menciptakan kesamaan persepsi dan pengertian terhadap proyek dari semua
orang yang ada di dalam organisasi. Di bawah ini adalah contoh dari sebuah
perencanaan bisnis:
a. Catatan eksekutif: sebuah kesimpulan singkat mengenai rencana promosi
kesehatan, termasuk di dalamnya tujuan (contoh, untukmenurunkan strain
punggung bagian bawah), metode (contoh,dilakukan melalui 3 kali pertemuan
, masing-masing selama 30 menit), keuntungan yang dapat diharapkan
(contoh, lebih sedikit absen padahari kerja, peningkatan produktivitas), biaya
(contoh, biaya program,seperti brosur, selebaran, waktu pengajaran, insentif,
ketidak hadiran,dan biaya tak terduga, seperti biaya akibat penurunan asuransi
danklaim kompensasi pekerja).

265
b.Tujuan: secara jelas menggambarkan apa yang ingin dicapai danrasional.
Termasuk tujuan Masyarakat Sehat 2010 (Healthy People2010 Objectives)
untuk dewasa sehat.
c. Metode: bagaimana, bilamana, dan dimana rencana akan diwujudkanke dalam
tindakan. Uraikan setiap tugas yang harus diselesaikan(contoh, rancangan
brosur dan selebaran serta diseminasi) dan individuyang bertanggung jawab
untuk melaksanakan tugas tersebut, beserta batas waktu penyelesaian
program. Jelaskan isi program, termasukmengundang pembicara tamu,
demonstrasi ulang, dan metode untukmeningkatkan partisipasi pekerja serta
adaptasi dari perilaku yangdiajarkan. Selain itu, tentukan juga tujuan dan
objektif program.Tujuan program dapat berupa: Delapan puluh persen pekerja
yangtelah menjalani program perawatan punggung melaporkan penurunan
pengajuan izin sakit yang berhubungan dengan nyeri punggung
bawah.Objektif program dapat berupa: Setelah mengikuti
pembelajarandemonstrasi mengenai prosedur mengangkat yang benar, 90%
pekerja berpartisipasi akan mendemonstrasikan prosedur mengangkat yang
benar.
d. Manfaat yang diharapkan: Tulislah hasil program (contoh, jumlahabsensi
pekerja karena nyeri punggung bawah menurun). Ide yang bagus jika dalam
proposal, dicantumkan jumlah absensi pekerja pada tahun terkahir dan
besarnya presentase keberhasila program yangdiajukan dalammenurunkan
ketidakhadiran. Selain itu, cantumkan pula pada laporan Anda, nama
perusahaan lain hasil temuan Anda dariliteratur yang mengimplementasikan
program serupa, besertakeberhasila yang dicapai oleh perusahaan tersebut.e.
e. Biaya: Proyeksi akurat dari biaya program (material, waktu para pengajar,
insentif), dan profit yang diharapkan dari penurunanketidakhadiran dan
peningkatan produktivitas.

2. Implementasi program promosi kesehatan


Marketing adalah bagian esensial dari keberhasilan implementasi
program.Termasuk di dalam beberapa strategi Marketing adalah:

266
a. Poster. Harus tampak profesional. Judul dan kata-kata yang menarik adalah
unsur penting (contoh, “ Weigh To Go” untuk penurunan program berat
badan). Ganti poster secara teratur untuk tetap menarik perhatian.
b. Surat elektronik/ e-mail. Hitungan mundur kegiatan; memberikan pertanyaan
kuis berkaitan dengan kesehatan dan memberikan jawabanserta rasionalnya
pada hari berikutnya.
c. Surat kabar kesehatan. Detail mengenai cerita keberhasilan, seperticerita
mengenai deteksi dini melanoma maligna, program penurunan berat badan
dengan program jalan kaki, individu yang menderitatekanan darah tinggi
sampai ia berpartisipasi dalam skrining kesehatan,dan bagaimana perubahan
sederhana dari gaya hidup dapat membantuindividu mengontrol penyakit
(tanpa pengobatan).
d. Surat dari pimpinan perusahaan atau manajer keuangan. Memberikan
kesempatan kepada perusahaan untuk melaksanakan skrining kesehatan,
mengumumkan bahwa perusahaan akan membayar sebagian atau seluruh biaya
dari program penghentian kebiasaan merokok/tes skrining kesehatan, atau
mengizinkan atan jual-beli kebutuhan kesehatan selama 2 jam dengan
kehadiran program kesejahteraan
e. Memberikan hadiah insentif
kepada pekerja yang ikut berpartisipasi,seperti kaus oblong, topi, sampel tabir
surya, kudapan buah-buahan, botol minuman.

3. Evaluasi program promosi kesehatan


Proses evaluasi memberikan kesempatan untuk menentukan hasil yang dicapai
dari program promosi kesehatan dan mengarahkan peningkatan pelayanan
kesehatan kepada para pekerja. Evaluasi struktur, program, proses pelaksanaan
program dan hasil program adalah tiga pendekatan yang umum dilakukan
dalammeninjau ulang jaminan mutu.
a. Termasuk dalam evaluasi struktur adalah (1) meninjau ulangmekanisme
pelaporan yang diberikan kepada manajemen besertadukungan terhadap
program promosi kesehatan; (2) menentukankeadekuatan fasilitas fisik
untuk menunjang program; (3)mengidentifikasi peralatan dan persediaan

267
yang digunakan; (4)mengidentifikasi kebutuhan kepegawaian dan
kualifikasinya; (5)menganalisis demografik pekerja dan kebutuhan status
kesehatan; (6)menentukan apakah misi, tujuan, dan objektif program
diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan para pekerja dan
kebutuhan bisnis pengusaha.
b. Evaluasi proses mencakup (1) apakah aktivitas promosi kesehatan sesuai
dengan kondisi; (2) apakah program promosi kesehatan di bentuk untuk
memenuhi kebutuhan di lahan kerja (saatnya anda melakukan
perbandingan terhadap pengkajian awal kebutuhan), dan(3) apakah
terdapat pendokumentasian dan pencatatan.
c. Evaluasi hasil berfokus pada (1) apakah tujuan dan objektif yang
diharapkan dapat dicapai; (2) apakah program membawa hasil yang
positif; (3) apakah hasil kesehatan menunjukkan pencegahan penyakit/
pengetahuan pekerja tentang perawatan diri, mengembalikan fungsiatau
menurunkan ketidaknyamanan; (4) bagaimana perbandingan keuntungan
yang dicapai program dengan biaya program; dan (5) kepuasan (dari
pekerja, pengusaha, dan orang-orang yang bergantung pada pekerja)
terhadap kualitas pelayanan promosi kesehatan yang diterima.Metode
yang lazim digunakan untuk evaluasi adalah skala rating pascaprogram,
observasi, dan wawancara dengan para pekerja tentang pendapat,sikap,
dan kepuasan mereka terhadap program. Tinjauan ulang bagan dan catatan
dapat dilakukan untuk menentukan perbedaan singkat morbiditas dan
mortalitas

d. Masyarakat Yang Terisolasi (Correctional setting)


a. Correctional setting
Correctional setting adalah pelayanan kesehatan pada suatu komunitas yang
terisolasi, tertutup dari masyarakat, yang mempunyai aturan dan kehidupan
dengan karakteristik yang dibentuk oleh penghuninya dan perawat harus
menseting lingkungan tersebut agar pelayanan kesehatan dapat terpenuhi.
Correctional setting merupakan praktik keperawatan yang relatif baru bagi

268
keperawatan komunitas. Praktik ini menawarkan posisi yang menantang bagi
perawat kesehatan komunitas untuk memperluas batas praktek keperawatan.

2. Area Correctional setting


Correctional setting dibagi dala 3 tipe fasilitas :
1. Prisons Yaitu fasilitas federal/ Negara bagian yang memberikan hukuman lebih
dari 1 tahun bagi para narapidana dan biasanya dengan kasus criminal.
2. Jails Yaitu fasilitas untuk wilayah lokal untuk menahan para detainees dan
inmates. Detainees /tahanan yaitu orang yang belum diputuskan bersalah dan
masih menjalani percobaan karena tidak dapat membayar jaminan atau karena
belum ada jaminan bagi mereka.Inmates/ narapidana yaitu tahanan yang telah
diputuskan bersalah.
3. Juvenille detention facilities Yaitu tempat untuk aak-anak dan remaja yang
dihukum karena masalah criminal dan menjalani masa percobaan tetapi tidak
dapat dibebaskan tanpa ada tanggung jawab dari orang dewasa.

Pelayanan kesehatan “correctional setting” perlu sekali dilakukan karena beberapa


alasan :
1. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara adil dan optimal dan
melarang kekejaman serta hukuman yang tidak wajar bagi para tahanan untuk
mencegah terjadinya cedera atau penyakit.
2. Para penghuni hidup dalam kemiskinan/kekurangan, berpendidikan rendah dan
gaya hidup yang tidak sehat seperti penyalahgunaan obat. Karena banyak
penghuni yang tidak mampu membayar pelayanan kesehatan di luar maka
biaya akan ditanggung oleh lembaga tersebut.
3. Untuk mencegah penularan penyakit dari lembaga pemasyarakatan ke
komunitas, atau para antar penghuni. I. Masalah kesehatan dalam
Correctional setting
a) Kesehatan mental Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira
285.000 tahanan dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa.
Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective
disorder dan personality disorder. Karena banyak yang mengalami

269
ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan pelayanan
kesehatan mental.
b) Kesehatan fisik Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit
kronis da penyakit menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
1) HIV Angka kejadian HI dianara para narapida diperkiraan 6 kali
lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV
ini berkaian dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti
penggunaan obat-obaan, sexual intercourse yang tidak aman dan
pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka
kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program
pendidikan kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
2) Hepatitis Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada
populasi umum walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini
berkaitan denga penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran
dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi. National
Commision on Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan agar
dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan maka
harus segera diberikan pengobatan. NCCHC juga
merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan
mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan
penyakit.
3) Tuberculosis Angka TB tiga kali lebih besar di LP dabanding
populasi umum. Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan
ventilasi yang buruk, yang mempengaruhi penyebaran penyakit.
Pada tahun 196, lembaga yang menangani tuberculosis yaitu CC
merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu :
a. Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
b. Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan
yang sesuai
c. Monitoring dan evaluasi skrining Populasi yang memiliki masalah
kesehatan pada lembaga pemasyarakatan yang unik, yaitu :

270
1. Wanita Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek
misalnya tahanan wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan
anak dalam pengasuhan orang lain (terpisah dari anak), korban
penganiaaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang.
Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan belum cukup
maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan
ginekologi untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual.
NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan
pelayanan kesehatan :
a. LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk
pemeriksaan ginekologi secara koprehensif.
b. Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi,
korban dari penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai
orang tua dan pemakaian obat-obatan dan alcohol.
2. Remaja Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal
membuat mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang
dewasa. Hal ini akan menghalagi pemenuhan kebutuan untuk
berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang
dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain
atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat
perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa
pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan.
Asuhan Keperawatan dalam Correctional Setting
a. Pengkajian
1. Pengkajian Sosial
a. Umur: Saat ini semakin banyak orang yang tinggal dalam panti rehabilitasi
baik anak muda maupun dewasa. Sebagian besar pelanggaran yang
dilakukan oleh remaja berhubungan dengan kekerasan dan
penyalahgunaan obat. Semakin banyak anak muda yang masuk
penjara dan diperlakukan seperti orang dewasa. Hal ini berarti bahwa
pemberian pelayanan kesehatan harus memenuhi kebutuhan

271
perkembangan usia ini seperti memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis. Dalam institusi correctional juga terjadi peningkatan
jumlah orang dewasa secara signifikan. Proses penuaan pada
penghuni penjara berarti bahwa perawat harus mengatasi masalah
utama yang terjadi pada orang dewasa.
b. Fisik Saat ini semakin banyak orang yang tinggal dalam panti rehabilitasi
baik anak muda maupun dewasa. Sebagian besar pelanggaran yang
dilakukan oleh remaja berhubungan dengan kekerasan dan
penyalahgunaan obat. Semakin banyak anak muda yang masuk
penjara dan diperlakukan seperti orang dewasa. Hal ini berarti bahwa
pemberian pelayanan kesehatan harus memenuhi kebutuhan
perkembangan usia ini seperti memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis. Dalam institusi correctional juga terjadi peningkatan
jumlah orang dewasa secara signifikan. Proses penuaan pada
penghuni penjara berarti bahwa perawat harus mengatasi masalah
utama yang terjadi pada orang dewasa.
c. Genetik Ada 2 faktor genetik yang mempengaruhi kesehatan dalam
correctional setting adalah jenis kelamin dan etnisitas.

antara pria dan wanita. Sehingga perawat yang bekerja dengan


tahanan pria tidak bekerja seperti tahanan wanita .Namun apapun
gender, perawat mungkin menemukan masalah yang unik dalam
kelompok baik pria maupun wanita. Tahanan wanita mengalami
masalah kesehatan yang berbeda karena jumlah mereka kecil.

penjara. Anggota kelompok minoritas mempunyai status kesehatan


yang rendah dan memiliki resiko terkena penyakit menular selama
dipenjara. Perawat perlu mengkaji kelompok minoritas ini untuk
mengetahui masalah utama yang terjadi pada kelompok ini.
b. Pengkajian Epidemiologi
Perawat dalam correctional setting perlu mengkaji klien secara individu untuk
mengetahui masalah kesehatan fisik. Perawat perlu untuk mengidentifikasi

272
masalah yang memiliki kejadian yang tinggi di institusi. Area yang perlu
diperhatikan meliputi penyakit menular, penyakit kronik, cedera dan kehamilan
1. Penyakit menular meliputi TBC, HIV AIDS , hepatitis B , dan penyakit
seksual lain. TBC Perawat sebaiknya menanyakan gejala dan riwayat
penyakit agar pasien yang terinfeksi dapat diisolasi. HIV AIDS Perawat
mengkaji riwayat HIV, perilaku beresiko tinggi dan riwayat atau gejala
infeksi oportunistik yang mungkin terjadi pada semua tahanan.
2. Hepatitis B dan penyakit seksual lain Perawat mengkaji riwayat penyakit
menular seksual dan hepatitis B serta waspada adanyatanda fisik dan gejala
penyakit ini.
3. Penyakit kronis yang biasa terjadi antara lain : diabetes, hipertensi, penyakit
jantung, dan paru serta kejang. Perawat harus mengkaji dengan tepat riwayat
kesehatan dari klien, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan di
komunitas. Perawat harus mengkaji adanya penyakit / kondisi kronik pada
klien dan mengidentifikasi masalah dengan tingkat kejadian yang tinggi di
institusi / populasi dimana ia bekerja.
4. Cedera Merupakan area lain dari fungsi fisiologis yang harus dikaji oleh
perawat. Cedera mungkin diakibatkan karena aktivitas sebelum penahanan,
tindakan petugas atau kecelakaan yang terjadi selama di tahanan. Perawat
harus memperhatikan potensial terjadinya cedera internal dan mengkaji
tanda – tanda trauma.

Kehamilan

3. Pengkajian Perilaku dan lingkungan Faktor – faktor yang mempengaruhi


kesehatan di correctional setting meliputi diet, penyalahgunaan obat, merokok,
kesempatan berolahraga / rekreasi , serta penggunaan kondom di lingkungan
correctional setting Pengkajian psikologis pada correctional setting juga penting
karena :
a. Banyak tahanan yang mengalami penyakit mental yang terjadi selama berada
ditahanan.

273
b. Berada di tahanan merupakan hal yang menimbulkan stress dan menimbulkan
efek psikis seperti depresi dan bunuh diri. Perawat di correctional setting harus
mewaspadai tanda – tanda depresi dan masalah mental ( correctional setting )
lain pada tahanan dan mengkaji potensi terjadinya bunuh diri. Semua
correctional setting harus mempunyai program pencegahan bunuh diri dan
penaganan bunuh diri. Perwat harus melakukan pengawasan yang ketat pada
tahanan yang berada dalam isolasi .
c. Lingkungan dalam correctional setting juga dapat menimbulkan kekerasan
seksual yang menimbulkan konsekuensi psikis. Dalam mengkaji hal ini,
perawat harus mewaspadai tanda – tanda kekerasan dan menanyakan pada
klien mengenai masalah ini. Jika kekerasan seksual telah terjadi, perawat perlu
untuk melindungi klien dari cedera yang lebih lanjut.
d. Layanan kesehatan mental mungkin kurang di beberapa correctional setting. e.
Tahanan yang dihukum mati, memerlukan dukungan emosi dan psikologis.
Perawat harus mengkaji masalah psikis yang timbul dan membantu mereka
melalui konseling dengan tepat

4. Pengkajian Administratif dan policy Perawat di correctional setting juga


mengkaji keadekuatan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan
tahanan. Fasilitas di correctional setting bisa menggunakan salah satu
pendekatan di bawah ini untuk menyediakan perawatan kesehatan untuk
tahanan.
a. Layanan kesehatan diberikan oleh staf yang bekerja di institusi.
b. Membuat kontrak dengan agensi untuk menyediakan pelayanan kesehatan.

Apapun pendekatan yang digunakan, perawat perlu mengkaji keadekuatan


pelayanan kesehatan yang diberikan untuk tahanan. Pelayanan minimal meliputi
perwatan primer.

274
5.Area Rural
1. Konsep Area Rural
Pengertian Komunitas rural yaitu sekumpulan individu yang berinteraksi
satu sama lain dan tinggal disuatu wilayah diluar perkotaan dimana wilayah
tersebut biasanya memiliki keterbatasan dalam intensitas pembangunan yang
menyebabkan pelayanan (sarana dan prasarana) tidak selalu memadai. Salah satu
hal yang dapat mempengaruhi tingkat potensial kejadian penyakit dalam suatu
daerah yaitu pada daerah rural (pedesaan) dan urban (perkotaan). Menurut
Anderson (2006), rural atau pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di daerah
yang penduduknya jarang dan biasanya terletak pada daerah yang agak jauh dari
kota besar. Kondisi area rural atau pedesaan dapat dilihat dari sangat banyaknya
keluarga yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki asuransi.Faktor
penghalang yang lazim terhadap akses pelayanan kesehatan adalah jarak geografik
yang jauh dan transportasi yang tidak adekuat (Anderson, 2006). Faktor penyebab
terjadinya perbedaan tingkat potensial kejadian penyakit dan kematian akibat
penyakit antara daerah rural dengan daerah urban antara lain perbedaan kepadatan
penduduk dan komposisi unsur penduduk, perbedaan pekerjaan dan kebiasaan
hidup, konsep sehat dan sakit, perbedaan lingkungan hidup, dan keadaan sanitasi
penduduk serta berbagai perbedaan lainnya (Noor, 2008). Menurut Long dan
Weinert (1989), ada lima teori keperawatan pedesaan yang mengidentifikasi
karakteristik kunci dari masyarakat pedesaan yang memengaruhi pelayanan
keperawatan, yaitu:
a. Kesehatan dan etos kerja
Penduduk pedesaan mengartikan kesehatan sebagai kemampuan untuk
bekerja (Anderson, 2006). Orientasi pelayanan kesehatan dari penduduk
desa sebagai orientasi terhadap kondisi kesehatan saat ini dan orientasi
krisis. Seseorang akan merasa sehat jika ia masih mampu bekerja seperti
biasanya, meskipun secara biologis maupun psikologis, seseorang
sebenarnya berada dalam kondisi yang tidak sehat. Penduduk di daerah ini
tidak aktif dalam usaha peningkatan kesehatan, jarangnya partisipasi
penduduk terhadap penghentian program aktivitas pemeliharaan kesehatan

275
ini adalah hal yang biasa terjadi pada daerah rural. Apabila mereka sakit,
mereka cenderung mencari pengobatan alternatif atau tradisional.
b. Jarak dan isolasi
Jarak merupakan hal yang terintegrasi dalam hidup keseharian di daerah
rural. Di daerah rural, jarak tetap menjadi faktor penghalang seseorang
menempuh perjalanan untuk mencari pelayanan kesehatan, kecuali jika
orang tersebut benar-benar sakit. Penduduk menerima kondisi ini sebagai
suatu kewajaran dan tidak mempersoalkannya lebih jauh selama sakit itu
tidak mengganggu pekerjaannya. Waktu penyembuhan dan rehabilitasi
optimal akan terganggu oleh terapi yang tidak adekuat dan tidak tepat
waktu.
c. Kepercayaan diri Demi kelangsungan hidup, jarak dan isolasi menuntut
individu untuk menumbuhkan motivasi yang kuat dan penuh percaya diri
(Anderson, 2006). Seseorang yang berada jauh dari pusat pelayanan
kesehatan, akan memilih untuk melakukan perawatan secara mandiri di
rumah apabila dirinya atau anggota keluarganya yang lain sakit atau
mengalami luka sampai seseorang tersebut tidak menyadari dampak pada
dirinya sendiri dari tindakan yang dilakukannya tersebut. Untuk melakukan
perawatan luka secara mandiri misalnya, dibutuhkan rasa percaya diri
bahwa ia mampu melakukannya dengan perawatan terbaik.
d. Kurangnya anonimitas
Anonimitas yaitu tindakan merahasiakan nama seseorang terkait dengan
partisipasinya dalam sebuah kegiatan (Brockopp, 1999). Seorang pemberi
pelayanan kesehatan akan dikenal oleh seluruh penduduk di daerah rural,
sehingga privasinya menjadi terbatas. Hal ini disebabkan karena orang-
orang dengan pendidikan tinggi dan kemampuan untuk memimpin sebuah
komunitas tidak ada atau memilih pindah ke daerah urban (perkotaan).
Kredibilitas, kepercayaan, dan efektivitas seorang perawat komunitas
pedesaan sebagai agens perubahan (change agent) dalam upaya membangun
kemitraan, bergantung pada penilaian komunitas terhadap perawat
komunitas tersebut secara keseluruhan.

276
e. Identifikasi orang dalam/orang luar dan penduduk lama/pendatang baru
Kategori pendatang lama adalah mereka yang sudah menetap selama 15-20
tahun di suatu daerah (Anderson, 2006).Orang dalam maupun penduduk
lama, mereka cenderung lebih berhari-hati dalam menjalin interaksi dengan
orang luar maupun pendatang baru. Penerimaan terhadap perawat komunitas
di daerah rural dan peranannya dipengaruhi oleh pemikiran mengenai orang
dalam/orang luar dan penduduk lama/pendatang baru (Anderson, 2006).

2. Ciri-ciri masyarakat pedesaan atau rural:


a. Mempunyai perilaku homogeny
b. Mempunyai perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan
kebersamaan
c. Mempunyai perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status .
d. Isolasi sosial, sehingga static
e. Kesatuan dan keutuhan cultural
f. Masih banyak ritual dan nilai-nilai sakral
g. Kolektivisme

3. Kehidupan Sosial Masyarakat Rural


Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang pada
umumnya bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih didominasi oleh
pengaruh lingkungan alam. Dengan kata lain pengaruh lingkungan atau kondisi
alam setempat masih sangat erat mewarnai tatanan dan pola hidup penduduk desa.
Hubungan antarwarga masyarakat masih sangat erat, saling mengenal, dan gotong
royong. Penderitaan seseorang di perdesaan pada umumnya menjadi derita semua
pihak. Menurut para ahli sosiologi, hubungan semacam ini dikenal dengan istilah
gemeinschaft (paguyuban). (Bambang,2007) Warga suatu masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan
mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya
berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Ciri-ciri relasi sosial yang ada di
desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan
kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat

277
pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang
kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan
penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya
merupakan pekerjaan sambilan saja. Golongan orang-orang tua pada masyarakat
pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta
nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Daerah
pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang
kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya. Pedesaan merupakan sebuah komunitas
kecil, sehingga para warganya saling mengenal dan bergaul secara intensif, karena
kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak
terlalu berbeda antara satu dan lainnya, para warganya dapat menghayati lapangan
kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat pedesaan memiliki sifat
solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari prinsip
timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa
lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan. (Koentjaraningrat ,2005)

B. Masalah Kesehatan di Area Rural


1. Jenis masalah kesehatan
Masalah kesehatan di pedesaan dapat ditinjau dari dua segi, antara lain:
a. Substantial (hal kesehatan sendiri) Masalah kesehatan substantial dapat
berupa berbagai jenis penyakit. Dari hasil penelitian masalah kesehatan
yang paling sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi
(pernafasan, perut, kulit, dll). Penyakit-penyakit infeksi mempunyai
hubungan erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya
tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh yang rendah dapat terjadi karena
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan gizi. Sedangkan kemajuan
ekonomi dapat mendorong perbaikan gizi. Kemajuan ekonomi juga
akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi wabah
penyakit. Dengan rendahnya wabah penyakit dan tingginya daya tahan
tubuh, taraf kesehatan masyarakat akan meningkat.
b Management (hal penyelenggaraan kesehatan) Masalah penyelenggaraan
kesehatan meliputi masalah peningkatan, perlindungan, penemuan

278
masalah, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada perseorangan
maupun pada kesehatan masyarakat. masalah kesehatan yang menonjol
adalah tingginya angka kejadian penyakit menular, Kurangnya
Pengertian masyarakat tentang hidup sehat, gizi yang buruk dan
keadaan hygiene dan sanitasi yang kurang memuaskan. fasilitas
pelayanan kesehatan yang kurang di daerah pedesaan menyebabkan
sebagian besar masyarakat sulit mendapatkan atau memperoleh
pengobatan. Selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan
terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah penderita atau
keluarga tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan karena
terbatasnya fasilitas yang ada atau bahkan pengetahuan mereka.
Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi
kesehatan ini disebut dengan treatment delay. Perilaku menunda ini
dikarenakan tingkat pendidikan di daerah pedesaan rendah dan kondisi
ekonomi yang kurang (Sarafino, 2006).
2. Pola Makan dan Penyakit yang Berpotensi timbul
Pola makan masyarakat pedesaan memiliki akses terbatas untuk
berbelanja di toko. Orang pedesaan masih tetap mematuhi pola diet rendah
lemak dan mempunyai prevalensi hiperkolesterolemia yang rendah. Bagi
masyarakat pedesaan, pedoman diet berbasis pangan tentang konsumsi susu
rendah lemak (Michael, 2008). Air untuk minum dan mencuci harus cukup
bebas kuman, akan tetapi penelitian-penelitian lapangan secara konsisten
menunjukan bahwa begitu air memenuhi suatu standart minimum, jumlah
air yang bisa sampai ke rumah-rumah lebih mempengaruhi kesehatan
mereka daripada kebersihan air itu sendiri. Hal itu merupakan cerminan dari
pentingnya air bersih. Dengan sedikitnya pengetahuan dan kurangnya
kesadaran diri dari masyarakat pedesaan membuat mereka menggunakan air
tersebut untuk di konsumsi maupun mencuci makanan-makanan yang
mereka makan. Hal tersebut perpengaruh dengan pola makan masyarakat
pedesaan. Dengan demikian, berpotensi untuk menimbulkan penyakit
menular, seperti disentri (diare), pneumonia, tuberculosis, bronchitis,
influenza, penyakit campak, dll. Kondisi masyarakat pedesaan yang

279
didominasi oleh banyaknya lahan, dapat menimbulkan penyakit parasiter
seperti schistosomiasis dan filariasis. Schistosomiasis dan filiriasis tumbuh
secara tepat akibat kesembronoan dan kelalaian manusia. Parasit
schistosomiasis berpindah dari orang ke orang lain melalui kotoran manusia
dan siput air (inang perantara), dan juga saluran irigasi maupun selokan
yang system pengairannya tidak baik. Masyarakat pedesaan senang
mengonsumsi siput air yang mereka cari sendiri, karena penghasilan yang
sangat cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan begitu bisa saja
mereka mengonsumsi siput air yang mengandung Shistosomiasis dan
filariasis. Penyakit yang di derita oleh masyarakat pedesaan biasanya yaitu,
tuberkulosis (TB), stroke dan hipertensi.
C. Tingkat Pencegahan Masalah Kesehatan di Area Rural
1. Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah terjadinya
suatu penyakit selama prapatogenesis (sebelum proses suatu penyakit dimulai).
Pencegahan primer yang dapat dilakukan di area rural seperti pendidikan
kesehatan dan promosi kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan,
perbaikan status gizi dan kesehatan, pemberian imunisasi, pengembangan
personalitas dan pembentukan karakter seperti peningkatan kebiasaan cuci
tangan sebelum makan, karena kebanyakan masyarakat di pedesaan bekerja
sebagai petani sehingga perlu diberi tahu tentang cara hidup bersih dan sehat.
2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengendalikan
atau membatasi penyebaran suatu penyakit atau diagnosis dini dan pengobatan
segera/adekuat. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan di area rural adalah
pencarian penderita, skrining kesehatan tujuannya untuk mendeteksi
keberadaan penyakit selama masa pathogenesis awal. Untuk penyakit menular
terkadang pengendalian sekunder dapat mengakibatkan isolasi atau karantina.
Upaya lebih lanjut adalah desinfeksi, pengobatan masal dengan antibiotik,
menjaga kontak langsung dengan penderita penyakit menular.
3. Pencegahan Tersier
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat di desa tentang kesehatan
dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatan sampai
tuntas. Pengobatan yang tidak lengkap dapat mengakibatkan kecacatan atau

280
ketidakmampuan bagi penderitanya, maka diperlukan rehabilitasi untuk
pemulihan dari penyakit yang diderita, dan pendidikan kesehatan masih
diperlukan dalam pencegahan tersier agar keluarga pasien yang sudah
direhabilitasi karena kecacatan dari penyakit yang dideritanya dapat menerima
pasien tersebut kembali ke keluarga, perbaikan fasilitas kesehatan.

III. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Populasi Rentan

1. Kebiasaan merokok
Sembakau sebagai bahan baku rokok mengandung bahan toksik
dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan karena lebih dari 2000 zat
kimia dan diantaranya sebanyak 1200 sebagai bahan beracun bagi
kesehatan manusia. Dampak merokok terhadap kesehatan paru-paru dapat
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan
paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertropi)
dan kelenjar mukus bertambah banyak (hyperplasia). Pada saluran nafas
kecil terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel
dan penumpukan lendir. Pada jarimgan paru-paru terjadi peningkatan
jumlah sel radang dan kerusakan alfeoli. Akibat perubahan anatomi
saluran nafas pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru
dengan segala macam gejala klinisnya. Tenaga kerja yang mempunyai
kebiasaan merokok dapat mempunyai risiko atau pemicu timbulnya
keluhan subyektif saluran perna!asan dan gangguan #entilasi paru pada
tenaga kerja (Giarno, 1995). Sementara Lubis (1991) menyatakan tenaga
kerja yang sebagai perokok merupakan salah satu faktor risiko penyebab
penyakit saluran pernafasan.
2. Status gizi tenaga kerja
Status gizi menggambarkan keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan zat-zat gizi. Status gizi buruk akan menyebabkan
daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga dengan menurunnya
daya tahan tubuh maka seseorang akan mudah terinfeksi oleh mikroba.
Berkaitan dengan infeksi saluran nafas apabila terjadi secara berulang-
ulang dan disertai batuk berdahak, akan dapat menyebabkan terjadinya

281
bronchitis kronis. Salah satu akibat kekurang gizi dapat menurunkan
imunitas dan anti bodi sehingga seseorang mudah terserang infeksi seperti
batuk , pilek, diare dan
berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap
benda asing seperti debu kayu yang masuk ke dalam tubuh. status gizi
tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tenaga kerja maupun
produktifitas tenaga kerja.
3. Penggunaan alat pelindung diri
Pada suatu kegiatan industri, paparan dan risiko yang ada ditempat kerja
tidak selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap
kemungkinan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa
dilakukan. Ada beberapa alternative pengendalian
(secara tehnik dan administratif) yang bisa dilaksanakan, namun
mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang sering dilakukan
adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri dijadikan
suatu kebiasaan dan keharusan. Hal ini sesuai dengan undang-undang No
1Th 1970 tentang keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang
mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri di tempat
kerja baik pengusaha maupun tenaga kerja. Pemakaian masker oleh
pekerja industri yang udaranya banyak mengandung debu, merupakan
upaya mengurangi masuknya partikel
debu kedalam saluran pernapasan. Dengan
mengenakan masker, diharapkan pekerja melindungi dari kemungkinan
terjadinya gangguan pernapasan akibat terpapar udara
yang kadar debunya tinggi. Walaupun demikian, tidak ada jaminan
bahwa dengan mengenakan masker, seorang pekerja
di industri akan terhindat dari kemungkinan terjadinya gangguan
pernapasan
1. Usia tenaga kerja
Faal paru pada tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh usia tenaga kerja itu
sendiri. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap
penyakit akan bertambah,khususnya gangguan saluran perna!asan pada

282
tenaga kerja. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Lestari (2000)
yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
kelainan faal paru tenaga kerja.
2. Masa kerja
Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam
waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa
kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya
obstruksi pada pekerja di industry yang berdebu lebih dari 5 tahun.
3. Kebiasaan olah lahraga
Kebiasaan berolahraga akan menimbulkan Force Vital Capacity (FVC)
seperti yang terjadi pada seorang atlet. FVC akan meningkat 30% sampai
dengan 40%. Olahraga yang paling baik untuk pernapasan adalah renang
dan senam. Dinegara berkembang seperti Indonesia, senam merupakan
pilihan paling tepat karena jauh lebih murah, mudah dan berguna untuk
memperkuat otot pernapasan. Latihan fisik yang teratur akan
meningkatkan kemampuan pernapasan dan mempengaruhi organ tubuh
sedemikian rupa hingga kerja organ lebih e!isien dan kapasitas !ungsi
paru bekerja maksimal
4. Lama paparan
Pneumonitis hipersensitifitas biasanya merupakan penyakit akibat pekerj
aan.Dimana terjadi pemaparan terhadap debu organik yang menyebabkan
penyakit paru akut maupun kronik. Keadaan tersebut akan timbul setelah
penderita mengalami kontak dalam waktu lama, hal ini terjadi lebih dari
10 tahun dan jarang terjadi dibawah 10 tahun. Sehingga lama paparan
mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kejadian gangguan fungsi
paru pada pekerja industri.
5. Ventilasi udara dalam ruangan
Ventilasi industri atau pertukaran udara di dalam industri merupakan
suatu metode yang digunakan untuk memelihara dan menciptakan udara
suatu ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi atau
kenyamanan pekerja. Disamping itu juga digunakan untuk menurunkan

283
kadar suatu kontaminan di udara tempat kerja sampai batas yang tidak
membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja

IV. Peran Perawat Komunitas Dalam Menangani Populasi Rentan

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh


oranglain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dam unit social
(Robbins, 2002).Peran dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil. Banyak peranan yang dapat dilakukan
oleh perawat kesehatanmasyarakat oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah (Widyanto,2014):
a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care provider)
Peran perawat sebagai care providerditujukan kepada individu,
keluarga,kelompok, dan masyarakat berupa asuhan keperawatan
masyarakat yang utuh (holistic) serta berkesinambungan
(komprehensif). Asuhan keperawatan dapat diberikan secara langsung
maupun secara tidak langsung pada berbagai tatanan kesehatan meliputi
puskesmas, ruang rawat inap puskesmas, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling sekolah, panti, posyandu, dan keluarga.
b. Peran Sebagai Pendidik (Educator)
Peran sebagi pendidik (educator) menuntut perawat untuk memberikan
pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik di rumah, puskesmas dan di masyarakat secara
terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi
perubahan perilaku seperti yangoptimal. Perawat bertindak sebagai
pendidik kesehatan harus mampu mengkaji kebutuhan klien yaitu
kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat, pemulihan kesehatan
dari suatu penyakit, menyusun program penyuluhan atau pendidikan
kesehatan baik sehat maupun sakit. Misalnya penyuluhan tentang
nutrisi, senam lansia, manajemen stress, terapi relaksasi,gaya hidup
bahkan penyuluhan mengenai proses terjadinya suatu penyakit.
Membimbing pasien membaca Al-Quran. Membimbing pasien

284
denganmembaca Al-Quran terutama dengan ayat-ayat dengan orang
sakit.
c. Peran sebagai konselor (Counselor)
Peran sebagai konselor melakukan konseling keperawatan sebagai
usaha memecahkan masalah secara efektif. Pemberian konseling dapat
dilakukan dengan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Peran sebagai panutan (Role Mode)
Peran kesehatan masyarakat harus dapat member contoh yang baik
dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyaraka ttentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru
dan dicontoh oleh masyarakat
e. Peran sebagai pembela (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat
komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan social yang ada pada masyarakat. Seorang
pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk
didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan
kebutuhan klienterpenuhi dan melindungi hak-hak klien.
f. Peran sebagai manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan
beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
g. Peran sebagai kolaborator
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerja
samadengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli
radiologi, danlain-lain dalam kaitannya membantu mempercepat proses
penyembuhan klien.Tindakan kolaborasi atau kerjasama merupakan
proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada tahap proses
keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk
merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan.
h. Peran sebagai penemu kasus (Case Finder)

285
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut
masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta
berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjugan rumah,
pertemuan-pertemuan observasi dan pengumpulan data. (Widyanto,
2014).
1) Peran Pada Invidu Atau Keluarga
2) Sebagai pelaksana kesehatan
3) Sebagai pendidik
4) Sebagai konselor
5) Sebagai peneliti
i. Perawat kesehatan masyarakat sekolah
Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan pada anak
ditatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan
mengikutsertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam
perencanaan pelayanan (Logan, BB, 1986). Fokus utama perawat
kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran
penunjang adalah guru dan kader.
j. Peran dalam bidang kesehatan kerja
Perawatan kesehatan kerja adalah penerapan prinsip-prinsip
keperawatan dalam memelihara kelestarian kesehatan tenaga kerja
dalam segala bidang pekerjaan. Perawat kesehatan kerja
mengaplikasikan praktik keperawatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan unik individu, kelompok dan masyarakat ditatanan industry,
pabrik, tempat kerja, tempat konstruksi, universitas danlain-lain.
k. Perawatan kesehatan di rumah
Perawatan kesehatan dirumah adalah bagian dari rangkaian perawatan
kesehatan umum yang disediakan pada individu dan keluarga untuk
meningkatkan, memelihara dan memulihkan kesehatan guna
memaksimalkan kesehatan dan meminimalkan penyakit.(Ilmi, 2011)

286
Rangkuman

Perhatian Pemerintah dan masyarakat terhadap permasalahan penyandang


disabilitas selama ini dapat dikatakan masih rendah, padahal data yang dihimpun
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang disabilitas secara
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari masih kurangnya sumber daya kesehatan bagi
penyandang disabilitas, yang terdiri atas: sumber daya manusia (tenaga kesehatan,
tenaga professional, dan relawan/pendamping), fasilitas kesehatan bagi
penyandang disabilitas (puskesmas RS Umum, fasilitas pelayanan rehabilitasi),
perbekalan (obat dan alat kesehatan), dan teknologi dan produk teknologi yang
diperlukan bagi penyandang disabilitas. Minimnya anggaran yang tersedia untuk
penyelenggaraan pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas juga
merupakan permasalahan yang terjadi di lapangan. Selain itu, stigma yang ada
dalam masyarakat terhadap penyandang disabilitas seringkali mengakibatkan
pelanggaran terhadap hak penyandang disabilitas, seperti adanya perlakuan
diskriminatif dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan, termasuk
pengucilan dan ejekan yang diterima oleh penyandang disabilitas beserta
keluarganya.
Penyelesaian permasalahan bagi penyandang disabilitas tidak hanya
terbatas pada masalah kesehatan saja (rehabilitasi medik). Hal ini juga
dititikberatkan pada upaya penyelenggaraan pelindungan dan pemenuhan hak
yang akan dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar tercipta kesetaraan
dan kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas. Alasan ini pula yang
membuat pengaturan penyandang disabilitas perlu diatur dalam Undang-Undang
tersendiri, karena pada prakteknya penyandang disabilitas akan terhubung dengan
209 banyak pihak, baik pemegang kebijakan di berbagai kementerian secara lintas
sektoral, maupun pihak swasta. Selanjutnya, pengaturan penyandang disabilitas
dalam Undang-Undang tersendiri secara komprehensif juga dimaksudkan untuk
menciptakan kepastian hokum dan keadilan di masyarakat, terutama bagi
penyandang disabilitas.
Melalui NA dan RUU tentang penyandang disabilitas diharapkan akan
memberikan akses yang besar kepada masyarakat berkaitan dengan upaya
pelindungan dan pelayanan kesehatan penyandang disabilitas yang masih sulit

287
didapatkan di beberapa daerah. Namun titik berat pengaturan RUU bukan hanya
pada upaya pelindungan dan pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas
semata, tetapi juga pada pemenuhan hak dalam berbagai bidang kehidupan dan
penghidupan, pemberian kesamaan kesempatan, perlindungan hukum, penyediaan
aksesibilitas, pendataan, pemberdayaan, pendanaan, serta tugas, tanggung jawab
dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta peran serta masyarakat
terhadap penyandang disabilitas. Di samping itu, juga diatur mengenai
kelembagaan untuk penyelenggaraan penaganan penyandang disabilitas melalui
Komisi Disabilitas Nasional dan Komisi Disabilitas Daerah.

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a.Bentuklah 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
a. Mahasiswa di minta untuk berdiskusi mengenai komunitas kesehtan
kerja sesuai dengan tema yang diberikan dosen.
Kelompok 1 : askep agregat populasi anak jalanan
Kelompok 2 : askep populasi area bencana
Kelompok 3: askep populasi area kerja/kesehatan kerja
Kelompok 4: askep populasi msyarakat terisolasi
b. Laporkan hasil diskusi kelompok ke dalam lembar kerja HVS dengan
ms.word Times new roman, font 12, spasi 1,5. sertakan tanggal
pengerjaan, kelompok dan nama anggota kelompok.
c. Sampaikan hasil diskusi kelompok secara berurutan.
d. Petunjuk penugasan makalah dengan format sebagai berikut:
SAMPUL DEPAN (COVER)
BAB I
TEMA: JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Tujuan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

288
BAB III: MATERI HASIL DISKUSI (SESUAI DENGAN TOPIK
KELOMPOK)
BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Mengerjakan pre test dan post test serta membuat pembahasannya di SPADA

289
DAFTAR PUSTAKA

Ilmi, Ani Aulia. 2011. Keperawatan komunitas. Makassar: AlauddinUniversity


Press.

Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah:Dari Dakwah Konvensional Menuju


Dakwah Profesional, Jakarta: Amzah, 2007

Khumaidah. 2009, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan


Kesehatan pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furindo Desa
Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Semarang

Maryani. 2014. Ilmu Keperawatan Komunitas. Bandung: Yrama widya.


[PDF]Gambaran Peran Perawat Puskesmas dalam PelaksanaanPerawatan...
repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5322/3/T1_462009055_BAB%2
0II.pdf oleh AB Astuti - 2014.

Widyanto. 2014.Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan Praktis.


Yogyakarta: Nuha Medika.

[PDF]konsep dasar keperawatan komunitas - Akper HKBP Balige


www.akperhkbp.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Konsep-Kep.-
Komunitas.pdf 19 Jul 2013.

[PDF] manajemen resiko dalam pelayanan kesehatan: konsep dalam sistem...


eprints.unsri.ac.id/313/1/15.__Manajemen_Resiko.pdf
oleh F Idris – 2007

[PDF]BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Konseptual 1. Kelompok Rentan


.digilib.uinsby.ac.id/9727/5/bab%202.pdf oleh W Indrawati - 2012

290
BAB IX

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN


MASALAH KESEHATAN PENYAKIT POPULASI PENYAKIT
INFEKSI

(Meriani Herlina, SKM., S.Kep., M.Biomed)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Insidensi infeksi merupakan pola yang selalu berubah sehingga menjadi
salah satu alasan mengapa studi tentang penyakit infeksi sangat menarik.
Walaupun beberapa penyakit telah dapat dikendalikan dengan sanitasi yang
lebih baik, higiene personal, vaksi, dan obat-obatan. Namun beberapa
penyakit baru mulai muncul dan penyakit-penyakit lain baru diketahui
memiliki dasar infeksi. Di negara berkembang yang miskin sumber daya,
penyakit infeksi terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Pada dekade terakhir (sampai dengan tahun 2003), lima faktor
global telah muncul sebagai kekuatan yang dapat menyebabkan perubahan
lebih lanjut: 1. Perubahan iklim dan pemanasan global yang secara spesifik
dapat memperluas cakupan geografis infeksi seperti malaria. 2. Peningkatan
populasi yang disertai degradasi lingkungan dapat menyebabkan kurangnya
persediaan makan dan minuman yang aman. 3. Meningkatnya perpindahan
penduduk ke kota di negara berkembang dan negara maju dengan alasan
keamanan atau ekonomi dan sosial dapat menyebabkan peningkatan
penyakit seperti tuberkulosis. 4. Xenotransplantasi dan modifikasi genetik,
secara teoretis, dapat menghasilkan patogen baru pada manusia, walaupun
telah ditetapkan panduan keamanan untuk mencegahnya. 5. Bioterorisme
dan pelepasan agen biologis yang disengaja mungkin dapat dilakukan untuk
memeras uang.

291
B. Deskripsi Materi
Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawtan komunitas dengan masalah
kesehatan penyakit infeksi yang meliputi: Defenisi, Jenis dan penyebab
penyakit infeksi, Mekanisme penyebaran penyakit infeksi, Pencegahan
Infeksi, Contoh-contoh penyakit infeksi (ISPA, Diare, TB Paru, DBD,
Cacingan, Corona, Penyakit Kulit)

C. Tujuan/Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam
mencapai Capaian Mata Kuliah yaitu mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada komunitas dengan masalah kesehatan populasi penyakit
infeksi

D. Uraian Materi
Topik 1: Konsep Penyakit Infeksi
Topik 2: Asuhan Keperwatan Komunitas Pada penyakit Infeki

292
TOPIK 1

KONSEP PENYAKIT INFEKSI


Meriani, SKM., S.Kep., M.Biomed
Christina M.T.Bolon., S.Kep., Ns, M.Kes

I. Defenisi infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen,
dan bersifat sangat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit
melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi yaitu : faktor penyebab
penyakit (agen), faktor manusia atau pejamu (host), dan faktor lingkungan.

infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi


didalam tubuh yang menyebabkan sakit (potter &Perry 2005). Sedangkan
menurut Smeltzer & Brenda (2002), infeksi adalah beberapa penyakit yang
disebabkan oleh pertumbuhan organisme patogenik dalam tubuh.

II. Jenis dan Penyebab infeksi


Tipe mikroorganisme penyebab infeksi dibagi menjadi empat kategori,
yaitu
1. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies
bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan dapat hidup
didalam tubuhnya. Bakteri bisa masuk antara lain melalui udara, tanah,
air, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.
2. Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nukleat acid) karenanya harus
masuk dalam sel hidup untuk di produksi.
3. Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit
adalah protozoa, cacing dan arthropoda.
4. Fungi

293
Fungi terdiri dari ragi dan jamur

III. Mekanisme Penyebaran Penyakit Infeksi


Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien
tergantung dari tingkat infeksi, patogenisitas mikroorganisme dan
kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan
meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan
infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari system imun memberikan jaringan
kompleks mekanisme yang sangat baik yang jika utuh, berfungsi
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas.
Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik
maupun non spesifik bisa gagal dan hal tersebut bisa mengakibatkan
kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang
disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut
hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor
yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang
terimunosupres.
Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah
adalah : infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit,diare, kerusakan
pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu.
Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut :
1) Periode inkubasi
Interval antara masuknya pathogen kedalam tubuh dan munculnya
gejala pertama.
2) Tahap prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise, demam
ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu
menyebarkan penyakit ke orang lain.

294
3) Tahap sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis
infeksi
4) Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi.
Dalam garis besarnya mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu
yang rentan melalui dua cara:
1. Transmisi Langsung
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai
dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman,
atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat
transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
2. Transmisi Tidak Langsung
Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik
berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
a) Vehicle Borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang
terkontaminasi seperti peralatan makan, minum, alat-alat
bedah/kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.
b) Vektor Borne
Sebagai media perantara adalah vektor (serangga) yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu adalah sebagai berikut:
 Cara Mekanis
Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum mikroba patogen,
lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya
akan masuk ke saluran cerna pejamu.
 Cara Bologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakkan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya
mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c) Food Borne

295
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif
untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui
saluran cerna.
d) Water Borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air
yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis diharapkan
terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi.
Jika tidak, sebagai media perantara, air sangat mudah menyebarkan
mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk saluran cerna
atau yang lainnya.
e) Air Borne
Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya
udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk
dideteksi.
Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu
dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita saat
batuk atau bersin, bicara atau bernafas, melalui mulut atau hidung.
Sedangkan debu merupakan partikel yang dapat terbang bersama
partikel lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah
terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung,
ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau pada laboratorium klinik.
Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka akan
berinterksi dengan mikroba patogen yang secara alamiah akan
melewati 4 tahap:
1) Tahap Rentan
Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat namun
peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah
terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik,
perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dan lain-lain. Faktor
predisposisi tersebut mempercepat masuknya mikroba patogen
untuk berinteraksi dengan pejamu.

296
2) Tahap Inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai
bereaksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak. Saat
mulai masuknya mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat
munculnya tanda dan gejala penyakit disebut inkubasi. Masa
inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya, ada
yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang bertahun-tahun.
3) Tahap Klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dan gejala penyakit. Dalam
perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap.
Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan.
Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Jika
bertambah parah, penderita sudah tidak mampu lagi melakukan
aktivitas sehari-hari.
4) Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu:
a. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan
fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
b. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya
kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental,
maupun cacat sosial.
c. Pembawa (carrier)
Perjalanan penyakit seolah–olah berhenti, ditandai dengan
menghilangnya tanda dan gejalan penyakit. Pada kondisi ini
agen penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial
sebagai sumber penularan.
d. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan
gejala yang tetap atau tidak berubah.

297
e. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan
fungsi–fungsi organ.

I. Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi


Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah
tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan
dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah
rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan
(reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara. Jadi, kunci untuk
mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi
mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati
mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara
Sebagai sumber penularan atau reservoir adalah orang/penderita, hewan,
serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus dapat
berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah sampah, limbah,
ekskreta/sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain–lain. Apabila
perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan diimplementasikan dalam
kehidupan sehari–hari, serta sanitasi lingkungan yang sudah terjamin,
diharapkan kejadian penularan penyakit infeksi dapat ditekan seminimal
mungkin.

II. Contoh-Contoh Penyakit Infeksi


1. ISPA
a. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-
paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai
struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau
berurutan (Muttaqin, 2008).
b. Penyebab

298
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan
Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Suhandayani, 2007).
c. Tanda dan gejala
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian
saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat
peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya
sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin,
2008).
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam,
pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus
(muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi
suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan
dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat
pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).
d. Pencegahan
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
1) Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan
mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama
antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi
makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih,
olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup,
kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena
dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri
penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

299
2) Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai
macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik
akan mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di
dalam rumah, sehingga dapaat mencegah seseorang menghirup
asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh
virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah
terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk
ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu
suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol
yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang
dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara),
yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

2. Diare
a. Pengertian
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,
bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011).
Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie
dan Soenarto, 2012).

300
b. Penyebab
Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain
1. Faktor Infeksi
1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak.Meliputi
infeksi eksternal sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan
lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,
Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan
makanan seperti: otititsn media akut (OMA), tonsillitis /
tonsilo faringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa,
maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa,dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsornsi protein

3. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap


makanan.

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat


terjadi pada anak yang lebih besar).

301
c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi
cengeng, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair
(lendir dan tidak menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah,
anus lecet, dehidrasi (bila terjadi dehidrasi berat maka volume
darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat,
tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok), berat
badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun
cekung, mulut dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).
d. Pencegahan
Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih
pada lima waktu penting:

1) Sebelum makan.

2) Sesudah buang air besar (BAB).

3) Sebelum menyentuh balita anda.

4) Setalah membersihkan balita anda setelah buang air besar.

5) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan


untuk siapapun.

2. Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah
melalui proses pengolahan. Seperti air yang sudah dimasak
terlebih dahulu, proses klorinasi.

3. Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya


ditempatkan ditempat yang sudah sesuai, supaya makanan anda
tidak dicemari oleh serangan (lalat, kecoa, kutu, dll).

4. Membuang proses MCK (Mandi Cuci Kakus) pada tempatnya,


sebaiknya anda meggunakan WC/jamban yang bertangki septik
atau memiliki sepiteng (Ihramsulthan.com, 2010).

3. TB Paru

302
a. Pengertian
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung
yang disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium
Tuberculosis. Mayoritas kuman TB menyerang paru, akan tetapi
kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang lainnya.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011).
b. Penyebab
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita
Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.
Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah
batuk yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis
paru biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas.
Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1) Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

303
2) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
3) Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru
4) Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5) Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari

d. Pencegahan
1) Menutup mulut bila batuk
2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak
pada wadah tertutup yang diberi lisol
3) Makan makanan bergizi
4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita
5) Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang
baik
6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2010)

4. DBD
a. Pengertian
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.
Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome) adal demam

304
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Nurarif &
Hardhi, 2015).
b. Penyebab
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue,
yang merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis
virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam
berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang
yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue
mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem
imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama
justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih
parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat
terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa
hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk (Kristina dkk,
2004). Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan
vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes
aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor
yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk
dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang
telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di
dalam nyamuk selama 8 - 10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang
digigitnya.
Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang
dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh
virus dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi
monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk. Tingkat risiko
terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang
yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi

305
pertama. Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada
wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau
seseorang yang berasal dari ras Kaukasia (Vorvick, 2010).
c. Tanda dan gejala
Gejala klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan 4
manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama
perdarahan kulit dan seringkali disertai pembesaran hati
(hepatomegali) dan kegagalan peredaran darah 15 (Nimmannitya,
2009). Demam tinggi mendadak selama 2 - 7 hari, dengan muka
kemerahan. Demam tinggi ini dapat menimbulkan kejang terutama
pada bayi. Keluhan lain seperti anoreksia, nyeri kepala, otot, tulang
dan sendi, serta mual dan muntah sering ditemukan. Biasanya juga
ditemukan nyeri perut di epigastrium dan dibawah tulang iga. Pada
beberapa penderita kadang mengeluh nyeri telan dengan faring
hiperemis saat dilakukan pemeriksaan, namun jarang didapatkan
batuk – pilek (Depkes RI, 2007). Bentuk perdarahan yang paling
sering ditemukan adalah pada uji tourniquet, kulit mudah memar
dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau bekas
pengambilan darah. Umumnya ditemukan petekie halus yang
tersebar didaerah ekstremitas, aksila, wajah dan palatum mole pada
fase awal demam. Epistaksis dan perdarahan pada gusi lebih jarang
ditemukan serta perdarahan pada saluran cerna kadang ditemukan
pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan perabaan mulai
dari hanya teraba sampai 2 - 4 cm di bawah arcus costae kanan.
Pembesaran hati ini tidak berhubungan dengan berat dan ringannya
penyakit tetapi pembesaran hati ini lebih sering didapatkan pada
penderita dengan syok (Depkes, RI, 2007). Fenomena patofisiologi
utama yang membedakan DBD dari DD adalah meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, hipotensi, trombositopenia, peningkatan hematokrit
(hemokonsentrasi), hipoproteinemia (FK UI, 1997). Masa krisis
terjadi pada akhir fase demam, dimana terjadi penurunan suhu tiba

306
-tiba yang seringkali disertai dengan gangguan sirkulasi yang
bervariasi beratnya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
terjadi perubahan minimal dan hanya sementara, sedangkan pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok (Depkes RI, 2007)

5. Cacingan
a. Pengertian
Penyakit cacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh cacing yang hidup sebagai parasit didalam tubuh manusia.
Seseorang dapat terinfeksi penyakit kecacingan ketika telur, atau
larva masuk ke dalam tubuh, menjadi cacing dewasa dan bertelur
didalam tubuh. Seseorang dapat dengan mudah terinfeksi oleh
cacing ketika hidup dalam lingkungan yang tidak bersih, memiliki
sanitasi yang buruk, dan kebiasaan yang tidak higienis. Definisi
infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi
satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan
nematoda usus
b. Dampak infeksi kecacingan
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,
namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Kecacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan,
gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara
ekonomi dapat menyebabkan banyak kerugian yang pada akhirnya
dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Infeksi cacing
pada manusia dapat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan tempat
tinggal dan manipulasinya terhadap lingkungan
(Wintoko, 2014).
Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi
cacing tambang mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan
Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Satari,
2010). Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare

307
darah, turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya
berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di
bawah normal. Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung
secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai
penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah
0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan
kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia
berat (Margono, 2008).
6. Covid-19/Corona
a. Pengertian
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit ringan sampai berat, seperti common cold atau pilek dan
penyakit yang serius seperti MERS dan SARS.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan
infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa
menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru
(pneumonia).
b. Penyebab
Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus,
yaitu kelompok virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Pada
sebagian besar kasus, coronavirus hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini
juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti
pneumonia, Middle-East Respiratory Syndrome (MERS)
dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
c. Tanda dan gejala
Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19
bisa menyerupai gejala flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit
tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu, gejala dapat hilang dan
sembuh atau malah memberat. Penderita dengan gejala yang berat
bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah,

308
sesak napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul
ketika tubuh bereaksi melawan virus Corona.
Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang
terinfeksi virus Corona, yaitu:
1) Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)
2) Batuk kering
3) Sesak napas

Ada beberapa gejala lain yang juga bisa muncul pada infeksi virus
Corona meskipun lebih jarang, yaitu:
1) Diare
2) Sakit kepala
3) Konjungtivitis
4) Hilangnya kemampuan mengecap rasa atau mencium bau
5) Ruam di kulit

Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari


sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona.

d. Pencegahan
Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus
Corona atau COVID-19. Oleh sebab itu, cara pencegahan yang
terbaik adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa
menyebabkan Anda terinfeksi virus ini, yaitu:

1) Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1


meter dari orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali
ada keperluan mendesak.
2) Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau
keramaian, termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan.
3) Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand
sanitizer yang mengandung alkohol minimal 60%, terutama
setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.

309
4) Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci
tangan.
5) Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin,
beristirahat yang cukup, dan mencegah stres.
6) Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang
dicurigai positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang
sedang sakit demam, batuk, atau pilek.
7) Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin,
kemudian buang tisu ke tempat sampah.
8) Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan
lingkungan, termasuk kebersihan rumah.

Berdasarkan hasil penelitian upaya pencegahan penularan Covid-19 di


Dusun III Desa Tanjung Meriah dari 30 orang responden diketahui
responden yang menggunaan masker guna untuk memutus rantai penularan
covid-19 yaitu sebanyak 16 Responden (53%), Menurut asumsi peneliti
penggunaan masker bisa mencegah penularan virus corona melalui udara
dengan menghalangi partikel udara yang mengandung virus masuk ke tubuh
orang lain. Hal ini sesuai dengan hasil tim peneliti Texas A&M University
of Texas, University of California, dan California Institute of Technology.
Dengan menjaga jarak sebanyak 8 responden (27%), Menurut world health
organization (WHO), kesadaran menjaga jarang antar fisik manusia menjadi
faktor yang sangat menentukan dalam mencegah penyebaran Virus Corona
atau Covid-19 mengapa jaga jarak fisik sangat penting, sebab perpindahan
virus corona melalui mulut dan hidung sangat cepat oleh sebab itu ada
anjuran untuk menjaga jarak antar manusia, hal ini bertujuan untuk
memutus rantai penularan Virus Covid-19.

Dengan mencuci tangan adalah sebanyak 6 Responden (20%). Menurut


asumsi peneliti cara yang paling efektif untuk mencegah penularan virus
tersebut adalah dengan sering mencuci tangan pakai sabun, Membiasakan
diri mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir ini penting dilakukan.

310
Ini yang akan jadi kunci untuk membunuh, merusak, dan mematikan virus
yang mencemari tangan. Kata Jubir Pemerintah untuk Covid-19 dr. Achmad
Yurianto pada Konferensi Pers di Gedung BNPB, Jakarta.

Berbagai langkah telah diterapkan dalam mencegah penyebaran Covid -19


di Indonesia, salah satunya adalah melalui Gerakan 3M.Gerakan 3M
merupakan salah satu upaya yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah
guna memutus rantai penyebaran Covid- 19 di Indonesia.yaitu memakai
masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Diharapkan kepada seluruh
masyarakat untuk tetap mengikuti protokol kesehatan sesuai dengan
peraturan pemerintah kota dan desa.
(Sumber: Jurnal Ilmiah Keperawatan UIM: Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Penularan Covid-19 Di Dusun Iii
Desa Tanjung Meriah Kec. Sttu Jehe Kab.Pakpak Bharat Tahun 2021
Https://S3.Ap-Southeast-
1.Amazonaws.Com/Assetuim/Siakad/Aytcslzsogxpv1m1mlbmastrnvlzdz09
-929.Pdf

Coronavirus merupakan sekumpulan virus yang mengakibatkan terjadinya


penyakit pada manusia dan hewan. Penyakit Coronavirus ini jika terjangkit
pada manusia dapat menyebabkan penyakit infeksi pada saluran pernafasan,
dengan gejala mulai dari flu biasa hingga penyakit yang serius seperti
penyakit Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom
Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Untuk
itu perlu adanya dukungan dari keluarga untuk mengurangi tingkat
kecemasan pada pasien yang menjalani isolasi.

Dukungan sosial kelurga dapat menurunkan efek cemas dengan


meningkatkan kesehatan mental individual atau keluarga secara langsung,
dukungan sosial merupakan strategi koping keluarga yang sangat penting
diperoleh pada saat stres karena dukungan sosial sebagai strategi
pencegahan untuk menurunkan kecemasan dan akibat negatif dari cemas
tersebut (Friendman, 1998).

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka penulis dapat


menyimpulkan bahwa semakin baik dukungan sosial keluarga terhadap

311
pasien yang mengalami Covid-19 maka semakian rendah tingkat kecemasan
pasien yang menjalani isolasi, untuk itu diharapkan bagi keluarga tetap
memberikan dukungan sosial (emosional, penghargaan, instrumental,
informatif) agar pasien patuh dan lebih siap menjalani isolasi. (Sumber:
Jurnal Ilmiah Keperawatan UIM: Hubungan Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Covid-19 Yang Menjalani Isolasi Di
Rsud Abdul Manan Simatupang Kisaran Tahun 2021, https://pusdikra-
publishing.com/index.php/jies/article/view/812)

7. Penyakit kulit
a. Pengertian
Penyakit Kulit (Dermatologi) merupakan bidang kedokteran yang
berorientasi pada morfologi atau Ujud Kelainan Kulit(UKK) yang
ditemukan. Akurasi diagnostik akan tinggi apabila pemeriksaan
dilakukan secara obyektif tanpa dipengaruhi oleh interpretasi
pasien yang didapat dari anamnesis. Anamnesis harus selalu
dilakukan pada saat maupun setelah pemeriksaan visual dan fisik
sehingga didapatkan diagnosis yang lebih obyektif (Sudirman,
2012).
b. Jenis penyakit kulit
Penyakit kulit dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari
karena terkena virus, lingkungan yang terkontaminasi dan masih
banyak faktor-faktor lainnya. Berikut adalah beberapa jenis
penyakit kulit dan cara pencegahannya
1) Bisul (Furunkel)
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih
daripada sebuah disebut furunkulosis. Karbunkel ialah
kumpulan furunkel. Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus
eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustul.
Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan
nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi

312
ialah yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong (Djuanda,
2011).
2) Cacar air
Cacar air adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-
zoster yang sering terjadi pada anak-anak. Pada penyakit ini
biasanya ditandai dengan bintikbintik pada seluruh tubuh
(termasuk wajah), berwarna kemerahan, dan isi dari benjolan
(jika sudah membesar) tersebut adalah cairan. Jika seseorang
menderita penyakit ini, maka tubuhnya akan membentuk
kekebalan yang sangat kuat seumur hidup, jadi penyakit ini
hanya terjadi satu kali seumur hidup pada setiap orang. Cacar
air sangat menular dan memiliki tiga tahap dalam
pembentukannya. Gejala penyakit cacar air Ini dimulai dengan
munculnya sedikit benjolan gatal di seluruh tubuh yang
menyerupai seperti gigitan serangga. Kemudian, bintik tadi
berubah menjadi benjolan yang berisi cairan, diikuti oleh tahap
akhir yaitu pada saat tahap penyembuhan, dimana benjolan
tersebut pecah dan membuat bekas pada kulit (Djuanda, 2011).
3) Campak (Rubella)
Merupakan penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus.
Biasanya menyerang anak-anak. Gejala awal campak adalah
demam, pilek, bersin, badan terasa lesu, sakit kepala, nafsu
makan menurun drastis dan radang mata. Setelah beberapa hari
dari gejala tersebut timbul ruam merah yang gatal, bertambah
besar, tersebar ke beberapa bagian tubuh (Djuanda, 2011).
4) Eksim (Dermatitis)
Gejala utama yang dirasakan penderita eksim adalah rasa gatal
yang berlebihan pada kulit. Lalu disertai dengan kulit memerah,
bersisik dan pecah-pecah, timbul gelembung-gelembung kecil
yang mengandung air atau nanah. Bagian tubuh yang sering
terkena eksim biasanya tangan, kaki, lipatan paha dan telinga.
Eksim terbagi menjadi dua, yaitu eksim kering dan basah. Pada

313
eksim basah, juga akan terasa panas dan dingin yang berlebihan
pada kulit.Eksim disebabkan karena alergi terhadap rangsangan
zat kimia tertentu seperti yang terdapat dalam detergen, sabun,
obatobatan dan kosmetik, kepekaan terhadap jenis makanan
tertentu seperti udang, ikan laut, telur, daging ayam, alkohol,
vetsin (MSG), dan lain-lain. Eksim juga dapat disebabkan
karena alergi serbuk sari tanaman, debu, rangangan iklim,
bahkan gangguan emosi. Eksim lebih sering menyerang orang-
orang yang mudah terkena alergi. Penyakit ini sering terjadi
berulang-ulang atau kambuh. Oleh karena itu harus
diperhatikan untuk menghindari hal-hal atau bahan-bahan yang
dapat menimbulkan alergi (alergen.) Tetapi, dengan pengobatan
yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik
sehingga mengurangi angka kekambuhan. Pada beberapa kasus,
eksim akan menghilang seiring dengan pertambahan usia
penderita (Djuanda, 2011).
5) Impetigo
Impetigo adalah penyakit kulit menular yang biasanya
disebabkan oleh bakteri. Impetigo menyebabkan kulit menjadi
gatal, melepuh berisi cairan dan kulit menjadi merah. Impetigo
sangat mudah terjadi pada anak berusia dua sampai enam tahun.
Bakteri biasanya masuk ke dalam kulit melalui gigitan
serangga, luka, atau goresan. Kebersihan sangat penting bagi
orang yang mengalami impetigo (Djuanda, 2011).
6) Jerawat (Acne)
Berdasarkan penelitian, sekitar 80 persen dari seluruh manusia
pernah memiliki jerawat. Jerawat sebagai salah satu penyakit
kulit yang disebabkan oleh bakteri yang tumbuh di kulit dan
menghubungkan pori-pori dengan kelenjar minyak di bawah
kulit. Jerawat merupakan penyakit dari folikel sebasea yaitu
folikel yang mempunyai glandula sebasea yang banyak dan
tidak mempunyai bulu. Arpertura dari glandula sebasea

314
terblokir oleh sumbat tanduk (blackheads) dan terdapat retensi
dari sebum yang diubah oleh organisme yang menimbulkan
inflamasi pada jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
pembentukan pustul dan abses yang menyebabkan parut.
Jerawat dapat berkembang jika pengobatan tidak dilakukan di
tahap awal kemunculannya. Jerawat tidak hanya tumbuh di
wajah, namun juga bisa tumbuh di bagian tubuh lain terutama
punggung (Djuanda, 2011).
7) Kudis (Skabies)
Kudis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit tungau
yang gatal yaitu sarcoptes scabiei var hominis. Kulit yang
terjangkit kudis lebih banyak terjadi di daerah kumuh dan tidak
menjaga kebersihan tubuh. Gejala kudis adalah adanya rasa
gatal yang begitu hebat pada malam hari, terutama di sela-sela
jari kaki, tangan, di bawah ketiak, alat kelamin, pinggang dan
lain-lain. Kudis sangat gampang menular pada orang lain,
secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung tentu saja melalui sentuhan kulit terkena kudis
dengan kulit orang lain. Secara tidak langsung bisa menular
melalui handuk atau pakaian yang dipakai secara bergantian
dengan penderita kudis. Cara sangat mudah untuk menghindari
kudis tentu saja dengan menjaga kebersihan lingkungan dan
tubuh. Salah satu cara pencegahan penyakit kudis dapat
dilakukan dengan mencuci sperai tempat tidur, handuk dan
pakaian yan dipakai dalam 2 hari belakangan dengan air hangat
dan deterjen (Djuanda, 2011).
8) Kurap
Kurap terjadi karena jamur, biasanya yang menjadi gejalanya
adalah kulit menjadi tebal dan pada kulit timbul lingkaran-
lingkaran yang semakin jelas, bersisik, lembab dan berair dan
terasa gatal. Kemudian pada lingkaran-lingkaran akan timbul
bercak-bercak putih. Kurap timbul karena kurang menjaga

315
kebersihan kulit. Bagian tubuh yang biasanya terserang kurap
yaitu tengkuk, leher, dan kulit kepala. Kurap dapat dicegah
dengan cara mencuci tangan yang sempurna, menjaga
kebersihan tubuh, dan mengindari kontak dengan penderita.
Kurap dapat diobati dengan anti jamur yang mengandung
mikonazol dan kloritomazol dengan benar yang dapat
menghilangkan infeksi (Djuanda, 2011).
9) Psoriasis
Psoriasis termasuk penyakit kulit yang sulit didiagnosa. Bagian
tubuh yang biasa terkena eksim sama dengan bagian tubuh
yang biasa terkena psoriasis, ditambah kulit kepala, punggung
bagian bawah, telapak tangan, dan telapak kaki. Stres, trauma,
dan tingkat kalsium yang rendah dapat menyebabkan psoriasis.
Psoriasis bukan penyakit menular, tetapi bersifat menurun
(diwariskan). Gejala psoriasis adalah timbulnya bercak-bercak
merah yang di atasnya terdapat sisik-sisik putih tebal dan
menempel berlapis-lapis. Bila digaruk, sisik-sisik tersebut akan
rontok. Mula-mula, luas permukaan kulit yang terkena hanya
kecil, dan semakin lama semakin melebar (Djuanda, 2011).
10) Panu
Panu adalah salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur. Penyakit panu ditandai dengan bercak yang terdapat
pada kulit disertai rasa gatal pada saat berkeringat. Bercak-
bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah tergantung
warna kulit si penderita. Panu paling banyak dijumpai pada
remaja usia belasan. Meskipun begitu panau juga bisa
ditemukan pada penderita berumur tua. Cara pencegahan
penyakit kulit Panu dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan kulit, dan dapat diobati dengan obat anti jamur yang
dijual di pasaran, dan dapat juga diobati dengan obat-obatan
tradisional seperti daun sirih yang dicampur dengan kapur sirih
dan dioleh pada kulit yang terserang Panu (Djuanda, 2011).

316
TOPIK 2:
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN MASALAH
KESEHATAN PADA PENYAKIT INFEKSI
Meriani, SKM., S.Kep., M.Biomed
Christina M.T. Bolon,S.Kep., Ns., M.Kes

Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas


Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,
saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan
interestyang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di
suatulokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi
yangsama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest
yangsama (Riyadi, 2007).Perawatan kesehatan adalah bidang khusus dari
keperawatan yang merupakangabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan
masyarakat dan ilmu sosial yangmerupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang diberikan kepadaindividu, keluarga, kelompok dan masyarakat
baik yang sehat atau yang sakitsecara komprehensif melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatifserta resosialitatif dengan melibatkan peran serta
aktif dari masyarakat. Peranserta aktif masyarakat bersama tim kesahatan
diharapkan dapat mengenal masalahkesehatan yang dihadapi serta memecahkan
masalah tersebut (Elisabeth, 2007).
Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga/
kelompokdan masyarakat dengan fokus upaya kesehatan primer, sekunder dan
tersier. Olehkarenanya pendidikan masyarakat tentang kesehatan dan
perkembangan sosialakan membantu masyarakat dalam mendorong semangat
untuk merawat dirisendiri, hidup mandiri dan menentukan nasibnya sendiri dalam
menciptakanderajat kesehatan yang optimal (Elisabeth, 2007)

I. Pengkajian
Pengkajian adalah merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap
dansistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga
masalahkesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga

317
atau kelompokyang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis,
sosial elkonomi,maupun spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian
ini terdapat 5kegiatan, yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, perumusanatau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas
masalah (Mubarak,2005).Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam
pengumpulan data meliputi :
1. Data Inti
a. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
Data dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan informal
dikomunitas dan studi dokumentasi sejarah komunitas tersebut.
Uraikan termasukdata umum mengenai lokasi daerah binaan (yang
dijadikan praktek keperawatankomunitas), luas wilayah, iklim, tipe
komunitas (masyarakat rural atau urban),keadaan demografi,
struktur politik, distribusi kekuatan komunitas dan pola perubahan
komunitas.
b. Data Demografi
Kajilah jumlah komunitas berdasarkan : usia, jenis kelamin, status
perkawinan, ras atau suku, bahasa, tingkat pendapatan, pendidikan,
pekerjaan,agama dan komposisi keluarga.
c. Vital Statistik
d. Jabarkan atau uraikan data tentang: angka kematian kasar atau
CDR, penyebabkematian, angka pertambahan anggota, angka
kelahiran
2. Status Kesehatan KomunitasStatus kesehatan komunitas dapat dilihat
dari biostatistik dan vital statistikantara lain: dari angka mortalitas,
morbiditas, IMR, MMR, cakupan imunisasi.Selanjutnya status
kesehatan komunitas kelompokkan berdasarkan kelompokumur : bayi,
balita, usia sekolah, remaja dan lansia. Pada kelompok khusus
dimasyarakat: ibu hamil, pekerja industry, kelompok penyakit kronis,
penyakitmenular. Adapaun pengkajian selanjutnya dijabarkan
sebagaimana dibawah ini :
a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas

318
b. Tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi rate, suhu
tubuh.
c. Kejadian penyakit (dalam satu tahun terakhir) :
1. ISPA
2. Penyakit asma
3. TBC paru
4. Penyakit kulit
5. Penyakit mata
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pola pemenuhan kebutuhan sehari- hari
1. Pola pemenuhan nutrisi
2. Pola pemenuhan cairan elektrolit
3. Pola istirahat tidur
4. Pola eliminasi
5. Pola aktivitas gerak
6. Pola pemenuhan kebersihan diri
f. Status psikososial
g. Status pertumbuhan dan perkembangan
h. Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
i. Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan
j. Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi
yang berlebihan, mengkonsumsi alkohol, penggunaan obat tanpa
resep, penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi garam,
lemak dan purin.
3. Data lingkungan fisik
a. Pemukiman
1) Luas bangunan
2) Bentuk bangunan : rumah, petak, asrama, pavilion
3) Jenis bangunan : permanen, semi permanen, non permanen
4) Atap rumah : genteng, seng, kayu, asbes
5) Dinding : tembok, kayu, bamboo
6) Lantai : semen, keramik, tanah

319
7) Ventilasi : ± 15-20% dari luas lantai
8) Pencahayaan : kurang, baik
9) Penerangan : kurang, baik
10) Kebersihan : kurang, baik
11) Pengaturan ruangan dan perabot : kurang, baik
12) Kelengkapan alat rumah tangga : kurang, baik
b. Sanitasi
1) Penyediaan air bersih (MCK)
2) Penyediaan air minum
3) Pengelolaan jamban : bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya
dan bagaimana jarak dengan sumber air
4) Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
5) Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah,
bagaimana cara pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau
caralainnya
6) Polusi udara, air, tanah, atau suaran/kebisingan
7) Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industry
c. Fasilitas
1) Peternakan, pertanian, perikanan dan lain-lain
2) Pekarangan
3) Sarana olahraga
4) Taman, lapangan
5) Ruang pertemuan
6) Sarana hiburan
7) Sarana ibadah
d. Batas-batas wilayahSebelah utara, barat, timur dan selatan
e. Kondisi geografis
f. Pelayanan kesehatan dan social
1) Pelayanan kesehatan
a) Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dari kader)
b) Jumlah kunjungan
c) Sistem rujukan

320
2) Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan)
a) Lokasi
b) Kepemilikan
c) Kecukupan
3) Ekonomi
a) Jenis pekerjaan
b) Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan
c) Jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan
d) Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut
usia
4) Keamanan dan transportasi
a) Keamanan
(1) System keamanan lingkungan
(2) Penanggulangan kebakaran
(3) Penanggulangan bencana
(4) Penanggulangan polusi, udara dan air tanah
b) Transportasi
(1) Kondisi jalan
(2) Jenis transportasi yang dimiliki
(3) Sarana transportasi yang ada
5) Politik dan pemerintahan
a) Sistem pengorganisasian
b) Struktur organisasi
c) Kelompok organisasi dalam komunitas
d) Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
6) Sistem komunikasi
a) Sarana umum komunikasi
b) Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas
c) Cara penyebaran informasi
7) Pendidikan
a) Tingkat pendidikan komunitas
b) Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal dan non formal)

321
(1) Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas
(2) Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia
c) Jenis bahasa yang digunakan
8) Rekreasi
a) Kebiasaan rekreasi
b) Fasilitas tempat rekreasi
a) Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subyektif dan
obyektif.
1) Data subyektif
Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang
dirasakanoleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas,
yang diungkapkansecara langsung melalui lisan.
2) Data obyektif
Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan
dan pengukuran
b. Sumber Data
1) Data primer
Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa
atau perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga,
kelompok dankomunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau
pengkajian.
2) Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya,
misalnya :kelurahan, catatan riwayat kesehatan pasien atau
medical record (Wahit,2005)
Pengkajian ini merupakan hasil modifikasi dari beberapa teori
sebelumnya tentang pengkajian komunitas
1.Pengumpulan data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi
mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat
ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah

322
tersebut yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi
dan spiritual serta faktor lingkungan yangmempengaruhi (Mubarak,
2005).Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Wawancara atau anamnesa
Wawancara adalah kegiatan komunikasi timbal balik yang
berbentuk tanya jawab antara perawat dengan pasien atau
keluarga pasien, masyarakat tentang halyang berkaitan dengan
masalah kesehatan pasien. Wawancara harus dilakukan dengan
ramah, terbuka, menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami oleh pasien atau keluarga pasien, dan
selanjutnya hasil wawancara atauanamnesa dicatat dalam format
proses keperawatan (Mubarak, 2005).
b. Pengamatan
Pengamatan dalam keperawatan komunitas dilakukan meliputi
aspek fisik, psikologis, perilaku dan sikap dalam rangka
menegakkan diagnosa keperawatan.Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan panca indera dan hasilnya dicatat dalam
format proses keperawatan (Mubarak, 2005)
c. Pemeriksaan fisik
Dalam keperawatan komunitas dimana salah satunya asuhan
keperawatan yang diberikan adalah asuhan keperawatan
keluarga, maka pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam upaya
membantu menegakkan diagnosa keperawatan dengancara
Inspeksi, Perkusi, Auskultasi dan Palpasi (Mubarak, 2005).
2. Pengolahan data
Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan
data dengan cara sebagai berikut :
a. Klasifikasi data atau kategori data
b. Penghitungan prosentase cakupan
c. Tabulasi data
d. Interpretasi data

323
3. Analisis data
Analisis data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki
sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang
dihadapi oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau
masalah keperawatan (Mubarak, 2005). Tujuan analisis data :
1. Menetapkan kebutuhan community
2. Menetapkan kekuatan
3. Mengidentifikasi pola respon community
4. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan
kesehatan
4.Penentuan masalah atau perumusan masalah kesehatan
Berdasarkan analisa data dapat diketahui masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat, sekaligus dapat
dirumuskan yang selanjutnya dilakukan intervensi. Namun
demikian masalah yang telah dirumuskan tidak mungkin diatasi
sekaligus. Oleh karena itu diperlukan prioritas masalah (Mubarak,
2005)
5. Prioritas masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat dan
keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebagai
kriteria diantaranya adalah (Mubarak, 2005):
1. Perhatian masyarakat
2. Prevalensi kejadian
3. Berat ringannya masalah
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi
5. Tersedianya sumberdaya masyarakat
6. Aspek politis
Seleksi atau penapisan masalah kesehatan komunitas menurut format
Mueke (1988) mempunyai kriteria penapisan, antara lain:
a) Sesuai dengan peran perawat komunitas
b) Jumlah yang beresiko

324
c) Besarnya resiko
d) Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan
e) Minat masyarakat
f) Kemungkinan untuk diatasi
g) Sesuai dengan program pemerintah
h) Sumber daya tempat
i) Sumber daya waktu
j) Sumber daya dana
k) Sumber daya peralatan
l) Sumber daya manusia

II. Diagnosis Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baikyang aktual maupun potensial. Masalah aktual adalah masalah yang
diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah
masalah yang mungkintimbul kemudian. Jadi diagnosa keperawatan adalah
suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang status dan masalah
kesehatan yang dapat diatasi dengantindakan keperawatan. Dengan
demikian diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang
ditemukan. Diagnosa keperawatan akan memberigambaran masalah dan
status kesehatan masyarakat baik yang nyata (aktual), danyang mungkin
terjadi (Mubarak, 2009). Diagnosis keperawatan mengandungkomponen
utama yaitu :
1. Problem atau masalah : problem merupakan kesenjangan atau
penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya terjadi.
2. Etiologi atau penyebab : menunjukkan penyebab masalah kesehatan
ataukeperawatan yang dapat memberikan arah terhadap
intervensikeperawatan, yang meliputi :
a. Perilaku individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
b. Lingkungan fisik, biologis, psikologis, dan social
c. Interaksi perilaku dan lingkungan
3. Symptom atau gejala :

325
a. Informasi yang perlu untuk merumuskan diagnose
b. Serangkaian petunjuk timbulnya masalahPerumusan diagnosis
keperawatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1) Dengan rumus PESRumus : DK = P + E + SDK : Diagnosis
keperawatanP : Problem atau masalahE : EtiologiS : Symptom
atau gejala
2) Dengan rumus PERumus : DK = P + EDK : Diagnosis
keperawatanP : Problem atau masalahE : Etiologi
Jadi, menegakkan diagnosis keperawatan minimal harus
mengandung 2 komponen tersebut diatas, disamping
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Kemampuan masyarakat untuk menanggulangi masalah
b) Sumber daya yang tersedia dari masyarakat
c) Partisipasi dan peran serta masyarakatSedangkan diagnosis
keperawatan komunitas menurut Mueke, 1984 terdiridari :
(1) Masalah…………sehat………..sakit
(2) Karakteristik populasi
(3) Karakteristik lingkungan (epidemiologi triangle)

Logan & Dawkins, 1986. Dalam bukunya : Family centered Nursing in the
COMMUNITY
Diagnosis resiko:………………….(masalah)
Diantara:………………………….(community)
Sehubungan dengan:………….(karakteristik community dan lingkungan)
Yang dimanifestasikan oleh/didemonstrasikan oleh:…(indikator
kesehatan/analisa data)
1.Resiko terjadinya diare di …….sehubungan dengan:
a. Sumber air tidak memenuhi syarat
b.Kebersihan perorangan kurang
c.Lingkungan yang buruk dimanifestasikan oleh : banyaknya sampah
yang berserakan, penggunaan sungai sebagai tempat mencuci,
mandi,dan pembuangan kotoran (buang air besar)

326
2.Tingginya kejadian karies gigi …..sehubungan dengan :
a. Kurangnya pemeriksaan gigi
b. Kurangnya fluor pada air minum dimanifestasikan : 62% kariies
dengan inspeksi pada murid-murid ……..
3. Kurangnya gizi pada balita di desa Somowinangun khusunya di
…sehubungan dengan :
a. Banyak kepala keluarga kehilangan pekerjaan
b. Kurangnya jumlah kader
c. Kurangnya jumlah posyandu
d. Kurangnya jumlah pengetahuan masyarakat tentang gizi
4. Resiko terjadinya penyakit dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) didesa
….sehubungan dengan :
a. Cakupan imunisasi rendah
b. Kader kurang
c. Banyaknya drop out imunisasi
5. Terjadinya penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat (diare,
ISPA,DBD) di desa X, RW.Y sehubungan dengan :
a. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan
b. Terpaparnya lingkungan oleh bermacam polusi
c. Kurangnya kader kesehatan
6. Resiko terjadi penurunan derajat kesehatan pada usia lanjut di RW.1
sehubungan dengan :
a. Tidak adanya pembinaan pada usia lanjut
b. Tidak adanya wadah pada usia lanjut untuk meningkatkan
kesehatanusila
c. Kurangnya informasi tentang kesehtan usia lanjut yang
dimanifestasikan dengan : jumlah usia lanjut : 200 orang, penyakit
yang diderita usia lanjut : rematik 52,8%, hipertensi 32,42%,
katarak7%, diabetes mellitus 5,2%, dan lain-lain 3,29% dan usia lanjut
yang memeriksakan kesehatannya tidak teratur 45,4%

327
III. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesui
dengan diagnosiskeperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan klien (Mubarak, 2009). Jadi perencanaan asuhan
keperawatan kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan yang telah ditetapkan dan rencanakeperawatan yang disusun
harus mencakup perumusan tujuan, rencana tindakankeperawatan yang
akan dilakukan dan kriteria hasil untuk menilai pencapaiantujuan
(Mubarak, 2009).Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan
kesehatan masyarakatantara lain sebagai berikut:
1. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan
2. Tetapkan tehnik dan prosedur yang akan digunakan
3. .Melibatkan peran serta masyarakat dalam menyusun perencanaan
melalui kegiatan musyawarah masyarakat desa atau lokakarya mini
4. Pertimbangkan sumber daya masyarakat dan fasilitas yang tersedia
5. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi kebutuhan
yangsangat dirasakan masyarakat
6. Mengarah kepada tujuan yang akan dicapai
7. Tindakan harus bersifat realistis
8. Disusun secara berurutan

IV. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan
keperawatan yangtelah disusun. Dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan, perawat kesehatan masyarakat harus bekerjasama dengan
anggota tim kesehatan lainya. Dalam hal ini melibatkan pihak
Puskesmas, Bidan desa dan anggota masyarakat (Mubarak,2009).
Prinsip yang umum digunakan dalam pelaksanaan atau implementasi
pada keperawatan komunitas adalah:
1.Inovative

328
Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas dan
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tehnologi (IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa (IMTAQ)
(Mubarak, 2009)
2. Integrated
Perawat kesehatan masyarakat harus mampu bekerjasama dengan
sesama profesi, tim kesehatan lain, individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat berdasarkan azas kemitraan (Mubarak, 2009).
3. Rasional
Perawat kesehatan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatan
harus menggunakan pengetahuan secara rasional demi tercapainya
rencana program yang telah disusun (Mubarak, 2009).
4. Mampu dan mandiri
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan dan
kemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta kompeten
(Mubarak,2009).
5.Ugem
Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas
kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan
keperawatan yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan
implementasi yang menjadi fokus adalah : program kesehatan
komunitas dengan strategi : komuniti organisasi dan partnership in
community (model for nursing partnership) (Mubarak, 2009)

V. Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan
keberhasilan tindakan dapatdilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian masyarakat dalam perilaku kehidupan sehari-hari
dan tingkat kemajuan kesehatan masyarakat komunitas dengan tujuan

329
yang telah ditetapkan atau dirumuskan sebelumnya (Mubarak, 2009).
Kegiatan yang dilakukan dalam penilaian menurut Nasrul Effendi, 1998
1.Membandingkan hasil tindakan yang dilaksanakan dengan tujuan
yangtelah ditetapkan.
2.Menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajiansampai dengan pelaksanaan.
3.Hasil penilaian keperawatan digunakan sebagai bahan
perencanaanselanjutnya apabila masalah belum teratasi.
4.Perlu dipahami bersama oleh perawat kesehatan masyarakat
bahwaevaluasi dilakukan dengan melihat respon komunitas terhadap

Rangkuman
Penyakit infeksi masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan
diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar
penyakt di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia. Menurut Profil Ditjen PP&PL
thn 2006, 22,30% kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia. sedangkan
morbiditas penyakit diare dari tahun ketahun kian meningkat dimana pada tahun
1996 sebesar 280 per 1000 penduduk, lalu meningkat menjadi 301 per 1000
penduduk pada tahun 2000 dan 347 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Pada
tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat menjadi 423 per 1000 penduduk.
Di Indonesia penyakit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat
terbanyak setelah malnutrisi. Prevalensi cacingan yang disebabkan oleh Trichuris
trichiura (cacing cambuk) di Indonesia umumnya masih sangat tinggi yakni
sekitar 75-90% pada golongan penduduk yang mempunyai resiko tinggi terjangkit
penyakit ini terutama pada kelompok usia anak sekolah
Jenis penyakit infeksi yang pertama disebabkan oleh virus seperti ISPA,
TBC paru, Diare, Polio, Campak, dan Kecacingan; yang disebabkan oleh vektor
nyamuk diantanya DBD, Chikungunya dan Malaria.Penyakit berbasis lingkungan
masih menjadi permasalahan untuk Indonesia, menurut hasil survei mortalitas
Subdit ISPA pada tahu 2005 di 10 provinsi diketahui bahwa pneumonia
merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi (22,3%) dan pada balita
(23,6%). Diare, juga menjadi persoalan tersendiri dimana di tahun 2009 terjadi

330
KLB diare di 38 lokasi yang tersebar pada 22 Kabupaten/kota dan 14 provinsi
dengan angka kematian akibat diare (CFR) saat KLB 1,74%. Pada tahun 2007
angka kematian akibat TBC paru adalah 250 orang per hari. Prevalensi
kecacingan pada anak SD di kabupaten terpilih pada tahun 2009 sebesar 22,6%.
Angka kesakitan DBD pada tahun 2009 sebesar 67/100.000 penduduk dengan
angka kematian 0,9%. Kejadian chikungunya pada tahun 2009 dilaporkan
sebanyak 83.533 kasus tanpa kematian. Jumlah kasus flu burung di tahun 2009 di
indonesia sejumlah 21, menurun dibanding tahun 2008 sebanyak 24 kasus namun
angka kematiannya meningkat menjadi 90,48%.
Cacingan ini dapat berakibat pada menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan, dan produktivitas penderitanya karena menyebabkan kehilangan
karbohidrat, protein, dan kehilangan darah sehingga menurunkan kualitas sumber
daya manusia. Hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat Indonesia sedang giat
melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satunya adalah meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
usia muda, khususnya pada usia sekolah dasar

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a.Bentuklah 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
b.Mahasiswa di minta untuk berdiskusi mengenai komunitas kesehatan
pada populasi penyakit infeksi sesuai dengan tema yang diberikan dosen.
Kelompok 1 : Askep komunitas penyakit infeksi TB Paru
Kelompok 2 : Askep komunitas penyakit infeksi Covid-19
Kelompok 3: Askep komunitas penyakit infeksi Diare
Kelompok 4: Askep komunitas penyakit infeksi DBD
c.Laporkan hasil diskusi kelompok ke dalam lembar kerja HVS dengan
ms.word Times new roman, font 12, spasi 1,5. sertakan tanggal
pengerjaan, kelompok dan nama anggota kelompok.
d.Sampaikan hasil diskusi kelompok secara berurutan.
e.Petunjuk penugasan makalah dengan format sebagai berikut:

331
SAMPUL DEPAN (COVER)
BAB I TEMA: JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Tujuan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
BAB III: MATERI HASIL DISKUSI (SESUAI DENGAN TOPIK
KELOMPOK)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Masing-masing mahasiswa mengerjakan pre test dan post test dari spada
serta membuat pembahasannya mengaitkan dengan teori

332
DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.

Depkes RI. 2007. Demam berdarah. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 2010. TBC Masalah Kesehatan Dunia.

Margono S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.


Edisi 4. Jakarta: FK UI, 6-20.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa
oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Sudirman, T., 2006., Skabies: Masalah Diagnosis dan Pengobatannya.


Majalah Kedokteran Damianus. Vol 5 No 3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atmajaya

Wintoko, R. 2014. Hubungan aspek personal hygiene dan aspek perilaku


dengan kontamniasi telur cacing pada kuku siswa kelas 3, 4 dan 5
di sdn 2 rajabasa kabupaten bandar lampung tahun ajaran
2012/2013. Juke Unila, 4(7): 136-41.

World Health Organization. 2011. Intestinal worms, soil transmitted


helminths.

333
BAB X
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS
DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI PENYAKIT KRONIK

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Menjadi tua adalah
proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali
harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita,
umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak
disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti penyakit diabetes
militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka
suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh
kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan
berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan
psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit
tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan
paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan
Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi
penyakitnya.

334
B. Deskripsi Matrei
Bab ini menguraikan tentang; Defenisi, Penyebab penyakit kronis, Fase-fase
penyakit kronik, Kategori penyakit kronik, Cara mencegah penyakit kronik,
Jenis penyakit kronis yang paling umum spt Hipertensi, Stroke, Diabetes,
Radang Sendi, Penyakit Jantung, Kanker Payudara, Osteoporosis

C. Tujaun/Kemampuan Yang Akan Dicapai


Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam
mencapai Capaian Mata Kuliah yaitu mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada agregat dalam komunitas dengan masalah kesehatan
populasi penyakit kronik.

D. Uraian Materi
Topik 1: Konsep Dasar Penyakit Kronik
Topik 2: Asuhan Keperawatan Pada Komunitas Dengan Masalah Kesehatan
Penyakit Kronik

335
TOPIK 1
KONSEP PENYAKIT KRONIK
Meriani, SKM., S.Kep., M.Biomed
Christina M.T.Bolon, S.Kep., Ns., M.Kes

I. Defenisi
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang
berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni
lebih dari enam bulan. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung
memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan
perasaan hopelessness dan helplessness karena berbagai macam pengobatan
tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006).
Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan
dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu
bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa
penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami ketidakmampuan
contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit
cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.

II. Sifat Penyakit Kronik


Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai
beberapa sifat diantaranya adalah :
a. Progresif

336
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh
penyakit jantung.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan
menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi
yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis

III. Penyebab Penyakit Kronis


Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial
ekonomi, dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan
yang bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau
menghilangnya suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi,
terutama muskuloskletal dan organ-organ pengindraan. Ada banyak faktor
yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi masalah kesehatan yang
banyak ditemukan hampir di seluruh negara, di antaranya kemajuan dalam
bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya angka
kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainnya, nutrisi yang
membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang
telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan
dengan
masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit kronis
(Smeltzer & Bare, 2010) Sejalan dengan hal ini para pakar mengatakan
penyakit kronis tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor penyebab
diantara adalah diet buruk, pengaruh lingkungan, termasuk merokok dan
minuman beralkohol, serta faktor keturunan, dan saat ini penyakit kronis
tersebut menjadi penyebab utama kematian.

IV. Fase-fase Penyakit Kronik


Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis,
yaitu sebagai berikut.

337
a. Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena factor
factor genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang
terhadap penyakit kronis.
b. Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit
kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering
dilakukan pemeriksaan diagnostik.
c. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan
penyakit terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam
keterbatasan penyakit.
d. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala
tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan
tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit untuk penanganannya.
f. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau
mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan
kedaruratan.
g. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima
dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
h. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan
dalam mengatasi gejala-gejala.
i. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan
bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.

V. Kategori Penyakit Kronik


Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit kronis,
yaitu seperti di bawah ini.
a. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi
dan

338
mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup dan biasanya tidak
mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam
kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.
b. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu
terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan
gejala-gejala penyakit dan ancaman kematian. Penyakit dalam kategori
ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.
c. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori
sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya, tetapi
pada risiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini
adalah hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

VI. Cara Mencegah Penyakit Kronik


Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan
penyakit dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009).
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara
garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum (melalui
pendidikan kesehatan dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus
(ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai risiko dengan melakukan
imunisasi). Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghambat
progresivitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan
secara cepat dan tepat. Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat
ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ yang
mengalami kecacatan (Budiarto & Anggreni, 2007).

VII. Jenis Penyakit Kronik


1. Hipertensi
a. Definisi

339
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner)
dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapatpengobatan yang memadai.
b. Etilogi
1 Hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui/hipertensi
primer:
akibat peran dari genetik seseorang.
2 Hipertensi dengan penyebab yang diketahui /hipertensi skunder:
adanya penyakit lain yang mendasarinya ataupun akibat dari
penggunaan obat – obatan tertentu.
c. Patofisiologi
1. Berhubungan dengan faktor hormonal dan pengaturan elektrolit di
dalam tubuh.
2.Faktor psikologis menyebabkan peningkatan vasokonstriksi
pembuluh darah.
d. Klasifikasi hipertensi
1. Berdasarkan penyebab
a) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hid up
seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi
pada sekitar 90% penderita hipertensi.
b) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial Hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-
2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian
obat tertentu (misalnya pil KB).

340
2. Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi
campuran (sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi
sistolik (isolated systolic hypertension).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan
obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi
gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak
lebih dari X - }) sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan,
menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol.
Olah raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa
jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 me nit dengan frekuensi
3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan
mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta penggunaan obat-
obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
keluarga anda. Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi
oleh penderita hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemakjenuh tinggi (otak, ginjal, paru,
minyak kelapa,gajih)
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
(biscuit, crackers,keripikdan makanan keringyangasin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned,
sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon,
ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta
sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging
merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus
sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandunggaram natrium.

341
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti
durian, tape.
f. Gejala
1. Sakit kepala parah
2. Pusing
3. Penglihatan buram
4. Mual
5. Telinga berdenging
6. Kebingungan
7. Detak jantung tak teratur
8. Kelelahan
9. Nyeri dada
10. Sulit bernapas
11. Darah dalam urin
12. Sensasi berdetak di dada, leher, atau telinga
g. Faktor Resiko
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antar lain :
a) Riwayat keluarga
b) Umur
c) Jenis Kelamin
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain :
a) Kurang aktivitas fisik
b) Diet tidak sehat
c) Stress
d) Dislipidemia
e) Kebiasaan merokok
f) Obesitas
g) Diabetes
h) Penggunaan alkohol berlebihan

2. Stroke
a. Pengertian Stroke

342
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran
darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya
pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan
oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).
Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi,
2011).
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau
tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional
otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali
ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan
oleh sebab lain selain penyebab vaskuler (Mansjoer, 2000). Menurut
Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten fokus sekunder
terhadap peristiwa pembuluh darah.
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di
negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami
stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009)
b. Etiologi
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh
lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada
kelompok usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun
temurun predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel
sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria,
hiperlipidemia dan trombositosis. Namun belum ada perawatan yang

343
memadai untuk hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati
dengan diet dan hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau
mengurangi lemak obat jika perlu. Identifikasi dan pengobatan
hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses
aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada
usia dewasa (Gilroy, 1992).
c. Patofisiologi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.
Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah
otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan
kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau
dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral,
aterosklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab
utamaterjadinya thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural,
subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002).
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes
kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang
intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan.
Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan
darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena
terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim
maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga
(Smeltzer & Bare, 2002)

344
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi arteria karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah
bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit
pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis,
robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan
otak
atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)


yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah
serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat
akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam.

345
TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75%
pasien (Harsono, 2009).
a. Pencegahan Stroke
Stroke merupakan penyakit neurologi yang paling sering
mengakibatkan cacat dan kematian, upaya penanggulangan stroke
harus dilakukan secara menyeluruh, serentak, berkelanjutan, dan
melibatkan bukan hanya para ahli dibidang penyakit syaraf, tetapi juga
para ahli dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan stroke.
Berbagai penilitian epidemologi telah banyak membantu untuk
mengidentifikasi dan menentukan faktor-faktor resiko.
Pencegahan stroke stroke merupakan tindakan yang paling efektif
untuk menghindari kematian, disabilitas, dan penderitaan. Di samping
itu suatu strategi pencegahan yang berhasil akan mengurangi atau
bahkan mungkin
meniadakan perawatan rumah sakit, rehabilitas dan biaya ekonomi
akibat
hilangnya produktivitas penderita. Orang yang pernah terkena stroke
memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalaminya kembali, terutama
dalam satu tahun pertama setelah stroke. Tindakan untuk mencegah
agar stroke tidak berulang, sama dengan menghindari serangan
jantung, yakni mempertahankan kesehatan system kardiovaskuler dan
mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus
dilakukan adalah mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan
dengan terjadinya aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat
dilakukan dengan menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga yang
teratur untuk mempertahankan kesehatan otak dan sistem saraf.
Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan
saling mendukung mencegah stroke berulang (Sustrani, 2006).

d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya

346
pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke
hanya 3-6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah:
- Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing,
Circulation)
- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas
- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti
dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat
edema otak
- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen
toraks
- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer
lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan
kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial
- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas
darah arteri, dan skrining toksikologi
- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
- CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2000).

3. Diabetes
a. Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus adalah
suatu
kondisi kondisi di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal
atau

347
hiperglikemia karena tubuh tidak bisa mengeluarkan atau
menggunakan hormon insulin secara cukup. Diabetes adalah
penyakit kronis yang kompleks yang membutuhkan perawatan medis
yang berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial
di luar kotrglikemik.
Pasien yang sedang mendapatkan dukungan edukasi manajemen
mandiri sangat penting untuk mencegah komplikasi akut.
Diabetes adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah disebabkan adanya penurunan
sekresi insulin. Diabetes adalah penyakit tidak menular yang dapat
menyerang segala kelompok umur. Pada diabetes melitus tipe 1
penurunan sekresi itu disebabkan karena kerusakan sel beta akibat
reaksi otoimun sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 penurunan
sekresi disebabkan karena berkurangnya sel beta yang progresif
akibat glukotoksisitas, lipotoksisitas, tumpukan amilod dan faktor-
faktor lain yang disebabkaoleh resistensi insulin.
b. Gejala Diabetes Melitus
Gejala diabetes melitus yang sering muncul adalah
1) Poliuri (banyak kencing)
Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang terjadi apabila kadar
gula darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa darah
yang tinggi akan dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin
tinggi kadar glukosa darah maka ginjal menghasilkan air kemih
dalam jumlah yang banyak. Akibatnya penderita diabetes sering
berkemih dalam jumlah banyak.
2) Polidipsi (banyak minum)
Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan banyak, maka
penderita akan merasa haus yang berlebihan sehingga banyak
minum.
3) Polifagi (banyak makan)

348
Polifagi terjadi karena berkurangnya kemampuan insulin
mengelola kadar gula dalam darah sehingga penderita merasakan
lapar yang
berlebihan.
4) Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan
energi lain dalam tubuh seperti lemak.
c. Ptofisiologi DM
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti
sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi agar sel
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh
tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari.
Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan
protein. Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang
dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air,
10%menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.
Pada Diabetes Melitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Keadaan ini menyebabkan sebagaian
besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia. Penyakit Diabetes Melitus disebabkan oleh karena
gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa
tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal
tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam
urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
sellular, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan
merasakan haus terus menerus

349
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi
insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena
digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan akan merasakan lapar sehingga menyebabkan banyak makan
yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka
akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernafasan, akibatnya bau urine dan nafas
penderita berbau aseton atau bau buahbuahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma
diabetik (Rendy & TH, 2012)

d. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus adalah
1) Diabetes tipe 1 biasa disebut diabetes tergantung insulin/insulin
dependent diabetes (IDDM). Diabetes tipe 1 ini diakibatkan
berkurangnya produksi insulin oleh sel β pankreas.
7. Diabetes tipe 2 biasa disebut diabetes tak tergantung
insulin/noninsulin dependent diabetes (NIDDM). Diabetes tipe 2
ini diakibatkan kurangnya fungsi insulin akibat resistansi insulin,
dengan atau tanpa disertai ketidakcukupan produksi insulin dan
terkait erat dengan berat badan berlebihan dan obesitas.
3) Diabetes gestasional adalah keadaan hiperglikemia yang
terdiagnosis
selama kehamilan dan belum pernah terdiagnosis sebelumnya.
b. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Penatalaksanaa diabetes melitus ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien diabetes
mellitus perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,

350
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
Penataklaksanaan diabetes melitus melalui empat pilar yaitu
1) Edukasi
Edukasi pada pasien diabetes melitus bertujuan promosi hidup
sehat, upaya pencegahan dan pengelolaan diabetes melitus.
Perilaku hidup
sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi
anjuran:
a) Mengikuti pola makan sehat.
b) Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang
teratur
c) Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus
secara aman dan teratur.
d) Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan
pengobatan.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
a) Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari
terjadinya kecemasan.
b) Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal
yang sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
c) Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan
melakukan simulasi.
d) Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan
keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan
lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh
pasien
dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium.
e) Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan
f) pengobatan dapat diterima.
g) Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.

351
h) Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
i) Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat
pendidikan pasien dan keluarganya.
j) Gunakan alat bantu audio visual.
2) Terapi Nutrisi
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan
yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masingmasing individu. Penyandang DM perlu diberikan
penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi
insulin itu sendiri.
Perhitungan kebutuhan kalori merupakan bagian dari
penatalaksanakan diabetes melitus dikontrol berdasarkan
kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Pelaksanaan
diet diabetes
sehari-hari sebaiknya mengikuti pedoman 3J (jumlah, jenis,
jadwal).
3) Jasmani
Latihan jasmani dapat dilakukan selama 3-4 kali seminggu
dengan durasi kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance
training) Contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa
selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20
menit dan olahraga berat adalah jogging. Pada akhir kegiatan
latihan jasmani diharapkan dapat mencapai denyut nadi maksimal
78-85%, pengukuran denyut nadi maksimal 220-umur.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 10
responden yang diteliti menunjukkan bahwa Pengetahuan
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Senam Kaki Diabetik

352
di Lingkungan XXIV Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan
Tahun 2019 mayoritas berpengetahuan kurang berjumlah 5
responden (50%) dan minoritas berpengetahuan baik berjumlah 2
responden (20%).
Hal ini sesuai pendapat Notoadmodjo (2007) bahwa Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan,pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau
responden.
Demikian hasil penelitian ini bahwa dari 10 responden ditemukan
10 orang berpengetahuan baik yang artinya menggambarkan
tingkat kualitas pengetahuan mengenai senam kaki diabetik
belum pada taraf yang di inginkan. Hal ini disebabkan karena
kurangnya kemampuan atau motivasi penderita DM mencari
pengetahuan tentang senam kaki diabetik.
Jadi semakin bertambahnya usia akan semakin berkembang pula
daya tanggap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang
diperoleh semakin membaik. Hal ini dipengaruhi oleh
pendidikan penderita DM yang mayoritas berpendidikan SD .
Jadi semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas
pula pengetahuannya dan juga motivasi penderita DM
untuk mencari berbagai sumber informasi tentang pengobatan
klien yang mengalami Diabetes Melitus (DM). Banyak
penderita DM di masyarakat menganggap penyakit DM adalah
hal yang biasa dan tidak perlu berobat ke tenaga kesehatan
padahal menurut (STPTM Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera
Utara, 2008). Penyakit diabetes melitus di Medan,
(Sumber Jurnal Ilmiah Keperawatan: Gambaran Pengetahuan
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Tentang Senam Kaki Pada

353
Diabetes Di Lingkungan Xxiv Pekan Labuhan Kecamatan Medan
Labuhan,https://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JURNALKEPER
AWATAN/article/view/318)

4. Radang Sendi
a. Pengrtian
Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan
pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya
gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila
lebih dari satu sendi yang terserang (Handono, 2013)
b. Etiologi
Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara
pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik,
lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun factor
pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikroplasma
dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
nyeri sendi yaitu:
a. Mekanisme imunitas.
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam
serumnya yang di kenal sebagai faktor rematoid anti
bodynyaadalah suatu faktor globulin (IgM) yang bereaksi
terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di
kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.
b. Faktor metabolik.
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses
autoimun.
c. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan.
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik.
Juga dengan masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan
penataan yang buruk dan lembab juga memicu penyebab nyeri
sendi
c. Patofisiologi

354
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan
membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut:
a. Resepsi
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal,
mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan
substansi yang menghasilkan nyeri.Pemaparan terhadap panas
atau dingin tekanan friksi dan zatzat kimia menyebabkan
pelepasan substansi, seperti histamin bradikinin dan kalium yang
brgabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang
dihasilkan stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf
perifer aferen. Dua tipe saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri.
b. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus
dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan
nyeri ke berbagai area otak., termasuk korteks sensori dan korteks
asosiasi.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif
berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.
c. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan
gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan
dalam pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis.
Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan
ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, pengaturan gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas

355
harus mengurangi berat badan, jika memungkinkan tetap berolah
raga (pilihan olah raga yang ringan seperti bersepeda, berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching,
akupuntur, transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk
penderita OA), latihan stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti
sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA,
ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
fungsi sendi (Michael et. al, 2010).
d. Farmakoterapi
- Analgesik / anti-inflammatory agents.. COX-2 memiliki efek anti
inflamasi spesifik. Keamanan dan kemanjuran dari obat anti
inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak menyebabkan
toksisitas. Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi
dibutuhkan dosis 1200-2400mg sehari. Naproksen : dosis untuk
terapi penyakit sendi adalah 2x250- 375mg sehari. Bila perlu
diberikan 2x500mg sehari.
- Glucocorticoids. Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat
menghilangkan efusi sendi akibat inflamasi. Contoh: Injeksi
triamsinolon asetonid 40mg/ml suspense hexacetonide 10 mg
atau 40 mg.
- Asam hialuronat
- Kondroitin sulfat
- Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes
yang telah hiperglikemia. Setelah injeksi kortikosteroid
dibandingkan dengan plasebo, asam hialuronat, lavage
(pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara
signifikan dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah
penyuntikan (Nafrialdi dan Setawati, 2007)
e. Pembedahan

356
- Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan
menyebabkan rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien
dimasukkan ke dalam kelompok 1 debridemen artroskopi,
kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3 merupakan
kelompok plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan
melakukan prosedur tersebut didapatkan hasil yang signifikan
pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan 2.
- Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini
digunakan untuk mengurangi gejala osteofit pada kerusakan
meniskus.
- Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
- Autologous osteochondral transplantation (OCT) (Michael et. al,
2010).
5. Penyakit Jantung
a. Pengertian
PJK (asterosklerosis coroner, penyakit nadi koroner, penyakit
jantung iskemia) adalah penyakit jantung yang disebabkan
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya arterisklerorsis
(kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau
flak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis
ataupun tanpa gejala (Kabo, 2008). Menurut organisasi kesehtan
dunia (WHO), Penyakit Jantung Koroner adalah ketidak sanggupan
jantung akut atau kronis yang timbul
karena kekurangan suplai darah pada myocardium sehubungan
dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner. PJK adalah
penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang
disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh
lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat
memompa darah keseluruh tubuh, jantung akan bekerja baik jika
terdapat keseimbangan antara pasokan darah kejantung akan
berkurang, sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan
dan pasokan dan peneluaran, sehingga terjadi ketidak seimbangan

357
antara kebutuhan dan pasokan zat makanan dan oksigen, makin
besar persentase penyempitan pembuluh koroner makin berkurang
aliran darah ke jantung (UPT – Balai Informasi Teknologi Lipid
Pangan &
Kesehatan, 2009).
b. Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan
oleh penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah
ke otot jantung. Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan
antara demand dan supplay atau kebutuhan dan penyediaan oksigen
otot jantung dimana terjadi kebutuhan yang meningkat atau
penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya
itu, penyebabnya adalah berbagai faktor. Denyut jantung yang
meningkat, kekuatan berkontraksi yang meningkat, tegangan
ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor
yang mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah
koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh
artherosklerosis yang mempersempit saluran sehingga meningkatkan
tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung dan lain
sebagainya. Manifestasi klinis dan penyakit jantung koroner ada
berbagai macam, yaitu iskemia mycocard akut, gagal jantung
disritmia atau gangguan irama jantung dan mati mendadak
c. Gejala PJK
Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman
atau sesak di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga
penderita. Rasa nyeri terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar
ke leher, dagu dan tangan. Rasa tersebut akan beberapa menit
kemudian. Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan
suplai oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat
penyempitan pembuluh nadi jantung adalah rasa tercekik (angina
pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak terduga dan hanya timbul

358
jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja keras
atau mengalami tekanan emosional. Pada usia lanjut gejala serangan
jantung sering tidak disertai keluhan apapun, sebagian hanya merasa
tidak enak badan. Gejala penyakit jantung koroner pada umumnya
tidak spesifik untuk didiagnosa angina pektoris (masa tercekik).
Biasanya diperoleh riwayat penyakit orang bersangkutan, sedangkan
pemeriksaan fisik kurang menunjukkan data yang akurat. Pada
keadaan tenang elektro diagram pada orang yang menghidap angina
pectoris akan terlihat normal pada keadaan istirahat. Sebaliknya
menjadi normal saat melakukan kerja fisik. Riwayat angina pektoris
tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena terjadi secara tidak
terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai dengan nyeri
sangat hebat di dada, disertai dengan gejala mual, takut dan merasa
sangat tidak sehat. Berbeda dengan kasus infak miokardia pada
kelainan jantung yang satu ini dapat diketahui melalui penyimpanan
irama jantung saat pemeriksaan melalui elektro kardiografi dan
dikatikan dengan peningkatan kadar enzim jantung dalam darah,
juga dalam perkembangan penyakit jantung koroner biasanya
disertai kelainan kadar lemak dan trombosit darah penderita yang
diikuti oleh kerusakan endoterium dinding pembuluh nadi
(Petch,1995).
d. Upaya Pencegahan PJK
a. Pencegahan Primodial
Pencegahan ini ditunjukan mencegah munculnya faktor
predisposisi terhadap PJK dalam suatu wilayah dimana belum
tampak adanya faktor yang menjadi resiko PJK. Tujuan dari
primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup
sosial ekonomi kultural yang mendorong peningkatan risiko
penyakit. Upaya ini terutama ditunjukan kepada masalah penyakit
tidak menular. Upaya primordial penyakit jantung koroner dapat
berupa kebijakan nasioanl nutrisi dalam sector industri makanan,

359
impor dan ekspor makanan, pencegahan hipertensi dan aktivitas
fisik.
b. Pencegahan Primer
Pencegahn ini ditunjukan kepada seorang sebelum menderita
PJK. Dilakukan dengan pendekatan komunitas berupa
penyuluhan factor –faktor resiko PJK terutama pada kelompok
risiko tinggi. Pencegahan primer ditunjukan kepada pencegahan
terhadap berkembangnya proses asteriosklerosis secara dini.
Dengan demikian sasarannya adalah kelompok usia muda.
c. Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan PJK yang sudah pernah terjadi untuk berulang
atau menjadi lebih berat. Disini diperlukan perubahan pola hidup
(terhadap faktor – faktor yang dapat dikendalikan) dan kepatuhan
berobat bagi orang yang sudah menderita PJK. Pencegahan
tingkat kedua ini ditunjukan untuk menurunkan mortalitas.
d. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan upaya mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam
tingkat ini dapat berupa rehabilitsi jantung. Program rehabilitasi
jantung memang terutama ditunjukan kepada penderita PJK, atau
pernah serangan jantung atau pasca oprasi jantung, tetapi juga
dapat untuk meningkatkan fungsi jantung dan pencegahan
sekunder juga untuk pencegahan primer. Sering kali setelah
terkena serangan jantung seseorang merasa sudah lumpuh dan
tidak boleh melakukan pekerjaan, tetapi dengan mengikuti
program rehabilitasi ini diharapkan dapat kembali bekerja seperti
biasa dan melakukan aktifitas sehari-hari dan pencegahn ini
membutuhkan pemantauan yang cukup ketat.
6. Kanker Payudara
a. Definisi kanker payudara
Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan

360
berlebihan atau perkembangan tidak kontrol dari sel-sel
(jaringan)payudara yang tumbuh dan berkembang tanpa terkendali
sehingga dapat menyebar diantara jaringan atau organ didekat
payudara atau ke bagian tubuh lainnya (Kementrian Kesehatan RI,
2016). Menurut National Breast Cancer Foundation (2017), kanker
payudara dimulai dalam sel-sel lobulus ke puting. Selain itu kanker
payudara juga dapat dimulai dari jaringan stroma, yang meliputi
lemak dan jaringan ikat fibrosa payudara.
b. Etologi kanker payudara
Menurut (Rasjidi, 2010). Kanker payudara memiliki beberapa faktor
adalah :
1) Usia dan siklus menstruasi
Usia dini relatif muda (kurang dari 12 tahun) berhubungan
dengan peningkatan risiko kanker payudara. Siklus menstruasi
yang kuran dari 26 hari pada usia 18-22 tahun diprediksi
mengurangi risiko kanker payudara dan menopause yang
terlambat atau mati haid pada usia lebih dari 50 tahun dapat
meningkatkan risiko kanker payudara 3%.
2) Genetik
Wanita yang memiliki riyawat keluarga keturunan di atasnya
yang menderita atau pernah menderita kanker payudara
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Namun, kanker payudara
bukan penyakit keturunan seperti diabetes melitus atau
hemophilia maupun alergi. Walaupun demikian, gen yang dibawa
wanita penderita kanker payudara mungkin saja dapat
diturunkan sekitar 5-10%.
3) Obesitas
Berhubungan dengan penurunan risiko kanker pada
pramenopause dan peningkatan risiko kanker payudara selama
masa paska menopause.
4) Pemakaian obat-obatan

361
Terapi obat hormon penganti atau hormone replacement theraphy
(HRT) seperti hormone eksogen akan bisa menyebabkan
peningkatan resiko mendapat penyakit kanker payudara.
5) Intake alkohol
Alkohol dapat menyebabkan hiperinsulinemia yang akan
merangsang faktor pertumbuhan pada jaringan payudara. Hal ini
akan merangsang pertumbuhan yang tergantung pada estrogen
pada lesi prakanker oleh adanya faktor pemicu seperti alkohol.
6) Faktor lain yang diduga sebagai penyebab kanker payudara adalah
tidak menikah, menikah tapi tidak punya anak, melahirkan anak
pertama sesudah 35 tahun, tidak pernah menyusui anak.
c. Tanda dan gejala kanker payudara
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah didektesi
karena awal pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui
gejala umumnya baru diketahui setelah stadium kanker berkembang
agak lanjut, karena pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan
keluhan. Penderita merasa sehat tidak merasa nyeri dan tidak
menganggu aktivitas. Gejala-gejala kanker payudara yang tidak
disadari dan tidak dirasakan pada stadium dini menyebabkan banyak
penderita yang berobat dalam kondisi kanker stadium lanjut. Hal
tersebut akan mempersulit penyembuhan dan semakin kecil peluang
untuk disembuhkan. Bila kanker payudara dapat diketahui secara
dini maka akan lebih mudah dilakukan pengobatan. Tanda yang
mungkin muncul
pada stadium dini adalah teraba benjolan kecil di payudara yang
tidak terasa nyeri (Wiknjosatro dkk, 2009).
Gejala yang dapat diamti atau dirasakaan oleh orang yang terkena
penyakit kanker payudara ini antara lain adanya semacam benjolan
yang bertumbuh pada payudara, yang lama kelamaan bisa
menimbulkan rasa nyeri dan mendenyut-denyut (Savitri dkk, 2015).
Gejala-gejala penyakit ini sering tidak diperhatikan :
1) Munculnya benjolan tidak normal

362
2) Pembengkakan
3) Rasa nyeri dibagian putting
4) Pembengkakan kelenjar getah bening
5) Keluar cairan aneh diputing
6) Puting tenggelam
Tanda yang muncul pada stadium ini adalah teraba benjolan kecil
tidak terasa nyeri. Sedangkan gejala yang timbul saat penyakit
memasuki stadium lanjut semakin banyak, seperti timbulnya benjolan
yang semakin lama makin mengeras dengan bentuk yang tidak
beraturan. Saat benjolan membesar baru teras nyeri dan terlihat puting
susu tertarik ke dalam yang tadinya berwarna merah muda berubah
menjadi kecoklatan, serta keluar darah, nanah, atau cairan encer pada
puting susu wanita yang tidak hamil dengan kulit payudara mengerut
seperti kulit jeruk.

d. Pengobatan
Pengobatan untuk penderita kanker payudara umumnya diberikan
sesuai dengan tipe, stadium, ukuran, sensitivitas sel terhadap
hormon, serta kondisi kesehatan secara keselurahan. Ada lima jenis
terapi atau pengobatan kanker payudara yang umumnya diberikan
oleh dokter, yaitu:
1. Operasi atau pembedahan

363
Ada beberapa jenis operasi yang biasa dilakukan untuk mengobati
penyakit kanker ini. Beberapa macam operasi tersebut
diantaranya:
 Bedah konservatif, yaitu mengangkat sel kanker beserta
kelenjar getah bening yang terlibat.
 Operasi pemasangan implan atau silikon.
 Operasi mastektomi total, yaitu mengangkat seluruh payudara
yang terkena kanker.
 Nipple-sparing mastectomy, yaitu operasi pengangkatan
jaringan payudara, tetapi menyisakan puting dan kulit di
sekitarnya (areola).
 Modified radical mastectomy (mastektomi radikal yang
dimodifikasi), yaitu mengangkat seluruh payudara yang
terkena kanker, kelenjar getah bening di bawah ketiak,
sepanjang otot pada dada, dan terkadang sebagian otot dinding
dada.
 Oncoplastic surgery atau rekonstruksi payudara untuk kanker,
yaitu prosedur pembedahan yang dilakukan dengan cara
mengambil lemak otot dan kulit dari bagian tubuh lainnya
untuk ditempatkan di dalam payudara, guna menggantikan
sebagian jaringan yang diangkat karena operasi kanker.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi adalah terapi dengan menggunakan sinar X
bertenaga tinggi yang ditargetkan untuk membunuh sel kanker
atau menghambat pertumbuhan sel kanker.
3. Kemoterapi
Kemoterapi, yaitu terapi yang menggunakan obat-obatan untuk
menghambat pertumbuhan sel kanker. Terapi ini dapat dilakukan
sebelum pembedahan untuk mengecilkan tumor sebelum
diangkat.
Selain itu, terapi ini juga dapat dilakukan setelah pembedahan
untuk mencegah pertumbuhan tumor kembali.

364
Ada beberapa jenis obat yang diberikan pada terapi ini.
Pemberian obat ini tergantung pada usia, kondisi, serta
perkembangan sel kanker Itu sebabnya, selalu konsultasikan ke
dokter terkait obat kanker yang sesuai dengan kebutuhan.
4. Terapi hormon
Terapi hormon adalah terapi kanker dengan menghambat kerja
hormon dan mencegah perkembangan sel kanker. Terapi ini
hanya efektif pada kanker payudara yang sensitif terhadap
hormon.
5. Terapi target
Terapi target adalah terapi yang menggunakan obat-obatan atau
bahan kimia lain untuk mengidentifikasi dan menyerang sel
kanker secara spesifik tanpa membunuh sel-sel normal. Terapi ini
antara lain:
 Antibodi monoklonal.
 Penghambat tirosin kinase.
 Cyclin-dependent kinase inhibitors (penghambat cyclin-
dependent kinase).
Pengobatan yang digunakan dapat berupa kombinasi dari
beberapa terapi. Konsultasikan dengan dokter Anda untuk pilihan
terapi yang tepat.
7. Osteoporosis
a. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang,
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2007).
Sedangkan secara harfiah, osteoporosis di definisikan sebagai keropos
tulang yaitu gangguan metabolik penurunan massa tulang,
meningkatnya kerapuhan tulang, dan meningkatnya risiko terjadi
fraktur tulang. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan
penurunan massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang rapuh dan meningkatkan risiko terjadinya fraktur.

365
Sebenarnya sebelum terjadi osteoporosis tulang secara perlahan
mengalami penurunan masa tulang. Kondisi penurunan masa tulang
ini disebut dengan osteopenia. Kondisi ini biasanya tidak memberikan
manifestasi sebelum terjadinya osteoporosis (Lemon, 2008).
b. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis osteoporosis, yaitu :
1. Osteoporosis Primer.
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause
(Osteoporosis postmenopausal) dan juga pada pria usia lanjut
dengan penyebab yang belum diketahui. Osteoporosis
postmenopausal biasanya terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya
gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi
bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan asia lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain,
misalnya dengan : hyperthyroidism, kelainan hepar, kegagalan
ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, kelebihan
kafein, dan merokok
3. Osteoporosis Anak.
Osteoporosis pada anak disebut juvenile idiopathic osteoporosis.
Osteoporosis jenis ini penyebabnya tidak diketahui dan masih
diteliti lebih lanjut.
4. Osteoporosis Senilis.
Osteoporosis senilis terjadi karena kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia. Hal ini terkait dengan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Osteoporosis ini banyak terjadi

366
pada lansia. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun
dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali
menderita osteoporosis senilis dan post menopausal.
c. Etiologi
Penyebab atau etiologi osteoporosis bersumber dari faktor-faktor
risiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan yang
dimiliki oleh seorang individu.
1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dikendalikan
a) Jenis Kelamin.
Osteoporosis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan.
Akan tetapi, perempuan lebih berisiko terkena penyakit ini.
Penyebab perempuan lebih berisiko terkena osteoporosis adalah
mulai menurunnya kadar esterogen dalam tubuh perempuan
sejak usia 35 tahun, adanya keterlambatan pubertas (dapat pula
terjadi pada laki-laki) dan terhentinya siklus menstruasi selama
tiga bulan atau lebih (amenorrhea) pada wanita, baik yang
disebabkan oleh gangguan makan, olahraga berlebihan, dan lain
sebagainya. Fase tidak mengalami menstruasi (amenorrhea) juga
dialami oleh perempuan yang pada masa mengandung dan
menyusui. Walaupun keropos yang dialami pada masa
mengandung hanya sementara, tetapi apabila tidak diimbangi
dengan konsumsi kalsium yang cukup juga akan berisiko
menyebabkan osteoporosis (Alexander, 2010).
b) Usia
Faktor penuaan berkaitan erat dengan risiko oeteoporosis. Tiap
peningkatan satu dekade, risiko osteoporosis meningkat 1,4-1,8.
Hal tersebut dipicu oleh menurunnya massa tulang seiring
penuaan. Laki-laki dan perempuan biasanya akan mencapai
puncak massa tulang pada usia 25 tahun. Penurunan massa
tulang akan sedikit menurun pada usia 30 tahun hingga 40 tahun
dan jauh berkurang menjelang osteoporosis. Selain itu, pada usia
lanjut juga terjadi penurunan kadar kalsitriol (bentuk vitamin D

367
yang aktif dalam tubuh) yang disebabkan berkurangnya intake
vitamin D baik dalam diet, karena gangguan absorpsi, maupun
berkurangnya vitamin D dalam kulit karena penuaan (Lane,
2003).
c) Ras
Orang berkulit putih lebih berisiko mengalami osteoporosis
dibanding orang berkulit hitam. Orang berkulit putih, khusunya
keturunan Eropa bagian utara atau bangsa Asia berisiko tinggi
terhadap osteoporosis dibanding orang Hispanik atau berkulit
hitam (Alexander, 2010).
d) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga memiliki peran terhadap terjadinya
osteoporosis. Jika seseorang memiliki keluarga kandung (ibu,
ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, anak laki-laki, anak
perempuan) yang memiliki riwayat osteoporosis, maka orang
tersebut berisiko mengalami osteoporosis.
e) Tipe Tubuh
Tipe tubuh mempengaruhi risiko osteoporosis. Semakin kecil
rangka tubuh, semakin besar risiko seseorang mengalami
osteoporosis. Pada perempuan, berat badan dapat mempengaruhi
massa terutama melalui efeknya terhadap rangka tubuh.
Perempuan yang kelebihan berat badan menempatkan tekanan
yang lebih besar pada tulangnya. Peningkatan meningkatnya
tekanan merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi
hal tersebut, sehingga massa tulang dapat ditingkatkan. Hal
tersebut juga dapat berlaku pada laki-laki. Selain itu pada
jaringan lemak atau adipose, hormon androgen dapat diubah
menjadi esterogen yang dapat mempengaruhi pembentukan
massa tulang.
Akan tetapi, tubuh yang terlalu gemuk tidak baik karena rentan
penyakitpenyakit lain, seperti diabetes, jantung koroner, dan
sebagainya (Lane, 2003).

368
f) Peranan esterogen pada tulang
Esterogen merupakan regulator pertumbuhan pada tulang dan
homeostasis tulang yang penting. Esterogen memiliki efek
langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak langsung
meliputi esterogen terhadap tulang berhubungan dengan
homeostasis kalsium yang meliputi regulasi absorbsi kalsium
diusus, ekskresi Ca di ginjal dan sekresi hormon paratiroid
(PTH). Terhadap sel-sel tulang, esterogen memiliki beberapa
efek seperti meningkatkan formasi tulang dan juga menghambat
resorbsi tulang oleh osteoklas. Terapi esterogen menyebabkan
penurunan sebesar 50% pada angka fraktur tulang paha pada
wanita pascamenopause (Marya, 2008).
g) Menopause
Menopause merupakan faktor paling signifikan sehubungan
dengan risiko terhadap osteoporosis. Hilangnya esterogen saat
menopause merupakan alasan yang paling umum wanita terkena
osteoporosis. Menopause adalah suatu masa dimana siklus
menstruasi seorang wanita telah berakhir (tidak mengalami
menstruasi lagi).
Siklus remodelling tulang berubah dan pengurangan jaringan
dimulai ketika tingkat esterogen turun. Salah satu fungsi
esterogen adalah mempertahankan tingkat remodelling tulang
yang normal. Ketika tingkat esterogen turun, tingkat pengikisan
tulang (resorbsi) menjadi lebih tinggi daripada pembentukan
tulang (formasi), yang mengakibatkan berkurangnya massa
tulang (Lane, 2008).
Perempuan yang mengalami menopause dini atau defisiensi
esterogen akibat sebab lain, misalnya penyakit jantung, memiliki
risiko lebih tinggi terkena osteoporosis. Perempuan yang tidak
mendapatkan haid (amonerrhea) sebelum menopause karena
beberapa hal, seperti anoreksia nervosa, perempuan kurus yang
melakukan olahraga berat, penyakit kronis (penyakit hati atau

369
radang usus), dan penyakit sistem reproduksi yang
mengakibatkan tidak terbentuknya hormon seks pada masa
pubertas, juga menjadi faktor risiko penting terjadinya
osteoporosis. Amenorrhea dikaitkan dengan rendahnya produksi
hormon esterogen (Compston, 2002). Sebanyak 80% pasien
osteoporosis di Inggris merupakan perempuan yang kehilangan
hingga 20% massa tulang selama 5-7 tahun setelah menopause
(Field, 2011).
2. Faktor Risiko Yang Dapat Dikendalikan
a) Kurang Aktivitas atau Olahraga
Kurang aktivitas atau olahraga juga dapat berisiko menyebabkan
osteoporosis walaupun seseorang tidak memiliki faktor lainnya.
Karena dengan banyaknya aktivitas akan menyebabkan
peningkatan massa tulang, hal ini diakibatkan oleh otot yang
berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang.
Aktivitas atau olahraga, khususnya olahraga dengan beban dapat
meningkatkan massa tulang. Olahraga dengan beban akan
menekan rangka tulang dan menyebabkan tulang berkontraksi
sehingga merangsang pembentukan tulang (Lane, 2003).
b) Pola Makan Kurang Baik
Banyak faktor dalam pola makan yang dapat mempengaruhi
tulang.
Kekurangan gizi atau malnutrisi pada waktu anak-anak, yang
mempengaruhi pemasukan protein, dapat memperlambat
pubertas. Pubertas yang tertunda atau terlambat merupakan
faktor risiko dari osteoporosis. Malnutrisi dan kecilnya asupan
kalsium semasa kecil dan remaja bisa menyebabkan rendahnya
puncak massa tulang. Puncak massa tulang yang rendah dapat
meningkatkan risiko osteoporosis pada perempuan. Akan tetapi,
asupan protein yang berlebih dapat menyebabkan risiko
osteoporosis karena akan meningkatkan pengeluaran kalsium
melalui urin.

370
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan tulang lunak
(osteomalasia), meningkatkan penurunan massa tulang, dan
risiko patah tulang. Hal ini disebabkan karena vitamin D
berperan untuk penyerapan kalsium dan fosfor dari saluran usus.
Jika tubuh tidah memiliki cukup vitamin D, maka kalsium dan
fosfor tidak dapat diserap dari usus sehingga tubuh akan
mengambil dari tulang untuk mencukupi kebutuhannya. Padahal
kalsium dalam tulang sangat penting untuk meningkatkan massa
tulang dan mencapai puncak massa tulang. Sedangkan fosfor
bersama magnesium berperan penting bagi pengerasan tulang
dalam proses remodelling. Vitamin D juga penting untuk
kekuatan tulang, karena akan diubah menjadi hormon kalsitriol
oleh enzim-enzim hati dan ginjal untuk membantu
menyeimbangkan aktivitas osteoblas dan osteoklas (Alexander,
2008).
c) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar
esterogen. Merokok juga dapat mempengaruhi berat badan.
Biasanya, berat badan perokok lebih ringan dibanding bukan
perokok. Berat badan yang ringan dan kadar esterogen yang
rendah pada perempuan dapat berisiko mengalami menopause
dini sehingga berisiko pula mengalami osteoporosis. Rokok juga
berpengaruh buruk pada sel pembentuk tulang atau osteoblas.
d) Minum Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang dan pada wanita
pasca menopause, jumlah massa tulang yang berkurang akan
semakin besar. Alkohol juga dapat secara langsung meracuni
jaringan tulang atau mengurangi massa tulang melalui nutrisi
yang buruk sebab peminum berat biasanya tidak mengonsumsi
makanan sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari
alkohol. Selain itu, penyakit liver karena konsumsi alkohol yang

371
berlebihan dapat mengganggu penyerapan kalsium. Oleh karena
itu, alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko jatuh
yang mengakibatkan patah tulang (Alexander, 2010).
e) Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan osteoporosis.
Beberapa obatobatan jika digunakan dalam waktu lama ternyata
dapat mengubah pergantian tulang dan meningkatkan
osteoporosis. Obat-obatan tersebut mencakup steroid, obat-
obatan tiroid, GNRH agonit, diuretik, dan antacid (Lane, 2003).
d. Patofisiologi
Patah tulang ini umumnya akan terjadi pada tulang belakang, tulang
panggul, dan pergelangan tangan. Bila patah terjadi pada tulang
panggul, hampir selalu penanganannya melalui operasi atau
pembedahan. Apabila tulang tidak bergeser, biasanya sambungan
disangga dengan plat dan batang logam. Namun bila sambungan
tulang bergeser, penggantian dengan sendi tiruan dapat dilakukan.
Perggantian sendi tiruan memerlukan biaya pengobatan yang sangat
besar. Patah tulang panggul juga bisa membuat seseorang tidak
mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa menyebabkan kecacatan
permanen. Patah pada tulang belakang dapat menyebabkan
berkurangnya tinggi tubuh, rasa sakit pada tulang belakang yang
parah, dan perubahan bentuk tubuh.
Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara
proses pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran
(resorpsi) yang dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi
pembentukan yang dijalankan oleh osteoblas senantiasa berpasangan
dengan baik. Fase yang satu akan merangsang terjadinya fase yang
lain. Dengan demikian tulang akan beregenerasi. Keseimbangan
kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memiliki peranan yang
penting, bahkan merupakan faktor penentu utama untuk terjadinya
osteoporosis adalah kadar kalsium yang masih terdapat pada tulang.
Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang padat),

372
mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Kehilangan
kalsium tidak akan mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis.
Lebih kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh berada di dalam
tulang dan gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah normal,
tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi.
Dengan bertambahnya usia, keseimbangan sistem mulai terganggu.
Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding kemampuannya
untuk mengisi kembali. Secara umum, osteoporosis terjadi saat
fungsi penghancuran sel-sel tulang lebih dominan dibanding fungsi
pembentukan sel-sel tulang, karena pola pembentukan dan resopsi
tulang berbeda antar individu. Para ahli memperkirakan ada banyak
faktor yang berperan mempengaruhi keseimbangan tersebut. Kadar
hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan
hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat
golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari
tulang.
e. Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang
sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium paa permulaan
umur pertengahan, dapat melindungi terhadap demineralisasi
skeletal.
Pada menopause, terapi penggantian hormon dengan estrogen dan
progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan
tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menanngani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium
etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan
diberikan secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping
(missal : gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin),
biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium florida
memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.

373
TOPIK 2
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS MASALAH KESEHATAN
PADA PENYAKIT KRONIK
Meriani, SKM., S.Kep., M.Biomed
Christina M.T.Bolon, S.Kep., Ns., M.Kes

Konsep Dasar Teoritis Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Kronis


Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi proses
keperawatan dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih dan
kartina, 2009).

I. Pengkajian
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnosa
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan
perubahan yang terjadi
c. Pengkajian terhadap lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit

374
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan
kerja

II. Diagnosa keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses
pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan
kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan
dan perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang
dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan
ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di hargai

III. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yangtelah disusun. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat
kesehatan masyarakat harus bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainya.
Dalam halini melibatkan pihak Puskesmas, Bidan desa dan anggota masyarakat
(Mubarak,2009). Prinsip yang umum digunakan dalam pelaksanaan atau
implementasi padakeperawatan komunitas adalah:
1.Inovative
Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas danmampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
(IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa (IMTAQ) (Mubarak, 2009).

375
2.Integrated
Perawat kesehatan masyarakat harus mampu bekerjasama dengan sesama
profesi, tim kesehatan lain, individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
berdasarkan azas kemitraan (Mubarak, 2009).3.
3.Rasional
Perawat kesehatan masyarakat dalam melakukan asuhan keperawatanharus
menggunakan pengetahuan secara rasional demi tercapainya rencana
program yang telah disusun (Mubarak, 2009).4.
4. Mampu dan mandiri
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan mempunyai kemampuan
dankemandirian dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta kompeten
(Mubarak,2009).
5. Ugem
Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas
kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis bahwa asuhan
keperawatan yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan
implementasi yang menjadi fokus adalah : program kesehatan komunitas
dengan strategi : komuniti organisasi dan partnership in community
(model for nursing partnership) (Mubarak, 2009).
Tindakan keperawatan :
a. Menerima perasaan pasien
b. Membantu menghadapi kehilangan
c. Mendorng ekspresi perasaan
d. Membantu mencari laternatif pemecahan masalah
e. Klarifikasi situasi : harapan yang realistis
e. Meningkatkan harga diri
Tindakan pada keluarga
a. Biasanya klien datang sendiri : masalah akut yang ringan hal yang rutin
smp keterbatasan diri sendiri
b. Pertemuan keluarga mulai diperlukan
c. Terapi untuk kegagalan atau sakit yang berulang
d. Pencegahan yang rutin atau pendidikan kesehatan

376
IV. Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan.Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan
tindakan dapatdilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian
masyarakat dalam perilaku kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan masyarakatkomunitas dengan tujuan yang telah ditetapkan atau
dirumuskan sebelumnya(Mubarak, 2009). Kegiatan yang dilakukan dalam
penilaian menurut Nasrul Effendi, 1998
1. Membandingkan hasil tindakan yang dilaksanakan dengan tujuan
yangtelah ditetapkan.
2. Menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajiansampai
dengan pelaksanaan.
3. Hasil penilaian keperawatan digunakan sebagai bahan
perencanaanselanjutnya apabila masalah belum teratasi.
4. Perlu dipahami bersama oleh perawat kesehatan masyarakat
bahwaevaluasi dilakukan dengan melihat respon komunitas terhadap

Rangkuman
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering
kambuh. Respon klien dalam kondisi kroni sansgat tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap
individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

377
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering bukan pada
kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh,
pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan
ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi perawatan
yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu memberikan
asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalami penyakit kronis.
Osteroporosis adalah suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh reduksi
kepadatan tulang sehingga mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis terjadi
sewaktu kecepatan absorbs tulang melebihi kecepatanpembentukan tulang. Tulang
yang dibentuk normal, namun jumlahnya terlalusedikit sehingga tulang menjadi
lemah.Semua tulang dapat mengalami osteoporosis walaupun osteoporosis
biasanya timbul di tulang – tulang panggul, paha, pergelangan tangan dan
kolumna vetebralis.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan
untukmenetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan
dalamrangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya
seoptimalmungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan,
terusmenerus, saling berkaitan dan dinamis. Selanjutnya menetapkan langkah
proseskeperawatan sebagai proses pengumpulan data, pengkajian, perencanaan
dan pelaksanaan (Wolf, Weitzel dan Fuerst, 1979). Jadi proses keperawatan
komunitasadalah metode asuhan keperawatan yang bersifat ilmiah, sistematis,
dinamis,kontinyu dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah
kesehatandari klien, keluarga, kelompok atau masyarakat yang langkah
langkahnyadimulai dari (1) pengkajian : pengumpulan data, analisis data dan
penentuanmasalah, (2) diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan keperawatan. (Wahit, 2005).
Proses Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan. Tugasselama tahap
ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi rencanatindakan
keperawatan dan intervensi jika perlu.Pernyataan evaluasi memberikan informasi

378
yang penting tentang pengaruhintervensi yang direncanakan pada keadaan
kesehatan klien. Suatu pernyataanevaluasi terdiri dari dua komponen yaitu :
1. Pencatatan data mengenai status klien saat itu.
2. Pernyataan kesimpulan mengindikasikan penilaian perawat
sehubungandengan pengaruh intervensi terhadap status kesehatan klien.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu
saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum,
penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan
interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a.Bentuklah 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang
b.Mahasiswa di minta untuk berdiskusi mengenai komunitas kesehatan
pada populasi penyakit infeksi sesuai dengan tema yang diberikan dosen.
Kelompok 1 : Askep komunitas penyakit kronik DM
Kelompok 2 : Askep komunitas penyakit kronik Hipertensi
Kelompok 3: Askep komunitas penyakit kronik Stroke
Kelompok 4: Askep komunitas penyakit Radang Sendi
c.Laporkan hasil diskusi kelompok ke dalam lembar kerja HVS
dengan ms.word Times new roman, font 12, spasi 1,5. sertakan
tanggal pengerjaan, kelompok dan nama anggota kelompok.

379
d.Sampaikan hasil diskusi kelompok secara berurutan.
e.Petunjuk penugasan makalah dengan format sebagai berikut:
SAMPUL DEPAN (COVER)
BAB I TEMA: JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Tujuan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
BAB III: MATERI HASIL DISKUSI (SESUAI DENGAN TOPIK
KELOMPOK)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Masing-masing mahasiswa mengerjakan pre test dan post test dari spada
serta membuat pembahasannya mengaitkan dengan teori

380
DAFTAR PUSTAKA

Aditama: Sagung Setohttps://samoke2012.wordpress.com/2012/12/03/asuhan-


keperawatan-komunitas/community.blogspot.co.id/2013/06/kelompok-11-
asuhan-keperawatan-komunitas.html

Anderson, Elizabeth T, dkk. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teoridan


Praktik, edisi 3 Jakarta : EGC

Brunner & Suddart.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC


Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta
:Gosyen Publishing

Herdman, Heather.2010.Diagnosa Keperawatan NANDA


Internasional.Jakarta:EGC

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Teori Jakarta

Yosep,Iyus.2007.Keperawatan Jiwa.Bandung:Refika

381
BAB XI
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MENGEMBANGKAN TERAPI
KOMPLEMENTER
Meriani, SKM., S.Kep., M.Biomed
Christina M.T.Bolon, S.Kep., Ns., M.Kes

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan
banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian
penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara
lainnya (Snyder &Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627juta
orang adalah pengguna terapi alternatif dan 38 6 ju t a orang yang
mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain
menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di
Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Eisenberg,1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).Klien yang
menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu
alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya
harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer.
Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan
keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidu p diband
ingk ansebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek
samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan
memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).Terapi
komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien
bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas
kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog
perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smithet al., 2004). Hal ini
terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan
pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada

382
kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk
berperan memberikan terapi komplementer.
Terapi komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung kepada Pengobatan Medis Konvensional atau sebagai
Pengobatan Pilihan lain diluar Pengobatan Medis yang Konvensional. Salah
satu terapi komplementer yang kini popular dimasyarakat adalah terapi
akupresur. Terapi akupresur adalah perkembangan terapi pijat yang
berlangsung seiring dengan perkembangan ilmu akupuntur karena tekhnik
pijat akupresur adalah turunan dari ilmu akupuntur. Tekhnik dalam terapi ini
menggunakan jari tangan sebagai pengganti jarum tetapi dilakukan pada
titik-titik yang sama seperti yangdigunakan pada terapi
akupuntur..Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Kesehatan Dunia
pada tahun 2005, terdapat 75– 80% dari seluruh penduduk dunia pernah
menjalani pengobatan non-konvensional. Di Indonesia sendiri, kepopuleran
pengobatan non-konvensional, termasuk pengobatan komplementer ini, bisa
diperkirakan dari mulai menjamurnya iklan–iklan terapi non – konvensional
di berbagai media.

B. Deskripsi Materi
Bab ini menguraikan tentang defenisi terapi komplementer, jenis-jenis terapi
komplementer, fokus terapi komplementer, peran perawat dalam terapi
komplementer, teknik terapi komplementer, landasan teoritis: - terapi
pemijatan, - terapi acupressure - terapi refleksi.

C. Tujuan/Kemampuan Yang Akan Dicapai


Pembelajaran pada bab ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam
mencapai Capaian Mata Kuliah yaitu mampu mampu menerapkan asuhan
keperawatan dengan mengembangkan terapi komplementer yang diberikan,
anda akan diberikan tugas terstruktur dan tugas mandiri agar lebih
meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir anda menganai materi-
materi pada Bab ini. Baca setiap kalimat dengan teliti dan tanyakan kepada
dosen bila ada yang tidak dipahami. Selamat belajar!

383
D. Uraian Materi
I. Defenisi terapi komplementer
II. Jenis-jenis terapi komplementer
a. Mind body techniques : teknik relaksasi, imagery
b. Body movement Therapy : senam/olahraga, ROM,
mobilisasi/ambulasi
c. Energetic-touch therapy : message sederhana
d. Spiritual therapy
e. Nutritional/medicinal therapies (berdasar hasil riset)
f. Lifestye and disease prevention
III. Fokus terapi komplementer
IV. Peran perawat dalam terapi komplementer
V. Teknik terapi komplementer
VI. Landasan teoritis:
- terapi pemijatan
- terapi acupressure
- terapi refleksi

384
I. Defenisi Terapi Komplementer
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan
terapi tradisional ke dalam pengobatan modern ((Andrews et al., 1999)
dalam Widyatuti, 2008).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan
pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang
mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi ((Smith et al., 2004), dalam Widyatuti, 2008).
Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif
sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi
sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan
keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang
umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997, dalam Widyatuti,
2008).
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai
pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi
modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis,
psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada
yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern.
Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia
sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual). (Widyatuti,
2008).

II. Jenis-Jenis Terapi Komplementer


Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi
komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif
seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi
biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,

385
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi,
refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya ((Hitchcock et al., 1999) dalam
Widyatuti, 2008)
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM)
membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima
kategori. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan
intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir
yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai
chi, dan terapi seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan
kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda
dari Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan
asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy. Kategori ketiga dari
klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis
dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini
didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan
kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta
hidroterapi. Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari
energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh
misalnya terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong,
magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori
berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik. Ada banyak jenis
terapi komplementer yang bisa di terapkan salah satunya adalah terapi
relaksasi otot progresif yang memiliki manfaat begitu banyak bagi klien.
((Snyder & Lindquis, 2002) dalam Widyatuti 2008)
a. Mind body techniques : teknik relaksasi, imagery
Pengertian Mind-Body Therapy Pada terapi pikiran tubuh, individu berfokus
pada penyejajaran atau penciptaan keseimbangan proses mental guna
menimbulkan penyembuhan. Advokat terapi ini perlu menghindari
mempromosikan gagasan Pikiran menyembuhkan melalui “kendali”

386
kesadaran. Fokus terapi pikiran tubuh adalah menciptakan keseimbangan
pikiran, emosi, atau pernafasan tersebut. Karena individu adalah satu
kesatuan yang utuh hal ini dapat membantu memulihkan kedamaian dan
keseimbangan
Guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan tempat dan
kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan
tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi
(Kaplan & Sadock, 2010).
Guided imagery adalah teknik relakasasi untuk mengatasi stres dan
kecemasan. Manfaat lain yang bisa diperoleh seperti mengurangi rasa nyeri,
meredakan gejala depresi, dan meningkatkan kualitas tidur
Imagery atau visualisasi merupakan bentuk kreasi mental yang dilakukan
secara sadar dan disengaja dan bertujuan untuk membentuk persepsi sesuatu
dengan jalan membentuk imaji kreatif di dalam benak seseorang.
Vealey dan Greenleaf (2001) mendefinisikan imagery sebagai “penggunaan
seluruh indra untuk menciptakan atau menciptakan kembali sebuah
pengalaman di dalam pikiran”. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat tiga
kunci utama untuk memahami imagery, yaitu :
1. Imagery menciptakan atau menciptakan kembali pengalaman dalam
pikiran. Imagery didasari oleh memori, dan individu mengalami memori
tersebut secara internal dengan melakukan rekonstruksi terhadap
pengalaman eksternal di dalam pikiran. Selain itu, imagery juga dapat
digunakan untuk menciptakan pengalaman baru dalam pikiran. Meskipun
pada dasarnya imagery merupakan hasil dari memori, namun otak
memiliki kemampuan untuk menyusun potongan-potongan gambar
dalam ingatan dengan cara yang berbeda.
2. Imagery melibatkan seluruh indera yang dimiliki. Ketika mengalami
suatu peristiwa, seluruh indra memiliki peran yang penting. Visual
mengacu pada penglihatan, auditoris mengacu pada suara, olfaktoris
mengacu pada aroma, taktil mengacu pada sensasi dari sentuhan,
gustatoris mengacu pada rasa, dan kinestetik mengacu pada sensasi
pergerakan tubuh pada posisi yang berbeda. Dalam menggunakan

387
imagery , individu sebaiknya menggabungkan sebanyak mungkin indra
yang ada untuk meningkatkan kejelasan dari gambaran yang dibuat.
Semakin jelas gambaran yang dibuat, imagery akan semakin efektif.
3. Imagery tidak membutuhkan stimulus eksternal. Imagery merupakan
pengalaman sensoris yang terjadi dalam dalam pikiran tanpa adanya alat
bantu dari lingkungan. Melalui imagery , atlet bulutangkis dapat
memukul kok dengan keras sambil berbaring di sofa tanpa harus
memegang raket dan bergerak.

b. Body movement Therapy : senam/olahraga, ROM, mobilisasi/ambulas


Movement therapy merupakan psikoterapeutik dengan menggunakan tarian
dan gerakan dimana setiap orang dapat ikut serta secara kreatif dalam proses
untuk memajukan integrasi emosional, kognitif, fisik, dan sosial. Gerak
secara langsung berhubungan dengan tubuh.
1. Terapi Latihan Mobilitas Sendi : menjelaskan pada pasien atau keluarga
manfaat dan tujuan melakukan latihan sendi, menginstruksikan pasien
dan keluarga cara melakukan latihan ROM, mendukung latihan ROM
aktif sesuai jadwal yang teratur dan terencana, menginstruksikan pasien
dan keluarga cara melakukan latihan ROM pasif dengan bantuan atau
ROM aktif aktivitas spesifik, membantu klien dan keluarga memantau
perkembangan klien terhadap pencapaian tujuan
2. Terapi Latihan Aktivitas : menginstruksikan pasien dan keluarga untuk
melaksanakan aktivitas yang diinginkan, membantu dengan aktvitas
fisik secara teratur sesuai dengan kebutuhan, mempertimbangkan
kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik,
membantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien terhadap
pencapaian tujuan
3. Ambulasi : menginstruksikan pasien/care giver mengenai pemindahan
dan teknik ambulasi yang aman, mendorong pasien untuk bangkit
sebanyak dan sesering yang diinginkan, mendorong ambulasi
independen dalam batas aman, mengkonsultasikan pada ahli terapi fisik
mengenai rencana ambulasi sesuai kebutuhan

388
c. Energetic-touch therapy : message sederhana
Terapi pijat adalah istilah umum yang meliputi beragam teknik dan jenis
pijat yang dirancang untuk mengatasi kondisi kesehatan dan fisik tertentu. Para
terapis pijat memberikan tekanan untuk meremas, memutar, dan menekan lapisan
otot menggunakan jari, tangan, telapat tangan, siku, dan bahkan kaki untuk
menurunkan tekanan darah dan meredakan nyeri. Namun, manfaat dari terapi pijat
bukan hanya sebagai sarana pemulihan semata.
1. Defenisi
a. Menurut Lee (2009), pijat adalah terapi sentuh tertua yang dikenal
manusia dan yang paling populer
b. Menurut Nelson (1993), pijat adalah cara pengobatan sederhana yang
efektif untuk menghilangkan sakit pada tubuh, mengurangi stress, dan
memacu relaksasi.
Pijat juga diartikan sebagai seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang
dipraktekkan sejak berabad –abad silam lamanya. Bahkan ilmu ini telah
dikenal sejak awal manusia diciptakan di dunia, hal ini berdasarkan dari
relief bukti sejarah yang ada.
c. Menurut Susan (2001), pijat merupakan bentuk sentuhan terstruktur
dengan menggunakan tangan atau kadang-kadang bagian tubuh yang lain
seperti lengan atas dan siku digunakan untuk menggerus kulit dan
memberikan tekanan pada otot-otot
d. Menurut Toru Namikoshi (2006), pijat adalah suatu metode preventif
dalam perawatan kesehatan untuk menghilangkan rasa letih dan
merangsang daya penyembuhan tubuh secara alamiah dengan jalan
memijat titik-titik tertentu pada tubuh
Tujuan Pijat
1. Menggunakan teknik pijatan lembut pada seluruh tubuh untuk
memberikan relaksasi dan mengurangi keletihan
2. Memberikan energi yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui jalur
titik-titik meridian
3. Menghancurkan myoglosis atau timbunan dari sisa-sisa metabolisme
yang terdapat pada otot sehingga menyebabkan pengerasan serabut otot

389
Memperlancar peredaran darah dan menghantarkan sisa-sisa
metabolisme yang telah dihancurkan atau membantu menguragi proses
peradangan
4. Mengembalikan posisi kedua sendi menuju pelekatan pada sendi yang
normal setelah memperoleh ruang hasil dari penarikan/traksi tanpa
mengalami pergesekan diantara kedua sendi tersebut sehingga ROM
pada sendi bergerak bisa normal dan tidak kaku
Manfaat Pijat dari Berbagai Usia
1. Bagi bayi
a. Memberi rasa nyaman dan relaksasi agar meningkatkan kualitas tidur
bayi
b. Memberi stimulus pada perkembangan seluruh indera bayi
c. Menumbuhkan hubungan emosional antara orang tua dan bayi
d. Membantu proses pencernaan
2. Bagi anak
a. Memberi efek relaksasi tubuh
b. Menyembuhkan cedera otot pada usia anak yang aktif
c. Meningkatkan nafsu makan
d. Membantu proses pencernaan
3. Bagi orang dewasa
a. Menghilangkan rasa lelah dan stress akibat beban pekerjaan
b. Memberikan relaksasi baik bagi tubuh, pikiran, dan jiwa
c. Dapat meredakan nyeri, pusing, insomnia, dan radang sendi
d. Mengangkat sel-sel kulit mati sehingga kulit lebih bersih
e. Memperlancar peredaran darah
f. Memperlancar ASI pada ibu menyusui
h. Mengatasi mual muntah
4. Bagi lansia
a. Menekan laju kenaikan tekanan darah
b. Meningkatkan sirkulasi darah
c. Mengendurkan otot sekaligus merangsang otot yang lemah
d. Menjaga tekstur kulit

390
e. Mengatasi kekakuan sendi
Manfaat Pijat
1. Fisik :
a. Melancarkan sirkulasi darah
b. Membantu mengurangi rasa sakit (gate control effect)
c. Merangsang produksi hormone endorfin yang berfungsi untuk rileksasi
tubuh
d. Meningkatkan kekebalan tubuh
e. Meredakan peradangan

f. Meredakan otot yang tegang dan kaku


g. Mengatur laju tekanan darah
h. Mempercepat pemulihan tenaga, meredakan keletihan
i. Meningkatkan kelenturan sendi dan gerakan
j. Menjaga kestabilan fungsi organ melalui jalur titik meridian yang
terkait syaraf perifer
k. Menstimulus trigger zone mengatasi mual melalui tekanan pada titik
P6

2. Mental :

391
a. Mengurangi kecemasan dan stres
b. Membuat pikiran rileks
c. Mengurangi ketegangan jiwa
d. Meningkatkan kapasitas untuk berpikir lebih jernih

d. Spiritual Therapy
a. Pengertian terapi spiritual
Spiritual gayatri mantram ini disebut sebagai Mother Of Mantram Hindi
atau lebih dikenal dengan Nama Ibunya Para Mantram di Agama Hindu. Gayatri
Mantram adalah konsep yang luas dengan berbagai dimensi dan perspektif yang
ditandai adanya perasaan keterikatan (koneksitas) kepada sesuatu yang lebih besar
dari diri kita, yang disertai dengan usaha pencarian makna dalam hidup atau dapat
dijelaskan sebagai pengalaman yang bersifat universal dan menyentuh. Beberapa
individu menggambarkan spiritualitas dalam pengalaman hidupnya seperti adanya
perasaan terhubung/transendental yang suci dan menentramkan/ memberikan
kedamaian hati. sebagaian individu yang lain merasakan kedamaian saat berada di
masjid, gereja, kuil pura atau tempat suci lainnya (Ardian 2016).
Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup, berperan
sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi individu. Pada saat stres maka
individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat
diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit
tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti.
Melaksanakan ibadah, berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan
lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritualitas pasien (Yaseda,
Noorlayla, & Effendi 2013).
Terapi dukungan spiritual gayatri mantram ini merupakan bentuk asuhan
keperawatan yang holistik. Dalam prinsip atau pelaksanaan terapi dukungan
spritual menunjukan perilaku caring yang dapat memberikan ketenangan,
kenyamanan bagi klien sehingga mendekatkan hubungan terapeutik perawat dan
klien. Seseorang yang memiliki keyakinan akan keberadaan Tuhan Yang Maha
Kuasa memiliki kekuatan, pengharapan untuk meminta kesembuhan, keselamatan
dan perlindungan. Jadi dengan memberikan terapi spiritual gayatri mantram

392
kepada pasien dapat memberikan rasa percaya diri, rasa optimisme (harapan
kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan merasakan kehadiran Tuhan
Yang Maha Esa (Rahmayati, Silaban, & Fatonah 2018).
b. Tujuan pemberian terapi spiritual
Menurut (Ardian 2016) adapun tujuan yang dapat dirasakan oleh klien dalam
melaksanakan terapi spiritual, yaitu:
1). Memberikan rasa nyaman kepada klien, dan klien akan lebih rileks dan
tenang.
2). Memperkuat mentalitas dan konsep yang ada pada diri klien.
3). Klien yang mengalami gangguan jiwa/ ODGJ yang memiliki persepsi
yang salah terkait dirinya, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya,
dengan pemberian terapi spiritual maka klien akan dikembalikan
persepsinya terhadap dirinya, orang lain, maupun lingkungannya.
4). Memiliki dampak yang positif untuk menurunkan stress.
5). Membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme pada diri klien.
c. Manfaat terapi spiritual gayatri mantram
Menurut Ardian (2016) adapun manfaat terapi spiritual, yaitu:
1). Meningkatkan perasaan akan kedamaian diri dan kekuatan batin,
meningkatkan kesadaran pribadi, penerimaan yang baik tentang
kehidupan dunia, kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian hidup dan
ambiguisitas, kemampuan menerima kondisi seperti kemerosotan fisik
karena usia, kondisi sakit terminal dan keadaan stres.
2). Mantram gayatri untuk menyembah tuhan melafalkan mantram ini
sebanyak 108 kali atau secara berulang- ulang maka akan mendapatkan
ketenangan jiwa dan pikiran.
3). Menghilangkan keresahan, kekacauan dan kegelisahan yang ada pada
pikiran setiap insan yang mempunyai masalah.
4). Upaya lain adalah restorasi doa dengan tuhan sebagai perantara perjanjian
dengan tuhan sehingga dapat diberikan kesehatan/.
d. Teknik dalam memberikan Terapi Psikoreligius (SPO)

393
Menurut (Kushariyadi 2011) adapun teknik yang dapat diberikan dalam terapi
psikoreligius yang meliputi persiapan, prosedur pelaksanaan, dan kriteria hasil
dari terapi psikoreligius.
1). Persiapan
a). Persiapan perlengkapan ibadah, seperti buku kitab suci, bunga, dupa
dan lainnya.
b). Lingkungan yang hening dan tenang agar pada saat melakukan terapi
klien dapat berkonsentrasi dengan baik.
2). Prosedur Pelaksanaan
Ada 2 jenis prosedur yang dapat dilakukan dalam pemberian terapi
spiritual pada klien:
a). Terapi spiritual dilakukan di dalam ruangan tertentu. Pembicara yang
sudah menguasai komunikasi terapeutik dapat memberikan
pencerahan tentang hakikat mengapa manusia di ciptakan dan
mengenalkan tujuan manusia diciptakan. Tujuan dari diberikan
pencerahan untuk mengurangi manusia akan nafsu/ keinginan yang
berlebihan agar lebih memprioritaskan kebutuhan. Meskipun setiap
kebutuhan manusia berbeda- beda, dengan ini akan membantu
manusia kembali kedalam kesadaran awal yaitu mengetahui
kebutuhan dasar manusia.
b). Terapi spiritual yang dilakukan sebagai bentuk bimbingan individu.
Terapi yang dilakukan oleh satu petugas dengan satu klien, petugas
membacakan sesuatu yang harus ditirukan oleh klien, kemudian
petugas meminta klien untuk membacakan kembali bacaan tersebut.
Selain itu petugas juga membimbing klien proses ibadah sesuai
dengan kepercayaan masing- masing. Meski mengalami gangguan
jiwa, beberapa klien masih memiliki kesadaran terkait dengan
spiritual.
Adapun langkah- langkah dalam melakukan terapi spiritual, yaitu:
1). Duduklah dengan tenang dan santai
2). Tutuplah kedua mata, dan mengatur nafas

394
3). Bernafaslah secara alamiah dan mulai mengucapkan mantram secara
berulang-ulang
4). Bila ada pikiran yang menganggu, kembalilah fokuskan pikiran
5). Lakukan selama 10-20 menit
6). Jika sudah selesai melakukan terapi, jangan langsung berdiri duduklah
dulu lalu beristirahat, tenangkan pikiran barulah berdiri dan lakukan
kegiatan kembali
3). Kriteria Evaluasi
a).Mengkaji proses dan hasil dari pemberian terapi spiritual kepada klien
dengan menggunakan catatan aktivitas terapi yang telah dilakukan
oleh klien.
b). Menganalisis pemberian terapi spiritual yang telah dilakukan klien
untuk melihat keefektifan terapi pada klien.
c). Menganalisis catatan terapi sehingga perawat dapat mengetahui proses
pemberian terapi spiritual dalam mengembangkan terapi spiritual
kepada klien.

e. Nutritional/medicinal therapies (berdasar hasil riset)


Terapi gizi merupakan bagian dari perawatan penyakit dan kondisi klinis
yang harus diperhatikan agar pemberian diet pasien harus sesuai dengan fungsi
organ, kemudian harus dievaluasi. Gizi mempengaruhi penyembuhan penyakit
pada pasien di rumah sakit. Malnutrisi berdampak pada lamanya perawatan,
terjadinya komplikasi penyakit, meningkatnya biaya pengobatan dan kematian.
Kondisi tersebut disebabkan karena ketidakseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi.
Upaya peningkatan status gizi pasien merupakan tanggungjawab petugas
kesehatan, salah satunya adalah tenaga gizi (Ahli Gizi). Asuhan Gizi diberikan
oleh tenaga gizi berdasarkan Permenkes RI Nomor 26/2013, yang dimaksud
Tenaga Gizi adalah : Nutrisionis (Technical Register Dietisien/TRD) dan
Dietisien (Register Dietisien/RD). Instalasi Gizi RS mempunyai 4 (empat) tugas
pokok yaitu : Pelayanan asuhan gizi rawat inap, Pelayanan asuhan gizi rawat
jalan, Penyelenggaraan Makanan & Dietetik, Penelitian & Pengembangan

395
Pemenuhan nutrisi sangat penting untuk mencegah malnutrisi, terutama
pada pasien rawat inap di rumah sakit. Dukungan nutrisi sangat diperlukan untuk
mencegah komplikasi dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh dari pasien
komplikasi malnutrisi termasuk infeksi, ulkus dekubitus, patah tulang, serta
komplikasi paru, ginjal dan hati. Nutrisi yang diberikan pada pasien rawat inap
bisa berupa makanan/minuman, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Pasien yang
tidak bisa menerima makanan dan minuman bisa menerima nutrisi berupa enteral
dan parenteral. “Nutrisi enteral bisa diberikan secara langsung lewat mulut
maupun lewat NGT. Nutrisi parenteral diberikan melalui infus
Riset tersebut berjudul “A Mutinational Observational Study of Clinical
Nutrition Practice in Patients Undergoing Major Gastrointestinal Surgery: The
Nutrition Insights Day”
Riset ini merupakan riset prevalensi malnutrisi yang komprehensif di Asia
dimana Indonesia menjadi bagian dari riset tersebut. Mengungkapkan fakta bahwa
prevalensi defisit nutrisi pada pasien bedah di Asia, baik pada pasien yang
memang sudah malnutrisi maupun yang berisiko malnutrisi, menunjukkan tingkat
yang tinggi, sehingga diperlukan perbaikan nutrisi.
Berdasarkan penelitian mengenai malnutrisi pada pasien rawat inap yang
dilakukan di 7 negara: Indonesia, Korea Selatan, India, Taiwan, Vietnam, Filipina
dan Thailand. Pada penelitian tersebut, menunjukkan bahwa di Indonesia risiko
malnutrisi sedang hingga tinggi terjadi pada 76% pasien.
Ini berarti 3 dari 4 pasien bedah berpotensi akan mengalami malnutrisi
dalam kondisi sedang hingga tinggi. Penelitian tersebut menegaskan bahwa
perbaikan nutrisi pada pasien perlu menjadi perhatian.
Riset ini dilatarbelakangi fakta bahwa pasien yang melakukan operasi
saluran pencernaan terutama mereka dengan kanker, memiliki risiko terhadap
malnutrisi dan membutuhkan dukungan nutrisi yang dimulai sebelum, selama dan
sesudah tindakan, untuk mengurangi komplikasi.
Dalam riset prevalensi malnutrisi pertama di Asia, Indonesia menjadi bagian
dari riset bersama dengan 6 negara lainnya. Dari hasil penelitian tersebut,
didapatkan 54% pasien memiliki risiko malnutrisi sedang hingga tinggi.

396
Di Indonesia saja, menunjukkan bahwa risiko malnutrisi sedang hingga
tinggi terjadi pada 76% pasien. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di Asia
angka kejadian pada pasien yang mengalami malnutrisi sejak sebelum melakukan
operasi atau pasien yang berisiko malnutrisi, cukup tinggi.
Dengan demikian, dukungan perbaikan gizi sangat penting untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien. Dalam penelitian tersebut,
dukungan pemberian nutrisi yang menunjukkan defisit kalori dan protein yang
lebih rendah bisa dicapai dengan kombinasi antara pemberian nutrisi parenteral
dan nutrisi enteral. Nutrisi parenteral bisa diberikan tunggal apabila pasien tidak
bisa menerima nutrisi oral maupun enteral. Selain menyebabkan dampak bagi
kesehatan pasien, malnutrisi juga membebani pasien dan rumah sakit dalam hal
pembiayaan.
Contoh hasil riset terapi nutrisi :Potensi Tempe Kedelai Dalam Terapi Nutrisi
Medik pada Obesitas Dewasa Dengan Komorbid

f. Lifestye and disease prevention


Penyakit gaya hidup (bahasa Inggris: lifestyle diseases) adalah penyakit
yang berkaitan dengan cara seseorang menjalani kehidupannya. Penyakit-penyakit
ini termasuk penyakit tidak menular, yang umumnya disebabkan oleh kurangnya
aktivitas fisik, makan yang tidak sehat, alkohol, narkoba, dan merokok.
Lifestyle diseases adalah penyakit yang berkaitan dengan cara seseorang
menjalani kehidupannya. Penyakit-penyakit ini termasuk penyakit tidak menular,
yang umumnya disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik, makan yang tidak
sehat, alkohol, narkoba, dan merokok. Penyakit yang paling dipengaruhi oleh
gaya hidup yaitu penyakit jantung, strok, obesitas, dan diabetes melitus tipe 2.
Penyakit-penyakit yang semakin meningkat ketika negara-negara menjadi
lebih maju dan orang-orang hidup lebih lama dapat mencakup penyakit
Alzheimer, radang sendi, aterosklerosis, asma, kanker, penyakit hati kronis atau
sirosis, penyakit paru obstruktif kronik, diabetes tipe 2, penyakit jantung,
hipertensi, sindrom metabolik, gagal ginjal kronis, osteoporosis, sindrom ovarium
polikistik, strok, depresi, obesitas, dan demensia vaskular.

397
Beberapa pendapat mempertahankan perbedaan antara penyakit umur
panjang dengan penyakit peradaban atau penyakit kemakmuran.[2] Penyakit
tertentu, seperti diabetes, karies gigi, dan asma, lebih banyak muncul pada
populasi muda yang hidup dengan cara "barat"; peningkatan insidensinya tidak
berkaitan dengan usia, sehingga istilah tersebut tidak dapat digunakan secara
bergantian secara akurat untuk semua penyakit
Dampak gaya hidup pada kesehatan
Berbagai penyakit kronis seperti kanker, gangguan kardiovaskular, diabetes,
dan stroke, adalah penyebab utama kematian di dunia ini. Kabar baiknya, 80
persen penyakit kronis bisa kita minimalisir dengan menerapkan aya hidup sehat
seperti menjaga pola makan dan rutin olahraga. Untuk mengurangi risiko penyakit
kronis, Gloubic menyarankan kita agar menerapkan pola hidup sehat seperti:
1. Menjaga pola makan
Globic menyarankan kita untuk mengonsumsi sayuran segar atau yang tidak
mengalami pemrosesan tinggi. Menurutnya, memperbanyak konsumsi sayur
bisa mengurangi risiko diabetes, penyakit jantung, dan kanker. Selain itu,
memperbanyak asupan sayuran - seperti yang diterapkan dalam diet
mediterania - terbukti dapat mengurnagi risiko penyakit kardiovaskular.
Diet mediterania merupakan pola makan yang menyarankan pelakunya
untuk memperbanyak konsumsi sayuran, buah, kacang-kacangan, biji dan
kacang-kacangan. "Ini adalah pola makan terbaik untuk mencegah risiko
dan menyembuhkan diri kita dari penyakit kronis.
2. Rutin olahraga
Rutin olahraga juga membantu sistem tubuh agar berfungsi optimal. Banyak
ahli kesehatan merekomendasikan kita untuk melakukan olahraga intensitas
sedang selama 150 menit setiap minggu. Jika merasa tidak mampu, Gloubic
merekomendasikan kita untuk memulainya dengan melakukan olahraga
ringan, seperti jalan kaki. "Jalan kaki adalah hal yang mudah bagi banyak
orang. Mulailah dengan jalan kaki 10 menit, lalu ulangi dua atau tiga kali
sehari
3. Tidur yang cukup

398
Untuk menjaga kesehatan, Gloubic menyarankan kita untuk tidur nyenyak
selama tujuh hingga sembilan jam setiap malam. Mungkin ini bisa jadi hal
yang sulit bagi mereka yang mengalami insomnia atau sulit tidur. Namun,
kondisi ini bisa kita kendalikan dengan melakukan teknik berikut: tetapkan
jam tidur dan bangun yang sama, bahkan saat akhir pekan usahakan aktif
secara fisik setiap hari batasi konsumsi alkohol dan kafein hindari
penggunaan gadget 90 menit sebelum tidur
4. Lakukan relaksasi
Stres berlebiha bisa juga mengganggu sistem kekebalan tubuh yang
meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis. Untuk mengatasinya, perlu
melakukan relaksasi. "Saat stres, banyak orang yang megalihkanya dengan
makanan. Padahal, ada cara yang lebih menyehatkan,. Relaksasi bisa kita
lakukan dengan mempraktikan mindfulness atau meditasi. Mindfullness bisa
kita lakukan dengan mencoba foks pada keadaan saat ini sehingga kita
menjadi lebih sadar dengan apa yang kita rasakan dan alami. Hal ini bisa
kita lakukan dengan mencari tempat yang tenang dan nyaman. Lalu amati
gerakan tubuh saat bernapas. Perhatikan bagaimana perut kita mengembang
dan mengempis saat bernapas atau sensai yang muncul di hidung saat
menarik napas. Kita bisa melakukan ini selama lima menit per hari sebagai
permulaan. Jika sudah terbiasa, kita bisa meningkatkannya menjadi 20
menit perhari. Mindfulness juga bisa kita lakukan saat melakukan aktivitas
tertentu. Saat menggosok gigi, misalnya. Perhatikan bagaimana tangan kita
memegang sikat gigi dan rasakan sensasi yang muncul saat gigi kita sedang
dibersihkan.
Sedangkan praktik meditasi kita lakukan dengan cara berikut:
a. Cari lokasi yang sunyi.
b. Posisikan tubuh senyaman mungkin, bisa dengan cara duduk atau
berbaring
c. Tutup mata dan bernapas perlahan, lalu tarik napas dalam-dalam dan fokus
pada pernapasan
d. Jika pikiran tertentu muncul saat meditasi, lepaskan dan fokus kembali
pada pernapasan.

399
e. Bersosialisasi
Tetap terhubung dengan orang lain akan membuat kita sehat secara
emosional dan fisik. Meski kita harus melakukan physical ditancing, ada
banyak teknologi yang bisa mendekatkan kita dengan banyak orang.
"Sekarang banyak teknologi yang bisa kita manfaatkan untuk menghindari
isolasi sosial,". Hampir semua orang memiliki ponsel yang membantu
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sesekali menanyakan kabar
kepada teman atau keluarga lewat pesan singkat, hal ini akan membuat
perbedaan positif dalam hidup kita.

III. Fokus Terapi Komplementer


a. Konsep Terapi Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan
dan stress yang memberikan individu kontrol diri ketika tidak merasa
nyaman stress fisik, dan emosi ((Edelman dan Mandle, 1994 dalam
Potter dan Perry, 2005) dalam Rahma, Rizky Nova 2016).
Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan
mental individu, sementara aspek bawah sadar tetap bekerja. Dalam
keadaan
relaksasi seluruh tubuh dalam keadaan seimbang, keadaan tenang tapi
tidak tertidur dan seluruh otot dalam keadaan rileks dan posisi tubuh
yang
nyaman.
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk
mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis
dalam menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali
((Snyder, Pestka & Bly, 2006) dalam Rahma, Rizky Nova 2016). Ketika
otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan ketidaknyamanan, seperti
sakit pada leher, punggung belakang, serta ketegangan pada otot
wajahpun akan berdampak pada sakit kepala. Jika ketegangan otot ini
dibiarkan akan menganggu aktivitas dan keseimbangan tubuh seseorang
((Marks, 2011) dalam Rahma, Rizky Nova 2016). Relaksasi otot

400
progresifmerupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol
dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Kegiatan ini
menciptakan sensasi dalam melepaskan ketidaknyamanan dan stress
((Potter dan Perry, 2005) dalam Rahma, Rizky Nova 2016). Dengan
melakukan tindakan relaksasi otot progresifsecara berkelanjutan, seorang
individu dapat merasakan relaksasi otot pada berbagai kelompok otot
yang diinginkan.
b. Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi otot progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam
program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan kecemasan,
memfasilitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada
leher dan pungung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan, serta
meningkatkan konsentrasi ((Davis, 1995) dalam Rahma, Rizky Nova
2016).
Target yang tepat dan jelas dalam memberikan terapi relaksasi otot
progresif ada keadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup
tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga dapat menggangu kegiatan
sehari- hari. (Jacobson (1938) dalam Snyder, Pestka & Bly, (2006) dalam
Rahma, Rizky Nova 2016 )mengatakan bahwa relaksasi otot progresif
menurunkan konsumsi oksigen tubuh, metabolisme tubuh, frekuensi
nafas, ketegangan otot, kontraksi ventrikel yang tidak sempurna, tekanan
darah sistolik dan diastolik, dan meningkatkan gelombang alpha otak.
c. Prinsip Kerja Terapi Relaksasi Otot Progresif
Dalam melakukan relaksasi otot progresif hal yang penting dikenali
adalah tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan
akan disampaikan ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension merupakan
kontraksi dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi tegangan.
Relaksasi adalah pemanjangan dari serat serat otot tersebut yang
dapat menghilangkan sensasi ketegangan setelah memahami dalam
mengidentifikasi sensasi tegang, kemudian dilanjutkan dengan
merasakan relaks. Ini merupakan sebuah prosedur umum untuk
mengidentifikasi lokalisasi ketegangan, relaksasi dan merasakan

401
perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang akan
diterapkan pada semua kelompok otot utama. Dengan demikian, dalam
relaksasi otot progresif diajarkan untuk mengendalikan otot-otot rangka
sehingga memungkinkan setiap bagian merasakan sensasi tegang dan
relaks secara sistematis ((Mc Guigan dan Lehrer, 2005)dalam Rahma,
Rizky Nova 2016).
d. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Prasetya, Zulfiana, 2016 bahwa
tujuan dari teknik ini adalah:
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,
tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.
b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan
tidak memfokus perhatian seperti relaks.
d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia
ringan, gagap ringan, dan
g. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

e. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Nurmaya, siti, 2018
bahwa indikasi dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu:
a. Klien yang mengalami insomnia.
b. Klien sering stres.
c. Klien yang mengalami kecemasan.
d. Klien yang mengalami depresi

f. Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot progresif


a. Klien yang mengalami keterbatasan gerak pada anggota tubuh
b. Klien yang menjalani perawatan tirah baring (bedrest)

402
IV.Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang
terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan,
peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat.
Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan
diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik
bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di
Australia dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan
((Crips & Taylor, 2001) dalam Widyatuti 2008). Peran perawat sebagai
peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian yang
dikembangkan dari hasil-hasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung
misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi
terapi komplementer ((Snyder & Lindquis, 2002)dalam Widyatuti 2008).
Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator
dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat
mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit
manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk
memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin
diberikan termasuk perawatan alternatif ((Smith et al.,2004)dalam Widyatuti
2008).
Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan
melakukanberbagai penelitian yang dikembangkan dari hasil-hasil evidence-
based practice. Perawat dapat berperan sebagai pemberipelayanan
langsung misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan
integrasi terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).Perawat lebih
banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam
tera pi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan
terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait.
Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan

403
kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk
perawatan alternatif (Smith et al.,2004)

V. Teknik Terapi Komplementer


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Prasetya, Zulfiana, 2016
a. Akupuntur
Akupuntur adalah teknik pengobatan Cina kuno dengan menggunakan
jarum yang sangat tipis untuk merangsang titik tertentu di tubuh.
Akupuntur dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap titik yang ada di
tubuh memiliki hubungan tersendiri dengan penyakit tertentu, sehingga
dengan merangsang titik tertentu, penyakit yang berhubungan dengan
titik tersebut dapat disembuhkan. Akupuntur dipercaya dapat
mengembalikan keseimbangan energi tubuh, oleh karena itu terapi ini
paling efektif untuk menangani nyeri kronis, mual, pusing, dan muntah.
Sebagai jenis terapi yang efektif untuk menghilangkan rasa sakit,
akupuntur banyak digunakan untuk mengobati sakit kepala kronis, nyeri
pada bagian bawah punggung, dan pengapuran sendi lutut. Akupuntur
juga dipercaya dapat menangani gejala kanker.
b. Kiropraktik
Kiropraktik adalah bidang ilmu kesehatan yang dapat memperbaiki atau
mengembalikan susunan rangka tubuh. Terapi ini dapat mengobati nyeri
pada bagian bawah punggung, leher, dan lengan secara efektif. Dengan
mengembalikan susunan rangka tubuh, kiropraktik juga dapat
memberikan keuntungan lainnya, sehingga dapat meningkatkan
kesehatan secara keseluruhan.
c. Terapi medan magnet
Terapi medan magnet adalah terapi energi yang memanfaatkan energi
dalam benda, yaitu magnet. Keyakinan bahwa magnet mengandung
energi yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan
gangguan kesehatan, mulai dari kebotakan sampai asam urat, sudah
sering dibuktikan. Bahkan, belum lama ini sebuah penelitian

404
membuktikan bahwa suatu teknik yang bernama transcranial magnet
stimulan dapat membantu pasien stroke pulih sepenuhnya.
d. Terapi energi
Terapi energi menggabungkan berbagai jenis energi untuk meningkatkan
kesehatan tubuh secara keseluruhan, terutama dengan memanipulasi
medan energi tubuh.
e. Reiki
Reiki adalah jenis pengobatan alternatif yang memaksimalkan sumber
energi alami tubuh untuk mempercepat proses penyembuhan. Proses
penyembuhan alami tubuh dipercaya dapat lebih cepat ketika tubuh
sedang dalam keadaan tenang, senang, atau santai. Terapi reiki dilakukan
dengan menempelkan tangan di bagian tubuh yang diinginkan atau
menekan kulit pasien secara perlahan.
f. Sentuhan terapeutik
Dengan memaksimalkan kekuatan sentuhan, jenis terapi ini dipercaya
dapat mengobati nyeri dan penyakit tertentu dengan mengatur arah aliran
energi tubuh.

VI. Landasan Teoritis:


a. Terapi Pemijatan (massage)
 Pengertian
Pijat adalah terapi komplementer dengan melibatkan
manipulasi jaringan lunak tubuh, biasanya dilakukan dengan
tangan. Terapi ini utamanya digunakan untuk merilekskan tubuh,
walau juga dipercaya dapat membantu mengurangi rasa sakit
tertentu.
Pijat atau kegiatan memberi tekanan pada anggota tubuh
dengan teknik tertentu sudah menjadi bagian dari gaya hidup
banyak orang di seluruh dunia. Tak sedikit yang merasakan
manfaat dari kegiatan ini, salah satunya adalah menciptakan
perasaan rileks dan nyaman, terutama saat lelah dengan berbagai
rutinitas sehari-hari

405
 Manfaat Pemijatan
1. Mengurangi kelelahan.
Pijatan yang dilakukan pada otot yang tegang akan
menstimulasi otak untuk melepaskan rasa lelah dan merasakan
sensasi lebih bebas.
2. Detoksifikasi racun.
Pijatan dapat meningkatkan kemampuan kelenjar getah bening
yang bersama-sama darah, bertugas memasok oksigen dan
nutrisi ke seluruh tubuh, dan selanjutnya mendetoksifikasi atau
mengeluarkan racun dari dalam tubuh.
3. Kesehatan lebih terjaga.
Rajin pijat akan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Seperti meningkatnya system kekebalan tubuh, tidur jadi lebih
berkualitas, meningkatkan peredaran darah, dan ketegangan
otot jadi berkurang.
4. Persendian lebih lentur dan tidak kaku.
Terlalu banyak beraktivitas dan terlalu banyak menggerakkan
sendi bisa berdampak buruk pada kesehatan dan pertumbuhan.
Pijat tubuh akan mengurangi ketegangan pada sendi dan
mengembalikan kelenturan sendi setelah tubuh beristirahat. Jika
merasakan persendian sakit setelah pijat, itu bisa menjadi
tanda-tanda adanya titik ketegangan di tubuh kita. Oleh sebab
itu pijat rutin perlu dilakukan untuk memulihkan persendian
yang sakit.
5. Pijat relaksasi.
Pijat ini sering juga disebut sebagai pijat gaya Swedia. Dalam
proses pemijatan relaksasi biasanya digunakan losion atau
minyak atau juga bisa batu panas. Teknik pijat ini dilakukan
dengan cara yang lembut, perlahan-lahan dan ritmis di seluruh
bagian tubuh, bukan hanya pada bagian tubuh tertentu saja.
Pijat ini akan membuat pikiran dan badan Anda tenang. Anda
bisa memilih pijat relaksasi untuk menyembuhkan stres akibat

406
pekerjaan sehari hari dan bisa pula untuk menyembuhkan pegal
dan linu.
6. Pijat jaringan dalam.
Teknik pijat ini digunakan untuk menyembuhkan dengan cara
memijat jaringan otot bagian dalam. Pijat ini memungkinkan
dilakukannya gerakan yang bertenaga sehingga meningkatkan
penyerapan nutrisi ke dalam otot dan membersihkan racun.
Biasanya pijat ini dilakukan pada bagian tubuh tertentu saja.
Pijat ini cocok untuk berbagai jenis kondisi sakit yang akut dan
kronis.
7. Pijat myfacial.
Pijat ini dilakukan dengan sentuhan yang lembut dan tekanan
yang berkelanjutan. Biasanya pijat ini dimanfaatkan untuk
memulihkan otot yang lelah dan meningkatkan penyerapan
nutrisi ke dalam otot. Pijat jenis ini cocok bagi orang yang
mengalami kaku otot dan gerakan sendi yang sulit.
8. Terapi pemicu titik.
Teknik pijat ini biasanya dilakukan dengan cara menekan
secara berkelanjutan pada jaringan ikat otot tertentu. Tekanan
ini diarahkan pada bagian yang sakit, kebas atau mati rasa dan
ngilu. Pijat jenis ini baik bagi penderita linu panggul, sakit
kepala, dan kebas.
9. Terapi Kraniosakral.
Teknik pijat ini digunakan secara lembut untuk menemukan
bagian tubuh yang mengalami disfungsi. Pijatannya dilakukan
untuk membenahi postur yang salah, organ yang sakit atau
syaraf yang tidak benar posisinya. Pijat jenis ini baik untuk
mempertahankan kesehatan, membangun daya tahan tubuh
terhadap penyakit dan untuk mengurai rasa sakit.
10. Pijat olahraga.
Pijat jenis ini sering dimanfaatkan para atlet untuk
mempertahankan kinerja fisik agar tetap prima. Pijat ini akan

407
mengantarkan nutrisi masuk ke dalam otot sehingga sang atlet
siap untuk kinerja sempurna saat tampil dalam kejuaraan.
11. Pijat hamil.
Pijatan bagi ibu-ibu yang sedang hamil ini akan membuat otot-
otot yang kaku yang disebabkan karena beban kandungan yang
berat menjadi relaks. Biasanya pijat jenis ini dilakukan sebagai
persiapan ibu hamil sebelum melahirkan.

b. Terapi Acupressure
 Pengertian Akupresur
Akupresur adalah sebuah ilmu penyembuhan dengan menekan,
memijit,mengurut bagian dari tubuh untuk mengaktifkan peredaran
energi vital atau Ci. Akupresur juga disebut akupuntur tanpa jarum,
atau pijat akupuntur, sebab teori akupunturlah yang menjadi dasar
praktik akupresur. Akupuntur menggunakan jarum sebagai alat bantu
praktik, sedangkan akupresur menggunakan jari, tangan, bagian tubuh
lainnya atau alat tumpul sebagai pengganti jarum (Sukanta, 2003).
Pada dasarnya Akurpresur berarti teknik pijat yang dilakukan pada
titik-titik tertentu ditubuh, untuk menstimulasi titik-titik energi. Titik-
titik tersebut adalah titik-titik akupuntur. Tujuannya adalah agar
seluruh organ tubuh memperoleh „chi‟ yang cukup sehingga terjadi
keseimbangan chi tubuh. „chi‟ adalah enegri yang mengalir melalui
jaringan di berbagai meridian tubuh dancabang- cabangnya. Cara
meningkatkan atau „membangunkan‟ energi tubuh tersebut pada
Akupuntur dilakukan dengan menusukkan jarum-jarum Akupuntur
pada titik-titik tertentu yang berkaitan dengan keluhan pasien,
sedangkan akurpresur melakukan hal yang sama dengan tekanan jari-
jaritangan dan pemijatan (Hadibroto, 2006)
Akupresur merupakan perkembangan terapi pijat yang berlangsung
seiring dengan perkembangan ilmu akupuntur karena tekhnik pijat
akupresur adalah turunan dari ilmu akupuntur. Tekhnik dalam terapi
ini menggunakan jari tangan sebagai pengganti jarum tetapi dilakukan

408
pada titik-titik yang sama seperti yang digunakan pada terapi
akupuntur.
 Klasifikasi Akupresur
1. Shiatsu
Secara harfiah kata shiat-su berarti jari (shi) dan tekanan (atsu),
serangkaian penekanan menggunakan jari secara berirama,
keseluruh bagian tubuh sepanjang meridian energi. Terapi ini juga
termasuk peregangan dan tepukan. Titik-titik tekan hanya disentuh
antara 3-5 detik.Penanganan ini bisa merangsang sekaligus
menenangkan. Shiatsu adalah versi Jepang dari Akurpresur, dan
kini menjadi semakin populer di dunia barat.
2. Jin Shin
Suatu pola penekanan yang lembut dan berkepanjangan pada titik-
titik Akupuntur yang penting pada meridian dan jalur-jalur yang
terpilih, setiaptitik ditekan selama 1-5 menit. Terapi ini dilakukan
dalam keadaan meditatif untuk menyeimbangkan chi, sang energi
vital.
3. Do-in
Suatu bentuk pemijatan terhadap diri sendiri pada otot dan titik-
titikmeridian. Do-in juga mencakup gerakan, peregangan, dan
latihan pernafasan..
4. Tui-Na
Ini adalah versi China untuk pijat yang merangsang titik-titik
akurpresur dengan menggunakan berbagai ragam gerakan tangan
 Manfaat Akupresur
1. Pencegahan penyakit
2. Akupresur dipraktikkan secara teratur pada saat-saat tertentu
menurutaturan yang sudah ada, yaitu sebelum sakit. Tujuannya
adalah mencegah masuknya sumber penyakit dan
mempertahankan kondisi tubuh
3. Penyembuhan penyakit

409
Akupresur dapat digunakan menyembuhkan keluhan sakit, dan
dipraktikkan ketika dalam keadaan sakit
4. Rehabilitasi
Akupresur dipraktik untuk meningkatkan kondisi kesehatan
sesudah sakit
5. Promotif
Akupresur dipraktikkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
walaupun tidak sedang sakit
 Titik Akupresure
1. Feng chi
Genggam tangan dengan saling mengaitkan jari. Kemudian
gunakan ibu jari untuk menekan ke titik tengkorak kepala. Pijat
dan stimulasi area ini selama 4-5 detik. Titik ini di
rekomendasikan saat merasa sakit kepala, migraine, kelelahan,
atau mengalami gejala flu.

2. Jian jing
Titik ini terletak di ujung kedua bahu. Memijatnya dengan
memberi tekanan ke arah bawah pada kedua titik tersebut
menggunakan jari telunjuk atau ibu jari. Pijat titik ini selama 4-5
detik untuk meredakan otot leher yang kaku, tegang pda bahu, dan
sakit kepala kronis sehari-hari

410
3. San yin jiao
Letakan 4 jari di atas titik tertinggi pergelangan kakimu. Berikan
tekanan kuat pada titik ini dan pijat selama 4-5 detik. Ini berguna
bagi perempuan yang sedang mengalami kram perut karena
menstruasi, sakit pinggang, hingga insomnia. Tapi ingat, ibu hamil
enggak disarankan melakukan akupresur pada titik ini.

4. Zhong zhu
Titik ini terletak di belakang buku-buku jarimu, antara jari manis
dan kelingking. Tekan kuat titik ini sambil memijat selama 4-5
detik. Akupresur ini untuk mengurangi sakit kepala yang muncul
tiba-tiba, nyeri bahu, otot leher yang tegang, dan nyeri pada
punggung bagian atas

5. Zu san Li
Titik akupresur ini terletak di sisi yang menghadap ke luar kaki,
sekitar 4 jari lebarnya dari bagian bawah tempurung lututmu.
Tekan dan pijat otot pada area titik ini sekitar 4-5 detik, ketika
kamu mengalami rasa lelah dan stres berlebih, atau memiliki
masalah pada pencernaan.

411
6. Nei guan
Letakan 4 jari di bawah bagian dalam pergelangan tanganmu. Di
situlah titik akupresur untuk mengatasi rasa mual saat hamil,
mual karena mabuk, dan sakit kepala. Pijat titik ini perlahan
selama 4-5
detik.

7. Shou san li
Titik ini terletak pada permukaan luar lengan bawah. Di bawah
lipatan siku selebar 3 jari saat siku ditekuk 90°. Pijat area ini
selama 4-5 detik karena dapat mengurangi kaku pada leher,
nyeri pada bahu, dan diare.

8. He gu
Pijatlah titik yang terletak di antara pangkal ibu jari dan jari
telunjuk selama 4-5 detik. Rangsangan pada titik ini dapat

412
meredakan sakit kepala, sakit leher, sakit gigi, dan stres. Jangan
lakukan jika kamu sedang hamil karena ini bisa memicu induksi.

9. Tai chong
Titik Tai Chong terletak pada punggung kaki sekitar 2 jari
lebarnya di bawah pangkal jari telunjuk dan ibu jari kaki. Pijatan
kencang pada area ini selama 2-3 detik berpengaruh pada
tekanan darah tinggi, kram menstruasi, sakit punggung
belakang, dan sakit kepala.

10.Yin tang
Pijatlah titik yang berada pada dahimu, persis di antara kedua
ujung dalam alis. Pijat selama 1 menit dengan lembut. Dan
ulangi beberapa kali dalam seminggu untuk membantu
mengurangi stres, mata tegang, sakit kepala, hidung tersumbat,
dan insomnia.

413
10. Lao gong
Titik ini terletak di bagian tengah telapak tangan. Tekan titik
tersebut untuk menstimulasi selama 2-3 detik. Ulangi beberapa
kali dalam seminggu. Akupresur pada titik ini berguna untuk
meredakan demam ringan dan rasa panik berlebih.

c. Terapi Refleksi
 Pengertian
Refleksi mencakup penekanan pada beberapa bagian dari kaki,
tangan dan telinga dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan.
Refleksologi adalah teknik penyembuhan alternatif untuk mengurangi
ketegangan, meningkatkan sirkulasi, dan mempromosikan fungsi
alami dari tubuh melalui penerapan tekanan pada berbagai titik-titik
tertentu di kaki - tangan dan bagian bagian tubuh lainnya. Selain itu,
refleksologi juga didefinisikan sebagai cara pengobatan dengan
merangsang berbagai daerah refleks (atau zona atau mikrosistem) di
kaki, tangan, dan telinga yang ada hubungannya dengan (atau
mewakili) berbagai kelenjar, organ, dan bagian tubuh lainnya.
Terapi refleksi merupakan pemberian energi yang dimasukan ke
dalam tubuh untuk memperlancar peredaran darah, melenturkan otot-

414
otot, meningkatkan daya tahan tubuh, stres, nyeri, dan ketegangan
bisa dihilangkan, kekuatan dan kelenturan pikiran, tubuh, dan emosi
bisa ditingkatkan, tidur bisa lebih berkualitas, restrukturisasi tulang,
otot, dan organ dapat dibantu, cedera baru dan lama bisa
disembuhkan, konsentrasi dan ingatan dapat ditingkatkan, bahkan rasa
percaya diri dan harmoni bisa disegarkan (Harapan, 2009).
Pamungkas (2009), juga menyatakan bahwa terapi refleksi ini bisa
menyembuhkan hampir semua penyakit, tetapi tujuan utama dari
terapi refleksi ini untuk kebugaran dan secara tidak langsung dapat
mencegah penyakit.
Secara teoretis, terapi ini bisa untuk menyembuhkan segala
penyakit termasuk penyakit infeksi. Infeksi bisa terjadi akibat badan
dalam keadaan lemah. Badan tidak sanggup menghadapi kuman.
Dengan pijat refleksi, daya tahan tubuh dapat ditingkatkan karena
semua organ menjadi dalam keadaan siaga, kerja samanya juga
menjadi lebih sempurna sehingga efeknya lebih besar untuk melawan
serangan kuman.
Selain itu, pijat refleksi juga mampu mencegah munculnya penyakit
kronis. Karena melalui pijat refleksi, akan diketahui organ-organ
dalam tubuh yang bermasalah, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru,
jantung, dan pankreas. Organ-organ itu berhubungan dengan saraf di
telapak kaki. Telapak kaki bagian atas, misalnya, berhubungan dengan
dada dan paru-paru. Jika seseorang merasakan sakit saat pemijatan
pada saraf tersebut, menandakan bahwa terdapat masalah pada paru-
parunya. Pijat refleksi makin efektif apabila ditunjang dengan asupan
makanan yang sehat, cara kebiasaan hidup yang baik, dan cukup
berolahraga.
 Fungsi refleksiologi
Meningkatkan daya tahan individu
· Mengurangi risiko tulang rapuh atau keropos
· Menyeimbangkan tata letak badan
· Melancarkan pergerakan

415
· Menguatkan otot kaki
· Mengurangi risiko kencing tidak lancar
· Menguatkan tulang dan pinggul
· Mengurangi risiko sakit sendi
· Meredakan rasa letih
· Menghindarkan risiko sembelit
· Mengurangi masalah usus
· Mengurangi masalah organ reproduksi.
· Membantu mengatasi sakit kepala
· Membantu mengatsi depresi
· Membantu mengatasi sindrom pra-haid, asma, dan penyakit
kulit
 Area refleks (Wahyuni Shanti, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Telapak kaki kanan
Telapak kaki kanan merefleksikan area-area yang
berhubungan dengan tubuh sebelah kanan. Sebagai contoh
ialah pada organ hati. Organ hati terletak di bagian tubuuh
sebelah kanan. Oleh karena itu, telapak kai kanan
merefleksikan organ hati yang lebih luas dibandingkan
telapak kaki kiri.
2. Telapak kaki kiri
Area refleks telapak kaki kiri berhubungan dengan tubuh
sebelah kiri. Organ-organ tubuh seperti jantung, lambung,
dan pamkreas terletak di sebelah kiri. Oleh karena itu,
telapak kaki kiri merefleksikan area-area tersebut lebih luas
dibandingkan telapak kaki kanan.
3. Kaki kiri atas
Pada kaki kiri bagian atas terdapat area-area yang
berhubungan dengan tubuh sebelah kiri.
4. Kaki dalam
Tulang punggung direfleksikan di sepanjang telapak kaki
bagian dalam. Sementara itu, ibu jari kaki berhubungan

416
dengan leher, telapak kai bagian atas (di bawah ruas-ruas
jari) merefleksikan area di antara belikat kiri dan kanan, dan
area bawah tumit merefleksikan tulang ekor.
5. Kaki kanan atas
Pada kaki kanan atas terdapat area-area yang berhubungan
dengan tubuh sebelah kanan. Pada kaki kanan terdapat garis
tengah yang membelah telapak kaki menjadi dua bagian,
yang dikenal sebagai garis pinggang. Punggung atas dan
organ-organnya dipetakan pada bagian atas garis ini,
sedangkan punggung bawah dan organ di dalamnya
dipetakan pada bagian bawah garis itu. Sementara itu, area
refleks kelenjar limfa dan
selengkangan terdapat disekeliling pergelangan telapak
kaki.

Rangkuman
Perawatan kesehatan yang tidak termasuk dalam standar praktek
pengobatan berat disebut“alternative” atau “komplementer”. Meditasi adalah
kegiatan mental terstruktur, dilakukan dalam jangka waktu tertentu, untuk
menganalisis, menarik kesimpulan, dan mmengambil langkah-langkah lebih lanjut
untuk menyikapi menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup
dan perilaku. Manfaat meditasi dapat kita rasakan secara fisik baik langsung
maupun tidak langsung, salah satunya adalah kesembuhan yang kita peroleh jika
kita menderita sakit tertentu.
Selama melakukan meditasi, detak jantung melambat, tekanan darah
menjadi normal, pernapasan menjadi tenang,dan tingkat hormone stress
menurun.Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik relaksasi yang bertujuan
untuk mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta
merupakan obat penenang untuk situasi yangsulit dalam kehidupan. Teknik ini
dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh
mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma.Imajinasi
terbentuk melalui rangsangan yang diterima oleh berbagai indera seperti

417
gambararoma, rasa suara dan sentuhan. Respon tersebut timbul karena otak tidak
mengetahui perbedaan antara bayangan dan aktivitas nyata
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti
jamu yang telah berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di
berbagai jenjang pelayanan kesehatan tidak hanya menggunakan pengobatan
Barat (obatkimia) tetapi secara mandiri memadukan terapitersebut yang
dikenal dengan terapi komplementer. Perkembangan terapi komplementer atau
alternatif sudah luas, termasuk di dalamnya orangyang terlibat dalam
memberi pengobatan karena banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain
dokter umum yang te rlibat dalam terapi komplementer. Hal ini dapat
meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian-penelitian
yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar menjadi lebih dapat
dipertanggung jawabkan. Perawat sebagai salah satu professional kesehatan,
dapat turut serta berpartisipasi dalam terapi komplementer. Peran yang
dijalankan sesuai dengan peran-peran yang ada. Arah perkembangan kebutuhan
masyarakat dan keilmuan mendukung untuk meningkatkan peran perawat
dalam terapi komplementer karena pada kenyat aannya, beberapa terapi
keperawatan yang berkembang diawali dari alternatif atau tradisional
terapi.Kenyataan yang ada, buku-buku keperawatan membahas terapi
komplementer sebagai isu praktik keperawatan abad ke 21. Isu ini dibahas dari
aspek pengembangan kebijakan, praktik keperawatan, pendidikan, dan riset.
Apabila isu ini berkembangdan terlaksana terutama oleh perawat yang
mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang terapi komplementer,
diharapkan akan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan
klien dan perawat secara bersama-sama.

Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
a.Bentuklah 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 7-8 orang

418
b.Mahasiswa di minta untuk berdiskusi mengenai komunitas dengan
mengembangkan terapi komplementer sesuai tema yang diberikan
dosen.
Kelompok 1 : klasifikasi terapi komplementer
Kelompok 2 : teknik pengobatan komplementer yang diterapkan depkes
Kelompok 3: penerapan terapi komplementer pada keperwatan
Kelompok 4: minat masyarakat terhadap terapi komplementer
c. Laporkan hasil diskusi kelompok ke dalam lembar kerja HVS dengan
ms.word Times new roman, font 12, spasi 1,5. sertakan tanggal
pengerjaan, kelompok dan nama anggota kelompok.
d. Sampaikan hasil diskusi kelompok secara berurutan.
e. Petunjuk penugasan makalah dengan format sebagai berikut:
SAMPUL DEPAN (COVER)
BAB I: TEMA: JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
2) Tujuan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
BAB III: MATERI HASIL DISKUSI (SESUAI DENGAN TOPIK
KELOMPOK)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Mengerjakan pre test dan post test serta membuat pembahasannya di SPADA

419
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society’s complementary and alternative cancer methods


handbook. Anneke Smith, editor. American Cancer Society, 2009. 893 p.
Second edition

Green pharmacy herbal handbook: your comprehensive reference to the best herbs
for healing. James Duke. Rodale Press, 2000. 282 p. (ISBN 1-579-64184-4)

Nurmaya, Siti. 2018.”Pengatur Pemberian Dosis Terapi Realksasi Otot Progresif


Pada Perupahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi”. Program Studi
S1 Keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendika Medika.
Jombang

Prasetya, Zulfiana. 2016.” Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progressif Terhadap


Perubahan Tingkat Insomnia Pada Lansia”. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Makasar

Rahma, Rizky Nova. 2016.”Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Tingkat Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara di RSUP Haji Adam
Malik Medan”. Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara

Widyatuti. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal


Keperawatan Indonesia, Vol 12, No 1, Hal 53-57.

420

Anda mungkin juga menyukai