Anda di halaman 1dari 216

PROGRAM STUDI D-III PEREKAM

DAN INFORMASI KESEHATAN

MODUL CETAK BAHAN AJAR


KODEFIKASI MORBIDITAS DAN MORTALITAS

TIM PENYUSUN:
1. Nila Sari, S.Km, M.Km
2. Theresia Hutasoit, ST.RMIK

PROGRAM STUDI D-III PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

TAHUN 2020/2021
VISI DAN MISI

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

VISI

Menjadi pusat ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan karakter

kewirausahaan sehingga mampu menghasilkan produk-produk yang dapat

bersaing di Tingkat Nasional pada tahun 2024

MISI

1. Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif sesuai Standar Nasional

Perguruan Tinggi (SNPT) dan KKNI, terintegrasi dengan hasil-hasil

penelitian dan pengabdian masyarakat terkini untuk menghasilkan lulusan

sesuai profil yang diharapkan

2. Melaksanakan penelitian ilmiah dan dipublikasikan secara nasional dan

internasional.

3. Melaksanakan pengabdian masyarakat yang terstruktur dan mengacu pada

hasil penelitian.

4. Membangun kerjasama produktif dengan berbagai institusi pendidikan dan

industri di Kota Medan, Sumatera Utara dan provinsi lainnya dalam

pelaksanaan praktek, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat.


TUJUAN:
1) Melaksanakan pengelolaan tridarma perguruan tinggi dengan sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan profesional dalam bidangnya serta
keunggulan dalam soft skill kewirausahaan.
2) Menciptakan kualitas pembelajaran dengan program bermuatan soft skill
pengembangan karakter kewirausahaan dalam rangka menciptakan lulusan
profesional dan inovatif yang memiliki kompetensi akademik dan daya saing.
3) Menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang bermutu sesuai dengan
standar kebutuhan dan perkembangan IPTEK
4) Menyelenggarakan pelaksanaan penelitian dosen dan mahasiswa guna
menghasilkan karya-karya inovatif yang bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberikan solusi permasalahan
stakeholder.
5) Menyelenggarakan pelaksanaan pengabdian masyarakat oleh dosen dan
mahasiswa yang bermanfaat secara nyata dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan bangsa.
6) Menyelenggarakan proses penjaminan mutu sesuai dengan standar internal
dan eksternal.
7) Menyelenggarakan layanan IT untuk mendorong inovasi program dan
layanan.
8) Menyelenggarakan pengembangan institusi dan penambahan program studi
baru sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan stakeholder.
9) Menyelenggarakan kerjasama dan perluasan networking tingkat nasional.
SASARAN:
1) Terciptanya SDM yang berkualitas dan handal dalam mengelola tridharma
perguruan tinggi dan melaksanakan tugas dan fungsi di UIM.
2) Terciptanya kualitas pembelajaran dengan program bermuatan soft skill dan
pengembangan karakter kewirausahaan dalam rangka menciptakan lulusan
profesional dan inovatif yang memiliki kompetensi akademik dan daya saing.
3) Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang bermutu sesuai dengan
standar kebutuhan dan perkembangan IPTEK.
4) Terselenggaranya pelaksanaan penelitian dosen dan mahasiswa guna
menghasilkan karya-karya inovatif yang bermanfaat dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memberikan solusi permasalahan
stakeholder.
5) Terselenggaranya pelaksanaan pengabdian masyarakat oleh dosen dan
mahasiswa yang bermanfaat secara nyata, dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan bangsa.
6) Terselenggaranya proses penjaminan mutu sesuai dengan standar internal dan
eksternal.
7) Terselenggaranya layanan IT untuk mendorong inovasi program dan layanan.
8) Terselenggaranya pengembangan institusi dan penambahan program studi
baru sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan stakeholder.
9) Terselenggaranya kerjasama dan perluasan networking tingkat nasional.
VISI DAN MISI
D-III PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN
UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

VISI
Adapun Visi D-III Perekam dan Informasi Kesehatan yaitu “Menjadi prodi yang

unggul dalam bidang manajemen rekam medis dan informasi kesehatan (RMIK)

berbasis teknologi infomasi yang mengedepankan karakter kewirausahaan

sehingga mampu bersaing di tingkat nasional pada tahun 2024”

MISI

Misi Program Studi D-III Perekam dan Informasi Kesehatan:

1. Menyelenggarakan pendidikan RMIK berbasis teknologi informasi sesuai

dengan standar nasional dan kompentensi yang dikeluarkan oleh organisasi

profesi.

2. Mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi RMIK melalui penelitian

ilmiah yang dapat memberikan solusi dalam pelayanan rekam medik di

insitusi pelayanan kesehatan.

3. Memanfaatkan ilmu RMIK melalui pelaksanaan pengabdian masyarakat

untuk menjawab tantangan persoalan di berbagai insitusi pelayanan

kesehatan.

4. Memperkuat peran sebagai penyelenggara pendidikan tinggi RMIK melalui

kerja sama dengan asosiasi profesi, lembaga pendidikan dan institusi

lainnya di dalam negeri.


TUJUAN

VMTS disusun bertujuan untuk mewujudkan isu-isu strategis yang sasaran

utamanya adalah luaran yang berkualitas dan terpakai.

Adapun tujuan Program Studi D-III Perekam dan Informasi Kesehatan, yaitu:

1. Menghasilkan lulusan RMIK yang memiliki kompetensi ilmu RMIK

berbasis Teknologi Informasi sesuai dengan standar nasional dan

kompetensi yang dikeluarkan oleh organisasi profesi, dan dengan sistem

pembelajaran yang terintegrasi dengan hasil penelitian dan pengabdian

masyarakat

2. Menghasilkan penelitian ilmiah di bidang RMIK yang dapat meningkatkan

efektivitas dan efisiensi manajemen, pengelolaan data dan penyajian

informasi kesehatan

3. Menghasilkan kegiatan pengabdian masyarakat yang mampu mendorong

terlaksananya sistem informasi kesehatan nasional di berbagai institusi

pelayanan kesehatan

4. Menghasilkan kerjasama dengan asosiasi profesi, lembaga pendidikan dan

institusi lainnya di dalam negeri dalam pelaksanaan tridharma perguruan

tinggi
SASARAN

Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan maka sasaran Program Studi D-III

Perekam dan Informasi Kesehatan yaitu:

1. Pengembangan Sumber Daya Manusia

2. Pemantapan Proses Belajar

3. Penyediaan Fasilitas Sarana Prasarana

4. Pemantapan Penelitian

5. Pemantapan Pengabdian Kepada Masyarakat

6. Pemantapan Penjaminan Mutu

7. Pengembangan IT

8. Pengembangan Kerja Sama


KATA PENGANTAR

Puji Syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dan tim dapat menyelesaikan

penyusunan Modul Cetak Bahan Ajar Kodefikasi Morbiditas dan Mortalitas

dengan baik. Modul ini disusun sebagai salah satu bahan ajar yang diperuntukkan

kepada mahasiswa program studi D-III Perekam dan Infokes UIM khususnya

pada semester V. Dengan adanya modul ini, diharapkan dapat membantu

mahasiswa dalam mempelajari dan memahami materi-materi terkait topik..

Modul Bahan AjarKodefikasi Morbiditas dan Mortalitasini disusun oleh

tim Dosen Perekam daan infokes Universitas Imelda Medan (UIM) berdasarkan

pada Kurikulum D-III Perekam dan infokes, dengan memperhatikan Capaian

Pembelajaran Lulusan (CPL) program studi dan Capaian Pembelajaran Mata

Kuliah (CPMK). Melalui pembelajaran pada modul ini diharapkan mahasiswa

dapat mencapai CPMK yang telah ditentukan. Materi di dalam buku ini berisi

bahan kajian yang dibutuhkan sesuai CPMK dan kompetensi yang diajarkan

kepada mahasiswa sebagai salah satu referensi Kodefikasi Morbiditas dan

Mortalitas bagi Mahasiswa Perekam Medik terutama dalam memberikan Kode

penyakit terkait diagnosa dan tindakan. Selain itu, modul ini juga memuat latihan

atau tugas mahasiswa yaitu tugas terstruktur dan kegiatan mandiri dengan

petunjuk yang spesifik sehingga memudahkan mahasiswa belajar dengan metode

Student Centered Learning (SCL).

Penulis dan tim telah berusaha dalam menyusun modul ini sesuai dengan

kurikulum dan kebutuhan mahasiswa dengan sebaik mungkin. Namun, penulis

dan tim menyadari bahwa modul ini mungkin masih memiliki kekurangan.
Sehingga penulis dan tim mengharapkan adanya saran atau masukan positif agar

menjadi bahan pertimbangan untuk menyempurnakan modul bahan ajar ini.

Akhirnya, penulis dan tim berharap modul ini dapat digunakan oleh mahasiswa

dengan baik dan aktif sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa

dalam memberikan kode penyakit berdasarkan ICD-9 dan ICD-10

Medan, Agustus 2021

Tim Pengajar
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL Halaman


VISI DAN MISI UIM i
VISI DAN MISI PRODI D-III PEREKAM DAN INFOKES ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
GLOSARIUM xii

BAB I KONSEP UNDERLYING CAUSE OF DEATH…………… 1


PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Pengantar Pendahuluan .................................................................. 1
B. Deskripsi Materi .............................................................................. 1
C. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan ............................. 2
D. Uraian Materi .................................................................................. 2
Topik 1 Konsep Underlying Cause of Death………………………... 3

I. Pengertian Underlying Cause of Death ............................................. 3


II. Acuan Penentuan Underlying Cause of Death .................................. 4
III. Aturan Seleksi Underlying Cause of Death ..................................... 7
Rangkuman............................................................................................ 17
Tugas ...................................................................................................... 18
1. Tugas Terstruktur ........................................................................ 18
2. Kegiatan Mandiri ......................................................................... 19
Kunci Jawaban ..................................................................................... 20
Topik 2 Konsep Underlying Cause Of Death Memilih Sebab Utama
Kematian…………………………….……………………………….... 25

I. Aturan Modifikasi Underlying Cause of Death .................................. 25


II. Kode yang tidak digunakan dalam Underlying Cause of Death ....... 26
III. Tipe-Tipe Penulisan Sertifikat Kematian…………………………... 26
Rangkuman ........................................................................................... 32
Tugas ...................................................................................................... 33
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 33
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 34
Kunci Jawaban ...................................................................................... 35
Daftar Pustaka ....................................................................................... 63

BAB II KONDISI PENCETUS URUTAN


KEJADIAN PENYEBAB KEMATIAN.............................................. 64
PENDAHULUAN.................................................................................. 64
A. Pengantar Pendahuluan................................................................... 64
B. Deskripsi Materi ............................................................................. 65
C. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan ............................. 65
D. Uraian Materi .................................................................................. 65
I. Identifikasi Kondisi Pencetus Urutan Kejadian Penyebab
Kematian .......................................................................................... 66
II. Pengertian Kondisi Pencetus Urutan Penyebab Kematian ............... 73
III. Macam-macam Kondisi Pencetus Penyebab Macam
Kematian……………………......................................................... 78
Rangkuman ........................................................................................... 84
Tugas ...................................................................................................... 85
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 85
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 86
Kunci Jawaban ...................................................................................... 87
Daftar Pustaka ....................................................................................... 132

BAB III ATURAN MODIFIKASI UNTUK SELEKSI PENYEBAB


KEMATIAN…………………………………………………………... 133
PENDAHULUAN.................................................................................. 133
A. Pengantar Pendahuluan ................................................................. 133
B. Deskripsi Materi .............................................................................. 133
C. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan ............................ 133
D. Uraian Materi .................................................................................. 134
Topik 1 Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab
Kematian…………………………………….……………… 135
I. Pengertian Aturan-Aturan Umum Untuk Seleksi
Penyebab Dasar Kematian……………………………………...... 135
II. Jenis-Jenis Aturan-Aturan Umum
Untuk Seleksi Penyebab Dasar Kematian……….………………... 136
Rangkuman ........................................................................................... 137
Tugas ...................................................................................................... 139
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 140
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 141
Kunci Jawaban ..................................................................................... 142
Topik 2 Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab
Kematian…………………………………….……………… 145

I. Langkah-langkah Penyediaan Data Penyebab


Kematian……………………………………................................ 147
II. Prinsip Penyebab Kematian……….……………….................... 149
Rangkuman ........................................................................................... 150
Tugas ...................................................................................................... 151
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 152
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 154
Kunci Jawaban ..................................................................................... 155
Topik 3 Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab
Kematian…………………………………….……………… 158

I. Sertifikat Medis…………………………………….................... 159


II. Sertifikat Penyebab Kematian Perinatal……….……………........ 160
Rangkuman ........................................................................................... 162
Tugas ...................................................................................................... 162
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 162
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 164
Kunci Jawaban ..................................................................................... 165
Daftar Pustaka ....................................................................................... 167
BAB IV PENGGUNAAN SERTIFIKAT KEMATIAN,
INTERPRETASI ISIAN (ENTRY) SERTIFIKAT
KEMATIAN ......................................................................... 168
A. Pengantar Pendahuluan ................................................................. 168
B. Deskripsi Materi ............................................................................... 169
C. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan .............................. 170
D. Uraian Materi ................................................................................... 171
Topik 1 Penggunaan Sertifikat Kematian, Interpretasi Isian (Entry)
Sertifikat Kematian…………………………………….……………… 174
Pengertian Sertifikat Kematian ............................................................... 174
II. Pengertian Sertifikat Perinatal ........................................................... 175
III. Tata cara Pembuatan Sertifikat Kematian ....................................... 176
IV. Bagian-Bagian Dari Sertifikat Kematian………………………….. 177
V. Bagian Sertifikat Perinatal………………………………………… 177
VI. Koding Sebab Kematian Perinatal………………………………... 178
Topik 2 Interpretasi Sertifikat
Kematian…………………………………….……………… 178

I. Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab


Kematian…………………………………….................................. 178
II. Anatomi Sertifikat Kematian……….………………...................... 178
III. Penjelasan Masing-Masing Isian Sertifikat Kematian…………….. 179
Rangkuman ........................................................................................... 180
Tugas ...................................................................................................... 182
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 182
Kunci Jawaban ..................................................................................... 155
Topik 3 Interpretasi Isian Sertifikat
Kematian…………………………………….……………… 187

I. Interpretasi Isian (entry) sertifikat


kematian…………………………………….................................. 187
II. Pengertian kondisi kesehatan karena penyebab
luar……….……………….................................................................. 187
III. Jenis kondisi kesehatan karena penyebab luar…………………….. 187
IV. Pengertian terminology kondisi kesehatan karena penyebab luar… 187
Rangkuman ........................................................................................... 189
Tugas ...................................................................................................... 190
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 191
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 192
Kunci Jawaban ..................................................................................... 193
Daftar Pustaka ....................................................................................... 194

BAB V PENGGUNAAN MEDICAL MORTALITY DATA SHEET (MMDS) 195


A. Pengantar Pendahuluan ................................................................. 195
B. Deskripsi Materi ............................................................................... 195
C. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan .............................. 195
D. Uraian Materi ................................................................................... 195
Topik 1 Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS)
I…………………………………….………………………….. 196
I. Bagian-bagian Dari Medical Mortality Data Sheet (MMDS) I......... 197
II. Peran masing-masing tabel Medical Mortality Data Sheet (MMDS)
I ....................................................................................................... 196
III. Cara Penggunaan tabel Medical Mortality Data Sheet (MMDS) I .. 197
Rangkuman ........................................................................................... 198
Tugas ...................................................................................................... 198
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 198
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 198
Kunci Jawaban ..................................................................................... 198
Topik 2 Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS)
II…………………………………….………………………… 198
I. Bagian-Bagian Dari Medical Mortality Data Sheet (MMDS) II....... 198
II. Peran Masing-Masing Tabel Medical Mortality Data Sheet
(MMDS) II…………………………………………………………. 198
III. Cara Penggunaan tabel Medical Mortality Data Sheet (MMDS) II 199
Rangkuman ........................................................................................... 199
Tugas ...................................................................................................... 199
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 199
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 199
Kunci Jawaban ..................................................................................... 200
Topik 3 Penentuan Penyebab Kematian Perinatal
I…………………………………….…………………………. 200

I. Penentuan Penyebab Kematian Perinatal I…………………………. 201


II. Pengertian Penyebab Kematian Perinatal II…………………………201
III. Bagian Sertifikat Kematian Perinatal I……………………………. 201
Rangkuman ........................................................................................... 202
Tugas ...................................................................................................... 203
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 203
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 203
Kunci Jawaban ..................................................................................... 203
Topik 4 Klasifikasi dan Kodefikasi BAB XXI ICD-10……………... 203

I. Kekhususan BAB XXI…………………..…………………………. 203


II. Kaidah Koding BAB XXI………………...………………………… 204
III. Pedoman Klasifikasi dan Kodefikasi BAB XXI…………………… 204
IV. Pelaksanaan Pengkodean BAB XXI……………………………….. 205
Rangkuman ........................................................................................... 205
Tugas ...................................................................................................... 206
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 207
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 207
Kunci Jawaban ..................................................................................... 207
Topik 5 Internasional Clasifications of Primary Care (ICPC) &
International Clasifications of Fungtioning (ICF)………… 208

I. Sejarah, pengertian dan kegunaan ICPC dan ICF………………….. 208


II. Struktur Kode ICPC dan ICF…………………….………………… 209
III. Penerapan Klasifikasi dan Kodefikasi ICF………………………… 210
Rangkuman ........................................................................................... 211
Tugas ...................................................................................................... 212
1. Tugas Terstruktur ................................................................... 213
2. Kegiatan Mandiri .................................................................... 214
Kunci Jawaban ..................................................................................... 215
Daftar Pustaka……………………………………………………...... 156

GLOSARIUM

Glomerulonephritis Akut : Infeksi glomerulus dan biasanya didahului oleh

infeksi yang menaik atau terjadi akibat

gangguan sistemik lainnya

Nephritis : Nephritis adalah kerusakan pada

bagian glomerulus ginjal akibat infeksi kuman

umumnya bakteri streptococcus

Hidrocel : adalah penumpukan cairan di sekeliling testis,

penumpukan cairan ini bisa menyebabkan

pembengkakan dan menimbulkan nyeri pada

kantung buah zakar (skrotum).

Diabetes gestasional : adalah diabetes yang muncul pada masa


kehamilan, dan hanya berlangsung hingga
proses melahirkan

Eklamsia : adalah kondisi kelainan akut pada wanita

hamil, persalinan, atau nifas yang ditandai

dengan timbulnya kejang, dan sebelumnya


sudah menunjukkan gejala-gejala pre

eklampsia.

Pre-Eklamsia : adalah kondisi adanya hipertensi, oedem dan

proteinuria akibat kehamilan pada seorang

wanita dengan usia kehamilan kurang dari 20

minggu atau segera setelah persalinan

Gawat janin atau fetal : adalah kondisi yang menandakan bahwa janin
distress
kekurangan oksigen selama masa kehamilan

atau saat persalinan.

Cerebral palsy : adalah Kelainan kromosom autosomal trisomi

21 yg berdampak pada keterbelakangan

pertumbuhan fisik dan mental .


BAB I
KONSEP UNDERLYING CAUSE OF DEATH
Nila Sari, S.Km, M.Km

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Formulir keterangan penyebab kematian yang dibuat dokter berisikan runtutan
penyebab penyakit yang menyebabkan pasien meninggal. Penentuan penyebab
dasar kematian atau underlying cause of death (UCOD) menggunakan tata cara
atau rule yang telah distandarkan oleh WHO (World Health Organization).
Informasi UCOD yang tepat dapat mendukung para pengambil keputusan dan
kebijakan serta mengoptimalkan layanan kesehatan, namun informasi tersebut
banyak yang tidak akurat sehingga berpengaruh pada laporan kematian.

B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas tentang Underlying Cause of Death . Bab ini
menguraikan pokok bahasan atau topik yang saling berkaitan satu sama lain yaitu
Topik 1 : Konsep Underlying Cause of Death
Topik 2 : Konsep Underlying Cause Of Death Memilih Sebab Utama
Kematian

A. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan


Adapun yang menjadi kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan adalah
mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Underlying Cause of Death

B. Uraian Materi
Topik 1 : Konsep Underlying Cause of Death
Topik 2 : Konsep Underlying Cause Of Death Memilih Sebab Utama
Kematian
TOPIK 1
Underlying Cause of Death

I. Pengertian Underlying Cause of Death


Formulir keterangan penyebab kematian yang dibuat dokter berisikan
runtutan penyebab penyakit yang menyebabkan pasien meninggal. Penentuan
penyebab dasar kematian atau underlying cause of death (UCOD) menggunakan
tata cara atau rule yang telah distandarkan oleh WHO (World Health
Organization). Informasi UCOD yang tepat dapat mendukung para pengambil
keputusan dan kebijakan serta mengoptimalkan layanan kesehatan, namun
informasi tersebut banyak yang tidak akurat sehingga berpengaruh pada laporan
kematian.

1. Pengertian UCOD

Penyebab Dasar Kematian (Underlying Cause of Death) adalah sebab dasar


terjadinya urutan sebab-sebab kematian. Sebab dasar terjadinya kematian adalah
keadaan penyakit atau cedera sebagai pemicu urutan kejadian yang
mengakibatkan kematian, serta kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan
cedera fatal hingga mengakibatkan kematian Penyebab dasar kematian
merupakan suatu penyakit/kondisi yang merupakan awal dimulainya
rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian, atau keadaan kecelakaan atau
kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakibat dengan kematian. Penyebab
dasar kematian merupakan suatu kondisi, kejadian atau keadaan yang tanpa
penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal. Dalam melaksanakan
koding pada kasus/pasien meninggal ada beberapa bagian yang harus dipahami,
terutama pemilihan diagnosis utama penyebab kematian karena tidak selalu
diagnosis yang ditegakkan oleh dokter diakhir episode perawatan
merupakan penyebab langsung kematian.
II. Acuan Penentuan Underlying Cause of Death

Diagnosa Penyakit Penyebab Kematian


Arti diagnosa atau diagnosis adalah pengidentifikasian atau penentuan suatu jenis
penyakit. Suatu diagnosis dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan
terhadap pasien baik berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Sedangkan pengertian penyebab kematian (causes of death) menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) adalah “Sebab kematian adalah semua penyakit,
keadaan sakit atau cedera yang dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau
kekerasan yang menimbulkan cedera yang mematikan”. Jadi sebab-sebab
kematian didefinisikan sebagai semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
menyebabkan atau berperan terhadap terjadinya kematian. Oleh karena itu sebab
yang mendasari kematian adalah keluhan atau kejadian atau keadaan, kejadian
akibat sebab luar, apabila tidak karena hal tersebut pasien tidak akan mati.

Kode Diagnosa Penyakit Sesuai dengan ICD-10


Pengertian kode diagnosa (coding) sesuai dengan ICD-10 adalah pemberian
penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi huruf-
huruf dan angka yang mewakili komponen data atas diagnosis penyakit, cedera
dan sebab kematian yang mengacu pada ICD-10 (International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision).
Fungsi dasar International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems (ICD) adalah suatu klasifikasi penyakit, cedera dan sebab
kematian untuk tujuan statistik. Ini diperlukan agar pengalaman-pengalaman
insidens morbiditas dan mortalitas di berbagai negara bisa direkam dalam aturan
yang sama sehingga bisa dikomparasi. Akurasi pengkodean diagnosis sangat
menentukan dalam penyajian statistik. Penyajian statistik morbiditas dan
mortalitas harus menggunakan definisi pengelompokan dan format yang
ditetapkan secara lokal, regional, nasional dan internasional yang mengacu pada
ICD-10. Penggunaan ICD-10 untuk pengodean data morbiditas dan mortalitas
mengacu kepada SK Dirjen Pelayanan Medik Nomor
: HK.00.05.1.4.00744 tanggal 19 Februari 1996 tentang penggunaan Klasifikasi
Internasional mengenai Penyakit Revisi Kesepuluh (KIP-10) di Rumah Sakit, dan
SK Menteri Kesehatan RI Nomor : 50/MENKES/SK/I/1998 tanggal 13 Januari
1998 tentang pemberlakuan KIP-10 untuk seluruh sarana pelayanan kesehatan.

Petunjuk dan Peraturan Untuk kode Mortalitas


Statistik mortalitas adalah salah satu sumber utama informasi kesehatan
dan pada beberapa negara merupakan data yang paling dapat dipercaya dari semua
data kesehatan yang ada.
Untuk penyebab kematian World Health Assembly telah mendefinisikan
bahwa sebab kematian adalah semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau kekerasan yang menimbulkan
cedera yang mematikan. Definisi ini bertujuan untuk menganjurkan agar seluruh
informasi yang relevan dicatat dan pembuat sertifikat tidak mengisi beberapa
kondisi sedangkan kondisi yang lain tidak diisi. Dalam definisi tidak dicantumkan
gejala dan cara kematian seperti heart failure atau respiratory failure.
Bila hanya ada satu sebab kematian kematian yang direkam, penyebab ini
yang dipilih untuk tabulasi. Tetapi bila ada beberapa penyebab atau lebih dari satu
maka pemilihan sesuai dengan peraturan yang ada. Peraturan didasarkan pada
konsep underlying cause of death (sebab kematian utama) sebagaimana keputusan
hasil konferensi pada Decennial International Revision Conference VI dimana
hasil konferensi itu menyetujui bahwa penyebab kematian untuk tabulasi primer
harus merupakan underlying cause of death (sebab kematian utama). Dari
pandangan prevensi kematian, penting untuk memecahkan mata rantai kejadian
atau keadaan yang mempengaruhi kesembuhan. Objektif kesehatan masyarakat
yang paling efektif adalah mencegah penyebab pencetus (precipitating cause).
Untuk tujuan ini maka definisi sebab kematian utama (underlying cause of death)
sebagai berikut; Sebab kematian utama terdiri atas :
(a) Penyakit / Keadaan yang Langsung Mengakibatkan Kematian,
(b) Penyakit2 (bila ada) yang Menjadi Penyebab Kematian Pada (a).
Prinsip di atas dapat di terapkan untuk melakukan pengisian sebab kematian,
dimana yang bertanggung jawab mengisi sebab kematian itu adalah dokter,
dengan menentukan kondisi morbid yang langsung menyebabkan kematian dan
kondisi awal (antecedent condition) yang menimbulkan sebab kematian ini. Sebab
kematian dibuat untuk memfasilitasi seleksi penyebab kematian utama, bila
tercatat adanya dua diagnosa sebab kematian atau lebih.
III. Aturan Seleksi Underlying Cause of Death

Berikut beberapa hal yang bisa dijadikan acuan dalam menentukan diagnosis
kematian:

a. Penyebab langsung: Adalah semua penyakit, kondisi morbiditas atau


cedera serta keadaan akibat kecelakaan yang langsung menyebabkan atau
turut serta menyebabkan kematian

b. Penyebab antara: Bila lebih dari 2 sebab terekam, harus dilakukan seleksi
sesuai aturan berdasarkan konsep sebab yang mendasari kematian
(Underlying cause of death)

c. Penyebab dasar : Sebab yang mendasari kematian (Underlying Cause of


Death) adalah:

1) Penyakit atau cedera yang menimbulkan rangkaian peristiwa morbiditas


yang secara langsung menyebabkan kematian

2) Keadaan (akibat) kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera


fatal

1. Aturan Seleksi

a. Prinsip Umum (general principle)

Bila lebih dari 1 kondisi diisi, maka untuk menentukan sebab langsung pilih
baris terbawah pada bagian I.
Contoh :

(a) Cerebral Haemorrhage

(b) Hypertension

(c) Chronic pyelonephritis

(d) Prostatic Adenoma


Pilih Prostatic Adenoma sebagai UCOD karena kondisi pada bagian (d)
menyebabkan (c), kondisi pada (c) menyebabkan (b) dan kondisi pada (b)
menyebabkan (a).

b. Rule 1

Bila lebih dari 1 rangkaian yang berakhir pada kondisi yang disebut
pertama, pilih dari kejadian yang disebut pertama.

Contoh:

(a) Bronchopneumonia

(b) Cerebral infarction and Hypertension heart disease

Pilih Cerebral infarction and Hypertension heart disease karena dapat


menyebabkan bronchopneumonia.

c. Rule 2

Bila tidak ada laporan kejadian yang berakhir pada kondisi pertama,
dipilih kondisi yang disebut pertama.

Contoh :

(a) Fibrocytic disease of the pancreas

(b) Bronchitis and Bronchiectasis

Pilih Fibrocytic disease of the pancreas karena Bronchitis and


bronchiectasis tidak menyebabkan Fibrocytic disease of the pancreas.

d. Rule 3

Bila kondisi yang dipilih pada prinsip umum, rule 1 atau rule 2
adalah suatu akibat langsung dari kondisi/keluhan lain yang
dilaporkan pada bagian I atau II, pilih kondisi primer ini.

Diagnosa yang diklasifikasikan di C46 atau C81-C96


dipandang sebagai akibat langsung dari HIV. Tidak ada asumsi demikian
untuk neoplasma yang lain.

Contoh 1 :
I (a) Kaposi’s sarcoma

II AIDS

Maka yang dipilih adalah HIV disease resulting in Kaposi’s

sarcoma (B21.0)
Contoh 2 :

I (a) Cancer of Ovary

II HIV disease

Maka yang dipilih adalah malignant neoplasma of ovary (C56)


Penyakit infeksi yang diklasifikasi A00-B19, B25-B64,B99 atau J12-
J18, dianggap sebagai akibat langsung dari penyakit HIV yang dilaporkan.

Contoh 3 :

I (a) Tuberculosis

II HIV disease

Maka yang dipilih adalah HIV disease resulting in


mycobacterial infection (B20.0).

2. Aturan Modifikasi

Dalam beberapa kasus sebab yang mendasari kematian yang telah


dipilih, dengan menggunakan aturan-aturan di atas tidak terpakai atau
informatif. Misalnya untuk kondisi senilitas atau proses penyakit umum
seperti Aterosklerosis. Dalam hal ini diterapkan cara modifikasi sesudah
penggunaan prinsip umum, rule 1, rule 2, dan rule 3. Ada 6 aturan
modifikasi, yaitu:

a. Aturan A senilitas dan kondisi yang tidak jelas

Jika penyebab terpilih adalah keadaan pada bab XVIII, kecuali untuk
SID dan keluhan yang diklasifikasikan di tempat lain pada R00-R94 atau
R96-R99, pilih kembali penyebab kematian seperti penyebab tersebut
tidak diklasifikasikan pada bab XVIII

Contoh :

(a) Senility dan hypostatis pneumonia


(b) Rheumatoid arthritis

Pilih Rheumatoid arthritis(M06.9). Senility dipilih dengan aturan 2


diabaikan dan gunakan prinsip umum.

b. Aturan B keluhan yang tidak begitu penting

Jika penyebab kematian yang terpilih pada sertifikat merupakan


keluhan yang meragukan, pilih kembali penyebab kematian seperti
penyebab yang meragukan tersebut tidak dilaporkan. Jika kematian
terjadi akibat reaksi berlebihan dan penatalaksanaan kondisi yang
meragukan tersebut, pilih reaksi berlebihan tersebut.

Contoh :

(a) Dental caries

(b) Cardiac arrest

Pilih Cardiac arrest (I46.9). Abaikan dental caries yang dipilih dengan
menggunakan prinsip umum, sebab hal tersebut dapat
dipertimbangkan sebagai keluhan yang tidak begitu penting.

c. Aturan C keterkaitan

Jika penyebab terpilih berkaitan dengan penyebab lain akibat sifatnya


atau catatan yang digunakan untuk pengkodean penyebab kematian,
gunakan kombinasi keluhan tersebut.
Jika hubungan antar 2 kondisi hanya terjadi akibat satu keluhan
disebabkan oleh keluhan yang lain, kode kombinasi kedua keluhan tersebut
hanya jika hubungan sebab akibat dapat dimungkinkan.
Kemudian jika terjadi konflik dalam kaitan 2 keluhan, kaitkan
dengan keluhan lain yang akan dipilih jika penyebab yang pertama dipilih
tidak dilaporkan, maka carilah kaitan lain yang memungkinkan.
Contoh:

(a) Intestinal obstruction


(b) Femoral hernia

Pilih kode femral hernia with obstruction (K41.3).

d. Aturan D kekhususan

Jika penyebab terpilih menggambarkan keluhan dengan keterangan


yang lebih umum dan keluhan lain yang lebih spesifik dilaporkan
pada sertifikat, gunakan keluhan yang lebih spesifik.

Contoh:

(a) Meningitis

(b) Tuberculosis

Pilih kode Tuberculosis(A17.0+ G01*) karena keluhan dinyatakan


dalam hubungan sebab dan akibat yang tepat.

e. Aturan E stadium awal dan lanjutan suatu penyakit

Jika penyebab terpilih adalah keluhan awal penyakit dan keluhan yang
lebih parah tercantum pada sertifikat. Aturan ini tidak berlaku untuk
penyakit”kronik”akibat penyakit”akut” kecuali sistem klasifikasi
memberikan catatan khusus.

Contoh:

(a) Tertiary syphilis

(b) Primary syphilis


Pilih kondisi tertiary syphilis(A52.9) karena kondisi ini merupakan
lanjutan dari keluhan/ stadium awal.

f. Aturan F gejala sisa


Jika penyebab kematian merupakan keluhan awal yang mana dalam
sistem klasifikasi merupakan gejala sisa dari suatu penyakit dan ada bukti
maka sebab kematian memang terjadi akibat gejala sisa dari penyakit
tersebut.
Contoh :

(a) Fibrosis pulmonary

(b) Old pulmonary tuberculosis

Kode “sequele of respiratory tuberculosis (B90.9).

5. Kode yang tidak digunakan dalam UCOD

Tidak digunakan bila diketahui penyebab utama antara lain: F01- F09,
F70-F79, G81-G83, H54, H90-H91, N46, N47, O30, P07, P08, T79.

6. Penggunaan MMDS sebagai alat bantu menetapkan UCOD

Tabel Medical Mortality Data System (MMDS) dipakai untuk membantu


penetapan penyebab dasar yang benar. Decision tabel ini adalah kumpulan daftar
yang memberikan panduan dan arah dalam penerapan Rule seleksi dan modifikasi

Rangkuman
Untuk penyebab kematian World Health Assembly telah mendefinisikan
bahwa sebab kematian adalah semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau kekerasan yang menimbulkan
cedera yang mematikan. Definisi ini bertujuan untuk menganjurkan agar seluruh
informasi yang relevan dicatat dan pembuat sertifikat tidak mengisi beberapa
kondisi sedangkan kondisi yang lain tidak diisi. Dalam definisi tidak dicantumkan
gejala dan cara kematian seperti heart failure atau respiratory failure.
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Baca dan cermati tugas dibawah ini, kemudian kerjakan secara berkelompok
• Dikumpulkan paling lama 1 minggu setelah tugas ini diumumkan
• Sampaikan hasil tugas secara berurutan kepada dosen dan kelompok lain
• Membagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 8-9 mahasiswa, yang mana
masing-masing kelompok yang diberikan dosen dengan mengaitkan ke
dalam teori dan konsep.
Kelompok 1: Kelompok Statistik Mortalitas
Kelompok 2: Konsep Dasar Sebab Utama Kematian
Kelompok 3: Bentuk Sertifikat
• Laporan tugas dituangkan kedalam file word dan dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :

SAMPUL DEPAN (COVER)


DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk :
Membuat daftar istilah medis dan terminology medis dalam bentuk skema
tentang Pengodean Mortalitas, diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5. Pada bagian cover sertakan nama dan
NIM dan logo.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9, EGC. Jakarta

2. Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC

3. Hall, J. E. 2010. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall, edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

4. O’Callaghan, Chris. 2012. At Glance Sistem Ginjal, edisi 2. Penerbit Erlangga


: Jakarta

5. Pramono, B. B. 2011. Dasar-Dasar Urologi, edisi 3. Sagung Seto: Jakart


TOPIK 2

KONSEP UNDERLYING CAUSE OF DEATH


MEMILIH SEBAB UTAMA KEMATIAN
Nila Sari, S.Km, M.Km

I. Aturan Modifikasi Underlying Cause of Death


Sertifikat kematian adalah sumber utama data mortalitas. Informasi sertifikat
kematian bisa didapat dari praktisi kesehatan atau pada kasus kematian karena
kecelakaan atau kekerasan coroner. Pada peradilan, petugas lain (yang tidak
terlatih secara medis) bertanggung jawab untuk melengkapi sertifikat kematian.
Orang yang mengisi sertifikat sebab kematian akan memasukkan urutan kejadian
yang menyebabkan kematian pada sertifikat kematian dengan format
international. Format sertifikat internasional sebab kematian yang telah
direkomendasi WHA (World Health Assembly) mempunyai 2 bagian :

a. Bagian I : Digunakan untuk penyakit yang berhubungan dengan urutan


kejadian yang mengarah langsung ke kematian

b. Bagian II: Digunakan untuk kondisi yang tidak mempunyai hubungan


langsung dengan kejadiaan yang menyebabkan kematian, tetapi menunjang
kematian.

II. Kode yang tidak digunakan dalam Underlying Cause of Death


International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems atau International Classification of Diseases (ICD) adalah alat
diagnostik standar internasional untuk epidemiologi, manajemen kesehatan, dan
tujuan klinis. ICD dikelola oleh World Health Organization (WHO), badan
pengarah dan koordinasi untuk kesehatan di dalam Sistem Perserikatan Bangsa-
Bangsa. ICD dirancang sebagai
sistem klasifikasi perawatan kesehatan, menyediakan sistem kode
diagnostik untuk mengklasifikasikan penyakit, termasuk klasifikasi mengenai
berbagai tanda, gejala, temuan abnormal, keluhan, keadaan sosial dan penyebab
luar cedera atau penyakit.

Pioneer dalam klasifikasi penyakit

François Bossier de Lacroix (“Sauvages”)

Menurut ahli statistik Australia, Sir George Knibbs, pengklasifikasikan penyakit


secara sistematis pertama kali dilakukan oleh François Bossier de Lacroix atau
lebih dikenal dengan Sauvages. Risalah komprehensif Sauvages diterbitkan
dengan judul Nosologia Metodica.

Carl von Linné (“Linnaeus”)

Pada waktu yang hampir bersamaan hidup pula seorang ahli metodologi besar
Linnaeus (1707-1778) salah satu risalahnya berjudul Genera Morborum.

William Cullen

Di awal abad ke-19, klasifikasi penyakit yang paling umum digunakan adalah
karya William Cullen (1710-1790) dari Edinburgh yang diterbitkan pada tahun
1785 dengan Judul Synopsis Nosologiae Methodicae.
Pioneer statistik kesehatan
Pada tahun 1593, pembaptisan dan penguburan pertama kali tercatat di Inggris
untuk wilayah London. London Bills of Mortality ini dilanjutkan sampai tahun
1837. Tujuannya adalah mengidentifikasi awal peningkatan kejadian kematian
karena wabah atau epidemi lainnya. Pada tahun 1836 kemudian digantikan
oleh Registrar General’s Returns sesuai dengan undang-undang pendaftaran
Kelahiran dan Kematian 1837 melihat berdirinya General Register Office for
England and Wales (GRO).

John Graunt (1620-1674)


Menerbitkan Natural and Political Observations berdasarkan Bills of
Mortality pada tahun 1662

Dr. William Farr (1807-1883)


Ahli statistik medis pertama dari General Register Office for England and
Wales pada tahun 1839, ia menerbitkan sebuah analisis penyebab kematian
berdasarkan pendaftaran penyebab kematian di England dan Wales dari Juli
hingga Desember 1837

Dr. Jacob Marc d’Espine (1806-1860)


Anggota dari Societe Medicale d’Observation of Paris, sebuah organisasi yang
didedikasikan untuk analisis numerik penyakit pada tahun 1840, ia menerbitkan
sebuah studi 1323 kematian di Geneva pada tahun 1838.

Lambert Adolphe Jacques Quetelet (1796-1874)


Mempelajari statistik fenomena sosial dan merupakan salah satu statistik paling
berpengaruh pada abad ke-19. Ia adalah inisiator dan presiden Kongres Statistik
Internasional pertama di Brussels pada tahun 1853.

Dr. Jaques Bertillion (1851-1922)


Direktur Kantor Statistik Kotamadya di Paris dan penulis Bertillon Classification
of Causes of Death.

Florence Nightingale (1820-1910)


Memperkenalkan prinsip statistik untuk perawatan dan keperluan penggunaan
daftar penyakit untuk statistik rumah sakit.
Dari sebuah daftar penyebab kematian menjadi klasifikasi penyakit,
cedera dan penyebab kematian.
Sejarah ICD ditandai oleh serangkaian konferensi revisi yang berjumlah antara 1
sampai 10. Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa konferensi revisi 1 sampai 5
merujuk pada daftar penyebab kematian (ILCD), sementara yang kemudian
Konferensi 6 sampai 10 mengacu pada klasifikasi ICD.
Sampai Konferensi Revisi Keempat International List of Causes of Death (ILCD),
daftar penyakit dan daftar penyebab kematian dipandang sama sekali berbeda dan
sepenuhnya terpisah:

Register penyebab kematian adalah daftar penyakit yang menyebabkan

kematian.

Register penyakit adalah daftar penyakit yang tidak menyebabkan

kematian namun mengganggu kesehatan.


Sebuah pemikiran ulang tentang pendekatan ini diawali dengan Konferensi Revisi
Kelima dan “United States Committee on Joint Causes of Death” didirikan tahun
1945 setelah konferensi tersebut. Komite tersebut mengakui bahwa daftar
penyebab kematian dan daftar penyakit seharusnya tidak hanya kompatibel seperti
yang direkomendasikan oleh Konferensi Revisi Kelima, namun harus ada daftar
umum untuk penyakit dan kematian.
Konferensi Revisi Keenam kemudian mengadopsi International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD)

Perkembangan International List of Causes of Death (ILCD)


Tahun 1853, Kongres Statistik Internasional Pertama, Brussels
Perintis statistik Farr dan d’Espine bertemu di Kongres Statistik Internasional
pertama di Brussels. Kongres tersebut mengeluarkan sebuah resolusi mengenai
kebutuhan mendesak dari nomenklatur internasional penyebab kematian. Farr dan
d’Espine ditugaskan untuk pengembangannya.

Tahun 1855, Kongres Statistik Internasional Kedua, Paris


Farr dan d’Espine mengajukan dua daftar penyebab kematian.
Sistem Farr diatur di bawah 5 kelompok penyakit: penyakit epidemik, penyakit
konstitusional (umum), penyakit lokal yang diatur menurut situs anatomi,
penyakit perkembangan, dan penyakit sebagai akibat langsung dari kekerasan.
D’Espine mengklasifikasikan penyakit menurut sifatnya (gout, herpetic, haematic,
dll). Sebagai kesepakatan antara pandangan Farr dan d’Espine, kongres tersebut
mengadopsi daftar kesepakatan dari 139 kelompok penyakit.

1864
Sistem kesepakatan tahun 1855 direvisi dan diterbitkan “sur le modèle de celle de
W. Farr”, yaitu sesuai dengan model Farr, dengan prinsip utamanya: klasifikasi
oleh letak anatomis. Tahun 1874, 1880 dan 1886 melihat perbaikan lebih lanjut
pada sistem ini. Meskipun tidak pernah diterima secara universal, hal itu menjadi
dasar Daftar Internasional Penyebab Kematian.

Tahun 1891, Institut Statistik Internasional, Vienna

Institut Statistik Internasional (penerus Kongres Statistik Internasional) pada


pertemuannya di Vienna menugaskan sebuah komite yang dipimpin oleh Bertillon
dengan persiapan klasifikasi sistematis penyebab kematian.

Tahun 1893, Institut Statistik Internasional, Chicago

Bertillon mempresentasikan klasifikasinya pada pertemuan Institut Statistik


Internasional di Chicago. Ini didasarkan pada klasifikasi penyebab kematian yang
digunakan oleh Kota Paris yang sejak direvisi pada tahun 1885 mewakili sintesis
klasifikasi bahasa Inggris, Jerman dan Swiss. Klasifikasi ini didasarkan pada
prinsip Farr tentang membedakan antara penyakit umum dan penyakit yang
terlokalisasi ke organ tertentu. Bertillon memasukkan tiga klasifikasi: klasifikasi
44 judul, yang kedua dengan 99 dan yang ketiga dengan 161 judul (atau
kode). Bertillon Classification of Causes of Death (BCCD) mendapat persetujuan
umum sebagai Daftar Internasional Penyebab Kematian (ILCD). Itu diadopsi oleh
semua kantor statistik di Amerika Utara.
Tahun 1899, Institut Statistik Internasional, Oslo

Pada pertemuan Institut Statistik Internasional di Oslo, kantor statistik Eropa


sangat disarankan untuk menggunakan Klasifikasi Bertillon, keputusan dibuat
untuk mengadakan konferensi revisi setiap sepuluh tahun untuk memeriksa dan
memperbaiki klasifikasi.

Tahun 1900, Konferensi Internasional Pertama untuk Revisi Bertillon or


International List of Causes of Death (ILCD), Paris (Konferensi Revisi
Pertama)
Konferensi Revisi Internasional Pertama mengadopsi klasifikasi terperinci yang
terdiri dari 179 kelompok dan klasifikasi 35 kelompok.

Tahun 1902, Konferensi Revisi ILCD Ke-2, Paris


Tahun 1920, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

PBB didirikan dan ditunjuk sebagai komite statistik yang mengirimkannya


termasuk klasifikasi penyakit dan penyebab kematian.

Tahun 1920, Konferensi Revisi ILCD Ke-3, Paris


Tahun 1923
Michel Huber menggantikan Bertillon di International Statistical Institute. Ia
memperkenalkan sebuah resolusi untuk bekerjasama dengan organisasi
internasional lainnya dalam revisi klasifikasi penyebab kematian. Untuk
mengkoordinasikan karya-karya International Statistical Institute di satu sisi
dan Commission of Statistical Experts of the League of Nations di sisi lain, sebuah
komisi internasional dengan jumlah perwakilan kedua organisasi yang sama
diciptakan, yang dikenal sebagai Mixed Commission. Komisi ini menyusun
proposal untuk Konferensi Revisi Keempat dan Kelima.

Tahun 1928, monograf Roesle pada perluasan daftar penyebab kematian


Organisasi Kesehatan PBB menerbitkan sebuah monografi oleh Dr Roesle,
Kepala Biro Kesehatan Jerman dan anggota Commission of Expert Statisticians.
Naskah Dr. Roesle mencantumkan perluasan kelompok-kelompok tersebut dalam
Daftar Penyebab Kematian Tahun 1920 (Third Revision) yang akan diperlukan
jika digunakan dalam tabulasi statistik morbiditas.

1929 Konferensi Revisi ILCD Ke-4, Paris


Perkembangan Klasifikasi Penyakit
Konferensi Revisi Pertama, Kedua dan Ketiga dari Daftar Penyebab Kematian
Bertillon, daftar statistik penyakit disetujui bersamaan dengan daftar penyebab
kematian. Namun, upaya klasifikasi penyakit internasional ini tidak diperkenalkan
secara umum karena mereka hanya sedikit lebih terbatas pada daftar penyebab
kematian.

Tahun 1938, Konferensi Revisi ILCD ke-5, Paris

Konferensi Revisi Kelima menyetujui tiga daftar: daftar 200 judul yang terperinci,
daftar antara 87 judul dan daftar ringkasan 44 judul. Delegasi Kanada menyajikan
versi modifikasi dari daftar penyakit “Standard Morbidity Code” yang diterbitkan
pada tahun 1936 oleh Dominion Council of Health of Canada, dalam
subdivisinya, ini sesuai dengan Daftar Internasional Penyebab Kematian 1929.
Mereka menyarankan daftar ini dijadikan sebagai dasar Daftar Penyakit
Internasional, namun usulan tersebut tidak dilakukan pebahasan.
Namun, dalam resolusinya, konferensi tersebut menekankan pentingnya
klasifikasi penyakit sesuai dengan daftar penyebab kematian, dan
merekomendasikan agar Institut Statistik Internasional dan PBB, yang diwakili
oleh Mixed Committee, harus membuat draf daftar internasional Penyakit bekerja
sama dengan organisasi dan ahli yang berkepentingan lainnya. Sementara itu,
konferensi tersebut merekomendasikan sejauh mungkin untuk menjelaskan
berbagai daftar penyakit nasional yang kemudian digunakan dengan daftar
penyebab kematian internasional secara rinci. Sebuah resolusi lebih lanjut
menyangkut masalah pemilihan penyebab kematian utama jika sertifikat kematian
menyatakan beberapa penyebab kematian bersama. Masalah ini menjadi subyek
penelitian yang panjang terutama di Amerika Serikat, namun tanpa mencapai pada
sebuah solusi. Konferensi tersebut merekomendasikan kepada pemerintah AS
untuk menunjuk sebuah komite untuk memusatkan perhatian pada masalah ini.
Tahun 1945, Komite Amerika Serikat untuk Penyebab Bersama Kematian
Sesuai dengan resolusi Konferensi Revisi Kelima, “United States Commitee on
Joint Causes of Death” diangkat untuk menangani masalah penyebab bersama
kematian. Selain pemerintah AS, anggota komite ini juga termasuk perwakilan
dari Kanada dan Inggris serta dari Organisasi Kesehatan PBB.
Komite tersebut mengakui adanya kaitan erat antara masalah penyebab kematian
bersama dan daftar penyebab kematian (penyakit fatal) di satu sisi dan daftar
penyakit (non-fatal diseases) di sisi lain. Oleh karena itu, klasifikasi penyebab
penyakit dan penyakit seharusnya tidak sebanding, seperti yang direkomendasikan
oleh Konferensi Revisi Kelima, namun digabungkan secara ideal dalam satu
daftar. Daftar tunggal akan membuat klasifikasi menjadi lebih mudah dan karena
dasar bersama akan menghasilkan statistik morbiditas dan mortalitas yang
sebanding. Sebuah subkomite mempresentasikan draft Proposed Statistical
Classification of Diseases, Injuries and Causes of Death, draf tersebut diadopsi
oleh Committee on Joint Causes of Death setelah dimodifikasi berdasarkan uji
coba lapangan.

International Classification of Diseases, Injuries and Causes of Death (ICD)


Tahun 1946, Konferensi Kesehatan Internasional, New York
The Interim Commission of the World Health Organisation WHO (WHO yang
baru didirikan pada tahun 1948) ditugaskan melakukan Konferensi Revisi
Keenam untuk Daftar Penyebab Kematian Internasional dan menyusun Daftar
Internasional Penyebab Penyakit. Untuk tujuan ini, “Expert Committee for the
Preparation of the Sixth Decennial Revision of the International Lists of Diseases
and Causes of Death” telah ditunjuk.
Atas dasar draf yang diusulkan oleh United States Committee on Joint Causes of
Death, Expert Committee mengembangkan klasifikasi penyakit, luka dan
penyebab kematian internasional serta indeks alfabet terkait dari semua nama
penyakit yang termasuk dalam klasifikasi.
Tahun 1948, Konferensi Internasional tentang Revisi Ke-6 Daftar
Internasional Penyakit dan Penyebab Kematian, Paris

Konferensi tersebut mengadopsi Klasifikasi Penyakit, Cedera dan Penyebab


Kematian Internasional yang dikembangkan oleh Expert Committee, ICD-6 dari
WHO lahir. Selain itu, konferensi tersebut merekomendasikan sebuah program
ekstensif untuk kerja sama internasional berkaitan dengan statistik kependudukan
dan kesehatan. Hal ini menyebabkan pembentukan komite nasional untuk statistik
kependudukan dan kesehatan kerja dan kerjasama internasional di bawah
koordinasi WHO Expert Committee on Health Statistics.

Tahun 1951, Pusat WHO untuk Klasifikasi Penyakit

Atas rekomendasi dari WHO Expert Committee on Health Statistics, Pusat


Klasifikasi WHO dibentuk di General Register Office for England and
Wales pada tahun 1951. Ini mempromosikan penggunaan ICD-6 dan mendukung
pengguna dengan korespondensi dan brosur, seperti Addendum untuk ICD-6 yang
berjudul “Supplementary Interpretations and Instructions for Coding Causes of
Death”. Sebagai tambahan, Center mendukung persiapan untuk Konferensi Revisi
Ketujuh yang dijadwalkan pada tahun 1955 yang dibatasi pada amandemen
kesalahan dan inkonsistensi.

Tahun 1955, Konferensi Revisi ICD Ke-7, Paris

Revisi Ketujuh terbatas pada perubahan penting dan amandemen kesalahan dan
inkonsistensi. Struktur ICD-7 tetap sama seperti untuk ICD-6, jumlah dan struktur
klasifikasi yang diterbitkan (Daftar Tabular inklusi dan subkategori empat
karakter (VAS), daftar Tabel tiga kategori kategori (DAS), daftar A, B, C
dan Alphabetical Index) adalah identik.

Tahun 1965, Konferensi Revisi ICD ke-8, Geneva

Revisi Kedelapan sedikit lebih radikal daripada Ketujuh namun tidak mengubah
struktur dasar dan prinsip umum klasifikasi penyakit berdasarkan preferensi
menurut etiologi mereka. Bersama dengan ICD-8, dua daftar tabulasi khusus juga
disetujui. Daftar D dengan 300 penyebab tabulasi kematian di rumah sakit dan
Daftar C dengan 100 penyebab tabulasi morbiditas dan mortalitas perinatal.

Tahun 1975, Konferensi Revisi ICD Ke-9, Geneva

Meskipun mempertahankan struktur dasar yang sama, ICD-9 berisi banyak rincian
baru pada tingkat dari empat karakter subkelompok / subkategori di berbagai
bagian, subdivisi lima karakter opsional menjadi mungkin. Selain itu, sistem
dagger dan asterisk diperkenalkan, memungkinkan klasifikasi manifestasi
penyakit pada sistem organ tertentu bersamaan dengan penyakit umum yang
mendasarinya dalam bentuk klasifikasi ganda. Selanjutnya, 5 daftar tabulasi
khusus ICD-8 digantikan oleh 3 daftar tabulasi khusus baru: indeks sistematis
dasar, daftar penyebab kematian yang sangat singkat dan daftar penyakit yang
sangat singkat. Bagian ICD-9 adalah dua indeks sistematis yang terpisah,
klasifikasi E (penyebab eksternal luka dan keracunan) dan klasifikasi V (Faktor-
faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan kontak dengan layanan
kesehatan).

Tahun 1989, Konferensi Revisi ICD Ke-10, Geneva


Revisi Kesepuluh telah diperluas jauh dibandingkan dengan ICD-9. Klasifikasi
tambahan E dan V ICD-9 terintegrasi. Pengkodean, sampai titik ini seluruhnya
numerik, diganti dengan kode alfanumerik yang memungkinkan ekspansi.

1. Struktur, fungsi dan penggunaan ICD 10


1. Pengertian ICD

Menurut Hatta (2013:131), International Statistical Classification of


Diseases and Related Health Problems (ICD) dari WHO adalah sistem
klasifikasi yang komprehensif dan diakui secara internasional.
2. Fungsi dan Kegunaan ICD

Menurut Hatta (2013:134), fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit


dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi
statistik morbiditas dan mortalitas

Penerapan Pengodean Sistem ICD digunakan untuk :

a) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan

b) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis

c) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis


karakteristik pasien dan penyedia layanan

d) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

e) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan


pelayanan medis

f) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan


sesuai kebutuhan zaman

g) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

h) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis

1) Struktur ICD 10

Struktur ICD 10 menurut Hatta (2013:135), bahwa ICD 10 terdiri atas 3 Volume :

a) Volume I

(1) Pengantar

(2) Pernyataan

(3) Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit


(4) Laporan konferensi Internasional yang menyetujui revisi ICD 10

(5) Daftar katagori 3 karakter

(6) Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk subkatagori empat
karakter

(7) Daftar morfologi neoplasma

(8) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas

(9) Definisi-definisi

(10) Regulasi-regulasi nomenklatur

b) Volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan, berisi :

(1) Pengantar

(2) Penjelasan tentang International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems

(3) Cara penggunaan ICD 10

(4) Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan morbiditas

(5) Presentasi statistik

(6) Riwayat perkembangan ICD

c) Volume 3

a) Pengantar

b) Susunan indeks secara umum

c) Seksi I : Indeks abjad penyakit, bentuk cedera

d) Seksi II : Penyebab luar cidera


e) Seksi III : Tabel obat dan zat kimia

f) Perbaikan terhadap volume I

4) Penggunaan ICD 10

Sembilan langkah dasar dalam menentukan kode menurut Hatta (2013:139)


sebagai berikut :

a. Tentukan tipe peryataan yang akan dikode, dan buka volume 3 Alphabetical
index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit atau cedera atau kondisi
lain yang terdapat pada Bab I-XIX (Vol. 1), gunakanlah ia sebagai “leadterm”
untuk dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi I
indeks (volume 3). Bila pernyataan adalah penyebab luar (external cause) dari
cedera (bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX (Vol. 1), lihat dan cari
kodenya pada seksi II di Indeks (Vol. 3).
b. “Lead term” (kata panduan) untuk penyakit dan cidera biasanya merupakan
kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya. Sebaiknya jangan
menggunakan istilah kata benda anatomi, kata sifat atau kata keterangan
sebagai kata panduan. Walaupun demikian, beberapa kondisi ada yang
diekspresikan sebagai kata sifat eponim (menggunakan nama penemu) yang
tercantum di dalam indeks sebagai “Lead term”.
c. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah istilah
yang akan dipilih pada Volume 3.
d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “( )” sesudah lead term (kata
dalam tanda kurung = modifier, tidak akan mempengaruhi kode). Istilah lain
yang ada di bawah lead term (dengan tanda (-) minus = idem = indent) dapat
mempengaruhi nomor kode, sehingga kata-kata diagnostik harus
diperhitungkan).
e. Ikuti secara hati-hati rujukan silang (cross references) dan perintah see and see
also yang terdapat dalam indeks.
f. Lihat daftar tabulasi (Volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling tepat.
Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi keempat
yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat itu ada di dalam volume 1 dan
merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks (vol. 3). Perhatikan
juga perintah untuk membubuhi kode tambahan (additional code) serta aturan
cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan
dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas.
g. Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau bagian
bawah suatu bab (chapter), blok, kategori, atau subkategori.
h. Tentukan kode yang anda pilih.
i. Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode untuk
pemastian kesesuaiannya dengan pernyataan dokter tentang diagnosis utama di
berbagai formulir rekam medis pasien, guna menunjang aspek legal rekam
medis yang dikembangkan.

III. Tipe-Tipe Penulisan Sertifikat Kematian


I. Terminologi Medis Sistem Genitourinaria
Terminologi medis adalah bahasa yang digunakan untuk menggambarkan tubuh
manusia secara tepat termasuk komponen, proses, kondisi yang memengaruhinya,
dan prosedur yang dilakukan atasnya. Terminologi Medis adalah ilmu peistilahan
medis. Terminologi medis digunakan untuk :
1.Memberikan kejelasan dan kekhususan komunikasi
2.Kata-kata medik yang definisinya sama
3.Komunikasi dalam suatu komunitas pelayanan kesehatan benar & tepat
Kata medik disusun oleh :
1. akar kata, misal : nama organ
2. prefiks, ditambahkan di depan akar kata
3. sufiks, ditambahkan sesudah akar kata
Tubuh menghasilkan sampah yang dieliminasi dengan proses ekskresi
1. Paru‐paru karbondioksida
2. Sistem pencernaan sampah padat
3. Kulit perspirasi
4.Urinasi ginjal ureter, kandung kemih dan urethra (sistem uriner)
Fungsi ginjal :
1. Reabsorbsi protein, glukosa
2. Ekskresi sampah metabolisme
3. Metabolisme
4.Mensekresi entropoetin yang menstimulasi tulang untuk memproduksi eritrosit

A. II. Istilah Terminology Medis Pada Penyakit Sistem Urinary


1. Glomerular Diseases
a. Glomerulonephritis Akut
Glomerulonephritis yang juga dikenal sebagai sindrom nefritis akut, adalah
infeksi glomerulus dan biasanya didahului oleh infeksi yang menaik atau terjadi
akibat gangguan sistemik lainnya. Penyebab infeksi meliputi streptococcus beta-
hemolitik grup A, campak, gondok, cytomegalovirus, varicella, coxsackievirus,
pneumonia yang disebabkan oleh mycoplasma, chlamydia psittaci, atau infeksi
pneumococus. Kelainan sistemik meliputi lupus eritematosus sistemik, virus
hepatitis B atau C, thrombotic thrombocytopenia purpura, atau multiple myeloma.
Terminologi Medis :
Root : Glomerulo (Glomerulus)
Prefix : -
Suffix : Itis (Inflamasi/peradangan)
Arti : Inflamasi yang terjadi pada Glomerulus

b. Nephritis
Nephritis adalah kerusakan pada bagian glomerulus ginjal akibat infeksi kuman
umumnya bakteri streptococcus. Nefritis akut banyak diderita oleh anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh infeksi penyakit menular. Sedangkan neffritis kronis
yang diderita oleh orangtua ditandai dengan tekanan darah tingggi dan
pengerasan pembuluh darah ginjal.
Terminologi Medis :
Root : Nephr (ginjal)
Suffix : Itis (Inflamasi/peradangan)
Arti : terjadinya inflamasi atau peradangan pada bagian glomerulus ginjal

2. Renal Tubulo-Interstitial Disease


a. Pyelonephritis
Pielonefritis adalah infeksi yang melibatkan ginjal. Pembengkakan jaringan
menyertai proses infeksi. Bakteri yang paling umum adalah Escherichia coli,
Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas dan Staphylococcus
saprophyticus. Biasanya infeksi dimulai pada saluran kemih bagian bawah dan
naik ke atas. Identifikasi infeksi dan inisiasi pengobatan penting untuk mencegah
infeksi semakin memburuk.
Terminologi Medis :
Root : Pyel (Pelvis Ginjal), Nephr (ginjal)
Prefix : -
Suffix : Itis (Inflamasi/peradangan)
Arti : Inflamasi yang terjadi pada pelvis ginjal yang disebabkan oleh bakteri.

b. Nephritis Interstisial
Nefritis interstrisial adalah infeksi yang menyebabkan peradangan dan
pembengkakan pada ginjal. Peradangan ini akan terjadi pada bagian diantara
nefron yanng bernama interstitium renal, sehingga menyebabkan nefritis
interstitial, terkadang dikenal sebagai nefritis tubulointerstitial.
Terminologi Medis :
Root : Nephr (ginjal)
Prefix : inter (diantara)
Suffix : Itis (Inflamasi/peradangan)

3. Hydrocele
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara
lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan
yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan
antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
Prefix : Hydro (cairan)
Root : -
Suffix: chele (Hernia)

4. Kasus other disorders of kidney and Ureter


Atrofi Ginjal, Renal Sclerosis
Ginjal normal pada umumnya seukuran kepalan tangan. Sedangkan atrofi ginjal
merupakan suatu keadaan di mana ukuran ginjal menyusut ke ukuran abnormal
dengan fungsi yang abnormal.
Atrofi ginjal tidak sama dengan hipoplasia ginjal, hipoplasia ginjal merupakan
suatu kondisi di mana ginjal berukuran lebih kecil saat proses perkembangan di
dalam rahim dan pada saat kelahiran. Dan pada renal sclerosis, pengerasan pada
ginjal tersebut terbagi 3 yaitu unilateral, bilateral, unspecified.
Dimana ginjal berukuran kecil, bisa dari congenital hypoplasia atau peyusutan
pyelonephritik ataupun kombinasi dari keduanya. Jika Dari hipoplastik, biasanya
faktor predisposisi adalah infeksi. Tetapi ada 2 jenis ginjal kecil, 1 Dari
perkembangan embryonik ataupun yang tidak.
Terminologi Medis :
Root : renal (ginjal)
Prefix : scler (pengerasan)
suffix : Osis (Keadaan)

5. Atrhophy of testis
Penyebab paling sering terjadi atrofi testis adalah gangguan hormonal, dapat
dikarenakan tumor di otak, penggunaan steroid untuk mempercepat pertumbuhan
otot, dsb. Ukuran testis yang normal bervariasi sesuai usia. Ukuran testis bayi
akan membesar hingga mencapai puber. Saat dewasa, ukuran testis cenderung
tidak berubah. Dokter umumnya mengukur volume testis, dimana angka normal
adalah sekitar 12 - 30 cm3.
Terminogi Medis :
Root : testis (testis)
Prefix : A (kurang,tanpa)
Suffix : trhophy (pertumbuhan,pengembangan)

Rangkuman
Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit
degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian.
Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim
pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena
infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap
penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya
kematian bayi dan balita di sesuatu daerah.
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Mahasiswa berdiskusi dan masing-masing kelompok mempresentasekan
topic yang diberikan dosen dengan mengaitkan kedalam teori dan konsep.
• Adapun judul kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1: Memilih Sebab Utama Kematian

b. Kelompok 2: Aturan Pengodean Mortalitas

c. Kelompok 3: Aturan Modifikasi

• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times

new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.

• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :

SAMPUL DEPAN (COVER)


DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA.
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Membuat daftar istilah medis dan terminology medis dalam bentuk skema
tentang Aturan Modifikasi Pengodean Mortalitas
b. Diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan Times New
Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanita J. Davis. 2016. Ilustrated Guide to Medical Terminology, Secod
Edition. Boston, USA: Cengage Learning. Marie A. Moisio and EMER w.
2. Moisio. 2014. Medical Terminology a Strudent Centered Approach. Boston.
USA Cengage Learning.. Medical Terminology Practice, 2014. California.
3. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List ,
Geneva, 2010.
4. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction Manual,
Geneva, 2010.
5. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical Index,
Geneva, 2010
BAB II

KONDISI PENCETUS URUTAN KEJADIAN PENYEBAB


KEMATIAN
Nila Sari, S.Km, M.Km

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Konsep penyebab dasar kematian merupakan hal penting dalam menentukan kode
mortalitas. Penyebab dasar kematian adalah suatu kondisi, kejadian atau keadaan
yang tanpa penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal (Sarimawar dan
Suhardi. 2008). Sebagai contoh, penderita kanker meninggal dan penyebab
langsungnya adalah gagal jantung sebagai akibat dari carcinomatosis. Tititk
awalanya adalah neoplasma colon. Maka urutannya adalah neoplasma ganas colon
menyebabkan carcinomatosis, selanjutnya menyebabkan gagal jantung. Pada
contoh tersebut, gagal jantung merupakan kejadian terakhir dari urutan penyakit
yang diawali dengan kanker colon. Neoplasma maligna colon merupakan kondisi
yang harus dikode sebagai penyebab dasar kematian( UCoD)

B. Deskripsi Materi
Bab IV ini disusun sedemikian rupa untuk membantu mahasiswa D3 Perekam
Medis dan Informasi Kesehatan semester IV dalam memahami materi kuliah
secara khusus setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu
menganalisis kondisi pencetus urutan kejadian penyebab kematian

C. Kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan


Tujuan akhir yang diharapkan pada bab 2 ini adalah mampu mampu
menganalisis kondisi pencetus urutan kejadian penyebab kematian (C3)

D. Uraian Materi
I. Identifikasi Kondisi Pencetus Urutan Kejadian Penyebab Kematian
II. Pengertian Kondisi Pencetus Urutan Penyebab Kematian
III. Macam-macam Kondisi Penyebab Macam Kematian
I. Identifikasi Kondisi Pencetus Urutan Kejadian Penyebab Kematian

Banyak kasus yang dapat berkontribusi dalam suatu kematian. Dalam hal ini
seluruh kasus harus terdokumentasi dalam sertifikat kematian. Kasus yang telah
terdokumentasi dengan lengkap merupakan sumber data dalam menentukan satu
penyebab kematian. Penyebab tunggal tersebut merupakan penyebab dasar
kematian (Underlaying cause of Death (UCoD). Penyebab dasar kematian tersebut
memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai landasan menyusun program
preventif primer, untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat.

Penyebab dasar kematian adalah (WHO, 2010):

1. Penyakit atau kondisi yang merupakan awal dimulainya rangkaian


perjalanan penyakti menuju kematian; atau
2. Keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan ceder dan
berakhir dengan kematian.

Konsep penyebab dasar kematian merupakan hal penting dalam menentukan


kode mortalitas. Penyebab dasar kematian adalah suatu kondisi, kejadian atau
keadaan yang tanpa penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal
(Sarimawar dan Suhardi. 2008). Sebagai contoh, penderita kanker meninggal dan
penyebab langsungnya adalah gagal jantung sebagai akibat dari carcinomatosis.
Tititk awalanya adalah neoplasma colon. Maka urutannya adalah neoplasma ganas
colon menyebabkan carcinomatosis, selanjutnya menyebabkan gagal jantung.
Pada contoh tersebut, gagal jantung merupakan kejadian terakhir dari urutan
penyakit yang diawali dengan kanker colon. Neoplasma maligna colon merupakan
kondisi yang harus dikode sebagai penyebab dasar kematian( UCoD)
World Health Organization telah merekomendasikan bentuk sertifikat
kematian dalam format International Foem of Medical Certificate of Cause of
Death (MCCD). Form tersebut merupakan sumber utama data mortalitas.
Informasi sertifikat kematian bisa diperoleh dari petugas kesehatan (dokter rumah
sakit atau dokter puskesmas) atau untuk kasus-kasus kecelakaan/kekerasan dari
polisi dan dokter forensik. Untuk beberapa kasus yang berhubungan dengan
hukum, dokter forensik bertanggung jawab atas kelengkapan sertifikat kematian.
Penentuan kode pada sertifikat kematian harus memperhatikan beberapa
hal berikut:
1. Urutan kejadian penyakit menuju kematian;
2. Penyebab awal dari urutan tersebut.
Format sertifikat kematian sesuai rekomendasi WHO terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Bagian I – digunakan untuk penyakit-penyakit yang berkaitan dengan urutan
dari kejadian langsung menuju kematian;
2. Bagian II – digunakan untuk kondisi yang tidak berkaitan dengan bagian I
tetapi secara alamiah berkotribusi terhadap kematian.

II. Pengertian Kondisi Pencetus Urutan Penyebab Kematian

Bagian I dari sertifikat kematian terdiri dari 3-4 baris tergantung pada
kebiasan setempat untuk mencatat urutan dari kejadian menuju kematian. Jika
terdapat dua atau lebih penyebab kematian maka urutan waktu harus dicatat oleh
pembuat sertifikat. Setiap kejadian dalam urutan harus dicatat di baris yang
terpisah.
1. Penyebab langsung kematian dituliskan pada baris pertama;
2. Penyebab dasar kematian dituliskan pada baris terbawah;
3. Penyebab antara dituliska pada baris yang terletak antara baris pertama dan
baris terbawah;
Dengan demikian sertifikat yang lengkap berisi informasi tentang:
I. (a) Penyebab langsung
(b) Penyebab antara dari (a)
(c) Penyebab antara dari (b)
(d) Penyebab dasar dari (c)
II. Penyebab lain yang berkontribusi

World Health Organization (WHO) telah menetapkan prosedur dalam


penentuan penyebab dasar kematian (Underlaying Cause of Death/UCOD).
Apabila hanya terdapat satu penyebab kematian yang ditulis dalam sertifikat
kematian, maka penyebab kematian tersebut yang digunakan sebagai UCOD.
Jika terdapat lebih dari satu penyebab kematian yang dilaporkan, maka
terdapat beberapa aturan yang dapat digunakan yaitu prinsip umum, Rule 1, Rule
2 dan Rule 3
1. Prinsip Umum
Jika terdapat lebih dari satu kondisi yang dilaporkan pada sertifikat
kematian, maka kondisi yang dituliskan tersendiri di baris terbawah pada bagian 1
sertifikat kematian dipilih sebagai penyebab dasar kematian apabila kondisi
tersebut dapat mengeakibatkan semua kondisi yang ditulis pada baris di atasnya.
2. Rule I
Jika prinsip umum tidak bisa diterapkan dan terdapat urutan yang berakhir
pada kondisi yang dituliskan pada baris pertama sertifikat, pilihlah penyebab awal
dari urutan tersebut. Jika terdapat lebih dari satu urutan yang berakhir pada
kondisi yang dituliskan pada baris pertama sertifikat kematian, pilih penyebab
awal dari urutan yang disebutkan pertama kali.
3. Rule 2
Jika tidak ada urutan yang berakhir pada kondisi yang diisikan pertama
pada sertifikat kematian, maka pilih kondisi yang diisikan pertama tersebut.
4. Rule 3
Jika kondisi yang dipilih dengan prinsip umum, Rule 1 atau Rule e
ternyata secara jelas merupakan akibat langsung dari kondisi lain meskipun
dilaporkan bagian I ataupun bagian II, maka pilih kondisi lain tersebut. Dalam
menggunakan Rule 3 diperlukan pengetahuan mengenai asumsi akibat langsung
dari suatu penyakit dengan penyakit lainnya.
Pemilihan UCOD dimaksudkan untuk menghasilkan data yang bermanfaat
dan informatif bagi pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat ataupun tujuan
pencegahan. Namun kasus yang dilaporkan terkadang merupakan data yang
kurang memenuhi tujuan tersebut, misalnya pada kasus senilitas (usia tua). Data
kasus kematian yang dilaporkan sebagai kematian dikarenakan usia tua tidak
dapat dimanfaatkan untuk tujuan pencegahan. Dalam hal ini diperlukan adanya
rule modifikasi. Beberapa rule modifikasi tersebut antara lain:
1. Rule A. Senilitas dan kondisi lainnya yang tidak jelas
Apabila penyebab yang dipilih adalah kondisi yang tidak jelas (ill-defined)
dan kondisi yang diklasifikasikan di tempat lain dilaporkan dalam sertifikat
kematian, pilihlah kembali penyebab kematian, seolah-olah kondisi yang tidak
jelas tidak pernah dilaporkan, kecuali dengan pertimbangan bahwa kondisi
tersebut memodifikasi kode.
2. Rule B. Kondisi Trivial
Apabila penyebab kematian yang dipilih adalah kondisi sepele yang tidak
mungkin menyebabkan kematian, dan suatu kondisi yang lebih serius (tiap
kondisi kecuali kondisi yang tidak jelas atau kondisi sepele lainnya) dilaporkan,
pilihlah kemali penyebab dasar kematian seolah kondisi sepele tersebut tidak
pernah dilaporkan. Bila kondisi sepele dilaporkan sebagai kondisi yang
menyebabkan kondisi lain, maka kondisi sepele tersebut tidak dibuang, yang
berarti rule B tidak dapat diterapkan.
3. Rule C. LInkage
Apabila penyebab yang dipilih dipertautkan oleh ketentuan dalam
klasifikasi atau dalam catatan untuk penggunaan dalam koding penyebab dasar
kematian, dengan satu atau lebih kondisi lain pada sertifikat, maka berilah kode
kombinasi untuk kasus tersebut.
4. Rule D. Specificity
Apabila penyebab yang dipilih menggambarkan kondisi dengan istilah
umum dan istilah lain yang memberikan informasi lebuh teliti tentang letak atau
sifat kondisi ini dilaporkan pada sertifikat kematian, maka pilihlah istillah lain
yang lebih informatif tersebut. Rule ini akan sering digunakan apabila istilah
umum menjadi kata sifat yang memberikan istilah lain yang lebih teliti tersebut.
5. Rule E. Stadium dini dan lanjut penyakit
Apabila penyebab yang dipilih adalah penyakit dengan stadium dini dan
penyakit yang sama dengan stadium lebih lanjut dilaporkan pada sertifikat, koelah
penyakit dengan stadium lebih lanjut. Aturan ini tidak berlaku untuk bentuk
penyakit “kronis” yang dilaporkan sebagai akibat dari bentuk “akut” selama
klasifikasi tidak memberi instruksi khusus pada akibat tadi.
6. Rule F. Sequele
Apabila penyebab yang dipilih adalah bentuk awal dari kondisi yang oleh
klasifikasi diberikan kategori “sekuele dari ...” yang terpisah, dan terdapat bukti
bahwa kematian terjadi akibat efek sisa kondisi ini dari pada oleh penyakit dalam
fase aktif, maka kodelah pada kategori “squele dari ...” yang sesuai.
Penerapan rule untuk seleksi penyebab dasar kematian memerlukan
pengetahuan medis tentang hubungan kausal antar penyakit. Untuk
mengintepretasi hubungan kausal dan menerapkan rule modifikasi tersebut dapat
digunakan ACME Decision Table yang dikembangkan oleh US National Center
for Health Statistic (NCHS). ACME Decision Table tersebut adalah salah satu
tabel penentu yang dikembangkan oleh NCHS dalam suatu sistem terpada
yaitu Medical Mortality Data System (MMDS).
Meskipun bukan standar internasional, tabel tersebut dipakai oleh banyak
negara untuk melakukan proses pengkodean penyebab kematian. Indonesia sendiri
telah mengembangkan pencatatan sertifikat kematian menggunakan alat bantu
tabel tersebut untuk beberapa wilayah sentinel. Pengembangan pelaporan tersebut
dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.

1. Glomerular Diseases
a. Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di mana terjadi
peradangan pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian ginjal yang berfungsi
sebagai penyaring dan membuang cairan serta elektrolit berlebih, juga zat sisa
(sampah) dari aliran darah. Kerusakan pada glomelurus akan menyebabkan
terbuangnya darah serta protein melalui urine.
Kondisi glomerulonefritis pada masing-masing penderita bisa berbeda-beda. Ada
yang mengalaminya dalam waktu singkat (akut) dan ada yang jangka panjang
(kronis). Penyakit ini juga bisa berkembang pesat sehingga mengakibatkan
kerusakan ginjal dalam beberapa minggu atau bulan, keadaan ini disebut rapidly
progressive glomerulonephritis (RPGN).
Glomerulonefritis akut biasanya merupakan respons tubuh terhadap infeksi yang
sedang terjadi pada tubuh. Sedangkan glomerulonefritis kronis seringkali tidak
diketahui penyebabnya dan tidak bergejala, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan ginjal yang tidak dapat diperbaiki kembali. Glomerulonefritis kronis
yang ditemukan awal, dapat dicegah perkembangannya.

b. Gejala-gejala Glomerulonefritis
Gejala yang muncul pada penderita glomerulonefritis bergantung kepada jenis
penyakit ini, apakah akut atau kronis. Gejala yang umumnya muncul, antara lain
adalah:
1. Urine yang berbuih dan berwarna kemerahan.
2. Hipertensi.
3. Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, dan perut.
4. Kelelahan.
5. Frekuensi buang air kecil berkurang.
6. Munculnya cairan di paru-paru yang menyebabkan batuk.
Glomerulonefritis kronis seringkali sulit terdeteksi karena dapat berkembang
tanpa menimbulkan gejala. Apabila muncul gejala, gejalanya dapat serupa dengan
gejala yang ada pada glomerulonefritis akut. Namun, berbeda dengan
glomerulonefritis akut, pada glomerulonefritis kronik dapat terjadi frekuensi
buang air kecil yang meningkat di malam hari.

c. Penyebab dan Faktor Pemicu Glomerulonefritis


Glomerulonefritis dapat terjadi akibat berbagai kondisi, seperti infeksi, kelainan
sistem imun, dan gangguan pembuluh darah. Umumnya, glomerulonefritis akut
memiliki penyebab yang lebih jelas dibanding glomerulonefritis kronis. Beberapa
hal yang dapat menyebabkan glomerulonefritis akut, antara lain adalah:
• Infeksi. Glomerfulonefritis dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau virus.
Infeksi yang terjadi pada tubuh mengakibatkan reaksi kekebalan tubuh yang
berlebihan sehingga mengakibatkan peradangan pada ginjal dan terjadi
glomerulonefritis. Contoh infeksi yang dapat menyebabkan glomerulonefritis,
antara lain adalah infeksi bakteri Streptococcus pada tenggorokan, infeksi
gigi, endokarditis bakteri, HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.
• Kelainan sistem imun. Contohnya adalah penyakit lupus yang menyebabkan
peradangan pada berbagai organ tubuh, termasuk ginjal. Selain itu
glomerulonefritis juga dapat disebabkan oleh kelainan sistem imun lainnya,
seperti sindrom Goodpasture yang menyerupai pneumonia dan menyebabkan
perdarahan di paru-paru dan ginjal, serta nefropati IgA yang menyebabkan
endapan salah satu protein sistem pertahanan tubuh (IgA) pada glomerulus
ginjal, seperti pada Henoch-schonlein purpura.
• Vaskulitis. Vaskulitis dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk ginjal.
Contoh penyakit vaskulitis yang menyerang pembuluh darah ginjal dan
mengakibatkan glomerulonefritis adalah poliarteritis dan granulomatosis
Wegener.

d. Nephritis
Nephritis adalah kerusakan pada bagian glomerulus ginjal akibat infeksi kuman
umumnya bakteri streptococcus. Akibat nefritis ini seseorang akan
menderita uremia atau edema.
Uremia adalah masuknya kembali urine (C5H4N4O3) dan urea ke dalam
pembuluh darah sedangkan edema adalah penimbunan air di kaki karena
terganggunya reabsorpsi air. Nefritis akut banyak diderita oleh anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh infeksi penyakit menular. Sedangkan nefritis
kronis yang diderita oleh orang tua ditandai dengan tekanan darah tinggi dan
pengerasan pembuluh darah ginjal.
2. Renal Tubulo-interstitial Disease
a. Pyelonephritis
Pyelonephritis adalah infeksi yang melibatkan ginjal. Pembengkakan jaringan
menyertai proses infeksi. Bakteri yang paling umum adalah Escherichia coli,
Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas dan Staphylococcus
saprophyticus. Biasanya infeksi dimulai pada saluran kemih bagian bawah dan
naik ke atas. Identifikasi infeksi dan inisiasi pengobatan penting untuk mencegah
infeksi semakin memburuk.

b. Nefritis Interstitial
Nefritis interstisial adalah infeksi yang menyebabkan peradangan dan
pembengkakan di ruang sekitar nefron. Nefron adalah sekelompok jaringan dalam
ginjal yang berbentuk tabung melingkar kecil dengan bola di salah satu ujungnya.
Fungsi nefron adalah sebagai penyaring limbah sekaligus penyalur urin ke saluran
uretra yang menghubungkan ginjal ke kandung kemih. Setiap ginjal memiliki 1
juta nefron.Penyakit ini dapat berupa akut atau kronis.
Nefritis interstisial adalah kondisi yang memiliki beberapa gejala tertentu. Gejala
utamanya meliputi demam dan ruam. Urin mungkin mengandung sel-sel eosinofil,
sejenis sel darah putih. Sering kali, penderita mungkin tidak merasakan gejala
apapun sampai fungsi ginjal sudah sangat terganggu. Jika sudah mencapai tahap
ini, gejala gagal ginjal (kelemahan, mual, gatal-gatal, muntah, pembengkakan
kaki, dan rasa logam di mulut) sudah dapat terjadi. Ketika infeksi sudah
menyebabkan nefritis, penderita akan mengalami demam, menggigil, nyeri
punggung, dan gangguan kencing (rasa terbakar, frekuensi terganggu, anyang-
anyangan, dan kencing berdarah). Tekanan darah mungkin menjadi tinggi dan
kadang-kadang sulit untuk dikendalikan. Selain itu, masih terdapat juga beberapa
ciri dan gejala yang tidak disebutkan di atas.

3. Kasus Hydrocele
Hidrokel adalah penumpukan cairan di sekeliling testis, penumpukan cairan ini bisa
menyebabkan pembengkakan dan menimbulkan nyeri pada kantung buah zakar
(skrotum). Hidrokel biasanya terjadi pada bayi laki-laki yang baru lahir, tetapi juga
bisa dialami oleh pria dewasa. Meski umumnya tidak berbahaya, pemeriksaan
dokter tetap diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan hidrokel disebabkan
oleh penyakit serius, seperti kanker testis.

a. Jenis Hidrokel
Hidrokel dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:
1. Hidrokel non komunikan
Hidrokel ini terjadi ketika celah di antara rongga perut dan skrotum (kanal
inguinal) menutup, tetapi cairan di dalam skrotum tidak terserap oleh tubuh.
2. Hidrokel komunikan
Hidrokel ini terjadi ketika kanal inguinal tidak menutup sehingga cairan dari
rongga perut terus mengalir ke dalam skrotum dan dapat naik kembali ke perut.
Hidrokel komunikan dapat disertai hernia inguinalis.

b. Gejala dan Tanda Hidrokel


Pada bayi, hidrokel ditandai dengan pembengkakan pada salah satu atau kedua
sisi skrotum. Jika diraba, skrotum akan terasa lunak seperti balon yang berisi air.
Pembengkakan ini biasanya tidak disertai nyeri dan akan mengempis dengan
sendirinya. Pada pria dewasa, selain pembengkakan pada skrotum, hidrokel yang
membengkak akan terasa tidak nyaman atau berat. Terkadang pembengkakan
skrotum lebih terlihat di pagi hari.

c. Pencegahan Hidrokel
Hidrokel pada bayi akibat kelainan perkembangan janin tidak dapat dicegah.
Namun, pada pria dewasa, hidrokel bisa dihindari. Langkah yang bisa dilakukan
meliputi:
1. Mencegah penyakit kaki gajah (filariasis) dengan menghindari bepergian ke
tempat yang mengalami wabah filariasis serta menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
2. Menghindari aktivitas yang menyebabkan skrotum cedera
3. Memakai pelindung khusus di area selangkangan saat melakukan olahraga
yang melibatkan benturan.
4. Other disorders of kidney and Ureter
Ginjal normal pada umumnya seukuran kepalan tangan. Sedangkan atrofi ginjal
merupakan suatu keadaan di mana ukuran ginjal menyusut ke ukuran abnormal
dengan fungsi yang abnormal.
Atrofi ginjal tidak sama dengan hipoplasia ginjal, hipoplasia ginjal merupakan
suatu kondisi di mana ginjal berukuran lebih kecil saat proses perkembangan di
dalam rahim dan pada saat kelahiran. Dan pada renal sclerosis, pengerasan pada
ginjal tersebut terbagi 3 : 1. Unilateral, 2. Bilateral, 3. unspecified
Dimana ginjal berukuran kecil, bisa dari congenital hypoplasia atau
peyusutan pyelonephritik ataupun kombinasi dari keduanya. Jika Dari hipoplastik,
biasanya faktor predisposisi adalah infeksi. Tetapi ada 2 jenis ginjal kecil, 1 Dari
perkembangan embryonik ataupun yang tidak.

5. Atrhophy of testis
Pengertian atrofi adalah pembuangan sebagaian atau seluruh struktur tubuh, dapat
terjadi karena berbagai hal seperti:Pasokan pembuluh darah yang jelek, infeksi,
trauma, kurangnya hormon, radiasi, ganggguan metabolisme.
Penyebab paling sering terjadi atrofi testis adalah gangguan hormonal, dapat
dikarenakan tumor di otak, penggunaan steroid untuk mempercepat pertumbuhan
otot, dsb. Ukuran testis yang normal bervariasi sesuai usia. Ukuran testis bayi
akan membesar hingga mencapai puber. Saat dewasa, ukuran testis cenderung
tidak berubah. Dokter umumnya mengukur volume testis, dimana angka normal
adalah sekitar 12 - 30 cm3.
Selain volume, struktur testis harus bagus (saluran testis, pembuluh darah di
sekitarnya juga bagus, agar menghasilkan sperma dalam jumlah yang cukup.
Kelainan ini bisa berupa :
1. Kelaianan prostat dengan penyakit penyerta:Prostatitis (gonokokal,
trikomonal, tuberkulosis)
2. Kelaianan testis dan epididimis dengan penyakit penyerta: Klamidia
(epididimis, orchitis), gonokokal ( epididimis, orchitis), mumps orchitis,
tuberkulosis (epididimis, testis)
3. Balanitis di penyakit terklasifikasi lainnya: Balanitis (amuba, candida)
4. Kelanian organ genital pria dengan penyakit terklasifikasi lainnya: Sikokel
filarial, tunika vaginalis, herpes viral dari traktus genital pria, tuberkulosis
dari vesika seminalis

III. Istilah Medis dan Tindakan Terkait Penyakit Sistem Genitourinari

1. Istilah terkait dengan prosedur bedah

a. Cystostomy (cyst/o : kandung kemih, +stomy : membuat lubang baru)

b. Lithotripsy (lith/o : batu, +tripsy : menghancurkan)

c. Nephrolithotomy (nephr/o : ginjal, +tomy : insisi)

d. Nephrostomy Pyelolithotomy (pyel/o : pelvis ginjal)

e. Pyelostomy

f. Nephrolithiasis (batu ginjal)


bisa dengan lithotripsy, yaitu batu ginjal dihancurkan, baru
dikeluarkan dengan urin. Atau dengan nephrolithotomy, tergantung batu ginja
lnya dimana. Kalo di pelvis disebut pyelolithotomy (pelvis dibedah)

2. Penyakit, Gangguan dan Istilah Diagnosik

a. Anuria (an : tanpa, +uria : urine) < 100 ml urine/hari

Tidak mengeluarkan urin.

Terjadi penurunan volume urine < 100 ml/hari

Normal urin sekitar 1,5 L/hari

b. Oliguria (oligos : sedikit)

Terjadi penurunan volume urin 100-300 ml/hari


c. Cystisis (cyst/o : kandung kemih) inflamasi pada kandung kemih

d. Cystocele
hernia pada kandung kemih (terjadi penurunan posisi kandung kemih

e. Cystoscopy pemeriksaan visual pada kandung kemih


f. Glomerulonephritis (glomerul/o : glomerulus, nephr/o : ginjal
inflamasi pada glomerulus ginjal

g. Neprolithiasis (lith/o : batu, +iasis : keadaan)


keadaan dimana terdapat batu ginjal

h. Nephromalacia (malacia : pelunakan) pelunakan pada ginjal

i. Nephromegaly terjadi perbesaran ginjal

j. Nephroptosis posisi ginjal turun

k. Nephrosis kerusakan pada ginjal, gangguan pada ginjal yang


bukan sebabkan oleh inflamasi

l. Pyelitis (pyel/o : pelvis ginjal) Inflamasi pd pelvis

m. Pyuria (py/o : pus/nanah, +uria : urine) ditemukan pus dalam urin

n. Urinary incontinence (in : tidak)


ketidakmampuan untuk menahan urin di kandung kemih

Terjadi pada geriatrik


Terjadi kemunduran fungsi otototot di kandung kemih
0. Urinary retention
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih

II. Macam-Macam Kondisi Pencetus Penyebab Kematian

Isian penyebab kematian terdiri dari bagian a hingga e. Pengisian penyebab


kematian tersebut mengikuti aturan sebagai berikut:
1. Pada bagian a dan b harus diisikan penyakit-penyakit atau kondisi-kondisi
dari bayi atau janin;
2. Bagian a diisi dengan kondisi yang tunggal dan terpenting, apabila terdapat
kondisi lain pada bayi atau janin maka diisikan pada bagian b;
3. Kondisi tunggal terpenting adalah keadaan patologis yang menurut pendapat
pembuat sertifikat memberikan kontribusi terbesar terhadap kematian bayi
atau janin;
4. Modus kematian seperti heart failure, asfiksia atau anoxia tidak boleh diisikan
pada bagian a kecuali modus tersebut hanya diketahui sebagai satu-satunya
kondsi bayi atau janin;
5. Prematuritas juga tidak dapat diisikan pada bagian a;
6. Bagian c dan d harus diisikan semua penyakit atai kondisi dari ibu, yang
menurut pendapat pembuat sertifikat mempunyai pengaruh yang merugikan
(adverse effect) terhadap bayi atau janin;
7. Kondisi terpenting diisikan pada bagian c dan kondisi lain diisikan pada
bagian d;
8. Bagian e digunakan untuk laporan keadaan lain yang berhubungan erat
dengan kematian tetapi tidak dapat menggambarkan suatu penyakit atau
kondisi bayi atau ibu sebagai contoh: melahirkan tanpa penolong.
Beberapa aturan terkait pengisian dan pemberian kode penyebab kematian
perinatal yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

a. Kematian perinatal yang dimungkinkan terjadi karena kondisi ibu yang


berdampak pada janin diisikan pada bagian (c) dan (d) dengan kode pada
kategori P00-P04. Kategori kode tersebut tidak dapat digunakan pada bagian
(a) dan (b);

b. Kematian perinatal yang diakibatkan oleh keadaan janin/bayi diisikan pada


bagian (a). Kode yang biasa muncul adalah antara kategori P05-P96
(perinatal conditiona) atau Q00-Q99(congenital anomalies);

c. Hanya diperbolehkan mengisi satu kode untuk bagian (a) atau (c); Namun
untuk bagian (b) dan (d) diperbolehkan mengisi lebih dari satu;

d. Bagian (e) merupakan keterngan kematian perinatal. Apabila dibutuhkan


bagian ini dapat di isi dengan kategori kode Bab XX dan XXI;

e. Rule seleksi untuk kematian umum (7 hari ke atas) tidak diterapkan pada
sertifikat kematian perinatal;

f. Apabila aturan tersebut di atas tidak terpenuhi maka diperlukan adanya


perbaikan. Apabila tidak memungkinkan maka digunakan Rule
P1 hingga Rule P4
Rangkuman
Banyak kasus yang dapat berkontribusi dalam suatu kematian. Dalam hal ini
seluruh kasus harus terdokumentasi dalam sertifikat kematian. Kasus yang telah
terdokumentasi dengan lengkap merupakan sumber data dalam menentukan satu
penyebab kematian. Penyebab tunggal tersebut merupakan penyebab dasar
kematian (Underlaying cause of Death (UCoD). Penyebab dasar kematian tersebut
memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai landasan menyusun program
preventif primer, untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
a. Masing-masing kelompok mencari membuat membuat skema dalam

bentuk bagan tentang macam-macam kondisi pencetus penyebab

kematian dengan mengaitkan kedalam teori dan konsep.

b. Mempersentasekan/mendiskusikan tugas yang telah dikerjakan dalam


bentuk laporan diskusi
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait kondisi
pencetus urutan kejadian penyebab kematian sebagai bank soal
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan lo
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanita J. Davis. 2016. Ilustrated Guide to Medical Terminology, Secod


Edition. Boston, USA: Cengage Learning. Marie A. Moisio and EMER w.
2. Moisio. 2014. Medical Terminology a Strudent Centered Approach. Boston.
USA Cengage Learning. Medical Terminology Practice, 2014. California.
International Classification of Diseases -9 Clinical Modification, version
2007, WHO
3. Guyton & Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9, EGC. Jakarta

4. Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC Price

5. Sylvia Anderson, PhD, RN, Wilson Lorraine, PhD, RN, 2002, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (Pathophysiology clinical concept of
disease processes),EGC: Jakarta.
BAB III
ATURAN MODIFIKASI UNTUK SELEKSI PENYEBAB KEMATIAN
(Mey lisa, A.Md., MIK,.SKM)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat memahami bagaimana
melakukan cara pengkodingan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan
terminologi untuk melakukan kodefikasi penyakit dan tindakan berdasarkan ICD
10 dan ICD 9 CM. Koding klinis atau koding medis adalah suatu kegiatan yang
mentransformasikan diagnosis penyakit, prosedur medis dan masalah kesehatan
lainnya dari kata-kata menjadi suatu bentuk kode, baik numerik atau alfanumerik,
untuk memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisis data. Koding merupakan
suatu proses yang kompleks dan membutuhkan pengetahuan tentang aturan
koding sesuai perangkat yang digunakan, anatomi, patofisiologi, persyaratan
dokumentasi kinis, kebijakan dan regulasi serta standar. Kompleksitas ini
menimbulkan situasi yang menantang bagi para koder profesional dalam
melakukan telaah semua fakta dalam dokumen secara hati-hati agar dapat
menentukan kode dengan etis dan tepat. Koder profesional harus memiliki
pemahaman yang jernih tentang sumber terpercaya untuk kaidah koding yang
digunakan. Tata cara penetapan kode ditentukan oleh perangkat koding yang
digunakan. Di Indonesia, khususnya untuk kepentingan reimbursement digunakan
ICD-10 versi th. 2010 untuk kode diagnosis penyakit sedangkan untuk koding
prosedur medis menggunakan ICD-9-CM versi th 2010 (Permenkes No.76 th
2016).

B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas tentang Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab
Kematian . Bab ini menguraikan pokok bahasan atau topik yang saling berkaitan
satu sama lain yaitu
Topik 1 : Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab Kematian
Topik 2 : Langkah-langkah Penyediaan Data Penyebab Kematian
Topik 3 : Sertifikat Medis
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Adapun yang menjadi kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan adalah
mahasiswa mampu menentukan aturan modifikasi untuk seleksi penyebab
kematian

D. Uraian Materi
Topik 1 : Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab Kematian
Topik 2 : Langkah-langkah Penyediaan Data Penyebab Kematian
Topik 3 : Sertifikat Medis
TOPIK 1
ATURAN MODIFIKASI UNTUK SELEKSI PENYEBAB
KEMATIAN
Nila Sari, S.Km, M.Km

I. Pengertian Aturan-Aturan Umum Untuk Seleksi Penyebab Dasar


Kematian.
Koding klinis atau koding medis adalah suatu kegiatan yang mentransformasikan
diagnosis penyakit, prosedur medis dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata
menjadi suatu bentuk kode, baik numerik atau alfanumerik, untuk memudahkan
penyimpanan, retrieval dan analisis data. Koding merupakan suatu proses yang
kompleks dan membutuhkan pengetahuan tentang aturan koding sesuai perangkat
yang digunakan, anatomi, patofisiologi, persyaratan dokumentasi kinis, kebijakan
dan regulasi serta standar. Dalam mempelajari koding diagnosis penyakit sistem
urinary, maka kita harus mengenal terlebih dahulu struktur bab XIV tentang
Penyakit Sistem Genitourinary dan kekhususannya. Penyakit-penyakit Sistem
Urinary merupakan sebagian dari isi Bab XIV.
Sebagaimana bab yang lain juga, maka di bawah judul bab senantiasa terdapat
Exclusion (Pengecualian), termasuk dalam Bab XIV ini.

Pengecualian:
1. Kondisi Tertentu Yang Berawal Pada Periode Perinatal (P00-P96)
2. Penyakit Infeksi Dan Parasitik Tertentu (A00-B99)
3. Komplikasi Kehamilan, Persalinan Dan Nifas (O00-O99)
4. Malformasi, Deformasi Kongenital & Abnormalitas Kromosom (Q00-Q99)
5. Penyakit Endokrin, Nutrisional dan Metabolik (E00-E90)
6. Cedera, Keracunan Dan Akibat Dari Sebab Luar Lainnya (S00-T98)
7. Neoplasma (C00-D48)
8. Gejala, Tanda, Dan Temuan Abnormal Klinis Dan Laboratorik, Tak
Terklasifikasi Di Tempat Lain (R00-R99)
II. Jenis-jenis Aturan-Aturan Umum Untuk Seleksi Penyebab Dasar
Kematian
Bab IV terdiri dari Blok Kategori yang meliputi Penyakit Genital dan Sistem
Urinaria sebagai berikut:
1. N00-N08 Penyakit Glomerulus
2. N10-N16 Penyakit Tubulo-interstisialis Ginjal
3. N17-N19 Gagal Ginjal
4. N20-N23 Urolithiasis
5. N25-N29 Penyakit Ginjal Dan Ureter Lainnya
6. N30-N39 Penyakit Sistem Urinaria Lain
7. N40-N51 Penyakit Organ Genital Pria
8. N60-N64 Penyakit Pada Payudara
9. N70-N77 Penyakit Peradangan Pada Organ Panggul Wanita
10. N80-N98 Penyakit Non- Peradangan Pada Traktus Genitalia Wanita
11. N99 Penyakit Traktus Urogenitalia lainnya.

III. KATEGORI ASTERISK


Pada Bab ini terdapat cukup banyak, yaitu 8 (delapan) buah kode asterisk. Ingat,
kode asterisk tidak pernah berdiri sendiri. Harus disertai kode dagger dari bab
lain.
1. N16* Gangguan Tubulo-interstisialis Ginjal Pada Penyakit Yang
Terklasifikasi Di Bagian Lain
2. N22* Batu Saluran Kemih Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian
Lain
3. N29* Gangguan Ginjal Dan Ureter Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di
Bagian Lain
4. N33* Gangguan Kandung Kemih Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di
Bagian Lain
5. N37* Gangguan Urethral Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian
Lain
6. N51* Gangguan Organ Genitalia Pria Pada Penyakit Yang Terklasifikasi
Di Bagian Lain
7. N74* Gangguan Peradangan Organ Panggul Wanita Pada Penyakit Yang
Terklasifikasi Di Bagian Lain
8. N77* Ulserasi dan Peradangan Vulvo-vaginal Pada Penyakit Yang
Terklasifikasi Di Bagian Lain

CATATAN KHUSUS BAB


Untuk Bab XIV tidak terdapat Catatan Khusus Bab (Chapter Specific Note)
seperti bab sebelumnya.

CATATAN LAIN
Beberapa catatan dalam Bab ini adalah:
1. Penyakit Glomerulus (N00-N08)

Gambar Catatan Untuk Blok Kategori N00-N08


(Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIV)

Kategori N00 – N08 Dapat disertai kode tambahan, jika diinginkan, untuk:
a. Chronic Kidney Disease yg berkaitan (N18.-)
b. kode dari Bab XX untuk sebab luar atau
c. tambahan kode gagal ginjal akut atau tak spesifik (N17 atau N19)
d. Dan terdapat Pengecualian: hypertensi renal disease (I12.-)
Gambar Subkategori 4 karakter untuk Kategori N00-N08
(Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIV)

Kategori 3-karakter (N00-N07) adalah utk syndroma klinik, sedangkan subdivisi


karakter ke-4 untuk perubahan morfologi, karakter 4 ini sebaiknya tdk digunakan
kecuali telah spesifik dengan pemeriksaan PA/biopsi/autopsi)
E00 Congenital iodine-deficiency syndrome
Mencakup: kondisi endemik yang berkaitan dengan defisiensi iodine pengaruh
lingkungan, baik secara langsung atau akibat maternal defisiensi. Beberapa
kondisi pada saat diperiksa tidak menunjukkan hypothyroidisme namun
merupakan akibat sekresi hormon thyroid yang tidak adekuat sepanjang
pembentukan fetus. Dapat dikaitkan dengan adanya goitrogen dari lingkungan.

Gunakan kode tambahan (F70-F79), jika diperlukan, untuk identifikasi gangguan


mental retardasi yang berhubungan.
2. Penyakit Tubulo-interstisial Ginjal (N10-N16)

Gambar Catatan untuk Kategori N10-N16


(Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIV)
a. Terdapat catatan Inclusion (Termasuk): pyelonephritis, dan
b. Exclusion (Pengecualian), yaitu: pyeloureteritis cystica (N28.8)
c. Boleh gunakan kode opsional tambahan, jika diinginkan, utk Chronic Kidney
Disease yg berkaitan (N18.-)
d. Beberapa kategori (N10, N13, dll) dapat diberi kode tambahan B95-B97 untuk
agen penyebab infeksi
e. Kategori N14 dapat diberi kode tambahan bab XX utk agen toksiknya
3. Penyakit Gagal Ginjal (N17-N19)

Gambar Pengecualian untuk N17 – N19


(Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIV)

Pada kelompok N17-N19 tdp kode tambahan Bab XX untuk sebab luar (agen
eksternal). Perhatikan juga exclusion yg cukup luas pd blok kategori ini.

Kategori Chronic Kidney Disease (N18)


Kategori ini telah banyak mengalami perubahan sejak ICD-10 edisi 2005 hingga
kini.
Gambar Perubahan kategori N18.-
N18.
(Sumber: ICD-10,
10, Volume 1, Bab XIV)
Satu hal yang baru adalah tentang catatan di bawah judul kategori. Pada edisi
tahun 2010 telah ada instruksi; tambahkan kode opsional jika diperlukan, untuk
menunjukkan underlying disease atau untuk keberadaan hypertensinya.
hyperten Pelajari
kembali patofisiologi N18. Perhatikan bahwa CKD dapat terkait erat dengan
penyakit-penyakit
penyakit tertentu. Pertimbangkan kemungkinan penggunaan kode
kombinasi, seperti Hypertensi renal Disease.

4. Penyakit Sistem Urinary Lainnya (N30-N39)


(N30

Pengecualian pada Blok N30-N39


N30 (Sumber: ICD-10,
10, Volume 1, Bab XIV)
Perhatikan terdapat beberapa exclusion / pengecualian (termasuk pada
p
kehamilan).Jika terdapat batu/calculus akan masuk ke dalam kategori lain (N20-
(N20
N23).

Gambar Kode opsional tambahan pada kategori N30 (Sumber: ICD-10,


ICD Volume
1, Bab XIV)
Terdapat beberapa kategori (N30, N34, dll) dapat diberi kode tambahan B95-B97
B95
untuk agen penyebab infeksi.
Gambar Kategori asterisk N33* (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIV)
Berapa kategori asterisk ingat agar selalu bergandengan dengan kode dagger
(N33*, N37*)

Rangkuman
Setiap Bab Dalam ICD-10 memiliki kekhususan tersendiri yang dapat berbeda
dengan ketentuan dalam bab lain. Demikian pula hal nya dengan Bab XIV
Penyakit Sistem Genitourinary. Penyakit Sistem Urinary merupakan sebgian isi
Bab XIV. Pada awal bab XIV terdapat PENGECUALIAN, di mana kondisi-
kondisi terkait penyakit digestif TIDAK dikode pada bab tersebut melainkan
berada pada kategori dalam bab atau bagian lain ICD-10. Masing-masing Bab
terdiri atas beberapa Blok Kategori yang merupakan pengelompokan penyakit
sejenis untuk memudahkan pengklasifikasiannya. Bab XIV terdiri dari 11 Blok
Kategori, 6 diantaranya adalah Blok Kategori Penyakit Sistem Urinary. Pada Bab
XIV ini terdapat 9 (sembilan) kode asterisk dengan tanda (*) yang mengingatkan
koder untuk mencari pasangannya kode dagger di bagian lain ICD-10 ini. Adapun
kode asterisk yang terkait penyakit sistem urinary ada 6 buah. Tiap Blok Kategori
maupun 3-karakter Kategori dan 4-karakter Sub-kategori dapat disertai petunjuk
khusus (note) ataupun keterangan dalam inclusion dan exclusion yang harus
dibaca baik-baik dan dipatuhi guna memperoleh kode dengan akurat. Termasuk
Kategori N18 yang mengalami perubahan-perubahan pada tiap edisi.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari mencari kode penyakit system
genitourinary berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3 dan
berdiskusi dengan kelompok membahas sesuai judul yang diberikan.
Adapun judul kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Glomerular diseases (N00–N08) Renal Failure (N17-
N19)
b. Kelompok 2 :Urolithiasis (N20–N23), Renal tubulo-interstitial diseases
(N10–N16)
c. Kelompok 3: Inflammatory diseases of female pelvic organs (N70–
N77).
Disorders of breast (N60–N64).
d. Kelompok 4 : Noninflammatory disorders of female genital tract (N80–
N98), disorders of kidney and ureter (N25–N29)
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Tugas 2 : Kegiatan Mandiri


Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait dengan
aturan modifikasi untuk seleksi penyebab kematian sebagai bank soal
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com

TOPIK 2
LANGKAH-LANGKAH PENYEDIAAN DATA PENYEBAB KEMATIAN
Nila Sari, S.Km, M.Km
I. Langkah-Langkah Penyediaan data Penyebab Kematian

Koding Diagnosis Penyakit Sistem Muskuloskeletal

Sebagaimana halnya dengan Bab sebelumnya, maka dalam


mempelajari koding diagnosis penyakit pada sistem muskuloskeletal, maka
kita harus mengenal terlebih dahulu struktur bab XIII dan kekhususannya.

Gambar. 6.1
Catatan Bab XIII Penyakit Sistem Muskuloskeletal (Sumber: ICD-10,
Volume 1, Bab XIII)

A. PENGECUALIAN

Sebagaimana bab yang lain juga, maka di bawah judul bab


senantiasa terdapat Exclusion (Pengecualian), termasuk dalam Bab X ini.

PENGECUALIAN:
Kondisi Tertentu Yang Berawal Pada Periode
Perinatal (P00-P96) Gangguan Sendi
Temporomandibular Tertentu (K07.6)

Penyakit Infeksi Dan Parasitik


Tertentu (A00-B99) Komplikasi
Kehamilan, Persalinan Dan Nifas
(O00-O99)

Malformasi, Deformasi Kongenital & Abnormalitas


Kromosom (Q00- Q99)

Penyakit Endokrin, Nutrisional dan Metabolik (E00-E90)


Cedera, Keracunan Dan Akibat Dari Sebab Luar Lainnya
(S00-T98) Neoplasma (C00-D48)
Gejala, Tanda, Dan Temuan Abnormal Klinis Dan
Laboratorik, Tak Terklasifikasi Di Tempat Lain (R00-
R99)

B. ISI BAB

Bab XIII Penyakit Sistem Muskuloskeletal terdiri dari Blok


Kategori sebagai berikut:
M00-M25 Arthropati
M00-M03 Arthropati Infeksius
M05-M14 Polyarthropati Dengan Peradangan
M15-M19 Arthrosis
M20-M25 Penyakit Sendi Lainnya
M30-M36 Penyakit Jaringan Ikat Sistemik
M40-M54 Dorsopati
M40-M43 Deformitas Dorsopati
M45-M49 Spondylopati
M50-M54 Dorsopati Lainnya
M60-M79 Penyakit Jaringan Lunak
M60-M63 Penyakit Pada Otot
M65-M68 Penyakit Pada Synovium Dan
Tendon M70-M79 Penyakit Jaringan Lunak Lainnya
M80-M94 Osteopati dan Kondropati
M80-M85 Penyakit Pada Struktur Dan Densitas Tulang
M86-M90 Osteopati Lainnya
M91-M94 Kondropati
M95-M99 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat
Lainnya

C. KATEGORI ASTERISK

Bab ini banyak kode asterisknya. Ingat, kode asterisk tidak pernah
berdiri sendiri.
Harus dengan kode dagger dari bab lain.
M01* Infeksi Direct Persendian Pada Penyakit Infeksi Dan Parasit
Yang Terklasifikasi Di Bagian Lain
M03* Arthropati Reaktif Dan Postinfeksi Pada Penyakit Yang
Terklasifikasi Di Bagian Lain
M07* Arthropati Psoriatik Dan Enteropatik
M09* Arthritis Juvenilis Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian
Lain M14* Arthropati Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian Lain
M36* Penyakit Jaringan Ikat Sistemik Pada Penyakit Yang
Terklasifikasi Di Bagian Lain
M49* Spondylopati Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian
Lain
M63* Penyakit Otot Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian Lain
M68* Penyakit Synovium Dan Tendon Pada Penyakit Yang
Terklasifikasi Di Bagian Lain

M73* Penyakit Jaringan Lunak Pada Penyakit Yang


Terklasifikasi Di Bagian Lain
M82* Osteoporosis Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di
Bagian Lain
M90* Osteopati Pada Penyakit Yang Terklasifikasi Di Bagian Lain

D. CATATAN KHUSUS BAB

Untuk Bab XIII tidak terdapat Catatan Khusus Bab (Chapter Specific
Note) seperti bab sebelumnya.

E. CATATAN LAIN

Catatan di bawah bab XIII berisi subklasifikasi tentang lokasi-lokasi


yang terkait dengan penyakit muskuloskeletal. Digunakan untuk kode
opsional tambahan bagi beberapa kategori yang sesuai. Angka ke-5 ditandai
dengan kurung terpisah di belakang tiap kode yang terpakai.

Site of musculoskeletal involvement

KODE ke-5 LOKASI ANATOMIK

DARI KELAINAN
Gambar 6.2

Kode Untuk Lokasi Anatomik (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIII)


1. Penyakit Arthropati (M00-M25)

a. Arthropati Infeksius (M00-M03)


Pada Arthropati infektif  terdapat catatan khusus tentang perbedaan-
perbedaan berdasarkan etiologi

Gambar 6.3
Catatan untuk Arthropati Infeksius (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIII)

b. Arthrosis (M15 – M19)

Gambar 6.4
Catatan untuk Arthrosis (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIII)

Pada kelompok Artrosis (M15-M19)  terdapat catatan khusus


tentang terminologi artrosis; bahwa istilah osteoarthritis digunakan sebagai
sinonim dari arthrosis atau osteoarthrosis
Adapun istilah primer artinya tidsak disebabkan oleh penyakit
(underlying disease) lain.
Gangguan Pada Lutut (M23)

Gambar 6.5
Catatan untuk kategori M23 (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIII)

Untuk M23 terdapat klasifikasi tersendiri untuk menunjukkan site /


lokasi penyakit/kelainannya. Juga perhatikan exclusion ; pada cedera baru
(saat ini) tidak masuk dalam kategori ini melainkan tergolong pada cedera /
trauma.

2. Penyakit Dorsopati (M40 – M54)


Pada kelompok Dorsopati (M40-M54)  terdapat subklasifikasi
khusus untuk beberapa subkategori, kecuali M50 dan M51

Gambar 6.6
Catatan untuk Dorsopati (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab XIII)

3. Penyakit Pada Jaringan Lunak (Soft Tissue) (M60 – M79)


Soft Tissue = struktur Under the Skin. Oleh karena itu di kode pada
bab yang berbeda dengan skin. Yang termasuk dalam soft tissue adalah ;
tendon, ligamentum, fascia, jaringan fibrous, otot dan membran synovial
Gambar 6.7. Definisi Soft Tissue (Sumber: Wikipedia)

a. Kode Ganda pada Soft Tissue Disorder


Pada kategori M65.0, M86 dll terdapat kode tambahan untuk
identifikasi agen infeksi (B95-B97).

b. Entesopati (M76)

Pada kategori M76 terdapat catatan khusus tentang terminologi


bursitis, capsulitis, dan tendinitis yang sering digunakan untuk berbagai
kelainan/keadaan ligamentum perifer atau perlekatan otot; sebagian besar
telah disatukan ke dalam golongan entesopati sebagai nama generik untuk
lesi-lesi pada lokasi tersebut. Tidak termasuk; bursitis akibat penggunaan
berlebihan atau penekanan.
4. Penyakit Osteopati Dan Chondropati
Pada kelompok Osteopati terdapat penyakit Osteoporosis dengan
pembagian berdasarkan disertai / tidak fraktur patologis
Gangguan pada penyembuhan fraktur dapat berupa non-union atau
malunion.
Perhatikan penulisan diagnosis oleh dokter, bila masih kurang paham harus
dikonfirmasi.

5. Lesi Biomekanikal (M99)


Lesi Biomekanikal ; digunakan jika tidak dapat diklasifikasi ke bagian
lain. Dan terdapat subklasifikasi khusus untuk digunakan pada kategori
tersebut.
II. Prinsip Penyebab Kematian

Penyebab dasar kematian adalah (WHO, 2010):


1. Penyakit atau kondisi yang merupakan awal dimulainya rangkaian perjalanan
penyakti menuju kematian; atau
2. Keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan ceder dan berakhir
dengan kematian.
Konsep penyebab dasar kematian merupakan hal penting dalam menentukan
kode mortalitas. Penyebab dasar kematian adalah suatu kondisi, kejadian atau
keadaan yang tanpa penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal
(Sarimawar dan Suhardi. 2008). Sebagai contoh, penderita kanker meninggal dan
penyebab langsungnya adalah gagal jantung sebagai akibat dari carcinomatosis.
Tititk awalanya adalah neoplasma colon. Maka urutannya adalah neoplasma ganas
colon menyebabkan carcinomatosis, selanjutnya menyebabkan gagal jantung.
Pada contoh tersebut, gagal jantung merupakan kejadian terakhir dari urutan
penyakit yang diawali dengan kanker colon. Neoplasma maligna colon merupakan
kondisi yang harus dikode sebagai penyebab dasar kematian( UCoD)
World Health Organization telah merekomendasikan bentuk sertifikat
kematian dalam format International Foem of Medical Certificate of Cause of
Death (MCCD). Form tersebut merupakan sumber utama data mortalitas.
Informasi sertifikat kematian bisa diperoleh dari petugas kesehatan (dokter rumah
sakit atau dokter puskesmas) atau untuk kasus-kasus kecelakaan/kekerasan dari
polisi dan dokter forensik. Untuk beberapa kasus yang berhubungan dengan
hukum, dokter forensik bertanggung jawab atas kelengkapan sertifikat kematian.
Penentuan kode pada sertifikat kematian harus memperhatikan beberapa
hal berikut:
1. Urutan kejadian penyakit menuju kematian;
2. Penyebab awal dari urutan tersebut.
Format sertifikat kematian sesuai rekomendasi WHO terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Bagian I – digunakan untuk penyakit-penyakit yang berkaitan dengan urutan
dari kejadian langsung menuju kematian;
2. Bagian II – digunakan untuk kondisi yang tidak berkaitan dengan bagian I
tetapi secara alamiah berkotribusi terhadap kematian.

Rangkuman
Setiap Bab Dalam ICD-10 memiliki kekhususan tersendiri yang dapat berbeda
dengan ketentuan dalam bab lain. Demikian pula hal nya dengan Bab XIV
Penyakit Sistem Genitourinary. Penyakit Sistem Urinary merupakan sebgian isi
Bab XIV. Pada awal bab XIV terdapat PENGECUALIAN, di mana kondisi-
kondisi terkait penyakit digestif TIDAK dikode pada bab tersebut melainkan
berada pada kategori dalam bab atau bagian lain ICD-10. Masing-masing Bab
terdiri atas beberapa Blok Kategori yang merupakan pengelompokan penyakit
sejenis untuk memudahkan pengklasifikasiannya. Bab XIV terdiri dari 11 Blok
Kategori, 6 diantaranya adalah Blok Kategori Penyakit Sistem Urinary. Pada Bab
XIV ini terdapat 9 (sembilan) kode asterisk dengan tanda (*) yang mengingatkan
koder untuk mencari pasangannya kode dagger di bagian lain ICD-10 ini. Adapun
kode asterisk yang terkait penyakit sistem urinary ada 6 buah. Tiap Blok Kategori
maupun 3-karakter Kategori dan 4-karakter Sub-kategori dapat disertai petunjuk
khusus (note) ataupun keterangan dalam inclusion dan exclusion yang harus
dibaca baik-baik dan dipatuhi guna memperoleh kode dengan akurat. Termasuk
Kategori N18 yang mengalami perubahan-perubahan pada tiap edisi.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari mencari kode penyakit system
genitourinary berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3 dan
berdiskusi dengan kelompok membahas sesuai judul yang diberikan.
Adapun judul kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Glomerular diseases (N00–N08) Renal Failure (N17-
N19)
b. Kelompok 2 :Urolithiasis (N20–N23), Renal tubulo-interstitial diseases
(N10–N16)
c. Kelompok 3: Inflammatory diseases of female pelvic organs (N70–
N77).
Disorders of breast (N60–N64).
d. Kelompok 4 : Noninflammatory disorders of female genital tract (N80–
N98), disorders of kidney and ureter (N25–N29)
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Tugas 2 : Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait dengan
dengan aturan modifikasi untuk seleksi penyebab kematian
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com

DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2015), Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Legawati (2018) . Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Wineka Media

Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2018, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Masternal
dan Neonatal, Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

TOPIK 3
SERTIFIKAT MEDIS

(Yerni Mariani, M.Kes)

I. Sertifikat Medis
I. Pengantar

Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan
dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.
Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun
lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

II. Penyebab Kematian

Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit


degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian.
Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim
pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena
infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap
penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya
kematian bayi dan balita di sesuatu daerah.

3. Kematian dan Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gisi


dan kesehatan lingkungan, kepercayaan, nilai-nilai, dan kemiskinan
merupakan faktor individu dan keluarga, mempengaruhi mortalitas dalam
masyarakat (Budi Oetomo, 1985). Tingginya kematian ibu merupakan
cerminan dari ketidak tahuan masyarakat mengenai pentingnya perawatan ibu
hamil dan pencegahan terjadinya komplikasi kehamilan.

4. Komitmen untuk mencapai tujuan Millenium Development Goal (MDG)

Dalam hal kematian, Indonesia mempunyai komitmen untuk mencapai


sasaran Millenium Development Goals (MDG) untuk menurunkan Angka
Kematian Anak sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20
per 1000 kelahiran bayi pada tahun 2015 dan menurunkan kematian ibu
sebesar tiga perempatnya menjadi 124 per 100.000 kelahiran. Untuk mencapai
tujuan ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai instansi
terkait, mulai dari pemerintah baik pusat maupun daerah, LSM dan masyarakat
pada umumnya. Program-program apa yang perlu dikembangkan untuk
tujuan ini, serta indikator-indikator apa yang perlu diperhatikan untuk
menurunkan Angka Kematian Balita dan Angka Kematian Ibu?

5. Definisi Mortalitas

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi
selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi
umur penduduk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan
kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran
hidup. Definisi kematian tersebut harus diketahui, untuk mendapatkan data
kematian yang benar. Kematian hanya bisa terjadi kalau sudah terjadi
kelahiran hidup atau keadaan mati selalu didahului dengan keadaan hidup.
Oleh karena itu, harus dibedakan dengan Lahir hidup (live birth) dan Lahir
mati (fetal death). Lahir hidup (live birth) yaitu peristiwa keluarnya hasil
konsepsi dari rahim seorang ibu secara lengkap tanpa memandang lamanya
kehamilan dan setelah perpisahan tersebut terjadi; hasil konsepsi bernafas dan
mempunyai tanda-tanda hidup lainnya, seperti denyut jantung, denyut tali
pusat, atau gerakan-gerakan otot, tanpa memandang apakah tali pusat sudah
dipotong atau belum. Lahir Mati (fetal death) yaitu peristiwa menghilangnya
tanda-tanda kehidupan dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut
dikeluarkan dari rahim ibunya. Lahir mati dibedakan menjadi:

Stillbirth (late fetal death) yaitu kematian yang terjadi pada janin yang berusia
20-28 minggu Keguguran yaitu kematian janin yang terjadi pada awal
kehamila. Aborsi yaitu kematian janin yang terjadi pada awal kehamilan

Jadi “lahir mati” tidak dimasukkan


dalam mati atau hidup.

7. Sumber Data Mortalitas


Idealnya data kemaatian dapat diperoleh dari hasil Registrasii Vital, karena
menyajikan data keematian secara langsung. Namun dataa registrasi di
Indonesia masih belum
be dapat menyajikan data kematian secara lengkap.
Beberapa sumber daata kematian yaitu Sensus Penduduk, Surveey, dan sumber-
sumber lain sepertii Rumah Sakit, dinas pemakaman, kantor polisi
p dan lain-
lain.

8. Indikator Morta
alitas

Bermacam-macam indikator
i mortalitas atau angka kematian
yang umum dipakaii adalah:

1. Angka Kematiann Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR


R).
2. Angka Kematian Bayi (AKB)
3. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)
4. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)
5. Angka Kematian IBU (AKI)
6. Angka Harapan Hidup
H (UHH) atau Life Expectancy

8.1. ANGKA KEM


MATIAN KASAR (AKK) ATAU

CRUDE DEATH RATE


R (CDR). Konsep Dasar

Angka Kematian Kasar


K (Crude Death Rate) adalah angka yanng menunjukkan
berapa besarnya kematian
ke yang terjadi pada suatu tahun tertenntu untuk setiap
1000 penduduk. Angka
A ini disebut kasar sebab belum meemperhitungkan
umur penduduk.. Penduduk tua mempunyai risiko k
kematian yang
lebih tinggi diband
ndingkan dengan penduduk yang masih muda..

Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak


memperhitungkan pengaruh
p umur penduduk. Tetapi jika tidakk ada indikator
kematian yang lain angka ini berguna untuk memberikan gamba
baran mengenai
keadaan kesejahteraaan penduduk pada suatu tahun yang bersanggkutan. Apabila
dikurangkan dari Angka
A kelahiran Kasar akan menjadi dassar perhitungan
pertumbuhan penduuduk alamiah.
Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu"
tetapi yang umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun
tertentu" maka jumlah dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah
penduduk dari 2 data dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua data
tersebut dapat dianggap

sebagai penduduk tengah tahun.

Catatan2: dari Susenas 2003 tercatat sebanyak 767.740 kematian,


sedangkan jumlah penduduk pada tahun tersebut diperkirakan sebesar
214.37.096 jiwa. Sehingga Angka Kelahiran Kasar yang terhitung adalah
sebesar 3,58. Artinya, pada tahun 2003 terdapat 3 atau 4 kematian untuk tiap
1000 penduduk.

II. Sertifikat Penyebab Kematian Perinatal


Sistem reproduksi perempuan tersusun atas genetalia eksterna, genetalia interna

dan panggul. Genetalia interna terletak di dalam rongga panggul minor,

sedangkan genetalia eksterna menempel pada panggul minor, sehingga menutupi

bagian anterior panggul. Sistem reproduksi perempuan tersusun atas genetalia

eksterna, genetalia interna dan panggul. Genetalia interna terletak di dalam rongga

panggul minor, sedangkan genetalia eksterna menempel pada panggul minor,

sehingga menutupi bagian anterior panggul.

a. Genetalia Eksterna
Organ genetalia eksterna disebut pula vulva

1. Mons pubis / mons Veneris

Bagian yang menonjol di atas simfisis dan ditutupi rambut pada wanita

setelah pubertas.

2.Labia mayora

Organ ini merupakan dua lipatan membulat besar, terdapat pada sisi kiri dan

kanan. Daerah ini mengandung banyak jaringan lemak dan sebasea, kelenjar

keringat dan kelenjar bau.

3. Labia minora

Labia minora merupakan dua lipatan tipis dari kulit yang berwarna merah

muda, terletak di sebelah dalam labia mayor pada sisi kiri dan kanan.

4. Klitoris

Klitoris analog dengan penis, merupakan bagian kecil yang sangat sensitive

dan erektil yang juga disebut tunggul erektil.

5. Vestibulum

Organ ini berbentuk lonjong, mengecil ke bawah. Vestibulum merupakan

tempat bermuaranya enam lubang alamiah, yaitu oifisium urethra, kelenjar

skene (± 2,5 cm di bawah klitoris), introitus vagina, dan kelenjar bartolini.

6. Bulbus Vestibuli

Bulbus vestibule terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus ossis

pubis, pada sisi kiri dan kanan. Organ ini mengandung banyak pembuluh

darah, sebagian tertutup oleh muskulus ischio kavernosa dan muskulus

konstriktor vagina.
7. Kelenjar skene

Organ ini terdiri-dari dua buah, terletak di kiri & kanan bawah orifisium uretra.

Kedua tubuli skene berjalan sejajar uretra sepanjang ± 6 mm dan

bermuara pada kedua sisi orifisium uretra (ostium uretra eksterna).

8. Kelenjar bartholini

Kelenjar bartholini terdiri-dari dua buah, terletak di kedua sisi vagina, yaitu

pada ligamentum triangulare dan bermuara di kiri & kanan dekat fossa

navikulare.

9. Introitus/Ostium vagina

Introitus vagina menempati dua per tiga bagian bawah vestibulum, ditutupi

oleh labia minora. Pada gadis, introitus vagina ditutupi hymen.

10. Perineum

Perineum terletak di antara vestibulum dengan anus. Organ ini memiliki

konsistensi dari kaku sampai elastis. Rata-rata panjang perineum adalah

empat cm.

11. Vaskularisasi dan Drainase genetalia eksterna

Vaskularisasi genetalia ekterna berasal dari arteria pudendi yang merupakan

cabang arteri femoralis.

12.Inervasi / persarafan genetalia eksterna

Inervasi organ genetalia eksternal adalah aabang-cabang nervus pudendus

(berasal dari nervus S2-S4).

b. Genetalia Interna
1. Vagina/liang senggama/liang kemaluan

Organ ini merupakan saluran penghubung dari introitus vagina ke uterus.

Terletak di antara vesika urinaria (depan) dan rectum (belakang).

2. Uterus

Organ ini berbentuk seperti buah peer atau advokat, dan berongga. Pada

keadaan tidak hamil, organ ini sebesar telor ayam kampung. Ukuran uterus

: panjang 7-7,5 cm; lebar di atas 5,25 cm; tebal dinding 1,25 cm; berat 57

gram.

3. Tuba Uterina/Tuba falopii

Terdapat dua buah tuba (kiri dan kanan). Masing-masing tuba berasal dari

cornu uteri, berjalan ke kedua sisi dinding pelvis, kemudian

membelok ke bawah dan ke belakang sebelum mencapai dinding lateral

pelvis.

1. Ovarium

Ovarium berasal dari struktur embrional yang sama dengan glandula

suprarenalis dan testis, tetapi kedua ovarium terletak di atas pintu masuk

pelvis pada saat bayi lahir, dan baru turun ke kavum pelvis setelah tempat

tersebut menjadi lebih dalam selama masa kanak- kanak.

Rangkuman
Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan

dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan

masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.

Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun

lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa

umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,


kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi

dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas

(ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor

gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular,

sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan

balita di sesuatu daerah.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Mahasiswa menjawab soal yang diberikan dosen berhubungan dengan aturan
modifikasi untuk seleksi penyebab kematian dengan mengaitkan kedalam teori
dan konsep.

Soal:
1. Seorang perempuan, umur 28 tahun, G1P0A0 hamil 32 minggu datang ke

BPM dengan keluhan sering BAK di malam hari sejak 2 hari yang lalu. Hasil

anamnesis: dalam semalam BAK sampai 3-4 kali, gerak janin dirasakan aktif.

Hasil pemeriksaan: KU baik, TD 120/70mmHg, N 80x/menit, P 24 x/menit, S

370 C, TFU 30 cm, teraba puki, kepala sudah masuk PAP 4/5.

Rencana asuhan apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?

a. Berbaring miring ke kiri

b. Hindari minum kopi atau teh

c. Perubahan fisiologis trimester 3

d. Perbanyak minum pada siang hari

e. Kosongkan Kandung kemih ketika ada dorongan

Pembahasan soal:
…………………………………………………………………………….

2. Seorang perempuan, umur 28 tahun, G3P1A1 hamil 32 minggu, datang ke

Polindes dengan keluhan bengkak pada kaki sejak 1 minggu yang lalu. Hasil

anamnesis: keluhan berkurang setelah diistirahatkan. Hasil pemerik- saan: TD

120/80 mmHg, N 80 x/menit P 20 x/ menit, S 36,6˚C. TFU 30 cm, DJJ

144x/menit teratur. Kapankah rencana kunjungan ulang pada kasus tersebut?

a. 1 minggu

b. 2 minggu

c. 4 minggu

d. 6 minggu

e. 8 minggu

Pembahasan soal:

…………………………………………………………………………….

3. Seorang perempuan, umur 25 tahun, G1P0A0, hamil 24 minggu, datang ke BPM

untuk kunjungan ulang . Hasil anamnesis: sering merasa lelah dan mudah

mengantuk, gerakan janin dirasakan aktif. Hasil pemeriksaan: konjung- tiva

merah muda, TD 120/80 mmHg, N 80 x/ menit, P 20 x/menit, TFU setinggi

pusat, ballotement (+), DJJ 120 x/menit.

Pemeriksaan penunjang apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?

a. Hemoglobin

b. Glukosa urin

c. Reduksi Urin
d. Inspekulo

e. USG

Pembahasan soal:

…………………………………………………………………………….

4. Seorang perempuan, umur 25 tahun, G2P1A0, hamil 37 minggu, datang ke BPM

untuk melakukan kunjungan ulang. Hasil anamne- sis: ibu sering pusing dan

mudah lelah. Hasil pemeriksaan: konjungtiva merah muda, TD 120/80 mmHg,

N 80 x/menit, P 20 x/menit, TFU 30 cm, puka, kepala belum masuk PAP, DJJ

120 x/menit, Hb 10,5 gram%. Diagnosis apakah yang paling mungkin pada

kasus tersebut?

a. Bayi besar

b. Anemia ringan

c. Anemia berat

d. Panggul sempit

e. Hipotensi

Pembahasan soal:

…………………………………………………………………………….

5. Seorang perempuan, umur 35 tahun, G1P0A0, hamil 32 minggu, datang ke

BPM dengan keluhan lemah. Hasil anamnesis: sering letih dan lesu. Hasil

pemeriksaan: tampak lemah, konjungtiva merah muda, TD 120/80 mmHg, N

80 x/menit, P 20 x/menit, TFU 30 cm, puka, kepala, DJJ 120 x/menit, Hb 10 gr/

dL. Bidan memberikan tablet Fe+asam folat. Kapankah waktu yang tepat untuk
mengeval uasi keefektifan asuhan pada kasus tersebut?

a. 1 minggu

b. 2 minggu

c. 3 minggu

d. 4 minggu

e. 5 minggu

Pembahasan soal:

…………………………………………………………………………….

6. Seorang perempuan, umur 23 tahun, G1P0A0 hamil 35 minggu, datang ke BPM


untuk memeriksakan kehamilannya. Hasil anamnesis: cemas menunggu
persalinannya. Hasil pemeriksaan: TD 110/80 mmHg, N 80 x/menit, S 360C, P
20 x/menit, TFU 32 cm, presentasi kepala, DJJ 140 x/menit.

Pendidikan kesehatan apakah yang tepat pada kasus tersebut?

Penerimaan diri

Kebutuhan seksual

Tanda-tanda persalinan

Teknik pernafasan

Adaptasi psikologi Trimester 3

Pembahasan soal:
…………………………………………………………………………….
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk: Membuat daftar istilah medis dan terminology medis terkait sertifikat
medis dan sertifikat penyebab kematian perinatal.dengan cara diketik dan hasil
tugas ke dalam file word dengan font times new roman 12, spasi 1,5. Cover
sertakan judul tugas, nama, NIM, program studi dan logo. Dikirim ke email:
yernimariani@gmail.com
KUNCI JAWABAN

Tugas 1 Triage

1. C ( Tanda presumtif kehamilan)


Penjelasan: Perubahan – perubahan yang dirasakan oleh ibu ( subyektif ) yang
timbul selama kehamilan yaitu Amenore (tidak dapat haid), mual dan muntah,
mengidam, pingsan, tidak ada selera makan, payudara membesar/tegang, sering
kencing.

2. E Amenore (tidak dapat haid), mual dan muntah, mengidam, pingsan, tidak
ada selera makan, payudara membesar, tegang
Penjelasan: Tanda-tanda presumtif (tidak pasti) hamil salasatunya Amenore
(Tidak dapat haid) artinya tidak semua wanita yang tidak haid, mual dan
muntah, mengidam, pingsan, tidak ada selera makan, payudara membesar,
tegang dikatakan hamil .
3. C (Tanda – tanda inpartu)
Penjelasan: Tanda – Tanda Inpartu, his yang lebih kuat, sering dan teratur,
keluar lendir bercampur darah, VT : serviks mendatar dan membuka.
4. B (Perkembangan janin pada kehamilan minggu ke 16-20)
Penjelasan: Hidung dan telinga tampak jelas, kulit merah, rambut mulai
tumbuh, dan semua bagian sudah terbentuk lengkap, pembuluh darah terlihat
dengan jelas
5. D (Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari)
Penejelasan :Pada kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan ) bukanlah bagian

memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,

menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari)

Tugas 2 Triage

1. C (Perubahan fisiologis trimester 3)

Penjelasan dalam kasus tersebut seorang ibu hamil primpara hamil 8 bulan

mengeluh sering BAK pada malam hari adalah normal dan menjadi prioritas
utama rencana penyelesaian masalahnya karena kondi- si kehamilannya

secara umum baik dan normal. Ibu perlu mengetahui apa yang menjadi

keluhan utamanya sehingga fokus KIE yang diberikan adalah KIE tentang

penyebab sering BAK, untuk pembahasan option yang lain merupakan bagian

dari KIE tersebut khususnya bagaimana penanganannya

2. B (2 Minggu )

Penjelasan: Pada kasus tersebut termasuk kehamilan nor- mal, karena UK 32

minggu TFU 30 cm dan tidak ada kelainan lain, sehingga sesuai dengan pola

kunjungan ulang ibu hamil normal bahwa jika memasuki ke- hamilan TM III

maka minimal dilakukan 2x yaitu sebelum UK 36 minggu (standar

kunjungannya adalah tiap 2 minggu sekali) dan setelah 36 minggu (standar

kunjungannya adalah tiap 1 minggu sekali).

3. A (Hemoglobin)

Penjelasan: Untuk menunjang diagnosis dan rencana asuhan pada kasus


tersebut dibutuhkan pemeriksaan Hb apakah keluhan yang dirasakan
disebabkan karena anemia tau tidak

4. B (Anemia Ringan)

Penjelasan: Pada kehamilan trimester I dan III kadar haemoglobin normal

diatas 11 gr/dl.

5. D (4 Minggu)

Penjelasan: Evaluasi untuk keefektifan pemberian Fe dan asam folat

sebaiknya dilakukan 1 bulan kemudian (4 minggu). Satu bulan setelah

pemberian Fe+asam folat, bidan perlu melakukan pemeriksaan haemoglobin

kembali.

6. E (Adaptasi psikologi Trimester 3)


Penjelasan: Adaptasi psikologi Trimester 3 karena pada seorang ibu hamil

TM III akan mengalami perubahan psikologis terkait persalinannya akan

merasakan ce- mas apakah persalinannya akan normal, apakah bayi yang

dikandungnya mengalami kecacatan ataukah tidak.


DAFTAR PUSTAKA

Damayanti IP (2014) Buku Ajar: Asuhan kebidanan komprehensif pada ibu


bersalin dan bayi baru lahir. Yogyakarta: Deepublish

Dixon L, Skinner, Foureur (2013). The emotional and hormonal pathways of


labour and birth:integrating mind, body and behaviour. New Zealand: Collage of
Midwive Journal 48.

Erawati AD (2010) Buku ajar asuhan kebidnan persalinan normal. Jakarta: EGC.

Grant N, Strevens H, Thor J (2015). Physiology of labor. Dalam : Capogna G


(ed). Epidural labor analgsia : Childbirth without pain. New York: Springer Cham
Heidelberg, p:1.

Hidayat A, Sujiatini (2010). Asuhan Kebidnaan Persalinan. Yogyakarta:Nuha


Medika.

Johariyah, Ningrum EW (2012). Asuhan kebidnaan Persalinan dan Bayi Baru


Lahir. Jakarta: CV.Trans Info Medika.

Macfarlane A (1980). The psychology of childbirth. United states of America:


Library of congress cataloguing in publication data.
BAB IV

PENGGUNAAN SERTIFIKAT KEMATIAN, INTERPRETASI


ISIAN (ENTRY) SERTIFIKAT KEMATIAN
Nila Sari, S.Km, M.Km

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan
dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.
Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun
lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa
umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,
kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi
dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas
(ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi
buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga
mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di
sesuatu daerah.

B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas tentang penggunaan Sertifikat kematian, interpretasi isian
(entry) sertifikat kematian . Bab ini menguraikan pokok bahasan atau topik yang
saling berkaitan satu sama lain yaitu
Topik 1 : Penggunaan Sertifikat Kematian, Interpretasi Isian (Entry)
Sertifikat Kematian
Topik 2 : Interpretasi Sertifikat Kematian
Topik 3 : Interpretasi Isian Sertifikat Kematian
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Adapun yang menjadi kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan adalah
mahasiswa mampu mnerapkan penggunaan Sertifikat kematian, interpretasi isian
(entry) sertifikat kematian (C3)

D. Uraian Materi
Topik 1 : Penggunaan Sertifikat Kematian, Interpretasi Isian (Entry)
Sertifikat Kematian
Topik 2 : Interpretasi Sertifikat Kematian
Topik 3 : Interpretasi Isian Sertifikat Kematian

TOPIK 1
PENGGUNAAN SERTIFIKAT KEMATIAN, INTERPRETASI ISIAN
(ENTRY) SERTIFIKAT KEMATIAN
(Yerni Mariana, M.Kes)

I. Pengertian Sertifikat Kematian

Idealnya data kemaatian dapat diperoleh dari hasil Registrasii Vital, karena
menyajikan data keematian secara langsung. Namun dataa registrasi di
Indonesia masih belum
be dapat menyajikan data kematian secara lengkap.
Beberapa sumber daata kematian yaitu Sensus Penduduk, Surveey, dan sumber-
sumber lain sepertii Rumah Sakit, dinas pemakaman, kantor polisi
p dan lain-
lain. Contoh pembentukan istilah medis untuk penyakit terkait dengan sertifikat
kematian..

Diskripsi: Penunjang Diagnostik

Pemeriksaan vagina dan cervix uteri untuk determinasi penyebab hasil Pap smear
test yang abnormal

Cystoscopy: cyst/o→
→Root – kandung kemih Scopy →suffix

Diskripsi: Penunjang Diagnostik


Penggunaan cytoscope untuk memeriksa kandung
andung kemih dan saluran kemih
urethra.
No Istilah Medis Prefix Root Artinya
Suffix

peningkatan ukuran prostat


non-kanker.
kanker. Gejala mungkin
termasuk sering buang air
kecil, masalah mulai buang
air kecil, aliran lemah,
Adenofibromatous Fibr/0
1 ous ketidakmampuan untuk
hypertrophy Aden/0
buang air kecil, atau
kehilangan
ngan kontrol kandung
kemih. Komplikasi dapat
termasuk infeksi saluran
kemih, batu kandung kemih

nama umum untuk tumor


('oma') yang berkembang
2 Adenoma (benign) Aden oma
terutama dari jaringan
kelenjar (sel adeno)

kondisi dimana terjadi


sumbatan pada saluran telur
3 Hydrosalpinx Hydr Salphynx
wanita (tuba fallopii) dan
terisi cairan
cai (hidro).
peradangan yang terjadi pada
endometrium, yaitu lapisan
Endomyometr
4 Endo Myo, metr itis sebelah dalam pada dinding
itis
rahim, yang terjadi akibat
infeksi.

infeksi uterus setelah


persalinan yang merupakan
5 Metritis Metr
itis salah satu penyebab terbesar
kematian ibu.

adang myometrium ( kamus


6 Myometritis Pyo Metr
itis Dorland ).

kelainan ginekolog yang


paling umum ditemukan
7 Cervicitis Cervic itis
pada wanita tanpa
memandang usia

peradangan yang terjadi pada


8 Endocervicitis Endo Cervic
itis serviks (leher rahim).

itis Penyakit radang kronis


9 Exocervicitis Exo Cervic
uterus

Endometriosis terjadi ketika jaringan


Metri
10 of Endo recto osis endometrium tumbuh di
vaginal
rectovaginal daerah vagina
nama untuk kelainan hernia
pada wanita yang terjadi saat
dinding antara kandung
11 Cystocele Cyst/o cele kemih dan vagina melemah,
menyebabkan kandung
kemih terjatuh atau melorot
ke dalam vagina

sebagai prolaps uretra,


12 Urethrocele Urethr/o cele adalah kondisi yang terjadi
pada wanita di mana jaringan

B. ISI BAB

Bab X Penyakit Sistem Respirasi terdiri dari Blok Kategori sebagai


berikut:
J00-J06 Infeksi Saluran Nafas Atas Akut

J10-J18 Influenza dan Pneumonia

J20-J22 Infeksi Akut Saluran


Nafas Bawah Lainnya J30-J39
Penyakit Saluran Nafas
Atas Lainnya

J40-J47 Penyakit Saluran


Nafas Bawah Kronik J60-J70
Penyakit Paru
Akibat Agen Eksternal

J80-J84 Penyakit Lain Pada Saluran Nafas Yang


Mengenai Interstisium J85-J86 Kondisi
Suppuratif Dan Nekrotik Pada Saluran Nafas Bawah
J90-J94 Penyakit Pleura Lain

J95-J99 Penyakit Sistem Respiratori Lain


C. KATEGORI ASTERISK

J17* Pneumonia Pada Penyakit Yang


Terklasifikasi Di Bagian Lain J91* Efusi
Pleura Pada Kondisi Yang Terklasifikasi Di
Bagian Lain

J99* Gangguan Saluran Nafas Pada Penyakit Yang Terklasifikasi


Di Bagian Lain

D. CATATAN KHUSUS BAB

Untuk Bab X tidak terdapat Catatan Khusus Bab (Chapter Specific Note)
seperti bab sebelumnya.

E. CATATAN LAIN

1. Kelompok Penyakit Saluran Nafas Atas Akut (J00 – J06)


Pada kelompok ini, beberapa kategori dapat ditambahkan kode B95-
B97 untuk identifikasi agen infeksi, seperti misalnya:

Gambar 4.2
Kode tambahan pada kategori Sinusitis Akut (Sumber: ICD-10, Volume 1,
Bab X)
2. Kelompok Penyakit Influenza dan Pneumonia (J09 – J18)
Gambar 4.3

Kategori Influenza (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)

Perhatikan kategori penyakit Influenza ; identified, not identified,


avian flu. Perhatikan juga bahwa Influenza akibat Virus, berbeda dengan
haemophilus influenzae. Terdapat kategori baru pada ICD-10 versi 2010
yang sebelumnya tidak ada, bukalah buku volume 1 pada bab ini, dengan
kode J09, J12 dan J21 yang belum ada pada edisi sebelumnya.

Gambar 4.4
Kategori Baru Dalam versi 2010 (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)
3. Kelompok Penyakit Saluran Bawah Kronik (J40 – J47).

Gambar 4.5

Koding J40 Bronchitis (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)

Terdapat catatan penggunaan kategori J40 ; jika diagnosis yang


tertulis hanya bronchitis, tanpa ada keterangan akut atau kronik pada usia di
bawah 15 tahun dapat dianggap akut, dengan kategori J20.- (jadi ter-
exclude dari kategori J40).

Gambar 4.6 Koding J44 COPD (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)

Penyakit COPD atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)


merupakan suatu penyakit yang kompleks, dengan banyak inclusion dan
exclusion. Harus cermat menentukan kode yang tepat. Terdapat kode
kombinasi untuk COPD/PPOK yang disertai eksaserbasi akut. Dan kode
kombinasi lainnya untuk COPD dengan infeksi akut saluran nafas bawah,
termasuk pneumonia. Perhatikan Gambar 4.6 berikut ini.

Gambar 4.7
Koding kombinasi pada J44.0 (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)

Gambar 4.8 Asthma J45 (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)

Penyakit asma ada bermacam-macam. Sebagian dimasukkan dalam


kategori COPD. Perhatikan Gambar 4.8 tersebut di atas.

4. Kelompok Penyakit Paru Akibat Agen Eksternal (J60 – J70)


Pada kelompok ini, sebagian merupakan penyakit akibat kerja atau
penyakit terkait pekerjaan, seperti ; coalworker, asbestosis, silicosis,
byssinosis, dll. Selain itu, ada pula yang diakibatkan atau terkait penyakit
lain, seperti tuberkulosis. Dan beberapa lainnya dapat ditambahkan kode
dari Bab XX sebagai sebab luar dari pneumoconiosisnya. Oleh karena itu
koder harus memperhatikan baik-baik keterangan inclusion dan exclusion,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar. 4.9 dan 4.10 berikut ini:

Gambar 4.9 Pneumoconiosis Tb (Sumber: ICD-10, Volume 1, Bab X)

Gambar 4.10 Penyakit Paru Akibat Sebab Luar (Sumber: ICD-10, Volume
1, Bab X)
5. Kategori Oedem Pulmoner
Untuk kategori ini, perhatikan kondisi-kondisi pengecualiannya. Ada
beberapa kondisi di mana oedem pulmo tidak dikode J81. Lihat Gambar
4.11 berikut ini

Gambar 4.11 Penyakit Paru Akibat Sebab Luar (Sumber: ICD-10,


Volume 1, Bab X)

6. Kelompok Penyakit Respirasi Lainnya


Untuk penyakit paru yang merupakan komplikasi pasca prosedur,
disediakan kategori J95, kecuali beberapa diantaranya. Untuk emphysema
pasca prosedur dimasukkan ke dalam bab XIX.

Gambar 4.12 Penyakit Paru Akibat Sebab Luar (Sumber: ICD-10,


Volume 1, Bab X)

Rangkuman :

Terminologi medis adalah bahasa profesional bagi mereka yang secara langsung
ataupun tidak langsung berkecimpung di bidang pelayanan kesehatan.
Kompleksitas istilah kerapkali bisa menyulitkan kemampuan konsentrasi
pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa bidang studi manajemen rekam medis-
informasi kesehatan. Mereka dituntut harus memahami secara tepat ejaan dan arti
istilah-istilah medis klinis diagnoses serta prosedur tindakan medis-operasi.
Terminologis pada kehamilan dan persalinan sangat banyak seperti
Adenofibromatous hypertrophy, Metritis, Endometriosis of rectovaginal dan lain
sebagainya yang terdiri dari root, suffix dan prefix.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 8-9 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari penyakit yang berhubungan sebab
kematian perinatal menjelaskan etiologi dan patofisiologi penyakit atau
alur jalannya penyakit.
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA.

2 Kelompok Mandiri
Petunjuk : Membuat daftar istilah medis dan terminology medis terkait dengan
Sertifikat kematian, interpretasi isian (entry) sertifikat kematian dengan cara
diketik dan hasil tugas ke dalam file word dengan font times new roman 12, spasi
1,5. Cover sertakan judul tugas, nama, NIM, program studi dan logo. Tugas
dikirim ke email: thresiahts@gmail.com
TOPIK 2

INTERPRETASI SERTIFIKAT KEMATIAN


Nila Sari, S.Km, M.Km

I. Aturan Modifikasi Untuk Seleksi Penyebab Kematian

Formulir keterangan penyebab kematian yang dibuat dokter berisikan


runtutan penyebab penyakit yang menyebabkan pasien meninggal. Penentuan
penyebab dasar kematian atau underlying cause of death (UCOD) menggunakan
tata cara atau rule yang telah distandarkan oleh WHO (World Health
Organization). Informasi UCOD yang tepat dapat mendukung para pengambil
keputusan dan kebijakan serta mengoptimalkan layanan kesehatan, namun
informasi tersebut banyak yang tidak akurat sehingga berpengaruh pada laporan
kematian.

1. Pengertian UCOD

Penyebab Dasar Kematian (Underlying Cause of Death) adalah sebab dasar


terjadinya urutan sebab-sebab kematian. Sebab dasar terjadinya kematian adalah
keadaan penyakit atau cedera sebagai pemicu urutan kejadian yang
mengakibatkan kematian, serta kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan
cedera fatal hingga mengakibatkan kematian Penyebab dasar kematian
merupakan suatu penyakit/kondisi yang merupakan awal dimulainya
rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian, atau keadaan kecelakaan atau
kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakibat dengan kematian. Penyebab
dasar kematian merupakan suatu kondisi, kejadian atau keadaan yang tanpa
penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal. Dalam melaksanakan
koding pada kasus/pasien meninggal ada beberapa bagian yang harus dipahami,
terutama pemilihan diagnosis utama penyebab kematian karena tidak selalu
diagnosis yang ditegakkan oleh dokter diakhir episode perawatan
merupakan penyebab langsung kematian.
III. Acuan Penentuan Underlying Cause of Death

Diagnosa Penyakit Penyebab Kematian


Arti diagnosa atau diagnosis adalah pengidentifikasian atau penentuan suatu jenis
penyakit. Suatu diagnosis dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan
terhadap pasien baik berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Sedangkan pengertian penyebab kematian (causes of death) menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) adalah “Sebab kematian adalah semua penyakit,
keadaan sakit atau cedera yang dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau
kekerasan yang menimbulkan cedera yang mematikan”. Jadi sebab-sebab
kematian didefinisikan sebagai semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
menyebabkan atau berperan terhadap terjadinya kematian. Oleh karena itu sebab
yang mendasari kematian adalah keluhan atau kejadian atau keadaan, kejadian
akibat sebab luar, apabila tidak karena hal tersebut pasien tidak akan mati.

Kode Diagnosa Penyakit Sesuai dengan ICD-10


Pengertian kode diagnosa (coding) sesuai dengan ICD-10 adalah pemberian
penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi huruf-
huruf dan angka yang mewakili komponen data atas diagnosis penyakit, cedera
dan sebab kematian yang mengacu pada ICD-10 (International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision).
Fungsi dasar International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems (ICD) adalah suatu klasifikasi penyakit, cedera dan sebab
kematian untuk tujuan statistik. Ini diperlukan agar pengalaman-pengalaman
insidens morbiditas dan mortalitas di berbagai negara bisa direkam dalam aturan
yang sama sehingga bisa dikomparasi. Akurasi pengkodean diagnosis sangat
menentukan dalam penyajian statistik. Penyajian statistik morbiditas dan
mortalitas harus menggunakan definisi pengelompokan dan format yang
ditetapkan secara lokal, regional, nasional dan internasional yang mengacu pada
ICD-10. Penggunaan ICD-10 untuk pengodean data morbiditas dan mortalitas
mengacu kepada SK Dirjen Pelayanan Medik Nomor
: HK.00.05.1.4.00744 tanggal 19 Februari 1996 tentang penggunaan Klasifikasi
Internasional mengenai Penyakit Revisi Kesepuluh (KIP-10) di Rumah Sakit, dan
SK Menteri Kesehatan RI Nomor : 50/MENKES/SK/I/1998 tanggal 13 Januari
1998 tentang pemberlakuan KIP-10 untuk seluruh sarana pelayanan kesehatan.

Petunjuk dan Peraturan Untuk kode Mortalitas


Statistik mortalitas adalah salah satu sumber utama informasi kesehatan
dan pada beberapa negara merupakan data yang paling dapat dipercaya dari semua
data kesehatan yang ada.
Untuk penyebab kematian World Health Assembly telah mendefinisikan
bahwa sebab kematian adalah semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau kekerasan yang menimbulkan
cedera yang mematikan. Definisi ini bertujuan untuk menganjurkan agar seluruh
informasi yang relevan dicatat dan pembuat sertifikat tidak mengisi beberapa
kondisi sedangkan kondisi yang lain tidak diisi. Dalam definisi tidak dicantumkan
gejala dan cara kematian seperti heart failure atau respiratory failure.
Bila hanya ada satu sebab kematian kematian yang direkam, penyebab ini
yang dipilih untuk tabulasi. Tetapi bila ada beberapa penyebab atau lebih dari satu
maka pemilihan sesuai dengan peraturan yang ada. Peraturan didasarkan pada
konsep underlying cause of death (sebab kematian utama) sebagaimana keputusan
hasil konferensi pada Decennial International Revision Conference VI dimana
hasil konferensi itu menyetujui bahwa penyebab kematian untuk tabulasi primer
harus merupakan underlying cause of death (sebab kematian utama). Dari
pandangan prevensi kematian, penting untuk memecahkan mata rantai kejadian
atau keadaan yang mempengaruhi kesembuhan. Objektif kesehatan masyarakat
yang paling efektif adalah mencegah penyebab pencetus (precipitating cause).
Untuk tujuan ini maka definisi sebab kematian utama (underlying cause of death)
sebagai berikut; Sebab kematian utama terdiri atas :
(a) Penyakit / Keadaan yang Langsung Mengakibatkan Kematian,
(b) Penyakit2 (bila ada) yang Menjadi Penyebab Kematian Pada (a).
Prinsip di atas dapat di terapkan untuk melakukan pengisian sebab kematian,
dimana yang bertanggung jawab mengisi sebab kematian itu adalah dokter,
dengan menentukan kondisi morbid yang langsung menyebabkan kematian dan
kondisi awal (antecedent condition) yang menimbulkan sebab kematian ini. Sebab
kematian dibuat untuk memfasilitasi seleksi penyebab kematian utama, bila
tercatat adanya dua diagnosa sebab kematian atau lebih.
II. Anatomi Sertifikat Kematian

Berikut beberapa hal yang bisa dijadikan acuan dalam menentukan diagnosis
kematian:

a. Penyebab langsung: Adalah semua penyakit, kondisi morbiditas


atau cedera serta keadaan akibat kecelakaan yang langsung
menyebabkan atau turut serta menyebabkan kematian

b. Penyebab antara: Bila lebih dari 2 sebab terekam, harus dilakukan


seleksi sesuai aturan berdasarkan konsep sebab yang mendasari
kematian (Underlying cause of death)

c. Penyebab dasar : Sebab yang mendasari kematian (Underlying Cause of


Death) adalah:

1) Penyakit atau cedera yang menimbulkan rangkaian peristiwa morbiditas


yang secara langsung menyebabkan kematian

2) Keadaan (akibat) kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera fatal

1. Aturan Seleksi

a. Prinsip Umum (general principle)

Bila lebih dari 1 kondisi diisi, maka untuk menentukan sebab langsung pilih
baris terbawah pada bagian I.
Contoh :

(a) Cerebral Haemorrhage

(b) Hypertension

(c) Chronic pyelonephritis

(d) Prostatic Adenoma

Pilih Prostatic Adenoma sebagai UCOD karena kondisi pada bagian (d)
menyebabkan (c), kondisi pada (c) menyebabkan (b) dan kondisi pada (b)
menyebabkan (a).
b. Rule 1

Bila lebih dari 1 rangkaian yang berakhir pada kondisi yang disebut
pertama, pilih dari kejadian yang disebut pertama.

Contoh:

(a) Bronchopneumonia

(b) Cerebral infarction and Hypertension heart disease

Pilih Cerebral infarction and Hypertension heart disease karena dapat


menyebabkan bronchopneumonia.

c. Rule 2

Bila tidak ada laporan kejadian yang berakhir pada kondisi pertama, dipilih
kondisi yang disebut pertama.

Contoh :

(a) Fibrocytic disease of the pancreas

(b) Bronchitis and Bronchiectasis

Pilih Fibrocytic disease of the pancreas karena Bronchitis and bronchiectasis


tidak menyebabkan Fibrocytic disease of the pancreas.

d. Rule 3

Bila kondisi yang dipilih pada prinsip umum, rule 1 atau rule 2 adalah
suatu akibat langsung dari kondisi/keluhan lain yang dilaporkan pada
bagian I atau II, pilih kondisi primer ini.

Diagnosa yang diklasifikasikan di C46 atau C81-C96 dipandang


sebagai akibat langsung dari HIV. Tidak ada asumsi demikian untuk neoplasma
yang lain.
Contoh 1 :

I (a) Kaposi’s sarcoma

II AIDS

Maka yang dipilih adalah HIV disease resulting in Kaposi’s

sarcoma (B21.0) Contoh 2 :

I (a) Cancer of Ovary

II HIV disease

Maka yang dipilih adalah malignant neoplasma of ovary (C56) Penyakit


infeksi yang diklasifikasi A00-B19, B25-B64,B99 atau J12-J18, dianggap
sebagai akibat langsung dari penyakit HIV yang dilaporkan.

Contoh 3 :

I (a) Tuberculosis

II HIV disease

Maka yang dipilih adalah HIV disease resulting in


mycobacterial infection (B20.0).

2. Aturan Modifikasi

Dalam beberapa kasus sebab yang mendasari kematian yang telah dipilih,
dengan menggunakan aturan-aturan di atas tidak terpakai atau informatif.
Misalnya untuk kondisi senilitas atau proses penyakit umum seperti
Aterosklerosis. Dalam hal ini diterapkan cara modifikasi sesudah penggunaan
prinsip umum, rule 1, rule 2, dan rule 3. Ada 6 aturan modifikasi, yaitu:

a. Aturan A senilitas dan kondisi yang tidak jelas

Jika penyebab terpilih adalah keadaan pada bab XVIII, kecuali untuk SID
dan keluhan yang diklasifikasikan di tempat lain pada R00-R94 atau R96-R99,
pilih kembali penyebab kematian seperti penyebab tersebut tidak
diklasifikasikan pada bab XVIII
Contoh :

(a) Senility dan hypostatis pneumonia

(b) Rheumatoid arthritis

Pilih Rheumatoid arthritis(M06.9). Senility dipilih dengan aturan 2 diabaikan


dan gunakan prinsip umum.

b. Aturan B keluhan yang tidak begitu penting

Jika penyebab kematian yang terpilih pada sertifikat merupakan keluhan


yang meragukan, pilih kembali penyebab kematian seperti penyebab yang
meragukan tersebut tidak dilaporkan. Jika kematian terjadi akibat reaksi
berlebihan dan penatalaksanaan kondisi yang meragukan tersebut, pilih
reaksi berlebihan tersebut.

Contoh :

(a) Dental caries

(b) Cardiac arrest

Pilih Cardiac arrest (I46.9). Abaikan dental caries yang dipilih dengan
menggunakan prinsip umum, sebab hal tersebut dapat dipertimbangkan
sebagai keluhan yang tidak begitu penting.

c. Aturan C keterkaitan

Jika penyebab terpilih berkaitan dengan penyebab lain akibat sifatnya atau
catatan yang digunakan untuk pengkodean penyebab kematian, gunakan
kombinasi keluhan tersebut.

Jika hubungan antar 2 kondisi hanya terjadi akibat satu keluhan disebabkan oleh
keluhan yang lain, kode kombinasi kedua keluhan tersebut hanya jika hubungan
sebab akibat dapat dimungkinkan.

Kemudian jika terjadi konflik dalam kaitan 2 keluhan, kaitkan dengan


keluhan lain yang akan dipilih jika penyebab yang pertama dipilih tidak
dilaporkan, maka carilah kaitan lain yang memungkinkan.
Contoh:

(a) Intestinal obstruction

(b) Femoral hernia

Pilih kode femral hernia with obstruction (K41.3).

d. Aturan D kekhususan

Jika penyebab terpilih menggambarkan keluhan dengan keterangan yang lebih


umum dan keluhan lain yang lebih spesifik dilaporkan pada sertifikat,
gunakan keluhan yang lebih spesifik.

Contoh:

(a) Meningitis

(b) Tuberculosis

Pilih kode Tuberculosis(A17.0+ G01*) karena keluhan dinyatakan dalam


hubungan sebab dan akibat yang tepat.

e. Aturan E stadium awal dan lanjutan suatu penyakit

Jika penyebab terpilih adalah keluhan awal penyakit dan keluhan yang lebih
parah tercantum pada sertifikat. Aturan ini tidak berlaku untuk
penyakit”kronik”akibat penyakit”akut” kecuali sistem klasifikasi memberikan
catatan khusus.

Contoh:

(a) Tertiary syphilis

(b) Primary syphilis

Pilih kondisi tertiary syphilis(A52.9) karena kondisi ini merupakan lanjutan dari
keluhan/ stadium awal.

f. Aturan F gejala sisa

Jika penyebab kematian merupakan keluhan awal yang mana dalam


sistem klasifikasi merupakan gejala sisa dari suatu penyakit dan ada bukti
maka sebab kematian memang terjadi akibat gejala sisa dari penyakit tersebut.
Contoh :

(a) Fibrosis pulmonary

(b) Old pulmonary tuberculosis

Kode “sequele of respiratory tuberculosis (B90.9).

5. Kode yang tidak digunakan dalam UCOD

Tidak digunakan bila diketahui penyebab utama antara lain: F01- F09, F70-
F79, G81-G83, H54, H90-H91, N46, N47, O30, P07, P08, T79.

6. Penggunaan MMDS sebagai alat bantu menetapkan UCOD

Tabel Medical Mortality Data System (MMDS) dipakai untuk membantu


penetapan penyebab dasar yang benar. Decision tabel ini adalah kumpulan daftar
yang memberikan panduan dan arah dalam penerapan Rule seleksi dan
modifikasi.

Rangkuman

Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan
dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.
Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun
lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa
umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,
kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi
dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas
(ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor
gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular,
sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan
balita di sesuatu daerah.
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Mahasiswa masing-masing kelompok membuat gambar r anatomi sesuai
topik yang diberikan.
1. Anatomi Sertifikat Kematian Kardiovaskular
2. Anatomi Sertifikat Kematian Penyakit Sistem Respirasi
3. Anatomi Sertifikat Kematian Penyakit Sistem Muskuloskletal
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Membuat tabel perbedaan penjelasan masing-masing isian sertifikat
kematian diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan
Times New Roman, spasi 1,5
b. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
c. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeprijanto bambang. 2016. Imejing Diagnostik pada Anomali kongenital.

Surabaya. 2017

2. Juanda. 2006. Torch (Toxo,rubella, CMV, dan herpes)dan herpes akibat

dan solusinya. PT Wangsa jaltra lestari

3. Anggraini, Mayang (2018) klasifikasi kodefikasi terkit penyakit diakses


dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2018/09/Kla
sifikasi-dan-Kodefikasi-Penyakit-Masalah-Terkait-Kesehatan_SC.pdf.
4. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List ,
Geneva, 2010.
5. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction
Manual, Geneva, 2010.
6. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical
Index, Geneva, 2010
TOPIK 3
INTERPRETASI ISIAN SERTIFIKAT KEMATIAN
(Yerni Mariani, S.RMIK)

I. Interpretasi Isian (Entry) Sertifikat Kematian


Untuk memahami keadaan ibu hamil, perhatikan istilah GPA. G = Gravida, P =
Partus, A = Abortus. Misal G=1, P=0, A=0 artinya kehamilan pertama, belum
pernah melahirkan dan belum pernah abortus. Bab ini berisi kode yang
menjelaskan semua kondisi obstetrik. Masa obstetrik adalah dari konsepsi sampai
dengan 42 hari (6 minggu) setelah melahirkan. Blok-blok kode tersusun menurut
kemajuan kehamilan, yaitu sejak pembentukan awal janin sampai melahirkan dan
selanjutnya masa nifas.
Penting bagi perekam medis untuk mampu menentukan kode kasus kehamilan,
persalinan dan nifas dengan – presisi, tepat dan benar sesuai kasus yang ditangani
dokter terkait. Kode penyakit dan prosedur terkait Kehamilan, Persalinan dan
Nifas ada pada ada pada ICD-10 pada bab 21 (XXI). Dalam bab tersebut ada
keterangan sebagai berikut.
Kode O00-O99
Terbagi dlm 8 bloktiga karakter kategori :
–O00-O08Kehamilan yang berakhir dg keguguran
–O10-O16Gangguan Oedema ,Proteinuria dan Hipertensi pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas
–O20-O29Gangguanmaternal lain yang terutama berhubungan dengan kehamilan
–O30-O48Perawatan maternal terkait janin, kantung ketuban, dan kemungkinan
masalah persalinan
–O60-O75Komplikasi persalinandan kelahiran–O80-O84Persalinan
–O85-O92Komplikasi yang terutama berkaitan dengan nifas
–O95-O99Kondisi obstetrik lain, NEC

EXCLUDES (Tidak termasuk ke Bab ini) adalah


1. Penyakit dan Cedera tertentu yang mengakibatkan komplikasi kehamilan,
persalinan, melahirkan dan masa nifas yang terklasifikasi di tempat lain-lain.
2. Gangguan mental dan prilaku berkaitan dengan masa nifas (F23.-)
3. Obstetrical tetanus (A34)
4. Post partum necrosis of pituitary gland (E23.0)
5. Osteomalacia postpartum (M83.0)
6. Supervisi dari:
- Kehamilan berisiko tinggi (Z35-)
-Kehamilan normal (Z34.-)

II. Pengertian Kondisi Kesehatan Karena Penyebab Luar


1. Aturan Pertama
Kehamilan yang berakhir dengan abortus(O00-O08)
Meliputi semua abortus
Excl : kehamilan berlanjut pada gestasi ganda setelah abortus satu janin atau
lebih (O31.1)
O00 Ectopic pregnancy
–Incl :ruptured ectopic pregnancy/kehamilan ektopik terganggu (KET)
–Gunakan kode tambahan dari O08.
-kalau perlu, untuk identifikasi komplikasi.–Pada O00.0 Kehamilan abdomen
terdapat Excl : lahir hidup pada kehamilan abdomen (O83.3) dan asuhan ibu
untuk janin hidup pada hamil abdomen (O36.7)
O01 Hydatidiform mole
–Gunakan kode tambahan dari O08.
-kalau perlu, untuk identifikasi komplikasi.
–Excl :malignant hydatidiform mole (D39.2)
O02 Produk abnormal lain dari pembuahan–Gunakan kode tambahan dari
O08.
-kalau perlu, untuk identifikasi komplikasi.
–Excl :Papyraceous fetus (O31.0)
O03Abortus spontan–Incl : keguguran
–Subdivisi 4 karakter kategori pd hal 642 vol 1 ICD 10 digunakan utk
kategori O03-O06.
–Note: Abortus inkomplit meliputihasil konsepsi yang tertinggal setelah
abortus
2. Jenis Kondisi Kesehatan Karena Penyebab Luar
a. KodeO80-O84 partus persalinan digunakan sebagai kondisi utama jika pada
kasus di mana satu-satunya informasi yang dicatat oleh dokter adalah
cara persalinan atau metode persalinan saja tanpa ada penyulit persalinan.
b. Kode O80-O84 dapat digunakan sebagai kode tambahan (opsional
/sekunder) untuk menunjukkan metode atau jenis persalinan di mana
kondisi utamanya adalah penyulit persalinannya. Kecuali jika penyulitnya
kode O42.0 (KPD sampai dg 24 jam) dan O42.1 (KPD setelah 24 jam) maka
O80-O84 digunakan sebagai diagnosis utama
c. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan
seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
- Note: Kategori O88. -, O91.-and O92.melibatkan kondisi yang tercantum
walaupun kalau ini terjadi di waktu hamil dan melahirkan..
- Kecuali: kelainan jiwa dan tingkah-laku yangberhubungan dengan nifas
(F53.),tetanus obstetri (A34), osteomalasia nifas (M83.0)
d. O85 Puerperal sepsisèSepsispuerperalis adalahinfeksi pada traktus genetilia
yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran)
atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus–Endometritis,
demam, peritonitis, atau septikemia pada masa nifas
e. Gunakan kode tambahan dari (B95-B98), kalau perlu, untuk identifikasi
agen menular
f. Excl : septikaemia selama persalinan (O75.3),emboli obstetrik bersifat
pyaemik dan septik (O88.3)
g. O86. Infeksi nifas lainnya–Gunakan kode tambahan dari (B95-B98), kalau
perlu, untuk identifikasi agen menular.
h. –Excl :infeksi selama persalinan (O75.3)
i. •O87. Komplikasi vena di saat nifas–Incl : pada saat persalinan, melahirkan
dan nifas–Excl :komplikasi vena pada kehamilan (O22.-), embolisme
obstetrik (O88.-)
j. •O88 Obstetric embolism–Incl :emboli paru
k. -paru pada kehamilan, melahirkan dan nifas
l. –Excl :embolisme pada abortus, kehamilan ektopik atau mola (O00-O07,
O08.2)
m. O89 Komplikasi anestesia pada waktu nifas–Incl : Komplikasi maternal
akibat anestetik umum atau lokal, analgesik atau sedasi lain yang diberikan
pada waktu nifas
n. •O90 Komplikasi nifas, not elsewhere classified
o. •O91 Infeksi mammae sehubungan dengan melahirkan–Incl :kondisi
berikut ini sewaktu kehamilan, nifas, atau laktasi
p. •O92 Kelainan lain mammae dan laktasi sehubungan dengan melahirkan
q. Incl :kondisi yang tercantum selama kehamilan, nifas, atau laktasi

3. Aturan Ketiga
Sub kategori yg tersedia harus diutamakan untuk kondisi utama drpd kategori
diluar Bab XV, jika pd kondisi ini dinyatakan mempersulit kehamilan atau
mrp alasan perawatan obstetri. Kode yg relevan dg bab-bab lain digunakan
sbg diagnosa sekunder.

III. Pengertian Terminologi Kondisi Kesehatan Karena Penyebab Luar


Cara lain untuk mengingat urutan adalah menurut pembagian periode antenatal,
kelahiran, dan postnatal.
Lead term yang dipakai adalah
–abortion(terdapat Tabel untuk membantu menentukan kode komplikasi)
–pregnancy(terutama pada „complicated by‟ dan „management affected by‟)
–labour(usaha melahirkan)
–delivery(persalinan)
–puerperal(nifas).

Contoh :
Perhatikan sub group O30-O48. Bila diminta mencari Placenta Previa maka ada
beberapa cara yaitu:
- cara 1 adalah sebagai berikut. Buka buku vol 3 → Leadterm Placenta,
Placental
- Cross check → buku Vol 1 → O44.1 (Placenta Previa dengan perdarahan)
- Cara ke 2 adalah perhatikan kembali sub group O30-O48, bila diminta
mencari Placenta Previa maka langkah lain adalah sebagai berikut.
- Buka buku vol 3 → Leadterm Placenta, Placental: (ada perintah ‘see also
condition’) harus mencari ke ‘condition’ → cari alphabet C yakni Condition —
‘see Disease’ → ada perintah lagi ‘lihat disease’ → alphabet D cari ‘disease’
→ Placenta telusur lagi → Placenta tidak ada perdarahan -→ (complicating
pregnancy or childbirth O43.9)

Rangkuman
Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit
degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian.
Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim
pernapasan bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena
infeksi kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap
penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya
kematian bayi dan balita di sesuatu daerah. Mortalitas atau kematian dapat
menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian
terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat
istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna
untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari dan menjelaskan kasus yang
berhubungan dengan Interpretasi Sertifikat Kematian dengan mengaitkan
kedalam teori dan konsep
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2.Tugas Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait
terminologi kondisi kesehatan karena penyebab luar.
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List ,


Geneva, 2010.
2. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction
Manual, Geneva, 2010.
3. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical
Index, Geneva, 2010
4. Anggraini, Mayang (2018) klasifikasi kodefikasi terkit penyakit diakses
darihttp://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2018/09/
Klasifikasi-dan-Kodefikasi-Penyakit-Masalah-Terkait-Kesehatan_SC.pdf
BAB V
KONSEP MEDICAL MORTALITY DATA SHEET (MMDS)
Nila Sari, S.Km, M.Km

A. PENDAHULUAN

Pengantar Pendahuluan

Pada BAB V ini mahasiswa/i D-3 Perekam medis akan mempelajari bagaimana
mengkalsifikasikan terminolog medis dalam konsep dasar pembentukan istilah
medis pada malformasi kongenital. Terminologi medis adalah bahasa profesional
bagi mereka yang secara langsung ataupun tidak langsung berkecimpung di
bidang pelayanan kesehatan. Terminologis ini akan membantu mahasiswa untuk
melakukan proses selanjutnya yaitu proses pengkodingan. Susunan struktur
istilah medis rata-rata dirasa sangat sulit dan komplek untuk dipahami oleh
mahasiswa bidang kesehatan. Kompleksitas istilah kerapkali bisa menyulitkan
kemampuan konsentrasi pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa bidang studi
manajemen rekam medis-informasi kesehatan. Mereka dituntut harus memahami
secara tepat ejaan dan arti istilah-istilah medis klinis diagnoses serta prosedur
tindakan medis-operasi, sebagai masukan ke sistem informasi asuhan klinis dan
manajemen kesehatan, serta sistem penagihan biaya pelayanan-asuhan kesehatan
yang diaplikasikan.

B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas tentang penggunaan penggunaan Medical Mortality Data
Sheet (MMDS). Bab ini menguraikan pokok bahasan atau topik yang saling
berkaitan satu sama lain yaitu
Topik 1 : Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS) I
Topik 2 : Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS) II
Topik 3 : Penentuan Penyebab Kematian Perinatal I
Topik 4 : Klasifikasi dan Kodefikasi BAB XXI ICD-10
Topik 5 : Internasional Clasifications of Primary Care (ICPC) & International
Clasifications of Fungtioning (ICF)
C. Kemampuan/Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Adapun yang menjadi kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan adalah
mahasiswa mampu mnerapkan penggunaan Medical Mortality Data Sheet
(MMDS)

D. Uraian Materi

Topik 1 : Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS) I

Topik 2 : Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS) II

Topik 3 : Penentuan Penyebab Kematian Perinatal

Topik 4 : Klasifikasi dan Kodefikasi BAB XXI ICD-10

Topik 5 : Internasional Clasifications of Primary Care (ICPC) & International

Clasifications of Fungtioning (ICF)


TOPIK 1
KONSEP MEDICAL MORTALITY DATA SHEET (MMDS) I

1. Bagian -Bagian Dari Medical Mortality Data Sheet (MMDS)

Istilah kelainan kongenital adalah untuk menggambarkan kelainan morfologik


dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Istilah lain untuk
kelainan sejak lahir ini adalah defek lahir, yang dapat berbentuk berbagai
gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis,
intelektual dan kepribadian. Kelainan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu malformasi kongenital yang timbul sejak periode embrional sebagai
gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenital
yang timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan morfologik dan
struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang
semula tumbuh normal.
Kongenital dapat menyebabkan terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, karena umumnya terjadi bayi tersebut
adalah bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi yang mengalami berat bayi lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya
diagnosis pra/antenatal dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya
pemeriksaan ultrasonografi, fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus
korionik, dan pemeriksaan darah janin.
II. Peran Masing-Masing Tabel MMDS
III. Macam – Macam Kelainan Kongenital dan klasifikasinya berdasarkan
ICD-10
1. Spina bifida (q05)
2. Transpotition of the great artery (q20)
2. Tetralogi fallot (q21.3)
3. Cleft lip and cleft palate(q35-q37)
4. A club foot , also called congenital (q66)
5. Congenital malformations and deformations of the musculoskeletal system
(q65-q79)
6. A 20-year-old woman with left-sided phocomelia. (q73)
7. Sindroma down / mongoloisme(q90)
Rangkuman :
Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan
dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.
Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun
lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa
umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,
kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi
dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas
(ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi
buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga
mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di
sesuatu daerah.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari diagnose penyakit istilah terminology
medisnya. dan berdiskusi dengan kelompok membahas sesuai judul yang
diberikan. Adapun judul kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Kelainanan jantung bawaan
b. Kelompok 2 : Celah bibir atau bibir sumbing
c. Kelompok 3 : Cerebral palsy
d. Kelompok 4 : Hidrocepalus
e. Kelompok 5: Atresia oesophagus
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait terkait
Konsep Medical Mortality Data Sheet (MMDS) - I
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggraini, Mayang (2018) klasifikasi kodefikasi terkit penyakit diakses dari


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2018/09/Klasifik
asi-dan-Kodefikasi-Penyakit-Masalah-Terkait-Kesehatan_SC.pdf.
2. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List , Geneva,
2010.
3. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction Manual,
Geneva, 2010.
4. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical Index,
Geneva, 2010
TOPIK 2
KONSEP MEDICAL MORTALITY DATA SHEET (MMDS) II
Nila Sari, S.Km, M.Km

1. Bagian -Bagian Dari Medical Mortality Data Sheet (MMDS)

Istilah kelainan kongenital adalah untuk menggambarkan kelainan morfologik


dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Istilah lain untuk
kelainan sejak lahir ini adalah defek lahir, yang dapat berbentuk berbagai
gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis,
intelektual dan kepribadian. Kelainan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu malformasi kongenital yang timbul sejak periode embrional sebagai
gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenital
yang timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan morfologik dan
struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang
semula tumbuh normal.
Kongenital dapat menyebabkan terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, karena umumnya terjadi bayi tersebut
adalah bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi yang mengalami berat bayi lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya
diagnosis pra/antenatal dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya
pemeriksaan ultrasonografi, fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus
korionik, dan pemeriksaan darah janin.
II. Peran Masing-Masing Tabel MMDS
III. Macam – Macam Kelainan Kongenital dan klasifikasinya berdasarkan
ICD-10
1. Spina bifida (q05)
2. Transpotition of the great artery (q20)
2. Tetralogi fallot (q21.3)
3. Cleft lip and cleft palate(q35-q37)
4. A club foot , also called congenital (q66)
5. Congenital malformations and deformations of the musculoskeletal system
(q65-q79)
6. A 20-year-old woman with left-sided phocomelia. (q73)
7. Sindroma down / mongoloisme(q90)

Rangkuman :
Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan
dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.
Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun
lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa
umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,
kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi
dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas
(ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor gizi
buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular, sehingga
mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di
sesuatu daerah.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok Berdiskusi dan membahas bersama dengan
membentuk 4 kelompok mencari kode penyakit penyakit pada kasus
morbiditas dan mortalitas, berdasarakan ICD 10,
1. Karsinoma sel transisional pada trigonum bladder
2. Appendisitis akut dengan perforasi
3. Katarak diabetes, tergantung insulin
4. Perikarditis meningokokus
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait terkait
Klasifikasi dan kodefikasi Aturan dan tata cara kodefikasi diagnosis
(general coding) untuk kasus mortalitas dan morbiditas
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email: thresiahts@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Mayang (2018) klasifikasi kodefikasi terkit penyakit diakses dari


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2018/09/Klasifi
kasi-dan-Kodefikasi-Penyakit-Masalah-Terkait-Kesehatan_SC.pdf.

World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List ,


Geneva, 2010.

World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction Manual,


Geneva, 2010.

World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical Index,


Geneva, 2010
TOPIK 3
PENENTUAN PENYEBAB KEMATIAN PERINATAL I
Nila Sari, S.Km, M.Km

1. Penentuan Penyebab Kematian Perinatal - I

Faktor Risiko Terjadinya Kematian Perinatal

Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi
penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi endogen dan
kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut
kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah
dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak
lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama
kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post neonatal adalah kematian bayi
yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan
luar. Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi dan budaya
mempengaruhi kelangsungan hidup anak melalui berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah faktor ibu, faktor lingkungan, kekurangan gizi, trauma,
dan upaya pencegahan dari individu itu sendiri.Faktor ibu adalah termasuk umur
ibu, paritas, dan jarak kehamilan. Faktor lingkungan yaitu berhubungan dengan
media penyebaran penyebab penyakit seperti udara, air, makanan, kulit, tanah,
serangga, dll. Kekurangan gizi yaitu kekurangan kalori, protein dan kekurangan
vitamin dan mineral, sedangkan faktor upaya pencegahan penyakit individu, yaitu
imunisasi dan pengobatan (Wahyuni CS, 2009).

a. Umur Ibu

Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap optimal
untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 35 tahun. Sedangkan dibawah atau di
atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan (Wahyuni
CS, 2009). Umur ibu < 20 tahun belum cukup matang dalam menghadapi
kehidupan sehingga belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi
kehamilan dan persalinan. Pada umur tersebut rahim dan panggul ibu belum
berkembang dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami
persalinan yang sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan lain karena
ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang
tua. Sebaliknya jika umur ibu > 35 tahun, tubuh ibu sudah kurang siap lagi
menghadapi kehamilan dan persalinan. Pertambahan umur akan diikuti oleh
perubahan perkembangan dari organ-organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan
mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana
organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan
yang belum bersedia menjadi seorang ibu. Usia hamil yang ideal bagi seorang
wanita adalah antara umur 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap
menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat bayi
dan dirinya.

b. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri atas 3
kelompok yaitu: (1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1 paritas,
(2) Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-5 dan (3) Golongan
grande multipara adalah golongan ibu dengan paritas > 5. Kehamilan yang paling
optimal adalah kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah
kehamilan keempat mempunyai risiko yang tinggi. Jadi, persalinan yang paling
aman adalah persalinan kedua dan ketiga. Grande multipara adalah istilah yang
digunakan untuk wanita dengan kehamilan lebih dari lima. Kehamilan pada
kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan
antepartum, perdarahan post partum, dan lain-lain. Kehamilan dan persalinan anak
kelima atau lebih risiko meningkat karena kehamilan dan persalinan berulang-
ulang akan mengakibatkan berkurangnya cadangan zat-zat tambahan, misalnya
asam folat, Fe, iodium, vitamin A, vitamin B, dan vitamin D, kelelahan pada
tubuh ibu dan alat kandungan.
c. Jarak Antar Kelahiran

Risiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan
< 2 tahun atau > 4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak
antara dua kehamilan yang < 2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke keadaan
normal akibat kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul beban
yang lebih berat. Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu
diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin yang kurang baik,
mengalami persalinan yang lama atau perdarahan. Sebaliknya jika jarak
kehamilan antara dua kehamilan > 4 tahun, di samping usia ibu yang sudah
bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan
persalinan pertama.

d. Umur Kehamilan (Maturitas)

Maturitas adalah kehamilan dihitung dari hari pertama periode menstruasi normal
terakhir sampai dengan terjadinya proses kelahiran janin.
Berdasarkan umur kehamilan, persalinan dapat dibedakan atas:

1. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 22-
36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur.
2. Normal (partus matures) adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu (antara
259 hari dan 280 hari), janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau
lebih dari waktu partus normal atau pada kehamilan > 40 minggu.

e. Riwayat Kesehatan Ibu


Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungkan oleh kesehatan ibu. Bila ibu
mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka
kesehatan dan kehidupan janin pun terancam. Wanita dengan penyakit diabetes
mellitus, hipertensi, dan anemia merupakan faktor yang memperbesar terjadinya
kelahiran mati. Diabetes melitus pada ibu dapat mengakibatkan bayi mempunyai
berat badan melebihi usia kehamilan (makrosomia), karena kadar gula darah
dalam tubuh ibu sangat tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin. Janin
akan tumbuh dengan cepat melebihi usia kehamilan. Diabetes mellitus pada bayi
juga dapat mengakibatkan hipoglikemia (kekurangan gula darah), karena ketika di
dalam tubuh ibu, janin menyesuaikan jumlah insulin dengan tubuh ibunya tetapi
setelah lahir jumlah insulin yang telah terbentuk tidak sesuai dengan kadar gula
darah dalam tubuh bayi (kadar insulin yang berlebihan) sehingga bayi dapat
mengalami hipoglikemia, hipokalsemia, dan immaturitas. Hipertensi pada ibu
dapat mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dalam kandungan atau Intra
Uterine Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan
karena hipertensi pada ibu akan menyebabkan terjadinya perkapuran di dalam
plasenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari plasenta. Dengan
adanya perkapuran pada plasenta, makan dan oksigen yang masuk ke janin
berkurang.

f. Anemia Ibu

Anemia atau kurang darah adalah rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam sel-sel
darah merah, yaitu kurang dari 11 gr%. Tanda-tanda ibu menderita anemia seperti
perasaan lesu, sering mengantuk, selaput bagian dalam kelopak mata, bibir, dan
kuku pucat serta penglihatan berkunang-kunang. Wanita yang berat badannya 55
kilogram, memerlukan tambahan zat besi untuk pembentukan hemoglobin
sejumlah 500 miligram, untuk pembentukan janin 290 miligram dan untuk
plasenta 25 miligram serta untuk darah yang keluar pada saat melahirkan
diperkirakan total kebutuhan zat besi wanita hamil selama Sembilan bulan
kehamilan adalah 1.000 miligram.
g. Pendidikan Ibu

Ibu yang berpendidikan rendah (kurang dari SMP) mempunyai risiko sebesar 2,2
kali untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang berpendidikan
tinggi. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih
pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan
peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi
kondisi perinatal.

h. Kondisi Kehamilan

Bayi dari ibu yang pada saat hamilnya mengalami keluhan mempunyai risiko 2,4
kali untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang pada saat
hamilnya tidak mengalami keluhan. Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat
dicegah minimal dapat diminimalisir walau 15-20% kehamilan normal bisa
berubah menjadi komplikasi pada saat persalinan. Salah satu cara yang efektif
untuk memantau adanya komplikasi adalah deteksi dini kehamilan berisiko tinggi,
dengan cara melakukan pemeriksaan yang teratur dan berkualitas. Di puskesmas
deteksi dini risiko tinggi kehamilan ini sudah menjadi program, walau masih
dengan cara sederhana yaitu masih dalam tahap seleksi awal, secara biomedis,
namun manfaatnya masih bisa dirasakan. Karena pada dasarnya semua kehamilan
adalah berisiko tinggi maka deteksi dini atau kewaspadaan tinggi ini hendaknya
dilakukan pada semua kehamilan, tidak hanya kehamilan berisiko saja.

i. Riwayat Kehamilan

Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan, abortus, partus
prematuritas, kematian janin dalam kandungan, preeklampsia/eklampsia, Ketuban
Pecah Dini (KPD), kehamilan muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan
tumor (mioma atau kista ovari) serta semua persalinan tidak normal yang pernah
dialami ibu merupakan risiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan-
keadaan tersebut perlu diwaspadai karena kemungkinan ibu akan mendapatkan
kesulitan dalam kehamilan dan saat akan melahirkan.

j. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan hendaknya di mulai seawal mungkin yaitu segera setelah


tidak haid selama 2 bulan berturut-turut. Tujuannya jika tidak ada kelainan pada
kehamilan cukup waktu untuk menanganinya sebelum persalinan. Pelayanan
antenatal (Antenatal Care (ANC)) mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan dengan factor-faktor lain seperti umur dan paritas. Dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan akan mempunyai kematian perinatal lebih
rendah daripada ibu dengan umur atau paritas yang optimal.

e. Penyakit atau Kelainan Bawaan pada Janin

Morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) perinatal mempunyai kaitan


sangat erat dengan kehidupan janin dalam kandungan dan waktu persalinan.
Secara umum, penyebab morbiditas dan mortalitas janin antara lain anoksia dan
hipoksia, infeksi, trauma lahir, dan cacat bawaan.

f. Penyakit Infeksi
Infeksi terjadi melalui kuman yang menulari janin dengan cara kontak langsung
dengan daerah-daerah yang sudah dicemari kuman, misalnya:

1. Pada keadaan ketuban pecah dini, kuman dari vagina masuk ke dalam rongga
amnion.
2. Partus lama dan sering dilakukan pemeriksaan vagina yang tidak
memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik memungkinkan masuknya
kuman ke rongga vagina dan kemudian ke dalam rongga amnion.
3. Pada ibu yang menderita gonore, kuman menulari janin pada saat janin
melalui jalan lahir.

2. Pengertian Penyebab Kematian perinatal I


Diagnosa Penyakit Penyebab Kematian
Arti diagnosa atau diagnosis adalah pengidentifikasian atau penentuan suatu jenis
penyakit. Suatu diagnosis dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan
terhadap pasien baik berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Sedangkan pengertian penyebab kematian (causes of death) menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) adalah “Sebab kematian adalah semua penyakit,
keadaan sakit atau cedera yang dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau
kekerasan yang menimbulkan cedera yang mematikan”. Jadi sebab-sebab
kematian didefinisikan sebagai semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
menyebabkan atau berperan terhadap terjadinya kematian. Oleh karena itu sebab
yang mendasari kematian adalah keluhan atau kejadian atau keadaan, kejadian
akibat sebab luar, apabila tidak karena hal tersebut pasien tidak akan mati.

Kode Diagnosa Penyakit Sesuai dengan ICD-10


Pengertian kode diagnosa (coding) sesuai dengan ICD-10 adalah pemberian
penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi huruf-
huruf dan angka yang mewakili komponen data atas diagnosis penyakit, cedera
dan sebab kematian yang mengacu pada ICD-10 (International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision).
Fungsi dasar International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems (ICD) adalah suatu klasifikasi penyakit, cedera dan sebab
kematian untuk tujuan statistik. Ini diperlukan agar pengalaman-pengalaman
insidens morbiditas dan mortalitas di berbagai negara bisa direkam dalam aturan
yang sama sehingga bisa dikomparasi. Akurasi pengkodean diagnosis sangat
menentukan dalam penyajian statistik. Penyajian statistik morbiditas dan
mortalitas harus menggunakan definisi pengelompokan dan format yang
ditetapkan secara lokal, regional, nasional dan internasional yang mengacu pada
ICD-10. Penggunaan ICD-10 untuk pengodean data morbiditas dan mortalitas
mengacu kepada SK Dirjen Pelayanan Medik Nomor
: HK.00.05.1.4.00744 tanggal 19 Februari 1996 tentang penggunaan Klasifikasi
Internasional mengenai Penyakit Revisi Kesepuluh (KIP-10) di Rumah Sakit, dan
SK Menteri Kesehatan RI Nomor : 50/MENKES/SK/I/1998 tanggal 13 Januari
1998 tentang pemberlakuan KIP-10 untuk seluruh sarana pelayanan kesehatan.
Petunjuk dan Peraturan Untuk kode Mortalitas
Statistik mortalitas adalah salah satu sumber utama informasi kesehatan
dan pada beberapa negara merupakan data yang paling dapat dipercaya dari semua
data kesehatan yang ada.
Untuk penyebab kematian World Health Assembly telah mendefinisikan
bahwa sebab kematian adalah semua penyakit, keadaan sakit atau cedera yang
dapat menimbulkan kematian dan kecelakaan atau kekerasan yang menimbulkan
cedera yang mematikan. Definisi ini bertujuan untuk menganjurkan agar seluruh
informasi yang relevan dicatat dan pembuat sertifikat tidak mengisi beberapa
kondisi sedangkan kondisi yang lain tidak diisi. Dalam definisi tidak dicantumkan
gejala dan cara kematian seperti heart failure atau respiratory failure.
Bila hanya ada satu sebab kematian kematian yang direkam, penyebab ini
yang dipilih untuk tabulasi. Tetapi bila ada beberapa penyebab atau lebih dari satu
maka pemilihan sesuai dengan peraturan yang ada. Peraturan didasarkan pada
konsep underlying cause of death (sebab kematian utama) sebagaimana keputusan
hasil konferensi pada Decennial International Revision Conference VI dimana
hasil konferensi itu menyetujui bahwa penyebab kematian untuk tabulasi primer
harus merupakan underlying cause of death (sebab kematian utama). Dari
pandangan prevensi kematian, penting untuk memecahkan mata rantai kejadian
atau keadaan yang mempengaruhi kesembuhan. Objektif kesehatan masyarakat
yang paling efektif adalah mencegah penyebab pencetus (precipitating cause).
Untuk tujuan ini maka definisi sebab kematian utama (underlying cause of death)
sebagai berikut; Sebab kematian utama terdiri atas :
(a) Penyakit / Keadaan yang Langsung Mengakibatkan Kematian,
(b) Penyakit2 (bila ada) yang Menjadi Penyebab Kematian Pada (a).
Prinsip di atas dapat di terapkan untuk melakukan pengisian sebab kematian,
dimana yang bertanggung jawab mengisi sebab kematian itu adalah dokter,
dengan menentukan kondisi morbid yang langsung menyebabkan kematian dan
kondisi awal (antecedent condition) yang menimbulkan sebab kematian ini. Sebab
kematian dibuat untuk memfasilitasi seleksi penyebab kematian utama, bila
tercatat adanya dua diagnosa sebab kematian atau lebih.

3. Bagian Sertifikat Kematian Perinatal I


Berikut beberapa hal yang bisa dijadikan acuan dalam menentukan diagnosis
kematian:

a. Penyebab langsung: Adalah semua penyakit, kondisi morbiditas atau


cedera serta keadaan akibat kecelakaan yang langsung menyebabkan atau
turut serta menyebabkan kematian

b. Penyebab antara: Bila lebih dari 2 sebab terekam, harus dilakukan seleksi
sesuai aturan berdasarkan konsep sebab yang mendasari kematian
(Underlying cause of death)

c. Penyebab dasar : Sebab yang mendasari kematian (Underlying Cause of


Death) adalah:

1) Penyakit atau cedera yang menimbulkan rangkaian peristiwa morbiditas


yang secara langsung menyebabkan kematian

2) Keadaan (akibat) kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan cedera fatal

1. Aturan Seleksi

a. Prinsip Umum (general principle)

Bila lebih dari 1 kondisi diisi, maka untuk menentukan sebab langsung pilih
baris terbawah pada bagian I.
Contoh :

(a) Cerebral Haemorrhage

(b) Hypertension

(c) Chronic pyelonephritis

(d) Prostatic Adenoma

Rangkuman
Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan
dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan.
Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun
lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kematian dewasa
umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif,
kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi
dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian atas
(ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman. Faktor
gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit menular,
sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi dan
balita di sesuatu daerah

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari kode penyakit kelainan malformasi
berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3 dan berdiskusi
dengan kelompok membahas sesuai judul yang diberikan. Adapun judul
kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Congenital malformations of the nervous system (Q00–
Q07) Congenital malformations of eye, ear, face and neck (Q10–Q18).
b. Kelompok 2 : Congenital malformations of the circulatory system
(Q20–Q28) Congenital malformations of the respiratory system (Q30–
Q34)
c. Kelompok 3 : Congenital malformations of the urinary system
Congenital malformations of genital organs (Q50–Q56)
d. Kelompok 4 :Congenital malformations and deformations of the
musculoskeletal system (Q65–Q79), Chromosomal abnormalities, not
elsewhere classified (Q90–Q99).
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait terkait
penyebab kematian Perinatal - I sebagai bank soal
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email
TOPIK 4
KLASIFIKASI DAN KODEFIKASI BAB XXI ICD-10
Nila Sari, S.Km, M.Km

I. Kekhususan BAB XXI

Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk
memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan
angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang
ada dalam rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di indeks agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi
perencanaan, managemen, dan riset bidang kesehatan. Pemberian kode ini
merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang mengelompokan
penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah disepakati.
Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan
menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit, sedangkan ICOPIM dan ICD-
9-CM digunakan untuk mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk
mengkode penyakit dan tindakan.

Pengertian ICD-10
ICD merupakan singkatan dari International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problems dimana memuat klasifikasi diagnostik penyakit
dengan standar internasional yang disusun berdasarkan sistem kategori dan
dikelompokkan dalam satuan penyakit menurut kriteria yang telah disepakati
pakar internasional.Sehingga ICD dapat dikatakan sistem penggolongan penyakit
dan masalah kesehatan lainnya secara internasional yang ditetapkan menurut
kriteria tertentu.Klasifikasi penyakit bisa didefinisikan sebagai sebuah sistem
kategori tempat jenis penyakit dimasukkan sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. WHO (2005)

Fungsi ICD-10
Sebagaimana dikemukakan oleh Gemala Hatta (2008:134), fungsi ICD salah
satunya adalah sebagai berikut:
1. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan
kesehatan.
2. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
3. Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (Diagnosis-Related Groups)
untuk sistem penagihan biaya pelayanan.
4. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.

Stuktur ICD-10
Menurut Gemala Hatta (2008:135), dalam buku ICD-10 terdiri dari 3 volume,
yaitu:
1. Volume 1

Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit.


Laporan konferensi Internasional yang menyetujui revisi ICD-10.
Daftar kategori 3 karakter.
Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub kategori empat
karakter.
Daftar morfologi neoplasma.
Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas.
Definisi-definisi.
Regulasi-regulasi nomenklatur.
Daftar tabulasi mortalitas terdiri atas :
Daftar 1-kematian umum-daftar dengan 103 penyebab yang luas (General
Mortality Condensed List-103 Causes).
Daftar 2-kematian umum-daftar terpilih dengan 80 penyebab (General
Mortality Selected List-80 Causes).
Daftar 3-kematian bayi dan anak-daftar dengan 67 penyebab yang luas (Infant
and Child Mortality Condensed List-67 Causes).
Daftar 4-kematian bayi dan anak-daftar terpilih dengan 51 penyebab (Infant
and Child Mortality Selected List-51 Causes).
Daftar tabulasi morbiditas (terdiri dari 298 penyebab):
Volume 1 (edisi ke-1) terdiri atas 21 bab dengan sistem kode alfanumerik. Pada
volume 1 edisi ke-2 terdapat penambahan bab menjadi 22 bab. Bab disusun
menurut grup sistem anatomi dan grup khusus. Grup khusus mencakup penyakit-
penyakit yang sulit untuk diletakan secara anatomis.
Pengkodean dimulai dengan huruf, 15 bab menggunakan satu huruf (Bab IV-
VI, IX-XVIII, XXI dan XXII), tiga bab menggunakan huruf yang juga dipakai
oleh bab lain (Bab III menggunakan alphabet D, yang sama dengan neoplasma,
bab VII dan VIII menggunakan abjad H), dan empat bab memiliki lebih dari satu
huruf (Bab I, II, XIX, dan XX).

1. Volume 2 :
Buku ICD-10 volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan ICD-10 yang berisi :
Penjelasan tentang ICD (International Classification Of Diseases and Health
Problems).
Cara penggunaan ICD-10.
Aturan dan petunjuk pengkodean morbiditas dan mortalitas.
Presentasi statistik.
Riwayat perkembangan ICD

2. Volume 3 :
Disebut Alphabetical Indeks (Indeks abjad). Yang terdiri dari :
Susunan indeks secara umum.
Seksi I : indeks abjad penyakit, bentuk cedera.
Seksi II : penyebab luar cedera.
Seksi III : Tabel obat dan zat kimia.
Perbaikan terhadap volume 1.

Dasar Menentukan Kode Berdasarkan ICD-10


Dasar dalam menentukan kode berdasarkan ICD-10 adalah sebagai berikut:
Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan lihat di buku ICD volume 3
(Alphabetical Index). Jika pernyataannya adalah penyakit atau cedera atau
lainnya diklasifikasikan dalam bab 1-19 dan 21 (Section I Volume 3). Jika
pernyataannya adalah penyebab luar atau cedera diklasifikasikan pada bab 20
(Section II Volume 3)
Tentukan Lead Term. Untuk penyakit dan cedera biasanya adalah kata benda
untuk kondisi patologis. Namum, beberapa kondisi dijelaskan dalam kata sifat
atau xxx dimasukkan dalam index sebagai Lead Term.
Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci.
Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini
tidak mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead
term (penjelasan ini mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis
tercantum.
Ikuti setiap petunjuk rujukan silang (“see” dan “see also”) yang ditemukan
dalam index
Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada volume 1. Untuk Kategori 3
karakter dengan.- (point dash) berarti ada karakter ke 4 yang harus ditentukan
pada Volume 1 karena tidak terdapat dalam Index
Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah
bab atau dibawah blok atau dibawah judul kategori.
Tentukan Kode
Aturan dalam Menyeleksi Kembali Diagnosa Utama
Menurut Permenkes No. 27 thn 2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs, sebagai
koder yang baik dalam menentukan suatu diagnosa yaitu dengan menyeleksi
kembali diagnosa yang telah di tegakkan. Untuk itu aturan dalam menyeleksi
suatu diagnosa utama adalah sebagai berikut:
1. Penulisan diagnosis harus lengkap dan spesifik (menunjukkan letak, topografi,
dan etiologinya).
Diagnosis harus mempunyai nilai informatif sesuai dengan kategori ICD yang
spesifik.
Contoh :
– Acute appendicitis with perforation
– Diabetic cataract, insulin-dependent
– Acute renal failure

2. Kode diagnosis Dagger (†) dan Asterisk (*)


Jika memungkinkan, kode dagger dan asterisk harus digunakan sebagai kondisi
utama, karena kode-kode tersebut menandakan dua pathways yang berbeda untuk
satu kondisi
Contoh :
Measles pneumonia = B05.2† J17.1*
Pericarditis tuberculosis = A18.8† I32.0*
NIDDM karatak = E11.3† H28.0*
3. Symptoms (gejala), tanda dan temuan abnormal dan situasi yang bukan
penyakit :
Hati-hati dalam mengkode diagnosis utama untuk BAB XVIII (kode “R”) dan
XXI (kode “Z”) untuk kasus rawat inap.

1. Jika diagnosis yang lebih spesifik (penyakit atau cidera) tidak dibuat pada
akhir rawat inap maka diizinkan memberi kode “R” atau kode “Z” sebagai
kode kondisi utama.
2. Jika diagnosis utama masih disebut “suspect” dan tidak ada informasi lebih
lanjut atau klarifikasi maka harus dikode seolah-olah telah ditegakkan.
Kategori Z03.- (Medical observation and evaluation for suspected diseases and
conditions) diterapkan pada “Suspected” yang dapat dikesampingkan sesudah
pemeriksaan.
contoh :
Kondisi utama : Suspected acute Cholecystitis
Kondisi lain :–
Diberi kode Acute Cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosis utama
4. Aturan Reseleksi Diagnosis MB1-MB5
RULE MB1 :
Kondisi minor direkam sebagai ”diagnosis utama” (main condition), kondisi yang
lebih bermakna direkam sebagai ”diagnosis sekunder” (other condition).
Diagnosis utama adalah kondisi yang relevan bagi perawatan yang terjadi, dan
jenis spesialis yang mengasuh, pilih kondisi yang relevan sebagai ”Diagnosis
utama
Contoh :
Diagnosis utama : Sinusitis akut
Diagnosis sekunder : Carcinoma endoservik, Hypertensi
Prosedur : Histerektomi Total
Spesialis : Ginekologi
Reseleksi Carcinoma endoserviks sebagai kondisi utama.
RULE MB2 :

Beberapa kondisi yang direkam sebagai diagnosis utama


1. Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai
diagnosis utama dan informasi dari rekam medis menunjukkan salah satu dari
diagnosis tersebut sebagai diagnosis utama maka pilih diagnosis tersebut
sebagai diagnosis utama.
2. Jika tidak ada informasi lain, pilih kondisi yang disebutkan pertama
Contoh :

1. Diagnosis Utama : Osteoporosis


Bronchopnemonia
Rheumatism
Diagnosis Sekunder : –

Bidang specialisasi : Penyakit Paru

Reseleksi Diagnosis utama Bronchopneumonia (J 18.9)


2. Diagnosis Utama : Ketuban pecah dini, presentasi bokong dan anemia
Diagnosis Sekunder : Partus spontan
Reseleksi Diagnosis Utama Ketuban pecah dini
RULE MB3 :

Kondisi yang direkam sebagai diagnosis utama menggambarkan suatu gejala yang
timbul akibat suatu kondisi yang ditangani. Suatu gejala yang diklasfikasikan
dalam Bab XVIII (R.-), atau suatu masalah yang dapat diklasfikasikan dalam bab
XXI (Z) dicatat sebagai kondisi utama, sedangkan informasi di rekam medis,
terekam kondisi lain yang lebih menggambarkan diagnosis pasien dan kepada
kondisi ini terapi diberikan maka reseleksi kondisi tersebut sebagai diagnosis
utama.

Contoh:
Diagnosis Utama : Hematuria
Diagnosis Sekunder : Varises pembuluh darah tungkai
bawah, Papiloma dinding posterior kandung kemih
Tindakan : Eksisi diatermi papilomata
Specialis : Urologi
Reseleksi Papiloma dinding posterior kandung kemih (D41.4) sebagai diagnosis
utama.

RULE MB4 :
Spesifisitas

Bila diagnosis yang terekam sebagai diagnosis utama adalah istilah yang umum,
dan ada istilah lain yang memberi informasi lebih tepat tentang topografi atau sifat
dasar suatu kondisi, maka reseleksi kondisi terakhir sebagai diagnosis utama :
Contoh:

Diagnosis Utama : Cerebrovascular accident


Diagnosis Sekunder : Diabetes mellitus, Hypertensi, Cerebral
haemorrhage
Reseleksi cerebral haemorrhage sebagai diagnosis utama ( I61.9.)
RULE MB5 :

Alternatif diagnosis utama

Apabila suatu gejala atau tanda dicatat sebagai kondisi utama yang karena satu
dan lain hal gejala tersebut dipilih sebagai kondisi utama. Bila ada 2 atau lebih
dari 2 kondisi direkam sebagai pilihan diagnostik sebagai kondisi utama, pilih
yang pertama disebut.

Contoh :
Diagnosis Utama : Sakit kepala karena stess dan tegang atau sinusitis akut
Diagnosis Sekunder :–

Reseleksi sakit kepala headache (R51) sebagai Diagnosis utama


Diagnosis Utama : akut kolesistitis atau akut pankreatitis
Reseleksi akut kolesistitis K81.0 sebagai diagnosis utama.

Kekhususan dan detail ( Specificity and detail )


Setiap pernyataan diagnostik harus sebagai informatif mungkin untuk
mengklasifikasikan kondisi ICD kategori yang paling spesifik. Contoh pernyataan
diagnostik tersebut meliputi:
1. Karsinoma sel Transisional trigonum kandung kemih
2. Akut usus buntu dengan perforasi
3. Diabetes katarak, tergantung insulin
4. Meningokokus pericarditis
5. Perawatan kehamilan untuk diplopia
6. Hipertensi kehamilan yang disebabkan karena reaksi alergi antihistamin yang
diambil sebagai diresepkan
7. Osteoartritis pinggul karena patah tulang pinggul tua
8. Fraktur leher tulang paha yang mengikuti jatuh di rumah
9. Ketiga – derajat bakar dari telapak tangan. (ICD-10, 2005)

Pengkodean Morbiditas
Dalam menentukan kode ICD digunakan analisis morbiditas selama pasien
berada ditempat pelayanan kesehatan, dari analisis morbiditas ditemukan kondisi
utama atau diagnosa yang relevan dengan treatment dan investigasi selama
berada dalam pelayanan kesehatan tersebut.
Kondisi utama adalah suatu diagnosis/ kondisi kesehatan yang
menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang ditegakan
pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya
pengobatanya. (Gemala Hatta, 2008:140) Selain memilih diagnosa utama, dalam
berkas rekam medis terdapat diagnosa tambahan, maka pisahkanlah mana yang
merupakan diagnosa utama dan mana yang merupakan diagnosa tambahan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi sekunder sebagaimana dikemukakan
oleh Gemala Hatta (2008:140). “kondisi sekunder adalah diagnosis yang
menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama
episode pelayanan”.

Pengertian Diagnosa
Menurut Handayani dan Sutikno (2008), diagnosis sendiri didefinisikan sebagai
suatu proses penting pemberian nama dan pengklasifikasian penyakit-penyakit
pasien, yang menunjukkan kemungkinan nasib pasien dan yang mengarahkan
pada pengobatan tertentu. Diagnosis sebagaimana halnya dengan penelitian-
penelitian ilmiah, didasarkan atas metode hipotesis. Dengan metode hipotesis ini
menjadikan penyakit-penyakit begitu mudah dikenali hanya dengan suatu
kesimpulan diagnostik. Diagnosis dimulai sejak permulaan wawancara medis dan
berlangsung selama melakukan pemeriksaan fisik. Dari diagnosis tersebut akan
diperoleh pertanyaan-pertanyaan yang terarah, perincian pemeriksaan fisik yang
dilakukan untuk menentukan pilihan tes-tes serta pemeriksaan khusus yang akan
dikerjakan. Data yang berhasil dihimpun akan dipertimbangkan dan
diklasifikasikan berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien serta hubungannya
terhadap penyakit tertentu. Berdasarkan gejala-gejala serta tanda-tanda yang
dialami oleh penderita, maka penegakkan diagnosis akan lebih terpusat pada
bagian-bagian tubuh tertentu. Dengan demikian penyebab dari gejala-gejala dan
tanda-tanda tersebut dapat diketahui dengan mudah dan akhirnya diperoleh
kesimpulan awal mengenai penyakit tertentu.

2. Kaidah Koding BAB XXI

Kaidah koding ICD-10 ( International Classification of Diseases ) adalah


ketentuan-ketentuan dalam penetapan kode ICD-10. Sedangkan pengertian koding
ICD adalah penetapan kode ICD dari suatu diagnosis, prosedur, jasa maupun
pelayanan ke dalam kode numerik dan atau alfanumerik untuk tujuan pelaporan
statistik dan pembayaran klaim asuransi yang menggunakan kode ICD sebagai
dasar penetapan tarif klaimnya. Kegiatan koding ICD ini membutuhkan
pengetahuan tentang terminologi medis, diagnosis, prosedur medis, dan bahasa
inggris untuk dapat mengalokasikan kode ICD secara akurat.
Alat bantu dalam melakukan koding ICD yaitu harus ada Buku ICD-10 Volume 1
dan 3, kamus kedokteran dan kamus bahasa inggris. Dapat juga dibantu melalui
website ICD online, kamus online dan juga search engine untuk pencarian
informasi yang terkait dalam koding ICD.
Buku ICD-10 terdiri dari 3 (tiga) volume yaitu :

• Volume 1 Daftar Tabulasi

Bagian ini memuat klasifikasi utama, terdiri dari kategori tiga karakter dan
subkategori empat karakter dalam 22 bab, daftar tabulasi khusus (special
tabulation lists), dan definisi regulasi nomenklatur.

• Volume 2 Manual Instruksi

Bagian ini berisi deskripsi tentang sejarah ICD, struktur dan prinsip
klasifikasi, aturan-aturan koding morbiditas dan mortalitas serta penjelasan
mengenai statistik.

• Volume 3 Indeks Alfabetik

Bagian ini berisi petunjuk praktis bagi pengguna ICD agar dapat
memanfaatkan klasifikasi dengan baik. Bagian ini terdiri dari 3 bagian
(section) :
Section I : Mengenai penyakit dan cedera (Diseases & nature of injury)

Section II : Mengenai penyebab luar cedera (External causes of injury)


Section III : Mengenai daftar obat dan bahan kimia (Table of drugs &
chemicals). Struktur dari volume 3 ini berisikan daftar lead term, modifiers
dan perkiraan kode ( yang harus di cross-check dengan volume 1).

ANALISIS DOKUMEN REKAM MEDIS


Tujuan dari analisis dokumen rekam medis adalah agar kode yang terpilih dapat
merepresentasikan dengan tepat diagnosis. Bagian rekam medis yang perlu
dianalisis untuk menunjang ketepatan diagnosis antara lain :

• Resume medis, anamnesis, pemeriksaan fisik, terapi, follow up perawatan.


• Pemeriksaan penunjang seperti hasil laboratorium patologi klinik, patologi
anatomi, radiologi.
• Laporan catatan tenaga medis seperti catatan dokter, catatan perawat atau
bidan, laporan operasi, catatan fisioterapi.
PEDOMAN SEDERHANA DALAM KODING
Pedoman sederhana dalam melakukan koding ICD diagnosis adalah sebagai
berikut :

• Identifikasi tipe pernyataan dianosis yang akan dikode.


• Lihat lead term pada ICD volume 3.
• Lead term atau main term adalah kata kunci yang menjadi acuan pencarian
kode pada indeks alfabetik. diindeks lead term dicetak tebal di sisi kiri.
Lead term merupakan masalah utama (diagnosis, cedera, dll) pada pasien.
• Jika kita tetap menjadikan letak anatomi sebagai lead term maka akan
muncul istilah see condition yang berarti harus merujuk pada kondisi
pasien dan bukan letak anatominya.
• Indeks alfabetik telah disusun sedemikian sehingga dapat mengalokasikan
kode yang tepat dengan mencari lead term dari berbagai istilah yang
berbeda. Umumnya merupakan kelainan, kondisi, gangguan.
• Baca seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah lead term.
• Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung ( ) sesudah lead term.
• Ikuti secara hati-hati setiap cross -references dan perhatikan see dan see-
also yang ada dalam indeks.
• Lihat daftar tabulasi ICD volume 1 untuk melihat kode yang paling tepat.
Bila ada, cari karakter ke-4
• Ikuti inclusion dan exclusion kode.

Setiap Bab dalam ICD-10 memiliki kekhususan berupa catatan-catatan yang perlu
diperhatikan dalam menentukan kode penyakit. Umumnya catatan tersebut berupa
tata cara pengalokasian kode, atau tambahan subklasifikasi. Dapat pula berupa
keterangan mengenai kode tambahan opsional yang dapat diberikan terkait
klasifikasi tertentu dalam bab tersebut. Mengenai kekhususan ini akan dibahas
terpisah dalam artikel selanjutya.

3. Pedoman Klasifikasi dan Kodefikasi BAB XXI


Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan tanggung jawab Negara dan
hak konstitusional setiap orang. Salah satu jenis program SJSN adalah Jaminan
Kesehatan yang diselenggarakan secara nasional (JKN). Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia no 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), pemerintah menunjuk BPJS Kesehatan sebagai pelaksana
JKN.
Sistem pembiayaan kesehatan yang sudah berlangsung sebelum adanya BPJS
Kesehatan adalah dengan cara “fee for service”. Dalam implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA- CBGs sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013. Dasar
pengelompokkan dalam INA-CBGs menggunakan system kodifikasi dari
diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan
acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur.
Pengelompokan menggunakan system teknologi informasi berupa Aplikasi INA-
CBG yang menghasilakn kode-kode rawat inap dan rawat jalan.
Klaim dengan sistem INA-CBG's sangat tergantung pada ketepatan penulisan
diagnosis yang dicantumkan dalam bentuk kode. Kesalahan penulisan kode dapat
mengakibatkan “under coding” atau “over coding”. Kesalahan ini berimbas pada
besaran klaim biaya perawatan dan atau dapat menyentuh ranah hukum.

Semua rumah sakit yang menjadi mitra BPJS Kesehatan wajib menggunakan
output dari aplikasi INA CBG untuk mengajukan tagihan pembiayaan atas
pelayanan yang sudah dilakukan. Untuk itu perlu kesiapan berbagai profesi yang
terkait dan bertanggungjawab dalam pelayanan kesehatan dengan system
pembiayaan INA-CBG's ini. Pemahaman tentang INA-CBG's, koding diagnosis
dengan ICD 10 dan ICD - 9 CM merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh
profesi-profesi yang terkait, terutama Dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP), petugas koding rekam medis dan petugas yang bertanggung jawab untuk
pengajuan klaim. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pelatihan dan
pendampingan dalam menerapkan kaidah koding diagnosis dan tindakan serta
penerapannya dalam INA-CBrG's dan tidak ada perbedaan pemahaman antara
DPJP, petugas koding dan verifikator BPJS Kesehatan

4. Pelaksanaan pengodean BAB XXI


Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau
angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosa yang ada didalam rekam medis harus
diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada
penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset
bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health
Organization) bertujuan untuk meyeragamkan nama dan golongan penyakit,
cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Kecepatan dan
ketepatan koding dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada pelaksana yang
menangani rekam medis tersebut :

Indexing Rekam Medis 1.Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis


1.Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
2.Tenaga kesehatan lainnya
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan
tanggungjawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah, oleh karena
itu harus di diagnosis sesuai dengan yang ada didalam rekam medis. Koding ini
harus lengkap dan sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10

INDEX
Indexing adalah membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat ke
dalam indeks-indeks (dapat menggunakan kartu indeks atau komputerisasi).
Didalam kartu indeks tidak boleh mencantumkan nama pasien.
Jenis indeks biasa dibuat :

1. Indeks Pasien
Indeks Pasien adalah satu kartu katalog yang berisi nama semua pasien yang
pernah brobat di rumah sakit.
Kegunaan indeks penderita adalah sebagai kunci untuk menemukan berkas rekam
medis seorang penderita.

2.Indeks Penyakit (Diagnosis) dan operasi


Indeks penyakit (diagnosis) dan operasi adalah suatu kartu katalog yang berisi
kode penyakit dan kode operasi yang berobat di rumah sakit
3.Indeks Dokter
Indeks Dokter adalah suatu kartu katalog yang berisikan nama dokter yang
memberikan pelayanan medik kepada pasien. Kegunaan untuk menilai pekerjaan
dokter dan bukti pengadilan

INDEKS KEMATIAN
Informasi yang tetap dalam indeks kematian

1.Nama penderita
2.Nomor rekam medis
3.Jenis kelamin
4.Umur
5.Kematian : kurang dari sejam post operasi
6.Dokter yang merawat
7.Hari perawatan
8.Wilayah

PENYIMPANAN BERKAS REKAM MEDIS


Suatu kegiatan yang dilakukan petugas untuk memasukkan/menyimpan kembali
berkas rekam medis pasien rawat jalan atau rawat inap. Ada dua cara pengurusan
penyimpanan dalam penyelenggaraan rekam medis yaitu :

1.Sentralisasi
Sentralisasi ini diartikan menyimpan berkas rekam medis seorang pasien dalam
satu kesatuan baik catatan-catatan kunjungan poliklinik maupun catatan-catatan
selama seorang pasien dirawat

2.Desentralisasi
Dengan desentralisasi terjadi pemisahan antara rekam medis poliklinik dengan
rekam medis penderita dirawat. Rekam medis disimpan disatu tempat
penyimpanan, sedangkan rekam medis penderita dirawat disimpan di bagian
pencatatan medik.
Rangkuman

Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit


degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian.
Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan
bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman.
Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit
menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi
dan balita di sesuatu daerah. Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja,
tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah
banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah
kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja
pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari kode penyakit kelainan malformasi
berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3 dan berdiskusi
dengan kelompok membahas sesuai judul yang diberikan. Adapun judul
kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Congenital malformations of the nervous system (Q00–
Q07) Congenital malformations of eye, ear, face and neck (Q10–Q18).
b. Kelompok 2 : Congenital malformations of the circulatory system
(Q20–Q28) Congenital malformations of the respiratory system (Q30–
Q34)
c. Kelompok 3 : Congenital malformations of the urinary system
Congenital malformations of genital organs (Q50–Q56)
d. Kelompok 4 :Congenital malformations and deformations of the
musculoskeletal system (Q65–Q79), Chromosomal abnormalities, not
elsewhere classified (Q90–Q99).
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH

BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait
Terminologi medis Perinatal asfiksia sebagai bank soal
b. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
d. Tugas dikirim ke email
TOPIK 5
International Clasifications of Primary Care (ICPC) & International Clasifications
of Fungtioning (ICF)

Nila Sari, S.Km, M.Km

1. Sejarah, pengertian dan kegunaan ICPC dan ICF

Sejarah & Perkembangan ilmu Rekam Medis


Dalam sejarah, lahirnya rekam medis hampir bersamaan dengan lahirnya ilmu
kedokteran. yakni saat dimulainya zaman batu (Paleolithic) sekitar tahun 25000
SM di Spanyol. Hal ini dibuktikan dengan pahatan yang berisikan teknik
sederhana kedokteran pada dinding gua.

Kemudian pada Zaman Mesir kuno, terdapat beberapa penjelasan sebagai berikut:

1. Dewa Thoth
seorang ahli pengobatan, yang sampai dijuluki dengan Dewa Kebijaksanaan. ia
mengarang antara 36 s.d 42 buku. Enam buku diantaranya mengenai masalah
kedokteran (Tubuh manusia, penyakit, alat-alat pengobatan dan kebidanan)

2. Imhotep
Hidup di zaman piramid antara 3000 – 2500 SM, menjabat sebagai Kepala Arsitek
Negeri dan Penasehat Medis Raja Fir’aun. ia adalah seorang dokter yang
mendapat kehormatan sebagai medical demiggod. ia membuat papyrus yaitu
dokumen imlu kedokteran kuno yang berisi 43 kasus pembedahan.

3. Ebers Papyrus
Papyrus ini oleh Universitas Leipzing (Polandia) berisi observasi yang cermat
mengenai penyakit dan pengobatan yang dikerjakan secara teliti dan mendalam.
Pada zaman Yunani kuno, terdapat seseorang yang dikenal sebagai dewa
kedokteran yakniAeculapius. Tongkatnya yang dililit oleh ular menjadi simbol
kedokteran sampai saat ini. Selain itu dikenal juga Hippocrates sebagai bapak
ilmu kedokteran. beliaulah yang banyak menulis tentang pengobatan penyakit
dengan metode ilmu modern, mengenyampingkan ramalan dan pengobatan
mistik, serta melakukan penelitian observasi dengan cermat yang sampai saat ini
masih dianggap relevan. hasil penelitian terhadap pasien tersebut sampai saat ini
juga masih dapat dibaca oleh para dokter. beliau mengajarkan pentingnya
menuliskan catatan penemuan medis kepada murid-muridnya.
Setelah zaman yunani berakhir kemudian berganti dengan zaman Romawi. di
zaman ini terdapat tokoh-tokoh yang cukup berperan dalam perkembangan dunia
kedokteran yaitu Galen dan St. Jerome yang memperkenalkan pertama kali istilah
rumah sakit (Hospitalia) yang didirikannya pertama kali di Roma italia pada tahun
390 MPada perkembangan zaman keemasan Dinasti Islam, Avicena (Ibnu Sina)
dan Rhazes merupakan tokoh yang berperan dalam penulisan catatan klinik yang .
lebih baik maupun buku-buku kedokteran seperti “Treatise on Smallpox and
Measles”.

Pentingnya rekam medis mulai sangat terasa sejak didirikannya Rumah Sakit St.
Barthelomew di London. RS ini sangat menekankan pencatatan laporan/ instruksi
medis yang harus dilakukan oleh seorang dokter sebagai bentuk
pertanggungjawabannya kepada pasiennya. RS ini juga yang mempelopori adanya
pendirian perpustakaan kedokteran.

Pada abad 18, Rumah Sakit Penansylavania di Philadelphia didirikan oleh


Benyamin Franklin pada tahun 1752. Kemudian tahun 1771 rumah sakit New
York didirikan. dan pencatatan rekam medis baru dilakukan pada tahun 1793
yaitu registrasi pasien baru. Tahun 1862 pengindeksan penyakit dan kondisi
penyertanya baru dilakukan.

Abad 19, perkembangan dunia rekam medis semakin berkembang, dengan


dibukanya rumah sakit umum Massacussect di Boston tahun 1801. RS ini
memiliki rekam medis dan katalog pasien lengkap. tahun 1871 mulai
menginstruksikan bahwa setiap pasien yang dirawat harus dibuat Kartu Indeks
Utama Penyakit (KIUP).

Abad 20 rekam medis baru menjadi pusat perhatian secara khusus pada beberapa
rumah sakit, perkumpulan/organisasi/ikatan tenaga medis (dokter) di negara barat.
Pada tahun 1902 American Hospital Association (AHA) untuk pertama kalinya
melakukan diskusi rekam medis. Hingga tahun 1905 seorang dokter
berkebangsaan Amerika dr. Wilson mengemukakan pidato ilmiahnya tentang “A
clinical chart for the record of patient in small hospital” atau inti pidatonya yaitu
tentang pentingnya nilai rekam medis yang lengkap demi kepentingan pasien
maupun pihak rumah sakit. Perkembangan berikutnya yaitu sebagai berikut;

1. Tahun 1935 di Amerika mulai muncul 4 buah sekolah rekam medis


2. Tahun 1955 sekolah tersebut telah berkembang hingga 26 sekolah.
3. Di Inggris didirikan 4 buah sekolah rekam medis tahun 1948.
4. Australia medirikan sekolah rekam medis oleh seorang ahli rekam medis
berkebangsaan Amerika Ny. Huffman.
Manfaat Rekam Medis
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang baik, banyak syarat
yang harus dipenuhi. Salah satu syarat yang dimaksud adalah tersedianya data
yang lengkap, tidak hanya tentang keadaan kesehatan pasien yang menjadi
tanggung jawab dokter tetapi juga tentang keadaan lingkungan fisik serta
lingkungan non fisik masing-masing. Kesemua data ini perlu dicatat serta
disimpan sebaik-baiknya. Untuk kemudian apabila diperlukan dapat dengan
mudah diambil kembali. Berkas atau catatan yang berisikan data yang dimaksud
di atas dalam praktek kedokteran dikenal dengan nama Rekam Medis (Medical
Record). Peranan rekam medis dalam pelayanan dokter keluarga sangat penting
karena macam dan jenis data pada pelayanan dokter keluarga relatif lebih banyak
dan kompleks. Pelayanan kesehatan pada penderita yang datang berobat ke
fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit umum, dan lain-lain) tidak
lagi ditangani oleh satu orang saja. Oleh karena itu, dibutuhkan sarana
komunikasi. Di samping itu mutu pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan dan
waktu ke waktu. Kegiatan ini membutuhkan informasi dan pengalaman
sebelumnya, yang diolah secara sistematik menjadi hasil yang dapat dipercaya.
Untuk itu diperlukan sumber informasi yang memadai.

Rekam medik (RM) merupakan salah satu sumber informasi sekaligus sarana
komunikasi yang dibutuhkan baik oleh penderita, maupun pemberi pelayanan
kesehatan dan pihak-pihak terkait lain (klinisi, manajemen RSU, asuransi dan
sebagainya), untuk pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan tata
laksana/pengelolaan atau tindakan medik. Rekam medis pasien adalah cakupan
informasi resmi yang mengidentifikasi pasien dan mendokumentasi hasil
pemeriksaan, penatalaksanaan kasus, kemajuan dan hasil pengobatan. Rekam
medik merupakan data tertulis yang dapat menjadi alat bukti yang sah menurut
hukum.
Guna mengungkapkan informasi apa saja yang dapat diperoleh dari RM, maka
dilakukan suatu studi eksplorasi terhadap rekam medik rawat jalan dan rawat inap
di beberapa RSU pemerintah. RM dianggap bersifat informatif bila memuat
informasi sebagai berikut:
1. karakteristik/demografi penderita (identitas, usia, jenis kelamin, pekerjaan dan
sebagainya.
2. tanggal kunjungan, tanggal rawat/selesai rawat.
3. riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya.
4. catatan anamnesis, gejala klinik yang diobservasi, hasil
5. pemeriksaan penunjang medik (lab, EKG, radiologi dan sebagainya)
6. pemeriksaan fisik (tekanan darah, denyut nadi, suhu dan sebagainya).
7. catatan diagnosis.
8. catatan penatalaksanaan pendenita, tindakan terapi obat (nama obat, regimen
dosis), tindakan terapi non-obat.
9. nama/paraf dokter yang menangani (diagnosis, penunjang, pengobatan) dan
petugas perekam data (paramedik).
Rekam Medik (RM) mencatat semua hal yang berhubungan dengan perjalanan
penyakit penderita dan terapinya selama dalam perawatan di unit pelayanan
kesehatan. Karenanya, RM dapat menjadi sumber informasi, baik bagi
kepentingan penderita, maupun pihak pelayanan kesehatan, sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil tindakan medik atau menentukan kebijakan tata
laksana / pengelolaan.
RM menyimpan data klinik penderita baik yang rawat inap maupun rawat jalan,
disamping itu RM dapat pula bertindak sebagai suatu scratch pad yang antara lain
berisi pendapat/ pandangan, kesan, atau permintaan (requests) pada anggota tim
kesehatan lainnya untuk suatu layanan/tindakan/rujukan bagi penderita yang
bersangkutan serta tanggapan atas permintaan/ pendapat/kesan tersebut. Dengan
demikian RM juga berfungsi sebagai sarana komunikasi antar anggota tim
kesehatan yang terlibat dalam pelayanan tersebut.

1. Batasan Rekam Medis


Beberapa definisi rekam medis yang ada menurut para ahli adalah :

Menurut Edna K Huffman:


Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana,
kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleh seorang pasien selama dirawat
atau menjalani pengobatan.

Menurut Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989:


Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain (yang diberikan)
kepada pasien (yang dipergunakan serta tersedia) pada sarana pelayanan
kesehatan.

Menurut Gemala Hatta:


Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan
riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau
yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien.

Waters dan Murphy :


Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama
perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.

IDI :
Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.

Dengan demikian, menurut batasan di atas, yang termasuk dalam RM bukan


hanya kartu pasien saja, tetapi semua catatan dan semua dokumen yang ada
hubungannya dengan pasien, termasuk di dalamnya kartu indeks, buku register,
formulir hasil berbagai pemeriksaan medis, formulir jaminan asuransi kesehatan,
salinan, sertifikat kematian, dan sebagainya.
Akhir-akhir ini, pengertian RM makin lebih diperluas. RM tidak hanya menunjuk
pada berkas yang berisikan catatan dan atau dokumen saja, tetapi menunjuk pada
suatu proses yang dimulai dari saat diterimanya pasien di sarana pelayanan,
diteruskan ke kegiatan pencatatan data medis

2. Manfaat
Permenkes no. 749 a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5
manfaat yaitu:
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Bahan untuk kepentingan penelitian
4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang
untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
1. Adminstrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif
pelayanan kesehatan.
2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
3. Financlal value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya
pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian
dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan
pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan
lainnya.
6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan
berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.
Menurut Depkes RI, 1994, manfaat rekam medis, diantaranya :

1. Menjamin kelengkapan administrasi pasien


2. Membantu memperlancar administrasi keuangan pasien
3. Memudahkan perencanaan dan penilaian pelayanan medis
4. Memperlancar komunikasi antar petugas kesehatan
5. Melindungi kepentingan hukum dari berbagai pihak
6. Sebagai kelengkapan dokumentasi sarana pelayanan kesehatan
7. Sebagai bahan rujukan pendidikan dan pelatihan
8. Sebagai sumber data penelitian

3. Kepemilikan Rekam Medis


Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu
hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut
didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya,
dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat
hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut se«ara otomatis akan banyak
data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga
kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat
dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian,
kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga
kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.
Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam
Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10
Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik
sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk
jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk
tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis
yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam
Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien,
maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis
menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada
keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya.
Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak
pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa,
apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

4. Penyelenggaraan Rekam Medis


Dalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis
pasien, baik yang rawat jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah
sumber data yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki
kelemahan. Beberapa kelemahan rekam medis adalah sering tidak adanya
beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisian rekam
medis yang tak lengkap, tidak tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi
penatalaksanaan “pelengkap” seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali
tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dll.
Dampak dari audit medis yang diharapkan tentu saja adalah peningkatan mutu dan
efektifitas pelayanan medis di sarana kesehatan tersebut. Namun di samping itu,
kita juga perlu memperhatikan dampak lain, seperti dampaknya terhadap perilaku
para profesional, tanggung-jawab manajemen terhadap nilai dari audit medis
tersebut, seberapa jauh mempengaruhi beban kerja, rasa akuntabilitas, prospek
karier dan moral, dan jenis pelatihan yang diperlukan Aspek legal terpenting dari
audit medis adalah penggunaan informasi medis pasien, yang tentu saja terkait
dengan kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Pada Permenkes RI tentang
rekam medis disebutkan bahwa salah satu tujuan dari rekam medis adalah untuk
riset dan sebagai data dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan
medis. Permenkes ini juga memberikan peluang pembahasan informasi medis
seseorang pasien di kalangan profesi medis untuk tujuan rujukan dan
pengembangan ilmiah. Demikian pula Asosiasi dokter sedunia (WMA, Oktober
1983) menyatakan bahwa penggunaan informasi medis untuk tujuan riset dan
audit dapat dibenarkan.
Ketentuan model yang diajukan oleh The American Medical Record Association

menyatakan bahwa informasi medis dapat dibuka dalam hal :

(a) memperoleh otorisasi tertulis dari pasien,

(b) sesuai dengan ketentuan undang-undang,

(c) diberikan kepada sarana kesehatan lain yang saat ini menangani pasien,

(d) untuk evaluasi perawatan medis,

(e) untuk riset dan pendidikan sesuai dengan peraturan setempat.

Di pihak lain, audit medis yang mereview rekam medis dapat saja menemukan
kesalahan-kesalahan orang, kesalahan prosedur, kesalahan peralatan dan lain-lain,
sehingga dapat menimbulkan rasa kurang nyawan bagi para profesional (dokter,
perawat, dan profesi kesehatan lain). Oleh karena itu perlu diingat bahwa audit
medis bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan medis dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan bukan untuk mencari kesalahan dan
menghukum seseorang. Tindakan manajemen yang diusulkan oleh panitia untuk
mengoreksi perilaku dan atau kapasitas perorangan harus dilakukan secara
bijaksana sehingga tidak terkesan sebagai sanksi hukuman. Boleh dikatakan
bahwa audit medis tidak mencari pelaku kesalahan (liable person/parties),
melainkan lebih ke arah menemukan risiko yang dapat dicegah (avoidable risks) –
sehingga arahnya benar-benar menuju peningkatan kualitas dan safety.
Dengan demikian dalam melaksanakan audit medis perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Semua orang / staf yang turut serta dalam audit medis adalah mereka yang
telah disumpah untuk menjaga kerahasiaan kedokteran sebagaimana diatur
dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966, dikenal memiliki
integritas yang tinggi dan memperoleh penunjukan resmi dari direksi.
2. Semua formulir data yang masuk dalam rangka audit medis tetap memiliki
tingkat kerahasiaan yang sama dengan rekam medis, termasuk seluruh
fotokopi dan fax.
3. Harus disepakati tentang sanksi bagi pelanggaran atas rahasia kedokteran ini,
misalnya penghentian penugasan / akses atas rekam medis, atau bahkan
penghentian hubungan kerja.
4. Seluruh laporan audit tidak diperkenankan mencantumkan identitas pasien,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Seluruh hasil audit medis ditujukan untuk kepentingan perbaikan pelayanan
medis di rumah sakit tersebut, tidak dapat dipergunakan untuk sarana
kesehatan lain dan tidak digunakan untuk menyalahkan atau menghukum
seseorang atau satu kelompok orang.
6. Seluruh hasil audit medis tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di
pengadilan (dalam keadaan tertentu, rekam medis tetap dapat digunakan
sebagai bukti di pengadilan)

4.1 Penyimpanan Rekam Medis


Pasal 10 Pennenkes No. 749a menyatakan secara tegas bahwa Rekam Medis harus
disimpan sekurang-kurangnya selama 5 tahun terhitung sejak saat pasien terakhir
berobat. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, masa penyimpanan ini
termasuk singkat. Di negara bagian Califonnia Amerika Serikat, penyimpanan
rekam medis adalah 7 tahun sejak terakhir kali pasien berobat. Untuk pasien anak-
anak, penyimpanan berkasnya bahkan sampai yang bersangkutan berusia 21 tahun
, dan kalau perlu bahkan sampai 28 tahun. Di Pensylvania masa penyimpanannya
lebih lama yaitu sampai 15 tahun, bahkan di negara Israel sampai 100 tahun.
Dalam rangka penghematan ruangan penyimpanan, ada beberapa negara yang
membolehkan berkas, yang berusia lebih dari 3 tahun dari saat terakhir pasien
berobat, dialihkan menjadi berkas dalam microfilm.
Khusus untuk kasus-kasus yang menjadi perkara di pengadilan, American
Medical Record Association dan American Hospital Association membuat
pengaturan lebih lanjut dalam Statement on Preservation of Patient Medical
Record in Health Care Institution. Dalam aturan tersebut dikatakan bahwa pada
kasus biasa berkas Rekam Medis disimpan sampai 10 tahun terhitung dari saat
pasien terakhir berobat. Sedang pada kasus yang diperkarakan di pengadilan,
penyimpanan berkas Rekam Medisnya lebih lama lagi yaitu 10 tahun kemudian
terhitung sejak perkara terakhimya selesai. “Berkas yang terlah habis masa
penyimpannya dapat dimusnahkan, kecuali jika ada halangan oleh peraturan lain.

4.2. Komputeriasi Rekam Medis


Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman informasi
medis merupakan upaya yang dapat mempercepat dan mempertajam bergeraknya
informasi medis untuk kepentingan ketepatan tindakan medis. Namun di sisi lain
dapat menimbulkan masalah baru di bidang kerahasiaan dan privacy pasien. Bila
data medis pasien jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, maka dapat terjadi
masalah hukum dan tanggung-jawab harus ditanggung oleh dokternya atau oleh
rumah sakitnya. Untuk itu maka standar pelaksanaan pembuatan dan
penyimpanan rekam medis yang selama ini berlaku bagi berkas kertas harus pula
diberlakukan pada berkas elektronik. Umumnya komputerisasi tidak
mengakibatkan rekam medis menjadi paperless, tetapi hanya menjadi less paper.
Beberapa data seperti data identitas, informed consent, hasil konsultasi, hasil
radiologi dan imaging harus tetap dalam bentuk kertas (print out). Konsil Asosiasi
Dokter Sedunia di bidang etik dan hukum menerbitkan ketentuan di bidang ini
pada tahun 1994. Beberapa petunjuk yang penting adalah :

1. Informasi medis hanya dimasukkan ke dalam komputer oleh personil yang


berwenang.
2. Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personil tertentu hanya bisa
mengakses data tertentu yang sesuai, dengan menggunakan security level
tertentu.
3. Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa ijin pasien. Distribusi informasi
medis harus dibatasi hanya kepada orang-orang yang berwenang saja. Orang-
orang tersebut juga tidak diperkenankan memindahtangankan informasi
tersebut kepada orang lain.
4. Data yang telah “tua” dapat dihapus setelah memberitahukan kepada dokter
dan pasiennya (atau ahli warisnya).
5. Terminal yang on-line hanya dapat digunakan oleh orang yang berwenang.
Rekam medis yang berbentuk kertas umumnya disimpan di Bagian Rekam Medis.
Orang yang akan mengaksesnya harus menunjukkan kartu pengenal atau surat ijin
dari direksi atau pejabat yang ditunjuk. Tetapi, sekali rekam medis ini keluar dari
“sarangnya”, petugas rekam medis tidak dapat lagi mengendalikannya. Mungkin
saja rekam medis ini dikopi, diedarkan, dll. Komputerisasi rekam medis harus
menerapkan sistem yang mengurangi kemungkinan kebocoran informasi ini.
Setiap pemakai harus memiliki PIN dan password, atau menggunakan sidik jari
atau pola iris mata sebagai pengenal identitasnya. Data medis juga dapat dipilah-
pilah sedemikian rupa, sehingga orang tertentu hanya bisa mengakses rekam
medis sampai batas tertentu. Misalnya seorang petugas registrasi hanya bisa
mengakses identitas umum pasien, seorang dokter hanya bisa mengakses seluruh
data milik pasiennya sendiri, seorang petugas “billing” hanya bisa mengakses
informasi khusus yang berguna untuk pembuatan tagihan, dll. Bila si dokter tidak
mengisi sendiri data medis tersebut, ia harus tetap memastikan bahwa pengisian
rekam medis yang dilakukan oleh petugas khusus tersebut telah benar.Sistem juga
harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang yang mengakses sesuatu data
tertentu (footprints). Di sisi lain, sistem harus bisa memberikan peluang
pemanfaatan data medis untuk kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini
perlu diingat bahwa data yang mengandung identitas tidak boleh diakses untuk
keperluan penelitian. Kopi rekam medis juga hanya boleh dilakukan di kantor
rekam medis sehingga bisa dibatasi peruntukannya. Suatu formulir “perjanjian”
dapat saja dibuat agar penerima kopi berjanji untuk tidak membuka informasi ini
kepada pihak-pihak lainnya.
Pengaksesan rekam medis juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang
tidak berwenang tidak dapat mengubah atau menghilangkan data medis, misalnya
data jenis “read-only” yang dapat diaksesnya. Bahkan orang yang berwenang
mengubah atau menambah atau menghilangkan sebagian data, harus dapat
terdeteksi “perubahannya” dan “siapa dan kapan perubahan tersebut dilakukan”.
Masalah hukum lainnya adalah apakah rekam medis elektonik tersebut masih
dapat dikategorikan sebagai bukti hukum dan bagaimana pula dengan bentuk
elektronik dari informed consent ? Memang kita menyadari bahwa berkas
elektronik juga merupakan bukti hukum, namun bagaimana membuktikan ke-
otentik-annya? Bila di berkas kertas selalu dibubuhi paraf setiap ada perubahan,
bagaimana dengan berkas elektronik?
Di sisi lain, komputerisasi mungkin memberikan bukti yang lebih baik, yaitu
perintah jarak jauh yang biasanya hanya berupa per-telepon (tanpa bukti), maka
sekarang dapat diberikan lewat email yang diberi “signature”.

4.3. Hak Dan Kewajiban Pada Rekam Medis


Oleh karena RM berisikan keterangan tentang pasien, yang didalamnya
melibatkan banyak petugas kesehatan, di samping juga sarana pelayanan tempat
diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka masalah hal dan kewajiban di
seputar RM mencakup bidang yang amat luas dan komplek sekali. Hak dan
kewajiban yang dimaksud, jika disederhanakan adalah sebagai berikut :

Hak dan Kewajiban Pasien


Hak : Pasien berhak penuh atas keterangan tentang dirinya yang tertulis dalam
RM dan petugas kesehatan tanpa persetujuan pasien tidak dibenarkan sama sekali
menyebarluaskan keterangan tersebut.

Kewajiban : Pasien wajib memberikan keterangan yang benar dan lengkap tentang
identitas, berbagai latar belakang serta masalah kesehatan yang dihadapinya.

Hak dan Kewajiban Petugas Kesehatan


Hak : Petugas kesehatan berhak memperoleh keterangan benar dan lengkap.
Kewajiban :

1. Petugas kesehatan wajib menjaga kerahasiaan ini RM dan tidak dibenarkan


memberitahukan isi RM tersebut, termasuk juga kepada badan asuransi
kesehatan, apabila sebelumnya tidak mendapat persetujuan dari pasien yang
bersangkutan.
2. Bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan penulisan isi RM
tersebut.
Hak dan Kewajiban Sarana Pelayanan Kesehatan
Hak : Hak dari sarana pelayanan kesehatan, misal Klinik Dokter Keluarga, adalah
memiliki RM yang dipergunakan. RM sebagai berkas adalah milik dan inventaris
sarana pelayanan kesehatan, tetapi isinya adalah milik pasien.
Kewajiban : Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab mnyelenggarakan
pelayanan RM yang baik, termasuk bertanggung jawab pula menyediakan
berbagai tenaga, sarana, prasarana yang diperlukan

5. Syarat Rekam Medis


Di rumah sakit didapat 2 jenis RM, yaitu :

1. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan


Adapun syarat dari isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat
catatan/dokumen tentang :

– Identitas pasien

– Pemeriksaan fisik

– Diagnosis/masalah

– Tindakan/pengobatan

– Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

2. Rekam Medis Pasien Rawat Inap


Adapun syarat dari rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya
memuat :

– Identitas pasien

– Pemeriksaan

– Diagnosis/masalah

– Persetujuan tindakan medis (bila ada)

– Tindakan/pengobatan

– Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

6. Bentuk Rekam medis


Menurut bentuk dari rekam medis, dapat di kelompokkan menjadi 2 jenis rekam
medis, yaitu :

1. Rekam medis konvensional: Rekam medis yang terbuat dan berbentuk


lembaran – lembaran kertas yang diiisi dengan tulisan tangan atau ketikan
komputer yang telah diprint. Bentuk rekam medis ini sangat umum dan dapat
ditemukan diseluruh rumah sakit, klinik, maupun praktek dokter.
Keuntungan dari RM bentuk konvensional ini adalah mudah untuk didapatkan,
bisa dilakukan oleh siapa saja dalam hal ini staf medis yang tidak memerlukan
ketrampilan khusus, mudah dibawa dan mampu di isi kapan saja dan di mana saja.
Namun RM dalam bentuk ini memiliki kerugian, yaitu dapat terjadi kesalahan
dalam penulisan dan pembacaan, tidak ringkas, mudah rusak oleh keadaan basah,
mudah terbakar karena terbuat dari bahan kertas, memiliki keterbatasan dalam hal
penyimpanan karena bentuknya yang bisa dikatakan besar, dan kerapian dari
penulisan akan berkurang.

2. Rekam medis elektronik: Rekam medis yang terbuat dan berbentuk


elektronik berupa data – data di komputer yang diisi dengan hanya mengetik
di komputer. Bentuk rekam medis ini sangat jarang ditemukan. Hanya
ditemukan pada rumah sakit, klinik ataupun praktek dokter yang sudah
modern dan canggih.
RM dalam bentuk ini memiliki beberapa keuntungan antara lain, yaitu ringkas,
bisa menampung dalam jumlah yang sangat banyak, tidak memakan banyak
tempat dalam hal penyimpanan karena disimpan dalam bentuk data komputer,
bisa disimpan lama. Di samping itu, kerugian dari RM bentuk ini juga ada, yaitu
mudah terserang virus yang merusak data, tidak semua orang bisa
mengoperasikannya, hanya terjangkau oleh kalangan tertentu, dan tidak dapat
dioperasikan apabila tidak ada sumber listrik.

Pada kenyataannya, RM bentuk konvensional yang banyak ditemukan dan sebagai


standar bentuk RM di dalam suatu rumah sakit, klinik ataupun praktek dokter.

7. Isi Rekam Medis


Adapun isi dari rekam medis terdiri dari 2 komponen utama, yaitu :

1. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien,


diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kompetensinya.
2. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto
rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi
keilmuannya.
Di rumah sakit didapat 2 jenis RM, yaitu :

1. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan


2. Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, RM mempunyai
informasi pasien antara lain :

1. Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)


2. Riwayat penyakit (anamnesa) tentang
– Keluhan utama

– Riwayat sekarang

– Riwayat penyakit yang pernah diderita

– Riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan

1. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,


scanning MRI, dan lain – lain
2. Diagnosa dan atau diagnosa banding.
3. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan
yang berwenang.
Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam
rawat jalan, dengan tambahan.

– Persetujuan tindakan medik


– Catatan konsultasi

– Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

– Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

– Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Keterangan tentang Data Klinik (Clinical Data)


1. Tanggal kedatangan
2. Keluhan dari masalah kesehatan yang dihadapi
3. Jenis dan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan
4. Jenis dan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan
5. Masalah kesehatan yang ditemukan (diagnosis)
6. Rencana pengobatan dan tindakan medik yang dilakukan
7. Kemajuan dari pengobatan dan tindakan medik yang dilakukan tersebut.
8. Rekam Medis Berdasarkan Masalah (POMR = Problem Oriented Medical
Record)
RM yang digunakan pada pelayanan kedokteran keluarga banyak macamnya. Jika
RM tersebut sekaligus dipakai sebagai alat Bantu untuk merumuskan alur oikir
dan atau pedoman dalammelakukan masalah kesehatan yang sedang
ditangani,maka RM ini disebut Rekam Medis yang berorientasi Masalah (POMR
= Problem Oriented Medical Record).POMR ini pertama kalu diperkenalkan oleh
Weed (1968) dan akhir-akhir ini makin banyak dipergunakan.
Rekam Medik berorientasi Masalah atau Problem Oriented Medical Record
adalah system pencatatan medis yang dikembangkan dengan pendekatan metode
ilmiah untuk menunjang pemecahan masalah secara klinik. POMR ini biasanya
digunkan di pusat-pusat pendidikan. Adapun tujuan dari POMR adalah untuk :
Mencatat riwayat kesehatan pasien dan keluarganya secara lengkap sesuai
dengan permasalahan yang ada.
Memperoleh keterangan yang jelas tentang riwayat medis dan permasalhan
kesehatan pasien dan keluarganya dalam waktu yang singkat.
Terdapat 4 Unsur pokok pada POMR ini, yaitu (Geyman, 1971)
1. Data Dasar Keluarga (Data Base)
Berupa : data demografi, riwayat kesehatan data biologis, riwayat tindakan
pencegahan, data berbagai faktor resiko, dan data kesehatan lingkungan rumah
dan pemukiman,struktur keluarga, fungsi keluarga dan aplikasinya

2. Data Masalah Kesehatan (Problem List)


Berasal dari hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan
penunjang dicatat adanya masalah: anatomi, fisiologi, sosial, ekonomi, mental dan
perilaku, dan tulisankan penilaiannya (assessment).

3. Rencana Awal (initial Plan)


Pada bagian ini dicatat: diagnosis dengan terapi, prosedur lacak dan edukasi
pasien yang akan dilakukan.

4. Catatan Kemajuan (Progress Note)


Pada bagian ini dicatat kemajuan yang diperoleh sebagai hasil dari tindakan yang
telah dilakukan untuk setiap masalah kesehatan. Dibedakan menjadi 3 macam
yaitu:
1. Uraian narasi (narrative notes)
2. Lembar alur (floe sheets)
3. Ringkasan setelah pasien sembuh (discharge summary)

8.1. Data Masalah Kesehatan


Masalah kesehatan, secara umum dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Masalah aktif
Masalah yang masih atau sedang berlangsung.
Masalah yang masih membutuhkan pemeriksaan dan penanganan selanjutnya.
Masalah yang masih membutuhkan terapi atau tindakan khusus.
Masalah yang dapat mempengaruhi perawatan pasien saat ini maupun masa
yang akan datang (faktor resiko yang akan datang)
2. Masalah inaktif
Masalah yang masih tetap ada pada pasien tetapi tidak memerlukan tindakan
khusus, misal polio 10 tahun yang lalu dengan atrofi 1 kaki, sekarang sudah
bekerja tetapi jalannya pincang,dsb.
Masalah masa lalu yang mungkin terjadi penyebab atau diduga ada kaitannya
dengan masalah yang sekarang, misal : anak dengan riwayat kelahiran asfiksia
berat saat ini mendderita sering kejang.
Masalah yang telah lampau tetapi ada kemungkinan kambuh lagi, misalnya
ulkus peptikum, TBC paru dsb.
Sedangkan cara membuat Daftar Masalah adalah sebagai berikut :
1. Setiap masalah yang yang perlu di jadikanmasalah harus dimasukkan ke
dalam daftar masalah.
2. Setiap masalahdi beri nomor secara berurutan menurut tanggal ditemukannya
masalah.
3. Setiap masalah ditulis secara jelas dan objektif sesuai fakta yang ada baik
anamnesis, pemeriksaan jasmani, maupun pemeriksaan penunjang.
4. Bila timbul masalah baru, masalah tersebut harus ditambahkan dalam daftar
masalah.
5. Tidak boleh menggunakan istilah yang tidak lazim digunakan.
6. Bila terdapat 2 masalah atau lebih yang saling berhubungan tetapi
penanganannya berbeda masalah ditulis sendiri-sendiri, kecuali bila
penanganannya sama ditulis sindroma (1 masalah).
7. Sekali satu nomor dipakai untuk sebuah masalah -> nomor tidak boleh
digunakan untuk masalah lain walaupun masalah teratas.
8. Daftar masalah diletakkan di bagian terdepan dari berkas rekam medik agar
masalahnya dapat diketahui secara cepat.
9. Dokter harus membuat prioritas penyelesaian masalah.

8.2. Rencana Awal


Rencana awal berisis rencana pengelolaan, baik rencana awal maupun
pengelolaan lanjut (di ruang perawatan) dengan mengacu kepada daftar masalah.
Setiap masalah aktif mempunyai rencana tersendiri.
Teknis penyusunan rencana adalah sebagai berikut :
1. Rencana hanya untuk masalah aktif
2. Rencana ditulis satu persatu sesuai masalah aktif yang ada
3. Rencana sedapat mungkin bersifat spesifik untuk tercapainya tujuan
pemecahan masalah
4. Rekomendasi dari ahli yang lain dapat dimasukkan dalam rencana
5. Rencana pengobatan & tindakan diberi nomor sesuai nomor masalah bukan
no.urutan
6. Rencana yang perlu segera dilaksanakan -> diberi tanda khusus sehingga
mudah dilaksanakan.
Rencana awal mencakup hal-hal berikut :
1. Rencana diagnosis
2. Rencana tindakan
3. Rencana terapi
4. Rencana monitoring dan evaluasi asuhan keperawatan
5. Rencana edukasi
Sedangkan Rencana lanjutan adalah rencana yang dibuat setelah membuat catatan
kemajuan. Rencana lanjutan dapat pula sudah dipikirkan saat menyusun rencana
awal.

8.3. Catatan Kemajuan


Catatan perkembangan adalah tindak lanjut penanganan masalah dan mekanisme
umpan balik terhadap daftar masalah dan rencana awal.
Fungsi dari catatan kemajuan adalah :
1. Menggambarkan keadaan pasien yang mutakhir, waktu demi waktu, berisi apa
yang sedang terjadi, sedang dikerjakan dan apa yang direncanakan untuk
dikerjakan.
2. Merupakan penilaian periodik terhadap pelayanan medik yang diberikan
3. Merupakan gambaran proses penyakit berdasarkan data yang ada
4. Merupakan data penting untuk pihak ketiga
Sedangkan isinya merupakan informasi tambahan yang diperoleh selama
pengelolaan masalah, yaitu :

Data subyektif yang didapat dari anamnesis tambahan


maupun data obyektif yang didapat dari pemeriksaan fisik tambahan ataupun
pemeriksaan penunjang.
Analisis data subyektif dan obyektif
dan rencana baru
Atau biasa dituliskan dalam POMR sebagai SOAP, yang uraiannya adalah
sebagai berikut :

S = Subjective Information (Keterangan Subyektif) :


Keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit sebelumnya
(RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK), keadaan sosial ekonomi

O = Objective Information (Keterangan Obyektif)


Temuan pemeriksaan fisik, data-data pemeriksaan psikologik, hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain

A = Assessment (Penilaian) :
Status masalah sekarang/diagnosis kerja (working diagnosis), diagnosis, diagnosis
banding (defferential diagnosis), ICD (International Classification of Diseases)

P = Plan (Rencana) :
Penatalaksanaan medikamentosa dan nonmedikamentosa, rencana pemeriksaan
penunjang, target penatalaksanaan, edukasi pasien.

8.4. Resume Akhir


Dari beberapa kewajiba dokter atas rekam medis pada pasien rawat inap, ada satu
hal yang perlu diperhatikan khusus, yaitu pembuatan resume akhir atau evaluasi
pengobatan. Resume ini dibuat setelah pasien ini dipulangkan.

Isi resume harus singkat, menjelaskan informasi penting tentang penyakit,


pemeriksaan yang dilakukan dan pengobatannya. Isinya antara lain menjelaskan :

1. Mengapa pasien masuk rumah sakit (anamnesis)


2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rontgen dan lain-
lain.
3. Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksanakan
4. Keadaan pasien waktu keluar (perlu berobat jalan, mampu untuk bekerja dan
lain-lain)
5. Anjuran pengobatan dan perawatan (nama obat dan dosisnya, tindakan
pengobatan lain, dirujuk kemana, perjanjian untuk datang lagi dan lain-lain)

Tujuan pembuatan resume ini adalah :


1. Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi
serta bahan yang berguna bagi dokter pada waktu menerima pasien untuk
dirawat kembali.
2. Bahan penilaian staf medik rumah sakit.
3. Untuk memenuhi permintaan dari badan-badan resmi atau perorangan tentang
perawatan seorang pasien. Misalnya dari perusahaan Asuransi (setelah
persetujuan Direktur).
4. Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter yang mengirim dan
dokter konsultan.
Untuk pasien yang meniggal dibuat Laporan sebab kematian.

8.5. Genogram
Genogram adalah suatu gambar/diagram/ susunan pohon keluarga dari pasien
yang disusun oleh dokter keluarga berdasarkan informasi dari pasien dan
keluarganya, yang di dalamnya tercantum keterangan kesehatan seluruh anggota
keluarganya, sehingga memungkinkan terlacaknya masalah pasien dan keluarga
yang sebenarnya, terutama kesehatan yang erat hubungannya dengan penyakit
herediter dan atau penyakit menular. Adapun tujuan pembuatan genogram ini
ialah :
Mendapatkan gambaran tentang latar belakang keluarga
Mengetahui masalah – masalah kesehatan dalam keluarga yang potensial
mempunyai hubungan dengan masalah kesehatan yang ada pada pasien
Sedangkan waktu pembuatannya adalah :
Pada saat pasien datang pertama kali
Kunjungan berikutnya
Pada beberapa kali kunjungan
Syarat genogram yang baik yaitu :
Tercantum sekurang – kurangnya 3 generasi, yang lahir terlebih dahulu di
sebelah kiri
Tercantum nama, umur, tanda hidup/mati, penyebab kematian, keadaan
kesehatan dari seluruh anggota keluarga dan anggota keluarga yang tinggal
satu atap.
Tercantum kedaan hubungan antar personal anggota keluarga yang mungkin
harus diperhatikan dokter
Tercantum keadaan sosial anggota keluarga yang mungkin mempengaruhi dan
dipengaruhi keadaan kesehatan keluarga
Simbol – simbol yang digunakan dibuat sederhana dan mudah dilihat
Tercantum keterangan/catatan kaki dari semua simbol dan singkatan yang
digunakan
Tercantum tanggal pembuatan dan nama pembuatannya

2. Struktur Kode ICPC dan ICF

Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk
memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan
angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang
ada dalam rekam medis harus di beri kode dan selanjutnya di indeks agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi
perencanaan, managemen, dan riset bidang kesehatan. Pemberian kode ini
merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang mengelompokan
penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah disepakati.
Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan
menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit, sedangkan ICOPIM dan ICD-
9-CM digunakan untuk mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk
mengkode penyakit dan tindakan.

Pengertian ICD-10
ICD merupakan singkatan dari International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problems dimana memuat klasifikasi diagnostik penyakit
dengan standar internasional yang disusun berdasarkan sistem kategori dan
dikelompokkan dalam satuan penyakit menurut kriteria yang telah disepakati
pakar internasional.Sehingga ICD dapat dikatakan sistem penggolongan penyakit
dan masalah kesehatan lainnya secara internasional yang ditetapkan menurut
kriteria tertentu.Klasifikasi penyakit bisa didefinisikan sebagai sebuah sistem
kategori tempat jenis penyakit dimasukkan sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. WHO (2005)
Fungsi ICD-10
Sebagaimana dikemukakan oleh Gemala Hatta (2008:134), fungsi ICD salah
satunya adalah sebagai berikut:
5. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan.
6. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
7. Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (Diagnosis-Related Groups) untuk
sistem penagihan biaya pelayanan.
8. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.

Stuktur ICD-10
Menurut Gemala Hatta (2008:135), dalam buku ICD-10 terdiri dari 3 volume,
yaitu:
2. Volume 1
Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit.
Laporan konferensi Internasional yang menyetujui revisi ICD-10.
Daftar kategori 3 karakter.
Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub kategori empat
karakter.
Daftar morfologi neoplasma.
Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas.
Definisi-definisi.
Regulasi-regulasi nomenklatur.
Daftar tabulasi mortalitas terdiri atas :

Daftar 1-kematian umum-daftar dengan 103 penyebab yang luas (General


Mortality Condensed List-103 Causes).
Daftar 2-kematian umum-daftar terpilih dengan 80 penyebab (General
Mortality Selected List-80 Causes).
Daftar 3-kematian bayi dan anak-daftar dengan 67 penyebab yang luas (Infant
and Child Mortality Condensed List-67 Causes).
Daftar 4-kematian bayi dan anak-daftar terpilih dengan 51 penyebab (Infant
and Child Mortality Selected List-51 Causes).
Daftar tabulasi morbiditas (terdiri dari 298 penyebab):
Volume 1 (edisi ke-1) terdiri atas 21 bab dengan sistem kode alfanumerik.
Pada volume 1 edisi ke-2 terdapat penambahan bab menjadi 22 bab. Bab disusun
menurut grup sistem anatomi dan grup khusus. Grup khusus mencakup penyakit-
penyakit yang sulit untuk diletakan secara anatomis.
Pengkodean dimulai dengan huruf, 15 bab menggunakan satu huruf (Bab
IV-VI, IX-XVIII, XXI dan XXII), tiga bab menggunakan huruf yang juga dipakai
oleh bab lain (Bab III menggunakan alphabet D, yang sama dengan neoplasma,
bab VII dan VIII menggunakan abjad H), dan empat bab memiliki lebih dari satu
huruf (Bab I, II, XIX, dan XX).

2. Volume 2 :
Buku ICD-10 volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan ICD-10 yang berisi :

Penjelasan tentang ICD (International Classification Of Diseases and Health


Problems).
Cara penggunaan ICD-10.
Aturan dan petunjuk pengkodean morbiditas dan mortalitas.
Presentasi statistik.
Riwayat perkembangan ICD
3. Volume 3 :
Disebut Alphabetical Indeks (Indeks abjad). Yang terdiri dari :

Susunan indeks secara umum.


Seksi I : indeks abjad penyakit, bentuk cedera.
Seksi II : penyebab luar cedera.
Seksi III : Tabel obat dan zat kimia.
Perbaikan terhadap volume 1.

Dasar Menentukan Kode Berdasarkan ICD-10


Dasar dalam menentukan kode berdasarkan ICD-10 adalah sebagai berikut:
Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan lihat di buku ICD volume 3
(Alphabetical Index). Jika pernyataannya adalah penyakit atau cedera atau
lainnya diklasifikasikan dalam bab 1-19 dan 21 (Section I Volume 3). Jika
pernyataannya adalah penyebab luar atau cedera diklasifikasikan pada bab 20
(Section II Volume 3)
Tentukan Lead Term. Untuk penyakit dan cedera biasanya adalah kata benda
untuk kondisi patologis. Namum, beberapa kondisi dijelaskan dalam kata sifat
atau xxx dimasukkan dalam index sebagai Lead Term.
Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci.
Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini
tidak mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead
term (penjelasan ini mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis
tercantum.
Ikuti setiap petunjuk rujukan silang (“see” dan “see also”) yang ditemukan
dalam index
Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada volume 1. Untuk Kategori 3
karakter dengan.- (point dash) berarti ada karakter ke 4 yang harus ditentukan
pada Volume 1 karena tidak terdapat dalam Index
Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah
bab atau dibawah blok atau dibawah judul kategori.
Tentukan Kode
Aturan dalam Menyeleksi Kembali Diagnosa Utama
Menurut Permenkes No. 27 thn 2014 tentang Juknis Sistem INA CBGs, sebagai
koder yang baik dalam menentukan suatu diagnosa yaitu dengan menyeleksi
kembali diagnosa yang telah di tegakkan. Untuk itu aturan dalam menyeleksi
suatu diagnosa utama adalah sebagai berikut:
2. Penulisan diagnosis harus lengkap dan spesifik (menunjukkan letak, topografi,
dan etiologinya).
Diagnosis harus mempunyai nilai informatif sesuai dengan kategori ICD yang
spesifik.
Contoh :

– Acute appendicitis with perforation


– Diabetic cataract, insulin-dependent
– Acute renal failure

3. Kode diagnosis Dagger (†) dan Asterisk (*)


Jika memungkinkan, kode dagger dan asterisk harus digunakan sebagai kondisi
utama, karena kode-kode tersebut menandakan dua pathways yang berbeda untuk
satu kondisi
Contoh :
Measles pneumonia = B05.2† J17.1*
Pericarditis tuberculosis = A18.8† I32.0*
NIDDM karatak = E11.3† H28.0*

4. Symptoms (gejala), tanda dan temuan abnormal dan situasi yang bukan
penyakit :
Hati-hati dalam mengkode diagnosis utama untuk BAB XVIII (kode “R”) dan
XXI (kode “Z”) untuk kasus rawat inap.
3. Jika diagnosis yang lebih spesifik (penyakit atau cidera) tidak dibuat pada
akhir rawat inap maka diizinkan memberi kode “R” atau kode “Z” sebagai
kode kondisi utama.
4. Jika diagnosis utama masih disebut “suspect” dan tidak ada informasi lebih
lanjut atau klarifikasi maka harus dikode seolah-olah telah ditegakkan.
Kategori Z03.- (Medical observation and evaluation for suspected diseases and
conditions) diterapkan pada “Suspected” yang dapat dikesampingkan sesudah
pemeriksaan.
contoh :
Kondisi utama : Suspected acute Cholecystitis
Kondisi lain :–

Diberi kode Acute Cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosis utama


5. Aturan Reseleksi Diagnosis MB1-MB5
RULE MB1 :
Kondisi minor direkam sebagai ”diagnosis utama” (main condition), kondisi yang
lebih bermakna direkam sebagai ”diagnosis sekunder” (other condition).
Diagnosis utama adalah kondisi yang relevan bagi perawatan yang terjadi, dan
jenis spesialis yang mengasuh, pilih kondisi yang relevan sebagai ”Diagnosis
utama”
Contoh :
Diagnosis utama : Sinusitis akut
Diagnosis sekunder : Carcinoma endoservik, Hypertensi
Prosedur : Histerektomi Total
Spesialis : Ginekologi
Reseleksi Carcinoma endoserviks sebagai kondisi utama.
RULE MB2 :

Beberapa kondisi yang direkam sebagai diagnosis utama


3. Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai
diagnosis utama dan informasi dari rekam medis menunjukkan salah satu dari
diagnosis tersebut sebagai diagnosis utama maka pilih diagnosis tersebut
sebagai diagnosis utama.
4. Jika tidak ada informasi lain, pilih kondisi yang disebutkan pertama
Contoh :

2. Diagnosis Utama : Osteoporosis


Bronchopnemonia
Rheumatism
Diagnosis Sekunder : –

Bidang specialisasi : Penyakit Paru

Reseleksi Diagnosis utama Bronchopneumonia (J 18.9)


3. Diagnosis Utama : Ketuban pecah dini, presentasi bokong dan anemia
Diagnosis Sekunder : Partus spontan

Reseleksi Diagnosis Utama Ketuban pecah dini


RULE MB3 :
Kondisi yang direkam sebagai diagnosis utama menggambarkan suatu gejala yang
timbul akibat suatu kondisi yang ditangani. Suatu gejala yang diklasfikasikan
dalam Bab XVIII (R.-), atau suatu masalah yang dapat diklasfikasikan dalam bab
XXI (Z) dicatat sebagai kondisi utama, sedangkan informasi di rekam medis,
terekam kondisi lain yang lebih menggambarkan diagnosis pasien dan kepada
kondisi ini terapi diberikan maka reseleksi kondisi tersebut sebagai diagnosis
utama.

Contoh:
Diagnosis Utama : Hematuria
Diagnosis Sekunder : Varises pembuluh darah tungkai
bawah, Papiloma dinding posterior kandung kemih
Tindakan : Eksisi diatermi papilomata

Specialis : Urologi
Reseleksi Papiloma dinding posterior kandung kemih (D41.4) sebagai diagnosis
utama.

RULE MB4 :
Spesifisitas
Bila diagnosis yang terekam sebagai diagnosis utama adalah istilah yang umum,
dan ada istilah lain yang memberi informasi lebih tepat tentang topografi atau sifat
dasar suatu kondisi, maka reseleksi kondisi terakhir sebagai diagnosis utama :
Contoh:

Diagnosis Utama : Cerebrovascular accident


Diagnosis Sekunder : Diabetes mellitus, Hypertensi, Cerebral
haemorrhage
Reseleksi cerebral haemorrhage sebagai diagnosis utama ( I61.9.)
RULE MB5 :

Alternatif diagnosis utama

Apabila suatu gejala atau tanda dicatat sebagai kondisi utama yang karena satu
dan lain hal gejala tersebut dipilih sebagai kondisi utama. Bila ada 2 atau lebih
dari 2 kondisi direkam sebagai pilihan diagnostik sebagai kondisi utama, pilih
yang pertama disebut.

Contoh :

Diagnosis Utama : Sakit kepala karena stess dan tegang atau sinusitis akut

Diagnosis Sekunder :–

Reseleksi sakit kepala headache (R51) sebagai Diagnosis utama


Diagnosis Utama : akut kolesistitis atau akut pankreatitis

Reseleksi akut kolesistitis K81.0 sebagai diagnosis utama.

Kekhususan dan detail ( Specificity and detail )


Setiap pernyataan diagnostik harus sebagai informatif mungkin untuk
mengklasifikasikan kondisi ICD kategori yang paling spesifik. Contoh pernyataan
diagnostik tersebut meliputi:
10. Karsinoma sel Transisional trigonum kandung kemih
11. Akut usus buntu dengan perforasi
12. Diabetes katarak, tergantung insulin
13. Meningokokus pericarditis
14. Perawatan kehamilan untuk diplopia
15. Hipertensi kehamilan yang disebabkan karena reaksi alergi antihistamin yang
diambil sebagai diresepkan
16. Osteoartritis pinggul karena patah tulang pinggul tua
17. Fraktur leher tulang paha yang mengikuti jatuh di rumah
18. Ketiga – derajat bakar dari telapak tangan. (ICD-10, 2005)

Pengkodean Morbiditas
Dalam menentukan kode ICD digunakan analisis morbiditas selama pasien
berada ditempat pelayanan kesehatan, dari analisis morbiditas ditemukan kondisi
utama atau diagnosa yang relevan dengan treatment dan investigasi selama
berada dalam pelayanan kesehatan tersebut.
Kondisi utama adalah suatu diagnosis/ kondisi kesehatan yang
menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang ditegakan
pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya
pengobatanya. (Gemala Hatta, 2008:140) Selain memilih diagnosa utama, dalam
berkas rekam medis terdapat diagnosa tambahan, maka pisahkanlah mana yang
merupakan diagnosa utama dan mana yang merupakan diagnosa tambahan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi sekunder sebagaimana dikemukakan
oleh Gemala Hatta (2008:140). “kondisi sekunder adalah diagnosis yang
menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama
episode pelayanan”.

Pengertian Diagnosa
Menurut Handayani dan Sutikno (2008), diagnosis sendiri didefinisikan sebagai
suatu proses penting pemberian nama dan pengklasifikasian penyakit-penyakit
pasien, yang menunjukkan kemungkinan nasib pasien dan yang mengarahkan
pada pengobatan tertentu. Diagnosis sebagaimana halnya dengan penelitian-
penelitian ilmiah, didasarkan atas metode hipotesis. Dengan metode hipotesis ini
menjadikan penyakit-penyakit begitu mudah dikenali hanya dengan suatu
kesimpulan diagnostik. Diagnosis dimulai sejak permulaan wawancara medis dan
berlangsung selama melakukan pemeriksaan fisik. Dari diagnosis tersebut akan
diperoleh pertanyaan-pertanyaan yang terarah, perincian pemeriksaan fisik yang
dilakukan untuk menentukan pilihan tes-tes serta pemeriksaan khusus yang akan
dikerjakan. Data yang berhasil dihimpun akan dipertimbangkan dan
diklasifikasikan berdasarkan keluhan-keluhan dari pasien serta hubungannya
terhadap penyakit tertentu. Berdasarkan gejala-gejala serta tanda-tanda yang
dialami oleh penderita, maka penegakkan diagnosis akan lebih terpusat pada
bagian-bagian tubuh tertentu. Dengan demikian penyebab dari gejala-gejala dan
tanda-tanda tersebut dapat diketahui dengan mudah dan akhirnya diperoleh
kesimpulan awal mengenai penyakit tertentu.

4. Penerapan Klasifikasi dan Kodefikasi ICF

Kaidah koding ICD-10 ( International Classification of Diseases ) adalah


ketentuan-ketentuan dalam penetapan kode ICD-10. Sedangkan pengertian koding
ICD adalah penetapan kode ICD dari suatu diagnosis, prosedur, jasa maupun
pelayanan ke dalam kode numerik dan atau alfanumerik untuk tujuan pelaporan
statistik dan pembayaran klaim asuransi yang menggunakan kode ICD sebagai
dasar penetapan tarif klaimnya. Kegiatan koding ICD ini membutuhkan
pengetahuan tentang terminologi medis, diagnosis, prosedur medis, dan bahasa
inggris untuk dapat mengalokasikan kode ICD secara akurat.
Alat bantu dalam melakukan koding ICD yaitu harus ada Buku ICD-10 Volume 1
dan 3, kamus kedokteran dan kamus bahasa inggris. Dapat juga dibantu melalui
website ICD online, kamus online dan juga search engine untuk pencarian
informasi yang terkait dalam koding ICD.

Buku ICD-10 terdiri dari 3 (tiga) volume yaitu :

• Volume 1 Daftar Tabulasi

Bagian ini memuat klasifikasi utama, terdiri dari kategori tiga karakter dan
subkategori empat karakter dalam 22 bab, daftar tabulasi khusus (special
tabulation lists), dan definisi regulasi nomenklatur.

• Volume 2 Manual Instruksi

Bagian ini berisi deskripsi tentang sejarah ICD, struktur dan prinsip
klasifikasi, aturan-aturan koding morbiditas dan mortalitas serta penjelasan
mengenai statistik.

• Volume 3 Indeks Alfabetik

Bagian ini berisi petunjuk praktis bagi pengguna ICD agar dapat
memanfaatkan klasifikasi dengan baik. Bagian ini terdiri dari 3 bagian
(section) :
Section I : Mengenai penyakit dan cedera (Diseases & nature of injury)

Section II : Mengenai penyebab luar cedera (External causes of injury)


Section III : Mengenai daftar obat dan bahan kimia (Table of drugs &
chemicals)

Struktur dari volume 3 ini berisikan daftar lead term, modifiers dan
perkiraan kode ( yang harus di cross-check dengan volume 1).

ANALISIS DOKUMEN REKAM MEDIS


Tujuan dari analisis dokumen rekam medis adalah agar kode yang terpilih dapat
merepresentasikan dengan tepat diagnosis. Bagian rekam medis yang perlu
dianalisis untuk menunjang ketepatan diagnosis antara lain :

• Resume medis, anamnesis, pemeriksaan fisik, terapi, follow up perawatan.


• Pemeriksaan penunjang seperti hasil laboratorium patologi klinik, patologi
anatomi, radiologi.
• Laporan catatan tenaga medis seperti catatan dokter, catatan perawat atau
bidan, laporan operasi, catatan fisioterapi.

PEDOMAN SEDERHANA DALAM KODING


Pedoman sederhana dalam melakukan koding ICD diagnosis adalah sebagai
berikut :

• Identifikasi tipe pernyataan dianosis yang akan dikode.


• Lihat lead term pada ICD volume 3.
• Lead term atau main term adalah kata kunci yang menjadi acuan pencarian
kode pada indeks alfabetik. diindeks lead term dicetak tebal di sisi kiri.
Lead term merupakan masalah utama (diagnosis, cedera, dll) pada pasien.
• Jika kita tetap menjadikan letak anatomi sebagai lead term maka akan
muncul istilah see condition yang berarti harus merujuk pada kondisi
pasien dan bukan letak anatominya.
• Indeks alfabetik telah disusun sedemikian sehingga dapat mengalokasikan
kode yang tepat dengan mencari lead term dari berbagai istilah yang
berbeda. Umumnya merupakan kelainan, kondisi, gangguan.
• Baca seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah lead term.
• Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung ( ) sesudah lead term.
• Ikuti secara hati-hati setiap cross -references dan perhatikan see dan see-
also yang ada dalam indeks.
• Lihat daftar tabulasi ICD volume 1 untuk melihat kode yang paling tepat.
Bila ada, cari karakter ke-4
• Ikuti inclusion dan exclusion kode.

Setiap Bab dalam ICD-10 memiliki kekhususan berupa catatan-catatan yang perlu
diperhatikan dalam menentukan kode penyakit. Umumnya catatan tersebut berupa
tata cara pengalokasian kode, atau tambahan subklasifikasi. Dapat pula berupa
keterangan mengenai kode tambahan opsional yang dapat diberikan terkait
klasifikasi tertentu dalam bab tersebut. Mengenai kekhususan ini akan dibahas
terpisah dalam artikel selanjutya.

5. Pedoman Klasifikasi dan Kodefikasi BAB XXI


Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan tanggung jawab Negara dan
hak konstitusional setiap orang. Salah satu jenis program SJSN adalah Jaminan
Kesehatan yang diselenggarakan secara nasional (JKN). Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia no 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), pemerintah menunjuk BPJS Kesehatan sebagai pelaksana
JKN.
Sistem pembiayaan kesehatan yang sudah berlangsung sebelum adanya BPJS
Kesehatan adalah dengan cara “fee for service”. Dalam implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA- CBGs sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013. Dasar
pengelompokkan dalam INA-CBGs menggunakan system kodifikasi dari
diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan
acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur.
Pengelompokan menggunakan system teknologi informasi berupa Aplikasi INA-
CBG yang menghasilakn kode-kode rawat inap dan rawat jalan. Klaim dengan
sistem INA-CBG's sangat tergantung pada ketepatan penulisan diagnosis yang
dicantumkan dalam bentuk kode. Kesalahan penulisan kode dapat mengakibatkan
“under coding” atau “over coding”. Kesalahan ini berimbas pada besaran klaim
biaya perawatan dan atau dapat menyentuh ranah hukum. Semua rumah sakit
yang menjadi mitra BPJS Kesehatan wajib menggunakan output dari aplikasi INA
CBG untuk mengajukan tagihan pembiayaan atas pelayanan yang sudah
dilakukan. Untuk itu perlu kesiapan berbagai profesi yang terkait dan
bertanggungjawab dalam pelayanan kesehatan dengan system pembiayaan INA-
CBG's ini. Pemahaman tentang INA-CBG's, koding diagnosis dengan ICD 10 dan
ICD - 9 CM merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh profesi-profesi yang
terkait, terutama Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), petugas koding
rekam medis dan petugas yang bertanggung jawab untuk pengajuan klaim.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pelatihan dan pendampingan dalam
menerapkan kaidah koding diagnosis dan tindakan serta penerapannya dalam
INA-CBrG's dan tidak ada perbedaan pemahaman antara DPJP, petugas koding
dan verifikator BPJS Kesehatan

6. Pelaksanaan pengodean BAB XXI

Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau


angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosa yang ada didalam rekam medis harus
diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada
penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset
bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health
Organization) bertujuan untuk meyeragamkan nama dan golongan penyakit,
cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Kecepatan dan
ketepatan koding dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada pelaksana yang
menangani rekam medis tersebut :
Indexing Rekam Medis 1.Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis
1.Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
2.Tenaga kesehatan lainnya
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan
tanggungjawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah, oleh karena
itu harus di diagnosis sesuai dengan yang ada didalam rekam medis. Koding ini
harus lengkap dan sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10
INDEX
Indexing adalah membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat ke
dalam indeks-indeks (dapat menggunakan kartu indeks atau komputerisasi).
Didalam kartu indeks tidak boleh mencantumkan nama pasien.
Jenis indeks biasa dibuat :

1. Indeks Pasien
Indeks Pasien adalah satu kartu katalog yang berisi nama semua pasien yang
pernah brobat di rumah sakit.
Kegunaan indeks penderita adalah sebagai kunci untuk menemukan berkas rekam
medis seorang penderita.

2.Indeks Penyakit (Diagnosis) dan operasi


Indeks penyakit (diagnosis) dan operasi adalah suatu kartu katalog yang berisi
kode penyakit dan kode operasi yang berobat di rumah sakit

3.Indeks Dokter
Indeks Dokter adalah suatu kartu katalog yang berisikan nama dokter yang
memberikan pelayanan medik kepada pasien. Kegunaan untuk menilai pekerjaan
dokter dan bukti pengadilan

PENYIMPANAN BERKAS REKAM MEDIS


Suatu kegiatan yang dilakukan petugas untuk memasukkan/menyimpan kembali
berkas rekam medis pasien rawat jalan atau rawat inap. Ada dua cara pengurusan
penyimpanan dalam penyelenggaraan rekam medis yaitu :

1.Sentralisasi
Sentralisasi ini diartikan menyimpan berkas rekam medis seorang pasien dalam
satu kesatuan baik catatan-catatan kunjungan poliklinik maupun catatan-catatan
selama seorang pasien dirawat.

2.Desentralisasi
Dengan desentralisasi terjadi pemisahan antara rekam medis poliklinik dengan
rekam medis penderita dirawat. Rekam medis disimpan disatu tempat
penyimpanan, sedangkan rekam medis penderita dirawat disimpan di bagian
pencatatan medik.

Rangkuman

Kematian dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit


degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian.
Kematian bayi dan balita umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan
bagian atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi kuman.
Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit
menular, sehingga mudah terinfeksi dan menyebabkan tingginya kematian bayi
dan balita di sesuatu daerah. Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja,
tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah
banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah
kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja
pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari kode penyakit kelainan malformasi
berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3 dan berdiskusi
dengan kelompok membahas sesuai judul yang diberikan. Adapun judul
kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Congenital malformations of the nervous system (Q00–
Q07) Congenital malformations of eye, ear, face and neck (Q10–Q18).
b. Kelompok 2 : Congenital malformations of the circulatory system
(Q20–Q28) Congenital malformations of the respiratory system (Q30–
Q34)
c. Kelompok 3 : Congenital malformations of the urinary system
Congenital malformations of genital organs (Q50–Q56)
d. Kelompok 4 :Congenital malformations and deformations of the
musculoskeletal system (Q65–Q79), Chromosomal abnormalities, not
elsewhere classified (Q90–Q99).
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
3. Latar Belakang
4. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
e. Buatlah 5 soal dan pembahasan pada setiap kelompok terkait
Klasifikasi dan kodefikasi Aturan dan tata cara kodefikasi diagnosis
(general coding) untuk malformasi kongenital
f. Soal dan pembahasan diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12,
jenis tulisan Times New Roman, spasi 1,5
g. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
h. Tugas dikirim ke email

DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2015),


Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Legawati (2018) . Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Wineka Media

Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2018, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Masternal dan Neonatal, Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai