Anda di halaman 1dari 212

Program studi D-III PEREKAM DAN

INFORMASI KESEHATAN IMELDA

MODUL CETAK BAHAN AJAR


PENGANTAR KODEFIKASI SISTEM PENCERNAAN DAN SISTEM
ENDOKRIN

Tim Penyusun:
1. Ali Sabela,S.Kep,Ns,M.Kep
2. dr. Yanda Ardanta, M.Kes
3. Mey Lisa, Amd.RM, SKM

PROGRAM STUDI D-III PEREKAM DAN INFOKES


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
TAHUN 2021
VISI DAN MISI

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

VISI
Menjadi pusat ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan karakter
kewirausahaan sehingga mampu menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing di
Tingkat Nasional pada tahun 2024.

MISI

1. Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif sesuai Standar Nasional Perguruan


Tinggi (SNPT) dan KKNI, terintegrasi dengan hasil-hasil penelitian dan
pengabdian masyarakat terkini untuk menghasilkan lulusan sesuai profil yang
diharapkan
2. Melaksanakan penelitian ilmiah dan dipublikasikan secara nasional dan
internasional.
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat yang terstruktur dan mengacu pada hasil
penelitian.
4. Membangun kerjasama produktif dengan berbagai institusi pendidikan dan
industri di Kota Medan, Sumatera Utara dan provinsi lainnya dalam pelaksanaan
praktek, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat.
TUJUAN:
1. Melaksanakan pengelolaan tridarma perguruan tinggi dengan sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan profesional dalam bidangnya serta
keunggulan dalam soft skill kewirausahaan.
2. Menciptakan kualitas pembelajaran dengan program bermuatan soft skill
pengembangan karakter kewirausahaan dalam rangka menciptakan lulusan
profesional dan inovatif yang memiliki kompetensi akademik dan daya saing.
3. Menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang bermutu sesuai dengan
standar kebutuhan dan perkembangan IPTEK
4. Menyelenggarakan pelaksanaan penelitian dosen dan mahasiswa guna
menghasilkan karya-karya inovatif yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memberikan solusi permasalahan stakeholder.
5. Menyelenggarakan pelaksanaan pengabdian masyarakat oleh dosen dan
mahasiswa yang bermanfaat secara nyata dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan bangsa.
6. Menyelenggarakan proses penjaminan mutu sesuai dengan standar internal dan
eksternal.
7. Menyelenggarakan layanan IT untuk mendorong inovasi program dan layanan.
8. Menyelenggarakan pengembangan institusi dan penambahan program studi baru
sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan stakeholder.
9. Menyelenggarakan kerjasama dan perluasan networking tingkat nasional.
SASARAN
1. Terciptanya SDM yang berkualitas dan handal dalam mengelola tridharma
perguruan tinggi dan melaksanakan tugas dan fungsi di UIM.
2. Terciptanya kualitas pembelajaran dengan program bermuatan soft skill dan
pengembangan karakter kewirausahaan dalam rangka menciptakan lulusan
profesional dan inovatif yang memiliki kompetensi akademik dan daya saing.
3. Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang bermutu sesuai dengan
standar kebutuhan dan perkembangan IPTEK.
4. Terselenggaranya pelaksanaan penelitian dosen dan mahasiswa guna
menghasilkan karya-karya inovatif yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memberikan solusi permasalahan stakeholder.
5. Terselenggaranya pelaksanaan pengabdian masyarakat oleh dosen dan
mahasiswa yang bermanfaat secara nyata, dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kemajuan bangsa.
6. Terselenggaranya proses penjaminan mutu sesuai dengan standar internal dan
eksternal.
7. Terselenggaranya layanan IT untuk mendorong inovasi program dan layanan.
8. Terselenggaranya pengembangan institusi dan penambahan program studi baru
sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan stakeholder.
9. Terselenggaranya kerjasama dan perluasan networking tingkat nasional.
VISI DAN MISI
D3 PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN
UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

VISI
Menjadi prodi yang unggul dalam bidang manajemen rekam medis dan informasi

kesehatan (RMIK) berbasis teknologi infomasi yang mengedepankan karakter

kewirausahaan sehingga mampu bersaing di tingkat nasional pada tahun 2024

MISI

1. Menyelenggarakan pendidikan RMIK berbasis teknologi informasi sesuai dengan


standar nasional dan kompentensi yang dikeluarkan oleh organisasi profesi.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi RMIK melalui penelitian ilmiah
yang dapat memberikan solusi dalam pelayanan rekam medik di insitusi
pelayanan kesehatan.
3. Memanfaatkan ilmu RMIK melalui pelaksanaan pengabdian masyarakat untuk
menjawab tantangan persoalan di berbagai insitusi pelayanan kesehatan.
4. Memperkuat peran sebagai penyelenggara pendidikan tinggi RMIK melalui kerja
sama dengan asosiasi profesi, lembaga pendidikan dan institusi lainnya di dalam
negeri.
TUJUAN

1. Menghasilkan lulusan RMIK yang memiliki kompetensi ilmu RMIK berbasis


Teknologi Informasi sesuai dengan standar nasional dan kompetensi yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi, dan dengan sistem pembelajaran yang
terintegrasi dengan hasil penelitian dan pengabdian masyarakat

2. Menghasilkan penelitian ilmiah di bidang RMIK yang dapat meningkatkan


efektivitas dan efisiensi manajemen, pengelolaan data dan penyajian informasi
kesehatan

3. Menghasilkan kegiatan pengabdian masyarakat yang mampu mendorong


terlaksananya sistem informasi kesehatan nasional di berbagai institusi
pelayanan kesehatan

4. Menghasilkan kerjasama dengan asosiasi profesi, lembaga pendidikan dan


institusi lainnya di dalam negeri dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi

SASARAN

1. Pengembangan Sumber Daya Manusia

2. Pemantapan Proses Belajar

3. Penyediaan Fasilitas Sarana Prasarana

4. Pemantapan Penelitian

5. Pemantapan Pengabdian Kepada Masyarakat

6. Pemantapan Penjaminan Mutu

7. Pengembangan IT

8. Pengembangan Kerja Sama


KATA PENGANTAR
Puji Syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan anugerah-Nya sehingga penulis dan tim dapat menyelesaikan
penyusunan Modul Cetak Bahan Ajar Pengantar Kodefikasi Terkait sistem
Pencernaan dan Sistem Endokrin dengan baik. Modul ini disusun sebagai salah
satu bahan ajar yang diperuntukkan kepada mahasiswa program studi DIII Perekam
dan Infokes UIM khususnya pada semester II. Dengan adanya modul ini, diharapkan
dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari dan memahami materi-materi
Pengantar Kodefikasi Terkait sistem Pencernaan dan Sistem Endokrin.
Modul Bahan Ajar Pengantar Kodefikasi Terkait sistem Pencernaan dan
Sistem Endokrin ini disusun oleh tim Dosen Universitas Imelda Medan (UIM)
berdasarkan pada Kurikulum DIII Perekam dan Infokes, dengan memperhatikan
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) program studi dan Capaian Pembelajaran Mata
Kuliah (CPMK). Melalui pembelajaran pada modul ini diharapkan mahasiswa dapat
mencapai CPMK yang telah ditentukan. Materi di dalam buku ini berisi bahan kajian
yang dibutuhkan sesuai CPMK dan kompetensi yang diajarkan kepada mahasiswa
sebagai salah satu referensi Pengantar Kodefikasi Terkait sistem Pencernaan dan
Sistem Endokrin bagi Mahasiswa Rekam Medis terutama dalam memberikan
Kodefikasi Terkait sistem Pencernaan dan Sistem Endokrin Selain itu, modul ini juga
memuat latihan atau tugas mahasiswa yaitu tugas terstruktur dan kegiatan mandiri
dengan petunjuk yang spesifik sehingga memudahkan mahasiswa belajar dengan
metode Mini Lecture
Penulis dan tim telah berusaha dalam menyusun modul ini sesuai dengan
kurikulum dan kebutuhan mahasiswa dengan sebaik mungkin. Namun, penulis dan
tim menyadari bahwa modul ini mungkin masih memiliki kekurangan. Sehingga
penulis dan tim mengharapkan adanya saran atau masukan positif agar menjadi bahan
pertimbangan untuk menyempurnakan modul bahan ajar ini. Akhirnya, penulis dan
tim berharap modul ini dapat digunakan oleh mahasiswa dengan baik dan aktif
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam memberikan Kodefikasi
Terkait sistem Pencernaan dan Sistem Endokrin yang bermutu kepada klien.
Medan, Februari 2020
Tim pengajar
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
VISI DAN MISI UIM .......................................................................... i
VISI DAN MISI PRODI D3 RMIK ................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
GLOSARIUM ...................................................................................... ix
BAB I : STRUKTUR DAN ANATOMI SISTEM PENCERNAAN
PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 1
B. Prasyarat …………………………………………………….. 1
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 2
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 2
Struktur dan Anatomi sistem pencernaan ………………… 3

Rangkuman ……………………………………………………….. 14

Tugas ………………………………………………………………. 14

1. Tugas Terstruktur ……………………………………….. 15


2. Tugas Mandiri ……………………………………………. 16
Daftar Pustaka

BAB II: GANGGUAN FUNGSI DARI BERBAGAI PENYAKIT PADA


SISTEM TUBUH MANUSIA BESERTA ISTILAH MEDIS
DAN TINDAKAN YANG TERKAIT MELIPUTI SISTEM
FUNGSI DASAR TUBUH, SISTEM PENCERNAAN ………
PENDAHULUAN …………………………………………………
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 26
B. Prasyarat …………………………………………………….. 26
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28
Gangguan fungsi dari berbagai penyakit pada sistem tubuh
manusia beserta istilah medis Dan tindakan yang terkait
meliputi sistem Fungsi dasar tubuh, sistem pencernaan
Rangkuman ..........................................................................................
Tugas .....................................................................................................
1. Tugas Terstruktur ………………………………………………
2. Kegiatan Mandiri ………………………………………………
BAB III: TERMINOLOGI MEDIS; KONSEP DASAR
PEMBENTUKAN ISTILAH MEDIS PADA SISTEM
PENCERNAAN ……
PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 26
B. Prasyarat …………………………………………………….. 26
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28
Terminologi medis; konsep dasar Pembentukan istilah medis
pada system pencernaan
Rangkuman ..........................................................................................
Tugas .....................................................................................................
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………….
2. Kegiatan Mandiri ………………………………………………..
BAB IV: ATURAN DAN TATACARA KODIFIKASI PENYAKIT DAN
TINDAKAN PADA SISTEM PENCERNAAN …
PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 26
B. Prasyarat …………………………………………………….. 26
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28
Aturan Dan Tatacara Kodifikasi Penyakit Dan Tindakan
Pada Sistem Pencernaan
Rangkuman .......................................................................................... ..
Tugas ..................................................................................................... ..
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………….
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….
BAB V: STRUKTUR DAN SISTEM ENDOKRIN …
PENDAHULUAN ……………………………………………
1. Penghantar Pendahuluan ………………………………… 26
2. Prasyarat …………………………………………………….. 26
3. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
4. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28
Struktur dan sistem Endokrin
Rangkuman ..........................................................................................
Tugas .....................................................................................................
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………...
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….
Daftar Pustaka
BAB VI : GANGGUAN FUNGSI DARI BERBAGAI PENYAKIT PADA
SISTEM TUBUH MANUSIA BESERTA ISTILAH MEDIS DAN
TINDAKAN YANG TERKAIT MELIPUTI SISTEM FUNGSI
DASAR TUBUH, SISTEM ENDOKRIN ………..
PENDAHULUAN …………………………………………………………
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 26
B. Prasyarat …………………………………………………….. 26
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28
Gangguan fungsi dari berbagai penyakit pada sistem tubuh
manusia beserta istilah medis dan tindakan yang terkait meliputi sistem
fungsi dasar tubuh, sistem Endokrin
Rangkuman ..........................................................................................
Tugas .....................................................................................................
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………...
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….
Daftar Pustaka
BAB VII: TERMINOLOGI MEDIS; KONSEP DASAR PEMBENTUKAN
ISTILAH MEDIS PADA SISTEM ENDOKRIN
PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 26
B. Prasyarat …………………………………………………….. 26
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28
Terminology Medis Konsep Dasar Pembentukan Istilah Medis
Pada System Endokrin
Rangkuman ..........................................................................................
Tugas .....................................................................................................
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………...
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….
Daftar Pustaka

BAB VIII: ATURAN DAN TATACARA KODIFIKASI PENYAKIT DAN


TINDAKAN PADA SISTEM ENDOKRIN

PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Penghantar Pendahuluan ………………………………….. 26
B. Prasyarat …………………………………………………….. 26
C. Deskripsi Materi …………………………………………….. 28
D. Kemampuan/Tujuan Akhir yang diharapakan …………… 28

Aturan dan tatacara kodifikasi penyakit dan tindakan pada sistem


Endokrin
Rangkuman ..........................................................................................
Tugas .....................................................................................................
1. Tugas Terstruktur ……………………………………………...
2. Kegiatan Mandiri ……………………………………………….
Daftar Pustaka
GLOSARIUM
Stomatitis : Radang yang terjadi pada mukosa mulut,
biasanya berupa bercak putih kekuningan.
Gastritis : penyakit pada lambung yang terjadi akibat
peradangan dinding lambung.
Apendisitis Akut : Penyakit pada lambung yang terjadi akibat
peradangan dinding lambung.
Inspeksi : Pengamatan
palpasi : Meraba
Perkusi : Mengetuk
Auskultasi : Mendengarkan
Colitis : Peradangan pada usus besar (kolon) dan bagian
akhir usus besar yang tersambung ke anus
(rektum). Kondisi ini sering kali ditandai
dengan diare yang terus menerus, disertai darah
atau nanah pada tinja.
Peritonitis : Peradangan pada lapisan tipis dinding dalam
perut (peritoneum), yang berfungsi melindungi
organ di dalam rongga perut.
GERD : GERD (gastroesophageal reflux disease) atau
penyakit asam lambung disebabkan oleh
melemahnya katup atau sfingter yang terletak
di kerongkongan bagian bawah.
Ulkus Peptikum : Luka atau peradangan yang disebabkan oleh
terkikisnya lapisan dinding lambung.
Malabsorbsi Intestinal : kumpulan gejala yang disebabkan oleh gangguan
penyerapan salah satu atau beberapa zat nutrisi di
usus halus
Tirotoksikosis : Peningkatan kadar hormon tiroid di dalam
darah yang menimbulkan sejumlah gejala
mulai dari tremor, peningkatan denyut jantung,
sampai penurunan berat badan.
DM : Penyakit kronis yang ditandai dengan ciri-ciri
berupa tingginya kadar gula (glukosa) darah.
Obesitas : Kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam
tubuh yang sangat tinggi.
BAB I
STRUKTUR DAN SISTEM PENCERNAAN
(Ali Sabela, S.Kep., Ns., M.Kep)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Bab 1 ini berjudul Struktur anatomi dan fisiologi sistem pencernaan merupakan
bagian yang harus Anda kuasai dalam mata kuliah Sistem pencernaan. Salah satu
capaian pembelajaran pada program studi D-III Perekam dan Informasi kesehatan
adalah mewujudkan kompetensi sebagai Coder yaitu kemampuan menentukan kode
penyakit terkait diagnosa dan tindakan berdasarkan kode etik, mampu beradaptasi
dengan berbagai situasi dan mendokumnetasikannya secara tepat. Setelah mempelajar
bab ini Anda diharapkan mampu menjelaskan struktur, anatomi dan fisiologi sistem
pencernaan. Untuk mencapai kompetensi tersebut pokok-pokok materi yang harus
anda pelajari meliputi : 1. Struktur dan Fungsi Anatomi pencernaan.
B. Deskripsi Materi
Bab I ini disusun sedemikian rupa untuk membantu mahasiswa D3 Perekam Medis
dan Informasi Kesehatan semester II dalam memahami materi kuliah kodefikasi
terkait sistem pencernaan dengan beban 1 sks teori, dan 2 sks praktik laboratorium
(praktik laboratoium akan dibahas khusus di dalam modul praktikum).
Sebagai bab awal di dalam modul ini, membahas tentang struktur dan fungsi anatomi
sistem pencernaan dimulai dari mulut sampai dengan anus. Pada bab I ada 1 topik
yang akan dibahas dimana nantinya akan menguraikan pokok bahasan atau topik
yang saling berkaitan dengan bab selanjutnya.

C. Kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan


Pembelajaran pada bab ini membantu mahasiswa untuk mencapai kemampuan akhir
yaitu mampu menjelaskan struktur, anatomi dan fisiologi sistem pencernaan (C2).
Baiklah, pembelajaran pertama pada kodefikasi terkait sistem pencernaan baru saja
akan dimulai. Berikut beberapa tips bagi mahasiswa agar dapat memahami Struktur
dan fungsi Anatomi sistem pencernaan antara lain:
1. Awali proses belajar dengan berdo’a dan tanamkan tekad/motivasi untuk
mengetahui segala hal terkait Struktur dan fungsi Anatomi sistem pencernaan.
2. Baca dan pahami setiap materi, serta cari kata kunci atau catatan penting dari
materi. Bila perlu buat resume berisi catatan penting tersebut.
3. Setelah dipahami, usahakan menghafal beberapa kosakata atau rumus penting
terkait materi
4. Kerjakan latihan soal terutama soal kasus agar lebih meningkatkan
kemampuan berpikir kritis sebagai tenaga rekam medis
5. Bila ada yang tidak dipahami, segera tanyakan pada dosen pengampu mata
kuliah di setiap topik
6. Akhiri proses belajar dengan berdo’a
7. Tetap semangat, selamat belajar dan semoga sukses!

D. Uraian Materi
I. Pengertian Sistem pencernaan
II. struktur dan fungsi sistem pencernaan
I. Pengertian Sistem perkemihan
Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang susunan atau potongan tubuh dan
bagaimana alat tubuh itu bekerja. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
susunan atau Hal ini sesuai dengan pendapat Sloane E. (2004: 1) yang
mendifinisikan Anatomi berasal dari bahasa yunani “ana” dan “tome” yang
berarti memotong atau memisahkan. Evelyn C. Pearce. (2004:1) yang
mengatakan Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan tubuh yang
berhubungan satu sama lain potongan tubuh dan bagaimana alat tubuh itu bekerja.
II. Struktur dan Fungsi Sistem Perkemihan
Sistem pencernaan terdiri dari :
fungsi saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terusmenerus pada tubuh
akan air, elektrolit dan zat gizi, sehingga siap diabsorbsi. Selama dalam proses
pencernaan, makanan dihancurkan menjadi at-zat sederhana yang dapat diserap dan
digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan teradi karena
kerja berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan pencernaan. Setiap jenis
zat ini mempunyai tugas khusus menyaring dan bekerja atas satu jenis makanan dan
tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis lainnya. (Setiadi, 2007:62).
Struktur anatomi dan fisiologi masing-masing sistem organ pencernaan secara lebih
mendetail.
1. Oris (rongga mulut)
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau oral mempunyai beberapa
fungsi diantaranya dapat menganalisis material makanan sebelum menelan, proses
mekanis dari ( gigi, lidah, dan permukaan palatum ), lubrikasi oleh sekresi saliva serta
digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak.

Rongga mulut ini dibatasi oleh mukosa mulut yang memiliki Stratified Squamus
Epithelium. Bagian atap dari rongga mulut adalah palatum, sedangkan bagian dasar
adalah lidah.Bagian posterior rongga mulut terdapat uvula yang bergantung pada
palatum. ( muttaqin, 2011 ).
Bagian pada oris terdiri dari;
1. Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara,
disebelah luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah dalam diselimuti oleh
selaput lendir (mukosa).
2. Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh pada
umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah dan gigi tetap
(permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah
Fungsi gigi:
1. gigi seri untuk memotong makanan,
2. gigi taring untuk memutuskan makanan yang keras dan liat dan
3. gigi geraham untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-
Potong
3. Lidah
Fungsi Lidah:
a. Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
b. Mencampur makanan dengan ludah
c. Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d. Untuk berbicara
e. Untuk mengecap manis, asin dan pahit
f. Untuk merasakan dingin dan panas.
4. Kelenjar ludah
1. Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga diantara otot
pengunyah dengan kulit pipi. Saliva yang disekresikan sebanyak 25-35 %.
2. Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju lantai
rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %.
3. Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari
kelenjar sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut belakang gigi
seri pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70 %.Kelenjar ludah
menghasilkan enzim ptyalin atau amilase.
Fungsi saliva
Melarutkan makanan secara kimia, Melembabkan dan melumasi makanan,
Mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltose, Zat buangan, Zat anti bakteri
dan anti bodi.
2. Faring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
3.Esophagus

Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan rongga mulut


denganlambung, panjangnya kurang lebi 25 CM, mulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak diba6ah lambung. 9erletak dibelakang trachea dan di depan tulang
punggung, setelah melalui thoraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung
Fungsi dari esofagus adalah menghantarkan bahan yang dimakan dari faring
ke lambung dan tiap2 ujung esofagus dilindungi oleh suatu spinter yang berperan
sebagai barier terhadap refleks isi lambung kedalam esophagus
4.Gaster
Merupakan organ otot berongga yang besar yang letaknya di rongga perut atas
sebelah kiri dan berfungsi Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
oleh peristaltik lambung dan getah lambung. Ada 3 jenis otot polos yang menyusun
lambung yaitu otot memanjang, otot melingkar, dan otot menyerong. Selain
pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan limiawi dengan hasil
penggerusan makanan di lambung secara mekanik dan kimiawi akan menjadikan
makanan menjadi bubur yang disebut bubur kim. bantuan senyawa kimia yang
dihasilkan lambung.
Berikut ini adalah senyawa yang dihasilkan
Senyawa Kimia Fungsi

Asam HCl Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai


disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon
sekretind an kolesistokinin pada usus halus

Lipase Memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.


Renin Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit.
Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air
susu(ASI). Hanya dimiliki oleh bayi

Mukus Melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat


asam HCL

Fungsi Gaster
Penyimpanan makanan
Memproduksi kimus
Digesti protein
Memproduksi mucus
Memproduksi glikoprotein
penyerapan
5.Intestinum Minor
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
m, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus halus terdiri dari tiga bagian
a. Usus dua belas jari (duodenum),
b. Usus kosong (jejunum), dan
c. Usus penyerapan (ileum)
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap
ke hati melalui Vena porta.Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus)
dan air (yangmembantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.
Lapisan usus halus
lapisan mukosa ( sebelah dalam ),
lapisan otot melingkar ( 2 sirkuler ),
lapisan otot memanjang ( 2 Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar ).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian
usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari(duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari(duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara
2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan
dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.
6.INTESTINUM MAYOR
Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri ini juga penting untuk
fungsi normal dari usus.
Fungsi usus besar, terdiri dari :
1. Menyerap air dari makanan
2. Tempat tinggal bakteri E.Coli
3. Tempat feses
Usus besar terdiri dari
Seikum
Usus buntu atau sekum (bahasa latin* caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar.
Kolon asendens
Panjang 13 cm, terletak di abdomen bawah sebelah kanan membujur ke atas.
Kolon transversum
Panjangnya ±38 cm, Membujur dari kolon asendens sampai ke kolon
desendens
Kolon desendens
Panjangnya ±25 cm, Terletak di abdomen bawah bagian kiri membujur dari
atas ke bawah
Kolon sigmoid
Lanjutan dari kolon desendens terletak miring, Terletak dalam rongga pelvis
sebelah kiri, Bentuknya menyerupai huruf S, Ujung bawahnya berhubungan
dengan rektum.
REKTUM
Rektum (bahasa latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feces
Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh.
7.HATI
Merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini
memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma,dan penetralan obat.
Hati juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. istilah medis yang
bersangkutan dengan hati biasanya dimulaid alam hepat- atau hepatik dari kata
Hunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah kedalam
Vena yang bergabung dengan !ena yang lebih besar dan pada akhirnyamasuk ke
dalam hati sebagai Vena porta. Jena porta terbagi menjadi pembuluh- pembuluh kecil
di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut
dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan
ke dalam sirkulasi umum.
8. KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu (bahasa inggris “gallbladder”) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 8% ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap. bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. 0rgan ini terhubungkan dengan hati
dan usus dua belas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting
yaitu;
membantu pencernaan dan penyerapan lemak
Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol
9. PANKREAS
Pankreas adalah organ aksesoris pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan atau fungsi eksokrin serta
menghasilkan beberapa hormon atau fungsi endokrin. Pankreas terletak pada kuadran
kiri atas abdomen atau perut dan bagian kaput/kepalanya menempel pada organ
duodenum. Produk enzim akan disalurkan dari pankreas ke duodenum melalui saluran
pankreas utama.
fungsi dari pankreas adalah:
Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glukagon, yang
menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan
dari hati.
Meregulasi gula darah
Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin yang mana
mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh, terutama otot. Insulin
juga merangsang hati untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan
menyimpannya di dalam sel-selnya.

Rangkuman
Sistem Pencernaan (digestion) adalah proses perubahan bahan makanan yang
komplek menjadi senyawa-senyawa sederahana oleh enzim dalam tubuh”( Kusuma
2006:367). Dengan demikian pencernaan merupakan proses penghancuran atau
perubahan suatu zat makanan dari yang kompleks menjadi sederhana akibat
adanyagerakan atau di bantu oleh enzim, agar lebih mudah di serap oleh tubuh.
Sedangkan fungsi saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terusmenerus
pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, sehingga siap diabsorbsi. Selama dalam
proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi at-zat sederhana yang dapat diserap
dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Dalam sistem pencernaan ada 2 istilah yang
terjadi yaitu sistem pencernaan dengan mekanik dan sistem pencernaan dengan
kimiawi.
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Baca dan cermati tugas dibawah ini, kemudian kerjakan secara berkelompok
• Dikumpulkan palinglama 1 minggu setelah tugas ini diumumkan
• Sampaikan hasil tugas secara berurutan kepada dosen dan kelompok lain
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 8-9 mahasiswa, yang mana
masing-masing kelompok mencari gambar dengan rapi dan tuliskan nama-nama
struktur anatomi sesuai topik yang diberikan.
Kelompok 1: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
Kelompok 2: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
Kelompok 3: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
Kelompok 4: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
• Laporan tugas dituangkan kedalam file word dan dengan kertas A4 times new
roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk :
a. Buatlah resume hasil diskusi seluruh kelompok .
b. Resume diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan
Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA

1. Syaifuddin, 2014. Panduan Praktik Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa


Keperawatan, Trans Info media, Jakarta.

2. Guyton & Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9, EGC. Jakarta

3. Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC

4. Hall, J. E. 2010. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall, edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
BAB II
GANGGUAN FUNGSI DARI BERBAGAI PENYAKIT PADA SISTEM
TUBUH MANUSIA BESERTA ISTILAH MEDIS DAN TINDAKAN YANG
TERKAIT MELIPUTI SISTEM FUNGSI DASAR TUBUH, SISTEM
PENCERNAAN
(dr. Yanda Ardanta, M.Kes)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Pada Bab sebelumnya dalam mata kuliah Klasifikasi, Kodifikasi Penyakit, dan
Masalah Penyakit Tekait II, Saudara telah mempelajari anatomi fisiologi sistem
pencernaan. Saudara telah mempelajari bagaimana bentuk dan susunan organ-organ
sistem pencernaan secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya serta hubungan
organ-organ yang satu satu dengan yang lain serta bagaimana organ-organ tersebut
bekerja secara normal.
Pada Bab ini, mahasiswa akan mempelajari gangguan fungsi dan penyakit pada
sistem pencernaan tubuh manusia sehingga menimbulkan berbagai masalah
kesehatan.
Dalam mempelajari bab ini sebaiknya Anda pelajari secara bertahap, mulai dari
rangkuman materi pembelajaran yang disajikan pada Bab Topik dan mengerjakan
soal-soal latihan serta apabila telah yakin memahaminya, barulah Anda
diperkenankan untuk melanjutkan mempelajari materi pembalajaran topik berikutnya.
Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi pembalajaran yang
sulit Anda pahami. Cobalah terlebih dahulu mendiskusikan materi pembelajaran
yang sulit dengan sesama mahasiswa atau teman sejawat. Apabila masih dibutuhkan,
Anda dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan narasumber pada kegiatan
pembelajaran tatap muka.
Di dalam bab ini juga tersedia tugas terstruktur berupa tes formatif dan tugas
mandiri. Hendaknya semua tugas ini Anda kerjakan dengan tuntas. Dengan
mengerjakan semua tugas yang ada, Anda akan dapat menilai sendiri tingkat
penguasaan atau pemahaman terhadap materi pembelajaran yang disajikan. Dan
membantu Andamengetahui bagian-bagian mana dari materi pembalajaran yang
disajikan di dalam bab, masih belum sepenuhnya dipahami.
Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bab ini adalah sekitar 2 x
100 menit. Oleh karena itu, Anda dapat membuat catatan mengenai hal-hal yang perlu
didiskusikan pada waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran terstruktur (secara daring
atau tatap muka).
Keberhasilan Anda mempelajari bab ini tentunya sangat tergantung pada
keseriusan Anda. Hendaknya Anda tidak segan-segan untuk bertanya tentang materi
pembalajaran yang belum Anda pahami kepada nara sumber pada saat dilaksanakan
kegiatan pembelajaran tatap muka, atau berdiskusi dengan rekan Anda. Di samping
itu, Anda juga harus berusaha dengan sunggug-sungguh untuk menyelesaikan semua
tugas yang ada di dalam bab ini. Yakinlah bahwa Anda akan berhasil dengan baik
apabila memiliki semangat belajar yang tinggi. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan
YME agar senantiasi diberikan kemudahan belajar.
Selamat Belajar dan Semoga Sukses !
B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas gangguan fungsi dan penyakit pada sistem pencernaan
tubuh manusia, mulai dari Rongga Mulut, Esofagus, Lambung, Usus Halus dan Usus
Besar serta Hati, sesuai dengan klasifikasi penyakit berdasarkan ICD 10, meliputi :
a) Penyakit Infeksi Saluran Cerna
b) Penyakit Tumor Saluran Cerna
c) Penyakit Trauma Saluran Cerna
d) Penyakit Inflamasi Saluran Cerna
C. Kemampuan/ Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan gangguan
fungsi dan penyakit pada sistem pencernaan tubuh manusia sehingga menimbulkan
berbagai masalah kesehatan.beserta istilah medis dan tindakan yang terkait (C2).

D. Uraian Materi
I. Patofisiologi Penyakit System pencernaan
II. Penyakit dan istilah medis Pada Sistem pencernaan
1.Patofisiologi Penyakit Infeksi pada Sistem Pencernaan
Gangguan pencernaan adalah masalah yang terjadi pada salah satu organ
sistem pencernaan, atau lebih dari satu organ pencernaan secara bersamaan.
Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah organ, mulai dari mulut, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Organ hati, pankreas, dan kantung empedu
juga berperan dalam mencerna makan, namun tidak dilewati oleh makanan atau
terletak di luar saluran pencernaan.
Sistem pencernaan berfungsi menerima dan mencerna makanan menjadi
nutrisi yang dapat diserap. Nutrisi tersebut kemudian disalurkan ke seluruh tubuh
melalui aliran darah. Sistem pencernaan juga berfungsi memisahkan dan membuang
bagian makanan yang tidak bisa dicerna oleh tubuh. Ketika tubuh tidak dapat
mencerna makanan dengan baik, kondisi tersebut dapat menyebababkan intoleransi
makanan.
II. Penyakit dan istilah medis Pada Sistem pencernaan
1. Penyakit Infeksi Rongga Mulut
a. Karies Dentis
No. ICD-10 : K02 Dental Caries
Masalah Kesehatan
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses
demineralisasiyang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis
yang berasaldari makanan yang mengandung gula. Karies gigi merupakan penyakit
yangpaling banyak dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan
penyakitperiodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.
Akibat yang ditimbulkan oleh karies gigi inibermacam-macam mulai dari yang ringan
sampai yang berat, oleh karena salahsatu penyebab dari karies gigi adalah adanya
aktifitas bakteri.Bakteri yangbersarang pada karies gigi itu bisa menembus ke
pembuluh darah dan akhirnyamengumpul di jantung.
Manifestasi Klinik
Hasil Anamnesis (Keluhan)
Karies ditandai dengan adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat
berwarna coklat atau hitam.Gigi berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang
tersebut bertambah besar dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut.
Pada karies yang cukup dalam, biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah
rasa ngilu bila gigi terkena rangsang panas, dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies
akan bertambah besar dan dapat mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang
berisi jaringan syaraf dan pembuluh darah. Bila sudahmencapai kamar pulpa, akan
terjadi proses peradangan yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama
kelamaan, infeksi bakteri dapat menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa
dan infeksi dapat menjalar ke jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi
abses.

Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi, diantaranya adalah faktor
di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi.
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host (gigi dan saliva),
substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies gigi hanya
akan terbentuk apabila terjadi interaksi antar keempat faktor tersebut.

Faktor resiko:
a) Laki-laki
b) Usia anak-anak
c) Kebiasaan makan
d) Tingkat sosial –ekonomi

Menurut American Academy of Pediatric Dentistry, penilaian risiko karies pada anak
berdasarkan atas tiga bagian besar indikator karies yaitu: kondisi klinik, karakteristik
lingkungan, dan kondisi kesehatan umum.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang akan dilakukan oleh dokter gigi adalah pemeriksaan klinis,
disertai pemeriksaan radiografik bila dibutuhkan, tes sensitivitas pada gigi yang
dicurigai sudah mengalami nekrosis, dan tes perkusi untuk melihat apakah infeksi
sudah mencapai jaringan penyangga gigi.

Jenis karies gigi berdasarkan tempat terjadinya :


a) Karies Insipiens
Merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan terluar dan
terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau cokelat
pada email.
b) Karies Superfisialis
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang
terasa sakit.
c) Karies Media
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit bila
terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.

d) Karies Profunda
Merupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa
sehingga terjadi peradangan pada pulpa.Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba tanpa
rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka gigi akan mati,
dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies
lainnya.

Penegakan Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pemeriksaan radiografis (rontgen organ panoramik (QPG)) untuk
penentuan gigi desidui maupun permanen atau kasus yang lain menghadapikeragu-
raguan atau sesuatu yang tidak pasti.
Komplikasi
• Terbentuknya abses pada gigi atau sekitar gigi.
• Sinusitis maksilaris odontogen

Penatalaksanaan
Biasanya perawatan yang diberikan adalah pembersihan jaringan gigi
yangterkena karies dan penambalan (restorasi). Bahan tambal yang digunakan dapat
bermacam-macam, misalnya resin komposit (penambalan dengan sinar danbahannya
sewarna gigi), glass ionomer cement,kompomer, atau amalgam (sudahmulai jarang
digunakan).
Pada lubang gigi yang besar dibutuhkan restorasi yang lebih kuat,
biasanyadigunakan inlay atau onlay, bahkan mungkin mahkota tiruan.
Pada karies yangsudah mengenai jaringan pulpa, perlu dilakukan perawatan saluran
syaraf. Bila kerusakan sudah terlalu luas dan gigi tidak dapat diperbaiki lagi, maka
harusdilakukan pencabutan (ekstraksi).

b. Stomatitis (Ulkus Mulut Aftosa, Herpes)


No. ICD-10 : K12 Stomatitis and related lesions

Masalah Kesehatan
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Stomatitis aftosa rekurens (SAR) merupakan penyakit mukosa mulut tersering
dan memiliki prevalensi sekitar 10 – 25% pada populasi.Sebagian besar kasus bersifat
ringan, self-limiting, dan seringkali diabaikan oleh pasien. Namun, SAR juga dapat
merupakan gejala dari penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit Crohn, penyakit
Coeliac, malabsorbsi, anemia defisiensi besi atau asam folat, defisiensi vitamin B12,
atau HIV. Oleh karenanya, peran dokter di pelayanan kesehatan primer dalam
mendiagnosis dan menatalaksana SAR sangat penting.
Stomatitis Herpes
Stomatitis herpes merupakan inflamasi pada mukosa mulut akibat infeksi virus
Herpes simpleks tipe 1 (HSV 1).Penyakit ini cukup sering ditemukan pada praktik
layanan primer sehari-hari.Beberapa diantaranya merupakan manifestasi dari kelainan
imunodefisiensi yang berat, misalnya HIV.Amat penting bagi para dokter di
pelayanan kesehatan primer untuk dapat mendiagnosis dan memberikan tatalaksana
yang tepat dalam kasus stomatitis herpes.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
a. Luka yang terasa nyeri pada mukosa bukal, bibir bagian dalam, atau sisi lateral
dan anterior lidah.
b. Onset penyakit biasanya dimulai pada usia kanak-kanak, paling sering pada usia
remaja atau dewasa muda, dan jarang pada usia lanjut.
c. Frekuensi rekurensi bervariasi, namun seringkali dalam interval yang cenderung
reguler.
d. Episode SAR yang sebelumnya biasanya bersifat self-limiting.
e. Pasien biasanya bukan perokok atau tidak pernah merokok.
f. Biasanya terdapat riwayat penyakit yang sama di dalam keluarga.
g. Biasanya sehat. Namun, dapat pula ditemukan gejala-gejala seperti diare,
konstipasi, tinja berdarah, sakit perut berulang, lemas, atau pucat, yang berkaitan
dengan penyakit yang mendasari.
h. Pada wanita, dapat timbul saat menstruasi.

Stomatitis Herpes
a. Luka pada bibir, lidah, gusi, langit-langit, atau bukal, yang terasa nyeri.
b. Kadang timbul bau mulut.
c. Dapat disertai rasa lemas (malaise), demam, dan benjolan pada kelenjar limfe
leher.
d. Sering terjadi pada usia remaja atau dewasa.
e. Terdapat dua jenis stomatitis herpes, yaitu:
i. Stomatitis herpes primer (episode tunggal)
ii. Stomatitis herpes rekurens (berulang)
f. Rekurensi dipicu oleh beberapa faktor : demam, paparan sinar matahari, trauma,
dan kondisi imunosupresi seperti HIV, penggunaan kortikosteroid sistemik, dan
keganasan.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Terdapat 3 tipe SAR, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform.

Pemeriksaan fisik
1. Tanda anemia (warna kulit, mukosa konjungtiva)
2. Pemeriksaan abdomen (distensi, hipertimpani, nyeri tekan)
3. Tanda dehidrasi akibat diare berulang

Pemeriksaanlab :
1. Darah perifer lengkap
2. MCV, MCH, dan MCHC

Stomatitis Herpes
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:
a. Lesi berupa vesikel, berbentuk seperti kubah, berbatas tegas, berukuran 2 – 3
mm, biasanya multipel, dan beberapa lesi dapat bergabung satu sama lain.
b. Lokasi lesi dapat di bibir (herpes labialis) sisi luar dan dalam, lidah, gingiva,
palatum, atau bukal.
c. Mukosa sekitar lesi edematosa dan hiperemis.
d. Demam
e. Pembesaran kelenjar limfe servikal
f. Tanda-tanda penyakit imunodefisiensi yang mendasari
Pemeriksaan penunjang
Tidak mutlak dan tidak rutin dilakukan.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Diagnosis SAR dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisis.Dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang
mendasari.

Stomatitis Herpes
Diagnosis stomatitis herpes dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Pengobatan yang dapat diberikan untuk mengatasi SAR adalah:
a) Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk membersihkan rongga mulut.
Penggunaan sebanyak 3 kali setelah makan, masing-masing selama 1 menit.
b) Kortikosteroid topikal, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1% in ora base
sebanyak 2 kali sehari setelah makan dan membersihkan rongga mulut.
Konseling dan Edukasi
Pasien perlu menghindari trauma pada mukosa mulut dan makanan atau zat
dalam makanan yang berpotensi menimbulkan SAR, misalnya: kripik, susu sapi,
gluten, asam benzoat, dan cuka.

Stomatitis Herpes
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan :
a. Untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan analgetik seperti Parasetamol atau
Ibuprofen. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% juga memberi efek anestetik
sehingga dapat membantu.
b. Pilihan antivirus yang dapat diberikan :Acyclovir, Valacyclovir, Famcyclovir
(belum ada data keamanan pada anak), diberikan per oral.

Konseling dan Edukasi


Pencegahan rekurensi dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor pencetus
dan selanjutnya melakukan penghindaran. Faktor-faktor yang biasanya memicu
stomatitis herpes rekurens, antara lain trauma dan paparan sinar matahari.

2. Penyakit Infeksi Lambung dan Usus


a. Gastritis and Duodenitis
No. ICD-10 : K29 Gastritis and Duodenitis
Masalah Kesehatan
Gastritis merupakan proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Duodenitis adalah inflamasi pada mukosa dan submucosa duodenum (usus 12
jari).Merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada praktek sehari-hari karena
diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, bukan pemeriksaan histopatologi.
Penyebab utama adalah infeksi kuman Helicobacter pylori, dengan prevalensi
mendekati 90% pada orang dewasa.Selain itu, ada juga beberapa vitus dapat
menginfeksi mukosa lambung, misalnya enteric rota virus dan calicivirus,
cytomegalovirus.Jamur Candida sp, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae juga
dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien dengan imunokompromise.

Manifestasi Klinik
Keluhan dan gejala berkorelasi positif dengan komplikasi gastritis. Secara
garis besar, menurut Update Sydney System, gastritis dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : 1.
Monahopik, 2. Atopik, dan, 3. Bentuk Khusus. Dan ada lagi bentuk lainnya,
Gastropati, karena tidak ditemukan adanya radang.
Kebanyakan pasien gastritis tanpa gejala, biasanya keluhan yang tidak khas. Kelhan
yang sering : nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual dan kadang muntah.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditegakkan juga
berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.

Penatalaksanaan
Bertujuan untuk melakukan eradikasi kuman Helicobacter pylori, dengan
kombinasi berbagai antibiotic dan proton pump inhibitor.
Antibiotika pilihan : Klaritromisin, Amoksisilin, Metronidazol dan tetrasiklin.

b. Appendisitis Akut
No. ICD-10 : K35 Acute Appaendicitis
Masalah Kesehatan
Apendisitis akut adalah radang yang timbul secara mendadak pada apendik,
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui, dan jika tidak
ditangani segera dapat menyebabkan perforasi.
Penyebab:
o Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan apendisitis akut
o Erosi mukosa usus karena parasit Entamoeba hystolitica dan benda asing lainnya

Manifestasi Klinik
Nyeri perut kanan bawah, mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar
ke Mc Burney.Apa bila telah terjadi inflamasi (>6 jam) penderita dapat menunjukkan
letak nyeri karena bersifat somatik.
Gejala Klinis :
a. Muntah
b. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudah nyeri
c. Disuria
d. Obstipasi
e. Gejala lainnya :demam tidak terlalu tinggi (37,50C - 38,50C) tetapi bila suhu
lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
f. Variasi lokasi anatomi apendiks mempengaruhi keluhan nyeri somatik

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
o Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit
o Kembung bila terjadi perforasi
o Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.

Palpasi
o Terdapat nyeri tekan Mc Burney
o Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
o Adanya defans muscular
o Rovsing sign positif
o Psoas sign positif
o Obturator Sign positif

Perkusi
Nyeri ketok (+) dinding perut

Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata.

Colok dubur
Nyeri tekan pada jam 9-12

Tanda Peritonitis umum (perforasi) :


1. Nyeri seluruh abdomen
2. Pekak hati hilang
3. Bising usus hilang

Apendiks gangren atau perforasi


lebih sering terjadi dengan gejala, sebagai berikut:
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam
b. Demam tinggi lebih dari 38,5oC
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)
d. Dehidrasi dan asidosis
e. Distensi
f. Menghilangnya bising usus
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah
h. Rebound tenderness sign
i. Rovsing sign
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal

Diagnosis Klinis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis apendisitis
akut.

Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium darah perifer lengkap :
Jumlah leukosit dan neutrofil akan meningkat. Jika jumlah lekosit >18.000/mm3
Perforasi dan Peritonitis.
Urinalisis : konfirmasi kelainan urologi
Pengukuran HCG bila dicurigai kehamilan ektopik
o Foto polos abdomen :Tidak banyak membantu, kecuali adanya tanda perforasi.

Komplikasi :
1. Perforasi apendiks
2. Peritonitis umum
3. Sepsis

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Pasien yang telah terdiagnosis apendisitis akut harus segera dirujuk ke layanan
sekunder untuk dilakukan operasi cito.

Penatalaksanaan di pelayanan kesehatan primer sebelum dirujuk:


o Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)
o Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui
mulut.
o Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada dehidrasi.
o Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi
distensi abdomen dan mencegah muntah.

3. Penyakit Infeksi Usus Besar


a. Colitis
No. ICD-10 : K51 Ulcerative Colitis
Masalah Kesehatan
Inflammatory Bowel Disesase adalah penyakit inflamasi yang melibatkan
saluran cerna dengan penyebab pasti yang saat ini masih belum jelas. Secara garis
besar,Inflammatory Bowel Disease, terdiri dari : Kolitis Ulseratif, Penyakit Chron,
dan Indeterminate Colitis (bila campuran). Sampai saat ini belum diketahui etiologi
IBD yang pasti dan maupun penjelasannya yang memadai mengenai pola distribusi.

Proses terjadi IBD secara umum diawali adanya infeksi, toksin, produk bakteri
atau diet intralumen, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh
faktor genetika, defek imun, lingkungan sehingga terjadi kaskade proses inflamasi
pada dinding usus.

Manifestasi Klinik
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan
manifestasi klinik kolitis yang paling umum.Beberapa manifestasi ekstra intestinal,
seperti artritis, uvitis, pyoderma, eritema nodosum dan kolangitis.
Selain itu ada juga gangguan nutrisi. Gambaran klinik kolitis ulseratif, relatif lebih
menunjukkan adanya serangan daripada penyakit Chron.
Hal ini disebabkan karena distribusi inflamasi anatomi saluran cerna pada
Kolitis Ulseratif adalah pada kolon, sedangkan penyakit Chron lebih bervariasi, mulai
dari rongga mulut sampai anorectal.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Adanya gambaran klinik yang bervariasi ini, memerlukan pengetahuan yang
cukup memadai untuk membedakanya dengan penyakit lain. Gambaran klinik,
bahkan endoskopi dan radiologi, sulit membedakan penyakit Chron dengan
tuberculosis usus.Pemeriksaan histopatologi juga sulit membedakan penyakit
inflamaasi kronik usus lainnya.
Tidak ada parameter lab spesifik untuk penyakit inflamasi usus ini.
Secara paktis, diagnosis penyakit kolitis ini didasarkan pada :
• Anamnesis akurat tentang perjalanan penyakit
• Gambaran klinik
• Data laboratorium menyingkirkan penyakit inflamasi lain (misal TB Usus)
• Temuan endoskopik yang diikuti konfirmasi histopatologi
• Temuan gambaran radiologic khas
• Pemantauan perjalanan penyakit akut-remisi-eksaserbasi kronik.

Penatalaksanaan
Mengingat etiologi dan pathogenesis IBD yang belum jelas, maka pengobatan
lebih ditekankan pada penghambatan proses inflamasi yang terjadi.
Eliminasi berbagai faktor pemicu inflamasi, termasuk penggunaan obat metronidazole
pada penyakit Chron. Penggunaan kortikosteroid juga merupakan obat pilihan pada
penyakit kolitis ulseratif (derajat sedang dan berat) dan penyakit Chron (semua
derajat), yaitu prednisone, metil prednisolone.Dan dalam keadaan berat diberikan
kortikosteroid parenteral.
Selain itu, dapat juga digunakan obat golongan asam amino salisilat (misalnya
preparat sulfasalazine) dan golongan imunosupresif (misalnya 5-ASA atau
metotreksat, siklosporin, azatioprin.

4. Lainnya
a. Peritonitis
No. ICD-10 : K65 Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum.Peritonitis dapat disebabkan oleh
kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi
apendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis.Ileus obstruktif dan
perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.
Manifestasi Klinik
Hasil Anamnesis (Subjective)
a. Nyeri hebat pada abdomen yang dirasakan terus-menerus
selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Intensitas nyeri semakin kuat saat
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.
b. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita
akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak
letargik dan syok.
c. Mual dan muntah timbul akibat adanya kelainan patologis
organ visera atau akibat iritasiperitoneum.
d. Kesulitan bernafas disebabkan oleh adanya cairan dalam
abdomen, yang dapat mendorong diafragma.

Pemeriksaan Fisik
a) Pasien tampak letargik dan kesakitan
b) Dapat ditemukan demam
c) Distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen
d) Defans muskular
e) Hipertimpani pada perkusi abdomen
f) Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas di bawah
diafragma
g) Bising usus menurun atau menghilang
h) Rigiditas abdomen atau sering disebut perut papan
i) Pada colok dubur akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus
muskulus sfingter ani menurun dan ampula rekti berisi udara.

Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dari tanda-tanda khas
yang ditemukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan di layanan
primer untuk menghindari keterlambatan dalam melakukan rujukan.

Komplikasi
1. Septikemia
2. Syok
Penatalaksanaan
Pasien segera dirujuk setelah penegakan diagnosis dan penatalaksanaan awal, seperti
berikut:
a. Memperbaiki keadaan umum pasien
b. Pasien puasa
c. Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik atau intestinal
d. Penggantian cairan dan elektrolit dilakukan secara intravena
e. Pemberian antibiotik spektrum luas intravena.
f. Tindakan-tindakan menghilangkan nyeri dihindari untuk tidak
menyamarkan gejala

b. Hepatitis Virus
No. ICD-10 : K75 Other Inflammatory liver disease
Masalah Kesehatan
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati
yang disebabkan oleh virus hepatitis. Hampir semua hepatitis virus disebabkan oleh 1
(satu) dari 5 jenis virus, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis b (HBV), virus
hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Semua virus
hepatitis yang menyerang manusia adalah jenis virus RNA, kecuali virus Hepatitis B
(Virus DNA).
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai peynyakit hati di seluruh
dunia. Di Indonesia, HAV merupakan hepatitis virus yang paling banyak dirawat.

Manifestasi Klinik
Gambaran klinik hepatitis virus bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik
tanpa kuning sampai dengan yang sangat berat, yaitu hepatitis fulminant, yang
menyebabkan kematian dalam beberapa hari.
Gejala hepatitis virus akut terbagi dalam 4 tahap, yaitu :
a) Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala
atau ikterus.Fase berbeda untuk tiap jenis virus.
b) Fase Prodromal (PraIkterik)
Fase antara timbulnya keluhan pertama dengan timbulnya
gejala icterus.Awitan dapat singkat ditandai dengan malaise
umum, myalgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran nafas atas
dan anoreksia.Mual muntah berhubungan dengan gangguan
penghidu dan pengecap.Demam derajat rendah pada HAV.
c) Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5 – 10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala.Diikuti fase perbaikan
klinik yang nyata.
d) Fase Konvalesen
Diawali dengan menghilangnya icterus atau keluhan lain, tetapi
hepatomegali atau abnormlitas fungsi hati tetap ada.
Keadaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada
HAV, perbaikan klinik dan lab lengkap terjadi dalam 9 minggu
dan 16 minggu untuk HBV.

Agen Penyebab Hepatitis Virus


• Hepatitis Virus A (HAV)
Digolongkan picornavirus, replikasi nyata di sel hepatosit, tidak
bereplikasi di usus.Menyebar pada primate non manusia dan
galur sel manusia.Menular melalui enterik (usus).Masa
inkubasi 15 – 50 hari (rerata 30 hari).
• Hepatitis Virus B (HBV)
Digolongkan Hepadnaviridae, DNA hepatotropik, bereplikasi
utama di sel hepatosit dan sel tubuh lainnya. Menular melalui
darah.Inti virus HBV, terdiri dari antigen hepatitis B core
(HBcAg) dan antigen hepatitis B envelope (HBeAg).Masa
inkubasi 15 – 180 hari (rerata 60-90 hari). Cara penularan :
melalui darah, transmisi seksual, penetrasi jaringan (misal
tertusuk jarum), transmisi maternal-neonatal, tidak ada bukti
fekal-oral.
• Hepatitis Virus A (HCV)
Termasuk golongan Falviviridae, genus hpacivirus.Hanya ada 1
serotipe yang dapat diidentifikasi.Masa inkubasi 15 – 169 hari
(puncak 50 hari). Cara penularan : Darah, transmisi seksual,
maternal-neonatal, tidak terdapat bukti transmisi fekal-oral.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ditambah dengan
diagnosis serologis :
• HAV : IgM HAV (fase akut infeksi)
• HBV : IgM anti Hbc dan HbsAg dimana Hbc Ag mendahului
HbcAg (fase akut), antiHBs (penyembuhan atau reinfeksi)
• HCV : AntiHCV (fase akut)

Penatalaksanaan
Infeksi Sembuh Spontan :
• Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia
• Mempertahannkan asupan kalori dan cairan yang cukup
(makan pagi dengan porsi besar paling ditoleransi)
• Aktivitas fisik tidak berlebihan
• Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitia A.
• Pemberian interferon untuk HCV menurunkan resiko infeksi
HCV kronik.
• Peran Lamivudin dan Adefovir pada hepatitis B akut belum
jelas.
• Kortikosteroid tidak bermanfaat.
• Pencegahan dengan imunoprofilaksis (Vaksin)

c. Kolesistitis
No. ICD-10 : K81 Cholesystitis
Masalah Kesehatan
Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan demam.Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di
ductus sistikus sehingga terjadi stasis cairan empedu, dan sebagian kecil tanpa adanya
batu empedu.

Manifestasi Klinik
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium, nyeri tekan dan kenaikan suhu tubuh.Kadang kala
rasa sakit menyebar ke pundah atau scapula kanan dan dapat berlangsung selama 60
menit tanpa reda. Berat ringannya gejala sangat bervariasi dan tergantung kelainan
inflamasi yang ringan sampai gangrene/ perforasi kandung empedu.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan secara rutin untuk memperlihatkan besar,
bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatic.
Pemeriksaan Ct Scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu untuk
memperlihatkan adanya anses perikolesistik yang masih kecil, tapi tidak terlihat pada
pemeriksaaan USG.

Penatalaksanaan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet
ringan, obat penghilang nyeri dan antispasmodic.
Pemberian antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi
peritonitis, kolangitis dan septikemi.
Kolesistektomi pada kolesistitis akut masih diperdebatkan.
1. Tumor Lambung
No. ICD-10 :K031 Other Diseases of stomach and duodenum

Masalah Kesehatan
Tumor gaster terdiri ataas tumor jinak dan tumor ganas.Tumor jinak lebih
jarang daripada tumor ganas. Jenis tumor ganas yang terbanyak adalah
adenokarsinoma, menempati urutan ke3 setelah tumor kolon dan pankreas. Faktor
resiko kanker lambung adalah infeksi Helicobacter pylori,diet tinggi nitrat
(nitrosamin), makanan diasapkan dan diasinkan, rokok dan atrofi lambung.

Klasifikasi Tumor Ganas Lambung :


• Tipe I (Protruded type) : tumor invasi hanya pada mukosa dan
submukosa berbentuk polypoid, bentuk irregular , permukaan
tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
• Tipe II (Superficial type) :
o Elevated type :
o Flat type
o Depressed type
• Tipe III (Excavated type)

Manifestasi Klinik
Keluhan utama tumor ganas lambung adalah berat badan menurun(82%), nyeri
epigastrium (63%), muntah (41%), keluhan pencernaan lain (40%), anoreksia (28%),
keluhan umum (25%), disfagis (18%), nausea (18%), kelemahan (17%), sendawa
(10%), hematemesis (7%), regurgitasi (7%) dan lekas kenyang (5%).

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


• Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selain anamnesis,
dari pemeriksaan fisik jua dapat membantu yaitu berat badan
menurun dan anemia. Kadang teraba massa di daerah epigastrium.
• Pemeriksaan Radiologi yang penting pemeriksaan kontras ganda.
• Gastroskopi dan biopsy.
• Endoskopi Ultrasound
• Pemeriksaan darah pada tinja
• Pemeriksaan sitologi dari cairan lambung

Penatalaksanaan
• Pembedahan (tujuan kuratif dan paliatif)
• Kemoterapi (tunggal dan kombinasi), misalnya 5 FU, epirubusun,
karnisetin.
• Radiasi :
o Resektabel dapat diberikan 40-50 gy
o Kasus lanjut paliatif : < 40 gy

1. Tumor Kolorektal
No. ICD-10 :K062 – 63 Other Diseases of colon, anus and rectum

Masalah Kesehatan
Tumor kolorektal dapat dibagi menjadi polip kolon dan kanker kolon. Klasifikasi
polip kolon, ada 3 tipe yaitu neoplasma epitelium, non neoplasma, submuksoa.
Secara epidemiologi, kanker kolorektal menduduki urutan ke-4 di dunia, dengan
jumlah pasien perempuan lebih sedikit daripada laki-laki.
Penyebab terjadinya kanker kolorektal timbul akibat interaksi faktor genetika dan
faktor lingkungan.

Manifestasi Klinik
Sebagian besar kasus didiagnosis pada pasien berumur > 50 tahun dan sudah stadium
lanjut. Keluhan yang paling sering : Perubahan pola defekasi dan perdarahan per anus
(hematokezia) dan konstipasi.
Umumnya berkembang lambat, tanda dan gejala timbul akibat sebagai bagai bagian
komplikasi missal ileus obstruksi.
Obstruksi sebagian awalnya ditandai nyeri abdomen, namun bila obstruksi total
terjadi akan menyebabkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Anamnesis dan pemeriksaan fisik, terutama tanda dan gejala kanker
kolorektal.Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan darah lengkap (anemia)
• Pemeriksaan darah samar feses
• Pemeriksaan radiologi atau kolonoskopi

Penatalaksanaan
• Kemoprevensi : Aspirin dan obat NSAIDs lain menurunkan
mortalitas kanker kolorektal
• Endoskopi dan operasi :
o Umumnya polipektomi : Polip Adenomentasi
o Biopsi atau elektrokoagulasi bipolar : Ukuran polip < 5mm
o Hemikolektomi : Tumor yang lebih besar
• Terapi ajuvan : Menurunkan resiko rekuren kanker kolon

2. Tumor Hepar
No. ICD-10 :K76-77 Other Diseases of liver
Masalah Kesehatan
Karsinoma Hepatoseluler (Hepatocellular Carcinoma = HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. Dari seluruh tumor ganas hati
yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC, 10% Kolangiokarsinoma, 5% adalah
jenis lainnya. HCC meliputi 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia dan
menempati peringkat ke5 pada laki-laki dan ke9 pada perempuan. HCC juga
merupakan kanker yang menempati urutan ke3 dari kanker saluran cerna setelah
kanker kolorektal dan kanker lambung. Ada hubungan kuat antara infeksi virus
hepatitis dan alkohol dngan HCC, terutama infeksi virus hepatitis B dan C. Di
Indonesia, ditemukan paling sering pada kelompok umur 50 dan 60 tahun dengan
predominan pada laki-laki.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai gejala yang jelas
dan nyata gagal hati. Gejala yang paling sering ditemukan nyeri atau perasaan tak
nyaman di kuadran kanan atas abdomen. Keluhan gastrointestinal lain : anoreksia,
kembung, konstipasi dan diare.
Temuan fisik yang tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit
hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Kriteria diagnostik HCC : untuk tumor dengan diameter > 2cm, adanya
penyakit hari kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT ataun MRI)
serta kadar AFP serum > 400 ng/mL.
Diagnosis histologic diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (lesi > 2 cm) dan untuk
menegakkan diagnosis pasti.
Untuk tumor < 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non-onvasif karena beresiko
tinggi terjadinya negatif palsu karena belum matangnya vaskularisasi arterial nodul.

Penatalaksanaan
Resektabilitas HCC sangat rendah, karena sering disertai penyakit sirosis
hepatis, dan sering multinodular. Penatalaksanaan, meliputi :
• Reseksi hepatic Pasien HCC non sirosis hepatis
• Trasnplantasi Hati
• Ablasi Tumor Perkutan (Destruksi sel neoplastic dengan bahan
imia atau microwave laser, modifikasi suhu
• Terapi Paliatif : Stadium menengah – lanjut HCC

Trauma pada Sistem Pencernaan


1. Trauma Abdomen
Masalah Kesehatan
Trauma abdomen adalah perlukaan yang terjadi pada region abdomen (perut),
dapat berupa trauma tajam dan trauma tumpul.
Pemahaman pada manifestasi klnik yang ditimbulkan trauma abdomen dan pemilihan
prosedur diagnostic serta terapeutik mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien.
Trauma tajam abdomen dapat disebabkan berbagai senjata atau instrunmen tajam dan
tindakan penanganan juga bervariasi. Luka akibat tusukan lebih sering terjadi
daripada senjata api.
Organ abdomen sering cedera dan lebih dapat bertahan akibat trauma tajam
adalah usus halus, usus besar dan hepar. Trauma tumpul abdomen sering berhubungan
dengan kecelakaan kendaraan bermotor di jalan.Trauma tumpul abdomen paling
sering mengenai limpa dan 2/3 kasus mencederai organ intraperitoneal.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik trauma abdomen bervariasi, mulai dari gejala yang tidak
bermakna sampai timbul gejala dan tanda syok dan koma.
Tanda utama adanya cedera organ intraperitoneal adalah ;
• Kekakuan dinding perut
• Iritas peritoneal dan nyeri tekan
• Tanda – tanda perdarahan saluran cerna
• Syok hipovolemik
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis riwayat kejadian trauma yang dialami dan pemeriksaan fisik untuk
menentukan jenis trauma yang ada.
Pemeriksaan penunjang :
• Laboratorium : darah dan pemeriksaan kimia lain tidak begitu
bermanfaat, kecuali untuk menentukan adanya perdarahan dan
syok
• Radiologi :
o Foto polos dada dan perut serta CT Scan untuk menentukan
adanya kelainan pada rongga dada dan perut
o USG ; juga dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan
pada abdomen
• Pemeriksaan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) :
Pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya perdarahan
intraperitoneal dengan memeriksa cairan bilasan peritoneum.

Tabel. Preferensi Lokasi Pemeriksaan DPL

Tabel. Kriteria Diagnostik DPL Berdasarkan Jumlah Eritrosit


• Pemeriksaan LWE (Local Wound Exploration) :
Pemeriksaan secara mendetail untuk melihat luka yang dijumpai
pada dinding abdomen dan melihat tingkat kedalaman luka tusuk
akibat trauma tajam.
• Laparoskopi : Pemeriksaan dengan menggunakan bantuan teropong
kamera melalui dinding perut ke dalam rongga peritoneum, pada
trauma tajam abdomen.

Penatalaksanaan
Prinsip Umum sesuai dengan skema triase penanganan trauma (Gambar di bawah).
Tindakan penatalaksanaan spesifik tergantung jenis dan derajat trauma abdomen yang
dijumpai, misalnya pembedahan laparatomi.

Indikasi Klinik Laparotomi pada Trauma Tajam Abdomen


Gambar Skema Umum Triase Penanganan Trauma
Imunologi pada Sistem Pencernaan
1. GERD
No. ICD-10 : K021 GERD
Masalah Kesehatan
Penyakit Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan
patologi sebagai akibat reflux kandungan lambung ke dalam esophagus dengan
berbagai gejala yang timbul, akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran
nafas.
Penyakit GERD ini bersifat multifaktorial. Refluks gastroesofageal pada
pasien GERD dapat terjadi melalui 3 mekanisme :
Refluks spontan saat relaksasi sfinkter, aliran retrogad setelah menelan dan
meningkatnya tekanan intra abdomen.
Manifestasi Klinik
Gejala klinik khas GERD : nyeri/ rasa tidak enak di epogastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri digambarkan seperti terbakar, dang bercampur
dengan disfagia (sulit menelan), mual dan rasa pahit di lidah.
GERD dapat timbul gejala esktraesofageal yang atipik dan bervariasi, mulai dari sakit
dada non kardiak, suara serak, laringitis, batuk.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik seksama, beberapa pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan :
• Endoskopi saluran cerna bagian atas
• Pemantauan ph selama 24 jam
• Tes Bernstein (mengukur sesnsitivitas mukosa dengan selang
transnasal)
• Manometri esophagus (melihat tekanan sfinkter)
• Skintigrafi gastroesofageal (penghitungan gamma dengan
radioisotop
• Tes penghambat pompa proton

Penatalaksanaan
Target penatalaksanaan :
• Menyembuhkan lesi esophagus
• Menghilangkan gejala/ keluhan
• Mencegah kekambuhan
• Memperbaiki kualitas hidup
• Mencegah timbulnya komplikasi

Prinsip penatalaksanaan GERD :


• Modifikasi gaya hidup
• Terapi medikamentosa
• Terapi bedah
• Terapi dengan endoskopi
2. Ulkus Lambung dan Ulkus Duodenum
No. ICD-10 : K025 Gastric Ulcer and K026 Duodenal Ulcer
Masalah Kesehatan
Penyakit Ulkus peptikum, yaitu ulkus lambung (tukak lambung) dan ulkus
duodenum (= tukak duodenum) merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan
dalam klinik, terutama kelompok umur di atas 45 tahun. Tukak Peptikum adalah
gambaran lesi bulat atau semi bulat/ oval, berukuran > 5mm kedalaman sub mokusa
lambung dan duodenum akibat terputusnya kontinuitas / integritas mukosa.Tukak
peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan
dasar tukak yang ditutupi debris.Tukak lambung, kelainan terjadi di lambung dan
tukak duodenum, kelainnya terjadi di duodenum.

Penyebab utama kuman H. pylori, disamping penggunaan Obat (Non


Steroidal Anti Inflammatory Drugs =AINS), dan penyebab yang jarang oleh
Sindroma Zollimger Ellison dan penyakit Chron’s duodenal. Patogenesis terjadinya
tukak peptikum aadlah ketidakseimbangan antara faktor agresif yang merusak mukosa
dengan faktor defensif yang dapat memelihara keutuhan mukosa lambung dan
duodenum. Secara klinik tukak duodeni lebih sering dijumpai daripada tukak
lambung.

Komponen pertahanana dan perbaikan mukosa gastroduodenal


Berbagai Penyebab Tukak Peptik

Manifestasi Klinik
Secara umum, pasien tukak lambung mengeluh dyspepsia.Dispepsia dalah
suatu sindroma klinik terdiri dari keluhan beberapa penyakit saluran cerna, seperti
mual, muntah kembung dan nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati
dan cepat merasa kenyang.

Secara klinik, Dispepsia terbagi :


a) Dispepsia akibat gangguan motilitas : Kembung, rasa penuh ulu
hati setelah makan, cepat kenyang dan sendawa.
b) Dispepsia alibat tukak peptik : nyeri ulu , rasa tidak nyaman dan
muntah.
c) Dispepsia akibat refluks : sakit ulu hati seperti terbakar
d) Dispepsia tidak spesifik

Pada tukak duodeni, rasa sakit timbul pada waktu pasien merasa lapar, rasa
sakit biasbisa membangunkan pasien tengan malam dan rasa sakit hilang setelah
makan dan minum obat antasida.
Pada tukak lambung, rasa sakit timbul setelah makan (beda dengan tukak duodeni),
rasa sakit sebelah kiri (tukak duodeni, beda karena rasa sakit sebelah kanan dan
tengah). Rasa sakit mulai dari satu titik, akhirnya menyebar dan menjalar ke
punggung, terutama bila ada komplikaasi tukak ke pankrea

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis berdasarkan : Pengamatan klinis adanya dyspepsia dan pemeriksaan
fisik adanya tukak. Pemeriksaan penunjang dengan radiologi dan endoskopi.
Pemeriksaan lainnya : Pemeriksaan serologi, Urea Breath Test, dan histopaotlogi
kumanH. pylori

Komplikasi : Perdarahan Saluran Cerna, Perforasi dan Obstruksi/ Stenosis.

Penatalaksnaan
Tujuan :
• Menghilangkan keluhan/ gejala
• Menyembuhkan tukak
• Mencegah kekambuhan tukak
• Mencegah komplikasi
Tata laksana yang dapat dilakukan, terdiri dari :
• Non Medikamentosa
o Istirahat
o Diet :Hati-hati makanan pedas dan merangsang asam
lambung, hindari penggunaan obat NSAIDs.
• Medikamentosa
o Antasida
o Penangkal kerusakan mukosa : Sukralfat, Koloid Bismuth,
Antihistamin-2, Proton pump inhibitor,

• Tindakan operasi :
o Elektif (Untuk tukak refrakter dan gagal obat)
o Darurat (bila ada komplikasi)
o Tukak lambung dengan sangkaan keganasan (Corpus dan
Fundus 70% keganasan)
o Jenis Tindakan operasi :
Antrektomi
Anastomosis gastroduodenostomi
EG junction
Esofagastro jejunostomi
Radikal/ sub total gastrektomi
3. Irritable Bowel Syndrome
No. ICD-10 : K058 Irritable Bowel Syndrome
Masalah Kesehatan
Irritable Bowel Syndrome adalah suatu penyakit gastrointestinal fungsional,
yang ditandai adanya sakit perut, distensi abdomen dan gangguan pola defekasi tanpa
ada gangguan organik. Gejala yang bervariasi dan sulit untuk didiagnosis, karena
tidak pemeriksaan laboratorium yang spesifik.
Banyak faktor yang menyebabkan Irritable Bowel Syndromeantara lain: gangguan
motilitas, intoleransi makanan, abnormalitas sensori, hipersensitivitas visceral, paska
infeksi usus.
Manifestasi Klinik
Adanya IBS predominan diare dan predominan konstipasi.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
PenatalaksanaanIBS :
• Modifikasi diet
o Peningkatan konsumsi serat (IBS Konstipasi)
o Kontrol konsumsi serat (IBD Diare)
o Hindari makanan pencetus
• Intevensi psikologi (Psikoterapi) : Mengatasi kecemasan pasien
terhadap penyakit
• Farmakoterapi untuk menghilangkan gejala :
o Nyeri abdomen : Antispasmodik antikolinergik
o Konstipasi : Laksatif osmotik
o Diare : Loperamid

4. Malabsorbsi Intestinal
No. ICD-10 : K090 Intestinal Malaborption
Masalah Kesehatan
Malabsorpsi intestinal adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan pada proses
absorpsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Pada umumnya pasien
datang dengan diare sehingga kadang kala sukit membedakan apakah diare
disebabkan malaborpsi atau sebab lain.
Banyak hal dapat menjadi penyebab timbulnya malaborpsi (lihat pada tabel di
bawah).
Manifestasi Klinik
Pasien biasanya datang dengan keluhan diare kronik, feses berbentuk cair,
karena tidak ada absorbs di usus halus. Bila terjadi malabsorpsi lemak, maka pasien
mengeluh faeces berlemak (steatorea).

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis berdasarkan anamnesia dan pemeriksaan fisikl
Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang :
• Darah : Ada tidaknya anemia dan jenis anemia
• Radiologi dan USG : Menentukan kelainan sal cerna dan dilatasi usus
• Pemeriksan histopatologi usus : Menentukan jenis kelainan/lesi

Penatalaksanaan
Secara umum tata laksana malabsorpsi tergantung penyebabnya, meliputi
pembatasan nutrisi, suplementasi vitamin dan mineral serta obat-obatan.
Pemberian nutrisi pada pasien dengan malabsorpsi biasanya sedikit-sedikit tetapi
sering, menghindari konsumsi susu, pembatasan lemak (< 30 gr/ Hari). Suplementasi
kalsium untuk pasien dengan hipokalsemia. Pemberian vitamin (A,D, E,K) juga dapat
dipertimbangkan.

RANGKUMAN
Bab ini telah membahas berbagai gangguan fungsi dan penyakit pada sistem
pencernaan tubuh manusia, mulai dari Rongga Mulut, Esofagus, Lambung, Usus
Halus dan Usus Besar serta Hati, sesuai dengan klasifikasi penyakit berdasarkan
ICD 10. Aspek pembahasan penyakit, mencakup organ yang mengalami gangguan
dan masalah kesehatan yang ditimbulkan, manifestasi klinik dan diagnosis penyakit
serta penanganan yang dapat dilalukan. Pembahasan bab dari berbagai organ sistem
saluran pencernaan ini,meliputi :
a) Penyakit Infeksi Saluran Cerna
b) Penyakit Tumor Saluran Cerna
c) Penyakit Trauma Saluran Cerna
d) Penyakit Inflamasi Saluran Cerna
TUGAS
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari diagnose penyakit istilah terminology
medis dan berdiskusi dengan kelompok membahas sesuai judul yang
diberikan. Adapun judul kelompok sebagai berikut:
1. Penyakit infeksi pada system pencernaan
2. Penyakit Tumor pada system pencernaan
3. Penyakit trauma pada system pencernaan
4. Penyakit imunologi pada system pencernaan
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times new

roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.

• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :

SAMPUL DEPAN (COVER)


DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
2.Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA.
2. Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
a. Membuat resume pertemuan perkuliahan
b. Resume diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan Times
New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
2. IDI-Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. IDI-Kemenkes RI. Edisi Revisi. 2014.
3. Longo, Fauci, Kasper, Hauer, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Manual of
Medicine. 18th Edition. The McGrawHill Companies, Inc. 2013
4. Marx, JA. , Hockberger, RS., Walls, RM. Rosen’s Emergency Medicine :
Concepts and Clinical Practice. 8th Edition. Elsevier Saunder. 2014.
5. Anggraini M., Irmawati, Garmelia, E., Kresnowati, L. Klasifikasi,
Kodefikasi Penyakit dan masalah Terkait I : Anatomi, Fisiologi, Patologi,
Terminologi Medis dan Tindakan Pada Sistem Kardiovaskuler, Respirasi,
dan Muskuloskeletal. Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
(RMIK).PPSDM-BPPSDMK Kemenkes RI. 2017.
BAB III
TERMINOLOGI MEDIS; KONSEP DASAR PEMBENTUKAN ISTILAH
MEDIS PADA SISTEM PENCERNAAN
(dr. Yanda Ardanta, M.Kes)

PENDAHULUAN
A.Pengantar Pendahuluan
Pada Bab sebelumnya dalam mata kuliah Klasifikasi, Kodifikasi Penyakit, dan
Masalah Penyakit Tekait II, Saudara telah mempelajari anatomi fisiologi dan
patofisiologi sistem pencernaan. Saudara telah mempelajari bagaimana bentuk dan
susunan organ-organ sistem pencernaan secara keseluruhan maupun bagian-
bagiannya serta hubungan organ-organ yang satu satu dengan yang lain serta
bagaimana organ-organ tersebut bekerja secara normal maupun bila mengalami
gangguan/ fungsi.
Pada Bab ini, mahasiswa akan mempelajari kembali berbagai istilah pada
diagnosis medis dan prosedur medis yang terkait pada kelainan/ gangguan pada
sistem pencernaan tubuh manusia.
Dalam mempelajari bab ini sebaiknya Anda pelajari secara bertahap, mulai
dari rangkuman materi pembelajaran yang disajikan pada Bab Topik dan mengerjakan
soal-soal latihan serta apabila telah yakin memahaminya, barulah Anda
diperkenankan untuk melanjutkan mempelajari materi pembalajaran topik berikutnya.
Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi pembalajaran
yang sulit Anda pahami. Cobalah terlebih dahulu mendiskusikan materi
pembelajaran yang sulit dengan sesama mahasiswa atau teman sejawat. Apabila
masih dibutuhkan, Anda dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan narasumber
pada kegiatan pembelajaran tatap muka.
Di dalam bab ini juga tersedia tugas terstruktur berupa tes formatif dan tugas
mandiri. Hendaknya semua tugas ini Anda kerjakan dengan tuntas. Dengan
mengerjakan semua tugas yang ada, Anda akan dapat menilai sendiri tingkat
penguasaan atau pemahaman terhadap materi pembelajaran yang disajikan. Dan
membantu Andamengetahui bagian-bagian mana dari materi pembalajaran yang
disajikan di dalam bab, masih belum sepenuhnya dipahami.
Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bab ini adalah sekitar 2 x
100 menit. Oleh karena itu, Anda dapat membuat catatan mengenai hal-hal yang perlu
didiskusikan pada waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran terstruktur (secara daring
atau tatap muka).
Keberhasilan Anda mempelajari bab ini tentunya sangat tergantung pada
keseriusan Anda. Hendaknya Anda tidak segan-segan untuk bertanya tentang materi
pembalajaran yang belum Anda pahami kepada nara sumber pada saat dilaksanakan
kegiatan pembelajaran tatap muka, atau berdiskusi dengan rekan Anda. Di samping
itu, Anda juga harus berusaha dengan sunggug-sungguh untuk menyelesaikan semua
tugas yang ada di dalam bab ini. Yakinlah bahwa Anda akan berhasil dengan baik
apabila memiliki semangat belajar yang tinggi. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan
YME agar senantiasi diberikan kemudahan belajar.
Selamat Belajar dan Semoga Sukses !
B.Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas pengertian dan dasar pembentukan terminology
medis dan prosedur medis pada gangguan fungsi dan penyakit pada sistem
pencernaan tubuh manusia sesuai dengan klasifikasi prosedur medis ICD
9CM.
C.Kemampuan/ Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan
pengertian terminologi diagnosis medis dan prosedur medis pada gangguan fungsi dan
penyakit pada sistem pencernaan tubuh manusia.

D.Uraian Materi
I. Terminologi Medis Diagnosis Penyakit Sistem Pencernaan
1.Terminologi Medis Diagnosis Penyakit Sistem Pencernaan
Beberapa Contoh Root dan Pengertian

Beberapa Contoh Prefiks, Root dan Sufiks


Topik 2.Terminologi Medis Prosedur Medis Penyakit Sistem Pencernaan
Beberapa contoh sufiks operasi

Beberapa contoh pengertian istilah prosedur medis sistem pencernaan


RANGKUMAN
Bab ini telah membahas pengertian dan dasar pembentukan terminology medis dan
prosedur medis pada gangguan fungsi dan penyakit pada sistem pencernaan tubuh
manusia sesuai dengan klasifikasi prosedur medis ICD 9CM.

TUGAS
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
• Masing-masing kelompok mencari diagnose penyakit istilah terminology
medis dan berdiskusi dengan kelompok membahas sesuai judul yang
diberikan. Adapun judul kelompok sebagai berikut:
1. Penyakit infeksi pada sistem pencernaan
2. Penyakit tumor pada sistem pencernaan
3. Penyakit trauma pada sistem pencernaan
4. Penyakit imunologi pada sistem pencernaan
• Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times new

roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.

• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :

SAMPUL DEPAN (COVER)


DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
2.Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA.

2.Kegiatan Mandiri
Petunjuk:
b. Membuat resume materi perkuliahan
c. Resume diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan Times
New Roman, spasi 1,5
d. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA
1. Marie A. Moisio and EMER w. Moisio. 2014. Medical Terminology a
Strudent Centered. Approach. Boston. USA Cengage Learning..
2. Medical Terminology Practice, 2014. California.
3. Anggraini M., Irmawati, Garmelia, E., Kresnowati, L. Klasifikasi,
Kodefikasi Penyakit dan masalah Terkait I : Anatomi, Fisiologi, Patologi,
Terminologi Medis dan Tindakan Pada Sistem Kardiovaskuler, Respirasi,
dan Muskuloskeletal. Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
(RMIK). PPSDM-BPPSDMK Kemenkes RI. 2017.
BAB IV
ATURAN DAN TATACARA KODEFIKASI PENYAKIT DAN TINDAKAN
PADA SISTEM PENCERNAAN
(Mey lisa, A.Md., MIK,.SKM)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Pada bab ini berjudul menentukan aturan dan tatacara kodefikasi penyakit dan
tindakan pada sistem Pencernaan yaitu bagian yang harus Anda kuasai dalam Mata
Kuliah pengantar kodefikasi terkait sistem pencernaan dan sistem endokrin. Salah
satu capaian pembelajaran pada Program Studi D-III Perekam dan Infokes adalah
mewujudkan kompetensi sebagai Coder yaitu kemampuan menentukan kode penyakit
terkait dignosa dan tindakan berdasarkan kode etik, mampu berdaptasi dengan
berbagai situasi dan mendokumentasikannya secara tepat. Setelah mempelajari bab ini
Anda diharapkan dapat memahami bagaimana melakukan cara pengkodingan dengan
baik dan benar sesuai dengan aturan terminologi untuk melakukan kodefikasi penyakit
dan tindakan berdasarkan ICD 10 dan ICD 9 CM. Koding klinis atau koding medis
adalah suatu kegiatan yang mentransformasikan diagnosis penyakit, prosedur medis
dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi suatu bentuk kode, baik
numerik atau alfanumerik, untuk memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisis
data.

Koding merupakan suatu proses yang kompleks dan membutuhkan


pengetahuan tentang aturan koding sesuai perangkat yang digunakan, anatomi,
patofisiologi, persyaratan dokumentasi kinis, kebijakan dan regulasi serta standar.
Kompleksitas ini menimbulkan situasi yang menantang bagi para koder profesional
dalam melakukan telaah semua fakta dalam dokumen secara hati-hati agar dapat
menentukan kode dengan etis dan tepat. Koder profesional harus memiliki
pemahaman yang jernih tentang sumber terpercaya untuk kaidah koding yang
digunakan. Tata cara penetapan kode ditentukan oleh perangkat koding yang
digunakan. Di Indonesia, khususnya untuk kepentingan reimbursement digunakan
ICD-10 versi th. 2010 untuk kode diagnosis penyakit sedangkan untuk koding
prosedur medis menggunakan ICD-9-CM versi th 2010 (Permenkes No.76 th 2016).

B. Deskripsi Materi
Materi yang akan dibahas pada bab ini, yaitu : K00-K14 Penyakit rongga mulut
dan kelenjar ludah, K20-K31 Penyakit kerongkongan, lambung dan usus dua belas
jari, K35-K38 Penyakit pada lampiran, K40-K46 Hernia, K50-K52 Enteritis dan
kolitis tidak menular.

C. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan


Tujuan akhir yang diharapkan dalam BAB ini adalah : Mahasiswa mampu
menentukan Aturan dan tatacara kodefikasi penyakit dan tindakan pada sistem
pencernaan.

D. Uraian Materi
I. I. Defenisi Koding
II. II. Blok Kategori yang meliputi Penyakit pada sistem pencernaan
III. III. Kategori Asterisk
I. Defenisi Koding
Koding klinis atau koding medis adalah suatu kegiatan yang
mentransformasikan diagnosis penyakit, prosedur medis dan masalah kesehatan
lainnya dari kata-kata menjadi suatu bentuk kode, baik numerik atau alfanumerik,
untuk memudahkan penyimpanan, retrieval dan analisis data. Koding merupakan
suatu proses yang kompleks dan membutuhkan pengetahuan tentang aturan koding
sesuai perangkat yang digunakan, anatomi, patofisiologi, persyaratan dokumentasi
kinis, kebijakan dan regulasi serta standar. Dalam mempelajari koding diagnosis
penyakit sistem pencernaan, maka kita harus mengenal terlebih dahulu struktur bab
XI tentang Penyakit Sistem Pencernaan. Penyakit-penyakit Sistem Pencernaan
merupakan sebagian dari isi Bab XI.
Sebagaimana bab yang lain juga, maka di bawah judul bab senantiasa terdapat
Exclusion (Pengecualian), termasuk dalam Bab XI ini.

Pengecualian:
1. Penyakit infeksi dan parasit tertentu (A00-B99)
2. Neoplasma (C00-D48)
3. Penyakit endokrin, gizi, dan metabolik (E00-E90)
4. Komplikasi kehamilan, melahirkan, dan nifas (O00-O99)
5. Kondisi tertentu yang berasal dari masa perinatal (P00-P96)
6. Malformasi, deformasi, dan kelainan kromosom kongenital (Q00-Q99)
7. Tanda, gejala, dan penemuan klinis dan labor abnormal, NEC (R00-R99)
8. Cedera, keracunan, dan konsekuensi lain penyebab luar tertentu (S00-T98)

II. Blok Kategori yang meliputi Penyakit Genital dan Sistem Urinaria
Bab XI terdiri dari Blok Kategori yang meliputi Penyakit Genital dan Sistem Urinaria
sebagai berikut:
III. K00-K14 Penyakit rongga mulut, kelenjar saliva dan rahang

IV. K20-K31 Penyakit esofagus, lambung dan duodenum

V. K35-K38 Penyakit appendix


VI. K40-K46 Hernia

VII. K50-K52 Enteritis dan kolitis non-infektif

VIII. K55-K63 Penyakit-penyakit usus lainnya

IX. K65-K67 Penyakit-penyakit peritoneum

X. K70-K77 Penyakit-penyakit hati

XI. K80-K87 Kelainan kandung empedu, saluran empedu, dan pankreas.

XII. K90-K93 Penyakit lain pada sistem pencernaan

III. KATEGORI ASTERISK


Pada Bab ini terdapat cukup banyak, yaitu 5 (lima) buah kode asterisk. Ingat, kode
asterisk tidak pernah berdiri sendiri. Harus disertai kode dagger dari bab lain.
2. K23* Kelainan esofagus pada penyakit c. e.
3. K67* Kelainan peritoneum pada penyakit infeksi c. e.
4. K77* Kelainan hati pada penyakit c. e.
5. K87* Kelainan kandung empedu, saluran empedu, dan pankreas pada penyakit
c. e..
6. K93* Kelainan lain organ pencernaan pada penyakit c. e.

CATATAN KHUSUS BAB


Untuk Bab XI tidak terdapat Catatan Khusus Bab (Chapter Specific Note) seperti bab
sebelumnya.

CATATAN LAIN
Beberapa catatan dalam Bab ini adalah:
1. Penyakit rongga mulut, kelenjar saliva dan rahang

Keterangan

Exclude 1

Notasi ini berarti bahwa penyakit tersebut “tidak dikodekan dalam penyakit
ini”. Exclude 1 mengindikasikan bahwa kode tersebut tidak dapat digunakan dalam
waktu yang bersamaan dengan kode dimana notasi Exclude 1 dicantumkan. Notasi ini
digunakan untuk dua kondisi yang tidak dapat muncul dalam waktu yang bersamaan,
contohnya penyakit kongenital dan penyakit yang baru didapat.

Exclude 2

Notasi ini berarti bahwa penyakit tersebut ‘tidak termasuk dalam kategori ini’.
Notasi ini menunjukkan bahwa kondisi yang dimaksud bukan merupakan bagian dari
kondisi penyakit yang dikodekan, namun pasien mungkin saja memiliki kedua kondisi
tersebut pada saat bersamaan. Bila excludes 2 muncul di bawah kode penyakit, Anda
dapat menggunakan kode dan kode exclude secara bersamaan.
2. Penyakit esofagus, lambung dan duodenum

K20 Esofagitis
Abses esofagus
Esofagitis: NOS, zat kimia, peptik
Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi
penyebab.
Kecuali: esofagitis reflux (K21.0)
dengan gastroesophageal reflux disease (GERD) (K21.0)

erosi esofagus (K22.1)


K21 Gastroesophageal reflux disease (GERD)
K21.0 Penyakit reflux gastro-esofagus dengan esofagitis:
Esofagitis reflux
K21.9 Penyakit reflux gastro-esofagus tanpa esofagitis:
Reflux esofagus NOS
K22 Penyakit lain esofagus
Kecuali: varises esofagus(I85.-)

K22.0 Akhalasia kardia:


Akhalasia NOS [akibat peristalsis esofagus gagal, sfingter esofagus kurang relaksasi]
Kardiospasme [spasme singter esofagus dekat lambung]
Kecuali: kardiospasme kongenital (Q39.5***)

K22.1 Ulkus esofagus:


Erosi esofagus
Ulkus esofagus: NOS, ,akibat menelan: zat kimia, obat-obatan, jamur, peptik
Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi penyebab

K22.2 Obstruksi esofagus


Kompresi esofagus
Konstriksi esofagus
Stenosis esofagus
Striktura esofagus
Kecuali: stenosis atau striktura kongenital esofagus (Q39.3)

K22.3 Perforasi esofagus


Ruptura esofagus
Kecuali: perforasi traumatika esofagus (torakalis) (S27.8)

K22.4 Diskinesia esofagus


Esofagus ‘corkscrew’ (pembuka sumbat botol)
Spasme esofagus diffusa
Spasme esofagus
Kecuali: kardiospasme (K22.0)

K22.5 Divertikulum esofagus, didapat


Esophageal pouch, didapat [kantong esofagus]
Kecuali: divertikulum esofagus (kongenital) (Q39.6)

K22.6 Sindroma laserasi-perdarahan gastro-esofagus:


Sindroma Mallory-Weiss

K22.8 Penyakit esofagus lain yang dijelaskan:


Perdarahan esofagus NOS

K22.9 Penyakit esofagus, tak dijelaskan


K23* Kelainan esofagus pada penyakit c. e.
K23.0* Esofagitis tuberkolusa (A18.8†)
K23.1* Megaesofagus pada penyakit Chagas (B57.3†)
K23.8* Kelainan esofagus penyakit lain c. e..
Subdivisi karakter keempat berikut digunakan untuk kategori K25-K28:
.0 Akut dengan perdarahan
.1 Akut dengan perforasi
.2 Akut dengan perdarahan tambah perforasi
.3 Akut tanpa perdarahan atau perforasi
.4 Kronik atau tak dijelaskan dengan perdarahan
.5 Kronik atau tak dijelaskan dengan perforasi
.6 Kronik atau tak dijelaskan dengan perdarahan tambah perforasi
.7 Kronik tanpa perdarahan atau perforasi
.9 Tidak jelas akut atau kronik, tanpa perdarahan atau perforasi

K25 Gastric ulcer [tukak lambung]


Termasuk: erosi (akut) lambung
ulkus (peptikum): pilorus, lambung
Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi obat,
kalau disebabkan obat
Kecuali: gastritis erosif hemoragika akut (K29.0)
ulkus peptikum NOS (K27.-)

K26 Duodenal ulcer [tukak duodenum]


Termasuk: erosi (akut) duodenum
ulkus (peptikum): duodenum, postpilorika
Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi obat,
kalau disebabkan obat
Kecuali: ulkus peptikum NOS (K27.-)

K27 Ulkus peptikum, situs tak dijelaskan


Termasuk: ulkus gastroduodenum NOS, ulkus peptikum NOS
Kecuali: ulkus peptikum neonatus (P78.8)

K28 Ulkus gastrojejunum


Termasuk: ulkus (peptikum) atau erosi:
– gastrokolika
– gastrointestinum
– gastrojejunum
– jejunum
– anastomotik
– marginal
– stoma
Kecuali: ulkus primer usus halus (K63.3)

K29 Gastritis dan duodenitis


Kecuali: gastritis atau gastroenteritis eosinophilika (K52.8)
sindroma Zollinger-Ellison (E16.4)

K29.0 Gastritis hemoragika akut


Gastritis akut (erosif) dengan perdarahan
Kecuali: erosi (akut) lambung (K25.-)

K29.1 Gastritis akut lain


K29.2 Gastritis alkoholik
K29.3 Gastritis kronik superfisialis
K29.4 Gastritis atrofika kronik
Atrofi lambung

K29.5 Gastritis kronik, tak dijelaskan


Gastritis kronik: antrum, fundus
K29.6 Gastritis lain
Gastritis hipertrofi raksasa
Gastritis granulomatosa
Penyakit Ménétrier

K29.7 Gastritis, tak dijelaskan


K29.8 Duodenitis
K29.9 Gastroduodenitis, tak dijelaskan
K30 Dyspepsia
Indigestion
Kecuali: dispepsia:
– nervosa (F45.3)
– neurotik (F45.3)
– psikogenik (F45.3)
heartburn (R12)

K31 Penyakit lain lambung dan duodenum


Termasuk: kelainan fungsional lambung
Kecuali: divertikulum duodenum (K57.0-K57.1)
perdarahan lambung (K92.0-K92.2)

K31.0 Dilatasi akut lambung


Distensi akut lambung

K31.1 Stenosis pilorus hipertrofik dewasa


Stenosis pilorus NOS
Kecuali: stenosis pilorus kongenital atau infantil (Q40.0)

K31.2 Striktura dan stenosis ‘hourglass’ lambung


Kecuali: kontraksi hourglass lambung (K31.8)

lambung hourglass kongenital (Q40.2)

K31.3 Pylorospasm, not elsewhere classified


Kecuali: pilorospasme:
– neurotik (F45.3)
– psikogenik (F45.3)
– kongenital atau infantile (Q40.0)

K31.4 Divertikulum lambung


Kecuali: divertikulum lambung kongenital(Q40.2)
K31.5 Obstruksi duodenum
Konstriksi duodenum
Stenosis duodenum
Striktura duodenum
Ileus duodenum (kronik)
Kecuali: stenosis kongenital duodenum (Q41.0)

K31.6 Fistula lambung dan duodenum


Fistula gastrokolika; fistula gastrojejunokolika

K31.7 Polip lambung dan duodenum


Kecuali: polip adenomatosa lambung (D13.1)

K31.8 Penyakit lambung dan duodenum lain yang dijelaskan


Achlorhydria
Gastroptosis
Kontraksi hourglass lambung

K31.9 Penyakit lambung dan duodenum, tak dijelaskan


3.Penyakit appendiks (K35-K38)
K35 Appendisitis akut
K35.0 Appendisitis akut dengan peritonitis umum

Appendisitis (akut) dengan:

– perforasi

– peritonitis (umum) (lokal) menyusul ruptur atau perforasi ***

– ruptura
K35.1 Appendisitis akut dengan abses peritoneum

Abses appendiks

K35.9 Appendisitis akut, tak dijelaskan

Appendisitis akut dengan peritonitis, lokal atau NOS ***

Appendisitis akut tanpa:

– abses peritoneum

– perforasi

– peritonitis umum ***

– ruptura

K36 Appendisitis lain

Appendisitis:

– kronik

– rekurens (berulang)

K37 Appendisitis yang tak dijelaskan

K38 Penyakit-penyakit appendiks lain

K38.0 Hyperplasia appendiks


K38.1 Appendicular concretions [massa padat appendiks]

Faekalith appendiks

Sterkolith appendiks

K38.2 Divertikulum appendiks

K38.3 Fistula appendiks

K38.8 Penyakit-penyakit appendiks lain yang dijelaskan

Intususepsi [dinding memasuki dinding lain, seperti teleskop] appendix

K38.9 Penyakit appendiks, tak dijelaskan

4.Hernia (K40-K46)
Note: Hernia dengan gangren tambah obstruksi diklasifikasikan pada
hernia dengan gangren.
Termasuk: hernia: didapat, rekurens

hernia kongenital (kecuali hernia diafragma atau hiatus)

K40 Hernia inguinalis

Termasuk: bubonokel, hernia skrotalis

hernia inguinalis: NOS, direct, indirect, double, oblique

K40.0 Hernia inguinalis bilateral, dengan obstruksi, tanpa gangren

K40.1 Hernia inguinalis bilateral, dengan gangren


K40.2 Hernia inguinalis bilateral, tanpa obstruksi atau gangren

Hernia inguinalis bilateral NOS

K40.3 Hernia inguinalis unilateral atau tidak jelas, dengan obstruksi, tanpa
gangren

Hernia inguinalis (unilateral) tanpa gangren:

– inkarserata

– irreducible

– menyebabkan obstruksi

– strangulasi

K40.4 Hernia inguinalis unilateral atau tidak jelas, dengan gangren

Hernia inguinalis NOS dengan gangren

K40.9 Hernia inguinalis unilateral atau tidak jelas, tanpa obstruksi atau
gangren

Hernia inguinalis (unilateral) NOS

K41 Hernia femoralis

K41.0 Hernia femoralis bilateral, dengan obstruksi, tanpa gangren

K41.1 Hernia femoralis bilateral, dengan gangren


K41.2 Hernia femoralis bilateral, tanpa obstruksi atau gangren

Hernia femoralis bilateral NOS

K41.3 Hernia femoralis unilateral or tidak jelas, dengan obstruksi, tanpa


gangren

Hernia femoralis (unilateral) tanpa gangren:

– inkarserata

– irreducible

– menyebabkan obstruksi

– strangulasi

K41.4 Hernia femoralis unilateral atau tidak jelas, dengan gangren

K41.9 Hernia femoralis unilateral atau tidak jelas, tanpa obstruksi atau
gangren

Hernia femoralis (unilateral) NOS

K42 Hernia umbilikalis

Termasuk: hernia paraumbilikalis

Kecuali: omphalocele (Q79.2)

K42.0 Hernia umbilikalis dengan obstruksi, tanpa gangren


Hernia umbilikalis tanpa gangren:

– inkarserata

– irreducible

– menyebabkan obstruksi

– strangulasi

K42.1 Hernia umbilikalis dengan gangren

Hernia umbilikalis gangrenosa

K42.9 Hernia umbilikalis tanpa obstruksi atau gangren

Hernia umbilikalis NOS

K43 Hernia ventralis

Termasuk: hernia: epigastrika, insisional [di tempat sayatan]

K43.0 Hernia ventralis dengan obstruksi, tanpa gangren

Hernia ventralis tanpa gangren:

– inkarserata

– irreducible

– menyebabkan obstruksi
– strangulasi

K43.1 Hernia ventralis dengan gangren

Hernia ventralis gangrenosa

K43.9 Hernia ventralis tanpa obstruksi atau gangren

Hernia ventralis NOS

K44 Hernia diafragmatika

Termasuk: hiatus hernia (esofagus)(sliding)

hernia paraesofagus

Kecuali: hernia kongenital:

– hiatus (Q40.1)

– diaphragmatika: (Q79.0)

K44.0 Hernia diafragmatika dengan obstruksi, tanpa gangren

Hernia diafragmatika, tanpa gangren:

– inkarserata

– irreducible

– menyebabkan obstruksi
– strangulasi

K44.1 Hernia diafragmatika dengan gangren

Hernia diafragmatika gangrenosa

K44.9 Hernia diafragmatika tanpa obstruksi atau gangren

Hernia diafragmatika NOS

K45 Hernia abdominalis lainnya

Termasuk: Hernia:

– abdominalis dengan situs dijelaskan NEC

– lumbalis

– obturatorius

– pudendum

– retroperitoneum

– siatika

K45.0 Hernia abdominalis lain yang dijelaskan dengan obstruksi, tanpa


gangren.

Kondisi pada K45, tanpa gangren:


– inkarserata

– irreducible

– menyebabkan obstruksi

– strangulasi

K45.1 Hernia abdominalis lain yang dijelaskan dengan gangren

Kondisi pada K45 yang dinyatakan gangrenosa

K45.8 Hernia abdominalis lain yang dijelaskan tanpa obstruksi atau gangren

K46 Hernia abdominalis yang tak dijelaskan

Termasuk: enterokel

epiplokel

hernia: NOS, interstitialis, intestinum, intraabdomen

Kecuali: enterokel vaginalis (N81.5)

K46.0 Hernia abdominalis yang tidak jelas dengan obstruksi, tanpa gangren

Kondisi pada K46, tanpa gangren:

– inkarserata

– irreducible
– menyebabkan obstruksi

– strangulasi

K46.1 Hernia abdominalis yang tidak jelas, dengan gangrene

Kondisi pada K46 yang dinyatakan gangrenosa

K46.9 Hernia abdominalis yang tidak jelas, tanpa obstruksi atau gangren

Hernia abdominalis NOS

Enteritis dan kolitis non-infektif (K50-K52)

Termasuk: inflammatory bowel disease [penyakit radang usus] non-infektif

Kecuali: irritable bowel syndrome (K58.-)

megakolon (K59.3)

K50 Penyakit Crohn [regional enteritis]

Termasuk: enteritis granulomatosa

Kecuali: kolitis ulseratif (K51.-)

K50.0 Penyakit Crohn usus halus:

Penyakit Crohn [regional enteritis] pada:

– duodenum
– ileum

– jejunum

Ileitis:

– regionalis

– terminalis

Kecuali: kalau disertai penyakit Crohn usus besar (K50.8)

K50.1 Penyakit Crohn usus besar

Kolitis:

– granulomatosa

– regionalis

Penyakit Crohn [enteritis regionalis] pada:

– kolon

– usus besar

– rektum

Kecuali: kalau disertai penyakit Crohn usus halus (K50.8)

K50.8 Penyakit Crohn lainnya


Penyakit Crohn usus halus dengan usus besar

K50.9 Penyakit Crohn, tak dijelaskan

Regional enteritis NOS

K51 Kolitis ulseratif

K51.0 Enterokolitis ulseratif (kronik)

K51.1 Ileokolitis ulseratif (kronik)

K51.2 Proktitis ulseratif (kronik)

K51.3 Rektosigmoiditis ulseratif (kronik)

K51.4 Pseudopolyposis colon

K51.5 Proktokolitis mukosa

K51.8 Kolitis ulseratif lain

K51.9 Kolitis ulseratif, tak dijelaskan

Enteritis ulseratif NOS

K52 Gastroenteritis dan kolitis non-infektif lain

K52.0 Gastroenteritis dan kolitis akibat radiasi

K52.1 Gastroenteritis dan kolitis toksik


Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi
agen toksik

K52.2 Gastroenteritis dan kolitis alergik dan dietetik

Gastrokolitis atau kolitis akibat hipersensitifitas makanan

K52.8 Gastroenteritis dan kolitis non-infektif lain yang dijelaskan

Gastritis atau gastroenteritis eosinofilik

K52.9 Gastroenteritis dan kolitis non-infektif, tak dijelaskan

Enteritis, jejunitis, ileitis, sigmoiditis, diare:

– dinyatakan tidak menular, atau

– NOS di negara tempat asal usul kondisi ini bisa dianggap non-infeksi.

Kecuali: gastroenteritis, enteritis, kolitis atau, diare:

– infeksiosa (A09)

– tak dijelaskan, di negara kondisi ini bisa dianggap infeksi (A09)

diare psikogenik (F45.3)

diare fungsional (K59.1)

diare neonatus (non-infektif) (P78.3)

Penyakit-penyakit usus lain (K55-K63)


K55 Kelainan vaskular usus

Kecuali: enterokolitis nekrotikans pada fetus atau neonatus (P77)

K55.0 Kelainan vaskular akut pada usus

Kolitis iskemik fulminant akut

Infark usus akut

Iskemi usus halus akut

Emboli (arteri)(vena) mesenterika

Infark (arteri)(vena) mesenterika

Thrombosis (arteri)(vena) mesenterika

Kolitis iskemik subakut

K55.1 Kelainan vaskular kronik pada usus

Kolitis iskemik kronik

Enteritis iskemik kronik

Enterokolitis iskemik kronik

Striktura iskemik usus

Aterosklerosis mesenterika
Insuffisiensi vaskuler mesenterika

K55.2 Angiodisplasia kolon

K55.8 Kelainan vaskular usus lain

K55.9 Kelainan vaskular usus, tak dijelaskan

Kolitis iskemik NOS

Enteritis iskemik NOS

Enterokolitis iskemik NOS

K56 Ileus paralitika dan obstruksi usus tanpa hernia

Kecuali: ileus mekonium (E84.1)

obstruksi duodenum (K31.5)

dengan hernia (K40-K46)

striktura iskemik usus (K55.1)

stenosis anus atau rektum (K62.4)

obstruksi usus pascabedah (K91.3)

striktura atau stenosis kongenital usus (Q41-Q42)

obstruksi usus neonatus yang bisa diklasifikasikan pada P76.-


K56.0 Ileus paralitika

Paralisis: usus, intestinum, kolon

Kecuali: ileus batu empedu (K56.3)

ileus obstruktif NOS (K56.6)

ileus NOS (K56.7)

K56.1 Intussusception

Intususepsi atau invaginasi: usus, intestinum, kolon, rektum

Kecuali: intususepsi appendix (K38.8)

K56.2 Volvulus

Strangulasi (cekikan) usus atau kolon

Torsio (bengkok) usus atau kolon

Twist (terpuntir) usus atau kolon

K56.3 Ileus batu empedu [gallstone]


Obstruksi usus oleh batu empedu

K56.4 Sumbatan [impaction] usus lain:

Enterolith, hambatan feses, hambatan pada kolon

K56.5 Adhesi usus [bands] dengan obstruksi

Adhesi [bands] peritoneum dengan obstruksi usus

K56.6 Obstruksi usus lain dan tak dijelaskan

Enterostenosis

Ileus obstruksi NOS

Oklusi usus atau kolon

Stenosis usus atau kolon

Striktura usus atau kolon

K56.7 Ileus, tak dijelaskan

K57 Penyakit divertikulum usus

Termasuk: divertikulitis usus (halus) (besar)

divertikulosis usus (halus) (besar)

divertikulum usus (halus) (besar)


Kecuali: divertikulum: appendix (K38.2)

divertikulum Meckel (Q43.0)

divertikulum kongenital usus (Q43.8)

K57.0 Penyakit divertikulum usus halus dengan perforasi dan abses

Penyakit divertikulum usus halus dengan peritonitis

Kecuali: penyakit divertikulum usus halus dgn kolon dengan perforasi dan
abses (57.4)

K57.1 Penyakit divertikulum usus halus tanpa perforasi atau abses

Penyakit divertikulum usus halus NOS

Kecuali: penyakit divertikulum usus halus dgn kolon tanpa perforasi atau
abses (57.5)

K57.2 Penyakit divertikulum usus besar dengan perforasi dan abses

Penyakit divertikulum kolon dengan peritonitis

Kecuali: penyakit divertikulum usus halus dgn kolon dengan perforasi dan
abses (57.4)

K57.3 Penyakit divertikulum usus besar tanpa perforasi atau abses


Penyakit divertikulum kolon NOS

Kecuali: penyakit divertikulum usus halus dgn kolon tanpa perforasi atau
abses (57.5)

K57.4 Penyakit divertikulum usus halus dengan kolon dengan perforasi dan
abses

Penyakit divertikulum usus halus dengan kolon dengan peritonitis

K57.5 Penyakit divertikulum usus halus dengan kolon tanpa perforasi atau
abses

Penyakit divertikulum usus halus dengan kolon NOS

K57.8 Penyakit divertikulum usus, bagiannya tidak jelas, dengan perforasi


dan abses

Penyakit divertikulum usus NOS dengan peritonitis

K57.9 Penyakit divertikulum usus, bagiannya tidak jelas, tanpa perforasi


atau abses

Penyakit divertikulum usus NOS

K58 Irritable bowel syndrome [sindroma usus irritabel]

Termasuk: irritable colon

K58.0 Irritable bowel syndrome dengan diare

K58.9 Irritable bowel syndrome tanpa diare


Irritable bowel syndrome NOS

K59 Kelainan fungsional usus lainnya

Kecuali: kelainan usus psikogenik (F45.3)

kelainan fungsional lambung (K31.-)

malabsorbsi usus (K90.-)

perubahan kebiasaan usus NOS (R19.4)

K59.0 Konstipasi

K59.1 Diare fungsional

K59.2 Usus neurogenik [gangguan fungsi syaraf usus], not elsewhere


classified

K59.3 Megakolon, not elsewhere classified

Dilatasi kolon, megakolon toksik

Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi
agen toksik

Kecuali: megakolon pada penyakit Chagas (B57.3),

megakolon pada penyakit Hirschsprung (Q43.1)

megakolon kongenital (aganglionik) (Q43.1)


K59.4 Spasme anus

Proktalgia fugax

K59.8 Kelainan fungsional usus lainnya yang dijelaskan

Atonia kolon

K59.9 Kelainan fungsional usus, tak dijelaskan

K60 Fissura dan fistula daerah anus dan rektum

Kecuali: dengan abses atau selulitis (K61.-)

K60.0 Fissura anus akut

K60.1 Fissura anus kronik

K60.2 Fissura anus, tak dijelaskan

K60.3 Fistula anus

K60.4 Fistula rektum

Fistula rektum ke kulit

Kecuali: fistula vesikorektum (N32.1)

fistula rektovaginalis (N82.3).

K60.5 Fistula anorektum


K61 Abses daerah anus dan rektum

Termasuk: abses daerah anus dan rektum dengan atau tanpa fistula

selulitis daerah anus dan rektum dengan atau tanpa fistula

K61.0 Abses anus

Abses perianus

Kecuali: abses intrasfingter (K61.4)

K61.1 Abses rektum

Abses perirektum

Kecuali: abses iskiorektum (K61.3)

K61.2 Abses anorektum

K61.3 Abses iskiorektum

Abses fossa iskiorektum

K61.4 Abses intrasfingter

K62 Penyakit anus dan rektum lain

Termasuk: anal canal

Kecuali: hemoroid (I84.-)


proktitis ulseratif (K51.2),

malfungsi kolostomi dan enterostomi (K91.4)

inkontinensia feses (R15)

K62.0 Polip anus

K62.1 Polip rektum

Kecuali: polip adenomatosa (D12.8)

K62.2 Prolapsus ani

Prolapsus anal canal

K62.3 Prolapsus rekti

Prolapsus mukosa rektum

K62.4 Stenosis anus dan rektum

Striktura (sfingter) anus

K62.5 Perdarahan anus dan rektum

Kecuali: perdarahan rektum neonatus (P54.2)

K62.6 Ulkus anus dan rektum

Ulkus soliter
Ulkus sterkoralis

Kecuali: pada kolitis ulseratif (K51.-)

fissura dan fistula anus dan rektum (K60.-)

K62.7 Proktitis radiasi

K62.8 Penyakit anus dan rektum lain yang dijelaskan

Perforasi rektum (non-traumatika)

Proktitis NOS

K62.9 Penyakit anus dan rektum, tak dijelaskan

K63 Penyakit-penyakit usus lain

K63.0 Abses usus

Kecuali: abses appendiks (K35.1)

abses daerah anus dan rektum (K61.-)

dengan penyakit divertikulum (K57.-)

K63.1 Perforasi usus (non-traumatika)

Kecuali: perforasi (non-traumatika) pada:

– duodenum (K26.-)
– appendiks (K35.0)

dengan penyakit divertikulum (K57.-)

K63.2 Fistula usus

Kecuali: fistula- duodenum (K31.6)

fistula appendiks (K38.3)

fistula daerah anus dan rektum (K60.-)

fistula vesiko-intestinum (N32.1)

fistula usus-genital perempuan (N82.2-N82.4)

K63.3 Ulkus usus

Ulkus primer usus halus

Kecuali: ulkus duodenum (K26.-)

ulkus peptikum, situs tak disebutkan (K27.-)

ulkus gastrointestinum (K28.-), gastrojejunum (K28.-), jejunum (K28.-)

ulkus anus dan rektum (K62.6)

kolitis ulseratif (K51.-)

K63.4 Enteroptosis
K63.5 Polip kolon

Kecuali: polip kolon adenomatosa (D12.6)

poliposis kolon (D12.6)

K63.8 Penyakit usus lain yang dijelaskan

K63.9 Penyakit usus, tak dijelaskan

Penyakit peritoneum (K65-K67)

K65 Peritonitis

Kecuali: Peritonitis:

– paroksismal ringan (E85.0), periodic familial (E85.0)

– pelvis wanita (N73.3-N73.5)

– nifas (O85)

– neonatus (P78.0-P78.1)

– aseptik (T81.6), kimiawi (T81.6), akibat talkum atau zat asing lain (T81.6)

– dengan atau menyusul:

appendisitis (K35.-)

penyakit divetikulum usus (K57.-)


abortus atau hamil ektopik atau hamil mola (O00-O07, O08.0)

K65.0 Peritonitis akut

Abses:

– peritoneum

– mesenterium

– omentum

– subhepatika

– subdiaphragmatika

– subfrenika

– retroperitoneum

– retrokaekum

– abdominopelvis

Peritonitis (akut):

– generalisata

– pelvis laki-laki

– subfrenika
– suppuratif

K65.8 Peritonitis lain

Peritonitis proliferatif kronik,

Nekrosis lemak mesenterium

Saponifikasi mesenterium

Peritonitis akibat empedu

Peritonitis akibat urine

K65.9 Peritonitis, tak dijelaskan

K66 Kelainan lain pada peritoneum

Kecuali: asites (R18)

K66.0 Adhesi peritoneum

Adhesi:

– diafragma

– lambung

– usus

– mesenterium
– omentum

– (dinding) perut

– pelvis pria

Adhesive bands

Kecuali: [bands] adhesi dengan obstruksi usus (K56.5)

[bands] adhesi pada pelvis wanita (N73.6)

K66.1 Haemoperitoneum

Kecuali: haemoperitoneum traumatika (S36.8)

K66.8 Kelainan peritoneum lain yang dijelaskan

K66.9 Kelainan peritoneum, tak dijelaskan

K67* Kelainan peritoneum pada penyakit infeksi c. e.

K67.0* Peritonitis khlamidia (A74.8†)

K67.1* Peritonitis gonokokus (A54.8†)

K67.2* Peritonitis sifilitika (A52.7†)

K67.3* Peritonitis tuberkulosa (A18.3†)

K67.8* Kelainan peritoneum lain pada penyakit infeksi c. e.


Penyakit-penyakit hati (K70-K77)

Kecuali: hepatitis virus (B15-B19)

penyakit Wilson (E83.0)

haemochromatosis (E83.1)

sindroma Reye (G93.7)

jaundice NOS (R17)

K70 Penyakit hati alkoholik [alcoholic liver disease]

K70.0 Hati berlemak alkoholik [alcoholic fatty liver]

K70.1 Hepatitis alkoholik [alcoholic hepatitis]

K70.2 Fibrosis dan sklerosis alkoholik hati

K70.3 Sirosis hepatis alkoholik [alcoholic cirrhosis of liver]

Sirosis alkoholik NOS [alcoholic cirrhosis NOS]

K70.4 Gagal hati alkoholik [alcoholic hepatic failure]

Gagal hati alkoholik:

– NOS

– akut
– subakut

– kronik

– dengan atau tanpa koma hepatika

K70.9 Penyakit hati alkoholik, tak dijelaskan

K71 Toxic liver disease [penyakit hati toksik]

Termasuk: penyakit hati idosinkratik (tak terduga) akibat obat

penyakit hati toksik (bisa diduga) akibat obat

Gunakan kode penyebab eksternal (Bab XX), kalau perlu, untuk identifikasi
agen toksik

Kecuali: penyakit hati alkoholik (K70.-)

sindroma Budd-Chiari (I82.0) [sumbatan vena hepatika]

K71.0 Penyakit hati toksik dengan kholestasis

Kholestasis dengan cedera hepatosit

Kholestasis ‘murni’.

K71.1 Penyakit hati toksik dengan nekrosis hati

Gagal hati (akut)(kronik) akibat obat-obatan


K71.2 Penyakit hati toksik dengan hepatitis akut

K71.3 Penyakit hati toksik dengan hepatitis kronik persisten

K71.4 Penyakit hati toksik dengan hepatitis lobularis kronik

K71.5 Penyakit hati toksik dengan hepatitis aktif kronik

Penyakit hati toksik dengan hepatitis lupoid

K71.6 Penyakit hati toksik dengan hepatitis, not elsewhere classified

K71.7 Penyakit hati toksik dengan fibrosis dan sirrhosis hati

K71.8 Penyakit hati toksik dengan kelainan hati lain

Penyakit hati toksik dengan:

– hiperplasia nodul terfokus

– granuloma hepatika,

– peliosis hepatis

– penyakit hati veno-oklusif.

K71.9 Penyakit hati toksik, tak dijelaskan

K72 Hepatic failure, not elsewhere classified

Termasuk: koma hepatika NOS


ensefalopati hepatika NOS,

nekrosis (sel) hati dengan kegagalan hati

atrofi atau distrofi hati kuning (yellow liver atrophy or dystrophy)

hepatitis dengan kegagalan hati: akut, fulminant, ganas

Kecuali: hepatitis virus (B15-B19)

gagal hati alkoholik (K70.4)

dengan penyakit hati toksik (K71.1)

ikterus pada janin dan bayi (P55-P59),

gagal hati yang mempersulit:

– abortus, hamil ektopik atau hamil mola (O00-O07, O08.8)

– hamil, melahirkan dan nifas (O26.6)

K72.0 Gagal hati akut dan subakut

K72.1 Gagal hati kronik

K72.9 Gagal hati, tak dijelaskan

K73 Hepatitis kronik, not elsewhere classified

Kecuali: hepatitis (kronik):


– virus (B15-B19)

– alkoholik (K70.1)

– akibat obat (K71.-),

– reaktif nonspesifik (K75.2)

– granulomatosa NEC (K75.3)

K73.0 Hepatitis persisten kronik, not elsewhere classified

K73.1 Hepatitis lobularis kronik, not elsewhere classified

K73.2 Hepatitis aktif kronik, not elsewhere classified

Hepatitis lupoid NEC

K73.8 Hepatitis kronik lain, not elsewhere classified

K73.9 Hepatitis kronik, tak dijelaskan

K74 Fibrosis dan sirosis hati

Kecuali: fibrosis hati alkoholik (K70.2)

dengan penyakit hati toksik (K71.7)

sklerosis hati kardiaka (K76.1)

sirosis (hati) alkoholik (K70.3)


sirosis (hati) kongenital (P78.8)

K74.0 Fibrosis hati

K74.1 Sklerosis hati

K74.2 Fibrosis hati dengan sklerosis hati

K74.3 Sirosis biliaris primer

Kholangitis destruktif non-suppuratif kronik

K74.4 Sirosis biliaris sekunder

K74.5 Sirosis biliaris, tak dijelaskan

K74.6 Sirosis hati lain dan tak dijelaskan

Sirrhosis (hati):

– NOS

– makronoduler

– mikronoduler

– jenis campuran

– kriptogenik

– portal
– postnekrotik

K75 Penyakit radang hati lainnya

Kecuali: penyakit hati toksik (K71.-)

hepatitis kronik NEC (K73.-)

hepatitis:

– virus (B15-B19)

– akut atau subakut (K72.0)

K75.0 Abses hati

Abses hati:

– NOS

– kholangitika

– hematogenik

– limfogenik

– pileflebitik

Kecuali: abses hati amubika (A06.4)

pileflebitis tanpa abses hati (K75.1)


kholangitis tanpa abses hati (K83.0)

K75.1 Flebitis vena porta

Pileflebitis

Kecuali: abses hati pileflebitis (K75.0)

K75.2 Hepatitis reaktif non-spesifik

K75.3 Hepatitis granulomatosa, not elsewhere classified

K75.4 Hepatitis autoimmun

K75.8 Penyakit radang hati lain yang dijelaskan

K75.9 Penyakit radang hati, tak dijelaskan

Hepatitis NOS

K76 Penyakit-penyakit hati lainnya

Kecuali: degenerasi amiloid hati (E85.-),

trombosis vena porta (I81), trombosis vena hepatika (I82.0)

penyakit hati alkoholik (K70.-)

penyakit hati toksik (K71.-)

penyakit kista hati (kongenital) (Q44.6)


hepatomegali NOS (R16.0),

K76.0 Hati (berubah menjadi) berlemak, not elsewhere classified

K76.1 Bendungan pasif kronik hati

Sirosis hepatis (begitu disebutkan) kardiaka

Sklerosis hepatis kardiaka

K76.2 Nekrosis hemoragik sentral hati

Kecuali: nekrosis hepatis dengan kegagalan hati (K72.-)

K76.3 Infark hepatis

K76.4 Peliosis hepatis

Angiomatosis hepatis

K76.5 Penyakit oklusi vena hepatika

Kecuali: sindroma Budd-Chiari (I82.0)

K76.6 Hipertensi portal

K76.7 Sindroma hepatorenal

Kecuali: menyusul persalinan dan melahirkan (O90.4)

K76.8 Penyakit hati lain yang dijelaskan


Hiperplasia nodul hati terfokus, hepatoptosis

K76.9 Penyakit hati, tak dijelaskan

K77* Kelainan hati pada penyakit c. e.

K77.0* Kelainan hati pada penyakit infeksi dan parasit c. e.

Penyakit hati sifilitika (A52.7†)

Hepatitis:

– herpesvirus [herpes simplex] (B00.8†)

– cytomegalovirus (B25.1†)

– toxoplasma (B58.1†)

Skistosomiasis hepatosplenik (B65.- †)

Hipertensi portal pada skistosomiasis (B65.- †)

K77.8* Kelainan hati pada penyakit lain c. e.

Granuloma hepatika pada:

– sarcoidosis (D86.8†)

– berylliosis (J63.2†)

Kelainan gallbladder, saluran empedu dan pankreas (K80-K87)


K80 Kholelithiasis

K80.0 Batu kantong empedu dengan kholesistitis akut

Setiap kondisi pada K80.2 dengan kholesistitis akut

K80.1 Batu kantong empedu dengan kholesistitis lain

Setiap kondisi pada K80.2 dengan kholesistitis (kronik)

Kholesistitis dengan kholelithiasis NOS

K80.2 Batu kantong empedu tanpa kholesistitis

Batu empedu (tertahan) di:

– duktus sistikus

– kantong empedu

Kholelitiasis tak dijelaskan atau tanpa kholesistitis

Kholesistolitiasis

Kolik (rekuren) gallbladder

K80.3 Batu duktus biliaris dengan kholangitis

Setiap kondisi pada K80.5 dengan kholangitis

K80.4 Batu duktus biliaris dengan kholesistitis


Setiap kondisi pada K80.5 dengan kholesistitis (dengan kholangitis)

K80.5 Batu duktus biliaris tanpa kholangitis or kholesistitis

Batu empedu (tertahan) di:

– duktus biliaris NOS

– duktus komunis

– duktus hepatikus tak dijelaskan, tanpa kholangitis,

Kholedokholitiasis tanpa kholesistitis

Kholelitiasis hepatika

Kolik (rekuren) hepatika

K80.8 Kholelitiasis lain

K81 Kholesistitis

Kecuali: dengan kholelitiasis (K80.-)

K81.0 Kholesistitis akut

Abses kantong empedu

Angiokholesistitis
Empyema kantong empedu

Gangren kantong empedu: tanpa kalkulus

Kholesistitis: emfisematosa (akut)

Kholesistitis: gangrenosa

Kholesistitis: supuratif

K81.1 Kholesistitis kronik

K81.8 Kholesistitis lain

K81.9 Kholesistitis, tak dijelaskan

K82 Penyakit lain kantong empedu

Kecuali: sindroma pasca-kholesistektomi (K91.5)

nonvisualisasi kantong empedu (R93.2)

K82.0 Obstruksi kantong empedu

Oklusi

Stenosis pada ductus sisticus atau kantong empedu tanpa kalkulus

Striktura

Kecuali: dengan kholelithiasis (K80.-)


K82.1 Hidrops kantong empedu

Mukokel kantong empedu

K82.2 Perforasi kantong empedu

Ruptura duktus sistikus atau kantong empedu

K82.3 Fistula kantong empedu

Fistula: kholesistokolika, kholesistoduodenalis

K82.4 Kholesterolosis kantong empedu

Kantong empedu strawberri

K82.8 Penyakit kantong empedu lainnya yang dijelaskan

Adhesi

Atrofi

Kista pada duktus sistikus atau kantong empedu

Diskinesia

Hipertrofi

Tak berfungsi

Ulkus
K82.9 Penyakit kantong empedu, tak dijelaskan

K83 Penyakit-penyakit lain saluran empedu

Kecuali: kondisi berikut yang melibatkan:

– duktus sistikus (K81-K82)

– kantong empedu (K81-K82)

sindroma pasca-kholesistektomi (K91.5)

K83.0 Cholangitis

Cholangitis:

– NOS

– asendens

– primer

– sekunder

– rekuren

– membentuk sklerosis

– membentuk stenosis

– suppuratif
Kecuali: kholangitis destruktif nonsuppuratif kronik (K74.3)

abses hati kholangitik (K75.0)

kholangitis dengan kholedokholitiasis (K80.3-K80.4)

K83.1 Obstruksi saluran empedu

Oklusi

Stenosis pada saluran empedu tanpa kalkulus

Striktura

Kecuali: dengan kholelithiasis (K80.-)

K83.2 Perforasi saluran empedu

Ruptura saluran empedu

K83.3 Fistula saluran empedu

Fistula kholedokhoduodenalis

K83.4 Spasme sfingter Oddi

K83.5 Kista biliaris

K83.8 Penyakit saluran empedu lain yang dijelaskan

Adhesi
Atrofi saluran empedu

Hipertrofi

Ulkus

K83.9 Penyakit saluran empedu, tak dijelaskan

K85 Pankreatitis akut

Abses pankreas

Nekrosis pankreas:

– akut

– infektif

Pankreatitis:

– NOS

– akut (rekuren)

– subakut

– haemoragika

– suppuratif

K86 Penyakit lain pankreas


Kecuali: tumor sel islet (pankreas) (D13.7)

penyakit fibrokistik pankreas (E84.-)

steatorea pankreatika (K90.3)

K86.0 Pankreatitis kronik akibat alkohol

K86.1 Pankreatitis kronik lain

Pankreatitis kronik:

– NOS

– infeksiosa

– rekuren

– relapsing

K86.2 Kista pancreas

K86.3 Pseudokista pancreas

K86.8 Penyakit pankreas lainnya yang dijelaskan

Atrofi

Batu pankreas

Sirosis
Fibrosis

Infantilisme pankreatika

Nekrosis pankreas: NOS, aseptik, lemak

K86.9 Penyakit pankreas, tak dijelaskan

K87* Kelainan kantong empedu, saluran empedu dan pankreas pada


penyakit c. e.

K87.0* Kelainan kantong empedu dan saluran empedu pada penyakit c. e.

K87.1* Kelainan pankreas pada penyakit c. e.

Pankreatitis sitomegalovirus (B25.2†)

Pankreatitis mumps (B26.3†)

Penyakit-penyakit lain sistem pencernaan (K90-K93)

K90 Malabsorpsi usus

Kecuali: menyusul bedah gastrointestinum (K91.2)

K90.0 Coeliac disease

Gluten-sensitive enteropathy

Steatorea idiopatik

Sprue nontropis
K90.1 Sprue tropis

Sprue NOS

Steatorrhoea tropis

K90.2 Blind loop syndrome, not elsewhere classified

Blind loop syndrome NOS

Kecuali: blind loop syndrome:

– pascabedah (K91.2)

– kongenital (Q43.8)

K90.3 Steatorea pankreatika

K90.4 Malabsorpsi akibat intoleransi, not elsewhere classified

Malabsorpsi akibat intoleransi: karbohidrat, lemak, protein, starch

Kecuali: intoleransi laktosa (E73.-)

gluten-sensitive enteropathy (K90.0)

K90.8 Malabsorpsi usus lainnya

Penyakit Whipple† (M14.8*)

K90.9 Malabsorpsi usus, tak dijelaskan


K91 Kelainan sistem pencernaan pasca-prosedur, not elsewhere classified

Kecuali: ulkus gastrojejunum (K28.-)

kolitis radiasi (K52.0)

gastroenteritis radiasi (K52.0)

proktitis radiasi (K62.7)

K91.0 Muntah menyusul bedah gastrointestinum

K91.1 Sindroma pasca-bedah lambung

Sindroma:

– dumping

– pasca-gastrektomi

– pasca-vagotomi

K91.2 Malabsorbsi pascabedah, not elsewhere classified

Blind loop syndrome pasca-bedah


Kecuali: osteoporosis malabsorbsi pascabedah (M81.3)

osteomalasia malabsorbsi dewasa (M83.2)

K91.3 Obstruksi usus pasca-bedah

K91.4 Malfungsi kolostomi dan enterostomi

K91.5 Sindroma pasca-kholesistektomi

K91.8 Kelainan sistem pencernaan pasca-prosedur lainnya, n. e. c.

K91.9 Kelainan sistem pencernaan pasca-prosedur, tak dijelaskan

K92 Penyakit-penyakit lain sistem pencernaan

Kecuali: pPerdarahan gastrointestinum neonatus (P54.0-P54.3)

K92.0 Haematemesis

K92.1 Melaena

K92.2 Perdarahan gastrointestinum, tak dijelaskan

Perdarahan: lambung NOS, usus NOS

Kecuali: dengan ulkus peptikum (K25-K28)

gastritis hemoragika akut (K29.0)

perdarahan anus dan rectum (K62.5)


K92.8 Penyakit sistem pencernaan lain yang dijelaskan

K92.9 Penyakit sistem pencernaan, tak dijelaskan

K93* Kelainan organ pencernaan lain pada penyakit c. e.

K93.0* Kelainan tuberkulosis usus, peritoneum dan kelenjar mesenterika


(A18.3†)

Kecuali: peritonitis tuberkulosa (K67.3*)

K93.1* Megakolon pada penyakit Chagas (B57.3†)


K93.8* Kelainan organ pencernaan lain yang dijelaskan, pada penyakit c. e.

Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
1. Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
2. Masing-masing kelompok mencari mencari kode penyakit system pencernaan
berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3 dan berdiskusi dengan
kelompok membahas sesuai judul yang diberikan. Adapun judul kelompok
sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Disease of oral cavity, salivary gland and jaws (K00-K14),
Noninfective enteritis and colitis (K50-K52)
b. Kelompok 2 Diseases of oesophagus, stomach and duodenum (K20-K31),
Other diseases of intestines (K55-K63), Disease of peritoneum (K65-K67)
c. Kelompok 3 Diseases of appendix (K35-K38), Disease of liver (K70-K77),
Other diseases of the digestive system ( K90-K93)
d. Kelompok 4 Hernia ( K40-K46), Disorders of gallbladder, biliary tract and
pancreas (K80-K87)

3. Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times new
roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
4. Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Tugas 2 : Kegiatan Mandiri


Petunjuk:
a. Membuat kesimpulan materi perkuliahan
b. Diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan Times New
Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List , Geneva,


2010.
2. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction Manual,
Geneva, 2010.
3. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical Index,
Geneva, 2010
BAB V
STRUKTUR DAN SISTEM ENDOKRIN
(Ali Sabela, S.kep., Ns., M.Kep)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Bab 1 ini berjudul Anatomi Fisiologi sistem Endokrin dan merupakan bagian
yang harus Anda kuasai dalam Mata Kuliah pengantar kodefikasi terkait sistem
pencernaan dan sistem Endokrin. Salah satu capaian pembelajaran pada Program
Studi D-III Perekam dan Infokes adalah mewujudkan kompetensi sebagai Coder
yaitu kemampuan menentukan kode penyakit terkait dignosa dan tindakan
berdasarkan kode etik, mampu berdaptasi dengan berbagai situasi dan
mendokumentasikannya secara tepat. Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan
dapat memahami Anatomi Fisiologi sistem Endokrin. Secara khusus Anda diharapkan
dapat menjelaskan Anatomi Fisiologi organ sistem endokrin. Untuk mencapai
kompetensi tersebut pokok-pokok materi yang harus Anda pelajari meliputi: (1)
Anatomi Sistem Endokrin, (2) Fisiologi Sistem Endokrin.

A. Deskripsi Materi
Materi yang akan dibahas pada BAB ini yaitu Anatomi Fisiologi Sistem
Endokrin. Capaian pembelajaran akan mendukung dalam pencapaian profil
kompetensi sebagai tenaga rekam medik yang mampu berperan sebagai coder.

B. Kemampuan/Tujuan Akhir yang Diharapkan


Tujuan akhir yang diharapkan dalam BAB ini adalah : Mahasiswa mampu
menjelaskan Anatomi Fisiologi sistem Endokrin
C. Uraian Materi
Anatomi Fisiologi sistem Endokrin
I. Pengertian
Kelenjar endokrin manusia menghasilkan sejenis bahan kimia yang dinamakan
hormon. Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, sehingga hormon yang dihasilkan
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Hormon adalah Zat kimia
dalam bentuk senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin.darah akan
mengangkut hormon ke organ sasaran, disebut juga kelenjar buntu karena hormon
yang dihasilkan tidak dialirkankan melalui suatu saluran tetapi langsung masuk
kedalam pembuluh darah. Hormon dari kelenjar endokrin mengikuti peredaran darah
ke seluruh tubuh hingga mencapai organ – organ tertentu.

II. Kelenjar Endokrin dan Hormon


Istilah Endokrin dan eksokrin menunjukkan di mana dan bagaimana produk
ini disekresikan. Kelenjar eksokrin melepaskan produk mereka ke permukaan tubuh,
seperti kulit, atau ke rongga, seperti yang di dalam saluran pencernaan.
Kelenjar endokrin mengeluarkan zat langsung ke dalam aliran darah.
Kelenjar eksokrin cenderung relatif sederhana dan memiliki efek lokal, sedangkan
yang endokrin melepaskan hormon yang melakukan perjalanan ke seluruh tubuh.
Berdasarkan mekanisme kerja dan letak reseptornya, hormon dikelompokkan
menjadi hormon nonsteroid dan steroid Hormon nonsteroid memiliki reseptor yang
ada di membran sel. Hormon steroid memiliki reseptor yang ada di sitoplasma.
Beberapa yang sering dianggap sebagai endokrin, seperti hati dan pankreas, juga
memiliki fungsi eksokrin.

III. Pembagian kelenjar Endokrin


1. Kelenjar hipofisis - terletak pada dasar otak besar
2. Kelenjar tiroid - terletak di daerah leher
3. Kelenjar paratiroid - terletak di dekat kelenjar tiroid
4. Kelenjar pankreas - terletak di dekat ventrikulus (perut besar)
5. Kelenjar adrenal - terletak di bagian atas ginjal
6. Ovarium - terletak di daerah abdomen (perut)
7. Testis - terletak di buah zakar dalam skrotum
IV. Karakteristik Hormon
1. Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin

2. Diangkut oleh darah menuju ke sel/jaringan target

3. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat dalam sel target

4. Mempunyai pengaruh mengaktifkan enzim khusus

5. Mempunyai pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tetapi dapat juga
mempengaruhi beberapa sel target yang berlainan.Di dalam tubuh terdapat
sekitar 50 jenis hormon yang diedarkan dalam pembuluh darah Mekanisme
kerja hormon pada sel target organ adalah dengan cara menduduki reseptor.
Satu reseptor spesifik untuk satu jenis hormon saja. Hormon Gastrin,
Berfungsi: Memacu sekresi enzim pepsinogen

V. Peranan Hormon
Hormon berperan dalam regulasi tubuh
1. Perubahan metabolisme tubuh
2. Siklus reproduksi
3. Proses pertumbuhan dan perkembangan
Hormon berfungsi dalam mengatur homeostasis, metabolisme, reproduksi dan
tingkah laku. Homeostasis adalah pengaturan secara otomatis dalam tubuh agar
kelangsungan hidup dapat dipertahankan. Contohnya pengendalian tekanan darah,
kadar gula dalam darah, dan kerja jantung

VI. Hubungan Saraf dan Hormon


1. Hormon bekerja atas perintah dari sistem saraf.
2. Sistem yang mengatur kerjasama antara saraf dan hormon terdapat pada
daerah hipotalamus.
3. Daerah hipotalamus sering disebut daerah kendali saraf endokrin
(neuroendocrine control).
Sistem saraf bersama sistem endokrin mengkoordinasikan seluruh sistem di
dalam tubuh. Sistem saraf dan sistem endokrin ini merupakan suatu sistem yang
saling berhubungan sehingga dinamakan sistem neuroendokrin.

Perbedaan Sistem Saraf dan Sistem Hormon


Perbedaan Sistem saraf Sistem hormon
Aksi Bersifat cepat Bersifat lambat
Pengaturan Jangka pendek Jangka panjang
Mis; denyut jantung Mis; pertumbuhan dan
dan kontraksi otot perkembanagan
Sekresi Neurotransmiter Hormon
Komunikasi Antar nauron malalui Melalui sistem sirkulasi
sinapsis

VII. Kelenjar Hipofisis


Terletak di dasar otak di bawah hipotalamus. Disebut master of gland.

Kelenjar hipofisis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah,
dan bagian posterior. Kelenjar hipofisis menghasilkan bermacam-macam hormon
yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya.Disebut master kelenjar karena mengontrol
fungsi kelenjar endokrin lainnya, seperti suhu, aktivitas tiroid, pertumbuhan selama
masa awal kelahiran, produksi urine, produksi testosteron pada laki-laki dan ovulasi
dan estrogen pada wanita produksi. Tugas kelenjar hipofisis / kelenjar pituitary ini
yakni mengawasi kelenjar lain dan menjaga kadar hormon.
Berdasarkan strukturnya, kelenjar hipofisis terdiri atas tiga bagian, yaitu
bagian depan (lobus anterior), bagian tengah (intermediet), dan bagian belakang
(posterior). Bagian tengahnya hanya dimiliki oleh bayi, sementara pada orang dewasa
telah hilang atau tinggal sisanya saja. Oleh karena itu, pada orang dewasa, kelenjar
hipofisis hanya tersusun dua bagian saja yakni bagian depan dan bagian belakang.
Hormon yang dihasilkan anterior Hipofisis
1. Hormon Somatotrofin (growth hormone)
Pertumbuhan sel dan anabolisme protein
2. Tiroid Stimulating Hormone (TSH)
Merangsang tiroid menseksresikan tiroksin
3. Hormon Adrenokortikotropik (ACTH)
Merangsang korteks ginjal untuk berproduksi.
4. Prolaktin
Merangsang glandula mamae untuk berproduksi(STH/GH) yang berfungsi
mempengaruhi pertumbuhan. Kekurangan pada anak-anak menyebabkan kretinisme.
Kelebihan pada saat anak-anak menyebabkan gigantisme, bila terjadi pada masa
dewasa menyebabkan akromegali (Terjadi pada saat dewasa, penderita mengalami
pembesaran tulang rahang dan wajah. Kulit bertambah tebal, diikuti gangguan akibat
penekanan saraf oleh massa tulang yang bertambah)
5. Tiroksin : hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar gondok

Pada wanita
1. Follicle Stimulating Hormone (FSH), merangsang perkembangan folikel pada
ovarium dan sekresi estrogen
2. Luteinizing Hormone (LH), merangsang ovulasi dan merangsang korpus
luteum menghasilkan progesteron.
Pada pria
1. Follice Stimulating Hormone (FSH), merangsang terjadi spermatogenesis.
2. Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICTH), merangsang sel-sel interstitial
testis untuk berkembang dan memproduksi testosteron.
3. Estrogen adalah hormon yang menentukan ciri-ciri atau tanda seks sekunder
pada wanita. Fungsi hormon Estrogen lainnya yaitu Mengatur siklus
menstruasi

Hormon Progesteron adalah hormon yang memiliki peran penting dalam


siklus menstruasi dan dalam menjaga kehamilan pada tahap - tahap awal
Hormon yang dihasilkan Posterior Hipofisis
9. Oksitosin
Menstimulasi kontraksi otot polos pada rahim wanita selama proses melahirkan
2. Hormon ADH (Antidiuretik hormon)
Menurunkan volume urine dan meningkatkan tekanan darah dengan cara
menyempitkan pembuluh darah
3. Pitresin atau Vasopresin
Mempertinggi tekanan darah.

Hormon yang dihasilkan intermediet Hipofisis


1. Melanocyte stimulating hormon (MSH)
Fungsi ; Mempengaruhi warna kulit individu.
Merupakan bagian tengah dari kelenjar hipofisis yang bersifat unik karena bagian
ini akan mengalami kemunduran ( rudimenter ) selama masa pertumbuhan dan belum
secara jelas diketahui fungsinya. Bagian tengah (lobus intermedia), menghasilkan
hormon melanotropin atau melanocyte stimulating hormon (MSH), merangsang
melanosit, yaitu sel-sel yang mengandung pigmen. Hormon melanotropin berfungsi
mempengaruhi warna kulit individu.

Kelenjar Tiroid (kelenjar gondok)


Terletak di leher bagian depan di sebelah bawah laring dan terdiri dari dua buah
lobus. Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan
Triiodontironin (T3). Hormon ini dibuat di folikel jaringan tiroid dari asam amino
(tiroksin) yang mengandung yodium.
Dua Utama hormon yang dibuat oleh kelenjar tiroid disebut tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3), dengan T4 yang diproduksi dalam jumlah jauh lebih besar dari
T3. Yodium secara aktif di akumulasi oleh kelenjar tiroid dari darah. Oleh sebab itu
kekurangan yodium dalam makanan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan
pembesaran kelenjar gondok hingga 15 kali.

Hormon yang dihasilkan Kelenjar Tiroid


1. Tiroksin
Mengatur metabolisme dalam tubuh serta mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tubuh.
2. Triiodontironin
Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan dan kegiatan sistem saraf
3. Kalsitonin
Menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan cara mempercepat absorpsi
kalsium oleh tulang.

Regulasi Hormon Tiroid


1. Hipotalamus mensekresi TRH (hormon pembebas TRH) yang merangsang
pituitari anterior untuk mensekresi TSH (hormon perangsang tiroid).
2. Ketika TSH berikatan dengan reseptor spesifik di kelenjar tiroid terjadi
pembebasan T3 dan T4.
3. Kadar T3 dan T4 yang tinggi, dan TSH dalam darah akan menghambat sekresi
TRH oleh hipotalamus.
4. Kadar hormon tiroid yang tinggi bisa menghambat sekresi TSH oleh pituitari
anterior.
5. Sistem umpan balik hipotalamus-pituitari anterior-kelenjar tiroid menjelaskan
mengapa defisiensi iodin menyebabkan penyakit gondok. Apabila iodin tidak
mencukupi, kelenjar tiroid tidak dapat mensintesis T3 atau T4 dalam jumlah
mencukupi. Dengan demikian pituitari akan terus mensekresi TSH, dan
menyebabkan pembesaran tiroid.

Kelenjar Paratiroid
Berjumlah empat buah terletak di belakang kelenjar tiroid. Kelenjar ini
menghasilkan parathormon (PTH) yang berfungsi untuk mengatur konsentrasi ion
kalsium dalam cairan ekstraseluler . Hormon paratiroid meningkatkan kalsium darah
dengan cara merangsang reabsorpsi kalsium di ginjal. Fungsi umum kelenjar
paratiroid adalah:
a. mengatur metabolisme fosfor
b. mengatur kadar kalsium darah

Kelenjar Anak Ginjal (Adrenal)


Berbentuk seperti bola atau topi terletak di atas ginjal.
Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenalis yang terbagi menjadi dua
bagian yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula).
Hormon dari kelenjar anak ginjal
1. Bagian korteks adrenal
1. Mineralokortikoid
Mengontol metabolisme ion anorganik
2. Glukokortikoid
Mengontrol metabolisme glukosa
2. Bagian Medula Adrenal

Kelenjar pankreas merupakan sekelompok sel yang terletak pada pankreas, sehingga
dikenal dengan pulau – pulau langerhans. Kelenjar pankreas menghasilkan hormon
insulin dan glukagon. Insulin mempermudah gerakan glukosa dari darah menuju ke
sel – sel tubuh menembus membran sel.
Di dalam otot, glukosa dimetabolisasi dan disimpan dalam bentuk cadangan.
Di sel hati, insulin mempercepat proses pembentukan glikogen (glikogenesis) dan
pembentukan lemak (lipogenesis). Kadar glukosa yang tinggi dalam darah merupakan
rangsangan untuk mensekresikan insulin. Sebaliknya glukagon bekerja secara
berlawanan terhadap insulin.

Kelenjar Kelamin
Ovarium
Merupakan kelenjar kelamin wanita yang berfungsi menghasilkan sel telur,
hormon estrogen dan hormon progesterone. Sekresi estrogen dihasilkan oleh folikel
de Graaf dan dirangsang oleh FSH. Estrogen berfungsi menimbulkan dan
mempertahankan tanda – tanda kelamin sekunder pada wanita, misalnya
perkembangan pinggul, payudara, serta kulit menjadi halus. Progesteron dihasilkan
oleh korpus luteum dan dirangsang oleh LH, fungsinya untuk mempersiapkan dinding
uterus agar dapat menerima sel telur yang sudah dibuahi.

Testis
Testis pada mamalia terdiri dari tubulus yang dilapisi oleh sel – sel benih (sel
germinal), tubulus ini dikenal dengan tubulus seminiferus. Testis mensekresikan
hormon testosteron yang berfungsi merangsang pematangan sperma
(spermatogenesis) dan pembentukan tanda–tanda kelamin pria, misalnya pertumbuhan
kumis, janggut, bulu dada, jakun, dan membesarnya suara. Sekresi hormon tersebut
dirangsang oleh ICTH yang dihasilkan oleh hipofisis bagian anterior.

Rangkuman:
1. Kelenjar endokrin manusia menghasilkan sejenis bahan kimia yang dinamakan
hormon. Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, sehingga hormon yang
dihasilkan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Hormon
adalah Zat kimia dalam bentuk senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin.darah akan mengangkut hormon ke organ sasaran, disebut juga kelenjar
buntu karena hormon yang dihasilkan tidak dialirkankan melalui suatu saluran
tetapi langsung masuk kedalam pembuluh darah. Hormon dari kelenjar endokrin
mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh hingga mencapai organ – organ
tertentu.
2. Pembagian kelenjar Endokrin Kelenjar hipofisis - terletak pada dasar otak besar,
Kelenjar tiroid - terletak di daerah leher, Kelenjar paratiroid - terletak di dekat
kelenjar tiroid, Kelenjar pankreas - terletak di dekat ventrikulus (perut besar),
Kelenjar adrenal - terletak di bagian atas ginjal, Ovarium - terletak di daerah
abdomen (perut), Testis - terletak di buah zakar dalam skrotum
Tugas
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Baca dan cermati tugas dibawah ini, kemudian kerjakan secara berkelompok
• Dikumpulkan palinglama 1 minggu setelah tugas ini diumumkan
• Sampaikan hasil tugas secara berurutan kepada dosen dan kelompok lain
• Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 8-9 mahasiswa, yang mana
masing-masing kelompok mencari gambar dengan rapi dan tuliskan nama-nama
struktur anatomi sesuai topik yang diberikan.
Kelompok 1: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
Kelompok 2: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
Kelompok 3: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
Kelompok 4: Anatomi dan fisiologi sistem Pencernaan
• Laporan tugas dituangkan kedalam file word dan dengan kertas A4 times new
roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
2.Kegiatan Mandiri
Petunjuk :
a. Buatlah resume hasil diskusi seluruh kelompok .
b. Resume diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan Times
New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA
1. Syaifuddin, 2014. Panduan Praktik Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan, Trans Info media, Jakarta.

2. Guyton & Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9, EGC. Jakarta

3. Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC

4. Hall, J. E. 2010. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall, edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
BAB VI

GANGGUAN FUNGSI DARI BERBAGAI PENYAKIT PADA SISTEM


TUBUH MANUSIA BESERTA ISTILAH MEDIS DAN TINDAKAN YANG
TERKAIT MELIPUTI SISTEM FUNGSI DASAR TUBUH, SISTEM
ENDOKRIN
(dr. Yanda Ardanta, M.Kes)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Pada bab VI ini Anda akan mempelajari materi mengklasifikasikan konsep
terminologi medis konsep dasar pembentukan istilah medis pada kehamilan,
persalinan. Terminologi medis adalah bahasa profesional bagi mereka yang secara
langsung ataupun tidak langsung berkecimpung di bidang pelayanan kesehatan.
Susunan struktur istilah medis rata-rata dirasa sangat sulit dan komplek untuk
dipahami oleh mahasiswa bidang kesehatan. Kompleksitas istilah kerapkali bisa
menyulitkan kemampuan konsentrasi pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa
bidang studi manajemen rekam medis-informasi kesehatan. Mereka dituntut harus
memahami secara tepat ejaan dan arti istilah-istilah medis klinis diagnoses serta
prosedur tindakan medis-operasi, sebagai masukan ke sistem informasi asuhan klinis
dan manajemen kesehatan, serta sistem penagihan biaya pelayanan-asuhan kesehatan
yang diaplikasikan. Anda akan dapat menilai sendiri tingkat penguasaan atau
pemahaman terhadap materi pembelajaran yang disajikan dalam bab ini. Bab ini akan
membantu anda untuk mengembangkan kemampuan membaca, menuliskan kembali
dengan ejaan tepat, Arti bahasa medis khusus ini, agar mereka dapat menjadi
pengelola informasi klinis dan kesehatan yang profesional. Upaya ditekankan pada
peningkatan pengetahuan tentang tipe-tipe dan arti unsur kata pembentuk istilah,
pengenalan arti singkatan kata istilah medis, kemampuan mengeja istilah medis
dengan benar melalui penguasaan metode logis yang ditemui di dalam ilmu
terminologi medis.
B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas gangguan fungsi dan penyakit pada sistem endokrin,
nutrisi dan metabolisme tubuh manusia, mulai dari hipotalamus dan hipofisis, kelenjar
tiroid dan paratiroid, kelenjar pankreas, kelenjar adrenal (suprarenalis), kelenjar gonad
(kelamin), organ lain terlibat dalam gangguan nutrisi dan kelainan mtebolisme tubuh,
sesuai dengan klasifikasi penyakit berdasarkan ICD 10, meliputi :
a) Kelainan Sistem Endokrin
b) Gangguan Nutrisi
c) Kelainan Metabolik

C. Kemampuan/tujuan akhir yang diharapkan


Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan gangguan
fungsi dan penyakit pada sistem endokrin, nutrisi dan metabolism tubuh manusia
sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan.beserta istilah medis dan tindakan
yang terkait (C2).

D. Uraian Materi

Patofisiologi Sistem Endokrin


1. Patofisiologi Penyakit pada Kelainan Sistem Endokrin
1. Hipertiroidisme (Tiroroksikosis)
No. ICD-10 : E05.9 Tirotoksikosis unspecified
Masalah Kesehatan
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis akibat kelebihan hormon tiroid yang
beredar di sirkulasi, karena gangguan pada kelenjar Tiroid.Data Nasional dalam
Riskesdas 2013, hipertiroid di Indonesia, terdiagnosis dokter sebesar 0,4%. Prevalensi
hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta (masing-masing 0,7%), Jawa
Timur (0,6%), dan Jawa Barat (0,5%).
Tiroktosikosis di bagi dalam 2 kategori, yaitu yang berhubungan dengan
hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan dengan hipertitoidisme..Tirotoksikosis
dapat berkembang menjadi krisis tiroid yang dapat menyebabkan
kematian.Tirotoksikosis yang fatal biasanya disebabkan oleh autoimun Grave’s
disease pada ibu hamil.Janin yang dikandungnya dapat mengalami tirotoksikosis pula,
dan keadaaan hipertiroid pada janin dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan,
kraniosinostosis, bahkan kematian janin.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan: Pasien dengan tirotoksikosis memiliki gejala, antara lain:
1. Berdebar-debar
2. Tremor
3. Iritabilitas
4. Intoleran terhadap panas
5. Keringat berlebihan
6. Penurunan berat badan
7. Peningkatan rasa lapar (nafsu makan bertambah)
8. Diare
9. Gangguan reproduksi (oligomenore/amenore dan libido turun)
10. Mudah lelah
11. Pembesaran kelenjar tiroid
12. Sukar tidur
13. Rambut rontok
Faktor Risiko
Memiliki penyakit Graves (autoimun hipertiroidisme) atau struma multinodular toksik

Pemeriksaan Fisik
1. Benjolan di leher depan
2. Takikardia
3. Demam
4. Exopthalmus
5. Tremor

Spesifik untuk penyakit Grave :


1. Oftalmopati (spasme kelopak mata atas dengan retraksi dan gerakan kelopak mata
yang lamban, eksoftalmus dengan proptosis, pembengkakan supraorbital dan
infraorbital)
2. Edema pretibial
3. Kemosis
4. Ulkus kornea
5. Dermopati (Kelainan kulit menyerupai dermatitis)
6. Bruit /bising jantung akibat ada suara tambahan

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin, SGOT, SGPT, gula darah sewaktu
2. EKG

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Untuk hipertiroidisme diagnosis yang tepat adalah dengan pemeriksaan konsentrasi
tiroksin bebas di dalam plasma (serum free T4 & T3 meningkat dan TSH sedikit
hingga tidak ada).
Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis melaui anamnesis dan
pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan laboratorium, namun untuk menilai kemajuan
terapi tanpa pemeriksaan penunjang sulit dideteksi.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Pemberian obat simptomatis
2. Propanolol dosis 40-80 mg dalam 2-4 dosis.
3. PTU 300-600 mg dalam 3 dosis bila klinis Graves jelas

Konseling dan Edukasi


1. Edukasi pasien mengenai tanda dan gejala tirotoksikosis
2. Anjuran kontrol dan minum obat secara teratur.
3. Melakukan gaya hidup sehat

a. Hipotiroidisme
No. ICD X : E02-03Hypothyroidsm
Defisiensi iodium merupakan penyebab umum terjadinya hipotiroidisme,
yaitu kurang produksi hormon tiroid yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid.Penyebabnya :
a) Primer :
a. Autoimmun (penyakit Hashimoto)
b. Iatrogenik
c. Obat
d. Kongenital
e. Defisiensi iodium
b) Transien :
a. Silent tiroiditis
b. Tiroiditis subakut
c) Sekunder :
a. Hipopituitarisme
b. Penyakit tumor hipotalamus

Tanda dan gejala Hipotiroidisme dapat dilihat pada tabel berikut.

Penanganan :
Bergantung jenis penyebab hipotiroidisme.Terapi pengganti hormon tiroid untuk
penyebab defisiensi primer tiroid masih menjadi pilihan, misalnya levotiroksin
sintetis. Pemberian hormone tiroksin T4 dengan mempertahankan kadar TSH normal
secara dini pada hipotiroid kongenital dilakukan untuk mencegah kerusakan otak
permanen.
b. Diabetes Mellitus
No. ICD-10 : E11 Non-insulin-dependent diabetes mellitus
Masalah Kesehatan
Diabetes Melitus (DM) tipe 2, menurut American Diabetes Association (ADA)
adalah kumulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja
insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya.Kelainan organ
penyebab DM adalah Pankereas.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, terjadi
peningkatan dari 1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun
dengan diabetes mellitus (DM) adalah 6,9%. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation
(IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta
pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan :
1. Polifagia (Banyak makan)
2. Poliuri (Volum urin banyak)
3. Polidipsi (Banyak minum)
4. Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya

Keluhan tidak khas:


1. Lemah
2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
3. Gatal
4. Mata kabur
5. Disfungsi ereksi pada pria
6. Pruritus vulvae pada wanita
7. Luka yang sulit sembuh
Faktor risiko :
1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
2. Riwayat penyakit DM di keluarga
3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg / sedang terapi)
4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis DM
Gestasional
5. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)
6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)
7. Aktifitas jasmani yang kurang

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Penilaian berat badan
2. Mata : Penurunan visus, lensa mata buram
3. Ekstremitas : Uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen

Pemeriksaan Penunjang
1. Gula Darah Puasa
2. Gula Darah 2 jam Post Prandial
3. Urinalisis

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:
1) Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dL (11,1 mmol/L),ATAU
2) Gejala Klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, ATAU
3) Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200 mg/dL
(11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban
glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
digolongkan sebagai Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa
Teranggu (GDPT).
Kriteria Toleransi GlukosaTerganggu :
1) GDPT bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100–125
mg/dl (5,6–6,9 mmol/l)
2) TGT ditegakkan bila TTGO kadar glukosa plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram (7,8 -11,1 mmol/L)
3) HbA1C 5,7 -6,4%

Komplikasi
1. Akut :Ketoasidosis diabetik, Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia
2. Kronik :
a) Makroangiopati, Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah perifer,
Pembuluh darah otak
b) Mikroangiopati:Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal
c) Neuropati
d) Gabungan: Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi
Penatalaksanaan
Terapi untuk Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dan
pengobatan (algoritma pengelolaan DM tipe 2)
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkankualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaanmeliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM,memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasiakut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambatprogresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan polahidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik)bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.Obat
antihiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataukombinasi.
Pada keadaan emergensi dengan dekompensasimetabolik berat, misalnya:
ketoasidosis, stres berat, beratbadan yang menurun dengan cepat, atau adanya
ketonuria harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atauTersier.
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perluselalu dilakukan
sebagai bagian dari upayapencegahan dan merupakan bagian yang
sangatpenting dari pengelolaan DM secara holistik.

c. Hiperparatiroidisme
No. ICD X : E21Hyperparathyroidism
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana produksi hormon paratiroid
berlebihan akibat respon fisiologi berkurangnya kadar kalsium di dalam darah.
Terjadi pada 1 antara 500 populasi umum, yang didominasi oleh kelompok usia post-
menopause.
Sehingga istilah hiperparatiroidisme cenderung tidak bersifat patologi, tetapi
lebih disebabkan karena proses kompensasi metabolik. Walaupun demikian,
hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat penyakit ginjal dan suatu keadaan
hipokalsemia kronik, misalnya defisiensi vitamin D atau malabsorpsi.

Tanda dan Gejala :


• Asimtomatik
• Selalu disertai hiperkalsemia
• Tanda kerusakan organ terminal :
o Tulang : Osteoporosis
o Ginjal :Batu ginjal
o Sendi : Pseudogout
o Pankreatitis
Pemeriksaan Penunjang :
• Pemeriksaan hormon PTH
• Kalsium urin

Penanganan :
• Operasi termasuk paratiroidektomi
• Observasi dan pemberian medikamentosa
(Hormon pengganti, Calcium sensing receptor agonis

d. Hiperfungsi Kelenjar Hipofisis


No. ICD X : E24Hyperfunction of Pituitary Gland
Masalah Kesehatan
Merupakan neoplasma intracranial yang relative sering dijumpai (10-
15%).Sering sulit diobat dan sering kambuh walau sudah dilakukan
pembedahan.Lebih dari 75%, tumor hipofisis menghasilkan hormone hipofisis lebih
dari normal.
Adenoma hipofisis, bersifat jinak dan pertumbuhan lambat. Ada 2 jenis:
mikroadenoma (diameter < 1 cm) dan makroadenom (diameter >1 cm).
Ada juga pembagian bedasarkan fungsional, tumor adenoma fungsional
dijumpai pada usia muda, dan tumor non fungsional dijumpai pada usia yang lebih
tua.

Manifestasi Klinik
Bervariasi, berupa 1 atau lebih tanda dan gejala berikut :
• Defisiensi 1 atau lebih hormone hipofisis
• Kelebihan hormone (terutama prolactin, GH dan ACTH)
• Efek massa tumor ( sakit kepala dan hemianopsia bilateral)
• Ditemukan tidak sengaja pada pemeriksaan CT Scan/ MRI
Pemeriksaan Penunjang

Penegakan Diagnosis (Assessment)


• Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap
• Review gambaran radiologi (MRI)
• Penentuan ada tidaknya hipersekresi atau defisiensi hormone
• Korelasi temuan klinis, anatomis dan hormonal

Penatalaksanaan
• Mengembalikan fungsi Hipofisis seoptimal mungkin dan mencegah
kekambuhan massa tumor.
• Pilihan terapi yang tersedia :
o Primer (Supresi hormone dengan pemberian bromokriptin
dan analog somatostatin)
o Substitusi hormone
o Radiasi eksterna
o Bedah (Adenomektomi)

e. Sindrom Cushing (Hiperkortisolisme)


No. ICD X : E24 Cushing Syndrome
Masalah Kesehatan
Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan
(truncul obesity), hipertensi, mudah lelah, amenore, hirsutisme, striae abdomen
berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis.Tanpa mempertimbangkan
penyebab, semua kasus sindrom Cushing endogen disebabkan oleh peningkatan
produksi kortisol oleh kelenjar adrenal.
Pada kebanyakan kasus penyebabnya adalah hyperplasia adrenal bilateral oleh
karena hipersekrsi ACTH hippfisis atau produksi ACTH oleh tumor non endokrin
lain.
Insiden hyperplasia hipofisis adrenal adalah 3 x lebih besar pada wanita dari
pria.
Manifestasi Klinik
Banyak tanda dan simtom sindrom Cushing seperti tertera pada tabel di bawah.

Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
• Uji Supresi Deksametson (Skrining Awal)
• Uji Stimulasi Corticotropin Releasing Hormone (CRH)
• Pemeriksaan Ct Scan Abdomen

Penatalakasanaan
• Tergantung penyebabnya
• Bila adenoma adrenal : Eksplorasi adrenal dan eksisi tumor
• Bila hyperplasia bilateral : Adrenalektomi bilateral dan bias
dengan kombinasai pemberian penghambat steroidogenesis

Penyakit pada Gangguan Nutrisi


1. Malnutrisi
No. ICD X : E46 Unspecified protein-energy malnutrition
Masalah Kesehatan
MEP adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein umumnya disertai
defisiensi nutrisi lain.
Klasifikasi dari MEP adalah :
1. Kwashiorkor
2. Marasmus
3. Marasmus Kwashiorkor

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Kwashiorkor, dengan keluhan:
 Edema
 Wajah sembab
 Pandangan sayu
 Rambut tipis kemerahan (seperti jagung), mudah dicabut tanpa sakit
 Anak rewel, apatis
2. Marasmus, dengan keluhan:
 Sangat kurus
 Cengeng
 Rewel
 Kulit keriput
3. Marasmus Kwashiorkor, dengan keluhan kombinasi dari ke-2 penyakit
tersebut diatas.

Faktor Risiko
Berat badan lahir rendah, HIV, Infeksi TB, pola asuh yang salah

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik Patognomonis :
a) BB/TB < 70% atau < -3SD
b) Marasmus: tampak sangat kurus, tidak ada jaringan lemak bawah
kulit, anak tampak tua, baggy pants appearance.
c) Kwashiorkor: edema, rambut kuning mudah rontok, crazy pavement
dermatosa
d) Tanda dehidrasi
e) Demam
f) Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
g) Sangat pucat
h) Pembesaran hati, ikterus
i) Tanda defisiensi vitamin A pada mata: konjungtiva kering, ulkus
kornea, keratomalasia
j) Ulkus pada mulut
k) Lingkaran Lengan Atas < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium: gula darah, Hb, Ht, preparat apusan darah, urin rutin,
feses
b) Antropometri
c) Foto toraks
d) Uji tuberkulin
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis dengan gizi buruk, apabila:
1. BB/TB < -3SD atau 70% dari median (marasmus).
2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor BB/TB <-3SD).

Komplikasi
Anoreksia, Pneumonia berat, Anemia berat, Infeksi, Dehidrasi berat,
Gangguan elektrolit, Hipoglikemi, Hipotermi, Hiperpireksia, Penurunan kesadaran

Penanganan pasien dengan MEP, yaitu:


a. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis
sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan.
b. Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau
pabrikan:
i. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan terapeutik atau gizi siap
saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama
terutama dari lemak (minyak/santan/margarin).
ii. Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa
pemulihan (rehabilitasi):
1 minggu pertama pemberian F100.
Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring
dengan penambahan makanan keluarga.

Konseling dan Edukasi :


a. Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak.
b. Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi.
c. Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi.
d. Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak
dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan
dan memilih atau mengganti makanan.

2. Obesitas
No. ICD-10 : E66.9 obesity unspecified
Masalah Kesehatan
Obesitas merupakan keadaan dimana seseorang memiliki kelebihan lemak
(body fat) sehingga orang tersebut memiliki risiko kesehatan. Riskesdas 2013,
prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7% lebih
tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Sedangkan pada perempuan di
tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1
persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%). WHO,
dalam data terbaru Mei 2014, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk penyakit
tidak menular seperti penyakit kardiovaskular (terutama penyakit jantung dan stroke),
diabetes, gangguan muskuloskeletal, beberapa jenis kanker (endometrium, payudara,
dan usus besar). Dari data tersebut, peningkatan penduduk dengan obesitas, secara
langsung akan meningkatkan penyakit akibat kegemukan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan berat badan namun dengan
adanya gejala dari risiko kesehatan yang timbul.

Penyebab
1. Ketidakseimbangnya asupan energi dengan tingkatan aktifitas fisik.
2. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan antara lain kebiasaan makan
berlebih, genetik, kurang aktivitas fisik, faktor psikologis dan stres, obat-
obatan (beberapa obat seperti steroid, KB hormonal, dan anti-depresan
memiliki efek samping penambahan berat badan dan retensi natrium), usia
(misalnya menopause), kejadian tertentu (misalnya berhenti merokok,
berhenti dari kegiatan olahraga, dsb).

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran Antropometri (BB, TB dan LP)

Indeks Masa Tubuh (IMT/Body mass index/BMI) menggunakan rumus :Berat Badan
(Kg)/Tinggi Badan kuadrat (m2). Pemeriksaan fisik lain sesuai keluhan untuk
menentukan telah terjadi komplikasi atau risiko tinggi.
2. Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara iga terbawah
dengan krista iliaka, pengukuran dari lateral dengan pita tanpa menekan
jaringan lunak).
Risiko meningkat bila laki-laki >85 cm dan perempuan >80cm.

3. Pengukuran tekanan darah


Untuk menentukan risiko dan komplikasi, misalnya hipertensi.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan risiko dan komplikasi, yaitu pemeriksaan kadar gula darah,
profil lipid, dan asam urat.

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.

Diagnosis klinis mengenai kondisi kesehatan yang berasosiasi dengan obesitas:


1. Hipertensi
2. DM tipe 2
3. Dislipidemia
4. Sindrom metabolik

Komplikasi
Diabetes Mellitus tipe 2, Hipertensi, penyakit kardiovakular, Sleep apnoe,
abnormalitas hormon reproduksi, Low back pain, perlemakan hati
Obesitas dikelompokkan menjadi obesitas risiko tinggi bila disertai dengan 3
atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Hipertensi
2. Perokok
3. Kadar LDL tinggi
4. Kadar HDL rendah
5. Kadar gula darah puasa tidak stabil
6. Riwayat keluarga serangan jantung usia muda
7. Usia (laki-laki > 45 thn, atau perempuan > 55 thn).

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Non –Medikamentosa :
1. Penatalaksanaan dimulai dengan kesadaran pasien bahwa kondisi
sekarang adalah obesitas, dengan berbagai risikonya dan berniat untuk
menjalankan program penurunan berat badan
2. Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang akan dipilih
(target rasional adalah penurunan 10% dari BB sekarang)
3. Usulkan cara yang sesuai dengan faktor risiko yang dimiliki pasien,
dan jadwalkan pengukuran berkala untuk menilai keberhasilan program
4. Penatalaksanaan ini meliputi perubahan pola makan (makan dalam
porsi kecil namun sering) dengan mengurangi konsumsi lemak dan
kalori, meningkatkan latihan fisik dan bergabung dengan kelompok
yang bertujuan sama dalam mendukung satu sama lain dan diskusi hal-
hal yang dapat membantu dalam pencapaian target penurunan berat
badan ideal.
5. Pengaturan pola makan dimulai dengan mengurangi asupan kalori
sebesar 300-500 kkal/hari dengan tujuan untuk menurunkan berat
badan sebesar ½-1 kg per minggu.
6. Latihan fisik dimulai secara perlahan dan ditingkatkan secara bertahap
intensitasnya. Pasien dapat memulai dengan berjalan selama 30 menit
dengan jangka waktu 5 kali seminggu dan dapat ditingkatkan
intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.

Konseling dan Edukasi :


a) Perlu diingat bahwa penanganan obesitas dan kemungkinan besar
seumur hidup. Adanya motivasi dari pasien dan keluarga untuk
menurunkan berat badan hingga mencapai BB ideal sangat
membantu keberhasilan terapi.
b) Menjaga agar berat badan tetap normal dan mengevaluasi adanya
penyakit penyerta.
c) Membatasi asupan energi dari lemak total dan gula.
d) Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta kacang-kacangan,
biji-bijian dan kacang-kacangan.
e) Terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur (60 menit sehari untuk
anak-anak dan 150 menit per minggu untuk orang dewasa).

3. Defisiensi Vitamin
No. ICD X : E50-55(Vitamin deficiencies)
Masalah Kesehatan
Penyebab defisiensi vitamin adalah pemasukan dari diet yang tidak
mencukupidan gangguan absorbsi.Pada defisiensi vitamin A juga dapat terjadi
karenakegagalan mengubah karoten menjadi vitamin A atau hilangya vitamin A
daritubuh dengan cepat.Vitamin B1 dapat terjadi pada pecandu alkohol,
sedangkandefisiensi vitamin B2 saja jarang terjadi. Defisiensi vitamin B6 biasanya
terjadidalam kombinasi dengan defisiensi vitamin B-komples yang lain
padaalkoholisme atau sindrom malabsorbsi atau pada penderita diet yang buruk.
Vitamin B12 dapat terjadi karena insufisiensi dalam diet atau adanya
parasiteintestinal (Diphyllobothrium latum).Defisiensi vitamin C sering terjadi pada
masalaktasi dan pada orang tua dengan pemasukan yang rendah, serta pada
pecandualkohol.Kukurangan vitamin D kemungkinan banyak terjadi di daerah yang
tidakselalu mendapat sinar matahari.
Gangguan kekurangan vitamin E dapat terjadipada orang yang mengalami gangguan absorbsi lemak, seperti cystic fibrosis
dangangguan pada transport lipid.Defisiensi vitamin K dapat terjadi karena dietyang kurang mengandung vitamin K, absorbsi
inadekuat akibat flora ususabnormal, malabsorbsi dan defisiensi empedu, defisiensi faktor-faktor pembekuanyang tergantung
vitamin K.

Defisiensi
No. Anamnesis Pemeriksaan Fisik Penatalaksanaan
Vitamin
Bercak bitot,xeroftalmia,
Buta senja, nafsu makan keratomalasia dengan perforasi
berkurang, perubahan kulit, kornea, kebutaan, Vitamin A 25.000-50.000 IU/hari
1 A (Retinol)
perubahan mata, gangguan hiperkeratosis,metaplasia mebran peroral
pertumbuhan mukosa, retardasi pertumbuhan,
anemia
Beri-beri kering :Kelemahan otot,
badan kurus, kelumpuhan kaki, Neuropati perifer, kelemahan otot,
gangguan syaraf. anoreksia, gagal jantung kongestif,
2 B1 (Tiamin) Vitamin B1 5 - 30 mg/hari
Beri-beri basah: Sesak nafas, afonia, hilangnya refleks tendon,
cepat lelah,kesemutan, oftalmoplegia total
berdebardebar, tidak nafsu
makan.

Stomatitis angularis, glositis,


keilosis, dermatitis seboroik, lesi
Peradangan pada bibir (cheilosis), Vitamin B2 5mg/hari dalam 2-3
3 B2 (Riboflavin) pada kornea. Pada kehamilan
gangguan pertumbuhan. dosis terbagi
menyebabkan kelainan tulang
belakang.
Pelagra (dermatitis, diare,demensia),
inflamasi lidah dan
4 B3 (Niasin) Muntah, diare mukosalambung.Gangguann saraf Vitamin B3 5 - 10 mg/ hari
:insomnia, sakit kepala, halusinasi
dan disorientasi.
Dermatitis seboroik pada hidung,
B6 (Piridoksal
5 Lemah dan fatique mulut dan mukosa pipi, neuropati Vitamin B6 1-2 mg /hari
Fosfat)
perifer, anemia, demensia.
Anemia pernisiosa akibat def
faktor intrinsik 100µg IM setiap 2
B12 Anemia pernisiosa, anemia
6 Schilling's Test hari selama 2 minggu, dilanjutkan
(Sianokobalamin) megaloblastik
penyuntikan setiap bulan seumur
hidup. Pada defisiensi diet
mulamula 100µg, dilanjutkan
dengan kebutuhan adekuat 1-4
mg/hari.

Kebutuhan minimal 30 mg/hari;


Rasa lemah, lelah, pembengkakan
C (Asam Hiperkeratosis folikularis, diatesis Pencegahan 25-200 mg 4x
7 dan perdarahan gusi, gangguan
Askorbat) hemoragik. sehariVitamin B2 5mg/hari dalam
emosi.
2-3 dosis terbagi
Bila fungsi ginjal normal dan tidak
terdapat malabsorbsi, Vitamin D
2000-4000 IU selama 6-12
Tampak lelah, mudah minggu, dilanjutkan 200-400 IU
tersinggung, kelemahan n otot, Rickets dengan deformitas tulang, setiap hari.
8 D (Kalsiferol) pertumbuhan gigi terhambat, hipotoni, femur membengkok. Bila terdapat gagal ginjal atau
bentuk gigi tidak teratur dan Osteomalasia, osteoporosis. malabsorbsi 40.000-100.000
mudah rusak. IU/hari sebagai tambahan
suplementasi kalsium. Dapat
diberikan 0,5-1,0 mg 1.25 (OH)2D
atau 2.5-5 µg 1 OHO
Perdarahan ringan 5-10 mg per
oral;
K
Perdarahan sedang – lambat 10-20
(Phytomenadione-
Pemanjangan waktu protrombin dan mg IM atau IV;
9 K, Menaquinone- Gangguan pembekuan darah
waktu perdarahan. Penderita sirosis dg perdarahan
K2, Menadione-
masif 25-50 mg IM;
K3)
Profilaksis pada neonatus 1 mg IM
atau subkutan dosis tunggal
Penyakit pada Kelainan Metabolik
1. Gangguan Metabolisme Karbohidrat dan Gula Sederhana
2. Amilodosis
No. ICD X : E85. Amyloidosis
Masalah Kesehatan
Arniloidosis dan kelompok disproteinemi terdiri darispektrum beberapa
penyakit dan secara pathogenesis berhubungan dengan penimbunan material
derivate imunoglobulin dalam ginjal.Arniloidosis adalah suatu penyakit
penimbunan hasilmetabolisme yang unik, dan yang ditimbun merupakanprotein
fibriler yang tidak larut di dalam jaringan tubuh.Penimbunan interstisial yang
progresif akan menyebabkan disfungsi organ dan menimbulkan
gejala.Amiloidosis dibagi berdasarkan manifestasi klinis dan tempat penimbunan
material, tetapi pembagian yang sekarang adalah berdasarkan kirnia material
Terdapat 2 tipe sistemik yang paling banyak yaitu:AL(amiloidosis primer atau
mieloma terkait amiloidosis) danAA (sekunder atau amiloidosis reaktif).

Manifestasi Klinik
Amiloidosis sistemik pada umumnya progresif dan fatal,tetapi perjalanan
penyakitnya masih tetap belum diketahuipasti.Amioloidosis dapat mengenai
semua umurdan jenis kelamin.Manifestasi klinistergantung dari distribusi dan
jumlah timbunan arniloid,dan gejalanya tidak spesifik. Gejala dan tanda yang
sudahdiketahui pada amiloidosis sistemik adalah makroplosisa, sindrom nefrotik,
gagal ginjal, sindrom carpal tunnel, neuropati sensorik dan motorik, gagal jantung
atau aritmia, hepatosplenomegali, diare, malabsorpsi, ulkus, limpadenopati,
gangguan pembekuan darah, fragilitas kapiler, dan gangguan agregasi trombosit.
Gejala amiloidosis AL yang paling sering terdapat paa diskrasia sel plasma
atau sel B, atau gamopati monoklona.
Amiloidosis AA (sekunder) terdapat pada penyakitinflamasi menahun atau
infeksi; penyakit yang seringmenyertai adalah artritis rematoid, arteritis rematoid
juvenilis, dan ankilosis spondilitis.Malaria, lepra, dan tuberkulosis merupakan
infeksi menahun dan seringmenyertai amiloidosis AA.

Diagnosis
Diagnosis klinis amiloidosis merupakan salah satutantangan dalam
kedokteran. Langkah pertama adalahkecurigaan secara klinis, selanjutnya
dilakukan pendekatanoleh beberapa disiplin ilmu dan terrnasuk dalam
pendekatanini adalah riwayat keluarga, pemeriksaan klinis, dan mempelajari
jaringan. Teknikya yang lebih akurat adalah pemeriksaan dengan skintigrafi untuk
mendeteksi deposit pada organ dan pemeriksaan ini non-invasif.

Penanganan
Sampai saat ini tidak ada pengobafan yang diprediksiefektif untuk
pencegahan fibrilogenesis atau memobilisasideposit yang sudah stabil, tetapi
beberapa pasien pernahdilaporkan mengalami regresi deposit.Tindakan primer
adalah memperbaiki kondisi yangmendasarinya untuk mencegah produksi yang
berlebihandari protein prekursor atau mengurangi deposit atau pembentukan fibril.
Penggunaan melfalan, deksametason, kolkisin, ataukombinasinya dapat
digunakan untuk amiloidosis AL danternyata dapat memperbaiki fungsi organ
yang terkena.

3. Gangguan Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa


No. ICD X : E87 Other disorder of fluid, electrolite and acid base
balance
Proses terjadinya keseimbangan asam basa tubuh dilakukan dengan cara
mengaturkeseimbangan hidrogen dalam tubuh. Agar tetap dalam kondisi
seimbang antara produksihidrogen dan pembuangannya bila berlebihan dalam
tubuh, maka ginjal memainkanperanan kunci untuk membuang hidrogen tersebut.
Adapun mekanisme yang dilakukan adalah dengan cara melakukan
pengaturanhidrogen. Pengaturan konsentrasi hidrogen dalam cairan tubuh
bertujuan untuk mencegahterjadinya asidosis atau kelebihan asam dan alkalosis
atau kelebihan basa melalui:
a. Sistem penyangga asam basa.
Sistem ini bekerja menjaga tubuh tidak kelebihan asam dengan
membuang hydrogen melalui ginjal dalam bentuk ammonia.
b. Pusat pernapasan
Pusat pernafasan akan mengatur pembuangan karbon dioksida (
CO2) agar tubuh tidakkelebihan asam. Jadi ketika tubuh kelebihan
CO2, maka akan terjadi pernafasanya yangdalam sehingga kadar
CO2 berkurang dan keasaman tubuh turun kembali seimbang.
c. Ginjal
Pada saat tubuh keadaan kelebihan asam maka ginjal akan
merespons dengan caramengekskresikan urin. Akibatnya hidrogen
akan berkurang terjadi keseimbangan asambasa tubuh

Keseimbangan asam basa dilakukan melalui pengaturan keseimbangan ion


hydrogen (asam). Bila mengalami ketidakseimbangan maka akan terjadi gangguan
yang disebutasidosis respiratorik, asidosis metabolik, alkalosis respiratorik dan
alkalosis metabolik.

Ada 4 macam gangguan keseimbangan asam basa utama :


1) Asidosis Respiratorik
2) Asidosis Metabolik
3) Alkalosis Repiratorik
4) Alkalosis Metabolik

1). Asidosis Respiratorik


a. Pengertian
Asidosis Respiratorik adalah kondisi di mana keasaman darah berlebihan
karenapenumpukan karbondioksida dalam darah akibat dari gangguan fungsi
paru-paru. Kecepatan dan kedalaman pernafasan dapat mengatur kadar
karbondioksida dalamdarah sehingga kadar asam dalam darah seimbang. Bila
kadar karbondioksida dalamdarah meningkat akan merangsang otak mengatur
pernafasan, sehingga terjadipernafasan cepat dan dalam agar karbondioksida
banyak keluar tubuh.

b. Penyebab
Pengeluaran karbondioksida oleh paru yang tidak adekuat akan
menyebabkanterjadinya asidosis respiratorik. Sebagaimana terjadi pada penyakit
paru berikut ini:
Pneumonia
Emfisema
Asma Bronchiale
Bronkitis kronis
Udema paru

Bukan hanya penyakit paru yang dapat menyebabkan asidosis respiratorik,


tetapikondisi di mana pusat pernafasan tertekan juga dapat menjadi faktor
penyebab.Haltersebut seperti dialami oleh para pencandu narkotik, minum obat
tidur berlebihandan gangguan sistem saraf dan otot dada.

c. Gejala
Gejala yang dirasakan berupa sakit kepala dan rasa mengantuk yang akan
berlanjutmenjadi penurunan kesadaran dan koma jika keadaannya semakin
memburuk. Kondisiini akan membuat ginjal berusaha untuk mengkompensasi
asidosis dengan menahanekskresi bikarbonat yang bersifat basa keluar dari ginjal.
Dengan demikian diharapkankondisi asidosis yang berarti kelebihan asam akan
dapat berkurang dengan adanyabikarbonat yang bersifat basa.

2). Asidosis Metabolik


a. Pengertian
Asidosis Metabolik adalah kondisi di mana keasaman darah berlebihan
yang ditandaidengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Akibatnya
pernafasan akan menjadilebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asamberupa karbon dioksida melalui nafas. Selain itu
ginjal juga akan membantu usahamengkompensasi keadaan tersebut dengan cara
mengeluarkan lebih banyak asamdalam urine. Jika kondisi tersebut tidak teratasi
maka terjadi asidosis berat yang akanberakhir koma.

b. Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan menjadi:
Keasaman tubuh meningkat karena mengkonsumsi zat asam
atau bahan yangdiubah menjadi asam seperti metanol dan
aspirin.
Keasaman tubuh yang berlebihan akibat dari penyakit
seperti diabetes mellitus tipe I. Pada diabetes yang tidak
terkendali, tubuh akan memecah lemak untukmenjadi energi
dengan sisa akhir asam yang disebut keton.
Ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah
yang seharusnya.Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidakberfungsi secara
normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosistubulusrenalis, biasanya terjadi pada penderita gagal
ginjal.
Bertambahnya asam laktat.
Bahan beracun seperti salisilat, methanol dan asetazolamid
atau ammonium klorida.
Kehilangan basa yang berlebihan dari saluran pencernaan
karena Diare ataukolostomi.

c. Gejala
Pada asidosis metabolik ringan sering tidak menimbulkan gejala,tetapi
dijumpaibeberapa gejala seperti mual, kelelahan dan muntah. Pernafasan menjadi
dalam atausedikit cepat.Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat
turun,menyebabkan syok, koma dan kematian.

3. Alkalosis Respiratorik
a. Definisi
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan di mana darah menjadi basa
karenahiperventilasi pernafasan sehingga kadar karbondioksida dalam darah
menjadi rendah.

b. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam atau disebut hipervemtilasi seperti pada
seseorangyang sedang mengalami kecemasan. Adapun penyebab lain dari
alkalosis respiratorikadalah:
Rasa nyeri
Sirosis hati
Kadar oksigen darah yang rendah
Demam
Overdosis aspirin.

c. Gejala
Penderita merasa cemas, rasa gatal di sekitar bibir dan wajah.Jika
keadaannya makinmemburuk bisa terjadi kejang otot dan
penurunan kesadaran.

4. Alkalosis Metabolik
a. Definisi
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan di mana darah dalam keadaan
kelebihan basa karena tingginya kadar bikarbonat.

b. Penyebab
Jika tubuh terlalu banyak kehilangan asam, maka akan terjadi alkalosis
metabolic seperti pada penderita yang muntah berkepanjangan. Selain itu juga
dapat terjadipada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak bahan yang
mengandung bahanbasa seperti soda bikarbonat.

Adapun penyebab utama akalosis metabolik adalah:


Mengkonsumsi obat diuretik seperti furosemid.
Kehilangan asam saat bilas lambung.
Kelenjar adrenal yang terlalu aktif seperti pada penyakit
sindroma Cushing atauakibat mengkonsumsi kortikosteroid.

c. Gejala
Alkalosis metabolik dapat mengakibatkan penderita menjadi
mudah tersinggung, ototberdenyut dan kejang otot mungkin juga
tidak menampakkan gejala sama sekali. Bilaterjadialkalosis
menjadi bertambah berat dapat terjadi spasme otot
yangberkepanjangan.

RANGKUMAN
Bab ini telah membahas berbagai gangguan fungsi dan penyakit pada
sistem endokrin, nutrisi dan metabolism tubuh manusia, mulai dari hipotalamus
dan hipofisis, kelenjar tiroid dan paratiroid, kelenjar pankreas, kelenjar adrenal
(suprarenalis), kelenjar gonad (kelamin), organ lain terlibat dalam gangguan
nutrisi dan kelainan mtebolisme tubuh, sesuai dengan klasifikasi penyakit
berdasarkan ICD 10. Aspek pembahasan penyakit, mencakup organ yang
mengalami gangguan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan, manifestasi klinik
dan diagnosis penyakit serta penanganan yang dapat dilalukan. Pembahasan bab
dari berbagai organ sistem saluran pencernaan ini,meliputi :
a) Kelainan sistem endokrin
b) Gangguan nutrisi
c) Kelainan metabolik
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
• Baca dan cermati tugas dibawah ini, kemudian kerjakan secara berkelompok
• Dikumpulkan palinglama 1 minggu setelah tugas ini diumumkan
• Sampaikan hasil tugas secara berurutan kepada dosen dan kelompok lain
• Membagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 8-9 mahasiswa, yang mana
masing-masing kelompok mencari gambar dengan rapi dan tuliskan nama-
nama struktur anatomi sesuai topik yang diberikan.
Kelompok 1: Membuat diagnosa penyakit endokrin
Kelompok 2: Membuat diagnosa penyakit nutrisi
Kelompok 3: Membuat diagnosa penyakit metabolisme
• Laporan tugas dituangkan kedalam file word dan dengan kertas A4 times

new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.

• Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :

SAMPUL DEPAN (COVER)


DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
3. Latar Belakang
4. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011. (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, 2006)
3. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan Persadia.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Layanan Primer, ed.2, 2012.
(Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Indonesia FKUI, 2012)
4. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Pedoman Pelayanan Anak
Gizi Buruk. Kemkes RI. Jakarta. 2011.
5. IDI-Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. IDI-Kemenkes RI. Edisi Revisi. 2014.
6. Jameson, JL. Harrison’s Endocrinology. Second Edition. The McGrawHill
Companies, Inc. 2010.
7. Longo, Fauci, Kasper, Hauer, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Manual of
Medicine. 18th Edition. The McGrawHill Companies, Inc. 2013
8. Anggraini M., Irmawati, Garmelia, E., Kresnowati, L. Klasifikasi, Kodefikasi
Penyakit dan masalah Terkait I : Anatomi, Fisiologi, Patologi, Terminologi
Medis dan Tindakan Pada Sistem Kardiovaskuler, Respirasi, dan
Muskuloskeletal. Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
(RMIK).PPSDM-BPPSDMK Kemenkes RI. 2017.
BAB VII
TERMINOLOGI MEDIS; KONSEP DASAR PEMBENTUKAN ISTILAH
MEDIS PADA SISTEM ENDOKRIN
(dr. Yanda Ardanta, M.Kes)

A. PENDAHULUAN
1. Pengantar Pendahuluan
Pada Bab sebelumnya dalam mata kuliah Klasifikasi, Kodifikasi Penyakit,
dan Masalah Penyakit Tekait II, Saudara juga telah mempelajari anatomi fisiologi
serta patofisiologi sistem endokrin, nutrisi dan metabolism tubuh manusia.
Saudara telah mempelajari bagaimana bentuk dan susunan organ-organ sistem
endokrin, nutrisi dan metabolisme secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya
serta hubungan organ-organ yang satu satu dengan yang lain serta bagaimana
organ-organ tersebut bekerja secara normal.
Pada Bab ini, mahasiswa akan mempelajari terminologi diagnosis medis
dan prosedur medis terkait gangguan fungsi dan penyakit pada sistem endokrin
tubuh manusia sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
Dalam mempelajari bab ini sebaiknya Anda pelajari secara bertahap, mulai
dari rangkuman materi pembelajaran yang disajikan pada Bab Topik dan
mengerjakan soal-soal latihan serta apabila telah yakin memahaminya, barulah
Anda diperkenankan untuk melanjutkan mempelajari materi pembalajaran topik
berikutnya.
Satu hal yang penting adalah membuat catatan tentang materi
pembalajaran yang sulit Anda pahami. Cobalah terlebih dahulu mendiskusikan
materi pembelajaran yang sulit dengan sesama mahasiswa atau teman sejawat.
Apabila masih dibutuhkan, Anda dianjurkan untuk mendiskusikannya dengan
narasumber pada kegiatan pembelajaran tatap muka.
Di dalam bab ini juga tersedia tugas terstruktur berupa tes formatif dan
tugas mandiri. Hendaknya semua tugas ini Anda kerjakan dengan tuntas. Dengan
mengerjakan semua tugas yang ada, Anda akan dapat menilai sendiri tingkat
penguasaan atau pemahaman terhadap materi pembelajaran yang disajikan. Dan
membantu Andamengetahui bagian-bagian mana dari materi pembalajaran
yang disajikan di dalam bab, masih belum sepenuhnya dipahami.
Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bab ini adalah sekitar
2 x 100 menit. Oleh karena itu, Anda dapat membuat catatan mengenai hal-hal
yang perlu didiskusikan pada waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran
terstruktur (secara daring atau tatap muka).
Keberhasilan Anda mempelajari bab ini tentunya sangat tergantung pada
keseriusan Anda. Hendaknya Anda tidak segan-segan untuk bertanya tentang
materi pembalajaran yang belum Anda pahami kepada nara sumber pada saat
dilaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka, atau berdiskusi dengan rekan
Anda. Di samping itu, Anda juga harus berusaha dengan sunggug-sungguh untuk
menyelesaikan semua tugas yang ada di dalam bab ini. Yakinlah bahwa Anda
akan berhasil dengan baik apabila memiliki semangat belajar yang tinggi. Jangan
lupa berdoa kepada Tuhan YME agar senantiasi diberikan kemudahan belajar.
Selamat Belajar dan Semoga Sukses !
B. Deskripsi Materi
Bab ini akan membahas terminology medis dan prosedur medis pada
gangguan fungsi dan penyakit pada sistem endokrin, nutrisi dan metabolisme
tubuh manusia, mulai dari hipotalamus dan hipofisis, kelenjar tiroid dan
paratiroid, kelenjar pankreas, kelenjar adrenal (suprarenalis), kelenjar gonad
(kelamin), sesuai dengan klasifikasi prosedur medis berdasarkan ICD 9CM.
C. Kemampuan/ Tujuan Akhir Yang Diharapkan
Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan
terminologi diagnosis medis dan prosedur medis pada gangguan fungsi dan
penyakit pada sistem endokrin, nutrisi dan meteabolisme tubuh manusia.

D. Uraian Materi
1.Terminologi Diagnosis Medis Pada Penyakit Sistem Endokrin,
Nutrisi Dan Metabolisme
1.Terminologi Diagnosis Medis Pada Penyakit Sistem Endokrin,
Nutrisi Dan Metabolisme
Beberapa Contoh Root dan Pengertian

Beberapa Contoh Istilah MedisPenyakit Sistem Endokrin, Nutrisi Dan


Metabolisme
Topik 2.Terminologi Prosedur Medis Pada Penyakit Sistem Endokrin,
Nutrisi Dan Metabolisme

Beberapa contoh sufiks operasi


Beberapa contoh pengertian istilah prosedur medis sistem pencernaan
A. RANGKUMAN
Bab ini sudah membahas dasar – dasar pengertian dan pembentukan istilah
/ terminology diagnosis medis dan prosedur medis pada gangguan fungsi
dan penyakit pada sistem endokrin, nutrisi dan meteabolisme tubuh
manusia.

TUGAS
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk/Langkah Pembelajaran :
1. Mahasiswa dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Kelompok dengan kelainan endokrin
2. Kelompok dengan gangguan nutrisi
3. Kelompok dengan kelainan metabolic
2. Laporan tugas dituangkan kedalam file word dan dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
3. Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB 1
TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
2.Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

2.Kegiatan Mandiri
Petunjuk :
a. Buatlah resume hasil diskusi seluruh kelompok .
b. Resume diketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan
Times New Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA
1. Marie A. Moisio and EMER w. Moisio. 2014. Medical Terminology
a Strudent Centered. Approach. Boston. USA Cengage Learning.
2. Medical Terminology Practice, 2014. California.
3. Anggraini M., Irmawati, Garmelia, E., Kresnowati, L. Klasifikasi,
Kodefikasi Penyakit dan masalah Terkait I : Anatomi, Fisiologi,
Patologi, Terminologi Medis dan Tindakan Pada Sistem
Kardiovaskuler, Respirasi, dan Muskuloskeletal. Bahan Ajar Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK). PPSDM-BPPSDMK
Kemenkes RI. 2017.
BAB VIII
ATURAN DAN TATACARA KODEFIKASI PENYAKIT DAN TINDAKAN
PADA SISTEM ENDOKRIN
(Mey lisa, A.Md., MIK,.SKM)

PENDAHULUAN
A. Pengantar Pendahuluan
Dignosis penyakit, prosedur medis dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata
menjadi suatu bentuk kode, baik numerik atau alfanumerik, untuk memudahkan
penyimpanan, retrieval dan analisis data. Koding merupakan suatu proses yang
kompleks dan membutuhkan pengetahuan tentang aturan koding sesuai perangkat
yang digunakan, anatomi, patofisiologi, persyaratan dokumentasi kinis, kebijakan
dan regulasi serta standar. Kompleksitas ini menimbulkan situasi yang menantang
bagi para koder profesional dalam melakukan telaah semua fakta dalam dokumen
secara hati-hati agar dapat menentukan kode dengan etis dan tepat. Koder
profesional harus memiliki pemahaman yang jernih tentang sumber terpercaya
untuk kaidah koding yang digunakan. Tata cara penetapan kode ditentukan oleh
perangkat koding yang digunakan. Di Indonesia, khususnya untuk kepentingan
reimbursement digunakan ICD-10 versi th. 2010 untuk kode diagnosis penyakit
sedangkan untuk koding prosedur medis menggunakan ICD-9-CM versi th 2010
(Permenkes No.76 th 2016). Pada Bab VIII ini menjelaskan tentang tata cara
penentuan kode prosedur dan tindakan medis pada sistem Endokrin sesuai
ketentuan dalam ICD-9-CM versi th 2010. Bab ini digunakan secara
berdampingan dengan buku ICD-9-CM. Setelah mempelajari Bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat melaksanakan penentuan kode prosedur dan tindakan medis
berdasarkan ketentuan dan kaidah ICD-9-CM versi 2010 dengan benar.

B. Deskripsi Materi
Bab VIII ini disusun sedemikian rupa untuk membantu mahasiswa D3 Perekam
Medis dan Informasi Kesehatan semester IV dalam memahami materi kuliah
kodefikasi terkait sistem kodefikasi penyakit dan tindakan pada sistem Endokrin.
Dalam modul ini, bab VIII menguraikan pokok bahasan atau topik yang saling
berkaitan satu sama lain yaitu: Kodefikasi terkait penyakit dan tindakan pada
kehamilan dan persalinan serta Aturan dan tata cara kodefikasi penyakit dan
tindakan terkait sistem Endokrin.

7. C. Kemampuan/ Tujuan akhir yang diharapkan


Mahasiswa mampu menentukan aturan dan tatacara kodefikasi penyakit dan
tindakan pada penyakit sistem Endokrin

D.Uraian Materi
Aturan dan Tata Cara kodefikasi ( general coding ) terkait sistem Endokrin

Catatan
Semua neoplasma, baik secara fungsional aktif atau tidak, diklasifikasi pada Bab
II. Kode pada Bab ini (mis. E05.8, E07.0, E16-E31, E34.-) bisa sebagai tambahan
untuk aktifitas fungsional neoplasma dan jaringan endokrin ektopik, atau
hipofungsi kelenjar endokrin akibat neoplasma dan keadaan lain yang diklasifikasi
di tempat lain.

Kecuali:
2. Komplikasi kehamilan, melahirkan dan nifas (O00-O99)
3. Gejala, tanda, dan kelainan klinis dan laboratorium, n.e.c. (R00-R99)
4. Kelainan endokrin-metabolik sementara yang khas pada janin dan neonatus
(P70-P74)
Chapter ini berisi blok-blok berikut:
1. E00-E07 Gangguan pada kelenjar thyroid
2. E10-E14 Diabetes mellitus
3. E15-E16 Gangguan lain pengaturan glukosa dan sekresi internal pancreas
4. E20-E35 Gangguan pada kelenjar endokrin lain
5. E40-E46 Malnutrisi
6. E50-E64 Defisiensi nutrisi lain
7. E65-E68 Obesitas dan hiperalimentasi lain
8. E70-E90 Gangguan metabolic

Kategori asterisk untuk chapter ini adalah sebagai berikut:


1. E35* Kelainan kelenjar endokrin pada penyakit yang diklasifikasi di tempat
lain
2. E90* Kelainan nutrisi dan metabolik pada penyakit yang diklasifikasi di
tempat lain

Gangguan pada kelenjar tiroid (E00-E07)

E00 Sindroma defisiensi iodin kongenital

Termasuk:: Defisiensi iodin lingkungan yang langsung menyerang pasien


atau melalui ibu sewaktu hamil. Beberapa pasien T3/T4-nya normal, tapi
penderitaannya akibat defisiensi pada masa janin. Goitrogen lingkungan
bisa menyebabkan keadaan ini.
Gunakan kode tambahan(F70-F79) untuk retardasi mental yang
berhubungan.
Kecuali: Hipotiroidisme defisiensi iodin subklinis (E02)

Diabetes mellitus (E10-E14)


Diabetes mellitus disebabkan gagalnya produksi insulin (tipe I, insulin-
dependent), atau gagalnya insulin bekerja (tipe II, non-insulin-dependent).
Diabetes mellitus juga bisa terjadi pada keadaan malnutrisi dan kehamilan, pada
neonatus, atau akibat obat-obatan. Akibatnya glukosa tidak bisa memasuki sel dan
kadar gula darah meningkat (hyperglycemia). Gejala yang khas glycosuria, haus
dan lapar, serta kadar glukosa darah yang tidak kembali ke normal dua jam setelah
makan (“glucose tolerance test” terganggu). Hyperglycemia menimbulkan
berbagai macam komplikasi, baik pada mata, ginjal, syaraf, sirkulasi darah perifer,
atau koma.

Karakter-keempat berikut digunakan bersama kategori E10-E14:


.0 Dengan koma
Koma diabetes: dengan atau tanpa ketoasidosis, hiperosmolar,
hipoglisemia
Koma hiperglisemia NOS
.1 Dengan ketoasidosis
Diabetes asidosis atau ketoasidosis tanpa disebutkan koma
.2† Dengan komplikasi ginjal
Nefropati diabetes (N08.3*), glomerulonefrosis intrakapiler (N08.3*)
Sindroma Kimmerstiel-Wilson (N08.3)
.3† Dengan komplikasi mata
Katarak diabetes (H28.0*), retinopati diabetes (H36.0*)
.4† Dengan komplikasi neurologis
Dibabetic: mononeuropati (G59.0*), polineuropati (G63.2*), amiotrofi
(G73.0*)
Neuropati otonom diabetes (G99.0*), polineuropati otonom diabetes
(G99.0*)
.5 Dengan komplikasi sirkulasi perifer
Gangren diabetes, ulkus diabetes, angiopati perifer diabetes† (I79.2*)
.6 Dengan komplikasi lain yang dinyatakan
Arthropathy diabetes (M14.2*), dengan neuropati (M14.6*)
.7 Dengan komplikasi ganda
.8 Dengan komplikasi yang tidak dijelaskan
.9 Tanpa komplikasi
E10. Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM)
Termasuk: Diabetes (mellitus): brittle, juvenile-onset, ketosis-prone, type I
Kecuali: Diabetes mellitus (dalam): obstetri (O24.-), neonatus (P70.2),
malnutrisi (E12.-),
Glycosuria:: renal (E74.8), NOS (R81)
Toleransi glukosa terganggu (R73.0), hipoinsulinaemia pasca-bedah
(E89.1)
E11 Non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM)
Termasuk: Diabetes (mellitus)(nonobese)(obese): adult-onset, nonketotic,
stable, type II
Diabetes non-insulin-dependent pada remaja
Kecuali: Diabetes mellitus (dalam): obstetri (O24.-), neonatus (P70.2),
malnutrisi (E12.-),
Glikosuria: NOS (R81), renal (E74.8)
Toleransi glukosa terganggu (R73.0), hipoinsulinaemia pasca-bedah
(E89.1)
E12 Diabetes mellitus akibat malnutrisi
Termasuk: Diabetes mellitus akibat malnutrisi: insulin-dependent, non-
insulin-dependent
Kecuali: Diabetes mellitus: (dalam): obstetri (O24.-), neonatus (P70.2)
Glycosuria: NOS (R81), renal (E74.8)
Toleransi glukosa terganggu (R73.0), hipoinsulinaemia pasca-bedah
(E89.1)
E13 Diabetes mellitus lain yang dijelaskan
Kecuali: Diabetes mellitus (dalam): obstetri (O24.-), neonatus (P70.2),
Type I (E10.-), Type II (E11.-), akibat malnutrisi (E12.-)
Glycosuria: NOS (R81), renal (E74.8)
Toleransi glukosa terganggu (R73.0), hipoinsulinaemia pasca-bedah
(E89.1)
E14 Diabetes mellitus yang tidak dijelaskan
Termasuk:Diabetes NOS
Kecuali: Diabetes mellitus (dalam): obstetri (O24.-), neonatus(P70.2),
Type I (E10.-), Type II (E11.-), akibat malnutrisi (E12.-)
lycosuria: NOS (R81), renal (E74.8)
Toleransi glukosa terganggu (R73.0), hipoinsulinaemia pasca-bedah
(E89.1)
Gangguan lain pengaturan glukosa dan sekresi pankreas (E15-E16)
E15 Koma hipoglikemik non-diabetik
Koma insulin akibat obat pada non-diabetik, koma hipoglikemik NOS
Hiperinsulinisme dengan koma hipoglikemia
E16 Kelainan lain sekresi internal pancreas
E16.0 Hipoglikemia akibat obat tanpa koma
Tugas:
1. Tugas Terstruktur
Petunjuk:
1. Membagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 mahasiswa
2. Masing-masing kelompok mencari kode penyakit sistem Endokrin
berdasarakan ICD 10 Vol 1 kemudian ke ICD 10 Vol 3, dan berdiskusi
dengan kelompok membahas sesuai judul yang diberikan. Adapun judul
kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1 : Disorder of thyroid gland (E00-E07), Diabetes
mellitus(E10-E14), Other disorders of glucose regulation and pancreatic
internal secretion (E15-E16)
b. Kelompok 2 Disorders of other endocrine glands (E20-E35), Malnutrition
(40-46)
c. Kelompok 3 Other nutritional deficiencies (E50-E64), Obesity and other
hyperalimentation (E65-E68)
d. Kelompok 4 Metabolic disorders (E70-E90)
3. Laporan tugas dituangkan dalam bentuk makalah dengan kertas A4 times
new roman font 12 spasi 1,5 rata kiri kanan.
4. Bentuk laporan tugas disusun dengan mengikuti format sebagai berikut :
SAMPUL DEPAN (COVER)
DAFTAR ISI
BAB I
SKENARIO/TEMA : JUDUL TUGAS DISKUSI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PROBLEM/ANALISIS MASALAH
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
2.Tugas Mandiri
Petunjuk:
a. Buatlah Resume materi perkuliahan
b. Ketik dengan kertas A4 dengan ukuran font 12, jenis tulisan Times New
Roman, spasi 1,5
c. Pada bagian cover sertakan nama dan NIM dan logo
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 1: Tabular List ,


Geneva, 2010.
2. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 2: Instruction
Manual, Geneva, 2010.
3. World Health Organization (WHO), ICD-10, Volume 3: Alphabetical
Index, Geneva, 2010
4. Anggraini, Mayang (2018) klasifikasi kodefikasi terkit penyakit diakses
darihttp://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2018/09/
Klasifikasi-dan-Kodefikasi-Penyakit-Masalah-Terkait-Kesehatan_SC.pdf

Anda mungkin juga menyukai