Anda di halaman 1dari 23

PEDOMAN

MUTU PELAYANAN KLINIS


PUSKESMAS BULELENG III

TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka
sistem nilai dan orientasi dalam masyarakat pun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan lebih bermutu dan menjamin keselamatannya. Dengan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat akan mutu pelayanan Puskesmas maka fungsi pelayanan Puskesmas Buleleng III secara
bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efesien serta memberi kepuasan kepada
pasien, keluarga maupun masyarakat sesuai dengan visi dan misi Puskesmas

Agar pelaksanaan mutu Puskesmas Buleleng III dapat seperti yang diharapkan maka dalam
jangka panjang Mutu Pelayanan klinis merupakan bagian hal yang terpenting di rencanakan oleh
Puskesmas. Melalui rencana strategis Puskesmas perlu disusun Pedoman Pelaksanaan Mutu pelayanan
klinis di Puskesmas Buleleng III. Buku pedoman tersebut merupakan konsep dan program peningkatan
mutu pelayanan klinis di Puskesmas Buleleng III dalam melaksanakan kegiatan peningkatan mutu
pelayanan klinis Puskesmas. Dalam buku pedoman ini diuraikan tentang arahan pelaksanaan kegiatan
peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Mutu pelayanan klinis) adalah untuk
memberikan arahan dan pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan yang mengutamakan
mutu dan kepuasan pelanggan.

2. Tujuan Khusus

 Membuat suatu strategi yang komprehensif tentang upaya peningkatan pelayanan kesehatan
secara berkelanjutan dengan pertimbangan utama kesejahteraan, perlindungan, keamanan,
dan keselamatan pasien.
 Untuk dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam upaya mencegah situasi
yang dapat menimbulkan resiko keselamatan pasien
 Menjelaskan otoritas dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam eksekusi mutu
klinis. Dalam hal ini melibatkan seluruh pegawai Puskesmas untuk ikut serta berperan aktif
dalam implementasi Mutu pelayanan klinis.
 Memfasilitasi komunikasi, pelaporan, dan dokumentasi terhadap seluruh aktifitas
peningkatan mutu pada staf medis, non medis, dan manajemen.

2
C. VISI DAN MISI PUSKESMAS BULELENG III
1. Visi
Mewujudkan masyarakat yang sehat dan mandiri dibidang kesehatan bedasarkan Tri Hita
karana.
2. Misi
a. Mengutamakn upaya promotif dan preventif pada setiap kegiatan Upaya
KesehatanMasyarakat ( UKM ) dan Upaya Kesehatan Peroranagn ( UKP ) tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dan kerja sama lintas sektoral dalam pembangunan
kesehatan.
c. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.
d. Mengembangkan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan yang
mengutamakan kualitas pelayanan

D. KEBIJAKAN MUTU PUSKESMAS BULELENG III

 Mengutamakan Kepuasan pelanggan dengan memberikan pelayanan prima dan


meningkatkan kualitas kinerja yang optimal
 Memberikan pelayanan yang ramah, santun, cepat ,akurat dan mudah diakses
 Menerapkan sistem Mutu Puskesmas yang efektif dan efisien

3
BAB II
PENGERTIAN

A. PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KLINIS


Pengertian mutu beraneka ragam dan dibawah ini ada beberapa pengertian yang secara
sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan

Mutu adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat


konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efesien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan , kemampuan dan masyarakat konsumen.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU KLINIS


Upaya peningkatan mutu klinis adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif
dan integratif yang menyangkut input, proses, output secara obyektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan berdaya guna dan
berhasil guna.

C. INDIKATOR KLINIS
Indikator Klinis adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat mutu pelayanan di area
klinik.

4
BAB III
PRINSIP DAN DIMENSI MUTU KLINIS

Mutu pelayanan kesehatan berarti memberikan pelayanan kepada pasien dengan kompetensi yang
handal, komunikasi yang baik, pengambilan keputusan yang tepat, dan sensitifitas budaya yang kuat.
Mutu adalah konsep yang bersifat komprehensif dan multisegi yang mengukur 1 atau lebih dimensi
mutu, seperti diantaranya kompetensi teknis, akses pelayanan, efektifitas, efisiensi, hubungan
interpersonal, kontinuitas, keselamatan, dan fasilitas (Brown, 2000). Dimensi mutu ini merupakan
kerangka kerja yang dapat digunakan untuk menganalisa masalah kesehatan dan melakukan
pengukuran standar mutu. Setiap dimensi harus didefinisikan sesuai dengan konteks lokal dan program
spesifik yang digunakan Puskesmas. Penjelasan dimensi mutu adalah sebagai berikut:

Dimensi ini mengacu pada pengetahuan, keterampilan,


Kompetensi teknis
capability, dan performa actual para staf klinis dan non
klinis. Untuk professional kesehatan, kompetensi teknis
termasuk pengetahuan klinis tentang pencegahan
penyakit, penetapan diagnosa, pemberian treatment dan
konsuling kesehatan. Kompetensi teknis yang terkait
manajemen kesehatan menyangkut ketrampilan
melakukan pengawasan, memberi pelatihan, dan
menyelesaikan masalah.

Akses pelayanan yang dimaksud adalah bahwa pelayanan


Akses pelayanan
kesehatan tidak dibatasi oleh letak geografis, tingkat
sosial, ekonomi, budaya, organisasi, dan perbedaan
bahasa. Pasien harus mendapatkan pelayanan kesehatan
yang tepat pada saat yang tepat dan oleh staf medis yang
tepat.

Efektifitas Kualitas pelayanan tergantung pada efektifitas


pelaksanaan norma pelayanan kesehatan dan pedoman
klinis. Efektifitas pelayanan terkait dengan tingkatan
dimana hasil (outcome) yang diharapkan dari pelayanan
dapat tercapai. Pasien harus mendapat pelayanan yang
berdasarkan pada informasi ilmiah dan pengetahuan
terkini.

Pelayanan yang efisien adalah pelayanan yang diberikan


Efisiensi
secara optimal ketimbang maksimal. Efisiensi pelayanan
adalah pelayanan yang memberikan benefit yang besar
meskipun dengan sumber daya yang terbatas untuk
menghindari terbuangnya suplai, peralatan, waktu, ide-
ide, dan informasi secara percuma.

Hubungan Hubungan interpersonal terkait dengan interaksi antara


5
pemberi pelayanan dan pasien, manager dan pemberi
interpersonal pelayanan, serta antara tim kesehatan dan masyarakat.
Hubungan interpersonal yang baik terbangun apabila ada
kepercayaan, kredibilitas, respek, kerahasiaan, daya
tanggap, dan empati.

Kontinuitas berarti pasien menerima pelayanan kesehatan


Kontinuitas
secara lengkap dan berkelanjutan sesuai kebutuhannya
tanpa ada interupsi, penghentian sementara, atau bahkan
pengulangan yang tidak perlu. Ketiadaan kontinuitas
dapat berimbas pada efektifitas pelayanan, mengurangi
efisiensi, serta mengurangi kualitas hubungan
interpersonal.

Keselamatan / safety berarti meminimalkan resiko


Keselamatan
terjadinya luka, infeksi, bahaya efek samping, dan bahaya
lain yang berhubungan dengan pemberian pelayanan
kesehatan. Dimensi ini melibatkan pasien dan pemberi
pelayanan. Safety tidak hanya menjadi faktor yang
penting pada pelayanan kesehatan yang kompleks tapi
juga pada pelayanan dasar.

Infrastruktur fisik berarti tampilan fisik dari fasilitas,


Infrastruktur fisik
kebersihan, kenyamanan, privacy, dan aspek lain yang
penting bagi pasien. Insfrastruktur fisik yang memadai
dan membuat pasien/keluarga/pengunjung nyaman dapat
meningkatkan kepuasan mereka serta menunculkan
keinginan untuk kembali lagi mendapatkan pelayanan
kesehatan.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus terintegrasi dan ditunjang dengan sumber daya
yang memadai. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pelayanan yang efisien, efektif, dapat selalu diakses, dan
adil. Untuk mewujudkan hal tersebut, selain dimensi mutu tersebut terdapat pula prinsip panduan yang
digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Prinsip panduan ini merupakan atribut yang
digunakan untuk penyesuaian terhadap inisiatif strategik (Ontario Hospital Association, 2010). Adapun prinsip
panduan tersebut adalah sebagai berikut:

Pasien harus menerima pelayanan yang aman dan bebas dari bahaya
Aman
insiden dan kesalahan.

Pasien harus menerima pelayanan yang sesuai dan berdasarkan ilmu


Efektif
pengetahuan terkini.

Pelayanan yang diberikan harus mengutamakan pelayanan yang dapat


Efisien
memberikan benefit yang besar dan secara berkelanjutan dapat

6
menghindari pemborosan.

Terpusat pada Pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang


pasien disesuaikan dengan kebutuhan dan pilihan setiap individu. Dalam hal ini
provider harus melibatkan pasien dan keluarga dalam menentukan dan
memutuskan pelayanan yang akan diberikan.

Pasien harus menerima pelayanan tepat waktu untuk mendapatkan


Akses
outcome kesehatan yang terbaik.

Setiap pasien harus mendapat pelayanan yang berkualitas sama tanpa


Adil
memandang dari mana mereka berasal dan dimana mereka tinggal.

Semua bagian/elemen dari pelayanan kesehatan harus diorganisir, saling


Terintegrasi
terhubung, dan dapat bekerja sama untuk dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas.

Sumber daya Untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas harus didukung
yang memadai dengan sumber daya yang memadai seperti sumber daya manusia, dana,
peralatan, suplai, dan fasilitas fisik yang dibutuhkan oleh pasien.

Apabila divisualisasi maka prinsip panduan mutu di atas akan tampak seperti di bawah.

Gambar 1. Delapan Prinsip Panduan Mutu

Sumber: QPSP Ontario Hospital Association, 2010

Gambar 1. Delapan Prinsip Panduan Mutu Klinis


Sumber: QPSP Ontario Hospital Association, 2010

Elemen pada prinsip dan dimensi mutu klinis di atas pada dasarnya adalah sama dan merupakan
faktor yang penting dalam menentukan sasaran dan tujuan yang akan menjadi fokus dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Elemen-elemen inilah yang menjadi dasar penyusunan
PEDOMAN MUTU KLINIS sehingga memudahkan menentukan indikator-indikator yang akan
dipantau, baik indikator klinis maupun non klinis.

7
BAB IV
PENYESUAIAN DENGAN INISIATIF
STRATEGIK & PENENTUAN PRIORITAS

A. PENYESUAIAN DENGAN INISIATIF STRATEGIK


Pedoman Peningkatan Mutu Pelayanan Klinis Puskesmas Buleleng III disusun
berdasarkan inisiatif strategik berikut:
1. Mewujudkan pelayanan Puskesmas Buleleng III yang bermutu, mengutamakan
keselamatan dan kepuasan pasien;
2. Membangun cross functional team dan mewujudkan pelayanan yang berfokus pada Patient
Safety

B. PENENTUAN PRIORITAS
Karena keterbatasan sumber daya, Puskesmas tidak dapat mengumpulkan data untuk
mengukur segala sesuatu yang diinginkan. Maka dipilihlah proses klinis dan manajerial serta
hasil mana yang paling penting untuk diukur berdasarkan misi, kebutuhan pasien, dan layanan
yang mereka sediakan. Oleh karena itu, pengukuran sering kali difokuskan pada proses-proses
yang berisiko tinggi bagi pasien, sering sekali dilakukan, atau yang rawan masalah. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab menetapkan seleksi terakhir ukuran penting apa saja yang akan
dimasukkan dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan mutu.
Kegiatan penentuan prioritas dilakukan di tingkat unit/bagian karena permasalahan ada
atau muncul pada tingkat tersebut. Setiap unit/bagian akan menetapkan 1 (satu) atau lebih
masalah dengan mempertimbangkan hal-hal di bawah. Masalah yang menjadi prioritas ini
kemudian dijadikan indikator mutu dan dibuatkan cara pengukuran sehingga memudahkan
untuk memantau dan mengevaluasi hasil perbaikan. Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan
penentuan prioritas adalah (QPSP The University of Toledo Medical Centre, 2011):

1. Memiliki resiko tinggi (high risk)


2. Sering sekali dilakukan (high volume)
3. Besarnya biaya yang dibutuhakan ( hight cost )
4. Merupakan rawan masalah (problem prone)

Hasil penentuan prioritas di tingkat unit/bagian dikumpulkan di tim Mutu Pelayanan


klinis untuk selanjutnya dibuatkan prioritas tingkat korporasi. Penentuan prioritas masalah
tingkat korporasi dilakukan oleh tim Mutu pelayanan klinis bersama Tim mutu Puskesmas dan
Kepala Puskesmas dan unit/bagian terkait. Hasil penentuan prioritas masalah tingkat korporasi
inilah yang nantinya menjadi indikator mutu Puskesmas. Sementara masalah-masalah yang
tidak menjadi prioritas tingkat korporasi akan menjadi indikator mutu unit/bagian. Pemilihan
prioritas masalah tingkat korporasi dituangkan dalam Program Tahunan Peningkatan Mutu
Pelayanan Klinis

BAB V
8
SASARAN, TUJUAN & RUANG LINGKUP

A. SASARAN DAN TUJUAN MUTU KLINIS

Sasaran dan Tujuan Pedoman Mutu Pelayanan Klinis adalah:

a. Memperkuat dan meningkatkan secara kontinyu budaya mutu klinis


b. Meningkatkan sistem pengukuran dan pelaporan
c. Pengukuran data indikator mutu yang representatif
d. Kepatuhan pelaporan
e. Validasi data hasil pemantauan indikator klinis

A. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pedoman Mutu Pelayanan Klinis adalah sebagai berikut:
 Memperkuat dan meningkatkan secara kontinyu budaya mutu klinis
 Pemantauan indikator klinik
 Pemantauan pedoman praktik klinis dan alur klinis untuk 5 area prioritas

BAB VI
9
STRUKTUR ORGANISASI PENINGKATAN MUTU LAYANAN KLINIS

A. TIM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KLINIS

Kepala Puskesmas
dr Dewa Putu Merta Suteja, MAP

Ketua Tim Manajemen Mutu


dr. Gede Sudiarta Martana S

Tim
Peningkatan Mutu Klinis
Desak Putu Suwik Wijayanti
dr Siti Nurul Aisiyah
Laily Eko Yuniastuti

B. URAIAN TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB


1. Kepala Puskesmas (Penanggungjawab)
a. Menetapkan prioritas pendayagunaan seluruh sumber daya Puskesmas Buleleng III dalam
Program Peningkatan Mutu Klinis Puskesmas.
b. Menetapkan reward & punishment terhadap pegawai Puskesmas Buleleng III dalam
Pelaksanaan Program peningkatan Mutu Klinis Puskesmas.
c. Memenuhi kebutuhan sumber daya yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan Program
Pengingkatan Mutu Klinis Puskesmas.

2. Tim Mutu Klinis


a. Menggerakkan seluruh sub tim dalam penyusunan program, pelaksanaan program, evaluasi
program dan tindaklanjut
b. Mengkoordinasikan rapat Tim Peningkatan Mutu Klinis
c. Memecahkan masalah yang muncul dalam pelaksanaan Mutu Klinis
d. Mengkoordinasikan kerjasama antar sub tim
e. Mengevaluasi pelaksanaan program Mutu Klinis.
f. Memecahkan masalah yang muncul dalam pelaksanaan Mutu Klinis
g. Mengkoordinasikan kerjasama antar sub tim
h. Menyiapkan jadwal rapat tim, agenda rapat, surat undangan, notulen rapat
i. Mensosialisasikan hasil rapat tim mutu klinis kepada seluruh pegawai
j. Mengevaluasi pelaksanaan Mutu Klinis.
k. Membuat analisa dan tindaklanjut dari pelaksanaan Mutu klinis

BAB VII
10
MODEL PENINGKATAN MUTU KLINIS

Gambar 1: Focus PDCA

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin
tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi.
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan prses kegiatan
untuk menciptakan kepuasan pelanggan ( Quality Of Customer’s Satisfadction ) yang dilakuka oleh
setiap orang dari setiap bagian Puskesmas Buleleng III
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan diatas mengacu pada siklus pengendalian (control
cycle) dengan memutar siklus ”Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A). Relaksasi (rencanakan-laksanakan-
periksa-aksi) Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai ”siklus shewhart ” karena pertama kali ditemukan
dikemukakan oleh walter shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut ”Siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah
orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk untuk melakuakn perbaikan secara terus menerus
(continous improvement) tanpa henti.

Konsep P-D-C-A tersebut merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas
(quality improvement) secara menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik dan
dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.

Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang
terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetap
standar pelayanan.

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan denagn peningkatan perbaikan berdasarkan siklus


P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle) Diperlihatkan dalam
gambar 3 pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A, hanya dapat berfungsi jika sistem
informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan dalam gambar 4.

11
Pemecahan masalah

A P dan peningkatan

C D

A P Standar
Pemecahan masalah
C D
dan peningkatan

Standar
Gambar 2. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Plan Do Chec
k Action

Corrective Follow UP

Action

Improvement

Gambar 3. Relationship Between Control and Improvment Under P-D-C-A Cycle

Gambar 4. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 datas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran  Plan
12
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pda kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran
tersebut ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung
dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud
tertentu dan disebarkan kepada semua pegawai .Semakin rendah tingkat pegawai yang hendak
dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.

b. Langkah 2. Menentukan Metode untuk mencapai tujuan  Plan


Penetapan tujuan dan sasaran denagn tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai metode
yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua
pegawai dan tidak menyulitkan pegawai untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang
dapat diterima dan dimengerti oleh semua pegawai

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan  Do


Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh
petugas terkait, dilakukan program pelatihan para pegawai untuk memahami standar kerja dan
program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksananakan pekerjaan Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja
mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, keterampilan
dan pengalaman para pegawai dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul
dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidak sempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5. Memeriksa akibat pelaksanaan  Check


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja
yang telah ditetapkandan mengikuti standar kerja, tidajk berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal
yang harus disampaikan kepada karyawan adaah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan , maka
kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik
oleh karyawan maupun oleh manajer . Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat
yang timbul dari pelaksanaan pekerjaann dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6. Mengambil tindakan yang tepat  Action


Pemeriksaan melalui akibatyang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika
penyimpangan telah ditemukan , maka penyebab timbul nya penyimpangan harus ditemukan untuk
mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan . Menyingkirkan faktor
faktor penyebab yang tealah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting
dalam pengadilan.

13
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pekayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan
partisipasi semua pegawai , semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam
pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu skap yang menolak cara
berpikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragnatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang
dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak sseorang untuk
mencapai sasran tersebut.

Partisipasi semua pihak daam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok pegawai yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan
dalam kelompoknya . Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan
adalah pengendalian tidak hanya terhadap output , tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan
akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jikalau terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang
baik antara kelompok pegawai dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk
menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu
proses.

BAB VIII
14
AKTIFITAS PENINGKATAN DAN PENGUKURAN MUTU KLINIS

A. AKTIFITAS MEMPERKUAT DAN MENINGKATKAN SECARA KONTINYU BUDAYA


MUTU KLINIS
Aktifitas diatas terpusat pada pemantauan terhadap pencapaian Indikator Klinis. Secara
umum, setiap unit / instalasi yang terlibat bertanggung jawab dalam melakukan pemeriksaan
harian terhadap pemantauan indikator klinis . Unit / instalasi harus memberikan laporan
pencapaian beserta upaya follow up apabila diperlukan sebelum tanggal 4 setiap bulan ke Tim
Peningkatan Mutu klinis
B. MENINGKATKAN SISTEM PENGUKURAN DAN PELAPORAN
Untuk mencapai kesimpulan dan membuat keputusan, data harus digabungkan, dianalisis,
dan diubah menjadi informasi yang berguna. Frekuensi pengumpulan data bergantung pada
kegiatan atau bidang yang diukur. Data tersebut kemudian harus dikompilasi dan diolah dengan
berbagai alat stastik. Hasil analisa data harus dapat memberikan masukan yang
berkesinambungan yang dapat membantu para pembuat keputusan dalam memperbaiki proses
klinis dan manajerial di Puskesmas.
1. Pengukuran data indikator mutu klinis yang 15rotocol1515tive
Unit bertanggung jawab dalam mengumpulkan data dan kemudian melaporkan kepada Tim
Peningkatan Mutu. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan berbagai metoda
penarikan sampel agar data yang diperoleh dapat mewakili populasi atau unsur sampel
(15rotocol1515tive). Pengambilan data di Puskesmas Buleleng III menggunakan 3 (tiga)
metoda sampling yaitu:
 Total sampling – adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi. Metoda ini digunakan apabila jumlah populasi kurang dari 5000 kunjungan pasien
sehingga seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
 Purposif sampling – adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan
persyaratan sampel yang diperlukan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria).
 Quota sampling – adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah
tertentu sebagai target yang harus dipenuhi. Berdasarkan kebijakan Puskesmas, pengambilan
sampel menggunakan metode Slovin yaitu :

KET : n: jumlah sampel


N: jumlah populasi

e :batas toleransi kesalahan
(error tolerance)dipangkatkan
2 yang digunakan 0.02

 Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi kesalahan. Batas
toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil toleransi kesalahan,
semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Untuk Puskesmas Buleleng III mengambil
angka toleransi kesalahan minimal adalah sebesar 2%. Semakin kecil toleransi kesalahan,
semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.

15
 Dari rumusan diatas perhitungan sampel yang akan dimasukkan sesuai dengan data
kunjungan pasien tahun 2018 di Puskesmas Buleleng III yang sesuai dengan sasaran dalam
16rotocol16 prioritas program Peningkatan Mutu Pelayanan Klinis Puskesmas sebagai
berikut :

Diketahui : Jumlah kunjungan pasien tahun 2018= 20.957 orang


Ditanya : Jumlah sampel =…....?
Rumus : n=N/(1+N.e²)
Jawab : n= 20.957/(1+(20.957 x (0,02)²))
= 20.957/(1+(20.957 x 0,0004))
= 20.957/(1+8.38)
= 20.957/9.38
= 2.234 pasien
Jadi jumlah pasien yang dipergunakan untuk sampel dalam survey Peningkatan Mutu
Klinis adalah sebanyak 2.234 pasien.
Diketahui : Jumlah Kunjungan Pasien tahun 2018 = 20.957 pasien
Jumlah Sampel = 2.234 pasien
Ditanya : Jumlah sampel di masing-masing unit di Puskesmas Buleleng III ?
Rumus : nb = presentase total % x jumlah sampel di masing-masing unit
presentase total (%) = Jumlah sampel/total jumlah kunjungan pasien
tahun 2018 x 100%
Jawab :
Presentasi Total = 2.234 / 20.957 x 100%
= 10,7 %
1. Ruang pemeriksaan umum = 10,7 : 100 x 15.792
= 1.690 orang/ tahun
= 141 orang / Bulan
= 5 orang/hari
2. Ruang pendaftaran dan rekam Medis = 10,7 : 100 x 20.957
= 2.242 orang / Tahun
= 186 orang / Bulan
= 6 orang / hari
3. Ruang Farmasi
Penyediaan obat jadi = 10,7 : 100 x 17.961
= 1.893 orang / Tahun
= 158 orang / bulan
= 5 orang / hari
Berdasarkan perhitungan rumus diatas didapatkan jumlah presentase total sebesar
10,7 %, kemudian hitung jumlah sampel masing-masing unit antara lain jumlah
sampel di Ruang Pemeriksaan Umum sebesar 5 orang/hari, jumlah sampel di Ruang
Pendaftaran dan rekam Medis sebesar 6 orang/hari, Jumlah sampel diruang farmasi
untuk penyediaan obat jadi sebesar 5 orang / hari.
 Frekuensi pengumpulan dan analisa data dilakukan setiap 1 bulan sekali.
16
2. Kepatuhan Pelaporan
Sistematika pelaporan hasil pengumpulan data pemantauan 17rotocol17 mutu adalah sebagai
berikut:
 Unit mengambil data hasil pemantauan di unit/bagiannya masing-masing
 Unit melaporkan data hasil pemantauan ke Tim Mutu Klinis
 Tim Mutu Klinis mengkompilasi dan menganalisa data hasil pemantauan.
 Tim Mutu Klinis juga mengevaluasi performa setiap unit yang memantau 17rotocol17 yang
sama untuk mengetahui unit/bagian mana yang telah melakukan upaya perbaikan mutu paling
baik
 Hasil analisa data tersebut kemudian diuji validasi oleh petugas validasi data
 Tim Mutu Klinis menyusun laporan hasil analisa data untuk periode 3 bulan dan 1 tahun serta
hasil penghitungan performa unit yang terbaik dan melaporkan ke Ketua Tim Manajemen
Mutu Puskesmas
 Ketua Tim Manajemen Mutu memberikan rekomendasi tindak lanjut
 Ketua Tim Manajemen Mutu melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten.

3. Validasi data hasil pemantauan 17rotocol17 klinis


Program perbaikan mutu hanya 17rot valid/sahih bila data yang dikumpulkan valid. Untuk
menjamin hal tersebut, maka perlu dilaksanakan suatu proses internal untuk menyahihkan data.
Validasi data dilakukan pada 17rotocol17 klinis. Menurut standar Mutu Klinis 5 validasi data
dilakukan apabila:
 Suatu ukuran baru diterapkan (khususnya, ukuran klinis yang dimaksudkan untuk membantu
Puskesmas mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang penting);
 Suatu perubahan telah dibuat pada suatu ukuran yang ada, seperti jika alat pengumpulan data
telah diubah atau proses abstraksi data atau abstractor telah diubah;
 Data yang dihasilkan dari ukuran sebelumnya berubah tanpa alasan jelas;
 Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien yang diubah ke format
elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik dan kertas; atau
 Subjek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam umur pasien rata-rata, perubahan
17rotocol penelitian, penerapan practice guidelines (pedoman praktik) baru, atau pemakaian
teknologi dan metodologi perawatan baru.

Aturan pelaksanaan validasi data sebagai berikut:


 Pengumpulan ulang data dilakukan oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam pengumpulan
data orisinil.
 Pembandingan dilakukan antara data orisinil dengan data dari pengumpulan ulang.
 Penggunaan 100% sampel hanya diperlukan apabila jumlah rekor, kasus, atau data lainnya
sangat kecil. Dimungkinkan untuk memakai 15,7 % jika sampel besar.

17
 Hitungan keakuratan dilakukan dengan membandingkan hasil data orang pertama dengan orang
kedua. Hasil data orang kedua harus ≥ 90% dari hasil data orang pertama untuk dikatakan
sebagai data valid.

BAB IX
PELATIHAN, PENDIDIKAN & DUKUNGAN PENINGKATAN KUALITAS STAF
MEDIS

A. PELATIHAN DAN PENDIDIKAN


Pendidikan dan pelatihan (diklat) diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kewaspadaan
petugas serta pemahaman serta pengetahuan mereka terhadap Mutu Klinis. Rencana pelatihan yang
diberikan selama tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Waktu Jenis Pelatihan Peserta


April 2019 Bantuan Hidup Dasar 2 Orang Petugas diruang
tindakan dan 1orang petugas
diruang pemeriksaan umum
Mei 2019 Sosialisasi Bantuan Hidup dasar Seluruh pegawai
oleh tenaga yang terlatih BHD
Mei 2019 Pencegahan dan pengendalian Seluruh pegawai
infeksi
Mei 2019 Sosialisasi Triage Seluruh pegawai

Agustus 2019 Bntuan Hidup Dasar 3 Orang Perawat dan 1


Orang Bidan
September Sosialisasi Bantuan Hidup Dasar Seluruh pegawai
2019 oleh tenaga yang terlatih BHD

B. DUKUNGAN PENINGKATAN KUALITAS STAF MEDIS

Untuk mendukung peningkatan kualitas medis maka Puskesmas menetapkan kewenangan klinis
bagi setiap staf medis. Kewenangan klinis atau clinical privilege adalah hak khusus seorang staf medis
untuk melakukan sekelompok pelayanan medis tertentu untuk suatu periode waktu tertentu yang
dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis. Kewenangan klinis yang diberikan pada staf medis sesuai
dengan rekomendasi dari Kepala Puskesmas. Persetujuan ini ditandai dengan dikeluarkannya Surat
Penugasan Klinis yang berlaku untuk periode 3 (tiga) tahun. Selama periode tersebut, kinerja dokter
akan dievaluasi setiap tahunnya. Evaluasi kinerja dokter dilakukan oleh tim Mutu dan Kepala
Puskesmas Buleleng III. Apabila kinerja dokter tidak baik atau tidak sesuai dengan Surat Penugasan
Klinik, maka akan dilakukan revisi terhadap kewenangan klinis dokter yang bersangkutan. Revisi
dilakukan baik dengan mengurangi atau bahkan mencabut kewenangan dokter tersebut. Demikian juga

18
kewenangan klinis seorang dokter dapat ditambah apabila yang bersangkutan telah selesai mengikuti
pendidikan atau pelatihan untuk menambah kompetensinya.

19
BAB X
PENGHARGAAN TERHADAP UPAYA PENINGKATAN MUTU KLINIS

A. PENGHARGAAN TERHADAP UPAYA PENINGKATAN MUTU KLINIS


Penghargaan diberikan kepada unit/instalasi yang aktif berperan serta dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan. Pada dasarnya pemberian penghargaan ini bertujuan untuk mengenali dan menghargai
upaya-upaya individu dan unit/instalasi yang telah berpartisipasi dalam aktifitas peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Penghargaan yang diberikan adalah peningkatan indeks dalam system remunerasi.
Dalam melaksanakan kegiatan perbaikan mutu Puskesmas Buleleng III menggunakan konsep
PSBH (Problem Solving Better Health). PSBH dilaksanakan di setiap unit/instalasi sesuai dengan
masalah yang ada. Tema yang dibahas merupakan masalah/isu yang menjadi perhatian di tempat kerja
dan dapat diselesaikan dalam waktu 3-6 bulan. Setelah unit/bagian mendiskusikan permasalahan yang
mereka hadapi, kemudian mereka diwajibkan untuk membuat risalah yang menceritakan proses yang
terjadi dalam setiap langkah dalam upaya menyelesaikan masalah. Terdapat 8 (delapan) langkah
pemecahan masalah yang digunakan yaitu:
1. Identifikasi dan menetapkan prioritas masalah
2. Analisis sebab-sebab yang mengakibatkan masalah
3. Menentukan sebab yang paling dominant (sebab) utama
4. Menentukan rencana perbaikan (solusi)
5. Melaksanakan kegiatan perbaikan
6. Memeriksa hasil perbaikan dan menilai (check dan evaluation)
7. Mencegah terulangnya lagi masalah dengan standarisasi
8. Merencanakan penyelesaian masalah berikutnya, dan seterusnya proses berulang-ulang

20
BAB XI
STRATEGI KOMUNIKASI, KERAHASIAAN & REVIEW DOKUMEN DAN RIWAYAT
REVISI

B. STRATEGI KOMUNIKASI
Puskesmas Buleleng III menetapkan jalur komunikasi dalam upaya penyebaran informasi
pada seluruh staf Puskesmas. Berikut ini adalah strategi komunikasi yang diterapkan di
Puskesmas Buleleng III:
1. Channel Komunikasi untuk Pimpinan
 Prosedur dan kebijakan
 Laporan bulanan
2. Channel Komunikasi untuk pegawai
 Instruksi kerja (Bagan alur kerja)
 Rapat koordinasi, pertemuan mingguan, dan pertemuan bagian/unit. Aktifitas ini
membutuhkan kehadiran seluruh staf untuk memudahkan penyebaran informasi. Daftar
kehadiran digunakan untuk memonitor kehadiran seluruh pegawai.
 Notulen rapat Tim Mutu Kklinis. Seluruh notulen dicatat sesuai template notulen dan
disebarluaskan kepada seluruh pegawai terkait.
 Pedoman praktek klinis dan alur klinis. Ini merupakan alat untuk mengkomunikasikan
standar pelayanan.

C. KERAHASIAAN
Puskesmas Buleleng III menjamin kerahasiaan data dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Puskesmas Buleleng III memastikan kerahasiaan data dan informasi pasien, proyek yang
dalam tahap pelaksanaan, serta informasi yang terkait pelayanan kesehatan.
2. Nomor identifikasi pasien serta data dan informasi pasien tidak boleh diberikan kepada pihak
yang tidak berkepentingan.
3. Tim Mutu Klinis memiliki akses dalam penggunaan informasi yang bersifat rahasia.

21
BAB XII
PENUTUP

Keberadaan suatu indikator sederhana untuk mengukur mutu pelayanan di Puskesmas akan
mempunyai manfaat yang sangat banyak bagi pengelolaan Puskesmas, terutama untuk mengukur
kinerja Puskesmas itu sendiri (self assement). Manfaat tersebut antara lain sebagai alat untuk
melaksanakan manajemen kontrol dan juga sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan di
dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang. Namun fungsinya hanya sebagai
alat pemandu.

Upaya peningkatan mutu klinis merupakan kesepakatan/ komitmen di antara seluruh pegawai
dan Kepala Puskesmas. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Mutu Klinis merupakan kegiatan peningkatan
mutu pelayanan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Buku pedoman
Pelayanan Mutu Klinis ini akan dirivew secara berkala paling lambat 3 tahun sekali.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhikurniawan.wordpress.com. 2013. Patient Safety. [online] Available at:


(http://adhikurniawan.wordpress.com/8/) Accessed [03 JNR 2013]
2. Itjen.kemenag.go.id. 2013. Standar Operasional Prosedur. [pdf] Available at: (
http://itjen.kemenag.go.id/web/download/SOP_Itjen.pdf ) Accessed [03 Jnr 2013]
3. JCI-Akreditasirumahsakit.blogspot.com Kebijakan Akreditasi Baru. [online] Available at:
(http://jci-akreditasirumahsakit.blogpot.com/2013/02/daftar_kebijakan-akreditasi-baru.html
Accessed [03 Feb 2013]
4. J. Dunn, Edward. 2013. Root Cause Analysis (RCA): An Essential Element of Asset Integrity
Management and Reliability Centered Mantenance Procedures. [pdf] Available at:
(www.au.af.mil/au/awc/awgoik/nasa/root-cause-analysis) Accessed [07 Feb 2013]
5. Ngada.org. 2013. Permenkes 012 Tahun 2013. [pdf] Available at: (
http://ngada.org/bn413-2013.htm) Accessed at [07 MRT 2013]

23

Anda mungkin juga menyukai