Anda di halaman 1dari 8

STUDI KASUS PASIEN KARDIOVASKULER(HIPERTENSI)

Pasien, Nyonya (E), seorang wanita usia 53 tahun, datang ke Puskesmas Karang Anyar sendiri
dengan keluhan nyeri kepala sejak 1 hari yang lalu, nyeri kepala dirasakan di daerah bagian
kepala belakang dekat tengkuk leher. Nyeri kepala tidak berkurang dengan isitirahat dan
mengganggu aktifitas. Pasien mengeluh jika sakit kepala ini sering kambuh- kambuhan dan jika
gejala timbul pasien baru memeriksakan diri ke puskesmas. Pasien sebelumnya adalah seorang
pedagang dan sudah terkena tekanan darah tinggi sejak 8 tahun yang lalu, kini pasien masih
berdagang dan membatasi pekerjaan yang terlalu berat. Pasien tinggal serumah dengan suami
dan anak ke-4 nya. Nyonya (E), juga menderita penyakit diabetes, mellitus sejak 3 tahun. Pasien
sudah berobat rutin tekanan darah tinggi hingga sekarang dan terkontrol dengan baik. Pasien
mengetahui terkena diabetes mellitus saat 3 tahun yang lalu, awalnya pasien mengalami bengkak
pada daerah pipi dan dagu, bengkak terasa panas dan nyeri, kemudian pasien berobat ke rumah
sakit untuk mendapatkan perawatan dan didiagnosis diabetes mellitus. Pasien juga mengalami
luka pada kaki yang tak kunjung sembuh 3 bulan lalu.

Pasien memiliki kebiasaan prilaku kesehatan yang kurang baik serta memiliki masalah berat
badan yang obesitas. Pasien memiliki riwayat keluarga yang terkena hipertensi dan diabetes
mellitus.

Pasien sudah berobat rutin tekanan darah tinggi hingga sekarang dan terkontrol dengan baik.
Pasien mengalami luka pada kaki yang tak kunjung sembuh 3 bulan lalu. Aktivitas sehari-hari
pasien sebagai pedagang pada hari tertentu, pasien datang ke puskesmas jika ada keluhan atau
sakit, dan pengetahuan tentang hipertensi kurang, Pola makan sayur yang jarang dengan
kebiasaan makanan santan seperti pindang dalam keluarga, tidak berolahraga, konsumsi alkohol
(-). Suami, Tuan (D), merupakan perokok aktif dimana sehari bisa menghabiskan 8 batang per
hari sejak 30 tahun yang lalu, perilaku merokok di luar dan di dalam rumah, konsumsi alkohol
(+).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum: tampak sakit ringan; suhu: 36,2oC; tekanan
darah: 140/90 mmHg;; frek. nadi: 88x/menit; frek. nafas: 20 x/menit; berat badan: 63 kg; tinggi
badan: 154 cm; status gizi: overweight (IMT: 24,6)
Subjektif

a. Data demografi pasien pasien:

Nama : Ny.E

Usia : 53 Tahun

Jenis kelamin : Wanita

Tinggi badan : 154 cm

BB : 63 Kg (Overweight)

b. Keluhan : Nyeri kepala di daerah bagian kepala belakang dekat tengkuk

leher

c. Riwayat keluarga : Hiperetensi dan Diabetes Melitus

d. Riwayat penyakit : DM tipe 2

e. Riwayat pengobatan : -

Obyektif:

Tekanan Darah: 140/90 mmHg

Frekuensi nadi : 88x/menit

frek. nafas: 20 x/menit

status gizi: overweight (IMT: 24,6)

Assesment

PM S,O Terapi Analisis DRP

- Hipertensi  Subjektif - Amlodipin - Terapi HT - Untuk kasus


Stage 1 - Nyeri kepala 1 x 10 mg terlalu cepat hipertensi yang
didaerah diberikan komplikasi
bagian kepala amlodipin dengan penyakit
belakang dekat DM lini
tengkuk leher pertama
 Objektif menggunakan
- Tekanan Darah Acei/ARB.
140/90 mmHg

- DM  Subjektif - Glibenklamid - Penggunaan - Untuk Pasien


- Bengkak 1 x 5 mg OHO Tidak yang Obesitas
daerah pipi sesuai sebaiknya
dan dagu, dengan diberikan obat
bengkak terasa kondisi golongan
panas dan pasien yang metformin
nyeri. obesitas - Tidak diberikan
Mengalami obat untuk
luka pada kaki mengatasi luka
yang tak ppada kaki
kunjung pasien
sembuh 3
bulan lalu

Plan
Terapi Farmakologi
1. Hipertensi

Tata laksana terapi untuk Ny. E pasien ini diberikan. Captropril 2 x 25 mg tablet sehari
(golongan ACEI) jika tidak adekuat maka diganti dengan Amlodipine 1x10 mg sehari
(Golongan CCB). Pada hipertensi diabetes, ACEI adalah lini pertama dalam manajemen
hipertensi, dan dapat digantikan oleh ARB jika pasien tidak toleran terhadap Acei. Penelitian
terbaru menunjukkan ARB menjadi setara dengan ACEI baik dalam mengurangi risiko makro
dan mikrovaskuler. Menambahkan kedua agen ini mungkin memiliki efek menguntungkan pada
proteinuria, namun tidak ada pengurangan risiko tambahan makrovaskular. Tiazid juga dapat
digunakan sebagai obat lini pertama, tetapi lebih baik digunakan bersama dengan ACEI atau
ARB. Beta- blocker terutama jika pasien memiliki penyakit arteri koroner dan CCB yang
digunakan sebagai lini kedua add-on obat. Multidrugs regiment biasanya diperlukan dalam
hipertensi diabetes. Mencapai target BP <130/80 adalah prioritas daripada kombinasi obat yang
digunakan untuk menangkap dan mencegah perkembangan komplikasi makro dan mikrovaskuler
pada hipertensi diabetes.

- Acei

Mekanisme kerja : menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2


sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Vasodilatasi secara
langsung akan menurunkan tekanan darah sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi air, natrium dan retensi kalium.

Efek samping : hiptensi, gangguan fungsi ginjal, batuk kering, angiodema, ruam
kulit, gangguan pengecapan, gangguan saluran cerna (mual, muntah, dyspepsia, diare,
konstipasi, dan nyeri abdomen).

Contoh Obat : Captopril, Lisinopril, Enalapril

- ARB

Mekanisme Kerja : memblokade reseptor AT1 sehingga menyebabkan vasodilatasi,


peningkatan ekskresi Na dan cairan (mengurangi volume plasma), menurunkan hipertrofi
vascular.

Efek samping : hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan kadar rennin tinggi
seperti hipovelemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular, dan sirosis hepatis. Efek
samping lainya: pusing, sakit kepala, diare, penurunan Hb, ruam.
Contoh Obat : Valsartan, Irbesartan, Losartan

- CCB

Mekanisme kerja : menghambat kanal kalsium sehingga menyebabkan terjadinya


relaksasi otot polos yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah

Efek samping : edema, namun terdapat beberapa efek samping juga yang dapat
ditemukan dalam penggunaan amlodipin seperti mual, muntah, sakit perut, mulut kering,
sembelit, hipertrofi gingiva, pusing, sakit kepala dan insomnia, palpitasi, kelainan EKG,
nyeri dada, AV blok (atrioventricular block), reaksi fotosensitivitas, sering buang air
kecil (Poliuria) dan terjadinya peningkatan enzim di hati.

Contoh Obat : Dihidropidin (Amlodipin, Nifedipin, Felodipin)

Non-Dihidropidin (Verapamil dan Diltiazem)

2. Diabetes Melitus

Biguanid Metformin adalah satu-satunya biguanid yang tersedia saat ini. obat ini
digunakan pada penderita diabetes yang gemuk karena obat ini menurunkan nafsu makan
yang menyebabkan penurunan berat badan (Siregar dan Saiful, 2018)

 Ulkus pada kaki pasien


Dalam pengobatan ulkus diabetikum dapat menggunakan seftiakson sebagai terapi
tunggal dan antibiotic seftiakson + Metronidazol sebagai terapi kombinasi (Rahmawati
dkk., 2018). Terapi pengobatan ulkus pada kaki pasien diberikan kombinasi
seftriakson injeksi 1 g/hari dalam dosis tunggal intra muscular dan metronidazole 500
mg 2x1 biasanya selama 7 hari (Pionas,2020). Keterangan pada kasus pasien
menyatakan luka dikaki yang tak kunjung sembuh selama 3 bulan. Pemilihan
kombinasi seftriakson dan metronidazol dilakukan karena pada prinsipnya bakteri
yang menginfeksi merupakan polimikroba, baik bakteri atau flora normal yang berada
di sekitar kulit yaitu bakteri gram positif aerob maupun bakteri gram negatif dan
anaerob yang juga ikut menginfeksi (Setiyanto dan Iin, 2020). Selain itu seftriakson
disarankan karena dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri dimana aktivitasnya
lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain yang memproduksi beta-
laktamase. Sedangkan Metronidazol merupakan antibiotik dengan mekanisme kerja
obat yang aktif terhadap pembunuhan protozoa, hal ini menjadi pertimbangan yang
paling mendasar dalam pemilihan antibiotik empiris. Pemilihan antibiotik empiris
harus tepat, kesalahan pemilihan akan terkait dengan kejadiaan resistensi antibiotik
(Sari dkk., 2018).

Terapi Non Farmakologi

1. Hipertensi

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan
tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dyslipidemia
 Mengurangi asupan garam. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam
pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang,
diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olahraga. Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal
3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak
memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya
 Mengurangi konsumsi alcohol (Soenarta, dkk 2015).

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat
dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak
dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor
risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam),
alkohol, stress, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi.
Pada pasien ini faktor risiko yang paling mungkin ialah konsumsi obat anti hipertensi yang tidak
teratur, overweight, pola makan yang tinggi garam, kebiasaan olahraga yang masih minim, dan
manajemen stress yang kurang baik.

2. Diabetes Melitus

- Makan makanan sehat terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
- Diet yaitu menkonsumsi makanan yang berserat tinggi, rendah gula, dan banyak air putih.
- Olahraga yang teratur.
a. Olahraga intermiten (1 – 3 – 1) untuk mengelola kadar glukosa darah dan memperbaiki
propel lipid. Perbandingan irama gerak 1 (anerob), 3 (aerob), dan 1 (anaerob)
b. Stretching dan loosening untuk kelenturan sendi dan lancarnya aliran darah tepi.
c. Meditasi dan Senam Pernafasan.
Porsi latihan juga harus diperhatikan, latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan,
sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan
tersebut harus memperhatikan intensitas latihan,

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


1. Informasikan kepada pasien untuk patuh dan tepat minum obat
2. Informasikan kepada pasien untuk menurunkan berat badan karena sudah masuk obesitas
untuk membantu pengobatan
3. Informasikan kepada pasien bahwa menjaga makan untuk menstabilkan atau menjaga
gula darah berada dikisaran normal
4. Informasikan pada pasien untuk mengonsumsi obat sotatic hanya jika merasa mual dan
muntah.

Monitoring dan Follow Up


1. Monitoring kadar gula darah setelah terapi
2. Monitoring kembali data lab (SGPT, SGOT, Albumin untuk mencapai ke kadar normal
3. Monitoring efek samping obat yang kemungkinan dapat terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. Makasar : MMN Publishing. 2019.

Medikanto, B.R, 2015. A 53 Years Old Woman With Hypertension Grade I and Diabetes
Mellitus Type 2, J Medula Unila, Vol.3(2)

Rahmawati,M., Vina, M., dan Adam, M.R., 2018, Kaian Kesesuaian Pemilihan Antibiotik
Empiris Pada Pasien Ulkus Diabetikum Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Abdul
Wahab Sjahhrane Samarinda, Mulawarman Pharmaceuticals Conference.

Siregar, J.H., dan Saiful, B., 2023, Edukasi Pemakaian Obat DM Saat Bulan Ramadhan di RS
Citra Medika, Jurnal Kehesabtan Deli Sumatera. Vol.1(1)

Soenarta, A., Erwinanto, A.Sari,M.,Rossana,M, Antonia,A.,Nani,M.,Rarsari, S., 2015, Pedoman


Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovasukular, Article INDONESIAN HEART
ASSOCIATION.

Anda mungkin juga menyukai