Bahasa Arab merupakan bahasa dari kitab suci al-Qur’an yang menjadi pedoman
hidup dan landasan hukum bagi pemeluk agama islam, agama yang terbesar
pemeluknya. Ghalayaini (1984:8) mengatakan Bahasa Arab adalah satuan-satuan
bahasa yang diujarkan oleh orang Arab untuk mengungkapkan maksud dan tujuan
mereka. Bahasa tersebut disalurkan secara turun temurun hingga sampai kepada
umat manusia. Bahasa ini dijaga melalui al-Qur’an al-Karim dan hadits-hadits Nabi
serta karya-karya para sastrawan Arab yang diriwayatkan oleh para penyair Arab
(Nuruddin, 2014:80). Karena dalam mempelajari ilmu linguistik harus memahami
ilmu-ilmunya, maka bahasa Arab pun tidak lepas dari ilmu-ilmu kebahasaan
termasuk sintaksis (nahwu), semantik (dilalah), merfologi (sharf), dan fonologi
(ashwat). Hal ini berbanding lurus dengan yang dikatakan oleh Suhardi dalam
(Hidayah, 2018:46) pembahasan tentang bahasa tidak terlepas dari ilmu yang
mengkajinya yaitu linguistik. Linguistik merupakan ilmu yang berkaitan dengan
bahasa atau induk ilmu bahasa yang objek kajiannya meliputi fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Dari keempat ilmu linguistik tersebut, penelitian ini akan
membahas ilmu turunan dari dua ilmu yaitu morfologi dan semantik, atau yang
disebut dengan morfosmantis.
Pada saat ini kebanyakan buku berbahasa Arab tidak menggunakan syakal seperti
kitab-kitab kuning (kitab turats) yang mengkaji berbagai ilmu seperti ilmu nahwu,
ilmu sharf, ilmu fiqih dan masih banyak lagi. Hal ini terjadi bukan karena belum
adanya sistem syakal (harakat) akan tetapi, karena sistem tanpa syakal ini memang
sudah menjadi kebiasaan. Salah satu alasannya adalah adanya sistem wazan dan
i’rab tanpa syakal pun, tulisan berbahasa Arab itu dapat dibaca melalui wazan dan
i’rab. Ammar mengatakan (dalam Sukamta, 2012:3) wazan mengatur bacaan
sebagian besar kosakata bahasa Arab secara mandiri, artinya bukan dalam
hubungannya dengan kata yang lain. Sedangkan menurut Gholayaini (1984: 9)
wazan adalah patokan bacaan untuk bagian selain akhir kata, berupa urutan harakat
berupa fathah, dhammah, kasrah atau sukun, menggunakan huruf dasar, patokan
atau timbangan ini diterapkan baik pada fi’il atau isim, terutama kata-kata yang
mutamakkin atau yang bukan mabni (tetap).
Peneliti memilih fi’il dalam penilitian ini dikarenakan fi’il sering digunakan dalam
kalam Arab. Sedangkan dalam kalam Arab sendiri ada dua jumlah yang menjadi
pokok yaitu jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyyah. Diantara keduanya sering
dijumpai adanya fi’il (Ma’ruf, 2002:63). Fi’il ini berbeda dengan kalimat-kalimat
lainnya (isim dan huruf) karena fi’il bisa bersambung dengan ta’ fa’il, ta’ ta’nits,
ya’ mukhotobah, dan nun taukid. Selain itu, dikarenakan fi’il ini mengalami afiksasi
(ziyadah) yang merupakan salah satu proses morfologis bahasa Arab yang paling
sering terjadi disetiap kata dalam bahasa Arab (Hidayah, 2018:47).
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembelajar bahasa Arab sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan telebih dalam menambah khazanah ilmu bahasa
Arab terlebih dalam bidang ilmu sharf. Disisi lain, penelitian ini membantu
mahasiswa bahasa Arab sebagai perantara untuk pemahaman mereka dalam ilmu
sharf, khususnya terhadap fi’il-fi’il mazid. Karena menurut penelitian yang
diungkapkan oleh Hidayah (2018:47) menyatakan bahwa pemahaman mahasiswa
bahasa Arab tentang fi’il mazid masih kurang selama proses pembelajaran. Mas’ud
juga mengatakan (2011:7) bahwa kebanyakan dari pelajar merasa bosan dengan
ilmu sharaf ini dan membuat mereka takut untuk mendalaminya, karena ilmu ini
merupakan ilmu yang sangat rumit dan sulit. Oleh karena itu, dalam mempelajari
ilmu ini harus memperbanyak latihan dan membaca teori-teori mengenai dasar-
dasar maupun yang lebih mendalam.
Peneliti juga menggunakan salah satu kitab yang klasikal dikalangan pembelajar
akhlaq (tashawuf) pemula yaitu kitab Ayyuhal Walad (wahai anakku) karangan Al-
Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali, yang diterbitkan Al-
Harmain dengan jumlah halaman dua puluh empat. Hasil penelitian ‘Aliyah (2014)
menemukan 93 data kalimah yang mengalami i’lal bil ibdal diantaranya yang
berbentuk kalimat fi’il yaitu, 31 fi’il madhi(verba perfektum), 15 fi‟il mudhori‟
(verba imperfektum), 1 fi‟il amar (verba imperatif). Dari penelitian diatas peneliti
hanya menelaah dari segi i’lalnya saja dan ditemukan 47 fi’il dengan shigat yang
berbeda. Oleh karena itu, peneliti kali ini berusaha bertabaruk dengan pengarang
kitab ini yaitu Al-Imam Abi Hamid Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali, dan
mempermudah dalam menentukan fi’il-fi’il yang ada dalam kitab ini dengan
mengklasifikasikan menurut wazan-wazannya beserta faidahnya. Karena penelitian
ini dilihat dari dua ilmu linguistik yang sangat pokok yaitu ditinjau dari segi
morfologinya (ilmu sharf) dan semantiknya (ilmu dilalah).
Morfologi
Morfologi sebagai bagian dari ilmu kebahasaan, mempelajari struktur intern kata,
tata kata dan tata bentuk (Kentjono, 39:1990). Penekanan kajian pada ilmu ini
hanya membahas tentang kata sebuah bahasa. Sedangkan Daud (2018:34)
mengatakan bahwasanya morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk
kalimat dan perubahan kalimat yang terjadi seperti halnya pengurangan atau
penambahan dan pengaruhnya terhadap makna yang tercipta. Karena dalam
kajiaannya morfologi mempelajari penambahan maupun pengurangan dengan
maksud menciptakan makna yang berbeda. Dalam istilah bahasa Arab, morfologi
biasa disebut dengan ilmu sharf. Rifa’i mengatakan (dalam Hidayah, 2018:46) yaitu
ilmu yang membahas kaidah/aturan pembentukan kata dalam bahasa Arab dan tidak
membahas tentang i’rab (jabatan kata dalam kalimat) dan bina’, hanya saja objek
kajiannya yaitu berupa isim-isim mu’rab dan fi’il-fi’il mutasharif. Jadi, morfologi
yang dalam bahasa Arab disebut ilmu sharf ini hanya mempelajari mengenai kata
saja terkait perubahan, penambahan maupun pengurangan, dan yang demikian itu
dapat juga mempengaruhi makna yang dimaksud. Dalam penelitian ini akan
berfokus pada fi’il-fi’il mutasharif. Yang dimaksud dengan fi’il-fi’il mutasharif
adalah fi’il-fi’il (kata kerja) yang dapat mengalami perubahan dengan tambahan
maupun pengurangan dengan berbeda-bedanya makna yang diciptakan.
Secara bahasa (terminologi) ilmu sharf adalah perubahan (Mas’ud, 2011:71).
Secara istilah (etimologi) mengetahui perubahan kalimat dengan melihat keadaanya
seperti berharakat atau sukun, terhadap makna yang dimaksud yang tidak bisa
terlepas dari perubahan makna itu. Sejalan dengan apa yang telah dikatakan oleh
Al-Gholayyini (1984:6) ilmu sharf adalah
، واصطالحا هو العلم بأحكام بنية الكلمة، أي تغيريها، ومنه تصريف الرياح.التصريف لغة التغيري
.ومبا ألحرفها من أصالة وزيادة وصحة وإعالل وإبدال وشبه ذلك
Tashrif secara etimologi berarti perubahan. Seperti contoh tasyrifu al-riyah
(perubahan arah angin). Sedangkan secara terminologi, ilmu mengenai hukum-
hukum pembentukan kata dan hal-hal yang terkait dengan huruf-hurufnya,
termasuk huruf asli, huruf tambahan, huruf shahih, i’lal (perubahan huruf ilat),
ibdal(penggantian huruf) dan lain sebagainya.
Fi’il
Fi’il merupakan salah satu bagian dari kalam Arab selain isim dan huruf.
Fi’il adalah kata yang menunjukkan perbuatan yang berhubungan dengan waktu
tertentu. Waktu yang terikat dengan fi’il ini ada 3, yaitu masa lampau, masa
sekarang dan masa yang akan datang. Dalam susunan kaliamat bahasa Arab, fi’il
ini menentukan jenis kalimat yang tersusun. Fi’il menurut keaslian hurufnya itu,
ada kalanya tsulatsi dan adakalanya ruba’i, dan tiap-tiap dari keduanya adakalanya
mujarrod (sepi dari huruf tambahan) dan adakalanya mazid (adanya penambahan
huruf) (Mas’ud, 2011:78). Berdasarkan kala/aspeknya fi’il terbagi menjadi tiga
yaitu madhi, mudhari’ dan amr (Hidayah, 2018:48). Karakteristik fi’il yang lain
menurut Zuhriyah (t.t:4) setiap fi’il dalam bahasa Arab memiliki hubungan
predikatif (alaqah isnadiyah) yang menunjukkan adanya morfem rangkap, yang
terdiri dari fi’il dan fa’il.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Daud (2018:34), perubahan pada pembentukan
kata memberikan perubahan makna semantis, yang berupa kalimat lain, seperti
shighat fi’il berupa fi’il madhi, fi’il mudhare’ dan fi’il amr yang menunjukkan
suatau kejadian dan waktunya, dan setiap penambahan terhadap fi’il, taukid
(penguatan) dan tadh’if (mendobelkan huruf) juga memberikan perubahan makna.
Huruf-huruf ziyadah (tambahan) yang dihimpun dalam jumlah " "سألتمونيjika
ditambahkan pada struktur kalimat maka dapat menjadikan macam-macam makna
semantis sesuai huruf yang ditambahkan. Selain itu fi’il ini juga dapat menglami
afiksasi. Afiksasi merupakan salah satu bagian dari morfologi. Karena dalam
kajiannya afiksasi merupakan sub bagian yang mengarah pada pembentukan kata.
Ramlan mengatakan (1985:56) bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang
di dalam suatu kata, merupakan unsur yang bukan kata dan bukanpokok kata, yang
merniliki kesanggupan melekat pada satuan satuan lain untuk membentuk kataatau
pokok kata baru.Verhaar (1993:60) mengatakan bahwa afiks ini selalu berupa
morfem terikat dan dapat dirangkai pada awal kata, akhir kata, kombinasi dari
keduanya dan berupa sisipan. Artinya, dalam proses afiksasi ini bertujuan untuk
membentuk sebuah kata baru dari bentuk kata dasar ada dengan morfem yang ada.
Fi’il terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan kriterianya masing-masing,
di antaranya (Hidayah, 2018:48):
ّ الفعل
املجرد الفعل املزيد
ّ
املجرد الثالثي ّ
املجرد الرباعي املزيد الثالثي املزيد الرباعي
بحرف بحرفين
Fi’il tsulasi mujarrod merupakan salah satu pembagian fi’il dari segi keaslian
hurufnya. Fi’il tsulasi mujarrod adalah fi’il yang ketiga hurufnya yaitu fa’ fi’il, ‘ain
fi’il dan lam fi’ilnya masih asli (Mas’ud, 2011:76(. Fi’il tsulasi mujarrod ini
mempunyai pengelompokan lima wazan (Mas’ud, 2011:41), yaitu wazan - فَ َع َل
يَ ْف ُع ُل, wazan يَ ْفعِ ُل- َف َع َل, wazan يَ ْف َع ُل- َف َع َل, wazan يَ ْف َع ُل- َفعِ َل, dan wazan - َف ُع َل
يَ ْف ُع ُل.
Akan tetapi dalam redaksi lain menyatakan bahwa ada enam wazan yang terdapat
pada fi’iltsulatsi mujarrod. Pada wazan yang terakhir ini –dengan dibaca kasrah
يح ِس م
‘ain fi’ilnya pada madhi dan mudhori’- seperti lafadz ب
ْ َ - َحس َب. Seperti yang
ِ
diungkapkan dalam nadhom berikut :
Fi’il tsulasi mazid merupakan bagian kedua dari fi’il yang dilihat dari segi keaslian
hurufnya. Karena fi’il tsulasi terdiri dari huruf-huruf aslinya yaitu fa’ fi’il, ‘ain fi’il
dan lam fi’ilnya dan ada juga yang mendapatkan tambahan. Al-Hamalawi
mengatakan penambahan yang terjadi pada kata dasar yang terdapat pada verba
(fi‟il tsulasi mazid) yang setelah mendapat (imbuhan) dengan menggunakan huruf
ziyadah menjadi fi’il tsulasi mazid yang menyebabkan jumlah huruf dalam kata
tersebut menjadi empat huruf (tsulatsi biharfin wahidin), atau lima huruf (tsulasi
mazid biharfaini), atau enam huruf (tsulatsi mazid bi tasalatsati ahruf) (Zahriyah,
t.t:4(. Mas’ud (2011:76) mengatakan huruf-huruf ziyadah yang ditambahkan hanya
huruf-huruf yang terhimpun pada kalimat سألتمونيهاkecuali pada ilhaq dan tadh’if
(mendobel huruf). Karena pada keduanya ditambahkan dengan huruf yang sesuai
dengan wazan. Selain membahas dalam ranah kajian morfologi (ilmu sharf),
penambahan huruf ini juga mengakibatkan perubahan makna.
Berdasarkan beberapa uraian yang telah dijelaskan diatas,terdapat empat jenis
ziyadah dalam bahasa Arab dan akan menjadi kajian dalam penelitian ini, yaitu:
a. Prefiks (sabiqah)
Yaitu afiks/charf ziyadah yang diletakkan di depan kata dasar (Hidayah, 2018:49).
Prefiks ini juga disebut dengan awalan (Kentjono, 1990:44).Seperti pada kata أفعل
yang mendapatakan tambahan huruf أdidepan.
b. Infiks (dakhilah)
Yaitu afiks yang ditambahkan ditengah, yang disebut dengan sisipan(Kentjono,
1990:44). Proses imbuhannya disebut sebagai infiksasi (Hidayah, 2018:49). Seperti
pada kata فعّلyang mendapatkan imbuhan berupa pendobelan huruf ditengah.
c. Konfiks
Yaitu afiks/charf ziyadah yang terdiri atas dua unsur, yaitu di depan dan di belakang
bentuk dasar, dan proses imbuhan tersebut disebut konfiksasi. Atau disebut juga
dengan sirkumfiks (Kentjono, 1990:44). Seperti pada kata ّ احمرyang mendapatkan
imbuhan اdidepan dan pendobelan pada huruf akhir.
d. Kombinasi (Mamzuju ziyadah)
Hidayah (2018:49) mengatakan bahawa Mamzuju ziyadah dapat terbentuk antara
prefiks dan infiks. Seperti kata اشتغلyang berasal dari dasar شغلmendapatkan
prefiks اdan infiks ت, atau kombinasi konfiks dan infiks seperti pada kata ّاحضار.
Semantik
Sedangkan ilmu yang membahas mengenai perubahan makna ini dalam bidang
linguistik biasa disebut dengan semantik (Ainin & Asrori, 2008:6). Semantik dalam
bahasa Arab sendiri sering disebut dengan ( داللةdilalah). Pembatasan makna yang
akan diteliti yaitu dari makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah
makna dasar yang terdapat pada setiap kata, sedangkan makna gramtikal adalah
makna berdasarkan konteks (Ainin & Asrori, 2008:38). Apabila diambil
kesimpulan dari beberapa pendapat para pakar linguistik dapat dikatakan bahwa
makna leksikal merupakan makna yang sesuai dengan referennya (acuannya)
meskipun kata yang digunakan sudah masuk dalam kalimat. Sedangkan makna
gramatikal merupakan makna yang tercipta karena akibat adanya proses
morfologis.
Dengan adanya afiks (huruf ziyadah) dalam bahasa Arab berupa huruf-huruf yang
dihimpun dalam kalimat سألتمونيmemberikan makna yang memang dikehendaki.
Tambahan huruf ini adakalanya satu huruf, dua huruf, maupun tiga huruf sesuai
dengan wazan pembentukannya. Selain mempengaruhi dalam morfologisnya,
penambahan ini juga berpengaruh pada semantisnya berupa timbulnya makna-
makna yang baru.
ataupun makna kotor seperti نظفdan طهر, atau دنسdan وسخ, yang terakhir adalah
fi’il yang menjadi akibat terhadap fi’il sebelumnya yang membutuhkan maf’ul bih.
b. Fi’il Muta’addi
Fi’il muta’addi merupakan fi’il yang bersambung dengan maf’ul bih tanpa
perantara huruf jar (Abdillah, t.t:412). Sedangkan Mas’ud (2011:89) mengatakan
bahwa fi’il muta’addi adalah fi’il yang memerlukan adanya maf’ul bih. Fi’il ini juga
disebut dengan waqi’ atau mujawiz.
Tanda dari fi’il ini adalah apabila bersambung dengan ha’ dhommir dan itu
merupakan ha’ yang murni untuk maf’ul bih. Berbeda dengan ha’ masdar yang
bersambung dengan fi’il muta’addi maupun lazim, maka ha’ tersebut tidak
menunjukkan muta’addinya fi’il seperti (الضرب ضربته زيداAbdillah, tt:412).
Makna Fi’il Tsulatsi Mazid
Tambahan Satu Huruf
Fi’il ini juga disebut dengan fi’il mazid ruba’i, karena pembentukannya ada
penambahan satu huruf terhadap fi’il tsulatsi mujarrod. Pembagian pada fi’il ini ada
tiga wazan yaitu 1) فعّل2) فاعل3) أفعل.
a. Wazan فعّل
Fi’il tsulatsi mujarrod diikutkan wazan فعّلdengan menambahkan tadl’if
(mendobel ‘ain fi’ilnya) berfaidah : 1) ta’diyyah ( )للتعديةmenjadikan fi’il lazim
menjadi fi’il muta’adi (menjadikan fa’ilnya fi’il menjadi maf’ul), 2) taktsir( )للتكثير
untuk menunjukkan banyaknya perbuatan, 3) nisbatul fi’il ()لنسبة المفعول إلى أصل الفعل
menisbatkan objek dengan kata dasar fi’il, 4) menghillangkan makna dasar fi’il dari
objeknya (maf’ul), ()لسلب أصل الفعل من المفعول, 5) ( )التخاد الفعل من االسمmembuat fi’il
dari sebuah isim.
b. Wazan فاعل
Fi’il tsulatsi mujarrod diikutkan wazan فاعلdengan menambahkan alif setelah fa’
fa’il berfaidah: 1) musyarokah (persekutuan) antara dua orang, 2) Berfaidah
sebagaimana wazan فعّلyang berfaidah taktsir (memperbanyak), 3) Berfaidah
sebagaimana wazan أفعلyang berfaidah ta’diyah, 4) Berfaidah sebagaiman
mujarrodnya.
c. Wazan أفعل
wazan yang tidak ditemukan dalam kitab Ayyuhal Walad ini, seperti wazan افعل
ّ ,
wazan افعوعل, wazan افعال
ّ , dan wazan افعول
ّ . Fi’il yang paling banyak adalah fi’il
a. wazan أفعل
Pada wazan ini ditemukan 39 fi’il yang berfaidah ta’diyah, 4 fi’il berfaidah
melebihkan dalam makna (mubalaghoh lilma’na), dan 2 fi’il yang berfaidah adanya
sumber fi’il itu di fa’ilnya.
b. wazan فعّل
Pada wazan ini ditemukan 18 fi’il yang berfaidah ta’diyah, 3 fi’il berfaidah
banykanya perbuatan(taktsir), 1 fi’il berfaidah nisbatnya maf’ul terhadap sumber
fi’il ()لنسبة المفعول إلى أصل الفعل, 1 fi’il berfaidah ittikhad.
c. wazan فاعل
Pada wazan ini ditemukan 7 fi’il yang berfaidah musyarokah bainatsnain, 5 fi’il
berfaidah ta’diyahnya أفعل, 3 fi’il berfaidah taktsir.
d. wazan افتعل
Pada wazan ini ditemukan 10 fi’il yang berfaidah mubalaghoh, 4 fi’il berfiadah
muthawaah,5 fi’il berfaidah membuat sesuatu dari asal fi’il, 1 fi’il berfaidah thalab,
1 fi’il berfaidah musyrakahnya تفاعل, 7 fi’il berfaidah mengganti fi’il tsulatsi
mujarrodnya.
e. wazan تفعّل
Pada wazan ini ditemukan 5 fi’il yang berfaidah takalluf, 2 fi’il berfiadah
shairuroh, 3 fi’il berfadah ittilhad, dan untuk muthawaah, fa’il menjadikan maf’ul
sebagai asal fi’il, menunjukkan bahwa fa’il menjauhi suatu perbuatan, masing-
masing 1 fi’il.
f. wazan تفاعل
Pada wazan ini ditemukan 2 fi’il yang berfaidah mengganti tsulatsi mujarrodnya, 1
fi’il berfiadah menunjukkan keberhasilan perbuatan (asal fi’il) berkali-kali.
g. wazan انفعل
Pada wazan ini ditemukan 3 fi’il yang berfaidah muthawaah fi’il tsulatsi
mujarodnya.
h. wazan استفعل
Pada wazan ini ditemukan 3 fi’il yang berfaidah takalluf, 2 fi’il berfiadah
muthawaah,2 fi’il berfaidah wujdan sifah, 1 fi’il berfaidah thalab, 1 fi’il berfaidah
thalab, 1 fi’il berfaidah mengganti fi’il tsulatsi mujarrodnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah ditemukan terdapat 286 fi’il berdasaarkan
keaslian hurufnya. 146 fi’il merupakan fi’il yang masih asli hurufnya secara
kesluruhan, atau disebut dengan tsulatsi mujarrod, sedangkan 140 fi’il merupakan
fi’il yang mendapatkan tambahan hurufnya, atau yang disebut dengan fi’il tsulatsi
mazid. Dengan bervariatif wazan dari data yang ditemukan, berupa 44 fi’il yang
mengikuti wazan (يَ ْف ُعل - ) َف َع َل, 42 fi’il mengikuti wazan (يَ ْفعِل- ) َف َع َل, 38 fi’il
ُ ُ
mengikuti wazan ( يَ ْف َعل- ) َف َعل, 16 fi’il mengikuti wazan bab 4 ( يَ ْف َعل- ) َفعِل, 5
ُ َ ُ َ
fi’il mengikuti wazan (يَ ْف ُعل - ) َف ُع َل, dan 1 fi’il mengikuti wazan (يَ ْفعِل - ) َفعِ َل.
ُ ُ
Sedangkan pada fi’il tsulatsi mazid 45 fi’il mengikuti wazan أفعل, 21 fi’il mengikuti
wazan فعل
ّ, 15 fi’il mengikuti wazan فاعل, 30 fi’il mengikuti wazan افتعل, 15 fi’il
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan
beberapa saran kepada dosen/guru, pembelajar bahasa Arab dan pembaca agar
mampu meningkatkan kemampuan berbahasa khususnya dalam hal penguasaan
kaidah bahasa Arab yang berhubungan dengan fi’il mujarrod dan mazid,
yaitu:
1. Dosen/Guru, Agar selalu melatih peserta didiknya dalam mengasah
kemampuan berbahsa Arabnya, terlebih dalam kaidah kebahasaannya.
2. Pembelajar bahasa Arab, hendaknya dapat meningkatkan kemauan,
kemampuan, serta wawasan berpikir tentang bahasa Arab agar mudah
dalam menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan linguistik Arab
terutama tentang fi’il mazid.
3. Pembaca, hendaknya dapat lebih kritis dan tanggap dalam melakukan
penelitian-penelitian tentang kebahasaan/linguistik.
DAFTAR RUJUKAN
Ainin, Moh.. Asrori, Imam. 2008. Semantik Bahasa Arab. Surabaya:Hilal Pustaka.
Al-‘Aqiliy, Abdullah. 2009. Syarh Ibn ‘Aqil ‘Ala Alfiyyah. Jeddah:Al-Harmain
Al-Gholayini, Musthofa. 1984. Jami Al-Durus Al-‘Arabiyyah. Kairo:Darul
Ilmiyyah.
Hidayah, Nur. Busri, Hasan. Kuswardono, Singgih. 2018. Fi’il Mazid Dalam Al-
Qur’an Juz 1 (Tinjauan Morfosemantis). Lisanul Arab 7(1). Dari
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/laa/article/view/26079
Himmatul ‘Aliyah, Zudha. 2014.I’lal Bil Ibdal Dalam Kitab Ayyuhal Walad
(Analisis Morfofonologi). Skripsi tidak diterbitkan. Semarang:Universitas
Negeri Semarang
Mas’ud, Sa’duddin. 2011. Syarh Tasrif Al-‘Izzi. Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah Al-
Sa’udiyyah:Dar Al-Manhaj