Anda di halaman 1dari 6

Sistem Fonetik dan Sistem Alfabetis Khusus Dalam Penyusunan Kamus Bahasa

Arab

A’yunin Aditya Fajrin (210104210046)

Afifah Shofia Faradisa (210104210055)

Hakiki Rikza Irnaini Al Badri (210104210076)

Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

A. Latar Belakang
Dalam bahasa Arab, kamus disebut dengan istilah al-mu’jam atau al-qamus,
sedangkan menurut istilah yang dipaparkan oleh Ahmad Abdul Ghafur, kamus adalah
sebuah buku yang memuat sejumlah besar kosakata bahasa yang disertai
penjelasannya beserta penafsiran makna dari kosakata tersebut yang disusun sesuai
dengan sistematika tertentu berdasarkan lafal ataupun makna 1. Terdapat beberapa
istilah dalam bahasa Arab yang dipakai untuk menyebutkan kamus, yaitu mu’jam,
qamus, fihris, mausu’ah (ensklopedi) dan musrid (indeks, glosarium).
Kamus, ensklopedia, indeks, glosarium merupakan kumpulan kosakata yang
dilengkapi makna dan keterangan yang bertujuan untuk menjelaskan informasi yang
berhubungan dengan kosakata tersebut. Kosakata dan maknanya disusun secara
teratur berdasarkan sistematika yang telah dipilih oleh penyusun kamus guna
memudahkan pengguna atau pembaca dalam memahami makna dan informasi tentang
kata yang dicari2. Kamus merupakan sejenis buku rujukan yang menerangkan makna
sebuah kata. Kamus berfungsi untuk membantu seseorang dalam mengenal kosa kata
baru. Selain itu, kamus juga berfungsi untuk menerangkan maksud sebuah kata.
Dalam penyusunannya, penyusun kamus memakai beberapa sistematika
penyusunan yaitu sistem lafal dan sistem makna. Sistem lafal merupakan sebuah
kamus yang kata-kata didalamnya disusun secara berurutan berdasarkan urutan lafal
dari kosakata yang terhimpun, bukan berdasarkan medan makna. Sejak munculnya
kamus bahasa Arab pertama yaitu kamus Al-'Ain yang diperkenalkan Khalil bin
Ahmad Al-Farahidi, sistematika penyusunan kamus lafal terus berkembang pesat
seiring dengan kebutuhan para pengguna kamus. Pencarian makna kata dengan cara
1
Ahmad Abdul Ghafur Atthar. (1979). Muqaddimah Al-Shihah. Beirut: Dar Al-Ilm Lil Malayin. Hlm. 38.
2
Taufiqurrochman. (2008). Leksikologi Bahasa Arab. Yogyakarta: UIN Malang Press. Hlm. 133-134.
melihat lafal menjadi trademark kamus-kamus bahasa Arab. Bahkan, kamus-kamus
makna atau tematik hanya dipandang sebagai kamus yang membahas tafsir makna
sebagaimana kitab-kitab tafsir Al-Qur'an dan bukan lagi sebagai sebuah kamus
bahasa.
Dalam sejarah perkembangan kamus bahasa Arab, terdapat lima model
sistematika yang pernah digunakan oleh para leksikolog Arab dalam menyusun
kamus-kamus lafal, yaitu: sistem fonetik, sistem alfabetis khusus, sistem sajak, sistem
alfabetis umum, dan sistem artikulasi 3. Akan tetapi yang akan diteliti adalah sistem
fonetik dan sistem alfabetis khusus. Sistem fonetik merupakan model penyusunan
kamus pertama yang diperkenalkan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy berdasarkan
makharijul huruf4. Adapun sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan kamus
yang diperkenalkan oleh Abu Bakar Bin Duraid berdasarkan urutan huruf hijaiyah
yang telah disusun oleh Nasr bin Ashim, yaitu mulai dari huruf alif sampai huruf ya’.
Sebelum mengarah pada rumusan masalah yang akan peneliti teliti, peneliti
akan memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan tema yang akan
peneliti angkat. Peneliti ibelum imenemukan ikajian ipustaka iyang sangat berkaitan.
Namun, berikut imerupakan ibeberapa ikajian ipenelitian iterdahulu iyang irelevan
dengan ipenelitian iini.
Muh. Busro dalam jurnal penelitiannya berjudul Sejarah Perkamusan Bahasa
Arab di Indonesia. Penelitian ini menjelaskan berbagai ragam karya leksikografi yang
berkembang di Indonesia, baik itu termasuk kamus ekabahasa maupun dwibahasa
untuk menjelaskan makna bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, seperti Jepang,
Perancis, Italia, Mandarin, Inggris, Arab, Spanyol dan lain- lain.5
Selanjutnya, Nana Jumhana dalam jurnal penelitiannya berjudul Nasy’at Al-
Ma’ajim Al-Lughowiyyah Al-Arabiyyah Wa Tathawwuruha. Penelitian in fokus
kepada penyusunan bahasa Arab dalam bentuk yang dikenal sekarang dan bagaimana
perkembangannya.6
Amir Syuhada juga melakukan sebuah penelitian berjudul Relevansi
Sistematika Pembentukan Rubâ’I Ibnu Faris dalam Perkembangan Bahasa Arab.
Dalam penelitiannya peneliti mempunyai Sebuah pemikiran yang sangat besar dalam
3
Ibid, 170.
4
Dian Malinda. (2017). Histori Leksikografi Bahasa Arab Dan Urgensitas Leksikon Dalam Pembelajaran
Bahasa Arab. Jurnal Ilmiah Pesantren. Vol. 3, No. 1. Hlm. 370.
5
Muh. Busro, Sejarah Perkamusan Bahasa Arab Di Indonesia. El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama Volume 4,
Nomor 2, Desember 2016; hal 15-33
6
Nana Jumhana, Nasy’at Al-Ma’ajim Al-Lughowiyyah Al-Arabiyyah Wa Tathawwuruha.hal.89
perkembangan bahasa Arab muncul pada abad ke empat dari seorang ulama nahwu
madzhan Baghdad yaitu Ibnu Faris, dimana pembahasannya mengenai asli kata yang
lebih dari tiga huruf dikaji secara sistematis kemudian tertulis dalam sebuah kamus
dengan terperinci. Pembahasan ini mendapat apresiasi yang besar dari ulama-ulama
nahwu dan ummat muslim pada pada umumnya, karena belum ada yang membahas
masalah ini secara terperinci dan langsung diterapkan dalam penyusunan sebuah
kamus.7
Selanjutnya adalah sebuah makalah yang disusun oleh Ahmad Luqman Hakim
dan Ferdian Rikza dengan judul Sistematika Penyusunan Kamus Berdasarkan Entri,
Jumlah Bahasa dan Masa/Periode. Makalah ini menekankan bahwa kamus tidak
hanya berisi tarjamah, tetapi juga dapat berisi pengucapan, suku kata, etimologi
(cerita kata), dan contoh penggunaan. Kamus istilah juga diterapkan pada daftar
sistematis istilah khusus seperti singkatan, slang atau etimologi, atau daftar di mana
istilah khusus dari topik tertentu didefinisikan.8
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa setiap leksikolog pasti
mempunyai kecendurangan terhadap sistematika yang akan dipakai dalam
penyusunan kamusnya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui sistematika yang
dipakai dalam lima model sistematika kamus lafal, khususnya sistematika penyusunan
pada sistem fonetik dan sistem alfabetsi khusus. Maka dari itu, peneliti membatasi
rumusan masalah pada 1) Bagaimana sistematika penyusunan kamus menurut sistem
fonetik?, dan 2) bagaimana sistematika penyusunan kamus menurut sistem alfabetis
khusus?
B. Kajian Teori
1. Sistem Fonetik (Nidzam Al-Shauti)
Nidzam Al-Shauti (sistem fonetik) merupakan model penyusunan kamus
pertama yang diperkenalkan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy. Khalil
menyusun kata-kata yang berhasil ia kumpulkan dengan cara mengatur urutan
kata-kata secara tertib berdasarkan urutan huruf yang muncul dalam makharij al-
huruf atau tempat keluarnya huruf hijaiyah menurut sistem fonetik dalam ilmu
fonologi (Ilm Al-Ashwat) yang kemudian lebih dikenal dengan istilah nidzam al-
shauty.
7
Amir Syuhada, Relevansi Sistematika Pembentukan Rubâ’I Ibnu Faris dalam Perkembangan Bahasa Arab,
Jurnal At ta’dib, Vol. 6 No.I , Juni 2011; hal.169-182
8
Ahmad Luqman Hakim, Ferdian Rikza. Makalah : Sistematika Penyusunan Kamus Berdasarkan Entri, Jumlah
Bahasa, Dan Masa/Periode. Universitas Ahmad Dahlan 2013.
Faktor yang melatarbelakangi Khalil bin Ahmad al-Farahidy menyusun kamus
dengan model ini adalah (1) menghindari pengulangan kata dalam kamus, (2)
mencakup semua materi/kata, (3) memudahkan pembaca dalam mencari makna
kata, dan (4) tidak ingin meniru sistem urutan huruf al-Hijai (alfabetis) dan
obsesinya melahirkan kamus bahasa Arab yang beda dengan kamus-kamus bahasa
lainnya.
Khalil memang sosok linguist yang kreatif dan memiliki obsesi besar untuk
melahirkan kamus khas bahasa Arab. Madzhab Khalil, begitu nama lain sistem
fonetik ini dikenal, memang berbeda dengan sistem urutan huruf al-Hijai yang
diperkenalkan oleh Nasr bin 'Ashim, sebab Khalil menganggap urutan huruf-huruf
al-Hijai lebih mengedepankan keserupaan tulisan huruf (taraduf). Misalnya, huruf
Ba, Ta', Tsa', lalu Jim, Ha, Kha, dan seterusnya, hanya sekumpulan simbol yang
sama persis dengan hanya penambahan titik di bawah atau di atas huruf. Baginya,
sebuah huruf hanya merupakan simbol dari suara, dan suara adalah karakter dasar
dari sebuah bahasa.
Pola pikir di atas yang mendorong Khalil menyusun kamus lafal berdasarkan
suara huruf yang keluar dari makhraj-nya. Karenanya, ia menolak munculnya
kamus-kamus bahasa yang hanya memuat kumpulan makna kata yang
berdasarkan urutan huruf hijaiyah ala Nasr bin 'Ashim. Khalil menginginkan
eksistensi kamus bahasa Arab harus terbit dengan karakteristik yang berbeda
dengan kamus-kamus bahasa asing lainnya.
2. Sistem Alfabetis Khusus (Nidzam al-alfaba’i al khas)
Sistem alfabetis khusus atau dalam bahasa Arab biasa disebut dengan Nidzam
al-alfaba’i al khas adalah sistem penyusunan kamus yang diperkenalkan oleh Abu
Bakar Bin Duraid (233-321 H) melalui kamusnya yang berjudul Jamharah Al-
lughah atau terkenal dengan nama Kamus Al-Jamharah. Adapun yang dimaksud
dengan sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan urutan kata-kata dalam
kamus bedasarkan urutan huruf hijaiyah yang telah disusun oleh Nasr bin Ashim,
yaitu urutan mulai dari alif, ba’, ta’, tsa’ dan setersunya sampai huruf ya’ seperti
susuan huruf hijaiyah yang kita kenal saat ini. Urutan menggunakan sistem
afabetis khas ini lebih mudah dan lebih populer dikalangan masyarakat, berbeda
dengan urutan huruf yang berdasarkan makharj al-huruf yang hanya dikenal oleh
orang-orang tertentu yang mengerti tentang ilmu tajwid.
Ada 2 faktor yang melatar belakangi Ibnu Duraid dalam menyusun sistem
alfaba’i khas, yaitu:
1) Karena masyarakat Arab kesulitan dalam mencari makna dalam kamus
yang menggunakan sistem fonetik seperti kamus Al-‘Ain yang disusun
oleh Khalil dan kamus-kamus lain yang beredar saat itu. Kesulitan tersebut
dialami oleh masyarakat yang tidak mengenal urutan huruf yang
berdasarkan makhraj. Selain itu, beberapa kamus yang menggunakan
sistem fonetik dianggap tidak konsisten dengan urutan huruf yang
bersistem fonetik. Ada kamus yang dimulai dengan huruf ‘ain, ada yang
dimulai dengan huruf ha’ dan lain sebagainya.
2) Susunan huruf hijaiyah yang disusun oleh Nasr bin Ashim telah populer
dikalangan masyarakat saat itu karena dianggap sangat mudah dalam
memahami dan menghafalnya. Apalagi, urutan huruf hijaiyah tersebut
didukung oleh pemerintah dan diakui oleh ulama dan masyarakat sebagai
sistem baku dalam penyusunan buku-buku islami selain kamus bahasa.
C. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu riset kepustakaan (Library Research). Adapun
penelitian kepustakaan (Library Research) sering disbut dengan studi pustaka atau
bisa diartikan dengan metode pengumpulan data-data pustaka yang dilakukan dengan
membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian.9 Dalam buku “Metode Penelitian
Pendidikan” karya Mahmud dijelaskan bahwa penelitian kepustakaan adalah
penelitian yang dilaksanakan dengan membaca buku-buku, majalah, dan sumber data
yang lainnya untuk mendapat data dari berbagai macam sumber baik iitu
perpustakaan atau tempat lain. Adapun jenis pendekatan dalam penelitian ini yaitu
pendekatan kualitatif karena sumber data yang didapat dan hasil penelitian berbentuk
deskripsi.10
Karena jenis penelitian ini menggunakan riset kepustakaan (Library
Research), maka metode yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
dengan cara dokumentasi, maksudnya yaitu data-data dikumpulkan dengan mencari
data yang berkaitan dengan tema yang bersumber dari buku, jurnal, artikel dan lain
sebagainya. Setelah data tersebut didapatkan, langkah selanjutnya yaitu membaca,
memahami, dan mengolah data-data tersebut. Adapaun Sumber data dari penelitian ini

9
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 2008, hal. 3.
10
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV Pustaka setia), 2011, hal. 31.
adalah buku-buku, hasil penelitian yang lain yang terkait dengan tema yang dibahas
oleh peneliti.
D. Analisis Data
Teknik analisis data yang peneliti gunakan yaitu teknik analisis data model
Miles and Huberman. Miles and Huberman mengatakan bahwa “Proses analisis data
dari penelitian kualitatif yaitu dilaksanakan secara terus menerus dan interaktif
sehingga data-data yang dianalisis akan jenuh”. Adapaun teknik analisis datanya
yaitu: 1) Mereduksi data (Data Reduction), 2) Menyajikan data (Data Display), 3)
Menyimpulkan dan memverivikasi idata (Conclusion drawing/Verivication). 11Yang
pertama yatiu imereduksi data (Data Reduction), yaitu dengan cara meringkas dan
memilah ihal-hal yang penting. Di dalam penelitian ini, data yang didapat dari buku
dan dokumen-dokumen lain dibaca, difahami, diringkas dan kemudian dipilih dengan
tujuan akan mendapatkan penjelasan yang jelas. Teknik yang kedua yaitu menyajikan
data (Data Display), Setelah data-data tersebut direduksi langkah selanjutnya yaitu
penyajian data berbentuk tulisan naratif. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkelompokkan data sesuai dengan babnya. Dan icara yang ketiga
yaitu menyimpulan dan memverivikasi data (Conclusion drawing/Verivication),
setelah memlaui proses reduksi data dan penyajian data dan data-data tersebut ditulis
dalam bentuk naratif dan dikelompokkan, maka langkah selanjutnya yaitu
menyimpulkan data yang bersifat temuan yang baru dalam artian temuan tersebut
belum pernah ada sebelumnya.

11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitafif, Kualitatif, R&D (Bandung: Alfabeta), 2009, hal. 95.

Anda mungkin juga menyukai