Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Asfiksia


2.1.1 Definisi Asfiksia
Asfiksia diartikan sebagai kondisi tidak bisanya bayi bernapas dengan
segera dan spontan. Asfiksia neonatorum merupakan suatu kejadian
kegawatdaruratan yang berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah
lahir dan sangat berarti dan sangat berisiko untuk terjadinya kematian dimana
keadaan janin tidak spontan bernafas serta teratur, alhasil kadar oksigennya
menurun sedangkan karbondioksidanya meningkat sehingga menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan (Legawati, 2018).
2.1.2 Klasifikasi Asfiksia
Menurut (Wahyuningsih et al., 2022) secara klinik, asfiksia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia ringan : Nilai Apgar 7-10
2. Asfiksia sedang : Nilai Apgar 4-6
3. Asfiksia berat : Nilai Apgar 0-3
2.1.3 Faktor Penyebab Asfiksia
Menurut (Hidayat, 2010) asfiksia dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah adanya :
1. Faktor penyakit ibu (darah tinggi, penyakit paru, dan gangguan kontraksi
uterus)
2. Pada ibu yang kehamilannya beresiko
3. Faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta
4. Faktor janin, seperti terkadi kelainan pada talipusat, seperti leler terlilit tali
pusat, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin
5. Faktor persalinan (partus dengan tindakan tertentu, partus lama)

5
2.1.4 Manifestasi Klinis Asfiksia
Menurut tim pokja SDKI DPP PPNI (2017) dalam (Wahyuningsih et al.,
2022) manifestasi klinis yang dapat muncul berdasarkan masalah gangguan
pertukaran gas akibat asfiksia antara lain sebagai berikut :
1. Dispnea atau sering disebut sesak napas, napas pendek, breathlessness atau
shortness of breath. Dispnea adalah gejala subyektif berupa keinginan
penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan,
karena sifatnya subyektif, dispneu tidak dapat diukur namun dapat
ditentukan dengan melihat adanya upaya bernafas aktif dan upaya
menghirup udara lebih banyak
2. Meningkatnya atau menurunnya PCO2. PCO2 adalah tekanan yang
dikeluarkan oleh karbondioksida yang terlarut didalam plasma darah arteri.
PCO2 menggambarkan gangguan pernafasan. Nilai normal PCO2 adalah
35-45 mmHg, nilai PCO2 (>45 mmHg) disebut dengan hipoventilasi.
3. Kadar PO2 yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak
mampu bernafas secara adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan
perlunya mendapatkan terapi oksigen tambahan
4. Takikardi, yaitu suatu kondisi dimana kecepatan denyut jantung lebih cepat
dari jantung orang normal dalam kondisi beristirahat
5. Meningkat atau menurunnya pH pada arteri
6. Terdapat bunyi nafas lain yang disebut suara nafas tambahan pada kondisi
gangguan pertukaran gas. Suara ini disebabkan karena adanya sumbatan
jalan nafas atau obstruksi
2.1.5 Patofisiologi Asfiksia
Hampir setiap setiap proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan
yang bersifat sementara, proses ini dianggap perlu sebagai perangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian
berlanjut dengan pernafasan teratur. Pada asfiksia neonatorum seperti ini tidak
memiliki efek buruk karena diimbangi dengan reaksi adaptasi pada neonatus.
Namun, pada penderita asfiksia berat usaha nafas ini tidak tampak dan bayi

6
selanjutnya dalam periode apneu. Apneu atau kegagalan pernafasan
mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatkan karbondioksida, pada
akhirnya mengalami asidosis respiratorik. Pada tingkat ini disamping penurunan
frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah
dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukkan upaya bernafas secara spontan. Pada tingkat
pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah)
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan
berlanjut makan akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga
terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen jantung berpengaruh pada fungsi jantung
2. Kurang adekuat pengisian udara alveolus berakibat tetap tingginya
resistens pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah menuju paru dan
sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan
3. Asidosis metabolik mengakibatkan turunnya sel jaringan otot jantung
berakibat terjadinya kelemahan jantung

Dari proses patofisiologi tersebut sehingga fase awal asfiksia ditandai


dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapneu)
diikuti dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat itu pulsasi
jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas
(gasping) 8-10x/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akhirnya timbul apneu sekunder. Pada asfiksia berat bisa terjadi
kerusakan pada membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan elektrolit, akibatnya menjadi hiperkalemia dan
pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung
selama 8-15 menit.

7
Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia
mengakibatkan iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari
hipoksia karena menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa
sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme
anaerobik tidak dapat dikeluarkan dari jaringan (Wahyuningsih et al., 2022).

8
2.1.6 Pathway Asfiksia

Asfiksia dalam kehamilan :


1. Penyakit infeksi akut Faktor Ibu :
2. Penyakit infeksi kronik Pre-eklampsi dan eklampsi, perdarahan abnormal (plasenta
3. Keracunan oleh obat-obat previa/solusioplasenta), partus lama/partus macet, demam selama persalinan,
bius dan kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
4. Uremia dan toksemia
gravidarum Faktor Tali Pusat :
5. Anemia berat Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat
6. Cacat bawaan
7. Trauma Faktor Bayi :
Asfiksia dalam persalinan : Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan
1. Kekurangan O2 (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, kelainan bawaan, dan air ketuban
2. Paralisis pusat pernafasan bercampur mekonium)

Asfiksia Neonatorum

Gangguan ventilasi
spontan Kadar O2 menurun dan kadar CO2 janin meningkat

PCO2 meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun

Bersihan Jalan Menumpuknya Gangguan Gangguan


Nafas Tidak Efektif cairan dalam alveoli Asidosis Respiratorik Pertukaran Gas Sirkulasi Spontan

Suplai O2 dalam darah menurun Suplai O2 ke otak Gangguan


menurun Sirkulasi
Spontan
Risiko Gangguan Nafas cepat
Termoregulasi vaskularisasi paru Suplai O2 ke paru
Tidak Efektif menurun
Apneu
Pola nafas abnormal
Kerusakan Otak Risiko
Cedera Pada
Pola Nafas Tidak
Janin
Pola Nafas Tidak Efektif
Efektif Kematian Bayi

Gangguan Proses
Keluarga

9
2.1.7 Komplikasi Asfiksia
Menurut Rosdianah (2019) dalam (Wahyuningsih et al., 2022) komplikasi
yang dapat muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia yang sudah berlarut-larut dengan gangguan jantung
akan terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak menurun dan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, ini juga menimbulkan perdarahan otak
2. Anuria atau Oliguria
Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ
seperti mesentrium dan ginjal. hal ini menyebabkan terjadinya hipoksemia
pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit
3. Kejang
Terjadinya gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga
kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 dan dapat
menyebabkan kejang pada anak karena perfusi jaringan tidak efektif
4. Koma
Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan koma karena hipoksia dan
perdarahan otak
2.1.8 Penatalaksanaan Asfiksia
Menurut Vidia dan Pongki (2016:365) dalam (Wahyuningsih et al., 2022),
penatalaksanaan asfiksia neonatorum meliputi :
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas
1) Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam

10
2) Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi
tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua
telapak kaki, menekan tanda achilles
2. Tindakan Khusus
a. Asfiksia berat
1) Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui
pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang
telah diperkaya dengan O2. O2 yang diberikan tidak lebih 30
cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan
sternum 80-100x/menit
b. Asfiksia sedang/ringan
1) Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri)
selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (frog
breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi ekstensi maksimal beri
O2 1-2L/menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut
dan hidup serta gerakkan dagu ke atas bawah secara teratur
20x/menit
2) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Asfiksia


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan
informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik
serta diagnostik. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) pengkajian yang
dilakukan pada bayi dengan asfiksia adalah sebagai berikut:

11
a. Identitas pasien : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
anak keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur
bayi (preterm/aterm). Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan
pada paru-paru. Surfaktan merupakan zat yang berperan mengurangi
ketegangan permukaan paru sehingga akan mengakibatkan alveoli kolaps
pada saat usaha napas menit pertama. Surfaktan diproduksi maksimal pada
usia kehamilan 35 minggu. Sehingga prematuritas merupakan faktor
penyebab asfiksia neonatorum (Sulfianti et al., 2022).
b. Keluhan utama : bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Keadaan ini dapat terjadi karena hipoksia janin dalam
uterus serta kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru-paru sehingga dapat menurunkan O2 dan semakin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut (Dwiendra, Maita, Saputri, & Yu;viana, 2015; EduNers, 2022).
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran : menurut (Sulfianti et al., 2022)
1. Paritas
Paritas adalah kemampuan ibu untuk melahirkan bayi yang mampu
hidup diluar uterus (available). Ibu primi dan grande memiliki
peluang mengalami asfiksia neonatorum dibandingkan dengan
multigravida. Paritas pertama memiliki risiko besar mengalami
asfiksia karena ibu belum mempunyai pengalaman melahirkan dan
penyulit persalinan lebih mungkin terjadi pada multigravida.
Kemudian grandemultipara berhubungan dengan kemunduran
fungsi organ reproduksi
2. Usia Ibu
Usia yang paling aman adalah usia reproduksi sehat yaitu usia 20-
35 tahun. Hal ini berkaitan dengan fungsi organ tubuh secara
keseluruhan dan organ reproduksi
3. Hipertensi/pre-eklapsia selama kehamilan

12
Tekanan darah tinggi selama kehamilan menyebabkan kontriksi
pada vaskular sehingga menyebabkan gangguan suplai darah
utreoplasenta dan pada kondisi tertentu menyebabkan terjadinya
hipoksia pada janin.
4. Kadar Hemoglobin
Sel darah merah merupakan sel darah yang bertugas memfasilitasi
transportasi oksigen ke aliran darah. Kadar hemoglobin yang
kurang (anemia) akan menyebabkan konsumsi oksigen tidak
terpenuhi termasuk pada plasenta sehingga menyebabkan
terjadinya hipoksia pada janin. Selain itu minimnya kadar oksigen
yang ditransportasikan akan mengakibatkan penurunan dan
gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan plasenta.
Sehingga kapasitas perfusi uteroplasenta berkurang.
5. Ketuban pecah dini (KPD)
Ibu yang mengalami komplikasi KPD mempunyai potensi 2,4 kali
lipat mengalami asfiksia neonatorum. Pecahnya selaput ketuban
mengakibatkan “barrier” antara janin dan dunia luas menjadi
terbuka, sehingga potensi terjadinya infeksi intrauterin lebih besar.
6. Faktor usia kehamilan (prematur)
Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada paru-
paru. Surfaktan merupakan zat yang berperan mengurangi
ketegangan permukaan paru sehingga akan mengakibatkan alveoli
kolaps pada saat usaha napas menit pertama. Surfaktan diproduksi
maksimal pada usia kehamilan 35 minggu. Sehingga prematuritas
merupakan faktor penyebab asfiksia neonatorum.
7. Berat bayi baru lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai risiko mengalami
gangguan pernapasan termasuk asfiksia. Kekuatan otot pernapasan
dan tulang iga yang belum optimal bisa menyebabkan gangguan

13
dalam inspirasi dan ekspirasi, selain itu defisiensi surfaktan dapat
mengakibatkan adanya kolaps alveoli
d. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum :
- Tampak lemah, akral dingin, sianosis, tonus otot dan refleks
neonatus menurun, gerakan ekspansi dada berkurang dan
lemahnya suara napas, capillary refil time>3detik.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti, denyut
jantung mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apnea primer. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernapasan megap-megap yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (Kuala, 2022).
2) Tanda-tanda vital :
- Frekuensi pernapasan lambat
Asfiksia diawali dengan pernapasan cepat dan dalam selama tiga
menit diikuti dengan apneu primer kurang lebih satu menit
dimana pada saat itu pulsasi jantung dan tekanan darah menurun.
Kemudian bayi akan mulai bernapas (gasping) 8-10 kali/menit
selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga
akhirnya timbul apneu sekunder (Triyanti et al., 2022).
- Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah menurun
Apneu atau kegagalan pernapasan mengakibatkan berkurangnya
oksigen dan meningkatkan karbondioksida, pada akhirnya
mengalami asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut maka
akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga
terjadi asidosis metabolik dan terjadi perubahan kardiovaskuler,

14
meliputi hilangnya sumber glikogen jantung berpengaruh pada
fungsi jantung, kurang adekuat pengisian udara alveolus
berakibat tetap tingginya resistens pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah menuju paru dan sistem sirkulasi tubuh
lain mengalami gangguan, asidosis metabolik mengakibatkan
turunnya sel jaringan otot jantung berakibat terjadinya
kelemahan jantung. Pada kondisi ini mengakibatkan penurunan
frekuensi denyut jantung serta diikuti penurunan tekanan darah
(Triyanti et al., 2022).
3) Pemeriksaan head to toe
- Refleks dan tonus otot menurun
Saat bayi kekurangan oksigen akan mengakibatkan pernapasan
cepat dan bila terus berlanjut dapat menimbulkan berhentinya
gerakan pernapasan, denyut jantung menurun, dan tonus
neuromuscular berkurang (Legawati, 2018).
- Hidung
Saat terjadi sesak napas maka hidung akan melakukan napas
cuping hidung untuk memaksimalkan jumlah udara yang masuk
ke paru (Rahayu et al., 2022).
- Kulit
Kebiruan atau sianosis yang diakibatkan oleh kurangnya kadar
oksigen pada darah (Rahayu et al., 2022).
- Dada
Terdapat retraksi dada sebagai tanda adanya gangguan napas
dimana saat tubuh kekurangan oksigen otot-otot pernapasan
bekerja secara paksa untuk bernapas (Rahayu et al., 2022).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

15
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
keperawatan yang biasanya akan muncul pada pasien dengan diagnosa medis
asfiksia sesuai SDKI yaitu:
a. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
c. Risiko termogulasi tidak efektif d.d kebutuhan oksigen meningkat
d. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
e. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
f. Gangguan sirkulasi spontan b.d abnormalitas kelistrikan jantung
g. Risiko cedera pada janin d.d efek agen farmakologis
h. Gangguan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota
keluarga
2.2.3 Luaran dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Luaran
No. Intervensi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan
1. Gangguan Ventilasi spontan Dukungan Ventilasi
(I.01002)
ventilasi spontan (L.01007)
Observasi
b.d gangguan “Keadekuatan
1. Identifikasi adanya
metabolisme cadangan energi kelelahan otot bantu
untuk mendukung napas
individu mampu 2. Identifikasi efek
perubahan posisi
bernapas secara terhadap status
adekuat” pernapasan
3. Monitor status
respirasi dan
Ekspektasi : oksigenasi
meningkat
Terapeutik
4. Pertahankan
Kriteria hasil :
kepatenan jalan napas
5. Berikan oksigenasi

16
1. Dispnea sesuai kebutuhan
menurun
2. Penggunaan
otot bantu
napas
menurun
2. Bersihan jalan Bersihan jalan Manajemen jalan napas
(I.01011)
napas tidak efektif napas (L.01001)
Observasi
b.d hipersekresi
1. Monitor pola napas
jalan napas “Kemampuan 2. Monitor bunyi napas
membersihkan tambahan
sekret atau 3. Monitor sputum

obstruksi jalan Terapeutik


napas untuk 4. Pertahankan
mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan
jalan napas tetap
chin-lift
paten” 5. Lakukan fisioterapi
dada
6. Lakukan penghisapan
Ekspektasi :
lendir
meningkat 7. Berikan oksigen

Kriteria hasil :
1. Produksi
sputum
menurun
2. Mekonium
menurun
3. Dispnea
menurun

17
4. Frekuensi
napas
membaik
5. Pola napas
membaik
3. Risiko termogulasi Termoregulasi Edukasi Pengukuran
Suhu Tubuh (I.12414)
tidak efektif b.d (L.14134)
Observasi
kebutuhan oksigen
1. Identifikasi kesiapan
meningkat “Pengaturan suhu dan kemampuan
tubuh agar tetap menerima infomasi
berada pada
Terapeutik
rentang normal”
2. Sediakan materi dan
media pendidikan
Ekspektasi : kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan
membaik
kesehatan sesuai
kesepakatan
Kriteria hasil : 4. Berikan kesempatan
untuk bertanya
1. Konsumsi
oksigen Edukasi
menurun 5. Jelaskan prosedur
pengukuran suhu
2. Pucat menurun
6. Anjurkan terus
3. Dasar kuku memegang bahu dan
sianotik menahan dada saat
pengukuran aksila
menurun
4. Hipoksia
menurun
5. Suhu tubuh
membaik

18
6. Suhu kulit
membaik
4. Pola napas tidak Pola napas Pemantauan Respirasi
(I.01014)
efektif b.d depresi (L.01004)
Observasi
pusat pernapasan
1. Monitor frekuensi,
“Inspirasi irama, kedalaman, dan
dan/atau ekspirasi upaya napas
yang memberikan 2. Monitor pola napas
3. Auskultasi bunyi
ventilasi adekuat” napas
4. Monitor saturasi
Ekspektasi : oksigen

membaik Terapeutik
5. Atur interval
Kriteria hasil : pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
1. Dispnea
6. Dokumentasikan hasil
menurun pemantauan
2. Penggunaan
Edukasi
otot bantu
7. Jelaskan tujuan dan
napas prosedur pemantauan
menurun 8. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Pemanjangan
fase ekspirasi
menurun
4. Pernapasan
cuping hidung
menurun
5. Gangguan Pertukaran gas Pemantauan Respirasi
(I.01014)
pertukaran gas b.d (L.01003)
Observasi
1. Monitor frekuensi,

19
ketidakseimbangan “Oksigenasi irama, kedalaman, dan
upaya napas
ventilasi-perfusi dan/atau eliminasi
2. Monitor pola napas
karbondioksida 3. Auskultasi bunyi
pada membran napas
4. Monitor saturasi
kapiler dalam
oksigen
batas normal”
Terapeutik
Ekspektasi : 5. Atur interval
pemantauan respirasi
meningkat
sesuai kondisi pasien
6. Dokumentasikan hasil
Kriteria hasil : pemantauan

1. Dispnea Edukasi
menurun 7. Jelaskan tujuan dan
2. Bunyi napas prosedur pemantauan
8. Informasikan hasil
tambahan
pemantauan, jika perlu
menurun
3. Napas cuping
hidung
menurun
4. Sianosis
membaik
5. Pola napas
membaik
6. Warna kulit
membaik
6. Gangguan Sirkulasi spontan Manajemen Defibrilasi
(I.02038)
sirkulasi spontan (L.02015)
Observasi
b.d abnormalitas
1. Periksa irama pada
kelistrikan jantung monitor setelah RJP 2
menit

20
“Kemampuan
Terapeutik
untuk
2. Lakukan resusitasi
mempertahankan
jantung paru hingga
sirkulasi yang mesin defibilator siap
adekuat untuk 3. Siapkan dan hidupkan
mesin defibilator
menunjang
4. Pasang monitor EKG
kehidupan” 5. Pastikan irama EKG
henti jantung
6. Atur jumlah energi
Ekspektasi :
7. Angkat paddle dari
meningkat mesin dan oleskan jeli
8. Tempelkan paddle
9. Isi energi dengan
Kriteria hasil :
menekan tombol
1. Frekuensi nadi 10. Berikan syok dengan
meningkat menekan tombol
11. Angkat paddle
2. Tekanan darah
meningkat
3. Frekuensi
napas
meningkat
4. Saturasi
oksigen
meningkat

7. Risiko cedera pada Tingkat cedera Pemantauan Denyut


Jantung Janin (I.02056)
janin d.d efek agen (L.14136)
Observasi
farmakologis
1. Identifikasi status
“Keparahan dan obstetrik
cedera yang 2. Identifikasi riwayat
obstetrik
3. Periksa denyut jantung

21
diamati atau janin selama 1 menit
4. Monitor denyut
dilaporkan”
jantung janin

Ekspektasi : Terapeutik
menurun 5. Atur posisi pasien

Edukasi
Kriteria hasil : 6. Jelaskan tujuan dan
1. Tekanan darah prosedur pemantauan
7. Informasikan hasil
membaik
pemantauan, jika perlu
2. Frekuensi nadi
membaik
3. Frekuensi
napas
membaik

8. Gangguan proses Proses keluarga Dukungan koping


keluarga (I.09260)
keluarga b.d (L.13123)
Observasi
perubahan status
1. Identifikasi respons
kesehatan anggota “Kemampuan emosional terhadap
keluarga untuk berubah kondisi saat ini
dalam hubungan 2. Identifikasi beban
prognosis secara
atau fugsi psikologis
keluarga” 3. Identifikasi
pemahaman tentang
keputusan perawatan
Ekspektasi : setelah pulang
membaik
Terapeutik
4. Dengarkan masalah,
Kriteria hasil :
perasaan, dan
pertanyaan keluarga
5. Diskusikan rencana

22
1. Adaptasi medis dan perawatan
keluarga
Edukasi
terhadap
6. Informasikan
situasi kemajuan pasien
meningkat secara berkala
7. Informasikan fasilitas
2. Kemampuan
perawatan kesehatan
keluarga yang tersedia
berkomunikasi
secara terbuka
diantara
anggota
keluarga
meningkat

23

Anda mungkin juga menyukai