Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MATERIA MEDIKA HERBAL

ANTIGASTRITIS DALAM TERAPI PENDEKATAN DENGAN


TANAMAN HERBAL
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Materia Medika Herba

Dosen : Dr. Katrin M.S., Apt.

Disusun Oleh :

Zahra Nur Maryam NPM 1706007513

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI HERBAL


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih
sayang-Nya, hingga penulis dapat menyelsaikan makalah yang berjudul Antigastritis dalam
terapi pendekatan dengan tanaman herbal.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Materia Medika Herba. Dalam
makalah ini akan di bahas tentang patofisiologi penyakit, faktor resiko penyebab terjadinya
gastritis, serta pendekatan terapi menggunakan tanaman herbal.
Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Dr. Katrin M.S., Apt yang telah
memberikan banyak ilmu kepada penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun agar
makalah ini menjadi lebih sempurna. Semoga makalah ini bermanfaat bagi di penulis juga
pembaca.

Penulis

2017

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 3
BAB II ISI…………………………………………………………………… 4
Gastritis .................................................………………………………… 4
Definis dan Faktor Penyebab Gastritis ………………………………..... 4
Patofisiologi Gastritis ………………………………………………….. 5
Terapi Gastritis …………….……………………………………………. 7
Pendekatan Tanaman Herbal dalam Terapi Gastritis……………………. 10
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Gastritis merupakan keadaan radang atau infalamasi yang di tandai dengan iritasi, atau
erosi lapisan lambung yang dapat terjadi secara akut ataupun secara bertahap (kronis). Mukosa
lambung dapat terus terpapar oleh banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Faktor penyebab terjadinya gastritis bisa disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan,
penggunaan obat tertentu yang berkepanjangan, infeksi H.pylori dan autoimun.
Gastritis kini menjadi masalah utama terkait pola hidup dan faktor resiko yang semakin
meningkat. Meskipun telah tersedia banyak obat konvensional namun berkaitan dengan efek
samping yang dihasilkan. Umumnya gastritis bersifat berulang meskipun diobati oleh beberapa
obat yang berbeda. Sedangkan banyak sumber bahan alam yang berkelimpahan yang mungkin
memiliki aktifitas terhadap gastritis.
Melihat dari ketersediaan bahan alam yang banyak dan efek samping yang mungkin
dihasilkan dari obat konvensional, maka perlu dilakukan pencarian mengenai sumber tanaman
herbal yang dapat digunakan dalam terapi gastritis.

I.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan mencari sumber tanaman yang dapat digunakan dalam terapi
gastritis didukung dengan standar yang berlaku dan data ilmiah berkaitan dengan keamanan
serta data yang berkaitan dengan efek farmakologinya.

3
BAB II

ISI

2.1 Gastritis
2.1.1 Definisi dan Faktor Penyebab Gastritis

Gambar 2.1 Anatomi Lambung

Gastritis merupakan keadaan dimana terjadinya radang, iritasi, atau erosi pada lapisan
perut yang mungkin terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap. Istilah gastritis mengacu pada
inflamasi, keadaan erosi pada jaringan lapisan perut. Paparan mukosa lambung oleh faktor
berbahaya secara terus menerus terjadi menyebabkan terjadinya gastritis. Faktor resiko
tersebut akan mengaktifkan daya tahan dalam pencernaan dengan menghasilkan seksresi asam
lambung juga adanya lapisan gel lendir yang melapisi permukaan dalam dan pelindung
jaringan. Gel pelindung tersebut terdiri dari mucin, elektrolit, enzim, produk bakteri dan sel
yang melindungi permukaan epitel terhadap faktor berbahaya, iritasi atau melalui pelapisan
makan yang tertelan selanjutnya (Elseweidy, 2017).

4
Lambung berfungsi sebagai alat pencernaan juga sebagai tempat menyimpan makanan
sementara sebelum di antarkan ke usus dan selalu terpapar toksin. Lambung memiliki beberapa
lapis pelindung yang mengandung garis pertahanan mukosa. Bila faktor resiko menyerang dan
pertahanan tidak dapat lagi melindungi maka akan terjadi kerusakan epitel dan ulserasi (Doron
et al, 2014).

Gambar 2.2 Faktor resiko penyebab terjadinya gastritis

Faktor penyebab terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol


berlebihan, penggunaan golongan NSAID jangka panjang, penggunaan aspirin, penderita
osteoarteritis, kondisi stress, refluks empedu kronis, gangguan autoimun dan infeksi
Helicobacter pilori. Gejala umunya berupa mual, muntah, gangguan pencernaan rasa terbakar,
dan perut kembung. Diagnosis penetapan gastritis dapat dilakukan dengan endoskopi, tes darah
dan tes tinja (Elseweidy, 2017)

2.1.2 Patofisiologis

Gambar 2.3 Hasil endoskopi lambung a) normal, b) erosi gastrik antrum c) ulcer di
usus.

5
Temuan histologi peradangan kronis pada biopsi mukosa endoskopi umumnya
disebabkan oleh infeksi H.pylori. Namun tidak selalu disebabkan oleh bakteri H.pylori
beberapa kasus gastritis kronik tidak disebabkan oleh H. pylori. Pada bagian ini akan di bahas
penyebab umum terjadinya acut gastritis dan kronis gastritis dan gastrik atopi.

a) Akut gastritis

Sebagian besar kejadian akut gastritis umumnya disebabkan oleh obat-obata tertentu,
iskemia, virus, shyok, dan trauma. Konsumsi alkohol berlebih tidak menyebabkan gastritis
kronis, namun mengikis lapisan mukosa lambung. Penggunaan jangka panjang NSAID
merupakan penyebab reaktif terjadinya gastritits. Gejalanya ditandai dengan iritasi sel
permukaan lambung yang terkait dengan vasodilatasi, penghamabatan lamina propina
lambung, aktifasi sel inflamatori dan edema (Elseweidy, 2017)

b) Kronis gastritis

Gambar 2.4 Aktivitas faktor virulensi Helicobacter pylori. Meskipun CagA dan VacA
adalah faktor virulensi yang paling banyak diteliti, ada lebih banyak protein bakteri
yang meningkatkan kerusakan pada sel inang.

Gastritis kronis didefiniskan sebagai adanya inflitrasi peradangan kronis campuran


(kebanyakn limfosit dan sel plasma) di lamina propia dan kadang-kadang di epitel perut.
Sebagian besar kasusnya disebabkan oleh infeksi H. pilori, terutama saat peradangan kronis.
Berbentuk seperti pita padat yang menginfiltrasi neutrophil di epitel gastrik. Umunya diterima

6
bahwa H. pilori jarang ditemukan di daerah metaplasia usus atu erosi ulkus (Alexandros et al,
2014)
Untuk menjelajah di lambung H. pilori harus bertahan hidup dengan adanya asam yang
di produksi di perut. Untuk mengatasi lingkungan asam ini maka bakteri H.pilori menghasilkan
enzim urease yang menghidrolisis urea menjadi NH3 dan NO2. Urease menyababkan
kerusakan pada epitel melalui produksi ammonia yang bersamaan dengan metabolit neutrophil.
Ammonia menyebabkan perubahan sel yang berbeda, perubahan transportasi membrane
vesicular, penghambatan sintesis protein dan produksi ATP. Urease juga dapat membantu
aktivasi neutrifil dan monosit dalam mukosa dan produksi sitokin proinflamasi. VacA
(Vaculoting sitotoksin) adalah sitotoksin pembentuk pori yang diidentifikasi dalam supernatant
kultur kaldu H.pilori menyebabakan vakuolasi menyimpang dari sel kutru. VacA
menyebabakan kebocoran ion dan molekul lecil, mengganggu fungsi penghalang sambungan
yang sangat ketat juga menghambat aktivasi sel T dan proliferasi. Protein CagA adalah satu-
satunya protein efektor yang di trasnlokasi ke sel inang. Faktro virulensi dapat berinteraksi satu
sama lain dengan signifikasi biologis tertentu, seperti interkasi VagA dan CagA yang saling
mempengaruhi secara sinergis satu sama lain untuk menginduksi penyakit di lambung
(Stephanie et al, 2013)
c) Gastrik atopik
Atrofi lambung didefinisikan sebagai kehilanan sel epitel glandular lambung. Gastritis
atopik di tandai dengan penggantian kehilangan unsur-unsur kelenjar normal dan perluasan
lamina propria dengan kejadian fibrosis dan fibroblast dan hampir selalu disetai metaplasia.
Maka gastritik sering disebut juga gastritis atrofik metaplasia. Gastritis atropik metotoksik
biasanya disebabkan oleh infeksi H. pylori yang terjadi secara berkepanjangan yang
menyebabkan produksi asam lambung berkurang dan memungkinkan migrasi bakteri
proksimal ke tubuh lambung yang mengakibatkan sakit kepala dan gastritis atrofik multifokal
(Alexandros et al, 2014).

2.2 Terapi gastritis

Terapi gastritis dapat menggunakan terapi konvensional dan terapi menggunakan bahan
herbal atau tanaman. Terapi konvensional umumnya menggunakan terapi kombinasi yang juga
menggunakan antibiotik. Terapi menggunakan bahan alam dapat berasal dari golongan Tanin
dan Flavonoid yang dapat di temukan di beberapa tanaman. Berikut ini akan di jelaskan secara
rinci penggunaan untuk masing-masing terapi.

7
2.2.1 Terapi gastritis pengobatan konvensional

Terapi konvensional bergantung dari faktor penyebabnya, gastritis yang disebabkan


oleh penggunaan NSAID dan asupan alkohol berlebih dapat di hentikan dengan menggunakan
antibiotik tambahan seperti Metronidazole dan antibiotik selama 10-14 hari. PPI dianjurkan
untuk mengurangi produksi asam lambung dan memfasilitasi penyembuhan dengan cepat.
Kombinasi Lansoprazol dengan Klaritromisin dan Amoksilin selama 10-14 hari pada pasien
gastritis menunjukan perbaikan simtomatik yang berhubungan dengan nyeri epigastrik,
kembung, dan bersendawa (Elseweidy, 2017). Dibawah terdapat daftar obat konvensional yang
umumnya sering dipakai dalam terapi gastritis beserta efek sampingnya:

Gambar 2.5 Tabel Daftar Terapi Obat Konvensional


[Sumber: Poojitha et al, 2016]

2.2.2 Tanaman Herbal sebagai Terapi Gastritis

Tannin dan flavonoid (senyawa fenolik) umumnya ditemukan di beberapa tanaman


obat yang biasanya memiliki aktifitas teurapeutik tertentu. Antiinflamatori, antioksidan,
antiulcerogenik dan penyembuh luka adalah aktifitas terapeutik disebabkan oleh penyusun
tannin dan flavonoid. Kandungan sayuran segar dan buah-buahan banyak bermanfaat pada

8
mukosa lambung. Kurkumin dan minyak biji hitam memiliki kandungan flavonol. Dibawah ini
merupakan daftar tanaman yang berfungsi sebagai gastroprotektif terhadap lambung yang
bersumber dari penelitian.

Gambar 2.6 Tabel Daftar Tanaman Herbal sebagai Gastroprotektif


[Sumber: Poojitha et al, 2016; Das et al, 2016]

9
Berdasarkan daftar tanaman diatas dipilih 3 tanaman yaitu tanaman Andrograpis
paniculata, Curcuma Xanthoriza, Panax ginseng dan di tambah satu tanaman lain yaitu
Curcuma longa. Dipilih karena ketersediaan yang melimpah di Indonesia.

2.3 Pendekatan tanaman herbal dalam terapi gastritis

Berdasarkan studi literatur penggunaan tanaman obat dalam pendekatan terapi herbal,
dipilih beberapa tanaman yang cukup khas dan ketersediaan bahan bakunya yang cukup
melimpah di Indonesia. Serta di pilih satu tanaman ginseng yang memiliki aktifitas pada
atropik gastritis dan sudah dibuktikan secara uji klinik. Penjelasan mengenai tanaman, standar,
data keamanan dan aktivitas terapinya akan dijelaskan secara rinci di bawah ini.

2.3.1 Curcuma domestika Val (Kunyit)

Gambar 2.7 Tanaman dan Rimpang kunyit

Klasifikasi tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae

10
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma Domestica Val. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
Synonim : Curcuma longa Linne

Simplisia: Curcuma Domesticae Rhizome


Standard menurut Farmakope Herbal Indonesia
- Ekstrak : Mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 3,20 % dan kurkuminoid tidak
kurang dari 33,90% dihitung sebagai kurkumin
- Bagian yang digunakan : Rhizome
- Randemen tidak kurang dari 11,0 %
- Pemerian: esktrak kental berwarna kuning, bau khas, rasa agak pahit.
- Kandungan kimia : kurkumin, kurkuminoid, protein, fosfor, golongan fenol, β-
diketone, dan metil,
- Senyawa indentitas: Kurkumin.
- Kadar air tidak lebih dari 10 %.
- Abu total tidak lebih dari 0,4 %
- Abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,1 %
Data keamanan
Uji toksisitas
Efek pencegahan ekstrak kunyit pada kerusakan hati bebek yang diinduksi oleh
alfatoksin. Ekstrak disiapkan dengan merebus 1 g bubuk kunyit dalam 100 mL air. Ekstrak
kunyit berair (10 mg/mL) menghambat produksi toksin hingga 99 %. Ekstrak alkohol kunyit
juga menunjukan efek penghambatan, dengan efek yang lebih rendah. Penggunaan kunyit dan
kurkimin mereversal lemak dan neksrosis yang diinduksi oleh alfatoksin (Soni et al, 1992).
Uji toksisitas mutagenik dan toksisitas oral akut pada ekstrak polisakarida rimpang
kunyit (NR-INF-02) menggunakan metode yang standar. Pengujian toksisitas ini memberikan
hasil tidak ditemukanya efek mutagenik pada aktivitas turmacin (NR-INF-02) sampai pada
dosis 5000µg/mL dengan uji Bacterial reverse mutation test (BMRT). Tidak menunjukan
aktivitas mutagenik NR-INF-02 dengan rentang 250.36 sampai 2500 µg/mL dan tidak
ditemukan aktivitas metabolik (S9). Dalam uji toksisitas oral akut NR-INF-02 aman sampai
dosis 5 g/kg BB dengan tikus wistar. Dari keseluruhan pengujian di hasilkan dosis toleransi
maksimal lebih dari 5 g/kg berat badan tikus (Velusami et al, 2013)
11
Data Praklinik
- In vitro
Penghambatan pertumbuhan H.pylori oleh kurkumin pada 45 strain Bakteri diisolasi dari
pasein dengan gastritis, dyspepsia. MIC dari kurkumin pada range dosis 5 µL sampai 50 µL.
Dan mayositas strain memiliki MIC baik 10 µg/mL (23%) atau 15 µg/mL (58 %). Bahkan
beberapa strain menunjukan MIC yang tinggi (7.7 % dan 1,5 % dengan menghasilkan MIC
dari 30 µg/mL dan 50 µg/mL. hasil ini dengan jelas mengkonfirmasi bahwa kurkumin memiliki
daya hambat yang kuat dalam melawan strain H.pylori dari pasein yang terkena gastritis. MIC
dari Amoksilin dan Klaritromicin sebagai standar berkisar antara 0,03 untuk 2 µg/mL dan 0,02
untuk 0,12 µg/mL. MIC dari Amoksilin, Curcumin dan Klaritromisin dalam melawan bakteri
H.pylori strain ATCC (strain pembanding) adalah 0,03, 15 dan 0,02 µg/mL (De et al, 2009)
- In vivo
Efek pengujian curcumin dalam melawan H.pylori di mencit dengan Dosis 12 gram pada
manusia yang di konversikan dengan dosis pada mencit digunakan dalam pengujian. Curcumin
di ujikan pada mencit yang diinfeksi oleh AM1 dan SS1 secara terpisah. Metode yang
digunakan untuk menilai Curcumin menggunakan tes urease dari masing-masing jaringan
tikus. Hasil ini menunjukkan bahwa Curcumin benar-benar menghilangkan H.pylori dari perut
tikus.
Data Klinik
Pemberian 700 mg Curcumin standar yang diberikan secara oral dengan penggunaan 3
kali sehari. Diujikan pada pasein yang dibagi kedalam tiga kelompok uji, kelompok kontrol
dan kelompok standar. Kelompok terapi Curcumin secara signifikan menurunkan skor
inflamasi aktif dan kronis dengan endoskopi dibandingkan dengan standard dan kontrol dengan
nilai p > 0,05. Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kurkumin bisa menjadi suplemen
yang berguna untuk memperbaiki peradangan kronis gastritis yang berhubunga dengan H.
pylori (Judaki et al, 2017)

12
2.3.2 Andrographis paniculata Ness (Sambiloto)

Gambar 2.8 Tanaman Herba sambiloto

Klasifikasi tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Asterids
Bangsa : Lamiales
Suku : Acanthae/ Lamiacea
Marga : Andrographis
Jenis : Andrographis paniculata

Bagian yang digunakan herba


Standard menurut farmakope
Adalah semua bagian diatas tanah dari tanaman Andrographis paniculata Ness dari suku
Lamiaceae. Mengandung tidak kurang dari 0,64 %.

13
- Senyawa identitas andrografolid.
- Susut pengeringan tidak lebih dari 10 %.
- Abu tidak larut asam tidak lebih dari 1,7 %
- Sari larut air tidak kurang dari 15, 7 %.
- Sari larut etanol tidak kurang dari 9,2 %.
- Kadar androgafolid tidak kurang dari 0,64 %.
Kandungan kimia andrographolide, panaculoside, flavonoid, andrographonin, panicalin,
neoandrographolide, apigenin 7-4-dimetil eter (Joselin et al, 2014)

Data keamanan
Andrographolide juga melindungi terhadap hepatotoksisitas akibat etanol pada tikus
dengan efktifitas yang setara dengan silymarin. Oral pra- dan posttreatments tikus dewasa
dengan ekstrak A. paniculata melindungi terhadap peningkatan serum yang diinduksi etanol
transaminases. Efek perlindungan satu dosis oral masing-masing ekstrak dan andrografolid
telah dipelajari di karbon tetraklorida- (CCl4-) menginduksi mikrosomik hati peroksidasi lipid,
juga melaporkan Efek hepatoprotektif ekstrak kasar minyak daun melawan kerusakan hati
akibat CCl4; efek ini telah terjadi juga telah terbentuk melawan toksisitas akibat parasetamol
dalam model tikus ex vivo dari hepatosit terisol (Joselin et al, 2014)

Data Farmakologi
Sebuah studi melaporkan evaluasi potensi anti-ulcerogenik dan anti-oksidan in vivo
ekstrak air A. paniculata (APA) pada tikus ulkus lambung eksperimental. Tikus Wistar jantan
yang diberi pretreated dengan (500 dan 1000 mg / kg bb) APA secara terpisah terpapar etanol
(EtOH) (80%), salin (NaCl) (25%) dan indometasin (IM) (30 mg / kg bb). Efek APA pada
jaringan lambung dianalisis berdasarkan nilai ulkus (AS), malondialdehid (MDA), estimasi
total protein, non-protein sulfhydryl (NP-SH) dan perubahan histologis. Pemberian APA secara
oral pada dosis yang lebih rendah (500 mg / kg bb) dan dosis yang lebih tinggi (1000 mg / kg
bb) secara signifikan memperbaiki konsentrasi MDA, protein total dan NP-SH pada ulkus
EtOH, IM dan NaCl. Ulkus pada kelompok perlakuan EtOH dan NaCl dikurangi secara
signifikan menjadi 1,8 dan 4,1 kali lipat setelah perlakuan awal APA (1000 mg / kg bb).
Analisis histologis menegaskan kembali efek perlindungan APA dengan menunjukkan
penghambatan ringan dan kerusakan mukosa pada tikus APA pretreated, dibandingkan dengan
kerusakan jaringan yang parah pada tiga model ulkus. Efek perlindungan APA pada ulkus

14
EtOH dan NaCl disebabkan oleh modulasi aktivitas antioksidan. Ini mungkin karena adanya
flavonoid, diterpine dan andrographolides di APA (Al-Damash, 2015)

2.3.3 Curcuma xanthoriza Roxb (Temulawak).

Gambar 2.9 Tanaman dan Rimpang Temulawak

Klasifikasi tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma xanthorrhiza Roxb

Bagian yang digunakan: Rhizome


Standard Menurut Farmakope Herbal Indonesia
- Ekstrak kental temulawak mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 4,60 % v/b dan
kurkuminoid tidak kurang dari 14,20 % dihitung sebagai kurkumin.
- Randemen esktrak tidak kurang dari 18,0 %.
- Senyawa Indentitas : Xanthorizol
- Pemerian ekstrak: warna kuning kecoklatan, bau khas dan rasa pahit.
- Kadar air tidak lebih dari 10 %
15
- Abu total tidak lebih dari 7,8 %
- Abu tidak larut asam tidak lebih dari 1,6 %
Kandungan kimia: Xantorizol, Kurkuminoid, kurkumin, bisdemetoksi kurkumin (Rahim et al,
2014)
Data Keamanan
Uji toksisitas akut oral
Uji toksisitas akut oral telah di ujikan pada pemberian oral standard Curcuma xhanthoriza
ekstrak etanol pada mencit dengan ranging dosis 300-5000mg/kg dan diuji selama 14 hari.
Hasil pengujian ini membuktikan relative tidak ada efek toksik pada pengujian ini (Devaraj et
al, 2010)
Data Praklinik (In vivo )
Tikus yang diinduksi dengan gastrik ulcer dengan pemberian etanol. Dosis pengujian
pada kelompok hewan terhadap 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb ekstrak daun Curcuma
xhantoriza memberikan efek yang signifikan dari luka di mukosa lambung. Ekstrak ini
meningkatkan berat mucus, menaikan kadar prostaglandin E2 dan superoksida dismutase.
Kesimpulanya bahwa ekstrak daun Curcuma xanthoriza dapat memberikan perlindungan pada
lambung dan menjaga integritas struktur mukosa lambung (Rahim et al, 2013)

2.3.4 Panax Ginseng C.A. Meyer (Ginseng)

Gambar 2.10 Tanaman Ginseng dan Radix Ginseng

16
Klasifikasi

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Mognoliopsida
Bangsa : Apiales
Suku : Araliaceae
Marga : Panax
Jenis : Panax Ginseng C.A. Meyer

Nama Simplisia: Panax Radix

Bagian yang digunakan: Radix

Kandungan kimia: ginsenosid, protopanaxadiol, protopanaxatriol, malonyl ginsenosid.

Standard menurut WHO Monograf Vol 1,

- Senyawa identitas : Ginsenosides


- Bahan organik asing tidak lebih dari 2 %
- Abu total tidak lebih dari 4,2 %
- Abu tidak larut asam tidak lebih dari 1 %
- Abu sulfat tidak lebih dari 12 %
- Ekstraksi yang larut alkohol tidak kurang dari 14,0%

Gambar 2. 11 Struktur Senyawa yang Terkandung dalam Panax ginseng.

17
Data Keamanan
Toksisitas akut oral dari ginseng rendah (LD50 > 5000mg/kgbb tikus dan mencit 200
mg/kgbb) tidak ada efek toksik juga di hasilkan dari identifikasi toksisitas menggunakan babi
mini pada dosis 2000mg/kg bb (80 mg ginsenosida/kg) (Carabin et al, 2000).
Data Praklinik
Pengujian efek protektif gastrointestinal yang mengadung ginseng korea pada mencit.
Ulcer di lambunng diinduksi secara oral menggunakan HCL atau etanol atau indometacin.
penggunaan korean ginseng dengan variasi dosis 30, 100, 300 mg/kg bb mampu menurunkan
ulkus di lambung secara signifikan pada dosis 100 dan 300 mg/kg bb. Mekanisme ini terjadi
karena efek gastroprotektif dari ginseng disebabkan oleh efek ameliorating pada kerusakan
oksidatif dengan meningkatkan aliran darah di mukosa lambung (Oyagi et al, 2010)

18
BAB III

KESIMPULAN

Gastritis merupakan keadaan patologis yang ditandai dengan keadaan inflamasi,


peradangan bahkan luka di area mukosa lambung. Kejadian gastritis di sebabkan oleh faktor
resiko berupa kondisi autoimun, faktor biologi dan faktro kimia. Gastritis umumnya dapat di
sebabkan oleh infeksi bakteri H. pylori. Terapi pendekatan dengan tanaman dipilih karena
mungkin efek samping yang relatih lebih ringan di banding penggunaan obat konvensional.
Serta alam Indonesia yang melimpah akan sumber bahan alamnya.
Temulawak, kunyit dan sambiloto serta ginseng berdasarkan penelusuran litelatur dapat
digunakan dalam terapi gastritis. Data keamanan yang diperoleh dari penelitian
mengungkapkan bahwa sambiloto, temulawak dan kunyit bersifat hepatoprotektif. Senyawa
flavoid dan tanin yang terkandung dalam sebagian besar tanaman tersebut yang dapat
digunakan dalam terapi gastritis. Tannin dan flavonoid (senyawa fenolik) umumnya ditemukan
di beberapa tanaman obat yang biasanya memiliki aktifitas teurapeutik tertentu.
Antiinflamatori, antioksidan, antiulcerogenik dan penyembuh luka umumnya disebabkan oleh
penyusun tannin dan flavonoid.
Berdasarkan penelusuran tersebut, maka pendekatan terapi pada gastritis dapat
menggunakan tanaman herbal didukung dengan data keamanan dan data terapuetik preklinik
serta sebagian data klinik. Diharapkan dengan hasil penelusuran yang telah diperoleh
memberikan pengembangan dalam terapi gastritis menggunakan pendekatan tanaman obat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aljamal, A. (2011). Effect of Tumeric in Peptic Ulcer and Helicobacter pylori. Research
Plant Science.

Al-dahmash, B. A. (2015). Andrographis paniculata Aqueous Extract Shows Anti-


Ulcerogenic Effects in Rats Via Modulation of Anti-Oxidant System, 47(5), 1475–1485.

Boltin, D., & Niv, Y. (2014). Pharmacological and alimentary alteration of the gastric barrier.
Best Practice and Research: Clinical Gastroenterology, 28(6), 981–994.
https://doi.org/10.1016/j.bpg.2014.09.001

Boro, S., & Sarma, M. P. (2016). Helicobacter Pylori and Steps for its Elimination : A
Review Helicobacter Pylori and Steps for its Elimination : A Review Helicobacter Pylori
and Steps for its Elimination : A Review
HelicobacterPyloriandStepsforitsEliminationAReview, 16(4), 31–36.

Carabin, I. G., Burdock, G. A., & Chatzidakis, C. (2016). Safety Assessment of Panax
Ginseng, 293–301.

Das, B. K., Singh, M. K., & Kulkarni, J. M. (2016). Potential Gastroprotective Medicinal
Plants: an Overview. International Research Journal of Pharmacy, 7(2), 8–14.
https://doi.org/10.7897/2230-8407.07213

De, R., Kundu, P., Swarnakar, S., Ramamurthy, T., Chowdhury, A., Nair, G. B., &
Mukhopadhyay, A. K. (2009). Antimicrobial activity of curcumin against helicobacter
pylori isolates from India and during infections in mice. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy, 53(4), 1592–1597. https://doi.org/10.1128/AAC.01242-08

Depkes RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi 1,Depkes RI, Jakarta

Devaraj, S., Esfahani, A. S., Ismail, S., Ramanathan, S., & Yam, M. F. (2010). Evaluation of
the antinociceptive activity and acute oral toxicity of standardized ethanolic extract of
the rhizome of curcuma xanthorrhiza roxb. Molecules, 15(4), 2925–2934.
https://doi.org/10.3390/molecules15042925

Elseweidy, M. M. (2017). Brief Review on the Causes, Diagnosis and Therapeutic Treatment
of Gastritis Disease. Alternative & Integrative Medicine, 6(1), 1–6.
https://doi.org/10.4172/2327-5162.1000231

Jayakumar, T., Hsieh, C.-Y., Lee, J.-J., & Sheu, J.-R. (2013). Experimental and Clinical
Pharmacology of Andrographis paniculata and Its Major Bioactive Phytoconstituent
Andrographolide. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine,
2013(Figure 1), 1–16. https://doi.org/10.1155/2013/846740

20
Kusters, J. G., van Vliet, A. H. M., & Kuipers, E. J. (2006). Pathogenesis of Helicobacter
pylori Infection. Clinical Microbiology Reviews, 19(3), 449–490.
https://doi.org/10.1128/CMR.00054-05

Solomon Jeeva, J. J. (2014). Andrographis paniculata: A Review of its Traditional Uses,


Phytochemistry and Pharmacology. Medicinal & Aromatic Plants, 3(4), 1–15.
https://doi.org/10.4172/2167-0412.1000169

Judaki, A., Rahmani, A., Feizi, J., Asadollahi, K., & Hafezi Ahmadi, M. R. (2017). Curcumin
in combination with triple therapy regimes ameliorates oxidative stress and
histopathologic changes in chronic gastritis– associated helicobacter pylori infection.
Arquivos de Gastroenterologia, 54(3), 177–182. https://doi.org/10.1590/s0004-
2803.201700000-18

Matsumoto, T., Sun, X. B., Hanawa, T., Kodaira, H., Ishii, K., & Yamada, H. (2002). Effect
of the antiulcer polysaccharide fraction from Bupleurum falcatum L. on the healing of
gastric ulcer induced by acetic acid in rats. Phytotherapy Research, 16(1), 91–93.
https://doi.org/10.1002/ptr.986

Oyagi, A., Ogawa, K., Kakino, M., & Hara, H. (2010). Protective effects of a gastrointestinal
agent containing Korean red ginseng on gastric ulcer models in mice. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 10, 45. https://doi.org/10.1186/1472-6882-
10-45

Polydorides, A. D. (2014). Pathology and differential diagnosis of chronic, noninfectious


gastritis. Seminars in Diagnostic Pathology, 31(2), 114–123.
https://doi.org/10.1053/j.semdp.2014.02.008

Mallapu, P., & Venkateswara, S. (2017). REVIEW : LIST OF MEDICINAL PLANTS FOR,
5(12), 1570–1575.

Rahim, N. A., Hassandarvish, P., Golbabapour, S., Ismail, S., Tayyab, S., & Abdulla, M. A.
(2014). Gastroprotective effect of ethanolic extract of curcuma xanthorrhiza leaf against
ethanol-induced gastric mucosal lesions in sprague-dawley rats. BioMed Research
International, 2014, 1–10. https://doi.org/10.1155/2014/416409

Sah, A., Jha, R., Sah, P., Shah, D., & Yadav, S. (2013). Turmeric (curcumin) remedies
gastroprotective action. Pharmacognosy Reviews, 7(1), 42. https://doi.org/10.4103/0973-
7847.112843

Saranya, P., Geetha, A., & Selvamathy, S. M. K. (2011). A biochemical study on the
gastroprotective effect of andrographolide in rats induced with gastric ulcer. Indian
Journal of Pharmaceutical Sciences, 73(5), 550–557. https://doi.org/10.4103/0250-
474X.99012

Soni, K. B., Rajan, A., & Kuttan, R. (1992). Reversal of aflatoxin induced liver damage by
turmeric and curcumin. Cancer Letters, 66(2), 115–121. https://doi.org/10.1016/0304-
3835(92)90223-I

21
Morales-guerrero, S. E., & Aguilar-gutiérrez, G. R. (n.d.). World â€TM s largest Science ,
Technology & Medicine Open Access book publisher The Role of CagA Protein
Signaling in Gastric Carcinogenesis — CagA Signaling in Gastric Carcinogenesis.

Velusami, C. C., Boddapati, S. R., Hongasandra Srinivasa, S., Richard, E. J., Joseph, J. A.,
Balasubramanian, M., & Agarwal, A. (2013). Safety evaluation of turmeric
polysaccharide extract: Assessment of mutagenicity and acute oral toxicity. BioMed
Research International, 2013, 1–10. https://doi.org/10.1155/2013/158348

WHO. 1999. WHO Monograph on selected medicinal Plants Vol 1. Genewa

22

Anda mungkin juga menyukai