Anda di halaman 1dari 59

APLIKASI TEORI OF COMFORT KATHARINE KOLCABA DENGAN

INTERVENSI POSISI LATERAL KANAN TERHADAP KUALITAS


TIDUR PADA KASUS KEGAWAT DARURATAN PASIEN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI ICCU
RSUP PROF DR. R.D. KANDOU MANADO

PROPOSAL KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan


Pendidikan Profesi Ners Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

Oleh
Anggriani Abd. Latif, S.Tr.Kep
NIM: 711490122087

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MANADO
PROFESI NERS
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Congestive Heart Failure merupakan salah satu masalah kesehatan dalam

system kardiovaskular yang angka kejadiannya terus meningkat. CHF adalah

suatu keadaan yang progresif dengan prognosis yang buruk (Suharto & dkk,

2020; Suharto & dkk, 2020).

CHF adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala ), ditandai oleh

sesak napas dan fatiq (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh

kelainan struktur dan fungsi jantung. CHF dapat disebabkan oleh gangguan

yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi

distolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Wenas &

Laoh, 2022).

Dispnea mengakibatkan pasien sering terbangun di malam hari dan harus

duduk atau berdiri untuk meringankan sesak. Hal ini berdampak pada

terganggunya kualitas tidur pasien. Gejala paling umum terjadi yaitu rasa

mengantuk sepanjang hari dan kesulitan tidur. Saat posisi miring ke kiri akan

memberi tekanan pada jantung dan pompa darah akan tertahan. Tekanan dan

jantung yang lemah akan menurunkan kerja jantung dan pompa kurang

adekuat dapat memperburuk curah jantung sehingga akan menyebabkan sesak

sehingga mengganggu tidur pasien (Suharto & dkk, 2020).

Salah satu masalah yang muncul akibat dari terganggunya tidur yaitu

menurunnya kualitas tidur. Kualitas tidur merupakan suatu keadaan seseorang

dapat dengan mudah untuk memulai tidur dan mempertahankan tidur,

1
2

komponen dari kualitas tidur dapat digambarkan dengan lama waktu tidur dan

keluhan – keluhan yang dirasakan diwaktu tidur dan saat bangun tidur

(Suharto & dkk, 2020).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2017 penyakit ini

merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Pada

tahun 2015 diperkirakan sebanyak 17,7 kematian di dunia disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular, yang mewakili sebanyak 31% jumlah kematian di

seluruh dunia.

Menurut RISKESDAS 2013 dalam Wenas & Laoh 2022, prevalensi gagal

jantung di Indonesia sebesar 0,13% untuk terdiagnosis dokter, dan 0,3% untuk

terdiagnosis dokter atau gejala. Di Sulawesi Utara sendiri prevalensi gagal

jantung mencapai 0,4% untuk yang terdiagnosis dan 0,14% untuk prevalensi

gejala. Penyakit Gagal Jantung Kongestif juga masuk pada urutan ke tiga

sebagai kematian terbanyak di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Data yang diperoleh dari buku register pasien diruang ICCU RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2021 didapatkan penyakit CHF yaitu

sebanyak 116 Pasien, dimana diagnosis ini berada pada posisi ke 2 setelah

penyakit Coronary Artery Disease (CAD).

Hasil wawancara yang dilakukan tanggal 3 februari 2023 di ruang ICCU

RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada pasien CHF didapatkan keluhan

yaitu sesak nafas, terasa lelah, dan sulit tidur. Berdasarkan hasil wawancara

terhadap perawat di ruang ICCU didapatkan pasien CHF sering mengeluh

sesak nafas dan mengalami kesulitan tidur. Pasien dengan keluhan sesak nafas
3

dilakukan intervensi dengan pemasangan alat bantu nafas diantaranya

pemberian oksigen dengan menggunakan non rebreathing mask (NRM).

Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh perawat ruang ICCU RSUP

Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dalam meningkatkan kualitas tidur pasien

CHF, antara lain menciptakan lingkungan yang nyaman, membatasi jumlah

pengunjung, memberlakukan jam besuk pasien, membatasi intake pasien dan

mengatur posisi fowler atau semi fowler. Posisi fowler atau semi fowler

tersebut belum efektif dalam meningkatkan kualitas tidur pasien CHF di ruang

ICCU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Karena posisi tersebut belum

efektif, maka diperlukan intervensi posisi lateral kanan pada pasien CHF.

Posisi lateral kanan dapat memberikan kenyamanan secara fisik pada pasien

dan dapat mencegah obstruksi saluran nafas akibat pendorongan lidah

kebelakang yang menyebabkan oklusi saat pasien tidur, sehingga pasien akan

merasa nyaman ketika tidur di posisi ini. Pada posisi lateral kanan jantung

berada diatas maka peredaran darah menuju jantung akan lebih baik

dibandingkan kekiri maka jantung akan lebih berat kerjanya.

Menurut Dochterman & Bulechec Nursing Intervention Clasification

dalam memberi asuhan keperawatan salah satu intervensi pilihan yaitu

positioning (tindakan pemberian posisi tubuh untuk meningkat kesejahteraan

dan kenyamanan pasien). Posisi dalam tidur pasien CHF juga sangat penting,

posisi lateral kanan merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat

digunakan untuk mempertahankan status hemodinamik (denyut jantung, laju

pernafasan, tekanan darah diastolic, tekanan darah sistolik, saturasi oksigen


4

dan tekanan darah arteri rata-rata), selain itu dengan posisi lateral kanan juga

dapat mengurangi sleep apnea yang sering dialami pasien gagal jantung

dimana mengganggu kualitas tidur (Yesni, 2019).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Yesni, 2019) dengan desain

penelitian quasi eksperimen pre and post test control group dengan responden

sebanyak 29 orang terdiri dari 15 kelompok intervensi dan 14 kelompok

control. Mendapatkan hasil bahwa intervensi posisi lateral kanan pada pasien

CHF mampu meningkatkan kualitas tidur pasien.

Penelitian lain juga yang dilakukan oleh (Puspita, 2019) dengan desain

penelitian Quasy eksperiment pre and post test without control dengan 36

responden untuk dua kelompok, atau 18 responden untuk masing-masing

kelompok. Mendapatkan hasil bahwa posisi tidur semi fowler dan miring

kanan efektif terhadap peningkatan kualitas tidur pasien gagal jantung

kongestif.

Penelitian diatas pula didukung oleh penelitian (Khasanah & Pambudi,

2014) dengan responden dalam penelitian ini sebanyak 16 responden.

Mendapatkan hasil bahwa posisi tidur miring kanan membuat nyaman pasien

congestive heart failure.

Berdasarkan dengan uraian diatas, penulis tertarik mempelajari lebih lanjut

tentang penggunaan aplikasi teori Of Comfort Kathrine Kolcaba dengan

intervensi posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur pada kasus kegawat

daruratan pasien CHF di ICCU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado sesuai

dengan panduan dari DPP PPNI.


5

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Aplikasi Teori Of Comfort Katharine Kolcaba dengan

intervensi posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur pada kasus kegawat

daruratan pasien Congestive Heart Failure (CHF) di ruang ICCU RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan teori Of Comfort Katharine Kolcaba dengan

intervensi posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur pada kasus kegawat

daruratan pasien CHF sesuai dengan paduan Standart Diagnosa

Keperawatan Indonesia (SDKI), Standart Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI) dan Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) di ruang

ICCU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien CHF dengan intervensi

posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur sesuai dengan panduan

Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standart Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standart Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI) di ruang ICCU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado.

b. Dapat merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien CHF dengan

intervensi posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur sesuai dengan


6

paduan Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) di ruang

ruang ICCU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien CHF dengan

intervensi posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur sesuai dengan

panduan Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) di ruang

ICCU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien CHF dengan

intervensi posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur sesuai dengan

panduan Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) di ruang

ICCU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien CHF dengan intervensi

posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur di ruang ICCU RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Dapat memberikan masukan dan contoh dalam melakukan

intervensi inovasi keperawatan serta menambah ilmu pengetahuan,

tindakan dan pengalaman dalam melaksanakan intervensi posisi lateral

kanan sebagai intervensi keperawatan mandiri dalam masalah CHF.

2. Bagi Rumah Sakit

Dapat memberikan rujukan bagi bidang diklit keperawatan dalam

mengembangkan kebijakan terkait dengan perkembangan kompetensi

perawat ICCU.
7

3. Bagi Institusi Pendidikan

Mengembangkan wawasan keilmuan dan bahan pembelajaran

dalam keperawatan pada pasien CHF melalui pemberian intervensi posisi

lateral kanan.

4. Bagi Penulis dan Penulis Selanjutnya

Dapat menambah ilmu dan menjadi tahu rasional intervensi posisi

lateral kanan terhadap kualitas tidur agar dapat diaplikasikan selanjutnya.

Serta sebagai bahan informasi dan referensi untuk mengembangkan

penulisan lebih lanjut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Congestive Heart Failure

1. Pengertian CHF

CHF yaitu suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan

dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrient dan oksigen secara adekuat. Salah satu dampak dari kegagalan

jantung dalam memompakan darah yaitu pasien merasakan gejala sesak

nafas. Sesak nafas pasien CHF diakibatkan oleh gangguan kemampuan

kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung menjadi lebih

rendah dari curah jantung normal sehingga darah yang dipompa pada

setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah ke seluruh

tubuh (Suharto & dkk, 2020).

CHF yaitu ketidakmampuan jantung memompa darah ke seluruh

tubuh sehingga jantung hanya memompa darah dalam waktu yang singkat

dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan

adekuat. Bila terjadi kegagalan jantung hal ini akan mengakibatkan

bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti: tangan, kaki, paru

atau organ lainnya sehingga menimbulkan bengkak yang dapat

menghambat aktivitas dari pasien gagal jantung (Budiono & Ristanti,

2019).

Gagal jantung kiri: kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel

kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari

8
9

paru. Gagal jantung kanan: bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol

adalah kongesti visera dan jaringan perifer (Nugroho & dkk, 2019).

2. Penyebab CHF

Sebelum terserang penyakit ini selalu didahului oleh adanya gangguan

jantung sebelumnya. Beberapa kondisi gangguan jantung yang dapat

menyebabkan CHF antara lain:

a. Penyakit arteri koronaria

b. Hipertensi

c. Serangan jantung sebelumnya (Fikriana, 2018)

3. Tanda dan Gejala CHF

Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien CHF antara

lain:

a. Dispnea / sesak nafas

Sesak nafas terjadi karena jantung tidak mampu memompa darah yang

berasal dari vena pulmonalis sehingga akan terjadi bendungan cairan di

dalam paru-paru. Adanya bendungan cairan di paru-paru ini akan

mengganggu terjadinya pertukaran gas sehingga penderita akan

menjadi sesak nafas.

b. Batuk kronis atau muncul wheezing

Batuk yang muncul pada penderita gagal jantung disertai dengan

produksi mucus yang berwarna putih atau pink. Hal ini terjadi karena

penderita juga megalami penumpukan cairan di paru-paru.


10

c. Edema

Edema penderita CHF biasanya terjadi di kaki maupun abdomen.

Terjadinya edema ini akan menyebabkan berat badan penderita

menjadi meningkat drastis karena terjadi penumpukan cairan di dalam

tubuhnya.

d. Fatique

Penderita seringkali merasakan mudah lelah saat melakukan aktivitas

sehar-hari. Hal ini terjadi karena jantung tidak mampu memompa

darah secara maksimal sehingga kebutuhan darah yang mengandung

oksigen dan zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh menjadi

berkurang.

e. Nausea

Nausea / tidak nafsu makan merupakan gejala yang dapat muncul pada

penderita CHF. Hal ini dapat diakibatkan oleh karena saluran

pencernaan mengalami penurunan kebutuhan aliran darah sehingga

akan menyebabkan gangguan dalam penceranaan (Fikriana, 2018).

4. Patofisiolgi CHF

Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada

jantung atau miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya

curah jantung. Bila curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme, maka jantung akan memberikan respon mekanisme

kompensasi untuk mempertahankan fungsi jantung agar tetap dapat

memompa darah secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah secara


11

maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka

setelah akan itu timbul gejala gagal jantung. Terdapat tiga mekanisme

primer yang dapat dilihat dalam respon kompensatorik, yaitu

meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal

akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan

hipertrofi ventrikel. Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung aka

membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Hal ini akan merangsang

pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla

adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk

menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri

perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah

untuk mengutamakan perfusi ke organ vital seperti jantung dan otak.

Aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone akan menyebabkan

retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan

regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah

kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling.

Respon kompensatorik yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi

miokardium atau bertambahnya ketebalan otot jantung. Hipertrofi akan

meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer

dapat bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban

hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini memiliki efek yang

menguntungkan. Namun, pada akhirnya mekanisme kompensatorik dapat


12

menimbulkan gejala dan meningkatkan kerja jantung. Hasil akhir dari

peristiwa di atas meningkatnya beban miokardium dan terus

berlangsungnya gagal jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).

5. Klasifikasi CHF

Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapasitas


structural jantung (AHA) fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I

Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam


berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
Tidak terdapat gangguan structural fisik sehari-hari tidak menimbulkan
atau fungsional jantung, tidak kelelahan, palpitasi atau sesak
terdapat tanda atau gejala nafas.
Stadium B Kelas II

Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan.


jantung yang berhubungan dengan Tidak terdapat keluhan saat
perkembangan gagal jantung, tidak istirahat, namun aktifitas fisik
terdapat tanda atau gejala. sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III

Gagal jantung yang simptomatik Terdapat batasan aktifitas


berhubungan dengan penyakit bermakna. Tidak terdapat keluhan
structural jantung yang mendasari. saat istirahat, tetapi aktifitas fisik
ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak.
Stadium D Kelas IV

Penyakit jantung structural lanjut Tidak dapat melakukan aktifitas


serta gejala gagal jantung yang fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala
sangat bermakna saat istirahat saat istirahat. Keluhan meningkat
walaupun sudah mendapat terapi saat melakukan aktifitas
medis maksimal (refrakter)
(Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular, 2020).
13

6. Pemeriksaan Diagnostik CHF

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah digunakan untuk mengambil sampel darah

Elektrolit (mengetahui kadar natrium dan kalium), Albumin, Kreatinin

(mengetahui fungsi ginjal).

b. Foto Thoraks

Foto thoraks diperlukan untuk mengetahui pembesaran jantung dan

Kongesti paru.

c. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya

serangan jantung sebelumnya, gangguan konduksi pada ventrikel, dan

irama jantung abnormal.

d. Pemeriksaan ekokardiografi

Gambar yang ditunjukan dalam ekokardiografi akan dapat

menampilkan ketebalan dinding otot jantung serta seberapa baik

jantung menjalankan fungsinya dalam memompa darah.

e. Kateterisasi jantung

Kateterisasi jantung dilakukan untuk mengetahu adanya sumbatan

pada arteri koronaria maupun penyempitan arteri (Nurkhalis & Adista,

2020).
14

7. Komplikasi CHF

Menurut Smeltzer 2002 dalam (Nanda, 2019) berikut beberapa

komplikasi CHF:

a. Edema pulmoner akut

b. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diit berlebih.

c. Perikarditis : efusi pleura, dan tamponade jantung akibat produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.

d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfunsi sistem

renin-angiotensin-aldosteron.

e. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penuruna rentan usia sel darah

merah.

8. Tatalaksana CHF

a. Perubahan gaya hidup

1) Menghindari rokok

2) Memelihara berat badan

3) Menjaga intake cairan

4) Menghindari alcohol

5) Menghindari / membatasi kafein

6) Mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi

7) Melakukan aktivitas fisik


15

b. Pengobatan

1) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors : Captopril,

Enalappril, Fasinopril, Lisonopril, Perindopril.

2) Angiotensi II Receptor Blocker (ARBs) : Candesartan, Losartan,

Valsartan.

3) Angiotensi Receptor Neprilysin Inhibitors (ARNIs) :

Sacubitril/valsartan

4) Beta Blocker : Bisoprolol, Metoprolol

5) Diuretik : Furosemide, Bumetanide, Metalazone, Torsemide,

Amiloride, Chlorothiazide.

c. Pembedahan

1) Implantable Cardioverter – Defibrilator (ICD)

2) Transplantasi jantung

3) Cardiac Resynchrization therapy (CRT)

4) Coronary artery bypass

5) Penggantian katup jantung


16

9. Web Of Caussation (WOC)


Malformasi kongenital Hipertensi Abnormalitas jantung Penyakit arteri koroner

Tekanan jantung Afterload Kontraktilitas jantung Terganggunya aliran darah dan otot
jantung
10.
Beban jantung Sirkulasi sistemik
Hipertropi jantung Hipoksia, asidosis

Hipertropi serabut otot jantung


Kegagalan mekanisme iskemia
pemompaan dan penurunan
Mekanisme kompensasi
Infark Miokard

kontraktilitas

Gagal jantung

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Kegagalan memompa darah ke sistemik Darah kembali ke atrium, ventrikel


dan sirkulasi paru

Hipoksia Penumpukan darah di anasarka Jantung kanan hipertropi


dan paru

Kontraktilitas jantung Metabolisme anaerob Perpindahan cairan intrasel ke interstitial Tekanan pulmonal Darah terkumpul di Tekanan aliran darah
sistem perifer

Penurunan cardiac output ATP Kelebihan volume cairan Transudasi cairan (edema paru) Influx vena cava
Volume darah dalam
Timbul pada malam hari sirkulasi
fatique Sesak napas Tekanan vena jugularis

Inefektif perfusi jaringan perifer


Gangguan pola tidur Pola nafas tidak efektif
Intoleransi aktivitas

Robet, 2018
17

B. Teori Posisi Lateral Kanan

1. Pengertian Posisi Lateral Kanan

Posisi tidur ke kanan dapat menurukan keluhan pada pasien

jantung, hal ini dapat terjadi karena ketika kita posisi tidur miring di

sebelah kanan maka jantung berada diatas maka peredaran darah yang

menuju jantung akan lebih baik dibandingkan jika miring kekiri maka

jantung akan lebih berat kerjanya. Posisi miring tidur ke kanan juga dapat

mengistirahatkan organ pencernaan khususnya lambung dan hati. Hal ini

dapat terjadi karena ketika tidur miring ke kanan maka lambung akan lebih

condong ke bagian hati. sehingga setelah beristirahat tidur maka organ

tersebut dapat bekerja dengan baik dan lancar. Tidur dengan posisi miring

kanan juga dapat meningkatkan pengosongan pada kandung empedu

(Nugroho & dkk, 2019).

Posisi lateral kanan dapat meningkatkan tekanan darah rata-rat 4-5

mmHg dibandingkan posisi terlentang. Pasien dengan pelebaran ventrikel

kiri dan peningkatan tekanan kapiler paru akan menghindari posisi lateral

kiri pada saat beristirahat karena akan meningkatkan paroxysmal

nocturnal dyspnea (PND) dan menghambat aliran balik vena dari paru-

paru. Posisi lateral kanan dapat meningkatkan aktivitas simpatis pada

pasien dengan gagal jantung. Ketika pasien dengan efusi pleura berada

pada posisi lateral kanan, rongga pleura kiri menjadi bebas dari paru-paru

kanan (R.T, 2020).


18

Menurut Dochterman & Bulechec Nursing Intervention

Clasification dalam memberi asuhan keperawatan salah satu intervensi

pilihan yaitu positioning (tindakan pemberian posisi tubuh untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan pasien). Posisi lateral kanan

merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk

mempertahankan status hemodinamik (denyut jantung, laju pernafasan,

tekanan darah diastolic, tekanan darah sistolik, saturasi oksigen dan

tekanan darah arteri rata-rata) pasien gagal jantung dan pasien gagal

jantung pada posisi istirahat lateral kanan merasakan kenyamanan tingkat

sedang (Yesni, 2019).

C. Teori Kualitas Tidur

1. Pengertian Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah terpenuhinya kebutuhan seseorang terhadap

tidur, sehingga tidak memperlihatkan rasa lelah, gelisah, lesu dan patis,

kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,

mata perih, sulit konsentrasi, sakit kepala dan sering menguap. kualitas

tidur sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi

meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, diantaranya adalah lamanya

tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun di

malam hari dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur.

Kualitas tidur sangat ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan

pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan


19

tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis (Yesni,

2019).

2. Kualitas tidur pada CHF

Penderita CHF sering mengalami kualitas tidur yang buruk.

Jantung yang mengalami gangguan jika disertai dengan kualitas tidur yang

buruk akan menyebabkan kerja jantung semakin berat, oleh karena itu

dibutuhkan intervensi dalam penanganannya, apalagi komponen kualitas

tidur yang sering dialami penderita CHF adalah kesulitan tidur yang

pendek dan berefek tidur yang tidak efisien, dimana dalam hal ini sangat

dibutuhkan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan terutama

dalam pemberian kenyamanan bagi pasien menjelag tidur.

Dalam pemberian asuhan keperawatan intervensi yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien CHF yaitu dengan

memposisikan posisi lateral kanan. Hal ini dikarenakan posisi lateral

kanan salah satu intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk

membantu meningkatkan kualitas tidur pasien CHF.

3. Alat ukur kualitas tidur CHF

Kualitas tidur pada CHF diukur dengan menggunakan Pittsburgh

Sleep Quality Index (PSQI). Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah

sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur

pada orang dewasa. Instrumen ini terdiri dari 7 komponen yaitu kualitas

tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur sehari-hari,

gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas siang hari.
20

Kuesioner terdiri atas 9 pertanyaan yang harus dijawab oleh responden.

Penentuan kualitas baik atau buruk dilakukan dengan mengukur 7

komponen, tiap komponen memiliki kisaran nilai 0 – 3 dengan 0

menunjukkan tidak adanya kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan

tidur yang berat. Skor dari ketujuh komponen tersebut dijumlahkan

menjadi 1 (satu) skor global dengan kisaran nilai 0 – 21.

D. Teori Keperawatan Menurut Katharine Kolcaba

1. Pengertian

Dikembangkan Katharine Kolcaba pada tahun 1990, teori comfort

merupakan middle range theory, karena memiliki batasan konsep dan

proposisi, tingkat abstraksinya rendah dan mudah diterapkan pada

pelayanan keperawatan. Teori ini lebih mengedepankan kenyamanan

sebagai kebutuhan semua manusia. Kenyamanan ialah kebutuhan yang

diperlukan pada rentang sakit hingga sehat dan kenyamanan merupakan

label tahap akhir dari tindakan terapeutik perawat kepada pasien (Amalina,

2021).

Kolcaba menjelaskan kenyamanan adalah suatu yang menguatkan,

dan dari ergonomis berkaitan langsung dengan penampilan dalam bekerja.

Namun, arti ini tidak secara implisit, ada konteks lainnya dan masih

bersifat ambigu. Konsep tersebut dapat diartikan sebagai kata kerja, kata

benda, kata sifat, kata keterangan, proses dan hasil (Alligood, 2017)
21

Terdapat beberapa asumsi yang mendasari teori Kolcaba yaitu

(Alligood, 2017)

a. Setiap individu menunjukkan respons holistik terhadap stimulus

kompleks yang diterima.

b. Kenyamanan adalah hasil holistik yang ingin dicapai oleh setiap

individu dan erat kaitannya dengan disiplin keperawatan.

c. Kenyamanan adalah kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan dan

harus dipenuhi oleh setiap individu. Hal ini merupakan usaha aktif.

d. Pencapaian kenyamanan seorang individu memberikan kekuatan bagi

pasien dalam membentuk setiap kesadaran terkait kesehatan dirinya.

e. Pasien yang menunjukan kesadaran terkait kesehatan dirinya yang

tinggi cenderung memiliki kepuasan tersendiri dengan asuhan yang

diperoleh.

f. Integritas, institusi didasari oleh orientasi siswa nilai penerima asuhan.

Sama pentingnya orientasi terhadap promosi kesehatan, asuhan holistik

dalam konteks keluarga dan pemberi asuhan

2. Tingkat Keperawatan

Kolcaba menggunakan idenya dari 3 teori keperawatan sebelumnya

untuk mensintesis atau mengidentifikasi jenis kenyamanan menurut

analisis konsep. Ada 3 tingkat kenyamanan menurut Kolcaba (Alligood,

2017):
22

a. Relief (kelegaan)

Menurut pada arti kenyamanan dari hasil riset Orlando, yang

mengemukakan bahwa perawat dapat meringankan kebutuhan pasien,

termasuk pada kebutuhan kenyamanan yang spesifik.

b. Ease (ketentraman)

Meningkatkan rasa nyaman atau terbebas dari rasa tidak nyaman.

Merupakan defenisi kenyamanan dari hasil riset Henderson, yang

mendeskripsikan ada 14 fungsi dasar pada manusia yang seharusnya

dipertahankan selama proses pemberian asuhan keperawatan.

c. Transcendence (Adaptasi)

Yaitu dapat beradaptasi atau mampu mentoleransikan dirinya

dengan ketidaknyamanan. Hal ini merupakan penjabaran dari hasil

riset Paterson dan Zderat, yang menjelaskan pasien dibantu perawat

dalam mengatasi kesulitannya.

Secara umum dituliskan Kolcaba di dalam teori comfort yang

dikembangkannya menyebutkan adanya holistic comfort yang

merupakan sebuah bentuk kenyamanan yang mencakup tiga tipe

kenyamanan yaitu relief, ease, dan transcendence. Relief diartikan

sebuah kondisi resipien yang memerlukan penanganan spesifik dan

segera, ease dimaknai kondisi tenteram atau kepuasan hati dari pasien

yang terjadi karena hilangnya ketidaknyamanan fisik yang dirasakan

pada semua kebutuhannya, sedangkan transcendence di definisikan

sebagai keadaan seorang individu yang dapat mengatasi masalah dari


23

ketidaknyamanan yang terjadi. Kolcaba sendiri, memandang bahwa

kenyamanan merupakan kebutuhan dasar seseorang yang bersifat

holistic yang meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural,

dan lingkungan (Utami, 2016).

Kenyamanan fisik berhubungan dengan mekanisme sensasi tubuh

dan homeostatis, yang mencakup penurunan kemampuan tubuh di

dalam merespon suatu penyakit atau prosedur invasif. Beberapa

pilihan untuk memenuhi masalah kenyamanan ini ialah memberikan

obat, merubah posisi, kompres hangat dingin, maupun sentuhan

terapeutik. Kenyamanan psikospiritual sendiri dikaitkan dengan

keharmonisan hati dan ketenangan jiwa, yang mampu di fasilitasi

dengan memfasilitasi kebutuhan interaksi dan sosialiasi pasien dengan

orang-orang terdekat selama perawatan dan melibatkan keluarga secara

aktif dalam proses kesembuhan pasien.

Kebutuhan kenyamanan sosiokultural berhubungan degan

hubungan interpersonal, keluarga dan masyarakat yang mencakup

kebutuhan pada informasi kepulangan atau discharge planning dan

perawatan yang disesuaikan dengan budaya yang dimiliki pasien.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan sosiokultural ialah menciptakan hubungan terapeutik

dengan pasien, tanpa memandang status sosial atau budaya menghargai

hak-hak pasien, memfasilitasi kerja tim dalam mengatasi kemungkinan

adanya konflik antara proses penyembuhan dengan kebudayaan pasien,


24

serta berupaya mendorong pasien mengekspresikan perasaannya.

Sedangkan kebutuhan kenyamanan terakhir ialah kebutuhan

kenyamanan lingkungan yang berkaitan dengan menjaga kerapian dan

kebersihan lingkungan, membatasi pengunjung dan terapi saat pasien

beristirahat serta memberikan lingkungan yang aman bagi pasien

(Utami, 2016).

3. Konteks Kenyamanan

Menurut Kolcaba ada 4 konteks kenyamanan (Alligood, 2017) :

a. Kebutuhan rasa nyaman fisik (physical comfort): adalah kebutuhan

karena penurunan mekanisme fisiologis yang terganggu atau berisiko

karena suatu penyakit.

b. Kebutuhan akan psikospiritual (psychospiritual comfort): adalah

kebutuhan terhadap kepercayaan diri, kepercayaan dan motifasi yang

bertujuan agar pasien atau keluarga dapat bangkit atau meninggal

dengan damai.

c. Kebutuhan rasa nyaman sosiokultural (sosiocultural comfort): Adalah

kebutuhan penentraman hati, dukungan, bahas tubuh yang positif dan

perawatan yang dilihat dari segi budaya. Kebutuhan ini dipenuhi

melalui coaching atau pemberian pendidikan kesehatan (informasi),

promosi, pelatihan, mendapat informasi perkembangan yang

berhubungan dengan prosedur pulang dari rumah sakit dan rehabilitasi.

d. Kebutuhan rasa nyaman lingkungan (environmental comfort):

Kebutuhan ini meliputi kerapian lingkungan, lingkungan yang sepi,


25

perabotan yang nyaman, bau lingkungan minimum dan keamanan

lingkungan. Tingkatan yang dapat dilakukan perawat meliputi

mengurangi kebisingan, memberikan penerangan yang cukup, dan

mengurangi gangguan pada saat tidur.

Kolcaba mengemukakan bahwa kenyamanan adalah suatu konsep

yang mempunyai suatu hubungan yang kuat dengan ilmu perawatan.

Perawat menyediakan kenyamanan ke pasien dan keluarga-keluarga

mereka melalui intervensi dengan prientasi pengukuran kenyamanan.

Tindakan penghiburan yang dilakukan oleh perawat akan memperkuat

pasien dan keluarga keluarga mereka yang dapat dirasakan seperti

mereka berada di dalam rumah mereka sendiri. Kondisi keluarga dan

pasien diperkuat dengan tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan

oleh perawat dengan melibatkan perilaku.

E. Asuhan Keperawatan dengan Teori Comfort Katharine Kolcaba

1. Pengkajian Berbasis Teori Kenyamanan Kolcaba

a. Analisis Kenyamanan pada Konteks Fisik

Pengkajian klien terkait rasa nyaman dengan pengalaman fisik

dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan fisik keadaan

klien, mengamati sikap tubuh klien, serta perilaku klien yang

menunjukkan ketidaknyamanan. Pemeriksaan hemodinamik juga dapat

dilakukan secara menyeluruh dan dapat dilakukan pengkajian secara

head to toe.
26

b. Analisis Kenyamanan pada Konteks Psikospiritual Pengalaman

psikospiritual terkait dengan kenyamanan terhadap motivasi dan

kepercayaan kepada Tuhan.

c. Analisis Kenyamanan pada Konteks Lingkungan Kenyamanan

lingkungan konsep ini mencakup respon adaptasi klien dan keluarga

terhadap lingkungan di rumah sakit yang menjadi stressor tersendiri

bagi klien dan keluarga. Klien yang tidak bisa beradaptasi dengan

lingkungan ini, maka akan merasakan ketidaknyamanan jika berada

dalam lingkungan tersebut (Cahyati & dkk, 2021).

d. Analisis Kenyamanan pada Konteks Sosiokultural Aspek ini lebih

banyak mengkaji hubungan klien dengan keluarga. Klien yang dirawat

di rumah sakit akan terpisah dari keluarganya atau saudara dan

kerabatnya untuk sementara waktu.

2. Diagnosa Keperawatan

Suatu metode tahapan keperawatan yang dijelaskan melalui status

kesehatan secara nyata yang diperoleh melalui respon berupa keluhan atau

gangguan yang dirasakan oleh klien diartikan sebagai diagnosa

keperawatan (Asriwati & Irawati, 2019).

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi pada teori comfort dikategorikan ke dalam tiga tipe

intervensi yaitu: intervensi untuk kenyamanan standar (standart comfort)

adalah intervensi untuk mempertahankan hemodinamik dan mengontrol

nyeri: intervensi untuk pembinaan (coaching) yaitu intervensi yang


27

digunakan untuk menurunkan kecemasan, menyediakan informasi

kesehatan, mendengarkan harapan pasien dan membantu pasien untuk

sembuh; intervensi yang berhubungan dengan memberikan kenyamanan

jiwa (comfort food for the soul) yaitu melakukan sesuatu yang

menyenangkan untuk membuat keluarga dan pasien merasa diberikan

kepedulian dan meningkatkan semangat, contohnya melakukan message

dan melakukan imajinasi terbimbing. Sesuai dengan diagnosa keperawatan

terkait:

Intervensi keperawatan disesuaikan dengan pedoman Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia oleh PPNI (2018), sesuai dengan

diagnosa keperawatan terkait:

Tabel 2. Intervensi Keperawatan Gangguan Pola Tidur

Intervensi Keperawatan Tindakan Keperawatan


Dukungan Tidur
Standart comfort 1) Identifikasi pola aktivitas tidur
2) Identifikasi factor pengganggu tidur
(fisik/psikologis)
3) Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi
Coaching 1) Modifikasi lingkungan (mis.
Pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
2) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3) Fasilitiasi menghilangkan stress
sebelum tidur
4) Tetapkan jadwal tidur rutin
5) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan
atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur terjaga
6) Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
7) Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
28

8) Anjurkan penggunaan obat tidur yang


tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
9) Ajarkan factor - faktor yang
berkontribusi terhadapt gangguan
pola tidur (mis. Psikologis, gaya
hidup)
10) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau
cara nonfarmakologi lainnya
Comfort food for the soul 1) Identifikasi makanan dan minuman
yang mengganggu tidur (mis. Kopi,
the, alcohol, makan mendekati waktu
tidur, minum banyak air sebelum
tidur)
2) Anjurkan menghindari makanan /
minuman yang mengganggu tidur
3) Lakukan prosedur untuk meningkatan
kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan
posisi, terapi akrupesur) (PPNI,
Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI, 2018)

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan diartikan sebagai suatu tindakan

perwujudan dari intervensi berdasrkan prinsip comfort Kolcaba, yaitu

intervensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pasien baik dari segi

fisik, psikospritual, sosial budaya dan lingkungan dengan tujuan untuk

membantu semua kebutuhan dan meningkatkan status kesehatan klien

sesuai dengan kriteria hasil yang hendak dicapai (Cahyati & dkk, 2021).

5. Evalusi Keperawatan

Tahapan dalam mengobservasi respons pasien terhadap intervensi

keperawatan yang telah dilakukan ataupun perubahan klien dari hasil yang

telah diamati dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat dalam
29

intervensi yang bertujuan memperbaiki tindakan keperawatan dan

menganalisis kemampuan klien dalam meningkatkan status kesehatan.


30

F. Analisis Evidence Based Nursing (EBN) Dengan Metode Population,

Intervention, Comparasion, Outcome, Study design (PICOS)

Tabel 3. Analisis Evidence Based Nursing (EBN)

PENGARUH TERAPI POSISI LATERAL


Judul Artikel
KANAN TERHADAP KUALITAS TIDUR

PASIEN GAGAL JANTUNG

Peneliti : Marnila Yesni

Tahun: 2019

ANALISIS PICOS (Population, Intervention,

Comparasion, Outcome, Study design)

P (Population) Populasi pada penelitian ini adalah 15 responden

kelompok intervensi dan 14 responden kelompok

control.

I (Intervention) Intervensi pada penelitian ini adalah dengan

mengetahui pengaruh intervensi keperawatan terapi

posisi lateral kanan terhadap kualitas tidur pasien

gagal jantung dengan menggunakan metode Quasi

Eksperiment dengan pre and post test control grup.

Intervensi dilakukan malam menjelang pasien tidur

dilakukan selama 3 hari. Intervensi ini menggunakan

instrument penelitian kuesioner RSCQ (Richard


31

Campbell sleep questionnaire) berisikan 5 item

pertanyaan diantaranya: Skala mengevaluasi persepsi

kedalam tidur, latensi tidur, jumlah terbangun, waktu

yang dihabiskan terjaga dan kualitas tidur

keseluruhan. Skoring jawaban dari masing-masing

komponen ini diberi skor analog visual dari 0 sampai

100 mm. skor yang dipersepsikan oleh responden dari

kelima item tersebut dijumlahkan dan total

penjumlahan dibagi lima. Menilai tingkat kecemasan

dengan menggunakan ZSAS (Zung Self Rating

Anxiety Scale).

C (Comparison) Dalam penelitian ini dilakukan intervensi pada 15

responden kelompok intervensi dan 14 responden

kelompok kontrol. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Fujita et al cit Ozede, 2012 pada pasien

gagal jantung pada saat tidur 2 kali lebih lama tidur

pada posisi lateral kanan dibandingkan dengan posisi

supine hal ini dikarenakan merasa lebih nyaman pada

posisi lateral kanan.

O (Outcome) Diperoleh hasil selisih kualitas tidur antara kelompok

control dan kelompok intervensi. tidak terdapat

perbedaan yang disignifikan pada kualitas tidur pada


32

kelompok kontrol sebelum dan setelah diberikan

intervensi. sedangkan pada kelompok intervensi yaitu

adanya perbedaan yang signifikan antara kualitas

tidur sebelum dilakukan terapi posisi lateral kanan

dengan kualitas tidur setelah dilakuan terapi pada

pasien penyakit gagal jantung. Terdapat peningkatan

kualitas tidur pada pasien gagal jantung yang

diberikan intervensi.

S (Study Design) Desain penelitian ini menggunakan studi kasus

dengan menerapkan Evidence Based Nursing (EBN),

Jenis rancangan penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksperimen

dengan pre and post test control group.


33

Tabel 4. Analisis Evidence Based Nursing (EBN)


KUALITAS TIDUR PASIEN CONGESTIVE
Judul Artikel
HEART FAILURE (CHF) PADA POSISI TIDUR

MIRING KEKANAN

Peneliti : Suci Khasanah dan Haranto Setyo Pambudi

Tahun: 2014

ANALISIS PICOS (Population, Intervention,

Comparasion, Outcome, Study design)

P (Population) Responden dalam penelitian ini sebanyak 16

responden.

I (Intervention) Intervensi pada penelitian ini adalah dengan

mengetahui pengaruh pemberian posisi miring

kekanan terhadap kualitas tidur pasien Congestive

Heart Failure. Dengan jenis data pada penelitian ini

adalah primer dan sekunder. Data primer terkait data

posisi tidur dan kualitas tidur. Sedangkan data

sekunder adalah data diagnose gagal jantung

kongestif yang didasarkan pada rekam medik pasien.

Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi

posisi tidur dan rekaman video serta kuesioner The


34

Pittsburgh Sleep QualityIndex (PSQI) yang telah

dimodifikasi untuk melihat kualitas tidur dalam satu

malam.

C (Comparison) Dalam penelitian ini dibandingkan responden yang

melakukan posisi tidur miring kanan dan responden

yang melakukan posisi selain miring kanan. Posisi

tidur miring kanan memiliki nilai mean skor kualitas

tidur lebih rendah 3,75 poin dibandingkan dengan

posisi tidur selain miring ke kanan, artinya skor

kualitas tidur pasien gagal jantung kongestif dengan

posisi tidur miring kekanan lebih baik dari mereka

yang posisi tidurnya selain miring kekanan.

O (Outcome) Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan rerata

skor kualitas tidur antara yang miring kanan dengan

posisi tidur selain miring kekanan bermakna secara

statistik. Nilai mean, posisi tidur menghadap kekanan

memiliki lebih rendah (6,75) dibandingkan dengan

posisi tidur selain menghadap kekanan (10,5). Hal ini

menunjukan bahwa posisi tidur menghadap kekanan

pada pasien gagal jantung kongestif memiliki kualitas

tidur lebih baik dari pada posisi tidur selain miring


35

kekanan.

S (Study Design) Desain penelitian ini menggunakan deskriptif

komparatif. Dengan teknik sampling menggunakan

consecutive sampling.
36

Tabel 5. Analisis Evidence Based Nursing (EBN)


EFEKTIFITAS POSISI TIDUR MIRING
Judul Artikel
KANAN DAN SEMIFOWLER TERHADAP

KUALITAS TIDUR PADA PASIEN GAGAL

JANTUNG KONGESTIF

Peneliti : Dinarwulan Puspita

Tahun: 2019

ANALISIS PICOS (Population, Intervention,

Comparasion, Outcome, Study design)

P (Population) Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

gagal jantung yang dirawat inap selama bulan Mei –

Juli 2017. Sebanyak 36 responden untuk dua

kelompok, atau 18 responden untuk masing-masing

kelompok.

I (Intervention) Efektifitas perlakuan dalam penelitian ini dinilai

dengan cara membandingkan nilai post test dengan

pre test. dalam penelitian ini diuraikan tentang

hubungan posisi tidur miring kanan dan posisi tidur

semi fowler terhadapat kualitas tidur pasien gagal

jantung. Instrument yang digunakan untuk mengukur


37

kualitas tidur adalah dengan kuesioner Pitshburg

Sleep Index (PSQI) yang diberikan sekali saat

sebelum intervensi dan sekali setelah intervensi.

untuk obesrvasi posisi tidur dengan menggunakan

lembar observasi ceklis yang diukur selama 6 jam

setiap malam, selama 3 malam berturut-turut.

C (Comparison) Dalam penelitian ini hanya menggunakan dua

kelompok intervensi. intervensi diberikan pada

masing-masing kelompok kemudian dibandingkan

melalui post test dan pre test.

O (Outcome) Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemberian

posisi tidur miring kanan dan semi fowler 45° dapat

meningkatkan kualitas tidur pada pasien gagal

jantung kongestif.

S (Study Design) Desain penelitian ini adalah Quasy eksperiment pre

and post test without control, dengan menggunakan

dua kelompok intervensi.


38

Tabel 6. Analisis Evidence Based Nursing (EBN)

TINGKAT KUALITAS TIDUR PADA PASIEN


Judul Artikel
GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

DENGAN POSISI TIDUR SEMI FOWLER,

SEMI FOWLER MIRING KANAN, DAN SEMI

FOWLER MIRING KIRI

Peneliti : Fajar Agung Nugroho, Sawiji, Wahid Purwadi

Tahun: 2019

ANALISIS PICOS (Population, Intervention,

Comparasion, Outcome, Study design)

P (Population) Populasi pada penelitian ini adalah 53 pasien gagal

jantung kongestif yang dirawat dari bulan Januari –

Maret.

I (Intervention) Intervensi pada penelitian ini adalah dengan

mengetahui ada hubungan pemberian posisi semi

fowler, semi fowler miring kanan dan semi fowler

miring kiri dengan kualitas tidur pada pasien gagal

jantung kongestif. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu kuesioner The Pittsbrughs Sleep


39

Indeks Quality (PSIQ) untuk mengukur kualitas tidur.

C (Comparison) Pada penelitian ini adalah dengan membandingkan 2

kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok

control. Kelompok intervensi diberikan posisi semi

fowler miring kanan dan semi fowler miring kiri.

Sedangkan kelompok control yaitu kelompok yang

diintervensi dengan posisi tidur semi fowler.

O (Outcome) Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan kualitas tidur dengan posisi semi fowler,

semi fowler miring kanan dan semi fowler miring

kiri.

S (Study Design) Desain penelitian ini bersifat deskriptif dengan

menggunakan metode Randomized Controlled Triall

(RCT) yaitu dengan membagi subjek ke dalam 2

kelompok penelitian. Kelompok intervensi dan

kelompok kontrol.
40

G. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Pemberian Mobilisasi Miring Kanan

1. Pengertian

Mobilisasi dengan posisi miring kanan adalah teknik pemberian

posisi dengan memiringkan tubuh ke kanan dengan posisi tubuh masih

tetap berbaring.

2. Tujuan

a. Mencegah rasa tidak nyaman

b. Mempertahankan tonus otot

c. Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi, seperti ulkus decubitus,

kerusakan saraf superficial, kerusakan pembuluh darah dan kontraktur

d. Untuk memudahkan tindakan pemberian enema

e. Memudahkan perawatan dan pemeriksaan pada area perineal

3. Indikasi

a. Klien dengan paralisis atau kelemahan

b. Klien yang mengalami penurunan kesadaran

c. Klien yang akan diberikan obat melalui anus

d. Klien yang akan dilakukan tindakan huknah

4. Kontraindikasi

a. Klien dengan cedera cervical

b. Klien dengan fraktur ekstremitas atas atau fraktur clavikula


41

5. Persiapan klien

a. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan tanyakan kondisi klien

b. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, berikan

kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab seluruh pertanyaan

klien

c. Menjelaskan langkah-langkah tindakan

6. Persiapan Alat

a. Bantal atau guling seperlunya

b. Handuk atau bantal pasir

7. Cara Kerja

a. Beri tahu bahwa tindakan akan segera dmulai

b. Cek alat-alat yang akan digunakan

c. Dekatkan alat-alat disisi klien

d. Cuci tangan

e. Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (sesuai

dengan tinggi perawat)

f. Pindahkan klien ke posisi tempat tidur dengan arah yang berlawanan

dengan posisi yang di inginkan

g. Klien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan kekiri/kanan

dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut, paha

kanan ditekuk diarahkan ke dada

h. Miringkan klien sampai posisi agak tengkurap


42

i. Tempatkan bantal kecil di bawah kepala

j. Letakkan tangan kiri diatas kepala dan tangan kanan tempat tidur

k. Letakkan bantal di ruang antara dada, abdomen, lengan atas dan

tempat tidur

l. letakkan bantal di ruang antara abdomen, pelvis, paha atas dan tempat

tidur

m. pastikan bahwa bahu dan pinggul berada pada bidang yang sama

n. letakkan gulungan handuk atau bantal pasir di bawah telapak kaki

o. kaji respon klien

p. berikan reinforcement positif pada klien

q. cuci tangan

r. obeservasi posisi dan pindahkan posisi klien pada sisi yang berlawanan

tiap 2 jam

8. Hasil

a. Subyektif

1) Klien merasa lebih nyaman

2) Klien merasa badannya tidak kaku-kaku

b. Obyektif

1) Pasien nampak mobilisasi miring kanan tiap 2 jam

2) Tidak nampak tanda decubitus

3) Tonus oto baik, tidak ada kontraktur

9. Hal Yang Perlu Diperhatikan


43

a. Pertahankan agar tempat tidur yang digunakan dapat memberikan

support yang baik bagi tubuh

b. Pastikan bahwa alas tidur tetap rapi bersih dan kering

c. Observasi keadaan pasien tiap 2 jam

d. Jadwalkan perubahan posisi selama 24 jam (tiap 2 jam ganti posisi)

(PSIK UNIVERSITAS JEMBER, 2016)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

menggunakan metode studi kasus observasional dengan pendekatan asuhan

keperawatan yaitu dimulai dari tahap pengkajian, menentukan diagnosis,

melakukan perencanaan, melaksanakan tindakan, dan melakukan evaluasi.

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian

satu unit penelitian secara intensif. Sangat penting untuk mengetahui variable

yang berhubungan dengan masalah penelitian. Rancangan satu studi kasus

bergantung pada keadaan studi kasuss namun tetap mempertimbangkan factor

penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumya biasanya dikaji secara

terperinci. Keuntungan yang paling besar dari rancangan ini adalah pengkajian

secara terperinci meskipun jumlah respondennya sedikit, sehingga akan

didapatkan gambaran satu unit subjek secara jelas (Nursalam, 2017).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien CHF di ICCU RSUP

Prof. Dr. R.D. Kandou Manado yang berjumlah 20 orang. Menurut Ridwan

(2015) sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan

tertentu yang akan diteliti. Jenis pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan

dalam bentuk non-probability sampling dengan teknik consecutive sampling.

Non-probability sampling adalah pengambilan sampel non random dimana

pengambilan sampel bukan secara acak. Consecutive sampling adalah memilih


45

sampel dengan cara menetapkan anggota populasi yang memenuhi kriteria dalam

penelitian hingga batasan waktu tertentu sampai jumlah yang dibutuhkan

terpenuhi.

Sampel dalam penelitian ini adalah 4 pasien CHF yang disesuaikan dengan

kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, terdapat

beberapa kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yaitu:

Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah:

1. Pasien CHF

2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS : 13 - 15

3. Pasien yang mengalami kesulitan tidur

4. Pasien yang mampu membaca dan menulis

Kriteria eksklusi dalam sampel penelitian ini adalah:

1. Pasien menolak dijadikan sampel

2. Pasien dengan kesadaran apatis, delirium, somnolen, sopor, semi koma, dan

koma

3. GCS : < 13

C. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di ruang ICCU RSUP Prof Dr. R. D Kandou

Manado pada bulan Februari 2023.

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.


46

Langkah-langkah pengumpulan data bergantung rancangan penelitian dan teknik

instrument yang digunakan (Nursalam, 2017).

Pada penelitian ini, instrument yang digunakan berupa lembar kuesioner

dengan cara menilai kualitas tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) dan lembar observasi.

E. Jalannya Penelitian

Prosedur kegiatan penelitian yang diajukan meliputi berbagai tahapan,

yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Kegiatan yang dilakukan meliputi: survey pendahuluan, pengajuan judul,

pembuatan proposal, serta konsultasi usulan proposal

b. Dilakukan seminar proposal serta perbaikan

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mendapatkan surat izin penelitian dari Poltekkes Kemenkes Manado

Jurusan Keperawatan dan Ethical Approval dari KEPK-Poltekkes

Kemenkes Manado

b. Melapor kepada staf tata usaha dan kepala ruangan ICCU RSUD Prof Dr.

R.D Kandou Manado untuk mendapatkan persetujuan penelitian

c. Penjelasan sebelum persetujuan dan informed consent untuk bersedia

menjadi subjek penelitian pada calon responden

d. Membagikan kuesioner kepada responden sebelum dilakukan intervensi

posisi lateral kanan


47

e. Memberikan intervensi posisi lateral kanan pada responden di ruang

ICCU

f. Membagikan kuesioner kepada responden setelah dilakukan intervensi

posisi lateral kanan

g. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pemeriksaan tentang

kelengkapan data

h. Kemudian hasil pengumpulan data diolah dan disajikan untuk

menyelesaikan hasil dan pembahasan

3. Tahap Pengujian Hasil

Peneliti menguji dan menyusun hasil dengan konsultasi hasil penelitian

pada pembimbing

F. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2018) etika membantu manusi untuk melihat atau

menilai secara kritis moralitas yang dihayati dan dianut oleh masyarakat serta

membantu dalam merumuskan pedoman etis atau norma-norma yang diperlukan

dalam kelompok masyarakat, termasuk masyarakat professional. Secara garis

besar, ada empat prinsip dalam melaksanakan sebuah penelitian yaitu :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.

Peneliti juga memberikan kebebasan pada subjek untuk berpartisipasi atau

tidak dalam memberikan informasi. Peneliti sebaiknya mempersiapkan

formulir persetujuan subjek (inform consent) yang mencakup:


48

a. Penjelasan manfaat penelitian.

b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian

kapan saja.

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadapt identitas dan informasi

yang diberikan oleh responder

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy

and confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan ataupu tidak memberikan informasi

yang diketahuinya kepada orang lain. Peneliti tidak boleh menampilkan

informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek, peneliti

selaginya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas / keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Lingkungan penelitian perlu dikondisikan

sehingga memenuhi prinsip keterbukaan yakni dengan menjelaskan prosedur

penelitian. Prinsip keadilan memberikan jaminan bahwa semua subjek

penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa

membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya.


49

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms

and benefits)

Penelitian hendaknya memperoleh manfaat bagi masyarakat pada umumny,

dan subjek penelitian pada khususnya. Pelaksanaan penelitian harus dapat

mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cedera, stress, maupun

kematian subjek penelitian.


50

DAFTAR PUSTAKA

Alligood. (2017). pakar teori keperawatan dan karya mereka. singapore Elsevier.

Amalina, R. F. (2021). pengaruh dukungan keliarga dengan tehnik comfort


kolcaba terhadap tingkat nyeri pada pasien pasca operasi laparatomi di
RSUD JEND. Ahamd Yani Metro Provinsi Lampung Tahun 2021. 24.

Asriwati, & Irawati. (2019). buku ajar antropologi kesehatan dalam keperawatan.
Yogyakarta Deepublish.

Budiono, & Ristanti, R. S. (2019). Pengaruh Pemberian Contrast Bath Dengan


Elevasi Kaki 30 Derajat Terhadap Penurunan Derajat Edema Pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif. Health Information Jurnal Penelitian.

Cahyati, & dkk. (2021). perawatan pasien dengan pendekatan teori-teori


keperawatan. Yogyakarta bi ntang semesta media.

Fikriana, R. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Hasyati, A. (2018). Hubungan Perilaku Sehat: Kualitas Tidur Dan Self Care
Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung Rawat Jalan Di Pusat
Jantung Terpadu RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Jaya, W. M., & Nopriani, Y. (2022). Posisi Tidur Dengan Kualitas Tidur Pasien
Congestive Heart Failure Di Rumah Sakit. Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi
Science Kesehatan, 84-96.

Khasanah, S., & Pambudi, H. S. (2014). Kualitas Tidur Pasien Congestive Heart
Failure (CHF) Pada Posisi Tidur Miring Kanan. Viva Medika, 86-95.

Nanda, A. D. (2019). pengaruh posisi semi fowler 45 terhadap kualitas tidur


terhadap congestive heart failure diruangan intensive cardio care unit
(ICCU) di rumah sakit abdul wahab sjhrani samarinda. 30.

Notoatmodjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, F. A., & dkk. (2019). Tingkat Kualitas Tidur Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif (CHF) Dengan Posisi Tidur Semi Fowler Miring Kanan, Dan
Semi Fowler Miring Kiri Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan , 40-46.

Nurkhalis, & Adista, R. J. (2020). Manifesta Klinis dan Tatalaksana Gagal


Jantung. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika.
51

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. (2020). Pedoman Tatalaksana


Gagal Jantung. PP Perki.

PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definis dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi1.Jakarta : DPP PPNI.

PSIK UNIVERSITAS JEMBER. (2016).

Puspita, D. (2019). Efektifitas Posisi Tidur Miring Kanan Dan Semifolwer


Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di RSUD.
DR. Soedarso Pontianak. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, 35-47.

R.T, M. (2020). Faktor Risiko Pasien Gagal Jantung.

Robet. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. L Dengan Diagnosa


Congestive Heart Failure Di Ruang Perwatan Dahlia Rumah Sakit Umum
Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

Suharto, D. N., & dkk. (2020). Posisi Tidur Dalam Meningkatkan Kualitas Tidur
Pasien Congestive Heart Failure. Madago Nursing Journal, 43-47.

Utami, K. C. (2016). Integritas teori/model kenyamanan (kolcaba) pada ruang


perawatan risiko tinggi.

Wenas, G. P., & Laoh, J. M. (2022). Posisi Lateral Kanan Meningkatkan Saturasi
Oksigen Pada Pasien CHF Dengan Gangguan Pola Napas Tidak Efektif. e-
Prosiding Semnas, 236-243.

World Health Organization (WHO). (2017). World Health Statistic Report.


Geneva: World Health Organization.

Yesni, M. (2019). Pengaruh Terapi Posisi Lateral Kanan Terhadap Kualitas Tidur
Pasien Gagal Jantung Di RSUP M Djamil Padang. Jurnal Akademika
Baiturrahim.
52

Kuesioner Kualitas Tidur Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?

2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?


53

3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?

4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?

Tabel Kuesioner Kualitas Tidur Pittsburgh Sleep Quality Index


(PSQI)
5. Seberapa sering masalah Tidak 1x/ 2x/ 3x/
– masalah dibawan ini pernah minggu minggu minggu
mengganggu tidur anda?
a) Tidak mampu tertidur
selama 30 menit sejak
berbaring
b) Terbangun ditengah
malam atau terlalu dini
c) Terbangun untuk ke
kamar mandi
d) Tidak mampu bernafas
dengan leluasa
e) Batuk atau mengorok
f) Kedinginan dimalam
hari
g) Kepanasan dimalam hari
h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri
j) Alas an lain….
6. Seberapa sering anda
menggunakan obat tidur
7. Seberapa sering anda
mengantuk ketika
melakukan aktifitas
disiang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
Antusias
8. Seberapa besar antusias
anda ingin
menyelesaikan masalah
yang anda hadapi
Sangat Baik Kurang Sangat
baik Kurang
9. Pertanyaan preintervensi
:
Bagaimana kualitas tidur
anda selama sebulan
yang lalu
Pertanyaan
54

postintervensi:
Bagaimana seminggu
yang lalu

Keterangan Cara Skoring

Komponen :

1. Kualitas tidur subyektif → dilihat dari pertanyaan nomor 9

0 = sangat baik

1 = baik

2 = kurang

3 = sangat kurang

2. Latensi tidur (kesulitan memulai tidur) → total skor dari pertanyaan nomor 2

dan 5a

Pertanyaan nomor 2:

≤ 15 menit = 0

16-30 menit = 1

31-60 menit = 2

60 menit = 3

Pertanyaan nomor 5a

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomor 2 dan 5a, dengan skor dibawah ini:

Skor 0 = 0
55

Skor 1-2 = 1

Skor 3-4 = 2

Skor 5-6 = 3

3. Lama tidur malam → dilihat dari pertanyaan nomor 4

7 jam = 0

6-7 jam = 1

5-6jam =2

< 5 jam = 3

4. Efisiensi tidur → Pertanyaan nomor 1,3,4

Efisiensi tidur = (lama tidur/ lama di tempat tidur) x 100%

• lama tidur – pertanyaan nomor 4

• lama di tempat tidur – kalkulasi respon dari pertanyaan nomor 1 dan 3 Jika di

dapat hasil berikut, maka skornya:

85 % = 0

75-84 % = 1

65-74 % = 2

< 65 % = 3

5. Gangguan ketika tidur malam → Pertanyaan nomor 5 b sampai 5j

Nomor 5 b sampai 5 j dinilai dengan skor dibawah ini:

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu = 3


56

Jumlahkan skor pertanyaan nomor 5b sampai 5j, dengan skor dibawah ini:

Skor 0 = 0

Skor 1-9 = 1

Skor 10-18 = 2

Skor 19-27 = 3

6. Menggunakan obat-obat tidur → Pertanyaan nomor 6

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu = 3

7. Terganggunya aktifitas disiang hari → Pertanyaan nomor 7 dan 8

Pertanyaan nomor 7:

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu = 3

Pertanyaan nomor 8:

Tidak antusias = 0

Kecil = 1

Sedang = 2

Besar = 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomor 7 dan 8, dengan skor di bawah ini:

Skor 0 = 0
57

Skor 1-2 = 1

Skor 3-4 = 2

Skor 5-6 = 3

Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7

LEMBAR OBSERVASI

No Mengamati Ya Tidak
.
1. Kelelahan
2. Gelisah
58

3. Lesu
4. Apatis
5. Kehitaman disekitar mata
6. Kelopak mata bengkak
7. Kongjungtiva merah
8. Sering menguap

Kesimpulan tidur baik / buruk dengan kategori:

1. Insomnia jangka pendek

2. Insomnia sementara

3. Insomnia kronis

Anda mungkin juga menyukai