Anda di halaman 1dari 9

SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS FISIK ASA DENGAN ALDRETTE


SCORE PASIEN BEDAH SYARAF DI RSUD ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

OLEH:
FATHIA AMBARYANI
NIM. P07120721030

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANASTESIOLOGI


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
YOGYAKARATA
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembedahan merupakan pengalaman yang sulit dilupakan dan sangat

ditakuti oleh hampir semua orang (Black, 2014). Pembedahan ini bisa

disebabkan oleh berbagai hal diantaranya karena trauma kepala yang dapat

timbul akibat keretakan tengkorak, tumor otak dan tumor tulang belakang, urat

tulang belakang dan syaraf periferial. Kondisi seperti ini memerlukan tindakan

bedah saraf (Willy, 2018).

Bedah saraf adalah suatu prosedur medis yang bertujuan untuk melakukan

diagnosis atau mengobati penyakit yang melibatkan sistem saraf. Bedah saraf

tidak hanya dilakukan pada otak namun juga pada saraf tulang belakang dan

serabut saraf tepi yang menyebar ke seluruh tubuh seperti pada wajah, tangan

dan kaki (Willy, 2018).

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)

jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang

sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat ditahun 2011 terdapat 140 juta

pasien diseluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data

mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa, sedangkan untuk di Indonesia

pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa (Sartika,2013). Dari data Tabulasi

Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, tindakan

bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di rumah sakit se

Indonesia dengan persentase 12,8% dan diantaranya merupakan tindakan

bedah akibat cidera kepala berat.


Pembedahan sendiri sebelumnya memerlukan tindakan anestesi, dimana

tindakan anestesi merupakan usaha untuk menghilangkan seluruh modalitas

dari sensasi nyeri, rabaan, suhu, posisi yang meliputi pra, intra, dan

postanestesi. Jenis tindakan anestesi dibagi menjadi 2 yaitu general dan

regional anestesi (Pramono, 2015).

Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan

anestesi yang diberikan kepada pasien yang menjalani pembedahan yaitu

umur, jenis kelamin, status fisik (ASA), jenis operasi (lokasi operasi, posisi

operasi, manipulasi operasi, durasi operasi), keterampilan operator dan

peralatan yang dipakai, keterampilan / kemampuan pelaksana anestesi dan

sarananya, status rumah sakit, permintaan pasien (Mangku dan Senopathi,

2010).

Salah satu instrument untuk menilai status fisik adalah klasifikasi

penilaian status fisik berdasarkan ASA (American Society of Anestehiology).

Menurut Latief (2009) penilaian status fisik pra anestesi penting dilakukan

karena pada pemberian anestesi tidak hanya membedakan berdasarkan besar

atau kecilnya operasi yang akan dilakukan tetapi pertimbangan untuk memilih

teknik anestesi yang di berikan kepada pasien karena semua jenis anestesi

memiliki faktor komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien.

Anestesi dapat berdampak pada sistem syaraf pusat. Efek pada sistem

syaraf pusat lainnya termasuk mengantuk, kepala terasa ringan, gangguan

visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi dapat

timbul nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus

menerus diikuti oleh depresi sistem syaraf pusat dan kematian yang terjadi
untuk semua anestesi lokal. Anestesi lokal menimbulkan depresi jalur

penghambatan kortikal, sehingga komponen eksitasi sisi sepihak akan 3

muncul. Tingkat transisi eksitasi tak seimbang ini akan diikuti oleh depresi

sistem syaraf pusat, umumnya bila kadar anestesi lokal dalam darah lebih

tinggi lagi (Katzung, 2008). Pasien post anastesi biasanya akan mengalami

kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Untuk menanganinya

dengan pasien ditempatkan pada tempat tidur yang nyaman dan dipasang side

railnya (Finucane, 2007).

Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien

setelah menjalani operasi, baik pemulihan fisik maupun psikis. Terhambatnya

pemulihan post anestesi berdampak pada timbulnya komplikasi seperti

kecemasan dan depresi sehingga pasien memerlukan perawatan lebih lama di

ruang pemulihan. Selain itu pasien tetap berada di ruang post anestesi care unit

sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil,

fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat

kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan

kesiapan pasien general anestesi dikeluarkan dari ruang post anestesi care unit

adalah Aldereet Score yaitu Untuk mengetahui tingkat pulih sadar seseorang

pasca anestesi dilakukan perhitungan menggunakan skor aldrete (Baron,

2004).

Penelitian yang dilakukan Avrilina (2017) di RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo, angka kejadian keterlambatan pulih sadar 60 orang 5 – 15% tiap

bulan di RSUD tersebut memerlukan penanganan yang tepat. Pasien dengan

waktu pulih sadar pasca general anestesi kategori lambat, atau lebih dari 30
menit adalah pasien dengan lama operasi kategori sedang yaitu 28 orang

(54.2%) dari total sampel sedangkan pasien yang pulih cepat dalam waktu

kurang atau sama dengan 30 menit sebanyak 20 orang (41.7%) dengan lama

operasi dari total sampel. Penelitian yang pernah dilakukan Hanifa (2017) di

RSUD Wates sebagian besar mengalami waktu pulih sadar lambat sebanyak

38 responden (69,1%) dari 55 jumlah responden. Sedangkan yang mengalami

pulih sadar cepat sebanyak 17 responden (30,9%)

Dari hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada tanggal 02

Februari 2022 diperoleh data pasien yang melakukan operasi di RSUD Abdul

moeloek Provinsi Lampung dalam bulan Januari- Februari 2022 tercatat 21

pasien dan yang menjalani operasi dengan general anesthesia. Menurut data

yang didapat, beberapa pasien yang berada di ruang pemulihan menggalami

gangguan seperti pulih sadar yang lama, bradikardi, hipertensi, spasme dan

lainnya.

Maka dari fenomena yang ada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Hubungan Status Fisik ASA Dengan Aldrette Score Pasien Bedah

Syaraf Di RSUD Abdul moeloek Provinsi Lampung.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarakan latar belakang diatas, maka penulis mengetahui “Bagaimana

Hubungan Status Fisik ASA Dengan Aldrette Score Pasien Bedah Syaraf Di

RSUD Abdul moeloek Provinsi Lampung?”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Hubungan Status Fisik ASA Dengan Aldrette Score

Pasien Bedah Syaraf Di RSUD Abdul moeloek Provinsi Lampung.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Status Fisik ASA Pasien Bedah

Syaraf Di RSUD Abdul moeloek Provinsi Lampung.

b. Untuk Mengetahui distribusi frekuensi Aldrette Score Pasien Bedah

Syaraf Di RSUD Abdul moeloek Provinsi Lampung.

c. Untuk Mengetahui Hubungan Status Fisik ASA Dengan Aldrette Score

Pasien Bedah Syaraf Di RSUD Abdul moeloek Provinsi Lampung.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Untuk pengembangan ilmu keperawatan anestesi dalam hal

monitoring pencapaian skala Aldrette score pada pasien bedah saraf pasca

general anestesi

2. Manfaat Praktif

Secara prakatis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan

pengetahuan lebih dalam mengenai Hubungan Status Fisik ASA

Dengan Aldrette Score Pasien Bedah Syaraf Di Rumah Sakit,

sehingga diharapkan penata anestesi dapat meningkatkan

pengetahuannya
b. Dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengetahuan Memberi

masukan berupa Health Education kepada Keluarga dan pasien

tentang Status Fisik ASA Pasien Bedah Syaraf Di Rumah Sakit.

c. Dapat memberikan nilai sumber kepustkaan di Poltekkes Yogyakarta

Bangsa sebagai wacana pustaka baru dan Agar melakukan

pengabdian masyarakat dengan memberikan penyuluhan pada pasien

Bedah.

d. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk

melakulan penelitian selanjutnya tentang Hubungan Status Fisik ASA

Dengan Aldrette Score Pasien Bedah Syaraf Di Rumah Sakit dengan

menambahkan variabel lain serta dengan menggunakan metodologi

penelitian yang berbeda.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah menemukan penelitian yang

sama, namun ada penelitian yang hamper sama yaitu:

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

Nama Judul Metode Hasil Penelitian Persamaan


(Tahun) Penelitian dan
Perbedaan
Bella Intan Hubungan Jenis penelitian Responden dengan Persamaan
Meilana Status Fisik yang digunakan status fisik ASA I terletak pada
(2020) Dengan Waktu adalah sebanyak 11 Status Fizik
Pulih Sadar observasional responden ASA dan
Pada Pasien analitik dengan ( 91.7%) penilaian pulih
Dengan desai cross mengalami waktu sadar dengan
General sectional. Sampel pulih sadar kurang aldereet score.
Anestesi Di yang digunakan dari 30 menit dan
Ruang pada penelitian 1 responden Perbedaan
Pemulihan ini sebanyak 40 (8.3%) mengalami terletak pada
Rsud Wates. . responden waktu pulih sadar tempat, waktu,
dengan teknik lebih dari 30 dan sampel
pengambilan menit. Sedangkan penelitian.
sampel responden dengan
consecutive status fisik ASA II
sampling. sebanyak 13
Analisis data responden (46.4%)
dilakukan dengan mengalami waktu
uji statistic Chi pulih sadar kurang
Square dari 30 menit dan
sebanyak 15
responden (53.6%)
mengalami waktu
pulih sadar lebih
dari 30 menit.
Hasil uji Chi
Square didapatkan
p=0,012 (p<0,05)
sehingga dapat
dinyatakan Ha
diterima dengan
uji contingency
coefficients
sebesar 0.390 (C <
0.5) sehingga
dapat dikatakan
hubungan
keduanya lemah.
Tsalastsatun Hubungan enis penelitian Hasil : Status fisik Persamaan
Ardianita Status Fisik adalah (ASA) pada pasien terletak pada
(2020) Dengan Waktu observasional anak pasca general variabel status
Pencapaian analisis dengan anestesi di ruang fisik ASA
Steward Score pendekatan cross pemulihan RSUD
Pada Pasien sectional. Kebumen sebagian Perbedaan
Pasca General Sebanyak 34 besar dengan terletak pada
Anestesi Di responden status ASA I variable
Ruang berpartisipasi sebanyak 18 penilaian pulih
Pemulihan dalam penelitian responden sadar, waktu,
RSUD ini. Pengambilan (52,9%). Waktu tempat dan
Kebumen sampel dengan pencapaian sampel
cara kuota steward score penelitian.
sampling sebagian besar
didapatkan 34 termasuk dalam
responden. kategori cepat
Analisa data yaitu sebanyak 23
menggunakan uji responden
chi square (67,6%). Hasil uji
chi square
disapatkan
signifikansi (p
value) 0,001 dan
koefisien
kontingensinya
(R) didapatkan
0,519.

Anda mungkin juga menyukai