Anda di halaman 1dari 24

44

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 1 bulan yaitu

mulai .......... sampai .... , yang meliputi observasi dilokasi penelitian, seperti

wawancara yang menyangkut tentang Kejadian luar biasa penyakit akan dibahas

sebagai berikut ini.

A. KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT

1. KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE

Kriteria KLB DBD adalah :

Adanya peningkatan jumlah kasus DBD (total kasus DBD dan DSS)

di suatu desa/kelurahan atau wilayah lebih luas 2 (dua) kali atau lebih

dalam kurun waktu satu minggu/ bulan dibanding minggu/bulan

sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.

Untuk mengetahui apakah terjadi KLB perlu dilakukan penyelidikan

epidemiologi dengan langah-langkah sebagai berikut :

a. Petugas puskesmas/koordinat P2M setelah menerima laporan adanya

kasus DBD /tersangka segera mencatat dalam buku catatan harian

penderita DBD serta menyiapkan peralatan survei (tensimeter anak,

senter, form PE dan adate)


45

b. Petugas puskesmas melapor kepada lurah/ kepala desa dan RW/RT

setempat bahwa di wilayahnya ada penderita serta akan dilaksanakan

kegiatan PE.

c. Lurah /kades mengkoordinasikan kepada RW dan RT agar

pelaksanaan PE didampingi oleh salah seorang masyarakat.

d. Keluarga tersangka membantu kelancaran kegiatan PE.

e. Petugas menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun

waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada penderita panas tanpa sebab

jelas / gejala lain dilakukan uji Rumple Leede (RL) untuk mencari

kasus tambahan.

f. Melakukan pemeriksaaan jentikdi tandon-tandon air, baik di dalam

atau di luar rumah (± 20 rumah disekitar kasus atau radius 100 meter

dari rumah penderita). Apabila ditemukan jentik maka dilakukan

PSN atau larvadiasi pada tandon yang sulit di kuras.

g. Hasil pemeriksaan kasus panas dan jentik dicatat di form PE.

h. Tempat potensial terjadinya penularan DBD yaitu:

a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)

b. Tempat-tempat umum merupakan berkumpulnya orang-orang

yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan

terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar,

seperti : sekolah, RS/Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya.


46

Agar hasil PE dapat dianalisis dengan baik untuk mengetahui

permasalahan yang ada, maka instrumen PE harus memuat untuk

mendapatkan data :

a. Apakah adanya tranmisi penyakit yang dibuktikan dengan adanya

penderita panas > 3 orang dan adanya jentik disekitar rumah.

b. Jumlah populasi terancam di dukuh/RW/RT/desa untuk menghitung

attack rate.

c. Jumlah kasus dan meninggal untuk menghitung attack rate dan Case

Fatality Rate (CFR).

d. Sumber penularan.

e. Kepadatan vektor : angka bebas jentik, container index, house index

dsb

f. Mengetahui risiko penularan penderita dengan melihat perilaku

untuk upaya pencegahan.

Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera dilakuakan analisis

data unutk melakuakan tindakan penanggulangan KLB yaitu :

a. Bila terbukti ada tranmisi, harus segera dilakukan pemutusan rantai

penularan dengan :

1) Membunuh nyamuk dewasa dengan melakukan fogging focus.

2) Membunuh jentik dan telur-telurnyadengan melakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M” : Menguras

tempat-tempat penularan air sekurang-kurangnya seminggu


47

sekali, Menutup rapat tempat penampungan air atau menaburkan

bubuk abate (melakukan abatisasi), Mengubur barang-barang

bekas yang dapat menampung air (hujan)

b. Pengamatan terus menerus kasus DBD sampai tidak ditemukan lagi

kasus baru selama 2 kali masa inkubasi.

c. Hasil analisis PE agar dilaporkan ke jenjang diatasnya : Puskesmas →

Kab/Kota → Provinsi yang meliputi :

1) Dasar pelaksanaan kegiatan

2) Tujuan penyelidikan

3) Jasil penyelidikan epidemiologi

4) Variabel epidemiologi (waktu, tempat, orang)

5) Ukuran epidemiologi (pendududk terancam, angka serangan,

angka kematian)

6) Faktor risiko terjadinya KLB

7) Kegiatan/tindakan yang telah dilaksanakan dan bantuan yang

diharapkan dari masing-masing jenjang (kabupaten/provinsi)

Bila KLB sudah berhenti (tidak ada kasus sampai 2 kali masa

inkubasi) laporkan secara berjenjang (Puskesmas → Kab/Kota→Provinsi)

meliputi :

a. Hasil Penyelidikan Epidemiologi menurut variabel epidemiologi

(kasus, vektor, perilaku penduduk).


48

b. Hasil tendakan penanggulangan (terhadap kasus dan vektor menurut

variabel epidemiologi)

c. Rencana tindak lanjut agar tidak terjadi KLB lagi.

Penanggulangan KLB DBD

a. Penanggulangan KLB DBD adalah upaya penanggulangan yang

meliputi :

1) Pengobatan/perawatan penderita,

2) Pemberantasan vektor penularan DBD,

3) Penyuluhan terhadap masyarakat

4) Evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh

wilayah yang terjadi KLB.

b. Tujuan penanggulangan adalah membatasi penularan DBD, sehingga

KLB yang terjadi disuatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya.

c. Bila terjadi KLB/wabah tindakan yang harus dilakukan adalah :

1) Penyemprotan insektisida

2) PSN-DBD

3) Larvasidasi (bila diperlukan)

4) Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit

5) Kegiatan pendukung lainya seperti : Pembentukan posko

pengobatan, dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB,


49

pengumpulan dan pemeriksaaan specimen serta peningkatan

kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain-lain.

d. Pengobatan/perawatan penderita

Penderita DBD berat di rawat di rumah sakit atau puskesmas yang

mempunyai fasilitas perawatan.

e. Pemberantasan Vektor :

1) Pengasapan (fogging/ULV)

2) Penyemprotan dengan mesin Fog

3) Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-

DBD)

4) Larvasidasi

f. Penyuluhan kesehatan masyarakat

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas menyusun

rencana kerja penyuluhan. Pelaksanaannyadikoordinasikan oleh

Bupati/Walikota/Camat/Lurah setempat. Kegiatan penyuluhan

kesehatan masyarakat (PKM) meliputi :

1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait.

2) Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak

3) Penyuluhan dilakukan di sekolah.

4) Penyuluhan melalui Ketua RW/RT.

g. Penilaian penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

Penilaian penanggulangan KLB meliputi :


50

1) Penilaian operasional

Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase

(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan.

Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah

secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk

pengasapan, larbasidasi, penyulihan. Peda kunjungn tersebut

dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengasapan,

larvasidasi dan pemeriksaaan jentik serta penyuluhan.

2) Penilaian epidemiologi

Penilaian ditujukan untuk mengetahui dampak upaya

penanggulangan tehadap jumlah penderita dan kematian DBD.

2. KEJADIAN LUAR BIASA CIKHUNGUNYA

Kriteria KLB Cikhungunya adalah :

Adanya peningkatan jumlah kasus cikhungunya (total kasus

cikhungunya) di suatu desa/kelurahan atau wilayah lebih luas 2 (dua) kali

atau lebih dalam kurun waktu satu minggu/ bulan dibanding

minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.

Untuk mengetahui apakah terjadi KLB perlu dilakukan penyelidikan

epidemiologi dengan langah-langkah sebagai berikut :

a. Petugas puskesmas/koordinat P2M setelah menerima laporan adanya

kasus cikhungunya /tersangka segera mencatat dalam buku catatan


51

harian penderita cikhungunya serta menyiapkan peralatan survei

(tensimeter anak, senter, form PE dan adate)

b. Petugas puskesmas melapor kepada lurah/ kepala desa dan RW/RT

setempat bahwa di wilayahnya ada penderita serta akan dilaksanakan

kegiatan PE.

c. Lurah /kades mengkoordinasikan kepada RW dan RT agar

pelaksanaan PE didampingi oleh salah seorang masyarakat.

d. Keluarga tersangka membantu kelancaran kegiatan PE.

e. Petugas menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun waktu

1 minggu sebelumnya. Bila ada penderita panas tanpa sebab jelas /

gejala lain dilakukan uji Rumple Leede (RL) untuk mencari kasus

tambahan.

f. Melakukan pemeriksaaan jentikdi tandon-tandon air, baik di dalam

atau di luar rumah (± 20 rumah disekitar kasus atau radius 100 meter

dari rumah penderita). Apabila ditemukan jentik maka dilakukan PSN

atau larvadiasi pada tandon yang sulit di kuras.

g. Hasil pemeriksaan kasus panas dan jentik dicatat di form PE.

h. Tempat potensial terjadinya penularan cikhungunya yaitu:

1) Wilayah yang banyak kasus cikhungunya (rawan/endemis)

2) Tempat-tempat umum merupakan berkumpulnya orang-orang

yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan


52

terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar,

seperti : sekolah, RS/Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya.

Agar hasil PE dapat dianalisis dengan baik untuk mengetahui

permasalahan yang ada, maka instrumen PE harus memuat untuk

mendapatkan data :

a. Apakah adanya tranmisi penyakit yang dibuktikan dengan adanya

penderita panas > 3 orang dan adanya jentik disekitar rumah.

b. Jumlah populasi terancam di dukuh/RW/RT/desa untuk menghitung

attack rate.

c. Jumlah kasus dan meninggal untuk menghitung attack rate dan Case

Fatality Rate (CFR).

d. Sumber penularan.

e. Kepadatan vektor : angka bebas jentik, container index, house index

dsb

f. Mengetahui risiko penularan penderita dengan melihat perilaku untuk

upaya pencegahan.

Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera dilakuakan analisis

data unutk melakuakan tindakan penanggulangan KLB yaitu :

a. Bila terbukti ada tranmisi, harus segera dilakukan pemutusan rantai

penularan dengan :

1) Membunuh nyamuk dewasa dengan melakukan fogging focus.


53

2) Membunuh jentik dan telur-telurnyadengan melakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M” : Menguras

tempat-tempat penularan air sekurang-kurangnya seminggu

sekali, Menutup rapat tempat penampungan air atau menaburkan

bubuk abate (melakukan abatisasi), Mengubur barang-barang

bekas yang dapat menampung air (hujan)

b. Pengamatan terus menerus kasus DBD sampai tidak ditemukan lagi

kasus baru selama 2 kali masa inkubasi.

c. Hasil analisis PE agar dilaporkan ke jenjang diatasnya : Puskesmas →

Kab/Kota → Provinsi yang meliputi :

1) Dasar pelaksanaan kegiatan

2) Tujuan penyelidikan

3) Jasil penyelidikan epidemiologi

4) Variabel epidemiologi (waktu, tempat, orang)

5) Ukuran epidemiologi (pendududk terancam, angka serangan,

angka kematian)

6) Faktor risiko terjadinya KLB

7) Kegiatan/tindakan yang telah dilaksanakan dan bantuan yang

diharapkan dari masing-masing jenjang (kabupaten/provinsi)

Bila KLB sudah berhenti (tidak ada kasus sampai 2 kali masa

inkubasi) laporkan secara berjenjang (Puskesmas → Kab/Kota→Provinsi)

meliputi :
54

a. Hasil Penyelidikan Epidemiologi menurut variabel epidemiologi

(kasus, vektor, perilaku penduduk).

b. Hasil tendakan penanggulangan (terhadap kasus dan vektor menurut

variabel epidemiologi)

c. Rencana tindak lanjut agar tidak terjadi KLB lagi.

Penanggulangan KLB Chikungunya

a. Penanggulangan KLB Chikungunya adalah upaya penanggulangan

yang meliputi :

1) Pengobatan/perawatan penderita,

2) Pemberantasan vektor penularan Chikungunya,

3) Penyuluhan terhadap masyarakat

4) Evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh

wilayah yang terjadi KLB.

b. Tujuan penanggulangan adalah membatasi penularan Chikungunya,

sehingga KLB yang terjadi disuatu wilayah tidak meluas ke wilayah

lainnya.

c. Bila terjadi KLB/wabah tindakan yang harus dilakukan adalah :

1) Penyemprotan insektisida

2) PSN- Chikungunya

3) Larvasidasi (bila diperlukan)

4) Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit


55

5) Kegiatan pendukung lainya seperti : Pembentukan posko

pengobatan, dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB,

pengumpulan dan pemeriksaaan specimen serta peningkatan

kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain-lain.

d. Pengobatan/perawatan penderita

Penderita DBD berat di rawat di rumah sakit atau puskesmas yang

mempunyai fasilitas perawatan.

e. Pemberantasan Vektor :

1) Pengasapan (fogging/ULV)

2) Penyemprotan dengan mesin Fog

3) Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-

DBD)

4) Larvasidasi

f. Penyuluhan kesehatan masyarakat

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas menyusun

rencana kerja penyuluhan. Pelaksanaannyadikoordinasikan oleh

Bupati/Walikota/Camat/Lurah setempat. Kegiatan penyuluhan

kesehatan masyarakat (PKM) meliputi :

1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait.

2) Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak

3) Penyuluhan dilakukan di sekolah.


56

4) Penyuluhan melalui Ketua RW/RT.

g. Penilaian penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

Penilaian penanggulangan KLB meliputi :

1) Penilaian operasional

Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase

(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan.

Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah

secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk

pengasapan, larbasidasi, penyulihan. Peda kunjungn tersebut

dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengasapan,

larvasidasi dan pemeriksaaan jentik serta penyuluhan.

2) Penilaian epidemiologi

Penilaian ditujukan untuk mengetahui dampak upaya

penanggulangan tehadap jumlah penderita dan kematian

Chikungunya.

3. KEJADIAN LUAR BIASA DIARE

Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya

dehidrasi dan kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga – pos

pelayanan kesehatan dilakaukan dengan cepat dan menjangkau semua


57

penderita. Apabila diagnosis etiologi dapat teridentifikasi dengan tepat,

maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan

sekaligus menghilangkan sumber penularan dengan cepat.

1. Penyelidikan Epidemiologi

Telah terjadi KLB diare pada suatu wilayah tertentu apabila

memenuhi salah satu kriteria :

a. Angka kesakitan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan

menunjukkan kenaikan yang mencolok selama 3 kali waktu

observasi berturut-turut (harian atau mingguan).

b. Jumlah penderita atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan

menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu

tertentu (harian, mingguan, bulanan) dibandingkan dengan angka

rata-rata dalam satu tahun terakhir.

c. Peningkatan case fatality rate dalam suatu kecamatan,

desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case

fatality rate bulan lalu.

d. Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu

(mingguan, bulanan) di suatu kecamatan, desa/kelurahan dibanding

dengan periode yang sama tahun lalu.

2. Upaya Penanggulangan KLB

Upaya penanggulangan KLB melakukan upaya penyelamatan

penderita dengan mendekatkan pelayana ke masyarakat di daerah


58

terjangkit KLB diare, yaitu dengan membentuk pos kesehatan dan

rehidrasi yang diikuti dengan penyuluhan agar masyarakat dapat

melakukan pertolongan sementara di rumah tangga dapat segera

membawa ke pos-pos pelayanan kesehatan terdekat.

Tugas utama Pos Kesehatan dan Pusat Pehidrasi (PR) Adalah :

a. Merawat dan memberikan pengobatan diare sesuai bagan

tatalaksana penderita.

b. Melakukan registrasi pencatat nama, umur, alamat lengkap, tanggat

berobat dan waktu mulai sakit, gejala diagnosa (sebagaimana

terlampir)

c. Mengatur logistik dan obat-obatan

d. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarga

e. Memberikan pengobatan preventif terhadap kontak serumah pada

kasus/KLB kolera

f. Membuat laporan harian kepada puskesmas.

Tim penanggulangan KLB menyelenggarakan penyuluhan untuk

melakukan perawatan dini dan mencermati tanda-tanda dehidrasi,

penyuluhan segera berobat bagi setiap penderita dan bahkan secara aktif

mencari kasus sedini mungkin. Upaya ini bekerjasama dengan para

guru, petugas desa atau kelurahan, petugas puskesmas lainnya.

3. Sistem kewaspadaan Dini KLB


59

Pengawasan KLB diare harus dilaksanakan di setiap unit

pelayanan, terutama di Puskesmas dan rumah sakit serta Dinas

kesehatan Kabupaten/Kota. PWS KLB diare juga perlu dikembangkan

di laboratorium, baik di balai Laboratorium Kesehatan Pusat dan

Daerah maupun laboratorium rumah sakit dan puskesmas.

Seringkali serangan KLB diare terjadi peada wilayah yang sangat

luas, dan oleh karena itu peran jejaring antar Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL,

Depkes menjadi sangat penting utuk terus menerus memantau adanya

KLB diare atau perkembangan kondisi rentan KLB serta

menginformasikan kepada semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

serta unit-unti pelayanan di daerahnya dalam rangka kewaspadaan dini

KLB diare.

Dukungan dokumen hasil pnyelidikan dan pemeriksaan

laboratorium sangat membantu menjelaskan etiologi dan pola

epidemiologi KLB diare yang sedang meningkat pada suatu wilayah

yang luas.

4. KEJADIAN LUAR BIASA HEPATITIS A

1. Penyelidikan Epidemiologi

Hepatitis A ditetapkan apabila terdapat dua kasus klinis atau lebih

yang berhubungan secara epidemiologis dalam waktu kurang dari 35


60

hari. Berhubungan secara epidemiologis adalah adanya kesamaan

tempat tinggal, tempat kerja, sekolah atau tempat jajan.

Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan

a. Diagnosis KLB hepatitis A,

b. Penyebaran kasus menurut waktu, wilayah geografis (RT/RW, desa

dan kecamatan), umur dan waktu lainnya yang diperlukan,

misalnya sekolah, tempat kerja dsb.

c. Sumber dan cara penularan

d. Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan

serta perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB.

e. Rencana upaya penanggulangannya

2. Upaya Penanggulangan KLB

a. Upaya penanggulangan KLB terutama diarahkan pada pengobatan

dan pencegahan KLB.

b. Tidak ada pengobatan spesifik. Penderita membutuhkan istirahat

yang cukup, makanan rendah lemak. Sementara isolasi air kencing

dan tinja penderita dapat mencegah penularan dan penyebaran KLB

hepatitis.

c. Upaya pencegahan serangan KLB diarahkan untuk memutus rantai

penularan penyebarluasan virus melalui perbaikan sanitasi dan

pengamanan makanan.
61

d. Apabila telah teridentifikasi sumber penularan, maka perbaikan

sanitasi dan pengamanan makanan segera ditegakkan dengan ketat,

atau sumber penularan dimaksud diisolasi sampai diyakini tidak

mengandung virus.

e. Apabila belum teridentifikasi sumber penularannya dengan jelas,

maka perbaikan sanitasi dan pengamanan makanan segera

ditegakkan dengan ketat terhadap semua kantin dan jajanan yang

berhubungan dengan populasi berisiko.

f. Apabila tidak teridentifikasi sama sekali sumber penularannya,

maka unruk sementara semua populasi berisiko makan makanan

yang dibawa dari rumah saja.

g. Pemberian imunisasi pada saat terjadinya KLB adalah IG pada

populasi yang diperkirakan sudah terpapar dengan virus hepatitis

A, misalnya satu kantin sebagai sumber penularan bersama.

3. Sistem Kewaspadaan Dini – KLB

Terjadinya KLB hepatitis A lebih sering disebabkan karena KLB

keracunan makanan, oleh karena itu SKD-KLB terutama ditunjukkan

pada upaya pengamanan pangan. Peda daerah-daerah endemis tinggi

jarang tejadi KLB hepatitis A, karena semua penduduk telah menderita

sakit atau memiliki kekebalan alamiah. Pada daerah-daerah


62

pengamanan pangan yang baik, tetapi berada ada wilayah rentan

hepatitis A akan sering terjadi KLB hepatitis A.

Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa KLB hepatitis A

sering terjadi pada musim tertentu, oleh karena itu pemantauan adanya

KLB hepatitis A perlu dilakukan dengan cermat oleh Dinas Kesehatan

Provinsi dan Departemen Kesehatan. Apabila terdapat kecenderungan

peningkatan serangan KLB hepatitis A pada suatu kawasan tertentu,

maka Dinas Kesehatan atau Departemen Kesehatan perlu

menginformasikan peringatan kewaspadaan KLB hepatitis A pada

semua unit kesehatan di wilayah tersebut.

5. KEJADIAN LUAR BIASA MALARIA

Bila terjadi salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut :

a. Kenaikan kasus malaria didukuh / desa 2 kali atau lebih (dari kasus

maksimum minimum positif malaria).

b. Kematian dengan gejala-gejala malaria berat

c. Keresahan masyarakat karena adanya peningkatan kasus dengan

gejala malaria dan cepat menimbulkan kematian

Langkah-langkah pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) :

a. Petugas Puskesmas / Paramedis setelah menerima laporan adanya

kasus malaria segera mencatat dan melaksanakan PE untuk mencari

penderita yang lain (kontak serumah dan sekitarnya)


63

b. Melakukan pencarian penderita dengan gejala klinis malaria minimal

5(lima) rumah disekitar kasus serta melihat kemungkinan adanya

tempat perindukan nyamuk

c. Hasil pengambilan darah dicatat di form pE dan diperiksa

dilaboratorium sesegera mungkin untuk menghasilkan tindakan

pengobatan selanjutnya sesuai dengan spesies plasmodium

Informasi minimal yang diperlukan dalam investigasi KLB Malaria

adalah :

a. Riwayat kejadian penderita

b. Peta desa (peta perindukan potensial dan kasus)

c. Kasus menurut golongan umur, jenis parasit, jenis pekerjan

d. Jenis dan kepadatan vektor

e. Perilaku penduduk

f. Populasi penduduk terancam, jumlah rumah

g. Informasi hasil laboratorium

Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera lakukan analisis

data untuk melakukan tindakan penangulangan KLB berupa :

a. Pengobatan radikan pada penderita positif malaria

b. Penyemprotan rumah (IRS= Indoor Residual Sraying)

1) Kriteria penyemprotan :

a) Lokasi : Desa endemis tinggi malaria dab desa terjadi KLB


64

b) Bangunan : Semua bangunan yang pada malam hari

digunakan sebagai tempat menginapatau kegiatan lain

(masjid, gardu ronda,dll)

2) Penyemprotan efektif bila :

a) Penularan terjadi didalam rumah

b) Vektor beristirahat di dinding

c) Penduduk menerima penyemprotan dan tidak berada diluar

rumah pada malam hari

3) Syarat-syarat penyemprotan :

a) Cakupan bangunan yang disemprot (coverage)

b) Cakupan permukaan yang disemprot (completeness)

c) Pemenuhan dosis (sufficiency)

d) Keteraturan (regularity)

4) Hal-hal yang harus diperhatikan:

a) Sosialisasi pada masyarakat sebelum dilakukan IRS

b) Selama penyemprotan, masyarakat diharapkan membantu

kelancaran pelaksanaan penyemprotan. Bagi petugas

penyemprotan wajib menggunakan APD (pakaian

penyemprotan, masker, topi, sepatu boot dan glove)

c) Sesudah penyemprotan, masyarakat diminta untuk tidak

menghapus atau tidak mengecat dinding yang sudah

disemprot.
65

c. Kelambunisasi

1) Kelambu yang direkomendasikan adalah kelambu tanpa pintu

yang sudah dicelupdengan insektisida sehingga efektif membunuh

nyamuk

2) Kelambu dapat dilakukan pencelupan ulang setiap 6 bulan dengan

insektisida sintetik pyrethroid

3) Pencelupan kelambu harus hati-hati untuk mencegah terjadinya

keracunan insektisida
66

B. FREKUENSI KLB PENYAKIT DI KABUPATEN CILACAP

Gb. Tabel 1.1 Frekuensi KLB tahun 2007-2010

Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2010

NO JENIS KLB 2007 2008 2009 2010

1 CHIKUNGUNYA 1 27 19 33

2 RUBELA 0 0 4 1

3 CAMPAK 0 0 0 1

KERACUNAN
4 2 8 2 9
MAKANAN

5 KEMATIAN DBD 5 4 8 8

6 AFP 9 9 9 8

7 DIARE 0 0 2 2

8 FARISELA 0 0 1 0

9 HEPATITIS A 2 0 1 0

10 TN 2 1 0 1

11 PAROTITIS 0 0 0 2

12 MALARIA 0 0 0 1

13 LEPTOSPIROSIS 0 0 0 1
67

Gb. Tabel 1.2 Rekapitulasi KLB 2010

Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2010

YANG DISERANG IR
JML JML
NO JENIS KLB
JML PENDERITA KEMATIAN PER 1000
JML KEC
DESA PDDK

1 CHIKUNGUNYA 19 33 8856   5,4

2 CAMPAK 1 1 16    

KERACUNAN 7 9 123    
3
MAKANAN

4 DBD 8 18 381 8 0,2

5 AFP 8 8 8 1  

6 DIARE 2 2 58    

7 LEPTOSPIROSIS 1 1 1 1  

8 TN 1 1 1 1  

9 MALARIA 1 4 45    

10 PAROTITIS 1 2 70    

11 RUBELLA 1 2 35    

Anda mungkin juga menyukai