Anda di halaman 1dari 14

Soal Ujian AKHIR Semester

m.k. Rekayasa Sistem dam Strategi Agroindustri


Program Studi S3 – TIP
Semester Genap 2022/2023, Kamis 15 Desember 2022

Berkas Jawaban (dengan format pdf) dikirim ke alamat email: machfud@apps.ipb.ac.id dengan
waktu unggah (loading/ posting) paling lambat SABTU tanggal 17 Desember 2022 pukul
17:00. Nama file ditulis: (Agung Siswahyu_F3601221002_RSSA22.pdf).

1. Anda diminta untuk menetapkan dan menuliskan suatu Judul problema (kasus) yang
berkenaan dengan peningkatan daya saing Usaha Kecil suatu Agroindustri (misalnya
tentang meningkatkan produktivitas, meningkatkan efisiensi produksi, dll).
Berdasarkan Judul tersebut, jelaskan dan berikan ilustrasinya pada situasi (kasus)
problema seperti apa anda menggunakan metode
a. Hard System,
b. Soft System, dan
c. Kombinasi Hard dan Soft System Method.

Kasus : Pengembangan Produk Pada Usaha Kecil Agroindustri Cabe


Pendekatan Hard System
Pengembangan produk pada usaha kecil agroindustri cabe dilakukan untuk meningkatkan nilai
tambah dan daya saing terhadap produk cabe sehingga dapat meningkatkan taraf hidup petani
serta meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi pengusaha produk cabe. Untuk
menuwudkan hal tersebut diperlukan suatu pendekatan system yang akan membantu dalam
pengembangan produk cabe yang disebut dengan Hard System. Untuk penerapannya
diperlukan adanya pendefinisian permasalahan dengan jelas (well-defined), pemilihan solusi
optimum, menggunakan pendekatan ilmiah dimana faktor-faktor teknis cenderung mendominasi
dan disertai prosedur baku menentukan solusi.
Pada kasus pengembangan produk industri cabe pendefinisian masalah jenis produk apa yang
akan dibuat serta jumlah produk cabe yang akan dibuat, bagaimana produksinya, pengadaan
bahan baku, seperti apa kemasannya, berapa harga jualnya dan bagaimana cara menjualnya
merupakan bagian pada pendefinisian masalah. Kesemua masalah yan teridentifikasi dalam
rangka pengembangan produk cabe ini kemudian perlu diuraikan satu persatu sehingga akan
dapat diketahui besaran secara kuantitatif yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar
dalam pemilihan solusi optimum.
Berikut akan diuraikan salah satu contoh definisi jenis produk apa yang akan dibuat serta
jumlah produk cabe yang akan dibuat. Pada bagian ini jenis dan jumlah produk cabe akan
dapat diketahui dengan pendekatan ilmiah berupa survey pasar terhadap produk sejenis atau
survey kebutuhan produk cabe kepada segmen pasar yang mengkonsumsi cabe secara
terjadwal dan dalam jumlah tertentu sehingga dapat diketahui kebutuhan jenis produk dan
jumlah yang dibutuhkan pada rentang waktu tertentu, harian atau mingguan bahkan bulanan.

Pendekatan Soft System


Selain pendekatan hard system yang lebih mengakomodir hal yang bersifat teknis, ada juga hal
yang bersifat non teknis/ akan sulit diselesaikan dengan pendekatan teknis. Oleh kerana itu
perlu dilakukan juga pendekatan lain yang kita kenal dengan pendekatan soft system.
Pendektan ini dilakukan lebih banyak untuk penyelesain permasalahan yang sifatnya strategis,
melibatkan banyak pihak yang kepentingan, dan memiliki sifat masalah yang lebih tidak
terstruktur serta lebih dinamis. Sebagai contoh pada pengembangan produk cabe soft system
ini dapat dilakukan pada bagaimana mengkoordinasi antara petani sebagai pihak penyedian
bahan baku cabe, produse produk cabe, pihak yang bertanggung jawab pada pemasaran serta
mempertimbangkan adanya peran serta pemerintah dalam hal perizinan dan pembinaan, selain
itu ada peran serta dari penyedia modal baik perbankan maupun perseorangan. Kesemua
elemen ini harus dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi pendorong keefektivan
pencapaian tujuan sehingga diperoleh strategi atau kebijakan startegis sebagai bentuk
pengambilan keputusan yang optimal dalam pengembangan produk cabe.

Kombinasi Hard dan Soft System Method


Kombinasi kedua system ini dapat dilakukan dengan melihat kontribusi pihak yang
berkepentingan, sebagai contoh pada bagian produksi produk cabe dibidang pengadaan
permesinan pengolang cabe. Pihak petani sebagai penyedia bahan baku akan berkontribusi
cabae dengan jumlah yang tertentu dengan proses imbal balik yang disepakati, pengelola akan
menyediakan permesinan dengan bantuan dari pemerintah dan permodal perbankan. Selain itu
pengelolaa juga akan menyiapkan manajemen yang professional dalam rangka menjalankan
proses produksi ini. Semua elemen ini diharapkan dapat bersinergi dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan yaitu berkembangnya produk usaha kecil agroindustri cabe
2. Isu problema / situasi dalam kaitan dengan Agroindustri pengolahan hasil
perkebunan (seperti Kakao) di Indonesia antara lain adalah
 Produksi bahan baku oleh petani sebagian besar di ekspor, akan tetapi dilain
pihak perusahaan Agroindustri juga melakukan Impor untuk memenuhi kebutuhan
bahan bakunya.
 Pendapatan petani produsen relative rendah karena harga jual hasil produksinya
yang rendah, yang antara lain disebabkan factor rantai tataniaga dan mutu.
 Agroindustri relative sulit berkembang antara lain karena daya saing yang relative
rendah dibandingkan dengan produk Impor.
Pengembangan Agroindustri dimaksudkan agar Agroindustri di Indonesia mampu
berkembang dan sekaligus berdampak kepada peningkatan pendapatan petani
produsen. Untuk itu diperlukan suatu strategi (kebijakan) yang tidak menimbulkan apa
yang disebut dengan : policy resistancy.
a) Apa yang dimaksud dengan policy resistancy dan mengapa terjadi.
b) Problema/ situasi pengembangan agroindustry tersebut dipandang bersifat
kompleks, Messy, tidak terstructure. Jelaskan mengapa ?.
c) Misalkan anda menggunakan Soft System Methodology (yang dikembangkan
Checkland) untuk merumuskan strategi tersebut. Berdasarkan analisis
situasional, identifikasi dan jelaskan komponen CATWOE dari isu permasalahan
ini.

Penjelasan :
a) Resistensi kebijakan adalah kegagalan kebijakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ini
adalah “kecenderungan intervensi untuk ditunda, dilemahkan, atau dikalahkan oleh respon
sistem terhadap intervensi itu sendiri” (Meadows, 1982, dalam Sterman, 1994). Resistensi
kebijakan dapat didefiniskan juga sebagai suatu reaksi yang muncul karena adanya suatu
kebijakan akan tetapi rekasi tersebut gagal diprediksi sebelumnya yang cenderung akan
melawan kebijakan yang dikeluarkan karena adanya pihak atau entitas yang dirugikan
dengan adanya kebijakan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal diantaranya :
 Gagal secara utuh dan menyeluruh dalam memahami situasi permasalahan
 Salah memandang suatu masalah sehingga masalah yang ada dilihat secara linier
sehingga pandangan yang ada tidak sejalan dedngan masalah sebenarnya.
 Situasi permasalahan kompleks direduksi dan diselesaikan dengan solusi sederhana
(“simple solution”). “Sederhana” dalam kaitan ini adalah parsial, tidak atau kurang
memperhatikan interaksi antar elemen.
 Pandangan yang “menyesatkan” bahwa terdapat satu solusi terbaik yang cocok untuk
semua keadaan, atau dengan kata lain tidak menyeluruh (holistic) dan kreatif
Sehubungan dengan kebijakan agroindustry kakao pemerintah pernah mengeluarkan
PermenKeu No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan barang ekspor yang dikenakan bea
keluar dan tarif bea keluar. Penerapan aturan ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri dan menyeimbangkan dukungan terhadap daya
saing industri kakao di dalam negeri yang pada akhirnya berdampak kepada nilai tambah yang
diterima petani kakao. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah No. 55/2008 tentang
pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor yang salah satu tujuan pengenaan BK adalah
menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Setelah aturan ini diberlakukan dimana ketika
ekportir kakao ingin menjual kakaonya keluar negeri dikenakan tarif ekspor sebesar 15% angka
ini diambil dari potongan harga dari petani. Hal ini disebabkan karena harga kakao dunia sudah
tertentu sehingga eksportir tidak ingin rugi maka harga dari petani yang dipotong. Dengan
potongan ini menyebabkan harga kakao dilevel petani menjadi turun dan menyebabkan petani
enggan menanam kakao yang otomatis akan menurunkan produksi kakao Indonesia. Kebijakan
ini dilakukan tanpa melihat ketersediaan infrastruktur pengolah kakao yang tidak dapat
diekspor. dan menjadi kebijakan yang dianggap tidak tepat dikeluarkan dan mendapatkan
Policy Resistance dari para pelaku pihak yang berkepentingan di agroindustry kakao.

b) Problema/ situasi pengembangan agroindustry tersebut dipandang bersifat kompleks,


Messy, tidak terstructure hal ini disebabkan karena :
 Banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap agroindustry baik itu yang
berkepentingan/mendapat menfaat dari majunya agroindustry didalam negeri atau pihak
yang menginginkan kondisiri agroindustry didalam negeri tetap jalan ditempat. Konfilk
kepentingan inilah yang menjadi salah satu penyebab pengembangan industry
agroindustry dianggap bersifat kompleks
 Adanya perubahan yang cepat yang mengiringi berkembangnya agroindustry atau yang
disebut dengan dinamis. Kompleksitas yang Dinamis terjadi karena banyaknya
kemungkinan kejadian seiring berjalannya waktu sehingga segala hal yang muncul
harus segera diantisipasi. Belum lagi hal yang terjadi diantisipasi kemudian sudah
muncul lagi hal baru yang harus diantisipasi Kembali begitu seterusnya sehingga hal ini
dianggap menjadi hal yang kompleks.
 Problema/ situasi pengembangan agroindustry tersebut dipandang bersifat kompleks
karena memiliki spektrum yang luas mulai dari hulu ke hilir sehingga banyak yang harus
dibenani satu persatu dan saling terintegrasi sehingga satu sama lain dapat terhubung
menjadikan system yang saling mendukung pengembangan agroindustry.
Dengan tingkat kompleksitas pengembangan agroindustry maka dalam penyusunan
kebijakan/keputusan yang akan dibuat lebih baik jika dilakukan dengan melibatkan bidang yang
transdisplin atau multidisiplin dan harus saling bersinergi. Kompleksitas ini perlu diurai dengan
cara berpikir sistem sehingga menjadi lebih terstruktur dan sistematis sebagai bahan
merumuskan strategi/ kebijakan/keputusan.
c) Merujuk pada kejadian perberlakuan kebijakan tentang agroindustry kakao semestinya
sebelum kebijakan itu dikeluarkan kita harus mengetahui analisi situasional dan identifikasi
isu yang ada pada pengembangan agroindustry kakao. Analisi situasional dan identifikasi
isu tersebut dapat berupa aspek aspek kunci yang terdiri dari : pertama mengidentifikasi
permasalahan dari stakeholder yang terlibat pada agroindutri kakao, misalnya pemerintah
daerah, petani, pelaku industri, koperasi, lembaga keuangan, dan masyarakat sebagai
konsumen. Kedua mengetahui situasi dan ketiga karakteristik bisnis proses yang sudah ada
pada agroindustri kakao, dll. Setelah mengidentifikasi permasalahan. Dari hasil identifikasi
permasalahan ini, maka perlu dibuat rich picture yang mampu menggambarkan keterkaitan
permasalahan secara menyeluruh yang terjadi pada agroindustry kakao. Rich Picture
tersebut merupakan gambaran awal yang digunakan untuk memodelkan atau merumuskan
perbaikan situasi, kebujakan atau permasalahan yang ada.
Kebijakan atau startegi pada agroindustry kakao ini menjadi tidak atau kurang efektif bisa
disebabkan oleh perencanaan yang kurang matang terkait strategi yang tepat untuk
diimplementasikan atau seperti yang sudah disampaikan pada no 2a item 1 s/d4.

Komponen CATWOE dari isu permasalahan ini.


C (Customer) : Pekebun kakao, masyarakat pedesaan
A (Actor) : Pekebun, pelaku industry kakao. Pemda, Lembaga keuangan, Trainer
pendamping
T (Tranformation) : Membangun UKM Agroindustri kakao yang produktif dan bernilai
tambah
W (World View) : Terwujudnya peningkatan produktivitas dan nilai tambah pekebu kakao
sehingga mampu berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi wilayah
O (Owner) : Pekebun, Pelaku Industri, Pemda
Environment ( E ) : Kebijakan pemerintah, kondisi social ekonomi.
3. Interpretive Structural Modelling (ISM) merupakan salah satu metode dalam kajian
pendekatan system (soft system method), yang dalam implementasinya antara lain
adalah menilai keterkaitan atau hubungan antar elemen-elemen, berdasarkan
hubungan kontekstual tertentu – sesuai dengan maksud atau tujuan pengkajian
system.
Sehubungan dengan soal no (2) di atas, berdasarkan Root definition dan Model
Konseptual serta perbandingan dengan situasi dunia nyata, melalui FGD berhasil
dirumuskan 11 Elemen Perubahan yang diperlukan dan layak. Untuk memperkaya
analisis terhadap elemen perubahan tersebut, anda menggunakan ISM, dan untuk itu
melalui FGD diperoleh pendapat para ahli tentang hubungan antar elemen perubahan
dalam konteks “MENDUKUNG” seperti disarikan pada SSIM berikut :
 Perubahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1   V X X V V V V V V V
2     A A A O A A A O O
3       X V V V V V O V
4         V V V V V O V
5           A A A O A O
6             X X V A V
7               V V A V
8                 V A V
9                   A V
10                     V
11                    

Berdasarkan matrik penilaian di atas,


a. Sebutkan dan jelaskan apa yang menjadi perubahan kunci,
b. Gambarkan bagaimana struktur hirarki hubungan antar elemen perubahan, dan
c. Jelaskan karakteristik elemen perubahan tersebut.
Untuk dapat menjawab pertanyaan diatas pertama kita harus melakukan :
 Pembuatan Initial Reachability Matrix yang dibuat dengan Hubungan Kontekstual
(contextual relationship) sebagai berikut :
i. V : kendala (1) mempengaruhi kendala (2), tetapi tidak sebaliknya.
ii. A : kendala (2) mempengaruhi kendala (1), tetapi tidak sebaliknya.
iii. X : kendala (1) dan kendala (2) saling mempengaruhi .
iv. O : kendala (1) dan kendala (2) tidak saling mempengaruhi.
Dengan membuat hubungan konteks ini maka akan diperoleh table Initial Reachability Matrix
Tabel 1

Elem 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
en 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
5 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1
7 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
8 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1
9 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
10 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

 Melakukan pengujian ketransitivan matrik dengan cara mengkalikan matrik sehingga


diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2
Eleme 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
n 0 1
1 3 8 3 3 8 7 6 7 8 2 9
2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 3 8 3 3 7 6 5 6 7 1 8
4 3 8 3 3 7 6 5 6 7 1 8
5 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0
6 0 4 0 0 4 3 2 3 4 0 5
7 0 5 0 0 4 3 2 3 4 0 5
8 0 4 0 0 3 2 1 2 3 0 4
9 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0 2
10 0 4 0 0 5 4 3 4 5 1 6
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Kemudian matrik ini kita jadikan nilai 1 dan 0 saja dengan aturan nilai yang 1< menjadi 1. Dan
diperoleh matrik sebagai berikut :
Tabel 3

Eleme 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
n 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
6 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
7 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
8 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1
9 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
10 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

 Validasi tabel 3 apakan memiliki nilai yang sama dengan tabel 1 yang hasilnya tampak
seperti pada tabel 4.
Table 4

Tabe 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
l 0 1
1 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
2 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
3 Y Y Y Y Y Y Y Y Y N Y
4 Y Y Y Y Y Y Y Y Y N Y
5 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
6 Y N Y Y Y Y Y Y Y Y Y
7 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
8 Y Y Y Y Y Y N Y Y Y Y
9 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
10 Y N Y Y Y Y Y Y Y Y Y
11 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
Dari hasil validasi terdapat 4 hubungan konstektual yang tidak transitif sehingga harus
dimodifikasi sehingga menghasilkan table 5
 Tabel Final Reachability Matrix
Tabel 5

Drivin
1 1 Rankin
Elemen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 g
0 1 g
Power
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 I
2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 VI
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 I
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 I
5 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 V
6 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 III
7 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 III
8 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 7 III
9 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 3 IV
10 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 II
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 VI
Dependenc 1
3 3 3 8 7 7 7 8 4 9
e Power 0
Dari table ini kita akan mengetahui yang menjadi perubahan kunci adalah aktivitas 1,3
dan 4

 Pembuatan tabel reachability set, Antecendent set dan irisan keduanya seperti
pada tabel 6 berikut :
Tabel 6
Intersection R(Vi)
Variabel(Vi
Reachability R(Vi) Antecedent set A (Vi)  Level
)
A(Vi)
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,1
1 1,3,4 1,3,4
1
2 2 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 2 I
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,1
3 1,3,4 1,3,4
1
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,1
4 1,3,4 1,3,4
1
5 2,5 1,3,4,5,6,7,8,10 5
6 2,5,6,7,8,9,11 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8
7 2,5,6,7,8,9,11 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8
8 2,5,6,7,8,9,11 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8
9 2,9,11 1,3,4,6,7,8,9,10 9
10 2,5,6,7,8,9,10,11 1,3,4,10 10
11 11 1,3,4,6,7,8,9,10,11 11 I
Dari table ini aktivitas no 2 dan 11 berapa dapa level paling atas yaitu level 1. Terhadap semua
elemen ini kemudian dilakukan hal yang sama sehingga semua elemen diketahui levelnya.
Cara nya dengan menghilangkan elemen yang sudah memiliki level diikuti dengan
menghilangkan elemen pada bagian Reachability R(Vi) dan Antecedent set A (Vi) kemudian
dilakukan ditiap level yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 7.
Intersection R(Vi)
Variabel(Vi) Reachability R(Vi) Antecedent set A (Vi)  Lavel
A(Vi)
1 1,3,4,5,6,7,8,9,10 1,3,4 1,3,4
3 1,3,4,5,6,7,8,9,10 1,3,4 1,3,4
4 1,3,4,5,6,7,8,9,10 1,3,4 1,3,4
5 5 1,3,4,5,6,7,8,10 5 II
6 5,6,7,8,9 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8
7 5,6,7,8,9 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8
8 5,6,7,8,9 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8
9 9 1,3,4,6,7,8,9,10 9 II
10 5,6,7,8,9,10 1,3,4,10 10

Intersection R(Vi)
Variabel(Vi) Reachability R(Vi) Antecedent set A (Vi)  Lavel
A(Vi)
1 1,3,4,6,7,8,10 1,3,4 1,3,4
3 1,3,4,6,7,8,10 1,3,4 1,3,4
4 1,3,4,6,7,8,10 1,3,4 1,3,4
6 6,7,8 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8 III
7 6,7,8 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8 III
8 6,7,8 1,3,4,6,7,8,10 6,7,8 III
10 6,7,8,10 1,3,4,10 10

Intersection R(Vi)
Variabel(Vi) Reachability R(Vi) Antecedent set A (Vi)  Lavel
A(Vi)
1 1,3,4,,10 1,3,4 1,3,4
3 1,3,4,10 1,3,4 1,3,4
4 1,3,4,10 1,3,4 1,3,4
10 10 1,3,4,10 10 IV

Intersection R(Vi)
Variabel(Vi) Reachability R(Vi) Antecedent set A (Vi)  Lavel
A(Vi)
1 1,3,4 1,3,4 1,3,4 V
3 1,3,4 1,3,4 1,3,4 V
4 1,3,4 1,3,4 1,3,4 V
 Struktur Hirarki

AKTIVITAS RANKING

2 11 5 5
 
5 9 4 4



6  7  8 3 3 3
  
10 2
  
1  3  4 1 1 1

Note :
*** tiga anak panah dari elemen 6, 7 dan 8 terhadap elemen 5 dan 9 menunjukkan elemen 6, 7 dan 8 mempunyai
pengaruh pada kedua elemen diatasnya (elemen 5 & 9),
** dua anak panah dari elemen 5 dan 9 terhadap elemen 2 menunjukkan elemen 5 dan 9 mempunyai pengaruh terhadap
elemn 2. Sedangkan pada elemen hanya elemen 9 saja yg memberikan pengaruh
 Karakteristik Elemen Aktivitas

IV III

I II
 Pada Kuadran II terdiri dari aktivitas 5, 9, 11 dan 2, semua aktivitas ini masuk ke dalam dependent barrier atau akibat
dari aktivitas lainnya
 Pada Kuadran III terdiri dari aktivitas 6, 7 dan 8, semua aktivitas ini masuk ke linkage barrier atau pengait system,
 Pada Kuadran IV terdiri dari aktivitas 1, 3 dan 4 semua aktivitas ini masuk ke independent (driver) atau penggerak

Anda mungkin juga menyukai