Anda di halaman 1dari 2

Jata III bukan mansa yang diakui, ia bekerja keras untuk merevitalisasi Kekuatan

kekaisaran Mali. Dia memobilisasi tentara dan mengirim pasukan ke Sahara untuk melawan
Sanhaja untuk menguasai sumber garam dan tembaga di dekatnya Takadda. Dia juga
memperbarui atau memperluas kendali Mali atas timur perbatasan di luar Gao.

Perebutan kekuasaan lainnya dimulai ketika Mansa Musa II wafat pada tahun 1387. Dia
digantikan oleh saudaranya Mansa Magha II (berkuasa 1387–1388), yang juga lemah. Sekali
lagi, anggota keluarga kerajaan hanya menjadi seorang penguasa boneka yang dikendalikan oleh
seorang pejabat pemerintah yang kuat. Mansa Magha II dibunuh setelah satu tahun berkuasa. Dia
digantikan oleh Sandaki, seorang anggota dewan kekaisaran. Sandaki menikahi ibu Mansa Musa
II, tetapi ia tidak mendapat klaim yang sah atas otoritas. Setelah berkuasa selama beberapa bulan,
Sandaki dibunuh oleh anggota keluarga kerajaan. Akhirnya, pada tahun 1930, tahta Mali direbut
kembali oleh Mahmud, keturunan Sunjata, seorang pahlawan besar.

Mahmud adalah yang terakhir dari mansas Malian yang disebutkan oleh Ahli geografi
Arab. Yang lainnya disebutkan dalam tradisi lisan tetapi tidak terkait dengan tanggal apa pun,
jadi tidak ada cara untuk mengetahui dimana mereka cocok dengan gambaran sejarah. Akhir
abad ke-14, generasi perebutan kekuasaan dan kepemimpinan yang lemah telah merusak
kekuasaan Mali. Mendekati masanya Ketika tidak mungkin lagi untuk menahan kendali dari
kerajaan jauh perbatasan. Mali kehilangan kendali atas Timbuktu sekitar tahun 1433. Diluar
Nigger Bend, provinsi Timur yang lebih jauh, termasuk Gao, mungkin telah hilang sebelumnya.
Beberapa waktu pada tahun 1460, raja dari Gao bernama Sulayman Dama menyerang Mema,
yang merupakan salah satu provinsi bagian barat oleh Timbuktu. Sulayman Dama berhasil
menjadi penguasa Gao oleh Sii Ali Beeri, yang mengubah kerajaan tersebut menjadi sebuah
kekaisaran yang akan menggantikan Mali sebagai kekuatan terkuat Sudan bagian barat.

HUBUNGAN >>>>>

Penyakit Tidur

Penyakit tidur disebarkan oleh lalat tsetse, yang hanya hidup di wilayah Afrika. Mereka
sedikit lebih besar daripada lalat kuda dan berkembang biak disepanjang sungai dan aliran air.
Lalat hidup dengan darah. Dan dapat minum darah dua kali dari berat badan mereka setiap kali
mereka makan. Pose ini sebuah permasalahan Kesehatan yang serius untuk hewan dan manusia,
karena setiap kali mereka menghisap lalat juga menyalurkan sebuah infeksi sistem saraf pusat
yang disebut trypanosomiasis.

Lalat tsetse menyalurkannya diawali dengan menggigit hwan atau seseorang yang telah
terinfeksi parasite kecil yang dipanggil trypanosome. Yang hidup didalam perut lalat selama
beberapa hari. Parasite kemudian berjalan menuju kelenjar ludah lalat, setelah beberapa orang
atau binatang yang telah digigit menjadi terinfeksi. Penyakit ini biasanya dikenal sebagai
penyakit tidur karena, jika terlambat diobati, korbannya akan menjadi koma dan kemudian
meinggal.

Diperkirakan saat ini lebih dari 66 juta orang tinggal di daerah pedesaan Afrika beresiko
terkena gigitan lalat. Setiap tahun rata-rata ada 25.000 kasus baru diidentifikasi, menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan karena ini adalh penyakit yang menyerang daerah
pedesaan, banyak penderita tidak terdiagnosis dan tidak terobati. Di 36 negara penyakit tidur
merupakan penyakit endemic. 22 diantaranya secara aktif terlibat dalam program WHO untuk
mengendalikan penyakit. Pendekatan yang paling efektif meliputi pengawasan medis terhadap
populasi yang berisiko sehingga pengobatan dapat dimulai sejak dini, pengendalian lalat tsetse,
dan terapi obat yang dipantau dengan cermat.

Anda mungkin juga menyukai