Anda di halaman 1dari 57

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PEMBUATAN SERAT OPTIK


DENGAN NUMERICAL APERTURE BESAR (NA > 0,2)
DARI BAHAN KACA SiO2-Na2O
MENGGUNAKAN METODE PRE-CASTING

Disusun Oleh :

AHMAD AFTAH SYUKRON


NIM M0207023

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli, 2011

commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada orang tuanya.
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia 2 tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.
(Q.S. Lukman : 14)

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Bapak Ibuku Tercinta,


Kakakku tersayang,
Fisika FMIPA UNS
INDONESIA

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas


segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Pembuatan Serat Optik dengan Numerical
Aperture Besar (NA>0,2) dari Bahan Kaca SiO2-Na2O Menggunakan Metode
Pre-casting” tanpa halangan suatu apapun.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak,
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D. selaku Pembimbing I yang telah memberi
motivasi, bimbingan, ide serta saran dalam penyusunan skripsi.
2. Drs. Usman Santosa, M.S., selaku Pembimbing II dan pembimbing
akademik yang telah mengingatkan dalam menulis dan memberikan
masukan serta motivasi dalam proses belajar di Fisika FMIPA UNS
kepada penulis.
3. Bapak dan Ibu dosen serta staff di Jurusan Fisika FMIPA UNS.
4. Mas David (David Harjanto, ST) selaku teknisi laboratorium yang telah
membantu dalam proses penyiapan alat-alat penelitian.
5. Ayah dan Ibu tercinta, serta semua keluarga besar peneliti yang selalu
memberikan do’a, perhatian, dan motivasi yang tak terkirakan.
6. Ngadi parjoko, Tatag dan Mukhlis, selaku rekan satu bimbingan yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi di lab optika dan photonika
Jurusan Fisika FMIPA UNS.
7. Keluarga besar fisika angkatan 2007, yang telah memberi motivasi dan
semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi.
commit to user
8. Keluarga besar Himafis dari angkatan termuda sampai yang tertua.

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga laporan penelitian ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas kebaikan dan
bantuan yang telah Anda berikan. Selain itu semoga isi dari skripsi yang telah
kami susun dapat memberikan informasi tentang fabrikasi dan karakterisasi serat
optik.

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul


“PEMBUATAN SERAT OPTIK DENGAN NUMERICAL APERTURE BESAR
(NA>0,2) DARI BAHAN KACA SiO2-Na2O MENGGUNAKAN METODE PRE-
CASTING” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau
dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2011

Ahmad Aftah Syukron

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Sebagian dari skripsi saya yang berjudul “PEMBUATAN SERAT OPTIK


DENGAN NUMERICAL APERTURE BESAR (NA>0,2) DARI BAHAN KACA
SiO2-Na2O MENGGUNAKAN METODE PRE-CASTING” telah dipresentasikan
dalam:
Seminar Nasional Sains Lontar Physics Forum 2011 oleh Program Studi Pendidikan
Fisika IKIP PGRI Semarang pada tanggal 2 Juli 2011 dengan judul “PENENTUAN
TINGKAT KESERAGAMAN DIAMETER SERAT OPTIK DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI”

Surakarta, Juli 2011

Ahmad Aftah Syukron

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PEMBUATAN SERAT OPTIK


DENGAN NUMERICAL APERTURE BESAR (NA>0,2)
DARI BAHAN KACA SiO2-Na2O
MENGGUNAKAN METODE PRE-CASTING

AHMAD AFTAH SYUKRON


Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat serat optik dengan numerical


aperture besar (NA>0,2) dari bahan kaca SiO2-Na2O menggunakan metode pre-
casting. Dalam metode ini, core dibuat dari bahan kaca SiO2-Na2O dan cladding
berupa udara. Bahan kaca SiO2-Na2O dikarakterisasi sebelum dibuat serat optik.
Indeks bias kaca diukur dari data Reflektansi, dimana pengukurannya
menggunakan metode Sudut Brewster. Sedangkan spektrum absorbansi diukur
menggunakan Uv-Vis Spektrometer dan FT-IR Spektrometer. Setelah bahan
dikarakterisasi, preform kemudian dibuat serat optik dengan rentang suhu 9000C-
9800C dan memberikan beban massa antara 310 gram sampai 1020 gram. Dari
hasil penelitian, serat optik berhasil dibuat pada suhu 9500C, 9600C, 9700C.
Diameter serat optik sebesar (0,107±0,008) mm, (0,024±0,002) mm,
(1,167±0,003)x10-2 mm dan rugi-rugi sebesar (2,1±0,1) dB/cm, (4,6±0,3) dB/cm,
(1,0±0,1) dB/cm.

Kata kunci: serat optik, pre-casting, karakterisasi

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MANUFACTURING OF OPTICAL FIBER


WITH THE HIGH NUMERICAL APERTURE (NA> 0.2)
OF THE SiO2-Na2O GLASS MATERIAL
USING PRE-CASTING METHOD

AHMAD AFTAH SYUKRON


Departement of Physics. Mathematics and Natural Sciences Faculty.
Sebelas Maret University

ABSTRACT

The objective of this experiment is to make a high numerical aperture


(NA>0.2) optical fiber made of SiO2-Na2O glass using pre-casting method. In this
method, core was made of the comertial SiO2-Na2O glass and cladding is the air.
Glass was optically characterized before being drawn into fiber optic. Glass
refractive index was measured based on the reflectivity data, that is by applying
Brewster angle method. Further, the glass absorption spectra was recorded using
UV-Vis Spectrometer and FT-IR Spectrometer. Upon completing this material,
the preform was then drawn into fiber optic within temperature range for 9000C-
9800C and under applied load between 310 until 1020 grams. It clear from the
experiment, that fiber optic can be produced well at 9500C, 9500C, 9500C. Their
diameter are (0.107±0.008) mm, (0.024±0.002) mm, (1.167±0.003)x10-2 mm and
their loss are (2.1±0.1) dB/cm, (4.6±0.3) dB/cm, (1.0±0.1) dB/cm.

Keyword: optical fiber, pre-casting, characterized

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK............................................................................ v
HALAMAN ABSTRACT ......................................................................... vi
MOTTO ..................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Batasan Masalah ................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
1.6. Sistematika Penulisan ........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 5
2.1. Serat Optik ............................................................................ 5
2.1.1 Struktur Dari Serat Optik ............................................ 5
2.1.2 Pembagian Serat Optik ................................................ 6
2.1.3 Transmisi Cahaya Serat Optik ..................................... 7
2.2. Kaca ...................................................................................... 10
2.3. Fabrikasi Serat Optik Kaca ................................................... 12
2.4. Indeks Bias ............................................................................ 13
2.5. Absorbsi dan Transmitansi ................................................... 15
2.6. Numerical Aperture commit to user
(NA) ..................................................... 16

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.7. Rugi-rugi Daya Pada Serat Optik ......................................... 17


2.7.1. Absorpsi....................................................................... 18
2.7.2. Hamburan Rayleigh ..................................................... 18
2.7.3. Pemantulan Fresnel ..................................................... 18
2.7.4. Rugi-rugi Pembengkokan ............................................ 19
2.8. Difraksi ................................................................................. 19
2.9. Pemandu Gelombang ............................................................ 20
2.10. Metode Pre-casting............................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 23
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 23
3.2. Alat dan Bahan...................................................................... 23
3.2.1. Alat .............................................................................. 23
3.2.2. Bahan ........................................................................... 24
3.3. Prosedur dan Pengumpulan Data .......................................... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 31
4.1. Karakterisasi Sifat Optik Bahan ........................................... 31
4.1.1. Reflektansi ................................................................... 31
4.1.2. Indeks Bias .................................................................. 32
4.1.3. Absorbansi ................................................................... 34
4.2. Fabrikasi Serat Optik ............................................................ 35
4.3. Karakterisasi Serat Optik ...................................................... 38
4.3.1. Uji Keseragaman Diameter Serat Optik ...................... 38
4.3.2. Rugi-rugi Serat Optik .................................................. 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 42
5.1. Simpulan ............................................................................... 42
5.2. Saran ..................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 43
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................... 45

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Serat Optik.......................................................................... 5


Gambar 2.2 Serat Optik Single Mode .................................................... 6
Gambar 2.3 Serat Optik Multi Mode ...................................................... 7
Gambar 2.4 Lintasan Cahaya dalam Serat Optik ................................... 7
Gambar 2.5 Sinar Cahaya Datang pada Antar Muka Indeks Bias ........ 8
Gambar 2.6 Pantulan Cahaya dengan Sudut Datang Besar ................... 9
Gambar 2.7 Pantulan Cahaya dengan Sudut Pantul 900 ........................ 9
Gambar 2.8 Pantulan Cahaya dengan Sudut Datang > Sudut Krits ....... 9
Gambar 2.9 Klasifikasi Zat Padat .......................................................... 10
Gambar 2.10 Pengaruh Temperature Terhadap Enthalpy Pembentukan
Kaca .................................................................................... 11
Gambar 2.11 Bentuk Kaca ....................................................................... 12
Gambar 2.12 Difraksi ............................................................................... 19
Gambar 2.13 Set-up Alat Metode Pre-casting ......................................... 21
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahap-tahap Penelitian ................................ 24
Gambar 3.2 Sampel Bahan Kaca SiO2-Na2O ......................................... 25
Gambar 3.3 Pengukuran Reflektansi dan Indeks Bias ........................... 26
Gambar 3.4 Set-up alat pengukuran diameter dengan difraksi .............. 28
Gambar 3.5 Cara Pemberian Tanda Sebanyak 11 Titik pada
Serat Optik.......................................................................... 29
Gambar 3.6 Metode cut-off .................................................................... 30
Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Reflektansi ............................................ 32
Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Indeks Bias............................................ 33
Gambar 4.3 Spectrum absorbansi ........................................................... 34
Gambar 4.4 Diameter Rata-rata Serat Optik .......................................... 39

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Pengukuran Diameter Serat Optik Hasil Fabrikasi


pada Suhu 9500C dengan Penekanan Beban Massa
1,02 kg .................................................................................. 38
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran diameter Serat Optik ............................... 40
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Rugi-rugi Serat Optik ............................. 41
Tabel A.1 Data Pengukuran Reflektansi Menggunakan Metode Sudut
Brewster dengan Cahaya Terpolarisasi TM ......................... 46
Tabel A.2 Data Pengukuran Reflektansi Menggunakan Metode Sudut
Brewster dengan Cahaya Terpolarisasi TM ......................... 46
Tabel B.1 Data Pengukuran Indeks Bias dengan Menggunakan
Metode Sudut Brewster ........................................................ 47
Tabel C.1 Data Pengukuran Absorbansi Menggunakan UV-Vis
Lambda 25............................................................................ 49
Tabel C.2 Data Pengukuran Absorbansi Menggunakan FT-IR ............ 53
Tabel D.1 Data Diameter Serat Optik pada Suhu 9500C dengan
Massa Penekan 1,02 kg ........................................................ 70
0
Tabel D.2 Data Diameter Serat Optik pada Suhu 960 C dengan
Massa Penekan 1,02 kg ........................................................ 71
Tabel D.3 Data Diameter Serat Optik pada Suhu 9700C dengan
Massa Penekan 1,02 kg ........................................................ 72
Tabel E.1 Data pengukuran Rugi-rugi Serat Optik .............................. 73

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-Lampiran ................................................................................... 45
Gambar Alat ............................................................................................... 45
Lampiran A Data Pengukuran Reflektansi dengan Menggunakan
Metode Sudut Brewster ................................................... 46
Lampiran B Data Pengukuran Indeks Bias dengan Menggunakan
Metode Sudut Brewster ................................................... 47
Lampiran C Data Pengukuran Keseragaman Diameter Serat Optik ... 49
Lampiran D Data Pengukuran Rugi-rugi Serat Optik ......................... 52

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Akhir-akhir ini, kemajuan teknologi komunikasi berkembang semakin pesat.
Salah satu nya adalah media komunikasi digital yang pada dasarnya ada 3 macam,
yaitu tembaga, udara, dan kaca. Tembaga sebagai media komunikasi sejak lama,
yang telah berevolusi dari penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik
yang membawa pesan, suara, gambar, dan data digital. Berkembangnya teknologi
frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi yang disebut dengan
nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udara sebagai penghantarnya.
Tahun 1980-an dikenalkan suatu media komunikasi yang sekarang menjadi tulang
punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik.
Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca yang digunakan
untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Teknologi
penyaluran informasi melalui serat optik memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan 2 sistem komunikasi di atas. Beberapa kelebihan sistem komunikasi
menggunakan serat optik adalah serat optik mampu membawa arus informasi
jarak jauh dalam jumlah besar. Sistem komunikasi ini juga lebih murah
dibandingkan dengan kabel biasa, pita frekuensi (bandwidth) yang lebar, murah,
tidak terganggu gelombang elektromagnetik, dan memiliki sinyal degradasi yang
kecil. Dari beberapa kelebihan ini, serat optik menjadi pilihan utama untuk
menggantikan media informasi yang lain (Keiser, 2000). Salah satu kegunaan
sensor serat optik adalah pada sensor pH dan temperature (Gaston, et al, 2003).
Serat optik tidak hanya digunakan sebagai penghubung pada sistem
komunikasi optik, tetapi juga dikembangkan sebagai sensor serat optik. Sensor
serat optik ini dibuat dengan spesifikasi serat optik khusus, sehingga memicu
peneliti untuk melakukan penelitian tentang pembuatan sensor serat optik (Yu,
F.T.S., 2002). Dalam beberapa rangkaian sensor serat optik, kemampuan serat
optik yang berperan untuk mengumpulkan dan memancarkan cahaya dengan
commit
sudut besar atau Numerical Aperture to (NA>0,2)
besar user sangat diperlukan. Misalnya

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

pada penggunaan Fiber-optic imaging bundle (Gmitro and Aziz, 1993), Fiber-
optic fluorescence imaging (Flusberg, 2005). Menurut Flusberg, pada Fiber-optic
fluorescence imaging, serat optik yang lebih cocok dipakai adalah serat optik
model fiber multimode step-indeks. Karena tidak hanya memiliki inti diameter
yang lebih besar (biasanya 50 µm sampai beberapa milimeter), tetapi juga
biasanya memiliki nilai numerical aperture (NA) yang lebih besar. serat optik
multimode dari semua polimer cenderung lebih fleksibel daripada silika dan
tersedia dengan nilai NA sampai 0,5.
Serat optik yang akan digunakan sebagai sensor dibuat secara khusus,
sehingga harga di pasaran juga sangat mahal. Untuk mendukung pengembangan
sensor serat optik di Laboratorium Optika dan Photonika Jurusan Fisika FMIPA
UNS, maka tujuan dari penelitian ini adalah membuat serat optik yang memiliki
kemampuan untuk mentransmisikan cahaya dengan sudut besar, yaitu dengan cara
membuat serat optik dengan Numerical Aperture besar (NA>0,2).
Dalam penelitian ini, serat optik dibuat dari bahan kaca SiO2-Na2O dengan
menggunakan metode pre-casting, yaitu pencetakan serat optik dengan bakal core
dan cladding yang sudah ada. Bakal core berupa silinder pejal dan bakal cladding
berupa silinder berlubang. Karakterisasi yang akan dilakukan dibatasi pada
karakterisasi bahan sebelum dibuat serat optik meliputi pengukuran indeks bias,
reflektansi, dan transmitansi, serta karakterisasi serat optik yang sudah jadi
meliputi rugi-rugi (loss) serat optik, keseragaman diameter serat optik. Pada
penelitian ini, pengukuran indeks bias dilakukan menggunakan metode sudut
Brewster, pengukuran transmitansi atau absorbansi menggunakan Ultra Violet-
Visible Spectroscopy (UV-VIS Spectrometer) dan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FT-IR Spectrometer), pengukuran keseragaman diameter dilakukan
menggunakan metode difraksi cahaya. Untuk mengukur rugi-rugi pada serat optik
dilakukan pengukuran dengan metode cut-off.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana kondisi dapat dihasilkannya serat optik dilihat dari variasi suhu dan
beban massa penekan.
b. Bagaimana kondisi homogenitas serat optik dilihat dari keseragaman diameter
serat optik hasil fabrikasi dengan variasi suhu dan penekanan.
c. Bagaimanakah kualitas serat optik hasil fabrikasi menggunakan metode pre-
casting dengan memperhatikan keseragaman diameter dan rugi-rugi serat
optik.

1.3. Batasan Masalah


Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada:
a. Fabrikasi dilakukan untuk mencari suhu dan massa penekan dimana dapat
dihasilkannya serat optik.
b. Proses fabrikasi dilakukan dari suhu 9000C, 9250C, 9400C, 9500C, 9600C,
9700C, 9800C dengan variasi massa penekan 310 gram, 550 gram, dan 1,02 kg.
Pengambilan rentang suhu ini dengan pertimbangan besarnya suhu transisi (Tg)
kaca adalah pada suhu 9000C.
c. Karakterisasi serat optik dibatasi pada pengukuran keseragaman serat optik dan
pengukuran rugi-rugi serat optik.

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan fabrikasi serat optik dengan NA besar dari bahan kaca SiO2-Na2O
sebagai core dan udara sebagai Cladding.
2. Menemukan kondisi dimana menghasilkan serat optik dilihat dari variasi suhu
dan beban massa penekan.
3. Melakukan karakterisasi serat optik hasil fabrikasi dengan metode pre-casting
terhadap ukuran keseragaman diameter dan rugi-rugi serat optik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

1.5. Manfaat Penelitian


Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Menghasilkan serat optik dari bahan kaca SiO2-Na2O sebagai core dan udara
sebagai Cladding dengan NA besar yang dapat mentransmisikan cahaya.
2. Memberikan informasi tentang pencetakan serat optik dengan menggunakan
metode pre-casting (bakal core dan bakal cladding yang sudah ada).
3. Untuk perkembangan teknologi serat optik serta sebagai langkah awal dalam
mengurangi ketergantungan terhadap impor teknologi serat optik.

1.6. Sistematika Penulisan


Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB III Metodologi Penelitian
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
BAB V Penutup
Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan skripsi. Bab II berisi tentang tinjauan pustaka yang mendasari penelitian
yang dilakukan. Bab III berisi metode penelitian yang meliputi waktu, tempat dan
pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-langkah
dalam penelitian. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan analisa atau
pembahasn berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Bab V berisi simpulan
dari pembahasan di bab sebelumnya dan saran-saran untuk pengembangan lebih
lanjut dari skripsi ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Serat Optik


Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca murni atau
plastik yang panjang dan berdiameter sebesar rambut manusia. Serat optik
digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain.
Pada sistem komunikasi serat optik informasi dikirim dalam bentuk sinyal cahaya.
Alasan utama penggunaan serat optik adalah kekebalannya terhadap gangguan
elektromagnetik (sinyal cahaya yang menjalar dalam serat optik tidak terpengaruh
oleh medan elektromagnetik). Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar
karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara (Keiser,
2000).
Sumber cahaya yang digunakan adalah sinar laser karena sinar laser
mempunyai spektrum yang sangat sempit dan sangat tajam atau monokromatis.
Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan
untuk saluran komunikasi. Serat optik umumnya digunakan dalam sistem
telekomunikasi serta dalam pencahayaan, sensor, dan optik pencitraan. Efisiensi
dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun gelas. Semakin
murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik.

2.1.1. Struktur Dari Sebuah Serat Optik


Struktur serat optik biasanya terdiri dari 3 bagian, yaitu core (inti),
cladding (kulit), dan coating (mantel) atau buffer (pelindung). Adapun gambar
serat optik dapat dilihat pada Gambar 2.1.

commit to user
Gambar 2.1 Serat Optik (Keiser, 2000)

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

Penjelasan dari setiap bagian serat optik adalah sebagai berikut :


• Inti (core) adalah sebuah batang silinder yang terbuat dari bahan dielektrik
yang tidak menghantarkan listrik. Salah satu contoh bahan dielektrik yaitu
bahan silika (SiO2), biasanya diberi doping dengan germanium oksida (GeO2)
atau fosfor penta oksida (P2O5) untuk menaikan indeks biasnya. Inti ini
memiliki jari-jari sekitar 8–200 µm dan indeks bias n1 sekitar 1,5.
• Kulit (cladding) yaitu material yang melapisi inti, yang terbuat dari bahan
dielektrik (silika tanpa atau sedikit doping). Kulit ini memiliki jari- jari
sekitar 125 – 400 µm dan indeks bias n2 sedikit lebih rendah dari n1.
• Jaket (buffer) merupakan pelindung lapisan inti dan cladding. Bagian ini
terbuat dari bahan plastik yang elastis. Walaupun pada dasarnya cahaya
merambat sepanjang inti serat, namun kulit memiliki beberapa fungsi seperti :
a. Mengurangi rugi-rugi hamburan pada permukaan inti.
b. Melindungi serat dari kontaminasi penyerapan permukaan.
c. Mengurangi cahaya yang rugi-rugi dari inti ke udara sekitar.
d. Menambah kekuatan mekanis.

2.1.2. Pembagian Serat optik


Secara umum, macam-macam dari serat optik adalah sebagai berikut :
• Single mode : Mempunyai inti yang kecil (berdiameter 8,89 µm) dan
berfungsi mengirimkan sinar inframerah (panjang gelombang 1300-1550
nanometer). Diameter mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang
masuk ke dalamnya tidak terpantul oleh dinding cladding. Adapun bentuk
dari serat optik single mode dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Serat Optik Single Mode (Saleh, B.E.A, 2007)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

• Multi mode : Mempunyai inti yang lebih besar (berdiameter 63,5 µm) dan
berfungsi mengirimkan sinar inframerah (panjang gelombang 850-1300
nanometer). Diameter core yang agak besar membuat sinar di dalamnya akan
terpantul berulang kali oleh dinding cladding. Hal ini menyebabkan
berkurangnya bandwidth dari serat optik jenis ini. Adapun bentuk dari serat
optik multi mode dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Serat Optik Multi Mode (Saleh, B.E.A, 2007)

2.1.3. Transmisi Cahaya Pada Serat Optik


Serat optik mengirimkan data dengan media cahaya yang merambat
melalui serat kaca. Lintasan cahaya yang merambat di dalam serat optik dapat
dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Lintasan cahaya dalam serat optik (Keiser, 2000)

Penjelasan dari Gambar 2.4 adalah sebagai berikut :


a. Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami gangguan.
b. Sinar mengalami refleksi, karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari
sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pemantulan yang
berulang kali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

c. Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat
karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.
Pemanduan cahaya dalam serat optik menggunakan pemantulan internal
total yang terjadi pada bidang batas antara 2 media dengan indeks bias yang
berbeda yaitu n1 dan n2. Bila indeks bias n1 medium pertama lebih kecil dari pada
indeks bias medium kedua n2, maka sinar akan dibiaskan pada media berindeks
bias besar dengan sudut Ø2 terhadap garis normal (Harsono, 2010). Hubungan
antara sudut datang Ø1 dan sudut bias Ø2 terhadap indeks bias dielektrik
dinyatakan oleh hukum Snellius seperti pada Gambar 2.5.


= (2.1)

Gambar 2.5 Sinar cahaya datang pada antar muka indeks bias
(Keiser, 2000)
Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa cahaya dibiaskan menjauhi garis normal.
Jika sudut datang terus diperbesar sampai pada sudut bias lebih dari 90°, maka
tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan tetapi akan dipantulkan sempurna. Sudut
datang pada saat sudut biasnya 90° disebut sudut kritis dan pada saat ini
pemantulan yang terjadi adalah pemantulan total (sempurna). Dari Persamaan
(2.1) nilai sudut kritis diberikan oleh :

∅ = sin (2.2)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Proses terjadinya TIR (Total Internal Reflection) dapat dijelaskan seperti


berikut :
1. Cahaya datang dari medium dengan indeks bias yang lebih tinggi, Sudut
datang ∅ semakin besar, maka cahaya yang diteruskan (sudut pantul ∅ )
akan semakin menjauhi garis normal. Diperlihatkan seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pantulan cahaya dengan sudut datang besar


(Harsono, 2010)
2. Ketika sudut pantul = 90°, sudut datang ∅ disebut sudut kritis ∅ .
Diperlihatkan seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Sudut pantul = 900 (Harsono, 2010)


3. Bila sudut datang ∅ > sudut kritis ∅ , maka akan terjadi peristiwa yang
disebut TIR. Diperlihatkan seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Sudut datang > sudut kritis (Harsono, 2010)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

2.2. Kaca
Secara umum, kaca didefinisikan dengan suatu benda padat amorf yang
mempunyai range keteraturan yang pendek. Ketika suatu kaca dipanaskan
ataupun didinginkan, maka akan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Kaca
transisi ini merupakan perubahan fase suatu bahan diantara fase liquid dan padat.
Kaca akan berbentuk material amorf keras jika berada pada suhu rendah, dan akan
meleleh/berubah bentuk menjadi cairan encer jika kaca tersebut dipanaskan. Akan
tetapi, pada proses pemanasan ini kaca akan membentuk suatu keadaan seperti
karet yang disebut dengan Rubbery sebelum terjadi perubahan bentuk dari padat
menjadi cairan encer (meleleh).
Suhu dimana kaca padat berubah menjadi keadaan Rubbery ini dinamakan
dengan suhu transisi kaca (Tg). Besarnya suhu transisi kaca (Tg) yaitu mendekati
2/3 dari suhu titik leburnya (Tm). Proses pembentukan kaca biasanya berasal dari
pendinginan leburan (melt) material mentah (raw material), dari proses
pengendapan uap (vapor deposition), sol-gel process, dan dengan
mengirradiasikan neutron pada material kristal. Leburan material mentah akan
menjadi material padat berupa kristal atau padat jika didinginkan (France, P.W.,
1991). Adapun gambar laju pendinginan leburan material dapat dilihat seperti
pada Gambar 2.9.

commit
Gambar 2.9 Klasifikasi ZattoPadat
user (J.E Shelby, 1997)
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan proses laju pendinginan ini, maka akan terbentuk kaca yang
memiliki struktur atom yang sangat tidak teratur dan enthalpy yang besar jika laju
pendinginannya sangat cepat (fast cooled glass). Sedangkan jika laju
pendinginannya lambat, maka akan terbentuk kaca yang memiliki struktur atom
yang lebih teratur dari pada laju pendinginan cepat. Akan tetapi, masih bersifat
amorf dan memiliki enthalpy yang kecil. Dalam penelitian ini, kaca yang
digunakan adalah kaca SiO2-Na2O yang bersifat amorf. Pengaruh suhu terhadap
enthalpy pembentukan kaca dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pengaruh Temperature Terhadap Enthalpy Pembentukan


Gelas (J.E Shelby, 1997)

Dari berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk membentuk kaca,
metode teknik peleburan merupakan metode yang lebih sering dipergunakan
dalam pembentukan kaca dibandingkan dengan metode yang lain. Komponen-
komponen leburan pembentuk kaca biasanya seperti oksida (SiO2, B2O3, P2O5,
dll), halide (F, Cl, Br, I), chalcogenide (S, Se, Te, dll), dan logam (Fe, Ni, Pd).
Dengan tipe-tipe ikatannya berupa ikatan kovalen (SiO2, dan chalcogenide),
ikatan ionik (KNO3, Ca(NO3)2), van der walls (toluene), hidrogen (air), dan
kombinasi dari keseluruhannya (homodesmik dan heterodesmik). Adapun contoh
dari struktur kaca (dalam hal ini kaca SiO2) adalah seperti pada Gambar 2.11.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

(a) (b)

Gambar 2.11 Bentuk Kaca (a) Struktur Kaca Berbentuk Kristal


(b) Struktur Kaca Berbentuk Amorf (France, P.W., 1991)

Sifat optik dari kaca dapat digolongkan menjadi 3 bagian penting, yaitu :
1. Bulk optical properties, meliputi indeks bias dan dispersi optik.
2. Sifat yang dikaitkan dengan warna dan efek optik sebagai fungsi gelombang.
3. Teknologi kaca modern yang berdasarkan pada aplikasi efek optik non-
tradisional seperti photosensitive, photocromism, dan hamburan cahaya.

2.3. Fabrikasi Serat Optik Kaca


Fabrikasi serat optik dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain
metode pre-casting (Saputro, 2011), Double Crucible Method (DCM) (Lee,
1999). Modified Chemical Vapor Deposition (MCVD) (Andrejco, 1981). Pada
penelitian ini, metode yang dipilih untuk fabrikasi serat optik adalah metode pre-
casting. Pada metode pre-casting, bahan harus dibuat menjadi preform terlebih
dahulu. Preform dapat dibuat dengan beberapa cara, antara lain metode spin
caster dan Metal Organic Chemical Vapor Deposition (MOCVD) (Griffiths et al,
1990). Akan tetapi, pada bahan dengan banyak campuran, metode yang biasa
digunakan adalah spin casting. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Serat optik adalah suatu medium yang digunakan untuk menjalarkan


cahaya. Dari cara kerja yang telah dijelaskan di atas, maka standar karakterisasi
penelitian bidang fabrikasi serat optik meliputi karakterisasi bahan sebelum
dicetak, yaitu indeks bias dan transmitansi. Dan karakterisasi setelah menjadi serat
optik meliputi uji keseragaman diameter core dan rugi-rugi serat optik (Abe,
2003). Pada penelitian ini, pengukuran indeks bias menggunakan metode sudut
Brewster (Ghatak, A., 1997), pengukuran transmitansi atau absorbansi
menggunakan UV-VIS Spektrometer dan FTIR Spektrometer (Saputro, 2010),
pengukuran keseragaman diameter dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran
secara mekanik dan optik. Pengukuran secara mekanik menggunakan alat ukur
berupa mikrometer sekrup dan pengukuran secara optik menggunakan metode
difraksi cahaya. Untuk mengukur rugi-rugi pada serat optik dilakukan pengukuran
dengan metode cut-off.

2.4. Indeks Bias


Indeks bias dari suatu material dapat diartikan sebagai perbandingan
antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya di dalam
material. Hal ini dapat dituliskan seperti Persamaan (2.3) di bawah ini:
= (2.3)

dengan,
= indeks bias material
= kecepatan cahaya dalam ruang hampa
= kecepatan cahaya dalam material
Cahaya selalu berjalan lebih lambat di dalam material dari pada di dalam
ruang hampa, sehingga nilai dalam material apapun selain ruang hampa selalu
lebih besar dari pada 1 (>1). Menurut hukum Snellius, persamaan untuk indeks
bias adalah seperti pada Persamaan (2.4) dan (2.5) di bawah ini:

= (2.4)

= (2.5)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

dengan,
= indeks bias material
= kecepatan cahaya dalam ruang hampa (3x108 m/s)
= sudut datang
= sudut bias
= kecepatan cahaya pada material
Indeks bias juga berkaitan dengan panjang gelombang, panjang
gelombang λ berbeda dalam material yang berbeda. Hal ini dikarenakan dalam
setiap material, = . Karena adalah sama dalam setiap material seperti
dalam ruang hampa dan selalu lebih kecil dari pada laju gelombang dalam
ruang hampa, maka λ juga akan direduksi. Jadi panjang gelombang λ dari cahaya
dalam sebuah material selalu lebih kecil daripada panjang gelombang λ dari
cahaya yang sama dalam ruang hampa. Karena = , dan = , maka
Persamaan (2.5) akan berubah menjadi,
!"
= (2.6)
!

Bila gelombang lewat dari suatu material ke dalam material kedua dengan
indeks bias yang lebih besar sehingga > , maka laju gelombang tersebut
akan berkurang. Panjang gelombang material kedua akan lebih pendek daripada
panjang gelombang material pertama. Sebaliknya, jika material kedua mempunyai
indeks bias yang lebih kecil daripada material pertama sehingga < , maka
laju gelombang tersebut akan bertambah (Maddu, 2007).
Beberapa hal yang mempengaruhi besar-kecilnya nilai indeks bias suatu
material adalah sebagai berikut :
1. Kerapatan elektron dan polarisabilitas
Indeks bias pada sebuah kaca ditentukan oleh adanya interaksi antara
cahaya dengan suatu elektron pada atom kaca. Peningkatan kerapatan
elektron akan meningkatkan nilai indeks bias. Oleh sebab itu, sebuah material
yang terdiri dari atom dengan jumlah ion sedikit akan memiliki indeks bias
kecil.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Ion-ion dengan polarisabilitas tinggi mempunyai awan elektron yang


besar dan mempunyai bilangan oksidasi kecil, contohnya yaitu pada Ti+ dan
Pb2+ yang digunakan pada proses pembuatan kaca dengan indeks bias yang
sangat tinggi.
2. Kerapatan kaca
Pada material dengan kerapatan yang tinggi, partikel cahaya akan lebih
banyak mengalami tumbukan. Sehingga indeks bias dari kedua material
tersebut berbeda. Oleh karena itu, cahaya yang merambat pada material yang
memiliki kerapatan tinggi akan memiliki kecepatan yang lebih kecil daripada
di dalam material yang memiliki kerapatan rendah.
3. Ekspansi termal
Ekspansi termal dari kaca juga dapat menyebabkan naik atau turunnya
indeks bias. Kaca dengan koefisien ekspansi termal tinggi dan perbedaan
suhu polarisabilitas yang rendah biasanya ditemukan pada sistem yang terdiri
dari flourine seperti flouride, flourofosfat, atau flourosilikat. Sedangkan kaca
dengan koefisien ekspansi termal rendah dan perbedaan suhu polarisabilitas
tinggi terdapat pada sebagian kaca silikat dan borate.

2.5. Absorbsi dan Transmitansi


Absorbansi dan transmitansi sangat erat kaitannya dengan energi cahaya
yang diserap oleh suatu material apabila cahaya tersebut melewati sebuah
material. Dua hal penting dalam interaksi antara cahaya dengan material yang
dilewatinya adalah polarisasi elektronik dan transisi elektron. Polarisasi elektronik
merupakan distorsi awan elektron oleh medan listrik dari cahaya, energi yang
diserap ini sebagian diubah menjadi deformasi elastik (foton) dan kemudian
diubah menjadi kalor (panas).
Hukum Lambert menyatakan bahwa berkas cahaya yang diabsorbsi atau
ditransmisikan oleh suatu material tidak bergantung pada intensitas cahaya.
Hukum Lambert hanya berlaku jika tidak ada reaksi kimia atau fisis yang
diakibatkan oleh berkas cahaya tersebut (Maya, 2008). Intensitas cahaya yang
commit to sebagai
keluar dari suatu material dapat dinyatakan user :
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

% = &. % (2.7)
dengan,
% = intensitas berkas cahaya yang keluar
% = intensitas berkas cahaya yang masuk
& = transmitansi
Dengan demikian, transmitansi dapat dinyatakan sebagai :
(
&= ("
(2.8)

Sedangkan hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi suatu bahan


berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan bahan, yang dinyatakan
seperti pada Persamaan (2.9) berikut :
) = *. . + (2.9)
dengan,
* = molar absorbsitivitas untuk panjang gelombang tertentu, atau
disebut juga sebagai koefisien ekstinsif (dalam 1 mol-1 cm-1)
= konsentrasi molar (mol 1-1)
+ = panjang/ketebalan dari medium yang dilintasi oleh cahaya (cm)
Apabila kedua hukum (hukum Lambert-Beer) dikombinasikan dengan,
% = % ,−) (2.10)
maka akan didapatkan Persamaan (2.11) :
( (" ,−)
&= = = ./0 2−*. . +3 (2.11)
(" ("

2.6. Numerical Aperture (NA)


Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut
penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat
didalam inti serat. Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam tergantung kepada
karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.
Jika sudut datang berkas cahaya lebih besar dari NA atau sudut kritis maka
berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan menembus
cladding dan akan keluar dari serat (rugi-rugi). Semakin besar NA maka semakin
commit to user
banyak jumlah cahaya yang diterima oleh serat. Akan tetapi sebanding dengan
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

kenaikan NA menyebabkan lebar pita berkurang, dan rugi penyebaran serta


penyerapan akan bertambah. Oleh karena itu, nilai NA besar hanya baik untuk
aplikasi jarak-pendek dengan kecepatan rendah (Li, et al, 2007). Besarnya
Numerical Aperture (NA) dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.12 (Saleh,
B.E.A., 2007) :
4) = sin 5678 = 92 − 3= √2Λ (2.12)
Dimana :
= Indeks bias inti
= Indeks bias cladding
Λ = Beda indeks bias relatif

2.7. Rugi-Rugi Daya Pada Serat Optik


Energi atau daya yang dibawa oleh cahaya akan mengalami pelemahan
(rugi-rugi/loss) akibat terjadinya kebocoran atau karena kurangnya kejernihan
bahan serat optik. Besaran pelemahan energi sinyal informasi dari serat optik yang
biasa dinyatakan oleh perbandingan antara daya pancaran awal terhadap daya
yang diterima dinyatakan dalam deci-Bell (dB) disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu absorbsi, hamburan (scattering) Rayleigh, pemantulan Fresnel, dan Rugi-
rugi pembengkokan (bending losses). hamburan (scattering) dan bending losses.
Gelas yang merupakan bahan pembuat fiber optik biasanya terbentuk dari
silicon-dioksida (SiO2). Variasi indeks bias diperoleh dengan menambahkan
bahan lain seperti oksida titanium, thallium, germanium atau boron. Dengan
susunan bahan yang tepat maka akan didapatkan atenuasi yang kecil. Atenuasi
menyebabkan pelemahan energi sehingga amplitudo gelombang yang sampai
pada penerima menjadi lebih kecil dari pada amplitudo yang dikirimkan oleh
pemancar. Jika P1 adalah tenaga optik awal dalam serat (pada z1), dan P2 tenaga
optik setelah menempuh z2, maka selanjutnya dinyatakan oleh Persamaan (2.13) :
@
=>?
@
<= A
(2.13)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

< merupakan koefisien atenuasi satuannya km-1, z adalah panjang lintasan


atau ketebalan serat optik yang digunakan untuk perjalanan sinar (gelombang
elektromagnetik) (z = z1-z2). Secara ringkas dalam perhitungan atenuasi dalam
serat optik atau rugi-rugi serat optik dinyatakan dengan decibel per kilometer
(dB/km).
2.7.1. Absorbsi
Zat pengotor (impurity) apapun yang masih tersisa di dalam bahan inti
akan menyerap sebagian dari energi cahaya yang merambat di dalam serat optik.
Kontaminan yang menimbulkan efek paling serius adalah ion-ion hidroksil (OH)
dan zat-zat logam. Ion-ion hidroksil yang merupakan wujud lain dari air akan
menyerap energi gelombang dengan panjang gelombang 1380 nm, sedangkan zat-
zat logam akan menyerap energi gelombang dengan berbagai nilai panjang
tertentu (Saleh, B.E.A, 2007).
2.7.2. Hamburan Rayleigh
Hamburan Rayleigh (Rayleigh scatter) adalah efek terpencarnya cahaya
akibat terjadinya perubahan kecil yang bersifat lokal pada indeks bias bahan inti
dan bahan mantel. Dikatakan bersifat lokal karena perubahan hanya terjadi di
lokasi- lokasi tertentu saja di dalam bahan, dan ukuran daerah yang terkena
pengaruh perubahan ini sangat kecil, yaitu kurang dari satu panjang gelombang
cahaya. Terdapat dua hal yang menyebabkan terjadinya fenomena ini, dan
keduanya timbul di dalam proses manufaktur. Sebab pertama adalah terdapatnya
ketidak merataan di dalam adonan bahan-bahan pembuat serat optik.
Ketidakrataan dalam jumlah yang sangat kecil dan bersifat acak mustahil untuk
sepenuhnya dihilangkan. Penyebab kedua adalah pergeseran-pergeseran kecil
pada kerapatan bahan yang biasanya terjadi saat kaca silika mulai membeku
menjadi padat (Saleh, B.E.A., 2007).
2.7.3. Pemantulan Fresnel
Ketika sinar cahaya menumbuk sebuah bintik perubahan indeks bias dan
terpencar ke segala arah, komponen pencaran yang merambat dengan sudut
datang mendekati garis normal (900) akan lewat begitu saja menembus bidang
commit
perbatasan. Akan tetapi tidak semua to dari
bagian user cahaya yang datang dengan sudut
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

mendekati garis normal akan menembus bidang perbatasan. Sebagian kecil dari
cahaya itu akan terpantul balik di bidang perbatasan.
2.7.4. Rugi-Rugi Pembengkokan (Bending)
Bending yaitu pembengkokan serat optik yang menyebabkan cahaya yang
merambat pada serat optik berbelok dari arah transmisi dan hilang. Sebagai
contoh, pada serat optik yang mendapat tekanan cukup keras dapat menyebabkan
ukuran diameter serat optik menjadi berbeda dari diameter semula, sehingga
mempengaruhi sifat transmisi cahaya di dalamnya.

2.8. Difraksi
Difraksi merupakan peristiwa pembelokan gelombang saat melewati suatu
obyek (rintangan ataupun celah) dalam hal ini rintangan (slit) berupa serat optik.
Data diolah melalui sifat-sifat optik yang menerapkan teori difraksi. Dalam serat
optik, difraksi digunakan untuk pengukuran diameter serat optik. Dengan cara
meletakkan sehelai rambut dalam obyek yang disinari dengan cahaya dari laser
yang memiliki panjang gelombang tertentu. Hasilnya berupa pola gelap-terang
yang terlihat pada layar. Pola gelap terang terjadi karena difraksi. Proses difraksi
ditunjukkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Difraksi

Dengan d ketebalan slit, λ panjang gelombang laser, m orde terang ke-, D


jarak slit dengan layar, B5 jarak terang ke- dengan terang pusat, ketebalan serat
optik dapat diukur dengan Persamaan (2.14) di bawah ini :
2!5D3
C= EF commit to user (2.14)
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Pola gelap terang yang tampak pada layar diukur jarak terang pusat
dengan terang ke-1 (B5 ) untuk mendapatkan diameter pada m = 1, sedangkan
untuk panjang gelombang serta jarak sumber dengan layar telah diketahui. Untuk
m = 2 diukur jarak pusat terang ke-1 dengan terang ke-2 begitu seterusnya hingga
m = n. Besarnya diameter rata-rata adalah rata-rata diameter pada tiap-tiap
pengukuran. Pengukuran tersebut dilakukan untuk satu titik. Titik berikutnya
diukur dengan cara yang sama. Pada penelitian, cara ini digunakan untuk
mengukur keseragaman diameter serat optik.

2.9. Pemandu Gelombang


Gelombang yang terperangkap dalam lapisan dielektrik perlahan-lahan
melemah karena cahaya yang terpancar keluar lapisan dielektrik pada setiap
pantulan dari bidang batasnya. Cahaya yang terpancar keluar dari lapisan
dielektrik terjadi karena sudut datang tidak memenuhi syarat pemantulan total
yaitu sudut datang gelombang tersebut lebih kecil dari sudut kritis sehingga
cahaya ditransmisikan keluar lapisan dielektrik. Jika sudut gelombang di dalam
lapisan memenuhi syarat pemantulan total, maka gelombang tersebut tidak akan
merugi tetapi akan merambat sepanjang lapisan dielektrik. Gelombang yang
terkungkung pada lapisan ini disebut gelombang terpandu dan lapisan
dielektriknya dinamakan pemandu gelombang.
Mekanisme terjadinya gelombang terpandu dalam pemandu gelombang
dapat dijelaskan dengan pendekatan sinar optik maupun mode gelombang. Dalam
pendekatan sinar optik, gambaran mengenai mode-mode gelombang terpandu
dapat dijelaskan sebagai berkas yang terpandu melalui lintasan zig-zag di dalam
film akibat pemantulan sempurna. Secara umum, komponen utama pemandu
gelombang optik adalah dua lapisan bahan kaca atau plastik yang dapat menahan
agar cahaya dapat merambat di dalamnya dan tidak keluar. Cahaya yang
dimasukkan dalam lapisan tipis ini akan merambat dari satu ujung ke ujung yang
lain.
Dalam pendekatan mode gelombang, di dalam pemandu gelombang sinar
commit
akan mengalami pantulan total jika suduttodatang
user lebih besar daripada sudut kritis.
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Tidak semua sinar yang mempunyai sudut datang lebih besar dari sudut kritis
akan terperangkap di dalam film. hanya sinar dengan arah tertentu saja yang
sesuai dengan mode pemandu gelombang yang akan merambat sepanjang
struktur.
2.10. Metode Pre-Casting
Metode Pre-Casting merupakan metode pembuatan serat optik dengan
pencetakan serat optik dengan bakal core dan cladding yang sudah ada (dibuat
terlebih dahulu) yang dinamakan pre-form. Bakal core ini berupa silinder pejal
dan bakal cladding berupa silinder berlubang. Proses pembuatan serat optik
dilakukan dengan cara bakal core dimasukkan ke dalam bakal cladding, kemudian
sampel pre-form tersebut dimasukkan ke dalam intruder dan dipanaskan dengan
menggunakan furnace (Poli, F., 2007). Intruder merupakan suatu alat yang
diletakkan di bagian dalam furnace yang berfungsi untuk mencetak serat optik.
Selain pemanasan dengan menggunakan furnace, proses pembuatan serat optik
juga dengan memberikan penekanan menggunakan alat penekan. Set-up alat
metode pre-casting ditunjukkan pada Gambar 2.13.

beban massa Temperature


control
Alat penekan

Pre form
Furnace
Serat
Tower

serat optik
Motor pemutar

Serat drum

Gambar. 2.13 Set-up alat metode pre-casting (Keiser, 2000)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.13 merupakan set-up alat pembuatan serat optik menggunakan


metode pre-caasting yang dinamakan fiber drawing tower. Fiber drawing tower
ini digunakan untuk proses fabrikasi pembuatan serat optik yang meliputi : (1)
furnace (pemanas) berfungsi untuk memanaskan bakal core dan bakal cladding
(pre-form), (2) temperature control untuk mengatur suhu fabrikasi, (3) alat
penekan dan beban massa berfungsi untuk memberikan tekanan pada pre-form
sehingga bisa keluar dari intruder, (4) intruder berfungsi sebagai tempat pre-form
yang diletakkan di dalam furnace, (5) fiber drum berfungsi sebagai alat untuk
menggulung serat optik yang keluar dari intruder, dan (6) motor pemutar sebagai
alat untuk mengatur besarnya perputaran pada mesin penggulung serat optik (fiber
drum).
Suhu drawing didapatkan dari literatur, yaitu pada kisaran antara suhu
gelas transisi dan suhu kristalisasi. Jadi sebelum dilakukan proses fabrikasi, perlu
diketahui terlebih dahulu karakter bahan dan karakter furnace untuk mendapatkan
pola persebaran panas yang optimal untuk memperoleh hasil serat optik yang
maksimal. Pre form yang telah dipanaskan di dalam furnace, diberi variasi
penekanan beban massa dari atas dengan memvariasikan beban massa alat
penekan. Serat optik hasil fabrikasi yang keluar dari intruder (cetakan) kemudian
ditarik ke bawah dan ditempatkan pada fiber drum yang diputar dengan motor
listrik dengan kecepatan tertentu. Faktor penting selanjutnya untuk memperoleh
hasil serat optik yang maksimal adalah suhu pemanasan furnace. Variasi suhu
pemanasan di dalam furnace dilakukan dengan setting temperature control.
Pemantauan suhu pemanasan di dalam furnace menggunakan thermocouple yang
tergabung dengan temperature control, variasi kecepatan putar diatur pada kontrol
kecepatan putar motor pemutar, sedangkan serat optik yang dihasilkan digulung di
dalam fiber drum (wadah serat optik) (Keiser, 2000).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juni 2011 di
Laboratorium Material, Laboratorium Optika dan Photonika, Laboratorium
bengkel Jurusan Fisika, dan Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Sebelas
Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Gambar 2.13
(Keiser, 2000). Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Fiber Drawing Tower untuk semua keperluan fabrikasi
2. Alat penekan dengan luas permukaan 1,327 cm2 dan beban massa
3. Furnace dan temperature control
4. Motor penggulung (fiber drum)
5. Power supply
6. Thermocouple
7. Laser HeNe 632,8 nm
8. Oscillosscope
9. UV-VIS Spektrometer Lambda 25
10. FT-IR Spektrometer
11. Polishing machine
12. Transmitter
13. Receiver
14. Silet/gunting
15. Gergaji

commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk sampel bakal core
berupa silinder pejal dari bahan kaca SiO2-Na2O, dan udara sebagai sampel bakal
cladding.

3.3. Prosedur dan Pengumpulan Data


Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3.2.

Persiapan alat dan bahan


- bahan kaca SiO2-Na2O
- UV-VIS Spektrometer
- Laser HeNe 632,8 nm
- Oscillosscope
- FT-IR Spektrometer
- Fiber Drawing Tower, dll

Karakterisasi bahan/parameter uji


- Pengukuran reflektansi
- pengukuran indeks bias
- Pengukuran absorbansi atau transmitansi

Drawing Fiber optik


- Variasi suhu furnace
- Variasi penekanan pada cetakan

Karakterisasi serat optik


- Keseragaman diameter serat optik
- Rugi-rugi serat optik

Gambar 3.2 Diagram alir tahap-tahap penelitian

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Dari Gambar 3.2 diagram alir tahap penelitian tersebut, dapat dijelaskan
untuk masing-masing tahap sebagai berikut :
1. Penyiapan Alat dan Bahan
Sebelum dilakukan penelitian ini, peralatan yang harus disiapkan yaitu
berupa set-up alat fiber drawing tower sebagai alat untuk membuat serat optik.
Polishing machine sebagai alat untuk menghaluskan bahan yang khususnya untuk
pengambilan data karakterisasi sebelum bahan dibuat serat optik. UV-Vis
Spektrometer dan FT-IR Spektrometer sebagai alat untuk pengambilan data
absorbansi/transmitansi bahan. Laser He-Ne dengan panjang gelombang 632,8 nm
sebagai sumber cahaya. Oscillosscope sebagai alat untuk menampilkan output
data.
Selain peralatan, bahan yang harus disiapkan meliputi: penyiapan bahan
bakal serat optik berupa kaca SiO2-Na2O. Pemilihan bahan baku pembuatan serat
optik dalam penelitian ini dilatarbelakangi dari tinjauan pustaka yang menjelaskan
bahwa serat optik akan bagus jika dibuat dari bahan yang transparan. Sedangkan
untuk bahan yang digunakan untuk pengambilan data karakterisasi sebelum
pencetakan disiapkan dari bahan yang akan dibuat serat optik. Bahan tersebut
dileburkan terlebih dahulu dan kemudian dibuat dalam bentuk lempengan tipis
dengan ketebalan 0,2 cm. permukaan lempengan yang belum halus kemudian
dihaluskan dengan menggunakan alat polishing machine. Adapun bentuk
lempengan dapat dilihat pada Gambar 3.3.

commit to user
Gambar 3.3 Sampel bahan kaca SiO2-Na2O
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

2. Karakterisasi Bahan
Karakterisasi bahan dilakukan untuk mendapatkan karakter dari bahan
sehingga akan diketahui karakter dari bahan sebelum dibuat serat optik.
Karakterisasi ini berupa pengambilan data reflektansi, indeks bias, serta
absorbansi dari bahan. Karakterisasi bahan untuk memperoleh nilai reflektansi
dan indeks bias bahan dilakukan dengan menggunakan metode sudut Brewster.
Pengambilan data dengan metode ini dapat dilihat dari penjelasan melalui Gambar
3.4.

Oscilloscope

Gambar.3.4 Pengukuran reflektansi dan indeks bias

Pengukuran nilai reflektansi dilakukan dengan memvariasi sudut antara


sinar laser He-Ne dengan garis normal . Sudut divariasi dari sudut 10° - 75°
dengan kenaikan setiap 5°. Pemilihan sudut dari 10° - 75° disebabkan karena
pantulan cahaya dari sinar laser He-Ne yang dapat diterima oleh photoreceiver
mulai pada 8° dan berakhir pada kisaran 78°, sehingga untuk mempermudah
pengambilan data maka sudut awal yang di pakai adalah pada sudut 10° dan
berakhir pada sudut 75°. Pengukuran dilakukan dengan dua keadaan pemasangan
laser He-Ne, yaitu pada keadaan sinar laser yang terpolarisasi Transverse Electric
(TE), dan pada keadaan cahaya yang terpolarisasi Transverse Magnetic (TM).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Pengukuran nilai indeks bias berasal dari data reflektansi pada keadaan
TM yang diperkecil kenaikan sudutnya. Pengambilan data dilakukan pada sudut
antara 50° - 60° dengan kenaikan sudut 10/60. Dari data yang dihasilkan, dipilih
sudut yang memiliki nilai reflektansi terkecil yang disebut juga dengan sudut
polarisasi. Sudut inilah yang akan dipakai untuk mencari indeks bias yang
mengikuti Persamaan dari hukum Snellius berikut:
sin = sin(90 − ) (3.1)
sin = cos (3.2)
Dari definisi tangen, maka dari Persamaan (3.2) dapat diturunkan menjadi
Persamaan (3.3). Dengan indek bias di udara = 1
= (3.3)
Sedangkan untuk pengambilan data karakterisasi absorbansi, pengukuran
dilakukan dengan menggunakan UV-VIS Spektrometer dan FT-IR Spektrometer.
Pengukuran absorbansi baik menggunakan UV-VIS Spektrometer dan FT-IR
Spektrometer akan memberikan informasi sebagai referensi untuk menyesuaikan
source (sumber cahaya) sebagai signal inputan dalam suatu sistem komunikasi
serat optik maupun dalam bidang sensor serat optik sebagai pandu gelombang.
3. Drawing/ Fabrikasi Serat Optik
Fabrikasi serat optik dilakukan dengan memvariasi suhu pada furnace
dengan suhu sebesar 9000 C sampai pada suhu 9800 C ketika proses pencetakan
serat optik. Bakal core yang berupa silinder pejal dari bahan kaca dimasukkan ke
dalam intruder yang berada di dalam furnace. Dalam penelitian ini, bakal core
dari bahan yang dipakai sudah tersedia di laboratorium optika Jurusan Fisika
FMIPA UNS. Sehingga tidak lagi dilakukan pembuatan bakal core terlebih
dahulu. Kemudian diberi variasi penekanan dengan beban massa 310 gram, 550
gram, dan 1,02 kg untuk memberikan dorongan pada bahan sehingga bisa keluar
dari intruder. Setelah serat optik keluar kemudian ditarik menggunakan alat
penarik berupa tang dari bahan stainlees steel. Sehingga bahan akan menjadi serat
optik dengan cladding berupa udara. Pada proses pencetakan kestabilan suhu
harus diperhatikan. Pengamatan keseragaman diameter dilakukan pada suhu-suhu
commit to user
yang sudah ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

4. Karakterisasi Serat Optik


Karakterisasi serat optik ini dilakukan setelah pembuatan serat optik.
Dalam penelitian ini, karakteerisasi serat optik meliputi uji keseragaman diameter
dan rugi-rugi serat optik.
1. Uji Keseragaman Diameter
Uji keseragaman diameter ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
parameter utama fabrikasi terhadap tingkat keseragaman diameter serat optik.
Pengukuran diameter serat optik ini dilakukan dengan menggunakan prinsip dari
difraksi. Yaitu dengan cahaya dari laser ditumbukkan ke sebuah penghalang atau
kisi (dalam hal ini penghalangnya adalah serat optik). Kemudian diamati pola
gelap-terang yang terbentuk dari cahaya setelah melewati penghalang di papan
layar. Gambar 3.5 adalah set-up alat pengukuran diameter serat optik dengan
menggunakan metode difraksi.

serat optik papan layar


laser

Gambar 3.5 Set-up alat pengukuran diameter dengan difraksi

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan sampel serat optik


sepanjang 5 cm. Sampel ditandai sebanyak 11 titik pada tiap 0,5 cm, dan diberi
nama urut dari x0, x1,…, x10. Pada setiap titik disinari cahaya laser bergantian, dan
kemudian dilihat pola gelap-terang yang terbentuk. Data yang dicatat adalah jarak
pusat terang pertama dengan pusat terang ke nol, jarak pusat terang kedua dengan
pusat ke nol dan seterusnya yang merupakan data . Nilai keseragaman diameter
diukur pada masing-masing seratcommit
optik. Sehingga
to user dari data yang diperoleh dapat
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

dibandingkan nilai keseragaman diameternya. Gambar 3.6 menunjukkan cara


pemberian tanda sebanyak 11 titik pada serat optik.

x0 x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10

Gambar 3.6 Cara pemberian tanda sebanyak 11 titik pada serat optik

Dari data pengukuran jarak Ym pada layar yang diperoleh, maka dapat
digunakan untuk mengukur diameter serat optik d dengan menggunakan
Persamaan 3.4 di bawah ini :
( )
= (3.4)

dengan λ adalah panjang gelombang laser, m orde terang ke-, D jarak slit dengan
layar, dan jarak terang ke- dengan terang pusat. Nilai diameter dari tiap titik
diperoleh dari rata-rata diameter yang diukur dari hingga .
2. Rugi-rugi Serat optik
Rugi-rugi serat optik ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar rugi-
rugi pada serat optik yang dibuat. Untuk mencari besar nilai dari rugi-rugi serat
optik dilakukan dengan menggunakan metode cut-off. Data yang diperlukan
dalam metode ini adalah intensitas cahaya yang keluar dari serat optik dalam
bentuk tegangan sebagai , intensitas cahaya yang melewati serat optik dalam
bentuk tegangan sebagai , serta panjang serat optik.
Pengambilan data dilakukan dengan menyinari salah satu ujung serat optik
menggunakan laser He-Ne. Kemudian di ujung serat optik yang satunya diberi
photoreceiver dan dihubungkan dengan Oscilloscope untuk mengetahui besarnya
intensitas cahaya yang keluar dari serat optik tersebut dalam bentuk tegangan
( ). Serat optik kemudian dipotong sepanjang 1 cm dari panjang mula-mula dan
kemudian diukur besarnya intensitas cahaya yang melewatinya dalam bentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

tegangan ( ). Panjang serat optik adalah panjang serat optik mula-mula


dikurangi panjang serat optik setelah dipotong sepanjang 1 cm (! - ! ). Dengan
tanpa mengubah posisi awal serat optik maka rugi-rugi serat optik yang terukur
adalah sepanjang 1 cm. Gambar 3.7 adalah Set-up alat yang digunakan untuk
pengukuran rugi-rugi serat optik.

Oscill
Serat optik oscop
laser
e
! -!

Oscill
Serat optik oscop
laser
e

Gambar 3.7 Metode cut-off

Dengan adalah tegangan yang keluar dari serat optik, tegangan yang
melewati serat optik, dan ! − ! panjang serat optik, maka besarnya rugi-rugi
serat optik dapat diperoleh dengan memasukkan data yang diperoleh ke dalam
Persamaan (3.5) di bawah ini :
'
#$% & ( *
')
"= +
(3.5)

Karena besarnya , sebanding dengan besarnya , maka Persamaan (3.5) dapat


diganti dengan Persamaan (3.6)
- (
#$% ( (( )
-)
"= .) / .(
(3.6)

dengan,
, = Daya sinar laser yang keluar dari serat optik
, = Daya sinar laser yang melewati serat optik
commit
" = Attenuasi (rugi-rugi serat to user
optik) dalam dB per satuan panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian fabrikasi serat optik dengan bahan kaca SiO2-Na2O menggunakan


metode pre-casting telah berhasil dilakukan. Proses fabrikasi serat optik dilakukan
dari suhu 9000C sampai pada suhu 9800C dengan variasi beban massa 310 gram,
550 gram, dan 1,02 kg. Dalam penellitian ini, yang diteliti adalah karakterisasi
bahan sebelum dilakukan proses pencetakan serat optik (pengukuran reflektansi,
indeks bias, dan absorbansi), fabrikasi serat optik, dan karakterisasi serat optik
setelah berhasil dicetak (uji keseragaman diameter dan rugi-rugi serat optik).

4.1. Karakterisasi Sifat Optik Bahan


Karakterisasi sifat optik bahan dilakukan sebelum proses fabrikasi serat
optik. Karakterisasi sifat optik bahan meliputi pengukuran indeks bias, reflektansi
dan serapan cahaya. Pengukuran indeks bias dan reflektansi menggunakan sudut
Brewster, sedangkan untuk pengukuran serapan cahaya menggunakan Ultra
Violet Visible Spectroscopy Lambda 25 dan FT-IR. Karakterisasi ini dilakukan
untuk mengetahui karakter dari bahan yang disiapkan sebagai bahan pembuatan
serat optik.

4.1.1. Reflektansi
Dalam teori serat optik, pembuatan serat optik yang baik adalah dari
bahan yang memiliki kemampuan mentransmisikan cahaya atau sinyal tinggi.
Kemampuan mentransmisikan cahaya yang tinggi ditunjukkan dengan nilai
reflektansi yang kecil atau bisa dikatakan mendekati nol. Sudut dimana nilai
reflektansi terkecil disebut dengan sudut Brewster. Gambar 4.1 merupakan
hasil pengukuran reflektansi dari bahan kaca SiO2-Na2O. Hasil pengukuran
reflektansi secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran A.

commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Reflektansi

Dari Gambar 4.1, hasil pengukuran reflektansi dengan cahaya yang


terpolarisasi TE (Transverse Electric) diperlihatkan pada kurva berwarna
merah, sedangkan hasil pengukuran reflektansi dengan cahaya terpolarisasi TM
(Transverse Magnetic) diperlihatkan pada kurva berwarna hitam. Pengukuran
reflektansi dilakukan dari sudut 100 sampai dengan sudut 750 dengan interval
setiap 50. Pada kurva TE reflektansi semakin tinggi seiring dengan semakin
besarnya sudut pantul. Sedangkan pada kurva TM dari sudut 100 sampai
mendekati sudut 600 reflektansi semakin kecil, tetapi pada sudut yang
mendekati sudut 600 sampai 750 reflektansi semakin besar. Nilai reflektansi
terkecil berada pada sudut pantul antara 500 sampai 600 dengan cahaya
terpolarisasi TM, jadi sudut Brewsternya adalah antara sudut 500 sampai 600.

4.1.2. Indeks Bias


Pengukuran nilai indeks bias bahan dilakukan dengan cara mengukur
nilai reflektansi terlebih dahulu menggunakan metode sudut Brewster. Pada
commit to user
pengukuran reflektansi, nilai reflektansi terkecil berada pada rentang sudut
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

pantul antara 500 sampai 600 dengan cahaya terpolarisasi TM. nilai ini
digunakan sebagai dasar pengukuran indeks bias. Pengukuran indeks bias
dilakukan dengan mengukur nilai reflektansi pada rentang sudut tersebut
dengan interval pengukuran diperkecil pada setiap (10/60)0. Untuk data
keseluruhan hasil pengukuran indeks bias dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil
pengukuran indeks bias bahan ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Indeks bias

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa sudut yang memiliki nilai
reflektansi terkecil adalah pada sudut 55,3330. Besarnya polarisasi pada berkas
pantulan bergantung pada sudut datang cahaya. Sehingga dalam kasus ini sudut
Brewster disebut juga sudut polarisasi. Besar sudut Brewster yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah 55,3330. Dengan memasukkan sudut polarisasi ke
dalam Persamaan (3.6), maka diperoleh nilai indeks bias sebesar =
tan = tan 55,333 = 1,446. Sedangkan nilai indeks bias udara sebagai
= 1.
Nilai indeks bias bahan dapat digunakan untuk menghitung nilai
numercal aperture (NA) dengan menggunakan Persamaan (2.11). Dengan
= 1, = 1,446, diperolehcommit
nilai NAtosebesar
user NA = 0,944. Besarnya nilai NA
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

menunjukkan bahwa jika serat optik dibuat dengan menggunakan bahan ini
akan menghasilkan serat optik yang memiliki fungsi sebagai sensor serat optik
dengan kemampuan mentransmisikan cahaya pada sudut yang besar.
4.1.3. Absorbansi
Pengambilan data absorbansi pada penelitian ini dilakukan menggunakan
dua alat, yaitu UV-Vis untuk rentang panjang gelombang cahaya tampak dan
FT-IR untuk rentang panjang gelombang inframerah. Adapun hasil pengukuran
absorbansi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(a)

(b)
Gambar 4.3 Spectrum Absorbansi. (a) Menggunakan UV-Vis,
commit to user
(b) Menggunakan FT-IR
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Absorbansi cahaya oleh bahan kaca merupakan suatu bentuk interaksi


antara gelombang foton dengan molekul penyusun bahan kaca tersebut.
Absorbansi terjadi karena adanya serapan elektron terhadap photon yang
berinterkaksi dengannya pada energi tertentu sehingga elektron tersebut dapat
tereksitasi dari ground state ke exited state. Oleh karena tiap bahan mempunyai
karakteristik dalam hal level-level energinya, maka transmisi/absorbansi tiap
material adalah khas. Pengukuran absorbansi baik menggunakan UV-VIS
Spektrometer dan FT-IR Spektrometer akan memberikan informasi sebagai
referensi untuk menyesuaikan source (sumber cahaya) sebagai signal inputan
dalam suatu sistem komunikasi serat optik maupun dalam bidang sensor serat
optik sebagai pandu gelombang.
Gambar 4.3.b menunjukkan bahwa cahaya diserap pada rentang panjang
gelombang 2500 nm sampai pada panjang gelombang 3700 nm. Sedangkan
pada rentang panjang gelombang 3750 nm sampai pada panjang gelombang
25000 nm cahaya banyak yang ditransmisikan. Pada Gambar 4.3.a cahaya yang
diserap dari rentang panjang gelombang 350 nm sampai pada panjang
gelombang 450 nm. Akan tetapi pada rentang panjang gelombang 450 nm
sampai pada panjang gelombang 800 nm cahaya lebih banyak ditranmisikan.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika cahaya melewati bahan SiO2-Na2O, maka
sebagian besar cahaya akan ditransmisikan.

4.2. Fabrikasi Serat Optik


Fabrikasi serat optik pada penelitian ini menggunakan metode pre-casting.
Yaitu metode pencetakan serat optik dibuat ke bentuk preform (bakal core berupa
silinder pegal dan bakal cladding berupa silinder berlubang) terlebih dahulu.
Dalam penelitian ini, pembuatan preform tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan
bahan yang tersedia di Laboratorium Optika dan Photonika Jurusan Fisika FMIPA
UNS sudah dalam bentuk preform. Preform (bakal core dan bakal cladding)
kemudian dipanaskan di dalam pemanas yang sudah diberi cetakan. Dalam
penelitian ini, bahan yang digunakan dalam fabrikasi adalah kaca Si02-Na2O
commit
sebagai bakal core dan udara sebagai to user
bakal cladding. Proses fabrikasi ini selain
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

untuk mencetak serat optik juga digunakan untuk mencari besar suhu dan beban
massa penekan yang optimal ketika proses pencetakan serat optik. Suhu dan
massa penekan merupakan dua hal penting yang perlu diperhatikan. Karena dua
hal tersebut merupakan inti dari berhasil atau tidaknya proses fabrikasi serat optik.
Proses fabrikasi siap dilakukan setelah bahan selesai dikarakterisasi sifat
optiknya. Fabrikasi dimulai dengan memasukkan preform ke dalam cetakan
(intruder). Karena bakal cladding berupa udara, maka hanya bakal core
(berbentuk silinder pejal) yang dimasukkan ke dalam intruder. Panjang dari bakal
core yang dimasukkan adalah 25 cm. Intruder kemudian dimasukkan ke bagian
dalam furnace. Furnace kemudian dihubungkan ke temperature control, dan
temperature control dihubungkan ke power supply 220V. Proses fabrikasi dimulai
dari suhu 900 0C yang di setting melalui temperature control. Pada waktu alat
dinyalakan, furnace akan mulai bekerja dengan kenaikan suhu secara fluktuatif
dan akan stabil ketika suhu mencapai pada suhu yang di set pada temperature
control. Ketika suhunya mencapai pada suhu yang diinginkan, masih terjadi
fluktuasi naik-turunnya suhu pada furnace. Besarnya fluktuasi suhu yang terjadi
mencapai ± 300C. Sehingga perlu ditunggu beberapa menit sampai furnace
mendekati stabil pada suhu setingan.
Proses fabrikasi yang pertama dilakukan pada suhu 9000C dengan massa
penekan sebesar 310 gram. Setiap variasi suhu dan massa penekan ditunggu
sekitar 15 menit dan diamati apakah preform sudah berubah fase menjadi lunak
atau belum. Setelah menunggu sekitar 15 menit, preform masih keras dan belum
berubah fase menjadi lunak. Pada variasi yang pertama ini belum diperoleh serat
optik. Sehingga suhu pada furnace dinaikkan menjadi 9250C dengan massa
penekan sebesar 310 gram. Pada variasi ini juga belum diperoleh serat optik
karena preform belum berubah fase menjadi lunak. Kemudian dilakukan variasi
suhu dengan menaikkannya menjadi 9400C dengan massa masih tetap sama 310
gram. Pada variasi ini juga belum diperoleh serat optik, akan tetapi preform sudah
mulai sedikit melunak.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Suhu kemudian dinaikkan pada suhu 9500C dengan massa penekan 310
gram. Pada variasi ini preform sudah melunak, akan tetapi belum bisa keluar dari
intruder. Kemudian menambahkan massa penekan menjadi 550 gram. Pada
variasi massa penekan ini preform juga belum keluar dari intruder. Sehingga
massa penekan ditambahkan lagi massanya menjadi 1,02 kg. Dengan massa
penekan sebesar ini ternyata preform bisa keluar dari intruder. Dengan ditambah
penarikan menggunakan tangan, maka diperoleh serat optik pada variasi suhu
9500C dengan massa penekan 1,02 kg. Suhu pada furnace kemudian divariasi lagi
menjadi 9600C dengan massa penekan 1,02 kg. Pada variasi ini juga diperoleh
serat optik. Suhu furnace kemudian dinaikkan lagi menjadi 9700C dengan massa
penekan 1,02 kg. Pada variasi ini juga masih diperoleh serat optik. Suhu
kemudian dinaikkan pada 9800C dengan beban massa 1,02 kg. Pada variasi ini
ternyata sudah tidak diperoleh serat optik. Hal ini dikarenakan preform sudah
melekat pada permukaan dalam intruder sehingga preform tidak bisa keluar
(Montedo et al, 2009).
Dari proses fabrikasi serat optik, diperoleh tiga serat optik dengan variasi
suhu 9500C, 9600C, dan 9700C. Akan tetapi dari ketiga serat optik yang diperoleh,
panjang dari serat optik hanya pendek (sekitar 15 cm). Hal ini disebabkan karena
serat optik yang dicetak memiliki kelemahan yaitu mudah patah. Selain itu, letak
furnace yang berada di bagian atas dari fiber tower menyebabkan setelah serat
optik keluar dari furnace terkena angin dari udara luar. Sehingga jika penarikan
serat optik yang dilakukan tidak hati-hati maka serat optik juga akan patah. Dalam
proses fabrikasi serat optik, pada umumnya setelah serat optik keluar dari furnace
serat optik disimpan di motor penggulung. Akan tetapi, pada percobaan ini serat
optik tidak bisa disimpan pada motor penggulung karena letak motor penggulung
berada dibagian bawah. Sehingga sebelum serat optik mencapai motor
penggulung, serat optik sudah patah terlebih dahulu. Serat optik hasil fabrikasi
kemudian dikarakterisasi keseragaman diameter dan rugi-rugi dari serat optik. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman diameter dari serat optik
hasil fabrikasi dan mengetahui kualitas serat optik dilihat dari rugi-rugi serat
optik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

4.3. Karakterisasi Serat Optik


Karakterisasi serat optik dilakukan setelah serat optik berhasil dicetak.
Dalam penelitian ini, karakterisasi serat optik meliputi uji keseragaman diameter
serat optik dan rugi-rugi serat optik. Pengukuran uji keseragaman diameter serat
optik menggunakan metode difraksi, sedangkan pengukuran rugi-rugi serat optik
menggunakan metode cut-off.
4.3.1. Uji Keseragaman Diameter Serat Optik
Uji keseragaman diameter serat optik ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat keseragaman diameter serat optik hasil fabrikasi menggunakan metode
pre-casting. Dalam fabrikasi serat optik, diperoleh serat optik dengan 3 variasi
suhu. Tabel 4.1 merupakan data hasil pengukuran diameter serat optik hasil
fabrikasi pada suhu 9500C dengan penekanan beban massa 1,02 kg.

Tabel 4.1 Data pengukuran diameter serat optik hasil fabrikasi pada suhu
9500C dengan penekanan beban massa 1,02 kg
Jarak dari titik d1 d2 d3 d4 d5
acuan (cm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

0 0,095 0,095 0,114 0,108 0,119


0,5 0,095 0,127 0,114 0,127 0,119
1 0,095 0,127 0,114 0,127 0,136
1,5 0,095 0,095 0,114 0,127 0,105
2 0,095 0,095 0,114 0,127 0,119
2,5 0,095 0,095 0,114 0,127 0,136
3 0,095 0,127 0,114 0,108 0,105
3,5 0,095 0,095 0,114 0,127 0,119
4 0,095 0,095 0,095 0,108 0,095
4,5 0,095 0,095 0,095 0,095 0,095
5 0,095 0,095 0,095 0,095 0,095
dengan, d1 = diameter pada jarak terang ke-1 dengan terang pusat
d2 = diameter pada jarak terang ke-2 dengan terang pusat
d3 = diameter pada jarak terang ke-3 dengan terang pusat
d4 = diameter pada jarak terang ke-4 dengan terang pusat
commit to user
d5 = diameter pada jarak terang ke-5 dengan terang pusat
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

Untuk data keseluruhan dari hasil pengukuran diameter serat optik dapat dilihat
pada Lampiran C. Data hasil pengukuran diameter rata-rata serat optik dari ketiga
variasi suhu dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Diameter Rata-rata Serat Optik

Nilai diameter serat optik didapatkan dengan menghitung nilai diameter


rata-rata dari jarak titik acuan 0 cm sampai 5 cm. Dari Gambar 4.4 menunjukkan
bahwa pada suhu 9500C memiliki diameter yang besar dan tingkat
homogenitasnya jauh berbeda dengan variasi suhu yang lain. Hal ini dikarenakan
preform masih sedikit keras sehingga penarikan serat optik sedikit sulit. Nilai
diameter serat optik semakin kecil seiring dengan peningkatan suhu fabrikasi. Hal
ini dikarenakan ketika suhu dinaikkan, maka akan mendekati suhu dimana bahan
berubah fase menjadi kristal.
Selain itu, dari Gambar 4.4 juga dapat dilihat kehomogenitasan diameter
serat optik. Dari ketiga variasi serat optik yang dihasilkan, tingkat
kehomogenitasan diameter serat optik yang dihasilkan sudah mendekati yang
diharapkan. Serat optik yang baik adalah serat optik yang memiliki diameter yang
commitakan
homogen. Kaca padat jika dipanaskan to user
mencapai suhu transisi dimana akan
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

mengalami perubahan fase dari padat menjadi lunak. Kaca lunak ini berwujud
seperti karet (rubbery) (Arciniega et al, 2009). Pada wujud inilah proses fabrikasi
serat optik dilakukan. Sedangkan jika sudah mencapai suhu transisi dan kaca
masih dipanaskan dengan menaikkan suhu pemanas, maka kaca akan berubah fase
dari lunak menjadi kristal. ketika kaca mengkristal, maka kaca tidak bisa keluar
dari cetakan dan melekat pada permukaan cetakan.
Tabel 4.2 merupakan hasil penghitungan nilai diameter serat optik. Dari
Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa besar diameter serat optik yang dihasilkan sangat
kecil. Pada teori serat optik, besar diameter serat optik tidak ada batasan
maksimum. Serat optik dibuat dengan besar diameter sesuai pemanfaatannya.
Untuk pemanfaatan sebagai sensor serat optik, serat optik yang digunakan adalah
serat optik yang memiliki diameter kecil. Hal ini dikarenakan untuk pemanfaatan
sebagai sensor serat optik dibutuhkan serat optik yang sangat sensitif (Saito,
1997). Sehingga serat optik yang dihasilkan pada penelitian ini baik untuk sensor
serat optik.

Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter serat optik


Suhu (0 C) diameter (mm) KR (%)
950 (0,107±0,008) 7,794
960 (0,024±0,002) 8,068
970 (1,167±0,003) 11,335

4.3.2. Rugi-rugi Serat Optik


Pengukuran rugi-rugi serat optik ini diperlukan untuk mengetahui seberapa
besar nilai rugi-rugi pada serat optik hasil fabrikasi. Untuk mencari besar nilai
rugi-rugi dari serat optik, dilakukan dengan menggunakan metode cut-off. Tabel
4.3 merupakan hasil penghitungan rugi-rugi serat optik. Untuk data keseluruhan
hasil pengukuran rugi-rugi serat optik dapat dilihat pada Lampiran D.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Tabel 4.3 Hasil pengukuran rugi-rugi serat optik


Suhu (0 C) rugi-rugi (dB/cm) KR (%)
950 (2,2±0,1) 5,547
960 (4,6±0,3) 5,818
970 (1,0±0,1) 9,992

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat pada suhu 970 0C serat optik memiliki rugi-
rugi yang paling kecil. Pada teori serat optik, semakin kecil rugi-rugi dari serat
optik maka semakin baik pula kualitas dari serat optik (Saito, 1997). Hal ini
dikarenakan ketika serat optik mentransmisikan cahaya dengan rugi-rugi yang
kecil, maka (dalam hal ini intensitas cahaya) yang diterima oleh transmitter akan
mendekati intensitas awal. Dalam penelitian ini, serat optik yang diperoleh masih
memiliki rugi-rugi yang tinggi. Tingginya rugi-rugi ini disebabkan dari bahan itu
sendiri ataupun rugi-rugi saat fabrikasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan dan hasil penelitian yang telah
dikemukakan di bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Fabrikasi serat optik menggunakan bahan kaca SiO2-Na2O sebagai bahan
core dan udara sebagai bahan cladding telah berhasil dilakukan. Besarnya
nilai numerical aperture (NA) dari serat optik hasil fabrikasi adalah sebesar
NA = 0,944.
2. Kondisi dimana dihasilkannya serat optik ketika fabrikasi yaitu pada suhu
9500C-9700C dan massa penekan 1,02 kg.
3. Hasil karakterisasi serat optik hasil fabrikasi menggunakan metode pre-
casting adalah sebagai berikut :
a. Diameter serat optik menggunakan massa penekan 1,02 kg pada :
1. Suhu 9500C sebesar (d±∆d) = (0,107±0,008) mm
2. Suhu 9600C sebesar (d±∆d) = (0,024±0,002) mm
3. Suhu 9700C sebesar (d±∆d) = (1,167±0,003) x10-2 mm
b. Rugi-rugi serat optik pada :
1. Suhu 9500C sebesar (2,187±0,121) dB/cm
2. Suhu 9600C sebesar (4,572±0,266) dB/cm
3. Suhu 9700C sebesar (0,966±0,096) dB/cm

5.2. Saran
Hal-hal yang perlu disarankan pada penelitian selanjutnya untuk
mendapatkan serat optik yang lebih berkualitas adalah :
1. Alat penekan preform harus dirancang sehingga posisinya tegak/lurus
terhadap posisi intruder yang terpasang di dalam furnace pada fiber tower.
2. Variasi beban massa penekan yang tepat dalam proses fabrikasi.
3. Menambah thermocouple di dalam intruder.
4. commit
Menjaga suhu agar dalam keadaan to usersesuai dengan suhu settingan.
konstan

42

Anda mungkin juga menyukai