id
Disusun Oleh :
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada orang tuanya.
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia 2 tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.
(Q.S. Lukman : 14)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga laporan penelitian ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas kebaikan dan
bantuan yang telah Anda berikan. Selain itu semoga isi dari skripsi yang telah
kami susun dapat memberikan informasi tentang fabrikasi dan karakterisasi serat
optik.
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK............................................................................ v
HALAMAN ABSTRACT ......................................................................... vi
MOTTO ..................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Batasan Masalah ................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
1.6. Sistematika Penulisan ........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 5
2.1. Serat Optik ............................................................................ 5
2.1.1 Struktur Dari Serat Optik ............................................ 5
2.1.2 Pembagian Serat Optik ................................................ 6
2.1.3 Transmisi Cahaya Serat Optik ..................................... 7
2.2. Kaca ...................................................................................... 10
2.3. Fabrikasi Serat Optik Kaca ................................................... 12
2.4. Indeks Bias ............................................................................ 13
2.5. Absorbsi dan Transmitansi ................................................... 15
2.6. Numerical Aperture commit to user
(NA) ..................................................... 16
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-Lampiran ................................................................................... 45
Gambar Alat ............................................................................................... 45
Lampiran A Data Pengukuran Reflektansi dengan Menggunakan
Metode Sudut Brewster ................................................... 46
Lampiran B Data Pengukuran Indeks Bias dengan Menggunakan
Metode Sudut Brewster ................................................... 47
Lampiran C Data Pengukuran Keseragaman Diameter Serat Optik ... 49
Lampiran D Data Pengukuran Rugi-rugi Serat Optik ......................... 52
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
pada penggunaan Fiber-optic imaging bundle (Gmitro and Aziz, 1993), Fiber-
optic fluorescence imaging (Flusberg, 2005). Menurut Flusberg, pada Fiber-optic
fluorescence imaging, serat optik yang lebih cocok dipakai adalah serat optik
model fiber multimode step-indeks. Karena tidak hanya memiliki inti diameter
yang lebih besar (biasanya 50 µm sampai beberapa milimeter), tetapi juga
biasanya memiliki nilai numerical aperture (NA) yang lebih besar. serat optik
multimode dari semua polimer cenderung lebih fleksibel daripada silika dan
tersedia dengan nilai NA sampai 0,5.
Serat optik yang akan digunakan sebagai sensor dibuat secara khusus,
sehingga harga di pasaran juga sangat mahal. Untuk mendukung pengembangan
sensor serat optik di Laboratorium Optika dan Photonika Jurusan Fisika FMIPA
UNS, maka tujuan dari penelitian ini adalah membuat serat optik yang memiliki
kemampuan untuk mentransmisikan cahaya dengan sudut besar, yaitu dengan cara
membuat serat optik dengan Numerical Aperture besar (NA>0,2).
Dalam penelitian ini, serat optik dibuat dari bahan kaca SiO2-Na2O dengan
menggunakan metode pre-casting, yaitu pencetakan serat optik dengan bakal core
dan cladding yang sudah ada. Bakal core berupa silinder pejal dan bakal cladding
berupa silinder berlubang. Karakterisasi yang akan dilakukan dibatasi pada
karakterisasi bahan sebelum dibuat serat optik meliputi pengukuran indeks bias,
reflektansi, dan transmitansi, serta karakterisasi serat optik yang sudah jadi
meliputi rugi-rugi (loss) serat optik, keseragaman diameter serat optik. Pada
penelitian ini, pengukuran indeks bias dilakukan menggunakan metode sudut
Brewster, pengukuran transmitansi atau absorbansi menggunakan Ultra Violet-
Visible Spectroscopy (UV-VIS Spectrometer) dan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FT-IR Spectrometer), pengukuran keseragaman diameter dilakukan
menggunakan metode difraksi cahaya. Untuk mengukur rugi-rugi pada serat optik
dilakukan pengukuran dengan metode cut-off.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
commit to user
Gambar 2.1 Serat Optik (Keiser, 2000)
5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
• Multi mode : Mempunyai inti yang lebih besar (berdiameter 63,5 µm) dan
berfungsi mengirimkan sinar inframerah (panjang gelombang 850-1300
nanometer). Diameter core yang agak besar membuat sinar di dalamnya akan
terpantul berulang kali oleh dinding cladding. Hal ini menyebabkan
berkurangnya bandwidth dari serat optik jenis ini. Adapun bentuk dari serat
optik multi mode dapat dilihat pada Gambar 2.3.
c. Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat
karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.
Pemanduan cahaya dalam serat optik menggunakan pemantulan internal
total yang terjadi pada bidang batas antara 2 media dengan indeks bias yang
berbeda yaitu n1 dan n2. Bila indeks bias n1 medium pertama lebih kecil dari pada
indeks bias medium kedua n2, maka sinar akan dibiaskan pada media berindeks
bias besar dengan sudut Ø2 terhadap garis normal (Harsono, 2010). Hubungan
antara sudut datang Ø1 dan sudut bias Ø2 terhadap indeks bias dielektrik
dinyatakan oleh hukum Snellius seperti pada Gambar 2.5.
∅
= (2.1)
∅
Gambar 2.5 Sinar cahaya datang pada antar muka indeks bias
(Keiser, 2000)
Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa cahaya dibiaskan menjauhi garis normal.
Jika sudut datang terus diperbesar sampai pada sudut bias lebih dari 90°, maka
tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan tetapi akan dipantulkan sempurna. Sudut
datang pada saat sudut biasnya 90° disebut sudut kritis dan pada saat ini
pemantulan yang terjadi adalah pemantulan total (sempurna). Dari Persamaan
(2.1) nilai sudut kritis diberikan oleh :
∅ = sin (2.2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
2.2. Kaca
Secara umum, kaca didefinisikan dengan suatu benda padat amorf yang
mempunyai range keteraturan yang pendek. Ketika suatu kaca dipanaskan
ataupun didinginkan, maka akan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Kaca
transisi ini merupakan perubahan fase suatu bahan diantara fase liquid dan padat.
Kaca akan berbentuk material amorf keras jika berada pada suhu rendah, dan akan
meleleh/berubah bentuk menjadi cairan encer jika kaca tersebut dipanaskan. Akan
tetapi, pada proses pemanasan ini kaca akan membentuk suatu keadaan seperti
karet yang disebut dengan Rubbery sebelum terjadi perubahan bentuk dari padat
menjadi cairan encer (meleleh).
Suhu dimana kaca padat berubah menjadi keadaan Rubbery ini dinamakan
dengan suhu transisi kaca (Tg). Besarnya suhu transisi kaca (Tg) yaitu mendekati
2/3 dari suhu titik leburnya (Tm). Proses pembentukan kaca biasanya berasal dari
pendinginan leburan (melt) material mentah (raw material), dari proses
pengendapan uap (vapor deposition), sol-gel process, dan dengan
mengirradiasikan neutron pada material kristal. Leburan material mentah akan
menjadi material padat berupa kristal atau padat jika didinginkan (France, P.W.,
1991). Adapun gambar laju pendinginan leburan material dapat dilihat seperti
pada Gambar 2.9.
commit
Gambar 2.9 Klasifikasi ZattoPadat
user (J.E Shelby, 1997)
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan proses laju pendinginan ini, maka akan terbentuk kaca yang
memiliki struktur atom yang sangat tidak teratur dan enthalpy yang besar jika laju
pendinginannya sangat cepat (fast cooled glass). Sedangkan jika laju
pendinginannya lambat, maka akan terbentuk kaca yang memiliki struktur atom
yang lebih teratur dari pada laju pendinginan cepat. Akan tetapi, masih bersifat
amorf dan memiliki enthalpy yang kecil. Dalam penelitian ini, kaca yang
digunakan adalah kaca SiO2-Na2O yang bersifat amorf. Pengaruh suhu terhadap
enthalpy pembentukan kaca dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Dari berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk membentuk kaca,
metode teknik peleburan merupakan metode yang lebih sering dipergunakan
dalam pembentukan kaca dibandingkan dengan metode yang lain. Komponen-
komponen leburan pembentuk kaca biasanya seperti oksida (SiO2, B2O3, P2O5,
dll), halide (F, Cl, Br, I), chalcogenide (S, Se, Te, dll), dan logam (Fe, Ni, Pd).
Dengan tipe-tipe ikatannya berupa ikatan kovalen (SiO2, dan chalcogenide),
ikatan ionik (KNO3, Ca(NO3)2), van der walls (toluene), hidrogen (air), dan
kombinasi dari keseluruhannya (homodesmik dan heterodesmik). Adapun contoh
dari struktur kaca (dalam hal ini kaca SiO2) adalah seperti pada Gambar 2.11.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
(a) (b)
Sifat optik dari kaca dapat digolongkan menjadi 3 bagian penting, yaitu :
1. Bulk optical properties, meliputi indeks bias dan dispersi optik.
2. Sifat yang dikaitkan dengan warna dan efek optik sebagai fungsi gelombang.
3. Teknologi kaca modern yang berdasarkan pada aplikasi efek optik non-
tradisional seperti photosensitive, photocromism, dan hamburan cahaya.
dengan,
= indeks bias material
= kecepatan cahaya dalam ruang hampa
= kecepatan cahaya dalam material
Cahaya selalu berjalan lebih lambat di dalam material dari pada di dalam
ruang hampa, sehingga nilai dalam material apapun selain ruang hampa selalu
lebih besar dari pada 1 (>1). Menurut hukum Snellius, persamaan untuk indeks
bias adalah seperti pada Persamaan (2.4) dan (2.5) di bawah ini:
= (2.4)
= (2.5)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
dengan,
= indeks bias material
= kecepatan cahaya dalam ruang hampa (3x108 m/s)
= sudut datang
= sudut bias
= kecepatan cahaya pada material
Indeks bias juga berkaitan dengan panjang gelombang, panjang
gelombang λ berbeda dalam material yang berbeda. Hal ini dikarenakan dalam
setiap material, = . Karena adalah sama dalam setiap material seperti
dalam ruang hampa dan selalu lebih kecil dari pada laju gelombang dalam
ruang hampa, maka λ juga akan direduksi. Jadi panjang gelombang λ dari cahaya
dalam sebuah material selalu lebih kecil daripada panjang gelombang λ dari
cahaya yang sama dalam ruang hampa. Karena = , dan = , maka
Persamaan (2.5) akan berubah menjadi,
!"
= (2.6)
!
Bila gelombang lewat dari suatu material ke dalam material kedua dengan
indeks bias yang lebih besar sehingga > , maka laju gelombang tersebut
akan berkurang. Panjang gelombang material kedua akan lebih pendek daripada
panjang gelombang material pertama. Sebaliknya, jika material kedua mempunyai
indeks bias yang lebih kecil daripada material pertama sehingga < , maka
laju gelombang tersebut akan bertambah (Maddu, 2007).
Beberapa hal yang mempengaruhi besar-kecilnya nilai indeks bias suatu
material adalah sebagai berikut :
1. Kerapatan elektron dan polarisabilitas
Indeks bias pada sebuah kaca ditentukan oleh adanya interaksi antara
cahaya dengan suatu elektron pada atom kaca. Peningkatan kerapatan
elektron akan meningkatkan nilai indeks bias. Oleh sebab itu, sebuah material
yang terdiri dari atom dengan jumlah ion sedikit akan memiliki indeks bias
kecil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
% = &. % (2.7)
dengan,
% = intensitas berkas cahaya yang keluar
% = intensitas berkas cahaya yang masuk
& = transmitansi
Dengan demikian, transmitansi dapat dinyatakan sebagai :
(
&= ("
(2.8)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
mendekati garis normal akan menembus bidang perbatasan. Sebagian kecil dari
cahaya itu akan terpantul balik di bidang perbatasan.
2.7.4. Rugi-Rugi Pembengkokan (Bending)
Bending yaitu pembengkokan serat optik yang menyebabkan cahaya yang
merambat pada serat optik berbelok dari arah transmisi dan hilang. Sebagai
contoh, pada serat optik yang mendapat tekanan cukup keras dapat menyebabkan
ukuran diameter serat optik menjadi berbeda dari diameter semula, sehingga
mempengaruhi sifat transmisi cahaya di dalamnya.
2.8. Difraksi
Difraksi merupakan peristiwa pembelokan gelombang saat melewati suatu
obyek (rintangan ataupun celah) dalam hal ini rintangan (slit) berupa serat optik.
Data diolah melalui sifat-sifat optik yang menerapkan teori difraksi. Dalam serat
optik, difraksi digunakan untuk pengukuran diameter serat optik. Dengan cara
meletakkan sehelai rambut dalam obyek yang disinari dengan cahaya dari laser
yang memiliki panjang gelombang tertentu. Hasilnya berupa pola gelap-terang
yang terlihat pada layar. Pola gelap terang terjadi karena difraksi. Proses difraksi
ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Pola gelap terang yang tampak pada layar diukur jarak terang pusat
dengan terang ke-1 (B5 ) untuk mendapatkan diameter pada m = 1, sedangkan
untuk panjang gelombang serta jarak sumber dengan layar telah diketahui. Untuk
m = 2 diukur jarak pusat terang ke-1 dengan terang ke-2 begitu seterusnya hingga
m = n. Besarnya diameter rata-rata adalah rata-rata diameter pada tiap-tiap
pengukuran. Pengukuran tersebut dilakukan untuk satu titik. Titik berikutnya
diukur dengan cara yang sama. Pada penelitian, cara ini digunakan untuk
mengukur keseragaman diameter serat optik.
Tidak semua sinar yang mempunyai sudut datang lebih besar dari sudut kritis
akan terperangkap di dalam film. hanya sinar dengan arah tertentu saja yang
sesuai dengan mode pemandu gelombang yang akan merambat sepanjang
struktur.
2.10. Metode Pre-Casting
Metode Pre-Casting merupakan metode pembuatan serat optik dengan
pencetakan serat optik dengan bakal core dan cladding yang sudah ada (dibuat
terlebih dahulu) yang dinamakan pre-form. Bakal core ini berupa silinder pejal
dan bakal cladding berupa silinder berlubang. Proses pembuatan serat optik
dilakukan dengan cara bakal core dimasukkan ke dalam bakal cladding, kemudian
sampel pre-form tersebut dimasukkan ke dalam intruder dan dipanaskan dengan
menggunakan furnace (Poli, F., 2007). Intruder merupakan suatu alat yang
diletakkan di bagian dalam furnace yang berfungsi untuk mencetak serat optik.
Selain pemanasan dengan menggunakan furnace, proses pembuatan serat optik
juga dengan memberikan penekanan menggunakan alat penekan. Set-up alat
metode pre-casting ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Pre form
Furnace
Serat
Tower
serat optik
Motor pemutar
Serat drum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk sampel bakal core
berupa silinder pejal dari bahan kaca SiO2-Na2O, dan udara sebagai sampel bakal
cladding.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
Dari Gambar 3.2 diagram alir tahap penelitian tersebut, dapat dijelaskan
untuk masing-masing tahap sebagai berikut :
1. Penyiapan Alat dan Bahan
Sebelum dilakukan penelitian ini, peralatan yang harus disiapkan yaitu
berupa set-up alat fiber drawing tower sebagai alat untuk membuat serat optik.
Polishing machine sebagai alat untuk menghaluskan bahan yang khususnya untuk
pengambilan data karakterisasi sebelum bahan dibuat serat optik. UV-Vis
Spektrometer dan FT-IR Spektrometer sebagai alat untuk pengambilan data
absorbansi/transmitansi bahan. Laser He-Ne dengan panjang gelombang 632,8 nm
sebagai sumber cahaya. Oscillosscope sebagai alat untuk menampilkan output
data.
Selain peralatan, bahan yang harus disiapkan meliputi: penyiapan bahan
bakal serat optik berupa kaca SiO2-Na2O. Pemilihan bahan baku pembuatan serat
optik dalam penelitian ini dilatarbelakangi dari tinjauan pustaka yang menjelaskan
bahwa serat optik akan bagus jika dibuat dari bahan yang transparan. Sedangkan
untuk bahan yang digunakan untuk pengambilan data karakterisasi sebelum
pencetakan disiapkan dari bahan yang akan dibuat serat optik. Bahan tersebut
dileburkan terlebih dahulu dan kemudian dibuat dalam bentuk lempengan tipis
dengan ketebalan 0,2 cm. permukaan lempengan yang belum halus kemudian
dihaluskan dengan menggunakan alat polishing machine. Adapun bentuk
lempengan dapat dilihat pada Gambar 3.3.
commit to user
Gambar 3.3 Sampel bahan kaca SiO2-Na2O
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
2. Karakterisasi Bahan
Karakterisasi bahan dilakukan untuk mendapatkan karakter dari bahan
sehingga akan diketahui karakter dari bahan sebelum dibuat serat optik.
Karakterisasi ini berupa pengambilan data reflektansi, indeks bias, serta
absorbansi dari bahan. Karakterisasi bahan untuk memperoleh nilai reflektansi
dan indeks bias bahan dilakukan dengan menggunakan metode sudut Brewster.
Pengambilan data dengan metode ini dapat dilihat dari penjelasan melalui Gambar
3.4.
Oscilloscope
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
Pengukuran nilai indeks bias berasal dari data reflektansi pada keadaan
TM yang diperkecil kenaikan sudutnya. Pengambilan data dilakukan pada sudut
antara 50° - 60° dengan kenaikan sudut 10/60. Dari data yang dihasilkan, dipilih
sudut yang memiliki nilai reflektansi terkecil yang disebut juga dengan sudut
polarisasi. Sudut inilah yang akan dipakai untuk mencari indeks bias yang
mengikuti Persamaan dari hukum Snellius berikut:
sin = sin(90 − ) (3.1)
sin = cos (3.2)
Dari definisi tangen, maka dari Persamaan (3.2) dapat diturunkan menjadi
Persamaan (3.3). Dengan indek bias di udara = 1
= (3.3)
Sedangkan untuk pengambilan data karakterisasi absorbansi, pengukuran
dilakukan dengan menggunakan UV-VIS Spektrometer dan FT-IR Spektrometer.
Pengukuran absorbansi baik menggunakan UV-VIS Spektrometer dan FT-IR
Spektrometer akan memberikan informasi sebagai referensi untuk menyesuaikan
source (sumber cahaya) sebagai signal inputan dalam suatu sistem komunikasi
serat optik maupun dalam bidang sensor serat optik sebagai pandu gelombang.
3. Drawing/ Fabrikasi Serat Optik
Fabrikasi serat optik dilakukan dengan memvariasi suhu pada furnace
dengan suhu sebesar 9000 C sampai pada suhu 9800 C ketika proses pencetakan
serat optik. Bakal core yang berupa silinder pejal dari bahan kaca dimasukkan ke
dalam intruder yang berada di dalam furnace. Dalam penelitian ini, bakal core
dari bahan yang dipakai sudah tersedia di laboratorium optika Jurusan Fisika
FMIPA UNS. Sehingga tidak lagi dilakukan pembuatan bakal core terlebih
dahulu. Kemudian diberi variasi penekanan dengan beban massa 310 gram, 550
gram, dan 1,02 kg untuk memberikan dorongan pada bahan sehingga bisa keluar
dari intruder. Setelah serat optik keluar kemudian ditarik menggunakan alat
penarik berupa tang dari bahan stainlees steel. Sehingga bahan akan menjadi serat
optik dengan cladding berupa udara. Pada proses pencetakan kestabilan suhu
harus diperhatikan. Pengamatan keseragaman diameter dilakukan pada suhu-suhu
commit to user
yang sudah ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
x0 x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10
Gambar 3.6 Cara pemberian tanda sebanyak 11 titik pada serat optik
Dari data pengukuran jarak Ym pada layar yang diperoleh, maka dapat
digunakan untuk mengukur diameter serat optik d dengan menggunakan
Persamaan 3.4 di bawah ini :
( )
= (3.4)
dengan λ adalah panjang gelombang laser, m orde terang ke-, D jarak slit dengan
layar, dan jarak terang ke- dengan terang pusat. Nilai diameter dari tiap titik
diperoleh dari rata-rata diameter yang diukur dari hingga .
2. Rugi-rugi Serat optik
Rugi-rugi serat optik ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar rugi-
rugi pada serat optik yang dibuat. Untuk mencari besar nilai dari rugi-rugi serat
optik dilakukan dengan menggunakan metode cut-off. Data yang diperlukan
dalam metode ini adalah intensitas cahaya yang keluar dari serat optik dalam
bentuk tegangan sebagai , intensitas cahaya yang melewati serat optik dalam
bentuk tegangan sebagai , serta panjang serat optik.
Pengambilan data dilakukan dengan menyinari salah satu ujung serat optik
menggunakan laser He-Ne. Kemudian di ujung serat optik yang satunya diberi
photoreceiver dan dihubungkan dengan Oscilloscope untuk mengetahui besarnya
intensitas cahaya yang keluar dari serat optik tersebut dalam bentuk tegangan
( ). Serat optik kemudian dipotong sepanjang 1 cm dari panjang mula-mula dan
kemudian diukur besarnya intensitas cahaya yang melewatinya dalam bentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
Oscill
Serat optik oscop
laser
e
! -!
Oscill
Serat optik oscop
laser
e
Dengan adalah tegangan yang keluar dari serat optik, tegangan yang
melewati serat optik, dan ! − ! panjang serat optik, maka besarnya rugi-rugi
serat optik dapat diperoleh dengan memasukkan data yang diperoleh ke dalam
Persamaan (3.5) di bawah ini :
'
#$% & ( *
')
"= +
(3.5)
dengan,
, = Daya sinar laser yang keluar dari serat optik
, = Daya sinar laser yang melewati serat optik
commit
" = Attenuasi (rugi-rugi serat to user
optik) dalam dB per satuan panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Reflektansi
Dalam teori serat optik, pembuatan serat optik yang baik adalah dari
bahan yang memiliki kemampuan mentransmisikan cahaya atau sinyal tinggi.
Kemampuan mentransmisikan cahaya yang tinggi ditunjukkan dengan nilai
reflektansi yang kecil atau bisa dikatakan mendekati nol. Sudut dimana nilai
reflektansi terkecil disebut dengan sudut Brewster. Gambar 4.1 merupakan
hasil pengukuran reflektansi dari bahan kaca SiO2-Na2O. Hasil pengukuran
reflektansi secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran A.
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
pantul antara 500 sampai 600 dengan cahaya terpolarisasi TM. nilai ini
digunakan sebagai dasar pengukuran indeks bias. Pengukuran indeks bias
dilakukan dengan mengukur nilai reflektansi pada rentang sudut tersebut
dengan interval pengukuran diperkecil pada setiap (10/60)0. Untuk data
keseluruhan hasil pengukuran indeks bias dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil
pengukuran indeks bias bahan ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa sudut yang memiliki nilai
reflektansi terkecil adalah pada sudut 55,3330. Besarnya polarisasi pada berkas
pantulan bergantung pada sudut datang cahaya. Sehingga dalam kasus ini sudut
Brewster disebut juga sudut polarisasi. Besar sudut Brewster yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah 55,3330. Dengan memasukkan sudut polarisasi ke
dalam Persamaan (3.6), maka diperoleh nilai indeks bias sebesar =
tan = tan 55,333 = 1,446. Sedangkan nilai indeks bias udara sebagai
= 1.
Nilai indeks bias bahan dapat digunakan untuk menghitung nilai
numercal aperture (NA) dengan menggunakan Persamaan (2.11). Dengan
= 1, = 1,446, diperolehcommit
nilai NAtosebesar
user NA = 0,944. Besarnya nilai NA
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
menunjukkan bahwa jika serat optik dibuat dengan menggunakan bahan ini
akan menghasilkan serat optik yang memiliki fungsi sebagai sensor serat optik
dengan kemampuan mentransmisikan cahaya pada sudut yang besar.
4.1.3. Absorbansi
Pengambilan data absorbansi pada penelitian ini dilakukan menggunakan
dua alat, yaitu UV-Vis untuk rentang panjang gelombang cahaya tampak dan
FT-IR untuk rentang panjang gelombang inframerah. Adapun hasil pengukuran
absorbansi dapat dilihat pada Gambar 4.3.
(a)
(b)
Gambar 4.3 Spectrum Absorbansi. (a) Menggunakan UV-Vis,
commit to user
(b) Menggunakan FT-IR
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
untuk mencetak serat optik juga digunakan untuk mencari besar suhu dan beban
massa penekan yang optimal ketika proses pencetakan serat optik. Suhu dan
massa penekan merupakan dua hal penting yang perlu diperhatikan. Karena dua
hal tersebut merupakan inti dari berhasil atau tidaknya proses fabrikasi serat optik.
Proses fabrikasi siap dilakukan setelah bahan selesai dikarakterisasi sifat
optiknya. Fabrikasi dimulai dengan memasukkan preform ke dalam cetakan
(intruder). Karena bakal cladding berupa udara, maka hanya bakal core
(berbentuk silinder pejal) yang dimasukkan ke dalam intruder. Panjang dari bakal
core yang dimasukkan adalah 25 cm. Intruder kemudian dimasukkan ke bagian
dalam furnace. Furnace kemudian dihubungkan ke temperature control, dan
temperature control dihubungkan ke power supply 220V. Proses fabrikasi dimulai
dari suhu 900 0C yang di setting melalui temperature control. Pada waktu alat
dinyalakan, furnace akan mulai bekerja dengan kenaikan suhu secara fluktuatif
dan akan stabil ketika suhu mencapai pada suhu yang di set pada temperature
control. Ketika suhunya mencapai pada suhu yang diinginkan, masih terjadi
fluktuasi naik-turunnya suhu pada furnace. Besarnya fluktuasi suhu yang terjadi
mencapai ± 300C. Sehingga perlu ditunggu beberapa menit sampai furnace
mendekati stabil pada suhu setingan.
Proses fabrikasi yang pertama dilakukan pada suhu 9000C dengan massa
penekan sebesar 310 gram. Setiap variasi suhu dan massa penekan ditunggu
sekitar 15 menit dan diamati apakah preform sudah berubah fase menjadi lunak
atau belum. Setelah menunggu sekitar 15 menit, preform masih keras dan belum
berubah fase menjadi lunak. Pada variasi yang pertama ini belum diperoleh serat
optik. Sehingga suhu pada furnace dinaikkan menjadi 9250C dengan massa
penekan sebesar 310 gram. Pada variasi ini juga belum diperoleh serat optik
karena preform belum berubah fase menjadi lunak. Kemudian dilakukan variasi
suhu dengan menaikkannya menjadi 9400C dengan massa masih tetap sama 310
gram. Pada variasi ini juga belum diperoleh serat optik, akan tetapi preform sudah
mulai sedikit melunak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id
Suhu kemudian dinaikkan pada suhu 9500C dengan massa penekan 310
gram. Pada variasi ini preform sudah melunak, akan tetapi belum bisa keluar dari
intruder. Kemudian menambahkan massa penekan menjadi 550 gram. Pada
variasi massa penekan ini preform juga belum keluar dari intruder. Sehingga
massa penekan ditambahkan lagi massanya menjadi 1,02 kg. Dengan massa
penekan sebesar ini ternyata preform bisa keluar dari intruder. Dengan ditambah
penarikan menggunakan tangan, maka diperoleh serat optik pada variasi suhu
9500C dengan massa penekan 1,02 kg. Suhu pada furnace kemudian divariasi lagi
menjadi 9600C dengan massa penekan 1,02 kg. Pada variasi ini juga diperoleh
serat optik. Suhu furnace kemudian dinaikkan lagi menjadi 9700C dengan massa
penekan 1,02 kg. Pada variasi ini juga masih diperoleh serat optik. Suhu
kemudian dinaikkan pada 9800C dengan beban massa 1,02 kg. Pada variasi ini
ternyata sudah tidak diperoleh serat optik. Hal ini dikarenakan preform sudah
melekat pada permukaan dalam intruder sehingga preform tidak bisa keluar
(Montedo et al, 2009).
Dari proses fabrikasi serat optik, diperoleh tiga serat optik dengan variasi
suhu 9500C, 9600C, dan 9700C. Akan tetapi dari ketiga serat optik yang diperoleh,
panjang dari serat optik hanya pendek (sekitar 15 cm). Hal ini disebabkan karena
serat optik yang dicetak memiliki kelemahan yaitu mudah patah. Selain itu, letak
furnace yang berada di bagian atas dari fiber tower menyebabkan setelah serat
optik keluar dari furnace terkena angin dari udara luar. Sehingga jika penarikan
serat optik yang dilakukan tidak hati-hati maka serat optik juga akan patah. Dalam
proses fabrikasi serat optik, pada umumnya setelah serat optik keluar dari furnace
serat optik disimpan di motor penggulung. Akan tetapi, pada percobaan ini serat
optik tidak bisa disimpan pada motor penggulung karena letak motor penggulung
berada dibagian bawah. Sehingga sebelum serat optik mencapai motor
penggulung, serat optik sudah patah terlebih dahulu. Serat optik hasil fabrikasi
kemudian dikarakterisasi keseragaman diameter dan rugi-rugi dari serat optik. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman diameter dari serat optik
hasil fabrikasi dan mengetahui kualitas serat optik dilihat dari rugi-rugi serat
optik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Data pengukuran diameter serat optik hasil fabrikasi pada suhu
9500C dengan penekanan beban massa 1,02 kg
Jarak dari titik d1 d2 d3 d4 d5
acuan (cm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Untuk data keseluruhan dari hasil pengukuran diameter serat optik dapat dilihat
pada Lampiran C. Data hasil pengukuran diameter rata-rata serat optik dari ketiga
variasi suhu dapat dilihat pada Gambar 4.4.
mengalami perubahan fase dari padat menjadi lunak. Kaca lunak ini berwujud
seperti karet (rubbery) (Arciniega et al, 2009). Pada wujud inilah proses fabrikasi
serat optik dilakukan. Sedangkan jika sudah mencapai suhu transisi dan kaca
masih dipanaskan dengan menaikkan suhu pemanas, maka kaca akan berubah fase
dari lunak menjadi kristal. ketika kaca mengkristal, maka kaca tidak bisa keluar
dari cetakan dan melekat pada permukaan cetakan.
Tabel 4.2 merupakan hasil penghitungan nilai diameter serat optik. Dari
Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa besar diameter serat optik yang dihasilkan sangat
kecil. Pada teori serat optik, besar diameter serat optik tidak ada batasan
maksimum. Serat optik dibuat dengan besar diameter sesuai pemanfaatannya.
Untuk pemanfaatan sebagai sensor serat optik, serat optik yang digunakan adalah
serat optik yang memiliki diameter kecil. Hal ini dikarenakan untuk pemanfaatan
sebagai sensor serat optik dibutuhkan serat optik yang sangat sensitif (Saito,
1997). Sehingga serat optik yang dihasilkan pada penelitian ini baik untuk sensor
serat optik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat pada suhu 970 0C serat optik memiliki rugi-
rugi yang paling kecil. Pada teori serat optik, semakin kecil rugi-rugi dari serat
optik maka semakin baik pula kualitas dari serat optik (Saito, 1997). Hal ini
dikarenakan ketika serat optik mentransmisikan cahaya dengan rugi-rugi yang
kecil, maka (dalam hal ini intensitas cahaya) yang diterima oleh transmitter akan
mendekati intensitas awal. Dalam penelitian ini, serat optik yang diperoleh masih
memiliki rugi-rugi yang tinggi. Tingginya rugi-rugi ini disebabkan dari bahan itu
sendiri ataupun rugi-rugi saat fabrikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan dan hasil penelitian yang telah
dikemukakan di bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Fabrikasi serat optik menggunakan bahan kaca SiO2-Na2O sebagai bahan
core dan udara sebagai bahan cladding telah berhasil dilakukan. Besarnya
nilai numerical aperture (NA) dari serat optik hasil fabrikasi adalah sebesar
NA = 0,944.
2. Kondisi dimana dihasilkannya serat optik ketika fabrikasi yaitu pada suhu
9500C-9700C dan massa penekan 1,02 kg.
3. Hasil karakterisasi serat optik hasil fabrikasi menggunakan metode pre-
casting adalah sebagai berikut :
a. Diameter serat optik menggunakan massa penekan 1,02 kg pada :
1. Suhu 9500C sebesar (d±∆d) = (0,107±0,008) mm
2. Suhu 9600C sebesar (d±∆d) = (0,024±0,002) mm
3. Suhu 9700C sebesar (d±∆d) = (1,167±0,003) x10-2 mm
b. Rugi-rugi serat optik pada :
1. Suhu 9500C sebesar (2,187±0,121) dB/cm
2. Suhu 9600C sebesar (4,572±0,266) dB/cm
3. Suhu 9700C sebesar (0,966±0,096) dB/cm
5.2. Saran
Hal-hal yang perlu disarankan pada penelitian selanjutnya untuk
mendapatkan serat optik yang lebih berkualitas adalah :
1. Alat penekan preform harus dirancang sehingga posisinya tegak/lurus
terhadap posisi intruder yang terpasang di dalam furnace pada fiber tower.
2. Variasi beban massa penekan yang tepat dalam proses fabrikasi.
3. Menambah thermocouple di dalam intruder.
4. commit
Menjaga suhu agar dalam keadaan to usersesuai dengan suhu settingan.
konstan
42