Anda di halaman 1dari 16

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM KEUANGAN DESA (SISKEUDES)

DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA


(Studi di Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang)
1
Ahmad Najib Akmal 2Evi Priyanti

Jurusan Ilmu Pemerintahan


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Singaperbangsa Karawang
Jawa Barat, Indonesia

E-mail: 1910631180136@student.unsika.ac.id

Abstrak

Pada sistem keuangan pemerintah yang berlaku di Indonesia, menurut Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 yakni Pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan desa merupakan satu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas dengan wilayah yang berwenang guna mengatur serta mengurus
urusan kepemerintahan dan kepentingan masyarakat. Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) pada Juli Tahun 2015 meluncurkan salah satu aplikasi Sistem Keuangan
Desa (Siskeudes) yang bermanfaat guna meningkatkan mutu dari kualitas tata kelola keuangan
desa agar lebih baik lagi kedepannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana komunikasi (Communications), sumber daya (resources), sikap (dispositions atau
attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure) dalam mengimplementasikan kebijakan
Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) di Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten
Karawang dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa. Penelitian ini menggunakan teori
implementasi kebijakan Edward III. Metode Penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil
dari penelitian ini adalah: (1). Menunjukkan bahwa implementasi Kebijakan Siskeudes di Desa
Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang kurang efektif, karena masih terdapat
beberapa permasalahan sumberdaya yang ada serta belum efektifnya kinerja apartur dalam
mengoperasikan aplikasi Siskeudes karena minimnya pengetahuam dan kemampuan dibidang
teknologi Informasi dan komputer. (2). Pengelolaan Alokasi Dana Desa pada pelaksanaanya
masih memprioritaskan Bantuan Langsung Tunai (BLT) karena dampak dari pandemi Covid-
19 dibandingkan pembangunan infrastruktur.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, SISKEUDES, Desa Purwasari, Alokasi Dana Desa

Abstract

In the current government financial system in Indonesia, according to Law no. 6 of 2014, Article
1 paragraph 1 explains that the village is a legal community unit that has boundaries with the
authorized area to regulate and manage government affairs and the interests of the community.
The Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) in July 2015 launched an
application for the Village Financial System (Siskeudes) which is useful for improving the
quality of village financial governance so that it will be even better in the future. This study
aimed to find out how communication, resources, dispositions or attitudes, and bureaucratic
structure in implementing village financial system policies (Siskeudes) in Purwasari Village,
Purwasari District Karawang Regency in managing Allocation of village funds. This research
uses Edward III's policy implementation model. The research method used descriptive
qualitative. The results of this study are: (1). This shows that the implementation of the
Siskeudes Policy in Purwasari Village, Purwasari District, Karawang Regency is less effective
because there are still some existing resource problems and the ineffective performance of the
aperture in operating the Siskeudes application due to the lack of knowledge and ability in the
field of information technology and computers. (2). The management of the Village Fund
Allocation in its implementation still prioritizes Direct Cash Assistance (BLT) due to the impact
of the Covid-19 pandemic compared to infrastructure development.
Keywords: Policy Implementation, SISKEUDES, Purwasari Village, Village Fund Allocation

PENDAHULUAN

Pada sistem keuangan pemerintah yang berlaku di Indonesia, menurut Undang-


undang No. 6 Tahun 2014 yakni Pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan desa merupakan satu
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas dengan wilayah yang berwenang
guna mengatur serta mengurus urusan kepemerintahan, dan kepentingan masyarakat
setempat yang berdasarkan prakarsa masyarakat, serta hak dan asal usul yang diakui dan
dihormati dalam suatu sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indosesia.
Dalam Pelaksanaan keuangan desa yang sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.113 Tahun 2014 yakni Pengelola Keuangan Desa merupakan semua hak dan
kewajiban desa yang dinilai dengan sejumlah uang serta segala sesuatu yang berupa
uang dan barang yang berpengaruh dengan pelaksanaan hak dan kewajiban didesa.
Sementara itu pengelola keuangan desa adalah seluruh rangkaian pelaksanaan kegiatan
yang dilalui dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban yang telah dilaksanakan dalam tahun anggaran, yang dihitung
mulai 1 Januari hingga dengan 31 Desember.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada Juli Tahun 2015
meluncurkan salah satu aplikasi yang bermanfaat guna meningkatkan mutu dari kualitas
tata kelola keuangan desa. Untuk melanjutkan upaya pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui dana desa. Aplikasi Sistem Keuangan Desa
(Siskeudes) diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa agar
lebih baik kedepannya. Didalam Siskeudes terdapat program yang ada didalam aplikasi
pengelola keuangan desa yang dibuat semudah mungkin menggunakan User Friendly
untuk mempermudah penggunaannya dalam pengoperasian aplikasi Sistem Keuangan
Desa ini (Siskeudes).
Kantor Desa Purwasari telah menerapkan Aplikasi Sistem Keuangan Desa
(Siskeudes) ini sejak tahun 2019. Pada Desa Purwasari terdapat beberapa kendala dalam
mengimplementasikan Siskeudes dalam pengelolaan ADD ini seperti kompetensi atau
kualitas SDM yang rendah, belum tepatnya orang yang mengisi bagian keuangan desa,
dan kurangnya pengawasan serta bimbingan dari lembaga atau badan yang terkait
tentang pengelolaan keuangan desa. Sekretaris Desa Purwasari Bapak Suherman,
mengatakan bahwa telah melakukan pelatihan yakni dalam mengoperasikan Aplikasi
Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Aplikasi Siskeudes di Desa Purwasari dioperasikan
oleh Staff Operator Desa Purwasari yakni anak dari Kepala Desa Purwasari sendiri.
Dengan adanya masalah yang terjadi dilapangan dalam proses pengimplementasian
Siskeudes ini memang tidak ada kendala yang berarti terdapat kelebihan dan kekurangan
dalam aplikasi ini, sehingga disinalah peran dari seorang Bendahara untuk mengatasi
agar pengimplementasian Siskeudes ini dapat digunakan secara lancar dan desa dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih akuntabel. Dari pengamatan awal penulis di
Desa Purwasari permasalahan yang terjadi ada hubungan antara Kepala Desa,
Bendahara, serta Staff Operator Desa yang kurang terjalin dengan baik menyebabkan
penerapan dan pelaporan pengelolaan keuangan desa serta kegiatan pembangunan
menjadi terganggu dari segi waktu dan kualitasnya.
Dalam pengelolaan Alokasi dana desa sebagian besar digunakan untuk
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah desa. Dalam perkembangannya, kini
desa telah berkembang menjadi berbagai bentuk pemberdayaan sehingga menjadi desa
yang mandiri, maju, dan kuat untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera. Desa memiliki wewenang untuk mengatur sendiri kawasannya sesuai
kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakatnya agar tercapai kesejahteraan dan
pemerataan kemampuan ekonomi. Pengelolaan ADD harus dilaksanakan secara terbuka
melalui musyawarah desa dan hasilnya dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes).
Ketentuan tersebut menunjukkan komitmen dari pengambil keputusan bahwa
pengelolaan ADD harus mematuhi kaidah good governance yang harus dilaksanakan
oleh para pelaku dan masyarakat desa Pengelolaan ADD di Desa Purwasari Kecamatan
Purwasari Kabupaten Karawang, masih terdapat beberapa permasalahan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa permasalahan terkait dengan pengelolaan
Alokasi Dana Desa di Desa Purwasari yang pertama, besarnya Alokasi Dana Desa pada
pelaksanaanya masih memprioritaskan Bantuan Langsung Tunai (BLT) karena dampak
dari pandemi Covid-19 dibandingkan pembangunan infrastruktur, sehingga mengalami
sedikit hambatan seperti pengecoran jalan, pengelolaan bank sampah, pembangunan
drainase saluran air, dan peninggian jalan. Yang kedua rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa tersebut dan kurangnya pemamahan
masyarakat terhadap kebijakan Alokasi Dana Desa, terutama dalam perencanaan
pembangunan di Desa Purwasari masih belum sepenuhnya masyarakat mengetahui
tentang perencanaan pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam peruntukannya untuk apa
saja, salah satunya yaitu pembangunan fisik yang bersumber dari dana Alokasi Dana
Desa.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), Disposisi/sikap
(dispositions atau attitudes) dan Struktur Birokrasi (bureucratic structure) dalam
Mengimplementasikan Kebijakan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) di Desa
Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang dalam Pengelolaan Alokasi
Dana Desa?

TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka yang menjadi tujuan utama dalam penelitian ini adalah: untuk mengetahui
bagaimana komunikasi (Communications), sumber daya (resources), disposisi/sikap
(dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure) dalam
mengimplementasikan kebijakan sistem keuangan Desa (Siskeudes) di Desa Purwasari
Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang dalam pengelolaan alokasi dana desa?

LANDASAN TEORI
a. Konsep dan Definisi
1. Konsep Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan suatu hal yang krusial dalam studi
kebijakan publik. Menurut George Edward III (dalam Santoso, 2012) bahwa
implementasi kebijakan adalah “is the stage of policymaking between the
establishment of a policy” pentingnya implementasi kebijakan dalam proses
kebijakan ditegaskan oleh Udoji mengutip (2012) sebagai “the execution of
polices is imporant if not more important than policy making”. Implementasi
kebijakan selalu menarik untuk dikaji, baik oleh pihak yang terlibat dalam proses
perumusan dan pelaksanaan kebijakan maupun pihak-pihak yang berada di luar
kebijakan. Persoalan lain pada implementasi kebiajakan adalah apa yang
dikatakan oleh Pressman dan Widavsky dalam Santoso Pandji, (2012) disebut
“kompleksitas tindakan bersama”. Griendle dalam (Syukami, 2000) mengatakan
implementasi merupakan suatu proses dimana para pelaksana kebijakan
melakukan aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan
hasil sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan. Lester dan Stewart Jr dalam
Badjuri dan Yuwono (2002), mengatakan bahwa implementasi sebagai suatu
proses dan suatu hasil keberhasilan dari implementasi yang diukur dan dilihat
dari proses dan pencapaian tujuan akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang
diinginkan.
Dari beberapa pengertian dan definisi di atas terlihat bahwa implementasi
merupakan suatu rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan
sehingga dapat mencapai hasil sebagaimana yang telah digariskan dalam
keputusan kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan suatu proses di mana
pelaksana kebijakan melakukan aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya
akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Grindle (dalam Nugroho,
2014) bahwa pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari
prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan
yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual
projectes, dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.

2. Konsep Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti
tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau
village diartikan sebagai “a groups of hauses orshops in a country area, smaller
than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-
usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di
Daerah Kabupaten.
Pemerintahan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal
1 tentang desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU Nomor 32 Tahun 2004 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni :
a) kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b) kewenangan lokal berskala Desa;
c) kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dankewenangan lain
yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 24 bahwa
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas :
a) kepastian hukum;
b) tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c) tertib kepentingan umum;
d) keterbukaan;
e) proporsionalitas;
f) profesionalitas;
g) akuntabilitas;
h) efektivitas dan efisiensi;
i) kearifan lokal;
j) keberagaman; dan
k) partisipatif.

3. Konsep Sistem Keuangan Desa


Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lainnya yang terdiri dari Inspektorat
Kementerian/Lembaga/Pemda kembali meneguhkan tekadnya untuk mengawal
keuangan desa agar proses pembangunan desa lebih akuntabel sesuai amanat UU
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penegasan itu terkait dengan rencana
pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun
2017 yang akan diselenggarakan di Jakarta, tanggal 18 Mei 2017. Acara tersebut
akan dihadiri Presiden RI dengan peserta dari APIP Kementerian/Lembaga dan
Pemda, serta perwakilan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah
desa.
Survei yang dilakukan BPKP pada akhir Tahun 2014 menunjukkan bahwa
kondisi desa bervariasi mulai dari pemerintah desa yang minim sarana prasarana
karena kendala supply listrik, hingga pemerintah desa yang sudah maju karena
telah berbasis teknologi (web/internet). Kualitas SDM rata-rata belum memadai
(belum memahami pengelolaan keuangan), karena tingkat pendidikannya yang
bervariasi. Di samping itu, masih terdapat desa yang belum menyusun Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Desa, belum memiliki prosedur yang dibutuhkan untuk
menjamin tertib administrasi dan pengelolaan keuangan serta kekayaan milik
desa, serta belum menyusun laporan sesuai ketentuan. Evaluasi APBDes juga
belum didukung kesiapan aparat kecamatan serta pengawasan belum didukung
SDM memadai di tingkat APIP Kabupaten/Kota.
Saat ini sudah terdapat belasan ribu desa yang membentuk Badan Usaha
Milik /BUM Desa. Di samping Siskeudes, BPKP bersama Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga mengembangkan
aplikasi Sistem Informasi Akuntansi Badan Usaha Milik Desa (SIA BUM Desa)
pada akhir Tahun 2016. SIA BUM Desa dikembangkan untuk membantu
pengelola operasional BUM Desa dalam pengelolaan transaksi akuntansi,
penyusunan laporan keuangan, dan laporan kinerja BUM Desa. Pada tahap awal
pengembangan, SIA BUM Desa telah diimplementasikan pada 15 BUM Desa di
Provinsi Bali. Fitur-fitur yang ada dalam kedua sistem tersebut dibuat sederhana
dan user friendly untuk menyikapi kondisi desa yang bervariasi dan
memudahkan implementasinya. Dengan satu kali proses penginputan sesuai
dengan transaksi yang ada, Siskeudes dan SIA BUM Desa dapat menghasilkan
output berupa dokumen penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Selain dari sisi kemudahan, keduanya juga dilengkapi dengan Sistem
Pengendalian Intern (Built-in Internal Control) dan didukung dengan Petunjuk
Pelaksanaan Implementasi dan Manual Aplikasi. BPKP mendorong APIP untuk
ikut serta dalam Satuan Tugas Pemerintah Daerah dalam implementasi
kebijakan Siskeudes. Sebagai upaya nyata untuk meningkatkan kapabilitas
APIP, BPKP melakukan sinergi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah untuk meningkatkan pengawasan keuangan desa melalui
penyelenggaraan bimbingan teknis dan Focus Group Discussion (FGD) serta
monitoring bersama atas penyaluran dan penggunaan dana desa setiap triwulan.
Di samping itu, BPKP juga bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri
dan KPK dalam melakukan workshop peningkatan kapabilitas APIP dan Unit
Layanan Pengadaan serta membantu Kementerian Keuangan dalam
mengidentifikasi permasalahan penyaluran dan penggunaan dana desa.
Pengawalan keuangan dan pembangunan desa merupakan tugas yang harus
diemban oleh seluruh APIP dengan sebaik-baiknya. Ke depan, jumlah dana yang
digelontorkan ke desa akan semakin besar. APIP sebagai pengawal kebijakan
strategis Presiden, Menteri dan Kepala Daerah dituntut untuk memberikan
rekomendasi yang bersifat strategis agar implementasi UU Desa ini dapat
berjalan dengan baik. Pengawalan desa membutuhkan integrasi yang harmonis
dari seluruh potensi yang ada pada APIP maupun stakeholders lainnya, karena
banyak aspek di desa yang perlu dikawal secara bersama-sama. Sampai dengan
tanggal 31 Desember 2019, implementasi Siskeudes telah mencapai 95,06% dari
seluruh desa di Indonesia. Aplikasi Siskeudes telah diimplementasikan pada
71.249 desa di 417 Kabupaten/Kota dari 74.954 desa di 434 Kabupaten/Kota.
Sedangkan bimbingan teknis Aplikasi Siskeudes telah dilaksanakan pada 73.751
desa di 430 Kabupaten/Kota atau 98,40% dari 74.954 di 434 Kabupaten/Kota.
Infografis implementasi Siskeudes sebagai berikut:

( Sumber : http://www.bpkp.go.id )

4. Konsep Alokasi Dana Desa


Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh
dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa, Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan
yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa yang bersumber pada
APBN bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui Anggaran Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Upaya
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan
Peraturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa bahwa :
1) Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
2) Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa
dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa
yang dipisahkan. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan desa mempunyai kewenangan:
a) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
b) menetapkan PTPKD;
c) menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan
desa;
d) menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam
APBDesa; dan
e) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
APBDesa
f) Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa,
dibantu oleh PTPKD.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan jenis
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah suatu langkah penelitian yang
memperoleh datanya melalui kata-kata deskriptif tidak diperoleh melalui prosedur statistik
atau bentuk hitungan lainnya. Sementara metode kualitatif dipengaruhi oleh paradigma
naturalistik-interpretatif Weberian, perspektif post-positivistik kelompok teori kritis serta
postmodernisme seperti dikembangkan oleh Baudrillard, Lyotard, dan Derrida (Cresswell,
1994). “Gaya” penelitian kualitatif berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami
maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat memperhatikan proses,
peristiwa dan otentisitas.
Penelitian kualitatif lebih mengutamakan penggunaan logika induktif dimana
kategorisasi dilahirkan dari perjumpaan peneliti dengan informan di lapangan atau data-
data yang ditemukan. Aspek yang dilihat bagaimana implementasi Kebijakan Sistem
Keuangan Desa (Siskeudes) dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa, yaitu menggunakan
teori Edward III yang terdiri dari empat variabel yakni, komunikasi, sumberdaya,
disposisi/sikap dan struktur birokrasi. Adapun alasan dalam memilih teori ini menurut
peneliti bahwa teori Edward III ini yang sangat relevan sebagai alat analisis. Sumber data
dalam penelitian ini adalah wawancara langsung dengan informan. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah wawancara ke lapangan, pengumpulan dokumentasi dan
observasi terlibat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Implementasi kebijakan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) di Desa Purwasari
Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
berdasarkan analisis implementasi menggunakan model Edward III bahwa komunikasi
masih kurang efektif antara Bendahara dan Staff Operator Desa. Untuk sumberdaya masih
terdapat permasalahan pada sarana dan prasarana yang masih kurang maksimal yang ada
di Desa Purwasari. Kemudian, disposisi/sikap belum efektif karena minimnya pengetahuan
dan kemampuan dibidang teknologi informasi dan komputer. Dan struktur birokrasi
menunjukan kurang efektif, karena tidak adanya kolaborasi antara Bendahara dengan
pengelola aplikasi Siskeudes.
Adapun penjelasan tentang variabel-variabel dari teori implementasi kebijakan Edward
III dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Komunikasi (Communications)
Komunikasi merupakan faktor terpenting implementasi kebijakan Siskeudes
dikarenakan pihak Desa harus terus berkoordinasi (BPD) dengan Badan
Permusyawaratan Desa baik dalam penetapan maupun perubahan APBDes.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat disimpulakan bahwa komunikasi
masih kurang efektif antara pelaksana program Siskeudes yaitu Bendahara dan Staff
Operator Desa.
Pentingnya komunikasi yang baik dalam implementasi kebijakan Siskeudes,
komunikasi yang terbentuk antara Bendahara, Sekertaris Desa dan Kepala Desa serta
Staff Operator Desa juga harus baik karena pada saat mengimplementasikan Siskeudes
banyak unsur yang harus diisi dalam aplikasi tersebut, ketika komunikasi tidak baik
maka akan menjadi kendala pada saat pengisisian aplikasi Siskeudes. Oleh sebab itu,
pada model implementasi kebijakan Edward III ini komunikasi menjadi salah satu
indikator penting sukses tidaknya dalam implementasi suatu kebijakan atau program
pemerintah.
2. Sumber Daya (resources)
Sumberdaya merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan penggunaan
aplikasi siskeudes, dibutuhkan sumberdaya manusia yang mempuni, sarana dan
prasarana yang mendukung. Masih banyaknya sumberdaya manusia yang kurang
berkompeten di Desa Purwasari dan minimnya sarana prasarana mengakibatkan kurang
maksimalnya pengoperasian aplikasi siskeudes. Sumberdaya manusia merupakan faktor
penggerak dalam melaksanakan suatu kegiatan kusunya pengoperasian aplikasi
siskeudes. Selain itu juga mengenai sumberdaya apartur dalam mengoperasikannya
masih di bantu dari pendamping desa yang paham dan ahli dalam pengoperasian aplikasi
siskeudes di karenakan agar dalam pencairan tidak tertinggal dari desa-desa lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa masih minimnya pengetahuan sumberdaya
manusia dan sarana dan prasarana untuk mendukung implementasi aplikasi Siskeudes,
melihat hal ini pemerintah juga tidak tinggal diam karena menurunkan pendamping desa
guna memantau pembangunan desa, baik pembangunan fisik maupun non fisik. Sarana
dan prasarana yang masih kurang maksimal yang ada di Desa Purwasari dalam
mengimplementasikan aplikasi Siskeudes, ini merupakan salah satu kelemahan yang
ada dibeberapa desa yang ada di kecamatan Purwasari yang saat ini masih minimnya
sarana dan prasaran pendukung untuk implementasikan aplikasi Siskeudes. Oleh sebab
itu perlunya pemerintah desa melakukan komunikasi ke Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (DPMD) yang ada di Kabupaten Karawang untuk dapat
mengevaluasi permasalahan yang muncul supaya dapat dilakukan tindakan untuk
memperbaiki sarana dan prasarana.
3. Disposisi/sikap (dispositions atau attitudes)
Suatu kebijakan atau program akan berhasil dengan baik dalam implementasinya
apabila didukung oleh aparat pelaksana, perilaku aparat pelaksana yang positif dan
sesuai dengan prosedur dilakukan berdasarkan prinsip the right man in the right place
dan motivasi aparat pelaksana dalam bekerja sangat tinggi serta sikap masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor disposisi/sikap dalam implementasi
kebijakan Siskeudes di Desa Purwasari belum efektif. Belum efektifny kinerja apartur
dalam mengoprasikan aplikasi Siskeudes dikarenakan minimnya pengetahuan dan
kemampuan dibidang teknologi informasi dan komputer. Karena sampai saat ini
indikator disposisi/sikap ini masih kurang efektif. Mungkin dengan membuat trobosan
berupa insetif bagi pengelola Siskeudes di Desa Purwasari, secara tidak langsung dapat
memberikan dampak yang baik kepada tingkat motivasi pengelola Siskeudes sebagai
pelaksana.
Insentif yang diberikan Kepala Desa yang menarik dapat menumbuhkan etos kerja
pelaksana aplikasi Siskeudes, apabila para pelaksana sudah memiliki etos kerja otomatis
mereka akan giat belajar aplikasi tersebut supaya meraka dapat melaksanakan aplikasi
Siskeudes sesuai denga standar operasional prosedur yang berlaku. Dengan demikian
para pelaksana tidak lagi menyuruh orang lain untuk mengerjakan tugasnya sebagai
pelaksana aplikasi tersebut.
4. Struktur Birokrasi (bureucratic structure)
Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan memegang peranan yang sangat
penting, karena berkaitan dengan prosedur, sistem kerja, pembagian kerja, wewenang
dan koordinasi antar instansi. Tidak bedanya dengan implementasi kebijakan Siskeudes
harus sesuai dengan prosedur, dengan sistem kerja yang baik, pembagian kerja,
wewenang koordinasi antar instansi harus dilakukan dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pentingnya kolaborasi antar stakeholders untuk meningkatkan
implementasi kebijakan Siskeudes di Desa Purwasari. Kolaborasi merupakan faktor
penting dalam menyukseskan program pemerintah.
Memperhatikan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Struktur birokrasi dalam
penerapan Siskeudes masih kurang efektif, karena pengelola aplikasi Siskeudes ini yaitu
Operator Desa yang tidak lain adalah anak dari Kepala Desa Purwasari, karena hal
tersebut terkadang masih tergolong tidak peduli bagaimana prosesnya dan sering
bekerja dirumah. Tidak ada nya kolaborasi antara pengelola aplikasi siskeudes dengan
bendahara, sehingga terkait dengan pelaporan baik itu anggaran mauapun yang lain-lain
Bendahara desa tidak dilibatkan. Seharusnya apabila struktur birokrasi itu baik, maka
sebagai pimpinan Kepala Desa lebih proaktif terhadap kelemahan-kelembahan yang ada
disetiap divisi, sehingga dapat membuat inovasi supaya tujuan organisasi dapat tercapai.
PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD)
Pengelolaan alokasi dana desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan
keuangan desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Perlu diketahui
bahwa alokasi dana desa bukan merupakan bantuan melainkan dana bagi hasil atau
perimbangan antara pemerintah kabupaten/kota dengan desa sebagai wujud dari pemenuhan
hak desa untuk penyelenggaran otonomi desa.
Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang adalah salah satu desa yang
menerima alokasi dana desa pada tahun 2022 ini dengan jumlah yang tidak sedikit. Dimana
dana tersebut harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan agar
dana tersebut bisa sampai pada tujuannya. Alokasi dana desa digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan
kemasyarakatan. Alokasi dana desa harus diprioritaskan untuk pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat (PP No. 60 Tahun 2014 Pasal 19). Pembangunan desa adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan ADD meliputi tiga kegiatan utama yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan laporan pertanggungjawaban.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengelolaan alokasi dana desa di Desa Purwasari
pada tahun 2022 adalah sekitar RP 1,156,132,000 dibagi menjadi 3 tahap dalam
penyalurannya, tahap I 40%, tahap II 40%, dan tahap III 20%. Sejak pandemi Covid-19
pemerintah Desa Purwasari memprioritaskan pengelolaan alokasi dana desa terhadap
penanganan pandemi Covid-19 terutama Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada Kelompok
Penerima Manfaat (KPM) sejak tahun 2020. Sehingga mengakibatkan beberapa
pembangunan infrastruktur seperti pengecoran jalan, peningian jalan, pembangunan
drainase saluran air dan lain-lain yang tadinya anggarannya sekitar 80% dari alokasi dana
desa menjadi berkurang diakibatkan Desa Purwasari lebih memprioritaskan untuk
penanganan pandemi Covid-19. Berikut adalah rincian Alokasi Dana Desa di Desa
Purwasari tahun 2022 yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Besaran Pagu Anggaran Alokasi Dana Desa Tahun 2022


Desa Purwasari
Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang

Pagu Besaran Tahapan


Anggaran
Tahap I Tahap II Tahap III
40% 40% 20%
Desa 1,156,132,000 BLT/5 bln BLT/5 bln BLT/5 bln
Purwasari Penanganan Ketahanan Infrastruktur
Covid Pangan
Ketahanan Pendidikan
Pangan dan
Kesehatan
Tata Kelola
Infrastruktur

Jumlah Pagu 462,452,800 462,452,800 231,226,400

Keterangan Rincian :
BLT 464,400,000
Penanganan Covid 92,490,560
Kebutuhan Pangan 231,226,400
Tata Kelola 4,350,000
Fisik 308,919,040
Pendidikan dan Kesehatan 54,746,000
JUMLAH PAGU 1,156,132,000

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis implementasi kebijakan menggunakan teori Edward III dapat
disimpulkan bahwa :
 Indikator komunikasi masih kurang efektif antara pelaksana program Siskeudes yaitu
Bendahara dan Staff Operator Desa.
 Indikator sumberdaya masih terdapat permasalahan pada sarana dan prasarana yang
masih kurang maksimal yang ada di Desa Purwasari dalam mengimplementasikan
aplikasi Siskeudes. Hal ini merupakan salah satu kelemahan yang ada dibeberapa
desa yang ada di Kecamatan Purwasari yang saat ini masih minimnya sarana dan
prasarana pendukung untuk mengoperasikan apikasi Siskeudes.
 Indikator disposisi/sikap dalam implementasi aplikasi siskeudes di Desa Purwasari
belum efektif. Belum efektifnya kinerja apartur dalam mengoperasikan aplikasi
Siskeudes dikarenakan minimnya pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi
informasi dan komputer.
 Indikator Struktur Birokrasi menunjukan kurang efektif, karena pengelola aplikasi
Siskeudes ini yaitu Operator Desa yang tidak lain adalah anak dari Kepala Desa
Purwasari, karena hal tersebut terkadang masih tergolong tidak peduli bagaimana
prosesnya dan sering bekerja dirumah. Tidak ada nya kolaborasi antara Bendahara
dengan pengelola aplikasi Siskeudes, sehingga terkait dengan pelaporan baik itu
anggaran mauapun yang lain-lain Bendahara desa tidak dilibatkan.

Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Purwasari yang pertama, masih memfokuskan
terhadap penanganan pandemi Covid-19 terutama Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada
Kelompok Penerima Manfaat (KPM) sejak tahun 2020. Sehingga mengakibatkan beberapa
pembangunan infrastruktur seperti pengecoran jalan, peninggian jalan, pembangunan
drainase saluran air dan lain-lain yang tadinya anggarannya sekitar 80% dari Alokasi Dana
Desa menjadi berkurang diakibatkan Desa Purwasari lebih memfokuskan Alokasi Dana
Desa untuk penanganan pandemi Covid-19. Yang kedua, rendahnya partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa tersebut serta kurangnya pemamahan masyarakat
terhadap kebijakan Alokasi Dana Desa, terutama dalam perencanaan pembangunan di Desa
Purwasari masih belum sepenuhnya masyarakat mengetahui tentang perencanaan
pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam peruntukannya untuk apa saja, salah satunya yaitu
pembangunan fisik yang bersumber dari dana Alokasi Dana Desa.

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan rekomendasi pada
impelementasi kebijakan Sistem Kuangan Desa dalam pengeloaan Alokasi Dana Desa (Studi
di Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang) sebagai berikut:
 Meningkatkan sarana dan prasarana desa penunjang penggunaan aplikasi Siskeudes
dengan memanfaatkan APBDes.
 Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki skil dibidang teknologi
dan informasi, pemerintah daerah atau provinsi melalui Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa dapat mengevaluasi teknik pelatihan atau workshop yang
selama ini dianggap belum efektif bagi aparatur desa.
 Pemerintah pusat dapat membuat kebijakan rekrutmen aparatur desa secara terbuka
dengan menggunakan atau mengabungkan aparatur desa dengan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) supaya aparatur desa dapat lebih
berkualitas.
 Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang pengelolaan Alokasi Dana Desa
serta sumber-sumber keuangan desa yang terbaru beserta fungsi-fungsi dari setiap
anggaran sehingga, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
keuangan desa baik pada tahap perencanaan sampai pada tahap pengawasan. Hal ini
sangat penting mengingat jumlah dana yang besar dapat membuat pelaksananya
terjerat pada kesalahan-kesalahan. Sosialisasi tersebut dapat melalui beberapa
kesempatan maupun dapat disampaikan dalam rapat dan dapat dibuatkan poster
tentang mekanisme pengelolaan keuangan desa di Kantor Desa. Selain meningkatkan
partisipasi masyarakat tercipta pula transparansi dalam pengelolaan keuangan desa

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Sulistyowati, S. (2019). Implementasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) Studi Kasus


pada Desa Besuki Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Jember).

Slamet, A. N., Ogotan, M., & Londa, V. (2017). IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


ALOKASI DANA DESA (Suatu Studi di Desa Kalasey Dua Kecamatan
Mandolang Kabupaten Minahasa). Jurnal Administrasi Publik, 3(046).

Wibowo, H. T., Triyanto, D., & Sutojo, A. (2020). Implementasi Aplikasi Sistem
Keuangan Desa (SISKEUDES) 2.0 Di Desa Guru Agung 1 Kecamatan Kaur Utara
Kabupaten Kaur. Journal of Social Politics and Governance (JSPG), 2(2), 152-
165.

Nafidah, L. N., & Suryaningtyas, M. (2016). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana


Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan Dan Pemberdayaan
Masyarakat. BISNIS: Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 3(1), 214-239.

Rompas, J. F., Pati, A. B., & Lengkong, J. P. (2017). Implementasi Kebijakan


Pengelolaan Keuangan Desa di Kecamatan Langowan Utara Kabupaten
Minahasa. Jurnal Eksekutif, 1(1).

Skripsi

Risna Siti L, 2021. “PENERAPAN SISTEM KEUANGAN DESA (SISKEUDES)


TENTANG LAPORAN REALISASI ANGGARAN (STUDI KASUS PADA
KANTOR DESA BORONGTALA KECAMATAN TAMALATEA) “. Skripsi.
Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar

Website

https://www.bpkp.go.id/sakd/konten/2448/leaflet-simda-desa.bpkp (diakses pada tanggal


2 Maret 2022)
Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Bupati Karawang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan


Keuangan Desa.

Peraturan Bupati Karawang Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Pedoman


Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Karawang.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang


Desa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Anda mungkin juga menyukai