sebelum islam
Keadaan tersebut menyebabkan peperangan antara Yahudi dan Kabilah Arab yaitu Aus dan
Kahzraj. Banyak pemimpin Yahudi yang meninggal, sehingga kekuasaan Yatsrib jatuh ke
tangan Aus dan Khazraj. Sebelumnya, kondisi Aus dan Khazraj merupakan buruh. Peraluhan
kekuasaan Yatsrib merupah kedua suku menjadi suku yang menonjol.
Dalam kondisi seperti itu, bangsa Yahudi memiliki peluang untuk memperbesar perdagangan
dan kekayaan mereka. Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali.
Sehingga di Yatsrib terdapat 3 kekuatan yang mengendalikan Madinah, yaitu kabilah Aus,
Kabilah Kahzraj, dan bangsa Yahudi. Ketiganya telah siap tempur dan hidup dalam suasana
perang yang tiada hentinya
Di samping perebutan kekuasaan di antara 3 kabilah tersebut, konflik muncul karena adanya
perbedaan agama. Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj memeluk agama Watsani (menyembah
berhala), agama yang tersebar di Memmah. Sedangkan bangsa Yahudi sebagai Ahlul Kitab
(penganut al-Kitab) mempercayai keesaan Tuhan (monoteisme). Oleh karena itu, orang-orang
Yahudi sangat mencela Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj yang dipandangnya sebagai kaum
kafir.
Sama halnya dengan penganut agama watsani di Jazirah Arabia, pada bulan tertentu,yaitu
Dzulhijjah, mereka melakukan ziarah ke kota Mekkah. Mereka melakukan peribadatan dan
penyembahan berhala yang ada di seputar Ka’bah. Ziarah ke kota Makkah biasanya
dilakukan secara berombongan, baik dari kalangan Kabilah Aus maupun Kabilah Khazraj.
Akan tetapi adanya hubungan sosial yang terjadi antara orang-orang Yahudi yang menetap di
Madinah dengan orang-orang dari Kabilah Aus dan Kabilah Khazraj, sedikit banyak telah
menyebabkan pemikiran keagamaan Yahudi dapat diketahui dan diserap oleh mereka.
Keadaan ini menyebabkan Kabilah Aus dan Khazraj lebih mudah memahami ajaran
keagamaan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. dibanding penduduk Makkah.
Kondisi politik mekkah sebelum
islam
mereka treaniaya maka seluruh anggota – anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan
mereka’’ tolong saudara baik dia menganiaya atau teraniaya.’’
Pada hakikatnya kabilah – kabilah ini mempunyai pemuka – pemuka yang memimpin kabilah masing
– masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah di satuan
fanatisme, adanya memfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari
luar kabilah.
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah harus
mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai ataupun perang. Dia
mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti layaknya pemimpin dictator yang
perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin murka, sekian ribu mara pedang ikut bicara,
tanpa perlu bertanya apa yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem dictator. Banyak hak yang terabaikan rakayat bisa
diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan pendapatan bagi
pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya – foya mangumbar syahwat,
bersenang – senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan
kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi kezjhaliman dari segala sisi.rakyat hanya bisa merintih
dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa mengadakan
perlawanan sedikitpun.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman
kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah
hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan
orang lain, hingga tak jarang mereka mencari – cari orang yang siap memberikan sanjungan dan
pujaan tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi
penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan
kedudukan orang – orang yang sedang bersaing mencari simpati.