Anda di halaman 1dari 4

A.

Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN) menyebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan pelaksanaan cita-cita bangsa
dan mewujudkan tujuan Negara, perlu dibangun Aparatur Sipil Negara yang memiliki
integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat, serta mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat pemersatu
bangsa dan kesatuan Negara Republik Indonesia yang berdasakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 01 Tahun
2021, menetapkan bahwa CPNS wajib mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar
(Diklatsar). Sistem diklatsar memadukan pembelajaran di tempat pelatihan dan
ditempat kerja, serta dituntut setiap peserta untuk mengaktulisasikan nilai–nilai dasar
profesi ASN yaitu BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif). Dalam rangka mencapai tujuan nasional,
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai abdi negara mempunyai peran penting.
Peran tersebut juga diemban oleh ASN yang bertugas di bidang kesehatan
diantaranya apoteker.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasiaan di Puskesmas bahwa apoteker dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan kefarmasiaan di Puskesmas meliputi standar pengolahan sediaan farmasi,
alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif
untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya.
1. Kondisi Sekarang
Penerapan sistem FIFO/FEFO dalam pengelolaan sediaan farmasi di gudang
farmasi Puskesmas Pangandaran masih belum optimal sehingga memungkinkannya
pemberian obat yang mendekati masa kadaluarsa atau telah kadaluarsa, dan masa
kadaluarsa sediaan farmasi yang baru datang tidak selalu lebih lama dari pada stok
sediaan farmasi yang telah tersedia di gudang farmasi meskipun dengan kandungan
dan dosis yang sama.
Tabel 1.1 Daftar Obat Emergency di Ruang Persalinan
Ruangan Nama Obat Jenis Obat yang
Wajib Tersedia
Sulfas Atropin
Efineprin
Lidocain
Oksitosin
Injeksi Methylergometrin
Maleate
Persalinan MgSO4 40%
Vit K (Neo)
Kalsium Glukonas
Methylergometrin
Maleate
Tablet
Methyldopa
Nifedipine

Namun yang terjadi dilapangan masih belum optimalnya


ketersediaan obat-obat emergency dan pengendaliannya yang belum
tercatat secara baik dan benar. obat yang menyatakan tidak ada
perbedaan yang signifikan.

1. Kondisi yang diharapkan


Tersedianya obat-obat emergency yang ada di ruang persalinan,
dan adanya pengendalian stok obat-obat tersebut dengan melakukan
pencatatan pengeluaran dan pemasukan obat-obat emergency serta
pengecekan tanggal kadaluarsa obat. Oleh karena itu, untuk
mengoptimalkan pencatatan dan pelaporan obat-obat emergency maka
dapat dilakukan dengan monitoring setiap hari atau pada setiap
pergantian shift.
2. Isu yang diangkat
Berdasarkan hasil observasi penulis melaksanakan tugas dalam
pemberian pelayanan Kesehatan, masalah yang belum optimal di BLUD
Puskesmas pangandaran, antara lain:
a. Kurang optimalnya Apoteker dalam pelaksanaan visite dan
pendokumentasiannya.
Alasannya tidak adanya jadwal visite untuk setiap apoteker yang akan
melakukan visite .
b. Kurang optimalnya ketersediaan obat-obat emergency dan
pengendaliannya.
Alasannya kurangnya monitoring ketersediaan obat-obat emergency
serta tidak terkendalinya obat-obat emergency.
c. Kurang optimalnya penataan gudang farmasi.
Alasannya terdapatnya perbekalan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang menumpuk dan belum tertata dengan baik.

Dari isu tersebut akan diambil satu masalah untuk diangkat


menjadi sebuah rancangan aktualisasi. Metode yang digunakan untuk
penetapan isu tersebut adalah analisis isu berdasarkan USG. Penjelasan
mengenai Urgency, Seriousness, dan Growth (USG) adalah sebagai
berikut :
a. Urgency (U) Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
b. Seriousness (S) Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan
dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah
yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan
masalah– masalah lain kalau masalah isu tersebut tidak dipecahkan.
c. Growth (G) Seberapa besar kemungkinan isu tersebut menjadi
berkembang dan menimbulkan masalah baru.
Tabel 1.2 Analisis Isu
Indikator Total
No Identifikasi Isu Prioritas
U S G
Skor
1.
Kurang optimalnya 3 3 2 8 3
Apoteker dalam
pelaksanaan visite dan
pendokumentasiannya
2 Kurang optimalnya
4 4 4 12 1
ketersediaan obat-obat
emergency dan
pengendaliannya
3 Kurang optimalnya
3 4 3 10 2
penataan gudang farmasi

Keterangan:
5=Sangat Tinggi
4=Tinggi
3=Cukup
2=Rendah
1=Sangat Rendah

Berdasarkan hasil analisa prioritas masalah menggunakan USG


di atas diperoleh hasil bahwa yang menjadi masalah prioritas dengan total
skor 12 dan sebagai isu yang diangkat “Kurang optimalnya
ketersediaan obat-obat emergency dan pengendaliannya”.
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk membuat gagasan
pemecahan isu “Kurang optimalnya ketersediaan obat-obat
emergency dan pengendaliannya”.

Anda mungkin juga menyukai