Anda di halaman 1dari 2

Wanita Sebagai Pionir Lahirnya Generasi Terbaik

Risma Zuhdyah*

Wanita hakikatnya adalah makhuk yang istimewa dengan segala kemuliaan yang sudah Allah
ciptakan sedemikian rupa. Mereka dimuliakan dan diberikan hak-hak khusus dalam Islam. Dan di
antara bukti kecintaan Nabi Muhammad Saw kepada kaum wanita adalah nasihat yang selalu
disampaikan kepada umat Islam agar menjaga dan menghormatinya. Sebab wanita merupakan
makhluk yang unik, tidak dapat diperlakukan kasar dan tidak bisa pula dibiarkan.

Sejarah telah merekam tentang jejak para wanita yang memiliki pengaruh besar dalam peradaban
Islam. Khadijah, Ummul Mu’minin. Adalah wanita pertama yang mendapat hidayah dari Allah untuk
memperteguh imannya dengan masuk Islam. Ada juga Asiah istri Raja Fir’aun, seorang wanita yang
taat dan tetap kokoh memeluk agama Allah walaupun suaminya senantiasa mengaku-ngaku sebagai
Tuhan. Ada Surat Maryam yang khusus menyinggung tentang kesucian dan kehebatan seorang
wanita dari sebuah keluarga teladan terbaik ‘Keluarga Imran’. Wanita itu bernama Maryam.

Sebuah kisah menarik dari salah satu imam dari empat imam madzhab. Imam Malik Ra. Saat masih
kecil, Imam Malik kesehariannya hanya bermain-main saja. Maka Ibu Imam Malik berfikir bagaimana
agar Imam Malik mencintai ilmu, maka dari itu dibelilah jubah menyerupai jubah Muhammad ibn
Syihab Dini Zuhry (merupakan muhaddist, ulama besar, dikenal oleh fuqaha dan para ulama). Orang
tua Imam Malik akan memberinya jubah itu saat Imam Malik hadir di majlis ilmu, menghafal Al-
Qur’an dan sungguh-sungguh dalam belajar. Oleh karena itu Imam Malik sangat bersemangat dalam
belajar, hadir di majelis ilmu, dan menghafal Al-Qur’an agar mendapatkan jubah itu. Dengan
kesungguhannya akhirnya Imam Malik mendapatkan jubah itu, bahkan ia telah menjadi ulama besar.

Betapa kaum Muslimah memiliki potensi luar biasa dalam membangun sebuah kultur sosial yang
baik di masyarakaat, minimal memulainya dalam keluarga mereka sendiri. Sekolah utama dalam
keluarga berawal dari didikan seorang ibu. Ibu sebagai madrasatul ula, bukan hanya pintar
memerintah namun juga harus bisa menjadi uswatun hasanah yang bisa mendidik anak-anaknya
sosial agar meraih predikat sukses tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat kelak.

Seorang anak merupakan peniru ulung. Maka hendaklah berhati-hati dalam bersikap maupun
bertutur kata, terutama seorang ibu. Karena jiwa dan kepribadian seorang ibu akan lebih melekat
dalam pikiran seorang anak bahkan hingga ia dewasa. Selain mengajarkan sesuatu melalui
keteladanan, seorang ibu harus cerdas mendidik anaknya, secara garis besar ada tiga tahap yang
paling utama diterapkan dalam mendidik anak.

Pertama, penanaman aqidah. Inilah pondasi utama yang harus dikuatkan. Hal ini bisa dilakukan
dengan mengajarkan ajaran-ajaran keimanan kepada anak, mengenalkan siapa yang menciptakan
dirinya dan alam semesta beserta isinya. Mengenalkan tanda-tanda kekuasaan Allah, mengenalkan
tentang para rasul yang harus diimani, mengenalkan Al-Quran sebagai pedoman hidup, sehingga
tumbuh rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum ia belajar mencintai orang lain, dan
keluarganya sendiri.

Kedua, mendidik untuk berakhlaq. Perlu diiketahui bahwa akhlaq yang baik merupakan buah dari
penanaman aqidah. Ketika anak sudah diajarkan untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta merasa
bahwa selalu ada yang mengawasi gerak-geriknya, maka anak akan lebih mudah untuk merespon
hal-hal positif. Betapa seorang ibu mempunyai peran besar dalam hal ini, yakni dengan mengajarkan
adab berbicara dengan orang tua, guru, teman sebaya, maupun teman di bawah usianya. Juga adab
ketika makan, minum, belajar di majelis ilmu, dan lainnya.

Ketiga, mengajarkan anak bagaimana mencintai ilmu, serta bisa mengamalkannya. Karena ilmu
merupakan sesuatu yang mulia, maka cara untuk mendapatkannya harus benar-benar diperhatikan.
Adab menuntut ilmu menurut Imam Syafi’i adalah tawadhu’ dan selalu menghormati orang yang
mengajarkan ilmu tersebut. Kemudian berusaha untuk menjauhi perbuatan maaksiat, dan
senantiasa bertaqwa. Dan kunci agar ilmu itu bermanfaat adalah diamalkan. Hal tersebut dapat
dimulai dari lingkup keluarga, yakni bagaimana bisa menciptakan nuansa keilmuan dalam lingkungan
rumah. Dengan demikian akan lebih mudah untuk mewujudkan sebuah generasi yang dapat
mewarisi kealiman, ilmu, dan akhlaq para ulama.

Sebuah pepatah Arab popular mengatakan, “Al-Mar’ah ‘Imad al-Bilad. Idza Shaluhat Shaluha al-Bilad,
wa idza Fasada Fasada al-Bilad” (Perempuan adalah pilar Negara, bila baik, maka Negara akan
menjadi baik. Bila ia rusak, maka hancurlah Negara). Kata ‘shaluha’ atau ‘shalih’ secara literal
bermakna kukuh, baik, damai, sesuai dan sebagainnya. Dengaan begitu makna ‘shaluha’ tidak
terbatas pada aspek kebaikaan moral personal, tetapi juga kebaikan moral sosial, cerdas dan mampu
beraktualisasi dalam segala ruang.

Banyak wanita-wanita tangguh dan cerdas yang berhasil mengukir prestasi gemilang dalam sejarah
peradaban Islam. Ibnu Hajar Al-Asqolani, ahli hadist terkemuka dalam bukunya yang berjudul, “Al-
Ishabah fi tamyiz al-Shahabah” menyebut 500 perempuan ahli hadist. Nama-nama mereka juga
diabadikan oleh sejumlah ulama: Imam Nawawi dalam “Tahzib al-Asma wa al-Rijal”, Ibn Sa’d dalam
“Al-Thabaqat”, dan lain-lain. Imam al-Dzahabi, ahli hadist masyhur, penulis buku “Mizan al-I’tidal”,
menyebut 4000 Rijal Hadist, terdiri dari laki-laki dan prempuan. Ia selanjutnya mengataakan “Ma
‘Alimtu min al-Nisa Man Uttuhimat wa la man Turikha Haditsuha” (Aku tidak mengetahui ada
perempuan yang cacat daalam periwayataannya dan tidak pula ada yang tidak dipakai hadistnya).

Beberapa poin di atas dapat membuktikan bahwa wanita memiliki peran penting dalam
terbentuknya kualitas suatu generasi. Tak dapat dipungkiri bahwa kunci perbaikan suatu bangsa
berada di titik pemudanya, kunci perbaikan seorang pemuda berawal dari keluarga. Dan dalam
keluarga, kunci itu berawal dari perbaikan wanitanya. Maka apabila kita memperbaiki kualitas
wanitanya, berarti kita telah mempersiapkan lahirnya generasi terbaik. * Alumni santri Al Azhar
Mesir

Anda mungkin juga menyukai