Anda di halaman 1dari 12

KASUS: 1.

HYPOFUNGSI OVARIUM

2. CORPUS LUTEUM PERSISTEN

3. KISTA OVARI

4. DISTOKIA

5. RETENSI PLASENTA

6. PROLAPSUS VAGINA

7. ABORTUS

MAHASISWA PROGRAM PPDH :

1. ANDI HASRAWATI (C034 17 1002)

2. MULIANI (C034 17 1003)

3. ANDI ATIKAH KHAIRANA (C034 17 1005)

4. RISNA RISYANI (C034 17 1008)

5. ANDI HUSNUL KHATIMAH (C034 17 1032)

6. MUHAMMAD ZULFADILLAH SINUSI (C034 17 1035)

7. DWIPUTERA JAYANEGARA (C034 17 1043)

KELOMPOK DAN ANGKATAN : 2 (DUA) , ANGKATAN II

LOKASI : KABUPATEN SINJAI

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
HYPOFUNGSI OVARIUM

A. DEFENISI
Hypofungsi ovarium merupakan penyebab utama kegagalan reproduksi
pada sapi, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal yang dicirikan
oleh rendahnya kadar hormone gonadotropin terutama FSH yang akan
menyebabkan ovarium tidak berkembang (Suartini et al., 2013).

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Sapi Kelompok Tambak Lahulun
Alamat : Dusun Pattiroang, Desa Barania, Kec. Sinjai Barat
Nama Hewan :-
Spesies : Sapi
Breed : Fresian Holstein
Warna bulu/rambut : Hitam Putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 8 tahun
Berat badan : 400 kg

 Anamnesis
Pernah melahirkan sebanyak 1 kali anak FH, birahi selalu muncul
namun saat dilakukan pemeriksaan palpasi rektal tidak ditemukan adanya
perkembangan folikel. Sudah pernah dilakukan penanganan dengan
pemberian hormone GnRH, namun tidak mengalami perubahan.

 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan secara palpasi rectal ditemukan organ serviks dan
uterus normal, cornua kanan kiri normal, ukuran ovarium kanan dan kiri
berbeda dimana ukuran ovarium kiri

 Diagnosis
Hypofungsi Ovarium Kiri

 Tindakan Penanganan
Perbaikan manajemen pakan

C. PEMBAHASAN
Kejadian hipofungsi ovarium dapat diatasi dengan penyuntikan hormone
gonadotropin dan dengan perbaikan manajemen pemeliharaan dan pemberian
pakan (Suartini et al., 2013).
CORPUS LUTEUM PERSISTEN

A. DEFENISI
Corpus luteum persisten adalah kondisi dimana corpus luteum tidak
mengalami regresi dan tetap tinggal di ovarium dalam jangka waktu yang
lama (lebih dari 1 siklus birahi) meskipun hewan tidak mengalami
kebuntingan.

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Kadir
Alamat : Desa Botolempangan, Kec. Sinjai Barat
Nama Hewan :
Spesies : Sapi
Breed : Brahman Simental
Warna bulu/rambut : Coklat
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2,5 tahun
Berat badan : 400 kg

 Anamnesis
Pernah dilakukan Inseminasi Buatan 6 bulan yang lalu namun tidak
terjadi kebunting.

 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan secara palpasi rectal ditemukan organ serviks dan
uterus normal, cornua kanan kiri normal, Pada ovarium terdapat Corpus
luteum yang tidak mengalami regresi.

 Diagnosis
Corpus Luteum Persisten

 Tindakan Penanganan
Pemberian prostaglandin 5 ml

C. PEMBAHASAN
Penanganan yang dapat dilakukan apabila terdapat corpus luteum yang
bersifat persisten (tidak mengalami regresi) maka dapat diterapi dengan
pemberian PGF2α (Prostaglandin) dan diikuti dengan pemberian GnRH
(Gonadotropin releasing Hormon) untuk meregresi corpus luteum sehingga
siklus estrus kembali normal (Affandhy et al., 2007).
KISTA OVARI

A. DEFENISI
Status ovarium dikatakan apabila mengandung satu atau lebih struktur
berisi cairan dan lebih besar dibanding denga folikel masak. Penyebab
terjadinya sista ovarium adalah gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya
hormon LH) (Affandhy et al., 2007).

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Kelompok Tani Tombak Lahulun
Alamat : Dusun Pattiroang, Desa Barania, Kec. Sinjai Barat
Nama Hewan :
Spesies : Sapi
Breed : Fresian Holstein
Warna bulu/rambut : Hitam Putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 8 tahun
Berat badan : 400 kg

 Anamnesis
Mengalami gangguan siklus estrus telah berlangsung selama 6 bulan,
pernah bunting sebelumnya sebanyak 1 kali.
 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan secara palpasi rectal ditemukan organ serviks dan
uterus normal, cornua kanan kiri normal, Pada ovarium kanan mengalami
pembesaran dan terdapat benjolan yang berisi cairan.
 Diagnosis
Kista Ovari
 Tindakan Penanganan
Pemberian prostaglandin 5 ml

C. PEMBAHASAN
Penanganan kasus kista folikel dilakukan dengan pemberian preparat LH
atau GnRH untuk merangsang ovulasi atau dilakukan pemecahan kista secara
manual melalui palpasi rektal tetapi cara ini dapat menyebabkan terjadinya
radang pada ovarium. Sedangkan penanganan pada kasus kista luteal dapat
dilakukan dengan cara pemberian preparat PGF2α untuk melisiskan sel luteal
diikuti dengan pemberian LH atau GnRH untuk merangsang ovulasi.
DISTOKIA

A. DEFENISI
Distokia merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi
cervik) dan kedua (pengeluaran fetus) lebih lama dan menjadi sulit dan tidak
mungkin lagi bagi induk untuk mengeluarkan fetus (Affandhy et al., 2007).

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Ruslan
Alamat : Dusun Tassoso, Desa Gunung Perak, Kec. Sinjai
Barat
Nama Hewan :
Spesies : Sapi
Breed : Fresian Holstein
Warna bulu/rambut : Hitam Putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 6 tahun
Berat badan : 300 kg

 Anamnesis
Merupakan kebuntingan yang ke 3 kalinya. Kebuntingan pertama
melahirkan anakan FH, kebuntingan kedua fetus mati, kebuntingan ketiga
merupakan anakan Angus. Perejanan muali terjadi pada pukul 05.00
WITA.

 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis


Pada pemeriksaan palpasi rektal, posisi dan postur fetus dalam
kondisi normal dan sudah berada di saluran kelahiran.

 Diagnosis
Distokia

 Tindakan Penanganan
Pemberian prostaglandin secara IM, Traksi Fetus, dan pemberian vitamin

C. PEMBAHASAN
Penanganan yang dapat dilakukan pada penanganan kasus distokia adalah
a. Penanganan konservatif yakni dokter hewan dapat mempertimbangkan
bahwa kasusnya belum memerlukan bantuan dan memutuskan untuk
memberi pasien periode waktu tertentu sebelum melakukan tindakan lebih
lanjut
b. Penanganan manipulatif yakni kelahiran vagina dengan bantuan setelah
perbaikan berbagai maldisposisi fetus.
c. Terapi obat untuk meningkatkan aktivitas miometrial yakni penggunaan
obat ekbolik khusus seperti oksitosin. Terapi kalsium atau glukosa dapat
diperlukan dalam kasus yang diduga terjadi defisiensi.
d. Penanganan bedah yakni pada operasi sesar uterus dibukaa dengan
pembedahan untuk memungkinkan pengambilan anak melalui laparatomi.
RETENSI PLASENTA

A. DEFENISI
Retensi plasenta atau biasa disebut retensi membran fetus yakni
tertahannya membrane fetus pada tahap ketiga kelahiran yang berkelanjutan
melebihi durasi normalnya. Membrane fetus normalnya dikeluarkan dalam
waktu 12 jam setelah kelahiran (Jackson, 2007).

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Ruslan
Alamat : Dusun Tassoso, Desa Gunung Perak, Kec. Sinjai
Barat
Nama Hewan :-
Spesies : Sapi
Breed : Fresian Holstein
Warna bulu/rambut : Hitam Putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 5 tahun
Berat badan : 300 kg

 Anamnesis
Proses kelahiran mengalami distokia dan dilakukan traksi untuk
mengeluarkan fetus. Plasenta tidak keluar selama 24 jam.

 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis


Selaput fetus masih menggantung di vulva dan memiliki bau busuk.

 Diagnosis
Retensi Plasenta

 Tindakan Penanganan
Pelepasan/pengeluaran secara manual, pemberian antibiotik, collibact
bollus 2 bollus.

C. PEMBAHASAN
Retensi membrane fetus atau retensi plasenta disebabkan oleh 3 faktor
utama yakni (Jackson, 2007):
1. Tidak cukupnya dorongan keluar oleh myometrium
2. Kegagalan plasenta memisah dari endometrium.
3. Obstruksi mekanikal termasuk penutupan parsial serviks.
Retensi plasenta lebih sering terjadi pada sapi perah dibandingkan sapi
potong. Kejadian retensi plasenta lebih tinggi setelah kasus-kasus distokia,
dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin A, vitamin E/selenium, kobalt dan
tembaga. Kejadian retensi juga tinggi setelah kelahiran premature termasuk
induksi kelahiran dan abortus.
Penanganan yang dapat dilakukan pada kejadian retensi plasenta yakni
pengambilan manual terhadap membran fetus yang teretensi. Dalam
melakukan pengambilan manual plasenta, sebaiknya mengatur batas waktu
untuk pengambilan, jika plasenta tidak dapat dipisahkan dalam 10 menit usaha
harus dihentikan untuk menghindari kerusakan. Kasus dilihat kembali dalam
48 jam sebelum upaya lebih lanjut dilakukan.
Setelah pengambilan plasenta, pencegahan antibiotik dimasukkan
kedalam uterus, namun upaya ini dapat memiliki keterbatasan penarikan
dalam susu.
Metode lain yang dapat dilakukan dalam penanganan retensi plasenta
yakni dengan pemberian pemberat yang diletakkan pada plasenta.
PROLAPSUS VAGINA

A. DEFENISI
Prolapsus vagina merupakan keluarnya lantai dinding lateral dan
sebagian langit-langit vagina melalui vulva dengan serviks dan uterus yang
tertarik kebelakang (Manan, 2002).

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Arsyad
Alamat : Desa Gunung Perak, Kec. Sinjai Barat
Nama Hewan :
Spesies : Sapi
Breed : Simental
Warna bulu/rambut : Coklat
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2 tahun
Berat badan : 350 kg

 Anamnesis
Kebuntingan pertama kali, merupakan keturunan dari sapi yang
memiliki riwayat prolapsus vagina.

 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis


Adanya vagina yang keluar dari vulva dan menggantung.

 Diagnosis
Prolapsus Vagina

 Tindakan Penanganan
Reposisi, dilakukan penjahitan, injeksi antibiotik vet oxy LA

C. PEMBAHASAN
Penanganan yang dapat dilakukan pada kasus prolaps vagina yakni
terlebih dahulu dilakukan anstesi epidural. Penambahan xylasine pada anastesi
epidural dapat memperpanjang efek anstesi dan menurunkan timbulnya
pengejanan setelah pemasukan. Setelah dilakukan anastesi, prolaps
diidentifikasi, dibersihkan, dilumasi dan direposisi. Bibir vulva dijahit
kemudian jahitan vagina dapat dilepas setelah 7-10 hari (Jackson, 2007).
ABORTUS

A. DEFENISI
Abortus adalah pengeluaran fetus mati yang telah mempunyai ukuran
nyata pada setiap kebuntingan melalui serviks.

B. DESKRIPSI KASUS
 Signalemen
Nama Pemilik : Yusuf
Alamat : Desa Barania, Kec. Sinjai Barat
Nama Hewan :
Spesies : Sapi
Breed : Simental
Warna bulu/rambut : Coklat
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2 tahun
Berat badan : 400 kg

 Anamnesis
Bunting 6 bulan dan merupakan kehamilan pertama. Dikandang yang
sama terdapat anak sapi yang masih dalam tahap penyapihan, dan
menyusu pada sapi bunting tersebut sementara kondisi kandang licin.

 Temuan Klinis/Pemeriksaan Klinis


Terjadi pengeluatran fetus sebelum waktu partus (masa kebuntingan
6 bulan).

 Diagnosis
Abortus

 Tindakan Penanganan
Pemberian Antibiotik
Pemberian vitamin

C. PEMBAHASAN
Penyebab terjadinya abortus dapat diklasifikasikan dalam kelompok-
kelompok sebab-sebab fisik, genetik, nutritif, obat, keracunan, hormonal dan
penyakit (virus, bakteri, fungi dan protozoa).
Sifat faktor penyebab abortus dapat menentukan derajat kerusakan
selaput fetus dan endometrium serta frekuensi sekundinae dan sterilitas
sesudah abortus. Abortus umumnya disebabkan oleh faktor yang
mempengaruhi fetus, selaput fetus, maupun keduanya. Oleh karena itu,
hubungan antara plasenta fetalis dan plasenta maternalis cukup intim. Maka
penyakit yang menyerang plasenta fetalis menyerang juga plasenta maternalis.
Faktor yang menyebabkan stress berat pada induk dapat juga menyebabkan
abortus.
Penanganan pada abortus yang disebabkan karena stress dan trauma fisik
dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, pemberian vitamin ADE,
perbaikan nutrisi dan manajemen perkandangan.
DAFTAR PUSTAKA

Manan, D. 2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Aceh : Universitas Syah Kuala.


Jackson, Peter GG. 2007. Handbook Obstetry Veteriner Edisi Kedua. UGM Press.
Yogyakarta.
Suartini, N. K., I.G.N.B. Trilaksana, dan T..G.O Pemayun. 2013. Kadar Estrogen
dan Munculnya Estrus Setelah Pemberian Buserelin (Agonis GnRH) pada
Sapi Bali ynag Megalami Anestrus Postpartum akibat Hypofungsi Ovarium.
Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Vol. 1 No. 2:40-44.
Affandhy, L.S., W.C. Pratiwi, dan D. Ratnawati. 2007. Petunjuk Teknis
Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Grati Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai