Anda di halaman 1dari 4

TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINIMAL PADA SAYUR

DAN BUAH SELAMA PENYIMPANAN


Kinanty Dilla Huaira
SMK Negeri 1 Brang Ene
Email: humairailla@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknologi pengolahan minimal pada sayur dan buah serta
perubahannya selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental riset. jenis
penelitian secara deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Perlakuan yang diberikan adalah buah apel dicelupkan dalam
larutan gula dan asam askorbat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu p1 (Gula 0 gr : Asam askorbat 0,30 gr), p2 (Gula
60 gr : Asam aksorbat 0,45 gr), p3 (Gula 75 gr : Asam aksorbat 0,60 gr), p4 (Gula 90 gr : Asam aksorbat 0,75 gr).
Parameter yang diamati meliputi parameter oragnoleptik yaitu warna dan tekstur. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu eksperimen dan observasi. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan gula dan
asam askorbat selama penyimpanan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap parameter warna dan tekstur buah
apel yang diuji secara organoleptik. Hasil perlakuan terbaik diperoleh oleh perlakuan p4 (Gula 90 gr : Asam askorbat
0,75 gr) dan perlakuan terendah yaitu ( Gula 0 : Asam askorbat 30). Hal ini dibuktikan dengan parameter warna buah
yang memiliki perubahan paling sedikit setelah penyimpanan yaitu putih kekuningan dengan tekstur yang keras pada buah
apel dengan perlakuan terbaik.

Kata kunci : Buah, Teknologi Pengolahan Minimal, Penyimpanan

PENDAHULUAN
Kesadaran terhadap besarnya manfaat konsumsi buah dan sayur segar terhadap kesehatan
bersama-sama dengan perubahan gaya hidup menyebabkan terjadinya pergeseran trend konsumsi
masyarakat modern. Kebutuhan terhadap konsumsi produk sehat yang lebih beragam dan kurangnya
waktu untuk memasak menyebabkan masyarakat lebih banyak makan di luar rumah. Situasi ini
menyebabkan popularitas dari produk yang diolah minimal (minimally processed) juga meningkat.
Proses minimal (minimally processed) bahan pangan merupakan usaha penyiapan dan
penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran bahan dan lebih mudah dikonsumsi. Tujuan
utama proses minimal adalah mempertahankan kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi dan
menjamin umur simpan produk memadai untuk area konsumen tertentu. Usaha-usaha untuk
memperpanjang umur simpan produk teknologi pengolahan minimal adalah penyimpanan pada suhu
rendah, penambahan bahan tambahan makanan, penggunaan teknik CAS (Controlled Atmosphere
Storage) atau MAS (Modified Atmosphere Storage). Kelayakan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat
diperpanjang dengan penurunan suhu karena dapat menurunkan reaksi dan penguraian kimiawi oleh
bakteri (Cicilia, 2017).
Berkembangnya proses minimal produk hortikultura disebabkan oleh kebutuhan masyarakat
akan produk buah-buahan dan sayuran segar yang lebih mudah untuk digunakan atau dikonsumsi.
Beberapa contoh produk proses minimal yang dijumpai di pasaran adalah potongan buah yang dikemas
(satu jenis maupun campuran), durian yang sudah dikupas, kentang yang sudah dikupas dan dipotong-
potong, potongan sayuran, bawang putih yang sudah dikupas dan produk lainnya. Produk proses
minimal banyak dijumpai di pasar-pasar swalayan, rumah makan cepat saji (salad dan buah-buahan)
dan jasa catering. Proses minimal berdampak pada meningkatnya perishabilitas produk hortikultura.
Sehingga diperlukan teknik-teknik penanganan proses minimum untuk memperpanjang umur simpan
produk (Antara, 2007). Sehingga dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengolahan minimal
pada buah serta pengaruhnya selama penyimpanan.

1
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Ruang Praktik Siswa (RPS) SMK Negeri 1 Brang Ene Kabupaten
Sumbawa Barat pada bulan September 2022. Penelitian ini merupakan eksperimental riset d engan
menggunakan jenis penelitian secara deskriptif dan pendekatan kuantitatif. Variabel penelitian ada
dua yaitu variabel bebas (perbandingan jumlah gula dan asam askorbat) dan variabel terikat (masa
penyimpanan suhu rendah). Adapun perlakuan pada penelitian ini yaitu p1 (Gula 0 gr : Asam askorbat
0,30 gr), p2 (Gula 60 gr : Asam aksorbat 0,45 gr), p3 (Gula 75 gr : Asam aksorbat 0,60 gr), p4 (Gula 90
gr : Asam aksorbat 0,75 gr). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksperimen dan
observasi (data organoleptik dengan pengamatan warna dan tekstur setiap perlakuan).

Bahan dan alat penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, gula pasir, asam askorbat,
plastik polyethylene dan buah apel. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
digital, gelas ukur, lemari pendingin, talenan, pisau dapur, piring plastik dan baskom.

Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dikupas buah apel dan dipotong menjadi 4 bagian menggunakan pisau.
3. Dicelupkan apel ke dalam 500 mL aquades yang telah dilarutkan gula pasir dengan konsentrasi
yang berbeda-beda yaitu 0%, 60%, 75% dan 90% yang telah ditambahkan asam askorbat dengan
konsentrasi yang berbeda-beda juga yaitu 0,2%, 0,3%, 0,4% dan 0,5% dengan lama pencelupan
selama 2 menit.
4. Ditiriskan dan diletakkan buah apel dalam piring styrofoam dan ditutup dengan plastik polyethylene
dengan rapat.
5. Dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 7 hari dan dilakukan pengujian terhadap tekstur dan
uji warna.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kebutuhan masyarakat akan buah dan sayuran segar yang bermutu, bebas bahan pengawet, serta
yang nyaman dan siap dikonsumsi semakin meningkat. Tantangan ini mendorong penyediaan buah dan
sayuran yang diproses dengan pengolahan secara minimalis. Istilah minimalis ini merujuk pada teknik
penanganan pengawetan dan pengolahan yang sangat minimal dengan tidak menerapkan teknik
penanganan berefek kuat seperti sterilisasi atau penggunaan bahan pengawet, melainkan hanya dengan
menerapkan peyimpanan dingin, pengemasan yang termodifikasi dan penanganan yang higienis.
Pengolahan minimal buah dan sayur mengalami proses fisiologis yang berlanjut termasuk respirasi,
diikuti perubahan fisiologi seperti proses pelunakan jaringan, penurunan kadar asam-asam organik,
perubahan warna, kehilangan senyawa-senyawa mudah menguap yang berperan dalam pembentukan
aroma. Perubahan fisiologis yang tidak terkontrol dengan baik akan mempercepat proses penurunan
mutu yang akan berakhir dengan penuaan jaringan hingga kebusukan (Antara, 2007).
Proses minimum (minimally processed) produk hortikultura merupakan usaha penyiapan dan
penanganan produk untuk mempertahankan kesegaran alami dan lebih mudah digunakan atau
dikonsumsi oleh konsumen. Tujuan utama proses minimum produk hortikultura adalah mempertahankan
kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi dan menjamin umur simpan produk memadai untuk area
konsumen tertentu. Penyiapan dan penanganan produk tersebut meliputi pembersihan (cleaning),
pencucian (washing), trimming atau peeling, coring, slicing, shredding dan pengemasan. Beberapa
istilah digunakan untuk proses minimum produk hortikultura, seperti proses ringan (lightly processed),
proses sebagian (partially processed), proses segar (fresh processed) dan proses awal (preprepared)
(Sugiar, 2010).

2
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengolahan minimal pada sayur dan buah serta
perubahan yang terjadi selama penyimpanan. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Teknologi Pengolahan Minimal Buah Apel
Asam Parameter
Gula
p askorbat Warna Tekstur
(gr)
(gr) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 0 0,30 Putih segar Kuning kecoklatan Keras Keras
2 60 0,45 Putih segar Putih kecoklatan Keras Keras
3 75 0,60 Putih segar Kuning bercak coklat Keras Keras
4 90 0,75 Putih segar Putih kekuningan Keras Keras
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil untuk buah apel konsentrasi gula 0 gr sebelum
penyimpanan, memiliki warna putih segar dan bertekstur keras. Kemudian setelah penyimpanan selama
7 hari buah apel tersebut berubah warna menjadi kuning kecoklatan dan bertekstur keras. Hasil untuk
buah apel konsentrasi 60 gr sebelum penyimpanan yaitu memiliki warna putih segar dan bertekstur
keras. Kemudian setelah penyimpanan selama 7 hari buah apel tersebut berubah warna menjadi putih
kecoklatan dan teksturnya keras. Hasil buah apel konsentrasi 75 gr sebelum penyimpanan memiliki
warna putih segar dan teksturnya keras. Kemudian setelah penyimpanan 7 hari buah apel berubah warna
menjadi kuning dengan bercak-bercak coklat dan teksturnya keras. Hasil untuk buah apel dengan
konsentrasi gula 90 gr sebelum penyimpanan yaitu memiliki warna normal (putih segar) dan teksturnya
keras. Kemudian setelah penyimpanan selama 7 hari buah apel berubah warna menjadi putih kekuningan
dan teksturnya tetap keras.
Penambahan asam askorbat dilakukan dalam praktikum ini bertujuan untuk menghambat proses
pencoklatan enzimatis. Selain itu, asam askorbat bersifat pereduksi kuat sehingga dapat berfungsi sebagi
antioksidan. Penambahan asam askorbat dapat mengeliminasi oksigen yang memicu reaksi pencoklatan.
Kadar gula yang tinggi (40% - 50%) apabila ditambahkan ke dalam bahan pangan, dapat mengikat air
pada bahan tersebut sehingga dapat menurunkan Aw dan mempertahankan mutu bahan pangan.
Penambahan asam askorbat dan gula pada proses pengolahan minimal buah apel akan mempengaruhi
tekstur dan juga warna buah apel. Semakin tinggi penambahan asam askorbat dan larutan gula, maka
tekstur dari buah akan semakin keras. Kemudian, semakin tinggi penambahan asam askorbat dan larutan
gula, maka akan semakin baik dalam mempertahankan warna dari buah apel. Namun, berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa buah apel tetap mengalami perubahan warna. Salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah jarak antara proses pengupasan dan pemotongan dengan perendaman pada larutan
asam askorbat dan larutan gula terlalu lama. Hal ini menyebabkan reaksi pencoklatan enzimatis sudah
lebih dulu terjadi karena adanya kontak dengan udara, sebelum dilakukannya perendaman.
Perlakuan terbaik adalah perlakuan dengan 90% gula dan 0,75 gr asam askorbat, karena
merupakan konsentrasi tertinggi dari keseluruhan perlakuan. Hal ini sesuai dengan Utomo (2015) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan gula dan asam askorbat, maka mutu buah
apel (tekstur dan warna) dapat semakin terjaga. Sedangkan perlakuan terendah yaitu dengan 0% gula dan
0,30 gr asam askorbat. Gula dapat mengikat air pada bahan dan menyebabkan nilai Aw berkurang, jika
dibandingkan dengan perlakuan lain, perlakuan ini tidak ditambahkan larutan gula sehingga memiliki
nilai Aw yang lebih tinggi. Semakin tinggi nilai Aw maka semakin mudah terjadinya pertumbuhan
mikroba dan semakin cepat buah tersebut rusak.

KESIMPULAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagi berikut :
3
1. Minimally processed merupakan usaha penyiapan dan penanganan produk untuk mempertahankan
kesegaran alami dan lebih mudah dikonsumsi.
2. Berdasarkan hasil pengamatan setelah penyimpanan 7 hari, diperoleh hasil yaitu untuk buah apel
konsentrasi gula 0 gr, 60 gr, 75 gr dan 90 gr warnanya tetap mengalami perubahan dan tekstur buah
apel dari setiap perlakuan tetap keras namun untuk perlakuan terbaik diperoleh oleh p4 ( Gula 90 gr :
Asam askorbat 0,75 gr ) dengan parameter perubahan warna yang paling minimal.
3. Penambahan senyawa kimia seperti asam askorbat dapat mencegah browning pada buah-buahan
yang dipotong misalnya pada apel.
4. Penambahan gula dapat mengakibatkan terikatnya air pada bahan yang menyebabkan nilai Aw
menurun, sehingga dapat mempertahankan kesegaran buah apel, menghambat pertumbuhan mikroba
sehingga daya simpan lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, S dan Nyoman. 2007. Proses Minimum Produk Hortikultura. Bali : Universitas Udayana.
Cicilia, Siska,d kk. 2017. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengoalhan Pangan. Mataram: Universitas
Mataram.
Sugiar, I. E. 2010. Teknologi Olah Minimal Buah Apel. Semarang : Universitas Diponegoro.
Utomo, T., dkk. 2015. Pengaruh Penambahan Gula dan Asam Askorbat pada Pengolahan Minimal
terhadap Kualitas Fisik Buah Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill). Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem 3 (2): 193.

Anda mungkin juga menyukai