Anda di halaman 1dari 34

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PADA

PERSALINAN
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1
B. TUJUAN 2
C. SASARAN 2
D. LANDASAN HUKUM 3

BAB II PERSALINAN 4

A. PENGERTIAN PERSALINAN 4
B. MACAM-MACAM PERSALINAN 9
C. TANDA DAN GEJALA PERSALINAN 10
D. TAHAPAN PERSALINAN
E. FACTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN
F. LIMA BENANG MERAH PERSALINAN
G. MENCATAT PROSES PERSALINAN DENGAN PARTOGRAF
H. INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
I. PENJAHITAN LUKA PERINEUM
J. PELAYANAN PERSALINAN DI MASA PANDEMI COVID19

BAB III

12

A. JENIS PELAYANAN PASCA PERSALINAN 12


B. TATA LAKSANA KASUS 13
C. DEFINISI OPRASIONAL BBL 16
D. PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL SETELAH LAHIR 16
E. SKRINING BBL 17
F. PELAKSANA PELAYANAN 18
G. WAKTU PELAYANAN 18
H. RUANG LINGKUP PELAYANAN 18

BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN 19

A. PENCATATAN 19
B. PELAPORAN
C. ALUR PELAYANAN 20
D. INDIKATOR 21
 REGISTER KOHORT BAYI 22
 REGISTER KOHORT IBU 22
 KARTU IBU 23
BAB V PENUTUP 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persalinan merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh wanita. Pada proses ini
terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya
melalui jalan lahir. Menurut Manuaba (2008) dalam Marmi (2012), mengatakan bahwa
persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses persalinan selalu diharapkan
berjalan secara fisiologis, akan tetapi hal tersebut tidak selalu berjalan lancar. Tiga faktor
penting yang mempengaruhi proses persalinan yaitu, power yang merupakan his dan
kekuatan meneran ibu, passage yang merupakan jalan lahir, dan passanger yaitu janin dan
plasenta (Prawirohardjo, Sarwono, 2010). Ketiga faktor tersebut mempengaruhi lancarnya
proses persalinan. Jika salah satu dari tiga faktor tersebut tidak terpenuhi, maka akan
menimbulkan masalah dalam proses persalinan. Beberapa masalah yang dapat timbul antara
lain perdarahan (42%), partus lama/macet (9%), dan penyebab lain (15%) (Ditjen Bina Gizi
dan KIA, Kemenkes RI, 2014). Dari beberapa masalah yang dapat timbul saat persalinan
tersebut dapat menyumbangkan angka kematian ibu di Indonesia.

Secara nasional, akses masyarakat kita terhadap pelayanan kesehatan ibu cenderung
semakin membaik. Dimana tren Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah
berhasil diturunkan dari 390/100.000 kelahiran hidup (data SDKI tahun 1990) menjadi 359 /
100.000 kelahiran hidup (data SDKI tahun 2012). Namun demikian, jika dibandingkan
dengan target Millenium Development Goals(MDG) 5 pada tahun 2015 sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup, sehingga Indonesia masih memerlukan upaya dan kerja keras untuk
mencapainya Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu,secara garis besar dapat
dikelompokkanmenjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung
kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas seperti perdarahan, preeklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan
abortus.Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat
keadaan ibu hamil seperti EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering
melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak 22.5%, maupun
yang mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti
TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan kegawatdaruratan).
Faktor lain yangberpengaruh adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti
malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis; penyakit tidak menular sepertihipertensi, diabetes
mellitus,jantung, gangguan jiwa; maupun yang mengalami kekurangan gizi
Selain pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penurunan kematian ibu
dipengaruhi juga oleh keberhasilan pencapaian universal akses kesehatan reproduksi lainnya
yang kemudian tertuang dalam MDG 5b dengan indikator yaitu : CPR, ASFR atau Angka
Kelahiran pada remaja 15-19 tahun, ANC dan Unmet need pelayanan KB. Situasi Program
Keluarga Berencana tidak mengalami banyak kemajuan yang signifikan yang ditunjukkan
dengan : 1) CPR cara modern hanya naik 0,5% dari 57,4% menjadi 57,9%; 2) Unmet need
hanya menurun 0,6% dari 9,1% menjadi 8,5% ; 3) Angka kelahiran pada remaja 15-19 tahun
hanya mengalami sedikit penurunan dari 51 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun menjadi
48 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun. Hal ini berdampak pada stagnannya Total Fertility
Rate (TFR) dalam 10 tahun terakhir di angka 2,6 dan masih tingginya Angka Kematian Ibu
(SDKI 2007 dan 2012).

Dalam menghadapi masalah AKI yang tinggi ini pemerintah jawa barat menggunakan
beberapa cara. Salah satunya dengan memberikan pelayanan dengan aspek 5 benang merah,
serta dilakukan sesuai dengan standar Asuhan Persalinan Normal (PERMENKES RI Nomor
97 Tahun 2014 pasal 14). Dalam menjalankan program tersebut pada pertolongan persalinan
dilakukan beberapa hal untuk mendeteksi ibu bersalin secara fisiologis melalui penapisan ibu
bersalin dan pemantauan selama proses persalinan dengan menggunakan partograf (Profil
Kesehatan Indonesia, 2016).

Pedoman ini merupakan acuan bagi ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan ANC, persalinan dan PNC. Diharapkan ibu dan bayi tetap
mendapatkan pelayanan esensial, faktor risiko dapat dikenali secara dini, serta mendapatkan
akses pertolongan kegawatdaruratan dan tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan.
B. TUJUAN
1. Umum :

Memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin fisiologis


dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan sesuai standar pelayanan kebidanan
dan secara komprehensif.

2. Khusus :
1. Meningkatkan kemampuan pengelolaan program KIA dan persalinan dalam
perencanaan pelayanan persalinan
2. Memahami paradigma dalam asuhan persalinan normal yang bersih dan aman.
3. Menggunakan Buku Panduan Pelayanan Persalinan bagi ibu sebagai acuan asuhan
persalinan dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
4. Melakukan pengkajian pada ibu bersalin kala I, kala II, kala III dan kala IV
5. Melakukan identifikasi diagnosa dan masalah kebidanan pada ibu bersalin kala I,
kala II, kala III, dan kala IV fisiologis

C. SASARAN

Pedoman Manajemen pelayanan Persalinan menjadi acuan untuk meningkatkan


kemampuan manajemen pelayanan persalinan bagi :

 Petugas kesehatan di Klinik dan Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan


persalinan pada ibu dan bayi baru lahir di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
 Semua ibu melahirkan menjadi target sasaran untuk mendapatkan pelayanan yang
terintegritas komprehensif dan berkualitas.
 Lintas program terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota

D. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2014
4. tentang Pelayanan Masa Sebelum Hamil, Masa hamil, persalinan dan masa sesudah
Melahirkan, penyelenggaraan Pelayanan kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 954);
6. Peraturan menteri kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan
masyarakat.
BAB II

PERSALINAN

A. PENGERTIAN

Persalinan adalah proses dimana bayi, palsenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tnpa disertai penyulit. Persalinan dimulai sejak uterus berkontarksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap (JNPK-KR, 2017)

Ada beberapa pengertian persalinan, yaitu sebagai berikut :

1. Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian


perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melaui jalan lahir (Moore,
2001).

2. Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang
diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi
sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses persalinan ini akan
berlangsung selama 12 sampai 14 jam (Mayles, 1996).

3. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus ke dunia luar (Prawirohardjo, 2002).

4. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
(Prawirohardjo, 2002).
B. MACAM MACAM PERSALINAN

1. Persalinan Spontan Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu


sendiri, melalui jalan lahir ibu tersebut.

2. Persalinan Buatan Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya
ekstraksi forceps, atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.

3. Persalinan Anjuran Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru
berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.

C. Tanda dan gejala persalinan


1) Timbulnya kontraksi uterus

Kontraksi atau nyeri yang melingkar dari punggung menjalar ke perut bagian depan.
Sifatnya teratus, interval makin lama makin pendek dan kekuatannya makin besar,
mempunyai pengaruh pada pendataran atau pembukaan serviks. Kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahab pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).

2) Penipisan dan pembukaan serviks

Penipisan dan pembukaan serviks ditandai dengan adanya pengeluaran lendir dan darah
sebagai tanda pemula.

3) Bloody show (lendir disertai darah dari jalan lahir)

Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar dengan sedikit
darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian
bawah segmen rahim hingga beberapa capillair darah terputus.

4) Prematur rupture of membrane Keluarnya cairan yang banyak dari jalan lahir yang
terjadinya akibat ketuban pecah atau selaput janin robek. Ketuban biasaya pecah pada saat
pembukaan lengkap atau hampir lengkap.

D. Tahapan persalinan

Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I
dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan
kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala urie,
plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2
jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum

1) Kala I persalinan

Persalinan Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu
masih dapat berjalan-jalan. Klinis dinyatakan mulai terjadi partus jika timbul his dan ibu
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Proses ini berlangsung kurang lebih 18-24
jam, yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu

a) Fase laten persalinan

(1) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap.

(2) Pembukaan serviks kurang dari 4 cm

(3) Pada umunya, fase laten berlangsung antara 6 hingga 8 jam (JNPK-KR, 2017).

b) Fase aktif persalinan

Fase aktif: dibagi dalam 3 fase yakni: ·

- Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. ·

- Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,
dari 4 cm menjadi 9 cm. ·

- Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam,


pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi


demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang lebih pendek (Wiknjosastro dkk, 2005)

(1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus umunya meningkat (kontraksi dianggap adekuat atau
menandai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40
detik atau lebih).

(2) Servik membuka dari 4 cm ke 10 cm biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih perjam
hingga pembukaan lengkap (10 cm).
(3) Terjadi penurunan bagian terendah janin.

c) Perubahan fisiologi kala I

(1) Uterus

Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus menyebar ke depan dan ke bawah
abdomen. Kontraksi berakhir dengan masa yang terpanjang dan sangat kuat pada fundus.
Selagi uterus kontraksi berkontraksi dan relaksasi memungkinkan kepala janin masuk ke
rongga pelvik.

(2) Serviks Sebelum onset persalinan,

serviks berubah menjadi lembut,Effacement (penipisan) serviks berhubungan dengan


kemajuan pemendekan dan penipisan serviks. Panjang serviks pada akhir kehamilan normal
berubah – ubah (beberapa mm sampai 3 cm). Dengan mulainya persalinan panjangnya
serviks berkurang secara teratur sampai menjadi pendek (hanya beberapa mm). Serviks yang
sangat tipis ini disebut sebagai menipis penuh dilatasi berhubungan dengan pembukaan
progresif dari serviks. Untuk mengukur dilatasi/diameter serviks digunakan ukuran
centimeter dengan menggunakan jari tangan saat pemeriksaan dalam Serviks dianggap
membuka lengkap setelah mencapai diameter 10 cmBlood show (lendir show) pada
umumnya ibu akan mengeluarkan darah sedikitatau sedang dari serviks.

2) Kala II persalinan

a) Pengertian

Kala dua persalinan dimulai dari pembukaan lengkap serviks (10 cm), dilanjutkan
dengan upaya mendorong bayi keluar dari jalan lahir dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala
dua persalinan juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi (JNPK-KR, 2017). Proses fase ini
normalnya berlangsung maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara

Menurut (JNPK-KR, 2017) gejala dan tanda kala II persalinan adalah:

(1) Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi

(2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina

(3) Perineum menonjol


(4) Vulva dan sfingter ani membuka

(5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang
hasilnnya adalah pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya kepala bayi melalui
introitus vagina (JNPK-KR, 2017).

b) Perubahan fisiologi kala II

Perubahan fisiologi pada kala II menurut Kemenkes RI (2016) terdiri sebagai berikut:

(1) His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50 -100 detik, datangnya tiap 2- 3
menit.
(2) Ketuban biasanya pecah pada kala ini ditandai dengan keluarnya cairan
kekuningkuningan sekonyong-konyong dan banyak.
(3) Pasien mulai mengejan.
(4) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul,
perineum menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka.
(5) Pada puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan hilang lagi waktu his
berhenti, begitu terus hingga nampak lebih besar. Kejadian ini disebut “Kepala
membuka pintu”.
(6) Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva sehingga tidak bisa
mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan subocciput ada di bawah
symphisis disebut “Kepala keluar pintu”.
(7) Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun besar, dahi dan
mulut pada commissura posterior. Saat ini untuk primipara, perineum biasanya
akan robek pada pinggir depannya karena tidak dapat menahan regangan yang
kuat tersebut.
(8) Setelah kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar, sehingga kepala
melintang, vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga
dari hidung anak keluar lendir dan cairan.
(9) Pada his berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu depan disusul seluruh
badan anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan paksi jalan lahir.
(10) Setelah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar waktu
ketuban pecah, kadang-kadnag bercampur darah.
(11) Lama kala II pada primi  50 menit pada multi  20 menit.

c) Posisi saat persalinan

Posisi secara teratur pada saat persalinan dapat diubah-ubah selama kala II karena hal
ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang efektif dan menjaga
sirkulasi utero-plasenter tetap baik (JNPK-KR, 2017).

(1) Posisi setengah duduk, dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan member
kemudahan baginya beristirahat diantara kedua, posisi ini adalah gaya grafitasi membantu ibu
melahirkan bayinya.

(2) Posisi jongkok atau berdiri, dapat membantu mempercepat kemajuan kala dua
persalinan dan mengurangi rasa nyeri.

3) Kala III persalinan

Kala III persalinan dimulai setelah bayi lahir dan berakhirnya dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban (JNPK-KR, 2017). Berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Pada
tahap ini sering dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta (Kemenkes RI, 2016a).

a) Perubahan fisiologi kala III

Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak lagi berada di dalam uterus, kontraksi
akan terus berlangsung dan ukuran rongga uterus akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran
uterus ini akan menyebabkan pengurangan dalam ukuran tempat melekatnya plasenta. Oleh
karena tempat melekatnya plasenta tersebut menjadi lebih kecil, maka plasenta akan menjadi
tebal atau mengkerut dan memisahkan diri dari dinding uterus. Sebagian dari pembuluh-
pembuluh darah yang kecil akan robek saat plasenta lepas. Tempat melekatnya plasenta akan
berdarah terus hingga uterus seluruhnya berkontraksi. Setelah plasenta lahir dinding uterus
akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh-pembuluh darah ini yang akan
menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta tersebut. Sebelum uterus
berkontraksi, wanita tersebut bisa kehilangan darah 350-360 cc/menit dari tempat melekatnya
plasenta tersebut. Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir dahulu
seluruhnya. Oleh sebab itu, kelahiran yang cepat dari plasenta segera setelah ia melepaskan
dari dinding uterus (Kemenkes RI, 2016a).

b) Tanda- tanda pelepasan plasenta.

(1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri.

(2) Tali pusat memanjang. (3) Semburan darah mendadak dan singkat.

c) Manajemen Aktif Kala III Tujuan Manajemen Aktif Kala (MAK) III adalah
membuat uterus berkontraksi lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah selama Kala III (JNPK-KR, 2017).

MAK III terdiri dari tiga langkah:

(1) Pemberian oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir

(2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali

(3) Masase fundus uteri

d) Pemantauan kala III

Pemantauan kala III dilakukan palpasi uterus untuk menentukan apakah ada janin
kedua. Jika ada maka tunggu sampai bayi kedua lahir, serta menilai apakah bayi baru lahir
dalam keadaan stabil, jika tidak rawat bayi segera (Kemenkes RI, 2016)

4) Kala IV persalinan

Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu
(JNPK-KR, 2017).
a) Perubahan fisiologi kala IV

Fisiologi Kala IV Setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah
pusat. Otot-otot uterus berkontraksi, pembuluh darah yang ada diantara anyaman-anyaman
otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan
(Kemenkes RI, 2016a). b) Tujuh (7) lagkah yang dilakukan kala IV

(1) Kontraksi rahim Kontraksi rahim dapat di ketahui dengan palpasi. Setelah plasenta
lahir dilakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi. Dalam evaluasi
uterus yang perlu dilakukan adalah mengobservasi kontraksi dan konsistensi uterus
(Kemenkes RI, 2016a).

(2) Perdarahan

(3) Kandung kencing harus tidak penuh, karena jika kandung kencing yang penuh akan
mendorong uterus keatas dan menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.

(4) Luka robekan Melakukan evaluasi dan perdarah aktif pada perineum dan vagina. Nilai
perluasan laserasi perineum.

(5) Uri dan selaput ketuban harus lengkap.

(6) Keadaan umum ibu: tekanan darah, nadi, pernafasan, dan rasa sakit.

(7) Bayi dalam keaadaan baik

E. Faktor –faktor mempengaruhi persalinan

1) Power (kekuatan)

Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin
keluar dalam persalinan adalah his, kontraksi, otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi
dari ligamen dan tenaga mengejan.

2) Passage (panggul ibu)

Jalan lahir yang dibagi menjadi bagian keras dan bagian yang lunak. Pada bagian yang
keras terdiri dari: rangka pangggul. Sedangkan pada bagian yang lunak terdiri dari: otot-otot,
jaringan- jaringan dan ligamen-ligamen.

3) Passengger atau buah kehamilan yang terdiri dari: janin, plasenta dan air ketuban.
4) Psikologi

Kelahiran bayi merupakan peristiwa yang penting bagi kehidupan seorang ibu dan
keluarga. Banyak ibu yang mengalami psikis (kecemasan, keadaan emosional wanita) dalam
menghadapi persalinan. Namun demikian seorang penolong persalinan harus memperhatika
psikologis ibu yang akn melahirkan karena keadaan psikologis mempunyai pengaruh
terhadap persalinan.

5) Penolong

Penolong persalinan perlu kesiapan, dan menerapkan asuhan sayang ibu. Asuhan sayang
ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Beberapa
beberapa prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan
keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi.

d. Kebutuhan nutrisi ibu bersalin

1) Kebutuhan oksigen

Pemenuhan kebutuhan oksigen selama proses persalinan perlu diperhatikan oleh bidan,
terutama pada kala I dan kala II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat penting artinya untuk
oksigenasi janin melalui plasenta. Suplai oksigen yang tidak adekuat, dapat menghambat
kemajuan persalinan dan dapat mengganggu kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat dapat
diupayakan dengan pengaturan sirkulasi udara yang baik selama persalinan. Indikasi
pemenuhan kebutuhan oksigen adekuat adalah Denyut Jantung Janin (DJJ) baik dan stabil
(Kemenkes RI, 2016a).

2) Kebutuhan cairan dan nutrisi

Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses persalinan, Dehidrasi pada ibu bersalin dapat
mengakibatkan melambatnya kontraksi/his, dan mengakibatkan kontraksi menjadi tidak
teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi dapat diamati dari bibir yang kering, peningkatan suhu
tubuh, dan eliminasi yang sedikit. Dalam memberikan asuhan, bidan dapat dibantu oleh
anggota keluarga yang mendampingi ibu. Selama kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan
dan minum, untuk mendukung kemajuan persalinan. Pada kala II, ibu bersalin mudah sekali
mengalami dehidrasi, karena terjadi peningkatan suhu tubuh dan terjadinya kelelahan karena
proses mengejan. Untuk itu disela-sela kontraksi, pastikan ibu mencukupi kebutuhan
cairannya (minum). Pada kala III dan IV, setelah ibu berjuang melahirkan bayi, maka bidan
juga harus memastikan bahwa ibu mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairannya, untuk
mencegah hilangnya energi setelah mengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran bayi (pada
kala II) (Kemenkes RI, 2016).

3) Kebutuhan eliminasi

Pemenuhan kebutuhan eliminasi selama persalinan perlu difasilitasi oleh bidan, untuk
membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan pasien. Anjurkan ibu untuk
berkemih secara spontan sesering mungkin atau minimal setiap 2 jam sekali selama
persalinan. Sebelum memasuki proses persalinan, sebaiknya pastikan bahwa ibu sudah BAB.
Rektum yang penuh dapat mengganggu dalam proses kelahiran janin. (Kemenkes RI, 2016a).

4) Kebutuhan hygiene

Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan bidan dalam memberikan
asuhan pada ibu bersalin, karena personal hygiene yang baik dapat membuat ibu merasa
aman dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi
darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan memelihara kesejahteraan fisik dan
psikis (Kemenkes RI, 2016a).

6) Kebutuhan istirahat

Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin tetap harus
dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV) yang dimaksud adalah
bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba relaks tanpa adanya tekanan
emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada his (disela-sela his) (Kemenkes RI,
2016a).

7) Posisi dan ambulasi

Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks. Bidan harus memfasilitasi ibu
dalam memilih sendiri posisi persalinan dan posisi meneran, bidan harus memahami posisi-
posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat berjalan
senormal mungkin. Dengan memahami posisi persalinan yang tepat, maka diharapkan dapat
menghindari intervensi yang tidak perlu, sehingga meningkatkan persalinan normal. Semakin
normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri (Kemenkes RI, 2016a)
F. Lima benang merah persalinan

Terdapat lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan saling terkait dalam
asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap
persalinan, baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut menurut (JNPK-KR,
2017) yaitu:

1) Membuat keputusan klinik

Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan


masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh klien. Keputusan itu harus akurat,
komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang
memberikan pertolongan. Semua keputusan akan bermuara pada bagaimana kinerja dan
perilaku yang diharapkan dari seorang pemberi asuhan dalam menjalankan tugas dan
pengalaman ilmunya kepada pasien atau klien. Langkah membuat keputusan klinik:

a) Pengumpulan data: subjektif dan objektif

b) Diagnosis kerja

c) Penatalaksanaan klinik

d) Evaluasi hasil implementasi tatalaksana

2) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya kepercayaan
dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah Universitas
Sumatera Utara dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan
keinginan sang ibu.

Konsep dari asuhan sayang ibu adalah:

a) Persalinan merupakan peristiwa alami.

b) Sebagian besar persalinan umumnya akan berlangsung normal.

c) Penolong memfasilitasi proses persalinan.


d) Tidak asing, bersahabat, rasa saling percaya, tahu dan siap membantu kebutuhan klien,
memberi dukungan moril, dan kerjasama semua pihak (penolong-klien-keluarga).

3) Pencegahan infeksi

Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisahkan dari asuhan selama persalinan dan
kelahiran bayi. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi antara lain : cuci tangan, memakai
sarung tangan, memakai perlengkapan (celemek/baju penutup, kacamata, sepatu tertutup),
menggunakan asepsis atau teknik aseptik, memproses alat bekas pakai, menangani peralatan
tajam dengan aman, menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampah
secara benar. Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan
selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek
asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya untuk mengurangi infeksi karena bakteri, virus, dan jamur. Yang
diperhatikan dalam pencegahan infeksi:

a) Kewaspadaan Standar

b) Mencegah terjadinya dan transmisi penyakit

c) Proses Pencegahan Infeksi Instrumen dan Aplikasinya dalam Pelayanan

d) Barier Protektif

e) Budaya Bersih dan Lingkungan yang Aman

4) Pencatatan (rekam medik)

asuhan persalinan Pencatatan rutin adalah alat bantu yang sangat penting untuk membuat
keputusan klinik dan mengevaluasi apakah asuhan yang diberikan sudah sesuai dan efektif.
Dalam rekam medik terdapat dua pencacatan yang penting dalam kebidanan yaitu
pendokumentasian SOAP (Subjek, Objek, Analisa dan Penatalaksanaan) dan Partograf.
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik. Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan
membantu penolong persalinan untuk :

a) Mencatat kemajuan persalinan

b) Mencatat kondisi ibu dan janinnya


c) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran

d) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan

e) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu.

5) Rujukan

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang
memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi
baru lahir. Rujukan tepat waktu merupakan unggulan asuhan sayang ibu dalam mendukung
keselamatan ibu dan bayi baru lahir. Singkatan BAKSOKUDA dapat digunakan untuk
mengingat hal-hal penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu dan bayi (JNPK-KR,
2017).

Arti dari BAKSOKUDA yaitu:

B (bidan): Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir di dampingi oleh penolong
persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir
untuk dibawa ke fasilitas rujukan.

A (alat): Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas, dan
bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, alat resusitasi, dll) bersama ibu ke tempat rujukan.
Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan dalam
perjalanan ke fasilitas rujukan.

K (keluarga): Beritahu ibu dan keluarga mengenai terakhir ibu dan/atau bayi dan
mengapa ibu dan/atau bayi perlu di rujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan tujuan merujuk
ibu ke fasilitas rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu
dan/atau bayi baru lahir hingga ke fasilitas rujukan.

S (surat): Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi
mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil
pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Sertakan
juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik

O (obat): Bawa obat-obat esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan. Obat-
obat tersebut mungkin akan diperlukan selama diperjalanan.
K (kendaraan): Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu
dalam kondisi cukup nyaman.

U (uang): Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan
selama ibu dan atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.

DA (darah): siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan tranfusi darah apabila


terjadi perdarahan.

Penolong persalinan harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah


atau penyulit. lakukan anamnesa dan pemeriksaan untuk menseleksi adanya resiko darurat
dan penyulit antara lain :

1) riwayat bedah Caesar


2) pendarahan pervaginam
3) persalinan kurang bulan ( usia kehamilan kurang dari 37 minggu )
4) ketuban pecah dengan meconium kental
5) ketuban pecah lama (> 24 jam)
6) ketuban pecah pada persalinan kurang bulan ( usia kehamilan kurang dari 37
minggu )
7) anemia berat
8) tanda/gejala infeksi
9) pre-eklamsi / hypertensi dalam kehamilan
10) tinggu fundus uteri 40 cm atau lebih
11) gawat janin
12) primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan palpasi kepala masih 5/5
13) presentasi bukan belakang kepala
14) kehamilan gemeli
15) syok
16) penyakit-penyakit yang menyertai
17) tinggi badan kurang dari 140 cm

bidan harus dapat mengenali berrbagai penyulit pada ibu bersalin, yang mengharuskan ibu
untuk di rujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap, dimana jika salah satu hasil
anamnesa dan pemeriksaan resiko kegawat daruratan terdapat jawaban “ya” ibu harus di
rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan yang lebih lengkap.

G. Mencatat Proses Persalinan Dengan Menggunakan Partograf

observasi yang ketat harus dilakukan selama kala 1 persalinan untuk keselamatan ibu,
hasil observasi di catat di dalam partograf. partograf membantu bidan mengenali apakah ibu
masih dalam kondisi normal atau mulai ada penyulit. dengan selalu menggunakan partograf,
bidan dapat mengambil keputusan klinik dengan cepat dan tepat sehingga dapat terhindar dari
keterlambatan dalam pengelolaan ibu bersalin. partograf di lengkapi dengan halaman depan
dan halaman belakang untuk diketahui dengan lengkap proses persalinan kala 1 sampai IV.

Penggunaan partograf

a. untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai bagian penting asuhan
persalinan. partograf harus di gunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit.

b. selama persalinan dan kelahiran di semua tempat ( puskesmas, klinik, bidan swasta, rumah
sakit dll)

partograf membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat


keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang di sertai dengan penyulit. pencatatan
pada partograf di mulai pada saat proses persalinan masuk dalam fase aktif.

bila hasil pemeriksaan dalam menunjukan pembukaan 4 cm tetapi kualitas kontraksi belum
adekuat minimal 3 x 10 menit dan atau lamanya masih kurang 40 menit, lakukan observasi
selama 1 jam kedepan.jika masih sama, berarti pasien belummasuk fase aktif.

komponen yang harus di observasi :

a) denyut jantung janin setiap ½ jam


b) frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap setiap ½ jam
c) nadi : setiap ½ jam
d) pembukaan serviks setiap 4 jam
e) penurunan kepala : setiap 4 jam
f) tekanan darah dan temperature tubuh setiap 4 jam
g) produksi urin, dan protein setiap 2 sampai 4 jam
lembar partograf halaman depan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan, termasuk :

a) informasi tentang ibu dan riwayat kehamilan dan persalinan.


1) nama, umur
2) gravida, para, abortus ( keguguran )
3) nomor catatan medis/ npmpr rekam medis
4) tanggal dan waktu mulai di rawat
5) waktu pecahnya selaput ketuban
b) kondisi janin :
1) DJJ
2) warna dan adanya air ketuban
3) penyusupan ( molase) kepala janin
c) kemajuan persalinan
1) pembukaan serviks
2) penurunan bsgisn terbawah janin atau presentasi janin
3) garis waspada dan garis bertindak
d) jam dan waktu
1) waktu mulainya fase aktif persalinan
2) waktu saat pemeriksaan atau persalinan
e) kontraksi uterus :
frekwensi dan lamanya
f) obat-obatan dan cairan yang di berikan
1) oksitosin
2) obat-obatan lainnya dan cairan IV yang di berikan
g) kondisi ibu
1) nadi, tekanan darah dan temperature tubuh
2) urine ( volume atau protein urin)
3) asupan cairan dan nutrisi serta tatalaksana dan keputusan klinik.
h) garis waspada, garis bertindak dan lajur pemberian oksitosin
1) jika grafik dilatasi melewati garis waspada maka penolong harus
mewaspadai bahwa persalinan yang sedang berlangsung telah memasuki
kondisi patologis
2) partograf menyediakan lajur pemberian oksitosin untuk persalinan
patologis tetapi intervensi ini hanya di lakukan di fasilitas yang memiliki
sumber daya dan saranan yang lengkap dan petugas memiliki kewenangan
untuk melakukan prosedur tersebut.
H. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi menyusui dini (early initiation) atau permulaan menyusui dini adalah bayi
mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi,sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi
mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusui sendiri. Asalkan dibiarkan kontak
kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayi
melakukan insiasi menyusui dini disebut the breast crawl atau merangkak mencari payudara
(Setianingsih, 2014).

Inisiasi menyusui dini bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif
menemukan sendiri puting susu ibu. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakan
bayi yang baru lahir di dada ibunya dan membeirkan bayi ini merayap untuk menemukan
puting susu ibu untuk menyusu. Inisiasi menyusui dini (IMD) harus dilakukan langsung saat
lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi.Bayi juga tidak
boleh dibeihkan, hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to
skin antara bayi dan ibu (Yuliarti, N. 2010).

Penelitian pada 10,947 bayi di Ghana : 145 kematian. Neonatal inisiasi pada hari
pertama menurunkan kematian neonatal 16,3%. Pada jam pertama 22,3%. Kematian neonatal
meningkat 4 kali lipat bila bayi diberi minum/makanan lain (Roesli, 2009).

Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan suhu
tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman
untuk bayi dan menjegah infeksi nosokomial.Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal
karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkan insiden ikterus bayi
baru lahir.Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga dapat pola
tidur yang lebih baik.Dengan demikian, berat badan bayi cepat meningkat dan lebih cepat
keluar dari rumah sakit. Bagi ibu, IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin,
prolaktin, dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi
(Setianingsih, 2014).

1. Pentingnya Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri


Kontak kulit dengan kulit dapat di ketahui setelah bayi lahir dan bayi menyusui
sendiri dalam satu jam pertama kehidupan penting?

a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari
payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia).

b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil.
Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energy.

c. Bayi merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya
dan iya akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri “baik” di kulit ibu. Bakteri “baik” ini
akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri “jahat”
dari lingkungan.

d. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-
2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi tidur dalam waktu yang
lama.

e. Awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia,
misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan
mencetuskan alergi lebih awal.

f. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan
akan lebih lama disusui.

g. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan
sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormone
oksitosin. Pentingnya hormon oksitosin adalah membantu rahim berkontraksi sehingga
membantu pengeluaran ari-ari (plasenta) dan mengurangi perdarahan ibu, merangsang
produksi hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya,
meningkatkan ambang nyeri, dan perasaan sangat bahagia, menenangkan ibu dan bayi serta
mendekatkan mereka berdua.

h. Bayi mendapat ASI kolostrum-ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini
kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberikan inisiasi menyusui dini lebih dulu
mendapatkan kolostrum dari pada yang tidak diberikan kesempatan. Kolostrum, ASI
istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi,
penting untuk pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi. Yang masih belum
matang sekaligus mematangkan dinding usus ini.

i. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama
kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapatkan kesempatan mengazankan anaknya
di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah (Proverawati,2010).

Keuntungan IMD bagi ibu

a. merangsang produksi oksitosin dan prolactin pada ibu yang dapat membantu
kontraksi uterus sehingga menurunkan resiko perdarahan pst partum ( pasca persalinan )

b. merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi ASI

c. membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih tenang dan tidak nyeri
pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan.

d. menunda ovulasi

I. Penjahitan Luka Perineum

laserasi perineum merupakan robekan yang terjadi saat bayi lahir baik secara spontan
maupun dengan menggunakan alat-alat tindakan, robekan ini umumnya terjadi pada garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat keluar. Menurut Maryunani
(2016) menyebutkan, laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang
biasanya disebabkan oleh trauma saat persalinan. Jadi dapat disimpulkan laserasi perineum
adalah perlukaan yang terjadi akibat robekan di jaringan antara vulva dan anus yang terjadi
baik secara spontan maupun dengan tindakan

1. tujuan menjahit luka laserasi adalah :

a. menyatukan kembali jaringan tubuh

b. mencegah kehilangan darah ynag tidak perlu (hemostasis)

2. Faktor penyebab laserasi perineum Beberapa hal berikut menjadi penyebab terjadinya
laserasi perineum, antara lain :

a. Faktor janin, meliputi :

1) Bayi besar (lebih dari 4000 gram)


2) Posisi kepala oksipital posterior

3) Distosia bahu

b. Faktor ibu, meliputi :

1) Kala dua persalinan yang lama

2) Presipitasi persalinan

3) Arkus subpubis yang sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula 4) Paritas

3. keuntungan tehnik penjahitan jelujur :

a. mudah dipelajari

b. tidak terlalu nyeri bagi ibu

c. menggunakan jahitan lebih sedikit.

4. derajat robekan

derajat 1 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum

derajat 2 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum

derajat 3 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot
sfingter ani

derajat 4 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter
ani mukosa rectum.

penolong persalinan normal tidak di bekali keterampilan menjahit derajat 3 dan 4. segera
rujuk ke fasilitas rujukan.

J. PELAYANAN PERSALINAN DI MASA PANDEMIC COVID-19

a. semua persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan

b. pemilihan tempat pertolongan persalinan di tentukan berdasarkan :

1) kondisi ibu yang di tetapkan pada saat skrining risiko persalinan


2) kondisi ibu saat inpartu
3) status ibu dikaitkan dengan covid-19
 persalinan di RS rujukan covid-19 untuk ibu dengan status : suspek, probable,
dan terkonfirmasi covid-19 (penanganan tim multidisiplin)
 persalinan di Rs non rujukan covid-19 untuk ibu dengan status : suspek,
probable, dan terkonfirmasi covid-19, jika terjadi kondisi Rs rujukan covid 19
penuh dan atau terjadi kondisi emergensi. persalinan dilakukan dengan APD
yang sesuai.
 persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat (skrining awal :
anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR< 5,8 dan limfosit normal, rapid
test non-reaktif ).
 persalinan di FKTP menggunakan APD yang sesuai dan dapat menggunakan
delivery chamber ( penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat
mencegah transmisi covid-19).
4) pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus di terima di semua fasilitas
pelayanan kesehatan walaupun belum diketahui status covid19. kecuali bila ada
kondisi yang mengharuskan dilakukan rujukan karena komplikasi obstetric.

c. Rujukan terencana untuk ibu yang memiliki risiko pada persalinan ibu hamil dengan status
suspek dan terkonfirmasi covid 19

d. ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum taksiran persalinan atau
sebelum tanda persalinan.

e. pada zona merah ( risiko tinggi ), orange ( risiko sedang), dan kuning ( risiko rendah ), ibu
hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala covid19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan
dilakukan skrining untuk menentukan status covid-19. skrining dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan darah NLR atau rapid test ( jika tersedia fasilitas dan sumber daya ) untuk
daerah yang mempunyai kebijakan local dapat melakukan skrining lebih awal.

f. untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetric (skrining awal : anamnesis,
pemeriksaan darayh (NLR<5,8 dan limposit normal), rapid test non-reaktif )persalinan dapat
dilakukan di FKTP. Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery chamber tanpa
melonggarkan pemakaian APD ( penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat
mencegah transmisi covid19)
h. Apabila ibu datang dalam keadaan infartu dan belum dilakukan skrining, fasilitas
pelayanan kesehatan harus tetap melayani tanpa menunggu hasil skriningdengan
menggunakan APD sesuai standar.

i. hasil skrining covid-19 di catat/di lampirkan di buku KIA dan dikomunikasikan ke fasilitas
pelayanan kesehatan tempat rencana persalinan.

j. pelayanan kb pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur, diutamakan menggunakan


metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
BAB III

JENIS PELAYANAN DAN TATA LAKSANA PERSALINAN


BAB IV

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Sistem Pencatatan dan Pelaporan dari Pelayanan Persalinan bagi Ibu dan Bayi Baru Lahir
merupakan bagian dari pencatatan dan pelaporan Kesehatan Ibu dan Anak serta berdasarkan
konsep pemantauan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas melalui tenaga bidan/perawat
penanggungjawab di desa/kelurahan melaksanakan pendataan sasaran bersalin, memberikan
pelayanan kesehatan persalinan kepada ibu. Pelayanan tersebut lalu dicatat pada kohort ibu.
kemudian direkapitulasi dan dilaporkan setiap bulan secara berjenjang ke Puskesmas, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi. Semua tenaga kesehatan yang
melakukan praktik pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk swasta melaporkan hasil
pelayanan ke puskesmas yang mewilayahi,

A. PENCATATAN
Pencatatan pelayanan antenatal care dan persalinan menggunakan formulir yang
sudah ada yaitu :
1. Kartu Ibu atau rekam medis lainnya yang disimpan di fasilitas kesehatan
2. Kohort ibu : merupakan kumpulan data-data dari kartu ibu
3. buku KIA
4. Partograp
5. buku pelaporan bulanan
Formulir harus diisi lengkap setiap kali selesai memberikan pelayanan. Dokumen ini
harus disimpan dan dijaga dengan baik karena akan digunakan pada kontak
berikutnya. Pada keadaan tertentu dokumen ini diperlukan untuk kegiatan audit
medik.

B. PELAPORAN
Pelaporan pelayanan persalinan menggunakan formulir pelaporan yang sudah ada,
yaitu :

Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan persalinan di wilayah kerja klinik,


melaporkan rekapitulasi hasil pelayanan klinik setiap awal bulan atau disesuaikan
dengan kebijakan daerah masing-masing
C. ALUR PELAYANAN IBU BERSALIN

PASIEN DATANG

REGISTRASI/PENDAFTARAN

PROSES PEMERIKSAAN OLEH BIDAN

DI RUJUK TINDAKAN PERSALINAN

RAWAT INAP

ADMINISTRASI

PASIEN PULANG
D. Dokumentasi
BUKU KIA

STIKER PERENCANAAN PERSALINAN

KARTU IBU
REGISTER KOHORT IBU

PARTOGRAF
BAB V

PENUTUP

Pelayanan pasca persalinan merupakan pelayanan yang standar,


terintegrasi dan komprehensif. Pelayanan ini diberikan kepada semua ibu
nifas dan bayi baru lahir dalam upaya akselerasi penurunan Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian Bayi. Pelayanan pasca persalinan mencakup
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif berupa pelayanan
obstetri dan non obstetri pada ibunya, serta pelayanan bayi baru lahir yang
meliputi kesehatan neonatal esensial, skrining bayi baru lahir, dan pemberian
informasi dan edukasi kepada ibu dan keluarganya.

Setiap tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah


maupun swasta harus memberikan pelayanan pasca persalinan yang
komprehensif, memastikan masa pasca persalinan ibu dan bayi baru lahir
berjalan normal, mendeteksi dini masalah dan penyakit serta melakukan
intervensi yang adekuat.

Anda mungkin juga menyukai