Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN HIPERTENSI

Oleh :

Ni Putu Eva Sapitri, S.Kep

NIM. C1222006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA USADA BALI

2023
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Perubahan Pada Sistem Kardiovaskuler


Perubahan pada sistem kardiovaskuler misalnya arteri yang kehilangan elastisitasnya,
dinding aorta yang menurun elastisitasnya, tetapi pada katup jantung justru menebal dan
menjadi kekakuan. Hal ini dapat menyebabkan kemampuan jantung memompa darah
menurun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, peningkatan
nadi dan tekanan sistolik darah. Tekanan darah yang meningkat biasanya akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer tetapi perubahan tekanan darah yang
fisiologis benarbenar tanda penuaan yang normal. (Erna, 2016).
Peningkatan denyut nadi akan memberikan dampak yang kurang baik untuk kesehatan
lansia tersebut. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya beban kerja dari sistem
kardiovaskular dan memicu terjadinya tekanan darah tinggi (hipertensi). Apabila
hipertensi tersebut tidak diobati dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak
negatif bagi tubuh terutama pada lansia. (Erna, 2016).
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural maupun
fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering terjadi ditandai dengan
penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang
teroksigenasi. Jumlah detak jantung saat istirahat pada orang tua yang sehat tidak ada
perubahan, namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang.
Pada dewasa muda, kecepatan jantung dibawah tekanan yaitu,180-200 x/menit kecepatan
jantung pada usia 70-75 tahun menjadi 140-160 x/menit (Erna, 2016).
Perubahan Struktur Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara
signifikan terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan
merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi kardiovaskuler
pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-terkait. Secara singkat, beberapa
perubahan dapat diidentifikasi pada otot jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia
atau penyakit seperti penimbunan amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin,
penebalan dan kekakuan pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada lansia
terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada usia 30-70 tahun.
Berikut ini merupakan perubahan struktur yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat
proses menua:
a. Penebalan dinding ventrikel kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya
fungsi serat-serat elastis. Implikasi dari hal ini adalah ketidakmampuan jantung untuk
distensi dan penurunan kekuatan kontraktil.
b. Jumlah sel-sel peacemaker mengalami penurunan dan berkas his kehilangan serat
konduksi yang yang membawa impuls ke ventrikel. Implikasi dari hal ini adalah
terjadinya disritmia.
c. Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peningkatan serat
kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Implikasi dari hal ini
adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan
dingin.
d. Vena meregang dan mengalami dilatasi. Implikasi dari hal ini adalah vena menjadi
tidak kompeten atau gagal dalam menutup secara sempurna sehingga mengakibatkan
terjadinya edema pada ekstremitas bawah dan penumpukan darah.
Terjadinya penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas pembuluh darah,
kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer dalam memenuhi oksigenasi, perubahan
pada posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa mengakibatkan tekanan
darah menurun dan tekanan darah meninggi akibat dari meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer

2. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
diastolik >90 mmHg. Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan kondisi medis dimana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Tekanan
darah yang selalu tinggi akan menimbulkan suatu faktor risiko untuk terjadinya stroke,
serangan jantung, gagal jantung, aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama
gagal jantung kronis (Erna, 2016).
Hipertensi dapat di definisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. Dengan keadaan seseorang mengalami peningkatan tekanan darah tinggi diatas
normal atau kronis (dalam waktu yang cukup lama). Merupakan suatu kelainan yang sulit
diketahui oleh tubuh kita sendiri. Dengan cara yang paling akurat untuk mengetahui
hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah secara teratur (Gunawan, 2015).
Pada umumnya risiko tekanan darah tinggi lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita,
namun memasuki usia >45 tahun wanita mempunyai risiko lebih tinggi dikarenakan
wanita mulai memasuki usia menopouse. Hal ini disebabkan terjadi penurunan produksi
estrogen yang akan berdampak pada kardiovaskuler dimana terjadi penurunan elastisitas
pembuluh darah. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan
menjadi kaku. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada
usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik (Janu Purwono,
2020).

3. Klasifikasi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2
jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi secondary.
a. Hipertensi primary
adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat
dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola
makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan
obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi.
Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi
sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang
kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
b. Hipertensi secondary
adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi
sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung,
gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan
darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada
wanita yang berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas). Hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik
kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi
ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

4. Epidemiologi
Secara global, diperkirakan lebih dari 1 miliar orang mengalami peningkatan tekanan
darah yang masuk kriteria hipertensi. Prevalensi hipertensi yang tinggi ini konsisten pada
seluruh golongan sosioekonomi, dengan prevalensi yang meningkat seiring pertambahan
usia. Angka prevalensi hipertensi dapat mencapai 60% pada populasi dengan usia lebih
dari 60 tahun. Diperkirakan jumlah pasien dengan hipertensi dalam skala global akan
meningkat sekitar 15-20% hingga mencapai 1,5 miliar pada tahun 2025.
Berdasarkan Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018 terhadap 658.201 subjek
penelitian dari seluruh provinsi di Indonesia, prevalensi hipertensi menurut diagnosis
dokter pada populasi dewasa berada pada angka 8,36%. Angka ini terlampau jauh dari
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah yang berada pada
angka 34,11%. Data tersebut menunjukkan tingginya prevalensi hipertensi yang belum
terdeteksi di masyarakat Indonesia. Selain itu, kepatuhan minum obat secara rutin pada
subjek yang telah didiagnosis hipertensi hanya berada pada 54,40%.
Hipertensi tidak langsung menjadi penyebab kematian pada penderitanya, melainkan
menjadi faktor yang sangat penting dalam peningkatan kejadian penyakit kardio-
serebrovaskular. Hal ini menyebabkan mortalitas hipertensi secara global menjadi sangat
tinggi, di mana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dikaitkan dengan 14,0% dari seluruh
kematian di dunia. Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg juga dikaitkan dengan 40,1%
mortalitas akibat penyakit jantung iskemik, 38,1% mortalitas akibat stroke iskemik, dan
42,5% mortalitas akibat stroke hemoragik.
5. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi pada usia lanjut dibagi menjadi dua golongan:
a. Hipertensi essensial (hipertensi primer)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya, (Yulianto, 2016):
1) Genetika Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi
mendapatkan penyakit hipertensi.
2) Jenis Kelamin Dan Usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah
menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3) Diit Konsumsi Tinggi Garam Atau Kandungan Lemak Konsumsi garam yang
tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi secara
langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
4) Berat Badan Obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering
dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
5) Gaya Hidup Merokok Dan Konsumsi Alcohol Merokok dan konsumsi alkohol
sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat
yang terkandung dalam keduanya.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Menurut (Ratnawati, 2017), Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit,
yaitu:
1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan pada aorta
tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah diatas area kontriksi.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit utama
penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan
penyempitan.
3) satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
4) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi secara oral yang
memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan terjadinya hipertensi melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi ini,
tekanan darah akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian oral
kontrasepsi.
5) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
6) Stress, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara
waktu.
7) Kehamilan
8) Luka bakar
9) Peningkatan tekanan vaskuler
10) Merokok : Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial, 9 peningkatan denyut jantung
serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikan tekanan
darah.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016) :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih besar dari 160 mmHg
da tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016):
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
6. Faktor Risiko
Menurut (Tamher, 2013), faktor-faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak kandung/saudara
kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi lebih berisiko untuk terkena
hipertensi.
2) Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-
laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat
pada usia lebih dari 55 tahun.
3) Jenis Kelamin
Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada wanita.
4) Ras/Etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri hipertensi
banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada Kaukasia atau Amerika
Hispanik.
a. Faktor yang dapat diubah
Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan hipertensi antara lain
yaitu:
1) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam
rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil
dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan sinyal
pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan
menyemptkan pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena
tekanan darah yang lebih tinggi Murni dalam (Ratnawati, 2017).
2) Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor
risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan
dapat menyebabkan kematian secara global ((Ratnawati, 2017).
3) Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu
dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung
dipaksa memompa darah lebih kuat lagi agar darah sampai ke jaringan
mencukupi. Maka dapat disimpulkan bahwa konsumsi alkohol dapat
meningkatkan tekanan darah (Gunawan, 2015).
4) Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi mempunyai
kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu zat yang dikatakan
meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein didalam tubuh manusia bekerja
dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor
adinosa didalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah,
pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan
hingga 12 jam (Indriyani dalam Bistara D.N., & Kartini Y., 2018).
5) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam
Garam merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk memasak.
Konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan tekanan darah. natrium
merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi menjaga
keseimbangan cairan. Natrium yang berlebih dapat mengganggu keseimbangan
cairan tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.
6) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak
Lemak didalam makanan atau hidangan memberikan kecenderungan
meningkatkan kholesterol darah, terutama lemak hewani yang mengandung lemak
jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian dengan peningkatan prevalensi penyakit
hipertensi.
7. Patofisiologi
Faktor predisposisi yang saling berhubungan juga turut serta menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi. Diantaranya adalah faktor primer dan
faktor sekunder. Faktor primer adalah faktor genetik, gangguan emosi, obesitas, konsumsi
alkohol, kopi, obat-obatan, asupan garam, stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik
yang kurang. Sedangkan faktor sekunder adalah kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi
insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obatobatan seperti kontasepsi oral dan
kartikosteroid. Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuro preganglion melepaskan asetikolin, yang akan
merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor (Nurhidayat, 2015). Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasonkonstriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua factor tersebut cendrung pencetus keadaan hipertensi
(Nurhidayat, 2015). Pada Lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer. (Wijaya & Putri, 2013).

8. Pathway

Faktor pencetus atau etiologi : jenis kelamin, usia, merokok & alkohol, obesitas,
konsentrasi garam, stres emosional, kurang olahraga

Hipertensi atau tekanan darah tinggi

Kerusakan vascular pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyempitan pembuluh darah

Aliran Darah Terhambat

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Retensi pembuluh darah Vasokontriksi Spasme


arteriol otak meningkat Sistemik Koroner
pembuluh darah ginjal Vasokontriksi
Blood flow darah menurun Iskemik Miokard Risiko
Nyeri Cedera
Akut Merangsang aldosteron Afterload Meningkat
Nyeri
Akut
Retensi Na Fatigue

Edema Penurunan
Intoleran Curah
Kelebihan Volume Aktifitas Jantung
Cairan
9. Gejala Klinis
Sering dikatakan bahwa gejala yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun

10. Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Yulianto, 2016) pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan meliputi:
a. Hemoglobin/hematokrit: mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum: untuk menguji aldosteronisme primer (penyebab).
i. Urinalisa: darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin): kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi.
l. Steroid urin: kenaikan dapat di indikasi hiperadrenalisme, feokromositoma atau
disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
m. IVP: dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada: dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada
dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.

11. Terapi/Tindakan Penanganan


Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit
hipertensi meliputi:
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis pada
penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara
memodifikasi faktor resiko yaitu:
- Mempertahankan berat badan ideal Mempertahankan berat badan yang ideal
sesuai Body Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui
dengan rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan
dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet
rendah kolesterol kaya protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg
dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg.
- Mengurangi asupan natrium (sodium) Mengurangi asupan sodium dilakukan
dengan melakukan diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-
kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam
sampai dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5
mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok
teh/hari.
- Batasi konsumsi alkohol Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada
pria atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan
darah, sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu
dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
- Makan K dan Ca yang cukup dari diet Kalium menurunkan tekanan darah dengan
cara meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urin.
Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat
asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium
(>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan
sayur.
- Menghindari merokok Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja
lebih keras karena mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi
denyut jantung serta tekanan darah.
- Penurunan stress Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan
darah sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan
dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat 21
mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi
- Terapi relaksasi progresif Di Indonesia Indonesia, penelitian relaksasi progresif
sudah cukup banyak dilakukan. Terapi relakasi progresif terbukti efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Erviana, 2009). Teknik
relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang terintegrasi dan juga menganggu
bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon
relaksasi diperkirakan menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat
serta meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarekteristikan dengan
menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi
neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons relaksasi, ketika
melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman.
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
- Golongan Diuretik Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam
dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah.
- Penghambat Adrenergik Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat
yang terdiri dari alfablocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem saraf yang
dengan segera akan memberikan respon terhadap stress, dengan cara
meningkatkan tekanan darah.
- ACE-inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
- Angiotensin-II-bloker Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan
darah dengan suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
- Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme
yang berbeda.
- Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
- Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera. Beberapa obat bisa
menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara
intravena : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, labetalol.

12. Komplikasi
Menurut (Erna, 2016), komplikasi dari hipertensi adalah:
a. Stroke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri
yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya
aneurisma.
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik tidak
pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik
dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
c. Gagal ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapilerkapiler
glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti fungsionla ginjal,
neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya
glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic
koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang
mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi disebabkan oleh
kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya
terjadi koma dan kematian (Erna, 2016).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, Usia 65-80 tahun mempunyai risiko lebih tinggi terkena
hipertensi, terjadi pada semua jenis kelamin, status perkawinan: orang yang sudah
menikah memeliki pengaruh terhadap kondisi kejiwaan seseorang yang menyebabkan
tekanan darah meningkat. Pekerjaan: orang dengan pekerja keras tidak menutup
kemungkinan menderita hipertensi di karenakan aktivitas yang menguras sehingga
mengurangin aktivitas yang baik untuk dilakukan (Sibarani 2017 dalam Trijayanti
2019).
b. Keluhan Utama
Menurut (Aspiani, 2015), Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita
hipertensi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Pada
penderita hipertensi tidak ada gejala diawal, kalaupun ada biasanya ringan dan tidak
spesifik seperti pusing, tenguk terasa pegal, dan sakit kepala (Pratiwi & Mumpuni,
2017).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala,kelelahan,pundak terasa berat. Gejala-gejala yang mudah diamati pada
penderitah hipertensi antara lain yaitu: gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala,
sering gelisah, wajah merah, tengkuk teras pegal, mudah marah, telinga berdeging,
sukar tidur, sesak napas, tengkuk rasa berat, mudah lelah, mata berkunang-kunang
dan mimisan (darah keluar dari hidung) (Sutanto 2009, dalam Nahak, 2019).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit hipertensi sebelumnya,
riwayat pekerjaan pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan peningkatan
aktivitas, riwayat penggunaan obat- obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan
merokok serta riwayat penyakit kronik lain yang diderita klien
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang
sama karena genetik/keturunan.

f. Pola fungsi Gordon


1) Pola Nutrisi
Menggambarkan Pola nutirsi pada penderita hipertensi apakah diet rendah
garam, apakah masih mengkonsumsi alkohol, dan makan makanan yang sehat
untuk menjaga diri terbebas dari hipertensi.
2) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya
masalah defekasi, dan penggunaan kateter.
3) Pola Aktivitas dan Istirahat
Pada lansia yang kurang tidur menyebabkan gangguan pada gaya berjalanya
lebih lambat, mudah lelah, keseimbangan aktivitas menurun. Pengkajian Indeks
KATZ.
4) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan
masalah keuangan.
5) Pola Sensori dan Kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif, pola persepsi sensori meliputi
pengkajian penglihatan, pendengaran,perasaan, dan pembau. Pada klien katarak
dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah tampak
kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air mata. Tabel Pengkajian
Status Mental/Short Portable Mental Status Quesioner (SPMSQ).
6) Pola Persepsi
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan
konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran,
identitas diri. Manusi sebagai sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosial-
kultural-spiritual kecemasan, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit.
Depresi menggunakan Tabel Inventaris Depresi back.
7) Pola Seksual dan Reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.
8) Pola Mekanisme/Penanggulangan Stress dan Koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress

9) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan


Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual
(Trijayanti, 2019)
g. Pemeriksaan Fisik
Menurut Padila (2013) pemeriksaan fisik meliputi:
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, dan takipnea.
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan penyakit
serebrovaskuler. Dijumpai pula episode palpitasi serta perspirasi.
Tanda: kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dan kenaikan tekanan darah)
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Hipertensi merupakan peningkatan
tekanan darah systole diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastole diatas 90
mmHg Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaaan denyut
seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis/brakhialis,
denyut (popliteal, tibialis posterior, dan pedialis) tidak teraba atau lemah.
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi primer) Kulit
pucat, sianosis, dan diaphoresis (kongesti, hipoksemia).Bisa juga kulit berwarna
kemerahan (feokromositoma).
3) Integritas Ego
Gejala: riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euporia, atau marakronik (dapat
mengindikasikan kerusakan serebral). Selain ini juga ada faktorfaktor multiple,
seperti hubungan, keuangan, atau hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan
yang meledak, gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
gerakan fisik cepat, pernapasan menghela, dan peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala: adanya gangguan ginjal saat ini atau yang telah lalu, seperti
infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
5) Makanan dan Cairan
Gejala: Makanan yang disukai dapat mencakup makaan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan digoreng, keju, telur), gula-gula yang
berwarna hitam, dan kandungan tinggi kalori, mual dan muntah, penambahan
berat badan (meningkat/turun), riwayat penggunaan obat diuretic.
Tanda: Berat badan normal, bisa juga mengalami obestas. Adanya edema
(mungkin umum atau edema tertentu); kongesti vena, dan glikosuria (hampir 10%
pasien hipertensi adalah penderita diabetes).
6) Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital. (Terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
7) Nyeri/Ketidak Nyamanan
Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada
tungkai atau klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteriekstremitas bawah).
Sakit kepala oksipital berat, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri
abdomen/massa (feokromositoma).
8) Pernapasan
Secara umum, gangguan ini berhubungan dengan efek kardiopulmonal, tahap
lanjut dari hipertensi menetap/berat.
Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal parok-sismal, batuk dengan atau tanpaa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
Tanda: Distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernapasan, bunyi napas
tambahan (krakles atau mengi), sianosis.
9) Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Pemerikaan penunjang pada klien hipertensi menurut (Nurarif & Kusuma,
2015), yaitu:
1) Pemerikaan Laboratorium
- Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagubilita, anemia.
- BUN /kreatinin: memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
- Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
- CT scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
- EKG: dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
- IVP : mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti batu ginjal, perbaikan ginjal.
- Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisiologis
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Perawatan NIC Label: Perawatan
jantung keperawatan selama….x…. Jantung Jantung
berhubungan jam diharapkan tidak terjadi a. Evaluasi adanya nyeri dada a. Untuk mengetahui apakah
dengan penurunan curah jantung (intensitas, lokasi, durasi) ada nyeri dada
perubahan dengan kriteria hasil: b. Catat adanya disritmia b. Untuk mengetahui apakah
afterload NOC Label: Status Sirkulasi jantung ada disritmia jantung
a. Tanda-tanda vital dalam c. Catat adanya tanda dan c. Tanda dan gejala
rentang normal gejala penurunan cardiac penurunan cardiac output
(dipertahankan pada output nyeri perut, mual muntah,
skala 3 ditingkatkan ke d. Kaji status kardiovaskuler bengkak pada kaki dan
skala 4) e. Kaji balance cairan lengan, kelelahan kronis
b. Dapat mentoleransi f. Kaji adanya perubahan d. Untuk mengetahui
aktivitas (dipertahankan tekanan darah kondisi jantung
pada skala 3 ditingkatkan g. Kaji adanya dyspneu, e. Untuk mengetahui
ke skala 4) fatigue, dan ortopneu keseimbangan cairan pada
c. Tidak ada kelelahan NIC Label: Monitor Tanda- pasien hipertensi
(dipertahankan pada Tanda Vital f. Untuk mengetahui apakah
skala 3 ditingkatkan ke a. Kaji tekanan darah, nadi, ada peningkatan tekanan
skala 4) respirasi sebelum, selama darah
dan setelah aktivitas
b. Kaji kualitas nadi
c. Kaji jumlah irama jantung
d. Kaji bunyi jantung NIC Label: Monitor Tanda-
e. Kaji suara paru Tanda Vital
f. Identifikasi penyebab dari a. Untuk mengetahui tanda-
perubahan vital sign tanda vital selama pasien
beraktivitas normal/tidak
b. Untuk mengetahui nado
teratur atau tidak
c. Untuk mengetahui irama
jantung normal/abnormal
d. Untuk mengetaui bunyi
jantung
e. Untuk mengetahui suara
paru
f. Untuk mengetahui
penyebab perubahan
tanda-tanda vital
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Manajemen NIC Label: Manajemen
berhubungan keperawatan selama….x…. Nyeri Nyeri
dengan agens jam diharapkan nyeri a. Lakukan pengkajian a. Untuk mengetahui
nyeri komprehensif yang lokasi,skala, frekuensi
cedera fisiologis berkurang dengan kriteria
meliputi lokasi, dan factor pencetus dari
hasil: karakteristik, frekuensi, nyeri yang dirasakan
NOC Label: Tingkat kualitas, intensitas atau pasien
Nyeri beratnya nyeri dan factor b. Pasien dengan skala
a. Nyeri yang dilaporkan pencetus) nyeri berat biasanya
berkurang b. Observasi reaksi ekspresi wajahnya
(dipertahankan pada nonverbal menunjukkan
skala 2 ditingkatkan ke c. Ajarkan penggunaan meringgis kesakitan
skala 5) teknik non farmakologi c. Relaksasi nafas dalam
b. Ekspresi nyeri wajah (relaksasi nafas dalam) dapat mengurangi nyeri
tidak meringgis NIC Label: Pemberian yang dirasakan pasien
kesakitan Analgesik NIC Label: Pemberian
(dipertahankan pada a. Cek perintah pengobatan Analgesik
skala 2 ditingkatkan ke meliputi obat, dosis, dan a. Untuk mengetaui nama
skala 5) frekuensi obat analgesik obat dan dosis obat
c. Tidak bisa beristirahat yang diresepkan b. Untuk mengetahui
(dipertahankan pada b. Cek adanya Riwayat apakah pasien
skala 2 ditingkatkan ke alergi obat mempunyai Riwayat
skala 5) c. Berikan analgesik sesuai alergi obat
waktu paruhnya terutama c. Pemberian analgesic
pada nyeri yang berat dapat mengurangi nyeri
yang dirasakan pasien

Kelebihan Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Manajemen NIC Label: Manajemen
volume cairan keperawatan selama….x…. Cairan Cairan
berhubungan jam diharapkan kelebihan a. Pertahankan catatan intake a. Untuk mencegah edema
dengan volume cairan teratasi dengan dan output b. Untuk mengurangi edema
gangguan kriteria hasil: b. Pasang urin kateter jika c. Untuk mengetahui apakah
mekanisme NOC Label: Keseimbangan diperlukan Hb dan BUN pasien
regulasi Cairan c. Pantau hasil Hb yang sesuai normal/tidak
a. Terbebas dari edema dengan retensi cairan d. Untuk mengetahui status
(dipertahankan pada (BUN, Hmt) dinamik pasien
skala 3 ditingkatkan ke d. Pantau status hemodinamik e. Untuk mengetahui apakah
skala 4) termasuk CVP, MAP, PAP pasien mengalami
b. Terbebas dari distensi e. Kaji kelebihan cairan kelebihan cairan
vena jungularis f. Pantau status nutrisi f. Untuk mengetahui nutrisi
(dipertahankan pada pasien berlebihan atau
skala 3 ditingkatkan ke tidak
skala 4)
c. Terbebas dari kelelahan
(dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkan ke
skala 4)
Intoleran Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Manajemen NIC Label: Manajemen
aktivitas keperawatan selama….x…. Energi Energi
jam diharapkan intoleran a. Kaji status fisiologis a. Untuk mengetahui apa
berhubungan
aktivitas teratasi dengan pasien yang penyebab pasien
dengan kriteria hasil: menyebabkan kelelahan megalami kelelahan
kelemahan NOC Label: Tingkat sesuai dengan konteks atau kelemahan
umum Kelelahan usia dan perkembangan b. Agar mengetahui apa
a. Kegiatan sehari-hari b. Anjurkan pasien yang dirasakan oleh
(ADL) tidak dibantu mengungkapkan pasien
(dipertahankan pada perasaan secara verbal c. Untuk mengetahui
skala 3 ditingkatkan ke mengenai keterbatasan intake nutrisi pasien
skala 5) yang dialami NIC Label: Bantuan
b. Saturasi oksigen c. Monitor intake/asupan Perawatan Diri
normal 95-100% nutrisi untuk mengetahui a. Untuk mengetahui
(dipertahankan pada sumber energi yang kemampuan ADL
skala 3 ditingkatkan ke adekuat pasien
skala 5) NIC Label: Bantuan b. Untuk memenuhi
c. Kelesuan Perawatan Diri kebersihan diri pasien
(dipertahakan pada a. Monitor kemampuan
skala 3 ditingkatkan ke perawatan diri secara
skala 5) mandiri
b. Berikan bantuan sampai
pasien mampu
melakukan perawatan
diri mandiri

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri
dari beberapa komponen:
1. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
2. Diagnosis keperawatan
3. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
4. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai. Selama melakukan asuhan keperawatan 3x24 jam pasien
diharapkan:
a. Agar pasien bisa memenuhi kebutuhan secara mandiri
b. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel
darah putih
c. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan
d. Bisa mengontrol pola sesuai dengan diet yang diberikan
2. Evaluasi somatif
Evaluasi ini merupakan akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.
S: data yang didapatkan melalui keluhan pasien
O: data yang diamati atau di observasi oleh perawat
A: tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P: rencana yang akan dilanjutkan bila tujuan tersebut tidak tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S., Sari, S. M., & Savta, R. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Hipertensi Pada Lansia di Atas Umur 65 Tahun. Jurnal Kesehatan Komunitas,
2(4), 180–186. https://doi.org/https://doi.org/10.25311/keskom/2014/2.4
Ariana, P. A., Putra, G. N. W., & Wiliantari, N. K. (2020). Relaksasi Otot Progresif
Meningkatkan Kualitas Tidur pada Lansia Wanita. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(2),
416–425. https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1051
Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2021.
https://www.bps.go.id/publication/2021/12/21/c3fd9f27372f6ddcf7462006/st atistik-
penduduk-lanjut-usia-2021.html
Budi S., P. (2019). Hipertensi Manajemen Komprehensif - Google Books. In
Airlangga University Press. Surabaya: Airlangga University Press (UAP).
https://www.google.co.id/books/edition/Hipertensi_Manajemen_Komprehen
sif/bm_IDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Dewi, S. R. (2019). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (1st ed.). Yogyakarta:
Deepublish. Fajarnia, P. A. H. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan
Gangguan Pola Tidur Pada Diagnosa Medis Hipertensi Di Desa Gedangklutuk Beji.
POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO.
Fajriyah, N. N., Andriani, A., Keperawatan, P., & Zaitun, M. (2018). Efektivitas
Minyak Zaitun untuk Pencegahan Kerusakan Kulit pada Pasien The effectiveness of
Olive Oil for Skin Damage Prevention in Patients with Leprosy. VII(1).
Fikriana, R. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Deepublish.
https://books.google.co.id/books?id=Rm9nDwAAQBAJ&printsec=frontcove
r&dq=anatomi+fisiologi+sistem+kardiovaskuler&hl=id&sa=X&ved=2ahUK
Ewio84aCscL4AhV5RmwGHUqODA4Q6AF6BAgLEAM#v=onepage&q=a natomi
fisiologi sistem kardiovaskuler&f=false
Fitrianti, S., & Putri, M. E. (2018). Pemberian Relaksasi Otot Progresif pada Lansia
Dengan Hipertensi Essensial di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
18(2), 368. https://doi.org/10.33087/jiubj.v18i2.481
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020 (11th ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai