KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan karunia-Nya, Laporan Pendahuluan Kegiatan
Penyusunan Grand Design Pengendalian Banjir Sungai Bate Pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) Glondong telah terselesaikan. Pekerjaan ini
merupakan serangkaian pekerjaan yang bertahap dan berkelanjutan.
Adapun isi Laporan Pendahuluan ini terdiri dari :
Bab I Pendahuluan
Bab II Metodologi
(Penyusun)
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan...................................................................................1
1.2.1 Maksud...............................................................................................2
1.2.2 Tujuan................................................................................................2
1.3 Sasaran.......................................................................................................2
1.4 Tempat pelaksanaan..................................................................................3
1.5 Ruang Lingkup..........................................................................................3
1.5.1 Lingkup Wilayah................................................................................3
1.5.2 Lingkup Kegiatan...............................................................................3
1.6 Keluaran....................................................................................................4
1.7 Sistematika Penyajian................................................................................5
BAB II METODOLOGI..........................................................................................7
2.1 Umum........................................................................................................7
2.2 Metodologi Pengumpulan Data.................................................................7
2.3 Alur Pekerjaan Studi.................................................................................7
2.4 Rancangan Teknis Pengelolaan DAS Glondong.....................................10
2.4.1 Analisa Hidrologi.............................................................................10
2.4.2 Analisa Debit Banjir Rancangan......................................................15
2.4.3 Pendugaan Laju Erosi......................................................................21
2.4.4 Analisa Kekritisan Lahan.................................................................27
2.4.5 Klarifikasi Kemampuan Lahan........................................................28
2.5 Pola Rehabilitasi dan Konservasi Tanah.................................................35
2.6 Pengertian Banjir.....................................................................................36
2.7 Sistem Pengedalian Banjir.......................................................................37
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
DAFTAR GAMBAR
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
DAFTAR TABEL
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banjir yang sering terjadi di Indonesia merupakan peristiwa alam yang tidak
dapat dicegah, namun dapat dikurangi akibat yang ditimbulkanya, sehingga
kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan dapat diperkecil. Termasuk banjir di
Sungai Bate, dimana banjir yang terjadi berupa banjir bandang yang sifatnya
terjadi secara cepat dan surut dengan cepat pula.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
1.2.1 Maksud
Maksud dari pekerjaan “Penyusunan Grand Design Pengendalian Banjir
Sungai Bate pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Glondong” ini adalah melakukan
penyusunan rencana pengendalian daya rusak air, beserta tinjauan alternatif
rencana konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air melalui
penataan kawasan sungai dan DAS Glondong secara menyeluruh dari hulu hingga
ke hilir, untuk kemudian dijabarkan dalam rencana kerja jangka pendek,
menengah dan jangka panjang dalam penanganan DAS Glondong sehingga
kerugian akibat banjir dan ancaman lainnya dapat diminimalisir.
1.2.2 Tujuan
Sedangkan tujuan dari pekerjaan “Penyusunan Grand Design Pengendalian
Banjir Sungai Bate pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Glondong” ini adalah
1. Melakukan analisis penyebab banjir yang sering terjadi di Sungai Bate pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) Glondong (Kabupaten Banyuwangi dan
Kabupaten Bondowoso) secara menyeluruh dan terpadu dari bagian hulu
hingga bagian hilir.
2. Melakukan analisis grand desain rencana pengendalian daya rusak air di DAS
Glondong, beserta tinjauan terhadap aspek konservasi sumber daya air dan
aspek pendayagunaan sumber daya air secara menyeluruh dan terpadu dari
bagian hulu hingga bagian hilir.
1.3 Sasaran
Sasaran dari studi ini adalah untuk mendapatkan langkah-langkah yang tepat
berupa rekomendasi penanganan masalah banjir yang terjadi dengan
mengedepankan analisis situasi dan kondisi eksisting DAS, daya dukung beserta
daya tampung dan ketersedian sumber daya serta analisis SWOT dan grand desain
dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Penanganan hendaknya
secara menyeluruh mencakup kondisi fisik dan nonfisik DAS Glondong.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
1.6 Keluaran
a. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan, memuat diskripsi latar belakang, maksud dan
tujuan, metodologi, perencanaan personil, jadwal rencana yang terinci,
alat analisis yang digunakan, studi kepustakaan/literatur dan survei
lapangan yang akan dilaksanakan dan dipresentasikan.
Waktu penyelesaian dan penyerahan Laporan Pendahuluan paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender setelah ditandatangani kontrak Swakelola.
Laporan Pendahuluan diserahkan sebanyak 5 (lima) buku.
b. Laporan Antara
Laporan Antara, memuat diskripsi latar belakang, tinjauan teori,
gambaran umum wilayah perencanaan, hasil observasi lapangan dan
pengumpulan data dan informasi primer dan sekunder serta analisis
rencana tindak penyusunan laporan.
Waktu penyelesaian dan penyerahan Laporan Antara paling lambat 60
(enam puluh) hari kalender setelah ditandatangani kontrak Swakelola.
Laporan Antara diserahkan sebanyak 5 (lima) buku.
c. Draft Laporan Akhir
Draft laporan Akhir, memuat diskripsi latar belakang, tinjauan teori,
gambaran umum wilayah perencanaan, hasil observasi lapangan dan
pengumpulan data dan informasi primer dan sekunder, hasil analisis
untuk penanganan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Glondong di
Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, serta roadmap
penanganan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Glondong serta grand
desain pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Glondong.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan tentang Latar belakang, Maksud dan
Tujuan, Tempat Kegiatan, Ruang Lingkup, Indikator Keluaran, Sistematika
Penyajian.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
BAB II
METODOLOGI
2.1 Umum
Berdasarkan uraian tugas yang terangkum di dalam Kerangka Acuan Kerja
(TOR), konsultan mempunyai kewajiban menganalisis problematik yang
selanjutnya menemukan pemecahan yang terbaik untuk pekerjaan studi ini. Sesuai
dengan ruang lingkup, tugas dan tanggung jawab Konsultan, diperlukan metode
analisa yang tepat dan efektif, agar dapat dicapai suatu hasil analisa yang optimal.
Metode analisa yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data. Dalam hal
ini kelengkapan dan keakuratan data memegang peranan penting dalam suatu
analisa agar dapat dicapai suatu hasil analisa yang optimal.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Dengan demikian akan sulit untuk menentukan berapa hujan yang turun di
seluruh areal serta sulit pula untuk menentukan hubungan antara besarnya debit
banjir dan curah hujan yang mengakibatkan banjir tersebut.
a. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil
dapat diwakili oleh sebuah stasiun pengamatan,
b. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250-50.000 ha yang memiliki 2 atau 3
stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar,
c. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000-500.000 ha yang memiliki
beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata dapat menggunakan
metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata
dapat menggunakan metode Thiessen,
d. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan
metode Isohiet atau metode potongan antara.
Dalam kajian ini untuk menentukan curah hujan rancangan dipakai metode
analisa frekuensi Log Pearson III, karena cara ini sesuai untuk berbagai macam
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
1. Data rerata hujan harian maksimum tahunan sebanyak n buah diubah dalam
bentuk logaritma (Log X1)
2. Dihitung harga logaritma rata-rata
Log Xrerata =
∑ log Xi
i=1
n
3. Dihitung harga simpangan baku
[ ]
n 2¿
1¿
∑ (Log Xi−Log X)2 ¿
i=1
¿
Sd =
n−1
4. Dihitung koefisien kemencengan (Cs)
n
n ∑ ( Log Xi−Log X )3
i=1
Cs = (n−1 ) (n−2) Sd 3
5. Dihitung logaritma curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu
Log X1 = Log Xrerata + G . Std dengan:
X1 = curah hujan rancangan (mm)
Log Xrerata = rata-rata logaritma dari hujan maksimum tahunan
Std = simpangan baku
G = konstanta hubungan Cs dan Peluang
6. Curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu didapat dengan
menghitung antilog dari X1.
2.4.1.4 Uji Kesesuaian Distribusi
Untuk mengetahui apakah suatu data sesuai dengan sebaran teoritis yang
dipilih, maka setelah penggambaran pada kertas probabilitas perlu dilakukan
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
pengujian lebih lanjut. Pengujian ini disebut dengan uji kesesuaian yang
dilakukan dengan dua cara, yaitu uji Kai Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorov.
2
(O j−E j )
∑ Ej
X2 =
dengan:
X2 = harga kai-kuadrat
Ej = frekuensi teoritis kelas J
Oj = frekuensi pengamatan kelas J
Jumlah kelas distribusi dan batas kelas dihitung dengan rumus:
k = 1 + 3,22 Log n
dengan:
k = jumlah kelas distribusi
n = banyaknya data
Distribusi frekuensi diterima jika, nilai X2 < Xcr2
Nilai X kritis untuk uji Kai - Kuadrat dapat dilihat pada Tabel.
B. Uji Smirnov-Kolmogorov
Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan probabilitas untuk tiap data
yaitu dari perbedaan distribusi empiris dan teoritis yang disebut maks. Bentuk
persamaan pengujiannya adalah:
maks = [ Pt – Pe]
dengan:
maks = selisih antara peluang teoritis dengan peluang empiris (%)
cr = simpangan kritis (Tabel)
Pt = peluang teoritis (%)
Pe = peluang empiris (%)
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
m
Perhitungan peluang empiris dengan persamaan Weibull P = n+1
dengan:
P = peluang (%)
m = nomor urut data
n = jumlah data
Apabila maks < cr tabel, berarti distribusi frekuensi dapat diterima .
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Rumus Mononobe :
I = (R24/t) x (T/Tc)2/3
Dengan:
I = intensitas hujan rata-rata dalam t jam (mm/jam)
R24 = curah hujan efektif dalam satu hari (mm)
t = lama waktu hujan (jam), diasumsi durasi hujan selama 6 jam
T = waktu mulai hujan (jam)
Tc = waktu konsentrasi hujan (jam)
2.4.2.2 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi
daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun
kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah:
1. Keadaan hujan
2. Luas dan bentuk daerah aliran
3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
5. Kelembaban tanah
6. Suhu udara dan angin serta evaporasi
7. Tata guna tanah
Koefisien pengaliran seperti disajikan pada tabel 3.1 berikut, didasarkan
dengan suatu pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada
faktor-faktor fisik.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Angka
Kondisi DAS
Pengaliran
Pegunungan 0,75 – 0,90
Pegunungan Tersier 0,70 – 0,80
Tanah berlief berat dan berhutan kayu 0,50 – 0,75
Dataran pertanian 0,45 - 0,60
Dataran sawah irigasi 0,70 – 0,80
Sungai di pegunungan 0,75 – 0,85
Sungai di dataran rendah 0,45 – 0,75
Sungai besar yg sebagian aliran berada di dataran 0,50 – 0,75
rendah
Sumber: Sosrodarsono, 1987
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Curah Rumus
No Daerah Kondisi Sungai Hujan Koefisien
(mm) Pengaliran
1 Hulu f = 1 – 15,7/Rt3/4
2 Tengah Sungai Biasa f = 1 – 5,65/Rt3/4
3 Tengah Sungai di Zona Rt > 200 mm f = 1 – 7,20/Rt3/4
4 Tengah Lava Rt < 200 mm f = 1 – 3,14/Rt3/4
5 Hilir f = 1 – 6,60/Rt3/4
Sumber: Sosrodarsono, 1987
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
c A Ro
Qp = 3,6 (0,3 Tp+T 0,3 )
Tp = tg + 0,8 tr
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
0,3
( )
t−Tp
T 0,3
Qd1 = Qp .
( )
t−Tp+0,5 T 0,3
1,5. T 0,3
Qd2 = Qp . 0,3
( )
t−Tp+1,5 T 0,3
2,0. T 0,3
Qd3 = Qp . 0,3
dengan:
Qp = debit puncak banjir (m3/det/mm)
C = koefisien pengaliran
A = luas DAS (km2)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai
menjadi ....30% dari debit puncak (jam)
L = panjang alur sungai (km)
Tg = waktu konsentrasi (jam)
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det/mm)
T = waktu (jam)
Untuk :
a. daerah pengaliran biasa α = 2
b. bagian naik hidrograf lambat dan bagian menurun cepat α = 1,5
c. bagian naik hidrograf cepat dan bagian menurun lambat α = 3
Dengan dihitungnya hidrograf satuan, maka hidrograf banjir untuk berbagai kala
ulang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Qk = U1 . Ri + U2 . Ri-1 + U3 . Ri-2 + … + Un . Ri-n+1 + Bf
dengan:
Qk = Ordinat hidrograf banjir pada jam ke k (m3/det)
Un = Ordinat hidrograf satuan (m3/det.mm)
Ri = Hujan netto pada jam ke i (mm)
Bf = Aliran dasar (Base Flow), (mm)
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
E = f (H, T, K, V, M)
dengan: E = erosi; f = faktor-faktor yang mempengaruhi; H = iklim atau curah
hujan; T = tanah; K = topografi (kemiringan); V = vegetasi; dan M = manusia
Dalam kebijakan selanjutnya untuk penggunaan lahan dan tindakan
konservasi yang dapat dilakukan didasarkan dengan hasil prediksi laju erosi dan
pendugaan laju erosi yang diperbolehkan (Edp). Laju erosi yang diperbolehkan
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
adalah laju erosi yang dapat ditolerir agar perpelihara suatu kedalaman tanah yang
cukup bagi pertumbuhan tanaman dan memungkinkan tercapainya produktifitas
tinggi serta lestari
Dalam Studi Identifikasi Permasalahan Banjir di Sungai Pekalen (DAS
Pekalen) ini besarnya laju erosi diprediksi dengan menggunakan persamaan
USLE (Universal Soil Loss Equation), yaitu:
A = R.K.L. S. C. P
dengan:
A = Laju erosi (ton/ha/tahun),
R = Indeks erosivitas hujan (mm),
K = Indeks erodibilitas tanah,
L = faktor panjang lereng (m),
S = faktor kemiringan lereng (%),
C = faktor vegetasi penutup tanah, dan
P = faktor tindakan pengelolaan tanaman.
2.4.3.1 Analisa Indeks Erosivitas Hujan
Indeks erosivitas hujan adalah besarnya kemampuan hujan untuk
menyebabkan erosi. Sifat-sifat hujan yang diduga sebagai parameter penting
penyebab terjadinya erosi adalah jumlah curah hujan, intensitas hujan, sebaran
intensitas dan energi kinetik. Perhitungan indeks erosivitas hujan yang tepat dapat
menghasilkan laju erosi yang mendekati pengukuran langsung di lapangan,
sehingga rekomendasi usaha konservasi sesuai dengan kondisi daerah yang dikaji.
Dalam Studi Identifikasi Permasalahan Banjir di Sungai Pekalen (DAS
Pekalen) ini perhitungan indeks erosivitas hujan yang dilakukan dengan
menggunakan pendekatan indeks erosivitas Arnoldus. Indeks erosivitas Arnoldus
merupakan modifikasi dari indeks erosivitas hujan Fournier yang menggunakan
data tinggi hujan bulanan dan tahunan dalam menduga erosivitas hujan.
Langkah-langkah untuk mendapatkan indeks erosivitas hujan metode
Arnoldus adalah sebagai berikut :
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Tabel 2. 3 Perkiraan Besar Nilai Erodibiltas (K) Beberapa Jenis Tanah di Pulau Jawa
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
dengan:
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
(erosi). Sedangkan faktor P merupakan nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari
lahan yang mendapat perlakuan konservasi tanah tertentu terhadap tanah tererosi
rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-
faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
lahan, yaitu: divisi (1) untuk lahan yang dapat diusahakan menjadi lahan pertanian
dan divisi (2) untuk lahan yang tidak dapat dijadikan sebagai lahan pertanian.
B. Kelas
Kelas merupakan klasifikasi kemampuan lahan yang lebih mendetail
daripada divisi. Penggolongan dalam kelas berdasarkan pada intensitas faktor
pembatas yang tidak dapat diubah, yaitu kelerengan lahan, tekstur tanah,
kedalaman efektif, kondisi drainase tanah, dan tingkat erosi yang terjadi.
Lahan dikelompokkan ke dalam kelas I sampai VIII. Ancaman kerusakan
dan besarnya faktor penghambat meningkat seiring dengan bertambahnya kelas
kemampuan lahan. Tanah kelas I-IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha
pertanian, sedangkan kelas V-VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian. Walaupun
dipaksakan untuk usaha pertanian, dikhawatirkan akan mendapatkan hasil yang
tidak optimal, membutuhkan biaya yang sangat tinggi, maupun dapat merusak
kondisi lahan.
Kelas I
Tanah kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa
memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar,
dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan
renponsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai penghambat
atau ancaman kerusakan dan oleh karenanya dapat digarap untuk usaha tani
tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha
pemeliharaan tanah yang baik diperlukan untuk menjaga kesuburannya dan
mempertinggi produktivitas.
Kelas II
Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan
sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Lahannya berlereng landai, agak
peka terhadap erosi, atau bertekstur halus sampai agak kasar. Jika digarap
untuk usaha pertanian semusim diperlukan tindakan pengawetan tanah yang
ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan
tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, atau guludan, di samping
tindakan-tindakan pemupukan seperti kelas I.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Kelas III
Tanah Kelas III sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas
II sehingga memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas III
terletak pada lereng agak miring, atau berdrainase buruk, kedalamannya
sedang, atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan tanah
khusus seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan
tanaman penutup tanah dimana waktu untuk tanaman tersebut lebih lama,
disamping tindakan-tindakan untuk memelihara atau meningkatkan
kesuburan tanah.
Kelas IV
Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas
III, sehingga memerlukan tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih
berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk tanaman semusim.
Tanah Kelas IV terletak pada lereng yang miring (15 - 30%) atau
berdrainasi buruk atau kedalamannya dangkal. Jika dipergunakan untuk
tanaman semusim diperlukan teras atau perbaikan drainase atau pergiliran
dengan tanaman penutup tanah/makanan ternak/pupuk hijau selama 3-5
tahun.
Kelas V
Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman semusim, tetapi lebih
sesuai untuk ditanami tanaman makanan ternak secara permanen atau
dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung
sehingga selalu tergenang air atau terlalu banyak batu di atas permukaannya
atau terdapat liat masam (cat clay) didekat atau pada daerah perakarannya.
Kelas VI
Tanah Kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman
semusim, disebabkan karena terletak pada lereng yang agak curam (30 -
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
KELAS
Pengembalaan Intensif
Pengembalaan Sedang
Pertanian Terbatas
Pertanian Intensif
KEMAMPUAN
Pertanian Sedang
Pertanian Sangat
Pengembalaan
Cagar Alam
LAHAN
Terbatas
Intensif
Hutan
I
Hambatan/Ancaman Memingkat, Kesesuaian
dan Pilihan Penggunaan Berkurang
II
III
IV
VI
VII
VIII
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
A. Lereng
Kemiringan lereng di suatu lahan sangat menentukan jenis pengelolaan
tanah dan jenis tanaman yang boleh ditanam di lahan tersebut. Sistem USDA
mengelompokkan kemiringan rata-rata lereng menjadi 7 kelas, yaitu:
0–3% = datar (l0)
3–8% = landai/berombak (l1)
8 – 15 % = agak miring/bergelombang (l2)
15 – 30 % = miring/berbukit (l3)
30 – 45 % = agak curam (l4)
45 – 65 % = curam (l5)
>65 % = sangat curam (l6)
B. Tekstur tanah
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya butiran tanah. Tekstur tanah
dikelompokkan menjadi:
Halus = liat berdebu, liat (t1)
Agak halus = liat berpasir, lempung berliat, lempung liat
berpasir (t2)
Sedang = debu, lempung berdebu, lempung (t3)
Agak kasar = lempung berpasir (t4)
Kasar = pasir berlempung, pasir (t5)
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
2. Andosol Sedang
3. Regosol (Grumusol) Halus (kandungan liat>30%)
4. Aluvial Halus – kasar
5. Glei humus Halus
Sumber: Hardjowigeno, 1993
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Keterangan:
(+) = Dapat mempunyai nilai faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah
(++) = Permukaan tanah selalu tergenang
Tekstur: Drainase: Erosi:
ah = agak halus b = baik t = tidak ada
h = halus ab = agak baik r = ringan
ak = agak kasar aj = agak jelek s = sedang
k = kasar j = jelek b = berat
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
a. Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut /yang
sedang berjalan.
b. Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir, termasuk data kerugian akibat
banjir.
c. Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan
yang akan datang.
Dengan memperhatikan hal‐hal tersebut di atas dapat melakukan perencanaan
sistem pengendalian banjir dengan menyesuaikan kondisi yang ada, denga
berbagai cara mulai dari hulu sampai hilir yang mungkin dapat dilaksanakan. Cara
pengendalian banjir dapat dilakukan secara struktur dan non struktur. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Sedangkan jika anak sungai yang arusnya deras dan membawa banyak
sedimen mengalir ke sungai utama, maka terjadi pengendapan berbentuk kipas.
Sungai utama akan terdesak oleh anak sungai tersebut. Bentuk pertemuannya
akan cenderung bergeser ke arah hulu sebagaimana yang terlihat pada gambar
3.7.
Karena itu arus anak sungai dapat merusak tanggul sungai utama di seberang
muara anak sungai atau memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi
bangunan sungai yang terdapat di sebelah hilir pertemuan yang tidak deras
arusnya. Lebar sungai utama pada pertemuan dengan anak sungai cenderung
untuk bertambah sehingga sering berbentuk gosong – gosong pasir dan berubah
arah arus sungai seperti terlihat pada gambar 3.7b
Untuk mencegah terjadinya kasus seperti di atas, maka pada pertemuan
sungai dilakukan penanganan sebagai berikut:
Pada pertemuan 2 (dua) buah sungai yang rezimnya berlainan, maka
pada kedua sungai tersebut diadakan perbaikan sedemikian, agar
resimnya menjadi hampir sama. Adapun perbaikannya adalah dengan
pembuatan tanggul pemisah diantara kedua sungai tersebut (gambar
3.8) dan pertemuannya digeser agak ke hilir apabila sebuah anak
sungai yang kemiringannya curam bertemu dengan sungai utamanya,
maka dekat pertemuannya dapat dibuatkan ambang bertangga.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
b. Normalisasi Sungai
Usaha pengendalian banjir dengan normalisasi alur sungai dimaksudkan
untuk memperbesar kapasitas pengaliran saluran. Kegiatan tersebut meliputi:
1) Normalisasi penampang melintang
2) Perbaikan kemiringan dasar saluran
3) Memperkecil kekasaran dinding alur saluran
4) Melakukan rekonstruksi bangunan di sepanjang saluran yang
tidak sesuai dan menggangu aliran air banjir
5) Pembuatan tanggul banjir
Untuk pelaksanaan perbaikan sungai perlu merencanakan perubahan
lebar sungai eksisting (B1) dan kedalamannya (H1) dengan melakukan
pengerukan dan mendesain lebar sungai (B2) dan kedalaman (H2) yang telah
dianalisa,
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
e. Saluran Banjir
Berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir ke saluran banjir
(floodway), sehubungan kapasitas pengaliran alur lama yang terbatas.
Faktor yang diperhatikan dalam merencanakan flood way adalah :
1) Perbaikan sungai alur lama terbatas, dimana Q kapasitas < Q banjir rencana
2) Memungkinkan untuk dibuat flood way, dengan kondisi sebagai berikut:
Terdapat sungai alam untuk flood way
Dampak negatif sosial - ekonomi kecil
Tidak ada masalah dalam pembebasan lahan d. Head / energi yang
tersedia (flood way) besar.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
BAB III
GAMBARAN UMUM
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
3.1.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019 berdasarkan
hasil proyeksi penduduk berjumlah sekitar 39,699 juta jiwa. Kepadatan
penduduk per km2 sebesar 831 jiwa/km2. Sedangkan rasion jenis kelamin
adalah 97,53. Dari total penduduk Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019,
kelompok umur yang berjumlah paling banyak adalah kelompok umur 20-
24 tahun dengan jumlah sekitar 3,054 jiwa.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Penduduk (ribu)
Kabupaten/Kota
2010 2019
Kabupaten
Pacitan 542 555
Ponorogo 857 871
Trenggalek 676 696
Tuungagung 992 1.039
Blitar 1.119 1.161
Kediri 1.503 1.574
Malang 2.452 2.606
Lumajang 1.008 1.042
Jember 2.338 2.451
Banyuwangi 1.559 1.614
Bondowoso 738 776
Situbondo 649 683
Probolinggo 1.099 1.169
Pasuruan 1.516 1.627
Sidoarjo 1.950 2.249
Mojokerto 1.029 1.118
Jombang 1.205 1.264
Nganjuk 1.019 1.055
Madiun 663 683
Magetan 621 629
Ngawi 819 830
Bojonegoro 1.212 1.250
Tuban 1.121 1.173
Lamongan 1.181 1.189
Gresik 1.181 1.313
Bangkalan 909 987
Sampang 881 979
Pamekasan 799 880
Sumenep 1.045 1.089
Kota
Kediri 269 287
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Penduduk (ribu)
Kabupaten/Kota
2010 2019
Blitar 132 142
Malang 822 871
Probolinggo 218 237
Pasuruan 187 200
Mojokerto 121 129
Madiun 171 177
Surabaya 2.772 2.896
Batu 191 207
Total 37.566 39.698
Sumber: Provinsi Jawa Timur Dalam Angka, 2020
3.1.4 Perekonomian
A. Kondisi Perekonomian Jawa Timur
Angka PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku (ADHB) selama kurun
waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan, yakni sebesar 1.691.477,06
miliar rupiah (2015) menjadi sebesar 2.352.425,20 miliar rupiah (2019).
Sementara angka PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan (ADHK) 2010,
selama kurun lima tahun terakhir juga mengalami peningkatan masing-masing
1.331.376 miliar rupiah (2015) menjadi sebesar 1.650.143 miliar rupiah (2019).
Distribusi persentase PDRB ADHB menurut lapangan usaha tahun 2019,
terbesar pada kategori industri pengolahan 30,24 persen, perdagangan besar dan
eceran 18,46 persen, diikuti pertanian, kehutanan dan perikanan 11,43 persen.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2019 terutama didukung oleh
pertumbuhan pada kategori penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
7,58 persen, jasa kesehatan dan kegiatan sosial 7,55 persen, serta Informasi dan
Komunikasi 7,36 persen.
B. Kondisi Perekonomian Kawasan Prioritas Gerbangkertosusila
Kekuatan ekonomi Kawasan prioritas Gerbangkertosusila ditunjukkan oleh
output wilayah berupa Produk Domestrik Regional Bruto (PDRB) pada tahun
2019 sebesar Rp1.260,99 triliun atau 53,10% dari total PDRB Jawa Timur.
Hampir setengah perekonomian di Jawa Timur tumbuh dinamis di
Kawasan Prioritas Gerbangkertosisila dan mampu tumbuh sebesar 5,79%. Kota
Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik merupakan tiga daerah utama yang mendukung
ekonomi kawasan ini. Kinerja Ekonomi Kawasan Prioritas Gerbangkertosusila
ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu:
a. Pertanian: menghasilkan sebesar Rp71,16 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 5,64%. Kontribusi terbesar terdapat pada
Kabupaten Bangkalan, Lamongan, dan Bojonegoro.
b. Industry: menghasilkan sebesar Rp355,27 triliun dengan kontribusi
terhadap PDRB sebesar 28,17%. Kontribusi terbesar terdapat pada
Kabupaten Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Tuban. Industri Gresik
dan Sidoarjo hampir mencapai 50%.
c. Perdagangan: menghasilkan sebesar Rp260,73 triliun dengan
kontribusi terhadap PDRB sebesar 20,68%. Kontribusi terbesar
terdapat pada Kabupaten Jombang, Kota Mojokerto, dan Surabaya.
Surabaya tercatat memiliki share perdagangan yang cukup besar,
yakni sebesar 30,17%.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
Untuk tanaman Jagung dan Kedelai, pada tahun 2019 Provinsi Jawa Timur
tercatat jumlah produksinya sebesar 6.131,16 ribu ton jagung dan 345,0 ribu ton
kedelai. Kabupaten dengan jumlah produksi jagung tertinggi adalah Kabupaten
Tuban dengan jumlah produksi sebesar 506,97 ribu ton. Sementara Kabupaten
dengan jumlah produksi kedelai tertinggi adalah Kabupaten Banyuwangi sebesar
44,6 ribu ton.
B. Hortikultura
Produksi tanaman sayuran di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019 untuk
tanaman bawang merah, cabai, kentang, tomat, bawang putih berturut-turut
sebesar 4.519,12 ribu ton, 1.990,44 ribu ton, 1.828,6 ribu ton, 384,50 ribu ton, dan
67,75 ribu ton. kabupaten dengan jumlah produksi cabai tertinggi adalah
kabupaten Blitar dengan jumlah produksi sebesar 420,08 ribu ton. Untuk
Tanaman biofarmaka di provinsi Jawa Timur pada tahun 2019 produksi tanaman
jahe sebesar 10,85 ribu ton, laos 2,94 ribu ton, kencur 934 ton dan kunyit sebesar
25,93 ribu ton.
C. Perkebunan
Dari data luas tanaman perkebunan yang ada di Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2018, yang mempunyai areal terluas adalah perkebunan kelapa, yaitu
sebesar 263.347 Ha dengan hasil produksi sebesar 244.057 ton. Diikuti oleh luas
areal perkebunan tebu 194.903 ha dengan produksi sebesar 1.066.628 ton.
D. Kehutanan
Data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur memperlihatkan bahwa hutan
di Jawa Timur luasnya mencapai 1.361.146 ha, yang terdiri dari hutan produksi
seluas 782.772 ha, suaka alam dan pelestarian alam 233.632 ha, dan hutan lindung
seluas 344.742 ha. Untuk produksi kayu di Provinsi Jawa Timur selama tahun
2019 produksi kayu bulat sebesar 3,91 juta kubik, kayu gergajian sebesar 754,89
ribu kubik, dan kayu lapis sebesar 1,14 juta kubik.
E. Peternakan
Selain sebagai produsen tanaman pangan, Provinsi Jawa timur juga
merupakan salah satu propinsi penyangga komoditas hasil peternakan seperti
daging, telur dan produksi ternak ikutan lainnya. Pada tahun 2019 populasi sapi
potong di Provinsi Jawa Timur sebesar 4.705,07 ribu ekor dengan produksi
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
daging sebesar 103,29 ribu ton. Kabupaten dengan jumlah produksi daging sapi
terbesar adalah Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo yaitu berturut-turut
sebesar 11,32 ribu ton dan 9,07 ton. Untuk Produksi telur tercatat pada tahun 2019
Provinsi Jawa Timur sebesar 489,96 ribu ton. Kabupaten Blitar merupakan
Kabupaten penghasil telur terbesar di Jawa Timur dengan produksi sebesar 163,36
ribu ton.
F. Perikanan
Jumlah produksi perikanan tangkap di Jawa Timur tahun 2018 yaitu
sebesar 564.399 ton dengan jumlah terbanyak yaitu perikanan laut sebanyak
551.925 ton. Sedangkan jumlah produksi perikanan budidaya sebesar 1.189.443
ton dengan jumlah terbanyak adalah budidaya rumput laut sebesar 532.596 ton.
Tabel 3. 4 Panjang Jalan Kewenangan Provinsi Jawa Timur per Kabupaten (KM)
Kabupaten
1 Pacitan 102.29 21 Ngawi -
2 Ponorogo 42.35 22 Bojonegoro 48
3 Trenggalek - 23 Tuban 82
4 Tulungagung 9.58 24 Lamongan 56
5 Blitar 29 25 Gresik 21
6 Kediri 78 26 Bangkalan -
7 Malang 70 27 Sampang 56.3
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
dari selatan hingga utara dimana di dalamnya terdapat banyak sungai yang
selalu mengalir di sepanjang tahun. Di Kabupaten Banyuwangi tercatat 35
DAS, sehingga disamping dapat mengairi hamparan sawah yang sangat
luas juga berpengaruh positif terhadaptingkat kesuburan tanah.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
3.2.3 Kependudukan
Berdasarkan data BPS Tahun 2019, jumlah penduduk di Kabupaten
Banyuwangi berjumlah 1747,66 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata
sebesar 0,68 (menggunakan data 2018 – 2019). Penduduk paling banyak
berada di Kecamatan Muncar dengan populasi sebanyak 138.430 jiwa
sedangkan penduduk paling sedikit di Kecamatan Giri sebesar 31.610
Jiwa.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
A. Perkebunan
Dari data Kecamatan Banyuwangi Menurut Angka didapat bahwa kelapa
merupakan area terluas dengan 23.603 ha berdasarkan luas areal tanaman
perkebunan menurut kecamatan dan jenis tanaman. Dan perkebunan kelapa
memproduksi sebesar 52.272 ton pada tahun 2020
B. Hortilkultura
Kawasan hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk
pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun
tumpang sari. Kawasan hortikultura yang berada di Kecamatan Banyuwangi
terdiri atas tanaman sayuran, buah-buahan dan biofarmaka. Dari data Kecamatan
Banyuwangi Menurut Angka 2020 didapat bahwa luas panen tanaman sayuran
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
terbanyak yaitu cabe rawit dengan luas 4.398 ha. Dan produksi tanaman terbesar
menurut Kecamatan Banyuwangi menurut Angka 2020 didapat bahwa cabai rawit
mendapatkan produksi terbanyak dengan 18.834,80 ton
C. Tanaman Pangan
Dari data Kecamatan Banyuwangi Menurut Angka didapat bahwa lahan
tanaman padi sawah merupakan lahan terluas dengan 119.108 ha dibandingkan
dengan padi ladang 950 ha. Dan padi sawah menghasilkan produksi sebesar
788.971 ton. Kemudian untuk tanaman palawija untuk data lahan terluas dan
produksi terbanyak yaitu tanaman jagung dengan total lahan 32.602 ha dan
produksi sebesar 221.271 ton
D. Peternakan
Kawasan peternakan adalah kawasan yang dikembangkan dengan fungsi
kegiatan peternakan ternak besar, peternakan ternak kecil dan peternakan unggas.
Kawasan peruntukan peternakan yang berada di Kecamatan Banyuwangi meliputi
peternakan besar, peternakan kecil, peternakan ungags. Dari data Kecamatan
Banyuwangi Menurut Angka 2020 didapat bahwa populasi ternak menurut jenis
ternak terbesar yaitu kambing dengan 136.901 populasi, dan populasi unggas
terbesar yaitu ayam pedaging dengan 3.804.779 populasi.
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
sumber daya alam dan manusia dengan segala aktifitasnya di dalam DAS.
Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk membina kelestarian dan
keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam
bagi manusia secara berkelanjutan (RLPS, 2002).
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
BAB IV
RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
TEAM LEADER
Ahli Teknik Pengairan/Teknik Sipil
Administrasi
Asisten Ahli Teknik Pengairan, Asisten Ahli Teknik Sipil, Asisten Ahli Planologi ,Tenaga
6
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN BANJIR
SUNGAI BATE PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
GLONDONG
6
LAPORAN PENDAHULUAN