Anda di halaman 1dari 11

KODE ETIK KEPERAWATAN BENCANA

(Perawat Bencana Mempertahankan Kompetensi dan Tanggung Jawab


dalam Praktek Keperawatan Emergensi)
“Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Bencana”

OLEH :

KELOMPOK 2

Rini Agustina Susanti 1811311022

Nurul Dina Fadhilah 1811311024

Yang Gusti Mulya 1811311028

Nurul Izzah Lubis 1811311030

Annisa Rahmadhani 1811311032

Nurul Fadilah 1811311034

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kode
Etik Keperawatan Bencana”. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Bencana.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas segala bimbingan, pengarahan, saran-saran, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak dari awal hingga selesainya makalah ini. Maka dari itu dengan segala
kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan
oleh beberapa kendala seperti waktu dan sumber bacaan yang kam dapatkan. Untuk itu saran
dan kritikan diharapkan guna kesempurnaan makalah ini dan semoga dapat bermanfaat bagi
semua berkepentingan khususnya bagi kami.

Padang, 19 September 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN KASUS............................................................................3
2.1 Kode Etik Keperawatan Bencana Sesuai dengan Kasus dan Penjelasannya.......3
2.2 Kode Etik Keperawatan Bencana yang Tidak Sesuai dengan Kasus dan
Penjelasannya.......................................................................................................5
BAB III PENUTUP..................................................................................................8
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................8
3.2 Saran.....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masing-masing profesi mempunyai dasar pemikiran tentang etik yang berbeda. Hal
ini disebabkan oleh bentuk intervensi profesinya berbeda. Profesi keperawatan bentuk
intervensinya adalah care dan peduli. Dengan demikian segala prinsip-prinsip etik yang
digunakan oleh profesi keperawatan adalah dalam rangka memenuhi kepedulian. Dalam
konteks kepedulian subjek yang berinteraksi diwujudkan dalam bentuk relasi. Relasi ini
terjadi antara perawat dengan pasien, perawat dengan perawat, perawat dengan organisasi
tempat ia bekerja dan perawat dengan masyarakat luas. Bila antara subjek yang berelasi
saling menghargai dan tidak ada yang mendominasi, maka akan tercapai kebahagiaan,
Namun bila ada subjek yang mendominasi, maka akan terjadi masalah etik yang berarti
syarat-syarat untuk menjadi peduli tidak lagi terpenuhi.
Etik merupakan perilaku dan dalam skala yang lebih luas, etik merupakan perilaku
dan dalam skala yang lebih luas, etik merupakan sikap yang menuntun perawat dalam
bertindak sebagai anggota profesi. Keperawatan adalah suatu profesi yang mempunyai
keterampilan khusus yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
Pelayanan dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan demi kepentingan
pasienlklien serta masyarakat profesi. Keperawatan mempunyai otonomi dalam mengatur
dirinya sendiri, dan salah satu ciri khasnya adalah patuh terhadap kode etik.
Pemyataan kode etik perawat dibuat untuk membantu dalam pembuatan standar dan
merupakan pedoman dalam pelaksanaan tugas. Kewajiban dan tanggung jawab perawat
profesional. Kode etik ciri mutlak dari suatu profesi yang memberi makna bagi
pengaturan profesi itu sendiri meliputi bentuk pertanggung jawaban dan kepercayaan
yang diberikan oleh masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana contoh kasus yang seharusnya dilakukan perawat berdasarkan kode etik
keperawatan bencana ?
2. Bagaimana contoh kasus yang seharusnya tidak dilakukan perawat dan bertolak
belakang dengan kode etik keperawatan bencana?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui contoh kasus yang seharusnya dilakukan perawat berdasarkan kode etik
keperawatan bencana
2. Mengetahui contoh kasus yang seharusnya tidak dilakukan perawat dan bertolak
belakang dengan kode etik keperawatan bencana

2
BAB II

PEMBAHASAN KASUS

2.1 Kode Etik Keperawatan Bencana Sesuai dengan Kasus dan Penjelasannya

Pada hari minggu 30 Maret 2006, jam 06.00 wib, terjadi bencana gempa di
Yogyakarta,Bantul, Sleman, dan Klaten dengan kekuatan 8,0 SR estimasi waktu sekitar 10
menit.Kemudian terjadi gempa susulan dengan skala 6,5 SR. Bencana tersebut merenggut
sebanyak 50 korban jiwa tewas,120 luka-luka,dan korban mengalami syok berat,dampak dari
bencana ini membuat banyak bangunan rusak termasuk rumah sakit yang menjadi pusat
pelayanan kesehatan dan rata dengan tanah, jalanan rusak dan lokasi pengungsian didirikan di
dataran tinggi di daerah Balai Desa. Saat itu di lokasi sudah ada tenaga medis, PMI, Tim Sar,
TNI/POLRI yang sedang menangani korban bencana.

Ada sebuah kisah dari bencana tersebut. Seorang anak kecil bernama Evi Nurjanah.
Ketika anak seusianya asyik bermain dan berlari dengan lincah ke sana kemari, ia hanya bisa
berbaring dan duduk sambil memandangi keriangan teman-temannya. Mengapa demikian?.
Karena anak kelas 1 sekolah dasar itu mengalami lumpuh paraplegia atau lumpuh pada
bagian pinggang ke bawah sehingga ia hanya bisa menggerakkan badan bagian atas,
sedangkan dari pinggang ke bawah lumpuh total. Kelumpuhan telah membelenggunya,
kakinya sudah tidak bisa lagi digunakan untuk berjalan apalagi berlarian. Kehidupan sehari-
harinya hanya tiduran sambil menonton televisi. Aktivitasnya pun tergantung pada bantuan
orang lain. Untuk pergi ke sekolah, ia harus diantar ibunya yang mesti berjalan kaki 2 km,
sambil mendorong kursi rodanya. Untuk buang air pun harus ditolong. Setiap hari, dengan
jemarinya, ibunya membantu mengeluarkan kotoran dari duburnya. Kalau tidak
menggunakan stimulan atau rangsangan dari luar, maka perutnya membesar karena tidak bisa
buang air besar.

Evi, adalah salah satu dari puluhan ribu korban gempa bumi dasyat yang
menggoncang Yogyakarta,Bantul, Sleman, dan Klaten pada 27 Mei 2006. Goncangan telah
meluluh-lantakkan rumahnya. Ketika gempa terjadi, ia terlambat berlari ke luar rumah untuk
menyelamatkan diri, akibatnya panggulnya terhantam tiang rumah yang runtuh.

3
Penyelesaian Kasus

Yang harus dilakukan :

1. Perawat melakukan pengurangan resiko dan promosi kesehatan yaitu denga cara
memberikan informasi penting mengenai perencanaan jika terjadi bencana, anak
harus mengetahui berbagai informasi ketika terjadi bencana.
2. Anak yang mengalami kejadian bencana akan mengalami ketakutan kecemasan,
kehilangan kesakitan dan kematian. Reaksi stres pada anak akibat bencana muncul
dalam 3 aspek, yaitu fisiologis, emosi, dan tingkah laku. Solusi mengatasi stres
pada anak akibat bencana yang perawat harus lakukan adalah :
- Mengenali reaksi stres pada anak;
- Mendukung keluarga/pengasuh dan orang dewasa di sekitarnya untuk
menyokong anak;
- Menjelaskan fakta bencana kepada anak;
- Berbagi perasaan dan pengalaman serta membantu agar mudah
mengungkapkan perasaan;
- Mendukung anak sehingga mereka dapat melanjutkan kegiatan rutin;
- Menyediakan lingkungan bermain dan beraktivitas
3. Saat segera terjadi bencana diprioritaskan pada pengobatan darurat dan
pertolongan pertama untuk menjamin kelangsungan hidup dan keselamatan;
4. Memastikan agar sebisa mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua;
5. Mengkaji kebutuhan dasar anak (air bersih, makanan sehat, fasilitas sanitasi dasar
seperti toilet, pembuangan sampah dan tempat tinggal yang aman) dapat
menjamin kelangsungan hidup maupun pertumbuhan dan perkembangan
kesehatan anak.
6. Pada fase rehabilitasi dan rekonstruksi (setelah) bencana, keluarga dan pengasuh
penting untuk bercerita kepada anak bahwa mereka sedang berupaya secara positif
sehingga dapat menjamin keselamatan dan keamanan keluarga dan
mempertahankan kehidupan keluarga dengan tepat.Dengan mereka berbagi rasa
dengan anak-anak dan terus menunjukkan suatu model perilaku yang tepat, maka
hal itu dapat menghilangkan kecemasan anak. Jika reaksi stres anak nampak

4
berlanjut sampai satu bulan atau lebih setelah bencana, keluarga dan pengasuh
harus mencari bantuan dari spesialis kesehatan mental untuk menghindari
permasalahan yang lebih serius.

2.2 Kode Etik Keperawatan Bencana yang Tidak Sesuai dengan Kasus dan
Penjelasannya

Pada hari minggu 30 Maret 2006, jam 06.00 wib, terjadi bencana gempa di
Yogyakarta,Bantul, Sleman, dan Klaten dengan kekuatan 8,0 SR estimasi waktu sekitar 10
menit.Kemudian terjadi gempa susulan dengan skala 6,5 SR. Bencana tersebut merenggut
sebanyak 50 korban jiwa tewas,120 luka-luka,dan korban mengalami syok berat,dampak dari
bencana ini membuat banyak bangunan rusak termasuk rumah sakit yang menjadi pusat
pelayanan kesehatan dan rata dengan tanah, jalanan rusak dan lokasi pengungsian didirikan di
dataran tinggi di daerah Balai Desa. Saat itu di lokasi sudah ada tenaga medis, PMI, Tim Sar,
TNI/POLRI yang sedang menangani korban bencana.

Ada sebuah kisah dari bencana tersebut. Seorang anak kecil bernama Evi Nurjanah.
Ketika anak seusianya asyik bermain dan berlari dengan lincah ke sana kemari, ia hanya bisa
berbaring dan duduk sambil memandangi keriangan teman-temannya. Mengapa demikian?.
Karena anak kelas 1 sekolah dasar itu mengalami lumpuh paraplegia atau lumpuh pada
bagian pinggang ke bawah sehingga ia hanya bisa menggerakkan badan bagian atas,
sedangkan dari pinggang ke bawah lumpuh total. Kelumpuhan telah membelenggunya,
kakinya sudah tidak bisa lagi digunakan untuk berjalan apalagi berlarian. Kehidupan sehari-
harinya hanya tiduran sambil menonton televisi. Aktivitasnya pun tergantung pada bantuan
orang lain. Untuk pergi ke sekolah, ia harus diantar ibunya yang mesti berjalan kaki 2 km,
sambil mendorong kursi rodanya. Untuk buang air pun harus ditolong. Setiap hari, dengan
jemarinya, ibunya membantu mengeluarkan kotoran dari duburnya. Kalau tidak
menggunakan stimulan atau rangsangan dari luar, maka perutnya membesar karena tidak bisa
buang air besar.

Evi, adalah salah satu dari puluhan ribu korban gempa bumi dasyat yang
menggoncang Yogyakarta,Bantul, Sleman, dan Klaten pada 27 Mei 2006. Goncangan telah
meluluh-lantakkan rumahnya. Ketika gempa terjadi, ia terlambat berlari ke luar rumah untuk
menyelamatkan diri, akibatnya panggulnya terhantam tiang rumah yang runtuh.

5
Penyelesaian Kasus

Yang seharusnya tidak dilakukan :

1. Perawat melihat ada korban tapi tidak menolong, dan kemudian korban semakin parah
dan meninggal.

Ketika perawat melihat adanya korban dengan keadaan yang parah dan membutuhkan
pertolongan medis segera namun tidak tersedia dokter,dalam keadaan tersebut
perawat tidak memberikan pertolongan karena menganggap bahwa hal tersebut
bukanlah ranahnya, sehingga menyebabkan keadaan korban semakin parah atau
bahkan menyebabkan korban meninggal. Maka hal ini sudah termasuk termasuk
pelanngaran dimana perawat bisa melakukan tindakan medis yang dalam kondisi
normal harus dilakukan dokter yang saat bencana  hal itu dilindungi hukum.

2. Perawat memberikan informasi medis korban bencana kepada pihak ketiga. Hal ini
melanggar etik keperawatan bencana mengenai kerahasiaan klien yang harus tetap
dijaga, dimana perawat mempunyai kewajiban etika untuk melindungi pasien dan
menjaga kerahasiaan pasien.
3. Perawat tidak melalukan triage pada pasien. Triage merupakan kompetensi perawat
bencana
4. Perawat atau tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan apapun secara pasti
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban selamat. Karena sama
saja memberi harapan yang tidak pasti kepada korban
5. Perawat tidak ikut serta dalam penanganan kepanikan keluarga karena bencana.
Karena penanganan kepanikan keluarga merupakan salah satu kompetensi yang harus
dilakukan perawat bencana

6
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung
gugat atas pelayanan / asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian
pelayanan / asuhan keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika
keperawatan. Standar asuhan keperawatan di Indonesia sangat di perlukan untuk
melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan etika keperawatan telah diatur oleh
organisasi profesi, hanya saja kode etik yang dibuat masih sulit dilaksanakan di
lapangan.
Fungsi kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik
profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan
yang tidak boleh dia lakukan.

3.2. Saran
Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya
perangkat-perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik
dilapangan. Dan semoga makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan. Serta dapat mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA

 Erita, Donny Mahendra, Adventus MRL. 2019. Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Gawat Darurat Dan Bencana. Jakarta : Universitas Kristen Indonesia
 https://unusa.ac.id/kuliah-pakar-kebencanaan-perawat-harus-kedepankan-etika/

Anda mungkin juga menyukai