Anda di halaman 1dari 72

MAKALAH

Pengembangan Kewirausahaan dalam Era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 di


Indonesia,Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Daerah Yang Pada Akhirnya
Akan Meningkatkan Daya Saing Bangsa Indonesia

Dosen: Prof.Dr.H.M.Sidik Priadana


Mata Kuliah : Kewirausahaan

Disusun Oleh :
LENY NURLIANI
( 20221043 )

MAGISTER MANAJEMEN STIE PASUNDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya
alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan
menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan tugas makalah


yang berjudul “Pengembangan Kewirausahaan dalam Era Revolusi
Industri 4.0 dan 5.0 di Indonesia,Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing
Daerah Yang Pada Akhirnya Akan Meningkatkan Daya Saing Bangsa
Indonesia” ini sesuai dengan waktu yang penulis rencanakan. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penyajian data dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan dapat menambah pengetahuan
pembaca.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Bandung, Februari 2023

Leny Nurliani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kewirausahaan........................................................................................2

B. Menumbuhkan Keinginan untuk Berwirausaha.......................................2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kewirausahaan untuk meningkatkan daya saing dengan tujuan


meningkatkan daya saing, menyediakan lapangan kerja, mengurangi
pengangguran dan kemiskinan. Kewirausahaan diredifinisi sebagai “gairah
mengembangkan bisnis baru”. Bisnis yang dikembangkan bisa berupa
independen yang dimiliki oleh seseorang atau lebih wirausaha, atau bisa
juga yang dikembangkan dalam perusahaan tempatnya bekerja. Kebijakan
kewirausahaan adalah salah satu bentuk intervensi pemerintah yang
berperanan positif dalam pengembangan kewirausahaan, yang tidak hanya
memberi perhatian pada wirausaha yang sudah jadi, tetapi juga kepada
wirausaha yang lain yang dengan serius sedang mempertimbangkan untuk
memulai suatu usaha. Untuk menjadi wirausaha perlu mempunyai modal
dasar yang kuat, konsep dan strategi dalam menghadapi situasi sulit untuk
dapat bersaing dalam menghadapi tantangan terutama dalam perekonomian
saat ini maupun yang akan dating. Wirausaha saat ini tidak bisa lagi
menghindar dari situasi dan kondisi perdagangan bebas dunia, apalagi
kalau ingin berperan lebih besar diperekonomian dunia. Wirausaha perlu
akses pasar sebesar-besarnya ke pasar dunia, dan sebaliknya juga dituntut
oleh pelaku usaha global untuk membuka pasar domestik, karena eksistensi
dan peran wirausaha pada tahun 2007 mencapai mencapai 49,84 juta unit
usaha dan merupakan 99,99% dari pelaku usaha nasional, dalam tata
perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi dengan melihat
kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi
nasional.
Sebagai lembaga ekonomi, kewirausahaan berperan strategis untuk
menurunkan kemiskinan dengan menciptakan peluang-peluang kerja yang
diinisiasi masyarakat berdasarkan potensi dan keunggulannya masing-
masing. Salah satu agenda untuk mengurangi pengangguran dan
mengentaskan kemiskinan adalah melalui pengembangan kewirausahaan.
Pengembangan kewirausahaan berkaitan dengan upaya pemerintah untuk
mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
sebagaimana tergambar dalam visi dan misi pemerintah di atas.
Kewirausahaan didorong untuk berkembang luas sesuai kebutuhan
sehingga menjadi wahana yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar
dan efisiensi kolektif masyarakat di berbagai sektor kegiatan ekonomi
sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya
peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu,
pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan
pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam rangka
mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan melalui peningkatan
kapasitas usaha dan ketrampilan pengelolaan usaha serta sekaligus
mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha. Untuk
merealisasikan gagasan tersebut, diperlukan revitalisasi fungsi
kewirausahaan yang didasarkan pada manajemen sumber daya berbasis
masyarakat dengan melibatkan peran pemerintah dan masyarakat secara
partisipatif.
Kewirausahaan adalah sifat bawaan dari orang tua atau genetik dan juga
dapat dilatih seseorang. Kewirausahaan tidak harus dipupuk secara intensif
bagi mereka yang berwirausaha (alami) sejak dini. Bagi mereka yang
ditakdirkan memiliki jiwa wirausaha sejak kecil, semua kegiatan merupakan
kegiatan wirausaha. Mereka cenderung bekerja keras, pantang menyerah,
tabah menghadapi cobaan, dan yang terpenting, menunjukkan kepada
orang lain bahwa mereka mandiri. Ini adalah kebalikan dari siapa pun yang
mencoba menumbuhkan kewirausahaan. Kewirausahaan dapat dibina
dengan cara yang benar-benar membekas pada masyarakat. Salah satu
upaya mereka adalah dengan mengikuti seminar kewirausahaan.
Keinginan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha ini pada hakikatnya
dilandasi oleh keinginan untuk menjadi wirausahawan muda.

Berwirausaha sangat diminati oleh banyak kalangan masa kini. Banyak


pengusaha muda telah muncul dengan berbagai produk untuk dibawa ke
bisnis mereka. Pengusaha muda ini memiliki pengalaman yang berbeda
tentang bagaimana menjadi pengusaha yang baik dan dapat bersaing
dengan produk yang berbeda di pasar. Pengusaha muda yang sudah
memiliki jiwa wirausaha yang tinggi terus berusaha berinovasi agar produk
yang mereka hasilkan tidak kalah saing di pasaran. Untuk memenangkan
persaingan, sebagian besar pengusaha melakukan berbagai perubahan
pada produknya untuk meningkatkan strategi pemasaran produknya dan
membuat mereka tertarik dengan produk yang ditawarkan.

B. Rumusan Masalah
a. Jelaskan pengertian kewirausahaan?
b. Bagaimana cara menumbuhkan keinginan untuk mengembangkan
kewirausahaan Daerah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewirausahaan

Kewiraswastaan atau Kewirausahaan adalah


proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan
membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut
bisa berupa ide inovatif, ide jualan, peluang, cara
yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu

kewirausahaan adalah adalah proses mendirikan


dan menjalankan bisnis atau suatu usaha.
Proses tersebut kemudian menggabungkan inovasi,
kesempatan, dan cara yang lebih baik agar memiliki
nilai tambah yang lebih dalam kehidupan. Pelaku
kewirausahaan pada umumnya dipandang sebagai
inovato

Wirausaha terdiri dari kata wira dan usaha.dalam


Kamus Bahasa Indonesia, wira berarti utama,
gagah, luhur berani, teladan, pejuang dan usaha
diartikan sebagai kegiatan yang bersifat komersial
maupun non komersial. Dari pengertian wira dan
usaha dapat diartikan bahwa wirausaha adalah
orang yang berani dalam mengambil risiko untuk
membuka usaha dan mampu mencari peluang dan
memanfaatkan peluang tersebut dengan baik.

Kewirausahaan adalah suatu usaha yang


dilakukan seseorang untuk menentukan,
mengembangkan, menggabungkan inovasi serta
cara untuk menciptakan suatu produk yang memiliki
nilai manfaat sehingga dapat menciptakan lapangan
pekerjaan dan penghasilan bagi
seseorang. Contoh penciptaan usaha jasa cuci
motor atau mobil

Banyak para ahli yang telah memberikan definisinya


mengenai istilah kewirausahaan. Dikutip dari buku
Konsep-Konsep Dasar Kewirausahaan karya Ojat
Darojat dan Sri Sumiyati, berikut beberapa
pengertian kewirausahaan dari para ahli:

 Menurut Robert C. Ronstadt, kewirausahaan adalah suatu proses yang


dinamis untuk meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan ini diciptakan
oleh individu-individu yang bersedia mengambil risiko, atas kekayaan,
waktu, dan/atau karier dalam menyediakan nilai (sesuatu yang bernilai)
pada barang atau jasa.

 Menurut Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl, kewirausahaan adalah


suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu nilai dari yang belum
ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak

 Menurut Thomas Zimmerer, kewirausahaan adalah hasil dari suatu


disiplin, proses sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam
memenuhi kebutuhan dan peluang di pasar.

Konsep Kewirausahaan

Salah satu konsep dasar kewirausahaan adalah kemampuan menanggapi


peluang yang ada. Foto: Unsplash.com
Konsep kewirausahaan merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui
berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang bisnis.
Dalam kewirausahaan, ada beberapa hal yang perlu dipahami dan dimiliki oleh
seorang pengusaha. Hal tersebut adalah konsep dasar kewirausahaan.
Lantas, apa konsep dasar kewirausahaan? Menurut Mardia, dkk dalam buku
Kewirausahaan, berikut dua konsep dasar kewirausahaan.
1. Peluang
Peluang usaha adalah sebuah kesempatan yang dimiliki oleh semua orang yang
mempunyai jiwa kreativitas dalam dirinya untuk memulai usaha.
Dengan adanya peluang, seorang wirausahawan tentunya dapat berbagai
macam aktivitas kewirausahaan.
Peluang usaha dapat dimanfaatkan oleh orang demi mendapatkan tujuan
dengan cara melakukan sebuah usaha yang akan memanfaatkan berbagai
macam sumber daya yang akan dimiliki.
2. Kemampuan Menanggapi Peluang
Kewirausahaan sangat berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan dalam
menanggapi peluang usaha.
Kemampuan menanggapi peluang sendiri merupakan kemampuan seseorang
dalam merespons peluang usaha yang ada dan ditanggapi dengan seperangkat
tindakan.
Tindakan-tindakan tersebut kemudian akan menghasilkan suatu usaha bisnis
baru yang produktif dan inovatif serta menjawab peluang usaha yang ada.
Tujuan Kewirausahaan
Meningkatkan jumlah para wirausaha yang berkualitas adalah salah satu tujuan
dari kewirausahaan. Foto: Unsplash.com
Sebagai suatu konsep, kewirausahaan tentunya mempunyai sejumlah tujuan
yang ingin dicapai. Dikutip dari buku Produk Kreatif dan Kewirausahaan
SMK/MAK karya Muh, Nur Eli Brahim, M.Si, tujuan diterapkannya konsep
kewirausahaan adalah sebagai berikut:

 Meningkatkan jumlah para wirausaha yang berkualitas.

 Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk


menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan.

 Membiasakan dan membudayakan semangat sikap, perilaku, dan


kemampuan wirausaha di kalangan masyarakat guna meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.
 Menumbuh kembangkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang
tangguh dan kuat kepada masyarakat.

 Sifat Kewirausahaan

 Mampu bekerja sama adalah salah satu sifat kewirausahaan yang harus
dimiliki oleh pengusaha. Sifat kewirausahaan adalah sejumlah sifat yang
mencerminkan konsep kewirausahaan. Sifat-sifat atau karakteristik
kewirausahaan yang wajib dimiliki oleh seorang wirausahawan agar dapat
menjalankan bisnisnya dengan baik.

Jadi, sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pebisnis? Berikut
jawabannya.
1. Berani Mengambil Risiko
Berbeda dengan seorang penjudi, berani mengambil risiko dalam konsep
kewirausahaan merupakan perilaku yang berkaitan keyakinan diri dalam
mengambil keputusan.
Pengambilan risiko didasarkan pada pemikiran dan hasil analisis yang kuat serta
dengan kreativitas dan inovasi yang membuat seorang wirausahawan menjadi
semakin mantap dalam mengambil keputusan.
2. Berkomitmen dan Berkemauan Keras
Komitmen terhadap usaha dan kemauan yang keras untuk mencapai sasaran
merupakan aspek yang paling pokok dari seorang wirausaha. Dengan memiliki
karakteristik tersebut seorang wirausaha akan mengabdikan dirinya secara total
terhadap usaha yang ditanganinya.
3. Berintegritas dan Dapat Dipercaya
Integritas adalah hal penting yang wajib dimiliki oleh seorang wirausaha karena
hal ini merupakan modal penting dalam rangka membangun dan
mempertahankan kepercayaan semua klien.
Sifat berintegritas dan dapat dipercaya dapat dibangun dengan perilaku yang
bertanggung jawab serta jujur dalam melaksanakan tugasnya.
4. Percaya Diri
Percaya diri adalah sikap yang mengenal diri sendiri, meyakini potensi yang
dimiliki, dan mengetahui jelas tujuan-tujuan serta kebutuhannya dan bagaimana
cara untuk mencapainya.
5. Mampu Bekerja Sama
Keberhasilan seorang wirausaha dalam berwirausaha tidak terlepas dari
kesediaannya untuk bekerja sama dengan tim yang tangguh serta kemauan
untuk mengenali kelebihan dan kelemahan orang lain dan berupaya
mengarahkan orientasinya pada pencapaian tujuan kelompok dalam
menyelesaikan suatu masalah.

6. Berwawasan Jauh ke Depan


Keberhasilan para wirausaha sangat banyak tergantung pada kemampuannya
mengantisipasi apa yang akan terjadi di masa depan dan mengembangkan
pokok-pokok strategi yang akan ditempuh oleh perusahaannya sesuai dengan
antisipasi keadaan masa depan tersebut.
7. Kepemimpinan
Dalam dunia bisnis, sudah tidak jadi rahasia lagi jika kunci sukses dalam
menjalankan suatu usaha adalah sifat kepemimpinan dan manajerial yang
dimiliki oleh seorang wirausahawan.
Wirausaha yang berhasil merupakan pemimpin yang berhasil, baik yang
memimpin sedikit ataupun banyak karyawan yang mampu mengelola sumber-
sumber daya yang dibutuhkan.
Sumber daya tersebut termasuk sumber daya manusia. Seorang pemimpin juga
harus menentukan tujuan-tujuan untuk organisasi, membimbing, dan memimpin
mereka untuk mencapai sasaran organisasi.
Jenis Kewirausahaan
Salah satu jenis kewirausahaan adalah ecopreneurship. Foto: Unsplash.com
Dikutip dari buku Kewirausahaan dari Industry 4.0 Menuju Society 5.0 oleh Dr.
Muhamad Toyib Daulay SE, MM. dan Annisa Sanny SE, MM., kewirausahaan
dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan orientasi dan cara
kerjanya. Berikut adalah jenis-jenis kewirausahaan.
1. Ecopreneurship
Ecopreneurship adalah jenis kewirausahaan yang tidak hanya berorientasi pada
keuntungan atau profit semata, tetapi juga mendukung aktivitas perlindungan
terhadap lingkungan.
Dalam penerapannya, perusahaan yang menggunakan konsep ini akan
melakukan sejumlah kegiatan ekonominya dengan ramah lingkungan, seperti
mengolah limbah dengan baik, menghemat pemakaian energi, menggunakan
energi alternatif, dan lain-lain.

2. Sociopreneurship
Sociopreneurship adalah jenis kewirausahaan yang bukan hanya memikirkan
laba dan keuntungan sebagai tujuan akhir, melainkan juga mementingkan aspek
sosial masyarakat yang ada.
Jenis kewirausahaan ini diterapkan dengan bertujuan untuk hadir dalam
menjawab masalah sosial yang ada, menyejahterakan masyarakat, serta
membantu masyarakat dalam kegiatan ekonomi.
3. Technopreneurship
Technopreneurship adalah suatu jenis kewirausahaan yang menggabungkan
konsep bisnis dan penggunaan teknologi yang mutakhir dalam menjalankan
bisnisnya.
Penggunaan teknologi biasanya didasarkan pada keuntungan yang diperoleh,
yaitu lebih efisien dan menghemat biaya. Jenis kewirausahaan banyak
ditemukan pada zaman sekarang .
4. Intrapreneurship
Intrapreneurship adalah jenis kewirausahaan dengan sistem dan proses yang
menstimulus para karyawan dalam mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya sehingga bertindak seperti seorang pebisnis. Contoh perusahaan
yang menerapkan hal ini adalah Google.

Dari beberapa pengertian yang dijelaskan di atas,


wirausaha adalah orang yang berani membuka
usaha dan mengambil risiko dalam menjalankan
usahanya sendiri serta mampu memanfaatkan
peluang yang ada dalam mengembangkan
usahanya sendiri.

B Cara Bagaimana cara menumbuhkan keinginan


untuk mengembangkan kewirausahaan Daerah
Pengelolaan kewirausahaan secara
professional dan tangguh dapat mempercepat
pembangunan ekonomi masyarakat asalkan
pembagian manfaat dari proses tersebut
dialokasikan terhadap investasi sosial. Peluang
komersial dari pengelolaan kewirausahaan harus
sejalan dengan pembangunan manusia, baik
secara sosial, maupun ekonomi. Pengelolaan
tersebut harus didasarkan pada pembangunan
yang berkelanjutan atas Sumber Daya Alam (SDA)
dan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam konotasi
pembangunan yang destruktif, pengelolaan
kewirausahaan harus mampu menyeimbangkan
keuntungan jangka pendek dan efek jangka
panjang dari eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)
bagi generasi mendatang. Oleh karena itu,
pengelolaan kewirausahaan dilakukan sejalan
dengan prinsip pembangunan sosial dan karakter
manusia Indonesia yang berwatak sosial.
Kewirausahaan sosial dinilai sebagai solusi
dalam upaya mempercepat penurunan angka
pengangguran dan kemiskinan. Hal ini tak lain
karena kewirausahaan sosial
menawarkankelebihan manfaat dari sekedar
menciptakan lapangan kerja. Kewirausahaan sosial
memiliki kebermanfaatan yang luas karena
wirausahawan bukan hanya berhadapan kepada
karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga
masyarakat luas. Pola yang terjadi dalam
kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha –
pekerja – masyarakat. Ketiganya bersinergi dalam
membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya
adalah kesejahteraan, keadilan sosial dan
pemerataan pendapatan.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan
keterlibatan masyarakat dengan memberdayakan
masyarakat kurang mampu secara finansial
maupun keterampilan untuk secara bersama-sama
menggerakkan usahanya agar menghasilkan
keuntungan, dan kemudian hasil usaha atau
keuntungannya dikembalikan kembali ke
masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya.
Melalui metode tersebut, kewirausahaan sosial
bukan hanya mampu menciptakan banyak
lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier
effect untuk menggerakkan roda perekonomian,
dan menciptakan kesejahteraan sosial. Berikut ini,
disajikan kewirausahaan sosial berdasarkan dua
aspek yaitu:
(1) Kewirausahaan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan komunitas
yang rentan kemiskinan dengan skala prioritas yang tepat sasaran,
di antaranya program pemberdayaan kewirausahaan bagi
perempuan, petani, buruh, nelayan, ibu rumah tangga, dan lain
sebagainya;

(2) Program swadaya masyarakat dengan


mengonversikan program bantuan langsung tunai
menjadi insentif dana dari pemerintah untuk
menggerakkan kegiatan kewirausahaan sehingga
dana dari pemerintah tersebut tidak menjadi
sumber daya yang sekali habis, tetapi menjadi
sumber daya tak terbatas karena dikulminasikan
dalam bentuk program pemberdayaan ekonomi.
Sebagai contoh di Indonesia, kewirausahaan
sosial dimotori oleh Bambang Ismawan, pendiri
Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan
mendirikan sebuah yayasan yang semula bernama
Yayasan Sosial Tani Membangun bersama I
Sayogo dan Ir Suradiman tahun 1967. Upaya yang
dilakukannya melalui pemberdayaan masyarakat
miskin melalui kegiatan micro finance (keuangan
mikro) dan micro enterprise (usaha mikro) dengan
mengutamakan pendidikan anggota, memupuk
kemampuan diri dan sosial. Kiprah Yayasan Bina
Swadaya yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun
tidak
Praktek Kewirausahaan di Indonesia

Seperti juga negara-negara new emerging


economies di Asia, Indonesia akan mengadopsi
‘jalan Silicon Valley’-nya Amerika Serikat dengan
mendirikan innovation park pertama, “Bandung
Raya Innovation Valley (BRIV)”. Inilah konsep
percepatan pertumbuhan ekonomi berbasis-inovasi
melalui intensifikasi program-program inkubasi
bisnis dalam taman-taman iptek (science and
technology park, S&T park). Di wahana taman iptek
inilah talenta-talenta baru diciptakan. Lebih dari itu,
konsep ‘inkubasi bisnis dalam-taman iptek’ bukan
ditujukan sekadar untuk memproduksi karya ilmiah
sebanyak banyaknya, namun dimaksudkan guna
mendorong riset-riset yang dilakukan agar
berorientasi pada kebutuhan pasar (market
demand) untuk kemudian menghubungkannya
dengan pihak industri yang dikawal oleh regulasi
pemerintah yang mendukung. Sinergi antara
pelaku utama inovasi, investor dan pemerintah ini
diharapkan menstimulasi munculnya start-up bisnis
berbasis inovasi teknologi yang pada gilirannya
mendorong tumbuhnya sebuah koridor industri
berbasis teknologi tinggi pertama di Indonesia.
Pada tahap awal, kegiatan BRIV akan difokuskan
pada bidang ICT, transportasi, energi dan bio
science.

Jika Malaysia terkenal dengan Multimedia


Superhighway Corridor (MSC), BRIV telah memiliki
koridor industri sesungguhnya, yang berkembang
secara alami. Koridor industri ini meliputi area
Jakarta-Cikampek-Cilegon-Bandung, yang jika
dioptimalkan maka tentu saja akan lebih besar dari
MSC. Jakarta dalam koridor ini berperan sebagai
pusat bisnis; sementara koridor Jakarta-Cilegon
dan Jakarta-Cikampek adalah lokasi industri
manufaktur yang telah established dan strategis,
mengingat kedekatan dengan pelabuhan
internasional (untuk keperluan pengiriman

komponen dan produk jadi). Di Cilegon terdapat


Krakatau Steel, di Cikampek terdapat Sony, Epson,
Pirelli dan lain-lain.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi


intensi kewirausahaan adalah akses terhadap
modal, informasi serta jaringan sosial. Kesiapan
akses tersebut merupakan kesiapan instrumen
sebagai prediktor terhadap lingkungan. Studi
empiris yang dilakukan oleh Marsden17
menyebutkan bahwa kesulitan dalam mendapatkan
akses modal, skema kredit dan kendala sistem
keuangan dipandang sebagai hambatan utama
dalam kesuksesan usaha menurut calon-calon
wirausaha di negara-negara berkembang.
Sedangkan instrumen yang kedua dalam
faktor lingkungan adalah akses terhadap
informasi. Pencarian informasi mengacu pada
frekuensi kontak yang dibuat oleh seseorang
dengan berbagai sumber informasi. Hasil dari
aktivitas tersebut sering tergantung pada
ketersediaan informasi, baik melalui usaha sendiri
atau sebagai bagian dari sumber daya sosial dan
jaringan. Hasil penelitian Priyanto18, menemukan
bahwa aksesibilitas terhadap informasi mampu
meningkatkan sikap mereka terhadap wirausaha.
Ketersediaan informasi akan mendorong
seseorang untuk membuka usaha baru.

Akses terhadap jaringan sosial sebagai


instrumen ketiga didefinisikan sebagai hubungan
dua orang yang mencakup: komunikasi atau
penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak
lain, pertukaran barang atau jasa dari dua belah
pihak dan muatan normatif atau ekspektasi yang
dimiliki seseorang terhadap orang lain karena
atribut atau karakter khusus yang ada. Jaringan
merupakan alat untuk mengurangi risiko serta
meningkatkan ide-ide bisnis serta akses terhadap
modal.
Faktor demografi yang dapat mempengaruhi
intensi kewirausahaan adalah gender, latar
belakang pendidikan, tipe sekolah, serta latar
belakang orang tua. Penelitian yang dilakukan
Athayde19 menunjukkan bahwa program
kewirausahaan melalui magang di perusahaan
bagi pelajar sekolah menengah mempunyai efek
yang positif terhadap kemauan pelajar untuk
menjadi wirausaha. Demikian juga dengan
kurikulum di pendidikan tinggi, mahasiswa yang
kuliah difakultas ekonomi (bisnis) akan cenderung
memiliki intensi kewirausahan yang lebih tinggi
dibanding dengan mahasiswa fakultas non bisnis.
Berdasarkan kajian teori diatas maka
pemerintah harus menciptakan iklim yang dapat
mempengaruhi berkembangnya iklim wirausaha
masyarakat. Hal ini dapat diawali dengan
pembangunan sarana dan prasarana wirausaha,
pemberdayaan wirausaha, pemberian insentif
terhadap wirausaha, yang diikuti dengan upaya
simultan melalui pendekatan pendidikan-budaya.

Untuk itu BAPPENAS RI memiliki strategi


dalam pengembangan kewirausahaan di
Indonesia, diantaranya adalah:
1.Menciptakan iklim usaha yang kondusif.

2.Meningkatkan jumlah wirausaha baru.

3.Meningkatkan kompetensi kewirausahaan.

Dari ketiga strategi tersebut, ada ima cakupan


pengembangan kewirausahaan di Indonesia,
diantaranya adalah:
1. Perbaikan kurikulum, dan modul pendidikan dan pelatihan kewirausahaan.

2. Pemasyarakatan kewirausahaan melalui sosialisasi dan kompetensi.

3. Penguatan kebijakan dan sistem pendukung.

4. Pengembangan kewirausahaan sosial.

5. Kolaborasi dengan dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya.


Secara khusus pendekatan pendidikan untuk
mengembangkan iklim kewirausahaan memiliki
sasaran mulai dari pendidikan usia dini hingga
pendidikan menengah atas serta pendidikan non
formal (PAUD/TK, SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK, hingga PNF.
Selain itu matakuliah kewirausahaan dapat
diterapkan untuk meningkatkan kualitas lulusan S1.
Melalui program ini diharapkan lulusan peserta
didik pada semua jenis dan jenjang pendidikan,
dan warga sekolah yang lain memiliki jiwa dan
spirit wirausaha.
Keluaran dari pembangunan kewirausahaan
melalui pendekatan pendidikan ini diharapkan
menghasilkan masyarakat yang mampu berinovasi
dengan menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan
inovatif melalui pengembangan teknologi,
penemuan pengetahuan ilmiah, perbaikan produk
barang dan jasa yang ada, ataupun menemukan
cara-cara baru untuk mendapatkan produk yang
lebih banyak dengan sumber daya yang lebih

efisien. Pada akhirnya masyarakat diharapkan


dapat memiliki kompatibilitas sebagai jalan keluar
untuk menolong diri sendiri dalam meningkatkan
derajat ekonomi masyarakat.

Arah kebijakan pemerintah dan pengembangan kewirausahaan pada intinya


ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penyerapan tenaga
kerja, peningkatan daya saing dan penanggulangan kemiskinan serta termasuk
pengembangan usaha yang ramah terhadap lingkungan. Oleh karena itulah,
strategi pengembangan kewirausahaan haruslah diwujudkan seperti hal tersebut
diatas.

1. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif, ditujukan untuk memberikan


kesempatan yang sama kepada masyarakat dan pelaku usaha dalam
mengembangkan usahanya, termasuk akses kepada sumberdaya produktif.
Penekanan lebih banyak ditujukan dalam aspek regulasi dan deregulasi.
Peraturan perundang-undangan yang dipandang masih dibutuhkan untuk
pengembangan kewirausahaan.

2. Meningkatkan akses pada sumberdaya finansial yang merupakan masalah


klasik, namun setelah ditelaah masalah utamanya bukanlah terletak pada
permodalan semata melainkan terkait dengan pasar yang tidak ada, dan barang
yang diproduksi dalam jumlah yang kecil sehingga tidak terjual. Pemerintah juga
harus terus mengalokasikan sebagian APBN/APBD untuk perkuat
UKM/kewirausahaan guna meningkatkan kemampuannya 9 dalam melayani
kebutuhan pendanaan bagi pelaku usaha, selain itu meningkatkan peranan
Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dalam menggulirkan berbagai
bantuan perkuatan kepada para wirausaha.

3. Meningkatkan akses pasar, melalui peningkatan kualitas, desain, dan harga


yang bersaing karena maslah ini berdampak pada kecilnya pemasaran produk
UKM baik di pasar domestik dan internasional. Mengatasi permasalahan
pemasaran perlu ada penyederhanaan regulasi, pelatihan keterampilan dan
manajemen untuk meningkatkan kemampuan para wirausaha dalam
memproduksi produk berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Disamping pelatihan, temu bisnis dan negoisasi hambatan non tariff di pasar luar
negeri, serta eksibisi di dalam dan luar negeri perlu terus digalakkan dalam
rangka memperkenalkan produk yang dihasilkan para wirausaha.

Pada sisi lain, pengembangan lembaga pendukung pemasaran produk seperti


revitalisasi pasar tradisional, trading haouse atau rumah dagang dan pusat-pusat
pemasaran produk lainnya seperti trading board perlu terus dikembangkan, mulai
dari tingkat kabupaten/kota, propinsi, pusat dan di luar negeri.

4. Meningkatkan kewirausahaan dan kemampuan usaha, terutama dalam hal


semangat kewirausahaan. Rendanya kewirausahaan dapat dilihat dari
kurangnya kreativitas dan inovasi serta keberanian dalam pengambilan
keputusan. Secara umum, kewirausahaan Indonesia memiliki ketergantungan
pada program pemerintah. Hal ini tampak nyata sebelum Indonesia terkena krisis
moneter, banyak usaha menengah dan besar tidak mampu meneruskan
bisnisnya karena terlilit hutang luar negeri, baik hutang modal dan bahan baku
impor. Ke depan kita harus mampu mengembangkan wirausaha-wirausaha yang
tangguh yang berbasis pada sumberdaya lokal atau resources based,
mendorong wirausaha dari kelompok UKM yang berbasiskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan ekonomi industri kreatif
khususnya yang berbasiskan pada warisan bangsa. Untuk pengembangan
kewirausahaan ini, pemerintah seharusnya terus mendorong pengembangan
inkubator bisnis, baik di perguruan tinggi maupun melalui peran dunia usaha
besar. Selain itu pengembangan modal ventura perlu lebih digalakkan agar para
pengusaha-pengusaha baru dapat kemudahan akses permodalan awal melalui
modal ventura. 5. Pemberdayaan UKM yang merupakan bagian terbesar pelaku
usaha nasional sangat penting diprioritaskan guna mendorong kegiatan usaha
ekonomi di sektor informal yang berskala mikro, terutama yang masih berstatus
keluarga miskin melalui peningkatan kapasitas usaha, keterampilan,
perlindungan, dan pembinaan usaha.

Setidaknya, ada tiga fakta menyangkut potret dunia


kewirausahaan di Indonesia. Pertama, Jumlah
wirausaha di Indonesia jauh tertinggal dibandingan
dengan Negara-negara tetangga, seperti Malaysia,
Thailand, dan Singapura yang sudah mencapai di
atas 4%. Jika dibuat prosentase dari jumlah
populasi kita yang mencapai 240 juta, maka
wirausaha kita baru mencapai 1,65%. Padahal,
kemajuan suatu Negara akan terwujud jika Negara
tersebut memiliki minimum 2% wirausaha dari total
penduduknya. Kedua, menurut The Global
Entrepreneurship And Development Index 2014,
dalam hal kesehatan ekosistem kewirausahaan,
Indonesia masih menempati peringkat ke-68 dari
121 negara di dunia. Ketiga, berdasarkan The
Earns and Young G20 Entrepreneurship Barometer
2013, peringkat Indonesia menempati ranking
terendah di antara Negara-negara G-2013.
Tiga fakta tersebut merupakan cerminan dari
berbagai masalah yang masih menggelayuti dunia
kewirausahaan nasional. Pertama, persoalan
mindset (cara berfikir) sebagian masyarakat
Indonesia yang masih berfikir mendapatkan
pekerjaan setelah selesai sekolah/kuliah.
Membangun dan mendorong kewirausahaan
adalah salah satu jalan strategis membangun
masyarakat yang maju dan berdikari. Keberadaan
kewirausahaan yang besar, sehat, dan
berkembang bisa menjadi solusi riil dalam hal
penciptaan lapangan kerja. Hal ini juga menjadi
salah satu terobosan yang signifikan dalam
mengantisipasi terjadinya pertumbuhan penduduk
yang semakin pesat yang tidak diimbangi dengan
pertumbuhan jumlah lapangan kerjaData BPS
Februari 2015 mencatat bahwa Angkatan kerja
Indonesia pada Februari 2015 sebanyak 128,3 juta
orang, bertambah sebanyak 6,4 juta orang
dibandingkan Agustus 2014 atau bertambah 3 juta
orang dibanding Februari 2014. Tingkat
Pengangguran Terbuka Februari 2015 sebesar
5,81%, meningkat dibandingkan TPT Februari
2014 sebesar 5,70%. Ini berarti, seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, maka potensi TPT
akan semakin meningkat jika tidak diimbangi
dengan penyediaan lapangan pekerjaan 11.
Tantangan lain yang juga perlu diantisipasi ialah
pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun
2015 ini. Penguatan dan peningkatan kapasitas
SDM pelaku wirausaha menjadi pekerjaan serius
yang harus menjadi prioritas untuk bisa bersaing
secara terbuka. Oleh karenanya, perlu ada
kebijakan dan regulasi yang mampu memperkuat
dan memberdayakan wirausaha Indonesia.
Dengan semakin tumbuhnya wirausaha di
Indonesia akan berkontribusi pula terhadap
peningkatan pemasukan sektor pajak bagi Negara.
Lebih dari itu, tumbuhnya dunia kewirausahaan
akan menjadi penopang sekaligus ujung tombak
pembangunan ekonomi nasional. Dari identifikasi
beberapa persoalan di atas dan berbagai
tantangan ke depan yang semakin komplek dan
kompetitif, diperlukan sebuah terobosan kebijakan
menyangkut upaya mengubah mindset atau
paradigma berfikir tentang
kewirausahaan nasional. Hal ini
sekaligus menggambarkan regulasi yang ada
belum mampu memberikan dukungan secara
optimal kegiatan pengembangan kewirausahaan
nasional. Oleh karena itu diperlukan sebuah
regulasi kebijakan yang mengatur secara
sistematis, komprehensif, dan massif
kewirausahaan nasional. Faktor edukasi menjadi
elemen yang sangat penting dalam rangka
mengubah paradigma (cara pandang) masyarakat
terhadap kewirausahaan nasional. Dalam edukasi,
sistem kurikulum kewirausahaan yang terpadu
menjadi unsur penting sebagai salah satu upaya
membentuk generasi yang berjiwa
entrepreneurship.
Masyarakat juga masih memandang
kewirausahaan sebatas usaha dagang atau bisnis
semata. Padahal, wirausaha, seperti disampaikan
di atas, adalah individu yang memiliki kemampuan
berfikir kreatif dan bertindak inovatif dalam mencari
peluang dan terobosan baru sehingga
menghasilkan gagasan dan produk yang
berpotensi ekonomi tinggi.
Kedua, persoalan kapasitas Sumber Daya Manusia
pelaku wirausaha yang masih rendah. Hal itu
tercermin dari kurangnya kemampuan manajerial
dalam menjalankan strategi usahanya. Kurangnya
pemahaman bidang usaha yang akan digelutinya
juga menunjukkan masih rendahnya kapasitas
SDM wirausaha tanah air. Di samping itu,
ketidakmampuan mengelola administrasi dan
keuangan masih melekat dalam praktek wirausaha
di Indonesia. Apalagi, perkembangan iptek
berbasis internet memerlukan kemampuan pelaku
wirausaha yang tertarik menggeluti usaha bisnis
onlineKetiga, persoalan regulasi. Berkembangnya
usaha bisnis online yang tidak hanya meliputi
wilayah domestik, tetapi juga lintas Negara,
membutuhkan regulasi yang mampu
mengantisipasi berbagai persoalan yang
berpotensi menghambat dunia wirausaha.
Keempat, akses permodalan bagi wirausaha
pemula yang masih menemui banyak kendala.
Skema permodalan menyangkut berbagai syarat
yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha,
termasuk kapasitas, karakter, dan jaminan yang
belum sepenuhnya bisa dipenuhi oleh para pelaku
wirausaha pemula. Regulasi yang berpihak pada
pelaku wirausaha pemula, mungkin perlu menjadi
isu yang harus dituntaskan.
Perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan dan
perkembangan lingkungan kecenderungan
berwirausaha menjadi faktor pendukung keinginan
untuk berwirausaha (Christian, n.d.). Hal tersebut
terjadi karena lingkungan yang cenderung banyak
yang berwirausaha memberikan dampak yang
besar bagi seseorang yang berada di lingkungan
tersebut terutama kaum milenial yakni pemuda yang
minatnya kuat terhadap hal baru seperti wirausaha
ini sendiri. Seperti yang kita lihat saat ini banyak
sekali pemuda yang mulai membangun usahanya
baik sendiri maupun bersama tim menjalankan
usaha tersebut. Dengan hal tersebut, semakin
banyak pemuda yang tumbuh di diri mereka
keinginan untuk berusaha karena melihat sudah
banyak pemuda yang sudah memiliki
Salah satu upaya dalam rangka menumbuhkan
wirausaha baru di era industry 4.0 dengan
bekerjasama dengan perguruaan tinggi sebagai
inkubasi untuk mencetak generasi muda yang
unggul dan kompetitif. Hal tersebut dapat dilakukan
melalui pembelajaran kewirausahaan untuk
menumbuhkan minat berwirausaha mahasiswa
dalam rangka mempersiapkan persaingan global
yang semakin kompleks. Terdapat beberapa
permasalahan yang teradapat pada generasi muda
atau mahasiswa dalam berwirausaha. Rendahnya
minat dan motivasi pemuda Indonesia untuk
berwirausaha menjadi masalah yang serius bagi
pemerintah, dunia pendidikan, industri, dan
masyarakat (Irsyada, 2018). Selain itu, sikap
konsumtif mahasiswa menjadi faktor utama untuk
tidak menjadi seorang wirausaha dan berprestasi.
Lemahnya mental dan kepribadian generasi muda
untuk bisa berprestasi, berani mengambil resiko,
ulet, percaya diri, kreatif, dan inovatif menjadi
penyebab utamnya (Niode & Mopangga, 2014).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka
diperlukan sebuah solusi terbaik agar minat
berwirausaha mahasiswa dapat tumbuh sehingga
dapat dijadikan bekal untuk memiliki daya saing
(Jaenudin et al., n.d.).

usaha dan sukses dalam usahanya tersebut serta


minat mereka semakin kuat dalam menjalankan
usaha yang meraka inginkan. Minat berwirausaha 2
dipengaruhi oleh sikap dan motivasi, dimana 6

pengaruhnya positif, semakin tinggi dukungan pada


siswa, maka semakin tinggi minat untuk
berwirausaha (Munawar & Supriatna, 2018). Dalam
hal ini pengaruh positif yang diberikan kepada
seseorang sangat membantu dalam memberikan
dukungan agar minat berwirausahan semakin besar
dan menjadikan mereka orang yang berkeinginan
kuat untuk berwirausaha.
Salah satu faktor pendorong pertumbuhan
kewirausahaan di suatu negara terletak pada
peranan perguruan tinggi melalui penyelenggaraan
pendidikan kewirausahaan (Suharti & Sirine,
2011:125). Pihak perguruan tinggi bertanggung
jawab dalam mendidik mahasiswanya serta
memberikan motivasi sehingga mereka berani
untuk berwirausaha.

Perguruan tinggi sebagai penyedia fasilitas


kewirausahaan, tidak akan mencapai tujuannya
dalam menghasilkan lulusan yang berwirausaha
bila tidak disertai dengan minat yang timbul dalam
diri mahasiswa. Dengan demikian, persoalan yang
dihadapi perguruan tinggi adalah bagaimana cara
menumbuhkan minat berwirausaha pada
mahasiswa sehingga pilihan karir yang mereka pilih
setelah lulus adalah sebagai wirausahawan (Puji
Rahayu, 2018).

Banyak pengusaha muda telah muncul dengan


berbagai produk untuk dibawa ke bisnis mereka.
2
Pengusaha muda ini memiliki pengalaman yang 7
berbeda tentang bagaimana menjadi pengusaha
yang baik dan dapat bersaing dengan produk yang
berbeda di pasar. Pengusaha muda yang sudah
memiliki jiwa wirausaha yang tinggi terus berusaha
berinovasi agar produk yang mereka hasilkan tidak
kalah saing di pasaran. Untuk memenangkan
persaingan, sebagian besar pengusaha melakukan
berbagai perubahan pada produknya untuk
meningkatkan strategi pemasaran produknya dan
membuat mereka tertarik dengan produk yang
ditawarkan.
Kewirausahaan adalah sifat bawaan dari orang tua
atau genetik dan juga dapat dilatih seseorang.
Kewirausahaan tidak harus dipupuk secara intensif
bagi mereka yang berwirausaha (alami) sejak dini.
Bagi mereka yang ditakdirkan memiliki jiwa
wirausaha sejak kecil, semua kegiatan merupakan
kegiatan wirausaha. Mereka cenderung bekerja
keras, pantang menyerah, tabah menghadapi
cobaan, dan yang terpenting, menunjukkan kepada
orang lain bahwa mereka mandiri. Ini adalah
kebalikan dari siapa pun yang mencoba
menumbuhkan kewirausahaan. Kewirausahaan
dapat dibina dengan cara yang benar-benar
membekas pada masyarakat.
Salah satu upaya mereka adalah dengan mengikuti
seminar kewirausahaan. Keinginan untuk
menumbuhkan jiwa wirausaha ini pada hakikatnya
dilandasi oleh keinginan untuk menjadi
wirausahawan muda.

Dari semua program pemerintah pusat maupun daerah pada umumnya


Perlu sosialisasi pada semua unsur yang terlibat dalam anggaran pemerintah.
2
Beberapa pemikiran yang inovatif dan kreatif dalam pemerintahan yang 8
wirausaha seperti pola kemitraan dengan swasta, ide sunset law (pembatasan
berlakuknya sebuah peraturan), adanya komisi peninjau peraturan (review
commissions) tidak dipahami secara mendalam oleh pejabat pemerintah.
Kemudian konsep renstra dalam kebijakan pemerintah sebagian besar pejabat
memahaminya dengan baik. Untuk ide penyusunan SOT (struktur organisasi
dan tatalaksana) dalam organisasi pemda banyak terjadi penolakan oleh
mereka yang dirugikan dengan penataan tersebut, dan diterima oleh mereka
yang diuntungkan. Untuk konsep perlunya pemerintah mengembangkan usaha
dalam rangka profit oriented (mencari keuntungan)sebagai sumber
pendapatan mendapat penolakan yang cukup besar karena adanya
pemahaman bahwa hal itu merupakan sesuatu yang diharamkan bagi
pemerintah, itu artinya pemerintah sama saja dengan swasta.

2
9
BAB III

KESIMPULAN

Kewirausahaan saat ini tidak bisa lagi menghindar dari situasi dan kondisi
perdagangan bebas dunia, wirausaha perlu akses pasar sebesar-besarnya ke
pasar dunia, dan sebaliknya juga dituntut oleh pelaku uasaha global untuk
membuka pasar domestik. Untuk menghadapi tantangan dalam menghadapi
perekonomian di masa yang akan datang, dibutuhkan wirausaha-wirausaha yang
tahan banting, punya daya saing global dan memegang nilai-nilai luhur dan cinta
pada negerinya. Kewirausahaan dirasakan semakin penting peranannya dalam
pengembangan perekonomian nasional, kewirausahaan efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kontribusinya pada peningkatan
pertumbuhan perekonomian sekaligus pemerataan pertumbuhan ekonomi. 4.
Dengan memperhatikan karakter dan kebiasaan warga Indonesia serta
memahami kewirausahaan sebagai implementasi kemandirian, pola pendekatan
kewirusahaan yang sesuai dikembangkan di Indonesia adalah mendorong
peningkatan kegairahan berwirausaha dengan arahan kebijakan yang
memberikan kemudahan yang harus didukung oleh pemerintah. Intervensi
pemerintah yang bersifat top – down tetap diperlukan tetapi sebaliknya tidak
terlalu jauh agar tidak kontra produktif dan pada situasi seperti ini peran serta
pemerinta sangat dibutuhkan tetapi diarahkan untuk yang sifatnya mendukung
dan mengapresiasi kewirausahaan. Dalam rangka pengembangan
kewirausahaan nasional yang lebih efektif perlu dipertimbangkan untuk
membentuk lembaga koordinasi pengembangan kewirausahaan nasional yang 3
0
tetap menjaga aspek sinergi dan kebersamaan dari segenap komponen bangsa
dengan memberikan akses koordinasi yang lebih terstruktur.Potensi
pengembangan kewirausahaan yang sudah tersedia di banyak kementerian,
lembaga, dunia usaha, BUMN, perguruan tinggi, sekolah dan masyarakat pada
umumnya akan menghasilkan jutaan wirausaha baru yang kreatif, inovatif dan
berdaya saing global bila dikoordinasikan dengan baik.

DALAM era global, pembangunan perlu lebih mengedepankan aspek


pemanfaatan Iptek dan inovasi sebagai faktor pembentuk daya saing atau
disebut dengan innovation-driven development. Pertumbuhan pembangunan
perlu digerakkan oleh strategi yang tidak saja semakin efisien, namun
mengedepankan inovasi dengan mendayagunakan Iptekin (innovation driven).
Hal tersebut senada dengan semangat Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Amandemen IV) pada pasal 31 ayat 5 yang menyatakan
bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Sebagai pelaksana ketentuan tersebut, Pemerintah menerbitkan Undang-


Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
mengamanatkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memperkuat
daya dukung Iptek dalam meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa
menghadapi persaingan global. Kemudian sebagaimana diamanatkan oleh UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa inovasi menjadi salah
satu unsur penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Inovasi
menentukan tingginya daya saing suatu daerah/negara.

Untuk meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia harus didukung oleh


kemampuan daerah – daerah di Indonesia yang tersebar dilokasi geografis
yang sangat luas.

Dengan perkembangan kewirausahaan di daerah – daerah akan menumbuhkan


persaingan usaha di Indonesia
3
Karena dengan adanya daya saing antar daerah, tiap daerah akan berusaha 1

semaksimal mungkin untuk memberikan hal terbaik dalam aspek ini adalah
pelayanan kepada masyarakat. Guna mendorong peningkatan daya saing
dengan daerah lain, maka sebagai bagian dari daerah yang akan menjadi
petugas pelayanan seyogyanya untuk mempersiapkan diri.

Persoalan penting pembangunan di daerah - daerah yang perlu mendapat


perhatian khusus dan menjadi prioritas pembangunan daerah, meliputi:

(1) Penanggulangan kemiskinan;

(2) Penguatan daya saing ekonomi daerah;

(3) Peningkatan kualitas hidup dan daya saing SDM dalam rangka mendukung
bonus demografi;

(4) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta penanggulangan
bencana;

(5) Perwujudan ketahanan pangan dan energi;

(6) Pengurangan kesenjangan wilayah; dan

(7) Pemantapan tata kelola pemerintahan dan kondusivitas wilayah. Berbagai


persoalan pembangunan tersebut perlu menjadi arena kolaborasi dan koordinasi
berbagai pihak secara inovatif.

Guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berdikari berbasis innovation-


driven development, maka perlu menata aktivitas kelitbangan yang mengarah
pada upaya penataan kerangka kelembagaan inovasi pembangunan, penataan
kerangka jejaring inovasi pembangunan, dan penataan kesumberdayaan inovasi
pembangunan daerah. Kebijakan penataan unsur SIDa Jawa Tengah berkaitan
dengan tujuan menciptakan iklim daerah yang kondusif, khususnya bagi aktivitas
pemerintahan, aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan, dan dunia usaha.
3
2
Karena dengan adanya daya saing antar daerah, tiap daerah akan berusaha
semaksimal mungkin untuk memberikan hal terbaik dalam aspek ini adalah
pelayanan kepada masyarakat. Guna mendorong peningkatan daya saing
dengan daerah lain, maka sebagai bagian dari daerah yang akan menjadi
petugas pelayanan seyogyanya untuk mempersiapkan diri.

3
3
DAFTAR PUSTAKA

1. Christian, M. (n.d.). PENGARUH FAKTOR PERILAKU PADA


KELOMPOK MILLINEAL TERHADAP KEINGINAN UNTUK
BERWIRAUSAHA. In
Journal of Business & Applied Management (Vol. 10, Issue 2).

2. Fachrurazi, H., Ag Delia Meldra, S. M., Budi Harto, Ms., Veni Reza, M.,
& Soc Sc, M. (n.d.). PEDOMAN DASAR DAN KONSEP
KEWIRAUSAHAAN Oleh :
Percetakan Yayasan Cendikia Mulia Mandiri.

3. Jaenudin, A., Puji Astuti, D., Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri


Semarang, J., & Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Lampung, P.
(n.d.).
MENUMBUHKAN MINAT BERWIRAUSAHA MELALUI TEKNOLOGI
DIGITAL PADA PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA
DI ERA INDUSTRI 4.0.

4. Munawar, A., & Supriatna, N. (2018). PENGARUH SIKAP DAN


MOTIVASI TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA (Vol.
1).

5. Puji Rahayu, K. (2018). MENUMBUHKAN INTENSI


BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA MANAJEMEN UNIVERSITAS
PAMULANG (Vol. 1, Issue 3).

7 Infokop, 2011. Pengkajian Sumberdaya UKMK. Kementerian


Koperasi dan UKM. Volume 19 bulan Juli 2011. Jakarta Afiah Nur Nunuy.
2009.

8. Peran Kewirausahaan Dalam Memperkuat UKM Indonesia


Menghadapi Krisis Finansial Global. Bandung Attali, Jacques. 1999.
3
Millennium Ketiga: Yang Menang, Yang Kalah Dalam Tata Dunia 4
Mendatang. Jakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik. 2010.
9. INdikator Makro Ekonomi UMKM. BPS dan Kementerian
Koperasi dan UKM. Jakarta Boone and Curtz, 2007.

3
5
MAKALAH

Pengembangan Kewirausahaan dalam Era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 di


Indonesia,Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Daerah Yang Pada Akhirnya
Akan Meningkatkan Daya Saing Bangsa Indonesia

Dosen: Prof.Dr.H.M.Sidik Priadana


Mata Kuliah : Kewirausahaan

Disusun Oleh :
SAEFUL ALAM
( 20221047 )

MAGISTER MANAJEMEN STIE PASUNDAN

2023

3
6
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Pengembangan Kewirausahaan dalam
Era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 di Indonesia,Dalam Upaya Peningkatan Daya
Saing Daerah Yang Pada Akhirnya Akan Meningkatkan Daya Saing
Daerah”.Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu,
Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.Akhir kata, saya berharap semoga makalah
ilmiah tentang “Pengembangan Kewirausahaan dalam Era Revolusi Industri 4.0
dan 5.0 di Indonesia,Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Daerah Yang Pada
Akhirnya Akan Meningkatkan Daya Saing Daerah” ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, Februari 2023

SAEFUL ALAM

3
7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

C. Latar Belakang........................................................................................1

D. Rumusan Masalah..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

C. Wirausaha................................................................................................2

D. Menumbuhkan Keinginan untuk Berwirausaha di Kalangan Pemuda....2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kewirausahaan berperan strategis untuk menurunkan kemiskinan dengan


menciptakan peluang-peluang kerja yang diinisiasi masyarakat berdasarkan
potensi dan keunggulannya masing-masing. Salah satu agenda untuk
mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan adalah melalui
pengembangan kewirausahaan. Pengembangan kewirausahaan berkaitan
dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang lebih 3
8
merata dan berkeadilan sebagaimana tergambar dalam visi dan misi
pemerintah di atas. Kewirausahaan didorong untuk berkembang luas
sesuai kebutuhan sehingga menjadi wahana yang efektif untuk
meningkatkan posisi tawar dan efisiensi kolektif masyarakat di berbagai
sektor kegiatan ekonomi sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan
nyata dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat. Sementara itu, pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan
strategis untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat
berpendapatan rendah dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan
dan kemiskinan melalui peningkatan kapasitas usaha dan ketrampilan
pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian,
perlindungan, dan pembinaan usaha. Untuk merealisasikan gagasan
tersebut, diperlukan revitalisasi fungsi kewirausahaan yang didasarkan
pada manajemen sumber daya berbasis masyarakat dengan melibatkan
peran pemerintah dan masyarakat secara partisipatif.

Dalam dominasi sistem kapitalisme dan liberalisme yang menjangkiti (hampir)


seluruh sistem ekonomi di dunia, gerakan kewirausahaan merupakan
penyeimbang antara kepentingan pasar yang berorientasi modal dengan
kebutuhan sosial yang berperspektif keadilan sosial. Dengan semangat
kolektivisme, kewirausahaan merupakan wadah ekonomi yang
memberdayakan sumber daya internal secara mandiri dengan semangat
kebersamaan.
Dalam praktik negara kesejahteraan, dibutuhkan peran pemerintah yang
responsif untuk mengelola dan mengorganisasikan perekonomian agar
masyarakat memperoleh pelayanan kesejahteraan dengan standar yang baik.
Negara berkewajiban untuk menciptakan derajat kesejahteraan yang optimal
bagi warganya dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan reformasi
kebijakan publik. Negara juga harus adaptif terhadap perubahan sosial dan
ekonomi yang fluktuatif dalam reformasi negara kesejahteraan 1. Negara
dituntut untuk campur tangan dalam bidang-bidang perlindungan sosial,
3
terutama melalui regulasi ekonomi dan pembentukan norma-norma sosial2. 9

Upaya perlindungan sosial dibebankan pada investasi terhadap manusia untuk


mengaktifkan sumber daya manusia 3. Sistem perlindungan sosial bukan
dipahami secara eksklusif dengan dikotomi sederhana antara aktor negara
dengan non-negara4, melainkan diintegrasikan sebagai kesatuan kolektif yang
tidak melemahkan satu sama lain. Dalam hal ini, kewirausahaan merupakan
gerakan ekonomi berbasis masyarakat yang berinvestasi dalam pembangunan
ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia berdasarkan arah
kebijakan ekonomi pemerintah untuk turut mengatur kegiatan mikroekonomi
dan makroekonomi.
Untuk mengoptimalkan fungsi kewirausahaan sebagai pilar yang kokoh dalam
perekonomian Indonesia, diperlukan langkah-langkah untuk mengembangkan
paradigma baru dalam pembangunan kewirausahaan. Pembudayaan
kewirausahaan sebagai gerakan ekonomi

4
0
rakyat harus didukung oleh politik hukum pemerintah, baik pemerintah pusat,
maupun pemerintah daerah, untuk menyusun rencana strategis dalam
menggagas kewirausahaan dan kemitraan berdasarkan manajemen integratif.
Dalam pembangunan kewirausahaan, Indonesia memiliki modal dasar untuk
mengembangkan kewirausahaan sebagai pondasi ekonomi sejalan dengan Visi
Pembangunan Nasional Tahun 2005-2025 yaitu: “Indonesia Yang Mandiri, Maju,
Adil, dan Makmur”5.
Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian
tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mewujudkan visi pembangunan
nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional
sebagai berikut:
(1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila;
(2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
(3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;
(4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;
(5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;
(6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;
(7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional;
(8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional6.
Pentahapan pembangunan RPJPN 2005-2025 meliputi: (1) RPJM 1 (2005-2009)
Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman, damai, yang adil dan
demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik; (2) RPJM 2 (2010-
2014) Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM,
membangun kemampuan IPTEK, memperkuat daya saing perekonomian; (3)
RPJM 3 (2015-2019) Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetiutif perekonomian yang
berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan IPTEK;
4
1
(4) RPJM 4 (2020-2025) Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju,
adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan
struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif7.

4
2
Sebagai lembaga ekonomi, kewirausahaan berperan strategis untuk menurunkan
kemiskinan dengan menciptakan peluang-peluang kerja yang diinisiasi
masyarakat berdasarkan potensi dan keunggulannya masing-masing. Salah satu
agenda untuk mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan adalah
melalui pengembangan kewirausahaan. Pengembangan kewirausahaan
berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang
lebih merata dan berkeadilan sebagaimana tergambar dalam visi dan misi
pemerintah di atas. Kewirausahaan didorong untuk berkembang luas sesuai
kebutuhan sehingga menjadi wahana yang efektif untuk meningkatkan posisi
tawar dan efisiensi kolektif masyarakat di berbagai sektor kegiatan ekonomi
sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya
peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu,
pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan
pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam rangka
mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan melalui peningkatan
kapasitas usaha dan ketrampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong
adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha. Untuk merealisasikan
gagasan tersebut, diperlukan revitalisasi fungsi kewirausahaan yang didasarkan
pada manajemen sumber daya berbasis masyarakat dengan melibatkan peran
pemerintah dan masyarakat secara partisipatif.
Terkait dengan kebijakan di bidang kewirausahaan nasional, di tahun 1950,
Pemerintah RI pernah mengeluarkan sebuah kebijakan ekonomi yang bernama
Program Ekonomi Gerakan Benteng. Penggagas Program ini adalah Prof.
Soemitro Djoyohadikusumo. Gagasan utama program ini bertujuan mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Pemerintah
menginginkan struktur ekonomi bangsa Indonesia harus lebih mandiri dan
mengedapankan kepentingan nasional. Di samping itu, program ini juga
bertujuan menumbuhkan kelas wirausaha pribumi sebagai elemen penting dalam
membentuk struktur ekonomi nasional tersebut. Strategi untuk mencapai tujuan
tersebut ialah dengan memberikan bantuan kredit dan fasilitas lainnya yang
4
3
memudahkan bagi wirausaha pribumi untuk tumbuh dan berkembang8.

Akan tetapi, kebijakan tersebut mengalami kegagalan. Program Ekonomi Gerakan


Benteng tersebut tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Wirausaha pribumi
yang mendapatkan fasilitas kredit dari Pemerintah justru menyalahgunakan

maksud baik pemerintah dengan mengalihkan fasilitas tersebut kepada


kelompok pengusaha lain. Para wirausaha pribumi lebih memilih untuk
menikmati fee keuntungan dari fasilitas yang digunakan pihak lain.
Studi literatur yang menyorot faktor kegagalan kebijakan ini dipotret dalam buku
yang berjudul Bisnis dan Politik yang ditulis oleh Yahya A. Muhaimin 9. Salah satu
aspek yang disorot dalam buku ini ialah tidak adanya instrumen kebijakan yang
memperkuat kapasitas wirausaha pribumi dan masih dominannya sikap dan
mental pribumi yang cenderung hanya ingin mengambil keuntungan tanpa harus
bekerja keras. Sehingga, wirausaha pribumi tidak mampu bersaing dengan
kelompok wirausaha lain. Aspek mental dan kapasitas pengusaha pribumi inilah
yang dapat dianggap menjadi dua penyebab kegagalan program Ekonomi
Gerakan Benteng.
Dalam konteks bisnis, kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin, proses
sistematis penerapan kreativitas dan keinovasian dalam memenuhi kebutuhan
dan peluang di pasar10. Kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk
mengembangkan ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam
memecahkan persoalan dan menghadapi peluang. Sedangkan keinovasian
diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka
memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk mempertinggi dan
meningkatkan taraf hidup. Jadi dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
merupakan disiplin ilmu yang sistematis untuk menerapkan sikap kreatif dan
inovasi dalam mengembangkan ide-ide baru guna menghadapi persaingan bisnis
atau usaha. Dari konsepsi di atas, kewirausahaan dicirikan oleh beberapa
karakteristik, yaitu Kreativitas, yaitu kemampuan mencipta dan mengembangkan
4
4
ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang,
Inovasi yaitu kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan
masalah dan menemukan peluang, dan Mandiri, yaitu suatu sikap untuk tidak
selalu bergantung pada orang lain.

Membangun dan mendorong kewirausahaan adalah salah satu jalan strategis


membangun masyarakat yang maju dan berdikari. Keberadaan kewirausahaan
yang besar, sehat, dan berkembang bisa menjadi solusi riil dalam hal penciptaan
lapangan kerja. Hal ini juga menjadi salah satu terobosan yang signifikan dalam
mengantisipasi terjadinya pertumbuhan penduduk yang semakin pesat yang
tidak diimbangi dengan pertumbuhan jumlah lapangan kerjaData BPS Februari
2015 mencatat bahwa Angkatan kerja Indonesia pada Februari 2015 sebanyak
128,3 juta orang, bertambah sebanyak 6,4 juta orang dibandingkan Agustus
2014 atau bertambah 3 juta orang dibanding Februari 2014. Tingkat
Pengangguran Terbuka Februari 2015 sebesar 5,81%, meningkat dibandingkan
TPT Februari 2014 sebesar 5,70%. Ini berarti, seiring dengan pertumbuhan
jumlah penduduk, maka potensi TPT akan semakin meningkat jika tidak
diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan 11.
Tantangan lain yang juga perlu diantisipasi ialah pemberlakuan Masyarakat
Ekonomi ASEAN tahun 2015 ini. Penguatan dan peningkatan kapasitas SDM
pelaku wirausaha menjadi pekerjaan serius yang harus menjadi prioritas untuk
bisa bersaing secara terbuka. Oleh karenanya, perlu ada kebijakan dan regulasi
yang mampu memperkuat dan memberdayakan wirausaha Indonesia. Dengan
semakin tumbuhnya wirausaha di Indonesia akan berkontribusi pula terhadap
peningkatan pemasukan sektor pajak bagi Negara. Lebih dari itu, tumbuhnya
dunia kewirausahaan akan menjadi penopang sekaligus ujung tombak
pembangunan ekonomi nasional. Dari identifikasi beberapa persoalan di atas
dan berbagai tantangan ke depan yang semakin komplek dan kompetitif,
diperlukan sebuah terobosan kebijakan menyangkut upaya mengubah mindset

4
5
atau paradigma berfikir tentang kewirausahaan nasional. Hal ini
sekaligus menggambarkan regulasi yang ada belum mampu memberikan
dukungan secara optimal kegiatan pengembangan kewirausahaan nasional.
Oleh karena itu diperlukan sebuah regulasi kebijakan yang mengatur secara
sistematis, komprehensif, dan massif kewirausahaan nasional. Faktor edukasi
menjadi elemen yang sangat penting dalam rangka mengubah paradigma (cara
pandang) masyarakat terhadap kewirausahaan nasional. Dalam edukasi,
sistem kurikulum kewirausahaan yang terpadu menjadi unsur penting sebagai
salah satu upaya membentuk generasi yang berjiwa entrepreneurship.

4
6
1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini saya membatasi pembahasan sebagai berikut


1.Pokok Persoalan Kewirausahaan?
2.Strategi Untuk Mengembangkan Kewirausahaan

BAB II
PEMBAHASAN 4
7

2.1 Pokok Persoalan Kewirausahaan

Setidaknya, ada tiga fakta menyangkut potret dunia kewirausahaan di Indonesia.


Pertama, Jumlah wirausaha di Indonesia jauh tertinggal dibandingan dengan
Negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura yang sudah
mencapai di atas 4%. Jika dibuat prosentase dari jumlah populasi kita yang
mencapai 240 juta, maka wirausaha kita baru mencapai 1,65%. Padahal, kemajuan
suatu Negara akan terwujud jika Negara tersebut memiliki minimum 2% wirausaha
dari total penduduknya. Kedua, menurut The Global Entrepreneurship And
Development Index 2014, dalam hal kesehatan ekosistem kewirausahaan, Indonesia
masih menempati peringkat ke-68 dari 121 negara di dunia. Ketiga, berdasarkan The
Earns and Young G20 Entrepreneurship Barometer 2013, peringkat Indonesia
menempati ranking terendah di antara Negara-negara G-2013.
Tiga fakta tersebut merupakan cerminan dari berbagai masalah yang masih
menggelayuti dunia kewirausahaan nasional. Pertama, persoalan mindset (cara
berfikir) sebagian masyarakat Indonesia yang masih berfikir mendapatkan pekerjaan
setelah selesai sekolah/kuliah. Masyarakat juga masih memandang kewirausahaan
sebatas usaha dagang atau bisnis semata. Padahal, wirausaha, seperti disampaikan
di atas, adalah individu yang memiliki kemampuan berfikir kreatif dan bertindak
inovatif dalam mencari peluang dan terobosan baru sehingga menghasilkan
gagasan dan produk yang berpotensi ekonomi tinggi.
Kedua, persoalan kapasitas Sumber Daya Manusia pelaku wirausaha yang masih
rendah. Hal itu tercermin dari kurangnya kemampuan manajerial dalam menjalankan
strategi usahanya. Kurangnya pemahaman bidang usaha yang akan digelutinya juga
menunjukkan masih rendahnya kapasitas SDM wirausaha tanah air. Di samping
itu, ketidakmampuan mengelola administrasi dan keuangan masih melekat dalam
praktek wirausaha di Indonesia. Apalagi, perkembangan iptek berbasis internet
memerlukan kemampuan pelaku wirausaha yang tertarik menggeluti usaha bisnis
onlineKetiga, persoalan regulasi. Berkembangnya usaha bisnis online yang tidak
hanya meliputi wilayah domestik, tetapi juga lintas Negara, membutuhkan regulasi
yang mampu mengantisipasi berbagai persoalan yang berpotensi menghambat
dunia wirausaha.
Keempat, akses permodalan bagi wirausaha pemula yang masih menemui banyak
kendala. Skema permodalan menyangkut berbagai syarat yang harus dimiliki oleh 4
seorang wirausaha, termasuk kapasitas, karakter, dan jaminan yang belum 8

sepenuhnya bisa dipenuhi oleh para pelaku wirausaha pemula.


Regulasi yang berpihak pada pelaku wirausaha pemula, mungkin perlu menjadi isu
yang harus dituntaskan.
Pengertian tentang semangat kewirausahaan banyak diberikan oleh para
pakar. Demikian halnya dengan ciri-cirinya. Istilah wirausaha (entrepreneur) mula-
mula dipergunakan oleh J.B sekitar tahun 1800-an, yang diartikan sebagai
memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah dengan produktifitas
rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dengan hasil yang lebih besar.
Jadi yang dimaksud dengan pemerintah wirausaha adalah lembaga sektor
pemerintah yang mempunyai kebiasaan bertindak seperti ini-yang tetap
menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk mempertinggi efisien dan
efektivitas.
Pada organisasi publik konsep kewirausahaan harus dimasukkan dalam pola
pikir aparatur-aparatur penyelenggara negara. Artinya hal terpenting adalah
merubah orientasi aparatur organisasi publik agar lebih antisipatif, kraeatif, inovatif,
dan mampu menangkap peluang. Orientasi semacam inilah yang dimiliki oleh
seorang wirausaha (entrepreneur).
Pemikiran menarik dari Osborne dan Gaebler (1992), agar kinerja organisasi
pemerintah daerah dapat optimal dalam pengelolaan sumber dayanya, maka ia
harus mengikuti prinsip-prinsip yang dianut organisasi bisnis. Untuk itu organisasi
pemerintah harus mempunyai semangat atau jiwa entrepreneurial (semangat
kewirausahaan) seperti yang dimiliki organisasi bisnis. Semangat entrepreneurial
disini dapat diartikan sebagai usaha dalam pemanfaatan sumber daya guna
meningkatkan produktivitas dan efiktivitas. Namun demikian harus disadari bahwa
meskipun organisasi pemerintah menganut prinsip-prinsip organisasi bisnis, ia tidak
bekerja berdasarkan profit oriented.
Dengan demikian di implementasikannya semangat kewirausahaan pada
organisasi sektor publik diharapkan aparatur pemerintah (Pemda) mampu
mengembangkan kinerja pelayanan kepada masyarakat. Berikut kajian secara
teoritis dan empiris tentang implementasi entrepreneurial government. 4
9
Entrepreneurial Government (Pemerintahan Bergaya Wirausaha)
Kewirausahaan dikenal sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan
menggunakan berbagai sumber daya tertentu untuk mengeksploitasi peluang
(Lupiyoadi,1999). Konsep kewirausahaan telah mendapat perhatian yang sangat
luas dan intensif dikalangan pakar akademis maupun dikalangan praktisi baik
ekonomi, manajemen bisnis serta para pejabat yang bergerak disektor publik. Dalam
sejarah perkembangan konsep kewirausahaan selalu dikaitkan dengan persoalan
ekonomi dan bisnis perusahaan. Dalam bukunya yang berjudul “The Management
Challenge“ James M. Higins (Dalam Mutis,1995) telah menguraikan secara historis
mengenai konsep kewirausahaan dan dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi.
Menurut Hisrich (1986) yang dimaksud kewirausahaan adalah,

“Entrepreneurship is the process of creating something different with value by


devoting the necessary time ang effort, assuming the accompanying financial,
psychological and time risks ang receiving the resulting rewards financially
and personal satisfaction”
Selanjutnya Kao (1989) menyatakan bahwa,

“wirausaha adalah usaha untuk menciptakan nilai dengan mengenali peluang


bisnis, pengelolaan atas pengambilan resiko peluang dan melalui komunikasi
serta ketrampilan melakukan mobilitas manusia, finansial dan sumber-
sumberyang dibutuhkan agar rencana dapat terlaksana dengan baik”
David Osborne dan Ted Gaebler (1996) dengan karyanya yang monumental
“Reinventing Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public
Sektor” mencoba untuk menemukan kembali pemerintahan dengan
mengembangkan konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha (Enterpreneurial
Government). Esensi dasar yang sangat strategis dari pemikiran Osborne dan Ted
tersebut berkaitan erat dengan birokrasi pemerintahan yang tidak lagi berorientasi
pada budaya sentralisasi, strukturalisasi, formalisasi dan apatistik melainkan pada
desentralisasi pemberdayaan, kemitraan, fungsionalisasi dan demokratisasi. Fungsi
pemerintahan yang moderen strateginya harus diarahkan pada daya dukung dan 5
0
daya dorong untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses kebijakan,
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.
Selanjutnya Osborne (1996) mengungkapkan sesuatu yang perlu menjadi
pegangan dalam menerapkan prisip-prinsip kewirausahaan bahwa organisasi bisnis
tidak bisa disamakan dengan lembaga pemerintah dan memang terdapat banyak
perbedaan satu dengan yang lainnya. Pemerintah tidak dapat dijalankan seperti
sebuah bisnis, tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa bergaya
wirausaha.
Menurut Mohammad (2006) bahwa pemerintah wirausaha adalah pemerintah
yang mampu menghadirkan kebijakan yang berorientasi pada warga negara.
Kebijakan tersebut memiliki nilai strategis karena akan menghasilkan dividen yaitu
berupa dukungan dari warga negara. Untuk melakukan percepatan dan perbesaran
deviden yang berupa dukungan dari konstituen adalah merupakan persaingan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan juga menghadirkan problem solving
regulation agar lembaga itu dapat memfokuskan pada tiga tugas utama yaitu:
menanggapi keluhan warganegara dengan cepat, melakukan pemeriksaan rutin,
seta menghukum para pelanggar aturan.
Jika dilihat dari beberapa definisi diatas maka tekanan utama pada
entrepreneurial government adalah bagaimana berfikir strategis, yaitu memperluas
perspektif dan memanfaatkan kreativitas yang bertanggung jawab. Disamping itu
wirausaha adalah pemerintah yang tidak sekedar mampu menghasilkan ide-ide yang
cemerlang tetapi juga diiringi kemampuan untuk mewujudkan ide-ide tersebut.
Pemerintah yang mampu dan mau mengambil resiko yang terukur dan mampu
menjelaskan langkah yang dianggap aneh dan inovatif (Mohammad, 2006;
Sumarhadi 2002 dan Tjokrowinoto et al. 2000)
Menurut Osborne dan Gaebler (1996) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip
pemerintahan wirausaha yaitu :
1. Pemerintahan Katalis (Mengarahkan Ketimbang Mengayuh).
Pemerintahan katalis menghendaki peran pemerintah sebagai aktor dan pelaksana
urusan publik perlu dikurangi dan pemerintah sebagai pengarah serta memusatkan 5
paranannya dalam membuat kebijakan, peraturan dan undang-undang. Redefenisi 1
peran pemerintah perlu dilakukan karena selama ini pemerintah terlalu memonopoli
semua urusan publik. Pembagian peran yang proporsional dan komplementer antara
pemerintah, pasar dan masyarakat perlu dilakukan.
2. Pemerintahan Milik Masyarakat (Memberi Wewenang Ketimbang Melayani).
Pemerintahan milik masyarakat diartikan sebagai pengalihan wewenang kontrol
pemerintah ketangan masyarakat dan adanya perubahan misi dari pemerintah untuk
pemberdayaan masyarakat dan bukan sebagai pelayanan sehingga fungsi utama
dari pemerintah adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengambil kendali atas penyelenggaraan pelayanan publik. Masyarakat
diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi.
Dalam konsep ini masyarakat tidak dilihat semata-mata sebagai konsumen
pelayanan publik yang pasif, tetapi juga dilihat sebagai produsen pelayanan publik
yang potensial dan unggul. Dengan adanya kontrol dari masyarakat pejabat akan
memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan
masalah.
3. Pemerintahan Yang Kompetitif (Menyuntikkan Persaingan Ke Dalam Pemberian
Pelayanan).
Pemerintahan kompetitif mensyaratkan persaingan diantara para penyampai jasa
atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. Pemerintah dikenal
sangat monopolistik dalam menyelenggarakan urusan publik, akibatnya terjadi
inefisiensi, kelambanan dan buruknya kualitas pelayanan. Untuk itu pemerintah harus
mampu merangsang, mendorong dan menciptakan sistem kompetisi antar berbagai
pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Kompetisi disini tidak terbatas pada kompetisi antara pemerintah dengan swasta
tetapi bisa juga antar swasta atau bahkan antara pemerintah dengan pemerintah.
Kompetisi harus dipahami sebagai kekuatan fundamental untuk memaksa badan
pemerintah dalam melakukan perbaikan.
4. Pemerintahan Yang Digerakkan Oleh Misi (Mengubah Organisasi Yang
Digerakkan Oleh Peraturan). Pemerintah yang berorientasi misi dilakukan
dengan deregulasi internal, menghapus banyak peraturan internal dan secara
radikal menyederhanakan sistem administrasi. Dsamping itu pemerintah hanya 5
bisa adaptif dan responsif terhadap dinamika yang terjadi dalam masyarakat, 2
kalau pemerintah berorientasi pada misi. Akuntabilitas lebih didasarkan pada
pencapaian misi dan bukan kepatuhan pada aturan karena
kenyataan menunjukkan bahwa peraturan selalu ketinggalan dibandingkan dengan
dinamika masyarakat (Dwiyanto,2001). Ada beberapa cara untuk tidak mensakralkan
peraturan; pertama, Sunset Law (undang- undang matahari terbenam) yaitu menetapkan
tanggal kapan suatu program atau peraturan akan berakhir jika tidak disahkan kembali
sehingga mengharuskan dilakukannya peninjauan kembali; kedua, Review Commissions
(komisi peninjauan) yang memeriksa setiap peraturan atau kegiatan pemerintah yang
tidak sesuai dengan dinamika yang terjadi; ketiga, Zero Based Budget (anggaran berbasis
nol) mengharuskan birokrasi pemerintah memberikan alasan atas setiap elemen
anggaran atau berdasarkan out put yang dihasilkan. Organisasi yang digerakkan oleh
misi memberi kebebasan kepada karyawannya dalam mewujudkan misi organisasi
dengan metode paling efektif dalam batas-batas legal. Hal ini memiliki keunggulan yang
nyata antara lain:
1. Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih efisien ketimbang organisasi yang
digerakkan oleh peraturan.
2. Organisasi yang digerakkan misi juga lebih efektif ketimbang organisasi yang
digerakkan oleh peraturan.
3. Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih inovatif ketimbang yang digerakkan
oleh peraturan.
4. Organisasi yang digerakkan oleh misi lebih fleksibel ketimbang yang digerakkan
peraturan.
5. Organisasi yang digerakkan oleh misi mempunyai semangat lebih tinggi
ketimbang yang digerakkan oleh peraturan.
5. Pemerintahan berorientasi pada hasil
Pemerintahan yang goal-oriented mengubah fokus dari input menjadi akuntabilitas pada
output atau hasil, mengukur kinerja organisasi publik, menetapkan target, memberi
imbalan kepada organisasi yang mencapai atau melebihi target. Alokasi anggaran dan
sistem insentif harus didasarkan pada kinerja maupun out put yang akan dihasilkan
sehingga penentuan ukuran kinerja menjadi sangat penting dalam organisasi publik yang
memiliki spirit kewirausahaan.

5
3
6. Pemerintahan berorientasi pada pelanggan.
Pemerintahan berorientasi pelanggan memperlakukan masyarakat yang dilayani sebagi
pelanggan, menetapkan standar pelayanan, memberii jaminan. Dengan masukan dan
insentif ini, mereka meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum
kepada pelanggan. Banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya mendengarkan suara
dan keluhan masyarakat serta memberikan kebebasan pada masyarakat untuk memilih
penyedia jasa. Selama ini pemerintah tidak responsif terhadap masyarakatnya karena
nasib pemerintah tidak ditentukan oleh rakyat tetapi ditentukan oleh lembaga wakil rakyat
yang terbentuk atas dasar distorsi representasi.
7. Pemerintahan Wirausaha.
Pemerintah wirausaha menfokuskan energinya bukan sekadar untuk menghabiskan
anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka meminta masyarakat yang dilayani
untuk membayar, menuntut return of investmen. Mereka memanfaatkan insentif seperti
dana usaha dan dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan pemerintah berpikir
mendapatkan dana operasional. Pemikiran ini menolak asumsi bahwa pemerintah itu
seharusnya tidak mencari profit dari kegiatannya. Sebaliknya pemerintah harus didorong
untuk bisa memperluas sumber-sumber pendapatannya, termasuk dari kegiatan-kegiatan
pelayanan publik.
8. Pemerintah Yang Antisipatif
Pemerintahan yang antisipatif adalah pemerintahan yang berpikir kedepan, mencoba
mencegah timbulnya masalah daripada memberikan jalan untuk menyelesaikan masalah.
Mengadopsi pemikiran Bryson (2001) bahwa salah satu cara mengantisipasi masa depan
dengan menggunakan perencanaan strategis, penetapan visi dan misi masa depan dan
berbagai metode lain untuk menetapkan masa depan.
9. Pemerintahan Desentralisasi.

5
4
Untuk mewujudkan pemerintahan yang desentralisasi perlu dikembangkan manajemen
partisipatif. Kewenangan pembuatan keputusan harus didesentralisasikan kepada unit-
unit lokal yang lebih menguasi masalah dan memahami aspirasi masyarakat. Birokrasi
yang hirarkhis harus diganti dengan tim kerja. Birokrasi pemerintah pada umumnya
sangat hirarkhis dan sentralistik, hal ini menyebabkannya menjadi tidak adaptif dan
inovatif.

Model birokrasi semacam ini tidak dapat lagi dipertahankan dalam menghadapi
perubahan dan dinamika serta kompleksnya kebutuhan masyarakat saat ini.
10. Pemerintah Berorientasi Pasar
Penyelenggaraan pelayanan publik pada umumnya lebih sering menggunakan
mekanisme administratif daripada mekanisme pasar. Mekanisme administratif seringkali
memiliki banyak kelemahan seperti mahal, lamban dan tidak berkualitas. Sebaliknya
mekanisme pasar karena sifatnya yang terbuka dan kompetitif cenderung lebih berhasil
dalam menyediakan pelayanan yang murah, responsive dan inovatif. Namun mekanisme
pasar juga memiliki kelemahan, yang utama adalah kecenderungannya menghasilkan
ketimpangan dalam akses terhadap pelayanan. Karena itu orientasi terhadap pasar harus
diikuti dengan perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan alternatif sumber
pelayanan dari masyarakat terutama

kegiatan voluntir. Idenya disini membangun keseimbangan antara birokrasi, pasar dan
masyarakat (Dwiyanto,1996).

Strategi Alternatif Menuju Pemerintahan Bergaya wirausaha


Selanjutnya Osborne dan Plastrik (2000) dalam bukunya “Reinventing
Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sektor”
mengemukakan beberapa strategi yang harus diperhatikan untuk dapat menuju
pemerintahan yang bergaya wirausaha.
1. Strategi Inti
5
5
Untuk mengembangkan strategi inti dapat dilakukan dengan menentukan tujuan dan
fungsi pemerintah yang jelas, adanya kejelasan peran dan arah dari pemerintahan.
Strategi ini menghapus, memisahkan dan membersihkan fungsi-fungsi pemerintah yang
tidak sesuai dan tidak sejalan dengan tujuannya.
2. Strategi Konsekuensi
Berusaha mengembangkan sistem insentif yang merupakan konsekuensi kinerja yang
dihasilkan seseorang ataupun organisasi. Pendekatan yang digunakan dalam strategi ini
adalah; pertama, persaingan yang terkendali dengan menerapkan mekanisme pasar
sebagai pendorong berjalannya kompetisi dan konsekuensinya ditentukan oleh
masyarakat. Alat yang digunakan untuk pendekatan ini adalah tender kompetitif dan
benchmarking kompetitif.

Kedua, pendekatan manajemen perusahaan sebagai konsekuensi dari mekanisme pasar


yang berjalan. Alat yang digunakan untuk pendekatan Manajemen Perusahaan adalah
korporatisasi, enterprise fund, biaya pengguna, dan manajemen perusahaan internal.
Ketiga adalah pendekatan manajemen kinerja ketika manajemen perusahaan maupun
kompetisi teratur tidak cocok untuk diterapkan baik karena alasan rasional ataupun
karena gangguan politis. Pendekatan ini menggunakan standar, pengukuran kinerja dan
imbalan serta penalti untuk memotivasi organisasi pemerintah. Alat yang digunakan
dalam pendekatan ini adalah penghargaan kinerja, pembayaran psikologis, bonus, bagi
hasil, tabungan bersama, pembayaran kinerja, kontrak dan kesepakatan kinerja, deviden
efisiensi dan penganggaran kinerja. Ketiga pendekatan ini tidak terpisah satu sama lain
karena organisasi yang beroperasi sebagai perusahaan pemerintah atau yang
berkompetisi untuk mendapatkan kontrak biasanya menggunakan banyak alat
manajemen kinerja untuk memaksimumkan keunggulan kompetitifnya.
3. Strategi Pelanggan
Dalam strategi ini memusatkan pada akuntabilitas (pertanggungjawaban); kepada siapa
seharusnya organisasi pemerintah bertanggung jawab? Apa yang harus

5
6
dipertanggungjawabkan organisasi pemerintah? Strategi inti akan mendefenisikan yang
harus dipertanggungjawabkan, strategi konsekuensi menjaga agar organisasi dapat
bertanggungjawab, strategi pengendalian mempengaruhi orang yang akan
bertanggungjawab dan strategi budaya akan membantu pegawai menginternalisasikan
pertanggungjawaban. Strategi pelanggan memecah pola pertanggung-jawaban sebagian
pada pelanggan (masyarakat) yang selama ini pada pejabat terpilih. Pendekatan yang
digunakan dalam strategi ini adalah, pertama memberi pilihan kepada pelanggan dengan
melakukan sistem pilihan publik dan sistem informasi pelanggan. Kedua pilihan kompetisi,
mengkombinasikan strategi pelanggan dengan konsekuensi, dengan memberi
kesempatan kepada pelanggan untuk mengontrol sumberdaya dan membawanya sesuai
pilihan untuk memaksa kompetisi. Ketiga pemastian mutu pelanggan yang dilakukan
dengan citizen’s charter. Alat yang digunakan dalam pendekatan ini adalah; standar
pelayanan pelanggan, pengembalian pelanggan, jaminan mutu, inspeksi mutu, sistem
keluhan pelanggan dan ombudsmen.

4. Strategi Pengendalian
Pendekatan yang digunakan adalah pertama, pemberdayaan organisasi dengan
menghapus banyak peraturan dan berbagai kontrol serta menerapkan strategi kontrol
pada level organisasi, proses dan orang. Alat yang digunakan adalah desentralisasi
kontrol administratif, deregulasi organisasional, manajemen berdasarkan tempat,
pengecualian dan laboratorium pembaharuan, kebijakan pembebasan, beta sites,
pembatasan waktu peraturan dan deregulasi intra pemerintahan. Kedua pendekatan
pemberdayaan pegawai dengan mengurangi atau menghapus kontrol manajemen
hirarkhis dalam organisasi dan mendorong wewenang turun kepegawai lini pertama.
Dengan kata lain mengganti kontrol otoriter dengan pengendalian diri dan komitmen
pegawai terhadap arah dan tujuan organisasi. Alat yang digunakan untuk pemberdayaan
pegawai adalah pengurangan lapisan manajemen, desentralisasi organisasi, memecah

5
7
kelompok fungsional, tim kerja, kemitraan pegawai-manajemen dan program saran
pegawai. Pendekatan yang ketiga adalah pemberdayaan masyarakat dengan
menggunakan beberapa alat yaitu; badan pemerintah-masyarakat, perencanaan
koloboratif, dana investasi masyarakat, organisasi dikelola masyarakat, kemitraan
pemerintah dan pembuatan peraturan serta penegakan ketertiban berbasis masyarakat.
5. Strategi Budaya
Pendekatan yang digunakan dalam strategi ini adalah untuk membentuk kembali budaya
baru dengan membentuk kebiasaan, perasaan dan pikiran organisasi yang baru.
Beberapa pedoman dan petunjuk dalam menyikapi transisi budaya diantaranya pegawai
jangan dikontrol tetapi dilibatkan, membuat model perilaku yang diinginkan, membuat diri
anda agar visible, buat batasan yang jelas antara yang baru dan lama, beri kebebasan,
masukkan darah segar, hilangkan rasa takut, juallah keberhasilan, komunikasikan, ubah
sistem administrasi dan berkomitmen untuk tujuan jangka panjang.

Implementasi Entrepreneurial Government Dan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah


Kajian empiris tentang Implementasi Entrepreneurial Government dalam
meningkatkan kinerja aparatur maupun kinerja instansi pemerintah daerah sudah
banyak dilakukan. Akan tetapi dalam kajian yang dilakukan belum semuanya selaras
dengan konsep secara teoritis seperti yang ditawarkan oleh Osborne dan Gaebler dalam
bukunya “ Reinventing Government: How The Entrepreneurial Spirit Is Transforming The
Public Sector”. Serta Osborne dan Plastrik dengan bukunya “Banishing Bereaucracy:
The Fife Strategies For reinventing Government”. Berikut adalah hasil penelitian yang
pernah dilakukan:
Simin, et al (2001) melakukan penelitian dengan judul Semangat kewirausahaan
aparatur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Tinjauan dari perspektif politik,
desentralisasi dan budaya birokrasi pada perusahaan daerah PDAM Kabupaten
Banyumas Jawa Tengah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses kerja
“keadministrasian” selalu dituntut secara ketat oleh petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan
petunjuk teknis (juknis) dari berbagai organisasi yang melingkupinya. Mereka bekerja
layaknya aparatur Pemda pada umumnya yang birokrasi menekankan pada struktur dan

5
8
prosedur dari pada hasil (out put). Dalam melayani masyarakat, PDAM kurang
meletakkan posisi pelanggan sebagai raja ataupun mitra.
Dari aspek politik desentralisasi, rendahnya semangat kewirausahaan disebabkan
intervensi Bupati yang demikian kuat terhadap intern organisasi PDAM. Empat fungsi
sekaligus (Four in one) melekatkan pada sosok Bupati, yakni: (1) sebagai pemilik, (2)
sebagai ketua badan pengawas, (3) sebagai wakil pemerintah pusat,
(4) unsur pemerintah daerah bersama DPRD.
Kurang berkembangnya semangat kewirausahaan juga disebabkan oleh :
1. Masih berkembangnya budaya patrimonial yang sentralistik, penilaian yang tinggi
terhadap keseragaman, struktur birokrasi dan pendelegasian wewenang yang kabur
dan budaya ewuh pekewuh yang berkembang menjadi prinsip asal Bapak senang
(ABS).
2. Konsepsi “model kinerja” yang diterapkan oleh PDAM masih pada tataran model
rasional yang menekankan produktivitas dan efisiensi intern, dengan menetapkan
berbagai target, kurang memperhatikan lingkungan eksternal yang selalu berubah
dengan cepat.Pemahaman dan pengetahuan pejabat pemda terhadap konsep
pemerintahan yang bergaya wirausaha (Entrepreneurial Government) masih sangat rendah,
sebagaimana ditunjukkan dengan rendahnya pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip
costumer oriented (pemerintah yang berorientasi pada masyarakat). Adanya penolakan
terhadap ide citizen carter (piagam warganegara) dan konsep customer choise (pilihan
pelanggan) dalam hal pelayanan publik. Selanjutnya pejabat pemda Kabupaten Bengkalis
masih menginginkan pemerintah yang mengambil alih semua kegiatan-kegiatan pemenuhan
kebutuhan publik dan tidak adanya kepercayaan pada pihak swasta dan masyarakat dalam
mengelolanya. Kendati ada sebagian yang mempunyai pemahaman dan pengetahuan
terhadap pemerintahan yang bergaya wirausaha (Entrepreneurial Government), jumlahnya
kecil dan cenderung tidak berarti. Untuk konsep pemberdayaan pada masyarakat sebagian
besar pejabat setuju dan cukup memahami konsep tersebut.
Selanjutnya untuk konsep efisiensi anggaran pemerintah dengan adanya
anggaran yang didasarkan pada kinerja hanya sebagian pejabat yang memahaminya,
dan sebagian lagi tidak memahaminya. Terhadap sistem insentif dalam anggaran
pemerintah sebagian besar pejabat tidak memahaminya. Pemahaman pejabat terhadap
5
9
nilai-nilai akuntabilitas dalam anggaran berbasis kinerja juga rendah. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat meyakini bahwa penerapan anggaran yang
berbasis kinerja dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kemungkinan KKN tetapi
sangat sulit untuk dilaksanakan pada saat sekarang.

Perlu sosialisasi pada semua unsur yang terlibat dalam anggaran pemerintah.
Beberapa pemikiran yang inovatif dan kreatif dalam pemerintahan yang wirausaha
seperti pola kemitraan dengan swasta, ide sunset law (pembatasan berlakuknya sebuah
peraturan), adanya komisi peninjau peraturan (review commissions) tidak dipahami
secara mendalam oleh pejabat pemerintah. Kemudian konsep renstra dalam kebijakan
pemerintah sebagian besar pejabat memahaminya dengan baik. Untuk ide penyusunan
SOT (struktur organisasi dan tatalaksana) dalam organisasi pemda banyak terjadi
penolakan oleh mereka yang dirugikan dengan penataan tersebut, dan diterima oleh
mereka yang diuntungkan. Untuk konsep perlunya pemerintah mengembangkan usaha
dalam rangka profit oriented (mencari keuntungan)sebagai sumber pendapatan
mendapat penolakan yang cukup besar karena adanya pemahaman bahwa hal itu
merupakan sesuatu yang diharamkan bagi pemerintah, itu artinya pemerintah sama saja
dengan swasta.

Untuk konsep kompetitif dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat


disimpulkan sebagian besar pejabat memahaminya dengan baik dan sebagian lainnya
kurang memahaminya. Kompetisi antar providers baik pemerintah maupun swasta dalam
hal pelayaan publik mendapat dukungan yang besar dari sebagian pejabat begitu juga
dengan ide perlunya pemerintah mendorong dan mengembangkan semangat kompetisi
dalam hal pelayanan publik. Pemberian insentif pada petugas pelayanan yang
didasarkan kinerjanya juga mendapat dukungan yang besar. Selanjutnya sebagian besar
pejabat juga meyakini bahwa kompetisi yang sehat akan mendorong perbaikan kulitas
pelayanan pada masyarakat tapi dalam implementasinya dirasakan sulit dan perlu
waktu..
Dari aspek kompetensi pejabat yang terlihat dari hasil penelitian ini menunjukkan
ketrampilan dan pengetahuan sebenarnya harus menjadi pertimbangan yang penting
6
0
dalam suatu jabatan tetapi kenyataannya tidak. Kemampuan bekerjasama, inovasi dan
kreatifitas, tidak terlalu tunduk pada aturan-aturan yang menghambat dan kemampuan
diskresi power dari seorang pejabat juga menjadi pertimbangan penting dalam jabatan.
Kenyataannya hal ini tidak berlaku dalam pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis
karena sebagian besar pejabat mengakuinya. Adalah wajar jika sebagian besar pejabat
sangat rendah pemahamannya yang selanjutnya berujung pada rendahnya kompetensi
mereka dalam menerapkan konsep-konsep pemerintahan wirausaha (Entrepreneurial
Government).
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Niode (2008) dengan judul penelitian
Pengaruh Kompensasi Terhadap Implementasi Entrepreneurial Government Dan Kinerja
Aparatur Pemerintah Daerah.
Pada penelitian kali ini menggunakan teknik analisis faktor (first order confirmatory
factor analysis) dengan membatasi pada pembobotan faktor, dimana bobot faktor
menunjukkan besarnya kontribusi variabel manifes pada variabel laten yang dapat dilihat
berdasarkan signifikansi statistik dari loading koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah
ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan. Variabel dengan loading yang
lebih tinggi menunjukan pengaruhnya yang lebih besar pada variabel laten, yang
kemudian dilanjutkan dengan teknik teknik analisis jalur (path analisys). Untuk melihat
signifikansi pengaruh tidak langsung maupun tidak langsung.

2.2 Strategi Untuk Mengembangkan Kewirausahaan

Menurut Indarti & Kristiansen14, intensi wirausaha seseorang terbentuk melalui tiga
tahap yaitu motivasi (motivation), kepercayaan diri (belief) serta ketrampilan dan
kompetensi (Skill & Competence). Setiap individu mempunyai keinginan (motivasi) untuk
sukses. Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan mempunyai usaha
yang lebih untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Kebutuhan akan pencapaian
membentuk kepercayaan diri (belief) dan pengendalian diri yang tinggi (locus of control).
Pengendalian diri yang tinggi terhadap lingkungan memberikan individu keberanian
dalam mengambil keputusan dan risiko yang ada.
Dalam penelitian yang lain, Indarti dan Rortiani 15, secara garis besar penelitian
6
1
mengenai faktor-faktor penentu intensi kewirausahaan dengan menggabungkan tiga
pendekatan yaitu faktor kepribadian, faktor lingkungan dan faktor demografi.

Faktor kepribadian merupakan faktor personalitas seseorang terkait dengan


kepribadian yang dimiliki. Faktor kepribadian terdiri dari keinginan untuk berprestasi
(need for achievement) dan efikasi diri (self efficacy). Faktor lingkungan terdiri dari
lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan serta lingkungan yang sifatnya kontekstual.
Lingkungan kontekstual yang dimaksud adalah konteks dimana individu memiliki akses
terhadap modal, informasi serta jaringan sosial. Kesiapan akses tersebut merupakan
kesiapan intrumen sebagai prediktor terhadap lingkungan. Sedangkan faktor demografi
dilihat dari aspek umur, gender serta latar belakang pendidikan.

Rudy16 membuktikan bahwa variabel kepribadian yang dijelaskan melalui kebutuhan


akan prestasi, ternyata mempunyai pengaruh terhadap intensi kewirausahaan.
Kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu karakteristik kepribadian seseorang yang

akan mendorong seseorang untuk m emiliki minat kewirausahaan. Kebutuhan akan


prestasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang untuk
menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan keunggulan. Individu yang
mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan terus berupaya sampai sesuatu
yang diinginkan mampu diraih.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi intensi kewirausahaan adalah akses
terhadap modal, informasi serta jaringan sosial. Kesiapan akses tersebut merupakan
kesiapan instrumen sebagai prediktor terhadap lingkungan. Studi empiris yang dilakukan
oleh Marsden17 menyebutkan bahwa kesulitan dalam mendapatkan akses modal, skema
kredit dan kendala sistem keuangan dipandang sebagai hambatan utama dalam
kesuksesan usaha menurut calon-calon wirausaha di negara-negara berkembang.
Sedangkan instrumen yang kedua dalam faktor lingkungan adalah akses terhadap
informasi. Pencarian informasi mengacu pada frekuensi kontak yang dibuat oleh
6
2
seseorang dengan berbagai sumber informasi. Hasil dari aktivitas tersebut sering
tergantung pada ketersediaan informasi, baik melalui usaha sendiri atau sebagai bagian
dari sumber daya sosial dan jaringan. Hasil penelitian Priyanto 18, menemukan bahwa
aksesibilitas terhadap informasi mampu meningkatkan sikap mereka terhadap wirausaha.
Ketersediaan informasi akan mendorong seseorang untuk membuka usaha baru.

Akses terhadap jaringan sosial sebagai instrumen ketiga didefinisikan sebagai


hubungan dua orang yang mencakup: komunikasi atau penyampaian informasi dari satu
pihak ke pihak lain, pertukaran barang atau jasa dari dua belah pihak dan muatan
normatif atau ekspektasi yang dimiliki seseorang terhadap orang lain karena atribut atau
karakter khusus yang ada. Jaringan merupakan alat untuk mengurangi risiko serta
meningkatkan ide-ide bisnis serta akses terhadap modal.
Faktor demografi yang dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan adalah gender,
latar belakang pendidikan, tipe sekolah, serta latar belakang orang tua. Penelitian yang
dilakukan Athayde19 menunjukkan bahwa program kewirausahaan melalui magang di
perusahaan bagi pelajar sekolah menengah mempunyai efek yang positif terhadap
kemauan pelajar untuk menjadi wirausaha. Demikian juga dengan kurikulum di
pendidikan tinggi, mahasiswa yang kuliah difakultas ekonomi (bisnis) akan cenderung
memiliki intensi kewirausahan yang lebih tinggi dibanding dengan mahasiswa fakultas
non bisnis.
Berdasarkan kajian teori diatas maka pemerintah harus menciptakan iklim yang
dapat mempengaruhi berkembangnya iklim wirausaha masyarakat. Hal ini dapat diawali
dengan pembangunan sarana dan prasarana wirausaha, pemberdayaan wirausaha,
pemberian insentif terhadap wirausaha, yang diikuti dengan upaya simultan melalui
pendekatan pendidikan-budaya. Untuk itu BAPPENAS RI memiliki strategi dalam
pengembangan kewirausahaan di Indonesia, diantaranya adalah:
1.Menciptakan iklim usaha yang kondusif.

2.Meningkatkan jumlah wirausaha baru.

3.Meningkatkan kompetensi kewirausahaan.

6
3
Dari ketiga strategi tersebut, ada ima cakupan pengembangan kewirausahaan di
Indonesia, diantaranya adalah:
6. Perbaikan kurikulum, dan modul pendidikan dan pelatihan kewirausahaan.

7. Pemasyarakatan kewirausahaan melalui sosialisasi dan kompetensi.

8. Penguatan kebijakan dan sistem pendukung.

9. Pengembangan kewirausahaan sosial.

10. Kolaborasi dengan dunia usaha dan pemangku kepentingan lainnya.

Secara khusus pendekatan pendidikan untuk mengembangkan iklim kewirausahaan


memiliki sasaran mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta
pendidikan non formal (PAUD/TK, SD/MI/SDLB/ SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,
dan SMK/MAK, hingga PNF. Selain itu matakuliah kewirausahaan dapat diterapkan
untuk meningkatkan kualitas lulusan S1. Melalui program ini diharapkan lulusan peserta
didik pada semua jenis dan jenjang pendidikan, dan warga sekolah yang lain memiliki
jiwa dan spirit wirausaha.
Keluaran dari pembangunan kewirausahaan melalui pendekatan pendidikan ini
diharapkan menghasilkan masyarakat yang mampu berinovasi dengan menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif melalui
pengembangan teknologi, penemuan pengetahuan ilmiah, perbaikan produk barang dan
jasa yang ada, ataupun menemukan cara-cara baru untuk mendapatkan produk yang
lebih banyak dengan sumber daya yang lebih

efisien. Pada akhirnya masyarakat diharapkan dapat memiliki kompatibilitas sebagai


jalan keluar untuk menolong diri sendiri dalam meningkatkan derajat ekonomi
masyarakat.
6
4
Percepatan Pembangunan Ekonomi Melalui Kewirausahaan

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi, maka stategi umum pembangunan


kewirausahaan di Indonesia yang telah dijelaskan sebelumnya perlu diperkuat dengan
pendekatan manajemen komunal berbasis negara dan masyarakat. Dalam hal ini, negara
harus membentuk kerangka dasar masyarakat ekonomi yang memungkinkan sinergi
antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta dalam pembangunan nasional.
Sebagai bagian dari potensi ekonomi nasional, pengelolaan kewirausahaan dilakukan
berdasarkan pendekatan manajemen komunal yang melibatkan peran negara serta
masyarakat secara integratif. Pola integratif ini dapat dikembangkan melalui
pembangunan ekonomi dan menejemen sumber daya berbasis masyarakat (community
based economic development and resource management). Fokus utama dalam program
pembangunan ini adalah pemberdayaan masyarakat sebagai entitas sosial untuk
mengusahakan sistem kerja yang kondusif bagi terpenuhinya hak-hak sosial dan
ekonomi. Salah satu manifestasi utama dari pemberdayaan ialah bahwa rakyat diberi
kesempatan untuk untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan, khususnya
keputusan yang menyangkut nasibnya.
Pengelolaan kewirausahaan secara professional dan tangguh dapat mempercepat
pembangunan ekonomi masyarakat asalkan pembagian manfaat dari proses tersebut
dialokasikan terhadap investasi sosial. Peluang komersial dari pengelolaan
kewirausahaan harus sejalan dengan pembangunan manusia, baik secara sosial,
maupun ekonomi. Pengelolaan tersebut harus didasarkan pada pembangunan yang
berkelanjutan atas Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam
konotasi pembangunan yang destruktif, pengelolaan kewirausahaan harus mampu
menyeimbangkan keuntungan jangka pendek dan efek jangka panjang dari eksploitasi

6
5
Sumber Daya Alam (SDA) bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, pengelolaan
kewirausahaan dilakukan sejalan dengan prinsip pembangunan sosial dan karakter
manusia Indonesia yang berwatak sosial.
Kewirausahaan sosial dinilai sebagai solusi dalam upaya mempercepat penurunan
angka pengangguran dan kemiskinan. Hal ini tak lain karena kewirausahaan sosial
menawarkan

6
6
kelebihan manfaat dari sekedar menciptakan lapangan kerja. Kewirausahaan
sosial memiliki kebermanfaatan yang luas karena wirausahawan bukan hanya
berhadapan kepada karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga masyarakat
luas. Pola yang terjadi dalam kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha –
pekerja – masyarakat. Ketiganya bersinergi dalam membentuk simbiosis
mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan, keadilan sosial dan
pemerataan pendapatan.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan keterlibatan masyarakat dengan
memberdayakan masyarakat kurang mampu secara finansial maupun
keterampilan untuk secara bersama-sama menggerakkan usahanya agar
menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha atau keuntungannya
dikembalikan kembali ke masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya.
Melalui metode tersebut, kewirausahaan sosial bukan hanya mampu
menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier effect
untuk menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan kesejahteraan
sosial. Berikut ini, disajikan kewirausahaan sosial berdasarkan dua aspek
yaitu:
(1) Kewirausahaan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan komunitas
yang rentan kemiskinan dengan skala prioritas yang tepat sasaran, di
antaranya program pemberdayaan kewirausahaan bagi perempuan, petani,
buruh, nelayan, ibu rumah tangga, dan lain sebagainya;
(2) Program swadaya masyarakat dengan mengonversikan program
bantuan langsung tunai menjadi insentif dana dari pemerintah untuk
menggerakkan kegiatan kewirausahaan sehingga dana dari pemerintah
tersebut tidak menjadi sumber daya yang sekali habis, tetapi menjadi sumber
daya tak terbatas karena dikulminasikan dalam bentuk program pemberdayaan
ekonomi.
Sebagai contoh di Indonesia, kewirausahaan sosial dimotori oleh
Bambang Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan
mendirikan sebuah yayasan yang semula bernama Yayasan Sosial Tani
6
Membangun bersama I Sayogo dan Ir Suradiman tahun 1967. Upaya yang 7
dilakukannya melalui pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan micro
finance (keuangan mikro) dan micro enterprise (usaha mikro) dengan
mengutamakan pendidikan anggota, memupuk kemampuan diri dan sosial.
Kiprah Yayasan Bina Swadaya yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun tidak
Praktek Kewirausahaan di Indonesia

Seperti juga negara-negara new emerging economies di Asia, Indonesia


akan mengadopsi ‘jalan Silicon Valley’-nya Amerika Serikat dengan mendirikan
innovation park pertama, “Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)”. Inilah
konsep percepatan pertumbuhan ekonomi berbasis-inovasi melalui intensifikasi
program-program inkubasi bisnis dalam taman-taman iptek (science and
technology park, S&T park). Di wahana taman iptek inilah talenta-talenta baru
diciptakan. Lebih dari itu, konsep ‘inkubasi bisnis dalam-taman iptek’ bukan
ditujukan sekadar untuk memproduksi karya ilmiah sebanyak banyaknya,
namun dimaksudkan guna mendorong riset-riset yang dilakukan agar
berorientasi pada kebutuhan pasar (market demand) untuk kemudian
menghubungkannya dengan pihak industri yang dikawal oleh regulasi
pemerintah yang mendukung. Sinergi antara pelaku utama inovasi, investor
dan pemerintah ini diharapkan menstimulasi munculnya start-up bisnis
berbasis inovasi teknologi yang pada gilirannya mendorong tumbuhnya sebuah
koridor industri berbasis teknologi tinggi pertama di Indonesia. Pada tahap
awal, kegiatan BRIV akan difokuskan pada bidang ICT, transportasi, energi
dan bio science.
Jika Malaysia terkenal dengan Multimedia Superhighway Corridor (MSC),
BRIV telah memiliki koridor industri sesungguhnya, yang berkembang secara
alami. Koridor industri ini meliputi area Jakarta-Cikampek-Cilegon-Bandung,
yang jika dioptimalkan maka tentu saja akan lebih besar dari MSC. Jakarta
dalam koridor ini berperan sebagai pusat bisnis; sementara koridor Jakarta-
Cilegon dan Jakarta-Cikampek adalah lokasi industri manufaktur yang telah
established dan strategis, mengingat kedekatan dengan pelabuhan
internasional (untuk keperluan pengiriman

komponen dan produk jadi). Di Cilegon terdapat Krakatau Steel, di Cikampek


terdapat Sony, Epson, Pirelli dan lain-lain.
6
8
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
DALAM era global, pembangunan perlu lebih mengedepankan aspek
pemanfaatan Iptek dan inovasi sebagai faktor pembentuk daya saing atau
disebut dengan innovation-driven development. Pertumbuhan pembangunan
perlu digerakkan oleh strategi yang tidak saja semakin efisien, namun
mengedepankan inovasi dengan mendayagunakan Iptekin (innovation driven).
Hal tersebut senada dengan semangat Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Amandemen IV) pada pasal 31 ayat 5 yang menyatakan
bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Sebagai pelaksana ketentuan tersebut, Pemerintah menerbitkan Undang-


Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
mengamanatkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memperkuat
daya dukung Iptek dalam meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa
menghadapi persaingan global. Kemudian sebagaimana diamanatkan oleh UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa inovasi menjadi salah
satu unsur penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Inovasi
menentukan tingginya daya saing suatu daerah/negara.

Untuk meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia harus didukung oleh 6


9
kemampuan daerah – daerah di Indonesia yang tersebar dilokasi geografis
yang sangat luas.
Dengan perkembangan kewirausahaan di daerah – daerah akan
menumbuhkan persaingan usaha di Indonesia

Karena dengan adanya daya saing antar daerah, tiap daerah akan
berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hal terbaik dalam aspek ini
adalah pelayanan kepada masyarakat. Guna mendorong peningkatan daya
saing dengan daerah lain, maka sebagai bagian dari daerah yang akan menjadi
petugas pelayanan seyogyanya untuk mempersiapkan diri.

Persoalan penting pembangunan di daerah - daerah yang perlu mendapat


perhatian khusus dan menjadi prioritas pembangunan daerah, meliputi:

(1) Penanggulangan kemiskinan;

(2) Penguatan daya saing ekonomi daerah;

(3) Peningkatan kualitas hidup dan daya saing SDM dalam rangka
mendukung bonus demografi;

(4) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta


penanggulangan bencana;

(5) Perwujudan ketahanan pangan dan energi;

(6) Pengurangan kesenjangan wilayah; dan

(7) Pemantapan tata kelola pemerintahan dan kondusivitas wilayah.


Berbagai persoalan pembangunan tersebut perlu menjadi arena kolaborasi dan
koordinasi berbagai pihak secara inovatif.

Guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berdikari berbasis


innovation-driven development, maka perlu menata aktivitas kelitbangan yang
mengarah pada upaya penataan kerangka kelembagaan inovasi pembangunan,
penataan kerangka jejaring inovasi pembangunan, dan penataan
kesumberdayaan inovasi pembangunan daerah.
7
0
DAFTAR PUSTAKA

1 Sony, Heru P. 2009. Mengembangkan Pendidikan Kewirausahaan di


Masyarakat. Andragogia-Jurnal PNFI.
2 Athayde, Rosemary. 2009. Measuring Enterprise Potential in Young People.
Journal; Entrepreneurship Theory and Practice. Vol. 33.

3 Indarti, Nurul dan Kristiansen, Stein. 2003. Determinants of Entrepreneurial


Intention: The Case of Norwegian Students dalam International Journal of Business
Gadjah Mada.
4 Indarti, N., Rostiani, R. 2008. Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi
Perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 23.
5 Rudy. 2010. Analisis Pengaruh Faktor Kepribadian. Lingkungan dan Demografis
Terhadap Minat Kewirausahaan Mahasiswa Strata Satu Universitas Sumatera Utara.
Medan: Universitas Sumatera Utara

7
1
7
2

Anda mungkin juga menyukai