0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan7 halaman
Taman Sari di Kabupaten Probolinggo memiliki sejarah bahwa dulu sering dikunjungi oleh tiga bidadari yang mandi di kolam pemandian. Kolam itu kini menjadi tempat wisata namun sejak pandemi kurang mendapat perawatan sehingga kondisinya sudah tidak sebersih dulu.
Taman Sari di Kabupaten Probolinggo memiliki sejarah bahwa dulu sering dikunjungi oleh tiga bidadari yang mandi di kolam pemandian. Kolam itu kini menjadi tempat wisata namun sejak pandemi kurang mendapat perawatan sehingga kondisinya sudah tidak sebersih dulu.
Taman Sari di Kabupaten Probolinggo memiliki sejarah bahwa dulu sering dikunjungi oleh tiga bidadari yang mandi di kolam pemandian. Kolam itu kini menjadi tempat wisata namun sejak pandemi kurang mendapat perawatan sehingga kondisinya sudah tidak sebersih dulu.
Anggota Kelompok : Inasatun Nikmah ( 11 ) M. Dimas Rhobiatul Awal ( 19 )
Dhedek Laksmana ( 7 ) M. Amin Agustio ( 22 ) Moh. Avidzul Hatkam ( 16 ) Revandi Anam Putra ( 30 ) Ceritanya, pada masa Kerajaan Majapahit dulu ada tiga bidadari yang sering singgah dan mandi di Kolam Pemandian Taman Sari ini. Yakni Nawang sari, Nawang Wulan, dan Nawang Sito.
Nama Taman Sari sendiri diambil dari dua
kata. Yakni, taman yang berarti kolam dan sari yang berarti bunga. Bukan lantaran ada bunga di sekitar pemandian tersebut. Namun, bidadari tersebutlah yang menjadi bunga atau bentuk keindahannya.
“Dari sana juga asal nama desa kami, yakni
Desa Tamansari,” ujarnya. Biasanya banyak juga makanan dan sesaji yang diletakkan di sana,” lanjutnya. Bahkan, warga luar pun kerap datang untuk melakukan ritual di kolam pemandian itu. Ritual biasanya dilakukan sesuai dengan keyakinan warga. “Sempat beberapa kali ada yang mandi malam-malam. Tapi, bukan warga desa sini. Sempat tanya sih untuk apa. Katanya untuk sesuci saja. Sering juga ada orang luar yang ambil airnya. Katanya untuk obat orang sakit,”
Yang menarik, air kolam pemandian itu tidak
pernah kering. Bahkan saat musim kemarau. Ada sumber air di sejumlah titik di pinggir kolam. Sumber air itu terkumpul menjadi satu dan membentuk kolam. “Dari dulu airnya segini, tidak pernah kering. Di tengah sekitar satu meter lebih dalamnya. Bahkan, air dari kolam ini sejak dulu dialirkan ke sawah sebelah utara,” ujarnya. Karena banyak warga yang berkunjung, pada tahun 2019 sempat ada rencana dari Pemdes Tamansari untuk mempercantik tempat itu. Rencananya, tempat itu akan dibangun jadi lokasi wisata alam. Namun, rencana tersebut tidak terealisasi hingga tuntas. “Sebelumnya kami rencanakan pengembangan wisata untuk desa. Namun, hanya sampai pengadaan gazebo dan beberapa tempat kopi. Anggarannya dialihkan untuk penanganan Covid-19. Kurang Terawat Sejak Pandemi MESKI Pemandian Tamansari memiliki cerita yang melegenda, namun keberadaan sumber air itu kurang mendapat perhatian. Kondisi airnya saja sudah mulai keruh, tak sebening saat Dewi Nawang Sari mandi di kolam tersebut.
Hadi menuturkan, sebenarnya Pemandian
Tamansari sempat dilakukan perawatan dan dikelola oleh pemerintah desa setempat untuk dijadikan tempat wisata. Itu dilakukan pada 2019 menggunakan anggaran dari Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dengan berdirinya gazebo dan pembuatan taman bunga Kebun yang ditanam oleh SMA Tunas Luhur
Ada 3 pohon besar dengan tinggi sekitar 30m
lebih, yaitu satu buah pohon Klompek dan dua pohon beringin yang berada di selatan kolam pemandian Di lokasi tersebut juga ada sebuah makam yang dipercaya sebagai makam salah satu pembabat desa taman sari. Yaitu, Mbak Dipo