Disusun oleh :
Kelas 5A /Kelompok 10
Dosen Fasilisator :
PRODI S1 KEPERAWATAN
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah ini. Makalah ini
kami buat dalam memenuhi tugas mata kuliah “Makalah keperawatan dewasa pada penderita
Sifilis ” baik teori maupun Asuhan Keperawatan yang dibuat berdasarkan contoh kasus.
Dengan adanya makalah ini, para pembaca diharapkan mampu mengembangkan dan
menambah pengetahuan mereka disamping adanya buku- buku, referensi dan makalah yang
lain, makalah ini bukan suatu hasil yang sempurna. Dengan adanya waktu-waktu yang akan
datang diperlukan proses perbaikan dan penyempurnaan.
Apabila makalah ini terdapat kekurangan, maka kami sebagai penyusun makalah ini
mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca. Harap kami semoga makalah ini berguna bagi
semua pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk pembelajaran.
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB 1.................................................................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG...........................................................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................................................5
BAB 2.................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN TEORI...............................................................................................................................6
2.1 Definisi......................................................................................................................................... 6
2.2 Etiologi......................................................................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi................................................................................................................................11
2.6 Penatalaksanaan..........................................................................................................................18
2.7 Komplikasi................................................................................................................................. 21
2.8 Pencegahan................................................................................................................................. 21
2.9 Prognosis.................................................................................................................................... 22
iii
2.10 Evidence Based Nursing...........................................................................................................22
2.10.2 Pengertian...........................................................................................................................22
2.10.3 Hasil................................................................................................................................... 23
BAB 3.................................................................................................................................................. 26
3.1 Pengkajian.................................................................................................................................. 26
3.4 Intervensi.................................................................................................................................... 28
3.5 Impelementasi.............................................................................................................................33
3.6 Evaluasi...................................................................................................................................... 33
BAB 4.................................................................................................................................................. 59
PEMBAHASAN..................................................................................................................................59
4.1 Pengkajian.................................................................................................................................. 59
4.2 Diagnosa................................................................................................................................59
BAB 5.................................................................................................................................................. 63
iv
5.1 Kesimpulan.................................................................................................................................63
5.2 Saran........................................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 64
v
BAB 1
LATAR BELAKANG
1
Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema
pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat menyerang
hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit, dan ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda,
2015). Masa laten pada sifilis tidak menunjukkan gejala klinis, namun pada pemeriksaan
serologis menunjukkan hasil positif (Sanchez, 2008).
Sifilis memiliki dampak besar bagi kesehatan seksual, kesehatan reproduksi, dan kehidupan
sosial. Populasi berisiko tertular sifilis meningkat dengan adanya perkembangan dibidang sosial,
demografik, serta meningkatnya migrasi penduduk (Kemenkes RI, 2011). Secara global pada
tahun 2008, jumlah orang dewasa yang terinfeksi sifilis adalah 36,4 juta dengan 10,6 juta infeksi
baru setiap tahunnya (WHO, 2009). Daerah yang mempunyai tingkat penularan sifilis tertinggi
ialah sub-Sahara Afrika,
Amerika Serikat, dan Asia Tenggara. Beberapa studi yang telah dilakukan di Afrika
menunjukkan bahwa terdapat 30% seropositif sifilis pada antenatal dan 50%-nya mengakibat
kematian bayi pada sifilis kongenital (Lukehart, 2010). Angka kejadian sifilis di Amerika Serikut
terus meningkat, dengan prevalensi tahun 2014 adalah 20,1 per 100.000 penduduk dan meningkat
dibandingkan tahun 2013 adalah 17,9 per 100.000 penduduk. Berdasarkan usia, kelompok usia
yang sering terinfeksi adalah usia 20-24 tahun. Laki-laki lebih sering terinfeksi sifilis dengan
prevalensi 22,1 per 100.000 penduduk dibandingkan perempuan dengan prevalensi 4,5 per 100.000
penduduk (CDC, 2015).
Jumlah kasus baru sifilis di Asia Tenggara pada tahun 2008 adalah 3 juta (WHO, 2009).
Insidens sifilis di Indonesia sebesar 0,61% (Djuanda, 2015). Hasil penelitian Direkorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM yang dilaksanakan pada tahun 2010 dengan
responden 900 narapidana laki-laki dan 402 narapidana perempuan di 24 lapas dan rutan di
Indonesia, didapatkan prevalensi sifilis 8,5% pada responden perempuan dan 5,1% pada
responden lakilaki (Aman et al., 2010).
Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2011 tidak menemukan kasus baru untuk sifilis
(Dinkes Padang, 2012), sedangkan pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kasus sifilis di
Kota Padang dengan ditemukannya 22 kasus yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 4 orang
perempuan (Dinkes Padang, 2014). Penularan sifilis berhubungan dengan perilaku seksual.
Perilaku seksual adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis. Bentuk perilaku ini dapat bermacam-macam, mulai dari perasaan
tertarik sampai berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2013). Perilaku seksual dapat
dibagi menjadi perilaku seksual tidak berisiko dan perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual
tidak berisiko memiliki makna perilaku yang tidak merugikan diri sendiri, dilakukan kepada
lawan jenis, dan diakui masyarakat. Perilaku seksual berisiko diartikan sebagai perilaku seksual
yang cenderung merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain (Hartono, 2009).
3 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Perilaku seksual berisiko adalah keterlibatan
individu dalam melakukan aktivitas seks yang memiliki risiko terpapar dengan darah, cairan
sperma, dan cairan vagina yang tercemar bakteri penyebab sifilis. Jumlah pasangan seksual yang
banyak merupakan salah satu perilaku seksual berisiko. Hal ini terjadi karena jumlah pasangan
seksual yang banyak sebanding dengan banyaknya jumlah hubungan seksual yang dilakukan
(Rahardjo, 2015). Kurangnya pengetahuan individu tentang penggunaan kondom juga dapat
meningkatkan risiko infeksi.
Kondom tidak memberikan perlindungan 100%, namun bila digunakan dengan tepat dapat
mengurangi risiko infeksi. Selain itu, kemiskinan dan masalah sosial memaksa perempuan,
kadang juga laki-laki, berprofesi sebagai penjaja seks. Mereka menukarkan seks dengan uang
atau barang agar dapat bertahan hidup (Kemenkes RI, 2011). World Health Organization (WHO)
melakukan penelitian mengenai faktor risiko perilaku seksual di beberapa negara. Berdasarkan
penelitian tersebut, pasien dianggap memiliki perilaku seksual berisiko bila terdapat jawaban ya
untuk satu atau lebih pertanyaan: pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir, berhubungan
seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami ≥ 1 episode IMS dalam 1 bulan
terakhir, dan perilaku pasangan seksual berisiko tinggi (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Cina tahun 2009-2012, prevalensi sifilis pada perempuan penjaja
seks sebesar 4,7%. Faktor yang memengaruhinya secara signifikan adalah hubungan seksual
dibawah pengaruh obat-obatan, hubungan seksual tanpa kondom, dan usia tua yang berkaitan
dengan makin banyaknya jumlah pasangan seksual yang dimiliki (Cai et al., 2013).
4 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Setiap orang yang aktif secara seksual bisa
terinfeksi melalui kontak langsung dengan lesi sifilis. Pada laki-laki, lesi dapat terjadi terutama
di alat kelamin eksternal, anus, atau dubur. Lesi juga dapat terjadi pada bibir dan mulut. Gay
atau laki-laki biseksual bisa terinfeksi sifilis selama seks anal, oral, atau vaginal (CDC, 2015).
Penelitian yang dilakukan di Peru pada tahun 2003-2005, mendapatkan prevalensi infeksi sifilis
10,5% pada Man Sex Only with Man (MSOM), 1,5% pada laki-laki penjaja seks, dan 2,0% pada
perempuan penjaja seks. Hasil tersebut menunjukkan bahwa orientasi seksual memengaruhi
infeksi sifilis yaitu laki-laki yang berhubungan sesama jenis (homoseksual) memiliki risiko
terinfeksi sifilis lima kali lebih besar dibanding yang berhubungan dengan lawan jenis
(heteroseksual) (Snowden et al., 2010). Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat,
mendapatkan orang yang terinfeksi sifilis sering juga memiliki IMS lain, salah satunya Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Individu yang telah terinfeksi sifilis memungkinkan HIV lebih
mudah memasuki tubuh. Hal ini disebabkan oleh perilaku seksual yang sama memengaruhi
penularan kedua penyakit tersebut, sehingga individu yang terinfeksi sifilis memiliki risiko yang
lebih besar untuk mendapatkan HIV (CDC, 2015). Berdasarkan peningkatan jumlah kasus sifilis
di Kota Padang dan perilaku seksual berisiko yang memengaruhinya, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan perilaku seksual berisiko dengan kejadian sifilis di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2011-2015.
10. Untuk mengetahui Apa EBN yang sesuai dengan diagnose sifilis ?
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Sifilis atau lues merupakan infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum yang menyebabkan kelainan pada kulit dan dapat bermanifestasi sistemik.
Infeksi ini ditularkan melalui kontak seksual atau dari ibu kepada bayi melalui plasenta, dapat juga
ditularkan melalui transfusi darah.Sifilis melewati beberapa stadium, yaitu stadium primer, stadium
sekunder, stadium tersier dan sifilis yang tidak menunjukkan gejala klinis disebut sebagai sifilis
laten. Stadium laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis sifilis primer ataupun sekunder
namun pemeriksaan serologis menunjukkan hasil yang reaktif . 2,3-5 Sifilis tersebar diseluruh dunia
dan telah dikenal sebagai penyakit kelamin klasik yang dapat dikendalikan dengan baik. Di Amerika
Serikat kejadian sifilis dan sifilis kongenital yang dilaporkan meningkat sejak tahun 1986 dan
berlanjut sampai dengan tahun 1990 dan kemudian menurun sesudah itu. Peningkatan ini terjadi
terutama di kalangan masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah dan di kalangan anak-anak
muda dengan kelompok usia yang paling sering terkena infeksi adalah golongan usia muda berusia
antara 20–29 tahun, yang aktif secara seksual.6-9 Angka kejadian sifilis mencapai 90% di negara
berkembang.
World Healthy Organization (WHO) memperkirakan terdapat 5 juta kasus baru sifilis di dunia
dan 12 juta kasus baru terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean.
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04% sampai
0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia
insidensinya sekitar 0,61%. Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu
Dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 oleh Kementrian Kesehatan RI, terjadi peningkatan angka
kejadian sifilis di tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2007.8-9 Penelitian restropektif ini
dibuat untuk mengetahui gambaran sifilis laten di Divisi IMS Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2009 sampai 2017 (9 tahun).
Diharapkan hasil penelitian retrospektif ini dapat memberikan masukan terhadap penegakan
diagnosis, pemilihan terapi yang tepat sehingga meningkatkan keberhasilan tatalaksana pasien sifilis
laten di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2.2 Etiologi
Etiologi sifilis adalah infeksi spiroset Treponema pallidum yang masuk melalui mikroabrasi
kulit atau membrane mukosa. Sifilis umumnya ditularkan melalui kontrak seksual, tapi juga
dapat ditularkan melalui kontak seksual, tapi juga dapat ditularkan dari ibu ke janin atau melalui
tranfusi darah.
Treponema palidium tidak memiliki lipopolisakarida dan tidak memproduksi protein toksik.
Gejala yang ditimbulkan adalah akibat respon imun dan inflamasi dari pejamu. Untuk Penularan
semua subspecies treponema pallidum dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi
aktif. Pada kebanyakan kasus, sifilis juga bisa menyebar melalui barrier plasenta dan tranfusi
darah.
Faktor resiko, sebuah studi melaporkan beberapa factor yang meningkatkan resiko sifilis di
antaranya :
- Usia reproduktif
- Infeksi HIV
Gejala pada tahap sifilis primer akan muncul antara 10 hingga 90 hari setelah terpapar
bakteri penyebab sifilis. Gejala yang muncul awalnya ditandai dengan munculnya satu
atau beberapa luka. Karakteristik luka yang muncul biasanya tidak keras,bulat,dan tidak
nyeri. Pada beberapa orang, karena luka yang muncul tidak menyebabkan sakit, biasanya
penderita akan mengabaikanya dan tidak menyadari terkena sifilis.luka kecil pada kulit
dapat muncul di area mulut atau alat kelamin.
Ulkus sifilis primer di daerah anorectal ulkus sifilis primer di labia mayora dan penis :
Selain itu, luka sifilis juga dapat muncul pada bagian dalam vagina, dubur serta mulut.
Luka pada gejala tahap primer bisa hilang dalam waktu sampai 6 minggu. Meski dapat
hilang dengan sendirinya, pada tahap ini pengobatan tetap diperlukan. Hal tersebut untuk
mencegah kondisi yang semakin parah dan berkembang menjadi tahap sekunder. Selama
berada pada tahap ini, anda rentan sekali menularkan bakteri penyebab sifilis kepada
orang lain.
Gejala pada tahap sekunder ditandai dengan munculnya ruam dibagian tubuh
manapun. Ruam dapat muncul saat luka pada tahap primer sembuh atau beberapa minggu
setelah luka senbuh. Ruam yang muncul dapat terlihat seperti bintik-bintik kasar, merah
atau coklat kemerahan di telapak tangan atau ditelapak kaki. Ruam biasanya tidak
menimbulkan gatal dan terkadang samar sehingga jarang penderita mengetahui
munculnya ruam.
Tahap sifilis laten adalah periode waktu ketika tidak ada tanda atau gejala sifilis yang
terlihat. Pada tahap ini, bakteri penyebab sifilis tetap ada dalam tubuh. Namun, tidak
menimbulkan gejala apapun. Selama tahap sifilis laten berlangsung, diagnosis hanya
dapat dilakukan dengan melakukan tes darah. Jika pada tahap ini sifilis tidak segera
diobati. Maka dapat berkembang menjadi tahap tersier atau tahapan berbahaya dari gejala
penyakit sifilis.
4. Gejala sifilis tersier
Pada tahap ini, infeksi bakteri penyebab sifilis akan muncul 10 hingga 0 tahun setelah
infeksi pertama. Ketika kondisi ini terjadi sifilis akan menyebabkan kerusakan organ
secara permanen. Organ yang diserang biasanya jantung, pembuluh darah,otak dan
system saraf. Akibatnya, penderita bisa mengalami penyakit jantung, hingga stroke. Pada
kondisi ini. Infeksi sifilis dapat menyebabkan kematian jika tidak dilakukan tindakan
medis.
- Mati rasa
- Demensia
Selanjutnya, gejala pada sifilis ocular ditandai dengan perubahan kemampuan penglihatan
hingga mengalami kebutaan. Gejala penyakit sifilis yang berada pada tahap awal dapat disembuhkan
dengan menggunakan antibiotic. Namun pengobatan menggunakan antibiotik tidak memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi akibat infeksi. Memiliki gaya hidup seksual yang sehat adalah kunci
untuk terbebas dari penyakit sifilis. Sekian ulasan tentang gejala penyakit sifilis
2.4 Patofisiologi
Sifilis terutama menular melalui kontak seksual baik melalui vaginal, anal, atau oral. Metode
penularan lainya yang lebih jarang adalah berciuman, berbagi jarum suntik yang tidak aman, tranfusi
darah, needlestickinjury, dan cangkok organ. Secara klasik sifilis, menyebabkan penyakit yang
terbagi dalam beberapa stadium :
a. Masa inkubasi tanpa gejala
b. Sifilis primer yaitu timbulnya lesi primer pada tempat inokulasi pertama
c. Sifilis sekunder yang terjadi akibat penyebaran kuman ke seluruh tubuh dengan berbagai
menifestasi klinik
d. Stadium klinis atau laten yang dapat berlangsung hingga bertahun-tahun dan hanya dapat
dideteksi melalui pemeriksaan serologis
e. Sifilis tersier stadium akhir dari sifilis berupa penyakit progresif yang melibatkan susunan
saraf pusat, pembuluh darah besar, dana atau pembentukan gumma yang dapat terjadi pada
semua organ
Sifilis,primer,sekunder dan laten awal merupakan stadium yang sangat menular,dengan resiko
penularan sebesar 60%. Kontak langsung dengan lesi kulit sifilis primer atau sekunder merupakan
penularan terbanyak. Pada stadium laten awal, kemungkinan penularan hingga sekitar 25%. Bayi
baru lahir tertular sifilis akibat infeksi dalam Rahim, tetapi bayi juga dapat tertular melalui kontak
dengan lesi genital ibu pada saat persalinan. Resiko penularan dari wanita dengan sifilis primer atau
sekunder yang tidak dapat pengobatan adalah sekitar 70 – 100%. Resiko ini menurun hingga 40%
bila ibu hamil berada pada stadium laten awal dan 10% pada stadium laten lanjut atau sifilis tersier.
Empat puluh persen kehamilan pada wanita dengan sifilis menyebabkan kematian janin. Secara
teoritis, sifilis dapat menular melalui air susu ibu (ASI) dari ibu dengan sifilis primer atau sekunder
walaupun hal ini jarang ditemukan.
Saat penularan T.pallidum dapat menembus membrane mukosa mukosa utuh atau kulit dengan
mikroabrasi. Dalam beberapa jam pertama akan memasuki jaringan limfatik dan aliran darah yang
akan menimbulkan gejala infeksi sistemik dan focus metastatic sebelum timbulnya lesi primer.
T.pallidum membelah diri setiang 0 hingga jam. Darah dari penderita dalam masa inkubasi dan
sifilis stadium awal sangat menular. Lamanya masa inkubasi berbanding terbalik dengan jumlah
inoculum treponema. Semakin banyak jumlah treponema yang terinokulasi, masa semakin pendek
massa inkubasinya. Masa inkubasi biasanya rata-rata berlangsung minggu sejak inokulasi pertama
dan jarang berlangsung sampai lebih dari 6 minggu.
Menandai stadium sifilis primer, muncul lesi primer pada tempat inokulasi yang disebut canchre.
Canchre biasanya bertahan dalam waktu 4-6 minggu dan kemudia sembuh sendiri. Pemeriksaan
Histopatologis pada canchre menemukan infiltrasi massif privaskular terutama oleh sel limfosit CD4
dan CD8, sel plasma,sel makrofag. Ditemukan juga poliferasi endotel kapiler dan obiliterasi
pembuluh-pembuluh darah kecil, gejala-gejala konstitusi dan mukokutan sifilis sekunder muncul
antara 6-8 Minggu setelah lesi primer menyembuh.15% penderita mengalami sifilis sekunder pada
saat lesi primer masih ada. Terapi pada beberapa penderita paska lesi primer,sifilis sekunder tidak
ditemukan dan penderita langsung masuk dalam stadium sifilis laten. Gambaran histopatologis lesi
sifilis sekunder meliputi hyperkeratosis,epidermis,proliferasi kapiler disertai dengan pembengkakan
endoteldan infiltrasi perivascular oleh limfosit CD4 dan CD8, sel plasma serta makrofag.treponema
dapat ditemukan pada jaringan termasuk cairan serebrospinal dan humor aques pada mata.invasi
treponema pada susunan saraf pusat (SSP) terjadi pada minggu pertama infeksi dan kelainan pada
SPP ditemukan pada 40% paien penderita sifilis sekunder.
Hepatitis dan glomerulonephritis dapat terjadi pasa sifilis sekundar, walaupun jarang.gangguan
fungsi hati ditemukan hingga 25% pada penderita sifilis primer. Pembesaran kelenjar getah bening
(KGB) generalisata terjadi pada 85% penderita sifilis sekunder biasanya hilang 2-6 Minggu dan
sifilis memiliki stadium laten yang hanya dapat dikenali dengan menggunakan tes serologis.
Stadium laten dapat diselang seling oleh beberapa episode kekambuhan mukokutan pada tahun-
tahun pertama. Sekitar satu Dari tiga penderita sifilis yang tidan diobati dan melewati massa laten
akan memasuki stadium sifilis tersier, pada stadium yang akhir ini manifestasi yang sering
ditemukan adalah gumma, sifilis pada system kardiovaskular dan neurosifilis lanjut. Factor yang
menyebabkan terjadinya sifilis tersier hingga saat ini belum diketahui. Kematian akibat sifilis tersier.
Tidak dianjurkan memberikan lesi dengan menggunakan larutan antiseptic, sabun atau
larutan bakterisidal sebelum pengambilan bahan pemeriksaan, karena treponema yang mati sulit
diidentifikasi kecuali bila menggunakan pewarnaan immunofluoreensi.
Pemeriksaan pertama lebih murah, cepat dan mudah bila digunakan sebagai alat skrining pada
jumlah sampel yang besar, misalnya pada donor darah. Selain itu, tes non-treponemal dapat
digunakan untuk memantau aktivitas pengobatan. Tes spesifik dapat memastikan adanya infeksi
sifilis saat ini atau pada masa lalu. Kedua tes ini biasanya digunakan bersama-sama. Tes serologis
sifilis jarang memberikan hasil negative palsu kecuali pada orang tua.
Fenomena prozone, yaitu reaksi serologis yang negative walaupun kadar antibody tinggi,
dapat terjadi pada 2% kasus terutama pada sifilis sekunder dan wanita hamil. Pengenceran
bertahap pada baha pemeriksaan yang sama dapat menunjukkan peninggian titer 4 kali.2 Tes
spesifik treponemal seperti FTA-abs (Flouresencetreponemalantibody-absobed) dan TPHA
(Treponemapallidumhemaglutinationtest) mendeteksi antibody terhadap antigen spesifik
T.pallidum. tes ini memerlukan standarisasi dalam pengerjaannya, sehingga lebih sulit dan
interpetasinya dapat bersifat subjektif.
Test ini harganya mahal sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat skrining masal dan
memiliki nilai positif semu yang rendah, sehingga tes ini berguna untuk tes konfirmasi pada
penderita dengan tes non-treponemal yang positif. Tes spesifik positif akan berlangsug seumur
hidup, tetapi 10% dapat menjadi negative setelah mendapat terapi dini.2 Tes lain untuk
mendiagnosa sifilis adalah tes PCR yang menggunakan antigen sifilis danisolasi bakteri. PCR
spesifik tetapi tidak dapat membedakan Trepnema mati dan yang hidup, sedangkan isolasi
T.pallidum hanya dapat dilakukan pada hewan percobaan karena T.pallidum tidak dapat
tumbuh pada media buatan. Keterlibatan SSP dapat didiagnosis dengan pleositosis (>5 sel
darah putih/uL), peningkatan protein (>45mg/dl) dan VDRL positif.
Semua penderitasifilis dengan gejala neurologi harus menjalani pemeriksaan cairan SSP
tanpa melihat stadium sifilisnya. Karena penderita sifilis mempunyai risiko tinggi untuk
terkena HIV dan jugasebaliknya. Penderita HIV dan sifilis harus dievaluasi untuk kemungkinan
adanya neurosifilis.2
Hasil tes non-treponemal (RPR) masih bisa negatif sampai 4 minggu sejak pertama kali
muncul lesi primer. Tes diulang 1-3 bulan kemudian pada pasien yang dicurigai sifilis namun
hasil RPR nya negatif.
1. Hasil tes non-treponemal (RPR) masih bisa negatif sampai 4 minggu sejak pertama kali
muncul lesi primer. Tes diulang 1-3 bulan kemudian pada pasien yang dicurigai sifilis namun
hasil RPR nya negatif.
2. Hasil positif tes RPR perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TP-PA/TP Rapid.
a. Jika hasil tes konfirmasi non-reaktif, maka dianggap reaktif palsu dan tidak perlu diterapi
namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.
b. Jika hasil tes konfirmasi reaktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR kuantitatif untuk
menentukan titer sehingga dapat diketahui apakah sifilis aktif atau laten, serta untuk
memantau respons terhadap pengobatan.
c. Jika hasil RPR reaktif, TPHA reaktif, dan terdapat riwayat terapi dalam tiga bulanterakhir,
serta pada anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi
dan tes diulang tiga bulan kemudian.
d. Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes diulang tiga bulan
kemudian.
e. Jika hasil RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan sembuh.
f. Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif.
g. Jika hasil RPR reaktif dan TPHA reaktif dan tidak ada riwayat terapi sifilis dalam3 bulan
terakhir, maka perlu diberikan terapi sesuai stadium.
Titer RPR <1:4 (1:2 atau 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagaisifilis
laten lanjut.
Titer >1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif danditerapi.
h. 3 bulan setelah terapi, evaluasi titer RPR.
Jika titer RPR turun 2 tahap (misal dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih,terapi
dianggap berhasil. Ulangi evaluasi tiap tiga bulan sekali di tahunpertama dan 6
bulan di tahun kedua, untuk mendeteksi infeksi baru.
Jika titer tidak turun dua tahap, lakukan evaluasi kemungkinan re-infeksi,atau
sifilis laten.
Positif negatif Tidak dikerjakan Positif palsu Ulangi tes 3 bulan lagi
Terdapat riwayat terapi sifilis Masa evaluasi Tidak perlu terapi.
dalam terapi Ulangi
Positif Positif 3 bulan terahir, berapa pun tes 3 bulan lagi
titernya
1:2 Sifilis Terapi sebagai sifilis
Tidak ada riwayat terapi atau laten laten
dalam 3bulan 1 :4 lanj lanjut. Evaluasi 3
terahir ut bulakemudian
≥ 1 : 8 Sifilis Terapi sebagai sifilis
aktif/dini dii.
Evaluasi 3 bulan
kemudian
Positif Positif Bandingkan dengan titer 3 Jika turu Tdak perlu terapi.
atau buanyang lalu terapi Observasi dan
negati berhasil evaluasi 6 bulan
ve kemudian
Positif Positif Bandingkan dengan titer 3 Jika naik infeksi Terapi sesuai
bulan baru titer/stadium
yang lalu
2.6 Penatalaksanaan
1. Sifilis dini (primer, sekunder dan sifilis laten dini durasi tidak lebih dari 2 tahun
a. Dewasa dan remaja, rekomendasi :
1) Pada dewsa dan remaja dengan sifilis dini, guideline WHO infeksi menular seksual
(Sexuallytransmittedinfections (STI) merekomendasikanbenzathinepenicillin G 2.4
juta unitsecaraintramuskular tanpa perawatan
2) Pada orang dewasa dan remaja dengan sifilis dini, pedoman WHO STI lebih
menyarankan penggunaan penisilin benzathine G 2,4 juta unit sekali secara
intramuskulardaripada penisilin prokain G 1,2 juta unit 10-14 hari secaraintramuskular.
Bila penisilin benzathine atau procaine tidak dapat digunakan (misalnya karena alergi
penisilin) atau tidak tersedia (misalnya karena stok habis), pedoman WHO STI
menyarankan penggunaan doksisiklin 100 mg dua kali sehari secara oral selama 14
hari atau ceftriaxone 1 g intramuskular sekali sehari. Selama 10-14 hari, atau dalam
keadaan khusus, azitromisin 2 g sekali secara oral.
Keterangan: Doxycycline lebih disukai daripada ceftriaxone karena biaya yang lebih
rendah dan pemberian oral. Doxycycline tidak boleh digunakan pada wanita hamil
(lihat rekomendasi 3 dan 4 untuk wanita hamil). Azitromisin adalah pilihan dalam
keadaan khusus hanya jika kerentanan lokal terhadap azitromisin mungkin terjadi.
Jika tahap sifilis tidak diketahui, ikuti rekomendasinya pada penderita sifilis.melibihi
14hari
3) Pada orang dewasa dan remaja dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak
diketahui, pedoman WHO STI lebih menyarankan benzathine penisilin G 2,4 juta unit
secara intramuskular sekali seminggu selama tiga minggu berturut-turut daripada
prokain penisilin 1,2 juta unit sekali sehari selama 20 hari. Bila penisilin benzathine
atau procaine tidak dapat digunakan (misalnya karena alergi penisilin dimana
desensitisasi penisilin tidak mungkin dilakukan) atau tidak tersedia (misalnya karena
stok habis), pedoman WHO STI menyarankan penggunaan doksisiklin 100 mg dua
kali sehari secara oral selama 30 hari. Keterangan: Doxycycline tidak boleh
digunakan pada ibu hamil (lihat rekomendasi 7 dan 8 untuk wanita hamil).
4) Pada wanita hamil dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak diketahui,
pedoman WHO STI merekomendasikan penicillinbenzathine G 2,4 juta unit secara
intramuskular sekali seminggu selama tiga minggu berturut-turut tanpa perawatan.
Keterangan: Interval antara dosis penisilin benzathine berturut-turut tidak boleh
melebihi 14 hari.
5) Pada wanita hamil dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak diketahui,
pedoman WHO STI menyarankan penicillinbenzathine G 2,4 juta unit secara
intramuskular sekali seminggu selama tiga minggu berturut-turut daripada penisilin
prokain 1,2 juta unit secara intramuskular sekali sehari selama 20 hari.
Bila penisilin benzathine atau procaine tidak dapat digunakan (misalnya karena alergi
penisilin dimana desensitisasi penisilin tidak mungkin dilakukan) atau tidak tersedia
(misalnya karena stok habis), pedoman WHO STI menyarankan penggunaan, dengan
hati-hati, eritromisin 500 mg secara oral sebanyak empat kali, setiap hari selama 30
hari.
Keterangan: Meskipun eritromisin mengobati wanita hamil, ia tidak melewati barrier plasenta
sepenuhnya dan akibatnya janin tidak diobati. Oleh karena itu, perlu untuk merawat bayi yang baru
lahir segera setelah melahirkan (lihat rekomendasi 9 dan 10 untuk sifilis kongenital). Doxycycline
tidak boleh digunakan pada wanita hamil. Karena sifilis selama kehamilan dapat menyebabkan
komplikasi merugikan parah pada janin atau bayi baru lahir, kehabisan stok benzathine penisilin
untuk digunakan dalam perawatan antenatal harus dihindari.
2. Sifilis kongenital
Infant, Recomendasi :
6) Pada bayi dengan sifilis bawaan yang dikonfirmasi atau bayi yang normal secara
klinis, namun ibunya memiliki sifilis yang tidak diobati, sifilis yang tidak diobati
secara memadai (termasuk pengobatan dalam 30 hari persalinan) atau sifilis yang
diterapi dengan rejimen non-penisilin, pedoman WHO STI menyarankan Penisilin
benzil atau penisilin prokain.
Dosis:
2.8 Pencegahan
Pengobatan pada sifilis primer dan sekunder memberikan hasil yang sangat baik.
Kegagalan terapi hanya masih ditemukan pada penderita HIV. Penderitatabesdorsalis tidak akan
membaik tetapi progresivitas penyakit akan berkurang dengan pengobatan sifilis. Sifilis
kardiovaskular juga memberikan respon yang baik dengan pengobatan sifilis walaupun infark
iskemik masih dapat ditemukan.
Keberhasilan penggunaan Virgin Coconut Oil Secara Topikal untuk pencegahan luka tekan
( Dekubitus ) pasien stroke di Rumah sakit Sumber Hidup Ambon
2.10.2 Pengertian
Salah satu faktor eksternal yang dapat menyebabkan gangguan integritas kulit adalah
imobilisasi. Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas yang disebabkan oleh kondisi
dimana gerakan tergganggu atau dibatasi secara terapeutik yang bisa berhubungan langsung dengan
faktor internal seperti penyakit kronis atau status kesehatan (Potter & Perry, 2010). Bedrest adalah
ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan
pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi dapat juga diartikan sebagai suatu
keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan
fungsi fisiologis. Di dalam praktek medis bedrest digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom
degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan (Hidayat, 2010).
Dampak buruk dari imobilisasi yaitu gangguan integritas kulit yang dapat
mengakibatkan terjadinya iritasi dan luka tekan (Potter & Perry, 2010). Dampak lain bagi
pasien yang dirawat lama di rumah sakit dengan keterbatasan aktivitas multiple and life threatening
medical complications, yaitu meningkatkan durasi lama rawat atau length of stay (LOS). Hal ini
akan meningkatkan beban terutama biaya rawat inap sesuai lama waktu perawatan (Morison, 2014).
Pasien dengan bedrest rentan terjadi cedera akibat penurunan aliran darah dan resiko terjadinya ruam
akibat dari hipersensitivitas, reaksi obat, atau infeksi oportunistik (Morton, et al., 2012). Komplikasi
lain yang bisa terjadi pada pasien dengan bedrest adalah ulkus dekubitus. (Potter & Perry, 2010).
Virgin Coconut Oil merupakan salah satu terapi non farmakologi yang dapat diterapkan
untuk mengatasi masalah kerusakan integritas kulit. Virgin coconut oil mengandung anti oksidan
dan kaya dengan vitamin E. tindakan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian VCO
terhadap kerusakan integritas kulit.
2.10.3 Hasil
Analisis pengaruh penggunaan VCO ( Virgin Coconut Oil ) Secara Topikal terhadap
pencegahan luka tekan ( Dekubitus ) pasien stroke di RS. Sumber Hidup Ambon. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan VCO sebagai obat yang digunakan secara topical sebanyak 5 ml yang
dioleskan dalam waktu 20 menit dan ditambahkan dengan message effurage selama 4 – 5 menit pada
daerah sacrum, dorsal, humerus dan patella.dalam penelitian ini, semua responden tercegah dari luka
tekan ( decubitus ). Sebagaimana hasil penelitian yang telah dinyatakan dari hasil analisis yang
dilakukan dengan uji Wilcoxon dengan nilai p Value < 0,05 ( a = 0,5) diperoleh tingkat signifikan
<0,001 yang berarti tindakan pencegahan dengan intervensi VCO yang dilakukan bermakna secara
signifikan untuk mencegah terjadinya decubitus pada pasien stroke.
2.10.4 SOP VCO
SOP VOC ( VIRGIN COCONUT OIL )
No. Aspek Tahapan
1. Pengertian Perawatan dermatitis dengan mengaplikasikan virgin coconut oil
padaluka dermatitis
2. Tujuan a. Mencegah timbulnya infeksi
b. Observasi keadaan luka
c. Mengaplikasikan virgin coconut oil pada luka
d. Membantu proses penyembuhan luka
3. Peralatan Bak instrument berisi :
a. Kom kecil
b. bengkok
Peralatan
Lainnya :
a. Handscoon Bersih
b. Virgin coconut oil
c. Air hangat
Kapas
4. Prosedur pelaksanaan A. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa pasien
2. Menjelaskan tujuan dan tindakan kepada pasien dan
keluarga
3. Menanyakan kesiapan pasien
C. Tahap Kerja
1. Membaca basmallah
2. Mencuci tangan
3. Mengatur posisi klien senyaman mungkin
4. Meletakkan pengalas atau perlak
5. Meletakkan bengkok disebelah luka pasien
6. Memakai sarung tangan
7. Membersihkan luka dengan air hangat
8. Mengoleskan virgin coconut oil pada area sekitar
luka
9. Membiarkan virgin coconut oil mengering dengan
sendirinya
10. Merapikan kembali alat-alat
11. Melepaskan sarung tangan
12. Merapikan pasien
13. Mencuci tangan
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Mendoakan pasien
Berpamitan dan mengucapkan salam
BAB 3
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data, tentang pasien,agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal penkajian, nomor register, diagnose medis, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab
klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.
A. Anamnesa
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah menyebar/menetap.
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut apakah membaik,
memburuk atau menetap.
5) Apakah klien mengeluhkan adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala, mengeluh
8) Bagaimana aktivitas seksual (pernah /sering melakukan sex berisiko missal berganti-
ganti pasangan, oral / anal sex, homo seksual, melakuakan dengan psk,)
9) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti kemerahan, muncul
benjolan, dan vesikel.
10) Bagaimana dengan urine klien apakah bercampur darah, urine tdak lancer, nyeri saat
berkemih.
12) Pada sifilis kongietal selain ananmnesa diatas, perlunya ditanya orang tua apakah pernah
keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum.
B. Pemeriksaan fisik
1.) Inspeksi
a) Kaji jenis efloresensi: Eritema dan papula, macula, pustule, vesikula dan ulkus
b) Timbulnyalesipadaalakelamin,ekstragenital,bibir,lidah,tonsil,puttingsusu,
2) Palpasi
3) Auskultasi
apakah ada perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan.
3.4 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (SIKI, 2018).
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan kriteria hasil keperawatan
SDKI : D.0130 SLKI : L. 14134 SIKI : I.15506
Hipertermi Termoregulasi Manajemen Hipertermia
Kategori : Lingkungan Definisi : Definisi :
Subkategori : keamanan dan Pengaturan suhu tubuh agar tetap Mengidentifikasi dan mengelola
proteksi berada pada rentang normal peningkatan suhu tubuh akibat
Definisi : Suhu tubuh Ekspetasi : disfungsi termoregulasi.
Meningkat diatas rentang Membaik Tindakan :
normal Selelah dilakukan tindakan Observasi
Gejala dan tanda Mayor : keperawatan diharapkan suhu - Identifikasi penyebab
Subjectif : - tubuh membaik. hipertermia
Objectif : Kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh diatas nilai 1. Menggigil menurun - Monitor kadar elektrolit
Normal 2. Kulit merah menurun - Monitor haluaran urine
Gejala dan tanda Minor : 3. Kejang menurun - Monitor komplikasi akibat
Subjectif : - 4. Akrosianosis menurun hipertermia
Objectif : 5. Konsumsi oksigen Terapeutik :
1. Kulit merah menurun - Sediakan lingkungan yang
2. Kejang 6. Piloereksi menurun dingin
3. Taikardi 7. Vasokonstriksi perifer - Longgarkan atau lepaskan
4. Takipnea menurun
pakaian
5. Kulit terasa hangat 8. Kutis memorata menurun - Basahi dan kipasi permukaan
9. Pucat menurun
tubuh
10. Takikardi menurun
- Berikan cairan oral
11. Takipnea menurun
- Ganti linen
12. Bradikardi menurun
- Lakukan pendinginan
13. Dasar kuku sianolik
eksternal
menurun
- Hindari pemberian antipiretik
14. Hipoksia menurun
atau aspirin
15. Suhu tubuh yang awalnya
- Berikan oksigen jika perlu
memburuk 1 menjadi
Edukasi :
membaik 5
- Anjurkan tirah baring
16. Suhu kulit yang awalnya
Kolaborasi :
memburuk 1 menjadi
- Pemberian cairan dan
membaik 5
elektrolit intravena jika
17. Kadar glukosa darah
perlu
membaik
18. Pengisian kapiler
membaik
19. Ventilasi membaik
20. Tekanan darah membaik
3.5 Impelementasi
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifisik yang dikerjakan oleh perawat
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (SIKI, 2018). Implementasi merupakan
tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan yang mencakup
tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
a. Tindakan mandiri (Independen) Aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi Tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama, seperti
dokter atau petugas kesehatan lain.
Berdasarkan referensi diatas, implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah dibuat baik itu secara mandiri atau kolaborasi.
3.6 Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan
profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil, dan
keefektifan rencana asuhan keperawatan. (Kozier et al., 2011).
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang
telah ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan,
dan mengambil keputusan apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi atau dihentikan
(Manurung, 2011).
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
Biodata :
Pasien : Tn.U Penanggung Jawab : Tn.A
Nama : Umar Ali Nama : Ali Alfiansyah
Umur : 33 Tahun Umur : 24 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S2 Manajemen Pendidikan : S1 Hukum
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Mahasiswa
Status Pernikahan : Belum menikah Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jl. Kebon baru Alamat : Jl.kebon baru
Diagnosa Medis : Sifilis Hubungan dengan klien : Adik kandung
klien
No. RM : 20028
Tgl. Masuk : 26 September
2022
1. Status kesehatan Saat Ini
a. Keluhan utama : Nyeri pada genitalia
b. Lama keluhan : 2 Minggu
c. Kualitas keluhan : Hilang timbul
d. Faktor pencetus : Ada luka dibagian Genitalia
e. Faktor pemberat : Gaya hidup
f. Upaya yg. telah dilakukan : Istirahat yang cukup dan diberikan obat topikal /salep
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Tn.U berumur 33 Tahun mengatakan nyeri pada daerah genitalia dari semenjak 2 bulan
terakhir. Rasa nyeri bertambah parah setelah beraktivitas dan pada saat malam hari. Tn.U
juga mengeluhkan gejala-gejala flu, seperti demam dan pegal – pegal, serta kemerahan pada
kemaluan. Tn.U bekerja sebagai wiraswastawan dan belum menikah sampai saat ini karena
belum menemukan pasangan yang cocok. Tn.U kadang – kadang memenuhi kebutuhan
seksnya dengan pekerja seks komersial dan tidak suka menggunakan kondom karena tidak
nyaman. Tn.U juga kadang merasa cemas kalau dirinya terkena penyakit kelamin Tn.U
mengakui tidak teratur minum obat karena lupa.Tn U juga kwatir menularkan penyakitnya
kepada calon istrinya nanti,serta merasa bersalah.
pasien mengatakan nyeri yang hilang timbul di daerah genitalia nyeri dirasakan ketika
pasien menggerakan bagian bawah tubuhnya,nyeri dirasakan pasien hilang timbul, ketika
ditanya oleh perawat dari skala 1-10 pasien menjawab 5 .nyeri terasa seperti ditusuk tusuk.
Pemeriksaan TTV : TD : 140/80 Mmhg, N : 89x/menit, RR : 22x/Menit, Suhu : 380C. pasien
tampak meringis,kulit terasa hangat,pasien juga mengatakan sulit untuk tidur dimalah hari.
Pada pemeriksaan genitalia terdapat keadaanya tidak bersih,terdapat luka kemerahan,terdapat
bintik-bintik merah di daerah inguinal dan ditemukan adanya ulkus kemerahan pada penis.
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu :
1) Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelaakan (jenis & waktu) : Pasien tidak mengalami kecelakaan
b. Pernah dirawat : Pasien pernah dirawat di RS karena batu ginjal
c. Operasi (jenis & waktu : Pasien menjalani oprasi batu ginjal
d. Penyakit:
- Kronis : pasien pernah mempunyai riwayat penyakit kronis batu ginjal
- Akut : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit akut
e. Terakhir masuki RS
2) Alergi (obat, makanan, plester, dll): pasien tidak pernah mempunyai riwayat alergi
3) Imunisasi
(V) BCG ( ) Hepatitis
(V) Polio ( ) Campak
(V) DPT
4) Kebiasaan :
jenis Frekuensi Jumlah/Lamanya
Merokok Rokok Mild 10 batang/hari 10 Tahun
Kopi tidak minum kopi tidak minum kopi tidak minumkopi
Alkohol Tidak Minum Alkohol Tidak minum Alkohol Tidak minum Alkohol
5) Obat-obatan
Jenis Lamanya Dosis
Allopurintol 2 Minggu 100mg
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan keluarga
d. Genogram
Keterangan :
: Meninggal
: Garis keturunan
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = tidak mampu
Rumah Rumah Sakit
Pekerjaan Mandiri Tidak mampu
Olah raga rutin Mandiri Tidak mampu
Alat Bantu jalan Mandiri Tidak menggunakan
Kemampuan Mandiri Mampu dengan bantuan
Melakukan ROM perawat
Region :
Depan Belakang
Scale : Skala 5
Time : Hilang Timbul : Ya
Terus Menerus : Tidak
4. Nutrisi
a. Frekuensi makan : setengah porsi
b. Berat Badan / Tinggi Badan : 60/180
c. IMT & BBR : 25,3
d. BB dalam 1 bulan terakhir : [ x] tetap
[ x] meningkat:…Kg, alasan…………
[ v] menurun: 2 Kg, alasan Cemas akan sakit yang
diderita
e. Jenis makanan : 4 sehat 5 sempurna
f. Makanan yang disukai : Nasi goreng
g. Makanan pantang : Udang dan kerang, Alergi udang dan kerang
h. Nafsu makan : [ ] baik
[V] kurang, alasan Cemas akan sakit yang diderita
i. Masalah pencernaan : [X] mual
[X] muntah
[X] kesulitan menelan
[X] sariawan
j. Riwayat operasi / trauma gastrointestinal: Tidak ada riwayat gastrointestinal
k. Diit RS :…………… [X] habis
[V] ½ porsi
[X] ¾ porsi
[X] tidak habis, alasan……
l. Kebutuhan Pemenuhan ADL makan: Mandiri
5. Cairan, elektrolit dan asam basa
a. Frekuensi minum :Sedang Konsumsi air/hari: 2 liter/hari
b. Turgor kulit : Menurun
c. Support IV Line : Tidak terpasang IV line
6. Oksigenasi
a. Sesak nafas : [V] tidak
[ ] ya
1) Frekuensi : 20x/menit
2) Kapan terjadinya : pasien tidak merasakan sesak nafas
3) Kemungkinan factor pencetus : pasien tidak merasakan sesak nafas
4) Factor yang memperberat : pasien tidak merasakan sesak nafas
5) Factor yang meringankan : pasien tidak merasakan sesak nafas
b. Batuk : Tidak
c. Sputum : Tidak
d. Nyeri dada : Tidak
e. Hal yang dilakukan untuk meringankan nyeri dada: pasien tidak merasakan nyeri
dada
f. Riwayat penyakit : [X] Asma
[X] TB
[X] Batuk darah
[X] Chest Surgery / Trauma dada
[X] Paparan dg penderita TB
g. Riwayat merokok : Aktif
7. Eliminasi fekal/bowel
a. Frekuensi :Normal Penggunaan pencahar : Tidak menggunakan pencahar
b. Waktu : siang
c. Warna :Coklat,Darah : tidak ada darah konsistensi : lembek
d. Ggn. Eliminasi bowel : [X] Konstipasi
[X] Diare
[X] Inkontinensia bowel
e. Kebutuhan pemenuhan ADL Bowel : Tergantung
8. Eliminasi urin
a. Frekuensi : Normal Penggunaan pencahar : Tidak menggunakan pencahar
b. Warna :Kuning Darah : Tidak ada darah
c. Ggn. Eliminasi bladder: [V] nyeri saat BAK
[X] burning sensation
[X] bladder terasa penuh setelah BAK
[X] inkontinensia bladder
d. Riwayat dahulu : [V] penyakit ginjal
[V] batu ginjal
[X] injury / trauma
e. Penggunaan kateter : Ya
f. Kebutuhan pemenuhan ADL bladder: Tergantung
g. Warna :[ V] normal [X]hematuria [X]seperti teh
h. Keluhan : [X]nokturia [X] retensi urine [X] inkontinensia urine
7. Terapi Medis :
Cairan IV :
- NaCl
- Benzil benzatin penisilin G
Obat peroral :
-Doycycline 100mg
- tetracycline 500mg
Obat parenteral :
- NaCl
- Benzil benzatin penisilin G
Obat Topikal :
-Liposin salep 10g
-Miconaole nitrate 10g
Fenomena prozone, yaitu reaksi serologis yang negative walaupun kadar antibody tinggi,
dapat terjadi pada 2% kasus terutama pada sifilis sekunder dan wanita hamil. Pengenceran
bertahap pada baha pemeriksaan yang sama dapat menunjukkan peninggian titer 4 kali.2 Tes
spesifik treponemal seperti FTA-abs (Flouresencetreponemalantibody-absobed) dan TPHA
(Treponemapallidumhemaglutinationtest) mendeteksi antibody terhadap antigen spesifik
T.pallidum. tes ini memerlukan standarisasi dalam pengerjaannya, sehingga lebih sulit dan
interpetasinya dapat bersifat subjektif.
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
ANALISA DATA
Nama klien : Tn.U No. Register : 20028
Umur : 33 Tahun Diagnosa Medis : Sifilis
Ruang Rawat : Irna.F Alamat : Jl.Kebon Baru
TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
Peningkatan suhu SDKI : D.0130
27 Sept DS: tubuh Hipertermi
2022 -klien merasa cemas kalau dirinya Kategori : Lingkungan
10.00 WIB terkena penyakit kelamin Subkategori : keamanan dan
- P : Adanya luka pada genital proteksi
Q : Seperti ditusuk tusuk Laporan nyeri verbal, Definisi : Suhu tubuh
R : di bagian tubuh bawah atau wajah tampak Meningkat diatas rentang
genital meringis gelisah normal
S:5
T : Hilang timbul SDKI : D.0077
-px mengatakan sulit untuk tidur Nyeri Akut
dimalam hari Adanya tanda Kategori : Psikologis
elfloresensi Subkategori : Nyeri dan
DO : kenyamanan
TTV Definisi : Pengalaman sensorik
TD : 140/80 Mmhg atau emosional yang berkaitan
N : 89x/menit dengan kerusakan jaringan
RR : 22x/Menit actual atau fungsional dengan
Suhu : 380C. onset mendadak atau lambat
-pasien tampak meringis dan berintensitas dengan
-kulit terasa hangat hingga berat yang berlangsung
-pasien juga mengatakan sulit untuk kurang dari bulan.
tidur dimalah hari.
-Pada pemeriksaan genitalia terdapat
keadaanya tidak bersih,terdapat luka SDKI : D.019
kemerahan,terdapat bintik-bintik Gangguan Integritas kulit
merah di daerah inguinal dan /Jaringan
ditemukan adanya ulkus kemerahan Kategori : Lingkungan
pada penis. Definisi :
Mengalami Kerusakan kulit
( dermis dan atau epidermis)
atau jaringan ( membrane
mukosa,kornea,fasisotot,tendon
tulang,kartilago,kapsul sendi
atau ligament )
PRIORITAS DIAGNOSA :
1. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh ( lebih dari 7,2oC ),kulit teraba
hangat
2. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal,sikap melindungi area ,wajah
tampak meringis, klien tampak gelisah
3. Kerusakan integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda elfloresensi.
RENCANA TINDAKAN
Nama Klien : Tn.U No. Register : 20028
Umur : 33 Tahun Diagnosa Medis : Sifilis
Ruang Rawat : Irna F Alamat : Jl.Kebon Baru
Diagnosa
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi Nama/TTD
Keperawatan
1. Hipertermi b/d SLKI : L. 14134 SIKI : I.15506 Nurul
proses infeksi d/d Termoregulasi. Manajemen Hipertermia 1. Untuk Mengidentifikasi penyebab Kholifah
adanya peningkatan Definisi : hipertermia
suhu tubuh ( lebih Selelah dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan mengelola 2. Memonitor suhu tubuh
dari 7,2oC ),kulit keperawatan 1x 24 Jam peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi 3. Memonitor komplikasi akibat
teraba hangat diharapkan suhu tubuh termoregulasi. hipertermia
membaik. Dengan kriteria Tindakan : 4. Untuk membantu menormalkan suhu
hasil : Observasi tubuh
1. Kulit merah menurun - Identifikasi
2. Suhu tubuh yang awalnya penyebab hipertermia
memburuk 1 menjadi - Monitor
membaik 5 suhu tubuh
3. Suhu kulit yang awalnya - Monitor
memburuk 1 menjadi komplikasi akibat hipertermia
membaik 5 Terapeutik :
4. Kadar glukosa darah - Sediakan
membaik lingkungan yang dingin
5. Pengisian kapiler membaik - Longgarkan
6. Ventilasi membaik atau lepaskan pakaian
7. Tekanan darah membaik - Berikan
cairan oral
- Ganti linen
- Lakukan
pendinginan eksternal
- Hindari
pemberian antipiretik atau
aspirin
Edukasi :
- Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi :
2. Nyeri akut b/d agen SLKI : L. 08066 - 1. Untuk menghilangkan rasa Alfinta
Pemberian
cedera biologis d/d Tingkat Nyeri nyeri
cairan dan elektrolit intravena
laporan nyeri secara 2. Untuk MengiIidentifikasi
jika perlu
verbal,sikap Selelah dilakukan tindakan lokasi,karakteristik,durasi,
melindungi keperawatan 1x24 Jam frekuensi,
area ,wajah tampak diharapkan Tingkat nyeri kualitas,intensilitas nyeri
SIKI : I.0828
meringis, klien menurun. Dengan Kriteria Manajemen Nyeri 3. Untuk membantu
tampak gelisah hasil : Definisi : Mengurangi kegelisahan
1. Kemampuan Mengidentifikasi dan mengelola pasien
menuntaskan aktivitas pengalaman sensorik atau emosional
Meningkat yang berkaitan dengan kerusakan
2. Keluhan nyeri menurun jaringan atau fungsional dengan onset
3. Meringis menurun mendadak atau lambat dan beritensitas
4. Gelisah menurun ringan hingga berat dan konstan.
5. Kesulitan tidur Tindakan :
menurun Observasi
6. Tekanan darah - Identifikasi
membaik lokasi,karakteristik,durasi,frek
7. Nafsu makan membaik uensi, kualitas,intensilitas
8. Pola tidur membaik nyeri
- Identifikasi
skala nyeri
- Identifikasi
respon nyeri non verbal
- Identifikasi
nyeri factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya pada respon
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Control
lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi
istirahat dan tidur
- Pertimbangk
an jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan
penyebab,periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan
strategi meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
3. Kerusakan integritas SLKI : L. 14125 SIKI : I.1135 1. Untuk memperbaiki kulitNurul Kholifah
kulit b/d peradangan Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas Kulit pasien yang rusak
pada lapisan kulit Definisi : 2. Melembapkan kulit pasien yang
d/d adanya tanda Setelah dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan merawat kulit kering
elfloresensi. keperawatan Selama 1x24 Jam untuk menjaga keutuhan, kelembapan 3. Menambah kepercayaan diri
diharapkan integritas kulit dan mencegah perkembangan pasien
pasien membaik dengan mikroorganisme.
Kriteria hasil : Tindakan :
1. Kerusakan jaringan Observasi
menurun - Identifikasi penyebab gangguan
2. Kerusakan lapisan kulit integritas kulit
menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
4. Perdarahan menurun baring
5. Kemerahan menurun - Bersihkan parineal dengan air
6. Hematoma menurun hangat terutama pada periode
7. Pigmentasi abnormal diare
menurun - Gunakan produk berbahan
8. Jaringan parut menurun petroleum atau minyak pada
9. Nekrosis menurun kulit kering
10. Suhu kulit membaik - Hindari produk berbahan dasar
11. Sensasi membaik alcohol pada kulit kering
12. Tekstur membaik Edukasi :
- Anjurkan menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
Intervensi EBN :
- Berikan pasien VCO (Virgin
coconut Oil ) pada kulit yang
kering.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Tn.U No. Register : 20028
Umur : 33 Tahun Diagnosa Medis : Sifilis
Ruang Rawat : Irna.F Alamat : Jl.Kebon baru
No
Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
Dx
1. 30 September 13.00 WIB 1. SIKI : I.15506
2022 Manajemen Hipertermia 1. S : Pasien mengatakan panas yang
Definisi : dialaminya berkurang
Mengidentifikasi dan mengelola O : suhu tubuh menurun menjadi 36o,
peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi A : Suhu tubuh membaik
termoregulasi. P : intervensi dihentikan
Tindakan : 2. S : pasien mengatakan nyeri berkurang
Observasi menjadi 3,pasien juga mengatakan sedikit
- Mengidentifikasi penyebab nyenyak ketika tidur
hipertermia O : Kemampuan menuntaskan aktivitas
- Memonitor suhu tubuh Meningkat,Meringis menurun,Gelisah
- Memonitor komplikasi akibat menurun,Tekanan darah membaik
hipertermia 100/70 Mmhg,Nafsu makan membaik
Terapeutik : Pola tidur membaik
- menyediakan lingkungan yang A : nyeri pasien berkurang
dingin P : intervensi dihentikan
- melonggarkan atau lepaskan 3. S : Nyeri menurun,kerusakan lapisan
pakaian kulit menurun,peredaran darah menurun
- memberikan cairan oral kemerahan menurun,suhu menurun
- mengganti linen A : Pigmentasi abnormal masih ada P:
- Meakukun pendinginan eksternal intervensi dilanjutkan (No.6,7,8,9,11,12)
- Menghindari pemberian antipiretik
atau aspirin
Edukasi :
- Meganjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Memberian cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan kali ini penulisakan menguraikan kesenjangan yang terjadi antara tinjauan teori dan tinjauan kasus dan
asuhan padan Tn.U dengan diagnose Sifilis dengan masalah keperawatan Hipertermi,nyeri akut dan Gangguan integritas kulit.yang
meliputi pengkajian,intervensi,implementasi dan Evaluasi
4.1 Pengkajian
Saat dilakukan pengajian pada tanggal 26 september 2022 klien bernama Tn.U berjenis kelamin laki-laki mengalami masalah
kesehatan yaitu ganguan integritas kulit. Tn.A memiliki kebiasaan buruk yaitu sering berganti pasangan seksual. Pengkajian adalah
pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data, tentang pasien,agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan.pengumpulan data diperoleh dari beberapa
sumber seperti wawancara,observasi, dan fasilitas rumah yang dimiliki.
Sesuai dengan teori yang sudah penulis jabarkan diatas. Penulis telah melakukan pengkajian pada Tn.U dengan observasi serta
pemeriksaan fisik berupa TTV untuk menambah data riwayat pasien yang dibutuhkan. Terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus
dengan tinjauan teori yaitu pada tinjauan teori disebutkan bahwa melakukan hubungan seksual tidak boleh bergantian
pasangan,melakukan dengan cara yang sesuai. Tetapi pada pengkajian yang diperoleh dari Tn.U yang sering berganti pasangan dan
tidak menggunakan Kondom.
4.2 Diagnosa
Berdasarkan pengkajian keperawatan yang diambil, terdapat diagnose yang muncul pada klien yaitu Hipertermi b/d proses infeksi
d/d adanya peningkatan suhu tubuh ( lebih dari 7,2oC ),kulit teraba hangat,Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri
secara verbal,sikap melindungi area nyeri,wajah tampak meringis, klien tampak gelisah,Kerusakan integritas kulit b/d peradangan
pada lapisan kulit d/d adanya tanda elfloresensi,Gangguan citra tubuh b/d penyakit d/d respon non verbal terhadap perubahan actual
pada tubuh ( bentuk,struktur,dan fungsi ) perasaan negative terhadap tubuh,Kurang pengetahuan b/d ketidakmampuan mengenal
penyakit d/d pengungkapan secara verbal ketidak tahuan penyakit, permintaan informasi,Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
respon nyeri,Resiko tinggi cidera b/d disfungsi sensorik,Resiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal. Dan menurut
teori diagnose yang kemungkinan muncul untuk penderita sifilis adalahn nyeri akut dan gangguan integritas kulit dan resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Terdapat kesenjangan yang terjadi antara tinjauan kasus dan tinjauan teori, pada tinjauan teori terdapat nutrisi kurang dari
kebutuhan sedangkan pada tinjauann kasus tidak ada diagnoasa nutrisi kurang dari kebutuhan. Karena pada saat pengkajian kebutuhan
nutrisi pasien baik.
5.1 Kesimpulan
Prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Sifilis terutama menular melalui kontak seksual baik melalui vaginal, anal, atau
oral. Secara klasik sifilis menyebabkan penyakit yang terbagi dalam beberapa stadium :
(3) sifilis
Untuk mengatasi sifilis dengan pasien integritas kulit maka diberikan pemberian VCO atau virgin coconut Oil untuk pengobatan
pada luka kering. Jika hal ini dilakukan secara rutin maka luka kering akan semakin membaik karena VCO mengandung asam lemak
( terutama asam laurat dan oleat ) bersifat melembutkan kulit dan antimicrobial sehingga VCO efektif dan aman digunakan
5.2 Saran
Saran bagi perawat dan tenaga medis : perawat pelaksana dapat menerapkan teknik pemberian minyak kelapa murni VCO
pada seluruh pasien yang memiliki luka kering sehingga kekeringan diluka tersebut dapat berkurang dengan diberikan VCO ini. Dan
saran bagi institusi pendidikan penerapan teknik VCO ini dapat masuk dalam proses pembelajaran dan dapat dilakukan dengan
memberikan materi.
DAFTAR PUSTAKA
Saputri, B. Y. A., & Murtiastutik, D. (2019). Studi retrospektif: Sifilis laten. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, 31(1), 46-54.
Zuniarti, N. (2019). Aplikasi VCO (Virgin Coconut Oil) Pada Penderita Dermatitis Untuk
Mencegah Kerusakan Integritas Kulit (Doctoral dissertation, Tugas Akhir, Universitas
Muhammadiyah Magelang).
Arif, Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.
Young. (2004). The 30 ° tilt position vs the 90 ° lateral and supine positions in reducing
the incidence of non blanching erythema in a hospital inpatient population. Journal of tissue
viability. Volume: 14 Number: 3 Retrieved from http://www.ebscohost.com/uph.edu on February
2, 2010
Azizah, F. (2014). Frekuensi Penyakit Kulit di RS Karitas , Sumba Barat Daya September
2014, 2(3), 147–150.
Barlina, R., Penelitian, B., & Kelapa, T. (2012). Diversifikasi Produk VirginCoconut Oil
( VCO ) Products Diversification of.
Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.