PENDIDIKAN EKONOMI
Tugas 1
Disusun Oleh :
Nama : Edutivia Mardetini
NIM : 2208614
S3 PENDIDIKAN EKONOMI
FPEB UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
Artikel Jurnal Internasional :
1. Forijati, et.al. (2020). Meta Analysis; The Influence of Teaching Economy Innovation
To The Escalation of The Teaching Quality. International Research Journal Of
Multidisciplinary Studies Vol.6(9). p.1-5.
1. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan pengaruh inovasi
pengajaran ekonomi terhadap peningkatan mutu pengajaran. Penelitian ini
mengakumulasi dan mengintegrasikan sebuah penelitian menggunakan
Teknik Meta analisis inovasi pengajaran ekonomi pada jurnal nasional.
Metode penelitiannya adalah deskriptif. Hasil penelitian menemukan
bahwa metode pengajaran yang paling berpengaruh dalam pengajaran
ekonomi adalah pembelajaran kontekstual yang memperoleh skor 2,42
dengan kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa CTL
(Contextual Teaching and Learning) merupakan model pengajaran inovasi
yang paling efektif diantara model pengajaran lainnya. Sedangkan inovasi
pengajaran yang paling rendah adalah berpikir kritis (deep dialogue) yang
mendapat skor 0,3 dengan kategori rendah.
2. Latar Peningkatan mutu pengajaran dapat ditelusuri melalui peningkatan
Belakang hasil belajar. Perkembangan pengajaran dengan cara lain mendukung untuk
memecahkan masalah dalam masalah pendidikan, khususnya proses
pengajaran di kelas atau laboratorium. Salah satu ajaran inovasi yang
dikemukakan oleh para pakar pendidikan dalam pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri (self directed)
dengan mediasi teman sebaya (peer mediated instruction) dan difasilitasi
oleh guru (Hasyim, 2011; Lyna & Susilowati, 2011). Eskalasi inovasi
pengajaran ekonomi adalah juga dipengaruhi oleh inovasi pengajaran yang
diterapkan oleh guru dalam lingkup paradigma konstruktivisme. Dengan
paradigma tersebut, guru akan membantu siswa dalam menginternalisasi
dan mengubah pengetahuan dan ide baru (Hanitzsch, 2001).
Pada kelas konstruktivistik, siswa diarahkan untuk mandiri dan
bertanggung jawab terhadap lingkungan proses pembelajaran mereka
sendiri dan mereka diharapkan dapat mengembangkan konsepsi
terintegrasi sambil menemukan jawaban dari masalah secara mandiri
(Glasersfeld, 1995; Savery & Duffy, 1996).
Nilai konstruktivistik berisi kolaborasi, otonomi individu, generatif,
reflektifitas, aktivitas, relevansi diri, dan pluralisme. Menerapkan nilai-
nilai siswa diberi kesempatan untuk mencapai pemahaman terhadap suatu
materi secara mendalam (Lyna & Susilowati, 2011).
Langkah-langkah konstruktivistik mendorong siswa untuk belajar
tentang pengetahuan secara aktif. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1)
siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan gagasan secara luas
berdasarkan tujuan belajar, 2) tersedia kesempatan belajar mandiri siswa,
3) Guru selalu menyiapkan waktu yang proporsional untuk pembagian
siswa, 4) proses pembelajaran berpusat pada siswa yang menitikberatkan
pada pemikiran siswa yang divergen (Priartini et al., 2017; Widodo, 2005)
Dalam pembelajaran konstruktivistik, peran guru adalah sebagai mediator,
yang membimbing siswa dalam belajar, mengkonstruksi visual dari suatu
masalah dan membantu siswa untuk mengembangkan sikap positif
terhadap pembelajaran sehingga siswa memiliki tingkat yang lebih tinggi
berpikir kritis. Selain itu, peran guru adalah untuk menciptakan
pengetahuan dan keterampilan siswa itu sendiri mengapa guru harus
memahami berbagai model pengajaran yang inovatif (Harding, Hari, 2017).
Model pengajaran yang mengawali suatu inovasi pengajaran adalah
prosedur pengajaran diarahkan pada peningkatan kualitas belajar yang
dibuktikan dengan peningkatan nilai siswa. Model pengajaran adalah
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam mengajar
dan menjelaskan prosedur yang sistematis tentang bagaimana mengatur
pengalaman belajar dalam mencapai yang telah ditentukan secara objektif.
Aspek-aspek model pembelajaran adalah: 1) langkah-langkah operasional
pengajaran, 2) proses pembelajaran suasana belajar (sistem sosial kelas), 3)
reaksi guru terhadap tanggapan siswa, 4) Sistem pendukung seperti bahan,
peralatan, dan suasana belajar, 5) efek instruksional dan efek nutrisi.
(Hudha, Amin, Bambang, & Akbar, 2017).
Ada dua metode yang dapat dikembangkan dalam penyusunan
resume penelitian yaitu Meta analisis dan Meta etnografi. Analisis meta
adalah metode penelitian yang resume penelitian kuantitatif dan
menyelidiki hasil penelitian menggunakan statistik. Di sisi lain, metode
etnografi adalah metode penelitian yang melanjutkan hasil penelitian
kualitatif. Meta analisis dianggap lebih objektif karena metode ini berfokus
pada data yang tersedia sehingga hasilnya lebih objektif, akurat, dan
kredibel (Prasetiyo, Yusmin, & Hartoyo, 2014).Meta analisis metode
penelitian adalah metode dari hasil peneliti dengan mempertimbangkan
effect size (ES). Metode ini juga bertujuan untuk menjawab pertanyaan
tentang masalah antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan
disusun berdasarkan hasil penelitian yang meningkat dari tahun ke
tahun.(Ellis, 2010;Williams, Rast, & Bürkner, 2018;Utama & Festiyed,
2020).
Tujuan dasar dari metode Meta analisis adalah untuk menyediakan
metodologi serupa terhadap tinjauan literatur yang diperlukan dari
penelitian eksperimental (Decoster & Hall, 2004).
Penelitian tentang inovasi pembelajaran ekonomi dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran telah dilakukan dilakukan berkali-
kali. (Forijati, 2019; Harding, Hari, 2017; Supriadi, 2017; Armiati, 2011).
Ada beberapa jenis inovasi yang digunakan dalam penelitian tersebut, oleh
karena itu Meta analisis diperlukan untuk mendapatkan sebuah pemahaman
dan bentuk kesimpulan umum semacam penelitian. Menggunakan Meta
analisis, kita bisa menyimpulkan bagaimana inovasi ekonomi pengajaran
dapat meningkatkan kualitas pengajaran.
3. Metode Prosedur penelitian ini disesuaikan dengan langkah-langkah meta analisis
Penelitian yang dimaksudkan berikut ini oleh Glass:
1) menentukan domain berdasarkan variabel bebas (pengajaran ekonomi
inovasi) dan variabel terikat (kualitas pembelajaran berupa hasil
belajar),
2) menentukan kriteria jurnal tentang pembelajaran inovasi ekonomi
menggunakan pembelajaran tekstual dan pembelajaran, pembelajaran
debat aktif, dialog mendalam/pemikiran kritis, kecocokan, timbal balik
pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah,
3) mengekstraksi penelitian di bawah lingkup pengajaran inovasi,
4) menghitung ukuran efek dengan menghitung rata-rata dan standar
deviasi dengan mereka koefisien varian,
5) menganalisis ukuran efek,
6) menganalisis korelasi masing-masing variabel.
Hasil penelitian ini kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus effect
size. Ini dilakukan untuk mengambil data effect size dari masing-masing
jurnal yang dianalisa, kemudian diambil rata-rata subjeknya untuk mencari
skor terendah, sedang, dan skor tertinggi.
4. Hasil Dalam membahas pengaruh pembelajaran inovatif terhadap hasil
penelitian belajar ekonomi, beberapa jurnal tentang pengajaran inovatif akan dibahas
dan dianalisis. Jurnal yang dianalisis adalah jurnal tentang metode
pengajaran pemecahan masalah, pembelajaran debat aktif, dialog
mendalam/kritis berpikir, pengajaran dan pembelajaran kontekstual (CTL),
make and match dan pembelajaran timbal balik. Jurnal tersebut akan
diselidiki berdasarkan garis besar isinya. Berikut adalah hasil perhitungan
effect size berdasarkan investigasi terhadap 20 jurnal:
Seperti tabel di atas, penelitian ini menemukan skor tertinggi dari enam
model pembelajaran inovatifnya adalah CTL (Contextual Teaching and
Learning) dengan skor 2,42 dan kategorinya tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan model yang
paling efektif diantara enam model pengajaran inovatif.
Model kontekstual atau yang lebih dikenal dengan Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah pendekatan pengajaran yang
menekankan pada konteks materi dan kegiatan pengajaran memperhatikan
kondisi sosial, budaya, geografi, dan latar belakang pengetahuan siswa dan
karakteristik siswa (Siti Suprihatin, Sutarno, 2013; Nafiati; & Purwitasari,
2009) Menerapkan kontekstual belajar mengajar, konsep dari bahan ajar
ekonomi dapat diintegrasikan dalam kehidupan nyata dan diharapkan siswa
dapat memahami materi dengan mudah. Model ini diterapkan untuk
memberi pengetahuan baru bagi siswa dengan cara yang fleksibel dimana
konsep dapat ditransfer dari suatu masalah ke masalah lain. Transfer
pengetahuan dapat terjadi jika guru memberikan tugas tentang masalah
dalam kehidupan nyata dan mengaitkannya dengan materi pembelajaran.
Transfer dalam hal ini akan diadopsi konsep dan konteks ke dalam situasi
tertentu. (Berns & Erickson, 2001) Beberapa karakteristik dari model
pembelajaran kontekstual adalah: 1) Siswa aktif dalam proses
pembelajaran, 2) Siswa belajar berkelompok, berdiskusi atau saling
mengoreksi, 3) Proses belajar dikaitkan dengan kehidupan nyata atau
masalah yang disimulasikan, 4) Berperilaku dibentuk berdasarkan
kesadaran diri, 5) Keterampilan dikembangkan berdasarkan pemahaman, 6)
Pahala dari perilaku yang baik adalah kepuasan diri, 7) Siswa menggunakan
kemampuan berpikir kritis, terlibat dalam proses pembelajaran sambil
memberikan upaya maksimal dalam mengefektifkan proses pembelajaran
dan membawa skema sendiri ke dalam proses pembelajaran.
Ukuran efek terendah adalah dialog mendalam/kritis dengan skor
0,11 dan pembelajaran hasilnya 0,30. ini dikategorikan rendah. Berdasarkan
(Arthana, 2010; Aini, 2018; Aniek & Alrian, 2020; Lyna & Susilowati,
2011) model pengajaran yang berlandaskan pada deep dialog/critical
thinking adalah proses belajar mengajar yang konstruktif menekankan pada
dialog yang mendalam dan berpikir kritis dalam memperoleh pengetahuan
atau pengalaman. Kelemahan dari model ini adalah: Tahap awal_metode
menuntut guru untuk memiliki persiapan terencana agar model ini dapat
diterapkan. Model ini juga menuntut siswa untuk memiliki latar belakang
pengetahuan yang cukup tentang konsep dan materi yang disampaikan oleh
guru.
Akibatnya, siswa apatis dan siswa yang tidak terbiasa dengan cara
berbicara dalam forum akan menghabiskan banyak waktu untuk
membiasakan mereka dengan metode ini. Ini tidak tepat untuk diterapkan
bahan ajar baru. Untuk ukuran efek, pemikiran kritis dan pemecahan
masalah mendapatkan skor tertinggi yaitu 1,09 yang dikategorikan tinggi.
Berpikir kritis adalah proses yang jelas dalam memecahkan masalah
menggunakan analisis dan jalur penelitian ilmiah. Berpikir kritis juga
merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis pendapat
orang lain atau pendapat pribadi tentang sesuatu. (Sumarsih, 2009;Aniek
&Alrian, 2020).
5. Kesimpulan Berdasarkan Meta-analisis yang dilakukan oleh para peneliti, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inovatif yang terbaik dan yang
berpengaruh signifikan adalah model pembelajaran inovatif CTL dengan
skor 2,42. Skor tersebut dikategorikan sangat tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah yang paling efektif
di antara enam metode pengajaran inovatif. Efek terendah Ukurannya
adalah Deep Dialog/Berpikir Kritis dengan skor 0,11 dengan hasil belajar
0,30. Ini dikategorikan rendah.
3. Saepuzaman, Duden, et.al. (2021). Can Innovative Learning Affect Students’ HOTS
Achievements?;A Meta-Analysis Study. Pegem Journal of Education and Instruction
Vol.11(4). p.290-305.
1. Abstrak Penelitian ini melihat pengaruh pembelajaran inovatif terhadap
pencapaian High Order Thinking Skills (HOTS) siswa. HOTS adalah
salah satu bagian dari keterampilan yang perlu dikembangkan di abad
ke-21. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan meta analisis rata-rata dengan model efek acak. Secara
umum, langkah-langkahnya meliputi merumuskan masalah penelitian
meta-analisis yang akan dilakukan, mengumpulkan studi, menghitung
ukuran efek, uji heterogenitas, analisis data (efek ringkasan, petak
hutan, petak corong, menguji potensi bias publikasi), dan
menyimpulkan. Sampel penelitian sebanyak 42 penelitian meliputi
jurnal internasional dan prosiding nasional, internasional, dan nasional
dan mahasiswa tesis. Analisis menggunakan model acak (random-
effect model) diperoleh nilai rata-rata ukuran efek agregasi atau
ringkasan efek sebesar 77,37, bobot kesalahan standar mean 12,36,
batas atas 53,14, dan batas bawah 101,60. Analisis hipotesis nol (Ho:
efek aktual 𝜽 = 𝟎) mengarah pada penolakan Ho karena nilai 𝑍 dari
summary effect sebesar 77,37 dengan one-tailed p-value (0,00) lebih
kecil dari nilai α (0,05). Analisis tes bias publikasi dari Funnel Plot,
Rank Correlation, keluaran Metode Regresi, dan “Trim dan Isi” tidak
menunjukkan potensi bias publikasi terkait kesimpulan yang ditarik.
Jadi temuan dibuat berdasarkan model efek acak penerapan
pembelajaran inovatif berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa
HOTS (menganalisis, mengevaluasi, mencipta, kritis dan aspek
keterampilan berpikir kreatif) valid. Implikasinya adalah guru atau
praktisi lain dapat menggunakan pembelajaran inovatif untuk
meningkatkan HOTS siswa.
2. Latar Belakang Saat ini dikenal sebagai abad yang penuh dengan tantangan yang
kompeten baik dalam ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Kompetensi yang dibutuhkan di abad ke-21 berfokus pada pengetahuan
konseptual dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan berpikir.
Abad ke-21 keterampilan seseorang memiliki beberapa definisi
(Aljarrah & Khataybeh, 2021). Keterampilan Abad 21 adalah
sekelompok keterampilan yang mencakup beberapa keterampilan,
termasuk keterampilan hidup, keterampilan tenaga kerja, keterampilan
interpersonal, keterampilan praktis, dan keterampilan non-kognitif
(Silva, 2009). Di sisi lain, keterampilan abad ke-21 didefinisikan
sebagai keterampilan yang dibutuhkan pembelajar untuk berhasil
dalam kehidupan profesional mereka melalui era informasi. Itu dibagi
menjadi tiga kategori: Pertama: Keterampilan belajar dan disebut (4C):
Kritis berpikir, Kreativitas, Kolaborasi, dan Komunikasi (Staffer,
2018). Berpikir kritis dan kreatif adalah tingkat tinggi keterampilan
(High Order Thinking Skills, HOTS) (Conklin, 2012; Raja et al., 2010;
Krulik & Rudnick, 1999; Presseisen, 1988).
Beberapa ahli mengasosiasikan HOTS dengan suatu jenis
keterampilan berpikir yang dapat dilakukan oleh setiap individu. bagian
keterampilan berpikir HOTS menurut para ahli termasuk keterampilan
berpikir kritis dan berpikir kreatif (Conklin, 2012; King et al., 2010;
Krulik & Rudnick, 1999; Presseisen, 1988), pemecahan masalah
(Brookhart, 2010; Presseisen, 1988), berpikir logis, reflektif, dan
metakognitif (King et al., 2010), dan pembuatan keputusan (Presseisen,
1988). Keterampilan ini bukan istilah asing di proses pembelajaran;
mereka telah menjadi target dan menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran setiap mata pelajaran (Jailani & Retnawati, 2016) yang
menggunakan eksperimen pretest-posttest non-ekuivalen kelompok
kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diajarkan dengan
menggunakan pembelajaran berbasis masalah, sedangkan kelas kontrol
adalah kelas yang diajarkan dengan menggunakan instruksi langsung.
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VII beberapa SMP di
Yogyakarta yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah. Sampel
dari ini penelitian adalah 515 siswa siswa SMP dari 10 sekolah di empat
kabupaten dan satu kota di Yogyakarta. Sekolah tempat sampel diambil
adalah keduanya sekolah negeri dan swasta yang dipilih berdasarkan
prestasi dalam ujian nasional. Sekolah-sekolah itu dipilih dengan
menggunakan stratified random sampling, sedangkan kelas dipilih
secara acak. Analisis data kuantitatif adalah dilakukan dengan
menggunakan statistik deskriptif dan inferensial.
Dalam konteks pembelajaran di sekolah, indikator HOTS
mengacu pada taksonomi Bloom yang dikemukakan oleh Benjamin S.
Bloom pada tahun 1956 (Crumb, 1983). Ketika dikaitkan dengan
proses kognitif dalam taksonomi Bloom, HOTS berbeda dengan LOTS
(Keterampilan Berpikir Tingkat Rendah). Analisis proses kognitif
(analisis), sintesis (sintesis), dan evaluasi (evaluasi) dikategorikan
sebagai HOTS, sedangkan pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), dan aplikasi (application) dimasukkan sebagai LOTS
(Fisher, 2010). Masih berhubungan dengan HOTS dan kategorisasi
LOTS dalam taksonomi Bloom, berbeda pendapat tersebut
diungkapkan oleh Thompson (Thompson, 2011), yang
mengkategorikan analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai HOTS,
pengetahuan, dan pemahaman sebagai LOTS, sedangkan aplikasi
diklasifikasikan sebagai HOTS atau LOTS. Revisi taksonomi Bloom
oleh Anderson & Krathwohl (Anderson & Krathwohl, 2001), dimana
klasifikasi tujuan pembelajaran menjadi dua dimensi: kognitif proses
dan pengetahuan, HOTS dalam taksonomi Bloom perlu disesuaikan.
Berdasarkan revisi taksonomi Bloom (Anderson & Krathwohl, 2001),
dimensi HOTS meliputi proses menganalisis (analyze), mengevaluasi
(evaluate), dan membuat (create) (X. Liu, 2014), sedangkan dimensi
pengetahuan HOTS meliputi pengetahuan konseptual, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan metakognitif.
HOTS sangat penting bagi semua orang, termasuk siswa sebagai
generasi penerus. Implikasinya, implementasinya pendidikan atau
pembelajaran di kelas harus memfasilitasi kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa. Tentu saja, berprestasi tujuan ini membutuhkan
kerjasama, dukungan, dan upaya dari semua pihak terkait, terutama
guru. Guru harus menciptakan yang tepat dan melatih HOTS pada
siswa baik dalam pembelajaran dan penilaian.
Guru harus mampu merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran yang dapat memfasilitasi pencapaian HOTS siswa secara
optimal. Pembelajaran yang dilakukan harus fokus pada siswa tidak
lagi berkonsentrasi pada guru seperti yang biasa terjadi di lapangan.
Pembelajaran yang tidak seperti biasanya dilakukan dan bertujuan
untuk memfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuannya
sehingga lebih optimal pembelajaran biasa dikenal dengan istilah
pembelajaran inovatif. Penggunaan kata inovatif dalam pembelajaran
masih bersifat umum. Di dalam konteks proses pembelajaran bisa
banyak model pembelajaran yang termasuk dalam kategori
pembelajaran inovatif, seperti pembelajaran instruksional,
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah pendekatan, Problem Based
Learning (PBL), Pembelajaran Otonomi Berbasis Pembelajar,
Pendekatan Ilmiah, Strategi Pemecahan Masalah, pembelajaran
kontekstual, pembelajaran inkuiri, dan pembelajaran lainnya. Selain
review dari proses atau model pembelajaran, pembelajaran inovatif
dapat dilihat dari segi media yang digunakan, seperti media interaktif,
video simulasi atau animasi, penggunaan bahan pengajaran elektronik,
atau lainnya.
Banyak penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran
tertentu bisa memfasilitasi peningkatan prestasi HOTS siswa.
Pembelajaran berbasis masalah dapat memfasilitasi pencapaian HOTS
siswa (Arends & Kilcher, 2010; Guedri, 2001). Model pembelajaran
inkuiri berpengaruh positif terhadap keterampilan berpikir tingkat
tinggi (Hendryarto, 2013; Cerdas &Marshall, 2013). Studi-studi ini
sangat terbatas dalam penerapan hanya untuk sampel atau karakteristik
tertentu dari siswa. Penelitian menyeluruh yang menghimpun semua
hasil belajar terkait yang mampu memfasilitasi HOTS siswa tersebut
masih terbatas. Dalam penelitian ini, fokusnya adalah pada penelitian
yang berkaitan dengan pembelajaran inovatif terhadap prestasi belajar
siswa HOTS. Penelitian ini menggunakan pendekatan meta-analisis,
bagian dari penelitian kuantitatif menggunakan data sekunder dari
penelitian yang sudah ada dan telah digunakan oleh peneliti lain yang
melakukan sistematis dan kuantitatif untuk mendapatkan kesimpulan
yang akurat (Retnawati, 2018). Dengan demikian, dalam penelitian ini,
tahap awal adalah mengumpulkan bahan berupa penelitian-penelitian
yang relevan terhadap pencapaian pembelajaran inovatif HOTS pada
siswa, publikasi penelitian yang ada meliputi jurnal internasional dan
nasional, prosiding internasional dan nasional dan disertasi tesis
mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah analisis dalam meta-analisis
sampai kesimpulan akurat (valid).
3. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
Penelitian pendekatan meta analisis untuk menganalisis studi empiris yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai pengaruh penerapan
pembelajaran inovatif pada prestasi HOTS siswa, hasil penelitian
kuantitatif, hasil penelitian dalam bentuk yang sebanding, misalnya
dalam hal ini, rata-rata. Hasil belajar digunakan sebagai bahan untuk
menghitung ukuran efek, yang mengkompilasi agregat. Meta-analisis
digunakan untuk menguji konstruk dan hubungan yang dibandingkan.
Meta-analisis ini adalah metode penelitian khusus untuk
menggabungkan studi yang dapat mengukur ukuran efeknya. Ukuran
nilai lefek digunakan untuk mencapai standar nilai dalam mengevaluasi
mandiri hasil studi dengan meta-analisis (Turgut & Turgut, 2018). Nilai
ukuran efek juga memberikan independen standar hasil studi dan dinilai
berdasarkan kriteria yang sama (Turgut & Turgut, 2018). Studi yang
dikumpulkan selanjutnya diberi kode berdasarkan kriteria tertentu.
Encoding adalah prosesnya penggalian data dari studi individu untuk
mendapatkan data bahwa udara terlambat merespons dengan data yang
dianalisis (Çoğaltay & Karadag, 2015; Koza Çiftçi & Yıldız, 2019).
4. Hasil penelitian Hasilnya relevan dengan penelitian sebelumnya. Pembelajaran
untuk meningkatkan atau melatih HOTS siswa dapat dilakukan dengan
beberapa cara kegiatan, seperti melibatkan siswa dalam pemecahan
masalah kegiatan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membangun pengetahuan dan meningkatkan kemampuannya,
kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Apino &
Retnawati, 2017), melibatkan siswa menjalani diskusi kelompok dan
mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah melalui presentasi
(Djidu & Jailani, 2016). Dengan kata lain, membangun pembelajaran
yang berorientasi HOTS dapat dilakukan dengan meminimalkan
dominasi guru dan memaksimalkan peran siswa dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran seperti ini sesuai dengan pembelajaran
inovatif. Setidaknya ada tiga strategi yang dilakukan oleh guru dalam
melaksanakan pembelajaran inovatif, pertama dalam merencanakan
kegiatan, yaitu guru mempersiapkan fisik dan mental, mempersiapkan
RPP berbasis HOTS, penyiapan media, dan tepat guna evaluasi. Kedua,
dalam pembelajaran inti, guru melakukan pembelajaran menggunakan
langkah-langkah pembelajaran yang inovatif, seperti problem based
learning, dimulai dari penyajian masalah, seperti bagaimana
menghemat bahan bakar, mengatur pembelajaran, mengarahkan secara
konstruktif cara menghemat BBM, mempresentasikan hasil diskusi,
dan menyimpulkan. Ketiga, menutup pelajaran dengan membuat
kesimpulan bersama dan mengevaluasi dengan soal-soal berbasis
HOTS meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Inayati,
2020) yang diperlukan model pembelajaran dengan berpikir tingkat
tinggi atau biasa dikenal dengan HOTS (Higher Order Thinking Skills.
Selain itu dalam rangka peningkatan HOTS siswa prestasi,
pembelajaran inovatif ini juga diharapkan meminimalkan bahkan
menghilangkan kesulitan siswa dalam memecahkan masalah HOTS.
Hal ini penting karena kondisi di lapangan belum sepenuhnya
menerapkan pembelajaran inovatif. Sebagai akibat, Prestasi siswa
HOTS masih rendah ditandai dengan kesulitan ketika menghadapi soal-
soal yang mengukur HOTS. Penelitian oleh Hadi, Retnawati, Munadi,
Apino, & Wulandari (Hadi et al., 2018) menyebutkan bahwa masalah
yang paling umum bagi siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes yang
mengukur HOTS adalah keterampilan proses matematis. Kesulitan ini
ditunjukkan oleh kesalahan dalam menerapkan rumus, perhitungan
matematis kesalahan, dan kesalahan dalam operasi dan manipulasi
aljabar. Kondisi ini menunjukkan bahwa salah satu alternatif yang
dapat diterapkan adalah pembelajaran inovatif yang memfasilitasi
siswa untuk mengoptimalkan dirinya keterampilan berpikir, termasuk
siswa HOTS.
5. Kesimpulan Studi meta-analisis ini menyelidiki ukuran efek dari pembelajaran
inovatif terhadap pencapaian HOTS siswa. Dulu menemukan bahwa
pembelajaran inovatif yang diterapkan berpengaruh pada pencapaian
HOTS siswa dan tidak ada potensi untuk bias publikasi mengenai
kesimpulan yang ditarik. Sehingga kesimpulan yang dibuat berdasarkan
model efek acak tentang penerapan pembelajaran inovatif berpengaruh
terhadap prestasi belajar HOTS siswa dinyatakan valid. Hasil ini
menunjukkan bahwa inovatif pembelajaran dapat dijadikan sebagai
pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas karena secara empiris
mampu memfasilitasi pencapaian HOTS siswa.
5. Cui, Ying and Pedro S Martin. (2021). What Drives Social returns To Education?A
Meta-Analysis. IZA DP No.14332. p.1-39.
1. Abstrak Pendidikan dapat menghasilkan eksternalitas penting yang
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan konvergensi. Dalam
makalah ini, mempelajari eksternalitas tersebut dan pendorongnya
dengan melakukan meta-analisis pertama dari pengembalian sosial ke
literatur pendidikan. Kami menganalisis lebih dari 1.000 perkiraan dari
32 artikel jurnal yang diterbitkan sejak tahun 1993, meliputi 15 negara
yang berbeda tingkat perkembangan. Hasil kami menunjukkan bahwa:
1) ada bias publikasi (tetapi bukan kutipan bias) dalam literatur; 2)
limpahan melambat dengan pembangunan ekonomi; 3) tersier
penyebaran sekolah dan sekolah meningkatkan limpahan; dan 4)
limpahan lebih kecil di bawah efek tetap dan estimator IV tetapi lebih
besar bila diukur pada tingkat perusahaan.
2. Latar Belakang Efek sosial dari pendidikan mungkin jauh melampaui individu
yang berinvestasi modal manusia mereka sendiri secara langsung.
Pendidikan seseorang atau sekolah, dapat mempengaruhi hasil yang
berbeda antar seseorang di tempat kerja, tetangga, dan bahkan mungkin
orang lain di wilayah, industri, atau bahkan di negara yang sama
(Marshall 1890). Sejauh pendidikan membentuk pemikiran, tindakan,
dan hasil - seperti yang ditunjukkan dengan jelas oleh banyak literatur
tentang pengembalian pendidikan swasta -, satu pembelajaran di
sekolah juga dapat mempengaruhi variabel ekonomi dan non ekonomi
yang berbeda antar individu lainnya. Contoh ekonomi spesifik
termasuk produktivitas dan pendapatan yang lebih tinggi. Hasil non-
ekonomi mungkin termasuk partisipasi politik yang lebih terinformasi,
peningkatan pendapatan pajak, persyaratan yang lebih rendah dari
pengeluaran publik, kejahatan yang lebih rendah, dan penyebaran
penyakit yang lebih lambat (mungkin juga selama pandemi), semuanya
yang sekali lagi juga dapat menghasilkan produktivitas dan pendapatan
yang lebih tinggi.
Mengingat signifikansi dan luasnya, limpahan dari sekolah
seperti itu dapat mendorong pembangunan dan konvergensi ekonomi.
Yang terakhir akan berlaku jika limpahan pendidikan lebih tinggi saat
perkembangan ekonominya lebih rendah. Memang, contoh-contoh di
atas mungkin menunjukkan bahwa pengembalian sosial marjinal ke
pendidikan lebih tinggi pada tingkat perkembangan ekonomi yang lebih
rendah. Misalnya, jika kejahatan atau penyebaran penyakit cenderung
lebih tinggi pada tingkat perkembangan ekonomi yang lebih rendah dan
jika pendidikan cenderung berkurang kejahatan atau penyebaran
penyakit, maka efek sosial pendidikan mungkin lebih besar bila negara-
negara demikian pada tahap awal perkembangan mereka. Banyak dari
efek sosial ini akan diterjemahkan ke dalam dimensi uang, termasuk
produktivitas dan upah.
Selain itu, limpahan pendidikan dapat mengikuti dari
pengembalian eksternal non-uang (teknologi limpahan atau difusi
pengetahuan) atau, sebagai alternatif, pengembalian eksternal berupa
uang (interaksi pasar dan harga) (Moretti 2004, Cardoso et al. 2018).
Dalam kasus terakhir, lebih banyak sekolah pada umumnya tenaga
kerja dapat memberi insentif kepada perusahaan untuk berinvestasi
dalam modal fisik dan organisasi mereka yang mungkin menghasilkan
bahkan yang kurang sekolah pun lebih produktif. Namun, perhatikan
bahwa sekolah secara teoritis juga bisa efek eksternal negatif, yaitu
dalam konteks model pensinyalan. Secara keseluruhan, potensi
limpahan atau eksternalitas sekolah yang cukup besar - dan inefisiensi
mendasar dari pendidikan yang disediakan secara eksklusif oleh pasar
- karena itu telah memotivasi investasi publik yang besar dalam
pendidikan. Contohnya, menurut Bank Dunia, lebih dari 15% dari total
pengeluaran pemerintah dikhususkan untuk pendidikan, sesuai dengan
rata-rata 4% dari PDB.
Dalam makalah ini, lebih memahami pengembalian sosial
terhadap pendidikan dan penggeraknya, termasuk peranan
pembangunan ekonomi. Kontribusi penelitian ini adalah melakukan
apa yang kami yakini sebagai analisis meta pertama dari literatur
ekonomi mikro yang memperkirakan efek eksternal pendidikan ini.
Menurut ulasan kami, yang kami uraikan lebih rinci di bawah ini, ada
32 artikel jurnal dalam literatur itu meneliti besarnya berbagai jenis
limpahan pendidikan. Studi ini mencakup 15 negara (dan empat benua),
lima di antaranya menangani kasus ekonomi baru atau berkembang
(Cina, Indonesia, Kenya, Afrika Selatan, dan Tunisia), mewakili total
33,1% populasi dunia.
Untuk dapat membandingkan studi dengan lebih baik, kami
fokus pada studi yang memperkirakan hasil keuangan pada tingkat
ekonomi mikro. Kami kemudian menganalisis sejauh mana literatur
publikasi dan bias kutipan. Yang pertama menyangkut publikasi hasil
tertentu yang lebih mungkin, yaitu itu dengan efek positif. Jenis bias
kedua, yang kami pinjam dari literatur medis, menyangkut sejauh mana
hasil tertentu, yaitu efek positif, lebih mungkin dikutip oleh orang lain
dokumen. Selain itu, kami juga mempelajari peran sejumlah variabel
kontekstual dan metodologis.
Kami menemukan beberapa bukti bias publikasi (tetapi bukan
bias kutipan). Hasil kami juga mendukung dari hipotesis di atas, yaitu
bahwa limpahan melambat seiring dengan perkembangan ekonomi.
Apalagi kita juga menemukan bahwa sekolah tersier dan penyebaran
sekolah meningkatkan limpahan; spillover lebih kecil di bawah efek
tetap dan estimator IV tetapi lebih besar bila diukur pada tingkat
perusahaan. Hasil ini dapat membantu dalam memungkinkan peneliti
untuk lebih membandingkan temuan mereka dengan studi lain yang
mengadopsi pendekatan metodologis yang berbeda.
Terakhir, data kami dijelaskan di bagian 2. desain dan hasil
penelitian disajikan dalam bagian 3. Ini termasuk analisis publikasi dan
bias kutipan sebagai analisis pendorong pengembalian sosial dan
eksternal secara berlipat ganda dimensi dari setiap studi. Bagian
terakhir menyimpulkan.
3. Metode Untuk menyelidiki pendorong pengembalian sosial, kami
Penelitian melakukan meta-analisis dengan memperkirakan hal persamaan
berikut:
dimana βˆij adalah perkiraan ith dari studi jth dan Xjk adalah variabel
meta-independen itu mengikuti dari desain penelitian seperti yang
dijelaskan di atas.
Namun, perhatikan bahwa dalam analisis kami, estimasi efek
tidak selalu dapat dibandingkan secara langsung karena mereka
beragam sepanjang dimensi yang berbeda. Misalnya, kami
mempertimbangkan dalam penelitian ini baik sosial kembali ke
pendidikan dan efek eksternal dari pendidikan, tergantung pada
pendekatan yang diadopsi di masing-masing kertas. Beberapa perkiraan
menyangkut tahun sekolah sementara yang lain bagian dari lulusan
universitas. Variabel dependen meliputi produktivitas, upah dan sewa.
Untuk menganalisis semua perkiraan dari beberapa studi bersama-
sama, kami mengubah perkiraan efek menjadi koefisien korelasi parsial
(PCC). PCCs, yang mengukur asosiasi variabel dependen dan variabel
independen, adalah banyak digunakan dalam meta-analisis ekonomi
untuk membakukan ukuran efek.
4. Hasil penelitian Akhirnya, kami menemukan hasil yang berpotensi mengejutkan bahwa
limpahan produktivitas cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
upah. Agaknya limpahan pertama-tama akan muncul dalam
produktivitas dan kemudian menjadi bagian darinya akan diperoleh
pekerja dalam bentuk upah yang lebih tinggi. Sementara kami
meninggalkan penjelasan yang lebih pasti untuk hasil ini untuk
penelitian selanjutnya, kami berspekulasi bahwa setidaknya sebagian
dari jawaban mungkin melibatkan pengukuran kesalahan dalam
produktivitas. Kesalahan pengukuran cenderung lebih signifikan dalam
produktivitas daripada upah, mengingat bahwa upah dapat diamati
secara langsung sedangkan produktivitas perlu diperkirakan,
menggunakan kisaran variabel yang tidak selalu ada dalam kumpulan
data yang tersedia. Kami juga mereplikasi analisis di atas secara
terpisah untuk perkiraan berdasarkan limpahan dan keuntungan sosial.