Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang: "Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang"
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang: "Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang"
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Takdir merupakan salah satu rukun iman yang wajib kita yakini. Tidak
sekedar yakin, tetapi juga memahami takdir dengan benar sehingga keimanan kita
mencapai kesempurnaan. Namun kebanyakan orang salah mengartikan makna
takdir. Mereka menganggap bahwa apa yang terjadi sudah ditakdir kan oleh Allah
Swt. dan mereka hanya bisa pasrah tanpa adanya usaha ataupun ikhtiar. Dan ada
juga yang mengartikan bahwa setiap manusia itu diberi kebebasan untuk memilih
jalan hidupnya karena mereka menganggap karena setiap manusia akan
bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat dimasa hidupnya. Namun dari
kedua pernyataan tersebut ini merupakan kesalahan dalam mengartikan takdir.
Kita sebagai manusia harus meyakini akan ada nya takdir yang meliputi semua
mahluk bukan hanya sekedar manusia saja. Tetapi tdak mengahalangi mereka
untuk berusaha semaksimal mungkin, meskipun tidak sejalan dengan apa yng kita
harapkan, maka janganlah sekali-kali kita melampiaskan kepada Allah Swt.
kemungkinan Allah Swt. sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik untukmu,
jadi bersabarlah dan berikhtiarlah.
Takdir berasal dari akar kata Qodara yang berarti memberi kadar,
mengukur atau ukuran. Yang mana Allah Swt. telah menetapkan takdir, ukuran
atau batas tertentu pada diri, sifat dan ketentuan² mahluk-Nya. Semua mahluk
Allah Swt. telah ditetapkan takdirnya, dan Allah Swt. menunjukan arah yang
mereka tuju. Sebagaimana dalam firman Allah Swt :
وا لَّ ِذيْ قَ َّد َر فَهَ ٰد. ى َ َالَّ ِذيْ َخل. ِّح ا ْس َم َرب َِّك ااْل َ ْعلَى
َ ق فَ َس ٰ ّو ِ َسب
“Sucikanlah nama tuhanmu yang mahatinggi, yang menciptakan, lalu
menyempurnakan (penciptaa-Nya), yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk”. (QS AI-A`La: 1-3)
Takdir diantaranya ada takdir baik dan juga takdir buruk. Oleh karena nya
manusia harus senantiasa menyiapkan diri dan mental untuk menyambut takdir
tersebut. Bukan hanya suatu ketetapan yang baik saja yang diberikan kepada
manusia, namun juga manusia harus mampu mempersiapkan ketika dalam
keadaan buruk. Manusia akan lebih mudah jika dirinya diberi keadaan takdir yang
baik seperti mendapatkan rizki yang melimpah dan sebagainya. Namun manusia
akan susah menerima takdir baginya dalam keadaan buruk seperti musibah, ujian,
dan cobaan. Karenanya sering sekali manusia merasa frustasi dan berprasangka
buruk kepada takdir yang telah Allah Swt. berikan kepadanya.
Metode yang digunakan dalam penelitian karya tulis ilmiah yang berjudul
“Makna Takdir Dalam QS. Al-A’la Ayat 1-3” adalah Library Research. Library
Research (Penelitian Pustaka) merupakan Penelitian yang objeknya di cari dengan
berbagai informasi seperti buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, dan dokumen.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Makna
Terdapat tiga hal untuk menjelaskan istilah makna, (1) kata yaitu
elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan
merupakan realisasi kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan
dalam berbahasa, (2) kalimat adalah gabungan dua kata ataupun lebih, baik
itu dalam bentuk lisan maupun tulisan yang disusun sesuai pola tertentu
sehingga memiliki arti, dan (3) apa yang dibutuhkan oleh pembicara untuk
berkomunikasi (Pateda, 2001:79).
2.1.2 Jenis-jenis Makna
A. Makna denotatif
B. Makna konotatif
2.2 Takdir
Menurut Ibn Faris, makna kata qadar adalah akhir ataupun puncak
segala sesuatu. Secara istilah, qadar berarti ketentuan Allah yang berlaku
bagi semua mahluk sesuai dengan ilmu Allah. Ibn Hajar Asqalani
mengartikan qadha sebagai ketentuan yang bersifat menyeluruh dan umum
sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dari perincian
ketentuan-ketentuan tersebut. Hal ini berkebalikan dengan pendapat
Syaikh Ahmad Izzudin Al-Bayayuni yang menyatakan bahwa qadha
adalah pelaksanaan terhadap qadar yang telah ditentukan oleh Allah (Agus
Susanto, 2014:16).
Muhammad Ibn Ibrahim Al-Hamd menjelaskan, “Qadha dan qadar
adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang
lainnya karena salah satunya berkedudukan sebagai fondasi, yaitu
qadar,dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunan, yaitu qadha.
Barang siapa bermaksud memisahkan keduanya, dia merobohkan
bangunan tersebut (Agus Susanto, 2014:16-17).
ۗ ب اَل يَ ْعلَ ُمهَ ۤا اِاَّل هُ َو ۗ َويَ ْعلَ ُم َما فِى ْالبَرِّ َوا ْلبَحْ ِر
ِ َو ِع ْن َد ٗه َمفَا تِ ُح ْال َغ ْي
ب ْ ت ااْل َ رْ ض َواَل َر
ٍ ط ِ َٰو َما تَ ْسقُطُ ِم ْن َّو َرقَ ٍة اِاَّل يَ ْعلَ ُمهَا َواَل َحبَّ ٍة فِ ْي ظُلُم
ِ
س اِاَّل فِ ْي
ٍ َِّواَل يَا ب
ٍ ِك ٰت
ب ُّمبِي ٍْن
“Dan pada disisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang
mengetahui kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan
dan di lautan. Serta tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia
mengetahuinya. Demikian pula Tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan
bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam
Kitab yang nyata (Lauh al-Mahfuzh).” (QS. Al-An’am [6]: 59)
ٍ ض اِاَّل فِ ْي ِك ٰت
ب ُّمبِ ْي ٍن ِ َْو َما ِم ْن َغٓاِئبَ ٍة فِى ال َّس َمٓا ِء َوا اْل َ ر
“Tiada sesuatu pun yang ghaib di langit maupun di bumi, melainkan terdapat
dalam Kitab yang nyata (Lauh al-Mahfuz).” (QS. An-Naml [27]: 75)
َ اِنَّا نَحْ ُن نُحْ ِي ْال َم ْو ٰتى َونَ ْكتُبُ َما قَ َّد ُم ْوا َو ٰا ثَا َرهُ ْم
ۗ و ُك َّل َش ْي ٍء
صي ْٰنهُ فِ ۤ ْي اِ َما ٍم ُّمبِي ٍْن
َ ْاَح
“Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati, dan kami menuliskan apa
yang telah mereka kerjakan, serta bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan
segala sesuatu kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh al-
Mahfuz),” (QS. Ya-Sin [36]: 12)
ح َّمحْ فُ ْو ٍظ ٰ
ٍ فِ ْي لَ ْو. بَلْ هُ َو قُرْ ا ٌن َّم ِج ْي ٌد
”Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang
tersimpan di Lauh al-Mahfuz,” (QS. Al-Buruj [85]: 21-22)
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS Al-Hadid
[57]: 22)
Dalam hadis lain disebutkan: "Allah telah menulis segala takdir makhluk
makhluk-Nya 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Dan
'Arsy-Nya berada di atas air" (HR Muslim) (Agus Susanto, 2014:15-16).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Takdir
1. ( ِر ْزقِ ِهRezekinya)
3. ( َو َع َملِ ِهAmalnya)
1. Takdir Mubram, yaitu yang tidak dapat dibantah dan di tawar-tawar oleh
manusia. Takdir mubram sifatnya paten (sudah baku) sehingga manusia
tinggal menunggu dan menjalankan saat takdir itu datang. Contoh:
kematian, dan ciptaan-ciptaan Allah Swt. lainnya seperti ada manusia
yang dilahirkan dengan kulit sawo matang sedangkan ibu dan bapaknya
kulit putih, berhidung pesek, bermata sipit, dan lain sebagainya. Semua
itu tidak dapat dibantah dan ditawar-tawar oleh manusia.
وا لَّ ِذيْ قَ َّد َر فَهَ ٰدى. ى َ َالَّ ِذيْ َخل. ِّح ا ْس َم َرب َِّك ااْل َ ْعلَى
َ ق فَ َس ٰ ّو ِ َسب
“Sucikanlah nama tuhanmu yang mahatinggi, yang menciptakan, lalu
menyempurnakan (penciptaa-Nya), yang menentukan kadar (masing-
masing) dan memberi petunjuk”. (QS AI-A`La: 1-3)
3. Tafsir Al-Mishbah
Kata (ِّح
ِ )ســب
َ sabbih adalah bentuk perintah dari kata ()ســبّح
sabbaha yang terambil dari kata ( )سبّحsabaha