RPPLHD Kota Cimahi ini mengacu pada salah satu arah kebijakan pembangunan
jangka panjang untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan dan meningkatkan kualitas derajat kehidupan masyarakat yang
berkeadilan. Pencapaian keberhasilan pembangunan tersebut akan sangat
bergantung pada potensi, ketersediaan dan keterbatasan sumber daya alam
yang terdapat pada wilayah Kota Cimahi, selain kualitas sumber daya manusia
dan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien dan profesional. Letak ge-
ografis dan karakteristik bentang alam Kota Cimahi selain berperan sebagai salah
satu aset pembangunan yang menyimpan berbagai potensi dan ketersediaan
sumber daya alam untuk pembangunan, juga sekaligus berperan sebagai pem-
batas pembangunan, khususnya wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik eko-
region yang rentan dan/atau rawan bencana.
Analisis data dilakukan dengan mengacu pada bentang alam Kota Cimahi yang
terbagi atas dataran vulkanik, perbukitan struktural, dan perbukitan vulkanik di
dalam kategori ekoregion Pegunungan Vulkanik Gunung Halimun-Salak-Sawal, yang
masing-masing memiliki karakteristik jasa ekosistem yang berbeda serta sumber
daya alam yang khas.
- Dataran vulkanik hampir mencakup seluruh kecamatan di Kota Cimahi yaitu
Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi
Selatan dengan kelerengan yang rendah (landai). Dataran vulkanik Cimahi
memiliki jasa ekosistem dominan yang meliputi Budaya dan Tempat Tinggal,
Produksi Primer, Penyerbukan Alami, Estetika dan Ekoturisme.
Potensi Sumberdaya Alam di Kota Cimahi meliputi luas lahan sawah sebesar
134,42 ha dengan produksi padi di tahun 2015 mencapai 7.135 Kw beras
(penurunan 74% dibanding tahun 2014 akibat 50% penurunan luas panen), lahan
hortikultura dengan produksi utama sawi, tomat, pisang dan rambutan, produksi
peternakan utama berupa ayam buras, ayam ras pedaging, sapi perah, domba
dan itik, serta produksi perikanan budidaya (kolam) dengan produksi mencapai
302,20 ton pada tahun 2014.
Potensi air Kota Cimahi diperkirakan mencapai 33,10 juta m 3 dalam bentuk air
permukaan dan 13,612 juta m3 air tanah, atau sekitar 0,07 % dari potensi air di
Jawa Barat. Dalam kaitannya dengan potensi keanekaragaman hayati, di Kota
Cimahi tercatat jenis-jenis burung yang memiliki status dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999. Sebagian besar jenis-jenis tersebut
memiliki peran penting di dalam pengendalian populasi hama dan penyerbukan
alami. Keanekaragaman hayati ini dapat dipertahankan melalui ruang-ruang ter-
buka hijau dan hutan kota yang dikelola di kota Cimahi, serta melalui keberadaan
masyarakat adat yang tinggal di Kampung Cireundeu (secara administratif ter-
letak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan).
Selain potensi yang dimilikinya, kota Cimahi juga menghadapi beberapa tantangan
lingkungan dan tren pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan isu-isu global.
Secara spesifik, isu (1) Perubahan Iklim, (2) Ketersediaan dan Kualitas Air Bersih, (3)
Degradasi Ekosistem, (4) Demografi, dan (5) Pertumbuhan Ekonomi dikategorikan
sebagai ancaman bagi lingkungan hidup Kota Cimahi. Sementara itu, tren (1) Inovasi
dan Teknologi, (2) Pertumbuhan Ekonomi, (3) Kota dan Komunitas yang
berkelanjutan, (4) Prioritas Kebijakan dan tata kelola, dan (5) Kerjasama antar
Lembaga menunjukkan pengaruhnya sebagai peluang bagi solusi atas permasalahan
lingkungan hidup Kota Cimahi.
Atas dasar poin-poin di atas, dirumuskan tantangan utama dan isu strategis di Kota
Cimahi sebagai berikut:
1. Tekanan pertumbuhan penduduk di kota Cimahi terutama terkonsentrasi di
wilayah Cimahi Tengah di dalam kawasan Ekoregion Dataran Vulkanik.
Berdasarkan karakteristik ekoregion ini, jasa ekosistem yang dapat diberikan
adalah penyediaan air bersih, tanah vulkanik yang subur dan ruang hidup.
Ekoregion ini mengalami tekanan dalam bentuk masalah lalu lintas,
pencemaran limbah rumah tangga, termasuk timbulan sampah, dan limbah
industri, yang pada akhirnya mengganggu kualitas air tanah, air sumur dan
sungai. Aktivitas perkotaan juga meningkatkan polusi udara (khususnya CO,
NOx dan PM10) dan polusi kebisingan, emisi gas rumah kaca dan sanitasi yang
tidak memadai yang berujung ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
Tantangan utama dan isu strategis terkait pengelolaan persampahan di Kota
Cimahi adalah pengurangan volume sampah yang diangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) dan pengadaan lokasi untuk TPAS.
2. Aktivitas pertanian dan perluasan kawasan permukiman berpotensi
memberikan tekanan pada kawasan Ekoregion Perbukitan Vulkanik di wilayah
Cimahi Utara. Karena keterkaitannya dengan kawasan pegunungan vulkanik di
sisi utara Kabupaten Bandung Barat, kawasan ekoregion ini berperan di dalam
penyediaan tata air, pengaturan iklim, dan pencegahan longsor. Tekanan yang
ada muncul dalam bentuk berkurangnya dan terfragmentasinya habitat dan
ruang terbuka hijau, peningkatan potensi longsor pemanfaatan air berlebih dan
pencemaran tanah dari aktivitas pertanian hortikultura dan permukiman.
Atas dasar dua rumusan tantangan tersebut, isu strategis di kota Cimahi
mengerucut pada dua strategi pengelolaan, yaitu: (1) penurunan pencemaran air,
polusi udara dan timbulan sampah, serta (2) penyediaan ruang-ruang terbuka hi-
jau baru dan terhubung satu sama lain sebagai koridor hijau, pengatur tata air
dan iklim mikro di kota Cimahi.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dan sasaran RPPLH diarahkan untuk: (1)
Menyeimbangkan laju pembangunan dengan kemampuan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, (2) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
melindungi fungsi keberlanjutan lingkungan hidup, (3) Memperkuat tata kelola dan
kelembagaan pemerintah dan masyarakat untuk pengendalian, pemantauan serta
pendayagunaan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, dan (4)
Meningkatkan ketangguhan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dan
dampak perubahan iklim.
Kata kunci: polusi, tata air, sampah, ruang terbuka hijau, kota tangguh dan berke-
lanjutan
Prakata
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
RPPLH disusun untuk menjadi dasar dan dimuat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan Menengah (RPJMP/RPJMD); serta menjadi arahan pemanfaatan
sumber daya alam yang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup. Sesuai dengan muatan Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB), analisis di dalam dokumen RPPLHD ini mengedepankan keterkaitan isu-isu
lokal di wilayah ekoregion di Kota Cimahi dengan tren-tren dan tantangan lingkun-
gan hidup global.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dokumen ini, se-
hingga segala saran dan masukan dengan senang hati akan kami terima untuk per-
baikan di waktu mendatang.
Terima kasih.
Bandung, 2017
Tim Penyusun
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif........................................................................................................i
Prakata..........................................................................................................................v
Daftar Isi.......................................................................................................................vi
Daftar Gambar...............................................................................................................x
Daftar Tabel................................................................................................................xiv
Bab 1 Pendahuluan...................................................................................................19
1.1 Latar Belakang..........................................................................................19
1.1.1 Arah Pembangunan di Kota Cimahi...............................................19
1.1.2 Gambaran Umum Karakteristik Bentang Alam dan Ekoregion di
Kota Cimahi....................................................................................20
1.2 Tujuan Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi...............................................21
1.3 Sasaran Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi..............................................21
1.4 Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pelaksanaan RPPLHD Kota Cimahi....22
1.4.1 Ruang Lingkup Kegiatan Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi..........22
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah dan Muatan RPPLHD Kota Cimahi...........22
1.5 Pengertian RPPLH dan Landasan Hukum RPPLH.....................................24
1.5.1 Pengertian RPPLH...........................................................................24
1.5.2 Landasan Hukum RPPLH.................................................................25
1.5.3 Peraturan Perundangan lain yang terkait......................................26
1.6 Metodologi Penyusunan RPPLH...............................................................26
1.7 Sistematika Dokumen..............................................................................28
Bab 2 Karakteristik Ekoregion & Daya Dukung Lingkungan Hidup Kota Cimahi.......30
2.1 Deskripsi Ekoregion di Kota Cimahi.........................................................30
2.1.1 Gambaran Umum Ekoregion di Kota Cimahi.................................30
2.1.2 Jenis-jenis Ekoregion di Kota Cimahi..............................................32
2.1.3 Jasa Ekosistem Maksimum.............................................................40
2.2 Deskripsi Pola Ruang di Kota Cimahi........................................................43
2.2.1 Kawasan Lindung............................................................................43
2.2.2 Kawasan Budidaya..........................................................................43
2.3 Potensi, Sebaran dan Pemanfaatan SDA Prioritas di Ekoregion Kota
Cimahi......................................................................................................44
2.3.1 Sumber Daya Pertanian..................................................................44
2.3.2 Sumber Daya Perikanan.................................................................47
2.3.3 Sumber Daya Air.............................................................................48
2.3.4 Potensi Keanekaragaman Hayati....................................................50
2.3.5 Potensi Ruang Hijau Perkotaan......................................................53
2.3.6 Persebaran Industri di Kota Cimahi................................................57
2.4 Masyarakat adat di Kota Cimahi..............................................................58
2.5 Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung di Wilayah Ekoregion Kota
Cimahi......................................................................................................59
2.5.1 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Bahan Pangan 61
2.5.2 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Air Bersih........65
2.5.3 Analisis Kualitas Air Sungai.............................................................72
2.5.4 Analisis Kualitas Air Sumur...........................................................110
2.5.5 Analisis Daya Tampung Sampah...................................................114
2.5.6 Analisis Emisi udara......................................................................121
2.5.7 Analisis Polusi Kebisingan.............................................................130
2.5.8 Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)..........................................131
2.5.9 Analisis Pencemaran Tanah..........................................................135
2.5.10 Kerentanan terhadap Bencana yang terkait dengan Perubahan
Iklim..............................................................................................140
Bab 3 Tekanan terhadap Wilayah Ekoregion di Kota Cimahi.................................144
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Daya
Dukung Pangan dan Air..........................................................................144
3.2 Interaksi Antar Pemanfaatan Lahan di Ekoregion Kota Cimahi.............150
3.2.1 Indikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan RTRW dan
Tutupan Lahan..............................................................................150
3.2.2 Opsi-Opsi Resolusi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan
RTRW dan Tutupan Lahan............................................................152
Bab 4 Interaksi antar Wilayah Administrasi............................................................153
4.1 Ketergantungan antar Wilayah..............................................................153
4.2 Kerjasama antar Wilayah.......................................................................157
Bab 5 Tantangan Utama dan Isu Strategis Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup..........................................................................................162
5.1 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Kota Cimahi..............................164
5.1.1 Tantangan Utama terhadap Ekoregion di Kota Cimahi................164
5.1.2 Isu Strategis di Kota Cimahi..........................................................165
5.2 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Setiap Ekoregion di Wilayah Kota
Cimahi....................................................................................................165
5.2.1 Dataran Vulkanik..........................................................................165
5.2.2 Perbukitan Vulkanik.....................................................................168
5.2.3 Perbukitan Struktural...................................................................170
Bab 6 Arahan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota
Cimahi...........................................................................................................173
6.1 Tujuan dan Sasaran Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kota Cimahi.................................................................................173
6.2 Strategi dan Skenario Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kota Cimahi..............................................................174
6.3 Arahan Program Prioritas RPPLH berdasarkan Strategi Umum............175
6.3.1 Arahan Rencana Pemanfaatan dan Pencadangan Sumber Daya
Alam..............................................................................................175
6.3.2 Arahan Rencana Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas
dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup..............................................176
6.3.3 Arahan Rencana Pengendalian, Pemantauan, serta
Pendayagunaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup....................177
6.3.4 Arahan Rencana Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim............179
6.4 Arahan Program Prioritas RPPLH berdasarkan Strategi Implementasi. 185
6.4.1 Arahan Program Prioritas per Ekoregion.....................................185
6.4.2 Arahan Kriteria Zonasi..................................................................186
6.4.3 Arahan Program Prioritas berdasarkan Skenario.........................187
Bab 7 Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan..........................................................196
7.1 Tujuan Pemantauan dan Evaluasi..........................................................196
7.2 Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi..................................................197
7.2.1 Kerangka Logis Pemantauan dan Evaluasi...................................197
7.2.2 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi....................................198
7.2.3 Kerangka Waktu...........................................................................199
7.3 Indikator Evaluasi...................................................................................199
7.3.1 Indikator Kinerja Keberhasilan Penyelenggaraan RPPLHD Kota
Cimahi...........................................................................................199
7.3.2 Indikator Penyelenggaraan RPPLHD Berdasarkan 5-K (Konsistensi,
Koordinasi, Konsultasi, Kapasitas, Keberlanjutan).......................199
7.4 Pelaksana dan Pembagian Peran...........................................................202
7.5 Pelaporan Pelaksanaan Implementasi RPPLHD.....................................234
Bab 8 Penutup.........................................................................................................235
Daftar Pustaka...........................................................................................................236
Lampiran A: Metode Analisis Spasial Penyusunan RPPLH.............................................I
A.1 Penyusunan Peta Indeks Jasa Ekosistem per Ekoregion Kota Cimahi.........I
A.2 Penyusunan Peta Ambang Batas dan Status DDLH Pangan dan Air kota
Cimahi.......................................................................................................IV
A.2.1 Penyusunan peta ketersediaan bahan pangan dan air bersih.........V
A.2.2 Penyusunan peta kebutuhan bahan pangan dan air bersih...........VI
A.2.3 Penentuan status daya dukung lingkungan hidup Kabupaten/Kota
berdasarkan jasa ekosistem pangan dan air.................................VIII
A.2.4 Penyusunan peta ambang batas dan daya tampung sampah........IX
A.2.5 Penyusunan peta sebaran emisi untuk kualitas udara..................XII
A.2.6 Penyusunan peta ambang batas beban pencemar di Kota CimahiXII
A.3 Penyusunan Peta Aliran Energi Sumber Daya..........................................XV
A.4 Penyusunan Peta Tekanan terhadap Lingkungan Kota Cimahi................XV
Lampiran B: Perhitungan IJE dan Jasa Ekosistem Dominan.....................................XVII
Lampiran C: Kandungan Kalori Setiap Jenis Bahan Pangan per 100 gr...................XVIII
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Posisi RPPLH dalam Sistem Perencanaan Nasional................................
Gambar 2.3 Proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion di Kota Cimahi.........
Gambar 2.6 Peta IJE Pendukung Keanekaragaman Hayati di Kota Cimahi dan
sekitarnya...............................................................................................
Gambar 2.7 Peta Shape Index untuk IJE pendukung keanekaragaman hayati di
Kota Cimahi............................................................................................
Gambar 2.8 Persebaran RTH berdasarkan penutup lahan di Kota Cimahi (DLH
Kota Cimahi, 2012).................................................................................
Gambar 2.10 Indeks jasa ekosistem pengaturan tata air di Kota Cimahi..................
Gambar 2.11 Persebaran Industri di Ekoregion Kota Cimahi (RBI skala 1:5000,
BIG).........................................................................................................
Gambar 2.13 Persebaran penduduk di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”......................................................................................................
Gambar 2.14 Kebutuhan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015 dalam
sistem grid 5”×5”...................................................................................
Gambar 2.15 Ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015
dalam sistem grid 5”×5”........................................................................
Gambar 2.16 Peta selisih ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”....................................................
Gambar 2.17 Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”....................................................
Gambar 2.18 Peta status DDLH pangan terhadap ambang batas di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”....................................................
Gambar 2.19 Kebutuhan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”......................................................................................................
Gambar 2.20 Ketersediaan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem
grid 5”×5”...............................................................................................
Gambar 2.21 Peta selisih ketersediaan air bersih di Kota Cimahi Tahun 2015
dalam sistem grid 5”x5”.........................................................................
Gambar 2.22 Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”.................
Gambar 2.23 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air bersih di
Kota Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”................................
Gambar 2.24 Lokasi sampling titik pemantauan sungai di Kota Cimahi (DLH Kota
Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015)......................................
Gambar 2.25 Potensi beban pencemar total zat BOD Kota Cimahi dalam sistem
grid 5” x 5” tahun 2015..........................................................................
Gambar 2.26 Potensi beban pencemar total zat COD Kota Cimahi dalam sistem
grid 5” x 5” tahun 2015..........................................................................
Gambar 2.27 Potensi beban pencemar total zat TSS Kota Cimahi dalam sistem
grid 5” x 5” tahun 2015..........................................................................
Gambar 2.28 Beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai di Kota
Cimahi dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015.......................................
Gambar 2.29 Beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai di Kota
Cimahi dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015.......................................
Gambar 2.30 Beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai di Kota
Cimahi dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015.......................................
Gambar 2.31 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter
BOD........................................................................................................
Gambar 2.32 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter
COD........................................................................................................
Gambar 2.33 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter
BOD........................................................................................................
Gambar 2.34 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter
COD........................................................................................................
Gambar 2.35 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter
BOD........................................................................................................
Gambar 2.36 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter
COD........................................................................................................
Gambar 2.38 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
BOD........................................................................................................
Gambar 2.39 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
COD........................................................................................................
Gambar 2.40 Rata-rata jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di
lima sungai utama di Kota Cimahi (Sumber: DLH, 2015).....................105
Gambar 2.41 Rata-rata per tahun jumlah parameter yang tidak memenuhi baku
mutu di lima sungai utama di Kota Cimahi tahun 2010 – 2015
(Sumber: DLH, 2015)............................................................................105
Gambar 2.43 Parameter air sumur yang tidak memenuhi baku mutu....................110
Gambar 2.45 Peta Sebaran Timbulan Sampah di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam
Grid 5”x5”............................................................................................113
Gambar 2.46 Peta Potensi Kesesuaian Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kota
Cimahi tahun 2015...............................................................................115
Gambar 2.47 Rute jalur transportasi sampah dari TPS Kecamatan Cimahi Tengah
ke TPPAS Sarimukti..............................................................................117
Gambar 2.54 Batas ISPU dalam SI (Keputusan Bapedal No.107 tahun 1997).........122
Gambar 2.59 Konsentrasi TSP rata-rata di Kota Cimahi tahun 2009 – 2015
(Sumber: DLH, 2015)............................................................................127
Gambar 2.60 Peta Potensi Rawan Banjir di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi).........131
Gambar 2.61 Peta rawan longsor di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)....................132
Gambar 2.62 Peta Rawan Gempa di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)...................133
Gambar 2.63 Peta Rawan Kebakaran di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)..............134
Gambar 3.1 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2025 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”....................................................................................................135
Gambar 3.2 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2035 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”....................................................................................................136
Gambar 3.3 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2045 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”....................................................................................................137
Gambar 3.4 Proyeksi potensi beban pencemar total di Kota Cimahi (Hasil
Analisis, 2017)......................................................................................140
Gambar 4.1 Cluster Daerah Pemasok Bahan Pangan dan Pola Aliran Materi.........147
Gambar 4.2 Cluster Daerah Pemasok Air dan Pola Aliran Materi............................147
Tabel 2.3 Produksi padi dan palawija di Kota Cimahi tahun 2015.............................
Tabel 2.6 Luas areal pemeliharaan ikan di Kota Cimahi tahun 2015........................
Tabel 2.7 Potensi sumber daya air per ekoregion (juta m3/tahun)............................
Tabel 2.10 Jenis Floran dan fauna yang dilindungi di Kota Cimahi Tahun 2015........
Tabel 2.13. Penggunaan air tanah untuk industri di Kota Cimahi tahun 2015..........
Tabel 2.14 Analisis kebutuhan air minum dan rumah tangga tahun 2015 Kota
Cimahi....................................................................................................
Tabel 2.18 Potensi beban pencemar sumber domestik Kota Cimahi tahun 2015.....
Tabel 2.21 Potensi beban pencemar sumber non-titik Kota Cimahi tahun 2015......
Tabel 2.22 Potensi beban penceamr berdasarkan sektor di Kota Cimahi tahun
2015.......................................................................................................
Tabel 2.27 Beban pencemar sektor peternakan per kelurahan di Kota Cimahi........
Tabel 2.29 Beban pencemar sektor UMKM per kelurahan di Kota Cimahi...............
Tabel 2.30 Jumlah industri yang membuang air limbah ke sungai di Kota Cimahi....
Tabel 2.32 Nilai debit limpasan pada setiap segmen area tangkapan di subDAS
Kota Cimahi............................................................................................
Tabel 2.33 Jumlah beban pencemar parameter BOD, COD, dan TSS yang masuk
ke sungai di Kota Cimahi tahun 2015....................................................
Tabel 2.34 Persentase beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai di
setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...............................
Tabel 2.35 Persentase beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai di
setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...............................
Tabel 2.36 Persentase beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai di
setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...............................
Tabel 2.37 Kontribusi debit limpasan air hujan terhadap debit sungai di Kota
Cimahi tahun 2015.................................................................................
Tabel 2.38 Kontribusi debit limpasan domestik terhadap debit sungai di Kota
Cimahi tahun 2015.................................................................................
Tabel 2.39 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter BOD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...........................
Tabel 2.40 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter COD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...........................
Tabel 2.41 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter TSS
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...........................
Tabel 2.43 Parameter kualitas air Sungai Cimahi yang tidak memenuhi baku mutu
Tabel 2.44 Parameter kualitas air Sungai Cibabat yang tidak memenuhi baku
mutu.......................................................................................................
Tabel 2.45 Parameter kualitas air Sungai Cibaligo yang tidak memenuhi baku
mutu.....................................................................................................100
Tabel 2.46 Parameter kualitas air Sungai Cibereum yang tidak memenuhi baku
mutu.....................................................................................................101
Tabel 2.47 Parameter kualitas air Sungai Cisangkan yang tidak memenuhi baku
mutu.....................................................................................................102
Tabel 2.48 Jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di 5 sungai utama
Kota Cimahi (DLH, 2015)......................................................................104
Tabel 2.50 Jumlah rumah tangga dan fasilitas Sanitasi di Kota Cimahi tahun 2015 106
Tabel 2.51 Lokasi titik pemautauan kualitas air sumur di Kota Cimahi...................107
Tabel 2.53 Jumlah sampah per kapita per hari yang dihasilkan di Jawa Barat
tahun 2015...........................................................................................112
Tabel 2.54 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA..................114
Tabel 2.56 Timbulan Sampah dan Potensi Kesesuaian Lahan untuk TPA di Kota
Cimahi Tahun 2015..............................................................................115
Tabel 2.57 Timbulan sampah terangkut Kota Cimahi Ke TPPAS Sarimukti tahun
2006-2015............................................................................................118
Tabel 2.59 Parameter kualitas udara yang tidak memenuhi baku mutu di Kota
Cimahi..................................................................................................125
Tabel 2.61 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar
untuk industri dan rumah tangga di Kota Cimahi 2015.......................128
Tabel 2.62 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar
untuk transportasi di Kota Cimahi 2015..............................................129
Tabel 2.63 Persentase sumber emisi transportasi Kota Cimahi 2015......................129
Tabel 2.64 Emisi GRK dari sektor pertanian di Kota Cimahi tahun 2015.................130
Tabel 2.65 Emisi GRK metana dari pengelolaan sampah di Kota Cimahi 2016........131
Tabel 2.66 Emisi CH4 dan N2O dari sektor peternakan di Kota Cimahi 2015...........131
Tabel 2.67 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah,
1983)....................................................................................................132
Tabel 2.68 Kriteria Baku Kerusakan Tanah menurut PP 150 Tahun 2000................133
Tabel 3.1 Prosentase Status Daya Dukung Pangan di Kota Cimahi Tahun 2015 dan
2045.....................................................................................................144
Tabel 3.2 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung pangan di
Kota Cimahi tahun 2015 dan 2045......................................................144
Tabel 3.3 Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Bersih Tahun 2015 dengan
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Tahun 2045 di Kota Cimahi................145
Tabel 3.4 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung air di Kota
Cimahi tahun 2015...............................................................................146
Tabel 3.5 Kebutuhan luas lahan sebagai TPA untuk kenaikan timbulan sampah
dari 2015 ke 2045................................................................................147
Tabel 3.6 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015...147
Tabel 3.7 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015...149
Tabel 3.8 Rekapitulasi total luas tumpang tindih pemanfaataan lahan antara
kawasan RTRW dan tutupan lahan tahun 2015..................................149
Tabel 4.1 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi.......154
Tabel 4.2 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi.......155
Tabel 5.1 Matriks tantangan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan kondisi
lingkungan Kota Cimahi.......................................................................159
Tabel 6.1 Arahan Program Prioritas berdasarkan Strategi Umum RPPLHD Kota
Cimahi Tahun 2017-2047.....................................................................177
Tabel 7.2 Indikator dan Target Capaian RPLLHD Kota Cimahi 2017-2047...............198
Tabel 2.8.1 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA....................
Kegiatan penyusunan dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini hanya fokus untuk
proses penyusunan draft RPPLHD Kota Cimahi (butir 1 di atas), dengan tahapan
umum sebagai berikut (tahapan detil mengenai proses penyusunan dokumen ini
merujuk pada sub bab 1.3 metodologi):
1. Pengumpulan data dan literatur terkait.
2. Perumusan isu dan masalah lingkungan hidup, termasuk didalamnya inven-
tarisasi lingkungan hidup serta analisis data.
3. Penyusunan draft dokumen RPPLH.
4. Konsultasi dengan suluruh SKPD terkait.
Dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi disusun berdasarkan analisis data dan
informasi yang memperhatikan jangka waktu pelaksanaan RPPLHD selama 30
tahun, adapun ruang lingkup muatan RPPLHD Kota Cimahi:
Rencana pemanfaatan dan/atau pencadangan sumberdaya alam.
Rencana pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup.
Rencana pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian
sumber daya alam.
Rencana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
RPPLH disusun untuk menjadi dasar dan dimuat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan Menengah (RPJMP/RPJMD); serta menjadi arahan pemanfaatan
sumber daya alam yang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup. RPPLH disusun atas dasar:
Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tujuan pengendalian perubahan iklim.
Tujuan perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati.
Bab 1 Pendahuluan
Berisi deskripsi mengenai latar belakang yang memuat arah strategi pembangunan
Kota Cimahi berdasarkan RPJPD, RPJMD dan RTRW Kota Cimahi serta karakteristik
umum bentang alam di ekoregion Kota Cimahi. Dilanjutkan dengan tujuan, sasaran
serta ruang lingkup penyusunan draft dokumen RPPLHD Kota Cimahi. Deskripsi
mengenai pengertian, kedudukan dan landasan hukum RPPLH secara umum,
metodologi penyusunan RPPLHD Kota Cimahi serta sistematika dokumen RPPLHD
Kota Cimahi.
Bab 2 Karakteristik Ekoregion dan Daya Dukung Lingkungan Hidup Kota Cimahi
Bab ini berisi deskripsi ekoregion; deskripsi pola ruang; potensi, sebaran dan
pemanfaatan sumber daya alam prioritas di masing-masing ekoregion, masyarakat
adat; analisis timbulan sampah; indikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup di Kota Cimahi. Inti dari bab ini merupakan identifikasi potensi dan
permasalahan atau/dan isu lingkungan hidup di Kota Cimahi, termasuk di dalamnya
ambang batas dan status daya dukung lingkungan hidup.
Bab 5 Tantangan Utama & Isu Strategis Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Berdasarkan hasil identifikasi pada bab 2 dan hasil analisis pada bab 3 dan 4, maka
bab ini berisi analisis mengenai tantangan utama dan isu strategis perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di Kota Cimahi secara umum dan per ekoregion.
Bab 8 Penutup
Bab ini berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi dalam
pelaksanaan RPPLHD Kota Cimahi.
Bab 2 Karakteristik Ekoregion & Daya Dukung
Lingkungan Hidup Kota Cimahi
Penetapan ekoregion menjadi dasar dan memiliki peran yang sangat penting dalam
melihat keterkaitan, interaksi, interdependensi, dan dinamika pemanfaatan
berbagai sumber daya alam antar ekosistem dalam satu wilayah ekoregion. Suatu
ekoregion dapat terletak di dalam beberapa wilayah administrasi (Gambar 2 .3),
sehingga salah satu tujuan pendekatan ekoregion adalah untuk memperkuat dan
memastikan terjadinya koordinasi antar wilayah administrasi yang saling
bergantung dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mencakup
persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam maupun permasalahan
lingkungan hidup. Selain itu, tujuan lainnya dari penetapan ekoregion adalah agar
secara fungsional dapat menghasilkan perencanaan perlindungan-pengelolaan
lingkungan hidup, pemantauan, dan evaluasinya secara bersama antar daerah yang
saling bergantung, meskipun dalam kegiatan operasional pembangunan tetap
dijalankan masing-masing oleh dinas wilayah administrasi sesuai kewenangannya
masing-masing. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penetapan wilayah
ekoregion dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang
alam, daerah aliran sungai, iklim, flora, fauna, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan
masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Penentuan wilayah dan
pemetaan ekoregion dimaksudkan untuk dapat digunakan dalam berbagai tujuan,
yaitu1:
1
Sumber utama deskripsi ekoregion pada bagian ini adalah buku Deskripsi Peta
Ekoregion Pulau/Kepulauan (KLH, 2013) dan buku Deskripsi Peta Ekoregion Laut
Indonesia (KLH, 2013), kecuali terdapat sitasi tersendiri
a. Sebagai unit analisis dalam penetapan daya dukung dan daya tampung lingkun-
gan.
b. Sebagai dasar dalam memberikan arahan untuk penetapan rencana perlindun-
gan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) dan untuk perencanaan pem-
bangunan yang disesuaikan dengan karakter wilayah.
c. Memperkuat kerjasama dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
yang mengandung persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam
maupun persoalan lingkungan hidup.
d. Sebagai acuan untuk pengendalian dan pelestarian jasa ekosistem/lingkungan
yang mempertimbangkan keterkaitan antar ekosistem yang satu dengan ekosis-
tem yang lain dalam satu ekoregion, sehingga dapat dicapai produktivitas opti-
mal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Ekoregion ini umumnya beriklim tropika basah dengan suhu rata-rata 16-20 oC.
Curah hujan tahunan berkisar antara 3.000-4.500 mm. Ekoregion ini memiliki
sumber daya air permukaan dan air tanah yang melimpah sepanjang tahun,
sehingga pegunungan vulkanik berperan sebagai sumber cadangan air yang sangat
besar. Aliran sungai dengan pola radial atau semiradial mengalir sepanjang tahun.
Pada tekuk lereng bawah atau lereng kaki banyak dijumpai mata air artesis dan air
terjun. Jenis tanah yang dominan adalah andosol, latosol, dan litosol. Jenis tanah
andosol dan latosol tergolong subur.
Sebagian besar kawasan ekoregion ini masih berhutan lebat. Meskipun begitu,
karena kondisi tanah yang tergolong subur, sebagian kecil wilayah pada beberapa
daerah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Kondisi iklim yang sejuk dan tanah
yang subur menjadikan pemanfaatan lahan di ekoregion ini berupa pertanian yang
didominasi tanaman sayuran dan buah-buahan.
Sebagian besar ekosistem alami pada ekoregion pegunungan vulkanik Jawa Barat
adalah hutan hujan dataran rendah. Namun di Kota Cimahi sebagian besar
ekosistem berupa hutan pegunungan pada tempat tinggi. Ekosistem tersebut dapat
dikelompokkan berdasarkan ketinggian tempatnya, mulai dari yang paling rendah
hingga yang paling tinggi secara berurutan adalah hutan hujan dataran rendah
(kurang dari 1.000 m), hutan sub-pegunungan (1.000-1.500 m), hutan pegunungan
(1.500-2.400 m), dan hutan sub-alpin (lebih dari 2400 m).
Kondisi ekosistem hutan tersebut memiliki pola yang menarik seiring dengan
bertambahnya ketinggian. Dari segi struktur hutannya, secara umum tinggi
pepohonan yang menyusun hutan akan semakin pendek seiring dengan
bertambahnya ketinggian, sementara jumlah individu pohon atau kerapatan hutan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian. Ukuran diameter batang
pohon cenderung semakin kecil seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat.
Sementara itu, dari segi keanekaragaman jenis vegetasi, jumlah jenis/spesies
tumbuhan akan semakin sedikit seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat
dan seiring dengan bertambahnya ketinggian terjadi perubahan komposisi jenis
tumbuhan (van Steenis, 2006).
Jenis dan jumlah fauna yang dapat ditemukan di ekosistem hutan hujan dataran
rendah menuju hutan pegunungan juga semakin sedikit seiring dengan
bertambahnya ketinggian. Hal ini disebabkan oleh penurunan suhu yang terjadi
seiring dengan bertambahnya ketinggian sehingga kehadiran fauna ditentukan oleh
kemampuan adaptasi terhadap suhu. Fauna dari kelompok herpetofauna (amfibi,
reptil, dan ular) yang merupakan hewan berdarah dingin banyak ditemukan pada
hutan dataran rendah, namun jarang ditemukan pada lokasi yang tinggi karena
tidak dapat beradaptasi terhadap suhu dingin. Berbagai jenis serangga, burung, dan
mamalia dapat ditemukan pada ekosistem hutan pegunungan. Jenis mamalia
arboreal seperti lutung jawa dan owa jawa serta karnivora langka seperti macan
tutul (Panthera pardus melas) serta spesies babi hutan hanya dapat ditemukan
hingga hutan subpegunungan, namun beberapa jenis tikus dapat ditemukan hingga
hutan subalpin (Whitten, Soeriaatmadja, & Afiff, 1996).
Hutan sub-pegunungan terdapat pada ketinggian 1.000-1.500 m, memiliki kondisi
vegetasi pepohonan yang tinggi dan terdiri atas beberapa lapisan tajuk, banyak
dijumpai jenis anggrek, liana/tumbuhan perambat, dan paku-pakuan yang
menempel pada batang pepophonan. Zona hutan subpegunungan biasanya
didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan dari famili Fagaceae (Quercus,
Lithocarpus, Castanopsis) Lauraceae, serta jenis Puspa (Schima wallichii), Ki Hujan
(Engelhardia spicata), dan Rasemala (Altingia excelsa). Selain itu dapat ditemukan
pula spesies-spesies lainnya seperti berbagai jenis dari famili Myrtaceae (BPLHD
Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2008,
2008).
Formasi hutan yang terdapat pada zona paling tinggi adalah hutan sub-alpin (>
2.400 m). Hutan sub-alpin tersusun atas pepohonan dengan ukuran batang yang
kecil, pendek, dan ditutupi oleh lumut yang tebal, serta hanya terdiri dari satu
lapisan tajuk. Keanekaragaman jenis pada zona ini paling rendah dibandingkan dua
zona hutan di bawahnya. Jenis yang mendominasi hutan sub-alpin diantaranya
Cantigi (Vaccinium spp), Segel (Myrsine affinis), dan Jirak (Symplocos). Sedangkan
jenis tumbuhan lain yang dapat ditemukan di hutan sub-alpin hanya sedikit,
diantaranya Leptospermum flavescens, Myrica javanica, dan Eurya obovata.
Tumbuhan-tumbuhan tersebut biasanya teradaptasi untuk dapat bertahan hidup
dengan cekaman berupa gas sulfur yang berasal dari kawah. Selain itu pada zona
sub-alpin di beberapa gunung biasanya ditemukan padang rumput yang berasosiasi
tumbuhan perdu Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) yang terkenal sebagai bunga
abadi (BPLHD Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Tahun 2008, 2008).
Gambar 2.4 Ekoregion Kota Cimahi
Proses perkembangan tanah pada ekoregion dataran vulkanik sangat intensif yang
dapat membentuk jenis tanah grumusol berwarna kehitaman dan tanah alluvial
yang berwarna lebih muda. Kedua jenis tanah tersebut merupakan tanah yang
subur dengan kandungan hara tinggi, solum tebal, dengan tekstur pasir bergeluh
hingga geluh berpasir, struktur remah hingga pejal, dan mampu meresapkan air
hujan sebgai input air tanah dengan baik. Tanah alluvial dan grumusol potensial
untuk pengembangan lahan pertanian tanaman semusim dengan irigasi intensif.
Ekosistem alami pada dataran vulkanik adalah ekosistem hutan hujan dataran
rendah. Ekosistem hutan hujan dataran rendah terdapat pada ketinggian kurang
dari 1.000 m di atas permukaan laut. Hutan dataran rendah merupakan ekosistem
yang paling kaya akan keanekaragaman hayati. Berdasarkan dokumen Dokumen
Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Provinsi Jawa Barat (BPLHD Jawa Barat,
Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2008, 2008), pada
saat ini ekosistem hutan hujan dataran rendah hanya tersisa sedikit dan
terfragmentasi dengan masing-masing luasan kecil.
Ekosistem ini tersusun oleh berbagai macam vegetasi khas dataran rendah dengan
keanekaragaman jenis yang sangat tinggi dibandingkan dengan hutan pegunungan.
Hutan dataran rendah memiliki karakteristik kerapatan vegetasi 2 yang rendah
dengan pepohonan yang menjulang tinggi dengan diameter batang yang besar,
didominasi oleh pepohonan dengan akar papan/banir, dan terdiri dari beberapa
lapisan tajuk vegetasi (van Steenis, 2006). Tumbuhan cauliflora (tumbuhan yang
berbunga pada batang) terdapat banyak pada ekosistem ini seperti jenis-jenis dari
famili Moraceae (BPLHD Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup Tahun 2008, 2008). Tidak seperti hutan dataran rendah Sumatera
dan Kalimantan yang didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae, hutan
dataran rendah Jawa pada umumnya tidak memiliki famili atau jenis tumbuhan
yang dominan. Namun biasanya terdapat beberapa spesies pohon yang selalu
ditemukan di hutan dataran rendah Jawa seperti Artocarpus elasticus, Dysoxylum
caulostachyum, Langsat (Lansium domesticum), dan Planchonia valida (Whitten, et
al., 1996).
2
Kerapatan vegetasi didefinisikan sebagai jumlah batang pohon dalam suatu luasan
area, biasanya Individu/Hektar
2.1.2.3 Perbukitan struktural
Perbukitan struktural Ciamis terletak di sebagian wilayah administratif Kota Cimahi
yang meliputi sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi
Selatan. Perbukitan struktural merupakan perbukitan yang tersusun oleh batuan
intrusif dan batuan sedimen (batugamping dan batupasir) yang mengalami
deformasi oleh tenaga tektonik, dengan membentuk struktur lipatan atau patahan.
Morfologi yang terbentuk berupa perbukitan pada elevasi sedang (< 300 m) dengan
kemiringan lereng yang curam (25-45%). Kondisi iklim pada umumnya termasuk
tropika basah, namun semakin ke arah timur cenderung semakin kering. Suhu udara
relatif sejuk (20-22oC).
Pola aliran air pada ekoregion ini terkontrol oleh jalur patahan yaitu dalam bentuk
rectangular atau trellis. Air sungainya umumnya mengalir sepanjang tahun dan
ketersediaan air permukaan dan air tanah relatif cukup sepanjang tahun. Tanah
yang dijumpai didominasi oleh tanah latosol (alfisol), podosolik (ultiusol) dengan
solum dalam dan memiliki tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Di beberapa
tempat yang berlereng curam juga ditemui tanah litosol bersolum dangkal (< 20
cm).
Ekosistem hutan pantai merupakan ekosistem dengan substrat berupa pasir pantai
yang terletak di batas pasang tertinggi. Ekosistem hutan pantai tersusun atas dua
formasi vegetasi. Mulai dari bibir pantai ke arah daratan ekosistem ini tersusun oleh
formasi Pes-caprae dan formasi Barringtonia. Formasi Pes-caprae biasanya
ditemukan di batas pasang tertinggi. Formasi ini dinamai berdasarkan tumbuhan
dominan berupa tumbuhan bernama Ipomoea pes-caprae. Tumbuhan ini menjalar
dan memiliki perakaran yang dalam untuk mencapai sumber air tawar,
mencengkram substrat pasir, dan menangkap material organik. Tumbuhan lain yang
dapat ditemukan diantaranya Canavalia sp, Vigna sp, Spinifex littoreus, Thuarea
involuta, Ischaemum muticum, dan Euphorbia atoto (Whitten, et al., 1996).
Ekosistem hutan pantai merupakan ekosistem yang menjadi wilayah jelajah dan
atau habitat dan atau tempat mencari makan bagi berbagai jenis burung serta
hewan-hewan besar seperti biawak (Varanus salvator), babi hutan (Sus scrofa),
kalong (Pteropus vampyrus), lutung (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), rusa (Rusa timorensis), dan hewan langka seperti badak jawa
(Rhinoceros sondaicus), dan owa jawa (Hylobates moloch). Rusa memiliki kebutuhan
akan garam untuk fisiologi tubuhnya sehingga selain mengunjungi hutan pantai,
rusa juga sering teramati mengunjungi pantai sebagai sumber garam (Whitten, et
al., 1996).
Belum banyak data mengenai flora dan fauna yang terdapat pada ekosistem hutan
dataran rendah batu gamping (Kartawinata, 2013). Karakteristik utama ekosistem
hutan dataran rendah batu gamping adalah batuan induknya berupa batu gamping,
ketebalan tanah yang minim dan memiliki kandungan Ca yang tinggi. Hal ini
mempengaruhi pertumbuhan vegetasi yang ada pada ekosistem tersebut, selain itu
secara umum jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan pada ekosistem ini lebih
rendah dibandingkan jenis ekosistem hutan dataran rendah lain karena tidak
banyak jenis tumbuhan yang dapat mentoleransi kandungan Ca pada tanah yang
tinggi (Whitten, et al., 1996).
Di perbukitan vulkanik, iklimnya bervariasi. Dibagian barat jawa iklimnya lebih basah
dibandingkan dengan bagian timur jawa. Pada umumnya suhu udara rata – rata 20 -
24 0 C. Curah hujan tahunan 2.000 – 4.000 mm. Kondisi iklim yang bervariasi
menyebabkan di bagian barat Jawa di dominasi oleh vegetasi basah seperti vegetasi
monsoon pegunungan bawah dan vegetasi pegunungan atas. Sedangkan
ketersediaan air tanahnya relatif cukup melimpah, terutama pada musim hujan.
Saat ini, cadangan air tanah di daerah perbukitan vulkanik banyak yang mengalami
penurunan karena dimanfaatkan untuk industri air mineral (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2014).
Melalui hasil analisis dan perhitungan (metodologi pada Lampiran A), maka
diperoleh proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion Kota Cimahi (Gambar
2 .5), serta jasa ekosistem maksimal/dominan di ekoregion Kota Cimahi (Tabel
2 .2).
450000000
400000000
Ha 350000000
P P
300000000 e rB
250000000 KnH Soi
uyaE Kido
200000000 aemkEek d
AlraosGslui
150000000 A TBi i Bteuk
100000000 i aerLtbut nussv
rEPStIniauPduetebie
50000000 naeakMmkear tuPr
cs H
0 Benr laubanyikiirars
ergaAinraUnyasakarii
rgatim h amnm t
n
is nr ai dAk e aey
ali r
i rat
JASA
h EKOSISTEM
am
i
Gambar 2.5 Proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion di Kota Cimahi
2.3 Potensi, Sebaran dan Pemanfaatan SDA Prioritas di Ekoregion Kota Cimahi
Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah dan lahan bukan sawah (tegal, ladang,
hutan, perkebunan, kolam, dll.) (BPS, 2016). Kementerian Pertanian (2016) menye-
butkan sumber daya yang tergolong berada pada lahan pertanian, antara lain padi
dan palawija, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
2.3.1.1 Padi dan palawija
Kota Cimahi mempunyai luas lahan sawah sebesar 134,42 ha dengan sawah irigasi
setengah teknis seluas 106,42 ha sedangkan sawah tadah hujan seluas 26 ha.
Berdasarkan Statistik, produksi padi sawah di Kota Cimahi tahun 2015 mencapai
7.135 Kw beras, mengalami penurunan 74 persen dibanding tahun 2014. Penurunan
produksi padi tahun 2015 lebih disebabkan penurunan luas panen sebesar 50
persen. Luas panen padi tahun 2015 mencapai 262 hektar, turun sebesar 229 hektar
dibanding tahun 2014 yang mencapai 491 hektar (Dinas Koperasi, UMKM, Industri,
Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi, 2016). Tabel 2 .3 menunjukkan luas
panen, produksi, dan produktivitas lahan pertanian Kota Cimahi untuk
menghasilkan padi dan palawija.
Tabel 2.3 Produksi padi dan palawija di Kota Cimahi tahun 2015
Komodita Luas panen Produktivitas
Kecamatan Produksi (Kw)
s (Ha) (Kw/Ha)
Cimahi Selatan 93 5.766 62
Padi
Cimahi Tengah 20 1.300 65
Sawah
Cimahi Utara 149 69 0,46
Cimahi Selatan 33 95 2,88
Jagung
Cimahi Tengah 26 92 3,54
Muda
Cimahi Utara 29 100 3,45
Cimahi Selatan 66 11.220 170
Ubi Kayu Cimahi Tengah 35 6.300 180
Cimahi Utara 12 1.920 160
Cimahi Selatan 33 3.630 110
Ubi Jalar Cimahi Tengah 25 2.750 110
Cimahi Utara 32 3.520 110
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM, Industri, Perdagangan dan Pertanian Kota
Cimahi, Kota Cimahi Dalam Angka, 2016
2.3.1.2 Hortikultura
Yang termasuk ke dalam tanaman hortikultura, antara lain tanaman sayuran, buah-
buahan, biofarmaka, dan tanaman hias (Kementerian Pertanian, 2016). Tabel 2 .4
menampilkan produksi hortikultura di Kota Cimahi tahun 2015.
2.3.1.3 Peternakan
Ternak yang diusahakan di Kota Cimahi meliputi ternak besar, kecil, dan unggas.
Untuk unggas, yang dipelihara adalah jenis ayam buras, ayam ras, dan itik. Tabel
2 .5 memperlihatkan hasil ternak Kota Cimahi tahun 2015.
Produksi perikanan Kota Cimahi bersumber dari perikanan budidaya yang dibagi
kedalam tiga subsektor yang di budidaya yaitu tambak, sawah, dan Kolam Air Deras
(KAD). Pada tahun 2014 produksi perikanan budidaya Kota Cimahi mencapai 302,20
ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2015). Dari ketiga subsektor perikanan
budidaya, penduduk Kota Cimahi hanya memanfaatkan areal kolam sebagai
budidaya ikan. Tabel 2 .6 menampilkan luas areal budidaya ikan di Kota Cimahi
tahun 2015.
Tabel 2.6 Luas areal pemeliharaan ikan di Kota Cimahi tahun 2015
Jumlah Unit
Kecamatan Kolam (Ha) Sawah (Ha) KAD (Ha) (Ha) pembenihan
rakyat (Ha)
Cimahi - - 4
Selatan 6 -
Cimahi 4 - - - 3
Tengah
Ciimahi Utara 5 - - - 4
Sumber: Dinas Koperasi,UMKM,Industri,Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi,
Kota Cimahi Dalam Angka, 2016
Tabel 2.7 Potensi sumber daya air per ekoregion (juta m3/tahun)
Ekoregion Potensi Air Permukaan Potensi Air Tanah Total
Jawa Barat 42.821 23.435 66.256
Kota
33,10 13,612 46,712
Cimahi
Sumber: Hasil analisis, 2017
Potensi air Kota Cimahi diperkiran 33,10 juta m 3 potensi air permukaan dan 13,612
juta m3 potensi air tanah atau sekitar 0,07 % dari potensi air di Jawa Barat. Perhi-
tungan potensi air di Kota Cimahi diperoleh berdasarkan hasil pemodelan dengan
menggunakan indeks jasa ekosistem penyedia dan pengaturan tata air, secara lebih
rinci metode perhitungan potensi tersebut terdapat pada Lampiran A. Untuk air
permukaan, potensi Kota Cimahi dapat dilihat berdasarkan Wilayah Aliran Sungai
(WAS) Citarum yang juga mencakup beberapa wilayah administrasi Kabupaten/Kota
di Jawa Barat. Potensi WAS citarum dan beberapa WAS di Jawa Barat dilihat pada
Tabel 2 .8.
Sementara itu, untuk air bawah permukaan tanah atau Cekungan Air Tanah (CAT),
Kota Cimahi memiliki CAT Bandung-Soreang yang mencakup beberapa wilayah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Persebaran CAT di Jawa Barat dapat dilihat
Gambar 2 .7. menampilkan potensi masing-masing CAT.
Tabel 2.10 Jenis Floran dan fauna yang dilindungi di Kota Cimahi Tahun 2015
Golongan Nama Spesies Status Endemik Status Status
Diketahui Terancam Berlimpah
1.Hewan 1
menyusui 2 -
3 -
2. Burung 1.Burung Terancam PP 7/1999
Manintin
2.Kuntul Terancam PP 7/1999
Kerbau
3. Cekakak Terancam PP 7/1999
4. Cekahkeh Terancam PP 7/1999
5. Sriganti Terancam PP 7/1999
3. Reptil 1 -
2 -
3 -
4. Amphibi 1 -
2 -
3 -
5. Ikan 1 -
2 -
3 -
6. Keong 1 -
2 -
3 -
7.Serangg 1 -
a 2 -
3 -
8. 1 -
Tumbuh- 2 -
tumbuhan 3 -
Sumber: DLH Kota Cimahi, Data DIKPLH 2015
Terlepas dari keanekaragaman hayati lokal di Kota Cimahi, pemerintah dan pihak
swasta juga mengembangkan beberapa inisiatif untuk melakukan konservasi
keanekaragaman hayati ex-situ, khususnya di taman-taman keanekaragaman hay-
ati. Didokumentasikan terdapat satu Taman Keanekaragaman Hayati yang dibangun
dan dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi di lahan seluas 2 Ha Blok Ci-
menteng, Cipageran, dengan perencanaan penanaman lebih dari 3000 pohon dari
berbagai spesies penting (http://kot-cimahi.bpn.go.id/). Sementara itu, Taman
Kupu-Kupu yang dikembangkan sebagai taman wisata di Cihanjuang dilaporkan
memiliki lebih dari 35 spesies kupu-kupu langka di lahan seluas 1,7 Ha (https://tem-
patwisatadibandung.info/taman-kupu-kupu-cihanjuang/). Inisiatif-inisiatif ini, apa-
bila dikelola dengan baik, dapat mendukung penyediaan jasa ekosistem di dalam
kawasan ekoregion di Kota Cimahi.
Fungsi ruang hijau perkotaan yang penting di wilayah kota adalah pengaturan tata
air dan pengaturan iklim mikro. Penetapan persebaran kawasan RTH dapat
didasarkan pada ketersediaan dan kebutuhan dari jasa pengaturan tata air dan
pengaturan iklim mikro yang terdapat pada ruang hijau perkotaan. Sebagai contoh
Persebaran IJE pengaturan iklim di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .11.
Dapat terlihat bahwa IJE pengaturan iklim yang bernilai sedang (0,3-0,6) dan tinggi
(0,6-1,0) (Gambar 2 .11) di Kota Cimahi. Persebaran tersebut dapat dijadikan
acuan untuk penetapan RTH.
Gambar 2.11 Indeks jasa ekosistem pengaturan iklim di Kota Cimahi
Persebaran IJE pengaturan tata air di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .12.
Dapat terlihat IJE sedang (nilai IJE 0,3 – 0,6) dan tinggi (0,6 -1,0). Persebaran
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk penetapan RTH.
Gambar 2.12 Indeks jasa ekosistem pengaturan tata air di Kota Cimahi
Salah satu ruang hijau perkotaan yang ada di Kota Cimahi berupa hutan kota. Hutan
kota di Kota Cimahi diklasifikasikan menurut fungsi/status yaitu hutan kota menurut
SK Walikota 2007, hutan kota Cimentang 2005, Hutan Kota menurut SK Walikota
2012, dan hutan kota publik dan privat lainnya (DLH Kota Cimahi, data DIKPLH,
2015). Luas kawasan hutan kota di Kota Cimahi seluas 230,09 Ha atau diperkirakan
5,57% dari luas kota Cimahi dengan kawasan hutan kota publik dan privat yang pal-
ing luas yaitu 213,60 Ha atau diperkirakan sekitar 92,8 % dari luas kawasan hutan
kota. Rangkuman luas kawasan hutan kota menurut fungsi/status di Kota Cimahi
terdapat pada Tabel 2 .11.
Gambar 2.13 Persebaran Industri di Ekoregion Kota Cimahi (RBI skala 1:5000, BIG)
PT Central Georgette
1 PT Chitose 11
Nusantara
PT DAM Sinar Button
2 12 PT Rajawali Hiyoto
Factory (logam)
PT Aswindo Jaya
3 PT NickCrome Indojaya 13
Sentosa
PT Perseroan Dagang
PT Benang Warna
4 dan Industri Farmasi 14
Indonusa
Afiat
5 PT Nisshinbo Indonesia 15 PT Indo Extrusion
PT Ayoe Indotama PT Bina Nusantara
6 16
Textile Prima
PT Matahari Sentosa PT Leuwijaya Utama
7 17
(oktober) Textile
PT Bangun Bumi
8 CV Suritex 18
Waluya
Rumah Sakit Umum
9 PT Dewa Sutratex 2 19
Mitra Anugrah Lestari
10 PT Dewa Sutratex 1 20 RSUD Cibabat Cimahi
PT Sapta Jaya
21
Textilindo
Sumber: DLH Kota Cimahi, data DIKPLH, 2015
Di Kota Cimahi masih terdapat masyarakat adat yang tinggal di Kampung Cireundeu
yang terletak di lembah Gunung Kunci, Gunung Cimenteng dan Gunung Gajahlangu,
namun secara administratif terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi
Selatan. Masyarakat adat Kampung Cireundeu memiliki keunikan dalam hal mereka
berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut yaitu: “Teu Nyawah Asal Boga
Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu
Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat” yang maksudnya adalah tidak punya sawah asal
punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal
makan, tidak makan asal kuat. Masyarakat Kampung Cireundeu memilih untuk tidak
memakan nasi, tetapi digantikan dengan berbagai bentuk olahan singkong. Gambar
2 .14 merupakan titik lokasi Kampung adat Cirendeu.
Gambar 2.14 Titik lokasi kampung adat di ekoregion Kota Cimahi
2.5 Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung di Wilayah Ekoregion Kota Cimahi
Pada perencanaan ini, status DDLH yang dimodelkan adalah DDLH untuk jasa
ekosistem penyediaan bahan pangan dan penyediaan air bersih. Nilai kebutuhan
dihitung pangan didasarkan pada Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita;
sedangkan nilai kebutuhan air didasarkan pada kebutuhan air domestik per kapita
dan tutupan lahan untuk air bersih. Sementara itu, ketersediaan jasa ekosistem
untuk pangan dihitung dengan menggunakan metode pembobotan berdasarkan
Indeks Jasa Ekosistem Penyedia Bahan Pangan (IJEPBP); dan Indeks Jasa Ekosistem
Penyedia dan Tata Air (IJEPPA) untuk air bersih. Metodologi perhitungan status
daya dukung lingkungan dan ambang batas serta peta-petanya disajikan pada
Lampiran A.
Sedangkan ambang batas merupakan ukuran atau tingkatan yang masih dapat
diterima dan/atau ditoleransi. Dalam konteks jasa ekosistem, ambang batas
merupakan ukuran atau standar yang digunakan untuk menilai kondisi ekosistem
dan jasanya dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Dalam pengembangan wilayah,
pendekatan konsep ambang batas pada daya dukung lingkungan digunakan untuk
mempelajari dampak yang terjadi pada lingkungan akibat pengembangan wilayah
dan pertumbuhan penduduk (Muta’ali, 2012).
Peta status daya dukung lingkungan hidup provinsi disusun dengan memanfaatkan
sistem grid skala ragam beresolusi 5” x 5” (± 150m x 150m). Penggunaan sistem
grid skala ragam ini menjadi suatu pendekatan yang mampu merepresentasikan
DDLH wilayah dalam bentuk informasi spasial, tanpa harus menyamakan skala dari
berbagai jenis data yang tersedia. Sistem grid skala ragam yang digunakan mengacu
pada sistem grid Indonesia berbentuk dasar persegi dengan elemen utama, antara
lain sistem koordinat geodetik dan datum geodetik World Geodetic System 1984
(WGS84); titik asal sistem koordinat grid, yaitu titik (90° BT, 15° LS); sistem
penomoran; dan resolusi grid (Riqqi, 2011).
Gambar 2.15 Persebaran penduduk di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”
2.5.1 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Bahan Pangan
Perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan hidup dan ambang batas
jasa ekosistem penyedia pangan, didahului dengan menghitung ketersediaan dan
kebutuhan jasa ekosistem, hasil analisisnya menunjukkan tingkat kebutuhan dan
ketersediaan energi pangan di Kota Cimahi. Pada Gambar 2 .16 dapat terlihat
bahwa kebutuhan energi pangan tertinggi disebagian wilayah Kecamatan Cimahi
Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Sedangkan
daerah yang memiliki sebaran ketersediaan energi bahan pangan yang tinggi di Kota
Cimahi sebagian besar berada pada wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan sebagian
wilayah di Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan (Gambar
2 .17).
Gambar 2.16 Kebutuhan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015 dalam
sistem grid 5”×5”
Gambar 2.17 Ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015 dalam
sistem grid 5”×5”
Analisis daya dukung lingkungan untuk bahan pangan dapat diperoleh dari
perhitungan selisih antara ketersediaan dan kebutuhan, yang ditampilkan pada
Gambar 2 .18. Hasil perhitungan selisih tersebut menunjukkan bahwa beberapa
daerah memiliki nilai selisih negatif (minus) yang berarti memiliki defisit bahan
pangan pada sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi
Tengah.
Gambar 2.18 Peta selisih ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi Tahun
2015 dalam sistem grid 5”×5”
Penentuan daya dukung lingkungan hidup untuk pangan juga dilakukan melalui
analisis ambang batas guna menentukan status daya dukungnya. Analisis ambang
batas dilakukan melalui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan bahan
pangan, yang hasilnya ditampilkan pada Gambar 2 .19. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa beberapa daerah yang memiliki ambang batas tertinggi untuk
bahan pangan atau dengan nilai di atas dua belas jiwa berada pada sebagian bear
wilayah Kecamatan Cimahi Utara. Hal ini dapat dipahami karena bentang lahan di
Kecamatan Cimahi Utara didominasi oleh lahan sawah, tegalan/ladang, dan
perkebunan yang merupakan daerah penghasil bahan pangan. Sedangkan daerah
yang memiliki ambang batas daya dukung pangan yang rendah berada pada
sebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Selatan. Hal ini dapat
dipahami karena dua kecamatan tersebut didominasi oleh wilayah permukiman
serta perdagangan dan industri.
Gambar 2.19 Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”
2.5.2 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Air Bersih
Perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan dan ambang batas jasa
ekosistem penyedia air, didahului dengan menghitung kebutuhan dan ketersediaan
jasa ekosistem penyedia air. Sumber daya air yang digunakan berasal dari air
permukaan dan air tanah. Kemudian. kebutuhan air yang diperhitungkan adalah
kebutuhan air domestik oleh penduduk, kebutuhan air untuk keperluan irigasi lahan
pertanian tertentu, dan kebutuhan air untuk industri. Kebutuhan air domestik
dihitung dari jumlah penduduk dikalikan dengan kebutuhan air untuk hidup layak
per kapita; kebutuhan air untuk keperluan irigasi lahan pertanian dihitung
berdasarkan luas lahan, intensitas penanaman, dan standar penggunaan air;
sementara itu kebutuhan air untuk industri diperoleh dari data penggunaan air
tanah oleh perusahaan di Kota Cimahi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Provinsi Jawa Barat. Penggunaan air tanah oleh perusahaan di Kota Cimahi
tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel 2 .13.
Tabel 2.13. Penggunaan air tanah untuk industri di Kota Cimahi tahun 2015
No Jenis Jumlah Penggunaan
Nama Perusahaan
. Sumur Sumur Air Tanah (m3)
1 PT Sanbe Farma Artesis 3 69715.000
2 PT Gistex Nishinbo Artesis 9 408836.500
3 CV Almas Artesis 1 12045.000
4 PT Cibaligo Indah Textile Mills Artesis 1 26608.500
5 PT Ayoe Indotama Textile Artesis 4 128115.000
6 PT Trisula Textile Industries Artesis 3 103660.000
7 PT Central Georgette Nusantara Artesis 3 117530.000
8 PT Sinar Makin Mulya Artesis 4 135415.000
9 CV Asiantex Artesis 2 66065.000
10 PT Indoputra Utamatex Artesis 3 87965.000
11 PT Rajawali Hyoto Artesis 2 70080.000
12 PT Bratatex Artesis 3 89790.000
13 Ginatex Artesis 2 48180.000
14 Dam Sinar Button Factory Artesis 1 21681.000
15 PT Dewa Sutratex I Artesis 9 325908.500
16 PT Dewa Sutratex II Artesis 14 574765.500
17 PT Bina Nusantara Prima Artesis 1 21681.000
18 PT How Are You Indonesia Artesis 6 223380.000
19 PT Oriental Embroidery Artesis 3 65043.000
20 PT Sinar Pangjaya Mulia Artesis 4 120669.000
21 CV Bachtera Adijaya Artesis 1 33580.000
22 PT Setia Busanatex Artesis 3 119355.000
23 PT Karet Margajaya Artesis 1 29565.000
24 PT Warna Sarimas Intan Artesis 1 32485.000
25 PT Hegar Mulya Artesis 4 152935.000
26 PT Sariyunika Jaya Artesis 4 137240.000
27 PT Holi Pharma Artesis 1 35770.000
28 PT Graha Seribu Satu Jaya Artesis 1 26645.000
29 PT Anugrah Sinar Abadi Artesis 2 117530.000
30 PT Perajutan Sinar Angkasa Artesis 1 2080.500
31 PT Kahatex Artesis 13 525235.000
32 PT Perusahaan Logam Bima Artesis 1 26645.000
33 PT Mulia Lestari Artesis 1 16425.000
34 PT Niagatama Hijau Raya Artesis 1 34310.000
35 PT Sinar Garuda Sentosa Artesis 10 291124.000
36 PT Gede Indah Artesis 2 42340.000
37 PT Citra Bandung Laksana Artesis 1 35770.000
38 PT Sapta Jaya Textilindo Artesis 8 326310.000
39 PT Aswindo Jaya Sentosa Artesis 2 67890.000
40 PT Kamarga Kurnia Artesis 7 248930.000
41 PT Trimandiri Plasindo Artesis 1 26645.000
42 PT Leuwijaya Utama Textile Artesis 10 355875.000
43 CV Hegar Kencana Artesis 4 117530.000
44 PT Gucci Ratu Textile Industri Artesis 3 88695.000
45 PT Sinar Continental Textile Artesis 6 173119.500
Industry
46 CV Priangan Artesis 2 59860.000
47 CV Ragam Jaya Utama Artesis 4 103295.000
48 PT Indah Jaya Artesis 4 114975.000
49 PT Indo Extrusion Artesis 3 93075.000
50 PT Heksatex Indah Artesis 4 112055.000
51 PT Chitose Indonesia Artesis 2 64240.000
52 PT Marga Jaya Artesis 2 41245.000
53 PT Ichi Textile Mills Artesis 2 56940.000
54 PT Tirta Ria Artesis 13 435445.000
55 PT Best Jeans Indo Citranusa Artesis 1 14600.000
56 PT Benang Warna Indonusa Artesis 1 38325.000
57 PT Long Sun Indonesia Artesis 4 116070.000
58 RS Cibabat Artesis 1 36500.000
59 PT Soko Lancar Artesis 2 56210.000
60 PT Trisula Textile, Elly Mulyati Artesis 7 225752.500
61 PT Ras Jaya Artesis 2 61210.500
62 PT Garuda Mas Semesta Artesis 2 47450.000
63 PT Nicrome Indo Jaya Artesis 1 23980.500
64 PT Sama Indah Artesis 2 41610.000
65 RSU Mitra Anugrah Lestari Artesis 1 29565.000
66 PT Sansan Saudaratex Jaya Artesis 3 127786.500
67 PT Bintang Warna Mandiri Artesis 3 127385.000
68 PT Tegar Prima Nusantara Artesis 1 9329.400
69 PT Bangun Bumi Waluya Artesis 1 53290.000
JUMLAH 235 7871356.400
Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, 2015
Pola spasial kebutuhan air total di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .21,
dapat dilihat bahwa kebutuhan paling besar tersebar di sebagian kecil wilayah
Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Selatan, dan Kecamatan Cimahi
Tengah. Sedangkan pola spasial ketersediaan air ditunjukkan pada gambar Gambar
2 .22 yang menyajikan informasi bahwa ketersediaan air bersih masih berlimpah
disebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan Kecamatan Cimahi Selatan.
Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar Kecamatan Cimahi Utara berada di
kawasan perbukitan vulkanik yang berperan sebagai kantong resapan air sehingga
ketersediaan air berlimpah. Sedangkan sebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi
Tengah dan sebagian kecil Kecamatan Cimahi Selatan memiliki ketersediaan air
yang relatif sedikit.
Gambar 2.21 Kebutuhan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”
Gambar 2.22 Ketersediaan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”
Perhitungan dan analisis DDLH air bersih dilakukan melalui selisih antara
ketersediaan dengan kebutuhan, selisih ketersediaan air bernilai negatif
menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih suatu wilayah lebih besar dibandingkan
ketersediaannya sehingga lingkungan hidup wilayah tersebut tidak mampu lagi
mendukung kebutuhan air bersih penduduk di atasnya. Secara visual, selisih antara
ketersediaan dengan kebutuhan air bersih mengalami defisit di sebagian kecil
wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Juga mengalami
paling defisit di sebagian kecil Kecamatan Cimahi Utara; seperti yang
direpresentasikan oleh warna biru muda pada Gambar 2 .23.
Gambar 2.23 Peta selisih ketersediaan air bersih di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam
sistem grid 5”x5”
Analisis daya dukung air juga dilakukan dengan melakukan perhitungan ambang
batas guna menentukan status daya dukungnya. Gambar 2 .24 menunjukkan pola
spasial sebaran ambang batas daya dukung air Kota Cimahi tahun 2015.
Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas dapat disimpulkan bahwa daerah yang
memiliki ambang batas tinggi hampir tersebar di seluruh bagian wilayah Kecamatan
Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Selatan, dan Kecamatan Cimahi Tengah.
Sedangkan ambang batas terendah tersebar di sebagian kecil wilayah Kecamatan
Cimahi Utara sebelah utara dan Kecamatan Cimahi Selatan. Daerah dengan ambang
batas rendah rentan terhadap kelangkaan air dimasa mendatang.
Gambar 2.24 Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”
Berdasarkan hasil perhitungan nilai ambang batas DDLH air tersebut, maka status
daya dukung DDLH air dihitung berdasarkan selisih ambang batas dengan jumlah
penduduk. Hasil perhitungannya ditampilkan pada Gambar 2 .25 yang
menunjukkan persebaran status DDLH untuk penyediaan air bersih di Kota Cimahi.
Status daya dukung air di Kota Cimahi secara keseluruhan sudah melampaui daya
dukungnya, terutama di daerah utara Kecamatan Cimahi utara serta sebagian besar
daerah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Daerah – daerah
tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus karena status daya dukung air sudah
melampaui ambang batas daya dukung air.
Gambar 2.25 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air bersih di Kota
Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”
Menurut data PDAM Kota Cimahi tahun 2015, kebutuhan air untuk rumah tangga
terhadap konsumen dilayani PDAM sebesar 2.262.902 m3/tahun. Tabel 2 .14
menunjukkan rekapitulasi kebutuhan air bersih domestik yang diperoleh dari hasil
model dan kebutuhan air rumah tangga yang dilayani PDAM. Terdapat perbedaan
signifikan antara nilai kedua sumber data tersebut, dikarenakan tidak semua
sumber air rumah tangga di Kota Cimahi menggunakan jasa layanan PDAM.
Tabel 2.14 Analisis kebutuhan air minum dan rumah tangga tahun 2015 Kota Cimahi
Kebutuhan air bersih Daerah Kebutuhan rumah
Kota domestik Kota layanan tangga yang dilayani
3
Cimahi (m /tahun) PDAM PDAM (m3/tahun)
CIMAHI 25.340.644,800 CIMAHI 2.262.902
Sumber: Analisis, 2017 Sumber: PDAM Kota
Cimahi,Kota Cimahi
Dalam Angka 2015
Gambar 2.26 Lokasi sampling titik pemantauan sungai di Kota Cimahi (DLH Kota
Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015)
Sumber pencemar secara umum dibagi menjadi dua yaitu point source dan non
point source atau diffuse source. Pencemar point source merupakan sumber tunggal
yang dapat diidentifikasi yang umumnya bersifat lokal dengan volume relatif tetap
seperti dari pipa pembuangan instalasi pembuangan air limbah (IPAL) kegiatan
industri, permukiman, hotel, rumah sakit, pusat perdagangan, laboratorium, klinik
dan gedung-gedung komersial.
Sumber pencemaran non-titik adalah sumber pencemar tersebar (diffuse) atau non-
titik yang bukan berasal dari sumber tunggal teridentifikasi yang dibawa oleh air
limpasan permukaan (runoff) pada saat atau setelah terjadinya hujan. Sumber
pencemar tersebut meliputi air larian dari berbagai jenis penggunaan lahan (land
based) seperti pertanian, hutan dan lahan terbangun di perkotaan (Ananda, 2017).
Tabel 2.18 Potensi beban pencemar sumber domestik Kota Cimahi tahun 2015
Beban Pencemar Domestik (kg/hari)
Kecamatan
BOD COD TSS
Cimahi Selatan 7.400,420 10.175,578 7.030,399
Cimahi Tengah 5.840,498 8.030,685 5.548,473
Cimahi Utara 4.024,528 5.533,726 3.823,302
Kota Cimahi 17.265,446 23.739,988 16.402,174
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.21 Potensi beban pencemar sumber non-titik Kota Cimahi tahun 2015
Beban Pencemar Non Titik (kg/hari)
Kecamatan
BOD COD TSS
Cimahi Selatan 10,139,363 15,209,044 3,645
Cimahi Tengah 7,198,702 10,798,054 1,083
Cimahi Utara 5,513,391 8,270,086 5,856
Kota Cimahi 22,851,456 34,277,184 10,584
Sumber: Analisis, 2017
Selanjutnya beban pencemar total pada masing-masing zat pencemar BOD, COD,
dan TSS diperoleh berdasarkan akumulasi beban pencemar sumber domestik dan
non-titik yang secara berurutan ditunjukkan pada Gambar 2 .27, Gambar 2 .28,
dan Gambar 2 .29. Berdasarkan analisis, beban pencemar total masing-masing zat
pencemar BOD dan COD terdistribusi hampir di sebagian kecil wilayah Kecamatan
Cimahi Tengah, Kecamatan Cimahi Utara, dan Kecamatan Cimahi Selatan dengan
potensi terbesar di Kecamatan Cimahi Selatan. Sedangkan beban pencemar total zat
TSS potensi terbesar di sebagian besar Kota Cimahi, kecuali di sebagian kecil
Kecamatan Cimahi Utara sebelah utara dan sebagian kecil wilayah Kecamatan
Cimahi Selatan.
Gambar 2.27 Potensi beban pencemar total zat BOD Kota Cimahi dalam sistem grid
5” x 5” tahun 2015
Gambar 2.28 Potensi beban pencemar total zat COD Kota Cimahi dalam sistem grid
5” x 5” tahun 2015
Gambar 2.29 Potensi beban pencemar total zat TSS Kota Cimahi dalam sistem grid
5” x 5” tahun 2015
Berdasarkan potensi beban pencemar, parameter BOD dan COD lebih dipengaruhi
oleh sektor penggunaan lahan sedangkan parameter TSS bersumber dari sektor
domestik. Persentase potensi beban pencemar berdasarkan sektor dapat dilihat
pada Tabel 2 .22.
Tabel 2.22 Potensi beban penceamr berdasarkan sektor di Kota Cimahi tahun 2015
BOD COD TSS
Kecamatan Penggunaa Penggunaan Penggunaan
Domestik Pertanian n Lahan Domestik Pertanian Lahan Domestik Pertanian Lahan
Cimahi
Selatan 42,19% 1,36% 56,45% 40,09% 1,41% 58,50% 99,95% 0,05% 0,00%
Cimahi
Tengah 44,79% 0,56% 54,65% 42,65% 0,58% 56,76% 99,98% 0,02% 0,00%
Cimahi
Utara 42,20% 3,66% 54,14% 40,09% 3,80% 56,12% 99,85% 0,15% 0,00%
Sumber: Analisis, 2017
3) Beban pencemar dari sumber lainnya
Terdapat sumber pencemar lain yang tidak dapat dimodelkan secara spasial per
grid, yaitu limbah peternakan, limbah UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah),
dan limbah industri. Berikut ini merupakan uraian beban pencemar dari ketiga jenis
limbah tersebut yang disajikan secara tabular.
Tabel 2.29 Beban pencemar sektor UMKM per kelurahan di Kota Cimahi
Jenis Industri (L/detik)
Sablon
Kecamata Makanan
Kelurahan Las dan dan Total
n dan Laundry
Bengkel konveks
minuman
i
Cibeber 25 1315 1000 10 2350
Cibeureum 0 0 0 0 0
Leuwigajah 0 0 0 0 0
Cimahi
Melong 0 4000 0 200 4200
Selatan
Utama 105 0 311 100 516
Total Cimahi
130 5315 1311 310 7066
Selatan
Cimahi Baros 750 1450 0 0 2200
Jenis Industri (L/detik)
Kecamata Makanan Las dan Sablon
Kelurahan Total
n dan Laundry dan
Bengkel
minuman konveks
Cigugur Tengah 425 400 0 0 825
Cimahi 1970 2000 1500 160 5630
Karangmekar 5340 0 0 1000 6340
Tengah Padasuka 8,5 0 0 0 8,5
Setiamanah 2180 555 1500 0 4235
Total Cimahi
10673,5 4405 3000 1160 19238,5
Tengah
Cibabat 200 25 0 0 225
Cipageran 9160 400 100 0 9660
Cimahi
Citeureup 3600 2105 100 0 5805
Utara
Pasirkaliki 51 0 50 50 151
Total Cimahi Utara 13011 2530 250 50 15841
Total Cimahi 23814,5 12250 4561 1520 42145,5
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012
Sebagian industri tersebut belum memiliki unit pengolahan air limbah secara
lengkap, sehingga air limbah yang masih mengandung zat-zat pencemar dibuang
langsung atau tidak langsung ke sungai. Berdasarkan data, hanya terdapat 58
industri yang telah mempunyai Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). Berdasarkan
industri yang tercatat pada data IPLC, 58 industri tersebut membuang air limbah
industri ke 13 sungai yang datanya disajikan pada Tabel 2 .30.
Tabel 2.30 Jumlah industri yang membuang air limbah ke sungai di Kota Cimahi
Jumlah Industri yang
No. Nama Sungai Kelurahan
Membuang Limbah
1. Sungai Cihujung Utama 5
2. Sungai Cimuncang Cigugur Tengah 1
3. Sungai Cibaligo Cigugur Tengah 16
4. Sungai Cigugur Cigugur Tengah 9
5. Sungai Cibodas Utama 10
6. Sungai Cihanjuan Utama 5
7. Sungai Cisangkan Utama 5
8. Sungai Cimahi Utama 2
9. Sungai Cimindi Hilir Melong 1
10. Sungai Cibeureum Melong 1
11. Sungai Cibabat Utama 1
12. Sungai Cikendal Melong 1
13. Sungai Cibogo Utama 1
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012
Tabel 2.32 Nilai debit limpasan pada setiap segmen area tangkapan di subDAS Kota
Cimahi
Debit
Sub-DAS Segmen Limpasan
(m3/s)
Cibabat Hulu 0,00721
Cibabat Cibabat Tengah 0,00623
Cibabat Hilir 0,00313
Cibaligo Hulu 0,06064
Cibaligo Cibaligo Tengah 0,02194
Cibaligo Hilir 0,01168
Cibeureum Hulu 0,00934
Cibeureum Cibeureum Tengah 0,00701
Cibeureum Hilir 0,00182
Cimahi Hulu 0,02575
Cimahi Cimahi Tengah 0,01609
Cimahi Hilir 0,00400
Cisangkan Hulu 0,03506
Cisangkan Cisangkan Tengah 0,08513
Cisangkan Hilir 0,04396
Sumber: Analisis, 2017
2.5.3.3 Beban Pencemar di Area Tangkapan Sungai Kota Cimahi
Beban pencemar yang masuk ke sungai di Kota Cimahi diperoleh berdasarkan hasil
perhitungan debit limpasan dan konsentrasi setiap zat pencemar di area tangkapan
subDAS Kota Cimahi. Peta distribusi beban pencemar di area tangkapan pada
masing-masing parameter BOD, COD, dan TSS secara berurutan ditunjukkan pada
Gambar 2 .30, Gambar 2 .31, dan Gambar 2 .32. Sedangkan jumlah beban
pencemar yang masuk ke sungai di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 2 .33.
Tabel 2.33 Jumlah beban pencemar parameter BOD, COD, dan TSS yang masuk ke
sungai di Kota Cimahi tahun 2015
Beban Pencemar (mg/s)
Sub-DAS Segmen
BOD COD TSS
Cibabat Hulu 593,32238 1977,74127 593,32238
Cibabat Cibabat Tengah 452,64255 1508,80851 452,64255
Cibabat Hilir 233,24956 777,49852 233,24956
Cibaligo Hulu 4277,46200 14258,20666 4277,46200
Cibaligo Cibaligo Tengah 2235,06602 7450,22006 2235,06602
Cibaligo Hilir 1024,99602 3416,65340 1024,99602
Cibeureum Hulu 929,48538 3098,28461 929,48538
Cibeureum
Cibeureum 730,07831 2433,59436 730,07831
Tengah
Cibeureum Hilir 185,95486 619,84955 185,95486
Cimahi Hulu 1796,47385 5988,24615 1796,47385
Cimahi Cimahi Tengah 1363,08084 4543,60280 1363,08084
Cimahi Hilir 318,02164 1060,07214 318,02164
Cisangkan Hulu 2436,18399 8120,61330 2436,18399
Cisangkan
Cisangkan 6416,77843 21389,26144 6416,77843
Tengah
Cisangkan Hilir 3373,99499 11246,64997 3373,99499
Sumber: Analisis, 2017
Gambar 2.30 Beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai di Kota Cimahi
dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015
Gambar 2.31 Beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai di Kota Cimahi
dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015
Gambar 2.32 Beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai di Kota Cimahi
dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015
Perbandingan antara potensi beban pencemar di subDAS dan beban pencemar yang
masuk ke sungai ditunjukkan pada Tabel 2 .34, Tabel 2 .35, dan Tabel 2 .36
berturut-turut untuk parameter BOD, COD, dan TSS.
Tabel 2.34 Persentase beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
BOD
BP yang masuk ke sungai
Sub-DAS Segmen Jumlah PBP
Jumlah Jumlah
(kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Cibabat Hulu 854,62531 51,26305 5,998%
Cibabat Cibabat Tengah 335,74147 39,10832 11,648%
Cibabat Hilir 203,66057 20,15276 9,895%
Cibaligo Hulu 6425,81060 369,57272 5,751%
Cibaligo Cibaligo Tengah 2762,71007 193,10970 6,990%
Cibaligo Hilir 1747,48698 88,55966 5,068%
Cibeureum Cibeureum Hulu 1517,13045 80,30754 5,293%
Cibeureum
1415,05918 63,07877 4,458%
Tengah
Cibeureum Hilir 267,81448 16,06650 5,999%
Cimahi Hulu 2161,17066 155,21534 7,182%
Cimahi Cimahi Tengah 1896,10434 117,77018 6,211%
Cimahi Hilir 303,83082 27,47707 9,044%
Cisangkan Hulu 2712,82141 210,48630 7,759%
Cisangkan
Cisangkan 8152,63021 554,40966 6,800%
Tengah
Cisangkan Hilir 4055,71398 291,51317 7,188%
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.35 Persentase beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
COD
BP yang masuk ke sungai
Sub-DAS Segmen Jumlah PBP
Jumlah Jumlah
(kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Cibabat Hulu 1231,35671 170,87685 13,877%
Cibabat Cibabat Tengah 467,11571 130,36106 27,908%
Cibabat Hilir 285,82235 67,17587 23,503%
Cibaligo Hulu 9337,61391 1231,90906 13,193%
Cibaligo Cibaligo Tengah 3980,33735 643,69901 16,172%
Cibaligo Hilir 2548,93622 295,19885 11,581%
Cibeureum Hulu 2196,56018 267,69179 12,187%
Cibeureum
Cibeureum 2062,44927 210,26255 10,195%
Tengah
Cibeureum Hilir 383,29222 53,55500 13,972%
Cimahi Hulu 3113,77700 517,38447 16,616%
Cimahi Cimahi Tengah 2726,47401 392,56728 14,398%
Cimahi Hilir 427,82297 91,59023 21,408%
Cisangkan Hulu 3883,50061 701,62099 18,067%
Cisangkan
Cisangkan 11775,12957 1848,03219 15,694%
Tengah
Cisangkan Hilir 5868,60197 971,71056 16,558%
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.36 Persentase beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
TSS
BP yang masuk ke sungai
Sub-DAS Segmen Jumlah PBP
Jumlah Jumlah
(kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Cibabat Hulu 384,68181 51,26305 13,326%
Cibabat Cibabat Tengah 277,51014 39,10832 14,093%
Cibabat Hilir 149,53083 20,15276 13,477%
Cibaligo Hulu 2288,78542 369,57272 16,147%
Cibaligo Cibaligo Tengah 1244,55894 193,10970 15,516%
Cibaligo Hilir 549,56428 88,55966 16,115%
Cibeureum Hulu 601,43042 80,30754 13,353%
Cibeureum
Cibeureum 457,06089 63,07877 13,801%
Tengah
Cibeureum Hilir 140,06420 16,06650 11,471%
Cimahi Hulu 972,90831 155,21534 15,954%
Cimahi Cimahi Tengah 894,41889 117,77018 13,167%
Cimahi Hilir 212,35246 27,47707 12,939%
Cisangkan Hulu 1412.05362 210,48630 14,906%
Cisangkan
Cisangkan 3449.98064 554,40966 16,070%
Tengah
Cisangkan Hilir 1635.11199 291,51317 17,828%
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.37 Kontribusi debit limpasan air hujan terhadap debit sungai di Kota Cimahi
tahun 2015
Kontribusi
Debit
Debit
Sub-DAS Segmen Debit (m3/s) Limpasan
Limpasan
(m3/s)
(%)
Cibabat Hulu 0,23 0,00721 3,133%
Cibabat Cibabat Tengah 3,68 0,00623 0,365%
Cibabat Hilir 0,37 0,00313 4,479%
Cibaligo Hulu 0,38 0,06064 15,958%
Cibaligo Cibaligo Tengah 1,24 0,02194 6,659%
Cibaligo Hilir 0,84 0,01168 11,221%
Cibeureum Hulu 1,69 0,00934 0,552%
Cibeureum
Cibeureum 1,23
Tengah 0,00701 1,329%
Cibeureum Hilir 1,11 0,00182 1,637%
Cimahi Hulu 1,07 0,02575 2,407%
Cimahi
Cimahi Tengah 0,78 0,01609 5,365%
Cimahi Hilir 0,68 0,00400 6,742%
Cisangkan Hulu 0,62 0,03506 5,655%
Cisangkan
Cisangkan 0,86
Tengah 0,08513 13,976%
Cisangkan Hilir 2,20 0,04396 7,462%
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.38 Kontribusi debit limpasan domestik terhadap debit sungai di Kota Cimahi
tahun 2015
Kontribusi
Debit
Debit
Sub-DAS Segmen Debit (m3/s) Limpasan
Limpasan
(m3/s)
(%)
Cibabat Hulu 0,23 0,01257 5,465%
Cibabat Cibabat Tengah 3,68 0,00885 0,582%
Cibabat Hilir 0,37 0,00464 7,045%
Cibaligo Hulu 0,38 0,08194 21,563%
Cibaligo Cibaligo Tengah 1,24 0,05257 10,847%
Cibaligo Hilir 0,84 0,02249 18,690%
Cibeureum Hulu 1,69 0,02165 1,281%
Cibeureum
Cibeureum 1,23 0,01732
Tengah 3,168%
Cibeureum Hilir 1,11 0,00438 3,906%
Cimahi Hulu 1,07 0,03413 3,190%
Cimahi Cimahi Tengah 0,78 0,02934 8,137%
Cimahi Hilir 0,68 0,00660 10,305%
Cisangkan Hulu 0,62 0,04614 7,442%
Cisangkan
Cisangkan 0,86 0,12876
Tengah 20,338%
Cisangkan Hilir 2,20 0,06850 11,064%
Sumber: Analisis, 2017
2.5.3.5 Daya Tampung Beban Pencemar
Analisis daya tampung beban pencemar sungai di Kota Cimahi diperoleh
berdasarkan hasil pengamatan debit setiap pos air dan konsentrasi zat pencemar
sesuai baku mutu air. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor 39 tahun 2000
tentang tentang peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-
anak sungainya di Jawa Barat, peruntukan sungai di Kota Cimahi masuk kedalam
kelas II sebagai baku air minum. Peruntukan mutu air kelas II artinya air tersebut
dapat digunakan sebagai sarana rereasi, budidaya perikanan air tawar, peternakan,
dan pengairan tanaman (Ananda, 2017). Daya tampung beban pencemar dan
jumlah beban pencemar yang masuk ke sungai untuk zat BOD, COD, dan TSS secara
berurutan direpresentasikan pada Tabel 2 .39, Tabel 2 .40, dan Tabel 2 .41.
Tabel 2.39 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter BOD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
BOD
Debit Baku
Sub-DAS Segmen DTBP BP
(m3/s) Mutu Status
(mg/s) (mg/s)
(mg/L)
Cibabat Belum
0.23 3 690 593,32238
Hulu Melampaui
Cibabat Belum
Cibabat 3.68 3 11040 452,64255
Tengah Melampaui
Cibabat Belum
0.37 3 1110 233,24956
Hilir Melampaui
Cibaligo 4277,4620
0.38 3 1140 Melampaui
Hulu 0
Cibaligo 2235,0660 Belum
Cibaligo 1.24 3 3720
Tengah 2 Melampaui
Cibaligo 1024,9960 Belum
0.84 3 2520
Hilir 2 Melampaui
Cibeureum Belum
1.69 3 5070 929,48538
Hulu Melampaui
Cibeureu Cibeureum Belum
1.23 3 3690 730,07831
m Tengah Melampaui
Cibeureum Belum
1.11 3 3330 185,95486
Hilir Melampaui
Cimahi Cimahi 1796,4738 Belum
1.07 3 3210
Hulu 5 Melampaui
Cimahi 1363,0808 Belum
0.78 3 2340
Tengah 4 Melampaui
Cimahi Hilir 0.68 3 2040 318,02164 Belum
Melampaui
Cisangkan 2436,1839
0.62 3 1860 Melampaui
Hulu 9
Cisangkan 6416,7784
Cisangkan 0.86 3 2580 Melampaui
Tengah 3
Cisangkan 3373,9949 Belum
2.20 3 6600
Hilir 9 Melampaui
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.40 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter COD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
COD
Debit Baku
Sub-DAS Segmen DTBP BP
(m3/s) Mutu Status
(mg/s) (mg/s)
(mg/L)
Cibabat Belum
0.23 3
Hulu 5750 1977,741271 Melampaui
Cibabat Belum
Cibabat 3.68 3
Tengah 92000 1508,808509 Melampaui
Cibabat Belum
0.37 3
Hilir 9250 777,985207 Melampaui
Cibaligo
0.38 3
Hulu 9500 14258,20666 Melampaui
Cibaligo Belum
Cibaligo 1.24 3
Tengah 31000 7450,220059 Melampaui
Cibaligo Belum
0.84 3
Hilir 21000 3416,653397 Melampaui
Cibeureum Belum
1.69 3
Hulu 42250 3098,284608 Melampaui
Cibeureu Cibeureum Belum
1.23 3
m Tengah 30750 2433,594363 Melampaui
Cibeureum Belum
1.11 3
Hilir 27750 619,8495457 Melampaui
Cimahi Belum
1.07 3
Hulu 26750 5988,246152 Melampaui
Cimahi Belum
Cimahi 0.78 3
Tengah 19500 4543,602803 Melampaui
Cimahi Belum
0.68 3
Hilir 17000 1060,072145 Melampaui
Cisangkan Cisangkan Belum
0.62 3
Hulu 15500 8120,613299 Melampaui
Cisangkan 0.86 3 21500 21389,26144 Belum
Tengah Melampaui
Cisangkan Belum
2.20 3
Hilir 55000 11246,64997 Melampaui
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.41 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter TSS
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
TSS
Debit Baku
Sub-DAS Segmen DTBP BP
(m3/s) Mutu Status
(mg/s) (mg/s)
(mg/L)
Cibabat Belum
0.23 3
Hulu 11500 593,3223812 Melampaui
Cibabat 18400 Belum
Cibabat 3.68 3
Tengah 0 452,6425528 Melampaui
Cibabat Belum
0.37 3
Hilir 18500 233,2495562 Melampaui
Cibaligo Belum
0.38 3
Hulu 19000 4277,461997 Melampaui
Cibaligo Belum
Cibaligo 1.24 3
Tengah 62000 2235,066018 Melampaui
Cibaligo Belum
0.84 3
Hilir 42000 1024,996019 Melampaui
Cibeureum Belum
1.69 3
Hulu 84500 929,4853823 Melampaui
Cibeureu Cibeureum Belum
1.23 3
m Tengah 61500 730,0783089 Melampaui
Cibeureum Belum
1.11 3
Hilir 55500 185,9548637 Melampaui
Cimahi Belum
1.07 3
Hulu 53500 1796,473846 Melampaui
Cimahi Belum
Cimahi 0.78 3
Tengah 39000 1363,080841 Melampaui
Cimahi Belum
0.68 3
Hilir 34000 318,0216434 Melampaui
Cisangkan Belum
0.62 3
Hulu 31000 2436,18399 Melampaui
Cisangkan Belum
Cisangkan 0.86 3
Tengah 43000 6416,778431 Melampaui
Cisangkan 11000 Belum
2.20 3
Hilir 0 3373,99499 Melampaui
Sumber: Analisis, 2017
Status daya tampung beban pencemar (DTBP) di Tabel 2 .39, Tabel 2 .40, dan
Tabel 2 .41 hanya memperhitungkan beban pencemar yang berasal dari limbah
domestik dan limpasan air hujan. Oleh karena itu, masih banyak segmen sungai
yang belum melampaui daya tampung beban pencemarnya baik berdasarkan
parameter BOD, COD, maupun TSS. Analisis DTBP di masing-masing sungai di Kota
Cimahi berdasarkan Laporan KLHS Kota Cimahi (DLH, 2012) telah memperhitungkan
sumber pencemar dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah peternakan,
limbah UMKM, dan limbah industri, yang diuraikan sebagai berikut.
1) Sungai Cimahi
DTBP Sungai Cimahi jika ditetapkan sesuai dengan kelas II menurut Peraturan
Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, DTBP untuk parameter BOD sebesar 2.838
ton/tahun dan COD 9.461 ton/tahun. Perbandingan beban pencemar dan DTBP
untuk parameter BOD dan COD di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .33 dan
Gambar 2 .34. Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter
BOD di Sungai Cimahi Hulu belum melampaui daya tampungnya, sedangkan di
Sungai Cimahi Tengah dan Sungai Cimahi Hilir sudah melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .33).
Gambar 2.33 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter BOD
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter COD di Sungai
Cimahi Hulu dan Sungai Cimahi Tengah belum melampaui daya tampungnya,
sedangkan di Sungai Cimahi Hilir sudah melampaui daya tampungnya (Gambar
2 .34).
Gambar 2.34 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter COD
2) Sungai Cibabat
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD dan COD di
Sungai Cibabat Hulu, Tengah, dan Hilir sudah jauh melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .35 untuk BOD dan Gambar 2 .36 untuk COD).
Gambar 2.35 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter BOD
Gambar 2.36 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter COD
3) Sungai Cibaligo
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD dan COD di
Sungai Cibaligo Hulu, Tengah, dan Hilir sudah melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .37 untuk BOD dan Gambar 2 .38 untuk COD).
Gambar 2.37 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter BOD
Gambar 2.38 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter COD
4) Sungai Cibeureum
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD di Sungai
Cibeureum Hulu, Tengah, dan Hilir sudah melampaui daya tampungnya (Gambar
2 .39).
Gambar 2.39 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibeureum untuk parameter
COD
5) Sungai Cisangkan
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD dan COD di
Sungai Cisangkan Hulu, Tengah, dan Hilir sudah melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .40 untuk BOD dan Gambar 2 .41 untuk COD).
Gambar 2.40 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
BOD
Gambar 2.41 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
COD
1. Sungai Cimahi
Parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu di Sungai Cimahi pada
semua titik pemantauan yaitu BOD5, COD, DO dan fenol. Sedangkan parameter
kualitas lain seperti fenol, residu tersuspensi, PH, DO, BOD5, COD, minyak dan
lemak tidak memenuhi baku mutu di bagian hilir Sungai Cimahi. Kualitas air di
sungai cimahi tercemari oleh limbah pabrik yang menyebabkan air sungai berwarna
kecoklatan dan berbau tak sedap. Rekapitulasi parameter kualitas yang tidak
memenuhi baku mutu di Sungai Cimahi ditunjukkan pada Tabel 2 .43.
Tabel 2.43 Parameter kualitas air Sungai Cimahi yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIMAHI
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 20,3 22,6 21,5
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 79 82 416
3 TSS (Residu mg/L 50 48 <42 83
Tersuspensi)
Kimia Anorganik
1 pH - 6,0-9,0 6,23 6,56 9,75
2 BOD5 mg/L 3 14 8,6 11
3 COD mg/L 25 28 42 31
4 DO mg/L >4 2,3 1,6 3,1
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 3,3 3,6 3,2
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 0,9 <0,008
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,005 <0,004
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0452 <0,007 <0,0445
9 Barium (Ba) mg/L - 0,062 <0,0454 0,061
10 Boron (B) mg/L 1 0,089 0,066 0,068
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 0,076 <0,008
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 <0,0104 <0,004 <0,0102
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,02 0,011 0,03
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 <0,0698 0,02 <0,0695
15 Besi (Fe) mg/L - 0,5961 0,0202 10.215
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 0,6340 <0,349
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,1361 <0,348 0,571
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,047 0,1927 0,0540
-
19 Klorida (Cl ) mg/L - 6 0,0458 15
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,002 8 0,024
-
21 Fluorida (F ) mg/L 1,5 0,33 0,005 0,20
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 <0,008 0,22 0,015
23 Sulfat (SO42-) mg/L - 9 0,149 190
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 23 40 100
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 1,2 <1,6 0,70
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,13 0,043 0,035
3 Fenol mg/L 0,001 0,06 0,06 0,04
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015
2. Sungai Cibabat
Parameter kualitas air Sungai Cibabat yang tidak memenuhi baku mutu di semua
titik pemantauan yaitu BOD5, COD, minyak dan lemak serta fenol. Sedangkan
parameter residu terlarut, residu tersuspensi, BOD5, COD, Seng, Cl, minyak dan
lemak serta fenol tidak memnuhi baku mutu di bagian hilir sungai. Tabel 2 .44
menujukkan parameter air sungai cibabat yang tidak memenuhi baku mutu.
Tabel 2.44 Parameter kualitas air Sungai Cibabat yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIBABAT
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 26,7 33,0 31,9
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 379 1788 1132
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 48 < 46 76
Kimia Anorganik
1 pH - 6,0-9,0 6,98 9,25 8,11
2 BOD5 mg/L 3 19 99 55
3 COD mg/L 25 64 269 124
4 DO mg/L >4 0,4 1,5 4,1
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 1,3 1,9 4,9
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,006 <0,006
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0457 <0,0457 <0,0457
9 Barium (Ba) mg/L - 0,059 0,069 0,064
10 Boron (B) mg/L 1 0,092 0,078 0,091
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,0202 <0,0104 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,04 0,08 0,03
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,0126 <0,0698 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 0,8005 0,2753 13.786
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,8936 0,5697 0,3771
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0386 0,30 0,1119
-
19 Klorida (Cl ) mg/L - 43 23 15
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,005 <0,008 0,039
21 Fluorida (F-) mg/L 1,5 <0,05 <0,05 0,30
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 0,049 0,44 0,033
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 31 420 490
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 10 100 530
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 0,44 5,45 1,82
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,5 0,157 0,086
3 Fenol mg/L 0,001 0,07 0,22 0,03
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015
3. Sungai Cibaligo
Kualitas air Sungai Cibaligo terindikasi dicemari oleh limbah domestik dan industri,
hal tersebut tampak sungai tersebut berwarna merah kecoklatan, berbuih, dan
mengeluarkan bau yang tidak sedap. Parameter kualitas air sungai Cibaligo yang
tidak memenuhi baku mutu di semua titik pemantauan antara lain seng , BOD5,
COD, dan Nitrit. Sedangkan parameter yang tidak memuh baku mutu di bagian hilir
sungai adalah residu terlarut, PH, BOD5, COD, Nitrit,Seng, Sianida, dan Cr (VI). Tabel
2 .45 merupakan rekapitulasi parameter kualitas air sungai cibaligo yang tidak
memenuhi baku mutu.
Tabel 2.45 Parameter kualitas air Sungai Cibaligo yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIBALIGO
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 21,2 25,0 27,2
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 299 311 1.124
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 <42 83 56
Kimia Anorganik
1 pH - 6,0-9,0 7,31 9,35 9,05
2 BOD5 mg/L 3 10 61 67
3 COD mg/L 25 34 120 203
4 DO mg/L >4 2,6 4,4 13
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 3,5 7,2 3,6
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,006 <0,006
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,007 <0,005 <0,008
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0453 <0,0453 <0,0452
9 Barium (Ba) mg/L - 0,071 0,067 0,065
10 Boron (B) mg/L 1 0,076 0,099 0,091
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,0145 <0,0104 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,01 <0,006 0,09
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,0204 <0,0698 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 0,414 1.936 6.654
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,3505 0,4061 0,2491
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0689 0,1621 0,1487
19 Klorida (Cl-) mg/L - 50 16 21
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,012 0,004 0,039
21 Fluorida (F-) mg/L 1,5 0,18 0,20 <0,05
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 0,375 2,78 0,366
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 42 160 350
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 0 30 200
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 12,7 2,46 2,22
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,219 0,218 0,093
3 Fenol mg/L 0,001 0,04 0,10 0,21
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015
4. Sungai Cibereum
Kondisi sungai cibereum sudah tercemar oleh limbah industri. Parameter kualitas
air yang tidak memenuhi baku mutu di semua titik pemantauan antara lain seng,
sianida, BOD5, COD, minyak dan lemak serta fenol. Konsentrasi nikel masih
memenuhi baku mutu. Parameter kualitas air sungai cibereum yang tidak
memenuhi baku mutu ditunjukkan pada Tabel 2 .46.
Tabel 2.46 Parameter kualitas air Sungai Cibereum yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIBEREUM
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 23,6 24,8 25,7
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 389 421 533
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 110 101 14,845
Kimia Anorganik
1 pH - 6,0-9,0 9,05 9,39 7,49
2 BOD5 mg/L 3 28 30 67
3 COD mg/L 25 86 71 139
4 DO mg/L >4 6 4,4 2,6
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 3,5 3,4 11,3
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,006 <0,006
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0456 <0,0456 <0,0456
9 Barium (Ba) mg/L - 0,059 0,061 0,066
10 Boron (B) mg/L 1 0,075 0,081 0,075
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 <0,0104 <0,0104 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,01 0,03 0,02
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 <0,0698 <0,0698 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 25.229 20.327 19.587
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,8573 0,7892 0,7592
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,1003 0,1124 0,1088
-
19 Klorida (Cl ) mg/L - 20 20 17
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,038 0,039 0,031
21 Fluorida (F-) mg/L 1,5 0,92 0,84 0,76
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 <0,008 <0,008 0,018
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 50 60 112
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 80 585 2.525
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 1,56 1,78 0,76
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,085 0,077 0,095
3 Fenol mg/L 0,001 0,09 0,16 0,03
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015
5. Sungai Cisangkan
Parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu di semua titik pemantauan
antara lain BOD5, COD, minyak dan lemak, dan fenol. Sedangkan parameter residu
terlarut dan DO tidak memenuhi baku mutu di bagian hilir sungai. Parameter
kualitas air sungai cisangkan yang tidak memenuhi baku mutu ditunjukkan pada
Tabel 2 .47.
Tabel 2.47 Parameter kualitas air Sungai Cisangkan yang tidak memenuhi baku
mutu
SUNGAI CISANGKAN
N BAKU
PARAMETER SATUAN TENGA
O MUTU HULU HILIR
H
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 22,2 24,6 26,0
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 201 256 623
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 <42 53 61
Kimia Anorganik
1 pH - 6,0-9,0 7,11 7,12 7,75
2 BOD5 mg/L 3 12 16 17
3 COD mg/L 25 19 82 43
4 DO mg/L >4 1,1 4,3 5,4
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 2,7 1,2 3,5
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,006 <0,006
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0457 <0,0457 <0,0457
9 Barium (Ba) mg/L - 0,066 0,065 0,066
10 Boron (B) mg/L 1 0,083 0,082 0,083
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,017 0,0156 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,03 0,02 0,02
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,0164 0,0277 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 0,2915 0,7245 14.309
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,2848 0,4586 0,5742
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0339 0,0472 0,01852
19 Klorida (Cl-) mg/L - 28 37 1
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,007 0,006 0,037
-
21 Fluorida (F ) mg/L 1,5 0,20 0,12 <0,05
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 0,375 0,046 0,008
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 26 26 50
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 0 775 10
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 1,38 9,2 0,93
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,3 0,3 0,132
3 Fenol mg/L 0,001 0,29 0,05 0,09
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015
Berdasarkan Laporan Kompilasi Kualitas Air dan Udara di Kota Cimahi (DLH, 2015),
rekapitulasi data jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di 5 sungai
utama Kota Cimahi disajikan pada Tabel 2 .48.
Tabel 2.48 Jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di 5 sungai utama
Kota Cimahi (DLH, 2015)
Cibaligo Cibabat Cimahi
Tahun Hul Hul
Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Tengah Hilir
u u
April 2010 - - 19 - - 12 12 - 14
Nov 2010 11 - 12 12 - 14 9 - 9
2011 9 10 11 11 10 10 4 - 9
2012 11 13 12 8 9 9 4 6 7
2013 10 9 10 10 - - 5 6 7
2014 7 8 9 6 9 9 3 9 8
April 2015 8 8 10 7 9 8 5 9 8
Nov 2015 7 5 10 5 8 8 2 8 5
Rata-Rata 9 9 11 8 9 10 5 8 8
Cisangkan Cibeureum
Tahun Hul Tenga Hili Hul Tenga Hili
u h r u h r
April
2010 12 - - - - 12
Nov
2010 11 - 9 14 - -
2011 10 10 8 8 11 8
2012 6 10 10 10 9 12
2013 6 8 6 7 7 9
2014 7 7 7 9 8 9
April
2015 6 8 6 7 8 11
Nov
2015 5 5 8 7 6 6
Rata-
Rata 7 8 8 9 8 9
Berdasarkan data pada Tabel 2 .48, Sungai Cibaligo memiliki rata-rata jumlah
parameter terbanyak yang tidak memenuhi baku mutu dari tahun 2010 sampai
2015. Sebaliknya, Sungai Cimahi memiliki rata-rata jumlah parameter tersedikit
yang tidak memenuhi baku mutu dari tahun 2010 sampai 2015. Gambar 2 .42
menunjukkan rata-rata jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di lima
sungai utama di Kota Cimahi.
Gambar 2.42 Rata-rata jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di lima
sungai utama di Kota Cimahi (Sumber: DLH, 2015)
Apabila dilihat dari rata-rata jumlah parameter per tahun, terjadi penurunan jumlah
parameter yang tidak memenuhi baku mutu, seperti ditunjukkan pada Gambar
2 .43. Pada April 2010, jumlah rata-rata parameter yang tidak memenuhi baku
mutu adalah sebanyak 14 parameter, sedangkan pada November 2015 turun
menjadi 6 parameter. Hal ini menunjukkan telah terjadi perbaikan kualitas air di
Sungai Cimahi dari tahun 2010 ke tahun 2015.
Gambar 2.43 Rata-rata per tahun jumlah parameter yang tidak memenuhi baku
mutu di lima sungai utama di Kota Cimahi tahun 2010 – 2015 (Sumber: DLH, 2015)
Tabel 2.50 Jumlah rumah tangga dan fasilitas Sanitasi di Kota Cimahi tahun 2015
Bersam Tidak
No Kecamatan Sendiri Umum
a Ada
1 Cimahi Utara 21.550 9.768 924 15.587
Cimahi
2 18.057 2.609 320 29.579
Tengah
Cimahi
3 23.025 2.609 712 46.102
Selatan
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi, Data
DIKPLH, 2015
2.5.4 Analisis Kualitas Air Sumur
Kualitas air sumur yang dipantau sebanyak 17 titik sampling yang tersebar di Kota
Cimahi. Jenis sumur yang dipantau meliputi sumur gali (sumur dangkal), sumur bor,
dan artesis. Sumur gali biasanya berupa sumur yang sering digunakan oleh
masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan untuk mengambil air tanah.
Kedalaman sumur gali berkisar 7-10 meter yang relatif dekat dengan permukaan
tanah sehingga sangat mudah terkontaminasi oleh rembesan yang berasal dari
jamban dan kotoran hewan. Sedangkan pembuatan sumur bor dilakukan dengan
mengebor tanah dengan tingkat kedalaman yang tinggi sehingga jauh dari
permukaan tanah dan sedikit dipengaruhi kontaminasi (DLH Kota Cimahi, 2015).
Tabel 2 .51 menunjukkan lokasi titik pemantauan sumur di Kota Cimahi.
Tabel 2.51 Lokasi titik pemautauan kualitas air sumur di Kota Cimahi
JENIS KEDALAMA
NO Lokasi Sumur
SUMUR N
1 Kelurahan Cibeber, Cimahi Selatan Sumur Gali 10 meter
Kelurahan Leuwigajah, Cimahi
2 Sumur Gali 10 meter
Selatan
Kelurahan Leuwigajah, Cimahi
3 Sumur Bor 24 meter
Selatan
4 Kelurahan Utama, Cimahi Selatan Sumur Bor 20 meter
5 Kelurahan Melong, Cimahi Selatan Artesis 160 meter
6 Kelurahan Melong, Cimahi Selatan Sumur gali 7 meter
Kelurahan Cibeureum, Cimahi
7 Sumur Gali 8 meter
Selatan
Kelurahan Cibeureum, Cimahi
8 Sumur Gali 8 meter
Selatan
Kelurahan Cigugur Tengah, Cimahi
9 Sumur Gali 8 meter
Tengah
Kelurahan Cigugur tengah, Cimahi
10 Sumur gali 6 meter
Tengah
11 Kelurahan Utama, Cimahi Selatan Sumur Bor 24 meter
12 Kelurahan Baros, Cimahi Tengah Sumur gali 10 meter
Kelurahan Padasuka, Cimahi
13 Sumur Bor 40 meter
Tengah
Kelurahan Setiamanah, Cimahi
14 Sumur Gali 12 meter
Tengah
Kelurahan Karang Mekar, Cimahi
15 Sumur Gali 6 meter
Tengah
16 Kelurahan Cimahi, Cimahi Tengah Sumur Bor 30 meter
17 Kecamatan Cimahi Tengah Sumur Gali 15 meter
18 Kelurahan Cibabat, Cimahi Utara Sumur Bor 15 meter
19 Kelurahan Citeureup, Cimahi Utara Sumur Bor 16 meter
20 Kelurahan Cipageuran, Cimahi Utara Sumur Bor 12 meter
21 Kecamatan Cimahi Utara Sumur Gali 8 meter
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Sumur, 2015
Dari 21 sumur yang dipantau tercatat empat sumur yang memenuhi baku mutu dan
sisanya 17 sumur tidak memenuhi baku mutu yang disebabkan sebanyak 2 sumur
dari 17 sumur tersebut mempunyai 2 parameter yang tidak memenuhi baku mutu
serta sebanyak 15 sumur atau sekitar 10% dari total sumur mempunyai satu
parameter yang tidak memenuhi baku mutu. Gambar 2 .44 menunjukkan kondisi
air sumur di Kota Cimahi. Paremeter yang tidak memenuhi baku mutu diantaranya
Mn yang terdapat di 3 lokasi sumur, nitrit yang terdapat di 2 lokasi sumur, minyak
dan lemak yang terdapat di 3 lokasi sumur, cyanida di 2 lokasi sumur serta kadmium
di 5 lokasi sumur. Rekapitulasi parameter air sumur yang tidak memenuhi baku
mutu terdapat pada Gambar 2 .45 (DLH Kota Cimahi, Laporan Sumur, 2015).
Gambar 2.44 Kondisi air sumur di Kota Cimahi
Gambar 2.45 Parameter air sumur yang tidak memenuhi baku mutu
Kondisi air sumur yang tercemar ini perlu ditelusuri lebih jauh penyebabnya,
khususnya dikaitkan dengan kualitas sungai yang berada di sekitar lokasi sumur-
sumur yang ada di Kota Cimahi. Misalnya untuk parameter Nitrit dan CN, hampir
pada semua sungai di Cimahi melebihi baku mutu air Kelas II PP No. 82 tahun 2001.
Hal yang sama ditemui pada kualitas air sumur di Kota Cimhi dimana parameter
Nitrit dan CN juga melebihi baku mutu kualitas air sumur. Hal ini menjadi indikasi
kuat perlunya investigasi lanjutan kemungkinan adanya pencemaran air sungai
terhadap kualitas air sumur di Kota Cimahi. Ilustrasi hubungan antara air sungai dari
air tanah (sumur) dapat dilihat pada Gambar 2 .46.
Gambar 2.46 Ilustrasi pencemaran air tanah (sumur)
Terlihat dari Gambar 2 .46, selain dari pencemaran air sungai, kemungkinan
buruknya kualitas air sumur juga dapat diakibatkan oleh sanitasi yang tidak
memenuhi standar dari rumah tangga, yakni tidak adanya septic tank individual
atau septic tank yang tidak sesuai ketentuan, sehingga mencemari tanah dan air
tanah. Hal lain yang dapat juga mempengaruhi kualitas air sumur adalah
penggunaan pestisida dalam aktivitas pertanian yang ada di Kota Cimahi. Hal ini
menekankan kembali pentingnya investigasi lanjutan terkait kemungkinan
penyebab-penyebab buruknya kualitas air sumur di Kota Cimahi, khususnya untuk
parameter-parameter yang melebihi baku mutu.
Hasil dari pemodelan potensi TPA dapat dilihat pada Gambar 2 .48 yang
menunjukkan sebagian besar daerah di Kota Cimahi tidak memiliki kesesuaian lahan
untuk dijadikan TPA. Sedangkan daerah-daerah dengan tingkat kesesuaian yang
cukup sesuai untuk dijadikan sebagai TPA berada disebagian kecil wilayah Keca-
matan Cimahi Utara sebelah utara.
Gambar 2.48 Peta Potensi Kesesuaian Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kota
Cimahi tahun 2015
Berdasarkan hasil analisis pemodelan mengenai timbulan sampah per tahun serta
potensi kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah, maka
didapatkan hasil perhitungan dan analisis seperti yang ditampilkan pada Tabel
2 .56 di bawah ini. Berdasarkan Tabel 2 .56, maka terdapat beberapa daerah yang
memerlukan perhatian khusus dalam hal pengelolaan sampah, mengingat kondisi
volume sampah yang cukup tinggi dan ketidaksesuaian lahan untuk TPA. Daerah-
daerah yang perlu mendapat perhatian khusus tersebut adalah Kecamatan Cimahi
Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah. Berbagai alternatif pengelolaan sampah di
daerah tersebut dapat diarahkan kepada program atau kegiatan daur ulang sampah
serta pembangunan teknologi pengolahan limbah/sampah, sehingga volume
sampah dapat dikurangi.
Tabel 2.56 Timbulan Sampah dan Potensi Kesesuaian Lahan untuk TPA di Kota
Cimahi Tahun 2015
Timbulan Kapasitas TPA
Luas Lahan yang
sampah per berdasarkan Luas
Kecamatan Sesuai untuk TPA
tahun Lahan yang
(ha)
(liter/tahun) Sesuai (liter)
Cimahi Selatan 218.066.513 *) N/A
Cimahi Tengah 149.876.300 *) N/A
Cimahi Utara 167.319.650 37,961 2.543.406.162
*) Kesesuaian lahan untuk TPA tidak tercukupi
N/A: Not Applicable
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Tabel 2 .56 menunjukkan data timbulan sampah setiap Kecamatan di Kota Cimahi
pada tahun 2015. Secara keseluruhan, timbulan sampah di Kota Cimahi mencapai
535.262.463 liter per tahun, dengan timbulan tertinggi dihasilkan Kecamatan
Cimahi Selatan sejumlah 218.066.513 liter per tahun. Sementara itu, analisis
kelayakan lahan berpotensi sebagai TPA di Kota Cimahi menunjukkan bahwa
terdapat sebanyak 37,961 Ha lahan TPA potensial. Mendasarkan analisis kapasitas
pada peraturan Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012 tentang AMDAL, yaitu
10 Ha lahan diestimasi menampung 100.000 ton sampah, serta konversi sampah,
meliputi 1 kg sampah domestik rata-rata setara dengan 6,67 liter sampah, maka
diestimasi bahwa potensi kapasitas tampung TPA di Kota Cimahi mencapai
2.543.406.162 liter. Secara umum, kapasitas potensial ini masih dapat menampung
timbulan sampah di Kota Cimahi di tahun 2015. Meskipun demikian, seiring dengan
proyeksi pertambahan penduduk dan, sebagai akibatnya, peningkatan timbulan
sampah, serta mengasumsikan bahwa tidak terjadi penyusutan jumlah sampah di
TPA, maka sampah yang dihasilkan akan melebihi daya tampung TPA potensial
dalam 30 tahun.
Permasalahan lain dari timbulan sampah dan TPA potensial adalah bahwa tidak
semua wilayah administrasi Kecamatan memiliki area yang sesuai untuk
dimanfaatkan sebagai TPA. Sebagai contoh, berdasarkan analisis, wilayah
Kecamatan Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah tidak memiliki area sesuai
untuk TPA, meskipun timbulan sampahnya mencapai 218.066.513 dan 149.876.300
liter/tahun.
Sejak tahun 2006, tempat pembuangan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Kota
Cimahi telah dialihkan ke TPPAS Sarimukti sehingga diperlukan pengangkutan dari
TPS di Kota Cimahi ke TPPAS Sarimukti. Dalam pengangkutannya, jalur
pengangkutan sampah di Kota Cimahi tidak memiliki kriteria khusus seperti
larangan melewati jalan-jalan tertentu di Kota Cimahi serta Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Cimahi tidak menentukan rute khusus yang harus dilewati. Jalur
pengangkutan sampah dari TPS di Kota Cimahi ke TPPAS Sarimukti diserahkan
kepada supir truk dan dari beberapa kendaraan melewati jalan tol guna untuk
menghindari kemacetan di beberapa titik jalan (Mantjanagara, 2017).
Luas lahan keseluruhan TPPAS Sarimukti seluas 25,2 Ha yang terdiri dari zona
penimbunan ( dengan luas 15,5 Ha) untuk menampung sampah dari Kota Bandung,
Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat dengan tipping
fee sebesar 35.500,-/ton. Timbulan sampah terangkut dari Kota Cimahi terus
mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga 2015 yang semula hanya mampu
mengangkut sampah sebesar 25,65 ton/hari pada tahun 2006 meningkat hingga
142,53 ton/hari di tahun 2015. Tabel 2 .57 menujukkan kuantitas angkut sampah
Kota Cimahi ke TPPAS Sarimukti. Operasional TPPAS Sarimukti dalam menampung
sampah dari Kota Cimahi direncanakan diperpanjang hingga tahun 2020, mengingat
TPPAS Legok Nangka sebagai TPPAS peralihan belum siap untuk dioperasikan (BPSR
Jawa Barat).
Gambar 2.49 Rute jalur transportasi sampah dari TPS Kecamatan Cimahi Tengah ke
TPPAS Sarimukti
Tabel 2.57 Timbulan sampah terangkut Kota Cimahi Ke TPPAS Sarimukti tahun
2006-2015
Kuantitas
Tahun
m³ ton ton/hari
2006 23.411 9.364 25,65
2007 46.504 18.602 50,96
2008 65.636 26.254 71,93
2009 75.380 34.902 95,62
2010 84.785 33.914 92,92
2011 84.606 42.690,29 116,96
2012 65.877 45.828,32 125,56
2013 89.985 46.704,45 127,96
2014 117.162 51.270,75 140,47
2015 - 52.024,31 142,53
Total 653.346 361.554,12 990,56
Sumber : Data BPSR Jawa Barat, 2006-2015
Berdasarkan Gambar 2 .47 yang diperoleh dari hasil pemodelan, timbulan sampah
di Kota Cimahi pada tahun 2015 sebesar 535.262.463 liter. Sedangkan timbulan
sampah yang diangkut ke TPPAS Sarimukti pada tahun 2014 sebesar 117,162 liter.
Hal ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 21,88 % dari total timbulan sampah di
Kota Cimahi yang diangkut ke TPPAS Sarimukti.
Gambar 2.56 Batas ISPU dalam SI (Keputusan Bapedal No.107 tahun 1997)
Gambar 2.57 ISPU CO dalam grid 30” x 30”
Tabel 2.59 Parameter kualitas udara yang tidak memenuhi baku mutu di Kota
Cimahi
N Parameter Yang Tidak
Tahun Lokasi
o Memenuhi Baku Mutu
1 2015 TSP Pasar Antri Cimahi 242,67 µg/Nm3
Jalan Industri pada pengukuran sore
hari 1.333 µg/Nm3
2 2014 TSP Kantor Pemkot Cimahi 287,59 µg/Nm3
Perumahan Fajar Raya Estate 258,31
µg/Nm3
Jalan Pasantren 267,32 µg/Nm3
Pasar Antri Cimahi 360,64 µg/Nm 3
Alun-alun Cimahi 384,65 µg/Nm3
Kampung Mencong 393,15 µg/Nm 3
Jalan Industri pada pengukuran pagi
1.116 µg/Nm3
Jalan Industri pada pengukuran sore
2.260 µg/Nm3
PM10 Kantor Pemkot Cimahi 156,79 µg/Nm3
Alun-alun Cimahi 184,68 µg/Nm3
Kampung Mencong 153,46 µg/Nm 3
Jalan Industri pada pengukuran pagi
621,34 µg/Nm3
Jalan Industri pada pengukuran sore
223,69 µg/Nm3
PM2,5 Kantor Pemkot Cimahi 71,4 µg/Nm 3
Kampung Mencong 101,07 µg/Nm 3
Jalan Industri pada pengukuran pagi
219,07 µg/Nm3
Jalan Industri pada pengukuran sore
183,13 µg/Nm3
3 2013 TSP Kantor Pemkot Cimahi 359,69 µg/Nm3
Jalan Pasantren 395,2 µg/Nm 3
Pasar Antri Cimahi 518,76 µg/Nm 3
Alun-alun Cimahi pengukuran pagi hari
503,07 µg/Nm3
N Parameter Yang Tidak
Tahun Lokasi
o Memenuhi Baku Mutu
Alun-alun Cimahi pengukuran sore hari
753,22 µg/Nm3
Jalan Industri pada pengukuran pagi 235
µg/Nm3
Jalan Industri pada pengukuran sore
1.286 µg/Nm3
PM10 Jalan Industri pada pengukuran pagi 143,3
µg/Nm3
Sumber: Laporan Kompilasi Kualitas Air dan Udara di Kota Cimahi, DLH, 2015
Berdasarkan Tabel 2 .59, parameter TSP tidak memenuhi baku mutu di beberapa
titik pemantauan mulai dari tahun 2011 sampai 2015. Jika dirata-ratakan, nilai
konsentrasi di delapan titik pemantauan kualitas udara, kecenderungan konsentrasi
TSP mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2009 sampai 2015,
seperti disajikan pada Gambar 2 .61.
Gambar 2.61 Konsentrasi TSP rata-rata di Kota Cimahi tahun 2009 – 2015
(Sumber: DLH, 2015)
2.5.7 Analisis Polusi Kebisingan
Berdasarkan KepMENLH, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KEP-48/MENLH/II/1996).
Tabel 2.61 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar untuk
industri dan rumah tangga di Kota Cimahi 2015
Jenis Emisi
Jenis Bahan
N2O
Bakar CO2 (Ton/Tahun) CH4 (Ton/Tahun)
(Ton/Tahun)
LPG - - -
Minyak Bakar - - -
Solar 0,2 0,00001 0,00002
Minyak Tanah - - -
Batubara 86.010,00 10,00 1,00
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016
Selain itu, sumber GRK lainnya berasal dari penggunaan bahan bakar pada bidang
transportasi. Pada bidang ini, kendaraan yang digunakan terbagi menjadi 10
kelompok dan terbagi kembali berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan
(bensin dan solar). Emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar untuk
bidang transportasi yaitu CO2, CH4, dan N2O. Rangkuman mengenai emisi GRK dari
bidang transportasi di Kota Cimahi tahun 2015 tersaji pada Tabel 2.62. Secara
umum, penggunaan bahan bakar untuk kategori kendaraan roda dua menyumbang
emisi terbesar di Kota Cimahi pada 2015, baik itu CO 2, CH4, ataupun N2O, disusul
oleh penggunaan bahan bakar untuk kategori mobil pribadi, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.63.
Tabel 2.62 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar untuk
transportasi di Kota Cimahi 2015
Bensin Solar
Jenis
CO2 N2O CH4 N2O
Kendaraan CH4 (Kg/TJ) CO2 (Kg/TJ)
(Kg/TJ) (Kg/TJ) (Kg/TJ) (Kg/TJ)
Mobil
6.616.260.043 2.386.818 763.782 111.577.970 6.896 6.896
pribadi
Mobil umum 389.732.083 140.596 44.991 6.572.522 406 406
Bus besar
952.557 344 110 16.064 1 1
pribadi
Bus besar
2.109.234 761 243 35.571 2 2
umum
Bus kecil
43.545.484 15.709 5.027 734.360 45 45
pribadi
Bus kecil
10.614.212 3.829 1.225 179.000 11 11
umum
Bus sedang
1.360.796 491 157 22.949 1 1
umum
Roda tiga
6.395.743 2.307 738 107.859 7 7
umum
Roda dua 57.588.358.516 20.775.021 6.648.007 971.181.919 60.026 60.026
Total 64.659.328.668 23.325.876 7.464.280 1.090.428.214 67.395 67.395
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016
Tabel 2.64 Emisi GRK dari sektor pertanian di Kota Cimahi tahun 2015
Jenis Emisi Nilai
Total CH4 (Ton/tahun) 24
Total CO2 (Ton/tahun) 50.620
N2O dari pertanian padi (Ton/tahun) 0,341
N2O dari pertanian non-padi
(Ton/tahun) 8.269
Total N2O (Ton/tahun) 8.611
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK
Kota Cimahi, 2016
Tabel 2.65 Emisi GRK metana dari pengelolaan sampah di Kota Cimahi 2016
Sumber Emisi CH4 (Kg/Tahun)
Dekomposisi 2,109
Open Burning 12.600
Total 12.602,11
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK
Kota Cimahi, 2016
Tabel 2.66 Emisi CH4 dan N2O dari sektor peternakan di Kota Cimahi 2015
N2 O
Jenis Emisi CH4 (Ton/Tahun)
(Kg/Tahun)
Total CH4
Fermentasi Pengelolaan Pengelolaan
(Ton/Tahun)
Sumber Emisi Pencernaan Kotoran Kotoran
Ternak Ternak Ternak
Sapi perah 60 29 89 54,15
Sapi potong 5 0,1 5,1 4,18
Kerbau 1 0,05 1,05 1,13
Kuda 14 1,7 15,7 29,96
Kambing 1 0,04 1,04 2,67
Domba 79 3,18 82,18 179,39
Ayam
kampung - 0,76 0,76 -
Ayam petelur - 0 0 -
Ayam pedaging - 0,086 0,086 -
Itik - 0,2149 0,2149 -
Total 160 35,131 195,131 271,480
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016
Tabel 2.67 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Sangat Sangat
Sifat Tanah Rendah Sedang Tinggi
Rendah tinggi
C - Organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00
Nitrogen (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N <5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25
P2O5 HCl (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
P2O5 Bray-1 (ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35
P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60
K2O HCl 25% < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
(mg/100g)
KTK (me/100g) <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
Susunan Kation :
K (me/100g) < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0
Na (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0
Mg (me/100g) < 0,4 0,4-1,0 1,1-2 ,0 2,1-8,0 > 8,0
Ca (me/100g) < 0,2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 > 20
Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
Aluminium (%) < 10 10 - 20 5,6- 6,5 31 - 60 > 60
Sangat Agak Agak
masam Netral
masam masam alkalis
pH H2O < 4,5 4,5 - 5,5 5,6- 6,5 6,6-7,5 7,6-8,5
Tabel 2.68 Kriteria Baku Kerusakan Tanah menurut PP 150 Tahun 2000
Metode
No Parameter Ambang Kritis Peralatan
Pengukuran
1 pH < 4,0 ; > 7,0 Potensiometrik pH meter
2 DHL >4,0 mS/cm Tahanan Listrik EC meter
3 Berat Isi >1,4 g/cm Gravimetri Ring sample
4 Porositas Total < 30% ; > 70 % Perh. BI dan BJ Piknometer
< 18% koloid
5 Fraksi War tanah Tabung ukur
>80% pasir kuarsitik
Tabel 2.69 Hasil Sampling Tanah di Cimahi
LOKASI SAMPLING TANAH
SS403 S404 S405
S406 S407 S408 S409 S410 S411
Gambar 2.62 Peta Potensi Rawan Banjir di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)
2.5.10.2 Bencana Longsor
Potensi rawan bencana longsor di Kota Cimahi tergolong rendah dan tidak semua
wilayah di Kota Cimahi berpotensi rawan terhadap longsor. Lokasi yang sangat
rawan terhadap longsor terjadi di sebagian kecil wilayah kecamatan Cimahi Utara.
Hal ini selain disebabkan oleh curah hujan tinggi juga disebabkan karena sebagian
ekosistem yang berfungsi sebagai pengikat batuan dan tanah tidak berfungsi atau
fungsinya terganggu akibat aktivitas pembangunan dan penebangan hutan. Gambar
2 .63 menunjukkan peta potensi rawan longsor di Kota Cimahi yang bersumber
dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Gambar 2.63 Peta rawan longsor di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)
Gambar 3.66 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2025 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk dari
tahun 2015 hingga tahun 2035, tekanan populasinya meluas hampir di semua
wilayah Kecamatan Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah. Namun dari peta
di bawah ini dapat terlihat bahwa wilayah Kecamatan Cimahi Utara juga mengalami
peningkatan pertumbuhan penduduk dari tahun 2025 .
Gambar 3.67 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2035 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”
Berdasarkan Tabel 3 .71 di atas, daerah yang memerlukan perhatian khusus terkait
dengan ketahanan pangan adalah semua Kecamatan di Kota Cimahi yaitu
Kecamatan Cimahi Selatan, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Utara
karena jumlah penduduk yang ada di Kota Cimahi sudah sangat melampaui ambang
batas jumlah penduduk yang dapat dilayani oleh jasa ekosistem penyedia pangan.
Jika tidak terdapat pengendalian tekanan terhadap ekoregion serta pengendalian
beban terhadap pemanfaatan jasa ekosistem maka Kota Cimahi akan mengalami
kerawanan pangan pada tahun 2045.
Perhitungan prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung pangan juga
dilakukan untuk masing-masing Kecamatan (Tabel 3 .72). Luas wilayah yang masih
mendukung di sini merupakan proporsi luas wilayah yang masih mendukung di
suatu Kecamatan terhadap luas wilayah Kecamatan tersebut. Berdasarkan Tabel
3 .72, pada tahun 2015, Kecamatan Cimahi Tengah memiliki luas wilayah yang
masih memliki daya dukung relative kecil. Selanjutnya, pada tahun 2045, Kecamatan
Cimahi Utara mengalami penurunan luas wilayah yang dapat mendukung
ketahanan pangan secara signifikan.
Tabel 3.72 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung pangan di
Kota Cimahi tahun 2015 dan 2045
Prosentase Luas Wilayah yang Masih
Kecamatan Mendukung
Tahun 2015 Tahun 2045
Cimahi Selatan 11,96% 11,66%
Cimahi Tengah 4,18% 3,31%
Cimahi Utara 10,43% 6,04%
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Sementara itu, dampak tekanan populasi terhadap daya dukung air pada tahun
2045 hanya dapat dianalisis berdasarkan jumlah kebutuhan air yang meningkat
seiring dengan adanya jumlah pertumbuhan penduduk. Proyeksi status daya
dukung air tidak dapat dianalisis karena adanya keterbatasan data. Perbandingan
antara jumlah kebutuhan air di tahun 2015 dengan proyeksi kebutuhan air di tahun
2045 ditampilkan pada Tabel 3 .73 di bawah ini. Berdasarkan tabel di bawah ini,
daerah yang memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan tekanan dan beban
terhadap sumberdaya air adalah Kecamatan Cimahi Tengah sebagai akibat lonjakan
kebutuhan air yang signifikan pada tahun 2045 dibandingkan tahun 2015.
Kebutuhan air tahun 2045 dan 2015 hanya berdasarkan kebutuhan air domestik dan
lahan pertanian tanpa mempertimbangkan kebutuhan industri tahun 2015. Hal ini
dikarenakan keterbatasan data penggunaan air industri pada tahun 2045.
Tabel 3.73 Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Bersih Tahun 2015 dengan Proyeksi
Kebutuhan Air Bersih Tahun 2045 di Kota Cimahi
Prosentase
Kebutuhan Air Kebutuhan Air
Peningkatan
Kecamatan Bersih Tahun Bersih Tahun
Kebutuhan dari
2015 (m3/tahun) 2045 (m3/tahun)
2015 hingga 2045
Cimahi Selatan 13.252.459,826 18.723,739,826 41,29%
Cimahi Tengah 7.802.289,835 11.606,438,635 48,76%
Cimahi Utara 13.164.747,879 17.657.159,079 34,12%
Sumber: Hasil Analisis, 2017
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
2015 2025 2035 2045
Tabel 3.74 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung air di Kota
Cimahi tahun 2015
Kecamatan Prosentase Luas Wilayah yang Masih
Mendukung
Cimahi Selatan 65,07%
Cimahi Tengah 65,45%
Cimahi Utara 67,41%
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Tabel 3.75 Kebutuhan luas lahan sebagai TPA untuk kenaikan timbulan sampah dari
2015 ke 2045
Kebutuhan
Timbulan Timbulan Lahan untuk
Kenaikan
Kabupaten/ Sampah Sampah TPA
Timbulan
Kota Tahun 2015 Tahun 2045 berdasarkan
Sampah (liter)
(liter) (liter) Kenaikan
Timbulan (ha)
Cimahi Selatan 218.066.513 333.634.638 115.568.125 1,725
Cimahi Tengah 149.876.300 230.230.138 80.353.838 1,199
Cimahi Utara 167.319.650 262.211.438 94.891.788 1,416
Sumber: Hasil Analisis, 2017
3.2 Interaksi Antar Pemanfaatan Lahan di Ekoregion Kota Cimahi
3.2.1 Indikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan RTRW dan Tutupan
Lahan
Konflik pemanfaatan lahan masih menjadi salah satu permasalahan utama dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Tumpang tindih area pemanfaatan lahan dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama apabila pemanfaatan yang
dilakukan tidak memperhatikan fungsi ekologi atau jasa ekosistem di suatu
kawasan. Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung dan kawasan
budidaya berdasarkan RTRW dengan tutupan lahan di Kota Cimahi dapat dilihat
pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7. Sedangkan rekapitulasi total luas tumpang tindih
dapat dilihat pada Tabel 3.8
Tabel 3.76 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015
RTRW Tutupan Lahan Luas
Wilayah
Tumpang
Tindih (ha)
Permukiman 432,942
1. Kawasan Bandung Utara Industri 2,015
Pertanian 503,551
Permukiman 96,233
2. Kawasan Resapan Air Industri 0,518
Pertanian 400,113
Permukiman 49,320
1. Sempadan Sungai Industri 14,467
Pertanian 45,441
Permukiman 0,230
2. Sempadan Embung Industri 0
Pertanian 1,6
Permukiman 1,310
RTH Perkotaan Industri 0,547
Pertanian 0,056
permukiman 3,755
Kawasan Sosial Budaya
Industri 0,296
(Bangunan Bersejarah)
Pertanian 9,995
Permukiman 4,323
1. Sempadan Jalan Kereta Api Industri
Pertanian 0,737
Permukiman 1,542
2. Sempadan Jalan Tol Industri 0,023
Pertanian 10,171
Tabel 3.77 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015
RTRW Tutupan Lahan Luas
Wilayah
Tumpang
Tindih (ha)
Pertanian 319,542
Kawasan Perumahan
Industri 9,798
Permukiman 61,178
Kawasan Industri
Pertanian 64,354
Tabel 3.78 Rekapitulasi total luas tumpang tindih pemanfaataan lahan antara
kawasan RTRW dan tutupan lahan tahun 2015
Luas
Wilayah
RTRW Tutupan Lahan
Tumpang
Tindih (ha)
permukiman 529,18
Kawasan yg memberikan
industri 2,53
perlindungan kawasan bawahnya
pertanian 903,66
permukiman 49,55
Kawasan Perlindungan Setempat industri 14,47
pertanian 47,04
RTH permukiman 1,31
industri 0,55
pertanian 0,06
permukiman 3,75
Kawasan Cagar Budaya Industri 0,30
Pertanian 10,00
permukiman 366,23
Kawasan Rawan Bencana Alam Industri 109,90
Pertanian 528,93
Permukiman 5,87
Kawasan Lindung Lainnya Industri 0,02
Pertanian 10,91
Pertanian 319,54
Kawasan Perumahan
Industri 9,80
Kawasan Industri Permukiman 61,18
Pertanian 64,35
Dalam suatu sistem lingkungan terdapat aliran materi dari suatu subsistem ke
subsistem lainnya. Fenomena ini disebut dengan source-sink. Source adalah
subsistem yang merupakan pengekspor atau sumber suatu entitas atau sumber
daya, sedangkan sink adalah importir atau penerima dari entitas atau sumber daya
tersebut. Dalam konteks DDDTLH, yang dimaksud dengan sumber daya di sini
adalah jasa ekosistem yang pemanfaatannya dinamis, tidak hanya digunakan oleh
suatu wilayah. Model source-sink diperlukan untuk menganalisis DDDTLH, dalam
rangka menentukan ekosistem yang mungkin menjadi prioritas untuk dilindungi
bagi kelangsungan makhluk hidup jangka panjang. Hal ini akan membantu dalam
pembuatan kebijakan khususnya yang terkait dengan konservasi. Oleh karena itu,
dibuatlah peta aliran energi sumber daya pangan dan air sebagai model untuk
dianalisis.
Metode yang digunakan dalam pembuatan peta aliran energi pangan dan aliran
ketersediaan air, yaitu dengan menggunakan pendekatan hidrologi yang meliputi
rasterisasi, identifikasi zona fill sink, zona flow direction, zona flow accumulation,
dan map algebra dari data distribusi selisih energi pangan dan data selisih
ketersediaan air. Kedua data tersebut diperoleh dari selisih ketersediaan energi
pangan dan air setiap grid dengan kebutuhan energi bahan pangan dan air setiap
grid.
Gambar 4.70 Cluster Daerah Pemasok Bahan Pangan dan Pola Aliran Materi
Gambar 4.71 Cluster Daerah Pemasok Air dan Pola Aliran Materi
Tabel 4.80 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi
Penerima
ALIRAN PANGAN
Kab. Purwakarta
Kota Bandung
Kab. Bandung
Kota Cimahi
Kab. Cianjur
Kota Depok
Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kab. Bogor
V V V V V V
Kab. Sumedang V V (12,13,14,4,7,3)
(12,13,14,4,7) (12,13,14) (12) (12,13) (12,13,14,4) (12,13,14,4,7,3,1,5)
V V V V V V V
Sumber
ALIRAN AIR
Kab. Karawang
Kota Bandung
Kab. Bandung
Kab. Bandung
Kota Cimahi
Kab. Cianjur
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Barat
Kab. V V
V V (3,1)
Sukabumi (3) (3,1)
Sumber
Gambar 4.72 Cluster daerah pelayanan sampah TPPAS Sarimukti dengan modifikasi
(Penyusunan Kajian Potensi Sampah Kota Cimahi, 2015)
Metropolitan Bandung Raya hingga saat ini masih mengandalkan transportasi publik
utama berupa minibus (dikenal dengan angkutan kota atau angkot) yang
mempunyai kapasitas kecil dan bus dengan jumlah moda dan jalur yang terbatas.
Sementara itu, angkutan umum berbasis rel hanya melayani pergerakan dengan
jalur barat-timur dan tidak berperan secara signifikan dalam melayani kebutuhan
pergerakan masyarakat. Terlebih lagi, kualitas angkutan umum yang terus menurun
mengakibatkan banyaknya masyarakat yang beralih ke kendaraan pribadi.
Sementara itu, jumlah dan kualitas jalan eksisting tidak memadai untuk
menampung besarnya peningkatan jumlah kendaraan pribadi pada beberapa tahun
terakhir.
Dalam hal tata kelola air dan penanganan bencana banjir, Kota Cimahi memiliki nilai
indeks jasa ekosistem yang rendah (Gambar 4 .75). Padahal, Kota Cimahi memiliki
permasalahan kebutuhan air yang cukup besar dan bencana banjir. Sementara itu,
pengelolaan air dan banjir yang terjadi melibatkan banyak kabupaten/kota. Oleh
karena itu, Kota Cimahi perlu melakukan kerja sama antar wilayah dengan
kabupaten/kota lain yang dicakupi oleh DAS Citarum, di antaranya Kabupaten
Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Kerja sama dapat dilakukan di
antaranya Sistem penyediaan Air Minum (SPAM), peningkatan retensi air (biopori,
RTH, dll), dan drainase perkotaan yang baik dan bersih.
Gambar 4.75 Jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir Kota Cimahi dan
sekitarnya
Salah satu bentuk kerja sama dalam penyediaan air bersih, yaitu dengan adanyan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Kota Cimahi termasuk dalam SPAM Bandung
Raya, lebih tepatnya SPAM Regional Bandung Barat-Timur. SPAM Regional tersebut
meliputi sebagian wilayah Kota Bandung (Kecamatan Andir, Bandung Kulon,
Bojongloa Kaler, Babakan Ciparay, Rancasari, Cibiru, dan Ujungberung), sebagian
Kabupaten Bandung (Kecamatan Cileunyi, Rancaekek, dan Cicalengka), serta Kota
Cimahi. Kota Cimahi dilayani oleh penyedia PDAM Tirta Raharja, bersama dengan
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (WJP-MDM, 2013).
Bab 5 Tantangan Utama dan Isu Strategis Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup Kota Cimahi menghadapi berbagai tantangan regional dan global
yang dapat mempengaruhi keberlanjutan dari sistem ekologi dan sosial (SES) yang
ada di berbagai kawasan ekoregion di Kabupaten/Kota ini. Hal ini menjadikan
pentingnya Kota Cimahi untuk menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan di
tengah degradasi lingkungan yang terjadi. Terdapat setidaknya enam tantangan
lingkungan hidup di level regional dan global yang dapat berdampak pada
permasalahan di tingkat kota, yaitu 1) perubahan iklim, pemanasan global, efek gas
rumah kaca, dan berbagai dampak turunannya; 2) kelangkaan sumberdaya alam,
baik terkait energi (minyak, gas, batubara) ataupun bahan baku (mineral, logam,
produk primer); 3) ketersediaan, akses, dan kualitas air bersih; 4) ketersediaan,
akses, dan kualitas pangan, serta dampak dari produksi pangan terhadap lingkungan
hidup; 5) degradasi ekosistem dan penurunan jasa ekosistem bagi manusia; 6)
sampah, limbah, dan pencemaran (WRI, 2012).
Berdasarkan matriks pada Tabel 5.1, beberapa tantangan lingkungan global dan
tren besar berpengaruh terhadap lebih dari tiga dimensi kondisi lingkungan Kota
Cimahi. Secara spesifik, isu (1) Perubahan Iklim, (2) Ketersediaan dan Kualitas Air
Bersih, (3) Degradasi Ekosistem, (4) Demografi, dan (5) Pertumbuhan Ekonomi
dikategorikan sebagai ancaman bagi lingkungan hidup Kota Cimahi. Sementara itu,
tren (1) Inovasi dan Teknologi, (2) Pertumbuhan Ekonomi, (3) Kota dan Komunitas
yang berkelanjutan, (4) Prioritas Kebijakan dan tata kelola, dan (5) Kerjasama antar
Lembaga menunjukkan pengaruhnya sebagai peluang bagi solusi atas permasalahan
lingkungan hidup Kota Cimahi.
Koordinasi antar
Jasa ekosistem
Ambang batas
Daya tamping
Kebencanaan
Kota Cimahi
guna lahan
Penduduk
Pertanian
sampah
wilayah
pangan
Tantangan
lingkungan hidup dan tren
besar
Perubahan iklim
Ketersediaan dan kualitas air
Lingkungan
bersih
Ketersediaan pangan
Degradasi ekosistem
Sampah dan limbah
Demografi dan perubahan sosial
Akses pendidikan
Sosial
Kesetaraan gender
Keadilan dan perdamaian
Kesehatan
Inovasi dan teknologi
Ekonomi global
Kemiskinan dan kesenjangan
Ekonomi
social
Kota dan masyarakat
berkelanjutan
Pertumbuhan ekonomi
Institus
Prioritas kebijakan
Berdasarkan hasil analisis pada sub bab sebelumnya, maka diperoleh hasil rumusan
tantangan utama dan isu strategis di Kota Cimahi sebagai berikut:
3. Tekanan pertumbuhan penduduk di kota Cimahi terutama terkonsentrasi di
wilayah Cimahi Tengah di dalam kawasan Ekoregion Dataran Vulkanik.
Berdasarkan karakteristik ekoregion ini, jasa ekosistem yang dapat diberikan
adalah penyediaan air bersih, tanah vulkanik yang subur dan ruang hidup.
Ekoregion ini mengalami tekanan dalam bentuk masalah lalu lintas dan
kemacetan lalu lintas, pencemaran limbah rumah tangga, termasuk timbulan
sampah, dan limbah industri, yang pada akhirnya mengganggu kualitas air
tanah, air sumur dan sungai. Aktivitas perkotaan juga meningkatkan polusi
udara (khususnya CO, NOx dan PM10) dan polusi kebisingan, emisi gas rumah
kaca dan sanitasi yang tidak memadai yang berujung ancaman terhadap
kesehatan masyarakat. Serta jumlah sanitasi yaTantangan utama dan isu
strategis terkait pengelolaan persampahan di Kota Cimahi adalah pengurangan
volume sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
dan pengadaan lokasi untuk TPAS.
4. Aktivitas pertanian dan perluasan kawasan permukiman berpotensi
memberikan tekanan pada kawasan Ekoregion Perbukitan Vulkanik di wilayah
Cimahi Utara. Karena keterkaitannya dengan kawasan pegunungan vulkanik di
sisi utara Kabupaten Bandung Barat (terutama terhubung dengan kawasan
Cagar Alam Gunung Burangrang dan Tangkubanparahu), kawasan ekoregion ini
berperan di dalam penyediaan tata air, pengaturan iklim, dan pencegahan
longsor. Di sisi lain, ekoregion ini juga menjadi habitat bagi spesies-spesies yang
berperan dalam penyerbukan alami. Tekanan yang ada muncul dalam bentuk
berkurangnya dan terfragmentasinya habitat dan ruang terbuka hijau,
peningkatan potensi longsor pemanfaatan air berlebih dan pencemaran tanah
dari aktivitas pertanian hortikultura dan permukiman.
5.2 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Setiap Ekoregion di Wilayah Kota
Cimahi
Pada sub bab ini, fokus analisis terletak pada tantangan utama dan isu strategis di
setiap ekoregion di wilayah Kota Cimahi, yang dikelompokkan berdasarkan 3
wilayah ekoregion. Analisis ditujukan pada berjalannya fungsi kawasan ekoregion
tersebut dalam menyediakan jasa ekosistem bagi masyarakat Kota Cimahi dalam
satu kesatuan lansekap ekoregion, sehingga intervensi yang dilakukan terhadap isu
dapat dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Analisis dilakukan
menggunakan metoda DPSIR untuk mengetahui pemicu, tekanan, kondisi dampak
serta indikasi respon yang dapat dilakukan agar terjaganya fungsi ekosistem dan
keberlanjutan pemanfaatan jasa ekosistem bagi masyarakat di Kota Cimahi.
Pelepasan emisi
Penurunan
dan gas rumah
kualitas udara
kaca
Pelepasan Penurunan
pencemar ke kualitas air
badan air bersih
Timbulan
sampah pada
2045 mencapai Penurunan
Proyeksi 312 juta liter di kualitas air,
pertumbuhan Kecamatan kualitas tanah,
penduduk tahun 2025 Cimahi Selatan dan kualitas
dalam kategori positif dan 229 juta liter udara
tinggi di Kecamatan
Cimahi Tengah
Pemanfaatan air
domestik
sebesar 14 juta
m3 di Kecamatan
Cimahi Selatan Penurunan daya
dan sebesar 10 dukung air
juta m3 di
Kecamatan
Cimahi Tengah
tahun 2015
Pemanfaatan air
Penurunan daya
berlebih untuk
dukung air
pertanian
Pelepasan pupuk
Aktivitas pertanian
kimia berlebih
dan pestisida ke
Penurunan
badan air
kualitas air
Pelepasan gas
methana ke
udara
Aktivitas ekonomi Aktivitas industri Pelepasan Penurunan
di wilayah sedimen dan kualitas air
ekoregion pencemar ke
badan perairan
Pemanfaatan air
berlebih untuk
aktivitas industri,
Penurunan daya
pelepasan emisi
dukung air
dan limbah ke
air, tanah dan
udara
Pelepasan emisi
Penurunan
ke udara akibat
kualitas udara
kegiatan industri
Pelepasan
Penurunan
limbah ke badan
kualitas air
air
Impacts Responses
Peningkatan resiko kerawanan pangan Kebijakan tata ruang untuk
mencegah pengurangan lahan
budidaya.
Penurunan kualitas lingkungan hidup,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Penerapan kebijakan pertanian
Good Agricultural Practices (GAP)
untuk mengurangi dampak negatif
pertanian terhadap lingkungan.
Selain memberikan tekanan pada penyediaan air bersih dan pangan, tekanan
penduduk juga berpotensi meningkatkan timbulan sampah di dalam kawasan. Hal
ini akan diperparah dengan meningkatnya jumlah penduduk terutama di Kecamatan
Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Di satu sisi, peningkatan penduduk
meningkatkan permintaan atas pangan dari kawasan sekitar, meski di sisi lain,
timbulan sampah dan pertambahan penduduk juga mengurangi lahan produktif
untuk pertanian seiring kebutuhan lahan untuk permukiman. Terdapat masyarakat
adat yang menempati wilayah dataran vulkanik ini. Perlindungan budaya
masyarakat ini akan membantu pengelolaan lingkungan hidup di dalam kawasan.
Di dalam wilayah dataran vulkanik ini, terdapat masyarakat adat Cireundeu yang
mengelola kawasan berbasiskan hutan larangan. Di satu sisi, perlindungan budaya
masyarakat ini akan membantu pengelolaan lingkungan hidup di dalam kawasan. Di
sisi lain, tekanan pembangunan berpotensi mengancam keberadaan hutan larangan
dan lahan tempat tinggal masyarakat, yang dapat berujung pada penurunan
keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem yang disediakan oleh kawasan tersebut.
Berkurangnya Penurunan
luas RTH kualitas udara
Pemanfaatan air
Penurunan daya
berlebih untuk
dukung air
pertanian
Pelepasan pupuk
kimia berlebih Penurunan
dan pestisida ke kualitas air
badan air
Penurunan
keanekaragaman
hayati dan
Aktivitas pertanian
Aktivitas ekonomi fragmentasi
di Cimahi Utara habitat
Penurunan
Alih fungsi lahan
kapasitas tanah
hijau di kawasan
dalam menahan
lindung menjadi
air dan lapisan
area pertanian
tanah atas
Penurunan
kapasitas
pengaturan iklim
mikro
Impacts Responses
Peningkatan resiko kerawanan pangan Kebijakan tata ruang untuk
mencegah pengurangan lahan
pertanian.
Peningkatan resiko kekeringan dan longsor
Penerapan tata kota yang tangguh
dan berkelanjutan.
Penurunan kualitas lingkungan hidup,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Penerapan kebijakan pertanian
Good Agricultural Practices (GAP)
untuk mengurangi dampak negatif
pertanian terhadap lingkungan.
Kebijakan AMDAL dan ambang batas
emisi
Pengembangan sistem ruang
terbuka hijau terpadu berdasarkan
kebutuhan kawasan.
Sesuai mandatnya bahwa RPPLHD disusun sebagai referensi dan penyeimbang bagi
rencana pembangunan baik sektoral maupun spasial, untuk itu arahan rencana
program prioritas yang tercantum dalam dokumen ini merupakan indikasi program
dan kebijakan yang perlu dijabarkan lebih rinci dalam berbagai rencana
pembangunan seperti RPJMD, RTRW, RENSTRA SKPD, dan RENJA SKPD. Namun
demikian penjabaran rencana program yang lebih rinci pada rencana-rencana
pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan panduan mengenai
indikator dan target capaian dari rencana program RRPPLH ini yang dicantumkan
pada bab 7.
1. Dataran Vulkanik
Arahan program prioritas di wilayah ini diarahkan untuk:
a. Menjaga keberlangsungan ekosistem yang memiliki jasa penyediaan air bersih.
b. Mengurangi tingkat pencemaran air, tanah dan udara melalui pengawasan baku
mutu lingkungan dan ijin lingkungan
c. Penerapan teknologi bersih bagi industri untuk pengelolaan limbah padat dan
cair.
d. Pengelolaan sampah domestik melalui program reduce, reuse, recycle.
e. Pemberdayaan masyarakat adat untuk pengelolaan lingkungan berbasis kearifan
lokal.
2. Perbukitan Vulkanik
Arahan program prioritas di wilayah ini diarahkan untuk:
a. Menjaga keberlangsungan ekosistem yang memiliki jasa penyediaan tata air,
pengaturan iklim, dan pencegahan longsor, dan penyerbukan alami.
b. Pengembangan sistem ruang terbuka hijau yang terintegrasi dan terhubung satu
sama lain sebagai koridor hijau, pengatur tata air dan iklim mikro.
c. Pembatasan pemanfaatan air tanah dan kegiatan ekonomi di zona-zona
perlindungan dan pemanfaatan terbatas.
3. Perbukitan Struktural
Arahan program prioritas di wilayah ini diarahkan untuk:
a. Menjaga keberlangsungan ekosistem yang memiliki jasa penyediaan tata air dan
pencegahan longsor.
b. Pembatasan kegiatan pembangunan di wilayah rawan longsor dan wilayah
ekoregion yang memiliki jasa pemurnian air.
c. Penerapan kebijakan pertanian Good Agricultural Practices (GAP) untuk
mengurangi dampak negatif pertanian terhadap lingkungan.
d. Mengurangi tingkat pencemaran air dan udara melalui pengawasan baku mutu
lingkungan dan ijin lingkungan.
Untuk menjaga kondisi dan kualitasnya, maka pada zona perlindungan tidak
diperkenankan dilakukan pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang bersifat
mengubah bentang alam dan/atau tutupan lahan. Zona perlindungan harus menjadi
wilayah yang diutamakan pemulihan dan peningkatan kualitas ekosistemnya.
Mekanisme pemantauan dan evaluasi ini tidak terlepas dari beberapa kerangka
regulasi dan pedoman lainnya yang terkait, diantaranya:
1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
2. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN).
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan dan Kinerja
Instansi Pemerintah.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
7. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara PPN/Kepala
Bappenas No. Kep-102/Mk.2/2002 dan No. Kep.292/M.Ppn/09/2002 tentang
Sistem Pemantauan dan Pelaporan Pelaksanaan Proyek Pembangunan.
2.2 Berkurangnya Jumlah luas lahan 137 Ha 125 Ha 115 Ha 100 Ha 65 Ha 45 Ha Data LP2B.
tekanan terhadap pertanian yang
wilayah ekoregion berhasil
dan ekosistem dipertahankan.
penghasil pangan.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
2.3 Berkurangnya % peningkatan indeks 23,33 10% 15% 20% 25% 30% Data IKLH Kota
tingkat pence- kualitas air terhadap Cimahi
maran lingkungan kondisi tahun 2017.
air, tanah dan
udara.
% peningkatan indeks 38,8 (Data 10% 15% 20% 25% 30%
kualitas udara sementara)
terhadap kondisi
tahun 2017.
2.4 Terjaganya luas Luas kawasan 2.621,473 Ha 2.621,473 2.621,473 2.621,473 2.621,473 2.621,473 Hasil analisis luas
dan fungsi ekoregion dengan jasa Ha Ha Ha Ha Ha ekoregion dengan
wilayah ekoregion sumber genetik dan jasa ekosistem
dengan jasa habitat spesies tinggi genetik dan
lingkungan sum- berhasil habitat spesies
ber genetik dan dipertahankan dari untuk
habitat spesies kondisi thn 2017. penyerbukan
tinggi untuk alami.
penyerbukan
alami.
3.1 Tersedianya Jumlah instrumen XXX instrument XXX XXX XXX XXX XXX Daftar PERDA dan
mekanisme kebijakan PPLH yang kebijakan instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen aturan lainnya.
pengendalian berlaku di kota Cimahi. kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan
pemanfaatan
sumberdaya alam
dan lingkungan Jumlah instrumen XXX XXX XXX XXX XXX
hidup melalui XXX instrumen Daftar PERDA dan
ekonomi lingkungan ekonomi instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen aturan lainnya.
berbagai (mis. payment for ekonomi ekonomi ekonomi ekonomi ekonomi
instrument. lingkungan.
ecosystem services, lingkungan lingkungan lingkungan lingkungan lingkungan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
poluter pay principles) . . . .
yang digunakan untuk (pajak air tanah
PPLH di kota Cimahi dikelola oleh
PEMDA)
3.2 Tersedianya Jumlah JUKLAK dan XXX JUKLAK XXX XXX XXX XXX XXX Daftar
sistem dan JUKNIS untuk dan JUKNIS utk JUKLAK JUKLAK JUKLAK JUKLAK JUKLAK juklak/juknis utk
instrument pemantauan baku pemantauan dan JUKNIS dan JUKNIS dan JUKNIS dan JUKNIS dan JUKNIS pemantauan IKLH
pemantauan dan mutu lingkungan IKLH utk utk utk utk utk di Kota Cimahi
pelestarian hidup (IKLH). pemantau pemantau pemantau pemantau pemantau
lingkungan hidup an IKLH an IKLH an IKLH an IKLH an IKLH
dengan indikator
yang terukur.
Keberadaan sistem Belum ada Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan Sistem basis data
data dan informasi beroperasi ter- ter- ter- ter- dan informasi dari
untuk pemantauan update, update, update, update, kab/kota.
baku mutu lingkungan serta serta serta serta
hidup (IKLH). berkemba berkemba berkemba berkemba
ng ng ng ng
3.3 Terjaminnya Jumlah lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi Program air
efisiensi program/kegiatan bersih 2018-2023
pemanfaatan reduce, reuse, recycle (DPKP Kota
sumberdaya alam untuk efisiensi Cimahi)
dan lingkungan pemanfaatan air yang
hidup untuk sudah berjalan.
pemanfaatan
jangka panjang.
% kenaikan efisiensi Dokumen
pengolahan sampah 6,04 % 7,5 % 10 % 12,5 % 15 % 17,5 % masterplan
melalui reduce, reuse, persampahan
recycle untuk limbah
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
padat dan cair yang Kota Cimahi
sudah berjalan.
3.4 Meningkatnya MOU/kerjasama antar 2 kerjasama XXX XXX XXX XXX XXX Berkas MOU
kerjasama antar kab/kota dalam pengelolaan air kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama pengelolaan air
wilayah pengelolaan air yang (dengan SPAM pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa antar kab/kota
administrasi dalam sdh berjalan . Regional & Kab. n air n air n air n air n air
pengendalian, Bandung)
pemantauan serta
pendayaggunaan
dan pelestarian 1 kerjasama
sumberdaya alam pengendalian
dan lingkungan banjir Bandung
hidup. Raya (antara 5
kab/kota + prov
+ ditjen SDA
PUPR)
1 kerjasama
pengelolaan
Jumlah sampah XXX XXX XXX XXX XXX Berkas MOU
MOU/kerjasama antar (dengan TPPSA Kerjasama Kerjasama kerjasama Kerjasama kerjasama pengelolaan
kab/kota dalam regional) pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa sampah antar
pengelolaan sampah n sampah n sampah n sampah n sampah n sampah kab/kota
yang sudah berjalan.
3.5 Meningkatnya Jumlah perusahaan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
peran serta dan/atau industri yang perusahaan perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa pelaksanaan
masyarakat dan melaksanakan n n n n n program CSR
pihak swasta program CSR terkait perusahaan.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
dalam pengelolaan
pemantauan, lingkungan hidup Foto kegiatan
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup. Jumlah kegiatan XXX XXX XXX XXX
pengelolaan LH yang kegiatan. kegiatan. kegiatan. kegiatan. Dokumen SLHD
dilakukan oleh 6 kegiatan XXX
termasuk 4 Kegiatan. dan data Dinas
kelompok masyarakat Kebersihan dan
secara swadaya pembangunan
komposter, 1 Pertamanan..
(termasuk: sanitasi
berbasis masyarakat, bank sampah,
IPAL domestik dan dan 1 biogas.
pengelolaan kompos).
4.1 Berkurangnya % penurunan indeks Rata-rata 5% 7,5% 10% 12,5% 15% Data Sistem
tingkat kerentanan iklim di indeks 0,42 Informasi dan
kerentanan dan Kota CImahi dari Indeks
risiko bencana ak- kondisi 2017 Kerentanan
ibat dampak neg- (SIDIK) dari KLHK
ative perubahan tahun 2014.
iklim
4.2 Meningkatnya ka- % kenaikan indeks Skor 120 5% 7,5% 10% 12,5% 15% Data indeks risiko
pasitas dan kesi- kapasitas di kota bencana dari
apsiagaan Cimahi dari kondisi BNPB/BPBD tahun
masyarakat dalam 2017 2013.
menghadapi
dampak negative
perubahan iklim.
4.3 Tersedianya in- % luas ruang terbuka 19% 20% 22% 25% 27% 30% Data Bappeda
frastruktur hijau hijau terhadap luas Kota Cimahi dan
untuk memini- kota Cimahi. Perda No. 4
masi dampak pe- Tahun 2013.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
rubahan iklim.
4.4 Terwujudnya pen- Keberadaan Tidak ada TIdak ada Ada Ada Ada Ada Dokumen
gembangan kota masterplan kota hijau dokumen dokumen masterplan kota
hijau dan kota dan/atau kota tangguh hijau dan/atau
tangguh bencana. untuk Kota Cimahi. kota tangguh kota
cimahi
% dan/atau jumlah
program dan/atau % % % % Dokumen laporan
kegiatan kota hijau Tidak ada Tidak ada dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau pelaksanaan
dan/atau kota tangguh program program XXX XXX XXX XXX program dan/atau
yang terlaksana. dan/atau dan/atau program program program program kegiatan.
kegiatan kegiatan dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan
4.5 Tersedianya sis- Kebijakan insentif XXX kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX Peraturan Daerah
tem transportasi pajak moda kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan terkait.
public yang ren- transportasi publik
dah emisi. rendah emisi.
4.6 Tersedianya sum- Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
ber-sumber en- pengembangan program program program program program program/proyek.
ergy baru dan ter- sumber EBT yang (kajian utk
barukan. sudah terlaksana teknologi dan
kemanfaatan)
PROGRAM
1.1.1 Sinkronisasi 100% arahan zonasi RPPLHD belum 100% 100% 100% 100% 100% Dokumen dan
pola ruang dalam dokumen tersedia arahan arahan arahan arahan arahan PERDA RPPLHD
RTRW dengan RPPLHD diacu dalam zonasi zonasi zonasi zonasi zonasi dan RTRW.
Zonasi RPPLH revisi dan/atau dalam dalam dalam dalam dalam
penyusunan rencana RPPLHD RPPLHD RPPLHD RPPLHD RPPLHD
pola ruang RTRW. diacu diacu diacu diacu diacu
dalam dalam dalam dalam dalam
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
revisi revisi revisi revisi revisi
dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
penyusuna penyusuna penyusuna penyusuna penyusuna
n RTRW. n RTRW. n RTRW. n RTRW. n RTRW.
1.1.2 Pengendalian XXX instrument XXX instrument XXX XXX XXX XXX XXX PERDA/SK
pemanfaatan kebijakan mengenai kebijakan instrument instrument instrument instrument instrument Walikota/Dokume
ruang pada dis-insentif mengenai dis- kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan n instrument
zona-zona pemanfaatan ruang insentif mengenai mengenai mengenai mengenai mengenai kebijakan lainnya
rentan pada zona rentan pemanfaatan dis-insentif dis-insentif dis-insentif dis-insentif dis-insentif terkait dis-insentif
penurunan penurunan kualitas LH ruang pada pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaatan
kualitas LH dan/atau kawasan zona rentan an ruang an ruang an ruang an ruang an ruang ruang pada zona
lindung. penurunan pada zona pada zona pada zona pada zona pada zona rentan penurunan
kualitas LH rentan rentan rentan rentan rentan kualitas LH
dan/atau penurunan penurunan penurunan penurunan penurunan dan/atau kawasan
kawasan kualitas LH kualitas LH kualitas LH kualitas LH kualitas LH lindung.
lindung. dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
kawasan kawasan kawasan kawasan kawasan
lindung. lindung. lindung. lindung. lindung.
1.2.1 Pembatasan Tersedianya Belum ada Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Peta zonasi
eksploitasi air pembatasan zonasi pembatasan a a a a a pemanfaatan
tanah pada pemanfaatan air tanah zonasi pembatasa pembatasa pembatasa pembatasa pembatasa dan/atau
di kawasan perkotaan pemanfaatan n zonasi n zonasi n zonasi n zonasi n zonasi eksploitasi air
kawasan
dan industri. air tanah di pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat tanah.
perkotaan kawasan an air an air an air an air an air
dan industry. perkotaan dan tanah di tanah di tanah di tanah di tanah di
industry. kawasan kawasan kawasan kawasan kawasan
perkotaan perkotaan perkotaan perkotaan perkotaan
dan dan dan dan dan
industri industri industri industri industri
1.2.2 Pembatasan Volume air tanah yang 7.871.356,400 7.871.356, 7.871.356, 7.871.356, 7.871.356, 7.871.356, Data eksploitasi
pemanfaatan dimanfaatkan secara m3/tahun 400 400 400 400 400 air tanah dari
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
air tanah langsung m3/tahun m3/tahun m3/tahun m3/tahun m3/tahun Dinas Energi dan
untuk sektor (dieksploitasi) oleh Sumber Daya
industri dan sektor industri tidak Mineral.
bertambah dari
perhotelan
kondisi tahun 2017.
1.2.3 Pemanfaatan % kenaikan volume 2.262.902 5% 7% 10% 12% 15% Data
air pemanfaatan air m3/tahun pemanfaatan air
permukaan permukaan yang permukaan yang
diolah melalui diolah dari PDAM
melalui
teknologi pengolahan dan/atau instansi
teknologi air dari kondisi tahun terkait.
pengolahan 2017 (oleh PDAM
air dan/atau instansi
terkait)
1.2.4 Pembuatan Jumlah sumur resapan XXX sumur XXX sumur XXX sumur XXX sumur XXX sumur XXX sumur Data dan/atau
sumur dan biopori yang resapan resapan resapan resapan resapan resapan laporan
resapan dan dibuat melalui proyek/kegiatan
partisipasi masyarakat dari instansi
pemanenan
kota XXX biopori XXX XXX XXX XXX XXX terkait.
air hujan di
wilayah biopori biopori biopori biopori biopori
permukiman
kota besar
melalui
partisipasi
masyarakat
kota
1.3.1 Intensifikasi Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
lahan pertanian perkotaan program program program program program dari instansi
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pertanian di yang melibatkan terkait.
wilayah masyarakat kota.
perkotaan
melalui urban
farming atau
pertanian
perkotaan di
lahan-lahan
privat
1.3.2 Peningkatan Produksi hasil XXX Kwintal XXX XXX XXX XXX XXX Data produksi
produksi hasil pertanian organic Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal hasil pertanian
pertanian terhadap produksi organic dari Dinas
tahun 2017 Pertanian.
organik
1.3.3 Peningkatan Produksi hasil XXX Kwintal XXX XXX XXX XXX XXX Data produksi
hasil peternakan terhadap Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal hasil peternakan
produksi produksi tahun 2017 dari SKPD terkait.
peternakan
1.3.1 Pelarangan Aturan zonasi Belum tersedia Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Aturan dan
pemanfaatan pemanfaatan air aturan zonasi a aturan a aturan a aturan a aturan a aturan kebijakan terkait
air tanah tanah. pemanfaatan zonasi zonasi zonasi zonasi zonasi zonasi
air tanah. pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaatan air
pada zona-
an air an air an air an air an air tanah.
zona tanah tanah tanah tanah tanah
konservasi
dan
pencadangan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
1.3.2 Penegakkan Berkurangnya kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus Data kasus
peraturan pelanggaran aturan pelanggaran pelanggara pelanggara pelanggara pelanggara pelanggara pelanggaran
pembatasan zonasi pemanfaatan n n n n n pemanfaatan air
pemanfaatan air tanah dari kasus tanah dari SKPD
air pada zona tahun 2017. terkait (Dinas
pemanfaatan Energi dan
terbatas Sumber Daya
Mineral).
2.1.1 Kaji ulang Jumlah kebijakan XXX kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
penggunaan daerah yang yang kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan
ruang pada dilaksanakan untuk dilaksanakan yang yang yang yang yang dan/atau laporan
mempertahankan dilaksanak dilaksanak dilaksanak dilaksanak dilaksanak program SKPD
lahan dengan
lahan dengan jasa an an an an an terkait.
jasa penyimpan air tinggi.
penyimpan
air tinggi
2.1.2 Pembatasan Jumlah proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek Data proyek
pembanguna pembangunan pembangunan
n infratsruktur pada infrastruktur pada
infrastruktur lahan dengan jasa lahan dengan IJE
pada lahan penyimpan air tinggi. penyimpan air
dengan jasa tinggi.
penyimpan
air tinggi
2.2.1 Pelestarian Luas lahan pertanian 137 Ha 125 Ha 115 Ha 100 Ha 65 Ha 45 Ha Data LP2B.
dan yang berhasil
perlindungan dipertahankan..
lahan
pertanian
produktif
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
sebagai
daerah
lumbung
pangan
2.2.2 Pengendalian XX instrument XXX instrumen XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
alih fungsi kebijakan mengenai instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen kebijakan dan
lahan dis-insentif alih fungsi aturan daerah.
pertanian lahan pertanian.
menjadi non-
pertanian
2.3.1 Revitalisasi Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
dan revitalisasi dan Program Program Program Program Program program.
normalisasi normalisasi sungai
yang dilaksanakan
sungai-sungai
vital yang
berada,
melintasi
dan/atau
bermuara di
perkotaan
2.3.2 Peningkatan Jumlah perusahaan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Data hasil
kualitas (baku yang memenuhi perusahaan perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa pengawasan baku
mutu) air standar baku mutu n n n n n mutu limbah cair
pengelolaan limbah perusahaan dari
sungai
cair. BLH.
melalui
pengawasan
pengelolaan
limbah
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
industry dan
ijin lokasi
industry
2.3.3 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an program pengelolaan lumpur Program Program Program Program Program program.
pengelolaan tinja yang
lumpur tinja. dilaksanakan
2.3.4 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an program pengelolaan limbah Program Program Program Program Program program.
pengelolaan cair yang dilaksanakan
limbah cair
2.3.5 Pengurangan Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
beban perbaikan sanitasi Program Program Program Program Program program.
pencemar air rumah tangga yang
sungai yang dilaksanakan
berasal dari
limbah
domestik
melalui
perbaikan
sanitasi
rumah
tangga
2.3.6 Peningkatan Jumlah program uji XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
kualitas emisi yang Program Program Program Program Program program.
(baku mutu) dilaksanakan
udara melalui
uji emisi
2.3.7 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an program pengelolaan sampah Program Program Program Program Program program.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pengelolaan terpadu yang
sampah dilaksanakan
terpadu,
termasuk
program
daur ulang
dan
pembatasan
penggunaan
kantong
plastik
2.3.8 Pembatasan % pengurangan XXX m3/tahun 10% 12% 15% 17% 20% Data statistic
penggunaan volume penggunaan pertanian.
pupuk pupuk dan/atau
dan/atau pestisida dari kondisi
pestisida tahun 2017.
yang dapat
mencemari
tanah dan air
2.4.1 Peningkatan Persentase kenaikan 14,452 Ha 10% 12% 15% 17% 20% Hasil analisis
kualitas luas tutupan lahan overlay antara
pengelolaan hutan pada kawasan peta/data
lindung dari kondisi kawasan lindung
kawasan
tahun 2017. thn 2017 dengan
lindung tutupan hutan
eksisting setiap
thn target
capaian.
2.4.2 Pengembang Jumlah penelitian XXX penelitian XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
an manfaat pengembangan penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian
sumberdaya manfaat sumberdaya
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
genetic genetik yang hasilnya XXX penerapan Laporan kegiatan
melalui berhasil diterapkan. hasil penelitian XXX XXX XXX XXX XXX hasil penerapan
penelitian penerapan penerapan penerapan penerapan penerapan penelitian.
dan hasil hasil hasil hasil hasil
penerapanny penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian
a
2.4.3 Penyebaran Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
informasi sosialisasi manfaat Program Program Program Program Program program.
potensi dan sumberdaya genetic
manfaat yang dilaksanakan
sumberdaya
genetic
kepada
masyarakat
6.1.1 Harmonisasi Jumlah kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian Dokumen kajian
peraturan harmonisasi kebijakan harmonisasi
daerah daerah peraturan.
terkait sistem
perijinan
lingkungan
hidup dengan
peraturan
sektor terkait
yang
berpotensi
saling
melemahkan
6.1.2 Pengembang Jumlah instrument XXX instrumen XXX XXX XXX XXX XXX Daftar PERDA dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
an ekonomi lingkungan instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen aturan lainnya.
instrument hidup yang
ekonomi diaplikasikan untuk
rencana dan program
lingkungan
pembangunan
hidup dan
seluruh
ketentuan
aturannya
3.2.2 Pengembang Jumlah kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian Dokumen hasil
an metoda pengembangan pengembangan pengemba pengemba pengemba pengemba pengemba kajian.
indeks metoda indeks ngan ngan ngan ngan ngan
kualitas lingkungan
kualitas
hidup yang terstandar
lingkungan dan terpercaya
hidup yang
terstandar
dan
terpercaya
3.2.3 Tersedianya Sistem basis data dan XXX sistem XXX sistem XXX sistem XXX sistem XXX sistem XXX sistem Sistem basis data
data dan informasi. basis data dan basis data basis data basis data basis data basis data dan informasi
informasi informasi. dan dan dan dan dan yang terpasang di
yang up-to- informasi. informasi. informasi. informasi. informasi. SKPD terkait.
date
mengenai
produksi, XXX XXX XXX XXX XXX
distribusi dan Jumlah updating data
dan informasi XXX kali/tahun kali/tahun kali/tahun kali/tahun kali/tahun kali/tahun
pemanfaatan
bahan-bahan
pencemar
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
lingkungan
hidup
3.2.4 Peningkatan Jumlah kegiatan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
pengawasan, pengawasan, kegiatan/tahun kegiatan/t kegiatan/t kegiatan/t kegiatan/t kegiatan/t
pengendalian pengendalian dan ahun ahun ahun ahun ahun
dan penindakan
penindakan kepatuhan penerapan
kepatuhan sistem pengamanan
penerapan dan penanganan
sistem bahan pencemar
pengamanan lingkungan hidup per
dan tahun
penanganan
bahan
pencemar
lingkungan
hidup
3.3.1 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an reduce, reduce, reuse, recycle Program Program Program Program Program program.
reuse, beserta intrumen dan
recycle teknologinya dalam
beserta efisiensi pemanfaatan
intrumen dan air yang dilaksanakan
teknologinya
dalam
efisiensi
pemanfaatan
air
3.3.2 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an reduce, reduce, reuse, recycle Program Program Program Program Program program.
reuse, beserta intrumen dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
recycle teknologinya dalam
beserta dalam pengelolaan
intrumen dan limbah padat, cair dan
teknologinya B3 yang dilaksanakan.
dalam
pengelolaan
limbah
padat, cair
dan B3
3.4.1 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
dalam pengelolaan air
administrasi
tanah dan pelestarian
dalam atau pemulihan
pengelolaan ekosistem yang
air tanah dan memiliki jasa tata air
pelestarian yang dilaksanakan.
atau
pemulihan
ekosistem
yang memiliki
jasa tata air.
3.4.2 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
dalam pengelolaan
administrasi
DAS dan/atau WAS
dalam untuk pengendalian
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pengelolaan banjir di kawasan DAS
DAS dan/atau Citarum yang
WAS untuk dilaksanakan.
pengendalian
banjir di
kawasan DAS
Citarum.
3.4.3 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
administrasi dalam menjamin
dalam ketersediaan bahan
menjamin pangan yang
ketersediaan dilaksanakan.
bahan
pangan
3.4.4 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
administrasi dalam pengelolaan
dalam sampah yang
pengelolaan dilaksanakan.
sampah
3.4.5 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi di kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
administrasi kawasan metropolitan
di kawasan Bandung dalam
metropolitan pengembangan sistem
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
Bandung transportasi publik
dalam yang rendah emisi
pengembang yang dilaksanakan.
an sistem
transportasi
publik yang
rendah emisi.
3.4.6 Penerapan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
instrument kerjasama kerjasama program program program program program program/kegiatan
ekonomi perlindungan dan kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
pengelolaan
lingkungan
lingkungan hidup
hidup dalam antar wilayah
proses administrasi yang
kerjasama menerapkan
perlindungan instrument ekonomi
dan lingkungan hidup.
pengelolaan
lingkungan
hidup antar
wilayah
administrasi
3.5.1 Penyediaan Jumlah sosialisasi 23 kegiatan XXX XXX XXX XXX XXX Data SLHD
akses untuk masyarakat sosialisasi. kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan dan/atau laporan
informasi dan mengenai program sosialisasi. sosialisasi. sosialisasi. sosialisasi. sosialisasi. kegiatan.
penyelenggaraan
mekanisme
perlindungan dan
umpan balik pengelolaan
bagi lingkungan hidup.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
masyarakat
mengenai
penyelenggar Jumlah alat/platform
aan penyebaran informasi
perlindungan publik mengenai XXX XXX XXX XXX XXX XXX Berkas
dan penyelenggaraan alat/platform alat/platfo alat/platfo alat/platfo alat/platfo alat/platfo brosur/pamphlet/
perlindungan dan penyebaran rm rm rm rm rm poster/foto
pengelolaan
pengelolaan informasi. penyebara penyebara penyebara penyebara penyebara website dan
lingkungan lingkungan hidup
hidup. n n n n n lainnya.
informasi. informasi. informasi. informasi. informasi.
3.5.2 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
an pola perlindungan dan Program Program Program Program Program program/kegiatan
perlindungan pengelolaan .
dan lingkungan hidup
pengelolaan berbasis kearifan lokal
lingkungan yang dilaksanakan.
hidup
berbasis
kearifan
lokal.
3.5.3 Pengembang Jumlah instrument XXX intrumen XXX XXX XXX XXX XXX Daftar kebijakan
an kebijakan tentang intrumen intrumen intrumen intrumen intrumen dan aturan
mekanisme mekanisme insentif daerah terkait.
insentif dan dan dis-insentif bagi
dis-insentif masyarakat dan sektor
bagi swasta dalam
masyarakat perlindungan dan
dan sektor pengelolaan
swasta dalam lingkungan hidup yang
perlindungan dikembangkan dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
dan dilaksanakan.
pengelolaan
lingkungan
hidup.
4.1.1 Penyusunan Dokumen kajian Belum tersedia Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah Dokumen kajian
kajian kerentanan iklim kota dokumen kajian tersedia tersedia tersedia tersedia tersedia kerentanan iklim.
kerentanan Cimahi kerentanan kajian kajian kajian kajian kajian
iklim kerentana kerentana kerentana kerentana kerentana
iklim di Kota
n iklim n iklim n iklim n iklim n iklim
Cimahi dengan dengan dengan dengan dengan
periode periode periode periode periode
terbaru. terbaru. terbaru. terbaru. terbaru.
4.1.2 Integrasi Luas lahan pada zona 0 Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha Analisis hasil
kajian dengan tingkat overlay zona
kerentanan kerentanan iklim tinggi kerentanan iklim
diadopsi sebagai tinggi dengan
iklim kedalam
kawasan lindung kawasan lindung
RTRW dan dan/atau dan/atau kawasan
RPJMD Kota pemanfaatan terbatas pemanfaatan
Cimahi dalam pola ruang terbatas.
RTRW.
4.3.2 Percepatan Jumlah luas lahan XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha Laporan
alokasi RTH yang dibebaskan pembebasan
sebanyak untuk RTH. lahan untuk RTH.
30% dari luas
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
daerah
administrativ Jumlah luas lahan Laporan
e yang diperuntukkan XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha program/kegiatan
untuk infrastruktur pembangunan
hijau infrastruktur
hijau.
4.3.3 Pengembang Jumlah luas lahan XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha Laporan program
an yang diperuntukkan pengembangan
infrastruktur untuk infrastruktur infrastruktur
hijau di hijau di kawasan hijau.
kawasan rawan bencana
rawan
bencana,
seperti
terasering
lahan
pertanian
dan lainnya
4.4.1 Penyusunan Dokumen masterplan Tidak ada TIdak ada Ada Ada ada ada Dokumen
masterplan kota hijau dan kota dokumen dokumen masterplan kota
kota hijau tangguh bencana hijau dan kota
dan kota tangguh bencana
tangguh
bencana
4.4.2 Pengembang Daftar indikator kota TIdak ada Ada Ada Ada Ada Ada Laporan
an indikator hijau dan kota tangguh indikator penyusunan/peng
kota hijau bencana yang telah embangan
dan kota disusun. indikator kota
tangguh hijau dan kota
bencana tanggung
sebagai tolak bencana.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
ukur
ketangguhan
kota dalam
menghadapi
dampak
perubahan
iklim
4.4.3 Pengembang % pencapaian indeks 0% 30% 50% 60% 70% 80% Hasil penilaian
an kota hijau kota hijau dan kota indeks kota hijau
dan kota tangguh bencana dan kota tangguh
tangguh untuk Kota Cimahi bencana.
sebagai salah
satu contoh
praktik baik
dalam upaya
adaptasi dan
mitigasi
perubahan
iklim
4.5.1 Penegakkan Jumlah kendaraan XXX kendaraan XXX XXX XXX XXX XXX Laporan atau data
aturan transportasi publik kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan pengawasan baku
standar emisi yang memenuhi mutu emisi untuk
standar baku mutu transportasi
bagi sistem
emisi. publik.
transportasi
public
4.5.2 Percepatan Jumlah kendaraan XXX kendaraan XXX XXX XXX XXX XXX Data kendaraan
penggunaan transportasi publik kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan transportasi
bahan bakar yang menggunakan publik dari
bahan bakar SKPD/instansi
bersumber
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
bio-energi bersumber bio-energi terkait.
dan/atau dan/atau energi baru
energi baru dan terbarukan.
dan
terbarukan
bagi moda
transportasi
public
4.5.3 Penerapan Jumlah kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
insentif pajak dan/atau aturan kebijakan/atura kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan.
moda mengenai insentif n aturan aturan aturan aturan aturan
transportasi pajak moda
umum dan transportasi umum
moda dan moda transportasi
transportasi rendah emisi yang
rendah emisi berlaku
4.6.1 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
an program pengembangan waste Program Program Program Program Program program/proyek.
waste to to energy yang
dilaksanakan.
energi
4.6.2 Penerapan Jumlah kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
insentif dan/atau aturan kebijakan/atura kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan.
untuk mengenai insentif n aturan aturan aturan aturan aturan
pengguna untuk pengguna
energi baru energi baru dan
dan terbarukan.
terbarukan
7.5 Pelaporan Pelaksanaan Implementasi RPPLHD
Pelaksanaan dan/atau penyelenggaraan RPPLHD harus dilaporkan dalam sebuah
laporan tertulis yang merangkum seluruh program dan kegiatan yang terkait
dengan pencapaian kebijakan RPPLHD. Sumber penyusunan laporan dapat berasal
dari laporan pelaksanaan program yang disusun oleh SKPD terkait yang bertanggung
jawab terhadap masing-masing program. Laporan disusun setiap lima tahunan
sesuai dengan periode pemantauan periodik. Harapannya adalah semua laporan
mengenai program dan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dapat terdokumentasi dengan baik untuk kegunaan kegiatan pemantauan dan
evaluasi kebijakan RPPLHD Kota Cimahi.
Pada setiap akhir tahun ke-10 dari penyelenggaraan RPPLHD ini, BLHD dan
BAPPEKO akan mengkoordinasikan sebuah peninjauan atau evaluasi paruh waktu
yang melibatkan seluruh SKPD dan pemangku kepentingan lainnya yang hasilnya
akan dituangkan dalam laporan evaluasi paruh waktu 10 tahunan. Pada akhir tahun
ke-30 akan dilakukan sebuah evaluasi akhir menyeluruh yang hasilnya akan
dituangkan kedalam sebuah laporan evaluasi akhir yang berisi laporan kegiatan dan
pencapaian selama kurun waktu penyelenggaraan RPPLHD periode 2017-2047,
laporan akhir juga akan memuat rekomendasi tindak lanjut sebagai masukan bagi
penyusunan RPPLHD tahap periode berikutnya.
Bab 8 Penutup
Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi 2017-2047 ini disusun berdasarkan hasil analisis
terhadap tantangan utama dan isu strategis yang mengacu pada inventarisasi
lingkungan hidup tingkat pulau kepulauan dan inventarisasi lingkungan hidup
tingkat ekoregion. Berbagai arahan program dan target capaian yang tercantum
dalam dokumen ini perlu dijabarkan lebih detil lagi khususnya untuk menyusun
program dan kegiatan penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
dalam mencapai target sasaran yang telah ditetapkan. RPPLHD ini disusun sebagai
pedoman untuk:
1. Penyusunan RPJPD, RPJMD dan RTRW Kota Cimahi, RENSTRA dan RENJA
SKPD, serta dokumen perencanaan lainnya dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Kota Cimahi.
2. Menjamin terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar ruang,
antar waktu, antar fungsi SKPD maupun antar pemerintah provinsi dan kota
Cimahi.
3. Mewujudkan keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan.
4. Mewujudkan tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan dan berkelanjutan.
RPPLHD Kota Cimahi 2017-2047 ini merupakan pedoman bagi seluruh pemangku
kepentingan untuk menyelenggarakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di Kota Cimahi, sehingga penyelenggaraan upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan ini memerlukan keterlibatan aktif dan peran serta seluruh
pemangku kepentingan, tidak hanya pemerintah kota dan jajaran institusi SKPD-
nya, namun juga diperlukan keterlibatan aktif dari masyarakat. Keterlibatan aktif
seluruh pemangku kepentingan ini sangat penting dimulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan hingga pemantauan penyelenggaraan kebijakan RPPLHD.
Daftar Pustaka
BPLHD Jawa Barat. (2008). Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Tahun2008. http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/doku-
men/kegiatan/dikplh/tahun-2008. Diakses pada 12 Mei 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. (2016). Jawa Barat dalam Angka Tahun
2015. Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik Kota Cimahi. (2016). Kota Cimahi dalam Angka Tahun 2015.
Badan Pusat Statistik, Kota Cimahi.
Barirotuttaqiyyah, D. (2015). Pemetaan pola distribusi dan aliran energi bahan pan-
gan provinsi jawa barat. Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung.
Diba, F. (2015). Pemetaan pola distribusi dan aliran materi (studi kasus: penyediaan
air di Kawasan Bandung Utara). Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung.
Dinas Pekerjaan Umum. (1994). SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA.
Dinas Pengeloaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat. (2012). Potensi Ketersedi-
aan Air Sungai di Jawa Barat. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi
Jawa Barat
Dinas Perikananan Provinsi Jawa Barat. (2015). Produksi Perikanan Tangkap dan Bu-
didaya Kabupaten/Kota. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat.
DLH Kota Cimahi. (2012). Laporan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
DLH Kota Cimahi. (2015). Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Kompilasi Lingkungan Tahun 2015.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Kualitas Air dan Udara di Kota Cimahi Tahun
2015.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Periode Musim Hujan Tahun 2015.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Sumur Tahun 2015.
DLH Kota Cimahi. (2016). Laporan Biomasa Tahun 2016.
DLH Kota Cimahi. (2016). Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca Tahun 2015.
Energi Sumber Daya dan Mineral. (2015). Potensi Ketersediaan Air Tanah Provinsi
Jawa Barat. Energi Sumber Daya dan Mineral.
Groffman, P., et al. (2006). Ecological thresholds: the key to successful environmen-
tal management or an important concept with no practical application?
Ecosystems 9(1):1–13.
Hardinsyah, dkk. (2012). Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat.
https://hadiriyadiipb.files.wordpress.com/2013/03/angka-kecukupan-gizi-
2012-energi-protein-karbohidrat-lemak-serat.pdf. Diunduh pada tanggal 12
April 2016.
Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Cimahi. (2012). Laporan Akhir Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Kota Cimahi Tahun 2012.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Ekoregion Pulau/Kepulauan.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Peta Ekoregion Laut Indonesia.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). Deskripsi Peta Ekoregion
Sumatera Skala 1:250.000. http://175.184.234.138/p3es/uploads/unduhan/
201143_-_ATR_-_AP150_-_DUPLEX_-_50_-_SET_REVISI_-_ok_.pdf. Diakses
pada 13 Mei 2017.
Kementerian Pertanian. (2016). Statistik Pertanian 2016. Jakarta: Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian.
Millennium Ecosystem Assessment. (2005). Ecosystem and Human Well-being: A
Framework for Assessment. Island Press, Washington.
Mantjanagara, Rindang. (2017). Kajian Rute Pengangkutan Sampah Kota Cimahi
Dalam Mengantisipasi Pemindahan Lokasi TPA (Studi Kasus: Kecamatan Cimai
Tengah). Tugas Akhir, Universitas Pasundan
Muta’ali, L. (2012). Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Republik Indonesia. (1960). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peratu-
ran Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara RI Tahun 1960, No. 104.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2009). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup
dalam Penataan Ruang Wilayah. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Ne-
gara RI Tahun 2009, No. 140. Sekretariat Negara. Jakarta.
Riqqi, A. (2011). Indonesian Multiscale Grid System for Environmental Data. 10 th An-
nual Asian Conference and Exhibiton on Geospatial Information Technology
and Application, Jakarta.
van Steenis, CGGJ. (2006). Flora Pegunungan Jawa. Jakarta: LIPI Press.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E. & Afiff, S. A. (1996). The Ecology of Indonesia Series
Volume II: The Ecology of Java and Bali. Singapore: Berkeley Books Private
Ltd.
WJP-MDM. (2013). Konsep Awal Pengembangan Metropolitan Bandung Raya.
Diakses tanggal 6 Desember 2016.
Lampiran A: Metode Analisis Spasial Penyusunan RPPLH
RPPLH disusun dengan mempertimbangkan hasil analisis data yang tersedia. Salah
satu analisis yang dilakukan, yakni analisis spasial. Analisis tersebut meliputi
penyusunan peta jasa ekosistem per ekoregion Kota Cimahi, penyusunan peta
status DDLH Kota Cimahi, penyusunan peta cluster aliran air dan pangan, dan
penyusunan peta tekanan terhadap lingkungan Kota Cimahi.
A.1 Penyusunan Peta Indeks Jasa Ekosistem per Ekoregion Kota Cimahi
Peta Indeks Jasa Ekosistem dibuat dengan pendekatan land cover based proxy yang
menggunakan penilaian para ahli (expert judgement) dari multi-disiplin ilmu untuk
mendapatkan penilaian yang komprehensif (Cowling et al., 2008; MA, 2005; dan
SCBD, 2004 dalam Maynard et al., 2010). Penilaian para ahli secara kualitatif dapat
dianggap sebagai data sehingga bisa digunakan sebagai bobot pada berbagai kelas
lahan berbeda. Penilaian ahli yang diberikan secara kuantitatif dapat dianggap
sebagai data (Meyer dan Booker, 1991 dalam Mashita, 2012).
I
3. Penentuan Nilai Bobot Jasa Ekosistem
Matriks pairwise comparison dibuat untuk setiap pakar dan setiap jasa ekosistem.
Kemudian untuk keperluan perhitungan nilai bobot tiap jasa ekosistem, dilakukan
perhitungan rata-rata geometrik (geometric mean) dari matriks-matriks semua
pakar pada jasa ekosistem yang dihitung. Rata-rata geometrik adalah rata-rata yang
menunjukkan tendensi sentral atau nilai khas dari sebuah himpunan bilangan
dengan menggunakan produk dari nilai-nilai mereka.
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai bobot untuk jasa ekosistem terhadap setiap
kelas penutup lahan dan ekoregion. Caranya dengan menjumlahkan nilai di setiap
baris. Nilai total yang didapat menjadi nilai bobot dari jasa ekosistem tersebut
terhadap masing-masing kelas ekoregion atau penutup lahan. Hasil perhitungan
nilai bobot perlu dicek dan dihitung rasio konsistensi nya. Tujuan dari proses ini
yaitu untuk memastikan penilaian yang dilakukan para pakar konsisten. Terdapat 3
langkah dalam menghitung consistensi ratio:
1) Menghitung consistency measure,
Secara praktis, nilai CR = 0.1 atau di bawah 0.1 menunjukkan bahwa nilai yang
didapat sudah dapat digunakan. Sedangkan jika nilai CR di atas 0.1, maka penilaian
yang dilakukan perlu diperiksa ulang.
Analisis spasial jasa ekosistem merupakan proses overlay data spasial dengan nilai
indeks jasa ekosistem. Tahap pertama yaitu analisis data spasial ekoregion dan
penutup lahan dengan operasi spasial overlay (intersect). Metode ini menghasilkan
unsur spasial baru dari irisan unsur spasial ekoregion dan tutupan lahan. Tahap
kedua yaitu proses overlay data geospasial dengan nilai indeks jasa ekosistem (JE).
Pada proses ini, nilai indeks JE dari kajian sebelumnya dimasukkan ke dalam tabel
atribut dari data spasial hasil interseksi antara ekoregion dan penutup lahan.
IJE=f( i eco , i LC )
dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
ieco : indeks berdasarkan ekoregion, dan
iLC : indeks berdasarkan penutup lahan.
III
c. Ketiga, nilai indeks berdasarkan ekoregion dijumlahkan dengan
indeks berdasarkan penutup lahan (ieco + ilc).
Berdasarkan pola distribusi nilai yang dihasilkan oleh keempat skenario, maka
dipilih skenario pertama. Adapun pemilihan skenario model matematika dilakukan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Distribusi nilai lebih baik dan tidak ada satu parameter yang lebih dominan
dari parameter lainnya (seperti pada skenario 3 dan 4).
IJE=
√ IJEeco × IJE LC
maks( √IJE eco × IJELC )
dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
maks : nilai maksimum dari perhitungan hasil perkalian dan akar terhadap nilai
indeks JE penutup lahan dan ekoregion
A.2 Penyusunan Peta Ambang Batas dan Status DDLH Pangan dan Air kota
Cimahi
Secara sederhana, ambang batas merupakan suatu tingkatan yang masih dapat
diterima. Dalam konteks lingkungan, ambang batas adalah suatu kondisi saat terjadi
perubahan mendadak dalam kualitas ekosistem, properti atau fenomena, atau saat
perubahan kecil di lingkungan menghasilkan respon yang besar pada ekosistem
(Groffman et al., 2006). Dalam pengembangan wilayah, pendekatan konsep ambang
batas pada daya dukung lingkungan digunakan untuk mempelajari dampak yang
terjadi pada lingkungan akibat pengembangan wilayah dan pertumbuhan penduduk
(Muta’ali, 2012).
Pada perencanaan ini, status DDLH yang dimodelkan adalah DDLH untuk jasa
ekosistem penyediaan bahan pangan dan penyediaan air bersih. Nilai kebutuhan
dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) populasi untuk bahan pangan;
dan kebutuhan air domestik dan tutupan lahan untuk air bersih. Sementara itu,
ketersediaan dihitung berbasis jasa ekosistem, yaitu dengan menggunakan metode
pembobotan berdasarkan Indeks Jasa Ekosistem Penyedia Bahan Pangan (IJEPBP)
untuk bahan pangan; dan Indeks Jasa Ekosistem Penyedia dan Pengaturan Air
(IJEPPA) untuk air bersih.
(i) Perhitungan IJE tiap grid berdasarkan bobot perbandingan luas dan
tutupan lahan.
(ii) Perhitungan IJE tiap kabupaten/kota, yang merupakan penjumlahan
V
nilai IJE untuk masing-masing jasa ekosistem (penyediaan pangan dan
penyediaan air bersih) dari semua grid dalam masing-masing
kabupaten/kota.
(iii) Perhitungan energi bahan pangan dan potensi ketersediaan air bersih
tiap kabupaten/kota. Untuk energi bahan pangan, digunakan data
produksi bahan pangan tiap kabupaten/kota. Jenis bahan pangan yang
beragam dari tiap kabupaten/kota disamakan dengan mengonversikan
data produksi yang memiliki satuan berat (gram) menjadi satuan energi
(kkal) untuk mendapatkan nilai energi bahan pangan (jenis bahan
pangan dan kandungan kalori terlampir pada Lampiran C). Energi untuk
tiap jenis bahan pangan lalu dijumlahkan berdasarkan kabupaten/kota
untuk mendapatkan nilai energi bahan pangan tiap kabupaten/kota.
Sementara itu, untuk jasa ekosistem air, nilai yang digunakan langsung
merupakan potensi ketersediaan air, baik air permukaan maupun air
tanah, per unit spasial wilayah aliran sungai.
(iv) Pendistribusian ketersediaan energi bahan pangan dan potensi
ketersediaan air dalam sistem grid, dilakukan dengan terlebih dahulu
membandingkan total energi bahan pangan maupun potensi
ketersediaan air kabupaten/kota, terhadap total IJE masing-masing
ekosistem (IJEPBP dan IJEPPA) tiap kabupaten/kota yang sama untuk
menghasilkan energi bahan pangan 1IJEPBP dan potensi ketersediaan
air 1IJEPPA. Nilai 1IJE merepresentasikan ketersediaan untuk satu IJE
pada kabupaten/kota. Pada akhirnya, pendistribusian energi bahan
pangan dan potensi ketersediaan air dalam sistem grid dilakukan
melalui perkalian IJE masing-masing grid dengan 1IJE pada
kabupaten/kota yang sama. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut (Barirottutaqiyah, 2015):
K B = P ij × AKE × 365
i
(2)
dengan,
KBi : AKE grid ke-i selama setahun (kkal),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kabupaten/kota j, dan
AKE : AKE per kapita (kkal).
Di = P ij × KHLi (3)
dengan,
Di : jumlah kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kabupaten/kota j, dan
KHLi : kebutuhan air untuk hidup layak di grid ke-i.
KHLi : 43,2 m3/kapita/tahun.
Selain kebutuhan air domestik, kebutuhan air tutupan lahan juga perlu
diikutsertakan dalam perhitungan kebutuhan air wilayah. Pada
penyusunan ini kelas lahan yang diperhitungkan, meliputi persawahan,
perkebunan, kebun campuran, dan tegalan/ladang. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung kebutuhan tutupan lahan untuk
penyediaan bahan pangan, mengacu pada rumusan perhitungan
penggunaan air untuk padi per tahun sebagai berikut (Muta’ali, 2012):
Qi = Ai × I × q (4)
dengan,
Qi : jumlah penggunaan air tutupan lahan dalam setahun untuk grid
ke-i (m3/tahun),
Ai : luas lahan grid ke-i (hektare),
VII
I : intensitas tanaman dalam persen (%) musim per tahun, dan
q : standar penggunaan air (1 liter/detik/hektare),
q : 0,001 m3/detik/ha × 3600 × 24 × 120 hari per musim.
dengan,
Ti : total kebutuhan air grid ke-i (m3/tahun),
Di : kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun), dan
Qi : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun
untuk grid ke-i (m3/tahun).
KH
TPij = ij
(6)
AKE x 365
dengan,
TPij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke-
i kabupaten/kota j (kapita),
KHij : energi bahan pangan pada grid i kabupaten/kota j (kkal), dan
AKE : AKE per kapita (kkal).
Sementara itu, ambang batas DDLH berdasarkan jasa ekosistem penyedia air tiap
grid dihitung melalui persamaan berikut (Norvyani dan Taradini, 2016):
W ij - Q ij
TA ij = (7)
KHL
dengan,
TAij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke-i
WAS j (kapita),
Wij : ketersediaan air pada grid i WAS j (m3/tahun),
Qij : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun untuk grid
ke-i WAS j (m3/tahun), dan
KHL : kebutuhan air untuk hidup layak (m3/kapita/tahun).
Status DDLH untuk tiap kabupaten/kota adalah total dari nilai status DDLH semua
grid dari masing-masing kabupaten/kota. Status DDLH tiap grid per kabupaten/kota,
ditentukan oleh selisih antara ambang batas jumlah penduduk dengan jumlah
penduduk pada grid kabupaten/kota yang sama saat ini. Persamaan untuk
menentukan status DDLH per grid adalah sebagai berikut (Norvyani dan Taradini,
2016):
dengan,
Sij : nilai status ambang batas DDLH grid ke-i kabupaten/kota j (kapita),
Tij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem di grid ke-i kabupaten/kota j
(kapita),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kabupaten/kota j (kapita).
Status DDLH ditentukan berdasarkan nilai status ambang batas yang diperoleh dari
persamaan (8). Status ambang batas yang bernilai negatif menunjukkan daya
dukung lingkungan hidup di grid tersebut telah melampaui ambang batasnya, dan
status ambang batas yang bernilai positif menunjukkan grid tersebut masih
mendukung kebutuhan pangan ataupun air di wilayah grid tersebut. Untuk
memperoleh status per ekoregion, dilakukan agregasi grid-grid dari ekoregion yang
bersangkutan.
IX
TSij = P ij ×Spop (9)
dengan,
TSij : timbulan sampah grid ke-i kabupaten/kota j (liter/tahun),
Pij : jumlah penduduk di grid ke-i kabupaten/kota j (kapita),
Tabel 8.1 Sampah per kapita per hari yang dihasilkan di Jawa Barat
tahun 2015
Kabupaten/ Kabupaten/
Sampah (ml) Sampah (ml)
Kota Kota
Bogor 1.800 Purwakarta 1.800
Sukabumi 1.200 Karawang 1.800
Cianjur 1.800 Bekasi 1.800
Bandung 2.500 Bandung Barat 2.500
Garut 1.200 Kota Bogor 2.500
Tasikmalaya 1.800 Kota Sukabumi 2.500
Ciamis 1.200 Kota Bandung 2.500
Kuningan 1.200 Kota Cirebon 2.500
Cirebon 1.800 Kota Bekasi 2.500
Majalengka 1.200 Kota Depok 2.500
Sumedang 1.800 Kota Cimahi 2.500
Kota
Indramayu 1.200 2.500
Tasikmalaya
Subang 1.800 Kota Banjar 1.800
Sumber: Dinas Pemukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat,
(dalam BPS, 2016)
Selain harus memenuhi kriteria fisik, lokasi TPA juga harus memenuhi
faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA agar faktor keamanan dan
kenyamanan dapat terjaga yang terlihat pada Tabel 2.3. Faktor
pembatas harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan
pembobotan pada parameter potensi lokasi TPA sehingga TPA yang
dihasilkan merupakan TPA yang berada di luar faktor pembatas. Faktor
pembatas ini merupakan batasan daerah yang tidak boleh dijadikan
sebagai TPA.
Tabel 2.8.92 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA
Nilai bobot tiap parameter
Paramete Bobo
S-1 (4) S-2 (3) S-3 (2) N (1)
r t
Batu Batu pasir,
Batu lanau, Batu
Litologi 3 lempung breksi,
tufa, napal gamping
serpih alluvial
Kelerenga
2 <3 3–8 9 – 15 > 15
n (%)
Curah
1.000 – 2.000 –
hujan 1 0 – 1.000 > 3.000
2.000 3.000
(mm)
Klasifikasi kesesuaian dengan rentang nilai
Rentang
Kelas Keterangan
Nilai
S-1 Sangat sesuai (Memenuhi syarat tanpa hambatan) 18 – 24
Cukup sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan
S-2 12 – 18
ringan)
XI
Kurang sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan
S-3 6 – 12
berat)
N Tidak sesuai (Tidak memenuhi syarat) <6
Sumber: Alfiani (2011) berdasarkan SNI7-11-1991-03 dengan modifikasi
dimana:
𝑃𝐵𝑃 𝑡𝑎𝑛𝑖-𝑖 : beban pencemar pertanian pada grid i
𝑃𝐵𝑃 𝑛𝑝𝑠-𝑖 : beban pencemar hutan dan lahan terbangun pada grid i
𝑙𝑖 : luas lahan pada grid i
𝑓𝑒 : faktor emisi jenis pertanian
M : jumlah musim tanam
𝑑𝑚 : jumlah hari musim tanam
XIII
dimana:
𝑃𝐵𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−𝑖: beban pencemar total pada grid-i
𝑃𝐵𝑃𝑑𝑜𝑚−𝑖: beban pencemar sumber domestik pada grid-i
𝑃𝐵𝑃𝑡𝑎𝑛𝑖−𝑖 : beban pencemar sumber pertanian pada grid-i
𝑃𝐵𝑃𝑛𝑝𝑠−𝑖 : beban pencemar sumber lahan hutan dan lahan terbangun pada grid-i
𝑄𝑟𝑜=𝐶𝑟𝑜 ×𝐼 ×𝐴 (14)
dimana:
Qro : debit limpasan permukaan (m3/detik)
Cro : koefisien limpasan
I : intensitas hujan (mm/detik)
A : luas area tangkapan (m2)
dimana:
𝑄dom : debit limpasan domestik (m3/detik)
𝑃𝑖 : populasi penduduk pada grid i
Qi : standar debit limpasan domestik
Qi : 100 liter/orang/hari
Metode yang digunakan dalam pembuatan peta aliran energi pangan dan aliran
ketersediaan air, yaitu dengan menggunakan pendekatan hidrologi yang meliputi
rasterisasi, identifikasi zona fill sink, zona flow direction, zona flow accumulation,
dan map algebra dari data distribusi selisih energi pangan dan data selisih
ketersediaan air. Kedua data tersebut diperoleh dari selisih ketersediaan energi
pangan dan air setiap grid dengan kebutuhan energi bahan pangan dan air setiap
grid.
XV
A.4 Penyusunan Peta Tekanan terhadap Lingkungan Kota Cimahi
Peta tekanan penduduk diperoleh dari selisih prediksi penduduk setiap sepuluh
tahun. Peta prediksi penduduk tersebut diperoleh berdasarkan hubungan
matematis dengan ketersediaan bahan pangan/air bersih di tahun prediksi.
Sebelum itu, dilakukan perhitungan selisih ketersediaaan bahan pangan/air bersih
di kabupaten/kota tahun 2014 dan tahun 2015 dengan menggunakan model
sistematis (14). Setelah itu, ketersediaan bahan pangan/air bersih setiap sepuluh
tahun di setiap grid dihitung dengan menggunakan persamaan (15).
Δ𝐾𝑚=𝐾𝑚2015−𝐾𝑚2014 (14)
dengan:
Δ : selisih ketersediaan energi bahan pangan/air bersih antara tahun 2014
dan 2015 di grid ke-i,
𝐾𝑚2015 : ketersediaan energi behan pangan bersih/air bersih tahun 2015 hasil
model prediksi di grid ke-i
𝐾𝑚2014 : ketersediaan energi bahan pangan bersih/air bersih tahun 2014 hasil
model prediksi di grid ke-i.
𝐾𝑚𝑡=𝐾𝑚2015+(Δ𝐾𝑚×Δ𝑡) (15)
dengan:
𝐾𝑚𝑡: ketersediaan energi bahan pangan di grid ke-i pada titik optimum tahun t,
𝐾𝑚2015 : ketersediaan energi bahan pangan/air bersih tahun 2015 (data, bukan
hasil model prediksi) di grid ke-i,
Δ : selisih ketersediaan energi bahan/air bersih antara tahun 2014 dan 2015 di grid
ke-i,
Δ : selisih tahun pada titik optimum t dengan tahun 2015.
𝑦=𝑎𝑥𝑛+𝑏𝑥𝑛−1+𝑐𝑥𝑛−2+⋯+𝑑𝑥2+𝑒𝑥+𝑓 (16)
dengan:
x: jumlah penduduk,
y: ketersediaan energi bahan pangan/air bersih,
n: derajat polinomial,
𝑎,,…, : koefisien persamaan polinom.
XVII
Lampiran B: Perhitungan IJE dan Jasa Ekosistem Dominan
Nilai IJE dihitung menggunakan normalisasi terhadap nilai bobot masing-masing jasa
ekosistem terhadap tutupan lahan dan ekoregion. Nilai bobot tersebut ditentukan
dengan metode pairwise comparison. Setelah proses normalisasi nilai IJE, nilai
tersebut dibagi dengan nilai maksimum hasil normalisasi setiap IJE sehingga
diperoleh nilai IJE terhadap tutupan lahan dan ekoregion yang mempunyai rentang
nilai dari 0 hingga 1. Proses selanjutnya adalah memasukkan nilai IJE pada data
spasial gabungan tutupan lahan dan ekoregion, kemudian melakukan visualisasi
berdasarkan IJE yang mempunyai rentang nilai dari 0 hingga 1. Untuk
mempermudah visualisasi, setiap nilai IJE dikelompokkan ke dalam tiga kelas yaitu
rendah, sedang, dan tinggi.
Untuk mengetahui jasa ekosistem dominan yang dihasilkan oleh setiap unit
ekoregion, dilakukan pemetaan jasa ekosistem maksimum. Jasa ekosistem
maksimum ini diperoleh dari perkalian antara luas satu unit wilayah ekoregion
dengan setiap nilai IJE dalam unit wilayah ekoregion tersebut. Dari hasil perkalian
tersebut didapatkan bahwa setiap satu wilayah ekoregion memiliki satu nilai
maksimum dari 20 nilai jasa ekosistem yang dihasilkan. Nilai makmimum tersebut
menunjukkan jenis jasa ekosistem yang dominan untuk satu wilayah ekoregion.
Lampiran C: Kandungan Kalori Setiap Jenis Bahan Pangan per
100 gr
Kandungan Kandungan
Bahan Pangan Kalori Bahan Pangan Kalori
(kkal) (kkal)
Beras 357 Durian 134
Jagung 366 Duku 63
Ubi Kayu 154 Jambu Biji 49
Kedelai 381 Mangga 46
Kacang Hijau 345 Nanas 52
Kacang Tanah 525 Pepaya 46
Ubi Jalar 123 Pisang 127
Bawang Daun 29 Rambutan 69
Bawang Merah 39 Salak 368
Kentang 83 Sawo 92
Kubis 24 Sirsak 65
Lobak 19 Belimbing 36
Petsai Sawi 23 Nangka 106
Kacang Panjang 44 Sukun 126
Wortel 42 Markisa 70
Buncis 35 Jambu Air 46
Bayam 36 Jeruk Siam 44
Ketimun 12 Manggis 63
Cabe 31 Daging Sapi 207
Tomat 23 Daging Kerbau 84
Terung 24 Daging Kambing 154
Labu Siam 26 Daging Domba 206
Kangkung 29 Daging Babi 457
Bawang Putih 95 Daging Ayam Buras 302
Kembang Kol 25 Daging Ayam Ras 302
Cabe Rawit 103 Daging Itik 326
Blewah 26 Susu 61
Jamur Fungi 15 Telur Ayam Ras 162
Melinjo 66 Telur Ayam Buras 162
Petai 142 Telur Itik 189
Kacang Merah 336 Ikan Laut 117
Alpukat 85 Ikan Air Tawar 89
Jeruk Besar 45
XIX