Anda di halaman 1dari 259

DOKUMEN RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (RPPLHD) KOTA CIMAHI


Ringkasan Eksekutif
Penyusunan dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini bertujuan untuk memberikan
indikasi arahan kebijakan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di Kota Cimahi didasarkan pada tantangan utama dan isu strategis lingkun-
gan hidup di setiap ekoregion di wilayah Kota Cimahi. Indikasi arahan kebijakan
tersebut meliputi indikasi arahan bagi pemanfaatan dan/atau pencadangan sum-
berdaya alam; pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkun-
gan hidup; pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian
sumber daya alam; serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

RPPLHD Kota Cimahi ini mengacu pada salah satu arah kebijakan pembangunan
jangka panjang untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan dan meningkatkan kualitas derajat kehidupan masyarakat yang
berkeadilan. Pencapaian keberhasilan pembangunan tersebut akan sangat
bergantung pada potensi, ketersediaan dan keterbatasan sumber daya alam
yang terdapat pada wilayah Kota Cimahi, selain kualitas sumber daya manusia
dan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien dan profesional. Letak ge-
ografis dan karakteristik bentang alam Kota Cimahi selain berperan sebagai salah
satu aset pembangunan yang menyimpan berbagai potensi dan ketersediaan
sumber daya alam untuk pembangunan, juga sekaligus berperan sebagai pem-
batas pembangunan, khususnya wilayah-wilayah yang memiliki karakteristik eko-
region yang rentan dan/atau rawan bencana.

Metodologi penyusunan draft dokumen RPPLHD Kota Cimahi meliputi tahap-tahap


sebagai berikut: (1) pengumpulan data, peta tematik, dan literatur terkait, (2)
Situational Analysis (analisis situasi) untuk perumusan tantangan utama dan isu
strategis lingkungan hidup di Kota Cimahi, menggunakan kerangka analisis spasial,
diikuti dengan analisis DPSIR (Driving Forces-Pressure-State-Impacts-Response)
untuk mengidentifikasi akar persoalan dari isu strategis perllndungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, merumuskan dampaknya terhadap kesejahteraan
masyarakat serta memformulasikan kebijakan dan arahan program sebagai
intervensi dalam perllndungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (3) penyusunan
draft/rancangan dokumen RPPLH Kota Cimahi secara terstruktrur berdasarkan
tantangan utama, isu strategis dan prioritas strategi dan skenario perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup serta indikator dan target capaian yang
direkomendasikan, serta (4) penyusunan Draft/rancangan Perda RPPLH.

Analisis data dilakukan dengan mengacu pada bentang alam Kota Cimahi yang
terbagi atas dataran vulkanik, perbukitan struktural, dan perbukitan vulkanik di
dalam kategori ekoregion Pegunungan Vulkanik Gunung Halimun-Salak-Sawal, yang
masing-masing memiliki karakteristik jasa ekosistem yang berbeda serta sumber
daya alam yang khas.
- Dataran vulkanik hampir mencakup seluruh kecamatan di Kota Cimahi yaitu
Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi
Selatan dengan kelerengan yang rendah (landai). Dataran vulkanik Cimahi
memiliki jasa ekosistem dominan yang meliputi Budaya dan Tempat Tinggal,
Produksi Primer, Penyerbukan Alami, Estetika dan Ekoturisme.

- Perbukitan struktural Ciamis terletak di sebagian wilayah Kecamatan Cimahi


Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan, dengan elevasi sedang (< 300 m) dan
kemiringan lereng yang curam (25-45%). Jasa ekosistem dominan di
ekoregion ini adalah Penyerbukan Alami, Produksi Primer, Estetika, Budaya
dan Tempat Tinggal, serta Ekoturisme;

- Perbukitan Vulkanik memliki topografi berbukit dengan kemiringan lereng


yang curam (25 – 45%). Ekoregion ini sebagian besar dapat ditemukan di
bagian lereng tengah gunung berapi yang ada di sisi utara Cimahi. Jasa
ekosistem dominan di ekoregion ini adalah Ekoturisme, Estetika, Tata Air,
Energi, serta Budaya dan Tempat Tinggal.

Potensi Sumberdaya Alam di Kota Cimahi meliputi luas lahan sawah sebesar
134,42 ha dengan produksi padi di tahun 2015 mencapai 7.135 Kw beras
(penurunan 74% dibanding tahun 2014 akibat 50% penurunan luas panen), lahan
hortikultura dengan produksi utama sawi, tomat, pisang dan rambutan, produksi
peternakan utama berupa ayam buras, ayam ras pedaging, sapi perah, domba
dan itik, serta produksi perikanan budidaya (kolam) dengan produksi mencapai
302,20 ton pada tahun 2014.

Potensi air Kota Cimahi diperkirakan mencapai 33,10 juta m 3 dalam bentuk air
permukaan dan 13,612 juta m3 air tanah, atau sekitar 0,07 % dari potensi air di
Jawa Barat. Dalam kaitannya dengan potensi keanekaragaman hayati, di Kota
Cimahi tercatat jenis-jenis burung yang memiliki status dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999. Sebagian besar jenis-jenis tersebut
memiliki peran penting di dalam pengendalian populasi hama dan penyerbukan
alami. Keanekaragaman hayati ini dapat dipertahankan melalui ruang-ruang ter-
buka hijau dan hutan kota yang dikelola di kota Cimahi, serta melalui keberadaan
masyarakat adat yang tinggal di Kampung Cireundeu (secara administratif ter-
letak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan).

Selain potensi yang dimilikinya, kota Cimahi juga menghadapi beberapa tantangan
lingkungan dan tren pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan isu-isu global.
Secara spesifik, isu (1) Perubahan Iklim, (2) Ketersediaan dan Kualitas Air Bersih, (3)
Degradasi Ekosistem, (4) Demografi, dan (5) Pertumbuhan Ekonomi dikategorikan
sebagai ancaman bagi lingkungan hidup Kota Cimahi. Sementara itu, tren (1) Inovasi
dan Teknologi, (2) Pertumbuhan Ekonomi, (3) Kota dan Komunitas yang
berkelanjutan, (4) Prioritas Kebijakan dan tata kelola, dan (5) Kerjasama antar
Lembaga menunjukkan pengaruhnya sebagai peluang bagi solusi atas permasalahan
lingkungan hidup Kota Cimahi.
Atas dasar poin-poin di atas, dirumuskan tantangan utama dan isu strategis di Kota
Cimahi sebagai berikut:
1. Tekanan pertumbuhan penduduk di kota Cimahi terutama terkonsentrasi di
wilayah Cimahi Tengah di dalam kawasan Ekoregion Dataran Vulkanik.
Berdasarkan karakteristik ekoregion ini, jasa ekosistem yang dapat diberikan
adalah penyediaan air bersih, tanah vulkanik yang subur dan ruang hidup.
Ekoregion ini mengalami tekanan dalam bentuk masalah lalu lintas,
pencemaran limbah rumah tangga, termasuk timbulan sampah, dan limbah
industri, yang pada akhirnya mengganggu kualitas air tanah, air sumur dan
sungai. Aktivitas perkotaan juga meningkatkan polusi udara (khususnya CO,
NOx dan PM10) dan polusi kebisingan, emisi gas rumah kaca dan sanitasi yang
tidak memadai yang berujung ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
Tantangan utama dan isu strategis terkait pengelolaan persampahan di Kota
Cimahi adalah pengurangan volume sampah yang diangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) dan pengadaan lokasi untuk TPAS.
2. Aktivitas pertanian dan perluasan kawasan permukiman berpotensi
memberikan tekanan pada kawasan Ekoregion Perbukitan Vulkanik di wilayah
Cimahi Utara. Karena keterkaitannya dengan kawasan pegunungan vulkanik di
sisi utara Kabupaten Bandung Barat, kawasan ekoregion ini berperan di dalam
penyediaan tata air, pengaturan iklim, dan pencegahan longsor. Tekanan yang
ada muncul dalam bentuk berkurangnya dan terfragmentasinya habitat dan
ruang terbuka hijau, peningkatan potensi longsor pemanfaatan air berlebih dan
pencemaran tanah dari aktivitas pertanian hortikultura dan permukiman.

Atas dasar dua rumusan tantangan tersebut, isu strategis di kota Cimahi
mengerucut pada dua strategi pengelolaan, yaitu: (1) penurunan pencemaran air,
polusi udara dan timbulan sampah, serta (2) penyediaan ruang-ruang terbuka hi-
jau baru dan terhubung satu sama lain sebagai koridor hijau, pengatur tata air
dan iklim mikro di kota Cimahi.

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dan sasaran RPPLH diarahkan untuk: (1)
Menyeimbangkan laju pembangunan dengan kemampuan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, (2) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
melindungi fungsi keberlanjutan lingkungan hidup, (3) Memperkuat tata kelola dan
kelembagaan pemerintah dan masyarakat untuk pengendalian, pemantauan serta
pendayagunaan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, dan (4)
Meningkatkan ketangguhan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dan
dampak perubahan iklim.

Skenario disusun untuk mendukung pencapaian program prioritas secara bertahap


yang dibagi kedalam tiga tahapan skenario, yaitu:
1. Skenario 10 tahun pertama: ditujukan untuk sinkronisasi perencanaan
pembangunan dengan pelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan pada
daerah-daerah dan DAS dan WAS prioritas. Fokus Program prioritas di antaranya
terkait dengan sinkronisasi RPPLH dengan RTRW di Kota Cimahi, penyusunan
Rencana Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Kota Cimahi, dan tata
kelola penganggaran dan perizinan lingkungan hidup.
2. Skenario 10 tahun kedua: ditujukan untuk peningkatan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup melalui perbaikan lingkungan dan pengembangan
teknologi. Fokus Program prioritas terkait dengan hal-hal seperti peningkatan
kualitas tutupan lahan, perbaikan pemanfaatan ruang, reviitalisasi bantaran
sungai, dan penerapan konsep green city dan kota tangguh di kota Cimahi.
3. Skenario 10 tahun ketiga: ditujukan untuk peningkatan ketahanan lingkungan
hidup dari tekanan pembangunan dan perubahan iklim. Fokus Program prioritas
meliputi mempertahankan kondisi tutupan lahan pada kawasan yang memiliki
indeks jasa ekosistem pengatur tata air tinggi, pengembangan teknologi
pengolahan air bersih dari air bekas pakai, dan peningkatan pengembangan dan
penerapan teknologi ramah lingkungan.

Untuk mengetahui dan menilai tingkat keberhasilan dan pencapaian target


penyelenggaraan RPPLHD, maka disusun dan didesain suatu indikator kinerja
keberhasilan dan indikator penyelenggaraan berdasarkan 5-K (Konsistensi,
koordinasi, konsultasi, kapasitas dan keberlanjutan). Pelaksana kegiatan
pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan RPPLHD Kota Cimahi 2017-
2047 dikoordinir oleh Walikota Cimahi, dengan instansi SKPD yang bertanggung
jawab dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Badan
Lingkungan Hidup Daerah) serta instansi SKPD yang bertanggung jawab dalam
bidang perencanaan pembangunan Kota (BAPPEKO) sebagai pelaksana koordinator.

Kata kunci: polusi, tata air, sampah, ruang terbuka hijau, kota tangguh dan berke-
lanjutan
Prakata
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Rencana perlindungan dan pengelolaaan lingkungan hidup (RPPLH) adalah suatu


bentuk perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta
upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. Sesuai den-
gan mandat UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
penyusunan RPPLH diwajibkan kepada setiap Pemerintah, baik Pemerintah Pusat,
Provinsi dan Kab/Kota. Atas dasar ini, Dokumen Rencana Perlindungan dan Pen-
gelolaan Lingkungan Hidup Daerah (RPPLHD) Kota Cimahi ini disusun untuk mem-
berikan indikasi arahan kebijakan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkun-
gan hidup di Kota Cimahi didasarkan pada tantangan utama dan isu strategis
lingkungan hidup di setiap ekoregion di wilayah Kota Cimahi.

RPPLH disusun untuk menjadi dasar dan dimuat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan Menengah (RPJMP/RPJMD); serta menjadi arahan pemanfaatan
sumber daya alam yang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup. Sesuai dengan muatan Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB), analisis di dalam dokumen RPPLHD ini mengedepankan keterkaitan isu-isu
lokal di wilayah ekoregion di Kota Cimahi dengan tren-tren dan tantangan lingkun-
gan hidup global.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dokumen ini, se-
hingga segala saran dan masukan dengan senang hati akan kami terima untuk per-
baikan di waktu mendatang.

Terima kasih.

Bandung, 2017
Tim Penyusun
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif........................................................................................................i
Prakata..........................................................................................................................v
Daftar Isi.......................................................................................................................vi
Daftar Gambar...............................................................................................................x
Daftar Tabel................................................................................................................xiv
Bab 1 Pendahuluan...................................................................................................19
1.1 Latar Belakang..........................................................................................19
1.1.1 Arah Pembangunan di Kota Cimahi...............................................19
1.1.2 Gambaran Umum Karakteristik Bentang Alam dan Ekoregion di
Kota Cimahi....................................................................................20
1.2 Tujuan Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi...............................................21
1.3 Sasaran Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi..............................................21
1.4 Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pelaksanaan RPPLHD Kota Cimahi....22
1.4.1 Ruang Lingkup Kegiatan Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi..........22
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah dan Muatan RPPLHD Kota Cimahi...........22
1.5 Pengertian RPPLH dan Landasan Hukum RPPLH.....................................24
1.5.1 Pengertian RPPLH...........................................................................24
1.5.2 Landasan Hukum RPPLH.................................................................25
1.5.3 Peraturan Perundangan lain yang terkait......................................26
1.6 Metodologi Penyusunan RPPLH...............................................................26
1.7 Sistematika Dokumen..............................................................................28
Bab 2 Karakteristik Ekoregion & Daya Dukung Lingkungan Hidup Kota Cimahi.......30
2.1 Deskripsi Ekoregion di Kota Cimahi.........................................................30
2.1.1 Gambaran Umum Ekoregion di Kota Cimahi.................................30
2.1.2 Jenis-jenis Ekoregion di Kota Cimahi..............................................32
2.1.3 Jasa Ekosistem Maksimum.............................................................40
2.2 Deskripsi Pola Ruang di Kota Cimahi........................................................43
2.2.1 Kawasan Lindung............................................................................43
2.2.2 Kawasan Budidaya..........................................................................43
2.3 Potensi, Sebaran dan Pemanfaatan SDA Prioritas di Ekoregion Kota
Cimahi......................................................................................................44
2.3.1 Sumber Daya Pertanian..................................................................44
2.3.2 Sumber Daya Perikanan.................................................................47
2.3.3 Sumber Daya Air.............................................................................48
2.3.4 Potensi Keanekaragaman Hayati....................................................50
2.3.5 Potensi Ruang Hijau Perkotaan......................................................53
2.3.6 Persebaran Industri di Kota Cimahi................................................57
2.4 Masyarakat adat di Kota Cimahi..............................................................58
2.5 Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung di Wilayah Ekoregion Kota
Cimahi......................................................................................................59
2.5.1 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Bahan Pangan 61
2.5.2 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Air Bersih........65
2.5.3 Analisis Kualitas Air Sungai.............................................................72
2.5.4 Analisis Kualitas Air Sumur...........................................................110
2.5.5 Analisis Daya Tampung Sampah...................................................114
2.5.6 Analisis Emisi udara......................................................................121
2.5.7 Analisis Polusi Kebisingan.............................................................130
2.5.8 Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)..........................................131
2.5.9 Analisis Pencemaran Tanah..........................................................135
2.5.10 Kerentanan terhadap Bencana yang terkait dengan Perubahan
Iklim..............................................................................................140
Bab 3 Tekanan terhadap Wilayah Ekoregion di Kota Cimahi.................................144
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Daya
Dukung Pangan dan Air..........................................................................144
3.2 Interaksi Antar Pemanfaatan Lahan di Ekoregion Kota Cimahi.............150
3.2.1 Indikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan RTRW dan
Tutupan Lahan..............................................................................150
3.2.2 Opsi-Opsi Resolusi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan
RTRW dan Tutupan Lahan............................................................152
Bab 4 Interaksi antar Wilayah Administrasi............................................................153
4.1 Ketergantungan antar Wilayah..............................................................153
4.2 Kerjasama antar Wilayah.......................................................................157
Bab 5 Tantangan Utama dan Isu Strategis Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup..........................................................................................162
5.1 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Kota Cimahi..............................164
5.1.1 Tantangan Utama terhadap Ekoregion di Kota Cimahi................164
5.1.2 Isu Strategis di Kota Cimahi..........................................................165
5.2 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Setiap Ekoregion di Wilayah Kota
Cimahi....................................................................................................165
5.2.1 Dataran Vulkanik..........................................................................165
5.2.2 Perbukitan Vulkanik.....................................................................168
5.2.3 Perbukitan Struktural...................................................................170
Bab 6 Arahan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota
Cimahi...........................................................................................................173
6.1 Tujuan dan Sasaran Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kota Cimahi.................................................................................173
6.2 Strategi dan Skenario Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kota Cimahi..............................................................174
6.3 Arahan Program Prioritas RPPLH berdasarkan Strategi Umum............175
6.3.1 Arahan Rencana Pemanfaatan dan Pencadangan Sumber Daya
Alam..............................................................................................175
6.3.2 Arahan Rencana Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas
dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup..............................................176
6.3.3 Arahan Rencana Pengendalian, Pemantauan, serta
Pendayagunaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup....................177
6.3.4 Arahan Rencana Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim............179
6.4 Arahan Program Prioritas RPPLH berdasarkan Strategi Implementasi. 185
6.4.1 Arahan Program Prioritas per Ekoregion.....................................185
6.4.2 Arahan Kriteria Zonasi..................................................................186
6.4.3 Arahan Program Prioritas berdasarkan Skenario.........................187
Bab 7 Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan..........................................................196
7.1 Tujuan Pemantauan dan Evaluasi..........................................................196
7.2 Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi..................................................197
7.2.1 Kerangka Logis Pemantauan dan Evaluasi...................................197
7.2.2 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi....................................198
7.2.3 Kerangka Waktu...........................................................................199
7.3 Indikator Evaluasi...................................................................................199
7.3.1 Indikator Kinerja Keberhasilan Penyelenggaraan RPPLHD Kota
Cimahi...........................................................................................199
7.3.2 Indikator Penyelenggaraan RPPLHD Berdasarkan 5-K (Konsistensi,
Koordinasi, Konsultasi, Kapasitas, Keberlanjutan).......................199
7.4 Pelaksana dan Pembagian Peran...........................................................202
7.5 Pelaporan Pelaksanaan Implementasi RPPLHD.....................................234
Bab 8 Penutup.........................................................................................................235
Daftar Pustaka...........................................................................................................236
Lampiran A: Metode Analisis Spasial Penyusunan RPPLH.............................................I
A.1 Penyusunan Peta Indeks Jasa Ekosistem per Ekoregion Kota Cimahi.........I
A.2 Penyusunan Peta Ambang Batas dan Status DDLH Pangan dan Air kota
Cimahi.......................................................................................................IV
A.2.1 Penyusunan peta ketersediaan bahan pangan dan air bersih.........V
A.2.2 Penyusunan peta kebutuhan bahan pangan dan air bersih...........VI
A.2.3 Penentuan status daya dukung lingkungan hidup Kabupaten/Kota
berdasarkan jasa ekosistem pangan dan air.................................VIII
A.2.4 Penyusunan peta ambang batas dan daya tampung sampah........IX
A.2.5 Penyusunan peta sebaran emisi untuk kualitas udara..................XII
A.2.6 Penyusunan peta ambang batas beban pencemar di Kota CimahiXII
A.3 Penyusunan Peta Aliran Energi Sumber Daya..........................................XV
A.4 Penyusunan Peta Tekanan terhadap Lingkungan Kota Cimahi................XV
Lampiran B: Perhitungan IJE dan Jasa Ekosistem Dominan.....................................XVII
Lampiran C: Kandungan Kalori Setiap Jenis Bahan Pangan per 100 gr...................XVIII
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Posisi RPPLH dalam Sistem Perencanaan Nasional................................

Gambar 1.2 Keterkaitan RPPLH, RPJM dan KLHS.......................................................

Gambar 2.1 Ekoregion Provinsi Jawa Barat................................................................

Gambar 2.2 Ekoregion Kota Cimahi............................................................................

Gambar 2.3 Proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion di Kota Cimahi.........

Gambar 2.4 Pola pemanfaat ruang Kota Cimahi (BPPD, 2012)..................................

Gambar 2.5 Cekungan Air Tanah di Provinsi Jawa Barat............................................

Gambar 2.6 Peta IJE Pendukung Keanekaragaman Hayati di Kota Cimahi dan
sekitarnya...............................................................................................

Gambar 2.7 Peta Shape Index untuk IJE pendukung keanekaragaman hayati di
Kota Cimahi............................................................................................

Gambar 2.8 Persebaran RTH berdasarkan penutup lahan di Kota Cimahi (DLH
Kota Cimahi, 2012).................................................................................

Gambar 2.9 Indeks jasa ekosistem pengaturan iklim di Kota Cimahi........................

Gambar 2.10 Indeks jasa ekosistem pengaturan tata air di Kota Cimahi..................

Gambar 2.11 Persebaran Industri di Ekoregion Kota Cimahi (RBI skala 1:5000,
BIG).........................................................................................................

Gambar 2.12 Titik lokasi kampung adat di ekoregion Kota Cimahi...........................

Gambar 2.13 Persebaran penduduk di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”......................................................................................................

Gambar 2.14 Kebutuhan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015 dalam
sistem grid 5”×5”...................................................................................

Gambar 2.15 Ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015
dalam sistem grid 5”×5”........................................................................

Gambar 2.16 Peta selisih ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”....................................................

Gambar 2.17 Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”....................................................
Gambar 2.18 Peta status DDLH pangan terhadap ambang batas di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”....................................................

Gambar 2.19 Kebutuhan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”......................................................................................................

Gambar 2.20 Ketersediaan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem
grid 5”×5”...............................................................................................

Gambar 2.21 Peta selisih ketersediaan air bersih di Kota Cimahi Tahun 2015
dalam sistem grid 5”x5”.........................................................................

Gambar 2.22 Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”.................

Gambar 2.23 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air bersih di
Kota Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”................................

Gambar 2.24 Lokasi sampling titik pemantauan sungai di Kota Cimahi (DLH Kota
Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015)......................................

Gambar 2.25 Potensi beban pencemar total zat BOD Kota Cimahi dalam sistem
grid 5” x 5” tahun 2015..........................................................................

Gambar 2.26 Potensi beban pencemar total zat COD Kota Cimahi dalam sistem
grid 5” x 5” tahun 2015..........................................................................

Gambar 2.27 Potensi beban pencemar total zat TSS Kota Cimahi dalam sistem
grid 5” x 5” tahun 2015..........................................................................

Gambar 2.28 Beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai di Kota
Cimahi dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015.......................................

Gambar 2.29 Beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai di Kota
Cimahi dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015.......................................

Gambar 2.30 Beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai di Kota
Cimahi dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015.......................................

Gambar 2.31 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter
BOD........................................................................................................

Gambar 2.32 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter
COD........................................................................................................

Gambar 2.33 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter
BOD........................................................................................................
Gambar 2.34 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter
COD........................................................................................................

Gambar 2.35 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter
BOD........................................................................................................

Gambar 2.36 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter
COD........................................................................................................

Gambar 2.37 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibeureum untuk


parameter COD......................................................................................

Gambar 2.38 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
BOD........................................................................................................

Gambar 2.39 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
COD........................................................................................................

Gambar 2.40 Rata-rata jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di
lima sungai utama di Kota Cimahi (Sumber: DLH, 2015).....................105

Gambar 2.41 Rata-rata per tahun jumlah parameter yang tidak memenuhi baku
mutu di lima sungai utama di Kota Cimahi tahun 2010 – 2015
(Sumber: DLH, 2015)............................................................................105

Gambar 2.42 Kondisi air sumur di Kota Cimahi........................................................110

Gambar 2.43 Parameter air sumur yang tidak memenuhi baku mutu....................110

Gambar 2.44 Ilustrasi pencemaran air tanah (sumur).............................................111

Gambar 2.45 Peta Sebaran Timbulan Sampah di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam
Grid 5”x5”............................................................................................113

Gambar 2.46 Peta Potensi Kesesuaian Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kota
Cimahi tahun 2015...............................................................................115

Gambar 2.47 Rute jalur transportasi sampah dari TPS Kecamatan Cimahi Tengah
ke TPPAS Sarimukti..............................................................................117

Gambar 2.48 Peta Beban Emisi HC di Kota Cimahi..................................................119

Gambar 2.49 Peta Beban Emisi CO di Kota Cimahi..................................................120

Gambar 2.50 Peta Beban Emisi SO2 di Kota Cimahi.................................................120

Gambar 2.51 Peta Beban Emisi NOx di Kota Cimahi.................................................121

Gambar 2.52 Peta Beban Emisi PM10 di Kota Cimahi...............................................121


Gambar 2.53 Peta Beban Emisi CO2 di Kota Cimahi.................................................122

Gambar 2.54 Batas ISPU dalam SI (Keputusan Bapedal No.107 tahun 1997).........122

Gambar 2.55 ISPU CO dalam grid 30” x 30”.............................................................123

Gambar 2.56 ISPU SO2 dalam grid 30” x 30”...........................................................123

Gambar 2.57 ISPU NOx dalam grid 30” x 30”...........................................................124

Gambar 2.58 ISPU PM10 dalam grid 30” x 30”........................................................124

Gambar 2.59 Konsentrasi TSP rata-rata di Kota Cimahi tahun 2009 – 2015
(Sumber: DLH, 2015)............................................................................127

Gambar 2.60 Peta Potensi Rawan Banjir di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi).........131

Gambar 2.61 Peta rawan longsor di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)....................132

Gambar 2.62 Peta Rawan Gempa di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)...................133

Gambar 2.63 Peta Rawan Kebakaran di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)..............134

Gambar 3.1 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2025 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”....................................................................................................135

Gambar 3.2 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2035 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”....................................................................................................136

Gambar 3.3 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2045 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”....................................................................................................137

Gambar 3.4 Proyeksi potensi beban pencemar total di Kota Cimahi (Hasil
Analisis, 2017)......................................................................................140

Gambar 4.1 Cluster Daerah Pemasok Bahan Pangan dan Pola Aliran Materi.........147

Gambar 4.2 Cluster Daerah Pemasok Air dan Pola Aliran Materi............................147

Gambar 4.3 Cluster daerah pelayanan sampah TPPAS Sarimukti dengan


modifikasi (Penyusunan Kajian Potensi Sampah Kota Cimahi, 2015). 150

Gambar 7.1 Kerangka logis pemantauan dan evaluasi............................................187


Daftar Tabel
Tabel 2.1 Klasifikasi jasa ekosistem............................................................................

Tabel 2.2 Jasa ekosistem dominan di ekoregion Kota Cimahi...................................

Tabel 2.3 Produksi padi dan palawija di Kota Cimahi tahun 2015.............................

Tabel 2.4 Produksi hortikultura di Kota Cimahi tahun 2015......................................

Tabel 2.5 Produksi peternakan di Kota Cimahi tahun 2015.......................................

Tabel 2.6 Luas areal pemeliharaan ikan di Kota Cimahi tahun 2015........................

Tabel 2.7 Potensi sumber daya air per ekoregion (juta m3/tahun)............................

Tabel 2.8 Potensi DAS Jawa Barat berdasarkan WAS.................................................

Tabel 2.9 Potensi Cekungan Air Tanah di Provinsi Jawa Barat...................................

Tabel 2.10 Jenis Floran dan fauna yang dilindungi di Kota Cimahi Tahun 2015........

Tabel 2.11 Kawasan hutan menururt fungsinya di Kota Cimahi................................

Tabel 2.12 Daftar nama industri di Kota Cimahi tahun 2015.....................................

Tabel 2.13. Penggunaan air tanah untuk industri di Kota Cimahi tahun 2015..........

Tabel 2.14 Analisis kebutuhan air minum dan rumah tangga tahun 2015 Kota
Cimahi....................................................................................................

Tabel 2.15 Faktor emisi penduduk.............................................................................

Tabel 2.16 Rasio ekivalen kota...................................................................................

Tabel 2.17 Koefisien transfer beban...........................................................................

Tabel 2.18 Potensi beban pencemar sumber domestik Kota Cimahi tahun 2015.....

Tabel 2.19 Faktor emisi sumber pertanian (BLK-PSDA, 2004)...................................

Tabel 2.20 Faktor emisi sumber penggunaan lahan (ICWRMIP, 2015)......................

Tabel 2.21 Potensi beban pencemar sumber non-titik Kota Cimahi tahun 2015......

Tabel 2.22 Potensi beban penceamr berdasarkan sektor di Kota Cimahi tahun
2015.......................................................................................................

Tabel 2.23 Jumlah dan jenis ternak di Kota Cimahi....................................................


Tabel 2.24 Jumlah dan jenis unggas di Kota Cimahi...................................................

Tabel 2.25 Faktor emisi limbah peternakan...............................................................

Tabel 2.26 Beban pencemar sektor peternakan di Kota Cimahi................................

Tabel 2.27 Beban pencemar sektor peternakan per kelurahan di Kota Cimahi........

Tabel 2.28 Jenis dan jumlah UMKM di Kota Cimahi...................................................

Tabel 2.29 Beban pencemar sektor UMKM per kelurahan di Kota Cimahi...............

Tabel 2.30 Jumlah industri yang membuang air limbah ke sungai di Kota Cimahi....

Tabel 2.31 Pembobotan parameter koefisien limpasan Model Cook........................

Tabel 2.32 Nilai debit limpasan pada setiap segmen area tangkapan di subDAS
Kota Cimahi............................................................................................

Tabel 2.33 Jumlah beban pencemar parameter BOD, COD, dan TSS yang masuk
ke sungai di Kota Cimahi tahun 2015....................................................

Tabel 2.34 Persentase beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai di
setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...............................

Tabel 2.35 Persentase beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai di
setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...............................

Tabel 2.36 Persentase beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai di
setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...............................

Tabel 2.37 Kontribusi debit limpasan air hujan terhadap debit sungai di Kota
Cimahi tahun 2015.................................................................................

Tabel 2.38 Kontribusi debit limpasan domestik terhadap debit sungai di Kota
Cimahi tahun 2015.................................................................................

Tabel 2.39 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter BOD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...........................

Tabel 2.40 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter COD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...........................

Tabel 2.41 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter TSS
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015...........................

Tabel 2.42 Parameter kualitas air sungai...................................................................

Tabel 2.43 Parameter kualitas air Sungai Cimahi yang tidak memenuhi baku mutu
Tabel 2.44 Parameter kualitas air Sungai Cibabat yang tidak memenuhi baku
mutu.......................................................................................................

Tabel 2.45 Parameter kualitas air Sungai Cibaligo yang tidak memenuhi baku
mutu.....................................................................................................100

Tabel 2.46 Parameter kualitas air Sungai Cibereum yang tidak memenuhi baku
mutu.....................................................................................................101

Tabel 2.47 Parameter kualitas air Sungai Cisangkan yang tidak memenuhi baku
mutu.....................................................................................................102

Tabel 2.48 Jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di 5 sungai utama
Kota Cimahi (DLH, 2015)......................................................................104

Tabel 2.49 Status mutu air sungai di Kota Cimahi....................................................106

Tabel 2.50 Jumlah rumah tangga dan fasilitas Sanitasi di Kota Cimahi tahun 2015 106

Tabel 2.51 Lokasi titik pemautauan kualitas air sumur di Kota Cimahi...................107

Tabel 2.52 Parameter kualitas air sumur di Kota Cimahi.........................................108

Tabel 2.53 Jumlah sampah per kapita per hari yang dihasilkan di Jawa Barat
tahun 2015...........................................................................................112

Tabel 2.54 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA..................114

Tabel 2.55 Faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA.........................................114

Tabel 2.56 Timbulan Sampah dan Potensi Kesesuaian Lahan untuk TPA di Kota
Cimahi Tahun 2015..............................................................................115

Tabel 2.57 Timbulan sampah terangkut Kota Cimahi Ke TPPAS Sarimukti tahun
2006-2015............................................................................................118

Tabel 2.58 Total beban emisi di Kota Cimahi (ton/tahun).......................................119

Tabel 2.59 Parameter kualitas udara yang tidak memenuhi baku mutu di Kota
Cimahi..................................................................................................125

Tabel 2.60 Tingkat kebisingan di Kota Cimahi..........................................................128

Tabel 2.61 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar
untuk industri dan rumah tangga di Kota Cimahi 2015.......................128

Tabel 2.62 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar
untuk transportasi di Kota Cimahi 2015..............................................129
Tabel 2.63 Persentase sumber emisi transportasi Kota Cimahi 2015......................129

Tabel 2.64 Emisi GRK dari sektor pertanian di Kota Cimahi tahun 2015.................130

Tabel 2.65 Emisi GRK metana dari pengelolaan sampah di Kota Cimahi 2016........131

Tabel 2.66 Emisi CH4 dan N2O dari sektor peternakan di Kota Cimahi 2015...........131

Tabel 2.67 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah,
1983)....................................................................................................132

Tabel 2.68 Kriteria Baku Kerusakan Tanah menurut PP 150 Tahun 2000................133

Tabel 2.69 Hasil Sampling Tanah di Cimahi..............................................................134

Tabel 2.70 Hasil Analisis Tanah Di Lapangan............................................................135

Tabel 3.1 Prosentase Status Daya Dukung Pangan di Kota Cimahi Tahun 2015 dan
2045.....................................................................................................144

Tabel 3.2 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung pangan di
Kota Cimahi tahun 2015 dan 2045......................................................144

Tabel 3.3 Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Bersih Tahun 2015 dengan
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Tahun 2045 di Kota Cimahi................145

Tabel 3.4 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung air di Kota
Cimahi tahun 2015...............................................................................146

Tabel 3.5 Kebutuhan luas lahan sebagai TPA untuk kenaikan timbulan sampah
dari 2015 ke 2045................................................................................147

Tabel 3.6 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015...147

Tabel 3.7 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015...149

Tabel 3.8 Rekapitulasi total luas tumpang tindih pemanfaataan lahan antara
kawasan RTRW dan tutupan lahan tahun 2015..................................149

Tabel 3.9 Opsi resolusi konflik RTRW dan penggunaan lahan.................................151

Tabel 4.1 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi.......154

Tabel 4.2 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi.......155

Tabel 4.3 Daerah penyedia air bersih di Kota Cimahi..............................................155


Tabel 4.4 Cluster daerah pemasok sampah ke TPPAS Sarimukti.............................156

Tabel 5.1 Matriks tantangan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan kondisi
lingkungan Kota Cimahi.......................................................................159

Tabel 5.2 Analisis DPSIR ekoregion Dataran Vulkanik..............................................161

Tabel 5.3 Analisis DPSIR ekoregion Perbukitan Vulkanik.........................................164

Tabel 5.4 Analisis DPSIR ekoregion dataran Perbukitan Struktural.........................166

Tabel 6.1 Arahan Program Prioritas berdasarkan Strategi Umum RPPLHD Kota
Cimahi Tahun 2017-2047.....................................................................177

Tabel 6.2 Arahan Program Prioritas berdasarkan Strategi Implementasi RPPLHD


Kota Cimahi Tahun 2017-2047............................................................186

Tabel 7.1 Indikator Evaluasi Penyelenggaran RPPLHD berdasarkan Aspek 5-K.......195

Tabel 7.2 Indikator dan Target Capaian RPLLHD Kota Cimahi 2017-2047...............198

Tabel 2.8.1 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA....................

Tabel 2.8.2 Faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA..........................................


Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Arah Pembangunan di Kota Cimahi


Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Cimahi (2017-2022), arah kebijakan pembangunan jangka panjang di Kota Cimahi
diprioritaskan untuk mencapai misi dalam: 1. Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yang berkepribadian, berakhlak mulia, cerdas, sehat, dan unggul; 2.
Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, profesional, efektif,
efisien, dan ekonomis yang berbasis pada sistem penganggaran yang pro-publik; 3.
Memberdayakan perekonomian daerah berbasis ekonomi kerakyatan yang
berorientasi pada pengembangan sektor jasa berbasis teknologi informasi dan
industri kecil menengah dalam upaya pengentasan kemiskinan; 4. Mewujudkan
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dan meningkatkan kualitas
derajat kehidupan masyarakat yang berkeadilan; dan 5. Meningkatkan kapasitas
pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan dan
berkelanjutan. Misi-misi tersebut ditujukan untuk mendukung pencapaian visi Kota
Cimahi yaitu “Cimahi baru, maju, agamis, dan berbudaya”.

Pencapaian prioritas pembangunan Kota Cimahi yang dituangkan dalam RPJMD


2017-2022 masing-masing memiliki fokus prioritas pembangunan yang berbeda,
sebagai berikut:
1. RPJMD misi ke-1; diprioritaskan pada peningkatan kualitas pendidikan,
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta pengendalian laju
pertumbuhan penduduk.
2. RPJMD misi ke-2; diprioritaskan pada peningkatan akuntabilitas pemerintah
daerah dan peningkatan kemandirian pemerintah daerah.
3. RPJMD misi ke-3; diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan meningkatkan pemerataan pendapatan.
4. RPJMD misi ke-4; diprioritaskan untuk meningkatkan tingkat keselamatan dan
kenyamanan transportasi, meningkatkan kualitas permukiman, meningkatkan
ketahanan bencana, serta meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
5. RPJMD misi ke-5; diprioritaskan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan dan meningkatkan pengarusutamaan gender.

Target-target prioritas pembangunan tersebut kemudian diwujudkan kedalam


sebuah rencana pembangunan berbasis ruang yang terwujud dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi 2012-2032 yang tertuang dalam Perda No.4
Tahun 2013 yang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Cimahi sebagai kota
inti dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Cekungan Bandung yang aman, nyaman,
efisien dan berkelanjutan dengan meningkatkan fungsi kota sebagai pusat jasa dan
perdagangan serta pusat industri kreatif yang berbasis telematika. Upaya untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan dan strategi
penataan ruang yang terdiri atas:
1. Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang.
2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang.
3. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis kota.

Berdasarkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan Kota Cimahi yang


tercantum pada RPJMD dan RTRW maka dapat dipahami jika sektor pembangunan
prioritas di Kota Cimahi meliputi sektor berikut:
1. Sektor pendidikan dan kesehatan,
2. Sektor KUMKM.
3. Sektor infrastruktur.
4. Sektor perdagangan dan industri.
5. Sektor lingkungan hidup.
6. Sektor pertanian.

Pencapaian keberhasilan pembangunan pada sektor-sektor prioritas tersebut salah


satunya akan sangat bergantung pada potensi, ketersediaan dan keterbatasan
sumber daya alam yang terdapat pada wilayah Kota Cimahi, selain tentunya kualitas
sumber daya manusia dan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien dan
profesional. Letak geografis dan karakteristik bentang alam Kota Cimahi selain
berperan sebagai salah satu aset pembangunan yang menyimpan berbagai potensi
dan ketersediaan sumber daya alam untuk pembangunan, juga sekaligus berperan
sebagai pembatas pembangunan, khususnya wilayah-wilayah yang memiliki
karakteristik ekoregion yang rentan dan/atau rawan bencana.

1.1.2 Gambaran Umum Karakteristik Bentang Alam dan Ekoregion di Kota


Cimahi
Secara umum bentang alam Kota Cimahi terbagi atas tiga jenis ekoregion darat,
yaitu: dataran vulkanik, perbukitan struktural, dan perbukitan vulkanik yang masing-
masing memiliki karakteristik jasa ekosistem yang berbeda serta sumber daya alam
yang khas (deskripsi lengkap mengenai karakteristik jasa ekosistem dan sumber
daya alam pada masing-masing ekoregion di Kota Cimahi disajikan pada Error:
Reference source not found). Untuk mendukung keberlanjutan dan kelestarian
lingkungan hidup serta mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, maka proses
pembangunan di Kota Cimahi perlu memperhatikan dan didasarkan pada kondisi
dan karakteristik bentang alam serta potensi, ketersediaan dan keterbatasan dari
jasa ekosistem. Singkat kata proses pembangunan perlu memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimandatkan oleh UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
guna menjamin ketersediaan sumber daya alam bagi generasi mendatang.
Berdasarkan hal tersebut, penyusunan dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini
ditujukan untuk menyediakan arahan, acuan dan dasar bagi pembangunan di Kota
Cimahi berdasarkan potensi, ketersediaan, keterbatasan jasa ekosistem serta
sumber daya alam di Kota Cimahi yang terwujud dalam ambang batas dan status
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Berdasarkan status tersebut,
intervensi kebijakan dan arahan program untuk pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup dapat dirumuskan lebih lanjut sebagai pengendali pembangunan
di Kota Cimahi.

1.2 Tujuan Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi


Penyusunan dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini bertujuan untuk memberikan
indikasi arahan kebijakan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
di Kota Cimahi didasarkan pada tantangan utama dan isu strategis lingkungan hidup
di setiap ekoregion di wilayah Kota Cimahi. Indikasi arahan kebijakan tersebut
meliputi indikasi arahan bagi pemanfaatan dan/atau pencadangan sumberdaya
alam; pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup;
pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya
alam; serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Seluruh indikasi arahan tersebut
diharapkan dapat menjadi acuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sekaligus pengendali pembangunan wilayah dan sektor di Kota Cimahi; serta dapat
diacu dalam penyusunan RPJMD, RTRW, RENSTRA SKPD, dan RENJA SKPD.

1.3 Sasaran Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi


Adapun sasaran dari penyusunan dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini, antara
lain:
1. Tersedianya informasi mengenai inventarisasi lingkungan hidup, meliputi karak-
teristik ekoregion dan daya dukung lingkungan hidup; interaksi antar ekoregion
dan antar sumber daya alam di setiap ekoregion; dan tantangan utama dan isu
strategis pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Cimahi.
2. Tersedianya RPPLHD Kota Cimahi yang memuat arahan dan strategi kebijakan
yang meliputi draft dari rencana berikut:
a. Rencana pemanfaatan dan/atau pencadangan sumberdaya alam.
b. Rencana pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup.
c. Rencana pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestar-
ian sumber daya alam.
d. Rencana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
1.4 Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pelaksanaan RPPLHD Kota Cimahi

1.4.1 Ruang Lingkup Kegiatan Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi


Secara umum tata cara penyusunan RPPLHD Kota Cimahi dilakukan melalui tahap
berikut:
1. Penyusunan rancangan/draft RPPLHD Kota Cimahi;
2. Konsultasi publik;
3. Konsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian/Lembaga
terkait;
4. Pembahasan dengan satuan kerja perangkat daerah terkait;
5. Pembahasan di dewan perwakilan rakyat daerah Kota Cimahi;
6. Pengesahan PERDA RPPLHD Kota Cimahi;
7. Sosialisasi PERDA RPPLHD Kota Cimahi.

Kegiatan penyusunan dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini hanya fokus untuk
proses penyusunan draft RPPLHD Kota Cimahi (butir 1 di atas), dengan tahapan
umum sebagai berikut (tahapan detil mengenai proses penyusunan dokumen ini
merujuk pada sub bab 1.3 metodologi):
1. Pengumpulan data dan literatur terkait.
2. Perumusan isu dan masalah lingkungan hidup, termasuk didalamnya inven-
tarisasi lingkungan hidup serta analisis data.
3. Penyusunan draft dokumen RPPLH.
4. Konsultasi dengan suluruh SKPD terkait.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah dan Muatan RPPLHD Kota Cimahi


Ruang lingkup wilayah kajian dalam penyusunan dokumen RPPLHD Kota Cimahi
meliputi wilayah administrasi Kota Cimahi dengan:
 Lokasi geografis yang terletak pada 6°50’00”– 6°56’00”Lintang Selatan dan
107°30’30’’ – 107°34’30’’Bujur Timur, dan terbentang seluas 40,2 km2.
 Lokasi administratif bersebelahan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua dan Ke-
camatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat
Sebelah Timur : Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Keca-
matan Cicendo dan Kecamatan Andir Kota Bandung
Sebelah Selatan : Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung, Keca-
matan Batujajar Kabupaten Bandung Barat,dan Keca-
matan Bandung Kulon Kota Bandung
Sebelah Barat : Kecamatan Padalarang, Kecamatan Batujajar dan Ke-
camatan Ngamprah Kabupaten Bandung

Dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi disusun berdasarkan analisis data dan
informasi yang memperhatikan jangka waktu pelaksanaan RPPLHD selama 30
tahun, adapun ruang lingkup muatan RPPLHD Kota Cimahi:
 Rencana pemanfaatan dan/atau pencadangan sumberdaya alam.
 Rencana pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup.
 Rencana pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian
sumber daya alam.
 Rencana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

Keempat muatan tersebut dianalisis berdasarkan fokus masalah dan tantangan di


wilayah ekoregion yang berada di Kota Cimahi. Fokus masalah mengacu pada
ketidaksesuaian antara karakteristik ekoregion dengan perencanaan, sedangkan
tantangan mengacu pada langkah-langkah yang harus ditentukan dalam menangani
fokus masalah. Seluruh analisis tersebut mempertimbangkan data dan informasi
berikut:
 Sektor prioritas pembangunan Kota Cimahi yang diuraikan pada sub bab
sebelumnya, dengan fokus pada sektor yang terkait dengan pencapaian:
o Ketahanan pangan
o Ketersediaan air bersih
o Kelestarian keanekaragaman hayati
o Ketangguhan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
 Status daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Kota Cimahi,
termasuk didalamnya ambang batas dan status daya dukung lingkungan
hidup di setiap wilayah ekoregion yang terkait dengan:
o Pangan
o Air
o Sampah
o Kualitas Air Sungai
o Kualitas Air Sumur
o Emisi udara
o Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
o Bencana alam akibat perubahan iklim.
 Interaksi antar ekoregion dan antar sumber daya alam di setiap ekoregion
Kota Cimahi
o SD pertanian,
o SD air,
o Sampah.
 Khusus untuk penyusunan rencana program adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim dalam dokumen ini, belum didasarkan pada kajian
kerentanan iklim mengingat adanya keterbatasan data, informasi dan waktu
penyusunan. Program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim disusun
berdasarkan analisis status daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup berbasis jasa ekosistem yang terkait dengan bencana serta data-data
kejadian bencana yang diperoleh dari BNPB dan BPBD Daerah.
1.5 Pengertian RPPLH dan Landasan Hukum RPPLH

1.5.1 Pengertian RPPLH


Rencana perlindungan dan pengelolaaan lingkungan hidup (RPPLH) adalah
perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. Sesuai dengan
mandat UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
penyusunan RPPLH diwajibkan kepada setiap Pemerintah, baik Pemerintah Pusat,
Provinsi dan Kab/Kota. Sedangkan posisi RPPLH dalam sistem perencanaan nasional
dapat digambarkan pada Gambar 1 .1.

RPPLH disusun untuk menjadi dasar dan dimuat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan Menengah (RPJMP/RPJMD); serta menjadi arahan pemanfaatan
sumber daya alam yang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup. RPPLH disusun atas dasar:
 Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
 Tujuan pembangunan berkelanjutan.
 Tujuan pengendalian perubahan iklim.
 Tujuan perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati.

Gambar 1.1 Posisi RPPLH dalam Sistem Perencanaan Nasional


Secara umum muatan RPPLH yang menjadi dasar penyusunan RPJM, serta
keterkaitannya dengan KLHS dapat digambarkan pada Gambar 1 .2. Sedangkan
penyusunan RPPLH untuk masing-masing hirarki perencanaan didasarkan pada hal
berikut:
 RPPLH Nasional disusun berdasarkan inventarisasi lingkungan hidup tingkat na-
sional.
 RPPLH Provinsi disusun berdasarkan:
a. RPPLH Nasional
b. Inventarisasi lingkungan hidup tingkat pulau kepulauan
c. Inventarisasi lingkungan hidup tingkat ekoregion
d. Dalam hal ketentuan angka b dan c belum terpenuhi, Gubernur menggu-
nakan hasil inventarisasi dalam lingkup provinsi dan penetapan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup provinsi.
 RPPLH Kabupaten/Kota disusun berdasarkan:
a. RPPLH Provinsi
b. Inventarisasi lingkungan hidup tingkat pulau kepulauan
c. Inventarisasi lingkungan hidup tingkat ekoregion
d. Dalam hal ketentuan angka b dan c belum terpenuhi, Bupati/Walikota meng-
gunakan RPPLH Nasional, hasil inventarisasi di dalam lingkungan
kabupaten/kota dan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabu-
paten/kota.

Gambar 1.2 Keterkaitan RPPLH, RPJM dan KLHS

1.5.2 Landasan Hukum RPPLH


Adapun dasar hukum penyusunan RPPLH adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian LIngkungan
Hidup dan Kehutanan.
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN
2015-2019.
5. Peraturan Menteri LIngkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18/MenLHK-II/
2015 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
6. Peraturan Menteri LIngkungan HIdup dan Kehutanan Nomor: P/MenLHK-II/2015
tentang Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.5.3 Peraturan Perundangan lain yang terkait


Berikut merupakan peraturan perundangan yang diacu pada penyusunan RPPLH
Kota Cimahi:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025
4. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 07 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Air
Tanah
5. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sam-
pah
6. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 04 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ru-
ang Wilayah Kota CimahiTahun 2012 - 2032
7. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 06 Tahun 2013 tentang Perbahan Atas
Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah
8. Peraturan Walikota Cimahi Nomor 07 Tahun 2014 tentang Penerapan Kawasan
Bebas dari Sampah
9. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Ru-
ang Terbuka Hijau

1.6 Metodologi Penyusunan RPPLH


Metodologi penyusunan rancangan/draft dokumen RPPLHD Kota Cimahi yang
digunakan adalah analisis DPSIR (Driving Forces-Pressure-State-Impacts-Response)
dari European Environment Agency (1999) untuk mengidentifikasi akar persoalan
dari isu strategis perllndungan dan pengelolaan lingkungan hidup, untuk kemudian
merumuskan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat serta
memformulasikan kebijakan dan arahan program sebagai intervensi dalam
perllndungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Penggunaan metoda DPSIR
didasarkan pada pertimbangan bahwa metoda ini menyediakan kerangka untuk
memahami indikator dan respon terhadap dampak dari kegiatan manusia terhadap
lingkungan yang merujuk pada rantai sebab akibat dari: pemicu-tekanan-kondisi-
dampak-respon. Selain itu metoda ini berbasis pada analisis sistem yang
menyeluruh dan komprehensif sehingga dapat digunakan sebagai alat analisis yang
berorientasi pada penentuan kebijakan strategis. Penentuan isu strategis sebagai
input dan masukan dalam proses analisis menggunakan metoda DPSIR dilakukan
melalui metoda sSWOT (sustainability SWOT).

Adapun tahapan penyusunan RPPLH dengan menggunakan kerangka analisis DPSIR


adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dan literatur terkait, yang meliputi tapi tidak terbatas pada:
a. Peta Ekoregion skala 1:500.000 dan Buku deskripsinya.
b. Dokumen hasil analisis jasa ekosistem pada setiap ekoregion guna
mengetahui potensi “goods” dan “services” suatu ekosistem dan
menentukan jasa ekosistem penting pada ekoregion pulau tersebut.
c. Dokumen analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan.
d. Peta Tutupan Lahan.
e. Peta Bencana terkait kerusakan ekologis.
f. Peta tematik lainnya yang diperlukan.
2. Situational Analysis (analisis situasi) untuk perumusan tantangan utama dan isu
strategis lingkungan hidup di Kota Cimahi. Tahap ini merupakan analisis
menyeluruh terhadap karakteristik wilayah, isu dan persoalan lingkungan hidup
beserta masing-masing lokasinya. Secara rinci tahapannya meliputi hal berikut:
1. Pengolahan dan analisis data (spasial dan non-spasial) untuk menganalisis
potensi dan fakta pada masing-masing ekoregion, serta mempertimbangkan
isu prioritas pembangunan di Kota Cimahi. Analisis data spasial pada tahap
ini meliputi (metodologi rinci untuk analisis spasial di bawah ini dapat dilihat
pada Lampiran A):
a. Penyusunan peta indeks jasa ekosistem per ekoregion Kota Cimahi.
b. Penyusunan peta ambang batas dan status DDLH Kota Cimahi, yang
terdiri atas penyusunan:
i. Peta ketersediaan bahan pangan dan air bersih.
ii. Peta kebutuhan bahan pangan dan air bersih
iii. Penentuan status daya dukung lingkungan hidup berdasarkan jasa
ekosistem pangan dan air.
iv. Penyusunan potensi beban pencemar air sungai
v. Penyusunan peta ambang batas dan daya tampung sampah.
vi. Penyusunan peta sebaran emisi untuk kualitas udara.
c. Penyusunan peta aliran sumberdaya pangan dan air.
d. Penyusunan peta tekanan terhadap lingkungan Kota Cimahi
2. Inventarisasi isu dan masalah serta mengidentifikasi lokasinya berdasarkan
hasil analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta analisis
spasial untuk memetakan wilayah indikatif terkait isu tersebut.
3. Pengelompokan dan pengkelasan (clustering) dari isu dan masalah melalui
metoda sSWOT dan hasilnya dirumuskan berdasarkan domain D-P-S-I yang
ditampilkan secara spasial.
4. Perumusan isu dan masalah lingkungan hidup strategis serta arahan indikatif
wilayahnya
3. Penyusunan draft/rancangan dokumen RPPLH Kota Cimahi secara terstruktrur
berdasarkan tantangan utama, isu strategis dan prioritas strategi dan skenario
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta indikator dan target
capaian yang direkomendasikan.
4. Penyusunan Draft/rancangan Perda RPPLH.

1.7 Sistematika Dokumen


Dokumen draft RPPLHD Kota Cimahi ini terdiri atas 8 bab. Dengan sistematika
sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan
Berisi deskripsi mengenai latar belakang yang memuat arah strategi pembangunan
Kota Cimahi berdasarkan RPJPD, RPJMD dan RTRW Kota Cimahi serta karakteristik
umum bentang alam di ekoregion Kota Cimahi. Dilanjutkan dengan tujuan, sasaran
serta ruang lingkup penyusunan draft dokumen RPPLHD Kota Cimahi. Deskripsi
mengenai pengertian, kedudukan dan landasan hukum RPPLH secara umum,
metodologi penyusunan RPPLHD Kota Cimahi serta sistematika dokumen RPPLHD
Kota Cimahi.

Bab 2 Karakteristik Ekoregion dan Daya Dukung Lingkungan Hidup Kota Cimahi
Bab ini berisi deskripsi ekoregion; deskripsi pola ruang; potensi, sebaran dan
pemanfaatan sumber daya alam prioritas di masing-masing ekoregion, masyarakat
adat; analisis timbulan sampah; indikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup di Kota Cimahi. Inti dari bab ini merupakan identifikasi potensi dan
permasalahan atau/dan isu lingkungan hidup di Kota Cimahi, termasuk di dalamnya
ambang batas dan status daya dukung lingkungan hidup.

Bab 3 Tekanan terhadap Wilayah Ekoregion di Kota Cimahi.


Bab ini berisi hasil analisis proyeksi pertumbuhan populasi dalam 30 tahun kedepan
untuk mengidentifikasi arah tekanan terhadap ekoregion dan lingkungan hidup di
Kota Cimahi akibat pertumbuhan populasi tersebut serta dampaknya terhadap
status daya dukung lingkungan hidup di Kota Cimahi. Selain itu bab ini juga berisi
uraian mengenai konflik ruang antar sektor pertanian, permukiman, dan industri
dengan RTRW di Kota Cimahi.

Bab 4 Interaksi antar Wilayah Administrasi di Kota Cimahi


Bab ini berisi analisis mengenai interaksi antar wilayah administrasi, kota Cimahi
dengan dearah sekitarnya. Hasil analisis tersebut menghasilkan gambaran mengenai
bentuk ketergantungan antar wilayah tersebut serta dan potensi kerja sama antar
wilayah berdasarkan kondisi ketergantungan antar wilayah tersebut.

Bab 5 Tantangan Utama & Isu Strategis Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Berdasarkan hasil identifikasi pada bab 2 dan hasil analisis pada bab 3 dan 4, maka
bab ini berisi analisis mengenai tantangan utama dan isu strategis perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di Kota Cimahi secara umum dan per ekoregion.

Bab 6 Arahan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota


Cimahi
Bab ini berisi arahan kebijakan PPLH Kota di Kota Cimahi yang dijabarkan kedalam
bentuk rencana program sebagai berikut: rencana program pemanfaatan dan
pencadangan sumber daya alam; rencana program pemeliharaan dan perlindungan
kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; rencana program pengendalian,
pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; serta
rencana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Bab 7 Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan


Bab ini berisi mekanisme pemantauan dan evaluasi, indikator
pencapaian/keberhasilan dan mekanisme pelaporan pelaksanaan implementasi
RPPLHD Kota Cimahi. Selain itu itu dalam bab ini juga dimuat indikator capaian
program per periode yang disajikan dalam bentuk matriks untuk mengukur capaian
pelaksanaan RPPLH.

Bab 8 Penutup
Bab ini berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi dalam
pelaksanaan RPPLHD Kota Cimahi.
Bab 2 Karakteristik Ekoregion & Daya Dukung
Lingkungan Hidup Kota Cimahi

2.1 Deskripsi Ekoregion di Kota Cimahi

2.1.1 Gambaran Umum Ekoregion di Kota Cimahi


Ekoregion merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah,
air, flora dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Secara sederhana
ekoregion adalah geografis ekosistem, yaitu pola susunan berbagai ekosistem dan
proses di antara ekosistem tersebut yang terikat dalam suatu satuan wilayah
geografis (Perda Kota Depok No. 9 Tahun 2015, Lampiran 1). Dalam rangka
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, Indonesia telah menetapkan
ekoregion sebagai acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup.

Penetapan ekoregion menjadi dasar dan memiliki peran yang sangat penting dalam
melihat keterkaitan, interaksi, interdependensi, dan dinamika pemanfaatan
berbagai sumber daya alam antar ekosistem dalam satu wilayah ekoregion. Suatu
ekoregion dapat terletak di dalam beberapa wilayah administrasi (Gambar 2 .3),
sehingga salah satu tujuan pendekatan ekoregion adalah untuk memperkuat dan
memastikan terjadinya koordinasi antar wilayah administrasi yang saling
bergantung dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mencakup
persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam maupun permasalahan
lingkungan hidup. Selain itu, tujuan lainnya dari penetapan ekoregion adalah agar
secara fungsional dapat menghasilkan perencanaan perlindungan-pengelolaan
lingkungan hidup, pemantauan, dan evaluasinya secara bersama antar daerah yang
saling bergantung, meskipun dalam kegiatan operasional pembangunan tetap
dijalankan masing-masing oleh dinas wilayah administrasi sesuai kewenangannya
masing-masing. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penetapan wilayah
ekoregion dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang
alam, daerah aliran sungai, iklim, flora, fauna, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan
masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Penentuan wilayah dan
pemetaan ekoregion dimaksudkan untuk dapat digunakan dalam berbagai tujuan,
yaitu1:

1
Sumber utama deskripsi ekoregion pada bagian ini adalah buku Deskripsi Peta
Ekoregion Pulau/Kepulauan (KLH, 2013) dan buku Deskripsi Peta Ekoregion Laut
Indonesia (KLH, 2013), kecuali terdapat sitasi tersendiri
a. Sebagai unit analisis dalam penetapan daya dukung dan daya tampung lingkun-
gan.
b. Sebagai dasar dalam memberikan arahan untuk penetapan rencana perlindun-
gan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) dan untuk perencanaan pem-
bangunan yang disesuaikan dengan karakter wilayah.
c. Memperkuat kerjasama dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup
yang mengandung persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam
maupun persoalan lingkungan hidup.
d. Sebagai acuan untuk pengendalian dan pelestarian jasa ekosistem/lingkungan
yang mempertimbangkan keterkaitan antar ekosistem yang satu dengan ekosis-
tem yang lain dalam satu ekoregion, sehingga dapat dicapai produktivitas opti-
mal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Penetapan ekoregion dilakukan dengan pendekatan konsep bentang lahan.


Menggunakan konsep tersebut, ekoregion dapat dipetakan berdasarkan kesamaan
ciri morfologi dan morfogenesa bentuklahan yang ada pada sistem lahan. Aspek
morfologi mencirikan bentuk permukaan lahan yang dicerminkan oleh ketinggian
relief lokal dan kelerengan. Sedangkan aspek morfogenesa mencirikan proses asal
usul terbentuknya bentuklahan. Klasifikasi lahan dengan konsep sistem lahan
dilakukan berdasarkan prinsip ekologi yang mengasumsikan adanya hubungan erat
yang saling mempengaruhi antara agroklimat, tipe batuan, bentuklahan, tanah,
kondisi hidrologi, dan organisme. Dengan diintegrasikan dengan peta iklim dan tipe
vegetasi, peta ekoregion dengan pendekatan bentang lahan dapat mencerminkan
sebaran spasial batas ekosistem yang mendekati definisi ekosistem sesuai dengan
UU No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pembentukan suatu peta ekoregion dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai


sumber data, yaitu peta sistem lahan, peta rupa bumi, peta geomorfologi, citra
SRTM, peta curah hujan, dan data sumber daya hayati. Berbagai data tersebut
kemudian digunakan dalam proses pembuatan peta ekoregion yang terbagi menjadi
beberapa tahapan. Tahapan dari pembuatan peta ekoregion yaitu pengkajian data
sistem lahan, klasifikasi lahan, kompilasi data, pengisian/pelengkapan data atribut,
dan yang terakhir penyajian peta.

Proses pengkajian data sistem lahan dimaksudkan untuk memperoleh klasifikasi


lahan berdasarkan aspek morfologi dan morfogenesa dengan menggunakan
berbagai data pendukung, yaitu definisi ekoregion berdasarkan UU No. 32 Tahun
2009 sebagai acuan utama pendefinisian ekoregion, peta rupa bumi sebagai peta
dasar untuk penyajian ekoregion, citra SRTM dan DTM, serta peta geomorfologi
yang digunakan sebagai acuan untuk mengidentifikasi morfogenesa bentuklahan.
Pada tahapan ini, karakteristik sistem lahan yang dicermati adalah geometri batas
sistem lahan, tipe bentuk lahan, litologi, jenis tanah, pola drainase, dan morfologi
lahan. Karakteristik sistem lahan tersebut digunakan sebagai dasar untuk
mengidentifikasi morfologi dan morfogenesa bentuklahan yang digunakan sebagai
satuan pemetaan ekoregion.

Proses klasifikasi bentuklahan dilakukan dengan berdasarkan morfologi dan


morfogenesa sistem lahan. Morfologi bentuklahan diidentifikasikan dengan data
atribut sistem lahan ketinggian relief lokal dan kelerengan, sedangkan morfogenesa
dengan data atribut tipe lahan, litologi (jenis batuan), jenis tanah, dan pola
drainase. Hasil identifikasi morfogenesa tersebut kemudian diverifikasi dengan peta
geomorfologi. Morfologi bentuklahan diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu 1)
dataran, 2) perbukitan, dan 3) pegunungan. Sedangkan morfogenesa bentuklahan
diklasifikasikan menjadi delapan kelas, yaitu 1) marin/pantai, 2) fluvial yaitu
bentuklahan yang terbentuk dari proses sedimentasi karena aliran air sungai, 3)
fluviovulkanik, 4) karst yaitu bentuklahan yang terbentuk dari hasil pelarutan batu
gamping, 5) organik/koral, 6) struktural yaitu bentuklahan yang terbentuk dari
proses tektonik, 7) vulkanik yaitu bentuklahan yang terbentuk dari hasil letusan
gunung berapi, 8) denudasional yaitu bentuklahan yang terbentuk dari proses
gradasi dan degradasi yang umumnya pada lahan berbatuan sedimen.

2.1.2 Jenis-jenis Ekoregion di Kota Cimahi


Berdasarkan hasil pemetaan (Gambar 2 .4), secara umum Kota Cimahi memiliki
tiga jenis ekoregion darat, yaitu dataran vulkanik, perbukitan struktural, dan
perbukitan vulkanik. Ketiga jenis ekoregion tersebut masuk dalam kelas ekoregion
darat Jawa Barat yaitu pegunungan vulkanik G. Halimun-G. Salak-G. Sawal (Gambar
2 .3).
Gambar 2.3 Ekoregion Provinsi Jawa Barat

2.1.2.1 Pegunungan Vulkanik (Pegunungan Vulkanik G. Halimun G. Salak G.


Sawal)
Pegunungan vulkanik merupakan daerah yang berupa kerucut vulkanik. Ekoregion
ini tersusun dari produk letusan gunung berapi berupa perselingan batuan beku
ekstrusif dan material piroklastik. Hasil letusan gunung berapi membentuk bentuk
lahan bertopografi bergunung, berlereng terjal, kemiringan lereng rata-rata 45%
dan amplitudo relief > 300 m. Ekoregion ini dapat ditemukan di bagian tengah dan
selatan Jawa Barat.

Ekoregion ini umumnya beriklim tropika basah dengan suhu rata-rata 16-20 oC.
Curah hujan tahunan berkisar antara 3.000-4.500 mm. Ekoregion ini memiliki
sumber daya air permukaan dan air tanah yang melimpah sepanjang tahun,
sehingga pegunungan vulkanik berperan sebagai sumber cadangan air yang sangat
besar. Aliran sungai dengan pola radial atau semiradial mengalir sepanjang tahun.
Pada tekuk lereng bawah atau lereng kaki banyak dijumpai mata air artesis dan air
terjun. Jenis tanah yang dominan adalah andosol, latosol, dan litosol. Jenis tanah
andosol dan latosol tergolong subur.

Sebagian besar kawasan ekoregion ini masih berhutan lebat. Meskipun begitu,
karena kondisi tanah yang tergolong subur, sebagian kecil wilayah pada beberapa
daerah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Kondisi iklim yang sejuk dan tanah
yang subur menjadikan pemanfaatan lahan di ekoregion ini berupa pertanian yang
didominasi tanaman sayuran dan buah-buahan.

Ekoregion ini berasosiasi dengan jajaran pegunungan vulkanik di Jawa Barat.


Sebagian besar kawasan ekoregion ini masih berhutan lebat dan memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi karena sebagian besar wilayah ekoregion ini
berstatus sebagai kawasan konservasi, yaitu Cagar Alam (CA), Taman Wisata Alam
(TWA), Suaka Margasatwa (SM), dan Taman Nasional (TN).

Sebagian besar ekosistem alami pada ekoregion pegunungan vulkanik Jawa Barat
adalah hutan hujan dataran rendah. Namun di Kota Cimahi sebagian besar
ekosistem berupa hutan pegunungan pada tempat tinggi. Ekosistem tersebut dapat
dikelompokkan berdasarkan ketinggian tempatnya, mulai dari yang paling rendah
hingga yang paling tinggi secara berurutan adalah hutan hujan dataran rendah
(kurang dari 1.000 m), hutan sub-pegunungan (1.000-1.500 m), hutan pegunungan
(1.500-2.400 m), dan hutan sub-alpin (lebih dari 2400 m).

Kondisi ekosistem hutan tersebut memiliki pola yang menarik seiring dengan
bertambahnya ketinggian. Dari segi struktur hutannya, secara umum tinggi
pepohonan yang menyusun hutan akan semakin pendek seiring dengan
bertambahnya ketinggian, sementara jumlah individu pohon atau kerapatan hutan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian. Ukuran diameter batang
pohon cenderung semakin kecil seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat.
Sementara itu, dari segi keanekaragaman jenis vegetasi, jumlah jenis/spesies
tumbuhan akan semakin sedikit seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat
dan seiring dengan bertambahnya ketinggian terjadi perubahan komposisi jenis
tumbuhan (van Steenis, 2006).

Jenis dan jumlah fauna yang dapat ditemukan di ekosistem hutan hujan dataran
rendah menuju hutan pegunungan juga semakin sedikit seiring dengan
bertambahnya ketinggian. Hal ini disebabkan oleh penurunan suhu yang terjadi
seiring dengan bertambahnya ketinggian sehingga kehadiran fauna ditentukan oleh
kemampuan adaptasi terhadap suhu. Fauna dari kelompok herpetofauna (amfibi,
reptil, dan ular) yang merupakan hewan berdarah dingin banyak ditemukan pada
hutan dataran rendah, namun jarang ditemukan pada lokasi yang tinggi karena
tidak dapat beradaptasi terhadap suhu dingin. Berbagai jenis serangga, burung, dan
mamalia dapat ditemukan pada ekosistem hutan pegunungan. Jenis mamalia
arboreal seperti lutung jawa dan owa jawa serta karnivora langka seperti macan
tutul (Panthera pardus melas) serta spesies babi hutan hanya dapat ditemukan
hingga hutan subpegunungan, namun beberapa jenis tikus dapat ditemukan hingga
hutan subalpin (Whitten, Soeriaatmadja, & Afiff, 1996).
Hutan sub-pegunungan terdapat pada ketinggian 1.000-1.500 m, memiliki kondisi
vegetasi pepohonan yang tinggi dan terdiri atas beberapa lapisan tajuk, banyak
dijumpai jenis anggrek, liana/tumbuhan perambat, dan paku-pakuan yang
menempel pada batang pepophonan. Zona hutan subpegunungan biasanya
didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan dari famili Fagaceae (Quercus,
Lithocarpus, Castanopsis) Lauraceae, serta jenis Puspa (Schima wallichii), Ki Hujan
(Engelhardia spicata), dan Rasemala (Altingia excelsa). Selain itu dapat ditemukan
pula spesies-spesies lainnya seperti berbagai jenis dari famili Myrtaceae (BPLHD
Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2008,
2008).

Hutan pegunungan terdapat pada ketinggian 1.500-2.400 m, memliki kondisi


vegetasi pepohonan yang tinggi dan terdiri atas beberapa lapisan tajuk namun lebih
pendek dibandingkan pepohonan di hutan sub-pegunungan. Pada zona ini struktur
hutan lebih rapat dengan jumlah individu pepohonan lebih banyak dibandingkan
hutan subpegunungan, namun batang pohon secara umum lebih kecil dan mulai
ditutupi oleh lumut. Jumlah total jenis tumbuhan yang ditemukan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan hutan sub-pegunungan. Sedangkan tumbuhan dominan yang
ditemukan di zona ini diantaranya adalah Jamuju (Dacrycarpus imbricatus) dan
beberapa jenis dari famili Myrtaceae. Selain itu pada zona ini juga dapat mulai
ditemui jenis-jenis tumbuhan yang mengisi zona sub-alpin seperti Eurya obovata,
Rhododendron retusum, Segel (Myrsine affinis) (BPLHD Jawa Barat, Dokumen
Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2008, 2008) sehingga zona
ini dapat dikatakan zona peralihan komposisi jenis vegetasi (van Steenis, 2006).

Formasi hutan yang terdapat pada zona paling tinggi adalah hutan sub-alpin (>
2.400 m). Hutan sub-alpin tersusun atas pepohonan dengan ukuran batang yang
kecil, pendek, dan ditutupi oleh lumut yang tebal, serta hanya terdiri dari satu
lapisan tajuk. Keanekaragaman jenis pada zona ini paling rendah dibandingkan dua
zona hutan di bawahnya. Jenis yang mendominasi hutan sub-alpin diantaranya
Cantigi (Vaccinium spp), Segel (Myrsine affinis), dan Jirak (Symplocos). Sedangkan
jenis tumbuhan lain yang dapat ditemukan di hutan sub-alpin hanya sedikit,
diantaranya Leptospermum flavescens, Myrica javanica, dan Eurya obovata.
Tumbuhan-tumbuhan tersebut biasanya teradaptasi untuk dapat bertahan hidup
dengan cekaman berupa gas sulfur yang berasal dari kawah. Selain itu pada zona
sub-alpin di beberapa gunung biasanya ditemukan padang rumput yang berasosiasi
tumbuhan perdu Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) yang terkenal sebagai bunga
abadi (BPLHD Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Tahun 2008, 2008).
Gambar 2.4 Ekoregion Kota Cimahi

2.1.2.2 Dataran vulkanik


Dataran vulkanik hampir mencakup seluruh kecamatan di Kota Cimahi yaitu
Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi
Selatan.
Kondisi iklim di ekoregion dataran vulkanik secara umum relatif basah dengan curah
hujan tahunan sedang hingga tinggi (2.000-4.000 mm) dengan suhu berkisar antara
22-26oC. Topografi berupa dataran dengan morfologi datar hingga landai, dan
kemiringan lereng secara umum 0-3%, berombak (3-8%), hingga bergelombang (8-
15%). Material penyusun ekoregion ini umumnya berasal dari hasil erupsi gunung
berapi berupa bahan-bahan piroklastik berukuran halus (pasir halus), sedang
(kerikil), hingga kasar (kerakal) dengan sortasi yang baik (lapisan tebal dengan
material kasar di bagian bawah, semakin ke atas semakin halus). Proses penyebaran
dan pengendapan material dibantu oleh aktivitas aliran sungai (fluvial) dan angin
serta gravitasi berupa material jatuhan (airborne deposite).

Material piroklastik dengan komposisi pasir, kerikil, dan kerakal merupakan


komposisi material yang mampu melewatkan/melalukan air dengan baik sehingga
membentuk akuifer yang sangat potensial. Dukungan morfologi datar hingga
cekung menjadikan ekoregion ini sebagai daerah cadangan ketersediaan air tanah
yang sangat potensial sehingga membentuk reservoir air tanah atau cekungan
hidrogeologi. Selain itu, pada tekuk-tekuk lereng vulkanik di atasnya merupakan
lokasi munculnya mata air yang disebut sabuk mata air (spring belt) sehingga
menambah potensi sebagai sumber air bersih. Karena lokasinya yang terletak di
sekitar kaki gunung berapi, maka sungai-sungai pada ekoregion ini mengalir searah
dengan kemiringan lereng dan relatif saling sejajar sehingga membentuk pola aliran
semi paralel hingga paralel dengan debit bervariasi tergantung pada pada kondisi
aliran mata air di bagian hulu. Aliran sungai bersifat mengalir sepanjang tahun
dengan debit secara umum relatif besar dengan fluktuasi tahunan kecil karena
mendapat input dari air hujan dan aliran mata air.

Proses perkembangan tanah pada ekoregion dataran vulkanik sangat intensif yang
dapat membentuk jenis tanah grumusol berwarna kehitaman dan tanah alluvial
yang berwarna lebih muda. Kedua jenis tanah tersebut merupakan tanah yang
subur dengan kandungan hara tinggi, solum tebal, dengan tekstur pasir bergeluh
hingga geluh berpasir, struktur remah hingga pejal, dan mampu meresapkan air
hujan sebgai input air tanah dengan baik. Tanah alluvial dan grumusol potensial
untuk pengembangan lahan pertanian tanaman semusim dengan irigasi intensif.

Ekosistem alami pada dataran vulkanik adalah ekosistem hutan hujan dataran
rendah. Ekosistem hutan hujan dataran rendah terdapat pada ketinggian kurang
dari 1.000 m di atas permukaan laut. Hutan dataran rendah merupakan ekosistem
yang paling kaya akan keanekaragaman hayati. Berdasarkan dokumen Dokumen
Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Provinsi Jawa Barat (BPLHD Jawa Barat,
Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2008, 2008), pada
saat ini ekosistem hutan hujan dataran rendah hanya tersisa sedikit dan
terfragmentasi dengan masing-masing luasan kecil.

Ekosistem ini tersusun oleh berbagai macam vegetasi khas dataran rendah dengan
keanekaragaman jenis yang sangat tinggi dibandingkan dengan hutan pegunungan.
Hutan dataran rendah memiliki karakteristik kerapatan vegetasi 2 yang rendah
dengan pepohonan yang menjulang tinggi dengan diameter batang yang besar,
didominasi oleh pepohonan dengan akar papan/banir, dan terdiri dari beberapa
lapisan tajuk vegetasi (van Steenis, 2006). Tumbuhan cauliflora (tumbuhan yang
berbunga pada batang) terdapat banyak pada ekosistem ini seperti jenis-jenis dari
famili Moraceae (BPLHD Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup Tahun 2008, 2008). Tidak seperti hutan dataran rendah Sumatera
dan Kalimantan yang didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae, hutan
dataran rendah Jawa pada umumnya tidak memiliki famili atau jenis tumbuhan
yang dominan. Namun biasanya terdapat beberapa spesies pohon yang selalu
ditemukan di hutan dataran rendah Jawa seperti Artocarpus elasticus, Dysoxylum
caulostachyum, Langsat (Lansium domesticum), dan Planchonia valida (Whitten, et
al., 1996).
2
Kerapatan vegetasi didefinisikan sebagai jumlah batang pohon dalam suatu luasan
area, biasanya Individu/Hektar
2.1.2.3 Perbukitan struktural
Perbukitan struktural Ciamis terletak di sebagian wilayah administratif Kota Cimahi
yang meliputi sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi
Selatan. Perbukitan struktural merupakan perbukitan yang tersusun oleh batuan
intrusif dan batuan sedimen (batugamping dan batupasir) yang mengalami
deformasi oleh tenaga tektonik, dengan membentuk struktur lipatan atau patahan.
Morfologi yang terbentuk berupa perbukitan pada elevasi sedang (< 300 m) dengan
kemiringan lereng yang curam (25-45%). Kondisi iklim pada umumnya termasuk
tropika basah, namun semakin ke arah timur cenderung semakin kering. Suhu udara
relatif sejuk (20-22oC).

Pola aliran air pada ekoregion ini terkontrol oleh jalur patahan yaitu dalam bentuk
rectangular atau trellis. Air sungainya umumnya mengalir sepanjang tahun dan
ketersediaan air permukaan dan air tanah relatif cukup sepanjang tahun. Tanah
yang dijumpai didominasi oleh tanah latosol (alfisol), podosolik (ultiusol) dengan
solum dalam dan memiliki tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Di beberapa
tempat yang berlereng curam juga ditemui tanah litosol bersolum dangkal (< 20
cm).

Ekosistem alami yang mendominasi kelompok ekoregion perbukitan struktural


adalah ekosistem hutan hujan dataran rendah, ekosistem hutan subpegunungan,
ekosistem hutan dataran rendah batu gamping, serta sedikit ekosistem hutan
pantai dan hutan mangrove.

Penjelasan mengenai ekosistem hutan hujan dataran rendah terdapat pada


deskripsi ekoregion dataran vulkanik. Hutan subpegunungan terdapat pada
ketinggian 1.000-1.500 m, memiliki kondisi vegetasi pepohonan yang tinggi dan
terdiri atas beberapa lapisan tajuk, banyak dijumpai jenis anggrek, liana/tumbuhan
perambat, dan paku-pakuan yang menempel pada batang pepophonan. Zona hutan
subpegunungan biasanya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan dari famili
Fagaceae (Quercus, Lithocarpus, Castanopsis) Lauraceae, serta jenis Puspa (Schima
wallichii), Ki Hujan (Engelhardia spicata), dan Rasemala (Altingia excelsa). Selain itu
dapat ditemukan pula spesies-spesies lainnya seperti berbagai jenis dari famili
Myrtaceae (BPLHD Jawa Barat, Dokumen Infromasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Tahun 2008, 2008).

Ekosistem mangrove tersusun oleh berbagai tipe tumbuhan dengan karakteristik


khusus sehingga dapat bertahan hidup di daerah pasang surut dengan salinitas
tinggi dan persediaan oksigen yang terbatas. Tumbuhan mangrove biasanya
memiliki bentuk akar yang terspesialisasi untuk mengambil oksigen dari udara
karena tumbuhan mangrove hidup terendam oleh air. Selain itu, tumbuhan
mangrove memiliki daun yang terspesialisasi untuk dapat mentoleransi kadar garam
yang tinggi. Akar mangrove berperan dalam mengikat sedimen sehingga dapat
mengurangi sedimentasi di pesisir. Seacara umum ekosistem mangrove berperan
dalam melindungi daratan dari gelombang air laut. Ekosistem mangrove berperan
sebagai habitat dan tempat mencari makan burung air, berbagai jenis ikan, kepiting,
bahkan mamalia darat, sehingga ekosistem ini berperan dalam mendukung
perikanan laut sekaligus ekosistem sekitarnya yang ada di darat (Whitten, et al.,
1996).

Ekosistem hutan pantai merupakan ekosistem dengan substrat berupa pasir pantai
yang terletak di batas pasang tertinggi. Ekosistem hutan pantai tersusun atas dua
formasi vegetasi. Mulai dari bibir pantai ke arah daratan ekosistem ini tersusun oleh
formasi Pes-caprae dan formasi Barringtonia. Formasi Pes-caprae biasanya
ditemukan di batas pasang tertinggi. Formasi ini dinamai berdasarkan tumbuhan
dominan berupa tumbuhan bernama Ipomoea pes-caprae. Tumbuhan ini menjalar
dan memiliki perakaran yang dalam untuk mencapai sumber air tawar,
mencengkram substrat pasir, dan menangkap material organik. Tumbuhan lain yang
dapat ditemukan diantaranya Canavalia sp, Vigna sp, Spinifex littoreus, Thuarea
involuta, Ischaemum muticum, dan Euphorbia atoto (Whitten, et al., 1996).

Formasi Barringtonia terletak lebih ke arah darat dibandingkan formasi Pes-caprae.


Formasi Barringtonia lebih didominasi oleh pepohonan. Formasi Barringtonia
dinamai berdasarkan nama pohon yang sering ditemukan (namun tidak di setiap
lokasi ditemukan) yaitu Barringtonia asiatica. Tumbuhan lain yang sering ditemukan
di formasi ini antara lain Calophyllum inophyllum, Pandanus tectorius, Morinda
citrifolia, Sterculia foetida, Terminalia catappa, Cycas rumphii, Erythrina variegate,
Hibiscus tiliaceus, Thespesia populnea, dan Scaevola taccada. Formasi ini secara
alami membentang di dataran pantai selatan Jawa Barat (Whitten, et al., 1996).

Ekosistem hutan pantai merupakan ekosistem yang menjadi wilayah jelajah dan
atau habitat dan atau tempat mencari makan bagi berbagai jenis burung serta
hewan-hewan besar seperti biawak (Varanus salvator), babi hutan (Sus scrofa),
kalong (Pteropus vampyrus), lutung (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), rusa (Rusa timorensis), dan hewan langka seperti badak jawa
(Rhinoceros sondaicus), dan owa jawa (Hylobates moloch). Rusa memiliki kebutuhan
akan garam untuk fisiologi tubuhnya sehingga selain mengunjungi hutan pantai,
rusa juga sering teramati mengunjungi pantai sebagai sumber garam (Whitten, et
al., 1996).

Belum banyak data mengenai flora dan fauna yang terdapat pada ekosistem hutan
dataran rendah batu gamping (Kartawinata, 2013). Karakteristik utama ekosistem
hutan dataran rendah batu gamping adalah batuan induknya berupa batu gamping,
ketebalan tanah yang minim dan memiliki kandungan Ca yang tinggi. Hal ini
mempengaruhi pertumbuhan vegetasi yang ada pada ekosistem tersebut, selain itu
secara umum jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan pada ekosistem ini lebih
rendah dibandingkan jenis ekosistem hutan dataran rendah lain karena tidak
banyak jenis tumbuhan yang dapat mentoleransi kandungan Ca pada tanah yang
tinggi (Whitten, et al., 1996).

2.1.2.4 Perbukitan Vulkanik


Perbukitan Vulkanik memliki topografi berbukit dengan morfologi, amplitudo relief
0 – 30 m, dan kemiringan lereng yang curam (25 – 45%). Ekoregion ini sebagian
besar dapat ditemukan di bagian lereng tengah gunung berapi yang ada. Tanah
yang dijumpai pada ekoregion ini didominasi oleh Podsolik dan Latosol yang
memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi. Sedangkan pada daerah yang memiliki
ketinggian di atas permukaan laut yang cukup tinggi dapat dijumpai tanah Andosol
yang kesuburannya cukup tinggi. Karakteristik yang demikian menyebabkan
perbukitan vulkanik ini mempunyai tipe penutupan/penggunaan lahan beragam,
hutan, semak belukar, lahan pertanian dan permukiman (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2014).

Di perbukitan vulkanik, iklimnya bervariasi. Dibagian barat jawa iklimnya lebih basah
dibandingkan dengan bagian timur jawa. Pada umumnya suhu udara rata – rata 20 -
24 0 C. Curah hujan tahunan 2.000 – 4.000 mm. Kondisi iklim yang bervariasi
menyebabkan di bagian barat Jawa di dominasi oleh vegetasi basah seperti vegetasi
monsoon pegunungan bawah dan vegetasi pegunungan atas. Sedangkan
ketersediaan air tanahnya relatif cukup melimpah, terutama pada musim hujan.
Saat ini, cadangan air tanah di daerah perbukitan vulkanik banyak yang mengalami
penurunan karena dimanfaatkan untuk industri air mineral (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2014).

2.1.3 Jasa Ekosistem Maksimum


Dalam setiap ekoregion yang terdiri dari beberapa tipe ekosistem, terdapat satu
atau lebih jasa ekosistem yang dihasilkan. Jasa ekosistem merupakan produk yang
dihasilkan oleh ekosistem untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia. Terdapat empat
kelompok jasa ekosistem yaitu : jasa ekosistem penyedia, pengaturan, pendukung,
dan kultural; yang kemudian dibagi menjadi beberapa sub-jenis/kelompok (Tabel 2
.1). Sedangkan jasa ekosistem maksimum merupakan jasa ekosistem yang dominan
yang dihasilkan oleh setiap unit ekoregion.

Tabel 2.1 Klasifikasi jasa ekosistem


Klasifikasi Jasa Ekosistem Definisi Operasional
Fungsi Penyediaan (Provisioning)
1 Pangan Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan
hewan), hasil pertanian dan perkebunan
untuk pangan, hasil peternakan
2 Air bersih Penyediaan air dari tanah (termasuk
kapasitas penyimpanannya), penyediaan air
dari sumber permukaan
3 Serat (fiber) Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan
perkebunan untuk material
4 Bahan bakar (fuel) Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar
yang berasal dari fosil
Fungsi Pengaturan (Regulating)
1 Iklim Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan,
pengendalian gas rumah kaca dan karbon
2 Tata aliran air dan banjir Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam
untuk penyimpanan air, pengendalian banjir,
dan pemeliharaan air
3 Pencegahan dan Infrastruktur alam pencegahan dan
perlindungan dari bencana perlindungan dari kebakaran lahan, erosi,
abrasi, longsor, badai dan tsunami
4 Pemurnian air Kapasitas badan air dalam mengencerkan,
mengurai dan menyerap pencemar
5 Pengolahan dan penguraian Kapasitas lokasi dalam menetralisir,
limbah mengurai dan menyerap limbah dan sampah
6 Pemeliharaan kualitas udara Kapasitas mengatur sistem kimia udara
7 Penyerbukan alami Distribusi habitat spesies pembantu proses
(pollination) penyerbukan alami
8 Pengendalian hama dan Distribusi habitat spesies trigger dan
penyakit pengendali hama dan penyakit
Fungsi Budaya (Cultural)
1 Spiritual dan warisan leluhur Ruang dan tempat suci, peninggalan sejarah
dan leluhur
2 Tempat tinggal dan ruang Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera,
hidup (sense of place) jangkar “kampung halaman” yang memiliki
nilai sentimental
3 Rekreasi dan ekoturisme Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai
tertentu yang menjadi daya tarik wisata
4 Estetika Keindahan alam yang memiliki nilai jual
5 Pendidikan dan pengetahuan Memiliki potensi untuk pengembangan
pendidikan dan pengetahuan
Fungsi Pendukung (Supporting)
1 Pembentukan lapisan tanah Kesuburan tanah
dan pemeliharaan kesuburan
2 Siklus hara (nutrient) Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian
3 Produksi primer Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies
Sumber: Millenium Ecosystem Assessment, 2005; Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, 2011

Melalui hasil analisis dan perhitungan (metodologi pada Lampiran A), maka
diperoleh proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion Kota Cimahi (Gambar
2 .5), serta jasa ekosistem maksimal/dominan di ekoregion Kota Cimahi (Tabel
2 .2).

HASIL KALI LUAS EKOREGION DENGAN INDEKS JASA EKOSSITEM


KOTA CIMAH

450000000
400000000
Ha 350000000
P P
300000000 e rB
250000000 KnH Soi
uyaE Kido
200000000 aemkEek d
AlraosGslui
150000000 A TBi i Bteuk
100000000 i aerLtbut nussv
rEPStIniauPduetebie
50000000 naeakMmkear tuPr
cs H
0 Benr laubanyikiirars
ergaAinraUnyasakarii
rgatim h amnm t
n
is nr ai dAk e aey
ali r
i rat
JASA
h EKOSISTEM
am
i
Gambar 2.5 Proporsi jenis jasa ekosistem di setiap ekoregion di Kota Cimahi

Tabel 2.2 Jasa ekosistem dominan di ekoregion Kota Cimahi


Kode Nama Ekoregion Kecamatan Jasa Ekosistem
Dominan
Cimahi Selatan 1. Budaya dan
Tempat Tinggal
Cimahi Tengah
2. Produksi Primer
1 Dataran Vulkanik
3. Penyerbukan Alami
Cimahi Utara 4. Estetika
5. Ekoturisme
1. Ekoturisme
2 Perbukitan Vulkanik Cimahi Utara 2. Estetika
3. Tata Air
4. Energi
5. Budaya dan
Tempat Tinggal
1. Penyerbukan Alami
2. Produksi Primer
Cimahi Selatan
3. Estetika
4. Budaya dan
3 Perbukitan Struktural Tempat Tinggal
5. Ekoturisme
Cimahi Tengah

Sumber: Hasil Analisis, 2017.


2.2 Deskripsi Pola Ruang di Kota Cimahi
Berdasarkan Perda No. 4 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi
pada pasal 9, pengembangan strategi dan kebijkakan pola pemanfaatan ruang di
Kota Cimahi terbagi menjadi dua jenis pengembangan, yaitu: pengembangan
kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya, yang dalam hal ini adalah
kawasan budidaya perkotaan. Dengan demikian, pola pemanfaatan ruang ini
merupakan penetapan terhadap kawasan lindung dan kawasan budidaya dalam
wilayah Kota Cimahi. Pola ruang Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .6.

2.2.1 Kawasan Lindung


Kawasan lindung atau kawasan yang berfungsi lindung yang terdapat wilayah Kota
Cimahi meliputi (Perda No.4 Tahun 2013) :
1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi
hutan kota dan kawasan resapan air. Kawasan resapan air berada di kawasan
Bandung Utara yang meliputi lahan pertanian perkotaan dan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di kawasan perumahan bagian utara kota.
2. Kawasan perlindungan setempat, yaitu sempadan sungai, daerah sekitar
embung, dan jalur hijau. Sempadan sungai ini diterapkan pada masing-masing
sungai yang utama atau menonjol pada masing-masing sistem sungai yang ada
di wilayah Kota Cimahi. Oleh karena itu, sempadan sungai ini tersebar di semua
kelurahan.
3. Kawasan Ruang Terbuka Hijau meliputi RTH Publik dan RTH Privat. RTH publik
terdiri dari hutan kota, taman kota, tempat pemakaman umum, sempadan-
sempadan, dan jalur hijau. Sedangkan RTH Privat terdiri atas pekarangan
permukiman, perdagangan dan jasa, kawasan wisata, kawasan industri dan
perdagangan, serta kawasan pertahanan dan keamanan.
4. Kawasan Cagar Budaya.
5. Kawasan Rawan Bencana Alam, yang meliputi kawasan bencana banjir, longsor,
dan aliran lahar gunung api.
6. Kawasan Lindung Lainnya, mepiluti kawasan sempadan jalan tol, sempadan
SUTT, dan sempadan kereta api.

2.2.2 Kawasan Budidaya


Kawasan budidaya kota adalah kawasan di wilayah kota yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya di wilayah
Kota Cimahi adalah sebagai berikut (Perda No.4 Tahun 2013).
1. Kawasan Perumahan dengan pengembangan perumahan diarahkan terhdap
intensitas pemanfaatan penggunaan lahan berdasarkan kepadatan penduduk
sehingga terbagi menjadi kawasan perumahan kepadatan rendah, kepadatan
sedang, dan kepadatan tinggi.
2. Kawasan Perdagangan dan Jasa yang meliputi kawasan perdagangan tradisional
dan kawasan perdagangan modern.
3. Kawasan Industri yang meliputi sebaran kawasan industri menengah dan besar,
industri kreatif dan industri kecil beserta industri rumah tangga.
4. Kawasan Pariwisata yang meliputi kawasan wisata budaya, wisata alam dan
wisata buatan.
5. Kawasan Perkantoran/Pemerintahan dan Fasilitas Sosial meliputi kawasan
perkantoran pemerintah dan perkantoran swasta.
6. Kawasan Militer.
7. Kawasan Perikanan yang meliputi kawasan perikanan budidaya air tawar dan
pemasaran hasil perikanan.
Gambar 2.6 Pola pemanfaat ruang Kota Cimahi (BPPD, 2012)

2.3 Potensi, Sebaran dan Pemanfaatan SDA Prioritas di Ekoregion Kota Cimahi

2.3.1 Sumber Daya Pertanian


Lahan pertanian merupakan bagian dari sumber daya alam nonhayati yang sangat
penting dalam kegiatan pertanian, termasuk pertanian tanaman pangan maupun
perkebunan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 Bab I pasal 1 point 4).

Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah dan lahan bukan sawah (tegal, ladang,
hutan, perkebunan, kolam, dll.) (BPS, 2016). Kementerian Pertanian (2016) menye-
butkan sumber daya yang tergolong berada pada lahan pertanian, antara lain padi
dan palawija, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
2.3.1.1 Padi dan palawija
Kota Cimahi mempunyai luas lahan sawah sebesar 134,42 ha dengan sawah irigasi
setengah teknis seluas 106,42 ha sedangkan sawah tadah hujan seluas 26 ha.
Berdasarkan Statistik, produksi padi sawah di Kota Cimahi tahun 2015 mencapai
7.135 Kw beras, mengalami penurunan 74 persen dibanding tahun 2014. Penurunan
produksi padi tahun 2015 lebih disebabkan penurunan luas panen sebesar 50
persen. Luas panen padi tahun 2015 mencapai 262 hektar, turun sebesar 229 hektar
dibanding tahun 2014 yang mencapai 491 hektar (Dinas Koperasi, UMKM, Industri,
Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi, 2016). Tabel 2 .3 menunjukkan luas
panen, produksi, dan produktivitas lahan pertanian Kota Cimahi untuk
menghasilkan padi dan palawija.

Tabel 2.3 Produksi padi dan palawija di Kota Cimahi tahun 2015
Komodita Luas panen Produktivitas
Kecamatan Produksi (Kw)
s (Ha) (Kw/Ha)
Cimahi Selatan 93 5.766 62
Padi
Cimahi Tengah 20 1.300 65
Sawah
Cimahi Utara 149 69 0,46
Cimahi Selatan 33 95 2,88
Jagung
Cimahi Tengah 26 92 3,54
Muda
Cimahi Utara 29 100 3,45
Cimahi Selatan 66 11.220 170
Ubi Kayu Cimahi Tengah 35 6.300 180
Cimahi Utara 12 1.920 160
Cimahi Selatan 33 3.630 110
Ubi Jalar Cimahi Tengah 25 2.750 110
Cimahi Utara 32 3.520 110
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM, Industri, Perdagangan dan Pertanian Kota
Cimahi, Kota Cimahi Dalam Angka, 2016

2.3.1.2 Hortikultura
Yang termasuk ke dalam tanaman hortikultura, antara lain tanaman sayuran, buah-
buahan, biofarmaka, dan tanaman hias (Kementerian Pertanian, 2016). Tabel 2 .4
menampilkan produksi hortikultura di Kota Cimahi tahun 2015.

Tabel 2.4 Produksi hortikultura di Kota Cimahi tahun 2015


Komodita
Luas Panen (ha) Produksi (ton)
s
Tomat Cimahi Selatan -
Cimahi Tengah -
Cimahi Utara 340
Cimahi Selatan 560
Sawi Cimahi Tengah -
Cimahi Utara 480
Cimahi Selatan 500
Pisang Cimahi Tengah 15
Cimahi Utara 90
Cimahi Selatan 30
Rambutan Cimahi Tengah 150
Cimahi Utara 3
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM, Industri, Perdagangan
dan Pertanian Kota Cimahi, Kota Cimahi Dalam Angka,
2016

2.3.1.3 Peternakan
Ternak yang diusahakan di Kota Cimahi meliputi ternak besar, kecil, dan unggas.
Untuk unggas, yang dipelihara adalah jenis ayam buras, ayam ras, dan itik. Tabel
2 .5 memperlihatkan hasil ternak Kota Cimahi tahun 2015.

Tabel 2.5 Produksi peternakan di Kota Cimahi tahun 2015


Komodita Produksi Produksi
Kecamatan Komoditas Kecamatan
s (ekor) (ekor)
Cimahi Cimahi
50 58
Selatan Selatan
Sapi Cimahi Cimahi
18 Kambing -
Potong Tengah Tengah
Cimahi
41 Cimahi Utara 100
Utara
Cimahi Cimahi
4 11.031
Selatan Selatan
Cimahi Cimahi
Kerbau 2 Ayam Buras 8.650
Tengah Tengah
Cimahi
18 Cimahi Utara 15.700
Utara
Cimahi Cimahi
- 3.622
Selatan Selatan
Cimahi Ayam Ras Cimahi
Sapi Perah 25 -
Tengah Pedaging Tengah
Cimahi
825 Cimahi Utara 78.500
Utara
Kuda Cimahi 475 Ayam Ras Cimahi -
Selatan Selatan
Cimahi Cimahi
- -
Tengah Petelur Tengah
Cimahi
171 Cimahi Utara -
Utara
Cimahi Cimahi
7.607 5.369
Selatan Selatan
Cimahi Cimahi
Domba 1.715 Itik 1.900
Tengah Tengah
Cimahi
4.165 Cimahi Utara 4.450
Utara
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM, Industri, Perdagangan dan Pertanian Kota
Cimahi, Kota Cimahi Dalam Angka, 2016

2.3.2 Sumber Daya Perikanan


Secara umum produksi perikanan di Kabupaten/Kota Jawa Barat bersumber dari
perikanan tangkap dan/atau perikanan budidaya. Perikanan tangkap berasal dari
penangkapan di laut dan penangkapan di perairan umum. Sementara produksi
perikanan budidaya berasal dari usaha budidaya laut, budidaya tambak, budidaya
kolam, budidaya keramba, budidaya jaring apung, budidaya sawah dan budidaya
laut (Kementerian PPN/Bappenas, 2014).

Produksi perikanan Kota Cimahi bersumber dari perikanan budidaya yang dibagi
kedalam tiga subsektor yang di budidaya yaitu tambak, sawah, dan Kolam Air Deras
(KAD). Pada tahun 2014 produksi perikanan budidaya Kota Cimahi mencapai 302,20
ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2015). Dari ketiga subsektor perikanan
budidaya, penduduk Kota Cimahi hanya memanfaatkan areal kolam sebagai
budidaya ikan. Tabel 2 .6 menampilkan luas areal budidaya ikan di Kota Cimahi
tahun 2015.

Tabel 2.6 Luas areal pemeliharaan ikan di Kota Cimahi tahun 2015
Jumlah Unit
Kecamatan Kolam (Ha) Sawah (Ha) KAD (Ha) (Ha) pembenihan
rakyat (Ha)
Cimahi - - 4
Selatan 6 -
Cimahi 4 - - - 3
Tengah
Ciimahi Utara 5 - - - 4
Sumber: Dinas Koperasi,UMKM,Industri,Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi,
Kota Cimahi Dalam Angka, 2016

2.3.3 Sumber Daya Air


Air merupakan sumberdaya yang terbaharui, tetapi ketersediaannya tidak selalu
sesuai dengan waktu, ruang, jumlah, dan mutu yang dibutuhkan. Pertambahan pen-
duduk dan pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan kebutuhan air baik domestik
maupun guna lahan, serta kuantitas maupun kualitas (Diba, 2015). Berdasarkan
Pusair (2012), sumber daya air diklasifikasikan menjadi dua, yaitu air permukaan
dan air bawah permukaan (air tanah). Potensi sumber daya air Provinsi Jawa Barat
adalah 66.256 juta m3 per tahunnya, yaitu air permukaan sekitar 42.821 juta m 3/
tahun dan sekitar 23.435 juta m3/tahun untuk air tanah (Hasil analisis, 2017). (Tabel
2 .7).

Tabel 2.7 Potensi sumber daya air per ekoregion (juta m3/tahun)
Ekoregion Potensi Air Permukaan Potensi Air Tanah Total
Jawa Barat 42.821 23.435 66.256
Kota
33,10 13,612 46,712
Cimahi
Sumber: Hasil analisis, 2017

Potensi air Kota Cimahi diperkiran 33,10 juta m 3 potensi air permukaan dan 13,612
juta m3 potensi air tanah atau sekitar 0,07 % dari potensi air di Jawa Barat. Perhi-
tungan potensi air di Kota Cimahi diperoleh berdasarkan hasil pemodelan dengan
menggunakan indeks jasa ekosistem penyedia dan pengaturan tata air, secara lebih
rinci metode perhitungan potensi tersebut terdapat pada Lampiran A. Untuk air
permukaan, potensi Kota Cimahi dapat dilihat berdasarkan Wilayah Aliran Sungai
(WAS) Citarum yang juga mencakup beberapa wilayah administrasi Kabupaten/Kota
di Jawa Barat. Potensi WAS citarum dan beberapa WAS di Jawa Barat dilihat pada
Tabel 2 .8.

Tabel 2.8 Potensi DAS Jawa Barat berdasarkan WAS


Wilayah Sungai Potensi ( milyar m3/tahun)
Ciliwung – Cisadane 8
Citarum 7.6
Cimanuk – Cisanggarung 5.9
Citanduy 2.6
Ciwulan – Cilaki 5.2
Cisadea – Cibareno 5.8
Sumber: PSDA, 2012

Sementara itu, untuk air bawah permukaan tanah atau Cekungan Air Tanah (CAT),
Kota Cimahi memiliki CAT Bandung-Soreang yang mencakup beberapa wilayah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Persebaran CAT di Jawa Barat dapat dilihat
Gambar 2 .7. menampilkan potensi masing-masing CAT.

Gambar 2.7 Cekungan Air Tanah di Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.9 Potensi Cekungan Air Tanah di Provinsi Jawa Barat


No. Nama CAT Air Bebas Air Tekan No. Nama CAT Air Bebas Air Tekan
1 Sidareaja 46 0 15 Cianjur 451 16
2 Ciamis 448 14 16 Sukabumi 759 34
3 Kawali 224 7 17 Bogor 1.019 37
Serang-
4 Tasikmalaya 978 69 18 Tangerang 1.075 18
5 Malangbong 415 30 19 Lembang 164 16
6 Garut 691 87 20 Batujajar 66 1
7 Banjarsari 550 30 21 Ciater 413 30
8 Sukamantri 98 13 22 Indramayu 362 46
9 Cibumi 595 28 23 Subang 428 3
Bandung-Sore-
10 Sumedang 519 28 24 ang 795 117
11 Kuningan 445 21 25 Sumber-Cire- 638 4
bon
Bekasi-
12 Tegal-Brebes 248 11 26 Karawang 1.483 6
13 Majalengka 554 5 27 Jakarta 830 40
14 Jampangkulon 276 0
Sumber: Badan Geologi, 2015

2.3.4 Potensi Keanekaragaman Hayati


Potensi keanekaragaman hayati di wilayah perkotaan lebih kecil dibandingkan
dengan wilayah provinsi atau kepulauan. Di Kota Cimahi tercatat ditemukan jenis-
jenis burung yang memiliki status dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.7 tahun 1999 (Noerdjito & Maryanto, 2001), namun dengan status Least
Concerned berdasarkan data IUCN. Adapun jenis burung yang dilindungi tersebut
adalah Burung Manintin (Enicurus spp), Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis), Cekakak
(Halycon spp.; burung-burung dari suku Alcedinidae), dan Sriganti (Nectarinia
jugularis) (DLH Kota Cimahi, 2015). Dari jenis-jenis burung tersebut, sebagian besar
memiliki sebaran habitat di daerah pegunungan dan dataran tinggi, khususnya di
daerah riparian, dengan pakan utama serangga (manintin), fauna darat dan air
(cekakak), dan nektar bunga (sriganti). Kuntul kerbau, di sisi lain, hidup di daerah
persawahan dan lahan basah, serta mengkonsumsi serangga di area tersebut. Oleh
karena itu, jenis-jenis burung ini memiliki peran penting di dalam pengendalian
populasi hama dan penyerbukan alami. Tabel 2 .10 menunjukkan jenis flora dan
fauna yang dilindungi di Kota Cimahi.

Tabel 2.10 Jenis Floran dan fauna yang dilindungi di Kota Cimahi Tahun 2015
Golongan Nama Spesies Status Endemik Status Status
Diketahui Terancam Berlimpah
1.Hewan 1      
menyusui 2  -    
3  -    
2. Burung 1.Burung Terancam   PP 7/1999 
Manintin
2.Kuntul Terancam    PP 7/1999
Kerbau
3. Cekakak Terancam    PP 7/1999
4. Cekahkeh Terancam    PP 7/1999
5. Sriganti Terancam    PP 7/1999
3. Reptil 1  -    
2  -    
3  -    
4. Amphibi 1  -    
2  -    
3  -    
5. Ikan 1  -    
2  -    
3  -    
6. Keong 1  -    
2  -    
3  -    
7.Serangg 1  -    
a 2  -    
3  -    
8. 1  -    
Tumbuh- 2  -    
tumbuhan 3  -    
Sumber: DLH Kota Cimahi, Data DIKPLH 2015

Meskipun data keanekaragaman spesies di Kota Cimahi terbatas, analisis spasial


menunjukkan bahwa Kota Cimahi memiliki potensi jasa ekosistem pendukung
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Indeks jasa ekosistem keanekaragaman
hayati yang tinggi ini terutama tersebar di wilayah Ekoregion Perbukitan Vulkanik di
Kecamatan Cimahi Utara, bagian utara wilayah Ekoregion Dataran Vulkanik yang
berhubungan dengan Perbukitan Vulkanik, dan sisi barat Cimahi yang merupakan
perpaduan wilayah Ekoregion Perbukitan Struktural dan Dataran Vulkanik (Gambar
2 .8). Hal ini didukung oleh fakta bahwa perbukitan vulkanik di sisi utara Kota
Cimahi masih sedikit-banyak terhubung dengan ekosistem alami di kawasan hutan
lindung dan cagar alam Gunung Burangrang dan Tangkuban Parahu. Indeks jasa
ekosistem keanekaragaman hayati yang tinggi, terutama di bagian utara wilayah
ekoregion perbukitan vulkanik di Kecamatan Cimahi Utara bukan merupakan
kawasan yang terpisah batas administrasi namun sebagai kesatuan kawasan dengan
Kabupaten di sekitarnya, yaitu Kabupaten Bandung Barat (Gambar 2 .8). Oleh
karena itu, dibutuhkan interaksi/kerja sama antara Kota Cimahi dan Kabupaten
Bandung Barat dalam pengelolan wilayah yang berpotensi sebagai pendukung
keanekaragaman hayati tersebut.
Gambar 2.8 Peta IJE Pendukung Keanekaragaman Hayati di Kota Cimahi dan
sekitarnya

Meskipun demikian, analisis lebih lanjut tentang jasa ekosistem pendukung


keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan hijau di kota
Cimahi memiliki shape index yang rendah dan terpisah satu sama lain (Gambar
2 .9). Shape index adalah ukuran tentang bentuk dari suatu petak (patch)
ekosistem, yang menunjukkan seberapa efektif petak tersebut dalam mendukung
keanekaragaman hayati di dalamnya. Secara teoritis, ukuran petak yang sama dapat
memberikan efek yang berbeda bagi daya jelajah satwa di dalam suatu ekosistem,
tergantung dari bentuknya – bentuk lingkaran memberikan kondisi habitat yang
paling baik, sementara petak ekosistem yang memanjang memberikan ruang yang
sempit bagi satwa untuk menjelajah, karena rasio keliling:luas akan menjadi lebih
tinggi dan memberikan efek pada eksposure satwa dengan ekosistem luar. Di Kota
Cimahi, petak-petak ekosistem pendukung keanekaragaman hayati berukuran kecil,
tersebar dan dengan shape index yang rendah, yang berarti memberikan ancaman
eksposure pada satwa di dalam petak ekosistem tersebut. Selain itu, petak-petak
ekosistem terkonsentrasi di sisi utara dan barat Cimahi, sementara daerah Dataran
Vulkanik di Cimahi tengah memiliki ruang-ruang terbuka hijau yang lebih berjauhan.
Upaya peningkatan keterhubungan antara petak-petak tersebut dapat
meningkatkan potensi terpeliharanya keanekaragaman hayati di Kota Cimahi.
Gambar 2.9 Peta Shape Index untuk IJE pendukung keanekaragaman hayati di Kota
Cimahi

Terlepas dari keanekaragaman hayati lokal di Kota Cimahi, pemerintah dan pihak
swasta juga mengembangkan beberapa inisiatif untuk melakukan konservasi
keanekaragaman hayati ex-situ, khususnya di taman-taman keanekaragaman hay-
ati. Didokumentasikan terdapat satu Taman Keanekaragaman Hayati yang dibangun
dan dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi di lahan seluas 2 Ha Blok Ci-
menteng, Cipageran, dengan perencanaan penanaman lebih dari 3000 pohon dari
berbagai spesies penting (http://kot-cimahi.bpn.go.id/). Sementara itu, Taman
Kupu-Kupu yang dikembangkan sebagai taman wisata di Cihanjuang dilaporkan
memiliki lebih dari 35 spesies kupu-kupu langka di lahan seluas 1,7 Ha (https://tem-
patwisatadibandung.info/taman-kupu-kupu-cihanjuang/). Inisiatif-inisiatif ini, apa-
bila dikelola dengan baik, dapat mendukung penyediaan jasa ekosistem di dalam
kawasan ekoregion di Kota Cimahi.

2.3.5 Potensi Ruang Hijau Perkotaan


Wilayah yang berpotensi untuk dijadikan ruang hijau perkotaan berdasarkan tutu-
pan lahan, persebarannya ditunjukkan pada Gambar 2 .10. Namun demikian,
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan RTH dalam RTRW 2012-2032 ditunjukkan
pada Gambar 2 .6. Berdasarkan hal tersebut terdapat perbedaan antara perse-
baran RTH yang ditetapkan pada RTRW dengan potensi ruang hijau perkotaan yang
ada. Kota cimahi masih dapat mengembangkan kawasan RTH-nya berdasarkan opti-
masi kebutuhan dan ketersediaan ruang hijau perkotaan.
Gambar 2.10 Persebaran RTH berdasarkan penutup lahan di Kota Cimahi (DLH Kota
Cimahi, 2012)

Fungsi ruang hijau perkotaan yang penting di wilayah kota adalah pengaturan tata
air dan pengaturan iklim mikro. Penetapan persebaran kawasan RTH dapat
didasarkan pada ketersediaan dan kebutuhan dari jasa pengaturan tata air dan
pengaturan iklim mikro yang terdapat pada ruang hijau perkotaan. Sebagai contoh
Persebaran IJE pengaturan iklim di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .11.
Dapat terlihat bahwa IJE pengaturan iklim yang bernilai sedang (0,3-0,6) dan tinggi
(0,6-1,0) (Gambar 2 .11) di Kota Cimahi. Persebaran tersebut dapat dijadikan
acuan untuk penetapan RTH.
Gambar 2.11 Indeks jasa ekosistem pengaturan iklim di Kota Cimahi

Persebaran IJE pengaturan tata air di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .12.
Dapat terlihat IJE sedang (nilai IJE 0,3 – 0,6) dan tinggi (0,6 -1,0). Persebaran
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk penetapan RTH.
Gambar 2.12 Indeks jasa ekosistem pengaturan tata air di Kota Cimahi

Salah satu ruang hijau perkotaan yang ada di Kota Cimahi berupa hutan kota. Hutan
kota di Kota Cimahi diklasifikasikan menurut fungsi/status yaitu hutan kota menurut
SK Walikota 2007, hutan kota Cimentang 2005, Hutan Kota menurut SK Walikota
2012, dan hutan kota publik dan privat lainnya (DLH Kota Cimahi, data DIKPLH,
2015). Luas kawasan hutan kota di Kota Cimahi seluas 230,09 Ha atau diperkirakan
5,57% dari luas kota Cimahi dengan kawasan hutan kota publik dan privat yang pal-
ing luas yaitu 213,60 Ha atau diperkirakan sekitar 92,8 % dari luas kawasan hutan
kota. Rangkuman luas kawasan hutan kota menurut fungsi/status di Kota Cimahi
terdapat pada Tabel 2 .11.

Tabel 2.11 Kawasan hutan menururt fungsinya di Kota Cimahi


No. Fungsi Luas (Ha)
1 Hutan Kota SK Walikota 2007 8,017
2 Hutan Kota Cimenteng 2015 1,80
3 Hutan Kota SK Walikota 2012 6,67
4 Hutan Kota publik dan privat lainnya 213,60
Total 230,09
Sumber : Masterplan RTH dan Kantor Lingkungan Hidup Kota Cimahi, data
DIKPLH, 2015
2.3.6 Persebaran Industri di Kota Cimahi
Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan
kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu
bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang
bertanggung jawab atas usaha tersebut (BPS Kota Cimahi). Industri di Kota Cimahi
terdiri dari beragam jenis. Persebaran industri dan klasifikasi jenis industri di Kota
Cimahi dapat dilihat pada Gambar 2 .13 dan Tabel 2 .12.

Gambar 2.13 Persebaran Industri di Ekoregion Kota Cimahi (RBI skala 1:5000, BIG)

Tabel 2.12 Daftar nama industri di Kota Cimahi tahun 2015

No Nama Perusahaan Nama Perusahaan

PT Central Georgette
1 PT Chitose 11
Nusantara
PT DAM Sinar Button
2 12 PT Rajawali Hiyoto
Factory (logam)
PT Aswindo Jaya
3 PT NickCrome Indojaya 13
Sentosa
PT Perseroan Dagang
PT Benang Warna
4 dan Industri Farmasi 14
Indonusa
Afiat
5 PT Nisshinbo Indonesia 15 PT Indo Extrusion
PT Ayoe Indotama PT Bina Nusantara
6 16
Textile Prima
PT Matahari Sentosa PT Leuwijaya Utama
7 17
(oktober) Textile
PT Bangun Bumi
8 CV Suritex 18
Waluya
Rumah Sakit Umum
9 PT Dewa Sutratex 2 19
Mitra Anugrah Lestari
10 PT Dewa Sutratex 1 20 RSUD Cibabat Cimahi
PT Sapta Jaya
21
Textilindo
Sumber: DLH Kota Cimahi, data DIKPLH, 2015

2.4 Masyarakat adat di Kota Cimahi

Masyarakat adat dapat dilihat sebagai pemelihara lingkungan hidup, mengingat


praktek pemanfaatan sumberdayanya yang berkelanjutan dan memungkinkan
kelompok masyarakat tersebut untuk hidup selaras dengan alam selama ratusan
tahun (Ferkes & Ross, 2012). Pemerintah mengakui hak-hak masyarakat adat di
dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA), yang di antara isinya melindungi hak tanah adat (ulayat) dan
mendelegasikan kewenangan penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan alam
kepada masyarakat adat. Hal ini diperkuat dengan Undang-Undang No.7 Tahun
2004 tentang Sumberdaya Air, dan terbaru melalui Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.34/MenLHK/Setjen/Kum.1/5/2017
tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Di Kota Cimahi masih terdapat masyarakat adat yang tinggal di Kampung Cireundeu
yang terletak di lembah Gunung Kunci, Gunung Cimenteng dan Gunung Gajahlangu,
namun secara administratif terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi
Selatan. Masyarakat adat Kampung Cireundeu memiliki keunikan dalam hal mereka
berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut yaitu: “Teu Nyawah Asal Boga
Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu
Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat” yang maksudnya adalah tidak punya sawah asal
punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal
makan, tidak makan asal kuat. Masyarakat Kampung Cireundeu memilih untuk tidak
memakan nasi, tetapi digantikan dengan berbagai bentuk olahan singkong. Gambar
2 .14 merupakan titik lokasi Kampung adat Cirendeu.
Gambar 2.14 Titik lokasi kampung adat di ekoregion Kota Cimahi

2.5 Indikasi Daya Dukung dan Daya Tampung di Wilayah Ekoregion Kota Cimahi

Daya dukung lingkungan hidup (DDLH) digambarkan melalui perbandingan jumlah


sumberdaya yang dapat dikelola terhadap jumlah konsumsi penduduk (Cloud,
(dalam Soerjani, dkk., 1987)). Perbandingan ini menunjukkan bahwa daya dukung
lingkungan berbanding lurus terhadap jumlah sumber daya lingkungan dan
berbanding terbalik dengan jumlah konsumsi penduduk. Status DDLH diperoleh dari
pendekatan kuantitatif melalui perhitungan selisih dan perbandingan antara
ketersediaan dan kebutuhan untuk masing-masing jasa ekosistem (Norvyani, 2016).

Pada perencanaan ini, status DDLH yang dimodelkan adalah DDLH untuk jasa
ekosistem penyediaan bahan pangan dan penyediaan air bersih. Nilai kebutuhan
dihitung pangan didasarkan pada Angka Kecukupan Energi (AKE) per kapita;
sedangkan nilai kebutuhan air didasarkan pada kebutuhan air domestik per kapita
dan tutupan lahan untuk air bersih. Sementara itu, ketersediaan jasa ekosistem
untuk pangan dihitung dengan menggunakan metode pembobotan berdasarkan
Indeks Jasa Ekosistem Penyedia Bahan Pangan (IJEPBP); dan Indeks Jasa Ekosistem
Penyedia dan Tata Air (IJEPPA) untuk air bersih. Metodologi perhitungan status
daya dukung lingkungan dan ambang batas serta peta-petanya disajikan pada
Lampiran A.
Sedangkan ambang batas merupakan ukuran atau tingkatan yang masih dapat
diterima dan/atau ditoleransi. Dalam konteks jasa ekosistem, ambang batas
merupakan ukuran atau standar yang digunakan untuk menilai kondisi ekosistem
dan jasanya dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Dalam pengembangan wilayah,
pendekatan konsep ambang batas pada daya dukung lingkungan digunakan untuk
mempelajari dampak yang terjadi pada lingkungan akibat pengembangan wilayah
dan pertumbuhan penduduk (Muta’ali, 2012).

Persebaran populasi merupakan parameter penting untuk analisis ambang batas


dan status DDLH. Populasi menentukan demand atau kebutuhan maupun konsumsi
atas jasa ekosistem yang diberikan oleh lingkungan. Persebaran populasi di Kota
Cimahi dimodelkan berdasarkan tutupan lahan dan jalan yang ada. Gambar 2 .15
menunjukkan hasil pemodelan persebaran populasi di Kota Cimahi.

Peta status daya dukung lingkungan hidup provinsi disusun dengan memanfaatkan
sistem grid skala ragam beresolusi 5” x 5” (± 150m x 150m). Penggunaan sistem
grid skala ragam ini menjadi suatu pendekatan yang mampu merepresentasikan
DDLH wilayah dalam bentuk informasi spasial, tanpa harus menyamakan skala dari
berbagai jenis data yang tersedia. Sistem grid skala ragam yang digunakan mengacu
pada sistem grid Indonesia berbentuk dasar persegi dengan elemen utama, antara
lain sistem koordinat geodetik dan datum geodetik World Geodetic System 1984
(WGS84); titik asal sistem koordinat grid, yaitu titik (90° BT, 15° LS); sistem
penomoran; dan resolusi grid (Riqqi, 2011).
Gambar 2.15 Persebaran penduduk di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”

2.5.1 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Bahan Pangan
Perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan hidup dan ambang batas
jasa ekosistem penyedia pangan, didahului dengan menghitung ketersediaan dan
kebutuhan jasa ekosistem, hasil analisisnya menunjukkan tingkat kebutuhan dan
ketersediaan energi pangan di Kota Cimahi. Pada Gambar 2 .16 dapat terlihat
bahwa kebutuhan energi pangan tertinggi disebagian wilayah Kecamatan Cimahi
Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Sedangkan
daerah yang memiliki sebaran ketersediaan energi bahan pangan yang tinggi di Kota
Cimahi sebagian besar berada pada wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan sebagian
wilayah di Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan (Gambar
2 .17).
Gambar 2.16 Kebutuhan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015 dalam
sistem grid 5”×5”
Gambar 2.17 Ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi tahun 2015 dalam
sistem grid 5”×5”

Analisis daya dukung lingkungan untuk bahan pangan dapat diperoleh dari
perhitungan selisih antara ketersediaan dan kebutuhan, yang ditampilkan pada
Gambar 2 .18. Hasil perhitungan selisih tersebut menunjukkan bahwa beberapa
daerah memiliki nilai selisih negatif (minus) yang berarti memiliki defisit bahan
pangan pada sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi
Tengah.
Gambar 2.18 Peta selisih ketersediaan energi bahan pangan di Kota Cimahi Tahun
2015 dalam sistem grid 5”×5”

Penentuan daya dukung lingkungan hidup untuk pangan juga dilakukan melalui
analisis ambang batas guna menentukan status daya dukungnya. Analisis ambang
batas dilakukan melalui perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan bahan
pangan, yang hasilnya ditampilkan pada Gambar 2 .19. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa beberapa daerah yang memiliki ambang batas tertinggi untuk
bahan pangan atau dengan nilai di atas dua belas jiwa berada pada sebagian bear
wilayah Kecamatan Cimahi Utara. Hal ini dapat dipahami karena bentang lahan di
Kecamatan Cimahi Utara didominasi oleh lahan sawah, tegalan/ladang, dan
perkebunan yang merupakan daerah penghasil bahan pangan. Sedangkan daerah
yang memiliki ambang batas daya dukung pangan yang rendah berada pada
sebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Selatan. Hal ini dapat
dipahami karena dua kecamatan tersebut didominasi oleh wilayah permukiman
serta perdagangan dan industri.
Gambar 2.19 Peta ambang batas penduduk untuk DDLH pangan di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”

Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas DDLH pangan untuk melayani


penduduk, maka analisis selanjutnya adalah penentuan status daya dukung DDLH
pangan. Status daya dukung ini dianalisis berdasarkan hasil perhitungan selisih
antara ambang batas dengan jumlah penduduk, nilai selisih yang negatif
menunjukkan bahwa ambang batas pangan di daerah tersebut telah terlampaui.
Hasil analisisnya ditampilkan pada Gambar 2 .20. Dari hasil analisis tersebut dapat
dilihat bahwa hampir semua daerah di seluruh Kecamatan di Kota Cimahi telah
melampaui ambang batas.
Gambar 2.20 Peta status DDLH pangan terhadap ambang batas di Kota Cimahi
Tahun 2015 dalam sistem grid 5”×5”

2.5.2 Ambang Batas dan Status Daya Dukung Penyedia Air Bersih
Perhitungan dan analisis terhadap daya dukung lingkungan dan ambang batas jasa
ekosistem penyedia air, didahului dengan menghitung kebutuhan dan ketersediaan
jasa ekosistem penyedia air. Sumber daya air yang digunakan berasal dari air
permukaan dan air tanah. Kemudian. kebutuhan air yang diperhitungkan adalah
kebutuhan air domestik oleh penduduk, kebutuhan air untuk keperluan irigasi lahan
pertanian tertentu, dan kebutuhan air untuk industri. Kebutuhan air domestik
dihitung dari jumlah penduduk dikalikan dengan kebutuhan air untuk hidup layak
per kapita; kebutuhan air untuk keperluan irigasi lahan pertanian dihitung
berdasarkan luas lahan, intensitas penanaman, dan standar penggunaan air;
sementara itu kebutuhan air untuk industri diperoleh dari data penggunaan air
tanah oleh perusahaan di Kota Cimahi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Provinsi Jawa Barat. Penggunaan air tanah oleh perusahaan di Kota Cimahi
tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel 2 .13.

Tabel 2.13. Penggunaan air tanah untuk industri di Kota Cimahi tahun 2015
No Jenis Jumlah Penggunaan
Nama Perusahaan
. Sumur Sumur Air Tanah (m3)
1 PT Sanbe Farma Artesis 3 69715.000
2 PT Gistex Nishinbo Artesis 9 408836.500
3 CV Almas Artesis 1 12045.000
4 PT Cibaligo Indah Textile Mills Artesis 1 26608.500
5 PT Ayoe Indotama Textile Artesis 4 128115.000
6 PT Trisula Textile Industries Artesis 3 103660.000
7 PT Central Georgette Nusantara Artesis 3 117530.000
8 PT Sinar Makin Mulya Artesis 4 135415.000
9 CV Asiantex Artesis 2 66065.000
10 PT Indoputra Utamatex Artesis 3 87965.000
11 PT Rajawali Hyoto Artesis 2 70080.000
12 PT Bratatex Artesis 3 89790.000
13 Ginatex Artesis 2 48180.000
14 Dam Sinar Button Factory Artesis 1 21681.000
15 PT Dewa Sutratex I Artesis 9 325908.500
16 PT Dewa Sutratex II Artesis 14 574765.500
17 PT Bina Nusantara Prima Artesis 1 21681.000
18 PT How Are You Indonesia Artesis 6 223380.000
19 PT Oriental Embroidery Artesis 3 65043.000
20 PT Sinar Pangjaya Mulia Artesis 4 120669.000
21 CV Bachtera Adijaya Artesis 1 33580.000
22 PT Setia Busanatex Artesis 3 119355.000
23 PT Karet Margajaya Artesis 1 29565.000
24 PT Warna Sarimas Intan Artesis 1 32485.000
25 PT Hegar Mulya Artesis 4 152935.000
26 PT Sariyunika Jaya Artesis 4 137240.000
27 PT Holi Pharma Artesis 1 35770.000
28 PT Graha Seribu Satu Jaya Artesis 1 26645.000
29 PT Anugrah Sinar Abadi Artesis 2 117530.000
30 PT Perajutan Sinar Angkasa Artesis 1 2080.500
31 PT Kahatex Artesis 13 525235.000
32 PT Perusahaan Logam Bima Artesis 1 26645.000
33 PT Mulia Lestari Artesis 1 16425.000
34 PT Niagatama Hijau Raya Artesis 1 34310.000
35 PT Sinar Garuda Sentosa Artesis 10 291124.000
36 PT Gede Indah Artesis 2 42340.000
37 PT Citra Bandung Laksana Artesis 1 35770.000
38 PT Sapta Jaya Textilindo Artesis 8 326310.000
39 PT Aswindo Jaya Sentosa Artesis 2 67890.000
40 PT Kamarga Kurnia Artesis 7 248930.000
41 PT Trimandiri Plasindo Artesis 1 26645.000
42 PT Leuwijaya Utama Textile Artesis 10 355875.000
43 CV Hegar Kencana Artesis 4 117530.000
44 PT Gucci Ratu Textile Industri Artesis 3 88695.000
45 PT Sinar Continental Textile Artesis 6 173119.500
Industry
46 CV Priangan Artesis 2 59860.000
47 CV Ragam Jaya Utama Artesis 4 103295.000
48 PT Indah Jaya Artesis 4 114975.000
49 PT Indo Extrusion Artesis 3 93075.000
50 PT Heksatex Indah Artesis 4 112055.000
51 PT Chitose Indonesia Artesis 2 64240.000
52 PT Marga Jaya Artesis 2 41245.000
53 PT Ichi Textile Mills Artesis 2 56940.000
54 PT Tirta Ria Artesis 13 435445.000
55 PT Best Jeans Indo Citranusa Artesis 1 14600.000
56 PT Benang Warna Indonusa Artesis 1 38325.000
57 PT Long Sun Indonesia Artesis 4 116070.000
58 RS Cibabat Artesis 1 36500.000
59 PT Soko Lancar Artesis 2 56210.000
60 PT Trisula Textile, Elly Mulyati Artesis 7 225752.500
61 PT Ras Jaya Artesis 2 61210.500
62 PT Garuda Mas Semesta Artesis 2 47450.000
63 PT Nicrome Indo Jaya Artesis 1 23980.500
64 PT Sama Indah Artesis 2 41610.000
65 RSU Mitra Anugrah Lestari Artesis 1 29565.000
66 PT Sansan Saudaratex Jaya Artesis 3 127786.500
67 PT Bintang Warna Mandiri Artesis 3 127385.000
68 PT Tegar Prima Nusantara Artesis 1 9329.400
69 PT Bangun Bumi Waluya Artesis 1 53290.000
JUMLAH 235 7871356.400
Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat, 2015

Pola spasial kebutuhan air total di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .21,
dapat dilihat bahwa kebutuhan paling besar tersebar di sebagian kecil wilayah
Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Selatan, dan Kecamatan Cimahi
Tengah. Sedangkan pola spasial ketersediaan air ditunjukkan pada gambar Gambar
2 .22 yang menyajikan informasi bahwa ketersediaan air bersih masih berlimpah
disebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan Kecamatan Cimahi Selatan.
Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar Kecamatan Cimahi Utara berada di
kawasan perbukitan vulkanik yang berperan sebagai kantong resapan air sehingga
ketersediaan air berlimpah. Sedangkan sebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi
Tengah dan sebagian kecil Kecamatan Cimahi Selatan memiliki ketersediaan air
yang relatif sedikit.
Gambar 2.21 Kebutuhan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”
Gambar 2.22 Ketersediaan air bersih di Kota Cimahi tahun 2015 dalam sistem grid
5”×5”

Perhitungan dan analisis DDLH air bersih dilakukan melalui selisih antara
ketersediaan dengan kebutuhan, selisih ketersediaan air bernilai negatif
menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih suatu wilayah lebih besar dibandingkan
ketersediaannya sehingga lingkungan hidup wilayah tersebut tidak mampu lagi
mendukung kebutuhan air bersih penduduk di atasnya. Secara visual, selisih antara
ketersediaan dengan kebutuhan air bersih mengalami defisit di sebagian kecil
wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Juga mengalami
paling defisit di sebagian kecil Kecamatan Cimahi Utara; seperti yang
direpresentasikan oleh warna biru muda pada Gambar 2 .23.
Gambar 2.23 Peta selisih ketersediaan air bersih di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam
sistem grid 5”x5”

Analisis daya dukung air juga dilakukan dengan melakukan perhitungan ambang
batas guna menentukan status daya dukungnya. Gambar 2 .24 menunjukkan pola
spasial sebaran ambang batas daya dukung air Kota Cimahi tahun 2015.
Berdasarkan hasil perhitungan ambang batas dapat disimpulkan bahwa daerah yang
memiliki ambang batas tinggi hampir tersebar di seluruh bagian wilayah Kecamatan
Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Selatan, dan Kecamatan Cimahi Tengah.
Sedangkan ambang batas terendah tersebar di sebagian kecil wilayah Kecamatan
Cimahi Utara sebelah utara dan Kecamatan Cimahi Selatan. Daerah dengan ambang
batas rendah rentan terhadap kelangkaan air dimasa mendatang.
Gambar 2.24 Peta ambang batas penduduk untuk jasa ekosistem penyediaan air
bersih di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”

Berdasarkan hasil perhitungan nilai ambang batas DDLH air tersebut, maka status
daya dukung DDLH air dihitung berdasarkan selisih ambang batas dengan jumlah
penduduk. Hasil perhitungannya ditampilkan pada Gambar 2 .25 yang
menunjukkan persebaran status DDLH untuk penyediaan air bersih di Kota Cimahi.
Status daya dukung air di Kota Cimahi secara keseluruhan sudah melampaui daya
dukungnya, terutama di daerah utara Kecamatan Cimahi utara serta sebagian besar
daerah Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Daerah – daerah
tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus karena status daya dukung air sudah
melampaui ambang batas daya dukung air.
Gambar 2.25 Peta status DDLH untuk jasa ekosistem penyediaan air bersih di Kota
Cimahi Tahun 2015 dalam sistem grid 5”x5”

Menurut data PDAM Kota Cimahi tahun 2015, kebutuhan air untuk rumah tangga
terhadap konsumen dilayani PDAM sebesar 2.262.902 m3/tahun. Tabel 2 .14
menunjukkan rekapitulasi kebutuhan air bersih domestik yang diperoleh dari hasil
model dan kebutuhan air rumah tangga yang dilayani PDAM. Terdapat perbedaan
signifikan antara nilai kedua sumber data tersebut, dikarenakan tidak semua
sumber air rumah tangga di Kota Cimahi menggunakan jasa layanan PDAM.

Tabel 2.14 Analisis kebutuhan air minum dan rumah tangga tahun 2015 Kota Cimahi
Kebutuhan air bersih Daerah Kebutuhan rumah
Kota domestik Kota layanan tangga yang dilayani
3
Cimahi (m /tahun) PDAM PDAM (m3/tahun)
CIMAHI 25.340.644,800 CIMAHI 2.262.902
Sumber: Analisis, 2017 Sumber: PDAM Kota
Cimahi,Kota Cimahi
Dalam Angka 2015

2.5.3 Analisis Kualitas Air Sungai


Kualitas Air Sungai yang dipantau di Kota Cimahi yaitu Sungai Cimahi, Sungai
Cisangkan, Sungai Cibabat, Sungai Cibaligo, dan Sungai Cibereum. Sampling kualitas
air dilakukan di 3 (tiga) titik mewakili sungai bagian hulu, hilir, dan tengah dengan
tujuan melihat akumulasi beban pencemar dari hulu ke hilir sehingga terdapat 15
titik pemantauan dari kelima sungai di Kota Cimahi. Gambar 2 .26 menunjukkan
lokasi titik pemantauan kualitas air sungai di Kota Cimahi.

Gambar 2.26 Lokasi sampling titik pemantauan sungai di Kota Cimahi (DLH Kota
Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015)

2.5.3.1 Sumber Pencemar Air Sungai


Identifikasi sumber pencemaran merupakan langkah awal untuk menentukan status
mutu air sungai di Kota Cimahi. Sumber pencemar air sungai di Kota Cimahi meliputi
limbah domestik, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah UMKM (usaha
mikro, kecil, dan menengah), dan limbah industri.

Sumber pencemar secara umum dibagi menjadi dua yaitu point source dan non
point source atau diffuse source. Pencemar point source merupakan sumber tunggal
yang dapat diidentifikasi yang umumnya bersifat lokal dengan volume relatif tetap
seperti dari pipa pembuangan instalasi pembuangan air limbah (IPAL) kegiatan
industri, permukiman, hotel, rumah sakit, pusat perdagangan, laboratorium, klinik
dan gedung-gedung komersial.

Sumber pencemaran non-titik adalah sumber pencemar tersebar (diffuse) atau non-
titik yang bukan berasal dari sumber tunggal teridentifikasi yang dibawa oleh air
limpasan permukaan (runoff) pada saat atau setelah terjadinya hujan. Sumber
pencemar tersebut meliputi air larian dari berbagai jenis penggunaan lahan (land
based) seperti pertanian, hutan dan lahan terbangun di perkotaan (Ananda, 2017).

1) Beban pencemar dari limbah domestik


Limbah domestik merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas penduduk di Kota
Cimahi. Limbah domestik terdapat dalam bentuk black water dan grey water. Black
water berupa tinja/kotoran manusia yang berasal dari kakus dan grey water berupa
limbah non-kakus dari bekas mandi, cuci, dan kegiatan dapur. Limbah penduduk
menjadi masalah dan berpotensi mencemari sungai karena adanya keterbatasan
ketersediaan tangki septik di rumah tangga maupun instalasi pengolahan air limbah
penduduk. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa penduduk yang tidak mempunyai
tangki septik membuang air limbahnya ke selokan yang akhirnya mengalir ke sungai.

Potensi beban pencemar domestik dianalisis berdasarkan hasil pemodelan distribusi


peduduk di setiap grid 5” x 5” dengan mempertimbangkan parameter faktor emisi
penduduk, rasio ekivalen kota serta koefisien transfer beban (Balai Lingkungai
Keairan Puslitbang SDA, Kementerian PU, 2004). Potensi zat pencemar yang di
hitung adalah BOD, COD, dan TSS. Faktor emisi penduduk, rasio ekivalen dan
koefisien transfer beban secara berurutan ditunjukkan pada Tabel 2 .15, Tabel
2 .16, dan Tabel 2 .17. Tabel 2 .18 menunjukkan akumulasi jumlah beban
pencemar domestik berdasarkan pemodelan dalam sistem grid.

Tabel 2.15 Faktor emisi penduduk


Zat Faktor Emisi
Pencema (kg/orang/hari
r )
BOD 0,04
COD 0,055
TSS 0,038

Tabel 2.16 Rasio ekivalen kota


Jenis Rasio
Wilayah ekivalen
Kota 1
Pinggiran 0,8125
Kota
Pedalaman 0,625

Tabel 2.17 Koefisien transfer beban


Jarak dari
sungai Alpha
(meter)
0 - 100 1
100 - 500 0,85
> 500 0,3

Tabel 2.18 Potensi beban pencemar sumber domestik Kota Cimahi tahun 2015
Beban Pencemar Domestik (kg/hari)
Kecamatan
BOD COD TSS
Cimahi Selatan 7.400,420 10.175,578 7.030,399
Cimahi Tengah 5.840,498 8.030,685 5.548,473
Cimahi Utara 4.024,528 5.533,726 3.823,302
Kota Cimahi 17.265,446 23.739,988 16.402,174
Sumber: Analisis, 2017

2) Beban pencemar dari limbah pertanian dan penggunaan lahan (non-titik)


Analisis beban pencemar pertanian dan penggunaan lahan berdasarkan pemodelan
luas lahan di setiap grid dan faktor emisi zat pencemar untuk setiap jenis lahan.
Lahan pertanian yang dimaksud merupakan lahan pertanian yang digunakan untuk
sawah, palawija, dan perkebunan/tegalan/kebun campur. Lahan pertanian
berpotensi membuang sisa pupuk dan bahan kimia pertanian lainnya yang akan
mencemari sumber daya air. Sedangkan penggunaan lahan adalah lahan untuk
hutan dan lahan terbangun. Faktor emisi lahan pertanian dan penggunaan lahan
dapat dilihat pada Tabel 2 .19 dan Tabel 2 .20. Sedangkan Tabel 2 .21
menunjukkan akumulasi beban pencemar sumber non-titik berdasarkan sistem grid.
Perhitungan beban pencemar secara lebih rinci terdapat pada Lampiran A.

Tabel 2.19 Faktor emisi sumber pertanian (BLK-PSDA, 2004)


Perkebunan
Lain / Tegalan /
Sawah Palawija
Kebun
Parameter (kg/ha/musim (kg/ha/musim
Campuran
tanam) tanam)
(kg/ha/musim
tanam)
BOD 225 125 32.5
TN 20 10 3
TP 10 5 1.5
TSS 0.46 2.4 1.6

Tabel 2.20 Faktor emisi sumber penggunaan lahan (ICWRMIP, 2015)


Lahan
Hutan
Parameter Terbangun
(kg/hr)
(kg/hr)
BOD 9.32 15.34
TN 21.92 18.9
TP 1.37 0.55

Tabel 2.21 Potensi beban pencemar sumber non-titik Kota Cimahi tahun 2015
Beban Pencemar Non Titik (kg/hari)
Kecamatan
BOD COD TSS
Cimahi Selatan 10,139,363 15,209,044 3,645
Cimahi Tengah 7,198,702 10,798,054 1,083
Cimahi Utara 5,513,391 8,270,086 5,856
Kota Cimahi 22,851,456 34,277,184 10,584
Sumber: Analisis, 2017

Selanjutnya beban pencemar total pada masing-masing zat pencemar BOD, COD,
dan TSS diperoleh berdasarkan akumulasi beban pencemar sumber domestik dan
non-titik yang secara berurutan ditunjukkan pada Gambar 2 .27, Gambar 2 .28,
dan Gambar 2 .29. Berdasarkan analisis, beban pencemar total masing-masing zat
pencemar BOD dan COD terdistribusi hampir di sebagian kecil wilayah Kecamatan
Cimahi Tengah, Kecamatan Cimahi Utara, dan Kecamatan Cimahi Selatan dengan
potensi terbesar di Kecamatan Cimahi Selatan. Sedangkan beban pencemar total zat
TSS potensi terbesar di sebagian besar Kota Cimahi, kecuali di sebagian kecil
Kecamatan Cimahi Utara sebelah utara dan sebagian kecil wilayah Kecamatan
Cimahi Selatan.
Gambar 2.27 Potensi beban pencemar total zat BOD Kota Cimahi dalam sistem grid
5” x 5” tahun 2015

Gambar 2.28 Potensi beban pencemar total zat COD Kota Cimahi dalam sistem grid
5” x 5” tahun 2015
Gambar 2.29 Potensi beban pencemar total zat TSS Kota Cimahi dalam sistem grid
5” x 5” tahun 2015

Berdasarkan potensi beban pencemar, parameter BOD dan COD lebih dipengaruhi
oleh sektor penggunaan lahan sedangkan parameter TSS bersumber dari sektor
domestik. Persentase potensi beban pencemar berdasarkan sektor dapat dilihat
pada Tabel 2 .22.
Tabel 2.22 Potensi beban penceamr berdasarkan sektor di Kota Cimahi tahun 2015
BOD COD TSS
Kecamatan Penggunaa Penggunaan Penggunaan
Domestik Pertanian n Lahan Domestik Pertanian Lahan Domestik Pertanian Lahan
Cimahi
Selatan 42,19% 1,36% 56,45% 40,09% 1,41% 58,50% 99,95% 0,05% 0,00%
Cimahi
Tengah 44,79% 0,56% 54,65% 42,65% 0,58% 56,76% 99,98% 0,02% 0,00%
Cimahi
Utara 42,20% 3,66% 54,14% 40,09% 3,80% 56,12% 99,85% 0,15% 0,00%
Sumber: Analisis, 2017
3) Beban pencemar dari sumber lainnya
Terdapat sumber pencemar lain yang tidak dapat dimodelkan secara spasial per
grid, yaitu limbah peternakan, limbah UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah),
dan limbah industri. Berikut ini merupakan uraian beban pencemar dari ketiga jenis
limbah tersebut yang disajikan secara tabular.

3.1) Beban pencemar dari limbah peternakan


Limbah binatang ternak merupakan potensi beban pencemar zat organik dan
bakteri tinja, yang apabila tidak dikendalikan dapat mencemari sumber air minum
penduduk atau badan air penerima lainnya. Jumlah dan jenis ternak di Kota Cimahi
ditunjukkan pada Tabel 2 .23 dan jumlah dan jenis unggas terdapat pada Tabel
2 .24.

Tabel 2.23 Jumlah dan jenis ternak di Kota Cimahi


Sapi
Sapi
Kelurahan poton Kerbau Kuda Kambing Domba Kelinci
perah
g
Cipageran 755 - 7 15 35 1.484 600
Citeureup 25 - 7 - 25 1.061 200
Cibabat 32 - - 40 20 435 225
Pasirkaliki - 10 10 150 25 480 250
Padasuka - - 2 - - 496 50
Cimahi - - - - - 203 7
Karangmekar - - - - - 246 45
Setiamanah - - - - - 246 20
Baros - 22 - - 15 313 415
Cigugur Tengah 30 - - - - 259 130
Cibeber 1 - - - 35 688 210
Leuwigajah - - - - 68 6.503 350
Utama - - 4 114 - 545 105
Cibeureum - - - 200 - 221 12
Melong - 41 - 225 - 641 60
Jumlah 843 73 30 744 223 13.821 2.679
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012

Tabel 2.24 Jumlah dan jenis unggas di Kota Cimahi


Ayam Ayam Burung
Kelurahan Itik Merpati Manila
Kampung Pedaging puyuh
Cipageran 5.009 73.000 1.500 380 20 370
Citeureup 3.444 10.000 400 145 - 320
Cibabat 3.582 12.000 1.000 325 - 200
Pasirkaliki 1.904 - 1.000 275 - 168
Padasuka 2.140 - 428 395 100 440
Cimahi 1.188 - 180 320 - 50
Karangmekar 1.540 - 205 400 - 140
Setiamanah 1.101 2.000 256 300 - 230
Baros 2.452 1.000 279 320 - 287
Cigugur Tengah 1.710 - - 370 - 196
Cibeber 3.673 - 3.000 320 - 390
Leuwigajah 2.184 500 398 400 - 215
Utama 1.406 1.000 1.000 380 - 110
Cibeureum 1.458 - 500 550 - 226
Melong 2.833 11.500 600 1.200 - 432
Jumlah 35.624 111.000 10.746 6.080 120 3.774
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012

Beban pencemar dari sektor peternakan diperkirakan dengan menggunakan data


emisi limbah peternakan yang disajikan pada Tabel 2 .25. Beban pencemar sektor
peternakan di Kota Cimahi disajikan pada Tabel 2 .26 dan uraian per kelurahan
disajikan pada Tabel 2 .27.
Tabel 2.25 Faktor emisi limbah peternakan
P-
BOD COD NO2 NO3 NH4 N-org N-Total
Jenis Total
(gram/ekor/hari)
Kerbau 206.71 529.19 0.01037 0.17417 2.2046 0.2063 2.599 0.390
Sapi 291.83 716.50 0 0.18333 0.6067 0.1400 0.933 0.153
Kuda 225.67 558.10 0 0.08958 37.6792 0.2313 38.083 0.306
Domba 55.68 136.23 0 0.03333 0.2175 0.0258 0.278 0.063
Kambing 34.07 92.91 0.00272 0.07500 1.4683 0.0258 1.624 0.115
Ayam 2.36 5.59 0 0.00110 0.0006 0.0003 0.002 0.003
Angsa 2.46 6.67 0.00072 0.00270 0.1208 0.0019 0.061 0.006
Bebek 0.88 2.22 0 0.00059 0.0003 0.0003 0.001 0.005

Tabel 2.26 Beban pencemar sektor peternakan di Kota Cimahi


BOD COD NO2 NO3 NH4 N-org N-Total P-Total
Ternak
kg/hari
Kerbau 6 16 0,00 0,01 0,66 0,01 0,08 0,01
Sapi 267 656 - 0,17 0,56 0,13 0,85 0,14
Kuda 168 415 - 0,07 280,33 0,17 28,33 0,23
Domba 770 1.883 - 0,46 3,01 0,36 3,84 0,87
Kambing 8 21 0,00 0,02 3,27 0,01 0,28 0,03
Ayam 346 820 - 0,16 0,09 0,04 0,29 0,44
Bebek 18 46 - 0,01 0,01 0,01 0,02 0,10
Total 1.583 3.857 0,00 0,89 287,92 0,72 33,70 1,82
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012
Tabel 2.27 Beban pencemar sektor peternakan per kelurahan di Kota Cimahi
BOD COD NO2 NO3 NH4 N-org N-Total P-Total
Kelurahan
kg/hari
Cipageran 495,08 1.199,56 0,00 0,28 7,15 0,17 1,91 0,47
Citeureup 101,16 245,55 0,00 0,06 0,78 0,04 0,40 0,12
Cibabat 81,38 196,86 0,00 0,04 15,49 0,03 1,73 0,10
Pasirkaliki 72,18 177,73 0,00 0,04 57,22 0,05 5,92 0,10
Padasuka 34,28 83,62 0,00 0,02 0,15 0,01 0,15 0,05
Cimahi 14,59 35,52 - 0,01 0,05 0,01 0,06 0,02
Karangmeka
17,99 43,78 - 0,01 0,05 0,01 0,07 0,02
r
Setiamanah 21,71 52,59 - 0,01 0,06 0,01 0,08 0,03
Baros 33,29 81,06 0,00 0,02 0,30 0,01 0,13 0,04
Cigugur
18,95 46,10 - 0,01 0,06 0,01 0,08 0,02
Tengah
Cibeber 51,73 126,46 0,00 0,03 0,67 0,02 0,25 0,08
Leuwigajah 371,63 909,47 0,00 0,23 2,41 0,17 1,90 0,43
Utama 63,89 156,74 0,00 0,03 43,16 0,04 4,51 0,09
Cibeureum 62,00 152,71 - 0,03 75,41 0,05 7,68 0,09
Melong 134,22 327,35 - 0,07 84,95 0,08 8,82 0,17
Jumlah 1574,08 3835,10 0,00 0,89 287,91 0,71 33,67 1,81
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012

3.2) Beban pencemar dari limbah UMKM


Dalam perekonomian Indonesia, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Industri UMKM
yang dominan di Kota Cimahi adalah industri makanan, kerajinan, bengkel, dan lain-
lain. Industri penghasil limbah di Kota Cimahi untuk UMKM tersebar di 15 kelurahan
dan jumlah UMKM penghasil limbah cair di Kota Cimahi terdata sebanyak 406 unit
(DLH Kota Cimahi, 2012). Jenis dan jumlah UMKM per kelurahan di Kota Cimahi
disajikan pada Tabel 2.28.

Tabel 2.28 Jenis dan jumlah UMKM di Kota Cimahi


Jenis Industri (Unit)
Makanan Sablon
Kecamatan Kelurahan Las dan Total
dan Laundry dan
Bengkel
minuman konveksi
Cimahi Cibeber 5 15 1 3 24
Selatan Cibeureum 0 14 0 16 30
Leuwigajah 8 5 0 7 20
Melong 0 12 0 5 17
Utama 9 1 0 7 17
Total Cimahi
22 47 1 38 108
Selatan
Baros 6 14 5 0 25
Cigugur Tengah 26 18 2 3 49
Cimahi 0 0 0 0 0
Cimahi Karangmekar 5 0 0 5 10
Tengah Padasuka 18 24 0 10 52
Setiamanah 24 15 2 0 41
Total Cimahi
79 71 9 18 177
Tengah
Cibabat 12 13 0 5 30
Cipageran 11 11 2 0 24
Cimahi
Citeureup 16 20 2 3 41
Utara
Pasirkaliki 11 10 4 1 26
Total Cimahi Utara 50 54 8 9 121
Total Cimahi 151 172 18 65 406
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012

Setiap UMKM mempunyai karakteristik limbah yang berbeda-beda, meskipun setiap


UMKM mempunyai beberapa parameter pencemar yang sama satu sama lain.
Perbedaan karakteristik limbah UMKM akan menyebabkan proses pengolahan
limbah tersebut berbeda-beda. Saat ini, pengelolaan limbah UMKM di Kota Cimahi
belum terkelola dengan baik, sehingga dapat menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan sekitar. Jumlah beban pencemar yang dihasilkan UMKM per hari di
setiap kelurahan di Kota Cimahi disajikan pada Tabel 2 .29.

Tabel 2.29 Beban pencemar sektor UMKM per kelurahan di Kota Cimahi
Jenis Industri (L/detik)
Sablon
Kecamata Makanan
Kelurahan Las dan dan Total
n dan Laundry
Bengkel konveks
minuman
i
Cibeber 25 1315 1000 10 2350
Cibeureum 0 0 0 0 0
Leuwigajah 0 0 0 0 0
Cimahi
Melong 0 4000 0 200 4200
Selatan
Utama 105 0 311 100 516
Total Cimahi
130 5315 1311 310 7066
Selatan
Cimahi Baros 750 1450 0 0 2200
Jenis Industri (L/detik)
Kecamata Makanan Las dan Sablon
Kelurahan Total
n dan Laundry dan
Bengkel
minuman konveks
Cigugur Tengah 425 400 0 0 825
Cimahi 1970 2000 1500 160 5630
Karangmekar 5340 0 0 1000 6340
Tengah Padasuka 8,5 0 0 0 8,5
Setiamanah 2180 555 1500 0 4235
Total Cimahi
10673,5 4405 3000 1160 19238,5
Tengah
Cibabat 200 25 0 0 225
Cipageran 9160 400 100 0 9660
Cimahi
Citeureup 3600 2105 100 0 5805
Utara
Pasirkaliki 51 0 50 50 151
Total Cimahi Utara 13011 2530 250 50 15841
Total Cimahi 23814,5 12250 4561 1520 42145,5
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012

3.3) Beban pencemar dari limbah industri


Berdasarkan data dari Laporan KLHS Kota Cimahi (DLH, 2012), terdapat 92 industri
besar di Kota Cimahi. Industri di Kota Cimahi tersebar di tiga kecamatan, yaitu 59
industri di Kecamatan Cimahi Selatan, 22 industri di Kecamatan Cimahi Tengah, dan
11 industri di Kecamatan Cimahi Utara. Industri di Kota Cimahi tersebut
dikelompokkan ke dalam 6 jenis, yaitu: tekstil dan garmen, logam/elektroplating,
farmasi, makanan dan minuman, medis, dan dyeing/pencelupan.

Sebagian industri tersebut belum memiliki unit pengolahan air limbah secara
lengkap, sehingga air limbah yang masih mengandung zat-zat pencemar dibuang
langsung atau tidak langsung ke sungai. Berdasarkan data, hanya terdapat 58
industri yang telah mempunyai Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). Berdasarkan
industri yang tercatat pada data IPLC, 58 industri tersebut membuang air limbah
industri ke 13 sungai yang datanya disajikan pada Tabel 2 .30.

Tabel 2.30 Jumlah industri yang membuang air limbah ke sungai di Kota Cimahi
Jumlah Industri yang
No. Nama Sungai Kelurahan
Membuang Limbah
1. Sungai Cihujung Utama 5
2. Sungai Cimuncang Cigugur Tengah 1
3. Sungai Cibaligo Cigugur Tengah 16
4. Sungai Cigugur Cigugur Tengah 9
5. Sungai Cibodas Utama 10
6. Sungai Cihanjuan Utama 5
7. Sungai Cisangkan Utama 5
8. Sungai Cimahi Utama 2
9. Sungai Cimindi Hilir Melong 1
10. Sungai Cibeureum Melong 1
11. Sungai Cibabat Utama 1
12. Sungai Cikendal Melong 1
13. Sungai Cibogo Utama 1
Sumber: Laporan KLHS Kota Cimahi, DLH, 2012

2.5.3.2 Debit Limpasan subDAS Kota Cimahi


Analisis debit limpasan digunakan untuk mengetahui jumlah beban pencemar yang
masuk ke dalam sungai di Kota Cimahi. Debit limpasan yang diperhitungkan meliputi
limpasan air hujan dan limpasan domestik. Debit limpasan air hujan ditentukan
berdasarkan koefisien limpasan, intensitas hujan, dan luas area tangkapan.
Koefisien limpasan adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara
besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan. Penentuan
koefisien limpasan dilakukan terlebih dahulu untuk memperoleh pemodelan debit
limpasan. Parameter yang diperhitungkan dalam menentukan koefisien limpasan
terdapat pada Tabel 2 .31. Pembobotan diberikan pada setiap parameter
berdasarkan beberapa metode, salah satunya metode Cook. Terdapat empat
parameter yang digunakan yaitu penggunaan lahan, topografi, jenis tanah dan
simpanan permukaan. Metode dan parameter untuk setiap DAS dapat berbeda
sesuai dengan karakteristik DAS dan ketersediaan data. Sementara itu, limpasan
domestik berasal dari aktivitas sehari-hari manusia yang berhubungan dengan
pemakaian air. Debit limpasan domestik ditentukan oleh jumlah orang yang
terdapat pada suatu wilayah, dengan besaran 100 liter/orang/hari (Permen LH No.
68 Tahun 2016). Kemudian, debit limpasan di subDAS Kota Cimahi merupakan
akumulasi dari debit limpasan air hujan dan debit limpasan domestik. Nilai debit
limpasan pada masing-masing segmen area tangkapan sungai di Kota Cimahi
ditunjukkan pada Tabel 2 .32.

Tabel 2.31 Pembobotan parameter koefisien limpasan Model Cook


Karakteristik Karakteristik
Jenis Bobot Jenis Bobot
DAS DAS
Hutan 5 Regosol 5
Kebun, Kebun
10 Aluvial 7,5
Campur
Penggunaan
Sawah, ladang, Jenis Tanah
lahan 15 Andosol 12,5
dan tegalan
Permukiman,
20 Latosol 15
lahan kosong
Topografi Datar (0-5 %) 10 Simpanan Banyak 5
pengtusan,
kurang, banyak
danau
Sedang,
pengatusan
Bergelombang
20 baik-sedang, 10
(5-10%)
2% lahan
berupa danau
Sedikit,
permukaan
Berbukit (10- pengatusan
30 15
30%) baik, tidak ada
danau
Dapat
diabaikan,
pengatusan
Curam (> 40%) 40 20
kuat, saluran
curam, tidak
ada danau

Tabel 2.32 Nilai debit limpasan pada setiap segmen area tangkapan di subDAS Kota
Cimahi
Debit
Sub-DAS Segmen Limpasan
(m3/s)
Cibabat Hulu 0,00721
Cibabat Cibabat Tengah 0,00623
Cibabat Hilir 0,00313
Cibaligo Hulu 0,06064
Cibaligo Cibaligo Tengah 0,02194
Cibaligo Hilir 0,01168
Cibeureum Hulu 0,00934
Cibeureum Cibeureum Tengah 0,00701
Cibeureum Hilir 0,00182
Cimahi Hulu 0,02575
Cimahi Cimahi Tengah 0,01609
Cimahi Hilir 0,00400
Cisangkan Hulu 0,03506
Cisangkan Cisangkan Tengah 0,08513
Cisangkan Hilir 0,04396
Sumber: Analisis, 2017
2.5.3.3 Beban Pencemar di Area Tangkapan Sungai Kota Cimahi
Beban pencemar yang masuk ke sungai di Kota Cimahi diperoleh berdasarkan hasil
perhitungan debit limpasan dan konsentrasi setiap zat pencemar di area tangkapan
subDAS Kota Cimahi. Peta distribusi beban pencemar di area tangkapan pada
masing-masing parameter BOD, COD, dan TSS secara berurutan ditunjukkan pada
Gambar 2 .30, Gambar 2 .31, dan Gambar 2 .32. Sedangkan jumlah beban
pencemar yang masuk ke sungai di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 2 .33.

Tabel 2.33 Jumlah beban pencemar parameter BOD, COD, dan TSS yang masuk ke
sungai di Kota Cimahi tahun 2015
Beban Pencemar (mg/s)
Sub-DAS Segmen
BOD COD TSS
Cibabat Hulu 593,32238 1977,74127 593,32238
Cibabat Cibabat Tengah 452,64255 1508,80851 452,64255
Cibabat Hilir 233,24956 777,49852 233,24956
Cibaligo Hulu 4277,46200 14258,20666 4277,46200
Cibaligo Cibaligo Tengah 2235,06602 7450,22006 2235,06602
Cibaligo Hilir 1024,99602 3416,65340 1024,99602
Cibeureum Hulu 929,48538 3098,28461 929,48538
Cibeureum
Cibeureum 730,07831 2433,59436 730,07831
Tengah
Cibeureum Hilir 185,95486 619,84955 185,95486
Cimahi Hulu 1796,47385 5988,24615 1796,47385
Cimahi Cimahi Tengah 1363,08084 4543,60280 1363,08084
Cimahi Hilir 318,02164 1060,07214 318,02164
Cisangkan Hulu 2436,18399 8120,61330 2436,18399
Cisangkan
Cisangkan 6416,77843 21389,26144 6416,77843
Tengah
Cisangkan Hilir 3373,99499 11246,64997 3373,99499
Sumber: Analisis, 2017
Gambar 2.30 Beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai di Kota Cimahi
dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015

Gambar 2.31 Beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai di Kota Cimahi
dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015
Gambar 2.32 Beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai di Kota Cimahi
dalam sistem grid 5” x 5” tahun 2015

Perbandingan antara potensi beban pencemar di subDAS dan beban pencemar yang
masuk ke sungai ditunjukkan pada Tabel 2 .34, Tabel 2 .35, dan Tabel 2 .36
berturut-turut untuk parameter BOD, COD, dan TSS.

Tabel 2.34 Persentase beban pencemar parameter BOD yang masuk ke sungai
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
BOD
BP yang masuk ke sungai
Sub-DAS Segmen Jumlah PBP
Jumlah Jumlah
(kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Cibabat Hulu 854,62531 51,26305 5,998%
Cibabat Cibabat Tengah 335,74147 39,10832 11,648%
Cibabat Hilir 203,66057 20,15276 9,895%
Cibaligo Hulu 6425,81060 369,57272 5,751%
Cibaligo Cibaligo Tengah 2762,71007 193,10970 6,990%
Cibaligo Hilir 1747,48698 88,55966 5,068%
Cibeureum Cibeureum Hulu 1517,13045 80,30754 5,293%
Cibeureum
1415,05918 63,07877 4,458%
Tengah
Cibeureum Hilir 267,81448 16,06650 5,999%
Cimahi Hulu 2161,17066 155,21534 7,182%
Cimahi Cimahi Tengah 1896,10434 117,77018 6,211%
Cimahi Hilir 303,83082 27,47707 9,044%
Cisangkan Hulu 2712,82141 210,48630 7,759%
Cisangkan
Cisangkan 8152,63021 554,40966 6,800%
Tengah
Cisangkan Hilir 4055,71398 291,51317 7,188%
Sumber: Analisis, 2017

Tabel 2.35 Persentase beban pencemar parameter COD yang masuk ke sungai
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
COD
BP yang masuk ke sungai
Sub-DAS Segmen Jumlah PBP
Jumlah Jumlah
(kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Cibabat Hulu 1231,35671 170,87685 13,877%
Cibabat Cibabat Tengah 467,11571 130,36106 27,908%
Cibabat Hilir 285,82235 67,17587 23,503%
Cibaligo Hulu 9337,61391 1231,90906 13,193%
Cibaligo Cibaligo Tengah 3980,33735 643,69901 16,172%
Cibaligo Hilir 2548,93622 295,19885 11,581%
Cibeureum Hulu 2196,56018 267,69179 12,187%
Cibeureum
Cibeureum 2062,44927 210,26255 10,195%
Tengah
Cibeureum Hilir 383,29222 53,55500 13,972%
Cimahi Hulu 3113,77700 517,38447 16,616%
Cimahi Cimahi Tengah 2726,47401 392,56728 14,398%
Cimahi Hilir 427,82297 91,59023 21,408%
Cisangkan Hulu 3883,50061 701,62099 18,067%
Cisangkan
Cisangkan 11775,12957 1848,03219 15,694%
Tengah
Cisangkan Hilir 5868,60197 971,71056 16,558%
Sumber: Analisis, 2017
Tabel 2.36 Persentase beban pencemar parameter TSS yang masuk ke sungai
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
TSS
BP yang masuk ke sungai
Sub-DAS Segmen Jumlah PBP
Jumlah Jumlah
(kg/hari)
(kg/hari) (kg/hari)
Cibabat Hulu 384,68181 51,26305 13,326%
Cibabat Cibabat Tengah 277,51014 39,10832 14,093%
Cibabat Hilir 149,53083 20,15276 13,477%
Cibaligo Hulu 2288,78542 369,57272 16,147%
Cibaligo Cibaligo Tengah 1244,55894 193,10970 15,516%
Cibaligo Hilir 549,56428 88,55966 16,115%
Cibeureum Hulu 601,43042 80,30754 13,353%
Cibeureum
Cibeureum 457,06089 63,07877 13,801%
Tengah
Cibeureum Hilir 140,06420 16,06650 11,471%
Cimahi Hulu 972,90831 155,21534 15,954%
Cimahi Cimahi Tengah 894,41889 117,77018 13,167%
Cimahi Hilir 212,35246 27,47707 12,939%
Cisangkan Hulu 1412.05362 210,48630 14,906%
Cisangkan
Cisangkan 3449.98064 554,40966 16,070%
Tengah
Cisangkan Hilir 1635.11199 291,51317 17,828%
Sumber: Analisis, 2017

2.5.3.4 Konstribusi Debit Limpasan


Konstribusi debit limpasan adalah perbandingan antara nilai debit limpasan di
setiap segmen subDAS terhadap nilai debit di setiap pos pengamatan. Konstibusi
debit limpasan dianalisis masing-masing untuk limpasan air hujan (Tabel 2 .37) dan
limpasan domestik (Tabel 2 .38). Berdasarkan hasil analisis, limpasan domestik
lebih berkontribusi terhadap debit sungai di setiap pos pengamatan dibandingkan
dengan limpasan yang berasal dari hujan. Hal ini disebabkan oleh limpasan
domestik yang terkait dengan penggunaan air untuk keperluan domestik terjadi
setiap hari, sementara limpasan air hujan hanya terjadi ketika hari hujan di tahun
tersebut.

Tabel 2.37 Kontribusi debit limpasan air hujan terhadap debit sungai di Kota Cimahi
tahun 2015
Kontribusi
Debit
Debit
Sub-DAS Segmen Debit (m3/s) Limpasan
Limpasan
(m3/s)
(%)
Cibabat Hulu 0,23 0,00721 3,133%
Cibabat Cibabat Tengah 3,68 0,00623 0,365%
Cibabat Hilir 0,37 0,00313 4,479%
Cibaligo Hulu 0,38 0,06064 15,958%
Cibaligo Cibaligo Tengah 1,24 0,02194 6,659%
Cibaligo Hilir 0,84 0,01168 11,221%
Cibeureum Hulu 1,69 0,00934 0,552%
Cibeureum
Cibeureum 1,23
Tengah 0,00701 1,329%
Cibeureum Hilir 1,11 0,00182 1,637%
Cimahi Hulu 1,07 0,02575 2,407%
Cimahi
Cimahi Tengah 0,78 0,01609 5,365%
Cimahi Hilir 0,68 0,00400 6,742%
Cisangkan Hulu 0,62 0,03506 5,655%
Cisangkan
Cisangkan 0,86
Tengah 0,08513 13,976%
Cisangkan Hilir 2,20 0,04396 7,462%
Sumber: Analisis, 2017

Tabel 2.38 Kontribusi debit limpasan domestik terhadap debit sungai di Kota Cimahi
tahun 2015
Kontribusi
Debit
Debit
Sub-DAS Segmen Debit (m3/s) Limpasan
Limpasan
(m3/s)
(%)
Cibabat Hulu 0,23 0,01257 5,465%
Cibabat Cibabat Tengah 3,68 0,00885 0,582%
Cibabat Hilir 0,37 0,00464 7,045%
Cibaligo Hulu 0,38 0,08194 21,563%
Cibaligo Cibaligo Tengah 1,24 0,05257 10,847%
Cibaligo Hilir 0,84 0,02249 18,690%
Cibeureum Hulu 1,69 0,02165 1,281%
Cibeureum
Cibeureum 1,23 0,01732
Tengah 3,168%
Cibeureum Hilir 1,11 0,00438 3,906%
Cimahi Hulu 1,07 0,03413 3,190%
Cimahi Cimahi Tengah 0,78 0,02934 8,137%
Cimahi Hilir 0,68 0,00660 10,305%
Cisangkan Hulu 0,62 0,04614 7,442%
Cisangkan
Cisangkan 0,86 0,12876
Tengah 20,338%
Cisangkan Hilir 2,20 0,06850 11,064%
Sumber: Analisis, 2017
2.5.3.5 Daya Tampung Beban Pencemar
Analisis daya tampung beban pencemar sungai di Kota Cimahi diperoleh
berdasarkan hasil pengamatan debit setiap pos air dan konsentrasi zat pencemar
sesuai baku mutu air. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor 39 tahun 2000
tentang tentang peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-
anak sungainya di Jawa Barat, peruntukan sungai di Kota Cimahi masuk kedalam
kelas II sebagai baku air minum. Peruntukan mutu air kelas II artinya air tersebut
dapat digunakan sebagai sarana rereasi, budidaya perikanan air tawar, peternakan,
dan pengairan tanaman (Ananda, 2017). Daya tampung beban pencemar dan
jumlah beban pencemar yang masuk ke sungai untuk zat BOD, COD, dan TSS secara
berurutan direpresentasikan pada Tabel 2 .39, Tabel 2 .40, dan Tabel 2 .41.

Tabel 2.39 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter BOD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
BOD
Debit Baku
Sub-DAS Segmen DTBP BP
(m3/s) Mutu Status
(mg/s) (mg/s)
(mg/L)
Cibabat Belum
0.23 3 690 593,32238
Hulu Melampaui
Cibabat Belum
Cibabat 3.68 3 11040 452,64255
Tengah Melampaui
Cibabat Belum
0.37 3 1110 233,24956
Hilir Melampaui
Cibaligo 4277,4620
0.38 3 1140 Melampaui
Hulu 0
Cibaligo 2235,0660 Belum
Cibaligo 1.24 3 3720
Tengah 2 Melampaui
Cibaligo 1024,9960 Belum
0.84 3 2520
Hilir 2 Melampaui
Cibeureum Belum
1.69 3 5070 929,48538
Hulu Melampaui
Cibeureu Cibeureum Belum
1.23 3 3690 730,07831
m Tengah Melampaui
Cibeureum Belum
1.11 3 3330 185,95486
Hilir Melampaui
Cimahi Cimahi 1796,4738 Belum
1.07 3 3210
Hulu 5 Melampaui
Cimahi 1363,0808 Belum
0.78 3 2340
Tengah 4 Melampaui
Cimahi Hilir 0.68 3 2040 318,02164 Belum
Melampaui
Cisangkan 2436,1839
0.62 3 1860 Melampaui
Hulu 9
Cisangkan 6416,7784
Cisangkan 0.86 3 2580 Melampaui
Tengah 3
Cisangkan 3373,9949 Belum
2.20 3 6600
Hilir 9 Melampaui
Sumber: Analisis, 2017

Tabel 2.40 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter COD
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
COD
Debit Baku
Sub-DAS Segmen DTBP BP
(m3/s) Mutu Status
(mg/s) (mg/s)
(mg/L)
Cibabat Belum
0.23 3
Hulu 5750 1977,741271 Melampaui
Cibabat Belum
Cibabat 3.68 3
Tengah 92000 1508,808509 Melampaui
Cibabat Belum
0.37 3
Hilir 9250 777,985207 Melampaui
Cibaligo
0.38 3
Hulu 9500 14258,20666 Melampaui
Cibaligo Belum
Cibaligo 1.24 3
Tengah 31000 7450,220059 Melampaui
Cibaligo Belum
0.84 3
Hilir 21000 3416,653397 Melampaui
Cibeureum Belum
1.69 3
Hulu 42250 3098,284608 Melampaui
Cibeureu Cibeureum Belum
1.23 3
m Tengah 30750 2433,594363 Melampaui
Cibeureum Belum
1.11 3
Hilir 27750 619,8495457 Melampaui
Cimahi Belum
1.07 3
Hulu 26750 5988,246152 Melampaui
Cimahi Belum
Cimahi 0.78 3
Tengah 19500 4543,602803 Melampaui
Cimahi Belum
0.68 3
Hilir 17000 1060,072145 Melampaui
Cisangkan Cisangkan Belum
0.62 3
Hulu 15500 8120,613299 Melampaui
Cisangkan 0.86 3 21500 21389,26144 Belum
Tengah Melampaui
Cisangkan Belum
2.20 3
Hilir 55000 11246,64997 Melampaui
Sumber: Analisis, 2017

Tabel 2.41 Daya tampung beban pencemar dan statusnya untuk parameter TSS
di setiap segmen SubDAS di Kota Cimahi tahun 2015
TSS
Debit Baku
Sub-DAS Segmen DTBP BP
(m3/s) Mutu Status
(mg/s) (mg/s)
(mg/L)
Cibabat Belum
0.23 3
Hulu 11500 593,3223812 Melampaui
Cibabat 18400 Belum
Cibabat 3.68 3
Tengah 0 452,6425528 Melampaui
Cibabat Belum
0.37 3
Hilir 18500 233,2495562 Melampaui
Cibaligo Belum
0.38 3
Hulu 19000 4277,461997 Melampaui
Cibaligo Belum
Cibaligo 1.24 3
Tengah 62000 2235,066018 Melampaui
Cibaligo Belum
0.84 3
Hilir 42000 1024,996019 Melampaui
Cibeureum Belum
1.69 3
Hulu 84500 929,4853823 Melampaui
Cibeureu Cibeureum Belum
1.23 3
m Tengah 61500 730,0783089 Melampaui
Cibeureum Belum
1.11 3
Hilir 55500 185,9548637 Melampaui
Cimahi Belum
1.07 3
Hulu 53500 1796,473846 Melampaui
Cimahi Belum
Cimahi 0.78 3
Tengah 39000 1363,080841 Melampaui
Cimahi Belum
0.68 3
Hilir 34000 318,0216434 Melampaui
Cisangkan Belum
0.62 3
Hulu 31000 2436,18399 Melampaui
Cisangkan Belum
Cisangkan 0.86 3
Tengah 43000 6416,778431 Melampaui
Cisangkan 11000 Belum
2.20 3
Hilir 0 3373,99499 Melampaui
Sumber: Analisis, 2017
Status daya tampung beban pencemar (DTBP) di Tabel 2 .39, Tabel 2 .40, dan
Tabel 2 .41 hanya memperhitungkan beban pencemar yang berasal dari limbah
domestik dan limpasan air hujan. Oleh karena itu, masih banyak segmen sungai
yang belum melampaui daya tampung beban pencemarnya baik berdasarkan
parameter BOD, COD, maupun TSS. Analisis DTBP di masing-masing sungai di Kota
Cimahi berdasarkan Laporan KLHS Kota Cimahi (DLH, 2012) telah memperhitungkan
sumber pencemar dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah peternakan,
limbah UMKM, dan limbah industri, yang diuraikan sebagai berikut.
1) Sungai Cimahi
DTBP Sungai Cimahi jika ditetapkan sesuai dengan kelas II menurut Peraturan
Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, DTBP untuk parameter BOD sebesar 2.838
ton/tahun dan COD 9.461 ton/tahun. Perbandingan beban pencemar dan DTBP
untuk parameter BOD dan COD di Kota Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .33 dan
Gambar 2 .34. Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter
BOD di Sungai Cimahi Hulu belum melampaui daya tampungnya, sedangkan di
Sungai Cimahi Tengah dan Sungai Cimahi Hilir sudah melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .33).

Gambar 2.33 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter BOD

Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter COD di Sungai
Cimahi Hulu dan Sungai Cimahi Tengah belum melampaui daya tampungnya,
sedangkan di Sungai Cimahi Hilir sudah melampaui daya tampungnya (Gambar
2 .34).

Gambar 2.34 Daya tampung beban pencemar Sungai Cimahi untuk parameter COD
2) Sungai Cibabat
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD dan COD di
Sungai Cibabat Hulu, Tengah, dan Hilir sudah jauh melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .35 untuk BOD dan Gambar 2 .36 untuk COD).

Gambar 2.35 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter BOD

Gambar 2.36 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibabat untuk parameter COD

3) Sungai Cibaligo
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD dan COD di
Sungai Cibaligo Hulu, Tengah, dan Hilir sudah melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .37 untuk BOD dan Gambar 2 .38 untuk COD).

Gambar 2.37 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter BOD
Gambar 2.38 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibaligo untuk parameter COD

4) Sungai Cibeureum
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD di Sungai
Cibeureum Hulu, Tengah, dan Hilir sudah melampaui daya tampungnya (Gambar
2 .39).

Gambar 2.39 Daya tampung beban pencemar Sungai Cibeureum untuk parameter
COD

5) Sungai Cisangkan
Berdasarkan baku mutu kelas II, beban pencemar untuk parameter BOD dan COD di
Sungai Cisangkan Hulu, Tengah, dan Hilir sudah melampaui daya tampungnya
(Gambar 2 .40 untuk BOD dan Gambar 2 .41 untuk COD).

Gambar 2.40 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
BOD
Gambar 2.41 Daya tampung beban pencemar Sungai Cisangkan untuk parameter
COD

2.5.3.6 Kualitas Air Sungai


Parameter kualitas air sungai yang dianalisis meliputi parameter fisika sebanyak 3
parameter, parameter kimia anorganik sebanyak 24 parameter, parameter kimia
organik sebanyak 3 parameter dan parameter mikrobiologi sebanyak 1 parameter.
Tabel 2 .42 menunjukkan parameter kualitas dan metode yang digunakan untuk
menganalisis kualitas air sungai.

Tabel 2.42 Parameter kualitas air sungai


NO PARAMETER SATUAN METODE PENGUJIAN
Parameter Fisika
0
1 Temperatur C SNI 06 6989.23-2005
2 TDS (Residu Terlarut) mg/L SNI 06-6989.27-2005
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L SNI 06-6989.3-2004
Kimia Anorganik 
1 pH - SNI 06 6989.11-2004
2 BOD5 mg/L SNI 6989.72:2009
3 COD mg/L IK-5.4.1.27 (Kolorimetri)
4 DO mg/L SNI 06.6989.14-2004
5 Nitrat (NO3-N) mg/L IK-5.4.1.10 (Kolorimetri)
IK -5 5.4.1.9
Amoniak (NH3-N)
6 mg/L (kolorimetri)
7 Merkuri (Hg) mg/L APHA AWWA 3500 Hg
8 Arsen (As) mg/L APHA AWWA 3114 B
9 Nikel (Ni) mg/L APHA AWWA 3500 Ni
10 Barium (Ba) mg/L APHA AWWA 3500 Ba
11 Boron (Bo) mg/L APHA AWWA 3500 Bo
12 Selenium (Se) mg/L APHA AWWA 3114 B
SNI 6989.16:2009, bag
13 Kadmium (Cd) mg/L 3.5.1
14 Krom Heksavalen mg/L IK-5.4.1.26 (Kolorimetri)
(Cr+6)
SNI 6989.6:2009, bag
15 Tembaga (Cu) mg/L 3.5.1
SNI 6989.4:2009, bag
16 Besi (Fe) mg/L 3.5.1
SNI 6989.8:2009, bag
17 Timbal (Pb) mg/L 3.5.1
SNI 6989.5-2009, bag
18 Mangan (Mn) mg/L 3.5.1
SNI 6989.7:2009, bag
19 Seng (Zn) mg/L 3.5.1
20 Klorida (Cl-) mg/L SNI 06-6989.19-2004
-
21 Sianida (CN ) mg/L IK-5.4.1.31 (Kolorimetri)
22 Fluorida (F-) mg/L IK-5.4.1.32 (Kolorimetri)
23 Nitrit (NO2-N) mg/L IK-5.4.1.33 (Kolorimetri)
2-
24 Sulfat (SO4 ) mg/L HACH Method 8051
Parameter Mikrobiologi
1 Fecal Coliform Jml/0,1L APHA AWWA 9222 D
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L IK-5.4.1.38 (Kolorimetri)
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L IK-5.4.1.38 (Kolorimetri)
3 Phenol mg/L JIS K 0102 : 1998, 28
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015

1. Sungai Cimahi
Parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu di Sungai Cimahi pada
semua titik pemantauan yaitu BOD5, COD, DO dan fenol. Sedangkan parameter
kualitas lain seperti fenol, residu tersuspensi, PH, DO, BOD5, COD, minyak dan
lemak tidak memenuhi baku mutu di bagian hilir Sungai Cimahi. Kualitas air di
sungai cimahi tercemari oleh limbah pabrik yang menyebabkan air sungai berwarna
kecoklatan dan berbau tak sedap. Rekapitulasi parameter kualitas yang tidak
memenuhi baku mutu di Sungai Cimahi ditunjukkan pada Tabel 2 .43.

Tabel 2.43 Parameter kualitas air Sungai Cimahi yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIMAHI
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 20,3 22,6 21,5
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 79 82 416
3 TSS (Residu mg/L 50 48 <42 83
Tersuspensi)
Kimia Anorganik 
1 pH - 6,0-9,0 6,23 6,56 9,75
2 BOD5 mg/L 3 14 8,6 11
3 COD mg/L 25 28 42 31
4 DO mg/L >4 2,3 1,6 3,1
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 3,3 3,6 3,2
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 0,9 <0,008
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,005 <0,004
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0452 <0,007 <0,0445
9 Barium (Ba) mg/L - 0,062 <0,0454 0,061
10 Boron (B) mg/L 1 0,089 0,066 0,068
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 0,076 <0,008
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 <0,0104 <0,004 <0,0102
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,02 0,011 0,03
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 <0,0698 0,02 <0,0695
15 Besi (Fe) mg/L - 0,5961 0,0202 10.215
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 0,6340 <0,349
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,1361 <0,348 0,571
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,047 0,1927 0,0540
-
19 Klorida (Cl ) mg/L - 6 0,0458 15
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,002 8 0,024
-
21 Fluorida (F ) mg/L 1,5 0,33 0,005 0,20
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 <0,008 0,22 0,015
23 Sulfat (SO42-) mg/L - 9 0,149 190
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 23 40 100
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 1,2 <1,6 0,70
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,13 0,043 0,035
3 Fenol mg/L 0,001 0,06 0,06 0,04
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015

2. Sungai Cibabat
Parameter kualitas air Sungai Cibabat yang tidak memenuhi baku mutu di semua
titik pemantauan yaitu BOD5, COD, minyak dan lemak serta fenol. Sedangkan
parameter residu terlarut, residu tersuspensi, BOD5, COD, Seng, Cl, minyak dan
lemak serta fenol tidak memnuhi baku mutu di bagian hilir sungai. Tabel 2 .44
menujukkan parameter air sungai cibabat yang tidak memenuhi baku mutu.
Tabel 2.44 Parameter kualitas air Sungai Cibabat yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIBABAT
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 26,7 33,0 31,9
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 379 1788 1132
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 48 < 46 76
Kimia Anorganik 
1 pH - 6,0-9,0 6,98 9,25 8,11
2 BOD5 mg/L 3 19 99 55
3 COD mg/L 25 64 269 124
4 DO mg/L >4 0,4 1,5 4,1
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 1,3 1,9 4,9
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,006 <0,006
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0457 <0,0457 <0,0457
9 Barium (Ba) mg/L - 0,059 0,069 0,064
10 Boron (B) mg/L 1 0,092 0,078 0,091
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,0202 <0,0104 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,04 0,08 0,03
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,0126 <0,0698 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 0,8005 0,2753 13.786
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,8936 0,5697 0,3771
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0386 0,30 0,1119
-
19 Klorida (Cl ) mg/L - 43 23 15
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,005 <0,008 0,039
21 Fluorida (F-) mg/L 1,5 <0,05 <0,05 0,30
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 0,049 0,44 0,033
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 31 420 490
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 10 100 530
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 0,44 5,45 1,82
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,5 0,157 0,086
3 Fenol mg/L 0,001 0,07 0,22 0,03
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015

3. Sungai Cibaligo
Kualitas air Sungai Cibaligo terindikasi dicemari oleh limbah domestik dan industri,
hal tersebut tampak sungai tersebut berwarna merah kecoklatan, berbuih, dan
mengeluarkan bau yang tidak sedap. Parameter kualitas air sungai Cibaligo yang
tidak memenuhi baku mutu di semua titik pemantauan antara lain seng , BOD5,
COD, dan Nitrit. Sedangkan parameter yang tidak memuh baku mutu di bagian hilir
sungai adalah residu terlarut, PH, BOD5, COD, Nitrit,Seng, Sianida, dan Cr (VI). Tabel
2 .45 merupakan rekapitulasi parameter kualitas air sungai cibaligo yang tidak
memenuhi baku mutu.

Tabel 2.45 Parameter kualitas air Sungai Cibaligo yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIBALIGO
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 21,2 25,0 27,2
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 299 311 1.124
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 <42 83 56
Kimia Anorganik 
1 pH - 6,0-9,0 7,31 9,35 9,05
2 BOD5 mg/L 3 10 61 67
3 COD mg/L 25 34 120 203
4 DO mg/L >4 2,6 4,4 13
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 3,5 7,2 3,6
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,006 <0,006
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,007 <0,005 <0,008
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0453 <0,0453 <0,0452
9 Barium (Ba) mg/L - 0,071 0,067 0,065
10 Boron (B) mg/L 1 0,076 0,099 0,091
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,0145 <0,0104 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,01 <0,006 0,09
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,0204 <0,0698 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 0,414 1.936 6.654
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,3505 0,4061 0,2491
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0689 0,1621 0,1487
19 Klorida (Cl-) mg/L - 50 16 21
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,012 0,004 0,039
21 Fluorida (F-) mg/L 1,5 0,18 0,20 <0,05
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 0,375 2,78 0,366
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 42 160 350
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 0 30 200
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 12,7 2,46 2,22
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,219 0,218 0,093
3 Fenol mg/L 0,001 0,04 0,10 0,21
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015

4. Sungai Cibereum
Kondisi sungai cibereum sudah tercemar oleh limbah industri. Parameter kualitas
air yang tidak memenuhi baku mutu di semua titik pemantauan antara lain seng,
sianida, BOD5, COD, minyak dan lemak serta fenol. Konsentrasi nikel masih
memenuhi baku mutu. Parameter kualitas air sungai cibereum yang tidak
memenuhi baku mutu ditunjukkan pada Tabel 2 .46.

Tabel 2.46 Parameter kualitas air Sungai Cibereum yang tidak memenuhi baku mutu
N BAKU SUNGAI CIBEREUM
PARAMETER SATUAN
O MUTU HULU TENGAH HILIR
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 23,6 24,8 25,7
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 389 421 533
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 110 101 14,845
Kimia Anorganik 
1 pH - 6,0-9,0 9,05 9,39 7,49
2 BOD5 mg/L 3 28 30 67
3 COD mg/L 25 86 71 139
4 DO mg/L >4 6 4,4 2,6
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 3,5 3,4 11,3
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,006 <0,006
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0456 <0,0456 <0,0456
9 Barium (Ba) mg/L - 0,059 0,061 0,066
10 Boron (B) mg/L 1 0,075 0,081 0,075
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 <0,0104 <0,0104 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,01 0,03 0,02
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 <0,0698 <0,0698 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 25.229 20.327 19.587
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,8573 0,7892 0,7592
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,1003 0,1124 0,1088
-
19 Klorida (Cl ) mg/L - 20 20 17
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,038 0,039 0,031
21 Fluorida (F-) mg/L 1,5 0,92 0,84 0,76
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 <0,008 <0,008 0,018
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 50 60 112
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 80 585 2.525
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 1,56 1,78 0,76
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,085 0,077 0,095
3 Fenol mg/L 0,001 0,09 0,16 0,03
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015

5. Sungai Cisangkan
Parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu di semua titik pemantauan
antara lain BOD5, COD, minyak dan lemak, dan fenol. Sedangkan parameter residu
terlarut dan DO tidak memenuhi baku mutu di bagian hilir sungai. Parameter
kualitas air sungai cisangkan yang tidak memenuhi baku mutu ditunjukkan pada
Tabel 2 .47.

Tabel 2.47 Parameter kualitas air Sungai Cisangkan yang tidak memenuhi baku
mutu
SUNGAI CISANGKAN
N BAKU
PARAMETER SATUAN TENGA
O MUTU HULU HILIR
H
Parameter Fisika
1 Temperatur (oC) deviasi 3 22,2 24,6 26,0
TDS (Residu
2 Terlarut) mg/L 1000 201 256 623
TSS (Residu
3 Tersuspensi) mg/L 50 <42 53 61
Kimia Anorganik 
1 pH - 6,0-9,0 7,11 7,12 7,75
2 BOD5 mg/L 3 12 16 17
3 COD mg/L 25 19 82 43
4 DO mg/L >4 1,1 4,3 5,4
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 2,7 1,2 3,5
6 Merkuri (Hg) mg/L 0,002 <0,005 <0,005 <0,005
7 Arsen (As) mg/L 1 <0,006 <0,006 <0,006
8 Nikel (Ni) mg/L - <0,0457 <0,0457 <0,0457
9 Barium (Ba) mg/L - 0,066 0,065 0,066
10 Boron (B) mg/L 1 0,083 0,082 0,083
11 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,007 <0,007 <0,007
12 Kadmium (Cd) mg/L 0,01 0,017 0,0156 <0,0104
Krom Heksavalen
13 (Cr+6) mg/L 0,05 0,03 0,02 0,02
14 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 0,0164 0,0277 <0,0698
15 Besi (Fe) mg/L - 0,2915 0,7245 14.309
16 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,348 <0,348 <0,348
17 Mangan (Mn) mg/L - 0,2848 0,4586 0,5742
18 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0339 0,0472 0,01852
19 Klorida (Cl-) mg/L - 28 37 1
-
20 Sianida (CN ) mg/L 0,02 0,007 0,006 0,037
-
21 Fluorida (F ) mg/L 1,5 0,20 0,12 <0,05
-
22 Nitrit (NO2 N) mg/L 0,06 0,375 0,046 0,008
2-
23 Sulfat (SO4 ) mg/L - 26 26 50
Parameter Mikrobiologi
Jumlah/0,1
1 Fecal Coliform L 1.000 0 775 10
Kimia Organik
1 Minyak dan Lemak mg/L 0,2 1,38 9,2 0,93
Detergen sebagai
2 MBAS mg/L 0,2 0,3 0,3 0,132
3 Fenol mg/L 0,001 0,29 0,05 0,09
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan, 2015

Berdasarkan Laporan Kompilasi Kualitas Air dan Udara di Kota Cimahi (DLH, 2015),
rekapitulasi data jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di 5 sungai
utama Kota Cimahi disajikan pada Tabel 2 .48.
Tabel 2.48 Jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di 5 sungai utama
Kota Cimahi (DLH, 2015)
Cibaligo Cibabat Cimahi
Tahun Hul Hul
Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Tengah Hilir
u u
April 2010 - - 19 - - 12 12 - 14
Nov 2010 11 - 12 12 - 14 9 - 9
2011 9 10 11 11 10 10 4 - 9
2012 11 13 12 8 9 9 4 6 7
2013 10 9 10 10 - - 5 6 7
2014 7 8 9 6 9 9 3 9 8
April 2015 8 8 10 7 9 8 5 9 8
Nov 2015 7 5 10 5 8 8 2 8 5
Rata-Rata 9 9 11 8 9 10 5 8 8

Cisangkan Cibeureum
Tahun Hul Tenga Hili Hul Tenga Hili
u h r u h r
April
2010 12 - - - - 12
Nov
2010 11 - 9 14 - -
2011 10 10 8 8 11 8
2012 6 10 10 10 9 12
2013 6 8 6 7 7 9
2014 7 7 7 9 8 9
April
2015 6 8 6 7 8 11
Nov
2015 5 5 8 7 6 6
Rata-
Rata 7 8 8 9 8 9

Berdasarkan data pada Tabel 2 .48, Sungai Cibaligo memiliki rata-rata jumlah
parameter terbanyak yang tidak memenuhi baku mutu dari tahun 2010 sampai
2015. Sebaliknya, Sungai Cimahi memiliki rata-rata jumlah parameter tersedikit
yang tidak memenuhi baku mutu dari tahun 2010 sampai 2015. Gambar 2 .42
menunjukkan rata-rata jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di lima
sungai utama di Kota Cimahi.
Gambar 2.42 Rata-rata jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu di lima
sungai utama di Kota Cimahi (Sumber: DLH, 2015)

Apabila dilihat dari rata-rata jumlah parameter per tahun, terjadi penurunan jumlah
parameter yang tidak memenuhi baku mutu, seperti ditunjukkan pada Gambar
2 .43. Pada April 2010, jumlah rata-rata parameter yang tidak memenuhi baku
mutu adalah sebanyak 14 parameter, sedangkan pada November 2015 turun
menjadi 6 parameter. Hal ini menunjukkan telah terjadi perbaikan kualitas air di
Sungai Cimahi dari tahun 2010 ke tahun 2015.

Gambar 2.43 Rata-rata per tahun jumlah parameter yang tidak memenuhi baku
mutu di lima sungai utama di Kota Cimahi tahun 2010 – 2015 (Sumber: DLH, 2015)

2.5.3.7 Status Mutu Air Sungai


Berdasarkan hasil perhitungan Indeks pencemaran Air berdasarkan lampiran
Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan
pengendalian pencemaran Air, kelima sungai yang dipantau menunjukkan kategori
sungai sangat tercemar. Rekapitulasi status mutu air sungai di Kota Cimahi di
tunjukkan pada Tabel 2 .49.
Tabel 2.49 Status mutu air sungai di Kota Cimahi
Metode Indeks Pencemaran
Sungai
Bagian sungai Keterangan
Hulu Cemar berat
Cimahi Tengah Cemar berat
Hilir Cemar berat
Hulu Cemar berat
Cibabat Tengah Cemar berat
Hilir Cemar berat
Hulu Cemar berat
Cibaligo Tengah Cemar berat
Hilir Cemar berat
Hulu Cemar berat
Cibereum Tengah Cemar berat
Hilir Cemar berat
Hulu Cemar berat
Cisangka
Tengah Cemar berat
n
Hilir Cemar berat
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Periode Musim Hujan,
2015

2.5.3.8 Sanitasi Kota Cimahi


Rekapitulasi sanitasi di Kota Cimahi tahun 2015 ditunjukkan pada Tabel 2 .50.
Berdasarkan tabel, terlihat bahwa Kecamatan Cimahi Selatan yang paling banyak
tidak mempuyai fasilitas sanitasi sedangkan Kecamatan Cimahi Utara sedikit tidak
mempunyai fasilitas sanitasi.

Tabel 2.50 Jumlah rumah tangga dan fasilitas Sanitasi di Kota Cimahi tahun 2015
Bersam Tidak
No Kecamatan Sendiri Umum
a Ada
1 Cimahi Utara 21.550 9.768 924 15.587
Cimahi
2 18.057 2.609 320 29.579
Tengah
Cimahi
3 23.025 2.609 712 46.102
Selatan
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi, Data
DIKPLH, 2015
2.5.4 Analisis Kualitas Air Sumur
Kualitas air sumur yang dipantau sebanyak 17 titik sampling yang tersebar di Kota
Cimahi. Jenis sumur yang dipantau meliputi sumur gali (sumur dangkal), sumur bor,
dan artesis. Sumur gali biasanya berupa sumur yang sering digunakan oleh
masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan untuk mengambil air tanah.
Kedalaman sumur gali berkisar 7-10 meter yang relatif dekat dengan permukaan
tanah sehingga sangat mudah terkontaminasi oleh rembesan yang berasal dari
jamban dan kotoran hewan. Sedangkan pembuatan sumur bor dilakukan dengan
mengebor tanah dengan tingkat kedalaman yang tinggi sehingga jauh dari
permukaan tanah dan sedikit dipengaruhi kontaminasi (DLH Kota Cimahi, 2015).
Tabel 2 .51 menunjukkan lokasi titik pemantauan sumur di Kota Cimahi.

Tabel 2.51 Lokasi titik pemautauan kualitas air sumur di Kota Cimahi
JENIS KEDALAMA
NO Lokasi Sumur
SUMUR N
1 Kelurahan Cibeber, Cimahi Selatan Sumur Gali 10 meter
Kelurahan Leuwigajah, Cimahi
2 Sumur Gali 10 meter
Selatan
Kelurahan Leuwigajah, Cimahi
3 Sumur Bor 24 meter
Selatan
4 Kelurahan Utama, Cimahi Selatan Sumur Bor 20 meter
5 Kelurahan Melong, Cimahi Selatan Artesis 160 meter
6 Kelurahan Melong, Cimahi Selatan Sumur gali 7 meter
Kelurahan Cibeureum, Cimahi
7 Sumur Gali 8 meter
Selatan
Kelurahan Cibeureum, Cimahi
8 Sumur Gali 8 meter
Selatan
Kelurahan Cigugur Tengah, Cimahi
9 Sumur Gali 8 meter
Tengah
Kelurahan Cigugur tengah, Cimahi
10 Sumur gali 6 meter
Tengah
11 Kelurahan Utama, Cimahi Selatan Sumur Bor 24 meter
12 Kelurahan Baros, Cimahi Tengah Sumur gali 10 meter
Kelurahan Padasuka, Cimahi
13 Sumur Bor 40 meter
Tengah
Kelurahan Setiamanah, Cimahi
14 Sumur Gali 12 meter
Tengah
Kelurahan Karang Mekar, Cimahi
15 Sumur Gali 6 meter
Tengah
16 Kelurahan Cimahi, Cimahi Tengah Sumur Bor 30 meter
17 Kecamatan Cimahi Tengah Sumur Gali 15 meter
18 Kelurahan Cibabat, Cimahi Utara Sumur Bor 15 meter
19 Kelurahan Citeureup, Cimahi Utara Sumur Bor 16 meter
20 Kelurahan Cipageuran, Cimahi Utara Sumur Bor 12 meter
21 Kecamatan Cimahi Utara Sumur Gali 8 meter
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Sumur, 2015

2.5.4.1 Kualitas Air Sumur


Tercatat 27 parameter penentuan kualitas air sumur di Kota Cimahi yang meliputi
parameter fisika sebanyak 5 parameter, parameter kimia sebanyak 20 parameter
dan parameter bakteriologi sebanyak 2 parameter. Rekapitulasi parameter-
parameter tersebut terdapat pada Tabel 2 .52.

Tabel 2.52 Parameter kualitas air sumur di Kota Cimahi


BAKU
NO PARAMETER SATUAN
MUTU *
SIFAT FISIKA
Tidak
1 Bau -
Berbau
Tidak
2 Rasa -
berasa
3 Kekeruhan mg SiO2/L 25
4 Warna Unit PtCo 50
2
5 Daya Hantar Listrik μmhos/cm 2.500
SIFAT KIMIA
1 pH - 6–9
2 BOD5 mg/L 3
3 COD mg/L 25
4 DO mg/L >4
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 10
6 Nitrit mg/L 1,0
7 Nikel (Ni) mg/L 0,1
Zat Padat
8 mg/L 1.500
tersuspensi
Karbon Dioksida
9 mg/L 500
bebas
10 Alkalinitas mg/L 500
Kesadahan
11 Kalsium mg/L
12 Magnesium mg/L 150
13 Besi (Fe) mg/L 0,5
14 Mangan (Mn) mg/L 0,5
15 Seng (Zn) mg/L 0,05
16 Tembaga (Cu) mg/L 0,1
-
17 Klorida (Cl ) mg/L 600
18 Amonia mg/L -
19 Permanganat mg/L 10
2-
20 Sulfat (SO4 ) mg/L 400
SIFAT
BAKTERIOLOGI
1 Coliform Sel/100 mL Nihil
2 Coli tinja Sel/100 mL Nihil
Sumber: DLH Kota Cimahi, Laporan Sumur, 2015

Dari 21 sumur yang dipantau tercatat empat sumur yang memenuhi baku mutu dan
sisanya 17 sumur tidak memenuhi baku mutu yang disebabkan sebanyak 2 sumur
dari 17 sumur tersebut mempunyai 2 parameter yang tidak memenuhi baku mutu
serta sebanyak 15 sumur atau sekitar 10% dari total sumur mempunyai satu
parameter yang tidak memenuhi baku mutu. Gambar 2 .44 menunjukkan kondisi
air sumur di Kota Cimahi. Paremeter yang tidak memenuhi baku mutu diantaranya
Mn yang terdapat di 3 lokasi sumur, nitrit yang terdapat di 2 lokasi sumur, minyak
dan lemak yang terdapat di 3 lokasi sumur, cyanida di 2 lokasi sumur serta kadmium
di 5 lokasi sumur. Rekapitulasi parameter air sumur yang tidak memenuhi baku
mutu terdapat pada Gambar 2 .45 (DLH Kota Cimahi, Laporan Sumur, 2015).
Gambar 2.44 Kondisi air sumur di Kota Cimahi

Gambar 2.45 Parameter air sumur yang tidak memenuhi baku mutu

Kondisi air sumur yang tercemar ini perlu ditelusuri lebih jauh penyebabnya,
khususnya dikaitkan dengan kualitas sungai yang berada di sekitar lokasi sumur-
sumur yang ada di Kota Cimahi. Misalnya untuk parameter Nitrit dan CN, hampir
pada semua sungai di Cimahi melebihi baku mutu air Kelas II PP No. 82 tahun 2001.
Hal yang sama ditemui pada kualitas air sumur di Kota Cimhi dimana parameter
Nitrit dan CN juga melebihi baku mutu kualitas air sumur. Hal ini menjadi indikasi
kuat perlunya investigasi lanjutan kemungkinan adanya pencemaran air sungai
terhadap kualitas air sumur di Kota Cimahi. Ilustrasi hubungan antara air sungai dari
air tanah (sumur) dapat dilihat pada Gambar 2 .46.
Gambar 2.46 Ilustrasi pencemaran air tanah (sumur)

Terlihat dari Gambar 2 .46, selain dari pencemaran air sungai, kemungkinan
buruknya kualitas air sumur juga dapat diakibatkan oleh sanitasi yang tidak
memenuhi standar dari rumah tangga, yakni tidak adanya septic tank individual
atau septic tank yang tidak sesuai ketentuan, sehingga mencemari tanah dan air
tanah. Hal lain yang dapat juga mempengaruhi kualitas air sumur adalah
penggunaan pestisida dalam aktivitas pertanian yang ada di Kota Cimahi. Hal ini
menekankan kembali pentingnya investigasi lanjutan terkait kemungkinan
penyebab-penyebab buruknya kualitas air sumur di Kota Cimahi, khususnya untuk
parameter-parameter yang melebihi baku mutu.

2.5.4.2 Status Air Sumur


Sumur yang memenuhi baku mutu dapat disebut sebagai sumber air yang layak
minum sedangkan sumur yang tidak memenuhi baku mutu sebagai sumber air yang
tidak layak minum sehingga 81% air sumur di Kota Cimahi tidak layak dijadikan
sumber air minum.

2.5.5 Analisis Daya Tampung Sampah


Daya tampung sampah dianalisis secara spasial deskriptif melalui hasil pemodelan
timbulan sampah dan potensi kesesuaian lahan sebagai tempat pembuangan akhir
(TPA). Nilai timbulan sampah tahun 2015 per kapita untuk setiap kabupaten/kota
diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016. Tabel 2 .53
menunjukkan jumlah sampah per kapita yang dihasilkan oleh setiap kabupaten/kota
di Jawa Barat.
Tabel 2.53 Jumlah sampah per kapita per hari yang dihasilkan di Jawa Barat tahun
2015
Kabupaten/Kota Sampah (ml) Kabupaten/Kota Sampah (ml)
Bogor 1.800 Purwakarta 1.800
Sukabumi 1.200 Karawang 1.800
Cianjur 1.800 Bekasi 1.800
Bandung 2.500 Bandung Barat 2.500
Garut 1.200 Kota Bogor 2.500
Tasikmalaya 1.800 Kota Sukabumi 2.500
Ciamis 1.200 Kota Bandung 2.500
Kuningan 1.200 Kota Cirebon 2.500
Cirebon 1.800 Kota Bekasi 2.500
Majalengka 1.200 Kota Depok 2.500
Sumedang 1.800 Kota Cimahi 2.500

Indramayu 1.200 Kota Tasikmalaya 2.500

Subang 1.800 Kota Banjar 1.800


Sumber: Dinas Pemukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2016

Berdasarkan nilai timbulan sampah tersebut, dilakukan pemodelan spasial untuk


menghasilkan peta persebaran timbulan sampah berdasarkan jumlah populasi.
Hasilnya diperoleh peta persebaran timbulan sampah di Kota Cimahi yang ditun-
jukkan pada Gambar 2 .47, dapat dilihat bahwa persebaran timbulan sampah ter-
banyak hampir di seluruh sebagian kecil Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan
Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan.
Gambar 2.47 Peta Sebaran Timbulan Sampah di Kota Cimahi Tahun 2015 dalam
Grid 5”x5”

Selanjutnya pemodelan untuk menentukan kesesuaian lahan sebagai Tempat Pem-


buangan Akhir (TPA) dilakukan dengan menganalisis aspek fisik saja, tanpa meli-
batkan aspek sosial. Parameter yang digunakan dalam menganalisis potensi lokasi
TPA mencakup parameter geologi yang terdapat pada Tabel 2 .54. Pembobotan
diberikan pada setiap parameter dengan mengacu pada beberapa acuan, di
antaranya Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(SK SNI7-11-1991-03) yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (Alfiani,
2011). Terdapat empat parameter utama yang seharusnya digunakan untuk
menentukan potensi lokasi TPA yaitu litologi, jarak terhadap muka air tanah,
kemiringan lereng, dan besarnya curah hujan. Namun karena keterbatasan data,
pada perencanaan ini tidak digunakan parameter jarak terhadap muka air tanah.
Selain harus memenuhi kriteria fisik, lokasi TPA juga harus memenuhi faktor
pembatas kriteria kelayakan fisik TPA agar faktor keamanan dan kenyamanan dapat
terjaga seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 .55. Faktor pembatas harus
ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan pembobotan pada parameter
potensi lokasi TPA sehingga TPA yang dihasilkan merupakan TPA yang berada di luar
faktor pembatas. Faktor pembatas ini merupakan batasan daerah yang tidak boleh
dijadikan sebagai TPA.
Tabel 2.54 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA
Nilai bobot tiap parameter
Bobo
Parameter S-1 (4) S-2 (3) S-3 (2) N (1)
t
Batu Batu pasir,
Batu lanau, Batu
Litologi 3 lempung breksi,
tufa, napal gamping
serpih alluvial
Kelerengan (%) 2 <3 3–8 9 – 15 > 15
Curah hujan 1.000 – 2.000 –
1 0 – 1.000 > 3.000
(mm) 2.000 3.000
Klasifikasi kesesuaian dengan rentang nilai
Kelas Keterangan Rentang Nilai
S-1 Sangat sesuai (Memenuhi syarat tanpa hambatan) 18 – 24
Cukup sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan
S-2 12 – 18
ringan)
Kurang sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan
S-3 6 – 12
berat)
N Tidak sesuai (Tidak memenuhi syarat) <6
Sumber: Alfiani (2011) berdasarkan SNI7-11-1991-03 dengan modifikasi

Tabel 2.55 Faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA


Kriteria Faktor Pembatas
Jarak terhadap sungai < 150 m
Jarak terhadap < 300 m
pemukiman
Jarak terhadap jalan < 300 m
raya
Jarak terhadap bandara < 300 m
Sumber: Alfiani (2011) dengan modifikasi

Hasil dari pemodelan potensi TPA dapat dilihat pada Gambar 2 .48 yang
menunjukkan sebagian besar daerah di Kota Cimahi tidak memiliki kesesuaian lahan
untuk dijadikan TPA. Sedangkan daerah-daerah dengan tingkat kesesuaian yang
cukup sesuai untuk dijadikan sebagai TPA berada disebagian kecil wilayah Keca-
matan Cimahi Utara sebelah utara.
Gambar 2.48 Peta Potensi Kesesuaian Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kota
Cimahi tahun 2015

Berdasarkan hasil analisis pemodelan mengenai timbulan sampah per tahun serta
potensi kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah, maka
didapatkan hasil perhitungan dan analisis seperti yang ditampilkan pada Tabel
2 .56 di bawah ini. Berdasarkan Tabel 2 .56, maka terdapat beberapa daerah yang
memerlukan perhatian khusus dalam hal pengelolaan sampah, mengingat kondisi
volume sampah yang cukup tinggi dan ketidaksesuaian lahan untuk TPA. Daerah-
daerah yang perlu mendapat perhatian khusus tersebut adalah Kecamatan Cimahi
Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah. Berbagai alternatif pengelolaan sampah di
daerah tersebut dapat diarahkan kepada program atau kegiatan daur ulang sampah
serta pembangunan teknologi pengolahan limbah/sampah, sehingga volume
sampah dapat dikurangi.

Tabel 2.56 Timbulan Sampah dan Potensi Kesesuaian Lahan untuk TPA di Kota
Cimahi Tahun 2015
Timbulan Kapasitas TPA
Luas Lahan yang
sampah per berdasarkan Luas
Kecamatan Sesuai untuk TPA
tahun Lahan yang
(ha)
(liter/tahun) Sesuai (liter)
Cimahi Selatan 218.066.513 *) N/A
Cimahi Tengah 149.876.300 *) N/A
Cimahi Utara 167.319.650 37,961 2.543.406.162
*) Kesesuaian lahan untuk TPA tidak tercukupi
N/A: Not Applicable
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Tabel 2 .56 menunjukkan data timbulan sampah setiap Kecamatan di Kota Cimahi
pada tahun 2015. Secara keseluruhan, timbulan sampah di Kota Cimahi mencapai
535.262.463 liter per tahun, dengan timbulan tertinggi dihasilkan Kecamatan
Cimahi Selatan sejumlah 218.066.513 liter per tahun. Sementara itu, analisis
kelayakan lahan berpotensi sebagai TPA di Kota Cimahi menunjukkan bahwa
terdapat sebanyak 37,961 Ha lahan TPA potensial. Mendasarkan analisis kapasitas
pada peraturan Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012 tentang AMDAL, yaitu
10 Ha lahan diestimasi menampung 100.000 ton sampah, serta konversi sampah,
meliputi 1 kg sampah domestik rata-rata setara dengan 6,67 liter sampah, maka
diestimasi bahwa potensi kapasitas tampung TPA di Kota Cimahi mencapai
2.543.406.162 liter. Secara umum, kapasitas potensial ini masih dapat menampung
timbulan sampah di Kota Cimahi di tahun 2015. Meskipun demikian, seiring dengan
proyeksi pertambahan penduduk dan, sebagai akibatnya, peningkatan timbulan
sampah, serta mengasumsikan bahwa tidak terjadi penyusutan jumlah sampah di
TPA, maka sampah yang dihasilkan akan melebihi daya tampung TPA potensial
dalam 30 tahun.

Permasalahan lain dari timbulan sampah dan TPA potensial adalah bahwa tidak
semua wilayah administrasi Kecamatan memiliki area yang sesuai untuk
dimanfaatkan sebagai TPA. Sebagai contoh, berdasarkan analisis, wilayah
Kecamatan Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah tidak memiliki area sesuai
untuk TPA, meskipun timbulan sampahnya mencapai 218.066.513 dan 149.876.300
liter/tahun.

Sejak tahun 2006, tempat pembuangan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Kota
Cimahi telah dialihkan ke TPPAS Sarimukti sehingga diperlukan pengangkutan dari
TPS di Kota Cimahi ke TPPAS Sarimukti. Dalam pengangkutannya, jalur
pengangkutan sampah di Kota Cimahi tidak memiliki kriteria khusus seperti
larangan melewati jalan-jalan tertentu di Kota Cimahi serta Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Cimahi tidak menentukan rute khusus yang harus dilewati. Jalur
pengangkutan sampah dari TPS di Kota Cimahi ke TPPAS Sarimukti diserahkan
kepada supir truk dan dari beberapa kendaraan melewati jalan tol guna untuk
menghindari kemacetan di beberapa titik jalan (Mantjanagara, 2017).

Gambar 2 .49 menunjukkan rute pengangkutan TPS di Kecamatan Cimahi Tengah


ke TPPAS Sarimukti. Pemilihan Kecamatan Cimahi Tengah tersebut berdasarkan
RTRW 2012 – 2032, Kecamatan Cimahi Tengah ditetapkan sebagai pusat pelayanan
kawasan. Selain itu juga berdasarkan Master Plan persampahan Kota Cimahi,
Kecamatan Cimahi Tengah merupakan kecamatan dengan pentahapan sistem
persampahan dengan sistem pelayanan penuh sehingga sebaran TPS terbanyak
berada di Kecamatan Cimahi Tengah.

Luas lahan keseluruhan TPPAS Sarimukti seluas 25,2 Ha yang terdiri dari zona
penimbunan ( dengan luas 15,5 Ha) untuk menampung sampah dari Kota Bandung,
Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat dengan tipping
fee sebesar 35.500,-/ton. Timbulan sampah terangkut dari Kota Cimahi terus
mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga 2015 yang semula hanya mampu
mengangkut sampah sebesar 25,65 ton/hari pada tahun 2006 meningkat hingga
142,53 ton/hari di tahun 2015. Tabel 2 .57 menujukkan kuantitas angkut sampah
Kota Cimahi ke TPPAS Sarimukti. Operasional TPPAS Sarimukti dalam menampung
sampah dari Kota Cimahi direncanakan diperpanjang hingga tahun 2020, mengingat
TPPAS Legok Nangka sebagai TPPAS peralihan belum siap untuk dioperasikan (BPSR
Jawa Barat).
Gambar 2.49 Rute jalur transportasi sampah dari TPS Kecamatan Cimahi Tengah ke
TPPAS Sarimukti

Tabel 2.57 Timbulan sampah terangkut Kota Cimahi Ke TPPAS Sarimukti tahun
2006-2015
Kuantitas
Tahun
m³ ton ton/hari
2006 23.411 9.364 25,65
2007 46.504 18.602 50,96
2008 65.636 26.254 71,93
2009 75.380 34.902 95,62
2010 84.785 33.914 92,92
2011 84.606 42.690,29 116,96
2012 65.877 45.828,32 125,56
2013 89.985 46.704,45 127,96
2014 117.162 51.270,75 140,47
2015 - 52.024,31 142,53
Total 653.346 361.554,12 990,56
Sumber : Data BPSR Jawa Barat, 2006-2015

Berdasarkan Gambar 2 .47 yang diperoleh dari hasil pemodelan, timbulan sampah
di Kota Cimahi pada tahun 2015 sebesar 535.262.463 liter. Sedangkan timbulan
sampah yang diangkut ke TPPAS Sarimukti pada tahun 2014 sebesar 117,162 liter.
Hal ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 21,88 % dari total timbulan sampah di
Kota Cimahi yang diangkut ke TPPAS Sarimukti.

2.5.6 Analisis Emisi udara


Pada Tahun 2016, BPLHD Provinsi Jawa Barat melakukan kegiatan inventarisasi
emisi udara dengan melakukan perhitungan beban emisi di Metropolitan Bandung
Raya dan Sumedang. Sumber pencemar yang diperhitungkan berasal dari sumber
titik, garis, dan area. Sumber titik adalah sumber tidak bergerak yang biasanya
berupa industri manufaktur besar yang memiliki cerobong asap atau unit
pembakaran. Sumber bergerak meliputi kendaraan darat dan berbasis rel, seperti
kereta api, kendaraan air di sungai, danau dan laut dan kendaraan udara. Sumber
area adalah sumber yang terdiri dari sumber-sumber titik kecil yang bersama-sama
dapat mempengaruhi kualitas udara di suatu daerah. Contohnya, pembakaran
bahan bakar di rumah tangga, TPA, kebakaran hutan (sumber alamiah), konstruksi
pembangunan, dan jalan tidak beraspal. Pada akhirnya, diperoleh hasil emisi
pencemar per parameter Bandung Raya dan Sumedang termasuk Kota Cimahi.
Beban emisi di Kota Cimahi ditunjukkan pada Tabel 2 .58. Beban emisi per
parameter pencemar didistribusikan ke dalam sistem grid yang hasilnya dapat
dilihat pada peta di Gambar 2 .50 hingga Gambar 2 .55.

Tabel 2.58 Total beban emisi di Kota Cimahi (ton/tahun)


Beban Emisi Udara (Ton/tahun)
Kabupaten/Kota
HC CO SO2 NOx PM10 CO2
Kota Cimahi > 185 > 700 >5 > 100 > 25 > 55.000
Sumber: BPLHD Provinsi Jawa Barat, 2016

Gambar 2.50 Peta Beban Emisi HC di Kota Cimahi


Gambar 2.51 Peta Beban Emisi CO di Kota Cimahi

Gambar 2.52 Peta Beban Emisi SO2 di Kota Cimahi


Gambar 2.53 Peta Beban Emisi NOx di Kota Cimahi

Gambar 2.54 Peta Beban Emisi PM10 di Kota Cimahi


Gambar 2.55 Peta Beban Emisi CO2 di Kota Cimahi

Berdasarkan pemodelan emisi setiap parameter, perhitungan ISPU (Indeks Standar


Pencemar Udara) dapat dilakukan yeng bertujuan untuk melihat kondisi kualitas
udara. Menurut Keputusan Bapedal No.107 tahun 1997 tentang perhitungan dan
pelaporan serta informasi indeks standar pencemar udara, nilai ISPU
dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu baik (0 - 50), sedang (51 – 100), tidak sehat
(101 -199), sangat tidak sehat (200- 299), dan berbahaya (> 299). Batas ISPU dalam
SI satuan Internasional) dapat dilihat pada Gambar 2 .56. Sedangkan persebaran
nilai ISPU setiap parameter dalam grid 30” x 30” dapat dilihat dari Gambar 2 .57
sampai Gambar 2 .60. ISPU parameter CO dan CO2 tidak dilakukan perhitungan
dikarenakan tidak tercantum pada keputusan.

Gambar 2.56 Batas ISPU dalam SI (Keputusan Bapedal No.107 tahun 1997)
Gambar 2.57 ISPU CO dalam grid 30” x 30”

Gambar 2.58 ISPU SO2 dalam grid 30” x 30”


Gambar 2.59 ISPU NOx dalam grid 30” x 30”

Gambar 2.60 ISPU PM10 dalam grid 30” x 30”


Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas udara dalam Laporan Kompilasi Kualitas
Air dan Udara di Kota Cimahi (DLH, 2015), dalam kurun waktu dari tahun 2009
sampai 2015, kualitas udara di Kota Cimahi relatif baik. Sebagian besar parameter
pencemar udara memenuhi baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Parameter yang terpantau
tidak memenuhi baku mutu, yaitu TSP, PM 10, dan PM2,5. Parameter kualitas udara
yang tidak memenuhi baku mutu di Kota Cimahi diuraikan pada Tabel 2 .59.

Tabel 2.59 Parameter kualitas udara yang tidak memenuhi baku mutu di Kota
Cimahi
N Parameter Yang Tidak
Tahun Lokasi
o Memenuhi Baku Mutu
1 2015 TSP  Pasar Antri Cimahi 242,67 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran sore
hari 1.333 µg/Nm3
2 2014 TSP  Kantor Pemkot Cimahi 287,59 µg/Nm3
 Perumahan Fajar Raya Estate 258,31
µg/Nm3
 Jalan Pasantren 267,32 µg/Nm3
 Pasar Antri Cimahi 360,64 µg/Nm 3
 Alun-alun Cimahi 384,65 µg/Nm3
 Kampung Mencong 393,15 µg/Nm 3
 Jalan Industri pada pengukuran pagi
1.116 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran sore
2.260 µg/Nm3
PM10  Kantor Pemkot Cimahi 156,79 µg/Nm3
 Alun-alun Cimahi 184,68 µg/Nm3
 Kampung Mencong 153,46 µg/Nm 3
 Jalan Industri pada pengukuran pagi
621,34 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran sore
223,69 µg/Nm3
PM2,5  Kantor Pemkot Cimahi 71,4 µg/Nm 3
 Kampung Mencong 101,07 µg/Nm 3
 Jalan Industri pada pengukuran pagi
219,07 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran sore
183,13 µg/Nm3
3 2013 TSP  Kantor Pemkot Cimahi 359,69 µg/Nm3
 Jalan Pasantren 395,2 µg/Nm 3
 Pasar Antri Cimahi 518,76 µg/Nm 3
 Alun-alun Cimahi pengukuran pagi hari
503,07 µg/Nm3
N Parameter Yang Tidak
Tahun Lokasi
o Memenuhi Baku Mutu
 Alun-alun Cimahi pengukuran sore hari
753,22 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran pagi 235
µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran sore
1.286 µg/Nm3
PM10 Jalan Industri pada pengukuran pagi 143,3
µg/Nm3

4 2012 TSP  Pasar Antri Cimahi 242,67 µg/Nm3


 Jalan Industri pada pengukuran pagi
1.222 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran sore
1.333 µg/Nm3
5 2011 TSP  Jalan Pasantren 252,04 µg/Nm3
 Pasar Antri Cimahi 240,15 µg/Nm3
 Jalan Industri pada pengukuran pagi
353,42 µg/Nm3
Keterangan: baku mutu TSP: 230 µg/Nm , PM10: 150 µg/Nm3, dan PM2,5: 65 µg/Nm3
3

Sumber: Laporan Kompilasi Kualitas Air dan Udara di Kota Cimahi, DLH, 2015

Berdasarkan Tabel 2 .59, parameter TSP tidak memenuhi baku mutu di beberapa
titik pemantauan mulai dari tahun 2011 sampai 2015. Jika dirata-ratakan, nilai
konsentrasi di delapan titik pemantauan kualitas udara, kecenderungan konsentrasi
TSP mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2009 sampai 2015,
seperti disajikan pada Gambar 2 .61.

Gambar 2.61 Konsentrasi TSP rata-rata di Kota Cimahi tahun 2009 – 2015
(Sumber: DLH, 2015)
2.5.7 Analisis Polusi Kebisingan
Berdasarkan KepMENLH, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KEP-48/MENLH/II/1996).

2.5.7.1 Sumber kebisingan


Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan,
pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah
tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam,
yaitu :
a. Mesin, kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin
b. Vibrasi, kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan
akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Ter-
jadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain
c. Pergerakan udara, gas dan cairan, kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan
udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa
penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain

2.5.7.2 Tingkat kebisingan di Kota Cimahi


Selama kurun waktu 5 tahun pemantauan dilakukan di 8 titik pemantauan, yaitu
Komplek Pemkot Cimahi, Perumahan Fajar Raya Estate, Jalan Pasantren tepatnya di
terminal angkot, Pasar Antri Cimahi, Alun-alun Cimahi, Kampung Mencong,
Kampung Cireundeu eks TPA Leuwigajah, dan Jalan Industri. Tabel 2.60
menunjukkan tingkat kebisingan di Kota Cimahi. Dari lokasi titik sampling, hanya
Jalan Industri yang hampir melebihi standar baku kebisingan di setiap tahunnya.
Tabel 2.60 Tingkat kebisingan di Kota Cimahi
Komplek Perumahan Alun-Alun
Jalan Pasar Antri Kampung Kampung Jalan Industri
Tahun Pemkot Fajar Raya Cimahi
Pasantren Cimahi Mencong Cireundeu
Cimahi Estate Pagi Siang Pagi Siang
2015 47,35 50,70 66,97 64,86 68,12  - 50,30 38,31  - 73,30*
2014 51,43 45,30 63,73 63,96 54,64  - 56,71 60,55 69,46 69,62
2013 53,79 58,09 69,69 65,92 63,52 65,04 60,02 43,27 75,28* 74,99*
2012 47,35 50,70 66,97 64,83 61,05 68,12 50,30 38,31 75,77* 73,30*
2011 44,72 49,80 67,50 65,45 65,39  - 61,13 40,00 66,73  -
Sumber:Hasil Pemantauan KLH Kota Cimahi Tahun 2011-2015 dalam Laporan Kompilasi Tahun 2015
Keterangan:*Tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebesar 70 dBA (desibel)
Satuan kebisingan dalam dBA
2.5.8 Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 56 Tahun 2012 Tentang Rencana
Aksi Daerah untuk Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Provinsi Jawa Barat.
Oleh karena itu, Kota Cimahi melakukan penyusunan kajian RAD GRK melalui
kegiatan inventarisasi emisi GRK yang meliputi beberapa sektor antara lain, yaitu
sektor energi, sektor pertanian, sektor limbah (pengolahan sampah), dan sektor
peternakan (DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016).

2.5.8.1 Emisi dari Aspek Energi


Emisi GRK Kota Cimahi dari sektor energi berasal dari hasil pembakaran bahan
bakar. Sumber GRK pertama adalah penggunaan bahan bakar pada bidang industri
dan rumah tangga. Bahan bakar yang digunakan pada kategori ini adalah solar
(untuk kendaraan dan pembangkit listrik), minyak bakar (untuk boiler industri dan
pembangkit listrik), LPG (untuk restoran dan rumah tangga), batubara (untuk
industri dan pembangkit listrik). Meskipun diketahui peruntukan masing-masing
jenis bahan bakar di Kota Cimahi, untuk tahun 2015 data mengenai emisi GRK dari
penggunaan bahan bakar pada kelompok industri dan rumah tangga tidak tersedia
secara lengkap. Data mengenai emisi dari kategori ini dirangkum pada Tabel 2.61.

Tabel 2.61 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar untuk
industri dan rumah tangga di Kota Cimahi 2015
Jenis Emisi
Jenis Bahan
N2O
Bakar CO2 (Ton/Tahun) CH4 (Ton/Tahun)
(Ton/Tahun)
LPG - - -
Minyak Bakar - - -
Solar 0,2 0,00001 0,00002
Minyak Tanah - - -
Batubara 86.010,00 10,00 1,00
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016

Selain itu, sumber GRK lainnya berasal dari penggunaan bahan bakar pada bidang
transportasi. Pada bidang ini, kendaraan yang digunakan terbagi menjadi 10
kelompok dan terbagi kembali berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan
(bensin dan solar). Emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar untuk
bidang transportasi yaitu CO2, CH4, dan N2O. Rangkuman mengenai emisi GRK dari
bidang transportasi di Kota Cimahi tahun 2015 tersaji pada Tabel 2.62. Secara
umum, penggunaan bahan bakar untuk kategori kendaraan roda dua menyumbang
emisi terbesar di Kota Cimahi pada 2015, baik itu CO 2, CH4, ataupun N2O, disusul
oleh penggunaan bahan bakar untuk kategori mobil pribadi, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.63.
Tabel 2.62 Emisi dari sektor energi yang disebabkan penggunaan bahan bakar untuk
transportasi di Kota Cimahi 2015
Bensin Solar
Jenis
CO2 N2O CH4 N2O
Kendaraan CH4 (Kg/TJ) CO2 (Kg/TJ)
(Kg/TJ) (Kg/TJ) (Kg/TJ) (Kg/TJ)
Mobil
6.616.260.043 2.386.818 763.782 111.577.970 6.896 6.896
pribadi
Mobil umum 389.732.083 140.596 44.991 6.572.522 406 406
Bus besar
952.557 344 110 16.064 1 1
pribadi
Bus besar
2.109.234 761 243 35.571 2 2
umum
Bus kecil
43.545.484 15.709 5.027 734.360 45 45
pribadi
Bus kecil
10.614.212 3.829 1.225 179.000 11 11
umum
Bus sedang
1.360.796 491 157 22.949 1 1
umum
Roda tiga
6.395.743 2.307 738 107.859 7 7
umum
Roda dua 57.588.358.516 20.775.021 6.648.007 971.181.919 60.026 60.026
Total 64.659.328.668 23.325.876 7.464.280 1.090.428.214 67.395 67.395
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016

Tabel 2.63 Persentase sumber emisi transportasi Kota Cimahi 2015


Emisi
Jenis Kendaraan CH4 N2O
CO2 (Kg/TJ) % (Kg/TJ) % (Kg/TJ) %
6.727.8 2.39 770.
Mobil pribadi 38.013 10,23 3.714 10,23 678 10,23
396. 14 45.
Mobil umum 304.605 0,60 1.002 0,60 397 0,60

Bus besar pribadi 968.621 0,00 345 0,00 111 0,00


2.1
Bus besar umum 44.805 0,00 763 0,00 245 0,00
44.2 1 5.
Bus kecil pribadi 79.844 0,07 5.754 0,07 072 0,07
10.7 1.
Bus kecil umum 93.212 0,02 3.840 0,02 236 0,02
Bus sedang 1.3
umum 83.745 0,00 492 0,00 158 0,00
6.5
Roda tiga umum 03.602 0,01 2.314 0,01 745 0,01
58.559.5 20.83 6.708.
Roda dua 40.435 89,06 5.047 89,06 033 89,06
65.749.7 23.39 7.531.
Total 56.882 100 3.271 100 675 100
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016

2.5.8.2 Emisi dari Aspek Pertanian


Emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor pertanian bersumber dari penggunaan
bahan-bahan kimia yang terkandung dalam pupuk. Emisi dari sektor pertanian
bersumber dari aktivitas pengelolaan padi sawah dan penggunaan pupuk. Sektor
pertanian di Kota Cimahi dapat digolongkan menjadi pertanian padi dan non-padi.
Pertanian non padi terdiri dari tanaman pangan (selain padi), tanaman hortikultura,
dan tanaman perkebunan. Pertanian padi sawah merupakan sumber dari tiga
macam GRK yang berasal dari sektor pertanian, yaitu karbondioksida (CO2), metana
(CH4), dan dinitrogenoksida (N2O). Data mengenai emisi dari sektor pertanian di
Kota Cimahi didapatkan dari dokumen Kajian Rencana Daerah Gas Rumah Kaca
(2016) dan dirangkum pada Tabel 2.64. Emisi CH4 didefinisikan bersumber dari
kegiatan pengelolaan padi sawah, sedangkan total emisi N2O didefinisikan
bersumber dari penggunaan pupuk di pertanian padi dan non padi.

Tabel 2.64 Emisi GRK dari sektor pertanian di Kota Cimahi tahun 2015
Jenis Emisi Nilai
Total CH4 (Ton/tahun) 24
Total CO2 (Ton/tahun) 50.620
N2O dari pertanian padi (Ton/tahun) 0,341
N2O dari pertanian non-padi
(Ton/tahun) 8.269
Total N2O (Ton/tahun) 8.611
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK
Kota Cimahi, 2016

2.5.8.3 Emisi dari Aspek Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah dapat berkontribusi terhadap pelepasan GRK ke atmosfer.
Emisi dari pengelolaan sampah berupa metana (CH4) bersumber setidaknya dari
dua hal, yaitu pelepasan metana dari proses degradasi karbon organik pada
timbunan sampah dan pelepasan metana dari proses open burning. Emisi dari
sektor limbah padat di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 2.65.

Tabel 2.65 Emisi GRK metana dari pengelolaan sampah di Kota Cimahi 2016
Sumber Emisi CH4 (Kg/Tahun)
Dekomposisi 2,109
Open Burning 12.600
Total 12.602,11
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK
Kota Cimahi, 2016

2.5.8.4 Emisi dari Aspek Petenakan


Sektor peternakan melepaskan emisi GRK berupa CH4 dan N2O. Jenis ternak yang
dikembangkan di Kota Cimahi diantaranya adalah sapi perah, sapi potong, kerbau,
kuda, kambing, dan domba. Jenis-jenis ternak tersebut melepaskan gas metana
(CH4) sebagai hasil sampingan dari proses fermentasi yang terjadi di saluran
pencernaannya. Emisi CH4 juga terlepas ke udara dari pengelolaan kotoran ternak
dan unggas, mulai dari proses penyimpanan, pengolahan, dan penimbunan hasil
olahan. Sementara itu, N2O juga teremisikan ke udara dari proses penglolahan
kotoran ternak. Emisi CH4 dan N2O yang berasal dari sektor peternakan di Kota
Cimahi pada tahun 2015 terangkum dalam Tabel 2.66.

Tabel 2.66 Emisi CH4 dan N2O dari sektor peternakan di Kota Cimahi 2015
N2 O
Jenis Emisi CH4 (Ton/Tahun)
(Kg/Tahun)
Total CH4
Fermentasi Pengelolaan Pengelolaan
(Ton/Tahun)
Sumber Emisi Pencernaan Kotoran Kotoran
Ternak Ternak Ternak
Sapi perah 60 29 89 54,15
Sapi potong 5 0,1 5,1 4,18
Kerbau 1 0,05 1,05 1,13
Kuda 14 1,7 15,7 29,96
Kambing 1 0,04 1,04 2,67
Domba 79 3,18 82,18 179,39
Ayam
kampung - 0,76 0,76 -
Ayam petelur - 0 0 -
Ayam pedaging - 0,086 0,086 -
Itik - 0,2149 0,2149 -
Total 160 35,131 195,131 271,480
Sumber: DLH Kota Cimahi, Dokumen RAD GRK Kota Cimahi, 2016

2.5.9 Analisis Pencemaran Tanah


Analisis pencemaran tanah yang dimaksud adalah analisis kerusakan lahan
persawahan di Kota Cimahi akibat produksi biomassa. Biomassa adalah tumbuhan
atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan akar,
termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan
tanaman. Produksi biomassa adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya
tanah untuk menghasilkan biomassa. Lokasi titik sampling kerusakan tanah terdiri
dari sembilan titik di Kelurahan Cipageran dan Kelurahan Citeureup (Laporan
Biomasa Tahun 2016, 2016).

2.5.9.1 Kualitas tanah


Untuk mengetahui tingkat kerusakan tanah dilakukan pengamatan dilapangan
tentang beberapa sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisika tanah yang diukur adalah
berat isi, porositas, dan tekstur tanah. Sedangkan sifat kimia tanah yang diukur
meliputi pH, DHL, C, N, C/N, P, K, dan KTK. Hasil analisis tanah kemudian
dibandingkan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno, 1995) dan
menurut PP 150 tahun 2000 yang ditunjukkan pada Tabel 2.67 dan Tabel 2.68.
Sedangkan hasil sampling dan hasil analisis di lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.69
dan Tabel 2.70.

Tabel 2.67 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)
Sangat Sangat
Sifat Tanah Rendah Sedang Tinggi
Rendah tinggi
C - Organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00
Nitrogen (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N <5 5 -  10 11 -  15 16  -  25 > 25
P2O5   HCl   (mg/100g) < 10 10 -  20 21 -  40 41  - 60 > 60
P2O5  Bray-1  (ppm) < 10 10 - 15 16 -  25 26  - 35 > 35
P2O5 Olsen   (ppm) < 10 10 - 25 26 -  45 46  - 60 > 60
K2O HCl 25% < 10 10 - 20 21 -  40 41  - 60 > 60
(mg/100g)
KTK  (me/100g) <5 5 - 16 17 -  24 25  - 40 > 40
Susunan Kation :
K   (me/100g) < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0
Na  (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0
Mg  (me/100g) < 0,4 0,4-1,0 1,1-2 ,0 2,1-8,0 > 8,0
Ca   (me/100g) < 0,2 2  -  5 6 -  10 11 - 20 > 20
Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 -  50 51 - 70 > 70
Aluminium (%) < 10 10  - 20 5,6- 6,5 31 - 60 > 60
Sangat Agak Agak
masam Netral
masam masam alkalis
pH   H2O < 4,5 4,5 - 5,5 5,6- 6,5 6,6-7,5 7,6-8,5

Tabel 2.68 Kriteria Baku Kerusakan Tanah menurut PP 150 Tahun 2000
Metode
No Parameter Ambang Kritis Peralatan
Pengukuran
1 pH < 4,0 ; > 7,0 Potensiometrik pH meter
2 DHL >4,0 mS/cm Tahanan Listrik EC meter
3 Berat Isi >1,4 g/cm Gravimetri Ring sample
4 Porositas Total < 30% ; > 70 % Perh. BI dan BJ Piknometer
< 18% koloid
5 Fraksi War tanah Tabung ukur
>80% pasir kuarsitik
Tabel 2.69 Hasil Sampling Tanah di Cimahi
LOKASI SAMPLING TANAH
SS403 S404 S405
S406 S407 S408 S409 S410 S411

Kp. Kp. Terobosan Kp.


Kp. Kp. Kp. Kp.
Citeureup Permana Kp. Ciuyah RT 03 RW 12 Cimenteng
No. Jenis Analisis Satuan Jambudipa Lebaksaat Pakuhaji Cileuweung Baku Mutu
Kel. Kel. Kel. Kel. Citeureup RW 11
Kel. Kel. Kel. RW 19 Kel.
Citeureup Citeureup Citeureup Kel.
Cipageran Cipageran Cipageran Cipageran
Citeureup
X 781140 X 782453 X 782934 X 782206 X 780823 X 780686 X 781705 X 781669 X 781503
Y 9242066 Y 9241499 Y 9241266 Y 9243185 Y 9242673 Y 9243662 Y 9244225 Y 9243490 Y 9242823
Sifat Kimia
1. pH - 6,30 6,67 6,24 6,01 6,99 6,51 6,73 5,96 6,22 < 4,5 ; > 8,5
2. Daya Hantar mS/cm- 31 42 129 58 40 34 77 19 42
Listrik/DHL 1 > 4,0 mS/cm
3. Redoks mV 52,3 54,1 61,5 67 52,7 50,1 53,3 54 58,2
Sifat Fisika *)
4. Berat Isi g/cm3 0,74 0,75 1,14 1,11 0,75 1,08 1,09 1,08 0,84 > 1,4 g/cm3
5. Permebilitas
(Derajat Cm/jam 32,89 5,78 0,51 10,55 7,67 7,61 4,47 0,32 3,12
Pelurusan Air)
6. Tektur
7. Pasir (%) 5 14 6 7 8 6 12 13 7 < 18 % koloid;
> 80% pasir
kuarsitik
8. Debu (%) 43 50 52 51 49 46 51 58 54
9. Liat (%) 43 38 39 46 44 47 31 27 35
Sifat Mikrobiologi **)
10. Jumlah Mikroba Cfu/g < 102 cfu/g
1.7x1011 2.0x1011 1.8x1011 1.6x1011 1.7x1011 2.6x1011 2.2x1011 1.4x1011 2.3x1011
tanah tanah
Keterangan : *) Analisis di Laboratorium Fisika Tanah, Pertanian, Unpad Tahun 2016
**) Analisis di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Pertanian, Unpad Tahun 2016

Tabel 2.70 Hasil Analisis Tanah Di Lapangan


LOKASI SAMPLING TANAH
KODE SEMPEL
No. URAIAN
SS403 S404 S405 S409 S410 S411
S406 S407 S408
Kp. Cileuweung Kp. Terobosan Kp. Cimenteng
Permana Kp. Ciuyah Kp. Jambudipa Kp. Lebaksaat Kp. Pakuhaji
1 Administrasi Kp. Citeureup RW 19 Kel. RT 03 RW 12 RW 11
Kel. Citeureup Kel. Citeureup Kel. Cipageran Kel. Cipageran Kel. Cipageran
Kel. Citeureup Cipageran Kel. Citeureup Kel. Citeureup
Model Boring Boring Boring Boring Boring Boring Boring Boring Boring
3 Surveyor LH LH LH LH LH LH LH LH LH
Kp. Pakuhaji Kp. Cileuweung Permana Kp. Ciuyah Kp. Cimenteng
4 Observation Nr Kp. Jambudipa Kp. Lebaksaat Torobosan Kel. Citeureup
RW 19 RW 11 Kec.
5 Date Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016 Juni 2016
Kec.
6 Location Kec. Cipageran Kec. Cipageran Kec. Cipageran Kec. Cipageran Kec. Citeureup Kec. Citeureup Kec. Citeureup Kec. Citeureup
Citeureup
X 780686 X 781705 X 782206 X 780823 X 782453 X 782934 X 781669 X 781503 X 781140
7 Area
Y 9243662 Y 9244225 Y 9243185 Y 9242673 Y 9241499 Y 9241266 Y 9243490 Y 9242823 Y 9242066
8 Vegetation Semak Semak Kebun Semak Kebun Sawah Semak Kebun Kebun
Present Land Sawah &
9 Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan Tegalan
Use Tegalan
10 Water Table 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Moisture 3,9 4 >6 > 7,2 4,1 3,6 3,1 4 4,1
12 Permeability Sedang Sedang Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
13 Batuan 15% <10% <10% 15% <10% <10% <10% <10% <10%
14 Slope Gradient 11% 30% 8% 10% 15% 8% 11% 7% 13%
15 Solum (cm) 0-40 0-40 0-30 0-30 0-45 0-40 0-50 0-30 0-30
16 pH / Rh 5,0 / 7,0 6,1 / 8,0 5,9 / 7,7 5,3 / 7,0 4,1 / 8 6,2 / 7 5,7 / 7,2 5,5 / 7,9 5,6 / 7,5
17 Air Tanah >1 m >1 m >1 m >1 m >1 m >1 m >1 m >1 m >1 m
Ketinggian
18 986 1087 999 911 884 869 1014 954 863
(mdpl)
2.5.9.2 Status pencemaran tanah
Berdasarkan hasil sampling dan analisis disimpulkan bahwa:
a). Lahan persawahan di daerah Kecamatan Cimahi Selatan berdasarkan sifat fisik
tanah yang diukur menunjukkan kondisi yang baik, dalam kisaran yang jauh dari
ambang kritis yang ditetapkan dalam PP 150 tahun 2000.
b). Lahan persawahan di Wilayah Cimahi Selatan berdasarkan sifat kimia tanah yang
diukur menunjukkan kondisi kesuburan tanah yang masih baik berdasarkan kriteria
penilaian sifat tanah yang ditetapkan.

2.5.10 Kerentanan terhadap Bencana yang terkait dengan Perubahan Iklim

2.5.10.1 Bencana Banjir


Air permukaan yang merupakan salah satu sumber air juga dapat mengakibatkan
bencana banjir jika volume ketersediaan berlimpah. Kota Cimahi sangat rentan
terhadap bencana banjir setiap tahunnya yang disebabkan oleh curah hujan tinggi
dan penurunan muka tanah. Lokasi rawan banjir di Kota Cimahi dapat dilihat pada
Gambar 2 .62. Sebelelah timur dari Kota Cimahi sangat rawan bencana banjir
sedangkan sebagian kecil di Kecamatan Cimahi Utara sebelah utara juga sedikit
rawan terhadap bencana banjir.

Gambar 2.62 Peta Potensi Rawan Banjir di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)
2.5.10.2 Bencana Longsor
Potensi rawan bencana longsor di Kota Cimahi tergolong rendah dan tidak semua
wilayah di Kota Cimahi berpotensi rawan terhadap longsor. Lokasi yang sangat
rawan terhadap longsor terjadi di sebagian kecil wilayah kecamatan Cimahi Utara.
Hal ini selain disebabkan oleh curah hujan tinggi juga disebabkan karena sebagian
ekosistem yang berfungsi sebagai pengikat batuan dan tanah tidak berfungsi atau
fungsinya terganggu akibat aktivitas pembangunan dan penebangan hutan. Gambar
2 .63 menunjukkan peta potensi rawan longsor di Kota Cimahi yang bersumber
dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Gambar 2.63 Peta rawan longsor di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)

2.5.10.3 Bencana Gempa Bumi


Berdasarkan data dari BPBD, hampir wilayah di Kota Cimahi rendah terhadap
bencana gempa bumi dan sebagain kecil di wilayah Kecamatan Cimahi Selatan
sangat rentan terhadap bencana gempa bumi sehingga perlunya mitigasi dan
adaptasi terhadap dampak gempa bumi ini menjadi penting khususnya wilayah ini
di dominasi kawasan permukiman dan industri. Potensi rawan gempa di Kota
Cimahi ditunjukkan pada Gambar 2 .64.
Gambar 2.64 Peta Rawan Gempa di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)

2.5.10.4 Bencana Kebakaran


Kota Cimahi sedikit rawan terhadap bencana kebakaran, khususnya kebakaran
lahan. Di Kecamatan Cimahi Selatan sebagian kecil wilayah sangat rawan terhadap
bencana kebakaran, mengingat lokasi ini di dominasi oleh kawasan permukiman
dan industri. Lokasi rawan gempa di Kota Cimahi dapat dilihat pada Gambar 2 .65.
Gambar 2.65 Peta Rawan Kebakaran di Kota Cimahi (BPBD Kota Cimahi)
Bab 3 Tekanan terhadap Wilayah Ekoregion di Kota
Cimahi

3.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Daya Dukung


Pangan dan Air
Tekanan terhadap lingkungan salah satunya diakibatkan oleh adanya pertumbuhan
penduduk. Pada perencanaan ini, tekanan terhadap lingkungan dianalisis
berdasarkan prediksi pertumbuhan populasi dalam kurun waktu dari tahun 2015 ke
tahun 2025, 2035, dan 2045. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan melihat
pola pertumbuhan dan tren perubahan tutupan lahan, serta jasa ekosistem apa
yang terkena dampak tekanan. Peta prediksi pertumbuhan penduduk ini diturunkan
dari peta populasi yang dimodelkan dengan bobot tutupan lahan dan jalan.
Pertumbuhan penduduk dari tahun 2015 ke tahun 2025, 2035, dan 2045, dapat
dilihat pada Gambar 3 .66 hingga Gambar 3 .68. Pertumbuhan penduduk secara
signifikan terlihat di kawasan permukiman. Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi
pertumbuhan penduduk dari 2015 hingga 2025, tekanan populasi terjadi secara
signifikan tersebar hampir di sebagian besar wilayah Kecamatan Cimahi Selatan,
sebagian kecil wilayah Kecamatan Cimahi Utara dan Kecamatan Cimahi Tengah.

Gambar 3.66 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2025 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk dari
tahun 2015 hingga tahun 2035, tekanan populasinya meluas hampir di semua
wilayah Kecamatan Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah. Namun dari peta
di bawah ini dapat terlihat bahwa wilayah Kecamatan Cimahi Utara juga mengalami
peningkatan pertumbuhan penduduk dari tahun 2025 .

Gambar 3.67 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2035 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”

Proyeksi pertumbuhan penduduk juga dilakukan untuk melihat besarnya tekanan


populasi pada tahun 2045, jika ditinjau dari peta di bawah ini maka daerah yang
memiliki tekanan populasi yang pesat mencakup hampir semua wilayah di
Kecamatan Cimahi Selatan, Kecamatan Cimahi Utara, dan Kecamatan Cimahi
Tengah.
Gambar 3.68 Peta Tekanan Populasi Tahun 2015 – 2045 di Kota Cimahi dalam Grid
5”x5”

Bertambahnya jumlah penduduk di suatu wilayah akan diikuti dengan terjadinya


perubahan pemanfaatan lahan dari kawasan hijau menjadi kawasan terbangun
guna memenuhi kebutuhan permukiman dan infrastruktur dasar bagi penduduk.
Hal tersebut menjadi tekanan bagi kawasan ekoregion karena berkurangnya lahan
untuk keberlanjutan ekosistem yang berakibat pada kerusakan ekosistem dan
terganggunya struktur dan fungsi ekosistem untuk memproduksi jasa ekosistem
secara optimal. Di sisi lain pertumbuhan penduduk juga mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan terhadap jasa ekosistem penghasil pangan dan air,
sehingga terjadi penambahan beban dalam pemanfaatan jasa ekosistem, yang
dapat berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan hidup untuk pangan
dan air. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil perhitungan status daya dukung
pangan di Kota Cimahi berdasarkan hasil proyeksi pertumbuhan penduduk pada
tahun 2045. Tabel 3 .71 di bawah ini menunjukkan prosentase status daya dukung
pangan terhadap ambang batas jumlah penduduk yang dapat dilayani pada tahun
2015 dan 2045. Berdasarkan tabel tersebut dapat ditunjukkan bahwa penurunan
status daya dukung pangan pada tahun 2045 terjadi cukup signifikan dibandingkan
dengan tahun 2015 sejalan dengan adanya pertumbuhan penduduk di masing-
masing daerah.
Tabel 3.71 Prosentase Status Daya Dukung Pangan di Kota Cimahi Tahun 2015 dan
2045
Prosentase Status Daya Dukung Pangan thd Jumlah
Kecamatan Populasi
Tahun 2015 Tahun 2045
Cimahi Selatan 0,03 0,02
Cimahi Tengah 0,03 0,02
Cimahi Utara 0,03 0,03
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Berdasarkan Tabel 3 .71 di atas, daerah yang memerlukan perhatian khusus terkait
dengan ketahanan pangan adalah semua Kecamatan di Kota Cimahi yaitu
Kecamatan Cimahi Selatan, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Utara
karena jumlah penduduk yang ada di Kota Cimahi sudah sangat melampaui ambang
batas jumlah penduduk yang dapat dilayani oleh jasa ekosistem penyedia pangan.
Jika tidak terdapat pengendalian tekanan terhadap ekoregion serta pengendalian
beban terhadap pemanfaatan jasa ekosistem maka Kota Cimahi akan mengalami
kerawanan pangan pada tahun 2045.

Perhitungan prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung pangan juga
dilakukan untuk masing-masing Kecamatan (Tabel 3 .72). Luas wilayah yang masih
mendukung di sini merupakan proporsi luas wilayah yang masih mendukung di
suatu Kecamatan terhadap luas wilayah Kecamatan tersebut. Berdasarkan Tabel
3 .72, pada tahun 2015, Kecamatan Cimahi Tengah memiliki luas wilayah yang
masih memliki daya dukung relative kecil. Selanjutnya, pada tahun 2045, Kecamatan
Cimahi Utara mengalami penurunan luas wilayah yang dapat mendukung
ketahanan pangan secara signifikan.

Tabel 3.72 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung pangan di
Kota Cimahi tahun 2015 dan 2045
Prosentase Luas Wilayah yang Masih
Kecamatan Mendukung
Tahun 2015 Tahun 2045
Cimahi Selatan 11,96% 11,66%
Cimahi Tengah 4,18% 3,31%
Cimahi Utara 10,43% 6,04%
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Sementara itu, dampak tekanan populasi terhadap daya dukung air pada tahun
2045 hanya dapat dianalisis berdasarkan jumlah kebutuhan air yang meningkat
seiring dengan adanya jumlah pertumbuhan penduduk. Proyeksi status daya
dukung air tidak dapat dianalisis karena adanya keterbatasan data. Perbandingan
antara jumlah kebutuhan air di tahun 2015 dengan proyeksi kebutuhan air di tahun
2045 ditampilkan pada Tabel 3 .73 di bawah ini. Berdasarkan tabel di bawah ini,
daerah yang memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan tekanan dan beban
terhadap sumberdaya air adalah Kecamatan Cimahi Tengah sebagai akibat lonjakan
kebutuhan air yang signifikan pada tahun 2045 dibandingkan tahun 2015.
Kebutuhan air tahun 2045 dan 2015 hanya berdasarkan kebutuhan air domestik dan
lahan pertanian tanpa mempertimbangkan kebutuhan industri tahun 2015. Hal ini
dikarenakan keterbatasan data penggunaan air industri pada tahun 2045.

Tabel 3.73 Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Bersih Tahun 2015 dengan Proyeksi
Kebutuhan Air Bersih Tahun 2045 di Kota Cimahi
Prosentase
Kebutuhan Air Kebutuhan Air
Peningkatan
Kecamatan Bersih Tahun Bersih Tahun
Kebutuhan dari
2015 (m3/tahun) 2045 (m3/tahun)
2015 hingga 2045
Cimahi Selatan 13.252.459,826 18.723,739,826 41,29%
Cimahi Tengah 7.802.289,835 11.606,438,635 48,76%
Cimahi Utara 13.164.747,879 17.657.159,079 34,12%
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Dampak tekanan populasi juga mempengaruhi jumlah potensi beban pencemar.


Semakin banyak jumlah penduduk diperkirakan jumlah beban pencemar yang
dihasilkan semakin meningkat sehingga diperkirakan kualitas air sungai semakin
menurun dari tahun ketahun. Potensi beban pencemar total dari tahun 2015
sampai tahun 2045 pada masing-masing parameter BOD, COD, dan TSS ditunjukkan
pada Gambar 3.4. Potensi beban pencemar parameter BOD, COD, dan TSS
meningkat setiap tahunnya.

Kg/hari Proyeksi potensi beban pencemar di Kota Cimahi


tahun 2015 - 2045
80000

70000

60000

50000

40000

30000

20000

10000

0
2015 2025 2035 2045

BOD COD TSS


Gambar 3.69 Proyeksi potensi beban pencemar total di Kota Cimahi
(Hasil Analisis, 2017)
Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung air di Kota Cimahi pada
tahun 2015 untuk setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.4. Berdasarkan
Tabel 3.4, Kecamatan Cimahi Selatan merupakan kecamatan yang memiliki proporsi
luas wilayah terkecil untuk daya dukung air yaitu sebesar 65,07% dari total luas
wilayah Kecamatan Cimahi Selatan. Sementara itu, Kecamatan Cimahi Tengah
memiliki prosentase sebesar 65,45%. Sedangkan Kecamatan Cimahi Utara memiliki
wilayah prosentase paling luas daya dukungnya, yaitu sebesar 67,41%. Kedua
kecamatan dengan prosentase kecil diprediksi mengalami peningkatan kebutuhan
yang tinggi dari tahun 2015 ke 2045 sehingga kegiatan pemanfaatan dan
pengelolaan airnya harus diperhatikan agar tidak menjadi defisit air di kemudian
hari.

Tabel 3.74 Prosentase luas wilayah yang masih memiliki daya dukung air di Kota
Cimahi tahun 2015
Kecamatan Prosentase Luas Wilayah yang Masih
Mendukung
Cimahi Selatan 65,07%
Cimahi Tengah 65,45%
Cimahi Utara 67,41%
Sumber: Hasil Analisis, 2017

Pertumbuhan populasi juga berdampak pada meningkatnya timbulan sampah yang


memiliki konsekwensi kebutuhan lahan untuk TPA dan pemrosesan sampah.
Berdasarkan hasil analisis mengenai kenaikan timbulan sampah selama 30 tahun,
maka dapat dihitung kebutuhan lahan untuk TPA seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.5. Persentase kenaikan timbulan sampah dari tahun 2015 ke tahun 2045
untuk wilayah Kecamatan Cimahi Selatan, Kecamatan Cimahi Tengah dan
Kecamatan Cimahi Utara secara berurutan adalah 53%, 54%, dan 57%. Total
kebutuhan lahan untuk timbulan sampah di Kota Cimahi mencapai 4,341 Ha. Daerah
yang memiliki kebutuhan lahan tinggi untuk TPA adalah Kecamatan Cimahi Selatan.
Sedangkan daerah yang memiliki kebutuhan lahan rendah untuk TPA, antara lain
Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Utara.

Tabel 3.75 Kebutuhan luas lahan sebagai TPA untuk kenaikan timbulan sampah dari
2015 ke 2045
Kebutuhan
Timbulan Timbulan Lahan untuk
Kenaikan
Kabupaten/ Sampah Sampah TPA
Timbulan
Kota Tahun 2015 Tahun 2045 berdasarkan
Sampah (liter)
(liter) (liter) Kenaikan
Timbulan (ha)
Cimahi Selatan 218.066.513 333.634.638 115.568.125 1,725
Cimahi Tengah 149.876.300 230.230.138 80.353.838 1,199
Cimahi Utara 167.319.650 262.211.438 94.891.788 1,416
Sumber: Hasil Analisis, 2017
3.2 Interaksi Antar Pemanfaatan Lahan di Ekoregion Kota Cimahi

3.2.1 Indikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan RTRW dan Tutupan
Lahan
Konflik pemanfaatan lahan masih menjadi salah satu permasalahan utama dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Tumpang tindih area pemanfaatan lahan dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama apabila pemanfaatan yang
dilakukan tidak memperhatikan fungsi ekologi atau jasa ekosistem di suatu
kawasan. Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung dan kawasan
budidaya berdasarkan RTRW dengan tutupan lahan di Kota Cimahi dapat dilihat
pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7. Sedangkan rekapitulasi total luas tumpang tindih
dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.76 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015
RTRW Tutupan Lahan Luas
Wilayah
Tumpang
Tindih (ha)

Permukiman 432,942
1. Kawasan Bandung Utara Industri 2,015
Pertanian 503,551
Permukiman 96,233
2. Kawasan Resapan Air Industri 0,518
Pertanian 400,113

Permukiman 49,320
1. Sempadan Sungai Industri 14,467
Pertanian 45,441
Permukiman 0,230
2. Sempadan Embung Industri  0
Pertanian 1,6

Permukiman 1,310
RTH Perkotaan Industri 0,547
Pertanian 0,056

permukiman 3,755
Kawasan Sosial Budaya
Industri 0,296
(Bangunan Bersejarah)
Pertanian 9,995

1. Daerah Beresiko Aliran Lahar Permukiman 7,523


Industri  0
Pertanian 1,949
Permukiman 134,425
2. Rawan Banjir Industri 96,135
Pertanian 52,144
Permukiman 224,285
3. Rawan Longsor Industri 13,763
Pertanian 474,836

Permukiman 4,323
1. Sempadan Jalan Kereta Api Industri  
Pertanian 0,737
Permukiman 1,542
2. Sempadan Jalan Tol Industri 0,023
Pertanian 10,171

Tabel 3.77 Tumpang tindih pemanfaatan lahan antara kawasan lindung yang
ditetapkan di RTRW 2012-2032 dengan tutupan lahan tahun 2015
RTRW Tutupan Lahan Luas
Wilayah
Tumpang
Tindih (ha)
Pertanian 319,542
Kawasan Perumahan
Industri 9,798
Permukiman 61,178
Kawasan Industri
Pertanian 64,354

Tabel 3.78 Rekapitulasi total luas tumpang tindih pemanfaataan lahan antara
kawasan RTRW dan tutupan lahan tahun 2015
Luas
Wilayah
RTRW Tutupan Lahan
Tumpang
Tindih (ha)

permukiman 529,18
Kawasan yg memberikan
industri 2,53
perlindungan kawasan bawahnya
pertanian 903,66
permukiman 49,55
Kawasan Perlindungan Setempat industri 14,47
pertanian 47,04
RTH permukiman 1,31
industri 0,55
pertanian 0,06
permukiman 3,75
Kawasan Cagar Budaya Industri 0,30
Pertanian 10,00
permukiman 366,23
Kawasan Rawan Bencana Alam Industri 109,90
Pertanian 528,93
Permukiman 5,87
Kawasan Lindung Lainnya Industri 0,02
Pertanian 10,91

Pertanian 319,54
Kawasan Perumahan
Industri 9,80
Kawasan Industri Permukiman 61,18
Pertanian 64,35

3.2.2 Opsi-Opsi Resolusi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Kawasan RTRW


dan Tutupan Lahan
Berdasarkan identifikasi konflik penggunaan lahan dan RTRW, maka beberapa opsi
resolusi konflik yang dimungkinkan untuk dilaksanakan disajikan pada Tabel 3.8 di
bawah ini guna menjaga terjaganya jasa dan fungsi ekosistem di wilayah ekoregion
tersebut. Opsi-opsi resolusi konflik tersebut dipertimbangkan dalam penyusunan
kebijakan RPPLH ini.

Tabel 3.79 Opsi resolusi konflik RTRW dan penggunaan lahan


SOLUSI Tutupan Lahan
RTRW Pertanian Permukiman Industri
Diijinkan dengan Tidak diijinkan Tidak diijinkan
mekanisme tukar khususnya pada
menukar kawasan. kawasan
resapan air,
Diijinkan untuk hutan lindung
Kawasan lindung lahan baku sawah dan kawasan
tadah hujan rawan bencana.
dengan
mengikutsertakan
dalam proses
rehabilitasi hutan
Diijinkan dengan Diijinkan dengan Diijinkan dengan
mengacu pada mengacu pada mengacu pada
Kawasan budidaya ketetapan RTRW ketetapan ketetapan RTRW
dan RDTR. RTRW dan dan RDTR.
RDTR.
Bab 4 Interaksi antar Wilayah Administrasi

4.1 Ketergantungan antar Wilayah


Ketergantungan wilayah dapat dilihat pada kebutuhan dasar manusia untuk
keberlangsungan hidup, salah satunya adalah kebutuhan lahan sampah, pangan,
dan air. Kebutuhan pangan maupun air di Kota Cimahi terus meningkat seiring
peningkatan jumlah penduduk begitu pula kebutuhan lahan TPA untuk mengangkut
sampah. Ketergantungan antar wilayah dapat terlihat dari cluster aliran pangan dan
cluster aliran air (Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3) dengan pola dapat dilihat
pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Berbedanya ketersediaan air maupun pangan
dan jumlah kebutuhan di suatu kota/kabupaten sehingga memerlukan pemasok
bahan pangan dan air antar wilayah agar kebutuhan kota/kabupaten tersebut dapat
terpenuhi.

Dalam suatu sistem lingkungan terdapat aliran materi dari suatu subsistem ke
subsistem lainnya. Fenomena ini disebut dengan source-sink. Source adalah
subsistem yang merupakan pengekspor atau sumber suatu entitas atau sumber
daya, sedangkan sink adalah importir atau penerima dari entitas atau sumber daya
tersebut. Dalam konteks DDDTLH, yang dimaksud dengan sumber daya di sini
adalah jasa ekosistem yang pemanfaatannya dinamis, tidak hanya digunakan oleh
suatu wilayah. Model source-sink diperlukan untuk menganalisis DDDTLH, dalam
rangka menentukan ekosistem yang mungkin menjadi prioritas untuk dilindungi
bagi kelangsungan makhluk hidup jangka panjang. Hal ini akan membantu dalam
pembuatan kebijakan khususnya yang terkait dengan konservasi. Oleh karena itu,
dibuatlah peta aliran energi sumber daya pangan dan air sebagai model untuk
dianalisis.

Metode yang digunakan dalam pembuatan peta aliran energi pangan dan aliran
ketersediaan air, yaitu dengan menggunakan pendekatan hidrologi yang meliputi
rasterisasi, identifikasi zona fill sink, zona flow direction, zona flow accumulation,
dan map algebra dari data distribusi selisih energi pangan dan data selisih
ketersediaan air. Kedua data tersebut diperoleh dari selisih ketersediaan energi
pangan dan air setiap grid dengan kebutuhan energi bahan pangan dan air setiap
grid.
Gambar 4.70 Cluster Daerah Pemasok Bahan Pangan dan Pola Aliran Materi

Gambar 4.71 Cluster Daerah Pemasok Air dan Pola Aliran Materi
Tabel 4.80 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi
Penerima

ALIRAN PANGAN

Kab. Bandung Barat

Kab. Purwakarta
Kota Bandung
Kab. Bandung

Kota Cimahi
Kab. Cianjur
Kota Depok

Kota Bekasi

Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kab. Bogor

V V V V V V
Kab. Sumedang V V (12,13,14,4,7,3)
(12,13,14,4,7) (12,13,14) (12) (12,13) (12,13,14,4) (12,13,14,4,7,3,1,5)
V V V V V V V
Sumber

Kab. Garut V V (12,13,14,4,7,3)


(12,13,14,4,7,3) (12,13,14,4,7) (12,13,14) (12) (12,13) (12,13,14,4) (12,13,14,4,7,3,1)
Kab. Bandung (13,14,4,7,3) (13,14,4,7) V (13,14) V V (13) (13,14,4) V (13,14,4,7,3) V (13,14,4,7,3)
Kab. Bandung
V (7,3) V (7) V V (7,3,1,5) V (7,3,1)
Barat
Keterangan:
(1) Melewati Kab. Bogor (8) Melewati Kab. Cirebon
(2) Melewati Kota Bogor (9) Melewati Kab. Tasikmalaya
(3) Melewati Kab. Cianjur (10)Melewati Kota Tasikmalaya
(4) Melewati Kab. Bandung Barat (11)Melewati Kab. Majalengka
(5) Melewati Kab. Bekasi (12)Melewati Kab. Bandung
(6) Melewati Kab. Karawang (13)Melewati Kota Bandung
(7) Melewati Kab. Purwakarta (14)Melewati Kota Cimahi
Tabel 4.81 Penerima, antara, dan sumber, dalam cluster pangan Kota Cimahi
Penerima

ALIRAN AIR

Kab. Karawang
Kota Bandung
Kab. Bandung

Kab. Bandung
Kota Cimahi
Kab. Cianjur
Kab. Bekasi

Kota Bogor
Barat
Kab. V V
V V (3,1)
Sukabumi (3) (3,1)
Sumber

Kab. Cianjur V V (1) V (1) V (1,4)


Kab.
Bandung V V V (4)
Barat
Keterangan:

(1) Melewati Kab. Bandung Barat


(2) Melewati Kab. Ciamis
(3) Melewati Kab. Cianjur
(4) Melewati Kota Cimahi

Tabel 4.82 Daerah penyedia air bersih di Kota Cimahi


N
Nama Sumber Lokasi Sumber
o
1 Ciawi Tali Citereup
DW (sumur dalam) dan jet pump di
2 Kota Cimahi
kelurahan-kelurahan
3 Danau/Kolam Kel. Cibeber
4 Sungai Cimahi Citereup
Desa Sukawana, Kec.
5 Bendungan Sukawana
Lembang
Kab. Bandung Barat, Kec.
6 Waduk Sangguling S. Cijanggel
Cisarua
Sumber: Master Plan Air Bersih Kota Cimahi, 2007

Akibat kenaikan penduduk dan berkurangnya ketersediaan lahan TPA di Kota


Cimahi, TPPAS Sarimukti yang terletak di Kabupaten Bandung Barat dijadikan
sebagai tempat penampung dan pengolahan sampah dari Kota Cimahi. Selain
menampung sampah dari Kota Cimahi, TPPAS Sarimukti juga menampung sampah
dari kabupaten/kota sekitarnya yang dapat dilihat pada Tabel 4.4. Keempat wilayah
pemasok sampah tersebut termasuk dalam area metropolitan bandung raya. Oleh
karena itu diperlukan kerjasama antar pemerintah Kota Cimahi dengan pemerintah
Kabupaten Bandung Barat serta antar pemerintah daerah metropolitan bandung
raya. Hal ini bertujuan agar penanganan dan pengolahan sampah dapat
berlangsung dengan baik dan tidak merusak fungsi lingkungan. Cluster daerah
pelayanan sampah TPPAS Sarimukti ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Tabel 4.83 Cluster daerah pemasok sampah ke TPPAS Sarimukti


Kabupaten/Kota
Kota Bandung
Kab. Bandung
Kota Cimahi
Kabupaten Bandung Barat
Sumber: Penyusunan Kajian Potensi Sampah
Kota Cimahi, 2015

Gambar 4.72 Cluster daerah pelayanan sampah TPPAS Sarimukti dengan modifikasi
(Penyusunan Kajian Potensi Sampah Kota Cimahi, 2015)

4.2 Kerjasama antar Wilayah


Suatu ekoregion beserta ekosistem dan aliran jasa ekosistem yang dimilikinya
melintasi beberapa daerah administrasi sehingga diperlukan kerjasama antar
wilayah agar fungsi ekosistem dapat berjalan dengan semaksimal mungkin. Bentuk
kerjasama dan pengelolaan antar wilayah dapat didasarkan pada kesamaan
karakteristik wilayah, daerah aliran sungai (DAS) atau pada karakteristik bentang
alamnya (batas karakteristik ekoregion), serta keterkaitan dan/atau ketergantungan
antar wilayah dalam hal aliran pangan dan air. Kerjasama tersebut memliki tujuan
untuk keberlangsungan jasa ekosistem yang selaras dengan tujuan dari UU No 32
Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, di antaranya
1. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosis-
tem;
2. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
3. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; dan
4. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.

Terdapat beberapa keterkaitan dan/atau ketergantungan Kota Cimahi dengan


kabupaten/kota lainnya dalam hal pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
Ketergantungan yang cukup menjadi perhatian di antaranya terkait transportasi
umum dan tata kelola air serta penanganan bencana banjir.

4.2.1 Transportasi Umum


Kota Cimahi merupakan bagian dari kawasan Metropolitan Bandung Raya yang
merupakan kawasan metropolitan terbesar ketiga di Indonesia menurut jumlah
penduduknya. Proyeksi pertumbuhan penduduk yang menunjukkan terus naiknya
populasi di Kota Cimahi, maupun kabupaten/kota lain di Metropolitan Bandung
Raya, berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan ruang gerak. Oleh karena itu,
permintaan pelayanan jaringan jalan di Kota Cimahi hingga tahun 2030 diperkirakan
akan terus meningkat, sedangkan jaringan jalan yang ada diperkirakan tidak dapat
menampung kapasitas kendaraan yang berlalulintas (Kantor Lingkungan hidup
Pemerintah kota Cimahi, 2012).

Berdasarkan studi Penyusunan Rencana Induk Angkutan Umum di PKN Bandung


(Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012), total produksi perjalanan di
Metropolitan Bandung Raya pada tahun 2012 mencapai 1,53 juta smp per hari
(keterangan: smp = satuan mobil penumpang). Dengan asumsi okupansi setiap
kendaraan adalah 2,34 orang per kendaraan, diperkirakan total pergerakan
penumpang di Metropolitan Bandung pada tahun adalah 2012 sebesar 3,57 juta
orang/hari. Diperkirakan dalam waktu 20 tahun (tahun 2032), akan terdapat 2,46
juta smp/hari kendaraan yang akan beroperasi di Metropolitan Bandung Raya.
Dengan kata lain, tingkat perjalanan dalam kurun waktu 2012 – 2032 akan
meningkat 1,61 kali lipat. Sementara itu, rata-rata jarak perjalanan di Metropolitan
Bandung Raya adalah 13,85 km. Pada tahun 2012, kecepatan perjalanan rata-rata di
Metropolitan Bandung Raya mencapai 12,5 km/jam (waktu perjalanan rata-rata
sekitar 1,1 jam/trip). Berdasarkan prediksi tahun 2032, kecepatan perjalanan rata-
rata akan turun hingga sekitar 4,5 km/jam (WJP-MDM, 2013).
Permasalahan transportasi yang terjadi saat ini menimbulkan berbagai macam
dampak negatif bagi lingkungan. Dampak ini terutama dalam hal peningkatan emisi
udara dari transportasi. Kota Cimahi sebagai kota yang menjadi perlintasan bagi
kendaraan-kendaraan dari kabupaten/kota lain tentunya akan memperoleh
kerugian yang cukup besar. Apalagi jasa pengaturan pemelihara kualitas udara di
Kota Cimahi dan wilayah terdekatnya, tergolong rendah (Gambar 4 .73).

Gambar 4.73 Jasa ekosistem pengaturan pemelihara kualitas udara kawasan


Metropolitan Bandung Raya

Metropolitan Bandung Raya hingga saat ini masih mengandalkan transportasi publik
utama berupa minibus (dikenal dengan angkutan kota atau angkot) yang
mempunyai kapasitas kecil dan bus dengan jumlah moda dan jalur yang terbatas.
Sementara itu, angkutan umum berbasis rel hanya melayani pergerakan dengan
jalur barat-timur dan tidak berperan secara signifikan dalam melayani kebutuhan
pergerakan masyarakat. Terlebih lagi, kualitas angkutan umum yang terus menurun
mengakibatkan banyaknya masyarakat yang beralih ke kendaraan pribadi.
Sementara itu, jumlah dan kualitas jalan eksisting tidak memadai untuk
menampung besarnya peningkatan jumlah kendaraan pribadi pada beberapa tahun
terakhir.

Tingginya pergerakan penduduk di Metropolitan Bandung Raya membutuhkan


transportasi publik yang dapat diandalkan. Oleh karena itu, dibutuhkan angkutan
umum massal yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Dalam perencanaan
pengembangan system transportasi umum, digunakan konsep hirarki jaringan
berdasarkan pusat kegiatan (WJP-MDM, 2013). Gambar 4 .74 menunjukkan
konsep jaringan angkutan umum di Metropolitan Bandung Raya.

Gambar 4.74 Konsep jaringan angkutan umum di Metropolitan Bandung Raya


(Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012 (dalam WJP-MDM, 2013))

4.2.2 Tata Kelola Air dan Penanganan Bencana Banjir


Ekoregion yang mendominasi Kota Cimahi, yaitu ecoregion Pegunungan Vulkanik
memiliki potensi sumber daya air permukaan dan air tanah melimpah. Ekoregion ini
meliputi wilayah Kab. Majalengka, Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kota Cirebon; Kota
Bogor, Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kota Sukabumi, Kab. Cianjur, Kota Cimahi, Kab.
Bandung Barat, Kab. Bandung, Kota Bandung, Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab.
Sumedang, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kab. Ciamis, dan Kota
Banjar. Dengan potensi jasa ekosistemnya yang beragam dan besar, tentunya unit
administrasi yang menempati ekoregion tersebut harus berintegrasi dalam
pengelolaan sumber dayanya. Hal ini dikarenakan, praktik pengelolaan yang
dilakukan suatu kabupaten/kota akan mempengaruhi kabupaten/kota lainnya serta
keberlangsungan lingkungan secara umum.

Dalam hal tata kelola air dan penanganan bencana banjir, Kota Cimahi memiliki nilai
indeks jasa ekosistem yang rendah (Gambar 4 .75). Padahal, Kota Cimahi memiliki
permasalahan kebutuhan air yang cukup besar dan bencana banjir. Sementara itu,
pengelolaan air dan banjir yang terjadi melibatkan banyak kabupaten/kota. Oleh
karena itu, Kota Cimahi perlu melakukan kerja sama antar wilayah dengan
kabupaten/kota lain yang dicakupi oleh DAS Citarum, di antaranya Kabupaten
Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Kerja sama dapat dilakukan di
antaranya Sistem penyediaan Air Minum (SPAM), peningkatan retensi air (biopori,
RTH, dll), dan drainase perkotaan yang baik dan bersih.

Gambar 4.75 Jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir Kota Cimahi dan
sekitarnya

Salah satu bentuk kerja sama dalam penyediaan air bersih, yaitu dengan adanyan
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Kota Cimahi termasuk dalam SPAM Bandung
Raya, lebih tepatnya SPAM Regional Bandung Barat-Timur. SPAM Regional tersebut
meliputi sebagian wilayah Kota Bandung (Kecamatan Andir, Bandung Kulon,
Bojongloa Kaler, Babakan Ciparay, Rancasari, Cibiru, dan Ujungberung), sebagian
Kabupaten Bandung (Kecamatan Cileunyi, Rancaekek, dan Cicalengka), serta Kota
Cimahi. Kota Cimahi dilayani oleh penyedia PDAM Tirta Raharja, bersama dengan
Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (WJP-MDM, 2013).
Bab 5 Tantangan Utama dan Isu Strategis Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup Kota Cimahi menghadapi berbagai tantangan regional dan global
yang dapat mempengaruhi keberlanjutan dari sistem ekologi dan sosial (SES) yang
ada di berbagai kawasan ekoregion di Kabupaten/Kota ini. Hal ini menjadikan
pentingnya Kota Cimahi untuk menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan di
tengah degradasi lingkungan yang terjadi. Terdapat setidaknya enam tantangan
lingkungan hidup di level regional dan global yang dapat berdampak pada
permasalahan di tingkat kota, yaitu 1) perubahan iklim, pemanasan global, efek gas
rumah kaca, dan berbagai dampak turunannya; 2) kelangkaan sumberdaya alam,
baik terkait energi (minyak, gas, batubara) ataupun bahan baku (mineral, logam,
produk primer); 3) ketersediaan, akses, dan kualitas air bersih; 4) ketersediaan,
akses, dan kualitas pangan, serta dampak dari produksi pangan terhadap lingkungan
hidup; 5) degradasi ekosistem dan penurunan jasa ekosistem bagi manusia; 6)
sampah, limbah, dan pencemaran (WRI, 2012).

Selain keenam tantangan lingkungan tersebut, terdapat 17 isu strategis yang


tercakup di dalam Sustainable Development Goals (UNDP, 2016) yang juga menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan isu-isu lingkungan hidup strategis.
Beberapa isu strategis di dalam SDG lebih banyak berkaitan dengan isu sosial,
ekonomi dan politik. Meskipun begitu, isu-isu tersebut berhubungan dan saling
mempengaruhi satu sama lain, khususnya dalam konteks lingkungan hidup.
Beberapa poin SDG seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, air bersih,
kemiskinan, kesenjangan sosial, pendidikan dan kesetaraan gender juga menjadi
tantangan lingkungan hidup.

Keseluruhan isu-isu yang telah dipaparkan dapat dikelompokkan berdasarkan


empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial, lingkungan, dan
kelembagaan. Isu-isu lingkungan hidup juga berkaitan dengan tren-tren besar di
level regional dan global, hal ini dapat dilihat sebagai peluang ataupun ancaman.
Penentuan ancaman dilakukan berdasarkan faktor eksternal negatif, sementara
peluang dilihat sebagai faktor eksternal yang memberi dampak positif berdasarkan
indikator performa lingkungan hidup sebagaimana dibahas di Bab 2 dan 3 (potensi
sumberdaya alam, daya dukung dan daya tampung lingkungan, kebencanaan,
potensi konflik antar pemanfaatan SDA, koordinasi antar wilayah dan proyeksi
tekanan penduduk). Isu-isu ini dipetakan ke dalam matriks yang dapat dilihat pada
Tabel XX, di mana Ancaman/Peluang dinilai berdasarkan estimasi pengaruh
Tantangan/Tren Global (baris) terhadap kondisi lingkungan (kolom).

Berdasarkan matriks pada Tabel 5.1, beberapa tantangan lingkungan global dan
tren besar berpengaruh terhadap lebih dari tiga dimensi kondisi lingkungan Kota
Cimahi. Secara spesifik, isu (1) Perubahan Iklim, (2) Ketersediaan dan Kualitas Air
Bersih, (3) Degradasi Ekosistem, (4) Demografi, dan (5) Pertumbuhan Ekonomi
dikategorikan sebagai ancaman bagi lingkungan hidup Kota Cimahi. Sementara itu,
tren (1) Inovasi dan Teknologi, (2) Pertumbuhan Ekonomi, (3) Kota dan Komunitas
yang berkelanjutan, (4) Prioritas Kebijakan dan tata kelola, dan (5) Kerjasama antar
Lembaga menunjukkan pengaruhnya sebagai peluang bagi solusi atas permasalahan
lingkungan hidup Kota Cimahi.

Tabel 5.84 Matriks tantangan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan


kondisi lingkungan Kota Cimahi

Potensi konflik tata


Kondisi lingkungan

Ambang batas air

Koordinasi antar
Jasa ekosistem

Ambang batas

Daya tamping

Kebencanaan
Kota Cimahi

guna lahan

Penduduk
Pertanian

sampah

wilayah
pangan
Tantangan
lingkungan hidup dan tren
besar

Perubahan iklim
Ketersediaan dan kualitas air
Lingkungan

bersih
Ketersediaan pangan
Degradasi ekosistem
Sampah dan limbah
Demografi dan perubahan sosial
Akses pendidikan
Sosial

Kesetaraan gender
Keadilan dan perdamaian
Kesehatan
Inovasi dan teknologi
Ekonomi global
Kemiskinan dan kesenjangan
Ekonomi

social
Kota dan masyarakat
berkelanjutan
Pertumbuhan ekonomi
Institus

Prioritas kebijakan

Kerjasama antar lembaga


Keterangan: Pengaruh negatif (Ancaman) Tantangan/tren penting
Pengaruh positif (Peluang)
Isu-isu yang menjadi ancaman menimbulkan beberapa masalah nyata seperti
penurunan produktivitas pertanian, terbatasnya akses dan distribusi yang tidak
merata dari air bersih (baik air permukaan maupun air tanah), kerusakan ekosistem
(penurunan keanekaragaman hayati, introduksi spesies invasif dan menurunnya
jasa ekosistem bagi manusia), tekanan pertambahan penduduk terhadap berbagai
aspek dari daya dukung lingkungan, serta pertumbuhan ekonomi yang tidak terarah
dan tidak berpihak pada kelestarian lingkungan. Di sisi lain, peluang-peluang juga
dapat ditangkap dalam berbagai bentuk, seperti inovasi penyediaan pangan yang
intensif dan berkelanjutan (sustainable intensification), investasi untuk industri
ramah lingkungan, orientasi kebijakan lingkungan seperti Payment for Ecosystem
Services (PES), dan public-private partnership di dalam pengelolaan lingkungan
hidup

5.1 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Kota Cimahi


5.1.1 Tantangan Utama terhadap Ekoregion di Kota Cimahi

Berdasarkan hasil analisis pada sub bab sebelumnya, maka diperoleh hasil rumusan
tantangan utama dan isu strategis di Kota Cimahi sebagai berikut:
3. Tekanan pertumbuhan penduduk di kota Cimahi terutama terkonsentrasi di
wilayah Cimahi Tengah di dalam kawasan Ekoregion Dataran Vulkanik.
Berdasarkan karakteristik ekoregion ini, jasa ekosistem yang dapat diberikan
adalah penyediaan air bersih, tanah vulkanik yang subur dan ruang hidup.
Ekoregion ini mengalami tekanan dalam bentuk masalah lalu lintas dan
kemacetan lalu lintas, pencemaran limbah rumah tangga, termasuk timbulan
sampah, dan limbah industri, yang pada akhirnya mengganggu kualitas air
tanah, air sumur dan sungai. Aktivitas perkotaan juga meningkatkan polusi
udara (khususnya CO, NOx dan PM10) dan polusi kebisingan, emisi gas rumah
kaca dan sanitasi yang tidak memadai yang berujung ancaman terhadap
kesehatan masyarakat. Serta jumlah sanitasi yaTantangan utama dan isu
strategis terkait pengelolaan persampahan di Kota Cimahi adalah pengurangan
volume sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)
dan pengadaan lokasi untuk TPAS.
4. Aktivitas pertanian dan perluasan kawasan permukiman berpotensi
memberikan tekanan pada kawasan Ekoregion Perbukitan Vulkanik di wilayah
Cimahi Utara. Karena keterkaitannya dengan kawasan pegunungan vulkanik di
sisi utara Kabupaten Bandung Barat (terutama terhubung dengan kawasan
Cagar Alam Gunung Burangrang dan Tangkubanparahu), kawasan ekoregion ini
berperan di dalam penyediaan tata air, pengaturan iklim, dan pencegahan
longsor. Di sisi lain, ekoregion ini juga menjadi habitat bagi spesies-spesies yang
berperan dalam penyerbukan alami. Tekanan yang ada muncul dalam bentuk
berkurangnya dan terfragmentasinya habitat dan ruang terbuka hijau,
peningkatan potensi longsor pemanfaatan air berlebih dan pencemaran tanah
dari aktivitas pertanian hortikultura dan permukiman.

5.1.2 Isu Strategis di Kota Cimahi


Atas dasar dua rumusan tantangan tersebut, Isu strategis di kota Cimahi
mengerucut pada dua strategi pengelolaan, yaitu: (1) penurunan pencemaran air,
polusi udara dan timbulan sampah, serta (2) penyediaan ruang-ruang terbuka hijau
baru dan terhubung satu sama lain sebagai koridor hijau, pengatur tata air dan iklim
mikro di kota Cimahi.

5.2 Tantangan Utama dan Isu Strategis di Setiap Ekoregion di Wilayah Kota
Cimahi
Pada sub bab ini, fokus analisis terletak pada tantangan utama dan isu strategis di
setiap ekoregion di wilayah Kota Cimahi, yang dikelompokkan berdasarkan 3
wilayah ekoregion. Analisis ditujukan pada berjalannya fungsi kawasan ekoregion
tersebut dalam menyediakan jasa ekosistem bagi masyarakat Kota Cimahi dalam
satu kesatuan lansekap ekoregion, sehingga intervensi yang dilakukan terhadap isu
dapat dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Analisis dilakukan
menggunakan metoda DPSIR untuk mengetahui pemicu, tekanan, kondisi dampak
serta indikasi respon yang dapat dilakukan agar terjaganya fungsi ekosistem dan
keberlanjutan pemanfaatan jasa ekosistem bagi masyarakat di Kota Cimahi.

5.2.1 Dataran Vulkanik


Wilayah ekoregion dataran vulkanik mencakup kecamatan Cimahi Tengah,
Kecamatan Cimahi Selatan, dan Kecamatan Cimahi Utara dengan pusat kegiatan,
pemerintah, dan perdagangan berada pada kawasan ekoregion ini. Tidak hanya
cakupannya yang luas, wilayah ekoregion ini juga mengalami tekanan yang tinggi
terkait dengan pertambahan penduduk dan aktivitas ekonomi, dan industri. Secara
spesifik, tekanan penduduk terus terjadi di kawasan ekoregion ini. Tabel 5.2
menunjukkan analisis DPSIR ekoregion Dataran Vulkanik.

Tabel 5.85 Analisis DPSIR ekoregion Dataran Vulkanik


Driving Forces
Underlying Pressures State
Activities
Causes
Proyeksi Perluasan pemukiman Alih fungsi lahan Penurunan
pertumbuhan di Kecamatan Cimahi sawah untuk produksi padi
penduduk di Utara, Kecamatn pemukiman di menyebabkan
Kecamatan Cimahi Tengah, dan kecamatan penurunan daya
Cimahi Tengah, Kecamatan Cimahi Cimahi Selatan dukung pangan
Selatan dan Utara Selatan seluas 33,395 Ha
dan di
Kecamatan
Cimahi Tengah
seluas 11.959 Ha

Pelepasan emisi
Penurunan
dan gas rumah
kualitas udara
kaca

Pelepasan Penurunan
pencemar ke kualitas air
badan air bersih
Timbulan
sampah pada
2045 mencapai Penurunan
Proyeksi 312 juta liter di kualitas air,
pertumbuhan Kecamatan kualitas tanah,
penduduk tahun 2025 Cimahi Selatan dan kualitas
dalam kategori positif dan 229 juta liter udara
tinggi di Kecamatan
Cimahi Tengah
Pemanfaatan air
domestik
sebesar 14 juta
m3 di Kecamatan
Cimahi Selatan Penurunan daya
dan sebesar 10 dukung air
juta m3 di
Kecamatan
Cimahi Tengah
tahun 2015
Pemanfaatan air
Penurunan daya
berlebih untuk
dukung air
pertanian
Pelepasan pupuk
Aktivitas pertanian
kimia berlebih
dan pestisida ke
Penurunan
badan air
kualitas air
Pelepasan gas
methana ke
udara
Aktivitas ekonomi Aktivitas industri Pelepasan Penurunan
di wilayah sedimen dan kualitas air
ekoregion pencemar ke
badan perairan
Pemanfaatan air
berlebih untuk
aktivitas industri,
Penurunan daya
pelepasan emisi
dukung air
dan limbah ke
air, tanah dan
udara
Pelepasan emisi
Penurunan
ke udara akibat
kualitas udara
kegiatan industri
Pelepasan
Penurunan
limbah ke badan
kualitas air
air
Impacts Responses
Peningkatan resiko kerawanan pangan Kebijakan tata ruang untuk
mencegah pengurangan lahan
budidaya.
Penurunan kualitas lingkungan hidup,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Penerapan kebijakan pertanian
Good Agricultural Practices (GAP)
untuk mengurangi dampak negatif
pertanian terhadap lingkungan.

Kebijakan izin industri, AMDAL dan


ambang batas emisi
Ancaman terhadap keberadaan lahan
masyarakat adat Cireundeu di kelurahan Peningkatan peran serta masyarakat
Leuwigajah adat Cireundeu di dalam upaya
konservasi dan tata kelola
lingkungan

Selain memberikan tekanan pada penyediaan air bersih dan pangan, tekanan
penduduk juga berpotensi meningkatkan timbulan sampah di dalam kawasan. Hal
ini akan diperparah dengan meningkatnya jumlah penduduk terutama di Kecamatan
Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan. Di satu sisi, peningkatan penduduk
meningkatkan permintaan atas pangan dari kawasan sekitar, meski di sisi lain,
timbulan sampah dan pertambahan penduduk juga mengurangi lahan produktif
untuk pertanian seiring kebutuhan lahan untuk permukiman. Terdapat masyarakat
adat yang menempati wilayah dataran vulkanik ini. Perlindungan budaya
masyarakat ini akan membantu pengelolaan lingkungan hidup di dalam kawasan.
Di dalam wilayah dataran vulkanik ini, terdapat masyarakat adat Cireundeu yang
mengelola kawasan berbasiskan hutan larangan. Di satu sisi, perlindungan budaya
masyarakat ini akan membantu pengelolaan lingkungan hidup di dalam kawasan. Di
sisi lain, tekanan pembangunan berpotensi mengancam keberadaan hutan larangan
dan lahan tempat tinggal masyarakat, yang dapat berujung pada penurunan
keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem yang disediakan oleh kawasan tersebut.

5.2.2 Perbukitan Vulkanik


Kawasan perbukitan vulkanik berpotensi sebagai kantong resapan air yang dijadikan
sebagai kawasan cadangan sumber air, meskipun pengairan di kawasan ekoregion
ini didominasi oleh lahan pertanian sebagai sumber bahan pangan. Seiring dengan
pertumbuhan populasi, alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman dapat
menyebabkan terjadinya krisis cadangan sumber air dan berkurangnya sumber
bahan pangan. Hal ini berdampak pada meningkatnya ketergantungan kota Cimahi
terhadap pasokan sumber daya pangan dan air dari Kabupaten/Kota sekitar. Tabel
5.3 merupakan analisis DPSIR ecoregion Perbukitan Vulkanik

Tabel 5.86 Analisis DPSIR ekoregion Perbukitan Vulkanik


Driving Forces
Underlying Pressures State
Activities
Causes
Alih fungsi lahan
pertanian Penurunan
hortikultura produksi sayuran
Perluasan pemukiman
untuk yang
di Kecamatan Cimahi
pemukiman di menyebabkan
Utara
kecamatan penurunan daya
Cimahi Utara dukung pangan
seluas 88,54 Ha
Proyeksi Pelepasan emisi
Penurunan
pertumbuhan dan gas rumah
kualitas udara
penduduk di kaca
Kecamatan Pelepasan Penurunan
Cimahi Utara pencemar ke kualitas air
Proyeksi badan air bersih
pertumbuhan Penurunan
penduduk di tahun Timbulan
kualitas air,
2025-2045 dalam sampah pada
kualitas tanah,
kategori positif tinggi 2045 mencapai
dan kualitas
62 juta liter
udara
Pemanfaatan air Penurunan daya
untuk lahan dukung air
pertanian tahun Krisisnya area
luas kantong
2045 sebesar 9 resapan air

Berkurangnya Penurunan
luas RTH kualitas udara

Pemanfaatan air
Penurunan daya
berlebih untuk
dukung air
pertanian
Pelepasan pupuk
kimia berlebih Penurunan
dan pestisida ke kualitas air
badan air
Penurunan
keanekaragaman
hayati dan
Aktivitas pertanian
Aktivitas ekonomi fragmentasi
di Cimahi Utara habitat
Penurunan
Alih fungsi lahan
kapasitas tanah
hijau di kawasan
dalam menahan
lindung menjadi
air dan lapisan
area pertanian
tanah atas
Penurunan
kapasitas
pengaturan iklim
mikro

Impacts Responses
Peningkatan resiko kerawanan pangan Kebijakan tata ruang untuk
mencegah pengurangan lahan
pertanian.
Peningkatan resiko kekeringan dan longsor
Penerapan tata kota yang tangguh
dan berkelanjutan.
Penurunan kualitas lingkungan hidup,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Penerapan kebijakan pertanian
Good Agricultural Practices (GAP)
untuk mengurangi dampak negatif
pertanian terhadap lingkungan.
Kebijakan AMDAL dan ambang batas
emisi
Pengembangan sistem ruang
terbuka hijau terpadu berdasarkan
kebutuhan kawasan.

5.2.3 Perbukitan Struktural


Perbukitan struktural meliputi Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi
Selatan. Aktivitas industri terjadi di Kecamatan Cimahi Selatan sehingga yang
berpengaruh terhadap kualitas air, udara dan daya dukung air. Hal ini juga terkait
dengan karakteristik perbukitan struktural yang pada dasarnya memiliki peran
retensi air di dalam struktur batuannya. Hal ini berarti bahwa aktivitas di atas lahan
perbukitan struktural berpotensi mencemari badan air di bawah tanah. Perbukitan
struktural di Kecamatan Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan juga berperan penting
sebagai bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Ini berarti bahwa
Perbukitan Struktural Cimahi membantu menyediakan jasa ekosistem pemurnian
air dari aliran sungai Citarum di sisi selatan Bandung. Ancaman terhadap Ekoregion
ini terutama akan berdampak pada tata dan kualitas air di wilayah sekitar Kota
Cimahi. Selain itu, koordinasi diperlukan terkait wilayah ekoregion ini berpotensi
terjadinya longsor. Error: Reference source not found4 merupakan analisis DPSIR
untuk ekoregion Perbukitan Struktural.

Tabel 5.87 Analisis DPSIR ekoregion dataran Perbukitan Struktural


Driving Forces
Underlying Pressures State
Activities
Causes
Proyeksi Alih fungsi lahan Penurunan
Perluasan pemukiman
pertumbuhan sawah untuk produksi padi
di Kecamatn Cimahi
penduduk di pemukiman di yang
Tengah dan
Kecamatan kecamatan menyebabkan
Kecamatan Cimahi
Cimahi Tengah, Cimahi Selatan penurunan daya
Selatan
Selatan dan Utara seluas 6,530 Ha dukung pangan
Proyeksi
pertumbuhan Pelepasan emisi
Penurunan
penduduk tahun dan gas rumah
kualitas udara
2025-2045 dalam kaca
kategori positif tinggi
Pelepasan Penurunan
pencemar ke kualitas air
badan air bersih
Timbulan
sampah pada
2045 mencapai
20 juta Penurunan
ton/tahun di kualitas air,
Kecamatan kualitas tanah,
Cimahi Selatan dan kualitas
dan 375 ribu udara
ton/tahun di
Kecamatan
Cimahi Tengah
Pemanfaatan air
domestik tahun
2045 sebesar
Penurunan daya
980 ribu
dukung air
m3/tahun di
Kecamatan
Cimahi Selatan
Pemanfaatan air
Penurunan daya
berlebih untuk
dukung air
pertanian
Pelepasan pupuk
kimia berlebih
dan pestisida ke
Penurunan
Aktivitas pertanian badan air
kualitas air
Pelepasan gas
methana ke
udara
Fragmentasi
Alih fungsi ruang
habitat dan
terbuka hijau
penurunan
menjadi lahan
keanekaragaman
pertanian
hayati
Aktivitas ekonomi Aktivitas industri Pelepasan
di wilayah sedimen dan Penurunan
ekoregion pencemar ke kualitas air
badan perairan
Pemanfaatan air Penurunan daya
berlebih untuk dukung air
aktivitas industri,
pelepasan emisi
dan limbah ke
air, tanah dan
udara
Pelepasan emisi
Penurunan
ke udara akbiat
kualitas udara
kegiatan industri
Pelepasan
Penurunan
limbah ke badan
kualitas air
air
Impacts Responses
Peningkatan resiko kerawanan pangan Kebijakan tata ruang untuk
mencegah pengurangan lahan
pertanian.
Peningkatan resiko kekeringan dan longsor
Penerapan tata kota yang tangguh
dan berkelanjutan.
Penurunan kualitas lingkungan hidup,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Penerapan kebijakan pertanian
Good Agricultural Practices (GAP)
untuk mengurangi dampak negatif
pertanian terhadap lingkungan.
Kebijakan izin industri, AMDAL dan
ambang batas emisi
Bab 6 Arahan Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kota Cimahi

Sesuai dengan arahan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (PPLH), maka muatan dari Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) mencakup empat muatan rencana, yaitu:
1. Rencana Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam.
2. Rencana Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan
Hidup.
3. Rencana Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian
Sumber Daya Alam.
4. Rencana Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim.

Keempat rencana tersebut dituangkan dalam bentuk arahan Kebijakan


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memuat hal-hal berikut dan
dijabarkan pada subbab di bawah ini:
1. Tujuan RPPLH
2. Sasaran RPPLH
3. Strategi dan Skenario RPPLH
4. Arahan Program Prioritas RPPLH

6.1 Tujuan dan Sasaran Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup Kota Cimahi
Tujuan dan Sasaran Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota
Cimahi disusun berdasarkan isu strategis dan tantangan utama di wilayah ekoregion
Kota Cimahi yang telah dirumuskan pada bab 5 dan merujuk pada RPPLH Provinsi
Jawa Barat. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dan sasaran RPPLH dirumuskan
sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan laju pembangunan dengan kemampuan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup. Dengan sasaran sebagai berikut:
a. Sinkronisasi RTRW dengan RPPLH Kota Cimahi
b. Terjaminnya ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan secara
berkelanjutan.
c. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan secara
berkelanjutan.
d. Terjaminnya pemanfaatan dan pencadangan sumberdaya alam secara
berkelanjutan dan berkeadilan sosial.
2. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melindungi fungsi keberlanjutan
lingkungan hidup. Dengan sasaran sebagai berikut:
a. Berkurangnya tekanan terhadap wilayah ekoregion dan ekosistem peng-
hasil air dan pengatur tata air.
b. Berkurangnya tekanan terhadap wilayah ekoregion dan ekosistem peng-
hasil pangan.
c. Berkurangnya tingkat pencemaran air, tanah dan udara.
d. Terjaganya luas dan fungsi wilayah ekoregion yang memiliki jasa lingkun-
gan sumber genetik dan habitat spesies tinggi untuk penyerbukan alami.
3. Memperkuat tata kelola dan kelembagaan pemerintah dan masyarakat untuk
pengendalian, pemantauan serta pendayagunaan dan pelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan. Dengan sasaran sebagai berikut:
a. Tersedianya mekanisme pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup melalui berbagai instrumen.
b. Tersedianya sistem dan instrumen pemantauan dan pelestarian lingkungan
hidup dengan indikator yang terukur.
c. Terjaminnya efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
untuk pemanfaatan jangka panjang.
d. Meningkatnya kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengendalian,
pemantauan serta pendayagunaan dan pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
e. Meningkatnya peran serta masyarakat dan pihak swasta dalam perlindun-
gan dan pengelolaan lingkungan hidup.
4. Meningkatkan ketangguhan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dan
dampak perubahan iklim. Dengan sasaran sebagai berikut:
a. Berkurangnya tingkat kerentanan dan risiko akibat dampak negatif peruba-
han iklim.
b. Meningkatnya kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
dampak negatif perubahan iklim.
c. Tersedianya infrastruktur hijau dan sistem ruang terbuka hijau yang ter-
padu untuk meminimasi dampak perubahan iklim.
d. Pengembangan kota hijau dan kota tangguh bencana.
e. Pengembangan sistem transportasi publik yang rendah emisi.
f. Pengembangan sumber-sumber energi baru dan terbarukan.

6.2 Strategi dan Skenario Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup Kota Cimahi
Untuk memastikan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan dan sasaran RPPLHD
Kota Cimahi maka dirumuskan beberapa strategi dan skenario implementasi
RPPLHD Kota Cimahi guna memandu perumusan dan pelaksanaan arahan program
prioritas. Adapun strategi RPPLHD dirumuskan kedalam dua strategi yaitu:
1. Strategi Umum, yang mencakup penjabaran arahan program prioritas secara
umum yang disusun berdasarkan tantangan utama dan isu strategis
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Cimahi dan merujuk
pada RPPLH Provinsi Jawa Barat.
2. Strategi Implementasi, yang mencakup penjabaran arahan program prioritas
secara khusus per ekoregion dan dilengkapi dengan indikasi zonasi yang
mengidentifikasi zona-zona perlindungan, pencadangan, pemanfaatan, dan
budidaya; serta indikasi skenario implementasi RPPLHD Kota Cimahi didasarkan
pada tiga periode pencapaian target sebagai berikut:
1. Skenario 10 tahun pertama: ditujukan untuk sinkronisasi perencanaan
pembangunan dengan pelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan pada
daerah-daerah dan WAS-WAS prioritas.
2. Skenario 10 tahun kedua: ditujukan untuk peningkatan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup melalui perbaikan lingkungan dan
pengembangan teknologi.
3. Skenario 10 tahun ketiga: ditujukan untuk peningkatan ketahanan
lingkungan hidup dari tekanan pembangunan dan perubahan iklim.

6.3 Arahan Program Prioritas RPPLH berdasarkan Strategi Umum


Arahan program prioritas RPPLH berdasarkan strategi umum disusun untuk
mencapai tujuan dan sasaran RPPLH yang mengacu pada upaya dan intervensi
dalam mengatasi tantangan utama dan isu strategis perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di Kota Cimahi. Secara lengkap arahan program berdasarkan
strategi umum untuk keseluruhan rencana ditampilkan pada Tabel 6.1, sedangkan
penjabaran rincinya dijelaskan pada subbab di bawah ini.

Sesuai mandatnya bahwa RPPLHD disusun sebagai referensi dan penyeimbang bagi
rencana pembangunan baik sektoral maupun spasial, untuk itu arahan rencana
program prioritas yang tercantum dalam dokumen ini merupakan indikasi program
dan kebijakan yang perlu dijabarkan lebih rinci dalam berbagai rencana
pembangunan seperti RPJMD, RTRW, RENSTRA SKPD, dan RENJA SKPD. Namun
demikian penjabaran rencana program yang lebih rinci pada rencana-rencana
pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan panduan mengenai
indikator dan target capaian dari rencana program RRPPLH ini yang dicantumkan
pada bab 7.

6.3.1 Arahan Rencana Pemanfaatan dan Pencadangan Sumber Daya Alam


Secara umum arahan rencana pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam
pada dokumen RPPLHD ini disusun untuk mencapai keseimbangan antara laju
pembangunan dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup melalui pengendalian dan pengelolaan dalam pemanfaatan jasa ekosistem,
yang dicapai melalui empat sasaran prioritas dengan masing-masing arahan
program prioritasnya sebagai berikut:
1. Sinkronisasi RTRW dan RPPLH Kota Cimahi.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Sinkronisasi pola ruang RTRW dengan zonasi RPPLH.
b. Pengendalian pemanfaatan ruang pada zona-zona rentan penurunan
kualitas lingkungan hidup.
2. Menjamin ketersediaan air untuk kehidupan dan pembangunan secara
berkelanjutan.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pembatasan eksploitasi air tanah pada kawasan perkotaan dan industri.
b. Pembatasan pemanfaatan air tanah untuk sektor industri dan perhotelan.
c. Pemanfaatan air permukaan melalui teknologi pengolahan air.
d. Pembuatan sumur resapan dan pemanenan air hujan di wilayah
permukiman kota besar melalui partisipasi masyarakat kota.
3. Menjamin dukungan lingkungan hidup bagi produksi pangan secara
berkelanjutan.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Intensifikasi lahan pertanian di wilayah perkotaan melalui urban farming
atau pertanian perkotaan di lahan-lahan privat.
b. Peningkatan produksi hasil pertanian organik.
c. Peningkatan produksi hasil peternakan.
4. Menjamin pemanfaatan dan pencadangan sumberdaya alam secara
berkelanjutan dan berkeadilan sosial.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pelarangan pemanfaatan air tanah pada zona-zona konservasi dan
pencadangan.
b. Penegakkan peraturan pembatasan pemanfaatan air pada zona
pemanfaatan terbatas.

6.3.2 Arahan Rencana Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi


Lingkungan Hidup
Secara umum rencana pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup pada dokumen RPPLHD ini disusun untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup dan melindungi fungsi keberlanjutan lingkungan hidup, khususnya
melalui pengendalian tekanan terhadap satuan wilayah ekoregion agar fungsi
ekosistem didalamnya dapat tetap berfungsi dengan baik. Hal tersebut dicapai
melalui lima sasaran prioritas dengan masing-masing arahan program prioritasnya
sebagai berikut:
1. Mengurangi tekanan terhadap wilayah ekoregion dan ekosistem penghasil air
dan pengatur tata air.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Kaji ulang penggunaan ruang pada lahan dengan jasa penyimpan air tinggi.
b. Pembatasan pembangunan infrastruktur pada lahan dengan jasa
penyimpan air tinggi.
2. Mengurangi tekanan terhadap wilayah ekoregion dan ekosistem penghasil
pangan.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pelestarian dan perlindungan lahan pertanian produktif sebagai daerah
lumbung pangan.
b. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian.
3. Mengurangi tingkat pencemaran lingkungan air, tanah dan udara.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Revitalisasi dan normalisasi sungai-sungai vital yang berada, melintasi
dan/atau bermuara di perkotaan.
b. Peningkatan kualitas (baku mutu) air sungai melalui pengawasan
pengelolaan limbah industri dan ijin lokasi industri.
c. Pengembangan program pengelolaan lumpur tinja.
d. Pengembangan program pengelolaan limbah cair.
e. Pengurangan beban pencemar air sungai yang berasal dari limbah
domestik melalui perbaikan sanitasi rumah tangga.
f. Peningkatan kualitas (baku mutu) udara melalui program uji emisi.
g. Pengembangan program pengelolaan sampah terpadu, termasuk program
daur ulang dan pembatasan penggunaan kantong plastik.
h. Pembatasan penggunaan pupuk dan/atau pestisida yang dapat mencemari
tanah dan air.

4. Mempertahankan luas dan fungsi wilayah dengan jasa lingkungan sumberdaya


genetik dan habitat spesies tinggi.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Peningkatan kualitas pengelolaan kawasan lindung.
b. Pengembangan manfaat sumberdaya genetic melalui penelitian dan
penerapannya.
c. Penyebaran informasi potensi dan manfaat sumberdaya genetic kepada
masyarakat

6.3.3 Arahan Rencana Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan


Pelestarian Lingkungan Hidup
Secara umum rencana pengendalian, pemantauan serta pendayagunaan dan
pelestarian sumber daya alam pada dokumen RPPLHD ini disusun untuk
memperkuat tata kelola dan kelembagaan pemerintah masyarakat dalam
pengendalian pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian
lingkungan hidup. Hal tersebut dicapai melalui lima sasaran prioritas dengan
masing-masing arahan program prioritasnya sebagai berikut:
1. Membangun mekanisme pengendalian pemanfataan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup melalui berbagai intrumen.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Harmonisasi peraturan daerah terkait sistem perijinan lingkungan hidup
dengan peraturan sektor terkait yang berpotensi saling melemahkan.
b. Pengembangan instrument ekonomi lingkungan hidup dan seluruh
ketentuan aturannya.
c. Peningkatan alokasi dan distribusi penganggaran pengelolaan lingkungan
hidup secara bertahap minimal 5% dari APBD pada tahun 2047.
d. Penguatan kualitas SDM pengawas lapangan pencemaran lingkungan
hidup.
2. Membangun sistem dan instrumen pemantauan dan pelestarian lingkungan
hidup dengan indikator yang terukur.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem dan infrastruktur pemantauan indeks kualitas
lingkungan hidup.
b. Pengembangan metoda indeks kualitas lingkungan hidup yang terstandar
dan terpercaya.
c. Tersedianya data dan informasi yang up-to-date mengenai produksi,
distribusi dan pemanfaatan bahan-bahan pencemar lingkungan hidup.
d. Peningkatan pengawasan, pengendalian dan penindakan kepatuhan
penerapan sistem pengamanan dan penanganan bahan pencemar
lingkungan hidup.
3. Menjamin efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk
pemanfaatan jangka panjang.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pengembangan reduce, reuse, recycle beserta intrumen dan teknologinya
dalam efisiensi pemanfaatan air.
b. Pengembangan reduce, reuse, recycle beserta intrumen dan teknologinya
dalam pengelolaan limbah padat, cair dan B3.
4. Meningkatkan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengendalian,
pemantauan serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengelolaan air
tanah dan pelestarian atau pemulihan ekosistem yang memiliki jasa tata
air.
b. Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengelolaan DAS
dan/atau WAS untuk pengendalian banjir di kawasan DAS Citarum.
c. Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam menjamin
ketersediaan bahan pangan.
d. Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengelolaan
sampah.
e. Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi di kawasan metropolitan
Bandung dalam pengembangan sistem transportasi publik yang rendah
emisi.
f. Penerapan instrument ekonomi lingkungan hidup dalam proses kerjasama
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antar wilayah
administrasi.
5. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pihak swasta dalam pemantauan,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Penyediaan akses informasi dan mekanisme umpan balik bagi masyarakat
mengenai penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
b. Pengembangan pola perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
berbasis kearifan lokal.
c. Pengembangan mekanisme insentif dan dis-insentif bagi masyarakat dan
sektor swasta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

6.3.4 Arahan Rencana Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim


Secara umum rencana adaptasi dan mitigasi pada dokumen RPPLHD ini disusun
untuk meningkatkan ketangguhan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
dan dampak negatif perubahan iklim. Dengan adanya keterbatasan data dan
informasi, rencana adaptasi dan mitigasi pada dokumen ini belum didasarkan pada
kajian kerentanan terhadap perubahan iklim, namun didasarkan pada hasil analisis
status daya dukung lingkungan hidup serta potensi keterpaparan dan sensitivitas
yang mungkin akan dihadapi oleh masyarakat berdasarkan kondisi daya dukung
lingkungan hidup atau ekosistem di masing-masing ekoregion di Kota Cimahi. Selain
itu dukungan data dan informasi dari BNPB mengenai indeks bahaya banjir, longsor
dan kekeringan menjadi salah satu acuan untuk perumusan rencana adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim ini. Adapun sasaran prioritas serta arahan program
prioritasnya adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi tingkat kerentanan dan risiko bencana akibat dampak negatif
perubahan iklim.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Penyusunan kajian kerentanan iklim di Kota Cimahi.
b. Integrasi kajian kerentanan iklim kedalam RTRW dan RPJMD Kota Cimahi.
c. Pembatasan penggunaan lahan rawan bencana longsor dan banjir untuk
kawasan permukiman, infrastruktur dan industri.
2. Meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
dampak negatif perubahan iklim.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Kota
Cimahi.
b. Integrasi rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam
RTRW dan RPJMD Kota Cimahi.
c. Pembangunan sistem basis data dan informasi iklim untuk kegiatan
adaptasi bagi petani.
d. Pendidikan dan penyadaran publik mengenai adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim melalui kampanye, simulasi bencana, kurikulum sekolah,
temu wicara publik baik di ruang publik maupun di sekolah-sekolah.
e. Diversifikasi pangan untuk mengembangkan sumber pangan lokal non-
beras.
3. Pengembangan infrastruktur hijau untuk meminimasi dampak perubahan iklim.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem ruang hijau terbuka publik dan privat yang
terintegrasi dan terkoneksi untuk mempertahankan fungsi ekosistem yang
beragam (multi-fungsi) dalam melayani kebutuhan masyarakat perkotaan.
b. Percepatan alokasi RTH sebanyak 30% dari luas daerah administrative.
c. Pengembangan infrastruktur hijau di kawasan bencana, seperti terasering
lahan pertanian dan lainnya.
4. Pengembangan kota ramah lingkungan dan kota tangguh bencana.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Penyusunan masterplan kota hijau dan kota tangguh bencana.
b. Pengembangan indikator kota hijau dan kota tangguh bencana sebagai
tolak ukur ketangguhan kota dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
c. Pengembangan kota hijau dan kota tangguh sebagai salah satu contoh
praktik baik dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
5. Pengembangan sistem transportasi publik yang rendah emisi.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Penegakkan aturan standar emisi bagi sistem transportasi publik.
b. Percepatan penggunaan bahan bakar bersumber bio-energi dan/atau
energi baru dan terbarukan bagi moda transportasi publik.
c. Penerapan insentif pajak moda transportasi umum dan moda transportasi
rendah emisi.
6. Pengembangan sumber-sumber energi baru dan terbarukan.
Arahan prioritas program sebagai berikut:
a. Pengembangan program waste to energy.
b. Penerapan insentif untuk penghasil dan pengguna energi baru dan
terbarukan.
Tabel 6.88 Arahan Program Prioritas berdasarkan Strategi Umum RPPLHD Kota Cimahi Tahun 2017-2047

Tujuan Sasaran Arahan Program Prioritas


RENCANA PEMANFAATAN DAN/ATAU PENCADANGAN SUMBER DAYA ALAM
Menyeimbangkan laju 1. Sinkronisasi RTRW dengan RPPLH Kota 1.1 Sinkronisasi pola ruang RTRW dengan zonasi RPPLH
pembangunan dengan Cimahi. 1.2 Pengendalian pemanfaatan ruang pada zona-zona rentan penurunan kualitas
kemampuan daya dukung dan lingkungan hidup
daya tampung lingkungan 2. Terjaminnya ketersediaan air untuk 2.1 Pembatasn eksploitasi air tanah pada kawasan perkotaan dan industri.
hidup kehidupan dan pembangunan secara 2.2 Pembatasan pemanfaatan air tanah untuk sektor industry dan perhotelan
berkelanjutan. 2.3 Pemanfaatan air permukaan melalui teknologi pengolahan air.
2.4 Pembuatan sumur resapan dan pemanenan air hujan di wilayah permukiman
kota besar melalui partisipasi masyarakat kota.
3. Terjaminnya dukungan lingkungan hidup 3.1 Intensifikasi lahan pertanian di wilayah perkotaan melalui urban farming atau
bagi produksi pangan secara berkelanjutan. pertanian perkotaan di lahan-lahan privat.
3.2 Peningkatan produksi hasil pertanian organic.
3.3 Peningkatan hasil produksi peternakan.
4. Terjaminnya pemanfaatan dan 4.1 Pelarangan pemanfaatan air tanah pada zona-zona konservasi dan
pencadangan sumberdaya alam secara pencadangan.
berkelanjutan dan berkeadilan sosial. 4.2 Penegakkan peraturan pembatasan pemanfaatan air pada zona pemanfaatan
terbatas
RENCANA PEMELIHARAAN DAN PERLINDUNGAN KUALITAS DAN/ATAU FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Meningkatkan kualitas 1. Mengurangi tekanan terhadap wilayah 1.1 Kaji ulang penggunaan ruang pada lahan dengan jasa penyimpan air tinggi.
lingkungan hidup dan ekoregion dan ekosistem penghasil air dan 1.2 Pembatasan pembangunan infrastruktur pada lahan dengan jasa penyimpan
melindungi fungsi pengatur tata air. air tinggi.
keberlanjutan lingkungan hidup 2. Mengurangi tekanan terhadap wilayah 2.1 Pelestarian dan perlindungan lahan pertanian produktif sebagai daerah
ekoregion dan ekosistem penghasil pangan. lumbung pangan.
2.2 Pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian.
3. Mengurangi tingkat pencemaran 3.1 Revitalisasi dan normalisasi sungai-sungai vital yang berada, melintasi
lingkungan air, tanah dan udara. dan/atau bermuara di perkotaan.
3.2 Peningkatan kualitas (baku mutu) air sungai melalui pengawasan pengelolaan
limbah industry dan ijin lokasi industry.
Tujuan Sasaran Arahan Program Prioritas
3.3 Pengembangan program pengelolaan lumpur tinja.
3.4 Pengembangan program pengelolaan limbah cair
3.5 Pengurangan beban pencemar air sungai yang berasal dari limbah domestik
melalui perbaikan sanitasi rumah tangga.
3.6 .Peningkatan kualitas (baku mutu) udara melalui uji emisi.
3.7 Pengembangan program pengelolaan sampah terpadu, termasuk program
daur ulang dan pembatasan penggunaan kantong plastik.
3.8 Pembatasan penggunaan pupuk dan/atau pestisida yang dapat mencemari
tanah dan air.
5. Mempertahankan luas dan fungsi 5.1 Peningkatan kualitas pengelolaan kawasan lindung.
wilayah dengan jasa lingkungan 5.2 Pengembangan manfaat sumberdaya genetic melalui penelitian dan
sumberdaya genetik dan habitat spesies penerapannya.
tinggi untuk penyerbukan alami. 5.3 Penyebaran informasi potensi dan manfaat sumberdaya genetic kepada
masyarakat.
RENCANA PENGENDALIAN DAN PEMANTAUAN SERTA PENDAYAGUNAAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Memperkuat tata kelola dan 1. Membangun mekanisme pengendalian 1.1 Harmonisasi peraturan daerah terkait sistem perijinan lingkungan hidup
kelembagaan pemerintah dan pemanfataan sumberdaya alam dan dengan peraturan sektor terkait yang berpotensi saling melemahkan.
masyarakat untuk lingkungan hidup melalui berbagai 1.2 Pengembangan instrument ekonomi lingkungan hidup dan seluruh ketentuan
pengendalian, pemantauan instrumen. aturannya.
serta pendayagunaan dan 1.3 Peningkatan alokasi dan distribusi penganggaran pengelolaan lingkungan
pelestarian lingkungan hidup hidup secara bertahap minimal 5% dari APBD pada tahun 2047.
1.4 Penguatan kualitas SDM pengawas lapangan pencemaran lingkungan hidup
2. Membangun sistem dan instrumen 2.1 Pengembangan sistem dan infrastruktur pemantauan indeks kualitas
pemantauan dan pelestarian lingkungan lingkungan hidup.
hidup dengan indikator yang terukur. 2.2 Pengembangan metoda indeks kualitas lingkungan hidup yang terstandar dan
terpercaya.
2.3 Tersedianya data dan informasi yang up-to-date mengenai produksi, distribusi
dan pemanfaatan bahan-bahan pencemar lingkungan hidup.
2.4 Peningkatan pengawasan, pengendalian dan penindakan kepatuhan
penerapan sistem pengamanan dan penanganan bahan pencemar lingkungan
hidup.
Tujuan Sasaran Arahan Program Prioritas
3. Menjamin efisiensi pemanfaatan 3.1 Pengembangan reduce, reuse, recycle beserta intrumen dan teknologinya
sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam efisiensi pemanfaatan air.
untuk pemanfaatan jangka panjang. 3.2 Pengembangan reduce, reuse, recycle beserta intrumen dan teknologinya
dalam pengelolaan limbah padat, cair dan B3.
4. Meningkatkan kerjasama antar wilayah 4.1 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengelolaan air
administrasi dalam pengendalian, tanah dan pelestarian atau pemulihan ekosistem yang memiliki jasa tata air.
pemantauan serta pendayagunaan dan 4.2 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengelolaan DAS
pelestarian sumber daya alam dan dan/atau WAS untuk pengendalian banjir di kawasan DAS Citarum.
lingkungan hidup. 4.3 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam menjamin
ketersediaan bahan pangan.
4.4 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi dalam pengelolaan
sampah.
4.5 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi di kawasan metropolitan
Bandung dalam pengembangan sistem transportasi publik yang rendah emisi.
4.6 Penerapan instrument ekonomi lingkungan hidup dalam proses kerjasama
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antar wilayah administrasi.
5. Meningkatkan peran serta masyarakat 5.1 Penyediaan akses informasi dan mekanisme umpan balik bagi masyarakat
dan pihak swasta dalam pemantauan, mengenai penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
perlindungan dan pengelolaan lingkungan 5.2 Pengembangan pola perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
hidup. berbasis kearifan lokal.
5.3 Pengembangan mekanisme insentif dan dis-insentif bagi masyarakat dan
sektor swasta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
RENCANA ADAPTASI DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
Meningkatkan ketangguhan 1. Mengurangi tingkat kerentanan dan 1.1 Penyusunan kajian kerentanan iklim di Kota Cimahi.
dan kesiapsiagaan dalam risiko bencana akibat dampak negatif 1.2 Integrasi kajian kerentanan iklim kedalam RTRW dan RPJMD Kota Cimahi.
menghadapi bencana dan perubahan iklim. 1.3 Pembatasan penggunaan lahan rawan bencana longsor dan banjir untuk
dampak perubahan iklim kawasan permukiman, infrastruktur dan industry.
2. Meningkatkan kapasitas dan 2.1 Penyusunan rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Kota
kesiapsiagaan masyarakat dalam Cimahi.
menghadapi dampak negatif perubahan 2.2 Integrasi rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam RTRW
iklim. dan RPJMD Kota Cimahi.
Tujuan Sasaran Arahan Program Prioritas
2.3 Pembangunan sistem basis data dan informasi iklim untuk kegiatan adaptasi
bagi petani.
2.4 Pendidikan dan penyadaran public mengenai adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim melalui kampanye, simulasi bencana, kurikulum sekolah, temu
wicara publik baik di ruang publik maupun di sekolah-sekolah.
2.5 Diversifikasi pangan untuk mengembangkan sumber pangan lokal non-beras.
3. Pengembangan infrastruktur hijau untuk 3.1 Pengembangan sistem ruang hijau terbuka publik dan privat yang terintegrasi
meminimasi dampak perubahan iklim. dan terkoneksi untuk mempertahankan fungsi ekosistem yang beragam (multi-
fungsi) dalam melayani kebutuhan masyarakat perkotaan.
3.2 Percepatan alokasi RTH sebanyak 30% dari luas daerah administrative.
3.3 Pengembangan infrastruktur hijau di kawasan rawan bencana, seperti
terasering lahan pertanian dan lainnya.
4. Pengembangan kota hijau dan kota 4.1 Penyusunan masterplan kota hijau dan kota tangguh bencana.
tangguh bencana. 4.2 Pengembangan indikator kota hijau dan kota tangguh bencana sebagai tolak
ukur ketangguhan kota dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
4.3 Pengembangan kota hijau dan kelurahan kota sebagai salah satu contoh
praktik baik dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
5. Pengembangan sistem transportasi 5.1 Penegakkan aturan standar emisi bagi sistem transportasi public.
publik yang rendah emisi. 5.2 Percepatan penggunaan bahan bakar bersumber bio-energi dan/atau energi
baru dan terbarukan bagi moda transportasi public.
5.3 Penerapan insentif pajak moda transportasi umum dan moda transportasi
rendah emisi.
6. Pengembangan sumber-sumber energi 6.1 Pengembangan program waste to energi.
baru dan terbarukan. 6.2 Penerapan insentif untuk pengguna energi baru dan terbarukan.
6.4 Arahan Program Prioritas RPPLH berdasarkan Strategi Implementasi
Arahan program prioritas RPPLH berdasarkan strategi implementasi disusun untuk
memandu pelaksanaan program RPPLHD yang telah dirumuskan pada strategi
umum, khususnya pelaksanan berdasarkan lokasi (spasial) dan waktu (temporal).
Lokasi program diindikasikan pada wilayah ekoregion, kecamatan serta kriteria
zonasi. Sedangkan waktu pelaksanaan dan pencapaian target program diindikasikan
berdasarkan pentahapan skenario yang dirumuskan ke dalam 3 jangka waktu yang
masing-masing berjarak 10 tahun. Secara lengkap arahan program berdasarkan
strategi implementasi untuk keseluruhan rencana ditampilkan pada Tabel 6.2,
sedangkan penjabaran rincinya dijelaskan pada subbab di bawah ini.

6.4.1 Arahan Program Prioritas per Ekoregion


Berikut ini adalah arahan program prioritas per ekoregion berdasarkan masing-
masing tantangan utama dan isu strategis yang sudah dibahas pada bab
sebelumnya:

1. Dataran Vulkanik
Arahan program prioritas di wilayah ini diarahkan untuk:
a. Menjaga keberlangsungan ekosistem yang memiliki jasa penyediaan air bersih.
b. Mengurangi tingkat pencemaran air, tanah dan udara melalui pengawasan baku
mutu lingkungan dan ijin lingkungan
c. Penerapan teknologi bersih bagi industri untuk pengelolaan limbah padat dan
cair.
d. Pengelolaan sampah domestik melalui program reduce, reuse, recycle.
e. Pemberdayaan masyarakat adat untuk pengelolaan lingkungan berbasis kearifan
lokal.

2. Perbukitan Vulkanik
Arahan program prioritas di wilayah ini diarahkan untuk:
a. Menjaga keberlangsungan ekosistem yang memiliki jasa penyediaan tata air,
pengaturan iklim, dan pencegahan longsor, dan penyerbukan alami.
b. Pengembangan sistem ruang terbuka hijau yang terintegrasi dan terhubung satu
sama lain sebagai koridor hijau, pengatur tata air dan iklim mikro.
c. Pembatasan pemanfaatan air tanah dan kegiatan ekonomi di zona-zona
perlindungan dan pemanfaatan terbatas.

3. Perbukitan Struktural
Arahan program prioritas di wilayah ini diarahkan untuk:
a. Menjaga keberlangsungan ekosistem yang memiliki jasa penyediaan tata air dan
pencegahan longsor.
b. Pembatasan kegiatan pembangunan di wilayah rawan longsor dan wilayah
ekoregion yang memiliki jasa pemurnian air.
c. Penerapan kebijakan pertanian Good Agricultural Practices (GAP) untuk
mengurangi dampak negatif pertanian terhadap lingkungan.
d. Mengurangi tingkat pencemaran air dan udara melalui pengawasan baku mutu
lingkungan dan ijin lingkungan.

6.4.2 Arahan Kriteria Zonasi


Arahan zonasi untuk pelaksanaan RPPLHD Kota Cimahi dibagi kedalam empat jenis
pengaturan zonasi yaitu: zonasi perlindungan, zonasi pencadangan, zonasi
pemanfaatan terbatas dan zonasi budidaya. Adapun kriteria masing-masing zonasi
tersebut adalah sebagai berikut:

6.4.2.1 Zonasi Perlindungan


Zona perlindungan merupakan daerah yang harus dijaga kualitas jasa lingkungannya
karena memiliki nilai jasa yang sangat penting dan menentukan dalam memastikan
ekosistem berfungsi secara optimal. Selain itu zona perlindungan juga termasuk
wilayah yang berpotensi bencana jika bentang alam dan/atau tutupan lahannya
berubah. Zona perlindungan memegang peranan penting dalam siklus kehidupan
makhluk hidup di atasnya dan sekitarnya, sehingga keberadaan dan kualitasnya
menjadi prasyarat mutlak untuk tumbuh, berkembang dan bertahannya kehidupan
masyarakat yang berkualitas. Adapun kriteria zona perlindungan di Kota Cimahi
adalah sebagai berikut:
a. Kawasan hutan lindung.
b. Wilayah rawan longsor.

Untuk menjaga kondisi dan kualitasnya, maka pada zona perlindungan tidak
diperkenankan dilakukan pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang bersifat
mengubah bentang alam dan/atau tutupan lahan. Zona perlindungan harus menjadi
wilayah yang diutamakan pemulihan dan peningkatan kualitas ekosistemnya.

6.4.2.2 Zonasi Pencadangan


Zona pencadangan merupakan daerah yang kondisinya ditetapkan sementara
sebagai daerah perlindungan setempat. Beberapa daerah di luar zona perlindungan
memiliki beberapa karakteristik yang menunjukkan tingkat kerentanan yang tinggi
terhadap potensi bencana alam dan penyakit. Selain hal tersebut, beberapa daerah
lainnya juga memiliki peran penting sebagai daerah penyangga yang nilai
keberadaannya sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan fungsi
ekosistem pada zona perlindungan dan zona pemanfaatan terbatas. Adapun kriteria
zona pencadangan di Kota Cimahi adalah sebagai berikut:
a. Kawasan dengan indeks jasa ekosistem pengatur tata air tinggi.
b. Lahan yang memiliki status/kondisi kritis sampai sangat kritis di luar kawasan
hutan.
c. Lahan terkontaminasi.
Sebagai wilayah yang rentan keberadaannya tetapi berpotensi untuk dapat
dimanfaatkan di masa mendatang, maka untuk menjaga kestabilan kondisi dan
kualitasnya, penggunaan lahan pada zona pencadangan harus dihentikan untuk
memulihkan kondisinya agar dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Pemulihan
kawasan-kawasan rentan akan berdampak pada pengurangan risiko bencana alam
dan penyakit, serta meningkatkan nilai jual komoditas sumberdaya alam yang
terkandung didalamnya.

6.4.2.3 Zonasi Pamanfaatan Terbatas


Zona pemanfaatan terbatas merupakan wilayah budidaya yang pemanfaatannya
dibatasi dan harus mengikuti panduan, aturan dan prosedur yang berlaku dan telah
ditetapkan. Zona pemanfaatan terbatas dikhususkan sebagai kawasan penyimpanan
air alami dan sangat dibatasi penggunaannnya untuk kawasan non-pertanian.
Adapun kriteria zona pemanfaatan terbatas di Kota Cimahi adalah sebagai berikut:
a. Kawasan dengan indeks jasa ekosistem pengatur tata air sedang.
b. Kawasan dengan indeks penyimpan air tinggi.
c. Lahan potensial kritis.
d. Lahan sawah dengan irigasi teknis.

Sebagai wilayah yang kondisi eksistingnya merupakan penyimpan air, wilayah


budidaya di zona pemanfaatan terbatas harus dibatasi penggunaannya untuk non
pertanian, karena jika dibiarkan akan mengakibatkan kuantitas air yang tidak stabil
dan berkurangnya kualitas dan kuantitas pangan. Untuk menjaga kondisi dan
kualitasnya, selain melarang terjadinya perubahan lahan dari pertanian ke non-
pertanian, wilayah di zona pemanfaatan terbatas juga harus diintensifkan
pengembangan infrastruktur sistem penampung dan distribusi airnya.

6.4.2.4 Zonasi Budidaya


Zona budidaya merupakan daerah yang secara teknis dialokasikan untuk
pembangunan atau pemanfaatan lainnya. Upaya pembangunan dan pemanfaatan
pada zona budidaya memiliki resiko lingkungan yang minimal, terutama dalam hal
pengaruh dan tekanan terhadap isu-isu jasa ekosistem. Namun upaya-upaya
pemanfaatan tersebut harus tetap memperhatikan aspek perlindungan lingkungaan
dan mitigasi potensi dampak lingkungan lokal yang mungkin terjadi.

6.4.3 Arahan Program Prioritas berdasarkan Skenario

Skenario disusun untuk mendukung pencapaian program prioritas secara bertahap


yang dibagi kedalam tiga tahapan skenario sebagai berikut:
4. Skenario 10 tahun pertama: ditujukan untuk sinkronisasi perencanaan
pembangunan dengan pelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan pada
daerah-daerah dan DAS dan WAS prioritas.
Fokus Program prioritas:
a. Penyelesaian RPPLH di Kota Cimahi.
b. Sinkronisasi RPPLH dengan RTRW di Kota Cimahi.
c. Penyusunan kajian kerentanan iklim di Kota Cimahi.
d. Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Kota
Cimahi.
e. Integrasi kajian kerentanan iklim kedalam RTRW dan RPJMD di Kota Cimahi
f. Integrasi rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam
RTRW dan RPJMD di Kota Cimahi.
g. Pembenahan sistem penganggaran lingkungan hidup.
h. Pembenahan tata kelola perijinan lingkungan hidup.
i. Pemulihan lahan kritis di kawasan dengan indeks jasa ekosistem pengatur
tata air tinggi.
j. Perbaikan alur dan fisik sungai pada DAS dan WAS yang melalui dan
bermuara di perkotaan rawan banjir.
k. Perbaikan infrastruktur penampung air hujan dan/atau air permukaan.
l. Penerapan instrument ekonomi.
m. Perlindungan kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati tinggi.
5. Skenario 10 tahun kedua: ditujukan untuk peningkatan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup melalui perbaikan lingkungan dan pengembangan
teknologi.
Fokus Program prioritas:
a. Peningkatan kualitas tutupan lahan pada kawasan yang memiliki indeks
jasa ekosistem pengatur tata air tinggi.
b. Perbaikan pemanfaatan ruang melalui penegakan hukum dan pengawasan.
c. Reviitalisasi bantaran sungai di perkotaan dan daerah padat penduduk.
d. Peningkatan pengawasan dan perbaikan sistem pengelolaan limbah
industry.
e. Penerapan konsep green city dan kota tangguh di kota Cimahi.
f. Pengembangan potensi ekonomi jasa lingkungan sebagai aspek utama
pemanfaatan lingkungan hidup.
g. Pengurangan konsumsi bahan bakar fosil pada alat transportasi umum.
h. Pengurangan penggunaan bahan tidak ramah lingkungan di rumah tangga
dan pertanian.
i. Pengembangan teknologi ramah lingkungan yang mampu mengurangi
konsumsi energy.
j. Perlindungan spesies flora dan fauna kunci yang berperan penting dalam
ekosistem.
6. Skenario 10 tahun ketiga: ditujukan untuk peningkatan ketahanan lingkungan
hidup dari tekanan pembangunan dan perubahan iklim.
Fokus Program prioritas:
a. Mempertahankan kondisi tutupan lahan pada kawasan yang memiliki indeks
jasa ekosistem pengatur tata air tinggi.
b. Pengembangan teknologi pengolahan air bersih dari air bekas pakai.
c. Melanjutkan penerapan konsep kota hijau pada seluruh daerah permukiman.
d. Peningkatan pengembangan dan penerapan teknologi ramah lingkungan.
e. Pengembangan sumber-sumber pangan baru.
Tabel 6.89 Arahan Program Prioritas berdasarkan Strategi Implementasi RPPLHD Kota Cimahi Tahun 2017-2047

Tujuan Sasaran Arahan Program Prioritas Lokasi Periode Pelaksanaan


(Kecamatan/Zona) 2017 2028- 2038-
- 2037 2047
2027
RENCANA PEMANFAATAN DAN/ATAU PENCADANGAN SUMBER DAYA ALAM
Menyeimbangkan laju 1. Sinkronisasi RTRW dengan 1.1 Sinkronisasi pola ruang RTRW dengan zonasi Kota Cimahi.
pembangunan dengan RPPLH Kota Cimahi. RPPLH
kemampuan daya dukung 1.2 Pengendalian pemanfaatan ruang pada zona-zona Kota Cimahi.
dan daya tampung rentan penurunan kualitas lingkungan hidup
lingkungan hidup 2. Terjaminnya ketersediaan air 2.1 Pembatasn eksploitasi air tanah pada kawasan Kecamatan Cimahi
untuk kehidupan dan perkotaan dan industri. Tengah dan Cimahi
pembangunan secara Selatan.
berkelanjutan. 2.2 Pembatasan pemanfaatan air tanah untuk sektor Kecamatan Cimahi
industry dan perhotelan Tengah dan Cimahi
Selatan.
2.3 Pemanfaatan air permukaan melalui teknologi Kota Cimahi.
pengolahan air.
2.4 Pembuatan sumur resapan dan pemanenan air Kota Cimahi.
hujan di wilayah permukiman kota besar melalui
partisipasi masyarakat kota.
3. Terjaminnya dukungan 3.1 Intensifikasi lahan pertanian di wilayah perkotaan Kecamatan Cimahi
lingkungan hidup bagi produksi melalui urban farming atau pertanian perkotaan di Tengah dan Cimahi
pangan secara berkelanjutan. lahan-lahan privat. Selatan.
3.2 Peningkatan produksi hasil pertanian organic. Kecamatan Cimahi
Tengah dan Cimahi
Selatan.
3.3 Peningkatan hasil produksi peternakan. Kecamatan Cimahi
Tengah dan Cimahi
Selatan.
4. Terjaminnya pemanfaatan 4.1 Pelarangan pemanfaatan air tanah pada zona- Kecamatan Cimahi
dan pencadangan sumberdaya zona konservasi dan pencadangan. Utara.
alam secara berkelanjutan dan 4.2 Penegakkan peraturan pembatasan pemanfaatan Kecamatan Cimahi
berkeadilan sosial. air pada zona pemanfaatan terbatas Utara.
RENCANA PEMELIHARAAN DAN PERLINDUNGAN KUALITAS DAN/ATAU FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Meningkatkan kualitas 1. Mengurangi tekanan 1.1 Kaji ulang penggunaan ruang pada lahan dengan Kecamatan Cimahi
lingkungan hidup dan terhadap wilayah ekoregion dan jasa penyimpan air tinggi. Utara.
melindungi fungsi ekosistem penghasil air dan 1.2 Pembatasan pembangunan infrastruktur pada Kecamatan Cimahi
keberlanjutan lingkungan pengatur tata air. lahan dengan jasa penyimpan air tinggi. Utara.
hidup 2. Mengurangi tekanan 2.1 Pelestarian dan perlindungan lahan pertanian Kota Cimahi.
terhadap wilayah ekoregion dan produktif sebagai daerah lumbung pangan.
ekosistem penghasil pangan. 2.2 Pengendalian alih fungsi lahan pertanian menjadi Kecamatan Cimahi
non-pertanian. Tengah dan Cimahi
Selatan.
3. Mengurangi tingkat 3.1 Revitalisasi dan normalisasi sungai-sungai vital Kota Cimahi.
pencemaran lingkungan air, yang berada, melintasi dan/atau bermuara di
tanah dan udara. perkotaan.
3.2 Peningkatan kualitas (baku mutu) air sungai Kota Cimahi.
melalui pengawasan pengelolaan limbah industry dan
ijin lokasi industry.
3.3 Pengembangan program pengelolaan lumpur Kota Cimahi.
tinja.
3.4 Pengembangan program pengelolaan limbah cair Kecamatan Cimahi
Tengah dan Cimahi
Selatan.
3.5 Pengurangan beban pencemar air sungai yang Kota Cimahi.
berasal dari limbah domestik melalui perbaikan
sanitasi rumah tangga.
3.6 .Peningkatan kualitas (baku mutu) udara melalui Kecamatan Cimahi
uji emisi. Tengah dan Cimahi
Selatan.
3.7 Pengembangan program pengelolaan sampah Kota Cimahi.
terpadu, termasuk program daur ulang dan
pembatasan penggunaan kantong plastik.
3.8 Pembatasan penggunaan pupuk dan/atau Kota Cimahi.
pestisida yang dapat mencemari tanah dan air.
4. Mempertahankan luas dan 4.1 Peningkatan kualitas pengelolaan kawasan Kecamatan Cimahi
fungsi wilayah dengan jasa lindung. Utara.
lingkungan sumberdaya genetik 4.2 Pengembangan manfaat sumberdaya genetic Kecamatan Cimahi
dan habitat spesies tinggi untuk melalui penelitian dan penerapannya. Utara.
penyerbukan alami. 5.3 Penyebaran informasi potensi dan manfaat Kota Cimahi.
sumberdaya genetic kepada masyarakat.
RENCANA PENGENDALIAN DAN PEMANTAUAN SERTA PENDAYAGUNAAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Memperkuat tata kelola 1. Membangun mekanisme 1.1 Harmonisasi peraturan daerah terkait sistem Kota Cimahi.
dan kelembagaan pengendalian pemanfataan perijinan lingkungan hidup dengan peraturan sektor
pemerintah dan sumberdaya alam dan terkait yang berpotensi saling melemahkan.
masyarakat untuk lingkungan hidup melalui 1.2 Pengembangan instrument ekonomi lingkungan Kota Cimahi.
pengendalian, berbagai instrumen. hidup dan seluruh ketentuan aturannya.
pemantauan serta 1.3 Peningkatan alokasi dan distribusi penganggaran Kota Cimahi.
pendayagunaan dan pengelolaan lingkungan hidup secara bertahap
pelestarian lingkungan minimal 5% dari APBD pada tahun 2047.
hidup 1.4 Penguatan kualitas SDM pengawas lapangan Kota Cimahi.
pencemaran lingkungan hidup
2. Membangun sistem dan 2.1 Pengembangan sistem dan infrastruktur Kota Cimahi.
instrumen pemantauan dan pemantauan indeks kualitas lingkungan hidup.
pelestarian lingkungan hidup 2.2 Pengembangan metoda indeks kualitas lingkungan Kota Cimahi.
dengan indikator yang terukur. hidup yang terstandar dan terpercaya.
2.3 Tersedianya data dan informasi yang up-to-date Kota Cimahi.
mengenai produksi, distribusi dan pemanfaatan
bahan-bahan pencemar lingkungan hidup.
2.4 Peningkatan pengawasan, pengendalian dan Kota Cimahi.
penindakan kepatuhan penerapan sistem
pengamanan dan penanganan bahan pencemar
lingkungan hidup.
3. Menjamin efisiensi 3.1 Pengembangan reduce, reuse, recycle beserta Kota Cimahi.
pemanfaatan sumberdaya alam intrumen dan teknologinya dalam efisiensi
dan lingkungan hidup untuk pemanfaatan air.
pemanfaatan jangka panjang. 3.2 Pengembangan reduce, reuse, recycle beserta Kota Cimahi.
intrumen dan teknologinya dalam pengelolaan limbah
padat, cair dan B3.
4. Meningkatkan kerjasama 4.1 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi Kota Cimahi.
antar wilayah administrasi dalam pengelolaan air tanah dan pelestarian atau
dalam pengendalian, pemulihan ekosistem yang memiliki jasa tata air.
pemantauan serta 4.2 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi Kota Cimahi.
pendayagunaan dan pelestarian dalam pengelolaan DAS dan/atau WAS untuk
sumber daya alam dan pengendalian banjir di kawasan DAS Citarum.
lingkungan hidup. 4.3 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi Kota Cimahi.
dalam menjamin ketersediaan bahan pangan.
4.4 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi Kota Cimahi.
dalam pengelolaan sampah.
4.5 Peningkatan kerjasama antar wilayah administrasi Kota Cimahi.
di kawasan metropolitan Bandung dalam
pengembangan sistem transportasi publik yang
rendah emisi.
4.6 Penerapan instrument ekonomi lingkungan hidup Kota Cimahi.
dalam proses kerjasama perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup antar wilayah
administrasi.
5. Meningkatkan peran serta 5.1 Penyediaan akses informasi dan mekanisme Kota Cimahi.
masyarakat dan pihak swasta umpan balik bagi masyarakat mengenai
dalam pemantauan, penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
lingkungan hidup. 5.2 Pengembangan pola perlindungan dan Kota Cimahi.
pengelolaan lingkungan hidup berbasis kearifan lokal.
5.3 Pengembangan mekanisme insentif dan dis- Kota Cimahi.
insentif bagi masyarakat dan sektor swasta dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
RENCANA ADAPTASI DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
Meningkatkan 1. Mengurangi tingkat 1.1 Penyusunan kajian kerentanan iklim di Kota Kota Cimahi.
ketangguhan dan kerentanan dan risiko bencana Cimahi.
kesiapsiagaan dalam akibat dampak negatif 1.2 Integrasi kajian kerentanan iklim kedalam RTRW Kota Cimahi.
menghadapi bencana dan perubahan iklim. dan RPJMD Kota Cimahi.
dampak perubahan iklim 1.3 Pembatasan penggunaan lahan rawan bencana Kecamatan Cimahi
longsor dan banjir untuk kawasan permukiman, Utara dan Cimahi
infrastruktur dan industry. Selatan.
2. Meningkatkan kapasitas dan 2.1 Penyusunan rencana aksi mitigasi dan adaptasi Kota Cimahi.
kesiapsiagaan masyarakat dalam perubahan iklim di Kota Cimahi.
menghadapi dampak negatif 2.2 Integrasi rencana aksi mitigasi dan adaptasi Kota Cimahi.
perubahan iklim. perubahan iklim kedalam RTRW dan RPJMD Kota
Cimahi.
2.3 Pembangunan sistem basis data dan informasi Kota Cimahi.
iklim untuk kegiatan adaptasi bagi petani.
2.4 Pendidikan dan penyadaran public mengenai Kota Cimahi.
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui
kampanye, simulasi bencana, kurikulum sekolah,
temu wicara publik baik di ruang publik maupun di
sekolah-sekolah.
2.5 Diversifikasi pangan untuk mengembangkan Kecamatan Cimahi
sumber pangan lokal non-beras. Tengah dan Cimahi
Selatan.
3. Pengembangan infrastruktur 3.1 Pengembangan sistem ruang hijau terbuka publik Kota Cimahi.
hijau untuk meminimasi dampak dan privat yang terintegrasi dan terkoneksi untuk
perubahan iklim. mempertahankan fungsi ekosistem yang beragam
(multi-fungsi) dalam melayani kebutuhan masyarakat
perkotaan.
3.2 Percepatan alokasi RTH sebanyak 30% dari luas Kota Cimahi.
daerah administrative.
3.3 Pengembangan infrastruktur hijau di kawasan Kecamatan Cimahi
rawan bencana, seperti terasering lahan pertanian Utara dan Cimahi
dan lainnya. Selatan.
4. Pengembangan kota hijau dan 4.1 Penyusunan masterplan kota hijau dan kota Kota Cimahi.
kota tangguh bencana. tangguh bencana.
4.2 Pengembangan indikator kota hijau dan kota Kota Cimahi.
tangguh bencana sebagai tolak ukur ketangguhan
kota dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
4.3 Pengembangan kota hijau dan kota tangguh Kota Cimahi.
sebagai salah satu contoh praktik baik dalam upaya
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
5. Pengembangan sistem 5.1 Penegakkan aturan standar emisi bagi sistem Kota Cimahi.
transportasi publik yang rendah transportasi public.
emisi. 5.2 Percepatan penggunaan bahan bakar bersumber Kota Cimahi.
bio-energi dan/atau energi baru dan terbarukan bagi
moda transportasi public.
5.3 Penerapan insentif pajak moda transportasi umum Kota Cimahi.
dan moda transportasi rendah emisi.
6. Pengembangan sumber- 6.1 Pengembangan program waste to energi. Kota Cimahi.
sumber energi baru dan 6.2 Penerapan insentif untuk pengguna energi baru Kota Cimahi.
terbarukan. dan terbarukan.
Bab 7 Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan

Pemantauan, evaluasi dan pelaporan dari pelaksanaan kebijakan perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk memastikan dan menjamin
pencapaian pelaksanaan prioritas program dan kebijakan serta pencapaian tujuan
dan hasil yang telah dirumuskan dalam RPPLHD Kota Cimahi periode 2017-2047.
Hasil pemantauan dan evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan kebijakan untuk
memperbaiki strategi dan pelaksanaan program secara periodik, serta menjadi
masukan bagi penyusunan RPPLHD periode selanjutnya; atau singkatnya digunakan
untuk menyempurnakan muatan dan pelaksanaan RPPLHD. Kegiatan pemantauan
penyelenggaraan RPLLHD diperlukan sebagai upaya untuk memantau proses
penyelenggaraan RPLLHD secara periodik guna memastikan proses berjalan sesuai
rumusan rencana dan/atau menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dapat
mempengaruhi proses penyelenggaraan RPPLHD setiap periode-nya. Sedangkan
kegiatan evaluasi penyelenggaraan RPPLHD dilakukan dalam rangka memastikan
tercapainya target capaian yang telah dirumuskan.

Mekanisme pemantauan dan evaluasi ini tidak terlepas dari beberapa kerangka
regulasi dan pedoman lainnya yang terkait, diantaranya:
1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
2. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN).
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan dan Kinerja
Instansi Pemerintah.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
7. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara PPN/Kepala
Bappenas No. Kep-102/Mk.2/2002 dan No. Kep.292/M.Ppn/09/2002 tentang
Sistem Pemantauan dan Pelaporan Pelaksanaan Proyek Pembangunan.

7.1 Tujuan Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan RPPLHD 2017-2047 ini
dilakukan bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan
menyeluruh dalam rangka menjaga, memulihkan dan meningkatkan kualitas
lingkungan hidup di Kota Cimahi untuk tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan maksud pemantauan dan evaluasi RPPLHD 2017-2047 adalah untuk
menilai keberhasilan penyelenggaraan kebijakan, strategi dan program berdasarkan
indikator dan target capaian yang telah dirumuskan; selain itu juga dimaksudkan
untuk mengevaluasi aspek efisiensi, efektivitas, manfaat, dampak dan keberlanjutan
kebijakan dan program RPPLHD 2017-2047. Evaluasi tersebut dilakukan
berdasarkan sumberdaya yang digunakan, indikator dan target capaian untuk setiap
program dan sasaran.

7.2 Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi


Kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan RPPLHD mengacu
pada pedoman yang disusun pada sub bab ini. Pedoman ini mencakup penjabaran
mengenai kerangka logis, ruang lingkup, teknik pengumpulan data dan informasi
serta kerangka waktu untuk kegiatan pemantauan dan evaluasi RPPLHD.

7.2.1 Kerangka Logis Pemantauan dan Evaluasi


Alur proses dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi RPPLHD periode 2017-
2047 dapat diwujudkan dalam kerangka logis pemantauan dan evaluasi, yang dibagi
kedalam tiga hal yaitu (diilustrasikan pada Gambar 7 .76):
1. MASUKAN yang berupa obyek pemantauan dan evaluasi; yaitu kebijakan
RPPLHD yang berupa arahan program dan kebijakan yang telah dirumuskan
dalam dokumen ini. Mengingat pelaksanaan kebijakan dan program RPPLHD ini
diselenggarakan melalui berbagai rencana pembangunan daerah maka
berbagai laporan pelaksanaan rencana pembangunan daerah di Kota Cimahi
menjadi sumber data dan informasi untuk kegiatan pemantauan dan evaluasi
RPPLHD. Adapun berbagai rencana pembangunan daerah tersebut meliputi:
RPJPD, RPJMD, RTRW, RENSTRA SKPD, dan Renja SKPD Kota Cimahi.
2. PROSES Pemantauan dan Evaluasi; proses ini dilakukan merujuk kepada
indikator dan target capaian yang dirumuskan pada sub bab 7.3. Dalam proses
ini penilaian dilakukan terhadap obyek evaluasi dengan mengevaluasi kinerja
capaian sesuai dengan indikator dan targetnya; serta efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan dalam mencapai target capaian.
3. KELUARAN merupakan hasil dari evaluasi dan pemantauan RPPLHD ini berupa
laporan pemantauan dan evaluasi yang memuat mengenai temuan dan
kesimpulan mengenai penyelenggaraan dan pencapaian kebijakan dan program
RPPLHD; serta rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
penyempurnaan penyelenggaraan dan penyusunan RPPLHD pada periode
selanjutnya.
Gambar 7.76 Kerangka logis pemantauan dan evaluasi

7.2.2 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi


Beberapa teknik pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam kegiatan
pemantauan dan evaluasi penyelenggarakan RPPLHD 2017-2047, baik yang
bersumber dari data primer maupun data skunder diuraikan sebagai berikut:
1. Peninjauan terhadap dokumen perencanaan daerah, yang meliputi RPJPD,
RPJMD, RTRW, RENSTRA SKPD dan RENJA SKPD.
2. Peninjauan terhadap regulasi yang terkait dengan kebijakan program dan
kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
3. Peninjauan terhadap laporan pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan
rencana dan program pembangunan yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
4. Konsultasi dengan para pihak terkait melalui proses dialog dan wawancara
mendalam secara terstruktur dengan menggunakan instrumen yang didesain
sesuai tujuan dan maksud konsultasi untuk kegiatan pemantauan dan evaluasi.
5. Rapat/Forum Koordinasi melalui berbagai pertemuan dengan para pihak yang
melaksanakan program dan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
6. Diskusi kelompok terarah/lokakarya dalam rangka mendiskusikan dan mengkaji
pelaksanaan kebijakan RPPLHD di Kota Cimahi. Kegiatan FGD dan lokakarya
dilakukan untuk mendapatkan umpan balik terhadap pelaksanaan kebijakan
RPPLHD.
7. Observasi melalui proses kunjungan dan pengamatan secara langsung di
lapangan terhadap penyelenggaraan kebijakan, program dan kegiatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Melalui proses ini akan
didapatkan informasi riil mengenai kemajuan penyelenggaraan RPPPLHD serta
permasalahan dalam implementasinya.
8. Survei pengumpulan data terkait yang dibutuhkan untuk pemantauan dan
evaluasi penyelenggaraan kebijakan, program dan kegiatan RPPLHD.
7.2.3 Kerangka Waktu
Adapun kerangka waktu pemantauan berkala dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 5
tahun, sedangkan kegiatan evaluasi dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 10 tahun.
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang terdapat di masing-masing
instansi SKPD yang bertanggung jawab dalam mencapai target capaian sesuai
indikator yang telah dirumuskan dalam dokumen ini. Lebih lanjut mengenai
pelaksana dan pembagian peran untuk kegiatan pemantauan dan evaluasi
penyelenggaraan RPPLHD dijabarkan pada sub bab 7.4.

7.3 Indikator Evaluasi


Untuk mengetahui dan menilai tingkat keberhasilan dan pencapaian target
penyelenggaraan RPPLHD, maka disusun dan didesain suatu indikator kinerja
keberhasilan dan indikator penyelenggaraan berdasarkan 5-K (Konsistensi,
koordinasi, konsultasi, kapasitas dan keberlanjutan).

7.3.1 Indikator Kinerja Keberhasilan Penyelenggaraan RPPLHD Kota Cimahi


Indikator kinerja ini disusun berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh
penyelenggaraan kebijakan RPPLHD ini. Indikator ini merupakan arahan bagi
pengembangan program dan kebijakan yang perlu diwujudkan dan dilaksanakan
dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah Kota Cimahi. Tabel 7.2
menunjukkan indikator dan target capaian dari penyelenggaraan RPLLHD Kota
Cimahi 2017-2047.

7.3.2 Indikator Penyelenggaraan RPPLHD Berdasarkan 5-K (Konsistensi,


Koordinasi, Konsultasi, Kapasitas, Keberlanjutan)
Untuk mengevaluasi penyelenggaraan kebijakan RPPLHD dalam perspektif yang
lebih luas, digunakan indikator berdasarkan aspek 5-K yang terdiri dari konsistensi,
koordinasi, konsultasi, kapasitas dan keberlanjutan. Indikator 5-K ini dapat
mempertajam pelaksanaan kebijakan RPPLHD yang tertuang dalam dokumen ini.
Melalui evaluasi ini akan diperoleh kondisi dan situasi yang lebih kongret mengenai
pelaksanaan kebijakan RPPLHD.

Penjelasan indikator penyelenggaraan RPPLHD berdasarkan aspek 5-K adalah


sebagai berikut:
1. Konsistensi pelaksanaan kebijakan RPPLHD dari aspek strategi, skenario, arahan
program dengan mengacu pada dokumen RPPLHD 2017-2047.
2. Koordinasi antar lembaga pemerintah yang menghasilkan sinkronisasi dan
harmonisasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan penganggaran.
3. Konsultasi yang dilakukan dalam menghimpun berbagai masukan, saran, kritik
dari masyarakat sebagai penerima manfaat dan sebagai upaya partisipasi dalam
pelaksanaan kebijakan RPPLHD dan kebijakan pembangunan berkelanjutan di
Kota Cimahi.
4. Kapasitas institusi pelaksana kebijakan RPPLHD yang terdiri dari pemerintah
dan non-pemerintah baik dari aspek perencanaan, pelaksanaan, pendanaan,
personel, maupun aspek pengendalian dan pemantauan dan evaluasi
penyelenggaraan kebijakan RPPLHD Kota Cimahi.
5. Keberlanjutan dalam kerangka kebijakan pembangunan yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik dalam jangka menengah
maupun jangka panjang.

Berdasarkan rumusan lima aspek evaluasi tersebut, maka disusun beberapa


indikator evaluasi yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penilaian
terhadap kebijakan RPPLHD Kota Cimahi 2017-2047 seperti pada Tabel 7 .90.

Tabel 7.90 Indikator Evaluasi Penyelenggaran RPPLHD berdasarkan Aspek 5-K


Aspek Evaluasi Indikator
Konsistensi 1. Adanya konsistensi perencanaan
dalam RPPLHD dengan pelaksanaan
yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah.
2. Kuantitas program dalam RPPLHD
yang tercantum dalam perencanaan
lembaga pemerintah.
3. Adanya kesesuaian antara
perencanaan dalam RPPLHD
dengan perencanaan pada masing-
masing institusi pelaksana RPPLHD.
Koordinasi 1. Terwujudnya tingkat koordinasi
perencanaan yang lebih baik dan
lebih terarah antar berbagai
lembaga pelaksana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup
yang terlibat dalam kebijakan
RPPLHD.
2. Terwujudnya tingkat koordinasi
penganggaran yang lebih baik dan
lebih konkret antar berbagai
lembaga pelaksana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
3. Terwujudnya tingkat koordinasi
pelaksanaan yang lebih sinkron dan
lebih harmonis antar berbagai
lembaga pelaksana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
Konsultasi 1. Adanya partisipasi masyarakat
melalui penyampaian masukan,
saran, kritik dan keluhan terhadap
pelaksanaan kebijakan dalam
RPPLHD yang dilakukan oleh
berbagai lembaga pelaksana
2. Adanya media komunikasi dan
informasi bagi masyarakat untuk
penyampaian aspirasi dalam upaya
mengawal dan memperbaiki
pelaksanaan kebijakan RPPLHD
3. Adanya ketersediaan dan
kemudahan akses informasi publik
melalui media elektronik dan cetak,
website dan internet, kotak pos
pengaduan masyarakat dalam
rangka mendorong penyebarluasan
pelaksanaan kebijakan dalam
RPPLHD.

Kapasitas 1. Terwujudnya kapasitas


kelembagaan pelaksana yang
memadai dalam melaksanakan
kebijakan RPPLHD.
2. Terwujudnya kapasitas sumber
daya manusia yang terkait dengan
personalia yang terlibat dalam
proses pelaksaanaan program
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
3. Terpenuhinya kapasitas pendanaan
yang cukup untuk dipergunakan
pada program perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
4. Adanya sumber pendanaan yang
lebih beragam dan saling
mendukung masing-masing institusi
yang melakukan kebijakan RPPLHD.
5. Terpenuhinya kapasitas pelaksana
pengurangan risiko bencana dalam
hal pengendalian dan pengawasan.
Keberlanjutan 1. Tersusunnya berbagai kebijakan
pemeliharaan dan pengelolaan baik
dalam jangka menengah dan
panjang
2. Terciptanya manajemen exit
strategi program dan kegiatan bagi
pelaksana kebijakan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
3. Terumuskan berbagai masukan
kebijakan dalam rangka
penyusunan dokumen RPPLHD
untuk periode selanjutnya.

7.4 Pelaksana dan Pembagian Peran


Pelaksana kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan RPPLHD
Kota Cimahi 2017-2047 dikoordinir oleh Walikota Cimahi, dengan instansi SKPD
yang bertanggung jawab dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup (Badan Lingkungan Hidup Daerah) serta instansi SKPD yang bertanggung
jawab dalam bidang perencanaan pembangunan Kota (BAPPEKO) sebagai pelaksana
koordinator. Sedangkan pelaksanaannya mengacu pada prosedur dan kewenangan
masing-masing SKPD yang sesuai dengan TUPOKSI-nya dalam mencapai target
capaian indikator RPPLHD. Indikator dan target capaian RPLLHD Kota Cimahi 2017-
2047 ditunjukkan pada Tabel 7 .91 .
Tabel 7.91 Indikator dan Target Capaian RPLLHD Kota Cimahi 2017-2047
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
TUJUAN
1. Terjadinya kese- Produksi pangan 11131 Kw 11131 Kw 11131 Kw 11131 Kw 11131 Kw 11131 Kw Data statistik
imbangan antara (padi) di kota cimahi produktivitas
laju pembangu- berhasil pertanian.
nan dengan ke- dipertahankan
mampuan daya berdasarkan baseline
dukung dan daya 2017
tampung lingkun-
gan hidup
% penambahan luas
daya dukung air tanah 2.722,84 Ha 0,5% 0,75% 1% 1,25% 1,5% Hasil analisis
dan permukaan di perhitungan
Kota Cimahi dari status daya
baseline tahun 2017. dukung air.
2. Adanya pen- % penurunan luas 432,66 Ha 3% (419,68 4,5% 5% (411,03 7,5% 10% Dokumen
ingkatan kualitas lahan kritis di kota lahan kritis. Ha lahan (413,19 Ha Ha lahan (390,96 Ha (389,39 Ha Informasi Kinerja
lingkungan hidup Cimahi terhadap kritis) lahan kritis). lahan lahan Pengelolaan
dan melindungi kondisi baseline tahun kritis(. kritis) kritis) Lingkungan Hidup
fungsi keberlanju- 2017. (DIKPLH) Kota
tan lingkungan Cimahi
hidup

3. Menguatnya tata 5% peningkatan Rp. XXX 1% 2% 3% 4% 5% Dokumen APBD


kelola dan kelem- anggaran Provinsi dan
bagaan pemerin- perlindungan dan Kab/Kota.
tah dan pengelolaan
masyarakat untuk lingkungan pada APBD
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pengendalian, pe- di tahun 2047
mantauan dan terhadap anggaran
pendayagunaan PPLH di Tahun 2017
lingkungan hidup
4. Meningkatnya ke- 25% penurunan Kerugian Rp. Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan Data kerugian dan
tangguhan dan tingkat kerugian dan 9.710.750.000,- 10% 12% 15% 17% 25% kematian akibat
kesiapsiagaan da- kematian akibat Kematian 0 kerugian kerugian kerugian kerugian kerugian bencana dari data
lam menghadapi bencana dan dampak orang dan dan dan dan dan Dokumen
bencana dan perubahan iklim di kematian kematian kematian kematian kematian Informasi Kinerja
dampak peruba- tahun 2047 terhadap dari dari dari dari dari Pengelolaan
han iklim kondisi kerugian dan kondisi kondisi kondisi kondisi kondisi Lingkungan Hidup
kematian di tahun 2017 2017 2017 2017 2017 (DIKPLH) Kota
2017 Cimahi
SASARAN
1.1. Sinkronisasi Tersedianya RPPLHD RPPLHD belum 100% 100% 100% 100% 100% Dokumen dan
RTRW dengan dan dijadikan acuan tersedia. muatan muatan muatan muatan muatan PERDA RPPLHD
RPPLH Kota untuk revisi dan/atau PPLH PPLH PPLH PPLH PPLH dan RTRW.
Cimahi penyusunan RTRW. dalam dalam dalam dalam dalam
dokumen dokumen dokumen dokumen dokumen
RPPLHD RPPLHD RPPLHD RPPLHD RPPLHD
diacu diacu diacu diacu diacu
dalam dalam dalam dalam dalam
revisi revisi revisi revisi revisi
dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
penyusuna penyusuna penyusuna penyusuna penyusuna
n rencana n rencana n rencana n rencana n rencana
pola ruang pola ruang pola ruang pola ruang pola ruang
RTRW. RTRW. RTRW. RTRW. RTRW.
1.1 Terjaminnya Luas wilayah yang 2.722,84 Ha 2736,45 2743,26 2750,07 2756,88 2763,68 Hasil analisis
ketersediaan air memiliki daya dukung Ha Ha Ha Ha Ha perhitungan
untuk kehidupan air. status daya
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
dan pembangu- dukung air.
nan secara berke-
lanjutan.
1.2 Terjaminnya % kenaikan 65 Kw/Ha (thn 5% 7,5% 10% 12,5% 15% Data statistik
dukungan lingkun- produktivitas pangan 2017 data dinas produksi
gan hidup bagi di Kota Cimahi dari pertanian) pertanian.
produksi pangan baseline tahun 2017
secara berkelanju-
tan.
1.3 Terjaminnya pe- % kenaikan cadangan 13,612 juta m3 10% 11% 12% 13% 15% Data Cadangan
manfaatan dan air tanah dari kondisi Air Tanah dari
pencadangan tahun 2017. Dinas Energi dan
sumberdaya alam Sumber Daya
secara berkelanju- Mineral.
tan dan berkeadi-
lan sosial.
2.1 Berkurangnya Luas wilayah yang 2.722,84 Ha 2736,45 2743,26 2750,07 2756,88 2763,68 Hasil analisis
tekanan terhadap memiliki daya dukung Ha Ha Ha Ha Ha perhitungan
wilayah ekoregion air. status daya
dan ekosistem dukung air.
penghasil air dan
pengatur tata air.

2.2 Berkurangnya Jumlah luas lahan 137 Ha 125 Ha 115 Ha 100 Ha 65 Ha 45 Ha Data LP2B.
tekanan terhadap pertanian yang
wilayah ekoregion berhasil
dan ekosistem dipertahankan.
penghasil pangan.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047

2.3 Berkurangnya % peningkatan indeks 23,33 10% 15% 20% 25% 30% Data IKLH Kota
tingkat pence- kualitas air terhadap Cimahi
maran lingkungan kondisi tahun 2017.
air, tanah dan
udara.
% peningkatan indeks 38,8 (Data 10% 15% 20% 25% 30%
kualitas udara sementara)
terhadap kondisi
tahun 2017.

2.4 Terjaganya luas Luas kawasan 2.621,473 Ha 2.621,473 2.621,473 2.621,473 2.621,473 2.621,473 Hasil analisis luas
dan fungsi ekoregion dengan jasa Ha Ha Ha Ha Ha ekoregion dengan
wilayah ekoregion sumber genetik dan jasa ekosistem
dengan jasa habitat spesies tinggi genetik dan
lingkungan sum- berhasil habitat spesies
ber genetik dan dipertahankan dari untuk
habitat spesies kondisi thn 2017. penyerbukan
tinggi untuk alami.
penyerbukan
alami.
3.1 Tersedianya Jumlah instrumen XXX instrument XXX XXX XXX XXX XXX Daftar PERDA dan
mekanisme kebijakan PPLH yang kebijakan instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen aturan lainnya.
pengendalian berlaku di kota Cimahi. kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan
pemanfaatan
sumberdaya alam
dan lingkungan Jumlah instrumen XXX XXX XXX XXX XXX
hidup melalui XXX instrumen Daftar PERDA dan
ekonomi lingkungan ekonomi instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen aturan lainnya.
berbagai (mis. payment for ekonomi ekonomi ekonomi ekonomi ekonomi
instrument. lingkungan.
ecosystem services, lingkungan lingkungan lingkungan lingkungan lingkungan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
poluter pay principles) . . . .
yang digunakan untuk (pajak air tanah
PPLH di kota Cimahi dikelola oleh
PEMDA)
3.2 Tersedianya Jumlah JUKLAK dan XXX JUKLAK XXX XXX XXX XXX XXX Daftar
sistem dan JUKNIS untuk dan JUKNIS utk JUKLAK JUKLAK JUKLAK JUKLAK JUKLAK juklak/juknis utk
instrument pemantauan baku pemantauan dan JUKNIS dan JUKNIS dan JUKNIS dan JUKNIS dan JUKNIS pemantauan IKLH
pemantauan dan mutu lingkungan IKLH utk utk utk utk utk di Kota Cimahi
pelestarian hidup (IKLH). pemantau pemantau pemantau pemantau pemantau
lingkungan hidup an IKLH an IKLH an IKLH an IKLH an IKLH
dengan indikator
yang terukur.
Keberadaan sistem Belum ada Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan Sistem basis data
data dan informasi beroperasi ter- ter- ter- ter- dan informasi dari
untuk pemantauan update, update, update, update, kab/kota.
baku mutu lingkungan serta serta serta serta
hidup (IKLH). berkemba berkemba berkemba berkemba
ng ng ng ng
3.3 Terjaminnya Jumlah lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi XXX lokasi Program air
efisiensi program/kegiatan bersih 2018-2023
pemanfaatan reduce, reuse, recycle (DPKP Kota
sumberdaya alam untuk efisiensi Cimahi)
dan lingkungan pemanfaatan air yang
hidup untuk sudah berjalan.
pemanfaatan
jangka panjang.
% kenaikan efisiensi Dokumen
pengolahan sampah 6,04 % 7,5 % 10 % 12,5 % 15 % 17,5 % masterplan
melalui reduce, reuse, persampahan
recycle untuk limbah
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
padat dan cair yang Kota Cimahi
sudah berjalan.
3.4 Meningkatnya MOU/kerjasama antar 2 kerjasama XXX XXX XXX XXX XXX Berkas MOU
kerjasama antar kab/kota dalam pengelolaan air kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama pengelolaan air
wilayah pengelolaan air yang (dengan SPAM pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa antar kab/kota
administrasi dalam sdh berjalan . Regional & Kab. n air n air n air n air n air
pengendalian, Bandung)
pemantauan serta
pendayaggunaan
dan pelestarian 1 kerjasama
sumberdaya alam pengendalian
dan lingkungan banjir Bandung
hidup. Raya (antara 5
kab/kota + prov
+ ditjen SDA
PUPR)

1 kerjasama
pengelolaan
Jumlah sampah XXX XXX XXX XXX XXX Berkas MOU
MOU/kerjasama antar (dengan TPPSA Kerjasama Kerjasama kerjasama Kerjasama kerjasama pengelolaan
kab/kota dalam regional) pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa pengelolaa sampah antar
pengelolaan sampah n sampah n sampah n sampah n sampah n sampah kab/kota
yang sudah berjalan.

3.5 Meningkatnya Jumlah perusahaan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
peran serta dan/atau industri yang perusahaan perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa pelaksanaan
masyarakat dan melaksanakan n n n n n program CSR
pihak swasta program CSR terkait perusahaan.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
dalam pengelolaan
pemantauan, lingkungan hidup Foto kegiatan
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan hidup. Jumlah kegiatan XXX XXX XXX XXX
pengelolaan LH yang kegiatan. kegiatan. kegiatan. kegiatan. Dokumen SLHD
dilakukan oleh 6 kegiatan XXX
termasuk 4 Kegiatan. dan data Dinas
kelompok masyarakat Kebersihan dan
secara swadaya pembangunan
komposter, 1 Pertamanan..
(termasuk: sanitasi
berbasis masyarakat, bank sampah,
IPAL domestik dan dan 1 biogas.
pengelolaan kompos).
4.1 Berkurangnya % penurunan indeks Rata-rata 5% 7,5% 10% 12,5% 15% Data Sistem
tingkat kerentanan iklim di indeks 0,42 Informasi dan
kerentanan dan Kota CImahi dari Indeks
risiko bencana ak- kondisi 2017 Kerentanan
ibat dampak neg- (SIDIK) dari KLHK
ative perubahan tahun 2014.
iklim
4.2 Meningkatnya ka- % kenaikan indeks Skor 120 5% 7,5% 10% 12,5% 15% Data indeks risiko
pasitas dan kesi- kapasitas di kota bencana dari
apsiagaan Cimahi dari kondisi BNPB/BPBD tahun
masyarakat dalam 2017 2013.
menghadapi
dampak negative
perubahan iklim.
4.3 Tersedianya in- % luas ruang terbuka 19% 20% 22% 25% 27% 30% Data Bappeda
frastruktur hijau hijau terhadap luas Kota Cimahi dan
untuk memini- kota Cimahi. Perda No. 4
masi dampak pe- Tahun 2013.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
rubahan iklim.
4.4 Terwujudnya pen- Keberadaan Tidak ada TIdak ada Ada Ada Ada Ada Dokumen
gembangan kota masterplan kota hijau dokumen dokumen masterplan kota
hijau dan kota dan/atau kota tangguh hijau dan/atau
tangguh bencana. untuk Kota Cimahi. kota tangguh kota
cimahi

% dan/atau jumlah
program dan/atau % % % % Dokumen laporan
kegiatan kota hijau Tidak ada Tidak ada dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau pelaksanaan
dan/atau kota tangguh program program XXX XXX XXX XXX program dan/atau
yang terlaksana. dan/atau dan/atau program program program program kegiatan.
kegiatan kegiatan dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan
4.5 Tersedianya sis- Kebijakan insentif XXX kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX Peraturan Daerah
tem transportasi pajak moda kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan terkait.
public yang ren- transportasi publik
dah emisi. rendah emisi.
4.6 Tersedianya sum- Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
ber-sumber en- pengembangan program program program program program program/proyek.
ergy baru dan ter- sumber EBT yang (kajian utk
barukan. sudah terlaksana teknologi dan
kemanfaatan)
PROGRAM
1.1.1 Sinkronisasi 100% arahan zonasi RPPLHD belum 100% 100% 100% 100% 100% Dokumen dan
pola ruang dalam dokumen tersedia arahan arahan arahan arahan arahan PERDA RPPLHD
RTRW dengan RPPLHD diacu dalam zonasi zonasi zonasi zonasi zonasi dan RTRW.
Zonasi RPPLH revisi dan/atau dalam dalam dalam dalam dalam
penyusunan rencana RPPLHD RPPLHD RPPLHD RPPLHD RPPLHD
pola ruang RTRW. diacu diacu diacu diacu diacu
dalam dalam dalam dalam dalam
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
revisi revisi revisi revisi revisi
dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
penyusuna penyusuna penyusuna penyusuna penyusuna
n RTRW. n RTRW. n RTRW. n RTRW. n RTRW.
1.1.2 Pengendalian XXX instrument XXX instrument XXX XXX XXX XXX XXX PERDA/SK
pemanfaatan kebijakan mengenai kebijakan instrument instrument instrument instrument instrument Walikota/Dokume
ruang pada dis-insentif mengenai dis- kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan n instrument
zona-zona pemanfaatan ruang insentif mengenai mengenai mengenai mengenai mengenai kebijakan lainnya
rentan pada zona rentan pemanfaatan dis-insentif dis-insentif dis-insentif dis-insentif dis-insentif terkait dis-insentif
penurunan penurunan kualitas LH ruang pada pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaatan
kualitas LH dan/atau kawasan zona rentan an ruang an ruang an ruang an ruang an ruang ruang pada zona
lindung. penurunan pada zona pada zona pada zona pada zona pada zona rentan penurunan
kualitas LH rentan rentan rentan rentan rentan kualitas LH
dan/atau penurunan penurunan penurunan penurunan penurunan dan/atau kawasan
kawasan kualitas LH kualitas LH kualitas LH kualitas LH kualitas LH lindung.
lindung. dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau
kawasan kawasan kawasan kawasan kawasan
lindung. lindung. lindung. lindung. lindung.
1.2.1 Pembatasan Tersedianya Belum ada Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Peta zonasi
eksploitasi air pembatasan zonasi pembatasan a a a a a pemanfaatan
tanah pada pemanfaatan air tanah zonasi pembatasa pembatasa pembatasa pembatasa pembatasa dan/atau
di kawasan perkotaan pemanfaatan n zonasi n zonasi n zonasi n zonasi n zonasi eksploitasi air
kawasan
dan industri. air tanah di pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat tanah.
perkotaan kawasan an air an air an air an air an air
dan industry. perkotaan dan tanah di tanah di tanah di tanah di tanah di
industry. kawasan kawasan kawasan kawasan kawasan
perkotaan perkotaan perkotaan perkotaan perkotaan
dan dan dan dan dan
industri industri industri industri industri
1.2.2 Pembatasan Volume air tanah yang 7.871.356,400 7.871.356, 7.871.356, 7.871.356, 7.871.356, 7.871.356, Data eksploitasi
pemanfaatan dimanfaatkan secara m3/tahun 400 400 400 400 400 air tanah dari
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
air tanah langsung m3/tahun m3/tahun m3/tahun m3/tahun m3/tahun Dinas Energi dan
untuk sektor (dieksploitasi) oleh Sumber Daya
industri dan sektor industri tidak Mineral.
bertambah dari
perhotelan
kondisi tahun 2017.
1.2.3 Pemanfaatan % kenaikan volume 2.262.902 5% 7% 10% 12% 15% Data
air pemanfaatan air m3/tahun pemanfaatan air
permukaan permukaan yang permukaan yang
diolah melalui diolah dari PDAM
melalui
teknologi pengolahan dan/atau instansi
teknologi air dari kondisi tahun terkait.
pengolahan 2017 (oleh PDAM
air dan/atau instansi
terkait)
1.2.4 Pembuatan Jumlah sumur resapan XXX sumur XXX sumur XXX sumur XXX sumur XXX sumur XXX sumur Data dan/atau
sumur dan biopori yang resapan resapan resapan resapan resapan resapan laporan
resapan dan dibuat melalui proyek/kegiatan
partisipasi masyarakat dari instansi
pemanenan
kota XXX biopori XXX XXX XXX XXX XXX terkait.
air hujan di
wilayah biopori biopori biopori biopori biopori
permukiman
kota besar
melalui
partisipasi
masyarakat
kota

1.3.1 Intensifikasi Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
lahan pertanian perkotaan program program program program program dari instansi
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pertanian di yang melibatkan terkait.
wilayah masyarakat kota.
perkotaan
melalui urban
farming atau
pertanian
perkotaan di
lahan-lahan
privat

1.3.2 Peningkatan Produksi hasil XXX Kwintal XXX XXX XXX XXX XXX Data produksi
produksi hasil pertanian organic Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal hasil pertanian
pertanian terhadap produksi organic dari Dinas
tahun 2017 Pertanian.
organik

1.3.3 Peningkatan Produksi hasil XXX Kwintal XXX XXX XXX XXX XXX Data produksi
hasil peternakan terhadap Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal Kwintal hasil peternakan
produksi produksi tahun 2017 dari SKPD terkait.
peternakan
1.3.1 Pelarangan Aturan zonasi Belum tersedia Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Tersediany Aturan dan
pemanfaatan pemanfaatan air aturan zonasi a aturan a aturan a aturan a aturan a aturan kebijakan terkait
air tanah tanah. pemanfaatan zonasi zonasi zonasi zonasi zonasi zonasi
air tanah. pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaat pemanfaatan air
pada zona-
an air an air an air an air an air tanah.
zona tanah tanah tanah tanah tanah
konservasi
dan
pencadangan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
1.3.2 Penegakkan Berkurangnya kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus XXX kasus Data kasus
peraturan pelanggaran aturan pelanggaran pelanggara pelanggara pelanggara pelanggara pelanggara pelanggaran
pembatasan zonasi pemanfaatan n n n n n pemanfaatan air
pemanfaatan air tanah dari kasus tanah dari SKPD
air pada zona tahun 2017. terkait (Dinas
pemanfaatan Energi dan
terbatas Sumber Daya
Mineral).
2.1.1 Kaji ulang Jumlah kebijakan XXX kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
penggunaan daerah yang yang kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan kebijakan
ruang pada dilaksanakan untuk dilaksanakan yang yang yang yang yang dan/atau laporan
mempertahankan dilaksanak dilaksanak dilaksanak dilaksanak dilaksanak program SKPD
lahan dengan
lahan dengan jasa an an an an an terkait.
jasa penyimpan air tinggi.
penyimpan
air tinggi

2.1.2 Pembatasan Jumlah proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek XXX proyek Data proyek
pembanguna pembangunan pembangunan
n infratsruktur pada infrastruktur pada
infrastruktur lahan dengan jasa lahan dengan IJE
pada lahan penyimpan air tinggi. penyimpan air
dengan jasa tinggi.
penyimpan
air tinggi
2.2.1 Pelestarian Luas lahan pertanian 137 Ha 125 Ha 115 Ha 100 Ha 65 Ha 45 Ha Data LP2B.
dan yang berhasil
perlindungan dipertahankan..
lahan
pertanian
produktif
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
sebagai
daerah
lumbung
pangan
2.2.2 Pengendalian XX instrument XXX instrumen XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
alih fungsi kebijakan mengenai instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen kebijakan dan
lahan dis-insentif alih fungsi aturan daerah.
pertanian lahan pertanian.
menjadi non-
pertanian
2.3.1 Revitalisasi Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
dan revitalisasi dan Program Program Program Program Program program.
normalisasi normalisasi sungai
yang dilaksanakan
sungai-sungai
vital yang
berada,
melintasi
dan/atau
bermuara di
perkotaan

2.3.2 Peningkatan Jumlah perusahaan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Data hasil
kualitas (baku yang memenuhi perusahaan perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa perusahaa pengawasan baku
mutu) air standar baku mutu n n n n n mutu limbah cair
pengelolaan limbah perusahaan dari
sungai
cair. BLH.
melalui
pengawasan
pengelolaan
limbah
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
industry dan
ijin lokasi
industry

2.3.3 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an program pengelolaan lumpur Program Program Program Program Program program.
pengelolaan tinja yang
lumpur tinja. dilaksanakan
2.3.4 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an program pengelolaan limbah Program Program Program Program Program program.
pengelolaan cair yang dilaksanakan
limbah cair
2.3.5 Pengurangan Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
beban perbaikan sanitasi Program Program Program Program Program program.
pencemar air rumah tangga yang
sungai yang dilaksanakan
berasal dari
limbah
domestik
melalui
perbaikan
sanitasi
rumah
tangga
2.3.6 Peningkatan Jumlah program uji XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
kualitas emisi yang Program Program Program Program Program program.
(baku mutu) dilaksanakan
udara melalui
uji emisi
2.3.7 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an program pengelolaan sampah Program Program Program Program Program program.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pengelolaan terpadu yang
sampah dilaksanakan
terpadu,
termasuk
program
daur ulang
dan
pembatasan
penggunaan
kantong
plastik
2.3.8 Pembatasan % pengurangan XXX m3/tahun 10% 12% 15% 17% 20% Data statistic
penggunaan volume penggunaan pertanian.
pupuk pupuk dan/atau
dan/atau pestisida dari kondisi
pestisida tahun 2017.
yang dapat
mencemari
tanah dan air
2.4.1 Peningkatan Persentase kenaikan 14,452 Ha 10% 12% 15% 17% 20% Hasil analisis
kualitas luas tutupan lahan overlay antara
pengelolaan hutan pada kawasan peta/data
lindung dari kondisi kawasan lindung
kawasan
tahun 2017. thn 2017 dengan
lindung tutupan hutan
eksisting setiap
thn target
capaian.
2.4.2 Pengembang Jumlah penelitian XXX penelitian XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
an manfaat pengembangan penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian
sumberdaya manfaat sumberdaya
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
genetic genetik yang hasilnya XXX penerapan Laporan kegiatan
melalui berhasil diterapkan. hasil penelitian XXX XXX XXX XXX XXX hasil penerapan
penelitian penerapan penerapan penerapan penerapan penerapan penelitian.
dan hasil hasil hasil hasil hasil
penerapanny penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian
a
2.4.3 Penyebaran Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
informasi sosialisasi manfaat Program Program Program Program Program program.
potensi dan sumberdaya genetic
manfaat yang dilaksanakan
sumberdaya
genetic
kepada
masyarakat
6.1.1 Harmonisasi Jumlah kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian XXX Kajian Dokumen kajian
peraturan harmonisasi kebijakan harmonisasi
daerah daerah peraturan.
terkait sistem
perijinan
lingkungan
hidup dengan
peraturan
sektor terkait
yang
berpotensi
saling
melemahkan

6.1.2 Pengembang Jumlah instrument XXX instrumen XXX XXX XXX XXX XXX Daftar PERDA dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
an ekonomi lingkungan instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen aturan lainnya.
instrument hidup yang
ekonomi diaplikasikan untuk
rencana dan program
lingkungan
pembangunan
hidup dan
seluruh
ketentuan
aturannya

6.1.3 Peningkatan Persentase kenaikan Rp. XXX 1% 2% 3% 4% 5% Dokumen APBD


alokasi dan APBD Kota Cimahi Provinsi dan
distribusi untuk pengelolaan Kab/Kota.
penganggara lingkungan hidup
n terhadap anggaran
pengelolaan tahun 2017.
lingkungan
hidup secara
bertahap
minimal 5%
dari APBD
pada tahun
2017
6.1.4 Penguatan Jumlah program XXX program XX XX XX XX XX Laporan
kualitas SDM pelatihan SDM pelatihan. program program program program program program/kegiatan
pengawas pengawas lapangan pelatihan. pelatihan. pelatihan. pelatihan. pelatihan. .
lapangan pencemaran
pencemaran lingkungan hidup.
lingkungan
hidup
3.2.1 Pengembang Jumlah instrument XXX instrument XXX XXX XXX XXX XXX Laporan program
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
an sistem dan sistem dan sistem dan instrument instrument instrument instrument instrument pengembangan
infrastruktur infrastruktur infrastruktur sistem dan sistem dan sistem dan sistem dan sistem dan sistem dan
pemantauan pemantauan indeks infrastrukt infrastrukt infrastrukt infrastrukt infrastrukt infratsruktur
kualitas lingkungan ur ur ur ur ur pemantauan
indeks
hidup. indeks KLH.
kualitas
lingkungan
hidup

3.2.2 Pengembang Jumlah kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian XXX kajian Dokumen hasil
an metoda pengembangan pengembangan pengemba pengemba pengemba pengemba pengemba kajian.
indeks metoda indeks ngan ngan ngan ngan ngan
kualitas lingkungan
kualitas
hidup yang terstandar
lingkungan dan terpercaya
hidup yang
terstandar
dan
terpercaya

3.2.3 Tersedianya Sistem basis data dan XXX sistem XXX sistem XXX sistem XXX sistem XXX sistem XXX sistem Sistem basis data
data dan informasi. basis data dan basis data basis data basis data basis data basis data dan informasi
informasi informasi. dan dan dan dan dan yang terpasang di
yang up-to- informasi. informasi. informasi. informasi. informasi. SKPD terkait.
date
mengenai
produksi, XXX XXX XXX XXX XXX
distribusi dan Jumlah updating data
dan informasi XXX kali/tahun kali/tahun kali/tahun kali/tahun kali/tahun kali/tahun
pemanfaatan
bahan-bahan
pencemar
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
lingkungan
hidup
3.2.4 Peningkatan Jumlah kegiatan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
pengawasan, pengawasan, kegiatan/tahun kegiatan/t kegiatan/t kegiatan/t kegiatan/t kegiatan/t
pengendalian pengendalian dan ahun ahun ahun ahun ahun
dan penindakan
penindakan kepatuhan penerapan
kepatuhan sistem pengamanan
penerapan dan penanganan
sistem bahan pencemar
pengamanan lingkungan hidup per
dan tahun
penanganan
bahan
pencemar
lingkungan
hidup
3.3.1 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an reduce, reduce, reuse, recycle Program Program Program Program Program program.
reuse, beserta intrumen dan
recycle teknologinya dalam
beserta efisiensi pemanfaatan
intrumen dan air yang dilaksanakan
teknologinya
dalam
efisiensi
pemanfaatan
air
3.3.2 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan kegiatan
an reduce, reduce, reuse, recycle Program Program Program Program Program program.
reuse, beserta intrumen dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
recycle teknologinya dalam
beserta dalam pengelolaan
intrumen dan limbah padat, cair dan
teknologinya B3 yang dilaksanakan.
dalam
pengelolaan
limbah
padat, cair
dan B3
3.4.1 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
dalam pengelolaan air
administrasi
tanah dan pelestarian
dalam atau pemulihan
pengelolaan ekosistem yang
air tanah dan memiliki jasa tata air
pelestarian yang dilaksanakan.
atau
pemulihan
ekosistem
yang memiliki
jasa tata air.

3.4.2 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
dalam pengelolaan
administrasi
DAS dan/atau WAS
dalam untuk pengendalian
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pengelolaan banjir di kawasan DAS
DAS dan/atau Citarum yang
WAS untuk dilaksanakan.
pengendalian
banjir di
kawasan DAS
Citarum.

3.4.3 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
administrasi dalam menjamin
dalam ketersediaan bahan
menjamin pangan yang
ketersediaan dilaksanakan.
bahan
pangan
3.4.4 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
administrasi dalam pengelolaan
dalam sampah yang
pengelolaan dilaksanakan.
sampah
3.4.5 Peningkatan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
kerjasama kerjasama antar kerjasama program program program program program program/kegiatan
antar wilayah wilayah administrasi di kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
administrasi kawasan metropolitan
di kawasan Bandung dalam
metropolitan pengembangan sistem
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
Bandung transportasi publik
dalam yang rendah emisi
pengembang yang dilaksanakan.
an sistem
transportasi
publik yang
rendah emisi.
3.4.6 Penerapan Jumlah program XXX program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
instrument kerjasama kerjasama program program program program program program/kegiatan
ekonomi perlindungan dan kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama kerjasama .
pengelolaan
lingkungan
lingkungan hidup
hidup dalam antar wilayah
proses administrasi yang
kerjasama menerapkan
perlindungan instrument ekonomi
dan lingkungan hidup.
pengelolaan
lingkungan
hidup antar
wilayah
administrasi

3.5.1 Penyediaan Jumlah sosialisasi 23 kegiatan XXX XXX XXX XXX XXX Data SLHD
akses untuk masyarakat sosialisasi. kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan kegiatan dan/atau laporan
informasi dan mengenai program sosialisasi. sosialisasi. sosialisasi. sosialisasi. sosialisasi. kegiatan.
penyelenggaraan
mekanisme
perlindungan dan
umpan balik pengelolaan
bagi lingkungan hidup.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
masyarakat
mengenai
penyelenggar Jumlah alat/platform
aan penyebaran informasi
perlindungan publik mengenai XXX XXX XXX XXX XXX XXX Berkas
dan penyelenggaraan alat/platform alat/platfo alat/platfo alat/platfo alat/platfo alat/platfo brosur/pamphlet/
perlindungan dan penyebaran rm rm rm rm rm poster/foto
pengelolaan
pengelolaan informasi. penyebara penyebara penyebara penyebara penyebara website dan
lingkungan lingkungan hidup
hidup. n n n n n lainnya.
informasi. informasi. informasi. informasi. informasi.
3.5.2 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
an pola perlindungan dan Program Program Program Program Program program/kegiatan
perlindungan pengelolaan .
dan lingkungan hidup
pengelolaan berbasis kearifan lokal
lingkungan yang dilaksanakan.
hidup
berbasis
kearifan
lokal.
3.5.3 Pengembang Jumlah instrument XXX intrumen XXX XXX XXX XXX XXX Daftar kebijakan
an kebijakan tentang intrumen intrumen intrumen intrumen intrumen dan aturan
mekanisme mekanisme insentif daerah terkait.
insentif dan dan dis-insentif bagi
dis-insentif masyarakat dan sektor
bagi swasta dalam
masyarakat perlindungan dan
dan sektor pengelolaan
swasta dalam lingkungan hidup yang
perlindungan dikembangkan dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
dan dilaksanakan.
pengelolaan
lingkungan
hidup.
4.1.1 Penyusunan Dokumen kajian Belum tersedia Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah Dokumen kajian
kajian kerentanan iklim kota dokumen kajian tersedia tersedia tersedia tersedia tersedia kerentanan iklim.
kerentanan Cimahi kerentanan kajian kajian kajian kajian kajian
iklim kerentana kerentana kerentana kerentana kerentana
iklim di Kota
n iklim n iklim n iklim n iklim n iklim
Cimahi dengan dengan dengan dengan dengan
periode periode periode periode periode
terbaru. terbaru. terbaru. terbaru. terbaru.
4.1.2 Integrasi Luas lahan pada zona 0 Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha Analisis hasil
kajian dengan tingkat overlay zona
kerentanan kerentanan iklim tinggi kerentanan iklim
diadopsi sebagai tinggi dengan
iklim kedalam
kawasan lindung kawasan lindung
RTRW dan dan/atau dan/atau kawasan
RPJMD Kota pemanfaatan terbatas pemanfaatan
Cimahi dalam pola ruang terbatas.
RTRW.

Jumlah program Dokumen RPJMD.


adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim dalam XXX program XXX XXX XXX XXX XXX
RPJMD program program program program program
4.1.3 Pembatasan Berkurangnya ijin XXX ijin. XXX ijin. XXX ijin. XXX ijin. XXX ijin. XXX ijin. Data ijin
penggunaan pemanfaatan ruang pemanfaatan
lahan rawan pada kawasan rawan ruang dan RDTR.
bencana bencana longsor dan
longsor dan banjir.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
banjir untuk
kawasan
permukiman,
infrastruktur
dan industry
4.2.1 Penyusunan Dokumen rencana aksi Belum Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah Dokumen rencana
rencana aksi adaptasi dan mitigasi tersedian tersedia tersedia tersedia tersedia tersedia aksi adaptasi dan
mitigasi dan perubahan iklim. dokumen dokumen dokumen dokumen dokumen dokumen mitigasi
rencana aksi rencana rencana rencana rencana rencana perubahan iklim.
adaptasi
adaptasi dan aksi aksi aksi aksi aksi
perubahan mitigasi adaptasi adaptasi adaptasi adaptasi adaptasi
iklim di Kota perubahan dan dan dan dan dan
Cimahi iklim. mitigasi mitigasi mitigasi mitigasi mitigasi
perubahan perubahan perubahan perubahan perubahan
iklim iklim iklim iklim iklim
dengan dengan dengan dengan dengan
periode periode periode periode periode
terbaru. terbaru. terbaru. terbaru. terbaru.
4.2.2 Integrasi Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen RTRW
rencana aksi adaptasi dan mitigasi Program Program Program Program Program dan RPJMD.
mitigasi dan perubahan iklim dalam
adaptasi RTRW dan RPJMD
perubahan
iklim
kedalam
RTRW dan
RPJMD Kota
Cimahi
4.2.3 Pembanguna Sistem basis data dan Sistem basis Sistem Sistem Sistem Sistem Sistem Sistem basis data
n sistem informasi iklim untuk data dan basis data basis data basis data basis data basis data dan informasi
basis data kegiatan adaptasi bagi informasi dan dan dan dan dan
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
dan petani. belum tersedia informasi informasi informasi informasi informasi Laporan kegiatan
informasi sudah sudah sudah sudah sudah pemanfaatan
iklim untuk tersedia tersedia tersedia tersedia tersedia sistem basis data
kegiatan dan dan dan dan dan untuk petani.
adaptasi bagi dimanfaat dimanfaatk dimanfaat dimanfaatk dimanfaat
petani kan petani an petani kan petani an petani kan petani
4.2.4 Pendidikan Jumlah program dan XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
dan penyadaran publik Program Program Program Program Program program/kegiatan
penyadaran mengenai adaptasi .
public dan mitigasi
mengenai perubahan iklim yang
adaptasi dan dilaksanakan.
mitigasi
perubahan
iklim melalui
kampanye,
simulasi
bencana,
kurikulum
sekolah,
temu wicara
publik baik di
ruang publik
maupun di
sekolah-
sekolah
4.2.5 Diversifikasi Jumlah jenis pangan XXX Jenis XXX Jenis XXX Jenis XXX Jenis XXX Jenis XXX Jenis Data statistic
pangan pengganti beras yang pangan. pangan. pangan. pangan. pangan. pangan. pertanian.
untuk dikonsumsi
mengemban masyarakat secara
gkan sumber rutin
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
pangan lokal
non-beras
4.3.1 Pengembang Kajian pengembangan Belum terdapat Sudah ada Sudah ada Sudah ada Sudah ada Sudah ada Dokumen hasil
an sistem sistem RTH yang kajian. kajian kajian kajian kajian kajian kajian.
ruang hijau terintegrasi.
terbuka
publik dan
privat yang Penerapan hasil kajian Belum Hasil kajian Hasil kajian Hasil kajian Hasil kajian Hasil kajian Dokumen RTRW
sistem RTH dalam dilaksanakan sudah sudah sudah sudah sudah dan RDTR.
terintegrasi
RTRW dan RDTR. penerapan hasil diterapkan diterapkan diterapkan diterapkan diterapkan
dan
kajian dalam dalam dalam dalam dalam dalam
terkoneksi
RTRW dan RTRW dan RTRW dan RTRW dan RTRW dan RTRW dan
untuk RDTR RDTR. RDTR. RDTR. RDTR. RDTR.
mempertaha
nkan fungsi
ekosistem
yang
beragam
(multi-fungsi)
dalam
melayani
kebutuhan
masyarakat
perkotaan

4.3.2 Percepatan Jumlah luas lahan XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha Laporan
alokasi RTH yang dibebaskan pembebasan
sebanyak untuk RTH. lahan untuk RTH.
30% dari luas
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
daerah
administrativ Jumlah luas lahan Laporan
e yang diperuntukkan XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha program/kegiatan
untuk infrastruktur pembangunan
hijau infrastruktur
hijau.
4.3.3 Pengembang Jumlah luas lahan XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha XXX Ha Laporan program
an yang diperuntukkan pengembangan
infrastruktur untuk infrastruktur infrastruktur
hijau di hijau di kawasan hijau.
kawasan rawan bencana
rawan
bencana,
seperti
terasering
lahan
pertanian
dan lainnya
4.4.1 Penyusunan Dokumen masterplan Tidak ada TIdak ada Ada Ada ada ada Dokumen
masterplan kota hijau dan kota dokumen dokumen masterplan kota
kota hijau tangguh bencana hijau dan kota
dan kota tangguh bencana
tangguh
bencana
4.4.2 Pengembang Daftar indikator kota TIdak ada Ada Ada Ada Ada Ada Laporan
an indikator hijau dan kota tangguh indikator penyusunan/peng
kota hijau bencana yang telah embangan
dan kota disusun. indikator kota
tangguh hijau dan kota
bencana tanggung
sebagai tolak bencana.
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
ukur
ketangguhan
kota dalam
menghadapi
dampak
perubahan
iklim
4.4.3 Pengembang % pencapaian indeks 0% 30% 50% 60% 70% 80% Hasil penilaian
an kota hijau kota hijau dan kota indeks kota hijau
dan kota tangguh bencana dan kota tangguh
tangguh untuk Kota Cimahi bencana.
sebagai salah
satu contoh
praktik baik
dalam upaya
adaptasi dan
mitigasi
perubahan
iklim
4.5.1 Penegakkan Jumlah kendaraan XXX kendaraan XXX XXX XXX XXX XXX Laporan atau data
aturan transportasi publik kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan pengawasan baku
standar emisi yang memenuhi mutu emisi untuk
standar baku mutu transportasi
bagi sistem
emisi. publik.
transportasi
public

4.5.2 Percepatan Jumlah kendaraan XXX kendaraan XXX XXX XXX XXX XXX Data kendaraan
penggunaan transportasi publik kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan kendaraan transportasi
bahan bakar yang menggunakan publik dari
bahan bakar SKPD/instansi
bersumber
Hasil Kinerja Yang Indikator Baseline Tahun Target Capaian Alat Verifikasi
diharapkan 2017 Thn 2027 Thn 2032 Thn 2037 Thn 2042 Thn 2047
bio-energi bersumber bio-energi terkait.
dan/atau dan/atau energi baru
energi baru dan terbarukan.
dan
terbarukan
bagi moda
transportasi
public

4.5.3 Penerapan Jumlah kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
insentif pajak dan/atau aturan kebijakan/atura kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan.
moda mengenai insentif n aturan aturan aturan aturan aturan
transportasi pajak moda
umum dan transportasi umum
moda dan moda transportasi
transportasi rendah emisi yang
rendah emisi berlaku
4.6.1 Pengembang Jumlah program XXX Program XXX XXX XXX XXX XXX Laporan
an program pengembangan waste Program Program Program Program Program program/proyek.
waste to to energy yang
dilaksanakan.
energi

4.6.2 Penerapan Jumlah kebijakan XXX XXX XXX XXX XXX XXX Dokumen
insentif dan/atau aturan kebijakan/atura kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan/ kebijakan.
untuk mengenai insentif n aturan aturan aturan aturan aturan
pengguna untuk pengguna
energi baru energi baru dan
dan terbarukan.
terbarukan
7.5 Pelaporan Pelaksanaan Implementasi RPPLHD
Pelaksanaan dan/atau penyelenggaraan RPPLHD harus dilaporkan dalam sebuah
laporan tertulis yang merangkum seluruh program dan kegiatan yang terkait
dengan pencapaian kebijakan RPPLHD. Sumber penyusunan laporan dapat berasal
dari laporan pelaksanaan program yang disusun oleh SKPD terkait yang bertanggung
jawab terhadap masing-masing program. Laporan disusun setiap lima tahunan
sesuai dengan periode pemantauan periodik. Harapannya adalah semua laporan
mengenai program dan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dapat terdokumentasi dengan baik untuk kegunaan kegiatan pemantauan dan
evaluasi kebijakan RPPLHD Kota Cimahi.

Pada setiap akhir tahun ke-10 dari penyelenggaraan RPPLHD ini, BLHD dan
BAPPEKO akan mengkoordinasikan sebuah peninjauan atau evaluasi paruh waktu
yang melibatkan seluruh SKPD dan pemangku kepentingan lainnya yang hasilnya
akan dituangkan dalam laporan evaluasi paruh waktu 10 tahunan. Pada akhir tahun
ke-30 akan dilakukan sebuah evaluasi akhir menyeluruh yang hasilnya akan
dituangkan kedalam sebuah laporan evaluasi akhir yang berisi laporan kegiatan dan
pencapaian selama kurun waktu penyelenggaraan RPPLHD periode 2017-2047,
laporan akhir juga akan memuat rekomendasi tindak lanjut sebagai masukan bagi
penyusunan RPPLHD tahap periode berikutnya.
Bab 8 Penutup

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLHD) Kota Cimahi


2017-2047 merupakan dokumen perencanaan yang ditujukan sebagai acuan bagi
perencanaan pembangunan lainnya, sesuai dengan mandat UU No.32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. RPPLHD Kota Cimahi
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Penyusunan RPPLHD Kota Cimahi 2017-2047 ini disusun berdasarkan hasil analisis
terhadap tantangan utama dan isu strategis yang mengacu pada inventarisasi
lingkungan hidup tingkat pulau kepulauan dan inventarisasi lingkungan hidup
tingkat ekoregion. Berbagai arahan program dan target capaian yang tercantum
dalam dokumen ini perlu dijabarkan lebih detil lagi khususnya untuk menyusun
program dan kegiatan penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
dalam mencapai target sasaran yang telah ditetapkan. RPPLHD ini disusun sebagai
pedoman untuk:
1. Penyusunan RPJPD, RPJMD dan RTRW Kota Cimahi, RENSTRA dan RENJA
SKPD, serta dokumen perencanaan lainnya dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Kota Cimahi.
2. Menjamin terwujudnya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar ruang,
antar waktu, antar fungsi SKPD maupun antar pemerintah provinsi dan kota
Cimahi.
3. Mewujudkan keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan.
4. Mewujudkan tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan dan berkelanjutan.

RPPLHD Kota Cimahi 2017-2047 ini merupakan pedoman bagi seluruh pemangku
kepentingan untuk menyelenggarakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di Kota Cimahi, sehingga penyelenggaraan upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan ini memerlukan keterlibatan aktif dan peran serta seluruh
pemangku kepentingan, tidak hanya pemerintah kota dan jajaran institusi SKPD-
nya, namun juga diperlukan keterlibatan aktif dari masyarakat. Keterlibatan aktif
seluruh pemangku kepentingan ini sangat penting dimulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan hingga pemantauan penyelenggaraan kebijakan RPPLHD.
Daftar Pustaka
BPLHD Jawa Barat. (2008). Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Tahun2008. http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/doku-
men/kegiatan/dikplh/tahun-2008. Diakses pada 12 Mei 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. (2016). Jawa Barat dalam Angka Tahun
2015. Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik Kota Cimahi. (2016). Kota Cimahi dalam Angka Tahun 2015.
Badan Pusat Statistik, Kota Cimahi.
Barirotuttaqiyyah, D. (2015). Pemetaan pola distribusi dan aliran energi bahan pan-
gan provinsi jawa barat. Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung.
Diba, F. (2015). Pemetaan pola distribusi dan aliran materi (studi kasus: penyediaan
air di Kawasan Bandung Utara). Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung.
Dinas Pekerjaan Umum. (1994). SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi TPA.
Dinas Pengeloaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat. (2012). Potensi Ketersedi-
aan Air Sungai di Jawa Barat. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi
Jawa Barat
Dinas Perikananan Provinsi Jawa Barat. (2015). Produksi Perikanan Tangkap dan Bu-
didaya Kabupaten/Kota. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat.
DLH Kota Cimahi. (2012). Laporan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
DLH Kota Cimahi. (2015). Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Kompilasi Lingkungan Tahun 2015.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Kualitas Air dan Udara di Kota Cimahi Tahun
2015.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Periode Musim Hujan Tahun 2015.
DLH Kota Cimahi. (2015). Laporan Sumur Tahun 2015.
DLH Kota Cimahi. (2016). Laporan Biomasa Tahun 2016.
DLH Kota Cimahi. (2016). Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca Tahun 2015.
Energi Sumber Daya dan Mineral. (2015). Potensi Ketersediaan Air Tanah Provinsi
Jawa Barat. Energi Sumber Daya dan Mineral.
Groffman, P., et al. (2006). Ecological thresholds: the key to successful environmen-
tal management or an important concept with no practical application?
Ecosystems 9(1):1–13.
Hardinsyah, dkk. (2012). Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat.
https://hadiriyadiipb.files.wordpress.com/2013/03/angka-kecukupan-gizi-
2012-energi-protein-karbohidrat-lemak-serat.pdf. Diunduh pada tanggal 12
April 2016.
Kantor Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Cimahi. (2012). Laporan Akhir Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Kota Cimahi Tahun 2012.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Ekoregion Pulau/Kepulauan.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Deskripsi Peta Ekoregion Laut Indonesia.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). Deskripsi Peta Ekoregion
Sumatera Skala 1:250.000. http://175.184.234.138/p3es/uploads/unduhan/
201143_-_ATR_-_AP150_-_DUPLEX_-_50_-_SET_REVISI_-_ok_.pdf. Diakses
pada 13 Mei 2017.
Kementerian Pertanian. (2016). Statistik Pertanian 2016. Jakarta: Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian.
Millennium Ecosystem Assessment. (2005). Ecosystem and Human Well-being: A
Framework for Assessment. Island Press, Washington.
Mantjanagara, Rindang. (2017). Kajian Rute Pengangkutan Sampah Kota Cimahi
Dalam Mengantisipasi Pemindahan Lokasi TPA (Studi Kasus: Kecamatan Cimai
Tengah). Tugas Akhir, Universitas Pasundan
Muta’ali, L. (2012). Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Republik Indonesia. (1960). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peratu-
ran Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara RI Tahun 1960, No. 104.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2009). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup
dalam Penataan Ruang Wilayah. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Ne-
gara RI Tahun 2009, No. 140. Sekretariat Negara. Jakarta.
Riqqi, A. (2011). Indonesian Multiscale Grid System for Environmental Data. 10 th An-
nual Asian Conference and Exhibiton on Geospatial Information Technology
and Application, Jakarta.
van Steenis, CGGJ. (2006). Flora Pegunungan Jawa. Jakarta: LIPI Press.
Whitten, T., Soeriaatmadja, R. E. & Afiff, S. A. (1996). The Ecology of Indonesia Series
Volume II: The Ecology of Java and Bali. Singapore: Berkeley Books Private
Ltd.
WJP-MDM. (2013). Konsep Awal Pengembangan Metropolitan Bandung Raya.
Diakses tanggal 6 Desember 2016.
Lampiran A: Metode Analisis Spasial Penyusunan RPPLH
RPPLH disusun dengan mempertimbangkan hasil analisis data yang tersedia. Salah
satu analisis yang dilakukan, yakni analisis spasial. Analisis tersebut meliputi
penyusunan peta jasa ekosistem per ekoregion Kota Cimahi, penyusunan peta
status DDLH Kota Cimahi, penyusunan peta cluster aliran air dan pangan, dan
penyusunan peta tekanan terhadap lingkungan Kota Cimahi.

A.1 Penyusunan Peta Indeks Jasa Ekosistem per Ekoregion Kota Cimahi
Peta Indeks Jasa Ekosistem dibuat dengan pendekatan land cover based proxy yang
menggunakan penilaian para ahli (expert judgement) dari multi-disiplin ilmu untuk
mendapatkan penilaian yang komprehensif (Cowling et al., 2008; MA, 2005; dan
SCBD, 2004 dalam Maynard et al., 2010). Penilaian para ahli secara kualitatif dapat
dianggap sebagai data sehingga bisa digunakan sebagai bobot pada berbagai kelas
lahan berbeda. Penilaian ahli yang diberikan secara kuantitatif dapat dianggap
sebagai data (Meyer dan Booker, 1991 dalam Mashita, 2012).

1. Identifikasi Jasa Ekosistem

Jasa ekosistem dibandingkan tingkat kepentingannya terhadap tiap kelas ekoregion


dan penutup lahan. Hasil perbandingan selanjutnya digunakan untuk menentukan
bobot masing-masing jasa ekosistem.

2. Penilaian Jasa Ekosistem

Data yang digunakan untuk perhitungan bobot menggunakan metode Pairwise


Comparison ini diperoleh dari hasil pengisian kuisioner oleh beberapa responden.
Adapun kuisioner yang disusun terkait dengan kegiatan penentuan nilai bobot jasa
ekosistem terhadap ekoregion dan penutup lahan. Responden yang berpartisipasi
dalam pengisian kuisioner ini, antara lain pakar geomorfologi, pakar kehutanan,
pakar biologi, pakar perencanaan wilayah, dan pakar lingkungan.

Kuisioner yang disebarkan ini berisikan tabel-tabel yang menggambarkan


perbandingan skala penilaian jasa ekosistem terhadap setiap kelas penutup lahan
dan ekoregion. Pengisian daftar pertanyaan dilakukan berdasarkan teori dan
pengetahuan, pengamatan dan pengalaman yang dimiliki oleh pengisi kuisioner
terhadap kondisi faktual. Mengingat keragaman fenomena bentang lahan dan
penutup Lahan di wilayah pengamatan, maka dilakukan prinsip generalisasi sesuai
dengan kedalaman skala pengamatan. Proses transformasi data dari bentang lahan
dan penutup lahan menjadi nilai jasa ekosistem dilakukan dengan menjawab
sejumlah pertanyaan tentang kepentingan dan peran bentang lahan dan penutup
lahan terhadap besar kecilnya nilai jasa ekosistem. Prinsipnya adalah perbandingan
tingkat kepentingan atau peran jenis-jenis bentang lahan dan penutup lahan
terhadap jenis-jenis jasa ekosistem (prinsip relativitas).

I
3. Penentuan Nilai Bobot Jasa Ekosistem

Setelah dilakukan pengisian kuisioner oleh para responden, selanjutnya dilakukan


perhitungan bobot untuk setiap jasa ekosistem pada 2 komponen penentuan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup berdasarkan hasil kuisioner yang
diperoleh. Terdapat beberapa prosedur dalam proses perhitungan hasil kuisioner
dengan menggunakan metode Pairwise Comparison, yaitu:
1) Membangun matriks pairwise comparison untuk setiap jenis jasa ekosistem,

2) Normalisasi matriks pairwis e comparison,

3) Menghitung nilai rata-rata setiap baris matriks untuk mendapatkan tingkat


kecocokan,

4) Menghitung dan mengecek rasio konsistensi atau consistency ratio (CR).

Sebelum membangun matriks pairwise comparison, perlu dilakukan konversi hasil


kuisioner. Pada kuisioner yang ada rentang nilai yaitu antara 0 – 10. Sedangkan hasil
perbandingan setiap jasa ekosistem harus dideskripsikan dalam nilai integer dari 1
(sama-sama penting) hingga 9 (sangat berbeda), dimana semakin tinggi nilai berarti
jasa ekosistem tersebut dianggap jauh lebih penting dibandingkan jasa ekosistem
pembandingnya.

Matriks pairwise comparison dibuat untuk setiap pakar dan setiap jasa ekosistem.
Kemudian untuk keperluan perhitungan nilai bobot tiap jasa ekosistem, dilakukan
perhitungan rata-rata geometrik (geometric mean) dari matriks-matriks semua
pakar pada jasa ekosistem yang dihitung. Rata-rata geometrik adalah rata-rata yang
menunjukkan tendensi sentral atau nilai khas dari sebuah himpunan bilangan
dengan menggunakan produk dari nilai-nilai mereka.

Langkah selanjutnya, melakukan proses normalisasi pada matriks pairwise


comparison. Normalisasi matriks dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai di
setiap kolom. Setiap nilai pada matriks kemudian dibagi dengan hasil penjumlahan
di kolom masing-masing untuk mendapatkan nilai bobot normal. Jumlah dari setiap
kolom yang sudah dinormalisasi adalah 1.

Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai bobot untuk jasa ekosistem terhadap setiap
kelas penutup lahan dan ekoregion. Caranya dengan menjumlahkan nilai di setiap
baris. Nilai total yang didapat menjadi nilai bobot dari jasa ekosistem tersebut
terhadap masing-masing kelas ekoregion atau penutup lahan. Hasil perhitungan
nilai bobot perlu dicek dan dihitung rasio konsistensi nya. Tujuan dari proses ini
yaitu untuk memastikan penilaian yang dilakukan para pakar konsisten. Terdapat 3
langkah dalam menghitung consistensi ratio:
1) Menghitung consistency measure,

2) Menghitung consistency index (CI)


3) Menghitung consistency ratio (CI/RI, dimana RI adalah indeks acak)

Secara praktis, nilai CR = 0.1 atau di bawah 0.1 menunjukkan bahwa nilai yang
didapat sudah dapat digunakan. Sedangkan jika nilai CR di atas 0.1, maka penilaian
yang dilakukan perlu diperiksa ulang.

4. Analisis Spasial Jasa Ekosistem

Analisis spasial jasa ekosistem merupakan proses overlay data spasial dengan nilai
indeks jasa ekosistem. Tahap pertama yaitu analisis data spasial ekoregion dan
penutup lahan dengan operasi spasial overlay (intersect). Metode ini menghasilkan
unsur spasial baru dari irisan unsur spasial ekoregion dan tutupan lahan. Tahap
kedua yaitu proses overlay data geospasial dengan nilai indeks jasa ekosistem (JE).
Pada proses ini, nilai indeks JE dari kajian sebelumnya dimasukkan ke dalam tabel
atribut dari data spasial hasil interseksi antara ekoregion dan penutup lahan.

Analisis overlay (intersect) dilakukan menggunakan data ekoregion dan penutup


lahan yang sudah berisi nilai bobot JE. Hasil analisis yaitu berupa data spasial
interseksi yang berisi nilai-nilai bobot JE untuk kedua unit analisis. Data hasil analisis
spasial jasa ekosistem ini kemudian digunakan untuk perhitungan indeks daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

5. Perhitungan Indeks Daya Dukung Lingkungan Hidup

Kapasitas daya dukung lingkungan hidup terhadap jasa ekosistem tertentu


direpresentasikan dalam bentuk indeks daya dukung lingkungan hidup. Indeks daya
dukung LH dihitung dengan melibatkan nilai bobot jasa ekosistem terhadap
ekoregion dan penutup lahan.

IJE=f( i eco , i LC )

dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
ieco : indeks berdasarkan ekoregion, dan
iLC : indeks berdasarkan penutup lahan.

Terdapat 4 (empat) skenario model matematika perhitungan indeks. Skenario


model matematika yang dimaksud di antaranya:
a. Pertama, perkalian indeks jasa ekosistem berdasarkan ekoregion dan
penutup lahan (ieco * ilc)

b. Kedua, setiap indeks berdasarkan ekoregion pada setiap baris dibagi


dengan indeks rata-rata ekoregion, kemudian dikalikan dengan
indeks penutup lahan (( ieco ke-n/ieco rata2) * ilc).

III
c. Ketiga, nilai indeks berdasarkan ekoregion dijumlahkan dengan
indeks berdasarkan penutup lahan (ieco + ilc).

d. Keempat, penjumlahan nilai bobot indeks berdasarkan ekoregion


dan penutup lahan (weco ilc + wec ilc).

Berdasarkan pola distribusi nilai yang dihasilkan oleh keempat skenario, maka
dipilih skenario pertama. Adapun pemilihan skenario model matematika dilakukan
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Distribusi nilai lebih baik dan tidak ada satu parameter yang lebih dominan
dari parameter lainnya (seperti pada skenario 3 dan 4).

b. Perkalian lebih dekat dengan logika hubungan antara ekoregion sebagai


pembawa karakteristik dasar dari suatu bentang lahan dan penutup lahan
sebagai cerminan pemanfaatan bentang alam oleh manusia (sebagai jasa
ekosistem).

c. Skenario kedua memberikan informasi yang sama dengan skenario pertama.


Sedangkan skenario ke 3 dan ke 4 selalu menghasilkan magnifikasi (karena
penambahan) terhadap hasilnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih skenario pertama, dengan


melakukan penyekalaan maka diperoleh perhitungan Indeks daya dukung LH adalah
sebagai berikut:

IJE=
√ IJEeco × IJE LC
maks( √IJE eco × IJELC )

dengan,
IJE : Indeks Jasa Ekosistem,
maks : nilai maksimum dari perhitungan hasil perkalian dan akar terhadap nilai
indeks JE penutup lahan dan ekoregion

A.2 Penyusunan Peta Ambang Batas dan Status DDLH Pangan dan Air kota
Cimahi
Secara sederhana, ambang batas merupakan suatu tingkatan yang masih dapat
diterima. Dalam konteks lingkungan, ambang batas adalah suatu kondisi saat terjadi
perubahan mendadak dalam kualitas ekosistem, properti atau fenomena, atau saat
perubahan kecil di lingkungan menghasilkan respon yang besar pada ekosistem
(Groffman et al., 2006). Dalam pengembangan wilayah, pendekatan konsep ambang
batas pada daya dukung lingkungan digunakan untuk mempelajari dampak yang
terjadi pada lingkungan akibat pengembangan wilayah dan pertumbuhan penduduk
(Muta’ali, 2012).

Daya dukung lingkungan digambarkan melalui perbandingan jumlah sumberdaya


yang dapat dikelola terhadap jumlah konsumsi penduduk (Cloud, (dalam Soerjani,
dkk., 1987)). Perbandingan ini menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan
berbanding lurus terhadap jumlah sumber daya lingkungan dan berbanding terbalik
dengan jumlah konsumsi penduduk. Status DDLH diperoleh dari pendekatan
kuantitatif melalui perhitungan selisih dan perbandingan antara ketersediaan dan
kebutuhan untuk masing-masing jasa ekosistem (Norvyani, 2016).

Pada perencanaan ini, status DDLH yang dimodelkan adalah DDLH untuk jasa
ekosistem penyediaan bahan pangan dan penyediaan air bersih. Nilai kebutuhan
dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Energi (AKE) populasi untuk bahan pangan;
dan kebutuhan air domestik dan tutupan lahan untuk air bersih. Sementara itu,
ketersediaan dihitung berbasis jasa ekosistem, yaitu dengan menggunakan metode
pembobotan berdasarkan Indeks Jasa Ekosistem Penyedia Bahan Pangan (IJEPBP)
untuk bahan pangan; dan Indeks Jasa Ekosistem Penyedia dan Pengaturan Air
(IJEPPA) untuk air bersih.

Peta status daya dukung lingkungan hidup Kabupaten/Kota disusun dengan


memanfaatkan sistem grid skala ragam beresolusi 5” x 5” (±150m x 150m).
Penggunaan sistem grid skala ragam ini menjadi suatu pendekatan yang mampu
merepresentasikan DDLH wilayah dalam bentuk informasi spasial, tanpa harus
menyamakan skala dari berbagai jenis data yang tersedia. Sistem grid skala ragam
yang digunakan mengacu pada sistem grid Indonesia berbentuk dasar persegi
dengan elemen utama, antara lain sistem koordinat geodetik dan datum geodetik
World Geodetic System 1984 (WGS84); titik asal sistem koordinat grid, yaitu titik
(90° BT, 15° LS); sistem penomoran; dan resolusi grid (Riqqi, 2011).

A.2.1 Penyusunan peta ketersediaan bahan pangan dan air bersih


Pada tahap perhitungan ketersediaan, data yang digunakan adalah Peta Distribusi
Penduduk dalam sistem grid dan data ekoregion beserta Indeks Jasa Ekosistem (IJE).
Peta Distribusi Penduduk dalam sistem grid dibuat berdasarkan bobot densitas
populasi dalam kelas tutupan lahan dan jalan. Tahapan perhitungan ketersedian
energi bahan pangan dan potensi penyediaan air bersih, meliputi:

(i) Perhitungan IJE tiap grid berdasarkan bobot perbandingan luas dan
tutupan lahan.
(ii) Perhitungan IJE tiap kabupaten/kota, yang merupakan penjumlahan

V
nilai IJE untuk masing-masing jasa ekosistem (penyediaan pangan dan
penyediaan air bersih) dari semua grid dalam masing-masing
kabupaten/kota.
(iii) Perhitungan energi bahan pangan dan potensi ketersediaan air bersih
tiap kabupaten/kota. Untuk energi bahan pangan, digunakan data
produksi bahan pangan tiap kabupaten/kota. Jenis bahan pangan yang
beragam dari tiap kabupaten/kota disamakan dengan mengonversikan
data produksi yang memiliki satuan berat (gram) menjadi satuan energi
(kkal) untuk mendapatkan nilai energi bahan pangan (jenis bahan
pangan dan kandungan kalori terlampir pada Lampiran C). Energi untuk
tiap jenis bahan pangan lalu dijumlahkan berdasarkan kabupaten/kota
untuk mendapatkan nilai energi bahan pangan tiap kabupaten/kota.
Sementara itu, untuk jasa ekosistem air, nilai yang digunakan langsung
merupakan potensi ketersediaan air, baik air permukaan maupun air
tanah, per unit spasial wilayah aliran sungai.
(iv) Pendistribusian ketersediaan energi bahan pangan dan potensi
ketersediaan air dalam sistem grid, dilakukan dengan terlebih dahulu
membandingkan total energi bahan pangan maupun potensi
ketersediaan air kabupaten/kota, terhadap total IJE masing-masing
ekosistem (IJEPBP dan IJEPPA) tiap kabupaten/kota yang sama untuk
menghasilkan energi bahan pangan 1IJEPBP dan potensi ketersediaan
air 1IJEPPA. Nilai 1IJE merepresentasikan ketersediaan untuk satu IJE
pada kabupaten/kota. Pada akhirnya, pendistribusian energi bahan
pangan dan potensi ketersediaan air dalam sistem grid dilakukan
melalui perkalian IJE masing-masing grid dengan 1IJE pada
kabupaten/kota yang sama. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut (Barirottutaqiyah, 2015):

total ketersediaan satu kabupaten/kota


1IJE = (1)
total IJE kabupaten/kota

Pada akhirnya, pendistribusian energi bahan pangan dan potensi air


bersih dalam sistem grid dilakukan melalui perkalian IJE masing-masing
grid dengan 1IJE pada kabupaten/kota yang sama.

A.2.2 Penyusunan peta kebutuhan bahan pangan dan air bersih


1. Kebutuhan energi bahan pangan
Kebutuhan energi bahan pangan diperoleh melalui perhitungan Angka
Kecukupan Energi (AKE) penduduk tiap grid selama setahun. AKE
merupakan besar kebutuhan energi bahan pangan suatu individu untuk
melakukan pekerjaan atau aktivitas harian (Hardinsyah, 2012).
Barirotuttaqiyah (2015) menggunakan persamaan matematis berikut,
untuk menghitung AKE tiap grid:

K B = P ij × AKE × 365
i
(2)

dengan,
KBi : AKE grid ke-i selama setahun (kkal),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kabupaten/kota j, dan
AKE : AKE per kapita (kkal).

2. Kebutuhan air bersih


Kebutuhan air domestik untuk tiap grid, dihitung dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan
Ruang Wilayah. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Di = P ij × KHLi (3)

dengan,
Di : jumlah kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kabupaten/kota j, dan
KHLi : kebutuhan air untuk hidup layak di grid ke-i.
KHLi : 43,2 m3/kapita/tahun.

Selain kebutuhan air domestik, kebutuhan air tutupan lahan juga perlu
diikutsertakan dalam perhitungan kebutuhan air wilayah. Pada
penyusunan ini kelas lahan yang diperhitungkan, meliputi persawahan,
perkebunan, kebun campuran, dan tegalan/ladang. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung kebutuhan tutupan lahan untuk
penyediaan bahan pangan, mengacu pada rumusan perhitungan
penggunaan air untuk padi per tahun sebagai berikut (Muta’ali, 2012):

Qi = Ai × I × q (4)

dengan,
Qi : jumlah penggunaan air tutupan lahan dalam setahun untuk grid
ke-i (m3/tahun),
Ai : luas lahan grid ke-i (hektare),

VII
I : intensitas tanaman dalam persen (%) musim per tahun, dan
q : standar penggunaan air (1 liter/detik/hektare),
q : 0,001 m3/detik/ha × 3600 × 24 × 120 hari per musim.

Total kebutuhan air tiap grid didapatkan dari penjumlahan kebutuhan


air domestik dan tutupan lahan. Berikut ini merupakan rumus total
kebutuhan air tiap grid (Norvyani, 2016):
Ti = D i + Qi (5)

dengan,
Ti : total kebutuhan air grid ke-i (m3/tahun),
Di : kebutuhan air domestik untuk grid ke-i (m3/tahun), dan
Qi : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun
untuk grid ke-i (m3/tahun).

A.2.3 Penentuan status daya dukung lingkungan hidup Kabupaten/Kota


berdasarkan jasa ekosistem pangan dan air
Penentuan status DDLH dilakukan melalui perhitungan ambang batas penduduk.
Ambang batas penduduk diperoleh melalui pembagian ketersedian dengan
kebutuhan energi bahan pangan per kapita per tahun. Ambang batas DDLH
dinyatakan dalam bentuk jumlah penduduk dan ditentukan melalui pendekatan
perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan. Hal ini diturunkan dari
pemahaman bahwa ambang batas DDLH adalah ketika selisih bernilai nol, atau saat
ketersediaan sama dengan kebutuhan. Nilai ambang batas DDLH suatu
kabupaten/kota merupakan total dari nilai ambang batas semua grid masing-masing
kabupaten/kota. Persamaan untuk menentukan ambang batas DDLH berdasarkan
jasa ekosistem penyedia bahan pangan tiap grid adalah sebagai berikut (Norvyani
dan Taradini, 2016):

KH
TPij = ij
(6)
AKE x 365

dengan,
TPij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke-
i kabupaten/kota j (kapita),
KHij : energi bahan pangan pada grid i kabupaten/kota j (kkal), dan
AKE : AKE per kapita (kkal).

Sementara itu, ambang batas DDLH berdasarkan jasa ekosistem penyedia air tiap
grid dihitung melalui persamaan berikut (Norvyani dan Taradini, 2016):
W ij - Q ij
TA ij = (7)
KHL

dengan,
TAij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem penyedia bahan pangan di grid ke-i
WAS j (kapita),
Wij : ketersediaan air pada grid i WAS j (m3/tahun),
Qij : jumlah penggunaan air untuk tutupan/guna lahan dalam setahun untuk grid
ke-i WAS j (m3/tahun), dan
KHL : kebutuhan air untuk hidup layak (m3/kapita/tahun).

Status DDLH untuk tiap kabupaten/kota adalah total dari nilai status DDLH semua
grid dari masing-masing kabupaten/kota. Status DDLH tiap grid per kabupaten/kota,
ditentukan oleh selisih antara ambang batas jumlah penduduk dengan jumlah
penduduk pada grid kabupaten/kota yang sama saat ini. Persamaan untuk
menentukan status DDLH per grid adalah sebagai berikut (Norvyani dan Taradini,
2016):

Sij = T ij - Pij (8)

dengan,
Sij : nilai status ambang batas DDLH grid ke-i kabupaten/kota j (kapita),
Tij : ambang batas DDLH untuk jasa ekosistem di grid ke-i kabupaten/kota j

(kapita),
Pij : jumlah penduduk grid ke-i di kabupaten/kota j (kapita).

Status DDLH ditentukan berdasarkan nilai status ambang batas yang diperoleh dari
persamaan (8). Status ambang batas yang bernilai negatif menunjukkan daya
dukung lingkungan hidup di grid tersebut telah melampaui ambang batasnya, dan
status ambang batas yang bernilai positif menunjukkan grid tersebut masih
mendukung kebutuhan pangan ataupun air di wilayah grid tersebut. Untuk
memperoleh status per ekoregion, dilakukan agregasi grid-grid dari ekoregion yang
bersangkutan.

A.2.4 Penyusunan peta ambang batas dan daya tampung sampah


1. Timbulan Sampah
Nilai timbulan sampah direpresentasikan pada grid 5” x 5”
menggunakan model distribusi populasi. Nilai timbulan sampah di setiap
grid dihitung dengan menggunakan model matematis sederhana, yaitu

IX
TSij = P ij ×Spop (9)

dengan,
TSij : timbulan sampah grid ke-i kabupaten/kota j (liter/tahun),
Pij : jumlah penduduk di grid ke-i kabupaten/kota j (kapita),

Spop : banyak sampah yang dihasilkan per kapita (liter).

Nilai timbulan sampah tahun 2015 per kapita untuk setiap


kabupaten/kota diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2016. Tabel 2.1 menunjukkan jumlah sampah per kapita yang dihasilkan
oleh setiap kabupaten/kota di Jawa Barat.

Tabel 8.1 Sampah per kapita per hari yang dihasilkan di Jawa Barat
tahun 2015
Kabupaten/ Kabupaten/
Sampah (ml) Sampah (ml)
Kota Kota
Bogor 1.800 Purwakarta 1.800
Sukabumi 1.200 Karawang 1.800
Cianjur 1.800 Bekasi 1.800
Bandung 2.500 Bandung Barat 2.500
Garut 1.200 Kota Bogor 2.500
Tasikmalaya 1.800 Kota Sukabumi 2.500
Ciamis 1.200 Kota Bandung 2.500
Kuningan 1.200 Kota Cirebon 2.500
Cirebon 1.800 Kota Bekasi 2.500
Majalengka 1.200 Kota Depok 2.500
Sumedang 1.800 Kota Cimahi 2.500
Kota
Indramayu 1.200 2.500
Tasikmalaya
Subang 1.800 Kota Banjar 1.800
Sumber: Dinas Pemukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat,
(dalam BPS, 2016)

2. Potensi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)


Analisis lokasi yang berpotensi digunakan sebagai TPA hanya
mempertimbangkan aspek fisik tanpa melibatkan aspek sosial.
Parameter yang digunakan dalam menganalisis potensi lokasi TPA
mencakup parameter geologi yang terdapat pada Tabel 2.2.

Pembobotan diberikan pada setiap parameter dengan mengacu pada


beberapa acuan, di antaranya Standar Tata Cara Pemilihan Lokasi
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (SK SNI7-11-1991-03) yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (Alfiani, 2011). Terdapat
empat parameter utama yang seharusnya digunakan untuk menentukan
potensi lokasi TPA yaitu litologi, jarak terhadap muka air tanah,
kemiringan lereng, dan besarnya curah hujan. Namun karena
keterbatasan data, pada perencanaan ini tidak digunakan parameter
jarak terhadap muka air tanah.

Selain harus memenuhi kriteria fisik, lokasi TPA juga harus memenuhi
faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA agar faktor keamanan dan
kenyamanan dapat terjaga yang terlihat pada Tabel 2.3. Faktor
pembatas harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan
pembobotan pada parameter potensi lokasi TPA sehingga TPA yang
dihasilkan merupakan TPA yang berada di luar faktor pembatas. Faktor
pembatas ini merupakan batasan daerah yang tidak boleh dijadikan
sebagai TPA.

Tabel 2.8.92 Bobot tiap parameter dan klasifikasi kesesuaian lokasi TPA
Nilai bobot tiap parameter
Paramete Bobo
S-1 (4) S-2 (3) S-3 (2) N (1)
r t
Batu Batu pasir,
Batu lanau, Batu
Litologi 3 lempung breksi,
tufa, napal gamping
serpih alluvial
Kelerenga
2 <3 3–8 9 – 15 > 15
n (%)
Curah
1.000 – 2.000 –
hujan 1 0 – 1.000 > 3.000
2.000 3.000
(mm)
Klasifikasi kesesuaian dengan rentang nilai
Rentang
Kelas Keterangan
Nilai
S-1 Sangat sesuai (Memenuhi syarat tanpa hambatan) 18 – 24
Cukup sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan
S-2 12 – 18
ringan)

XI
Kurang sesuai (Memenuhi syarat dengan perbaikan
S-3 6 – 12
berat)
N Tidak sesuai (Tidak memenuhi syarat) <6
Sumber: Alfiani (2011) berdasarkan SNI7-11-1991-03 dengan modifikasi

Tabel 2.8.93 Faktor pembatas kriteria kelayakan fisik TPA


Kriteria Faktor Pembatas
Jarak terhadap sungai < 150 m
Jarak terhadap < 300 m
pemukiman
Jarak terhadap jalan < 300 m
raya
Jarak terhadap bandara < 300 m
Sumber: Alfiani (2011) dengan modifikasi
A.2.5 Penyusunan peta sebaran emisi untuk kualitas udara
Persebaran beban emisi di Metropolitan Bandung Raya dan Sumedang dipetakan
dengan menggunakan Sistem Grid Skala Ragam dengan resolusi 30″ × 30″.
Pendistribusian dilakukan dengan menggunakan nilai beban emisi masing-masing
sumber area, garis, dan titik yang telah dihitung (dilakukan oleh BPLHD Provinsi
Jawa Barat). Emisi sumber area didistribusikan menggunakan proporsi jumlah
penduduk dalam grid terhadap jumlah penduduk pada kecamatan grid tersebut.
Dengan menggunakan prinsip yang sama, pendistribusian emisi bersumber garis
juga dilakukan dengan menggunakan proporsi panjang jalan pada grid terhadap
panjang suatu jalan dengan nilai emisi tertentu. Sementara itu, emisi sumber titik
langsung dibagikan secara utuh nilainya ke dalam grid yang ditempati oleh titik
tersebut. Pada akhirnya, hasil distribusi pada Sistem Grid Skala Ragam
divisualisasikan dengan rentang kelas ditentukan berdasarkan interval geometrik.
Untuk menunjukkan nilai beban emisi, digunakan gradasi simbol warna, yaitu
semakin gelap simbol warna yang digunakan, maka semakin tinggi beban emisi
pencemar pada luasan grid tersebut.

A.2.6 Penyusunan peta ambang batas beban pencemar di Kota Cimahi


Perhitungan potensi beban pencemar dihitung berdasarkan sumber pencemarnya
yang terbagi menjadi dua sumber pencemar yaitu sumber pencemar titik dan
sumber pencemar non-titik. Sumber pencemar titik berasal dari pipa pembuangan
instalasi pembuangan air limbah (IPAL) kegiatan industri, permukiman, hotel, rumah
sakit, pusat perdagangan, laboratorium, klinik dan gedung-gedung komersial.
Sedangkan sumber pencemar non-titik berasal dari air larian dari berbagai jenis
penggunaan lahan (land based) seperti pertanian, hutan dan lahan terbangun di
perkotaan. Dikarenakan keterbatasan data potensi beban pencemar yang dihitung
berdasarkan sumber domestik dan penggunaan lahan.

1). Perhitungan beban pencemar domestik


Perhitungan ini berdasarkan model distribusi penduduk dalam tiap grid 5” x 5”
dengan menggunakan faktor emisi penduduk, rasio ekivalen kota, dan koefisien
transfer beban. Zat pencemar yang dihitung adalah zat pencemar BOD, COD, dan
TSS. Potensi beban pencemar domestik dihitung berdasarkan model matematis,
yaitu

𝑃𝐵𝑃 𝑑𝑜𝑚𝑖=𝑃𝑖 × 𝐹𝑒 × 𝑅𝑒 × 𝛼 (10)


Dengan,
PBPdomi : besar beban pencemar domestik pada grid i
Pi : populasi penduduk pada grid i
Fe : faktor emisi penduduk
Re : rasio ekivalen kota
𝛼 : koefisien transfer beban

2). Perhitungan beban pencemar non-titik


Perhitungan ini berdasarkan emisi dari setiap jenis lahan yang meliputi lahan
pertanian, hutan dan lahan bangunan. Model matematis yang digunakan dalam
perhitungan, yaitu

𝑃𝐵𝑃 𝑡𝑎𝑛𝑖-𝑖=(𝑙𝑖 × 𝑓𝑒× 𝑀)/𝑑𝑚 (11)

𝑃𝐵𝑃 𝑛𝑝𝑠-𝑖=𝑙𝑖 × 𝑓𝑒 (12)

dimana:
𝑃𝐵𝑃 𝑡𝑎𝑛𝑖-𝑖 : beban pencemar pertanian pada grid i
𝑃𝐵𝑃 𝑛𝑝𝑠-𝑖 : beban pencemar hutan dan lahan terbangun pada grid i
𝑙𝑖 : luas lahan pada grid i
𝑓𝑒 : faktor emisi jenis pertanian
M : jumlah musim tanam
𝑑𝑚 : jumlah hari musim tanam

3). Perhitungan beban pencemar total


Beban penceamar total diperoleh berdasarkan penjumlahan beban pencemar
domestik dan penggunaan lahan pada masing-masing parameter zat pencemar,
model matematis yang digunakan yaitu

𝑃𝐵𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−𝑖=𝑃𝐵𝑃𝑑𝑜𝑚−𝑖+ 𝑃𝐵𝑃𝑡𝑎𝑛𝑖−𝑖+ 𝑃𝐵𝑃𝑛𝑝𝑠−𝑖 (13)

XIII
dimana:
𝑃𝐵𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−𝑖: beban pencemar total pada grid-i
𝑃𝐵𝑃𝑑𝑜𝑚−𝑖: beban pencemar sumber domestik pada grid-i
𝑃𝐵𝑃𝑡𝑎𝑛𝑖−𝑖 : beban pencemar sumber pertanian pada grid-i
𝑃𝐵𝑃𝑛𝑝𝑠−𝑖 : beban pencemar sumber lahan hutan dan lahan terbangun pada grid-i

4). Perhitungan debit limpasan di subDAS Kota Cimahi


Debit limpasan yang dimaksud adalah debit limpasan air hujan dan debit limpasan
domestik. Debit limpasan air hujan mempertimbangkan beberapa parameter yaitu
koefisien limpasan, intensitas hujan, dan luas area tangkap. Koefisien limpasan
merupakan penjumlahan pembobotan dari parameter DAS. Sedangkan debit
limpasan domestik ditentukan oleh jumlah orang yang terdapat pada suatu wilayah,
dengan besaran 100 liter/orang/hari (Permen LH No. 68 Tahun 2016). Jadi debit
limpasan di subDAS Kota Cimahi merupakan penjumlahan dari debit limpasan air
hujan dan debit limpasan domestik. Perhitungan debit limpasan air hujan dan
domestik diperoleh dengan menggunakan persamaan (14) dan persamaan (15).

𝑄𝑟𝑜=𝐶𝑟𝑜 ×𝐼 ×𝐴 (14)
dimana:
Qro : debit limpasan permukaan (m3/detik)
Cro : koefisien limpasan
I : intensitas hujan (mm/detik)
A : luas area tangkapan (m2)

𝑄dom= 𝑃𝑖 ×Qi (15)

dimana:
𝑄dom : debit limpasan domestik (m3/detik)
𝑃𝑖 : populasi penduduk pada grid i
Qi : standar debit limpasan domestik
Qi : 100 liter/orang/hari

5). Beban pencemar di area tangkapan sungai Kota Cimahi


Beban pencemar yang masuk ke sungai di Kota Cimahi diperoleh dengan
mengalikan konsentrasi zat pencemar dengan debit limpasan di area tangkapan
yang dapat dilihat pada persamaan (16), yaitu

𝐵𝑃= 𝐶 𝑥 𝑄tot (16)


dimana:
BP : beban pencemar
C : konsentrasi zat pencemar
𝑄tot : debit limpasan di area tangkapan

5). Konstribusi debit limpasan


Konstribusi debit limpasan dilakukan dengan membandingkan hasil debit limpasan
terhadap debit pengamatan setiap pos. hasil perhitungan diperoleh dengan
persamaan berikut

𝜇𝑄𝑛= (𝑄𝐿𝑛−1+ 𝑄𝐿𝑛)/ 𝑄𝑃𝑛 (17)


dimana:
𝜇𝑄𝑛 : kontribusi debit limpasan pada segmen ke-n
𝑄𝐿1 : debit limpasan pada segmen ke-n
𝑄𝑃1 : debit sungai pada pos ke-n

6). Daya tampung beban pencemar di sungai Kota Cimahi


Daya tamping beban pencemar di sungai Kota Cimahi diperoleh berdasarkan hasil
perkalian konsentrasi masing-masing zat pencemar sesuai baku mutu dengan debit
di setiap pos pengamatan. Hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut

𝐷𝑇𝐵𝑃= 𝐶𝐵𝑀 𝑥 𝑄𝑝𝑜𝑠 (18)


dimana:
DTBP : daya tampung beban pencemar
𝐶𝐵𝑀 : konsentrasi zat pencemar sesuai baku mutu
𝑄𝑝𝑜𝑠 : debit pada pos pengamatan air

A.3 Penyusunan Peta Aliran Energi Sumber Daya


Dalam suatu sistem lingkungan terdapat aliran materi dari suatu subsistem ke
subsistem lainnya. Fenomena ini disebut dengan source-sink. Source adalah
subsistem yang merupakan pengekspor atau sumber suatu entitas atau sumber
daya, sedangkan sink adalah importir atau penerima dari entitas atau sumber daya
tersebut. Dalam konteks DDDTLH, yang dimaksud dengan sumber daya di sini
adalah jasa ekosistem yang pemanfaatannya dinamis, tidak hanya digunakan oleh
suatu wilayah. Model source-sink diperlukan untuk menganalisis DDDTLH, dalam
rangka menentukan ekosistem yang mungkin menjadi prioritas untuk dilindungi
bagi kelangsungan makhluk hidup jangka panjang. Hal ini akan membantu dalam
pembuatan kebijakan khususnya yang terkait dengan konservasi.

Metode yang digunakan dalam pembuatan peta aliran energi pangan dan aliran
ketersediaan air, yaitu dengan menggunakan pendekatan hidrologi yang meliputi
rasterisasi, identifikasi zona fill sink, zona flow direction, zona flow accumulation,
dan map algebra dari data distribusi selisih energi pangan dan data selisih
ketersediaan air. Kedua data tersebut diperoleh dari selisih ketersediaan energi
pangan dan air setiap grid dengan kebutuhan energi bahan pangan dan air setiap
grid.

XV
A.4 Penyusunan Peta Tekanan terhadap Lingkungan Kota Cimahi
Peta tekanan penduduk diperoleh dari selisih prediksi penduduk setiap sepuluh
tahun. Peta prediksi penduduk tersebut diperoleh berdasarkan hubungan
matematis dengan ketersediaan bahan pangan/air bersih di tahun prediksi.
Sebelum itu, dilakukan perhitungan selisih ketersediaaan bahan pangan/air bersih
di kabupaten/kota tahun 2014 dan tahun 2015 dengan menggunakan model
sistematis (14). Setelah itu, ketersediaan bahan pangan/air bersih setiap sepuluh
tahun di setiap grid dihitung dengan menggunakan persamaan (15).

Δ𝐾𝑚=𝐾𝑚2015−𝐾𝑚2014 (14)
dengan:
Δ : selisih ketersediaan energi bahan pangan/air bersih antara tahun 2014
dan 2015 di grid ke-i,
𝐾𝑚2015 : ketersediaan energi behan pangan bersih/air bersih tahun 2015 hasil
model prediksi di grid ke-i
𝐾𝑚2014 : ketersediaan energi bahan pangan bersih/air bersih tahun 2014 hasil
model prediksi di grid ke-i.

𝐾𝑚𝑡=𝐾𝑚2015+(Δ𝐾𝑚×Δ𝑡) (15)
dengan:
𝐾𝑚𝑡: ketersediaan energi bahan pangan di grid ke-i pada titik optimum tahun t,
𝐾𝑚2015 : ketersediaan energi bahan pangan/air bersih tahun 2015 (data, bukan
hasil model prediksi) di grid ke-i,
Δ : selisih ketersediaan energi bahan/air bersih antara tahun 2014 dan 2015 di grid
ke-i,
Δ : selisih tahun pada titik optimum t dengan tahun 2015.

Berdasarkan hasil analisis ketersediaan bahan pangan/air bersih di tahun prediksi


dapat bernilai < 0 kkal dan benilai > 0 kkal. Hal ini digunakan sebagai asumsi untuk
menentukan pediksi landcover bahwa ketersediaaan bahan pangan/air bersih yang
bernilai < 0 kkal dijadikan sebagai permukiman sedangkan ketersediaan bahan
pangan/air bersih > 0 kkal tidak mengalami perubahan penutup lahan.

Setelah ketersediaan bahan pangan/airbersih di tahun prediksi diperoleh, prediksi


penduduk dapat dihitung dengan menggunakan hubungan matematis berupa
analisis regresi. Model sistematis yang digunakan dalam analisis regresi berupa
persamaan polinomial derajat (n) pada persamaan (16).

𝑦=𝑎𝑥𝑛+𝑏𝑥𝑛−1+𝑐𝑥𝑛−2+⋯+𝑑𝑥2+𝑒𝑥+𝑓 (16)
dengan:
x: jumlah penduduk,
y: ketersediaan energi bahan pangan/air bersih,
n: derajat polinomial,
𝑎,,…, : koefisien persamaan polinom.

XVII
Lampiran B: Perhitungan IJE dan Jasa Ekosistem Dominan
Nilai IJE dihitung menggunakan normalisasi terhadap nilai bobot masing-masing jasa
ekosistem terhadap tutupan lahan dan ekoregion. Nilai bobot tersebut ditentukan
dengan metode pairwise comparison. Setelah proses normalisasi nilai IJE, nilai
tersebut dibagi dengan nilai maksimum hasil normalisasi setiap IJE sehingga
diperoleh nilai IJE terhadap tutupan lahan dan ekoregion yang mempunyai rentang
nilai dari 0 hingga 1. Proses selanjutnya adalah memasukkan nilai IJE pada data
spasial gabungan tutupan lahan dan ekoregion, kemudian melakukan visualisasi
berdasarkan IJE yang mempunyai rentang nilai dari 0 hingga 1. Untuk
mempermudah visualisasi, setiap nilai IJE dikelompokkan ke dalam tiga kelas yaitu
rendah, sedang, dan tinggi.

Untuk mengetahui jasa ekosistem dominan yang dihasilkan oleh setiap unit
ekoregion, dilakukan pemetaan jasa ekosistem maksimum. Jasa ekosistem
maksimum ini diperoleh dari perkalian antara luas satu unit wilayah ekoregion
dengan setiap nilai IJE dalam unit wilayah ekoregion tersebut. Dari hasil perkalian
tersebut didapatkan bahwa setiap satu wilayah ekoregion memiliki satu nilai
maksimum dari 20 nilai jasa ekosistem yang dihasilkan. Nilai makmimum tersebut
menunjukkan jenis jasa ekosistem yang dominan untuk satu wilayah ekoregion.
Lampiran C: Kandungan Kalori Setiap Jenis Bahan Pangan per
100 gr
Kandungan Kandungan
Bahan Pangan Kalori Bahan Pangan Kalori
(kkal) (kkal)
Beras 357 Durian 134
Jagung 366 Duku 63
Ubi Kayu 154 Jambu Biji 49
Kedelai 381 Mangga 46
Kacang Hijau 345 Nanas 52
Kacang Tanah 525 Pepaya 46
Ubi Jalar 123 Pisang 127
Bawang Daun 29 Rambutan 69
Bawang Merah 39 Salak 368
Kentang 83 Sawo 92
Kubis 24 Sirsak 65
Lobak 19 Belimbing 36
Petsai Sawi 23 Nangka 106
Kacang Panjang 44 Sukun 126
Wortel 42 Markisa 70
Buncis 35 Jambu Air 46
Bayam 36 Jeruk Siam 44
Ketimun 12 Manggis 63
Cabe 31 Daging Sapi 207
Tomat 23 Daging Kerbau 84
Terung 24 Daging Kambing 154
Labu Siam 26 Daging Domba 206
Kangkung 29 Daging Babi 457
Bawang Putih 95 Daging Ayam Buras 302
Kembang Kol 25 Daging Ayam Ras 302
Cabe Rawit 103 Daging Itik 326
Blewah 26 Susu 61
Jamur Fungi 15 Telur Ayam Ras 162
Melinjo 66 Telur Ayam Buras 162
Petai 142 Telur Itik 189
Kacang Merah 336 Ikan Laut 117
Alpukat 85 Ikan Air Tawar 89
Jeruk Besar 45

XIX

Anda mungkin juga menyukai